PROFESI PENYULUH SOSIAL DI JAKARTA : PROSPEK, PELUANG, DAN TANTANGAN (STUDY KASUS KEMENTRIAN SOSIAL RI) Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)
Oleh Ahmad Qusairi NIM : 106052001948
JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431 H./2010 M.
PROFESI PENYULUH SOSIAL DI JAKARTA : PROSPEK, PELUANG, DAN TANTANGAN (STUDY KASUS DEPARTEMEN SOSIAL INDONESIA)
Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi Islam (S.Kom.I)
Di susun Oleh : Ahmad Qusairi NIM : 106052001948
Di bawah Bimbingan,
Prof. Dr. H. Ismah Salmah, M.Hum NIP. 194705151967082001
JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431 H./2010 M.
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan
memperoleh gelar strata I (S1) di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 30 Mei 2010 Penulis
Ahmad Qusairi
PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul : PROFESI PENYULUHAN SOSIAL DI JAKARTA : PROSPEK, PELUANG DAN TANTANGAN (STUDY KASUS KEMENTRIAN SOSIAL INDONESIA) yang ditulis oleh : Ahmad Qusairi. NIM: 106052001948 telah diujikan dalam Sidang Munaqasah Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 25 Juni 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata Satu (S1) pada Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam. Jakarta, 25 Juni 2010 Sidang Munaqasah Ketua Sidang
Sekretaris Sidang
Dra. Rini Laili Prihatini, Msi Nip. 19690607 199503 2 003
Drs. Sugiharto, MA Nip. 19660806 1996 03 1 0001 Anggota:
Penguji I
Penguji II
Dra. Asriati Jamil. M. Hum Nip. 19610422 199003 2 001
Dra. Nasichah, MA Nip. 196711261996032001
Pembimbing
Prof. Dr. H. Ismah Salman, M. Hum Nip.194705151967082001
LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa : 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli yang saya ajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 (S1) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 30 Mei 2010 Penulis
Ahmad Qusairi
ABTRAK Ahamad Qusairi 106052001948 Prospek Penyuluh Sosial di Jakarta: Prospek, Peluang, Tantangan ( Study Kasus di Departemen Sosial Indonesia) Penyelengaraan pembangunan kesejahteraan sosial harus dilaksanakan secara adil dan merata di seluruh Indonesia baik di perkotaan, di pedesaan, dan wilayah terpencil yang jauh dari pusat pemerintahan. Realita sosial dewasa ini menunjukkan bahwa masih banyak warga Negara yang belum terpenuhi hak akan kebutuhan dasarnya secara layak dan belum memeperoleh pelayanan sosial dari Negara. Akibatnya, bnyak warga Negara yang mengalami hambatan dalam melakasanakan fungsi dan peranan sosial, sehingga tidak dapat menjalani kehidupan secara layak dan martabat. Masyarakat Jakarta adalah masyarakat yang tidak hanya dihuni oleh penduduk setempat saja, melainkan ditempati oleh para pendatang—pendatang dari luar daerah, mereka mengadu nasib di kota besar sehingga kota besar ini menjadi ramai. Masyarakat yang datang dari daerah itu datang hanya dengan tangan kosong tidak di bekali dengan kemampuan atau skill, sehingga mereka datang dengan harapan yang besar akan hidup sukses di kota Jakarta, tetapi itu sebaliknya dari kenyataan yang ada sehingga mereka hidup di kota besar hidup tidak ada arah tujuan. Kebanyakan mereka menjadi penganguran dan berprofesi apa saja, asalkan mereka dapat makan untuk sehari-harinya. Maka dari itu penduduk kota Jakarta sangat banyak dan hidupnya pun tidak teratur sehingga terlihat masyarakatnya terkelompok ada yang elite, ada yang biasa-biasa, dan juga ada yang betempat tinggal di temapt kumuh. Mereka mendirikan rumah apa adanya yang terpenting mereka bisa tidu dan tidak kena sinarmatahari. Dan anehnya pemerintah tidak bisa menghadapi itu semua, yang terjadi adalah mereka menjadi pengemis, tindak criminal, pemulung dan lain sebagainya. Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa prospek profesi penyuluh sosial kedepannya adalah sangat menjanjikan sekali karena permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat akan bertambah kompleks, peluang dari profesi penyuluh sosial pun ternbuka lebar untuk para tenaga penyuluh sosial untuk dijadikan suatu profesi apa lagi untuk bimbingan dan Penyuluahn Islam, karena BPI ini sudah sedikit banyak mengetahui bagaimana penyuluhan tersebbbut, tantangan yang dihadapi oleh para tenaga penyuluh sosial adalah sangatlah beragam , tinggal bagaimana para tenaga penyuluh sosial itu menempatkan diri sebagai seorang penyuluh sosial.
i
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah swt, Tuhan yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, yang telah menganugrahkan kasih saying-Nya kepada seluruh makhluk. Shalawat serta salam semoga senantiasi dilimpahkan kepada pujaan hati sang pembawa kabar gembira, Nabi Muhammad saw, yang telah memberikan tauladan kepada umatnya serta membawanya kepada jalan yang diridhai Alla swt. Hidup berjalan seiring waktu berlalu, begitupun dalam menyelesaikan tugas akhir ini banyak sekali hambatan-hambatan yang dihadapi dan dirasakan penulis, mulai dari persiapan pelaksanaan penelitian sampai dengan penulisan skripsi ini, akan tetapi berkat bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini sebagai syarat untuk mencapai gelar Sarjana pada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi. Dan penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya terutama kepada: 1. Bapak Dr. H. Arif Subhan, MA, selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dan segenap para Pudek yang tidak saya sebutkan namun tidak mengurangi rasa hormat dan trimakasih sebanyak-banyaknya. 2. Ibu Rini Laili Prihatini, Msi, selaku Ketua Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam, yang telah member ijin penulisan skripsi ini. 3. Bapak Drs. Sugiharto, MA, selaku Sekretaris Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam.
ii
4. Ibu Prof. Dra. Hj. Ismah Salmah, m. Hum, Selaku Dosen pembimbing yang selalu setia membimbing penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. 5. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan ilmu komunikasi yang tidak pernah lelah memberikan ilmunya kepada penulis hingga detik
ini
serta
segenap
karyawan
Perpustakaan
Utama
dan
Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang senantiasa memberikan pelayanan kepada penulisan dalam pencarian referensi yang penulis butuhkan. 6. Orang tua penulis yang selalu memberikan doanya dan motivasimotivasi kepada penulis, kepada kakak dan adik penulis yang selalu memberikan semangat kepada penulis dankepada saudara-saudara penulis yang telah memberikan semangat dan nasihat-nasihat kepada penulis yang membantu secara materil ataupun non materil sampai terselesaikannya skripsi ini. 7. Ibu Dra. Mimin selaku kepala bagian Tata Usaha Pusat Penyuluhan Sosial di Depertemen Sosial, Ibu Misnawati selaku penyuluhan yang telah memberikan waktunya untuk membantu penulis menyelesaikan skripsi ini . 8. Rekan-rekan bPI 2006 yang selalu setia menemani penulis terutama Khairunnisa, Rahmat Hafizulloh, Zaura, Tio, dan temen-temen lainnya yang sudah memberikan motivasi kepada penulis dalam penelitian ataupun dalam menyelesaikan skripsi ini, terimakasih teman-teman, atas segala motivasi, kritik, dan nasihat yang positif untuk penulis.
iii
Akhirnya, penulis hanya dapat berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi diri penulis dan juga bagi pembaca umumnya. Sekali lagi penulis mengucapkan terimakasih kepada berbagai pihak yang telah membantu penulis. Semoga apa yang telah diberikan menjadi amal sholeh di sisi Allah swt. Amin. Jakarta, 30 Mei 2009
Penulis
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK ......................................................................................................
i
KATA PENGANTAR ...................................................................................
ii
DAFTAR ISI ..................................................................................................
v
BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ..............................................................
1
B. Batasan dan Pereumusahan Masalah ........................................
6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...................................................
7
D. Metode Penelitian........................................................................
8
E. Sistematika Penulisan .................................................................
10
BAB II LANDASAN TEORI A. Profesi .........................................................................................
12
1. Pengertian Profesi .................................................................
12
2. Syarat-syarat Profesi ............................................................
15
3. Ciri-ciri Profesi......................................................................
20
B. Penyuluhan Sosial .......................................................................
22
1. Pengertian Penyuluh Sosial ...................................................
22
2. Syarat-syarat Penyuluh Sosial ...............................................
23
C. Pentingnya Penyuluhan Sosial bagi Masyarakat.........................
25
D. Konsep Kepribadian Penyuluh Sosial .........................................
27
E. Landasan Profesi Penyuluh Sosial ..............................................
29
F. Penyuluh Sebagai Da’i – Agen Perubahan Sosial.......................
30
v
BAB III GAMBARAN UMUM MASYARAKAT JAKARTA DAN DEPARTEMEN SOSIAL A. Kondisi Masyarakat Indonesia ....................................................
32
B. Departemen Sosial ......................................................................
45
C. Program Kerja ............................................................................
47
D. Target yang Ingin di Capai Departemen Sosial ..........................
50
E. Upaya yang Ingin di Capai Departemen Sosial ..........................
51
BAB IV TEMUAN LAPANGAN DAN ANALISA A. Kreteria Penyuluh Sosial .............................................................
56
B. Prospek Profesi Penyuluh Sosial di Jakarta ................................
57
C. Peluang Profesi Penyuluh Sosial di Jakarta ................................
70
D. Tantangan Profesi Penuyluh Sosial di Jakarta dan upaya mengatsinya.................................................................................
73
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan .................................................................................
79
B. Saran-saran ..................................................................................
81
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
83
LAMPIRAN-LAMPIRAN
vi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Masyarakat modern yang serba kompleks, sebagai produk dari kemajuan teknologi, mekanisme, industrialisme dan urbanisasi memunculkan banyak masalah sosial. Maka adaptasi atau penyesuaian diri terhadap masyarakat modern yang hyperkompleks itu menjadi tidak mudah. Kesulitan mengadakan adaptasi dan adjustment menyebabkan kebingungan, kecemasan, dan konflik-konflik, baik yang terbuka dan eksternal sifatnya, maupun yang tersembunyi dan internal dalam batin sendiri, sehingga banyak orang mengembangkan pola tingkah laku menyimpang dari norma-norma hukum, atau berbuat semau sendiri dari kepentingan sendiri dan mengganggu atau merugikan orang lain. Masalah-masalah sosial pada zaman modern yang dianggap sebagai sosiopatik atau sakit secara sosial, dan secara populer kita kenal sebagai penyakit masyarakat itu merupakan struktur dan totalitas sistem sosial. Dengan kata lain, penyakit masyarakat yang demikian merupakan produk sampingan, atau merupakan konsekuensi yang tidak di harapkan dari sistem sosio-kultural zaman sekarang, dan berfungsi sebagai gejala sendiri. Pada zaman modern sekarang ini, orang menyebut pula adanya banyak deviasi atau penyimpangan tingkah laku yaitu menyimpang dari tendensi sentral atau ciri-ciri umum rakyat banyak. Selanjutnya, orang menyatakan tingkah laku menyimpang itu sebagai diferensiasi. Diferensiasi dalam tingkah laku umum yang berbeda dan menyimpang dari ciriciri karakteristik umum, dan bertentangan dengan hukum atau peraturan legal.
1
2
Adapun pengertian Masalah sosial adalah : 1. Semua bentuk tingkah laku yang melanggar atau memperkosa adat istiadat masyarakat (dan adat istiadat tersebut diperlukan untuk menjamin kesejahteraan hidup bersama) 2. Situasi sosial yang dianggap oleh sebagian besar warga masyarakat sebagai pengganggu, tidak dikehendaki , berbahaya dan merugikan banyak orang.1 Jelaslah bahwa adat istiadat dan kebudayaan ini mempunyai nilai pengontrol dan nilai sanksional terhadap tingkah laku anggota masyarakatnya. Maka, tingkah laku yang dianggap sebagai tidak cocok, melanggar norma dan adat istiadat, atau tidak terintegrasi dengan tingkah laku umum dianggap sebagai masalah sosial.2 Indonesia adalah Negara yang penuh atau kaya akan kebudayaan yang beragam dan suku-suku yang beragam pula. Tetapi masyarakat Indonesia hanya bertumpu satu pusat saja untuk mencari nafkah dan mengadu nasib. Contohnya saja seperti di Jakarta ini, banyak orang-orang yang berbeda-beda suku datang ke kota Jakarta ini untuk mengadu nasib, mereka berfikir bahwa di Jakarta mereka bisa mendapatkan pekerjaan dan nilai ekonomi yang tinggi. Tetapi kenyataannya mereka yang tidak memiliki skill dan kemampuan mereka hanya jadi orang gelandangan yang tidak mempunyai tempat tinggal. Inilah yang meresahkan masyarakat. Mereka yang jadi gelandangan bisa menjadi orang bengis atau jahat
1 2
. Kartini kartono, Patologi Sosial, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2005), h. 1. . Ibid., h. 2.
3
seperti perampok, pencuri, penjambret dan lain sebagainya ini dikarenakan mereka tidak mempunyai lapangan pekerjaan. Mereka-mereka yang membuat orang takut akan keamanan dikota Jakarta ini, mungkin tidak hanya itu masalah-masalah sosial yang ada di Jakarta ini. Contoh lain adalah banyak orang-orang miskin yang ada di Jakarta ini, itu dikarenakan mereka pindah dari desa ke kota, dan mereka tidak mempunyai tempat tinggal. Maka mereka berprofesi sebagai pemulung dan bertempat tinggal di kolong jembatan. Pemerintah adalah yang paling berperan dalam masalah-masalah sosial seperti ini, sehingga masalah-masalah sosial ini bisa diatasi dengan baik, tentunya dengan bantuan para penyuluh yang ada. Dengan bantuan penyuluh ini diharapkan dapat menyeleksi mana masyarakat yang patut untuk dibantu oleh pemerintah. Situasi dan kondisi sosial
atau sosio-kultural yang repetitif selalu
berulang-ulang dan terus menerus, akan mengkondisionisasi dan mempererat deviasi-deviasi, sehingga kumulatif (bertimbun, bertumpuk) sifatnya. Deviasi kumulatif demikian bisa menjelma menjadi “disorganisasi sosial” atau “disintegrasi sosial.” Khususnya apabila deviasi ini berlangsung pada bagian terbesar dari populasi atau anggota masyarakat pada umumnya. Peristiwa ini disebut pula sebagai deviasi kumulatif ini adalah korupsi. Pada umumnya deviasi situasional yang kumulatif itu merupakan produk dari konflik kultural, yaitu produk dari periode-periode dengan banyak konflik kultural konflik budaya/kultural ini dapat diartikan sebagai :
4
a.
Konflik antara individu dengan Masyarakat;
b.
Konflik antara nilai-nilai dan praktik-praktik dari dua atau lebih kelompok-kelompok sosial; dan
c.
Konflik-konflik introfeksi yang berlangsung dalam diri seorang yang hidup dalam lingkungan sosial penuh dengan nilai-nilai dan normanorma yang bertentangan.3
Anak jalanan juga merupakan masalah sosial, dimana keberadaan mereka sering dirasakan sangat tidak menyenangkan oleh banyak orang. Di
mata
masyarakat keberadaan anak jalanan hingga kini masih dianggap sebagai bagian dari masalah sosial yang harus disingkirkan . Hal ini sesuai dengan definisi masalah, masalah sosial itu sendiri menurut Harton dan Leslie (1982), adalah “suatu kondisi yang dirasakan banyak orang tidak menyenangkan serta menurut pemecahan melalui aksi sosial secara kolektif. Masalah sosial berbeda dengan masalah individual. Masalah individual dapat diatasi secara individual. Tetapi masalah sosial hanya dapat diatasi melalui rekayasa sosial seperti aksi sosial, kebijakan sosial atau perencanaan sosial, karena penyebab dan akibatnya bersifat multidimensional dan menyangkut banyak orang”.4 Anak jalanan merupakan salah satu permasalahan yang memerlukan penanganan secara cepat dan tepat. Jumlah anak jalanan kian hari kian bertambah seiring dengan semakin berlarutnya krisis ekonomi, tidak ada angka yang pasti mengenai jumlah anak jalanan saat ini di Indonesia. Pada tahun 2002 berdasarkan
3
. Ibid., h. 21. . Edy Suharto, Membangun Masyarakat Memeberdayakan Rakyat, ( Bandung : PT Refika Aditama, 2005), h. 83. 4
5
data dinas bina mental dan kesejahteraan sosial. Pemerintah propinsi DKI Jakarta, jumlah anak jalanan mencapai 8.158 jiwa, terdiri dari 1.795 anak di Jakarta Barat, 1.833 anak di Jakarta Pusat, 1.532 anak di Jakarta Selatan, 2.296 anak di Jakarta Timur, dan 652 anak di Jakarta Utara5. Sementara itu pada tahun 2004, jumlah anak jalanan di Indonesia berdasarkan data yang di kumpulkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), tercatat 154.861 anak.6 Inilah yang salah satunya disebabkan karena arus Urbanisasi yang terus menerus berlangsung di wilayah DKI Jakarta pada umumnya dan wilayah Jakarta Selatan khususnya. menyebabkan ketidak seimbangan tenaga kerja dengan lapangan kerja yang tersedia dan ketidak seimbangan penduduk dengan daya dukung fasilitas perkotaan. Kualitas dan kuantitas sumber daya pendatang yang tidak mempunyai latar belakang suatu keahlian tertentu kurang sesuai dengan kebutuhan pengembangan kota.7 Tenaga kerja kita yang berpendidikan rendah (low level) saat ini memprihatinkan kualitasnya. Rata-rata mereka hanya mengandalkan lapangan kerja sebagai Tenaga Kerja Indonesia (TKI), yang bekerja di luar negeri. Sedangkan TKI sendiri di nilai juga tidak mempunyai daya saing yang cukup memadai, karena tidak cukup dibekali dengan keterampilan.8
5
. Pada hari ini, Mari Dengar Suara Anak Jalanan, artikel diakses pada 30 Mei 2008 dari http://www.kompas.com/kompas-cetak/0307/23 utama. 6 . Sander Diki Zulkarnaen, Perberdayaan Keluarga Sebagai Basis Utama Dalam Pembinaan Anak Jalanan, Artikel diakses pada 8 Agustus 2009 dari http://www.kpai.go.id/doc/keluarga basis utama.doc. 7 . Bento. www.mediajakartaselatan.com. 15 Agutus 2009. 8 . Wakrimba Thamrin, Kebijakan Otoda dan Dampak Bagi Buruh dan BPPD, Majalah Nakertnas. XXIV 04 September 2004.
6
Peningkatan kualitas sumber daya manusia pilihan mempunyai arti strategis bagi bangsa Indonesia, karena proses pembangunan nasional harus berlangsung, berkesinambungan mengharuskan adanya sumber daya
manusia
yang berkualitas. Di samping itu sumber daya manusia yang berkualitas akan memungkinkan bangsa Indonesia merebut keunggulan kompetitif atas bangsabangsa di dunia. Semakin kompleks spesialisasi dalam pekerjaan, ketrampilan kerja dan kesempatan yang ada sangat terbatas sedangkan pertumbuhan angkatan kerja dan kesempatan yang ada sangat terbatas, sedangkan pertumbuhan angkatan kerja terus bertambah akan menimbulkan dampak bertambah pengangguran. Maka profesi penyuluh sosial ini sangat dibutuhkan oleh lembaga Departemen Sosial (DEPSOS), dikarenakan sangat membantu lembaga tersebut guna membantu menyelesaikan masalah-masalah sosial dan cara menanganinya. Bertolak dari fenomena di atas maka penulis tertarik untuk mengkaji dan meneliti lebih dalam tentang penyuluh sosial di Indonesia, maka penulis melakukan penelitian yang dimanifestasikan dalam bentuk skripsi yang berjudul “Profesi Penyuluh Sosial di Jakarta : Prospek, Peluang, dan Tantangan
( Study Kasus Kementrian Sosial RI )”.
B. Batasan dan Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka penulis memfokuskan kajian serta membatasi masalahnya pada “Profesi Penyuluh Sosial di Jakarta : Prospek, Peluang, dan Tantangan di kementrian sosial”. Berdasarkan pembatasan
7
masalah di atas dan untuk lebih memperjelas masalah yang akan diteliti, penulis dapat merumuskan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana kriteria penyuluh sosial ? 2. Kegiatan apa saja yang sudah dilaksanakan dan yang akan dilaksanakan oleh penyuluh sosial ? 3. Adakah kendala yang dihadapi? dan bagaiamana upaya mengatasi hambatan tersebut? Apa faktor pendukung dan penghambatnya ? 4. Bagaimana Prospek profesi penyuluh sosial di Jakarta ? 5. Bagaimana peluang profesi penyuluh sosial di Jakarta ? 6. Bagaiamana tantangan profesi penyuluh sosial di Jakarta dan cara mengatasinya ?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan penelitian yaitu : a. Untuk mengetahui bagaimana kriteria penyuluh sosial b. Untuk mengetahui kegiatan apa saja yang sudah dilaksanakan dan yang akan dilaksanakan oleh penyuluh sosial c. Untuk mengetahui kendala apa saja yang dihadapi dan bagaiamana upaya mengatasi hambatan tersebut serta Apa faktor pendukung dan penghambatnya d. Untuk mengetahui bagaimana prospek profesi penyuluh sosial di Jakarta
8
e. Untuk mengetahui bagaimana peluang profesi penyuluh sosial di Jakarta f. Untuk mengetahui bagaiaman tantangan profesi penyuluh sosial di Jakarta a.
2. Manfaat penelitian a. Teoritis Penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi pada seluruh civitas akademika terutama jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam Fakultas Dakwah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang berkaitan dengan profesi penyuluhan sosial, yang mana sangat dibutuhkan di Departemen Sosial. b. Praktis Penelitian ini diharapakan dapat memberikan kontribusi yang berarti bagi pembaca dan terutama penulis. Dan semoga penelitian bisa dijadikan sebagai acuan bagi orang-orang yang membacanya.
D. Metodologi Penelitian Metodologi penelitian merupakan strategi umum yang dipakai dalam pengumpulan data analisis data yang diperlukan guna menjawab permasalahan yang diselidiki. Penggunaan metodologi ini dimaksudkan untuk menentukan data yang valid, akurat dan signifikan dengan permasalahan, sehingga dapat digunakan untuk mengungkapkan permasalahan yang diteliti.
9
1. Pendekatan Penelitian Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif,
yang
dengan
melakukan
penelitian
yang
menghasilkan data deskripsif berupa kata-kata, tertulis /lisan dari orang / perilaku yang diamati. Pendekatan ini digunakan karena peneliti ingin mendeskripsikan profesi penyuluh sosial di Jakarta : prospek, peluang, dan tantangannya. 2. Penentuan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Departemen Sosial Jakarta Pusat. Adapun yang dijadikan alasan dan pertimbangan pemilihan lokasi ini adalah pertama, belum ada peneliti yang telah dilaksanakan mengenai profesi penyuluh sosial di Indonesia : prospek, peluang, dan tantangannya, kedua pihak Departemen Sosial Jakarta Pusat Bersedia untuk diadakan penelitian
dan
memberikan
data
dan
informasi
sesuai
dengan
permasalahan. 3. Subyek dan Obyek Penelitian Adapun subyek penelitian ini adalah 1 Pimpinan, 2 penyuluh sosial dan 2 masyarakat yang diberikan penyuluhan. Kemudian objek dalam penelitian ini adalah profesi penyuluh sosial di Indonesia : prospek, peluang, dan tantangannya. Sumber data dari penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Data primer, yang berupa wawancara kepada penyuluh sosial di Kementrian Sosial
10
b. Data sekunder , yang berupa data tidak langsung yang berupa catatancatatan/dokumen 4. Teknik Pengumpulan Data Untuk
memperoleh
data
yang
dibutuhkan
maka
peneliti
menggunakan alat pengumpul data sebagai berikut : a. Wawancara Wawancara adalah sebuah dialog yang dilakukan pewancara (interviewer),
untuk
memperoleh
data
dan
informasi
dari
terwawancara (interviewee). Yaitu mengadakan wawancara antara peneliti dengan tenaga penyuluhan sosial. b. Observasi Observasi yaitu sebuah metode ilmiah berupa pengamatan dengan sistematika, fenomena-fenomena yang diselidiki. c. Dokumentasi Teknik dan studi dokumentasi yaitu cara mencari data mengenai halhal atau variable yang berupa catatan transkip, buku-buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda dan sebagainya. Dalam penelitian ini, data-data diperoleh dari dokumen-dokumen, catatan transkip, buku-buku, dan majalah.
E. Sistematika Penulisan Pembahasan dalam skripsi ini dibagi dalam lima bab, adapun penyusunannya sebagai berikut:
11
BAB I
PENDAHULUAN terdiri dari : latar belakang masalah, batasan dan perumusan masalah,
tujuan dan manfaat penelitian,
metodologi penelitian, sistematika penulisan. BAB II
TINJAUAN TEORI terdiri dari : Profesi (pengertian, syaratsyarat, ciri-ciri profesi), Penyuluhan sosial (pengertian, syararasyarat penyuluhan sosial), pentingnya profesi penyuluh sosial di Indonesia, konsep kepribadian penyuluh sosial, landasan profesi penyuluh sosial di Indonesia, penyuluh sebagai Dai – agen perubahan sosial.
BAB III
GAMBARAN UMUM MASYARAKAT JAKARTA
dan
DEPARTEMEN SOSIAL terdiri dari : Kondisi masyarakat Indonesia
(budaya,
agama,
ekonomi,
politik,
kesehatan),
Departemen Sosial ( tujuan, visi dan misi), program kerja, target yang ingin dicapai, upaya yang dilakukan Departemen Sosial. BAB IV
TEMUAN LAPANGAN dan ANALISA terdiri dari : Kriteria Penyuluh Sosial, Kegiatan yang sudah dan akan dilaksanakan, Prospek, Peluang dan Tantangan profesi penyuluh sosial di Indonesia (kendala yang dihadapi, faktor pedukung dan hambatan, dan upaya mengatasi hambatan)
BAB V
PENUTUP terdiri dari : Kesimpulan dan Saran-saran
BAB II LANDASAN TEORI
A. Profesi 1. Pengertian Profesi Kata profesi berasal dari bahasa latin yaitu professues yang berarti “suatu kegiatan atau pekerjaan yang semula dihubungkan dengan sumpah dan janji bersifat religius”.1 Ada 2 jenis Bidang Profesi : a. Profesi Khusus Profesi khusus adalah para professional yang melaksanakan profesi secara khusus untuk mendapatkan nafkah atau penghasilan tertentu sebagai tujuan pokoknya. Misalnya, profesi di bidang ekonomi, politik, hukum, kedokteran, pendidikan, teknik, humas, dan sebagai jasa konsultan. b. Profesi Luhur Profesi luhur ini, para professional yang melaksanakan profesinya, tidak lagi untuk mendapatkan nafkah sebagai tujuan utamanya, tetapi sudah merupakan dedikasi atau sebagai jiwa pengabdiannya semata-mata. Misalnya, kegiatan profesi di bidang keagamaan, pendidikan, sosial, budaya, dan seni. Istilah profesi telah dimengerti oleh banyak orang bahwa suatu hal yang berkaitan dengan bidang yang sangat dipengaruhi oleh pendidikan dan keahlian, sehingga banyak orang yang bekerja tetap sesuai. Tetapi dengan keahlian saja yang diperoleh dari pendidikan kejuruan, juga belum cukup disebut profesi. Tetapi perlu
1
Rismawaty, Kepribadian &Etika Profesi, (Yogyakarta : Graha Ilmu, 2008), h. 57.
12
13
penguasaan teori sistematis yang mendasari praktek pelaksanaan, dan hubungan antara teori dan penerapan dalam praktek. Kita tidak hanya mengenal istilah profesi untuk bidang-bidang pekerjaan seperti kedokteran, guru, militer, pengacara, dan semacamnya, tetapi meluas sampai mencakup pula bidang seperti manajer, wartawan, pelukis, penyanyi, artis, sekretaris dan sebagainya. Sejalan dengan itu, menurut DE GEORGE, timbul kebingungan mengenai pengertian profesi itu sendiri, sehubungan dengan istilah profesi dan profesional. Kebingungan ini timbul karena banyak orang yang profesional tidak atau belum tentu termasuk dalam pengertian profesi. Berikut pengertian profesi dan profesional menurut DE GEORGE : 1) Profesi, adalah pekerjaan yang dilakukan sebagai kegiatan pokok untuk menghasilkan nafkah hidup dan yang mengandalkan suatu keahlian. 2) Profesional, adalah orang yang mempunyai profesi atau pekerjaan purna waktu dan hidup dari pekerjaan itu dengan mengandalkan suatu keahlian yang tinggi. Atau seorang profesional adalah seseorang yang hidup dengan mempraktekkan suatu keahlian tertentu atau dengan terlibat dalam suatu kegiatan tertentu yang menurut keahlian, sementara orang lain melakukan hal yang sama sebagai sekedar hobi, untuk senang-senang, atau untuk mengisi waktu luang. Sedangkan menurut Sumaryono mengungkapkan, bahwa profesi terdiri dari kelompok terbatas dari orang-orang yang memiliki keahlian khusus. Dari keahlian itu, dalam masyarakat, mereka dapat berfungsi dengan lebih baik bila dibandingkan dengan masyarakat lain pada umumnya. Lebih lanjut, Sumaryono menjelaskan,
14
bahwa sebuah “profesi adalah sebuah sebutan atau jabatan di mana orang yang menyandangnya mempunyai pengetahuan khusus yang diperoleh melalui „training‟ atau pengalaman lain atau diperoleh melalui keduanya sehingga penyandang profesi dapat membimbing atau memberi saran juga melayani orang lain dalam bidangnya sendiri”.2 Landis dan Myers
lebih mempertegas, bahwa cita-cita sebuah profesi
menitikberatkan pada kesedian melakukan suatu kegiatan yang bermotif pelayanan. Pada dasarnya, cita-cita sebuah profesi menuntut individu untuk memajukan kepentingan umum. Dalam konteks ini, bila seorang ilmuan psikologi dan psikolog ditanya tentang hal-hal yang berhubungan dengan profesinya, tentu ia akan menjawab sebagai berikut, “Dengan profesi ini, ketetepan hati saya bukan pada apa yang dapat saya peroleh, melainkan bagaimana saya dapat membantu setiap orang.” Berbagai definisi dan pengertian tersebut sebenarnya ada dalam kehidupan profesi . Namun, pembatasan pengertian profesi dalam perbincangan kita adalah pengertian profesi yang diperoleh seseorang pasca pendidikan tinggi. Seperti yang terangkum dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang pendidikan kejuruan, vokasi, dan profesi pasal 41 (edisi 20 Oktober 2003) “Pendidikan profesi merupakan pendidikan tinggi setelah program sarjana yang bertujuan untuk mempersiapkan perserta didik, terutama untuk bekerja secara mandiri atau mengisi lowongan kerja dalam bidang tertentu dengan persyaratan khusus.”
2
Yadi Purwanto, Etika Profesi Psikologi Profetik Perspektif Psikologi Islami,, ( Bandung : PT Refika Aditama, 2007), h. 5.
15
2. Syarat-syarat Profesi Menjadi seorang professional bukanlah pekerjaan yang mudah. Untuk mencapainya, diperlukan usaha yang keras, karena ukuran profesionalitas seseorang akan dilihat dua sisi. Yakni teknis keterampilan atau keahlian yang dimilikinya, serta hal-hal yang berhubungan dengan sifat, watak, dan kepribadiannya. Paling tidak, ada delapan syarat yang harus dimiliki oleh seseorang jika ingin jadi seorang professional. a. Menguasai Pekerjaan Seseorang layak disebut professional apabila ia tahu betul apa yang harus ia kerjakan. Pengetahuan terhadap pekerjaannya ini harus dapat dibuktikan dengan hasil yang dicapai. Dengan kata lain, seorang professional tidak hanya pandai memainkan kata-kata secara teoritis, tapi juga harus mampu mempraktekkannya dalam kehidupan nyata. Ia memakai ukuran-ukuran yang jelas, apakah yang dikerjakannya itu berhasil atau tidak. Untuk menilai apakah seseorang menguasai pekerjaannya, dapat dilihat dari tiga hal yang pokok, yaitu bagaimana ia bekerja, bagaimana ia mengatasi persoalan, dan bagaimana ia akan menguasai hasil kerjanya. Seseorang yang menguasai pekerjaan akan tahu betul seluk beluk dan likuliku pekerjaannya. Artinya, apa yang dikerjakannya tidak cuma setengah-setengah, tapi ia memang benar-benar mengerti apa yang ia kerjakan. Dengan begitu, maka seorang profesional akan menjadikan dirinya sebagai problem solver (pemecah persoalan), bukannya jadi trouble maker (pencipta masalah) bagi pekerjaannya.
16
b. Mempunyai Loyalitas Loyalitas bagi seorang profesional memberikan petunjuk bahwa dalam melakukan pekerjaannya, ia bersikap total. Artinya, apapun yang ia kerjakan didasari oleh rasa cinta. Seorang professional memiliki suatu prinsip hidup bahwa apa yang dikerjakannya bukanlah suatu beban, tapi merupakan panggilan hidup. Maka, tak berlebihan bila mereka bekerja sungguh-sungguh. Loyalitas bagi seorang profesional akan memberikan daya dan kekuatan untuk berkembang dan selalu mencari hal-hal yang terbaik bagi pekerjaannya. Bagi seorang profesional, loyalitas ini akan
menggerakkan dirinya untuk dapat
melakukan apa saja tanpa menunggu perintah. Dengan adanya loyalitas seorang professional akan selalu berpikir proaktif, yaitu selalu melakukan usaha-usaha antisipasi agar hal-hal yang fatal tidak terjadi. c. Mempunyai Integritas Nilai-nilai kejujuran, kebenaran, dan keadilan harus benar-benar jadi prinsip dasar bagi seorang profesional. Karena dengan integritas yang tinggi, seorang profesional akan mampu membentuk kehidupan moral yang baik. Maka, tidaklah berlebihan apabila dikatakan bahwa seorang professional tak cukup hanya cerdas dan pintar, tapi juga sisi mental. Segi mental seorang professional ini juga akan sekaligus menentukan kualitas hidupnya. Integritas yang dipunyai oleh seorang professional akan membawa kepada penyadaran diri bahwa dalam melakukan suatu pekerjaan, hati nurani harus tetap menjadi dasar dan arah untuk mewujudkan tujuannya. Karena tanpa mempunyai integritas yang tinggi, maka seorang professional hanya akan terombang-ambingkan
17
oleh perubahan situasi dan kondisi yang setiap saat bisa terjadi. Di sinilah intregitas seorang professional diuji, yaitu sejauh mana ia tetap mempunyai prinsip untuk dapat bertahan dalam situasi yang tidak menentu. d. Mampu Bekerja Keras Seorang profesional tetaplah manusia biasa yang mempunyai keterbatasan dan kelemahan. Maka, dalam mewujudkan tujuan-tujuan yang ingin dicapai, seorang professional tidak dapat begitu saja mengandalkan kekuatannya sendiri. Sehebathebatnya seorang profesional, pasti tetap membutuhkan kehadiran orang lain untuk mengembangkan hidupnya. Di sinilah seorang professional harus mampu menjalin kerja sama dengan berbagai pihak. Dalam hal ini, tak benar bila jalinan kerja sama hanya ditujukan untuk orang-orang tertentu. Seorang profesional tidak akan pernah memilih-milih dengan siapa ia akan bekerja sama. Seorang profesional akan membuka dirinya lebar-lebar untuk mau menerima siapa saja yang ingin bekerja sama. Maka tak mengherankan bila disebut bahwa seorang profesional siap memberikan dirinya bagi siapa pun tanpa pandang bulu. Untuk dapat mewujudkan hal ini, maka dalam diri seorang profesional harus ada kemauan menganggap sama setiap orang yang ditemuinya, baik di lingkungan pekerjaan, sosial, maupun lingkungan yang lebih luas. Seorang profesional tidak akan merasa canggung atau turun harga diri bila ia harus bekerja sama dengan orang-orang yang mungkin secara status lebih rendah darinya. Seorang profesional akan bangga bila setiap orang yang mengenalnya, baik langsung maupun tidak langsung, memberikan pengakuan bahwa ia memang seorang
18
profesional. Hal ini bisa dicapai apabila ia mampu mengembangkan dan meluaskan hubungan kerja sama dengan siapa pun, di mana pun, dan kapan pun. e. Mempunyai Visi Seorang profesional harus mempunyai visi atau pandangan yang jelas akan masa depan. Karena dengan adanya visi tersebut, maka ia akan memiliki dasar dan landasan yang kuat untuk mengarahkan pikiran, sikap, dan perilakunya. Dengan mempunyai visi yang jelas, maka seorang profesional akan memiliki rasa tanggung jawab yang besar, karena apa yang dilakukannya sudah dipikirkan masak-masak, sehingga ia sudah mempertimbangkan resiko apa yang akan diterimanya. Tanpa adanya visi yang jelas, seorang profesional bagaikan “macan ompong”, dimana secara fisik ia kelihatan tegar, tapi sebenarnya ia tidak mempunyai kekuatan apa-apa untuk melakukan sesuatu, karena tidak mempunyai arah dan tujuan yang jelas. Dengan adanya visi yang jelas, seorang profesional akan dengan mudah memfokuskan terhadap apa yang ia pikirkan, lakukan, dan ia kerjakan. Visi yang jelas juga memacunya menghasilkan prestasi yang maksimal, sekaligus ukuran yang jelas mengenai keberhasilan dan kegagalan yang ia capai. Jika gagal, ia tidak akan mencari kambing hitam, tapi secara dewasa mengambil alih sebagai tanggung jawab pribadi dan profesinya. f. Mempunyai Kebanggaan Seorang profesional harus mempunyai kebanggaan terhadap profesinya. Apapun profesi atau jabatannya, seorang profesional harus mempunyai penghargaan yang setinggi-tingginya terhadap profesi tersebut. Karena dengan rasa bangga tersebut, ia akan mempunyai rasa cinta terhadap profesinya.
19
Dengan rasa cintanya, ia akan mempunyai komitmen yang tinggi terhadap apa yang dilakukannya. Komitmen yang didasari oleh munculnya rasa bangga terhadap profesi dan jabatannya akan menggerakkan seorang profesional untuk mencari dan hal-hal yang lebih baik, dan senantiasa memberikan kontribusi yang besar terhadap apa yang ia lakukan. g. Mempunyai Komitmen Seorang profesional harus memiliki komitmen tinggi untuk tetap menjaga profesionalismenya. Artinya, seorang profesional tidak akan begitu mudah tergoda oleh bujuk rayu yang akan menghancurkan nilai-nilai profesi. Dengan komitmen yang dimilikinya, seorang akan tetap memegang teguh nilai-nilai profesionalisme yang ia yakini kebenarannya. Seseorang tidak akan mengorbankan idealismenya sebagai seorang profesional hanya disebabkan oleh hasutan harta, pangkat dan jabatan. Bahkan bisa jadi, bagi seorang profesional, lebih baik mengorbankan harta, jabatan, pangkat asalkan nilai-nilai yang ada dalam profesinya tidak hilang. Memang, untuk membentuk komitmen yang tinggi ini dibutuhkan konsistensi dalam mempertahankan nilai-nilai profesionalisme. Tanpa adanya konsistensi atau keajekan, seseora ng sulit menjadikan dirinya sebagai profesional, karena hanya akan dimainkan oleh perubahan-perubahan yang terjadi. h. Mempunyai Motivasi Dalam situasi dan kondisi apa pun, seorang professional tetap harus bersemangat dalam melakukan apa yang menjadi tanggung jawabnya. Artinya,
20
seburuk apa pun kondisi dan situasinya, ia harus mampu memotivasi dirinya sendiri untuk tetap dapat mewujudkan hasil yang maksimal. Dengan memiliki motivasi tersebut, seorang professional akan tangguh dan mantap dalam menghadapi segala kesulitan yang dihadapinya. Ia tidak mudah menyerah kalah dan selalu akan menghadapi setiap persoalan dengan optimis. Motivasi membantu seorang professional mempunyai harapan terhadap setiap waktu yang ia lalui, sehingga dalam dirinya tidak ada ketakutan dan keraguan untuk melangkahkan kakinya.3 3. Ciri-ciri Profesi Adapun ciri-ciri profesi yang professional, kita harus mengetahui diantaranya seseorang bisa dikatakan profesi adalah sebagai berikut : a. Memiliki skill atau kemampuan, pengetahuan tinggi yang tidak dipunyai oleh orang umum lainnya, apakah itu diperoleh dari hasil pendidikan atau pelatihan yang diperolehnya, dan ditambah dengan pengalaman selama bertahun-tahun yang telah ditempuhnya sebagai professional. b. Mempunyai kode etik, dan merupakan standar moral bagi setiap profesi yang dituangkan secara formal, tertulis dan normative dalam suatu bentuk aturan main, dan perilaku kedalam “kode etik ” yang merupakan standar atau komitmen moral kode perilaku dalam pelaksanaan tugas dan kewajiban selaku by profession dan by function yang memberikan bimbingan, arahan, serta memberikan jaminan dan pedoman bagi profesi besangkutan untuk tetap taat dan mematuhi kode etik terseut.
3
www.google.com. Kamis 20 Mei 2010
21
c. Memiliki tanggung jawab profesi dan integritas pribadi yang tinggi baik terhadap dirinya maupun terhadap public, klien, pimpinan, organisasi perusahaan, penggunaan media umum/massa hingga menjaga martabat serta nama baik bangsa dan Negara. d. Memiliki jiwa pengabdian kepada public atau masyarakat, dan dengan penuh dedikasi profesi luhur yang disandangnya, yaitu dalam pengambilan keputusan adalah meletakkan kepentingan pribadinya demi kepentingan masyarakat, bangsa dan Negaranya. Memilki jiwa pengabdian dan semangat dedikasi tinggi tanpa pamrih dalam memberikan pelayanan jasa keahlian dan bantuan kepada pihak lain yang memang membutuhkannya. e. Otonominisasi organisasi professional, yaitu memiliki kemampuan untuk mengelola (manajemen), yang mempunyai kemampuan dalam perencanaan program kerja jelas, strategic, mandiri, dan tidak tergantung pihak lain serta yang sekaligus dapat bekerja sama dengan pihak-pihak terkait, dapat dipercaya dalm menjalankan operasional, peran dan fungsinya. Disamping itu memiliki standard an etos kerja professional yang tinggi. f. Menjadi anggota salah satu organisasi profesi sebagai wadah untuk menjaga eksistensinya, mempertahankan kehormatan dan menertibkan perilaku standar profesi sebagai temapt berkumpul, dan fungsinya lainnya adalah merupakan wacana komunikasi untuk saling tukar menukar informasi, pengetahuan, dan membangun rasa solidaritas sesame rekan anggota.
22
B. Penyuluhan Sosial 1. Pengertian Penyuluh Sosial Penyuluhan sosial adalah suatu proses pengubahan perilaku yang dilakukan melalui penyebarluasan informasi, komunkasi, motivasi dan edukasi oleh penyuluh sosial baik secara lisan, tulisan maupun peragaan kepada kelompok sasaran sehingga muncul pemahaman yang sama, pengetahuan dan kemauan
guna berpartisipasi
secara aktif dalam pembangunan kesejahteraan social.4 Penyuluh sosial adalah jabatan yang mempunyai ruang lingkup, tugas, tanggung jawab dan wewenang untuk melaksanakan kegiatan penyuluhan bidang pembangunan
kesejahteraan sosial
yang diduduki oleh Pegawai Negeri Sipil
dengan hak dan kewajiban yang diberikan secara penuh oleh pejabat yang berwenang (SK Mensos Nomor 61/HUK/2008 tentang petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Penyuluh Sosial dan Angka Kreditnya dan SKB Mensos dan BKN Nomor 41/HUK-PPS/2008 Nomor : 13 Tahun 2008 Tentang Petunjuk Pelaksanaan jabatan Fungsional Penyuluh Sosial dan Angka Kreditnya). 5 Penyuluh sosial berkedudukan sebagai pelaksana teknis fungsional Penyuluh Sosial pada unit kerja Departemen Sosial, Dinas/Instansi yang melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya di bidang kesejahteraan sosial Provinsi/Kabupaten/Kota (Menurut Kep Menpan Nomor : PER/06/M.PAN/4/2008 tentang Jabatan Fungsional Penyuluh Sosial dan Angka Kreditnya, Bab II Pasal 23).6
4
Peraturan bersama menteri sosial dan kepala badan kepegawaian Negara nomor 41/HUKPPS/2008, nomor 13 tahun 2008, tentang petunjuk pelaksanaan jabatan fungsional penyuluh sosial dan angka kreditnya, Departemen Sosial RI Sekretariat Jendral Pusat Penyuluhan Sosial, 2008. h- 4. 5 Modul TOT Pelatihan Bagi Pelatih Sertifikasi Keahlian Dasar Jabatan Fungsional Penyuluh Sosial, (Jakarta : Pusat Penyuluhan Sosial Departemen Sosial RI, 2009), h. 202-203. 6 Ibid.
23
Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa penyuluh sosial adalah suatu pekerjaan yang dijalankan berdasarkan ilmu keahlian khsusus, “Penyuluh Sosial”, dan juga suatu jabatan yang mempunyai ruang lingkup, tugas, tanggung jawab dan wewenang untuk melaksanakan kegiatan penyuluhan bidang pembangunan kesejahteraan sosial. 2. Syarat-syarat Penyuluh sosial Penyuluh sosial sebagai tenaga professional perlu menguasai
ilmu
pengetahuan, seni dan teknologi serta berbagai metodologi yang diperlukan untuk mencapai tujuan perilaku hidup bersih dan sehat secara lebih efektif dan efisien. Adapun syarat minimal bagi seorang penyuluh sosial untuk melakukan tugasnya secara professional adalah : a. Berpendidikan dan lulus dari suatu pendidikan, pelatihan tertentu yang diakui secara resmi. b. Memiliki kompetensi, keahlian dan keterampilan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni dan teknologi, serta metode pendidikan, pelatihan dan penelitian. c. Menguasai secara mendalam materi substansi yang berkaitan dengan ilmu sosial dan yang berkaitan. d. Memiliki keahlian dan kemampuan dalam mempergunakan berbagai metode ilmu sosial, ilmu perilaku, kampanye sosial, komunikasi, informasi, edukasi dan motivasi, pemasaran sosial, mobilisasi sosial,yang terkait dengan penyuluhan sosial. e. Pernah
mengikuti
pendidikan
dan
pelatihan
pengembangan profesi penyuluhan sosial.
keahlian
dasar
dan
24
f. Selalu berusaha mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan komunikasi pada tingkat lokal, nasional, regional, global/universal dengan cara membaca, menulis, meneliti, mengembangkan dan berinteraksi serta berdialog atas dasar ilmiah.7 Dan ada hal-hal lain yang harus dilakukan oleh penyuluh sosial yaitu selalu berpedoman pada prinsip etika/kode etik tersebut di atas bahwa sebagai seorang penyuluh sosial : a. Tidak membeda-bedakan individu berdasarkan ras, warna kulit, bangsa, agama,
usia,
jenis
kelamin,
atau
status
sosial
ekonomi
dalam
menyumbangkan usaha kesejahteraan sosial. b. Menghargai kebebasan individu, martabat, dan harga diri setiap individu, dan akan menggunakan keterampilan yang didasari dengan nilai-nilai tersebut di atas secara konsisten. c. Mematuhi prinsip penghargaan kepada individu, kelompok dan masyarakat yang disuluh. d. Apabila terlibat melakukan praktek yang tak beretika (mal-praktek), maka akan bertanggung jawab untuk menerima tindakan/hukum selayaknya sesuai dengan pertimbangan mal-praktek yang dilakukan. e. Penyuluh sosial harus dapat menggugah hati orang untuk dapat menerima perubahan dalam interaksi edukatif yang dinamik. f. Penyuluh sosial perlu saling asah, saling asih, dan saling asuh dalam proses pertumbuhan dan perubahan.
7
Ibid., h. 124-125.
25
g. Penyuluh sosial harus memilki sifat jujur, kuat, disiplin, integritas diri yang kuat, sopan, ramah tamah, suka menolong orang lain, terbuka terhadap kritik-kritik, sabar, dapat mengendalikan emosi serta responsive terhadap perubahan-perubahan situasi dan kondisi.8
C. Pentingnya Penyuluhan Sosial bagi Masyarakat Penyuluhan sosial memang sangat penting sekali untuk masyarakat di Indonesia ini, karena Negara kita ini mengalami krisis akhlak. Oleh sebab itu maka penyuluhan sosial ini penting untuk mengingatkan mereka semua kepada akhlak yang baik dan benar. Tidak hanya itu penyuluhan sosial juga penting bagi masyarakat yang mengalami masalah-masalah yang umum atau pun masalah yang pribadi misalnya masalah keluarga atau masalah yang ada pada dirinya sendiri. Pada saat ini Departemen Sosial menangani 22 jenis Penyandang Masalah Kesahteraan Soaial (PMKS) yaitu sebagai berikut : 1). Anak balita terlantar, 2). Anak terlantar, 3). Anak nakal, 4). Anak jalanan, 5). Wanita rawan sosial ekonomi, 6). Korban tindak kekerasaan, 7).lanjut usia terlantar, 8). Penyandang cacat, 9). Tuna susila, 10). Pengemis, 11). Gelandangan, 12). Bekas warga binaan Lembaga Pemasyarakatan, 13). Korban penyalahgunaa NAPZA, 14). Keluarga fakir miskin, 15). Keluarga berumah tidak layak huni, 16). Keluarga bermasalah sosial psikologis, 17). Komunitas adat terpencil, 18). Korban bencana alam, 19). Korban bencana sosial atau pengungsi, 20). Pekerja migrant terlantar, 21). Orang dengan HIV/AIDS,
8
Ibid., h. 125.
26
22). Keluarga rentan. Itulah masalah-masalah yang di hadapi oleh para penyuluh social.9 Tentunya dengan adanya bagian penyuluhan sosial yang ada di Departemen Sosial ini maka yang diharapkan adalah dapat membantu para masyarakat yang mengalami masalah-masalah yang rumit baik secara fisik atau dari segi mental. Dan juga yang diharapkan adalah semoga permasalahan-permaslahan yang di hadapi oleh Negara kita dapat terselesaikan dengan terprogram, tentunya yang bersangkutan dengan masyarakat tingkah laku atau akhlak yang harus dibenarkan. Kenapa masalah ini harus diselesaikan dengan penyuluhan sosial? Ini dikarenakan dengan penyuluhan sosial bertujuan akan mempermudah mendakati masyarakat Indonesia yang pada umumnya mempunyai tingkat kesejahteran sosial yang kurang. Kebanyakanyakan orang yang kurang sejakahtera ini mereka mencari nafkah di tempat-tempat lampu merah, kerumah-rumah, di dalam angkutan, dan lain sebagainya. Inilah yang tidak membuat nyaman dalam kehidupan semua orang, nah ini harus cepat diselesaikan, karena menyangkut Bangsa dan Negara. Yang membuat Negara ini tidak rapi dan tidak teratur, oleh karena itu yang diharapkan dari penyuluhan sosial ini adalah tercapainya visi dan misi yaitu untuk mensejaterakan masyarakat di Indonesia. Tentunya masyarakat juga mendapati atau merasakan penting penyuluh sosial ini dikarenakan membantu masalah-masalah yang mereka hadapi telah diselesaikan. Sehingga masalah-masalah yang dihadapi ini akan cepat selesainya dan mereka mendapatkan solusi yang terbaik bagi kehidupan mereka. Departemen sosial ini
9
Ibid.,, h. 15-16.
27
berharap kepada para penyuluh sosial yang ada agar bekerja semaksimal mungkin, karena Departemen Sosial mempercayai penyuluh sosial dalam pekerjaannya, di sebabkan penyuluh ini mempunyai teknik-teknik untuk mendakati masyarakat yang sedang mengalami masalah. Dan tentunya para penyuluh pun mempunyai trik-trik atau cara-cara yang jitu untuk mendekati mereka dan dapat memberikan wawasan yang luas bagi masyarakat yang mengalami kurang sejahtera atau yang sedang mengalami masalah, sehingga masalah itu dapat diselesaikan dengan tepat.
D. Konsep Kepribadian Penyuluh Sosial Adapun kriteria pribadi dan integritas yang harus dimiliki oleh penyuluh sosial antara lain adalah : 1. Berjiwa sosial, yaitu mempunyai hasrat tinggi untuk meyampaikan informasi kepada orang lain yang kurang beruntung, rentan dan bermasalah, serta warga masyarakat mampu, sehingga mempunyai jiwa suka bergaul dengan berbagai kelompok masyarakat. 2. Bermotivasi tinggi, yaitu mempunyai spirit atau semangat juang yang tinggi untuk melaksanakan dan menyelesaikan tugas yang diemban. 3. Bereputasi baik, artinya orang yang dikenal baik oleh masyarakat dan mempunyai perilaku yang sesuai dengan norma dan nilai masyarakat, serta dapat menjadi keteladanan.10
10
Ibid., h. 47.
28
Sedangkan kriteria kapasitas yang harus dimiliki oleh penyuluh sosial antara lain adalah : 1. Kemampuan berkomunkasi dengan berbagai pihak, terutama dengan segenap lapisan warga masyarakat dan pemerintah daerah setempat. 2. Kemampuan mengembangkan dan mengatasi berbagai kendala atau masalah yang dihadapi warga masyarakat di dalam mengakses informasi tentang pembangunan kesejahteraan social. 3. Kemampuan meningkatkan dan mengembangkan warga masyarakat untuk menggali informasi tentang potensi dan sumber-sumber kesejahteraan sosial di lingkungannya.11 Dan dalam rangka pengembangan pribadi penyuluh sosial, maka dilakukan peningkatan penyadaran baik bagi dirinya sendiri maupun orang-orang yang akan diberikan
penyuluhan
sosial
tentang
kesejahteraan
sosial,
dalam
rangka
menumbuhkan kepercayaan, memiliki tanggung jawab dan rasa aman yang berkelanjutan. Peningkatan penyadaran tersebut juga dalam rangka peningkatan pengembangan kepribadiannya sekaligus memberikan kesempatan kepada warga masyarakat untuk mampu meningkatkan kemampuan yang dimilikinya. Dengan penyadaran tersebut sehingga tumbuh rasa percaya diri dan kesadaran bahwa dirinya memiliki berbagai potensi berupa pembawaan sifat, rasa, kecerdasan, karakter, pola pikir, kemampuan menilai kondisi diri dan menentukan nasib dengan segala kekuatan dan kelemahannya. Pemberian kesempatan kepada warga masyarakat
11
Ibid.
29
terutama agar memiliki informasi untuk menggali sistem sumber yang mereka miliki maupun yang ada di luar dirinya/lingkungannya. E. Landasan Profesi Penyuluh Sosial di Indonesia Landasan profesi penyuluh sosial di Indonesia ini berlandaskan dari beberapa pokok diantaranya adalah : 1. Pancasila dan UUD 1945 bahwa Negara mempunyai tanggung jawab untuk
melindungi
segenap
bangsa
Indonesia
dan
mamajukan
kesejahteraan umum dalam rangka mewujudkan suatu keadailan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. 2. Amanat UU NO. 11 tahun 2009 tentang kesejahteraan sosial bab VI pasal 33 ayat (1) huryuf d, bahwa SDM penyelenggaraan kesejahteraan sosial adalah penyuluh sosial. (pengganti UU no.6 tahun 1974 tentang ketentuan-ketentuan pokok kesejahteraan sosial ). 3. Peraturan Bersama Menteri Sosial No :41/HUK-PSS/2008 dan Kepala Badan Kepegawaian Negara nomor :13 Tahun 2008 tentang petunjuk pelaksanaan Jabatan Fugsional penyuluh sosial dan angka kreditnya. Tanggal 17 juni 2008. Dari landasan dasar itulah penyuluh sosial harus diadakan dan harus diterapkan dalam kehidupan masyarakat Indonesia, dikarenakan masyarakat Indonesia masih banyak yang mengalami atau berstatus Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial.
30
F. Penyuluh Sebagai Da’i – Agen Perubahan Sosial Pengertian penyuluh menurut Rogers, seperti dikemukakan oleh Mardikanto adalah sesorang yang atas nama pemerintah atau lembaga penyuluhan berkewajiban untuk mempengaruhi proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh sasaran penyuluhan untuk mengadopsi inovasi. Pengertian itu membawa implikasi status yang dimiliki oleh penyuluh dalam mempengaruhi proses pengambilan keputusan tersebut. Sebagaimana diketahui, inovasi adalah suatu ide, praktek, atau obyek yang dipandang sebagai sesuatu yang baru oleh seseorang individu dalam suatu sistem sosial. Inovasi diperkenankan kepada individu-individu dalam sistem sosial untuk tujuan pembangunan sistem. Upaya pembangunan pada hakikatnya adalah upaya perubahan sosial. Adapun yang dimaksud dengan perubahan sosial adalah proses terjadinya perubahan dalam struktur dan fungsi sosial. Dari pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa status penyuluh adalah sebagai agen perubahan. Sebagai agen perubahan, penyuluh memiliki beberapa peran. Ada dua peran yang berkaitan dengan adopsi inovasi. Pertama, peran menghubungkan sistem sumber perubahan dengan sistem sasaran perubahan. Dalam menghubungkan kedua sistem tersebut, penyuluh menyediakan saluran tempat “diluncurkannya” inovais kepada sasaran. Kedua, sebagai akseleran proses adopsi. Dalam mempengaruhi pengambilan keputusan
adopsi inovasi tersirat pula upaya untuk mempercepat proses
pengambilan keputusan. Terdapat
tiga jenis keputusan adopsi inovasi, yaitu
keputusan optional yang diambil secara individual, keputusan kolektif, dan keputusan kekuasaan. Dasar penggolongan jenis keutusan tersebut adalah proses atau
31
siapa yang harus berhak mengambil keputusan untuk mengadopsi suatu inovasi yang harus menunggu keputusan kelompok dan lebih cepat lagi daripada keputusan yang hanya berhak diambil oleh penguasa. Dalam kaitannya dengan hubungan individual antara penyuluh dengan adopter, maka penyuluh sangat berperan dalam pengambilan keputusan yang diambil secara individual. Penyuluh berperan
sebagai akseleran pengambilan keputusan
yang bersifat optional. Disadari bahwa keputusan seperti ini dilandasi oleh pertimbangan-pertimbangan rasional individu pengambil keputusan secara mandiri, maka penyuluh dapat menawarkan alternatif-alternatif keputuasan sebagai masukan pengambilan keputusan. Penyuluh pun bias menjadi seorang Da‟i dan melakukan perubahan tingkah laku kepada masyarakat. Karena dimasyarakat biasanya adalah masih terlalu mengandalkan apa saja perkataan seorang Da‟i, sehingga masih belum percaya kepada tenaga penyuluh. Tenaga penyuluh social lebih bagusnya adalah penggabungan antara keduanya, seorang tenaga penyuluh disamping mempunyai wawasan atau ilmu tinggi dan juga perlu menguasai ilmu agama sebagai penguat dalam pemberian penyuluhan.
BAB III GAMBARAN UMUM MASYARAKAT INDONESIA DAN DEPARTEMEN SOSIAL
A. Kondisi Masyarakat Indonesia 1. Budaya Kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta “budhayah” yang berarti akal, dari kata budi-daya yang berarti daya dari budi (kekuatan dari akal). “Kebudayaan ialah keseluruhan dari kelakuan dan hasil kelakuan manusia yang teratur oleh tata kelakuan, yang harus di dapatnya dengan belajar dan tersusun dalam kehidupan masyarakat. Kebudayaan adalah cara berfikir dan cara merasa yang menyatakan diri dalam seluruh segi kehidupan manusia yang membentuk kesatuan sosial dalam suatu ruang dan waktu”.1 Bangsa Indonesia adalah sebuah bangsa baru yang terdiri dari berbagai suku bangsa yang semua pada dasarnya adalah pribumi artinya, semua adalah suku-suku bangsa yang meskipun dahulu kala, bermigrasi dari tempat lain, secara turun temurun telah tinggal di wilayah geografis Indonesia sekarang ini, dan merasa bahwa itu adalah tanah airnya. Bangsa baru ini terbentuk karena suatu kemauan politik untuk menyatukan diri, dan dengan itu membangun sebuah Negara serta membebaskan diri dari segala bentuk penjajahan oleh bangsa lain.2
1
Materi Dakwah Terurai Dalam Pembangunan, bagian II: Materi Bidang Sosial, Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Proyek Peningkatan LBIQ DKI Jakarta Tahun Anggaran 1993/1994. Hal-77 . 2 Edy Sedyawati, Keindonesiaan Dalam Budaya, Wedatama Widya Sasta. Cet-1. Jakarta: 2007.
32
33
Pada masa-sama yang lalu, baik yang jauh (berabad-abad) maupun yang dekat (2-4 generasi) masing-masing suku bangsa di Indonesia ini berdiri sendiri dan terpisah-pisah, baik secara sosial, budaya, dari yang relatif kecil dan berpindah-pindah, sehingga dengan demikian tidak terlalu terikat oleh kawasan hunian yang tetap, hingga yang amat besar, menetap bahkan berekspansi, serta berstrafikasi pula. Namun demikian dari waktu ke waktu terbentuk juga ikatanikatan persekutuan antara dua atau lebih satuan masyarakat atau Negara. Kebudayaan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia hingga dewasa ini secara keseluruhan dapat digambarkan sebagai tumpukan pengalaman budaya dan pembangunan budaya dari yang terdiri dari lapisan-lapisan budaya yang tebentuk sepanjang sejarahnya. Adanya pilihan lapisan-lapisan tersebut dikesankan oleh terdapatnya perubahan-perubahan sitemik pada periode-periode tertentu, yang disebabkan oleh proses akulturasi. Tiga pengalaman besar dalam akulturasi di Indonesia adalah yang pertama, ketika menyerap agama Hindu dan Budha beserta kompleks kebudayaan Indian secara selektif. Kemudian yang kedua, akulturasi dengan peradaban Islam, dan yang terakhir, adalah akulturasi dengan kebudayaan Eropa yang terjadi bersamaan dengan proses kolonisasi dan penjajahan oleh bangsa-bangsa Eropa. Perubahan-perubahan yang amat ketara adalah dalam perkembangan bahasa (khususnya dalam hal kosa kata), penggunaan aksara (Palawa, Arab, Latin), dan pada batas-batas tertentu tata masyarakat. Penyerapan unsur –unsur asing tersebut tidaklah sama dalam jumlah dan intersitas pada masing-masing suku bangsa lain.3
3
Ibid., h. 234.
34
Budaya-budaya asli Indonesia ini antara lain adalah budaya Pencak Silat, yang berasal dari kebudyaan Minang Kabau. Pencak Silat ini bisa dikatakan budaya karena unsur-unsur Pencak Silat ini merupakan Khazanah kebudayaan Nasional Indonesia, maka yang pertama dapat kita tunjuk adalah system pertandingan Pencak Silat, yang benar-benar merupakan hasil dari karya bangsa Indonesia, dan bersifat lintas suku bangsa dan lintas golongan. System ini diciptakan dengan (1). Menggali khasanah budaya tradisional, yaitu dari aliranaliran Pencak Silat dari berbagai suku bangsa , ataupun dengan (2) memanfaatkan pengetahuan mengenai budaya asing, yaitu khususnya system-sistem bela diri asing, seperti, karate, yuda, kempo dan lain-lain. Di Indonesia terdapat lebih dari 300 kelompok etnis yang berbeda-beda, masing-masing mempunyai identitas kebudayaan tersendiri, dan di kepuluan itu dipergunakan lebih dari 200 bahasa khas. Kendatipun begitu, tidak semua yang di Indonesia itu berbeda-beda di sini masih di temui beberapa yang umum. Sebahagian besar bahasa-bahasa yang terdapat disana termasuk ke dalam satu rumpun bahasa, yaitu rumpun bahasa Polynesia dan melayu. Ini berarti bahwa semua bahasa itu sama memiliki amat besar persamaanya. Garis bagi kedaerahan yang pokok antara daerah sosial dan kebudayaan Indonesia, secara kesejerahan telah dipengaruhi oleh keadaan geografis. Negara itu, yang terdiri dari pulau-pulau penuh gunung-gunung yang tiada terhitung banyaknya, mengeliling laut jiwa yang terang itu. Daerah pantai, pulau-pulau itu banyak persamaanya secara kebudayaan, karena mudah dan seringnya terdapat hubungan diantara mereka. Tetapi orang-orang yang tinggal di daerah pedalaman,
35
yang dipisah-pisahkan oleh hutan-hutan tropis dan daerah pergunungan yang curam-curam, memperlihatkan bentuk-bentuk kebudayaan yang berbeda.4 2. Agama Kira-kira 95% penduduk Indonesia menganut agama Islam di samping kepercayaan-kepercayaan asli setempat, sedangkan lapisan yang jauh lebih tua umumnya yang terdiri dari pemikiran Hindu-Budha merupakan dasar persamaan selanjutnya
dari
kebudayaan
Kepercayaan-kepercayaan
yang
yang tidak
terdapat
pada
mau
hilang
kebanyakan begitu
saja,
daerah. yang
menggabungkan diri kepada agama Islam, Hindu ataupun Kristen, semuanya kelihatannya merupakan satu jenis. Indonesia adalah Negara yang mayoritas masyarakatnya beragama Islam, tetapi juga ada yang beragama seperti Kriten, Hindu, Budha, Khong Wu Cu. Di Negara ini masyarakatnya dalam kehipan sehari-hari atau dalam pergaulannya tidak membeda-bedakan kenyakinan, karena mereka mempunyai prinsip harus hidup rukun dan saling menghormati diantara sesama masyarakat dan merekapun tidak segan-segan dalam membantu atau menolong orang yang sedang kesulitan. Islam pun mengajarkan bahwa Islam itu adalah Rahmatan Lil „alamin, rahmat bagi semua ciptaan Allah. Rahmat bagi sesama muslim ataupun yang beragama non muslim. Islam tersebar di Indonesia ini melalui seorang saudagar atau pedagang yang datang ke Indonesia, sehingga mereka menikah dengan pribumi dan tersebarlah agama Islam, Indonesia ini awal keyakinannya adalah agama nenek 4
Hildred Greets, A. Rahman Zainudin, Aneka Budaya dan Komuniktas di Indonesia,. (Jakarta : Yayasan Ilmu-ilmu Sosial dan FIS-UI, 1981), Cet. Ke-1.
36
moyang sehingga kebudayan-kebudayan seperti Hindu-Budha masuk ke Indonesia dan juga Islam pun masuk dalam kebudayaan Indonesia. Jadi penyebaran agama di Indonesia ini melewati kebudayan-kebudayaan yang ada, seperti para penyebar agama menggunakan wayang untuk menarik perhatian masyarakat Indonesia, maka lambat laun tersebarlah agama Islam di Indonesia. 3. Ekonomi Selama lebih dari 30 tahun manahkodai Negara, orde baru telah berhasil mengangkat kondisi kehidupan ekonomi dan sosial di Indonesia secara sangat berarti. Penghasilan perkapita meningkat dari hanya sekitar 70% dollar AS, pada pertengahan 1960-an menjadi lebih dari 1000 dollar AS, pada pertengahan 1990an. Prasarana yang langsung melayani masyarakat maupun yang mendukung kegiatan ekonomi dibangun secara luas. Kemiskinan menurun dratis dan berbagai indikator kesejahteraan sosial, mulai dari harapan hidup, tingkat kecukupan gizi, tingkat kematian ibu dan anak sampai ketingkat partisispasi pendidikan, ketersedian air bersih dan perumahan, semuanya menunjukkan perbaikan yang berarti.5 Dengan perbaikan taraf hidup seperti itu mengapa timbul keresahan dan tuntutan yang makin mengental terhadap perubahan di kalangan masyarakat atau lebih tepatnya, di antara para elite masyarakat? Jawabannya terletak pada perkembangan disegi lain dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Di tengah kemajuan itu terutama dalam dasawarsa terakhir orde baru, tumbuh persepsi di kalangan masyarakat yang makin mengental setiap hari bahwa praktik korupsi, 5
Zaim Rofiqi, Candra Gautama, Ekonomi Indonesia Mau Kemana? Kumpulan Esai Ekonomi, Jakarta : kepustakaan Populer Gramedia, 2009).
37
penyalahgunaan kewenangan di jajaran pemerintah. Meskipun pers dikendalikan, cerita mengenai hal itu terus merebak dan kasus-kasus nyata terungkap rasa keadilan masyarakat terusik. Namun dalam konstelasi politik yang ada, saluransaluran untuk kritik, disensus, protes dan koreksi tersumbat. Krisis keuangan yang mulai muncul pada pertengahan 1997 terus memburuk dan memasuki tahun 1998 berkembang menjadi krisis ekonomi berskala luas dengan dampak negative yang langsung dirasakan oleh masyarakat banyak. Harga barang kebutuhan pokok naik tajam dan PHK di mana-mana. Keresahan
yang
semula
sebatas
kalangan
elite
berkembang
menjadi
ketidakpuasan sosial yang akhirnya menjadi kerusuhan massal. Namun apabila kita terlusuri motif dasar gerakan reformasi, barangkali empat tema berikut merangkum sebagian besar tuntutan tersebut, yakni : 1) perbaikan ekonomi, 2) perbaikan tata pemerintahan/government, 3) supremasi hukum, 4) demokrasi, singkatnya masayarakat menginginkan Indonesia yang makmur bersih dai KKN, taat hukum dan demokrasi. Fondasi ekonomi salah satu kritalisasi pandangan itu adalah mengenai fondasi ekonomi suatu demokrasi. Intinya pada tahap awal, masyarakat yang berpenghasilan rendah, tertutup dan belum demokratis seyogyanya memusatkan upaya pada pembangunan ekonomi lebih dulu. Indonesia adalah Negara yang paling sulit untuk mengembalikan perokonomian yang dulu pernah dirasakan seperti orde baru, dibandingkan Negara Thailand atau pun Korea, ini disebabkan karena yang pertama, bahwa krisis yang dihadapi bangsa Indonesia lebih berat dan lebih kompleks dari pada
38
yang mereka hadapi. Gelombang krisis di Indonesia telah menimbulkan kerusakan sistemik yang sangat luas dan dalam, bukan hanya di bidang ekonomi, melainkan juga dibidang-bidang sosial, politik, hukum, keamanan dan ketertiban umum. Yang kedua, terkait dengan yang pertama itu adalah bahwa institusi-intitusi yang menjadi pilar kehidupan ekonomi, di Indonesia ternyata rapuh sehingga krisis yang awalnya serupa dengan kedua Negara tersebut ternyata akhirnya secara berbeda di Negara Indonesia.6 Pemulihan ekonomi di Indonesia bisa kita lihat dari dua segi : teori dan kasus, di Indonesia itu ditandai dengan runtuhnya permintaan agreat, sehingga kita menjumpai ciri-ciri ekonomi dalam depresi seperti: menurunnya daya beli secara dratis, lenyapnya minat investasi, mningkatnya kapaisitas menganggur di berbagai sector.7 4. Politik Indonesia adalah sebuah Negara pemerintahan berbentuk republik dan Negara yang berbentuk kesatuan bedasarkan UUD 45. Indonesia tidak menganut system pemisahan kekuasan murni melainkan pembagian kekuasaan dengan sentral berada pada pemerintah Indonesia, hal ini tercermin dari dimilikinya sebagian kekuasan yudikatif dan kekuasaan legislative oleh presiden (eksekutif). Kekuasaan yang dimiliki oleh eksekutif dalam bidang yudikatif meliputi pemberian grasi dan pemberian rehabilitasi dengan pertimbangan Mahkamah Agung Indonesia serta abolisi dan amnesty dengan pertimbangan DPR. Sedangkan kekuasaan eksekutif dalam bidang legislative meliputi menetapkan 6 7
Ibid., hal. 65-66. Ibid., hal. 66-67.
39
perpu dan perarturan pemerintah. Sistem pemerintahan Indonesia sering di sebut sebagai “system pemerintahan presindensial dengan sifat parlementer. Setelah kerusuhan Mei 1998 yang berujung pada lengsernya presiden Soeharto reformasi besar-besaran segera di lakukan di bidang politik. Sejak reformasi dalam kancah politik Indonesia telah berjalan sejak 1998 dan telah mengahasilkan banyak perubahan penting di antaranya adalah pengurangan masa jabatan menjadi 2 kali masa bakti dengan masing-masing masa bakti 5 tahun untuk presiden dan wakil presiden serta dilaksanakannya langkahlangkah untuk memeriksa institusi bermasalah dan keuangan Negara MPR, yang fungsinya meliputi : melantik presiden dan wakil presiden (sejak 2004 presiden langsung dipilih oleh rakyat), menciptakan GBHN mengamandemen UUD dan mengesahkan Undang-undang.8 Politik memang tidak mengenal kawan atau lawan yang abadi, yang abadi adalah kepentingan politik atau kelompok. Sekokoh apapun koalisi yang dibangun diperkuat dengan penandatanganan politik antar elit politik, bila hanya didasari kepentingan strategis mereka yang berkoalisi tanpa didukung oleh ideologi dan program kabinet yang solid, akan hancur saat kepentingan politik yang mereka perjuangkan mulai tampak beda.9 Perkembangan politik pada saat ini adalah sangatlah runyam atau sangat buruk sekali tidak enak dilihat oleh mata. Karena politik di Indonesia saat ini adalah sangatlah kacau, menurut Iberamsjah (guru besar Ilmu Politik UI),
8
http://id.wikipedia.org/wiki/Politik_Indonesia ; sabtu 15 Mei 2010. http://aipi.wordpress.com/2010/02/18/bila-koalisi-pecah-kongsi/#more-1143 sabtu 15 Mei 2010. 9
40
mengatakan bahwa “politik Indonesia saat ini begitu kompleks dan cenderung mengahalalkan segala cara”.10 Nah inilah yang membuat Negara Indonesia tidak bisa maju seperti negara-negara yang lainnya. Mereka hanya mementingkan kelompoknya sendiri tidak memikirkan bagaimana masa depan bangsa ini, sehingga yang terjadi adalah mereka saling sikut menyikut lawan politiknya. Ini yang menjadikan permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia. Kalau mereka bisa menyatukan tujuan mereka dan dapat saling bekerja sama untuk membangun bangsa ini, tidak mustahil Indonesia bisa maju sperti Negara-negara yan lain. Seperti masalah Century ini, partai-partai politik yang bertugas menangani kasus Bank Century mereka ingin menang sendiri dengan gaya penyelesaian masing-masing partai politik, sehingga yang terjadi adalah kasus Bank Century sampai saat ini belum terpecahkan. Kalau saja mereka mau bekerjasama dengan baik dan tidak mementingkan kelompoknya, saya yakin kasus Bank Century ini akan cepat selesai. Sudah waktunya Indonesia berubah menjadi lebih baik, sehigga Indonesia ini tidak diremehkan oleh bangsa lain. 5. Kesehatan Pembangunan nasional di bidang kesehatan dan dilaksanakan sepenuhnya dalam kerangka asas-asas pembangunan nasional untuk ikut menciptakan ketahanan nasional yang optimal berdasarkan wawasan Nusantara dengan memanfaatkan modal dasar dan memperhitungkan faktor-faktor dominan pembangunan
10
Nasional.
Pembangunan
Republika, Jumat 14 Mei 2010.
Nasional
di
bidang
kesehatan
41
diselenggarakan berdasarkan pola atau arah dan strategi pembangunan kesehatan yang tercantum dalam GBHN (Garis Besar Haluan Negara). Mengingat adanya hubungan erat antara tingkat pendapatan nasional, tingkat kecerdasan, dan derajat kesehatan, maka upaya peningkatan dan pemerataan pembangunan kesehatan perlu dikembangkan secara serasi.11 Memajukan kesejahteraan umum berarti mewuudkan suatu tingkat kehidupan masyarakat secara optimal yang memenuhi kebutuhan dasar manusia, termasuk kesehatan. Bila ditinjau secara lebih khusus, pada dasarnya kesehatan menyangkut semua segi kehidupan baik perseorangan, keluarga, kelompok manusia, masyarakat luas maupun bangsa. Ruang lingkup bdan jangkauannya sangat luas. Dalam sejarahnya upaya manusia untuk mencapai atau memelihara keadaan sehat, telah terjadi perubahan orientasi nilai dan pemikiran tentang perwujudan manusia sehat, yaitu yang semula hanya mencakup pengertian bebas dari penyakit , menjadi sehat jasmani, rohani
dan sosial. Orientasi upaya
kesehatan yang semula berupa upaya penyembuhan penderita berkembang secara berangsur-angsur kearah kesatuan upaya kesehatan untuk seluruh masyarakat dengan peran serta masyarakat yang mencakup upaya peningkatan, pencegahan yang menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Upaya kesehatan itu dipengaruhi oleh faktor lingkungan sosial budaya, termasuk ekonomi, lingkungan fisik dan biologi yang semuanya bersifat dinamik dan kompleks serta tidak pula lepas dari pengaruh perkembangan dunia Internasional. 11
Ahmad Watik dan Abdul Salam. Islam, Etika, dan Kesehatan, Sumbangan Islam dalam Menghadapi problem Kesehatan Indonesia tahun 2000an. (Jakarta : CV Rajawali, 1986), Cet. Ke1, h. 77.
42
Tujuan pembangunan kesehatan adalah tercapainya kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan rakyat yang setinggi-tingginya sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum dari tujuan Nasional. Sedangkan yang dimaksud dengan kesehatan adalah sehat badan, jiwa serta sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Keadaan kesehatan suatu bangsa dipengaruhi oleh beberapa faktor-faktor penting yang perlu memperoleh perhatian adalah keadaan sosial ekonomi, lingkungan dan pelayanan kesehatan. Pada umumnya, keadaan sosial ekonomi mempunyai pengaruh timbal-balik terhadap kesehatan. Keadaan ini tidak dapat dipisahkan dari dunia pada umumya. Hampir satu milyar manusia di dunia terjebak dalam lingkaran setan kemelaratan, kesadaran hidup sehat yang rendah, gangguan gizi, dan penyakit yang merorong daya dan prestasi kerja sehingga mereka tidak mampu melihat hari depan yang cerah12. Kecepatan derap pembangunan di kota-kota menimbulkan arus urbanisasi penduduk. Kecenderungan urbanisasi ini akan berakibat peningkatan kepadatan penduduk di beberapa wilayah perkotaan yang akan mempengaruhi pula keadaan kesehatan lingkungan, gangguan psiko-sosial, dan mudahnya penularan penyakit. Arus urbanisasi ini harus memeperoleh perhatian dalam rangka rencana jangka panjang di bidang kesehatan, terutama yang menyangkut penyediaan fasilitas pelayanan dan jenis pelayanan yang diperlukan.
12
Ibid., h. 83.
43
Masih banyak penduduk menempati rumah dan pemukiman yang tidak layak, yang merugikan kondisi kesehatan perseorangan dan lingkungan, seperti yang sering kita lihat di televise atau di berita masih banyak penduduk yang menempati rumah-rumah kumuh. Kedudukan geografis Indonesia yang terletak di antara dua benua dan dua samudera besar, akan mengakibatkan semakin pentingnya peranan Indonesi dalam dunia Internasional. Hal ini merupakan salah satu faktor yang membawa konsekuensi bahwa upaya kesehatan harus dapat memberikan sumbangan dalam menciptakan ketahanan Nasional yang kuat. Sejalan dengan ini pengembangan secara khusus untuk menghasilkan suatu pelayanan yang memadai perlu dirancang untuk daerah-daerah rawan, seperti daerah terpencil dan daerah perbatasan agar masyarakat Indonesia di daerah itu dapat menikmati fasilitas pelayanan kesehatan sebagai hasil pembangunan Nasional.13 Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa masalah umum dan lingkungan yang dihadapi oleh rakyat dan bangsa Indonesia adalah sebagai berikut : 1) laju pertumbuhan penduduk yang tinggi, 2) kualitas penduduk yang perlu ditingkatkan, 3) tingkat pendidikan, kesadaran, kebiasaan, perilaku masyarakat terhadap kesehatan yang umumnya masih kurang, 4) tingkat sosial ekonomi masyrakat yang umumnya masih rendah, 5) perkembangan serta kemampuan berkembang yang berbeda di daerah-daerah, 6) lingkungan fisik dan biologic yang belum memadai, 7) keadaan geografis Negara kita yangterdiri dari ribuan pulau yang terpencar-pencar dengan sarana komunikasi yang belum
13
Ibid., h. 90.
44
memadai, 8) penurunnan kualitas lingkungan, 9) perkembangan teknologi beberapa cabang ilmu penegtahuan teknologi yang dapat merupakan ancaman bagi umat manusia jika tidak dapat dikendalikan. Derajat kesehatan masyarakat dapat diukur dengan berbagai inikator seperti tercantum dalam system kesehatan Nasional, antara lain umur harapan hidup waktu lahir, angka kematian bayi dan anak balita, serta angka kesakitan kematian Karena penyakit tertentu. a. Jumlah penduduk yang besar dengan pertumbuhan yang cukup tinggi dan distribusi yang tidak merata merupakan tantangan yang berat bagi pembangunan kesehatan. Keadaan lain yang dapat mempengaruhi derajat kesehatan adalah tingkat pendidikan umum yang masih belum memadai, terutama bagi golongan wanita. Di samping itu, sikap , perilaku dan kebiasaan masyarakat untuk hidup sehat dan peran serta aktif dalam pembangunan kesehatan masih belum seperti yang diharapkan. Tingkat sosial-ekonomi yang masih rendah menyebabkan masyarakat belum mampu menjangkau upaya pelayanan kesehatan meskipun telah dapat berbagai peningktan kerja sama lintas sektoral, pelaksanaanya masih belum berjalan dengan lancer. b. Cakupan pelayanan kesehatan terutama dibdiang upaya kesejahteraan ibu dan anak serta imunisasi, masih belum berjalan memadai. Sarana kesehatan belum dimanfaatkan dengan baik. Berbagai kegiatan pokok pelyanan puskesmas belum diselenggarakan secara terpadu. Upaya
45
kesehatan puskesmas belum didukung oleh upaya rujukan, baik rujukan medis maupun rujukan kesehatan. c. Di bidang kesehatan jumlah tenaga yang tersedia terutama tenaga perawatan, dirasakan masih belum mencukupi, penggunaannya belum rasional dan distribusinya belum merata. Pembinaan tenaga yang didsarkan pada system karier dan prestasi kerja belum mantap. d. Obat yang merupakan salah satu unsur penting dalam pelaksanaan upaya kesehatan, yang belum terjangkau oleh sebagian besar masyarakat yang membutuhkannya. e. Setatus gizi yang kurang, terutama bagi bayi, anak balita, ibu hamil dan menyusui menyebabkan rendahnya ketahanan berbagai penyakit. Keadaan lingkungn fisik dan biologic belum memadai. Pembianaan program peningktan kesehtan lingkungan belum berjalan seperti yang diharapkan. f. Manajemen
upaya kesehatan dirasakan belum memadai karena
kamampuan pengelola upaya kesehatan di berbgai tingkat masih terbatas dan system infomasi kesehatan yang masih belum ada.14
B. Departemen Sosial 1. Tujuan Adapun tujuan dari Departemen Sosial ialah terwujudnya tata kehidupan yang memungkinkan setiap warga Negara Republik Indonesia mengadakan usaha
14
Ibid., h. 120-122.
46
dalam memenuhi kebutuhan dasar hidupnya dengan menjungjung tinggi hak asasi manusia serta nilai sosial. Dan tujuan tersebut tercermin dalam wujud : a. Meningkat dan berkembangnya kualitas kehidupan yang layak dan bermartabat; b. Semakin meningkatnya prakarsa dan peran aktif masyarakat dalam usaha kesejahteraan sosial serta peningkatan ketahanan sosial masyarakat; c. Semakin melembaganya usaha kesejahteraan sosial; dan d. Terpelihara dan berkembangnya sistem nilai sosial dan nilai dasar kesejahteraan sosial.15 2. Visi dan Misi a. Visi Visi merupakan suatu gambaran yang menantang tentang keadaan masa depan yang berisikan cita dan citra yang ingin diwujudkan. Dan visi Departemen Sosial ialah : “Kesejahteraan Sosial Oleh Dan Untuk Semua”. b. Misi Sedangkan untuk mencapai visi tersebut di atas maka ditetapkan pula misi sebagai berikut : 1) Meningkatkan harkat dan martabat serta kualitas hidup manusia berdasarkan harkat dan martabat;
15
Modul TOT Pelatihan Bagi Pelatih Sertifikasi Keahlian Dasar Jabatan Fungsional Penyuluh Sosial, (Jakarta : Pusat Penyuluhan Sosial Departemen Sosial RI, 2009), h. 22.
47
2) Mengembangkan prakarsa dan peran aktif masyarakat dalam pembangunan kesejahteraan social; 3)
Mencegah dan mengendalikan serta mengatasi permasalahan kesejahteraan social;
4) Mengembangkan system jaminan kesejahteraan social; dan 5) Memperkuat ketahanan social masyarakat.16
C. Program kerja dan Kegiatan 1. Program Keja Dengan melihat tujuan, visi dan misi yang telah ditetapkan selanjutnya ditetapkan program-program untuk dapat mencapai sasaran dan tujuan tersebut yaitu: 1). Program Pelayanan dan Rehabilitasi Kesejahteraan Sosial Dan komponen programnya ialah : a) Pelayanan kesejahteraan sosial anak b) Pelayanan kesejahteraan sosial lanjut usia; c) Pelayanan dan rehabilitasi sosial penyandang cacat; d) Rehabilitasi sosial tuna sosial; dan e) Pelayanan rehabilitasi sosial korban penyalahgunaan NAPZA. 2). Program Pemberdayaan Faqir Miskin, Komunitas Adat Terpencil dan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial lainnya. Dan komponen programnya :
16
Ibid., h. 23.
48
a) Pemberdayaan fakir miskin; b) Pemberdayaan komunitas adat terpencil; c) Pemberdayaan keluarga dan perempuan rawan sosial ekonomi 3). Program Pengembangan Sistem Perlindungan Sosial Dan komponen programnya : a) Pembinaan, perancangan, penyempurnaan, harmonisasi, kerjasama dan publikasi peraturan perundang-undangan. b) Penyerasian peraturan perundang-undangan dan kebijakan tentang penyelenggaraan pelayanan perlindungan sosial; c) Pengembangan kebijakan dan strategi; d) Penyempurnaan kebijakan yang berkaitan dengan bantuan sosial bagi penduduk miskin dan rentan; dan e) Pengembangan model kelembagaan bentuk-bentuk kearifan lokal perlindungan social.
4). Program Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial Dan komponen programnya : a) Pengkajian,
penelitian,
pelatihan
dan
pendidikan
manajemen
pelayanan kesejahteraan sosial; b) Pengembangan model yang memperkuat ketahan sosial masyarakat; c) Pengkajian peningkatan pelayanan kesejahteraan sosial; d) Penyusunan,
penetapan
kesejahteraan sosial;
standarisasi
dan
akreditasi
pelayanan
49
e) Penataan sistem dan mekanisme kelembagaan; dan f) Pengembangan sistem informasi, data dan publikasi pelayanan kesesejahteran sosial. 5). Program Pemberdayaan Kelembagan Kesejahteraan Sosial Dan komponen programnya : a) Peningkatan kerjasama kelembagaan sosial; b) Pelestarian
nilai-nilai
kepahlawan,keperintisan,
kejuangan
dan
kesetiakawanan sosial; c) Pemberdayaan karang taruna; d) Pemberdayaan organisasi sosial/LSM; e) Pemberdayaan PSM; f) Pengembangan wahana kesejahteraan sosial berbasis masyarakat; dan g) Peningkatan kerjasama lintas sektor dunia usaha. 6). Program Peningkatan Kualitas Penyuluhan Kesejahteraan Sosial Dan komponen programnya : a) Pengembangan model penyuluhan; b) Pemantapan petugas penyuluhan; c) Penyediaan sarana dan prasarana Penyuluhan; d) Penataan system penyuluhan; dan e) Peningkatan partisipasi masyarkat dalam penyuluhan. 7). Program Bantuan dan Jaminan Kesejahteraan Sosial Dan Komponen programnya : a) Bantuan sosial korban bencana alam;
50
b) Bantuan sosial koban bencana sosial; c) Bantuan sosial korban tindak kekerasan sosial; d) Bantuan sosial pekerja migrant; e) Jamainan kesejahteraan sosial; dan f) Pengelolaan sumber dana sosial. 2. Kegiatan Untuk dapat melaksanakan program perlu ditindak lanjuti dengan merumuskan kegiatan-kegiatan dari setiap program. Dan kegiatan pokok penyuluhan sosial ialah : 1) Peningkatan penyuluhan kesejahteraan sosial khusunya di daerah kumuh, perbatasan, terpencil, rawan konflik, rawan bencana dan gugus pulau. 2) Peningkatan kualitas dan kuantitas penyuluhan sosial melalui media massa, cetak dan elektronik. 3) Peningkatan
kualitas
penyuluhan
kesejahteraan
sosial
melalui
pelatihan teknik komunikasi.
D. Target yang ingin dicapai Departemen Sosial Adapun target yang ingin dicapai oleh Departemen Sosial adalah sebagai berikut: 1. Meningkatkan taraf kesejahteraan, kualitas, dan kelangsungan hidup masyarakat.
51
2. Memulihkan fungsi sosial para penyandang masalah kesejahteraan sosial dalam rangka mencapai kemandirian. 3. Meningkatkan ketahanan sosial masyarakat dalam mencegah dan menangani masalah kesjahteraan. 4. Meningkatkan kemampuan, kepedulian dan tanggung jawab sosial dunia usaha dalam penyelenggaraan pelayanan kesejahteraan sosial secara melembaga dan berkelanjutan. 5. Meningkatkan
kemampuan
dan
kepedulian
masyarakat
dalam
penyelenggaraan pelayanan kesejahteraan sosial secara melembaga dan berkelanjutan. 6. Meningkatkan
kualitas
manajemen
penyelenggaraan
pelayanan
kesejahteraan sosial.
E. Upaya yang ingin dicapai Departemen Sosial Upaya yang ingin dicapai oleh Departemen Sosial dalam pemberdayaan masyarakat adalah sebagai berikut : 1.
Rehabilitasi Sosial Rehabilitasi sosial adalah suatu upaya yang dimaksudkan untuk memulihkan dan mengembangkan kemampuan seseorang yang mengalami disfungsi sosial agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar. Rehabilitasi sosial dilaksanakan secara pesuasif, motivatif, koersif, baik dalam keluarga, masyarakat maupun panti sosial.
52
Di dalam pelaksanaannya rehabilitsi sosial diberikan kepada para penyandang masalah kesejahteraan sosial dalam bentuk : a. Pemberian motivasi dan diagnosis psikososial b. Perawatan dan pengasuhan c. Pelatihan vokasional dan pembinaan kewirausahaan d. Bimbingan mental spiritual e. Bimbingan fisik f. Bimbingan sosial dan konseling psikososial g. Pelayanan aksesibilitasi h. Bantuan dan asistensi sosial i. Bimbingan resosialisasi j. Bimbingan lanjutan k. Rujukan 2. Jaminan Sosial Jaminan sosial adalah skema yang melembaga untuk menjamin seluruh warga Negara Republik Indonesia agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak. Jaminan sosial diberikan dalam bentuk asuransi kesejahteraan sosial dan bantuan langsung berkelanjutan, dan atau tunjangan berkelanjutan. Adapin sasaran jaminan sosial adalah: 1. Fakir miskin, anak yatim piatu terlantar, lanjut usia terlantar, penyandang cacat fisik dan mental, ekspenderita penyandang penyakit kronis yang mengalami masalah ketidakmampuan sosial ekonomi.
53
2. Para pejuang, perintis kemerdekaan, dan keluarga pahlawan. Pada kelompok
ini
diberikan
jaminan
sosial
berbentuk
tunjangan
berkelanjutan. Asuransi kesejahteraan sosial diberikan dalam bentuk bantuan iuran oleh pemerintah sebagai premi asuransi untuk melindungi warga Negara yang tidak mampu membayar premi agar mampu memelihara dan mempertahankan taraf kesejahteraan sosialnya. Bantuan langsung berkelanjutan diberikan secara terus menerus untuk memperthankan taraf kesejahteraan sosial dan upaya untuk mengembangkan kemandirian. Jaminan sosial dalam bentuk tunjangan berkelanjutan deberikan pemerintah kepada para pejuang, perintis kemerdekaan, dan keluarga pahlawan dalam bentuk tunjangan kesehatan dan tunjungan pendidikan. 3. Pemberdayan Sosial Pemberdayaan sosial adalah semua upaya yang diarahkan bagi warga Negara Republik Indonesia yang mengalami masalah sosial agar mampu memenuhi kebutuhan dasarnya secara mandiri, dan meningkatkan peran serta perorangan maupun kelembagaan sebagai potensi dan sumber daya dalam penyelanggaraan pelayanan kesejahteraan sosial. Sasaran pemberdayaan sosial yaitu perseorangan , keluarga, kelompok dan masyarakat yang mengalami masalah kesejahteraan sosial. Selain itu, pemeberdayaan sosial juga ditunjukkan pula kepada
54
perseorangan
dan
lembaga
sebagai
potensi
dan
sumber
daya
penyelenggara kesejahteraan sosial. Pemberdayaan sosial dilakukan melalui : a. Peningkatan kemauan dan kemampuan. Kegiatan ini dilakukan dengan memberikan motivasi, memberikan bimbingan sosial dan pelatihan keterampilan kerja. b. Penggalian potensi dan sumber daya. Potensi dan sumber daya kesejahteraan sosial berasal dari dalam diri PMKS (Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial) baik internal sebagai sasaran program, maupun eksternal. Potensi dan sumber daya ini harus ditemukan dan didayagunakan untuk memberdayakan mereka sehingga mampuan mencapai taraf kesejahteraan. c. Penggalian nilai-nilai dasar. Nilai adalah sesuatu yang diyakini baik secara kolektif oleh masyarakat yang dapat digunakan dalam pendorong munculnya kemauan, etos kerja, kepedulian, partisipasi, alokasi sumber, kasih sayang, kehormatan, keadilan, kesamaanhak, demokrasi, dst, adalah nilai-nilai dasar yang dapat digunakan dalam pelaksanaan penyelenggaraan kesejahteraan sosial. d. Pemberian akse. PMKS terutama warga miskin banyak mengalami masalah dengan keterbatasan akses baik terhadap pelayanan sosial, pendidikan, kesehatan, ekonomi, bahkan politik. Hal tersebut menjadikan mereka tidak dapat memecahkan masalah atau memenuhi kebutuhannya untuk hidup sejahtera.
55
e. Pemberian bantuan usaha. Pemberdayaan diantara dilakukan melalui pemberian pengetahuan, keterampilan, modal usaha, dan lainnya yang dibutuhkan. Pemberian bantuan usaha adalah bagian yang penting dalam pemberdayaan agar mereka memiliki daya atau kamampuan untuk memenuhi kebutuhannya secara mandiri. 4. Perlindungan Sosial Perlindungan sosial adalah semua upaya yang diarahkan untuk mencegah dan menangani risiko dari guncangan dan kerentanan sosial. Perlindungan sosial dimaksud dilaksanakan untuk mencegah dan menangani risiko dari guncangan dan kerentanan sosial seseorang, keluarga, kelompok, dan atau masyarakat agar kelangsungan hidupnya dapat dipenuhi sesuai dengan kebutuhan dasar minimal. Perlindungan sosial dilaksanakan melalui bantuan sosial, advokasi sosial dan atau bantuan hokum.
BAB IV TEMUAN LAPANGAN DAN ANALISA
A. Kriteria Penyuluh Sosial Kriteria pribadi dan intergrasi yang harus dimiliki oleh penyuluh social antara lain adalah 1. Berjiwa social, yaitu mempunyai hasrat tinggi untuk menyampaikan informasi kepada orang lain yang kurang beruntung, rentan, dan bermasalah, serta warga masyarakat mampu, sehingga mempunyai jiwa suka bergaul dengan berbagai kelompok masyarakat. 2. Bermotivasi tinggi, yaitu mempunyai spirit atau semangat juang yang tinggi untuk melaksanakan dan menyelesaikan tugas yang di emban. 3. Bereputasi baik, artinya orang yang dikenal baik oleh masyarakat dan mempunyai perilaku yang sesuai dengan norma dan nilai masyarakat, serta dapat menjadi keteladan. Sedangkan kreteria kapasitas yang harus dimilki oleh penyuluh social antara lain adalah 1. Kemampuan berkomunikasi dengan berbagai pihak, terutama dengan segenap lapisan warga masyarakat dan pemrintah daerah setempat. 2. Kemampuan mengembangkan dan mengatasi berbagai kendala atau masalah yang dihadapi warga masyarakat di dalam mengakses informasi tentang pembangunan kesejahteraan sosial.
56
57
3. Kemampuan meningkatkan dan mengembangkan warga masyarakat untuk menggali informasi tentang potensi dan sumber-sumber kesejahteraan sosial di lingkungannya. Dalam rangka pengembangan pribadi penyuluh soisal, maka dilakukan peningkatan penyadaran baik bagi dirinya sendiri maupun orang-orang yang akan menumbuhkan kepercayaannya, memiliki tanggung jawab, dan rasa aman yang berkelanjutan. Peningkatan penyadaran tersebut juga dalam rangka peningkatan pengembangan kepribadiaannya sekaligus memberikan kesempatan kepada warga masyarkat untuk meningkatkan kemampuan yang dimilikinya. Dengan penyadaran tersebut sehingga tumbuh rasa percaya diri, dan kesadaran bahwa dirinya memiliki berbagai potensi berupan pembawaan, sifat, rasa, kecerdasan, karakter, pola pikir, kemampuan menilai kondisi diri dan “menentukan nasib” dengan segala kekuatan dan kelemahannya. Pemberian kesempatan, kepada warga masyrakat terutama agar memiliki informasi untuk menggali sistem sumber yang mereka miliki maupun yang diluar dirinya/liingkungannya.
B. Prospek profesi Penyuluh Sosial di Jakarta Prospek adalah bahasa asing yaitu prospect yang berarti adalah harapan, kemungkinan. Prospek profesi penyuluh sosial berarti adalah harapan atau kemungkinan yang akan dihadapi oleh profesi penyuluhan sosial kedepannya. Prospek profesi penyuluh sosial di Jakarta ini adalah
58
sangat menjanjikan karena permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat Jakarta ini adalah sangat banyak sekali. Dan permasalahan itu tentunya sangat kompleks. Permasalahan yang di hadapi oleh masyarkat Jakarta saat ini adalah penyandang masalah kesejahteraan sosial diantarnya berupa: a. Kemiskinan Kemiskinan telah menjadi fenomena sosial yang menuntut perhatian serius dari semua pihak, baik pemerintah maupun masyarakat. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan kemiskinan adalah tidak terpenuhinya kebutuhan dasar manusia seperti pangan, sandang, perumahan, pendidikan, kesehatan, dan interaksi sosial. Itulah sebabnya masalah kemiskinan dapat muncul sebagai penyebab ataupun pemberat berbagai jenis permasalahan kesejahteraan sosial lainnya seperti ketunaan sosial, kecacatan, ketelantaran, ketertinggalan/keterpencilan, dan keresahan sosial, yang pada umumnya berkenaan dengan keterbatasan kemampuan untuk mengakses berbagai sumber pelayanan. Berdasarkan data BPS tahun 2009, jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan di Indonesia) pada bulan maret 2009 sebesar 32,52 juta (14,15 persen). Dibandingkan dengan penduduk miskin pada bulan maret 2008 yang berjumlah 34,96 juta (15,42 persen), berarti
59
jumlah penduduk miskin turun sebesar 2,43 juta. Selama periode Maret 2008 sampai Maret 2009, penduduk miskin di daerah pedesan berkurang 1,57 juta, sementara di daerah perkotaan berkurang 0,86 juta orang. Persentase penduduk miskin antara daerah perkotaan dan pedesaan tidak banyak perubahan pada bulan maretr 2009, sebagian besar (63,38 persen) penduduk miskin berada di daerah perdesaan. Rendahnya
tingkat
pencapaian
penurunan
angka
kemiskinan sebagai akibat : 1. Kejadian bencana alam dan bencana sosial 2. Terjadinya krisis ekonomi global, tingginy kurs nilai tiukar
dollar
terhadap
mata
uang
rupiah
yang
berdampak terhadap tingginya harga keperluan pada berbagai sektor dan memicu kenanikan harga pada sektor lainnya. Walaupun terjadi penurunan jumlah, namun dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia, masalah kemiskinan merupakan masalah yang masih sulit ditanggulangi, karena mayoritas termasuk dalam kategori kemiskinan kronis yang terjadi terus-menerus atau disebut juga dengan kemiskinan structural. Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) yang dikategorikan kemiskinan kronis, yang membutuhkan
60
penanganan yang sungguh-sungguh terpadu secara lintas sektor dan bekelanjutan. Jumlah keluarga fakir miskin menurut data pusat Data dan informasi Kesejahteraa Sosial (Pusdatin Kesos). Departemen Sosial RI tahun 2008 sebanyak 3.274.060 kk. Jumlah ini akan semakin bertambah mengingat masih adanya kelompok masyarakat yang tinggal di Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) sebanyak 2.456.521 kk dan Keluarga Rentan (KR) sebanyak 1.885.014 kk (Pusdatin Kesos, 2008). Selain itu, terdapat sejumlah penduduk yang dikategorikan mengalami kemisikinan sementara yang ditandai dengan menurunnya pendapatan dan kesejahteraan masyarakat secara sementara sebagai akibat dari perubahan kondisi normal menjadi kondisi kritis, bencana alam dan bencana sosial, seperti korban konflik sosial. Kemiskinan sementara jika tidak ditangani serius dapat menjadi kemiskinan kronis. Bencana alam yang dihadapi masyarakat ini sangat beragam, ada yang banjir, tanah longsor, meletusnya gunung merapi, ini yang menyebabkan mereka miskin, yang tadinya dia memiliki harta benda karena terjadi bencana maka semua harta benda mereka hilang semua. Ada kasus bencana yang masih hangat sampai sekarang ini adalah bencana Lumpu Lapindo, ini menyebabkan banyak keluarga miskin yang harta bendanya terkubur oleh
61
lumpur, ini sangat menyedihkan sekali yang dialami oleh masyarakat Porong, Jawa Timur. Faktor-faktor penyebab terjadinya kemiskinan antara lain faktor internal, yaitu ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan
dasar
sehari-hari,
ketidakmampuan
dalam
menampilkan peranan sosial dan ketidakmampuan dalam mengatasi masalah-masalah sosial yang dihadapinya; faktor eksternal, yaitu kebijakan publik yang belum berpihak kepada penduduk miskin, tidak tersedianya pelayanan sosial dasar, terbatasnya lapangan pekerjaan, belum terciptanyasistem ekonomi kerakyatan, kesenjangan, dan ketidak adilan sosial serta dampak pembangunan yang berorientasi kapitalis. Dalam keadan penduduk miskin tidak berdaya menghadapi masalah internal dan eksternal, maka masalah kemiskinan yang dialaminya menjadi kemiskinan budaya (culture poverty), tidak ada kemauan/pasrah/patah semangat dan dalam keadaan situasi kritis cenderung melakukan tindakan asocial, antisocial, perilaku destruktif atau terlibat dalam perilaku criminal seperti pencurian, perdagangan illegal, napza, pelacuran, perdagangan manusia, dan sebaginya. Berdasarkan hal tersebut, kemiskinan dapat menimbulkan berbagai masalah sosial lain yang pada akhirnya dapat mengganggu keberfungsian sosial manusia.
62
Maka dari itu penyuluhan sosial itu penting dilakukan atau diadakan karena untuk mengurangi penyandang masalah kesejahteraan sosial, dan juga memberikan motivasi agar tetap semangat untuk dapat menyambung hidupnya dan berkeluarga dengan layak, sehingga dai dapat mempertahankan kebutuhan sehari-hari. b. Ketelantaran Ketelantaran
di
sini
dimaksudkan
sebagai
pengabaian/penelataran anak-anak dan orang lanjut usia karena berbagai faktor penyebab. Kita semua sependapat bahwa anak merupakan asset generasi penerus bangsa yang perlu ditingkatkan kualitasnya agar mampu bersaing dalam era globalisasi. Begitu pula lanjut usia perlu dijaga dan diasuh melalui pelayaan sosial agar kualitas hidup mereka meningkat dan mampu memberi kontribusi dalam kehidupan. Seperti yang kita lihat dan dengar bahwa di TV, ada 5 orang anak yang ditelantarkan oleh orang tuanya, mereka disekap oleh orang tuanya selama 3 hari di dalam rumah. Orang tunya beralasan bahwa ia mencari makan untuk anak-anaknya, tapi ini sungguh tak masuk akal, karena bagaimanapun cara anak itu harus tetap dirawat dan dibesarkan, ini dikarenakan penerus bangsa ini adalah merekamereka yang masih kecil dan siapa tahu nantinya mereka akan menjadi orang penting di Indonesia.
63
c. Kecacatan Kecacatan diartikan sebagai hilang/terganggunya fungsi fisik atau kondisi abnormal fungsi struktur anatomi, psikologi, maupun fisiologi seseorang. Kecacatran telah menyebabkan seseorang mengalami keterbatsan atau gangguan terhadap fungsi sosialnya sehingga mempengaruhi keleluasan fisik, kepercayaan,
dan
harga
diri
yang
bersangkutan,dalam
berhubungan dengan orang lain ataupun dengan lingkungan. Kondisi seperti ini menyebabkan terbatasnya kesempatan bergaul, bersekolah, bekerja, dan bahkan kadang-kadang menimbulkan perlakuan diskriminatif dari mereka yang tidak cacat. Sisi lain dari kecacatan adalah pandangan sebagian orang yang menganggap kecacatan sebagai kutukan, sehingga mereka perlu disembunyikan oleh keluarganya. Perlakuan seperti ini menyebabkan hak pandang cacat untk berkembang dan berkreasi sebagaimana orang-orang yang tidak cacat tidak dapat terpenuhi. Masalah kecacatan akan semakin berat bila disertai dengan masalah kemiskinan, ketelantaran, dan keterasingan. Jumlah penyandang cacat berdasarkan pusat data dan informasi kesejahteraan sosial tahun 2008 sebanyak 1.544.184 orang, (meliputi cacat fisik, mental, cacat ganda). Namun
64
demikian, jumlah yang sebenarnya jauh lebih besar dari data yang ada. Hal ini karena keluarga dan masyarakat yang mempunyai anggota keluarga yang mengalami kecacatan sering kali menyembunyikan sehingga penyandang cacat tidak dapat tersentuh pelayanan. d. Keterpencilan Selain masalah kesejahteraan sosial yang terkait dengan kemiskinan, ada pula masalah isolasi alam yaitu keterpencilan dan keterasingan yang berakibat pada ketertinggalan yang dialami oleh sekitar 229.479 KK komunitas adat terpencil yang tersebar di 182 lokasi, 158 desa, 139 kecamatan, 82 kabupaten di 30 Propinsi ( sumber Direktorat PKAT). Ketertinggalan dan keterpencilan berjalan seiring dengan masalah yang terkait dengan HAM, lingkungan, integrasi sosial, dan berbagai kerentanan terhadap eksploitasi dan perlakuan salah. Kenyataan
menyatakan
bahwa
dalam
kehidupan
masyarakat Indonesia masih terda=pat kelompok-kelompok masyarakat yang belum sepenuhnya terjangkau oleh proses pelayanan pembangunan, baik karena isolasi alam mauppun isolasi sosial budaya. Dengan demikian, mereka belum tahu atau kurang mendapatkan akses pelayanan sosial dasaaar. Keadaan
ini
dapat
menghambat
proses
pemerataan
65
pembangunan dan hasil-hasilnya kearah tercapainya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. e. Ketunaan sosial dan penyimpangan perilaku Ketunaan member indikasi atas ketidakberhasilan fungsi sosial seseorang yakni tergantungnya salah satu fungsi atau lebih fungsi yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan fisik, emosi, konsep diri, dan juga kebutuhan religious, rekreasi, dan pendidikan seseorang. Kegagalan seseorang menjalankan fungsi sisoalnya menyebabkan seseorang menjadi penyandang masalah kesejahteraan sosial. Jakarta saat ini dihadapkan pada tingginya jumlah mereka yang tergolong sebagai penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS), seperti korban tindak kekerasan terhadap wanita dan orang tua, gelandangan dan pengemis, tuna susila, eks narapidana dan penyalah guna napza (narkotika, psikotrapika, dan zat adiktif lainnya) serta penderita HIV/AIDS yang diakibatkan pergaulan bebas. Masalah kesejahteraan sosial berupa ketunaan sosial menyangkut 239.699 orang, yang terdiri atas tuna susila 63.661 orang, pengemis 35.057 orang, gelandangan 25.161 orang, dan eks napi 115.820 orang. Sedangkan penyimpangan perilaku belum ada datanya (sumber: Pusdatin Keesejahteraan Sosial tahun 2008). Selain disebabkan masalah kemiskinan, ketunaan
66
sosial juga merupakan akibat dari ketidakmampuan kelompok tersebut untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sehingga keberfungsian sosial mereka terganggu. Potret permasalahan lainnya adalah semakin marak dan terbukanya penyimpangan perilaku seks komersial. Perilaku ini terjadi pada semua tingkat usia, tingkat pendidikan, dan status sosial ekonomi.. kecenderungan ini meningkat akibat terdorong oleh gaya hidup mewah yang tidak sesuai dengan pola hidup dan berpengahasilan yang mereka dapatkan. Kehancuran ekonomi telah memperlebar jurang antara masyarakat mampu dan tidak mampu berusaha untuk tetap hidup walau dengan cara yang tidak layak. Mereka hidup menggelandang/mengemis, menjual diri, bahkan
terjerumus
menggunakan
napza
karena
ketidakmampuannya, dan “tidak utuhnya” pertumbuhan konsep diri dan kepribadiannya. Kondisi ini menunjukkan bahwa masyarakat sedang mengalami masalah dan memerlukan pertolongan yang bersifat pembinaan mental dan sosial. Pemerintah perlu memperhatikan secara sungguh-sungguh agar tidak hanya semata-mata memperhatikan pembangunan fisik, tetapi lebih memandang manusia sebagai subje/pelaku yang akan menggerakkan laju pertumbuhan kearah masyarakat yang bekeseajahteraan sosial.
67
f. Korban bencana Indonesia adalah Negara kepulauan yang sangat luas. Kondisi geografisnya berbentuk kepulauan yang tersebar luas dan dipersatukan oleh laut-laut di antara pulau-pulau. Namun, terbatasnya sarana komunikasi dan angkuatan menjadi kendala dalam upaya penanggulangan bencana. Di Jakarta sering terjadi bencana alam seperti banjir, ini bisa disebabkan karena masyarakat di Jakarta sudah sangat banyak sekali dan banyak didirikan bangunan yang megah-megah sehingga tidak ada penyerapan air ke dalam tanah, dan juga debit air yang ada lebih banyak dibandingkan dengan saluran air yang ada. Bencana lain yang juga mengancam tatanan sosial dan ekonomi di Jakarta adalah bencana sosial, yakni bencana yang disebabkan oleh ulah manusia antara lain karena kesenjangan ekonomi,
diskriminastif,
ketidaktahuan, ataupu
ketidak
adilan,kelalaian,
sempitnya wawasan dari kelompok
masyarakat. Permasalahan pengungsi akibat bencana sosial yang ada awal tahun 2204 menyangkut 2,5 juta orang, sampai dengan tahun 2008 telah diselesaikan semua melalui program relokasi dan pemulangan ke daerah asal. Berbagai konflik dan kerusuhan sosial beberapa tahun terakhir cenderung terus meningkat di tanah air.
68
Hal ini merupakan ancaman serius bagi keutuhan masyaraklat yang ada di Jakarta. Dampak nyata dari persoalan ini adalah terjadinya kerugian yang besar mulai dari harta benda, nyawa manusia, serta kerusakan tatanan dan pranata sosial. Untuk itu, penanganan bencana sosial perlu dilakukan secara professional sistematik dan berkelanjutan dengan banyak mungkin melibatkan pertisipasi masyarakat. Proses tersebut menyangkut berbagai kegiatan pada kesiapsiagaan untuk menghidari dan memperkecil kemungkinan terjadinya masalah, serta berbagai kegiatan pada sosial bagi dampakdampak yang ditimbulkannya. g. Korban tindak kekerasan, eksploitasi, dan diskriminasi Masalah
tindak
kekerasan
di
Jakarta
dewasa
ini
diperkirakan semakin meningkat baik secara kualitas maupun kuantitasnya, namun demikian jumlah korban tindak kekerasan tidak diketahui secara pasti karena diperkirakan banyak korban tindak kekerasan tidak mau dan atau tlidak ingin kasusnya karena malu atau takut akan ancaman dari pihak pelaku tindak kekerasan. Jumlah korban tindak kekerasan yang tercatat ada 364.208 jiwa yang terdiri atas 182.406 anak-anak, 111.406 perempuan, dan 70.462 lanjut usia. Jumlah tersebut kemungkinan akan terus bertambah/meningkat karena di Jakarta banyak warga
69
Negara yang berkategorikan rentan terhadap tindak kekerasan (Pusdatin Kesos TAhun 2006). Tindak kekerasan adalah perilaku dengan sengaja maupun tidak sengaja yang ditujukan umtuk mencelakai atau merusak orang lain, berupa serangan fisik, mental, sosial, ekonomi ataupun
seksual
yang
melanggar
hak
asasi
manusia,
bertentangan dengan nilai-nilai dan norma-norma dalam masyarakat dan berdampak trauma psikososial terhadap korban, sehingga mengganggu atau menghambat aktualisasi fungsi sosialnya. Selain
masalah
tindak
kekerasan,
juga
salah
satu
permasalahan mendasar dalam pembangunan kesejahteraan sosial yang terjadi selama ini adalah rendahnya partisipasi masyarakat khususnya masyarakat etnis tertentu dalam pembangunan, di samping masih adanya berbagai bentuk praktek diskriminasi terhadap mereka. Begitu pula masih terdapat kesenjangan partisipasi politik kaum perempuan dan laki-laki yang besumber dari ketimpangan struktur sosiokultural masyarakat. Dalam koneks sosial, kesenjangan ini mencerminkan masih terbatasnya akses sebagian besar perempuan terhadap layanan kesehatan yang lebih baik, pendidikan yang lebih tinggi, dan keterlibatan dalam kegiatan politik yang lebih luas.
70
Di samping masalah tindak kekerasan dan diskriminasi diatas, terdapat juga masalah eksploitasi yaitu suatu tindakan sewenang-wenang seperti penindasan, pemerasan, pemakasaan oleh seseorang atau sekelompok orang terhadap orang lain untuk kepentingan pribadi baik secara fisik, non fisik , ekonomi, sosial, dan seksual. Dari uraian permasalahan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa masalah-masalah tersebut tidak bisa terlepas dari masyarakat Jakarta, maka prospek profesi penyuluh sosial kedepannya akan menjadi prospek yang besar untuk dunia pekerjaan. Karena tugas seorang penyulu sosial adalah untuk member motivasi kepada mereka yang mengalami penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS).
C. Peluang Profesi Penyuluh Sosial di Jakarta Peluang atau kesempatan yang diberikan oleh Departemen Sosial itu sangat lebar untuk jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Sosial, meskipun harus dituntut untuk menjadi PNS (Pegawai Negeri Sipil), yang diadakan atau dilakukan oleh pemerintah dan pendaftarannya pun secara online melalui internet, tidak bisa secara langsung mendaftar di Departemen Sosial, setelah menjadi PNS maka yang mengatur selanjutnya adalah Departemen Sosial bagian Penyuluhan Sosial pusat.
71
Kesempatan atau peluang untuk profesi penyuluh sosial ini sangat dibuka lebar oleh pemerintah kususnya daerah kusus ibu kota Jakarta karena masyarakat menghadapi masalah-masalahnya ini, atau masalah yang dihadapi oleh masayarakat Jakarta ini adalah kompleks, sehingga masalah-masalah tersebut tidak mudah hilang Begitu saja, tetapi masalahmasalah itu akan tetap timbul. Dikarenakan masyarakat Jakarta masih belum bisa memahami penyandang masalah kesejahteraan sosial kususnya bagi masyarakat di golongan kebawah1. Seperti yang dihadapi oleh seorang pasien/klien penyandang masalah kesejahteraan sosial, dia enggan untuk diberikan penyuluhan karena dia merasa percuma “toh nanti juga akan kembali lagi kesemula”2. Klien ini adalah Wanita Tuna Susila (WTS), mereka ada alas an tersendiri kenapa tidak mau di berikan penyuluhan, mereka menganggap bahwa apa yang dia kerjakan adalah sebagai pencari nafkah sehingga apapun yang dia lakukan yang penting dia dapat makan untuk kesehariannya. Ada juga klien yang mengaku bahwa dia adalah seorang pengemis, ketika diberi penyuluhan dia mau menerima karena penyuluh tersebut memberikan wawasan terhadap dia, bahwa pengemis itu tidak baik, dan juga terlihat sebagai sampah masyarakat3. Kenapa tidak mencari pekerjaan yang lebih baik, ini dikarenakan pekerjaan atau mengemis itu lebih mudah dari pada bekerja seperti orang-orang pada umumnya. Dan juga dia merasa
1
Wawancara Pribadi dengan ibu Mimin selaku kepala TU DEPSOS, (Jakarta, 25 Mei
2010) 2 3
Wawancara Pribadi dengan klien NN, (Jakarta, 26 Mei 2010) Wawancara Pribadi dengan Ibu Munawati selaku penyuluh sosial, (Jakarta, 25 Mei 2010)
72
bahwa mencari pekerjaan itu sulit, apalagi bagi orang yang miskin seperti ini. Masalah-masalah itulah yang akan dihadapi oleh penyuluh sosial, sehingga ini akan menjadi peluang kita sebagai penyuluh sosial. Dan tinggal bagaimana kita mengolah kemampuan kita demi bersaing dengan pesaing kita. Jangan sampai kita sebagai alumnus Bimbingan dan Penyuluhan Islam (BPI) kalah dengan orang yang biasa-biasa saja, tentunya kita sudah dibekali ilmu dari masa kuliah dahulu. Berarti peluang penyuluh sosial ini cukup terbuka lebar bagi alumnus BPI untuk menjadi tenaga penyuluh sosial. Ini bisa dikatakan bahwa BPI itu harus atau wajib menjadi tenaga penyuluh sosial di karena Departemen Sosial sangat membutuhkan orangorang yang dapat berkomunikasi dengan baik, dan mengetahui dasar-dasar penyuluhan sosial, sehingga ini membuka peluang bagi alumnus BPI untuk menjadi seorang tenaga penyuluh sosial. Departemen sosial atau pemerintah
membutuhkan
bantuan
penyuluh
sosial
dikerenakan
pemerintah sudah mulai kawatir tidak dapat menyelesaikan masalahmasalah masyarakat yang sangat kompleks, maka dari itu penyuluhan sosial dianggap dapat mengatasi masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat, khususnya Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS), yang terdiri dari orang miskin, anak terlantar, penderita HIV/AIDS, kecacatan, keterpencila, korban bencana, korban tindak kekerasan, dan lain sebagainya.
73
Penyuluhan sosial ini baru di departemen sosial oleh karena itu peluang ini sangat menjajikan dan juga belum banyak yang menjadi tenaga penyluh sosial atau bisa dikatakan antara tenaga penyuluh dengan masalah yang dihadapi itu tidak balance atau seimbang. Maka dari itu Departemen Sosial tentunya masih perlu banyak lagi tenaga penyuluh sosial untuk membantu tenaga-tenaga penyuluh yang sudah ada. Tentunya yang sangat dibutuhkan adalah untuk daerah-daerah rawan, perbatasan, di pegunungan, dan dipedalaman desa, dan lalin sebagainya. Maka dari itu, bila jurusan BPI ingin menjadi tenaga penyuluh sosial maka dari awal harus mempersiapkan siri untuk menghadapi rintangan dan tantangan yang ada khususnya di daerah-daerah rawan bencana, daerah-daerah gugus pulau, dan di daerah pegunungan.
D. Tantangan
Profesi
Penyuluh
Sosial
di
Jakarta
dan
Upaya
mengatasinya Tantangan yang dihadapi oleh penyuluh sosial di Jakarta itu ada berbagai segi di antarany adalah : 1. Ancaman fisik dan kesehatan Ancaman fisik dan kesehatan merupakan ancaman yang sangat nyata bagi para penyuluh sosial yang bekerja secara langsung dengan PMKS. Hal ini disebabkan terutama oloeh adanya perasaan tidak senang dengan kegiatan yang dilakukan oleh para penyuluh, antara lain : mereka tidak ingin berubah serta ingin
74
mempertahankan kondisi saat ini yang bertentangan dengan norma agama, susila dan etika yang berlaku. Ada yang merasa bila penyuluhan dilakukan kepentingan mereka akan terganggu, seperti mereka yang tinggal dan hidup di kolong jembatan misalnya , mereka tidak punya tempat tinggal. Bila mereka disuluh mereka tidak akan menerima, bila penyuluh terus dilakukan mungkin akan terjadi kekerasan, seperti pengusiran, pelemparan, pemukulan dan lain sebagainya. Demikian juga dengan halnya perasaan tidak senang di antaranya diwujudkan dalam bentuk ancaman kekerasan fisik terhadap penyuluh, yang menyuluh anak nakal, anak jalanan, WTS, gelandangan, pengemis, dan lain-lain. Mereka tidak akan menerima para penyuluh, akan menolak dan mungkin akan terjadi pemukulan dan lain sebagainya. Itulah tantangan yang dihadapi oleh penyuluh sosial, itu hanya sebagian kecil tantangannya mungkin ada yang lebih keras lagi dari pada contaih diatas. Tetapi karena ada jiwa ingin menolong tinggi, maka apapun tantangannya akan tetap di hadapi demi menyelamatkan umat manusia atau demi masyarakat yang membutuhkan
bantuan
seorang
penyuluh
sosial
menyelesaikan masalah-masalah yang mereka hadapi.
demi
75
2. Ancaman psikis dan mental Bekerja
dengan
kelompok
masyarakat
yang
secara
stigmatis dianggap sebagai “sampah” menuntut adanya keberanian, keteguhan, kesabaran, kerja keras, dan lain sebagainya. Tidak semua orang mau dan mampu berkomuniksi dengan penyandang masalah kesejahteraan sosial yang secara umum terkesan “kotor, bau, penyakitan, dan dianggap tidak normal” yang dapat menimbulkan resiko-resiko tinggi seperti terimbas perilaku sosial dan juga adanya tekanan psikis dan terror mental, stigma masyarakat
yang menangani
tuna
sosial.
Sebagai
contoh
penyuluhan kepada para pekerja sek komersial (PSK), sering kali mendapatkan terror psikis dan mental daripada germo agar penyuluh meninggalkan tempat karena dianggap mengganggu kepentingan mereka. Bila para PSK tersebut sudah dibina, para germo tersebut mengacam dengan berbagai cara, karena dengan dibinanya PSK tersebut akan mempengaruhi pendapatan si germo tersebut. Semua ini akan menjadi masalah psikis dan mental yang berat bagi para penyuluh tersebut. Di samping para penyuluh yang berhubungan dengan mereka akan menghadapi reaksi emosional yang ditampilkan oleh penyandang masalah seperti : “kepercayaan diri rendah, fetalistiktempramental, ketergangtungan, cuek tidak mau berpartisipasi, kurang motivasi dan lain sebaginya” yang mengakibatkan
76
timbulkan kekesalan dalam diri para penyuluh. Untuk seorang penyuluh memerlukan kesiapan mental dan psikis yang menatap dan optimal dalam melakukan kegiatan kepada para penyandang masalah kesejahteraan sosial. Pada sisi lain seorang penyuluh yang bertugas melakukan penyuluhan pada kelompok kelas atas (elit).untuk tujuan suatu perubahan kebijaksanaan kebijakan atau program atau perundangundangan akan menghadapi kendala dalam bentuk penolakkan, sikap apatis, tidak dilayani dan bahkan mungkin akan mengalami ancaman psikis atau tekanan mental bagi seorang penyuluh, bahkan mungkin penarikan diri untuk tidak melakukan penyuluhan bagi kelompok sasaran sperti ini. 3. Terjadinya “burn out” Terjadinya “burn out” yaitu adanya pengunduran diri dari seorang penyuluh akibat beban kerja yang berat dan sangat beresiko tanpa diimbangi oleh adanya penghargaan yang seimbang dalam bentuk kompensasi tunjangan jabatan. Ada beberapa penyuluh yang memilih berhenti atau memilih menjadi penjabat struktural atau menjadi penjabat fungsional lain yang memberikan tunjangan jabatan yang jauh lebih besar seperti, para dosen, widyaiswar, dan perencana. Bila dilihat dari tugas dan tanggung jawab para penyuluh sangat berat dan penuh dengan tantangan.
77
4. Perubahan status dari penolong menjadi yang di tolong Sebagai akumulasi dari resiko ancaman fisik, acaman psikis mental dan menurunnya intensitas relasi dengan keluarga dan lingkungan sosial yang lebih, penyuluh juga beresiko menjadi klien atau penyandang masalah kesejahteraan sosial. Hal itu disinyalir oleh Jim Life (1999;34) sebagai satu kondisi fisik dan mental yang “turbalance” sebagai resiko pekerjaannya sehingga seorang pekerja masyarakat sangat mungkin menjadi orang yang perlu ditolong. Waluapun kasus tersebut sangat jarang terjadi tetapi tidak menutup kemungkinan akan dialami oleh seorang penyuluh. Kendala yang diahadapi oleh Penyuluh Sosial Kendala yang sering dihadapi oleh para penyuluh sosial adalah ketika mereka terjun ke dalam lapangan. Karena konsekuensinya, maka penyuluhan harus dilakukan untuk semua wilayah tanah air, termasuk pada wilayah-wilayah yang ada di perbatasan., di kepulauan/gugus pulau, di daerah pegunungan, di daerah pedalaman, di daerah hutan , di daerah rawan bencana baik bencana alam maupun bencana sosial , di daerah rawan kerusuhan , di daerah masyarakat yang tertutup dengan budaya luar dan lain sebagainya. Kelompok –kelompok seperti itulah yang memiliki akses yang terbatas terhadap sumber-sumber pembangunan kesejahteraan sosial tersebut. Dan juga kendala yang dihadapi adalah kesulitan dalam transportasi menuju temapt sasaran penyuluhan, perjalanan yang penuh dengan rintangan dan tatangan ombak di laut,
78
penundaan pemberangatan, pegunungan yang tidak dapat dilalui kendaraan harus berjalan kaki, kondisi cuaca, persoalan makan, persoalan kesehatan masyarakat, bahasa termasuk kendala yang dihadapi bila sasarannya tidak mengerti bahasa Indonesia dan mereka hanya mengerti bahasa pendalaman, dan alain sebagainya. Upaya mengatasi hambatan/kendala yang dihadapi oleh penyuluh sosial Inilah yang membuat para penyuluh harus benar-benar membekali diri dengan kemampuan dalam bertahan diri, memilki pengetahuan,
menguasai
ketrampilan
dan
keberanian
dan
berkomitmen tinggi untuk masuk pada kelompok-kelopmpok tersebut. Bila penyuluh tidak diberikan upah yang seimbang dikawatirkan
motivasi
untuk
melakukan
penyuluhan
pada
kelompok seperti ini menjadi berkurang maksimal, maka dari itu pemerintah harus benar-benar memperhatikan para penyuluh sosial, agar tetap bermotivasi untuk melakukan penyuluhan sosial. Dan dari segi sarana dan prasarana harus ditingkatkan untuk
membantu
tenaga
penyuluh
sosial
menuju sasaran
penyuluahn sosial. Ini bertujuan agar lebih efisien. Dari segi keilmuanya pun tentunya ditingkatkan lagi. Dan pemeberian pembekalan yaitu beruipa skill yang akan diberikan oleh Penyuluh Sosial Pusat, guna menjaga diri dari berbagai kendala yang nantinya akan dihadapi.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Dari hasil penelitian yang berjudul Profesi Penyuluh Sosial di Jakarta: Prospek, Peluang, dan Tantangan (Study Kasus di Departemen Sosial Indonesia), akhirnya dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Kriteria penyuluh sosial yang dibutuhkan adalah penyuluh itu seharusnya mempunyai jiwa sosial, bermotivasi tinggi, bereputasi baik, ini mempunyai arti bahwa dia dikenal masyarakat dengan baik dan bertingkah laku yang sesuai dengan norma yang berlaku, berkemampuan berkomunikasi dengan
baik
khususnya
bagi
sasaran
penyuluhan,
berkemampuan mengembangkan dan mengatasi berbagai kendala
yang
dihadapinya
dan
yang
terakhir
adalah
berkemampuan meningkatkan dan mengembangkan warga masyarakat untuk menggali segala potensi yang ada pada masyarakat atau yang ada pada lingkungan masyarakat tersebut. 2. Kegiatan
yang
sudah
dilaksanakan
adalah
melakukan
penyuluhan di daerah kumuh, perbatasan, terpencil, dan kegiatan yang akan dilaksanakan oleh penyuluh sosial di Departemen Sosial adalah melakukan penyuluhan di rawan bencana, rawan konflik dan penyuluhan gugus pulau dan ini 79
80
masih banyak membutuhkan tenaga penyuluh sosial untuk membantu penyuluhan sosial. 3. Prospek profesi penyuluh sosial di Jakarta untuk 5 tahun kedepan ini sangat menjanjikan untuk dijadikan suatu pekerjaan
atau
untuk
dijadikan
suatu
profesi,
karena
permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat sangatlah kompleks dan
banyak dihadapi oleh masyarakat
Indonesia khususnya di derah Jakarta. 4. Peluang profesi penyuluh sosial di Jakarta, ini hampir sama dengan prospek profesi penyuluhan sosial, peluangnya pun sangat lebar atau sangat menjanjikan untuk para tenaga penyuluh
sosial,
karena
masalah
yang
dihadapi
oleh
masyarakat untuk kedepannya mungkin akan bertambah rumit lagi, ini dikarenakan masalah-masalah kesejahteraan sosial dan selama pemerintah belum bisa mengatasi masalah tersebut, maka masalah-masalah yang akan dihadapi oleh masyarakat ke depannya akan bertambah lagi. 5.
Tantangan profesi penyuluh sosial di Indonesia khususnya daerah Jakarta ada beberapa diantaranya adalah ancaman fisik dan kesehaatan, ancaman psikis dan mental, dan terjadinya “burn out”, perubahan status dari penolong menjadai yang ditolong. Dan cara mengatasinya adalah dengan pemberian bekal ilmu pengetahuan dan motivasi-motivasi yang cukup, dan
81
pembekalan diri uuntuk menjaga kesehatan secara fisik ataupun dari
psikis,
sebelum
terjun
kedalam
masyarakat
dan
menghadapi kendala-kendala yang terjadi.
B. Saran-saran Dari pemahaman yang penulis dapatkan, mengenai Profesi Penyuluhan Sosial di Jakarta : Prospek, Peluang, dan Tantangan (study kasus di Departemen Sosial di Indonesia), maka penulis memberikan saran sebagai berikut : 1. Untuk pemahaman yang diberikan kepada penyuluh sosial seharusnya lebih ditingkatkan, untuk menghadapi persoalanpersoalan
atau
masalah-masalah
yang
dihadapi
oleh
masyarakat. 2. Untuk tenaga penyuluh sosial sebaiknya di perluas lagi atau diadakan penambahan penyuluh sosial agar dapat membantu tenaga penyuluh yang ada. 3. Kepada para tenaga penyuluh sosial agar dapat meningkatkan kualitas
dalam
penyuluhan
sosial
dan
belajar
dalam
berkomunikasi khususnya untuk sasaran yang ada pada pedesaan atau daerah terpencil yang tidak memahami bahasa Indonesia, dan paling diutamakan penyuluhan sosial adalah bagi warga masyarakat yang bertempat tinggal di tempattempat kumuh.
82
4. Untuk para tenaga penyuluh sosial agar tetap bermotivasi tinggi dan semangat untuk melakukan penyuluhan sosial dan tetap bersabar
demi
membantu
para
penyandang
masalah
kesenjangan sosial agar dapat hidup yang lebih layak dan sejahtera.
DAFTAR PUSTAKA
Greats, Hildred, Zainudin, Rahman, Aneka Budaya dan Komunikasi di Indonesia, Yayasan ILmu-Ilmu Sosial dan FIS-UI. Jakarta. 1981 http://aipi.wordpresss.com http://id.wikipedia.org/wiki/politik Indonesia Iberansjah, Politik Indonesia saat ini begitu kompleks dan cenderung menghalalkan segala cara. Republika.2010 Kartono, kartini, Patologi Sosial, PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 2005 Materi Dakwah Terurai Dalam Pembangunan, Bagian II: materi Bidang Sosial, Pemerintah daerah Khusus Ibukota Jakarta Proyek Peningkatan LBIQ DKI Jakarta Tahun Anggaran 1993/1994. Modul TOT Pelatihan Bagi Pelatihan Sertifikasi Keahlian Dasar Jabatan Fungsional Penyuluh Sosial. Pusat Penyuluhan Sosial Departemen Sosial. Jakarta. 2009 Pedoman Penyelengara Pelayanan Kesejahteraan Sosial. Pusat Penyuluhan Sosial, Departemen Sosial RI. 2009 Peraturan berasama menteri sosial dan kepala badan kepegawaian Negara nomor 41/HUK-PPS/2008, nomor 13 tahun 2008, tentang petunjuk pelaksanaan jabatan fungsional penyuluh sosial dan angka kreditnya, Departemen Sosial RI Sekretariat Jendral Pusat Penyuluhan Sosial. Jakarta. 2008 Purwanto, Yadi, Etika Profesi Psikologi Profetik Perspektif psikologi Islami, PT. Refika Aditama. Bandung. 2007 Rismawati, Kepribadian & etika Profesi. Graha Ilmu. Yogyakarta. 2008 Rofiqi, Zaim, Gautama, Candra, Ekonomi Indonesia Mau Kemana? Kumpulan Esai Ekonomi, Kepustakaan Populer Gramedia. Jakarta.2009 Sedyawati, Edy, Keindonesiaan Dalam Budaya, Wedatama Widya Sasta. Jakarta.2007 Suharto, Edy, Membangun Masyarakat memperdayakan Rakyat, PT. Refika Aditama. Bandung. 2005
83
84
Watik Ahmad, dan Salam Abdul, Islam, Etika, dan Kesehatan, Sumbangan Islam dalam MEngahdapi Problema Kesehatan Indonesia tahun 2000an. CV Rajawali. Jakarta. 1986 Wawancara Pribadi dengan ibu Mimin selaku kepala TU DEPSOS. Jakarta.2010 Wawancara Pribadi dengan Ibu Munawati Selaku Penyuluh Sosial. Jakarta.2010 Wawancara Pribadi dengan Klien NN. Jakarta. 2010 www. Kompas.com/kompas-cetak/0307/23 www.kpai.go.id/doc/keluarga basis utama www.mediajakartaselatan.com