Prof. Dr. H. Didik Endro Purwoleksono, S.H., M.H. Rumah: Kantor: Jl. Medayu Selatan 12/M-5 Fakultas Hukum Universitas Airlangga Rungkut – Surabaya Jl. Dharmawangsa Dalam Selatan, Surabaya HP 08165429793; e-mail:
[email protected] Telp. (031) 5023151, FAX (031) 5020454 ========================================================================
KUPAS TUNTAS TENTANG PEMALSUAN DAN MEMASUKKAN DOKUMEN PALSU DALAM AKTA OTENTIK DAN PEMAHAMAN PASAL 263, 264, 266 DAN PASAL 55 KUHP OLEH : PROF. DR. H. DIDIK ENDRO PURWOLEKSONO, S.H., M.H.
PENDAHULUAN Dari judul atau tema yang diajukan oleh Ibu Mamiek Wahyu Jatmikowati, S.H., M.H. dan Ibu yayuk sri utami, S.H., M.Si., M.Kn., dapat saya simpulkan ada beberapa hal yang perlu dikaji di sini : 1. Pemalsuan dan memasukan dokumen palsu 2. Akta otentik 3. Pasal 263, 264, 266, 55 KUHP. Makalah singkat ini menguraikan terlebih dahulu pasal 263, 264, 266 dan Pasal 55 KUHP, melalui kajian terhadap pasal-pasal tersebut, mudah-mudahan dapat menjawab apa yang diinginkan bapak dan ibu notaris sekalian. Pasal 263, 264, 266, 55 KUHP.
Catatan Pasal 263 KUHP 1. Tindak Pidana dalam Pasal 263 KUHP ini dilakukan dengan kesengajaan (diliputi kesengajaan, meskipun tidak ada kata “sengaja”) Ada 2 (dua) teori tentang kesengajaan: a. Teori Kehendak = Wills Theorie Berdasarkan teori kehendak ini, seseorang dikatakan melakukan kesengajaan, memang dia berkehendak melakukan tindak pidana tersebut. Diapun siap menanggung segala akibat dari tindak pidana yang dilakukannya. Misalnya A berkehendak membunuh B. Sarjana yang mendukung teori ini yaitu von Hipel dan Simons.
Disampaikan dalam acara “Penyuluhan/Pencerahan terkait materi Hukum Pidana”, yang diselenggarakan oleh Notaris Surabaya, 22 April 2017. Guru Besar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya (sejak 2007).
1
Prof. Dr. H. Didik Endro Purwoleksono, S.H., M.H. Rumah: Kantor: Jl. Medayu Selatan 12/M-5 Fakultas Hukum Universitas Airlangga Rungkut – Surabaya Jl. Dharmawangsa Dalam Selatan, Surabaya HP 08165429793; e-mail:
[email protected] Telp. (031) 5023151, FAX (031) 5020454 ========================================================================
b. Teori Pengetahuan = Voorstellings Theorie Menurut teori pengetahuan, seseorang dikatakan telah melakukan tindak pidana dengan kesengajaan, manakala dia mengetahui apa yang dia lakukan dan dia mengetahui apa akibat dari tindak pidana yang dilakukannya. Tidak menutup kemungkinan, pada hakikatnya pelaku tindak pidana tidak berkehendak untuk melakukan tindak pidana atau adanya akibat atas tindak pidana yang dia lakukan. Namun demikian, ternyata dia tetap melakukan tindak pidana, sehingga terjadi akibat yang dilarang oleh ketentuan undang-undang. Sarjana yang mendukung teori ini adalah Frank. 2. Ada 8 tindak pidana berdasarkan Pasal 263 ayat 91) KUHP yaitu : a. membuat surat palsu yang dapat menimbulkan sesuatu hak b. membuat surat palsu yang dapat menimbulkan perikatan c. membuat surat palsu yang dapat menimbulkan pembebasan hutang d. membuat surat palsu yang dapat diperuntukan sebagai bukti daripada sesuatu hal e. memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak. f. memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu perikatan g. memalsukan surat yang dapat menimbulkan pembebasan hutang h. memalsukan surat yang dapat diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal i. dari huruf a – h di atas dapat menimbulkan kerugian Makna “dapat” disini tidak perlu cibuktikan adanya kerguian, cukup ada potensi timbulnya kerugian. Hal ini berbeda dengan tindak pidana korupsi, yang harus dibuktikan berapa kerugian negara (dapat dihitung) 3. R Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal 2
mengatakan
Prof. Dr. H. Didik Endro Purwoleksono, S.H., M.H. Rumah: Kantor: Jl. Medayu Selatan 12/M-5 Fakultas Hukum Universitas Airlangga Rungkut – Surabaya Jl. Dharmawangsa Dalam Selatan, Surabaya HP 08165429793; e-mail:
[email protected] Telp. (031) 5023151, FAX (031) 5020454 ========================================================================
bahwa yang diartikan dengan surat dalam pasal ini adalah segala surat, baik yang ditulis dengan tangan, dicetak, maupun ditulis memakai mesin tik, dan lain-lainnya. Adapun bentuk-bentuk pemalsuan surat itu dilakukan dengan cara:
membuat surat palsu: membuat isinya bukan semestinya (tidak benar).
memalsu surat: mengubah surat sedemikian rupa sehingga isinya menjadi lain dari isi yang asli. Caranya bermacam-macam, tidak senantiasa surat itu diganti dengan yang lain, dapat pula dengan cara mengurangkan, menambah atau merubah sesuatu dari surat itu.
memalsu tanda tangan juga termasuk pengertian memalsu surat.
penempelan foto orang lain dari pemegang yang berhak (misalnya foto dalam ijazah sekolah).
4. R. Soesilo juga memberikan contoh bahwa Surat yang dipalsukan itu harus surat yang:
dapat menimbulkan sesuatu hak (misalnya: ijazah, karcis tanda masuk, surat andil, dan lain-lain);
dapat menerbitkan suatu perjanjian (misalnya surat perjanjian piutang, perjanjian jual beli, perjanjian sewa, dan sebagainya);
dapat menerbitkan suatu pembebasan hutang (kuitansi atau surat semacam itu); atau
surat yang digunakan sebagai keterangan bagi suatu perbuatan atau peristiwa (misalnya surat tanda kelahiran, buku tabungan pos, buku kas, buku harian kapal, surat angkutan, obligasi, dan lain-lain).
5. dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu pada waktu memalsukan surat itu harus dengan maksud akan menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan surat itu seolaholah asli dan tidak dipalsukan; 3
Prof. Dr. H. Didik Endro Purwoleksono, S.H., M.H. Rumah: Kantor: Jl. Medayu Selatan 12/M-5 Fakultas Hukum Universitas Airlangga Rungkut – Surabaya Jl. Dharmawangsa Dalam Selatan, Surabaya HP 08165429793; e-mail:
[email protected] Telp. (031) 5023151, FAX (031) 5020454 ========================================================================
penggunaannya harus dapat mendatangkan kerugian. Kata “dapat” maksudnya tidak perlu kerugian itu betul-betul ada, baru kemungkinan saja akan adanya kerugian itu sudah cukup; 6. yang dihukum menurut pasal ini tidak saja yang memalsukan, tetapi juga sengaja menggunakan surat palsu. Sengaja maksudnya bahwa orang yang menggunakan itu harus mengetahui benar-benar bahwa surat yang ia gunakan itu palsu. Jika ia tidak tahu akan hal itu, ia tidak dihukum. 7. Sudah dianggap “mempergunakan” misalnya menyerahkan surat itu kepada orang lain yang harus mempergunakan lebih lanjut atau menyerahkan surat itu di tempat dimana surat tersebut harus dibutuhkan. 8. Dalam hal menggunakan surat palsu harus pula dibuktikan bahwa orang itu bertindak seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, demikian pula perbuatan itu harus dapat mendatangkan kerugian. 9. Dapat saya tambahkan disini bahwa : Membuat surat palsu a. Bertentangan dengan kebenaran; b. Tanggalnya tidak tepat; c. Tanda tangan palsu. Artinya di sini surat tersebut belum pernah ada. Memalsukan Surat Mengubah suatu surat asli, sehingga isinya atau tanggalnya atau tanda tangannya menjadi palsu; Artinya Surat tersebut sebelumnya sudah ada 10. Pidana penjara 6 tahun.
Catatan Pasal 264 KUHP a. Sama seperti Pasal 263 KUHP di atas yaitu mulai huruf a – h, namun dilakukan terhadap -
akta-akta otentik; 4
Prof. Dr. H. Didik Endro Purwoleksono, S.H., M.H. Rumah: Kantor: Jl. Medayu Selatan 12/M-5 Fakultas Hukum Universitas Airlangga Rungkut – Surabaya Jl. Dharmawangsa Dalam Selatan, Surabaya HP 08165429793; e-mail:
[email protected] Telp. (031) 5023151, FAX (031) 5020454 ========================================================================
-
surat hutang atau sertifikat hutang dari sesuatu negara atau bagiannya ataupun dari suatu lembaga umum;
-
surat sero atau hutang atau sertifikat sero atau hutang dari suatu perkumpulan, yayasan, perseroan atau maskapai:
-
talon, tanda bukti dividen atau bunga dari salah satu surat yang diterangkan dalam 2 dan 3, atau tanda bukti yang dikeluarkan sebagai pengganti surat-surat itu.
-
surat kredit atau surat dagang yang diperuntukkan untuk diedarkan.
b. Pidana penjara 8 tahun. c. Yurisprudensi Mahkamah Agung; Putusan Nomor 264 K/Pid/2014.
Catatan Pasal 266 KUHP a. Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 266 KUHP adalah : -
menyuruh memasukkan keterangan palsu ke dalam suatu akte otentik;
-
mengenai hal yang kebenarannya harus dinyatakan oleh akte itu;
-
dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain pakai akte itu seolah-olah keterangannya sesuai dengan kebenaran;
-
jika pemakaian itu dapat menimbulkan kerugian.
b. Tindak pidana pasal 266 KUHP adalah ada 2 (dua) pihak yaitu pihak yang menyuruh (uitloker) dengan pihak yang disuruh c. karena ini akte otentik maka pihak yang disuruh adalah misalnya notaris, d. untuk memasukkan keterangan palsu atau keterangan yang tidak benar kedalam suatu akte otentik e. jika akte otentik tersebut digunakan akan menimbulkan suatu kerugian. f. Penerapan pasal ini, yang harus dibuktikan bukanlah mengenai keabsahan atau kepalsuan aktanya, melainkan mengenai keterangan yang dinyatakan oleh para pihak kepada notaris untuk dituangkan ke dalam akta otentik. g. Dipidana 7 tahun.
5
Prof. Dr. H. Didik Endro Purwoleksono, S.H., M.H. Rumah: Kantor: Jl. Medayu Selatan 12/M-5 Fakultas Hukum Universitas Airlangga Rungkut – Surabaya Jl. Dharmawangsa Dalam Selatan, Surabaya HP 08165429793; e-mail:
[email protected] Telp. (031) 5023151, FAX (031) 5020454 ========================================================================
h. Contoh kasus Pasal 266 ayat (1) KUHP, Yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor 731 K/Pid/2008.
Catatan Pasal 55 KUHP a. Pelaku tindak pidana : 1. mereka yang melakukan, 2. yang menyuruh melakukan, dan 3. yang turut serta melakukan perbuatan; 4. mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu dengan menyalahgunakan
kekuasaan
atau
martabat,
dengan
kekerasan,
ancaman atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan. 5. terhadap penganjur, hanya perbuatan yang sengaja dianjurkan sajalah yang diperhitungkan, beserta akibat-akibatnya b. Turut serta : -
Antar pelaku aktive pada saat sebelum dan/atau sedang terjadinya tindak pidana
-
Di sini tidak diperlukan rencana sejak awal untuk turut serta melakukan tindak pidana, artinya, meskipun mereka tidak saling kenal, namun cukup manakala kedua bertemu dan secara tiba-tiba bersekongkol melakukan tindak pidana.
-
Misalnya : A seorang pencuri memasuki rumah B. Ternyata di dalam A bertemu dengan C yang juga ingin mencuri di rumah B. Kemudian mereka bersepakat untuk membagi wilayah curian atau barang curian.
-
Kasus Notaris terkena Pasal 266 ayat (1) jo 55 KUHP, Putusan Mahkamah Agung Nomor 1099 K/Pid/2010 6
Prof. Dr. H. Didik Endro Purwoleksono, S.H., M.H. Rumah: Kantor: Jl. Medayu Selatan 12/M-5 Fakultas Hukum Universitas Airlangga Rungkut – Surabaya Jl. Dharmawangsa Dalam Selatan, Surabaya HP 08165429793; e-mail:
[email protected] Telp. (031) 5023151, FAX (031) 5020454 ========================================================================
a. Perbedaan Menyuruh Melakukan dengan Membujuk : Menyuruh Melakukan
Membujuk
Yang melaksanakan tindak pidana (pelaku
Pelaku materiil( yang dibujuk)
materiil), harus orang yang tidak dapat
dapat dipertanggungjawabkan
dipertanggungjawabkan:
pidana.
1. orang
yang
tidak
mampu
bertanggungjawab (Pasal 44 KUHP) 2. anak di bawah umur 12 tahun 3. melaksanakan perintah jabatan / UU
Catatan tentang Akta Otentik 1. Berdasarkan pasal 1868 BW (menurut Soebekti diterjemahkan Kitab UndangUndang Hukum Perdata, disingkat KUH Per) : akta otentik adalah suatu akta yang didalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau di hadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat dimana akta dibuat. 2. Menurut pasal 165 RIB (HIR), akta otentik yaitu yang dibuat, dengan bentuk yang sesuai dengan undangundang oleh atau di hadapan pejabat umum yang berwenang di tempat akta itu dibuat, merupakan bukti lengkap antara para pihak serta keturunannya dan mereka yang mendapatkan hak tentang apa yang dimuat di dalamnya dan bahkan tentang suatu pernyataan belaka; hal terakhir ini sepanjang pernyataan itu ada hubungan langsung dengan apa yang menjadi pokok akta itu 3. berdasarkan Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris jo Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014
7
Prof. Dr. H. Didik Endro Purwoleksono, S.H., M.H. Rumah: Kantor: Jl. Medayu Selatan 12/M-5 Fakultas Hukum Universitas Airlangga Rungkut – Surabaya Jl. Dharmawangsa Dalam Selatan, Surabaya HP 08165429793; e-mail:
[email protected] Telp. (031) 5023151, FAX (031) 5020454 ========================================================================
Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris disebutkan bahwa “pembuatan akta otentik ada yang diharuskan oleh peraturan perundangundangan dalam rangka menciptakan kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum. ... tetapi juga karena dikehyendaki para pihak yang berkepentingan untuk memastikan hak dak kewajiban para pihak demi kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum para pihak yang berkepentingan sekaligus bagi masyarakat secara keseluruhan... dalam undang-undang ini diatur secara rinci tentang jabatan umum yang dijabat oleh notaris, sehingga diharapkan bahwa kata otentik yang dibuat oleh atau dihadapan notaris mampu menjamin kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum. mengingat akta notaris sebagai akta otentik merupakan alat bukti tertulis yang terkuat dan terpenuh ...sebagai alat bukti tertulis yang terkuat dan terpenuh, apa yang dinyatakan dalam akta notaris harus diterima, kecuali pihak yang berkepentingan dapat membuktikan hal yang sebaliknya secara memuaskan di hadapan persidangan pengadilan 4. Suatu akta dapat dikategorikan sebagai akta otentik haruslah memenuhi persyaratan: a. bentuknya sudah ditentukan oleh undang-undang. b. dibuat oleh atau dihadapan pegawai atau pejabat yang mempunyai kewenangan untuk melakukan itu. 5. maka yang berwenang membuat akta otentik yaitu: a. notaris, hal ini berdasarkan pasal 1 angka 7 undang-undang nomor 30 tahun 2004. b. aparat kepolisian, kejaksaan, pengadilan, terkait dengan proses verbal. c. pegawai catatan sipil, terkait dengan kelahira, perkawinan dan kematian 6. contoh dari akta otentik adalah akta notaris, proses verbal dari polisi, jaksa, sidang pengadilan, akta seorang pegawai pencacatan sipil mengenai kelahiran,
8
Prof. Dr. H. Didik Endro Purwoleksono, S.H., M.H. Rumah: Kantor: Jl. Medayu Selatan 12/M-5 Fakultas Hukum Universitas Airlangga Rungkut – Surabaya Jl. Dharmawangsa Dalam Selatan, Surabaya HP 08165429793; e-mail:
[email protected] Telp. (031) 5023151, FAX (031) 5020454 ========================================================================
kematian atau perkawinan (lihat Wirjono Prodjodikoro, Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia, cet. III, Eresco,Jakarta – Bandung, 1980, h. 198). CATATAN PENTING TAMBAHAN :
Pemanggilan: 1. jelas status yg dipanggil; 2. jelas siapa pelapor/terlapor; 3. jelas kasus posisi 4. surat panggilan h-3, sudah diterima yang dipanggil 5. Untuk notaris, terakit dengan pembuatan akta, ijin MKN.
Pasal 216 KUHP: 1. tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh pejabat berdasarkan tugasnya, demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau memeriksa tindak pidana; demikian pula barang siapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan undang- undang yang dilakukan oleh salah seorang pejabat tersebut 2. Penyidik meminta notaris menyerahkan minuta akta ? a. Notaris tidak mau - diancam dengan Pasal 216 KUHP b. Notaris menyerahkan minuta akta -> melanggar UU JN
3 hal dapat perlindungan hukum: 1. terjepit 2 kewajiban 2. terjepit 2 kepentingan 3. terjepit kewajiban & kepentingan
3 keadaan / hal tidak mendapat perlindungan hukum 1. terlalu baik hati 2. kurang hati-hati 3. tidak pintar / bodoh 9
Prof. Dr. H. Didik Endro Purwoleksono, S.H., M.H. Rumah: Kantor: Jl. Medayu Selatan 12/M-5 Fakultas Hukum Universitas Airlangga Rungkut – Surabaya Jl. Dharmawangsa Dalam Selatan, Surabaya HP 08165429793; e-mail:
[email protected] Telp. (031) 5023151, FAX (031) 5020454 ========================================================================
Bagaimana dengan karyawan notaris ???
Surabaya, 19 April 2017
Prof. Dr. H. DIDIK ENDRO PURWOLEKSONO, S.H., M.H.
10