PRODUKSI MENCIT PUTIH (Mus musculus) DENGAN SUBSTITUSI BAWANG PUTIH (Allium sativum) DALAM RANSUM
SKRIPSI WEKI YULI ANDRI
PROGRAM STUDI ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
i
RINGKASAN WEKI YULI ANDRI. D14103020. 2007. Produksi Mencit Putih (Mus musculus) dengan Substitusi Bawang Putih (Allium sativum) dalam Ransum. Skripsi. Program Studi Teknologi Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbimng Utama Pembimbing Anggota
: Dr. Ir. Pollung H. Siagian, MS. : Ir. Hotnida. C. H. Siregar, MSi.
Bawang putih (Allium sativum) merupakan salah satu komoditas tanaman pangan di Indonesia. Bawang putih banyak mengandung zat-zat aktif yang sangat berfungsi untuk tubuh, diantaranya allicin dan scordinin. Allicin dalam bawang putih mampu mengobati tuberkulose, difteri, cacingan dan gatal-gatal, dan juga berperan sebagai anti bakteri yang mampu menghambat pertumbuhan dan bahkan membunuh bakteri baik gram positif maupun gram negatif. Bawang putih juga mengandung scordinin yang berperan dalam memberikan kekuatan dan pertumbuhan tubuh. Penggunaan bawang putih pada taraf tertentu diharapkan dapat meningkatkan karakteristik produksi mencit, dan mengefisienkan pakan. Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari pengaruh penambahan beberapa taraf bawang putih (0,0%; 2,5%; 5,0% dan 7,5%) dalam ransum terhadap karakteristik produksi mencit putih (Mus musculus) lepas sapih umur sekitar 21-24 hari dengan melihat konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, konversi ransum, konsumsi air minum, kadar air feses kering udara dan kadar protein feses. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial 4 x 2 dengan tiga ulangan. Data yang terkumpul dianalisa dengan menggunakan Anova, dan dilanjutkan dengan uji Tukey. Hasil analisis data menunjukkan, bahwa pemberian bawang putih sampai taraf 7,5% tidak nyata meningkatkan konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, konversi ransum dan konsumsi air minum akan tetapi berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar air feses kering udara mencit. Mencit jantan sangat nyata (P<0,01) memiliki tingkat konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, konsumsi air minum dan kadar air feses yang lebih tinggi serta konversi ransum yang lebih baik daripada mencit betina. Interaksi antara taraf penambahan bawang putih dengan jenis kelamin sangat nyata (P<0,01) pada kadar air feses kering udara dan nyata (P<0,05) pada konsumsi air minum sedangkan lainnya tidak terjadi interaksi. Substitusi bawang putih sampai taraf 7,5% belum dapat memperbaiki produksi mencit, tetapi membuat mencit lebih sehat. Kata-kata kunci : bawang putih, performans, ransum, mencit (Mus musculus)
ii
ABSTRACT Mice (Mus Musculus) Production with Garlic (Allium sativum) Substitution into Feed Andri, W. Y, P. H. Siagian, and H. C. H. Siregar Garlic (Allium sativum) is one of crop commodity in Indonesia. Garlic contains a lot of active material which is good for our body. The materials are allicin and scordinin. Both of those active material are useful for healing the body and from illness and also giving power or energy for growth. The usage of garlic for a certain time can improve productions of mice and feed convertion. This research used 24 post weaning male and female mice (Mus musculus). This research used the Completely Randomized Design in 4 x 2 factorial experiment with three replications. The main purpose of this research is to study the effect of garlic levels (0.0; 2.5; 5.0 and 7.5%) on the performance (feed consumtion, daily weight gain, feed convertion, water consumption and water and protein content of feces ) of post weaning mice. The data were analyzed by ANOVA, if there was an interaction significant, than it was analyzed whit Tukey. The result showed that garlic substitution level until 7,5% were not improved the feed consumption, daily weight gain and feed conversion. Sex have very significantly different (P<0.01) on feed consumption, daily weight gain and feed conversion and water consumption. Futhermore give different influence (P<0.05) to mice moisture content of feses. Male have very significantly different (P<0.01) on feed consumption grade, addition body weight, water consumtion and moisture content of feses was higher and feed conversion was better than female mice. Interaction among garlic addition with gender is very significantly different (P<0.01) on moisture content of feses and different (P<0.05) to water consumption but the another no interaction. Garlic substitution until 7.5% could not improve mice production but gave better healthyness. Keywords : garlic (Allium sativum), performance, feed, mice (Mus musculus)
iii
PRODUKSI MENCIT PUTIH (Mus musculus) DENGAN SUBSTITUSI BAWANG PUTIH (Allium sativum) DALAM RANSUM
WEKI YULI ANDRI D14103020
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk Memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
iv
PRODUKSI MENCIT PUTIH (Mus musculus) DENGAN SUBSTITUSI BAWANG PUTIH (Allium sativum) DALAM RANSUM
Oleh WEKI YULI ANDRI D14103020
Skripsi ini telah disetujui dan telah disidangkan dihadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 14 Maret 2007
Pembimbing Utama
Dr. Ir. Pollung H. Siagian, MS. NIP. 130 674 521
Pembimbing Anggota
Ir. Hotnida C. Siregar, MSi. NIP. 131 881 141
Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Ronny R. Noor, MRur.Sc NIP. 131 624 188
v
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 23 Juli 1985 di Padang, Sumatera Barat, sebagai anak kelima dari enam bersaudara pasangan bapak Mardirum Kamal dan ibu Salmawati Salta. Tahun 1990 Penulis mengawali pendidikan di Taman Kanak-Kanak (TK) Dharma Wanita di Pekan Selasa selama satu tahun. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar (SD) pada tahun 1997 di SDN 07 Pekan Selasa, dan pada tahun yang sama Penulis diterima di MTsN Pekan Selasa, Sumatera Barat serta tamat pada tahun 2000. Pada tahun 2003 Penulis berhasil menyelesaikan pendidikan menengah tingkat atas di SMUN 1 Sungai Pagu, Sumatera Barat. Tahun 2003, Penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Teknologi Produksi Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, melalui Ujian Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI). Selama mengikuti pendidikan di IPB, Penulis juga aktif dalam bidang lain, menjadi anggota Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) sepak bola dan futsal. Penulis juga aktif mengikuti kegiatan-kegiatan kampus.
vi
KATA PENGANTAR Puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas ridho dan rahmatNYA sehingga skripsi ini dapat diselesaikan, serta shalawat dan salam selalu dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya. Skripsi ini berjudul “Pengaruh Penambahan Bawang Putih (Allium sativum) dalam Ransum terhadap Karakteristik Produksi Mencit Putih (Mus musculus)” disusun dan diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini berisi tentang penjelasan pengaruh bawang putih dalam meningkatkan karekteristik produksi mencit, karena bawang putih mengandung zat aktif berupa allicin dan scordinin yang dapat mencegah penyakit dan meningkatkan pertumbuhan. Selain zat aktif tersebut, bawang putih juga banyak mengandung zat aktif lainnya yang sangat berguna bagi tubuh diantaranya gurwitch rays (sinar gurwitch) yaitu radiasi mitogenetik yang merangsang pertumbuhan sel tubuh dan mempunyai daya peremajaan pada semua fungsi tubuh. Mencit yang digunakan dalam fase lepas sapih, karena peneliti terdahulu telah melakukan pada mencit pada fase bunting. Penelitian ini bermanfaat nantinya dapat diaplikasikan pada ternak besar. Penelitian tentang penggunaan bawang putih dalam ransum mencit ini dilaksanakan sejak bulan Juni sampai September 2006. Persiapan skripsi telah dilakukan sejak akhir bulan Juni 2006, diawali dengan mengumpulkan literatur baik tentang bawang putih maupun mencit. Penelitian ini dilakukan selama dua bulan, sejak Juli sampai dengan September 2006, dan penulisan skripsi dimulai sejak bulan Agustus 2006 sampai Januari 2007. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini, tetapi Penulis berharap skripsi ini dapat memberi informasi baru dalam dunia peternakan. Bogor, Januari 2007
Penulis
vii
DAFTAR ISI Halaman LEMBAR SAMPUL DALAM ........................................................................
i
RINGKASAN ..................................................................................................
ii
ABSTRACT.....................................................................................................
iii
LEMBAR PERNYATAAN .............................................................................
iv
LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................
v
RIWAYAT HIDUP .........................................................................................
vi
KATA PENGANTAR .................................................................................... vii DAFTAR ISI.................................................................................................... viii DAFTAR TABEL............................................................................................
x
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................
xi
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................... xii PENDAHULUAN Latar Belakang.................................................................................... Perumusan Masalah ............................................................................ Tujuan ................................................................................................ Manfaat ..............................................................................................
1 2 2 2
TINJAUAN PUSTAKA Mencit (Mus musculus) ...................................................................... 3 Taksonomi .............................................................................. 3 Sifat Biologis .......................................................................... 4 Bawang Putih...................................................................................... 5 Sejarah dan Botani Bawang Putih .......................................... 5 Sifat Fisik dan Kimia Bawang Putih ...................................... 6 Manfaat Bawang Putih ........................................................... 7 Sifat Produksi Mencit ......................................................................... 8 Ransum Mencit ...................................................................... 8 Kebutuhan Pakan dan Minum Mencit.................................... 9 Pertambahan Bobot Badan ..................................................... 10 Konversi Ransum ................................................................... 10 Kadar Air Feses ...................................................................... 11 Kadar Protein Feses................................................................ 11 METODE Waktu dan Lokasi ............................................................................... Materi ................................................................................................ Hewan Penelitian................................................................... Kandang dan Peralatan .......................................................... Pakan dan Air Minum ...........................................................
12 12 12 12 13
viii
Rancangan ......................................................................................... Perlakuan .............................................................................. Model Percobaan ................................................................... Peubah yang Diamati ........................................................... Prosedur.................................................................................
13 13 13 14 15
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum .................................................................................. Kondisi Lingkungan ........................................................................... Ransum Penelitian .............................................................................. Konsumsi Ransum .............................................................................. Konsumsi Air Minum ......................................................................... Pertumbuhan ...................................................................................... Konversi Ransum ............................................................................... Kadar Air Feses Kering Udara ........................................................... Kadar Protein Feses ............................................................................ Sifat Kualitatif Mencit ........................................................................
17 17 17 18 20 21 24 26 27 27
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ......................................................................................... Saran ..................................................................................................
29 29
UCAPAN TERIMAKASIH ............................................................................
30
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................
31
LAMPIRAN.....................................................................................................
34
ix
DAFTAR TABEL Nomor
halaman
1. Sifat Biologis Mencit (Mus musculus) ................................................... 4 2. Kadar Nutrisi Umbi dan Daun Bawang Putih ........................................ 7 3. Hasil Analisa Proksimat Ransum Penelitian .......................................... 18 4. Rataan Konsumsi Ransum Mencit Selama Penelitian ........................... 19 5. Rataan Konsumsi Air Minum Mencit Selama Penelitian ...................... 21 6. Rataan Pertambahan Bobot Badan Mencit Selama Penelitian ............... 23 7. Rataan Konversi Ransum Mencit Selama Penelitian ............................. 25 8. Rataan Persentase Kadar Air Feses Kering Udara Mencit..................... 26 9. Nilai Kadar Protein Feses Mencit Penelitian ......................................... 28
x
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. Mencit Putih (Mus musculus) ................................................................. 3 2. Bawang Putih (Allium sativum) .............................................................. 6 3. Kandang Mencit Penelitian ..................................................................... 12 4. Rataan Konsumsi Ransum Mencit Jantan dan Betina Selama Penelitian ................................................................................................. 20 5. Rataan Bobot Badan Mencit Jantan dan Betina Selama Penelitian ........ 22 6. Rataan Pertambahan Bobot Badan Mencit Jantan dan Betina Selama Penelitian ................................................................................................. 24 7. Rataan Konversi Ransum Mencit Jantan dan Betina Selama Penelitian ................................................................................................. 26
xi
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Suhu dan Kelembaban selama Penelitian .............................................. 35 2. Bobot Badan Awal Mencit ..................................................................... 36 3. Rataan Konsumsi Ransum Mencit ......................................................... 36 4. Analisa Ragam Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Ransum.................................................................................................. 37 5. Rataan Konsumsi Air Minum Mencit .................................................... 37 6. Analisa Ragam Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Air Minum.............................................................................................. 37 7. Uji Tukey Terhadap Konsumsi Ransum pada Jenis Kelamin dan Taraf Substitusi Bawang Putih yang Berbeda........................................ 37 8. Rataan Pertambahan Bobot Badan Mencit ............................................ 38 9. Analisa Ragam Pengaruh Perlakuan terhadap Pertambahan Bobot Badan ........................................................................................... 38 10. Hasil Penimbangan Bobot Badan Mencit ............................................... 38 11. Rataan Konversi Ransum Mencit ........................................................... 40 12. Analisa Ragam Pengaruh Perlakuan terhadap Konversi Ransum.................................................................................................... 40 13. Rataan Kadar Air Feses Kering Udara Mencit ....................................... 40 14. Analisa sRagam Pengaruh Perlakuan terhadap Kadar Air Feses Kering Udara........................................................................................... 40 15. Uji Tukey terhadap Konsumsi Ransum pada Jenis Kelamin dan Taraf Substitusi Bawang Putih yang Berbeda ........................................ 41 16. Kandungan Protein Feses Mencit ........................................................... 41 17. Kandungan Nutrisi CP 512 ..................................................................... 41 18. Harga Ransum Penelitian........................................................................ 41
xii
PENDAHULUAN Latar Belakang Berkembangnya ilmu teknologi di dunia menyebabkan meningkatnya penelitian-penelitian yang dilakukan oleh para peneliti. Pada umumnya para peneliti menggunakan hewan yang murah dan mudah didapat. Hewan yang dibutuhkan untuk penelitian di laboratorium ataupun sebagai hewan piaraan adalah hewan yang mempunyai karakteristik produksi cepat, mudah dipelihara dengan biaya murah. Meningkatnya permintaan akan hewan laboratorium menyebabkan keperluan pakan untuk hewan tersebut juga meningkat. Pakan yang diberikan dapat memberi pengaruh terhadap pertumbuhan hewan tersebut. Mencit (Mus musculus) adalah salah satu hewan yang banyak digunakan di laboratorium karena memiliki anatomi yang mirip dengan mamalia dan beberapa keunggulan dari mencit antara lain mudah dalam penanganan, siklus hidup pendek, pengadaan hewan ini tidak sulit dan dapat dipelihara dalam kandang yang terbuat dari bahan yang relatif lebih murah, meskipun hewan ini lebih rentan terhadap penyakit yang disebabkan oleh virus, kuman, jamur, dan parasit seperti tuberkolose dan cacingan. Bawang putih merupakan tanaman yang bermanfaat sebagai bumbu masakan dan obat berbagai macam penyakit, hal ini karena zat kimia yang terkandung didalamnya seperti protein, lemak, kalsium, fosfor, kalori, karbohidrat, serat kasar, air, vitamin B1, dan vitamin C. Bawang putih juga mengandung bahan kimia lain yang tergolong kedalam minyak atsiri yaitu allicin dan scordinin. Allicin dalam bawang putih mampu mengobati tuberkulose, difteri, cacingan dan gatal-gatal, dan juga berperan sebagai anti bakteri yang mampu menghambat pertumbuhan dan bahkan membunuh bakteri baik gram positif maupun gram negatif. Scordinin berperan dalam memberikan kekuatan dan pertumbuhan tubuh. Pengaruh scordinin pernah dicoba pada anak tikus dan hasilnya anak tikus yang disuntik maupun diberi scordinin ternyata lebih cepat dewasa dan bobot badannya lebih tinggi dibanding dengan anak tikus yang tidak diberi scordinin (Zhang, 2004). Selain itu bawang putih juga mengandung gurwitch rays (sinar gurwitch) yaitu radiasi mitogenetik yang merangsang pertumbuhan sel tubuh dan mempunyai daya peremajaan pada semua fungsi tubuh (Santoso, 1988). Menyadari fungsi dan khasiat
1
dari bawang putih pada anak tikus tersebut, maka perlu dilakukan kajian lebih lanjut peranan bawang putih terhadap produksi mencit (jantan dan betina). Perumusan Masalah 1. Masih rendahnya feed intake mencit yang menyebabkan pertumbuhan mencit tidak optimal. 2. Nutrisi pakan mencit yang belum memberikan hasil yang optimal, sehingga diperlukan feed additive yang dapat meningkatkan daya guna ransum. 3. Semakin meningkatnya permintaan mencit menuntut tersedianya pakan yang dapat meningkatkan performa mencit. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi dan mempelajari pengaruh substitusi bawang putih pada ransum dengan taraf 0,0; 2,5; 5,0 dan 7,5% terhadap produksi (konsumsi ransum, konsumsi air minum, pertambahan bobot badan, konversi ransum, kadar air feses kering udara, dan kadar protein feses) mencit (Mus musculus). Manfaat Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi para peternak agar dapat mempercepat laju pertumbuhan mencit dan meningkatkan efisiensi pakan ternak, atau bermanfaat juga bagi peneliti lain yang ingin memanfaatkan bawang putih yang ditambahkan dalam pakan terhadap penampilan produksi.
2
TINJAUAN PUSTAKA Mencit (Mus musculus) Taksonomi Menurut Arrington (1972), sistematika mencit (Mus musculus) berdasarkan taksonomi adalah sebagai berikut ; Kingdom
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Mamalia
Ordo
: Rodentia
Famili
: Muridae
Genus
: Mus
Spesies
: Mus musculus Nenek moyang mencit berasal dari mencit liar yang mempunyai warna bulu
agouti (abu-abu), sedangkan pada mencit laboratorium lainnya berwarna putih (Gambar 1). Mencit hidup dalam daerah yang cukup luas penyebarannya, mulai dari iklim dingin, sedang, maupun panas dan dapat hidup terus menerus dalam kandang atau secara bebas sebagai hewan liar (Malole dan Pramono, 1989).
Gambar 1. Mencit Putih (Mus musculus) Hewan percobaan adalah hewan yang digunakan dalam penelitian biologis maupun biomedis dan dipelihara secara intensif di laboratorium. Salah satu hewan laboratorium yang sering digunakan adalah mencit (Mus musculus) (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Mencit laboratorium digunakan untuk penelitian dalam bidang obat-obatan, genetik, diabetes mellitus, dan obesitas (Malole dan Pramono, 1989).
3
Mencit laboratorium mempunyai berat badan yang hampir sama dengan mencit liar. Saat ini terdapat berbagai warna bulu, galur, dan berat badan yang berbeda-beda setelah diternakkan secara selektif selama 80 tahun yang lalu (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Menurut Falconer (1981), mencit sebagai hewan percobaan sangat praktis untuk penelitian kuantitatif, karena sifatnya yang mudah berkembangbiak, selain itu mencit juga dapat digunakan sebagai hewan model untuk mempelajari seleksi terhadap sifat-sifat kuantitatif. Sifat Biologis Menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988), sifat-sifat biologis mencit dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Sifat Biologis Mencit (Mus musculus) Kriteria
Keterangan
Lama bunting
19-21 hari
Umur disapih
21 hari
Umur dewasa
35 hari
Umur dikawinkan
delapan minggu
Berat dewasa Jantan
20-40 g
Betina
18-35 g
Berat lahir
0,5-1,0 g
Barat sapih
18-20 g
Jumlah anak
rata-rata enam, dapat 15 ekor
Kecepatan tumbuh
1 g/hari
Siklus estrus
4-5 hari
Perkawinan
pada waktu estrus
Fertilitas
dua jam setelah kawin
Aktivitas
nokturnal (malam)
Sumber: Smith dan Mangkoewidjojo (1988)
Mencit termasuk kedalam golongan hewan omnivora, sehingga mencit dapat memakan semua jenis makanan. Mencit juga termasuk hewan nokturnal, yaitu aktivitas hidupnya (seperti aktivitas makan dan minum) lebih banyak terjadi pada sore dan malam hari (Inglis, 1980).
4
Kualitas makanan merupakan salah satu faktor lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap penampilan mencit, sehingga status makanan yang diberikan dalam percobaan biomedis mempunyai pengaruh nyata tehadap hasil paercobaan (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Mencit membutuhkan makanan berkadar protein diatas 14%, karena inilah kebutuhan zat makanan mencit dapat dipenuhi dari makanan ayam komersial yang kandungan proteinnya adalah 17% (Malole dan Pramono, 1989). Bawang Putih Sejarah dan Botani Bawang Putih Bawang putih diduga berasal dari Asia Tengah, diantaranya Cina dan Jepang, namun bawang putih sudah tergambar jelas di piramida Mesir sejak 2780-2100 SM dan di India digunakan sebagai bahan pengobatan hipertensi (Yamaguchi, 1983). Bawang putih menyebar keseluruh daerah di lautan Tengah dan oleh pedagang Cina dibawa ke Indonesia (Wibowo, 1988). Tanaman bawang putih termasuk kingdom Plantae, divisi Spermatophyta, sub divisi Angiospermae, kelas Monocotyledonae, ordo Lilliflorae, famili Lilieceae, genus Allium, spesies Allium sativum (Tjitrosoepomo, 1994). Bawang putih termasuk tanaman berumbi lapis yang terdiri dari beberapa siung (cloves) yang dilapisi kulit tipis dan liat, selain bawang putih tanaman berumbi lapis (bulb) meliputi ribuan jenis tanaman, tetapi yang dibudidayakan hanya sebagian kecil diantaranya : bawang merah (A. cepa), bawang bakung (A. fistulosum), dan bawang kucai (A. odorum) (Rismunandar, 1986). Bawang putih merupakan tanaman terna yang tumbuh tegak sampai setinggi 30-75 cm, mempunyai batang semu yang terbentuk dari pelepah-pelepah daun, daun mirip pita berbentuk pipih memanjang. Akar terdiri dari serabut-serabut kecil yang banyak (Thomas, 1989). Setiap umbi bawang terdiri dari sejumlah anak bawang (siung) yang setiap siungnya terbungkus kulit tipis berwarna putih, didalam siung terdapat tunas vegetatif yang terdiri dari bakal daun. Jenis bawang putih yang terdapat di Indonesia yaitu jenis Lumbu Hijau yang rata-rata 15 siung yang tidak beraturan (Gambar 2) dan jenis RRC yang susunan siungnya beraturan dengan jumlah siung rata-rata delapan siung dan ukuran relatif sama (Wibowo, 1988).
5
Gambar 2. Bawang Putih (Allium sativum) Sifat Fisik dan Kimia Bawang Putih Bawang putih merupakan tanaman yang berumbi lapis dan terdiri dari beberapa siung. Antara siung yang satu dengan yang lain dipisahkan oleh kulit tipis dan liat, sehingga membentuk satu kesatuan yang rapat. Akar bawang putih berbentuk serabut dengan panjang maksimum 10 cm. Akar yang tumbuh pada batang pokok redumenter (tidak sempurna) berfungsi sebagai alat penghisap makanan. Daun bawang putih panjang, pipih, dan tidak berlubang. Bentuk bunga bawang putih adalah majemuk bulat dan dapat membentuk biji. Biji tersebut tidak biasa digunakan untuk pembiakan (Santoso, 1988). Umbi bawang putih mengandung ikatan asam amino yang disebut alliin. Bila alliin mendapat pengaruh dari enzim allinase, alliin dapat berubah menjadi allicin. Allicin terdiri dari beberapa jenis sulfidas, dan yang paling banyak adalah allyl sulfida. Bila allicin bertemu dengan vit B1 maka akan membentuk ikatan allithiamine (Santoso, 1988). Brewster (1994), menyatakan bahwa prekursor bau bereaksi dibawah kontrol enzim allinase yang akan bekerja ketika jaringan segar dirusak, bersama-sama dengan itu dibebaskan asam sulfur, ammonia, dan piruvat. Enzim tersebut terdapat dalam vakuola, dan prekursor bau terdapat dalam sitoplasma. Aroma bawang putih disebabkan oleh sekelompok senyawa yang mengandung belerang. Senyawa yang dominan adalah allin (S-alil sisteinsulfoksida), yang sebenarnya tidak berbau sebelum terurai menjadi allicin (dialil sulfida) setelah jaringan rusak (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998). Sosok bawang putih yang tampak sederhana ternyata mengandung bermacam-macam zat kimia yang menimbulkan khasiat berguna bagi manusia. Umbi dan daun bawang putih yang dapat dimakan (edible portion) terdiri dari air, kalori, protein, lemak, karbohidrat, serat dan juga mengandung kalsium, fosfor, zat besi
6
(Wibowo,1988). Zat kimia dan komposisi dari umbi dan daun bawang putih dapat dilihat pada Tabel 2. Table 2. Kadar Nutrisi Bawang Putih Uraian
Komposisi (per 100 g)
Air (ml)
60,9%
Karbohidrat
27,4%
Protein
7%
Lemak
0,30%
Serat kasar
0,7%
Kalori
122,00 kal
Fosfor
79-109 mg
Kalsium
28 mg
Kalsium
26,00 mg
Besi
1,4-1,5 mg
Sumber : Wibowo (1988)
Manfaat Bawang Putih Manfaat utama bawang putih adalah sebagai bumbu penyedap masakan yang membuat masakan jadi beraroma dan mengandung selera. Secara tradisional berbagai bangsa didunia telah menggunakan bawang putih dalam beragam ramuan obat. Peneliti terdahulu menyatakan bahwa bawang putih memiliki kegunaan sebagai antimikroba yang sangat baik. Minyak hasil ekstraksi menggunakan alkohol pada bawang putih dapat melawan beberapa bakteri gram positif, bakteri gram negatif dan jamur (Rosa, 2004). Zat aktif dalam bawang putih berupa allicin merupakan komponen utama yang berperan memberi aroma bawang putih dan merupakan salah satu zat aktif yang diduga dapat membunuh kuman-kuman penyakit (besifat bakteri). Allicin berperan ganda membunuh bakteri, yaitu bakteri gram positif maupun bakteri gram negatif karena mempunyai gugus asam amino para amino benzoat (Tim Penulis Swadaya, 1997). Lebih lanjut Tim Penulis PS (1997) menjelaskan, bahwa selain allicin bawang putih juga mengandung zat aktif lain diantaranya adalah (1) scordinin berupa senyawa tioglisida yang berfungsi sebagai antioksidan; (2) selenium merupakan
7
mikromineral penting yang berfungsi sebagai antioksidan; (3) allithiamin merupakan senyawa hasil reaksi allicin dengan thiamin dan dapat bereaksi dengan sistein, fungsinya hampir sama dengan vit B1; (4) enzim germanium berperan mencegah kerusakan darah merah; (5) antiarthritic factor suatu zat pencegah rusaknya persendian. Santoso (1988), menyatakan bahwa bawang putih juga terkandung gurwitch rays (sinar gurwitch) yang merupakan radiasi mitogenetik yang merangsang pertumbuhan sel tubuh dan mempunyai daya peremajaan (rejuvenating effect) pada semua fungsi tubuh. Menurut Syamsuhidayat dan Hutapea (1991), kandungan kimia yang terdapat dalam umbi lapis bawang putih adalah saponin dan floponoida polifenol. Umbi lapis bawang putih mengandung 0,9% minyak atsiri yang terdiri dari dialil sulfida dan allil propil disulfida, dan juga mengandung glikosida allicin yang dapat terurai menjadi minyak atsiri dan fruktosa (Tjitrosoepomo, 1994). Wibowo (1988), menyatakan bahwa bawang putih berkhasiat sebagai penurun tekanan darah tinggi, obat asma, penghambat tumor, anti bakteri, anti jamur, menurunkan gula darah dan kolesterol. Bawang putih berkhasiat untuk memperbaiki keadaan hiperdilemia yaitu kenaikan kadar lipid dalam darah dan hiperglikemia yaitu peninggian kadar gula darah pada diabetes mellitus (Hie et al., 1991). Fillion (2004) menjelaskan bahwa, bawang putih dapat membantu meredakan stress, kecemasan, dan depresi, dengan efek yang lebih lembut. Hasil penelitian Qureshi et al. (1983), juga menunjukkan bahwa produk olahan bawang putih dapat menurunkan serum kolesterol terutama taraf LDLkolesterol dan trigliserida. Brewster (1994), melaporkan bahwa bawang putih dapat dimanfaatkan untuk mencegah dan mengobati atherosclerosis (penyempitan pembuluh darah), penyakit jantung koroner, diabetes mellitus, kanker dan asma. Sifat Produksi Mencit Ransum Mencit Ransum berfungsi sebagai penyedia bahan yang diperlukan untuk pertumbuhan, pergantian sel-sel yang sudah tua dan rusak serta pengaturan prosesproses tubuh. Ransum yang baik bukan berasal dari asal bahan makanan itu sendiri, tetapi berdasarkan pada komposisi dari bahan-bahan makanan yang penting untuk menyusun ransum tersebut.
8
Seekor mencit dewasa dapat mengkonsumsi pakan 3-5 g setiap hari (Smith dan Mangkoewidjojo, 1987). Mencit yang bunting dan menyusui memerlukan pakan yang lebih banyak. Jenis ransum yang dapat diberikan untuk mencit adalah ransum ayam komersial (NRC,1984). Kandungan protein ransum yang diberikan minimal 16%. Kebutuhan zat-zat makanan yang diperlukan untuk pemeliharaan mencit adalah protein kasar 20-25%, kadar lemak 10-12%, kadar pati 44-55%, kadar serat kasar maksimal 4% dan kadar abu 5-6% (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Air minum yang diperlukan oleh setiap ekor mencit untuk sehari berkisar antara 4-8 ml (Malole dan Promono, 1989). Kebutuhan Pakan dan Minum Mencit Reproduksi meningkatkan kebutuhan pakan, begitu pula sebaliknya persediaan pakan dapat mempengaruhi proses reproduksi. Menurut Tillman et al. (1989), saat kebuntingan induk memerlukan jumlah pakan tertentu untuk pemeliharaan dan pertumbuhan fetus. Anggorodi (1984), menyatakan bahwa defisiensi zat-zat makanan tertentu dapat menimbulkan kerusakan dan kegagalan dalam proses-proses reproduksi. McDonalds et al. (1995), berpendapat bahwa malnutrisi juga berpengaruh pada induk sebab makanan untuk fetus disediakan dari induk. Jika induk kekurangan nutrisi untuk anak, maka nutrisi tersebut akan dirombak dari tubuh induk karena fetus merupakan prioritas utama untuk penyaluran zat-zat makanan. Keadaan itu berakibat pada induk yang semakin merana dan bila terus menerus terjadi, maka kebutuhan nutrisi anakpun akan kurang tercukupi. Malole dan Pramono (1989), menyatakan bahwa seekor mencit dewasa dapat mengkonsumsi pakan 15 g/100 g bobot badan/hari, sedangkan mencit membutuhkan makanan berkadar protein lebih dari 14%. Pakan yang biasa diberikan adalah pakan ayam. Fox
et al. (1984), berpendapat bahwa konsumsi pakan mencit berumur
delapan mingu 5 g/ekor. Berbeda dengan pendapat Smith dan Mangkoewidjojo (1988) yang menyatakan bahwa setiap hari, mencit mengkonsumsi 3-5 g pakan dan jika mencit dalam keadaan bunting atau laktasi, maka selera makannya meningkat. National Research Council (1984), menyebutkan bahwa komposisi alami pakan yang biasa diberikan pada mencit yang dipelihara untuk percobaan dan reproduksi mengandung 20-24% protein kasar dan 5% lemak. Jika konsentrasi energi yang termetabolisme di bawah yang dibutuhkan mencit untuk pertumbuhan dan
9
reproduksi, maka mengganti karbohidrat dengan lemak akan meningkatkan konsentrasi energi yang termetabolisme. National Research Council (1978), juga menyebutkan bahwa sebagian besar pakan untuk mencit mengandung 5% lemak. Air minum untuk dikonsumsi harus selalu tersedia dan bersih. Air minum yang diperlukan untuk seekor mencit tiap hari berkisar antara 4-8 ml (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988; Malole dan Pramono, 1989). Seekor mencit mudah sekali kehilangan air sebab evaporasi tubuhnya yang tinggi. Konsumsi air minum yang cukup akan digunakan untuk menjaga stabilitas suhu tubuh dan untuk melumasi pakan yang dicerna (Fox et al., 1984). Pertambahan Bobot Badan Pertumbuhan merupakan pertambahan berat badan dalam jaringanjaringan tubuh seperti otak, jantung, tulang, urat daging dan semua jaringan lainnya (Anggorodi, 1984). Menurut Tilman et al. (1989), kecepatan pertumbuhan dapat dinyatakan dengan melakukan penimbangan berulang setiap hari, minggu dan atau bulan. Laju pertumbuhan mencit tertinggi dicapai pada umur 29 hari pada jantan dan betina masing-masing sebesar 0,55 dan 0,50 g/hari (Sudono, 1981), sedangkan menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988), kecepatan tumbuh rata-rata mencit adalah 1 g/hari. Laju pertumbuhan hewan dipengaruhi oleh spesies, individu, jenis kelamin, umur hewan, pemberian ransum yang cukup dan jumlah ransum yang dikonsumsi (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Pertambahan bobot badan ditunjukkan melalui meningkatnya perubahan zatzat nutrisi yang terdapat dalam ransum menjadi daging. Pertambahan bobot badan dapat digunakan sebagai kriteria untuk mengukur pertumbuhan. Pertumbuhan dapat didefinisikan sebagai proses yang sangat kompleks, meliputi pertambahan bobot hidup dan pertumbuhan semua bagian tubuh secara merata dan serentak (Maynard et al., 1979). Konversi Ransum Menurut Rasyaf (1999), konversi ransum adalah perbandingan jumlah konsumsi pada periode tertentu dengan produksi yang dicapai pada periode tersebut. Konversi ransum merupakan hubungan antara jumlah ransum yang dibutuhkan ternak untuk menghasilkan satu satuan nilai produksi dan konversi ransum dapat
10
mencapai dan mempunyai derajat yang tinggi untuk memproduksi daging dan telur apabila menggunakan bahan makanan yang bernilai nutrisi tinggi (Wahju, 1997). Nilai konversi ransum biasanya digunakan untuk menentukan tingkat penggunaan makanan oleh ternak untuk memproduksi daging. Nilai konversi ransum dapat menentukan keefisienan seekor ternak menggunakan makanannya untuk berproduksi (Kasim, 2002). Efisiensi penggunaan ransum diukur dari konsumsi ransum atas bobot hidup ternak. Menurut North dan Bell (1990), konversi pakan adalah jumlah pakan yang dibutuhkan untuk menghasilkan satu unit pertambahan bobot badan, semakin besar dan tua ternak maka nilai konversi semakin tinggi, makin tinggi nilai konversi memberikan indikasi bahwa ternak tidak efisien dalam penggunaan ransum. Faktor utama yang mempengaruhi konversi ransum adalah temperatur, kualitas pakan dan air, pengafkiran, penyakit, manajemen pemeliharaan, dan juga faktor pemberian pakan, penerangan dan faktor sosial (Anggoridi, 1984). Kadar Air Feses Kadar air feses erat kaitannya dengan proses kehilangan air dalam tubuh. Kehilangan air dari dalam tubuh dapat diakibatkan karena ekskresi melalui usus, ginjal, paru-paru dan kulit (Rasyaf, 1999). Pengamatan kadar air feses dilakukan untuk melihat efektivitas penyerapan air dalam saluran pencernaan. Semakin efektif penyerapan air, kadar air feses akan semakin rendah. Rendahnya kadar air feses akan menyebabkan laju digesta lebih lambat mengalir, sehingga penyerapan zat makanan dapat lebih baik (Hartini, 2000). Kadar Protein Feses Efektivitas suatu makanan dapat dilihat dari besarnya protein yang diserap oleh tubuh (retensi protein), semakin sedikit tingkat penyerapanya maka tingkat protein yang terbuang akan semakin tinggi. Kadar protein feses erat kaitannya dengan kadar air dalam tubuh, semakin tinggi jumlah protein dalam ransum akan mempertinggi kebutuhan air pada ternak, sehingga dapat mengakibatkan sebagian protein akan terbuang melalui kotoran maupun urin (Anggorodi, 1979).
11
METODE Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 1 Juli sampai 3 September 2006, di Laboratorium Lapang (kandang C), Bagian Non-Ruminansia dan Satwa Harapan (NRSH), Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Materi Hewan Penelitian Hewan yang digunakan adalah 48 ekor mencit putih (Mus musculus) umur 24 hari masing-masing terdiri dari 24 ekor jantan dan 24 ekor betina masing-masing dengan bobot awal antara 19,60 – 25,90 g/ekor, dan rataan 23,72±1,16 pada mencit jantan, dan 20,80±0,90 pada mencit betina. Kandang dan Peralatan Kandang yang digunakan adalah 24 buah kandang individu berukuran 35x15x25 cm3. Kandang terbuat dari plastik dan diberi tutup kawat ram berukuran 1x1 cm. Setiap kandang individu dilengkapi sebuah tempat minum yang terbuat dari botol minuman. Peralatan yang digunakan antara lain adalah timbangan digital dengan kapasitas 200 g, timbangan dengan kapasitas 2 kg, kandang plastik, ember, koran, pisau, sikat botol, gunting kawat, dan alat tulis. Ruangan yang akan digunakan adalah kandang C dengan perkiraan suhu ruang 27ºC, dan penerangan yang berasal dari jendela pada siang hari. Gambar 3 memperlihatkan kandang yang digunakan.
Gambar 3. Kandang Mencit Penelitian
12
Pakan dan Air Minum Ransum yang digunakan dalam penelitian ini adalah ransum ayam komersial yang mengandung protein 19-21%, lemak 5%, kadar air 13%, serat kasar 5%, abu 7%, kalsium 0,9%, dan fosfor 0,6%. Ransum diberikan dalam bentuk crumble. Pakan diberikan pada pagi hari sekitar jam 09.00-10.00 WIB. Air minum diberikan sebanyak 150 cc dan diganti dua hari sekali untuk mengetahui jumlah konsumsi air minumnya. Rancangan Perlakuan Perlakuan yang diberikan terdiri dari dua faktor yaitu; faktor pertama adalah taraf substitusi bawang putih dalam ransum (0,0; 2,5; 5,0 dan 7,5%) dan faktor kedua adalah perbedaan jenis kelamin (jantan dan betina), dengan demikian terdapat delapan perlakuan (J0; J2,5; J5; J7,5; B0; B2,5; B5 dan B7,5) masing-masing dengan tiga ulangan, dan tiap ulangan terdapat dua ekor mencit dengan jenis kelamin yang sama sebagai satu satuan unit percobaan. Model Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial 4x2 dengan 3 ulangan. Faktor pertama adalah penggunaan bawang putih dengan empat taraf yang berbeda yaitu 0,0; 2,5; 5,0 dan 7,5%. Faktor kedua adalah perbedaan jenis kelamin mencit yaitu jantan dan betina. Model matematika yang digunakan adalah (Steel dan Torrie, 1993) : Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + εijk Keterangan : Yijk
:
Nilai peubah yang diamati pada ulangan ke-k dari taraf bawang putih ke-i dan jenis kelamin ke-j
µ
: Rataan umum perlakuan
αi
: Pengaruh taraf bawang putih (0,0; 2,5; 5,0 dan 7,5%)
βj
: Pengaruh jenis kelamin
(αβ)ij
: Interaksi antara taraf penambahan bawang putih dengan jenis kelamin
εijk
:
Galat percobaan pada ulangan ke-k dan taraf bawang putih ke-i dan jenis kelamin
ke-j
13
Data yang diperoleh dianalisa dengan analisa sidik ragam (ANOVA), jika perlakuan berpengaruh nyata terhadap peubah yang diukur maka akan dilanjutkan dengan uji lanjut Tukey untuk mengetahui perbedaan diantara perlakuan tersebut (Steel dan Torrie, 1993). Peubah yang Diamati o
Konsumsi Ransum Harian Kansumsi ransum (g/ekor/hari) diperoleh dari selisih antara jumlah pakan yang diberikan dan jumlah pakan yang tersisa (di tempat pakan dan di sekam) berdasarkan bahan kering. (Awal – Sisa) x BK Konsumsi Ransum (g/ekor/hari) = (Σ Hari) x (Σ Mencit) Keterngan : Awal : Berat total ransum yang diberikan Sisa : Berat sisa ransum yang tertinggal BK : Bahan kering
o
Pertambahan Bobot Badan (PBB) Pertambahan bobot badan (g/hari/ekor) tiap 10 hari diperoleh dari hasil penimbangan mencit sepuluh hari sekali pada saat penggantian litter. Pertambahan bobot badan merupakan selisih antara bobot badan pada sepuluh hari penimbangan dengan bobot awal sepuluh hari sebelumnya. BB 10 hari – BB 10 hari sebelumnya PBB = (Σ Hari) x (Σ Mencit) Keterngan : PBB : Pertambahan bobot badan BB 10 hari : Bobot badan dalam 10 hari BB 10 hari sebelumnya : Bobot badan sebelum 10 hari penimbangan
o
Konversi Ransum Konversi ransum dihitung berdasarkan perbandingan antara ransum yang dikonsumsi dengan pertambahan bobot badan dalam satuan waktu yang sama.
14
KR (gr/ekor/hari) Konversi Ransum = PBB (gr/ekor/hari) Keterangan : KR : Konsumsi Ransum PBB : Pertambahan Bobot Badan o
Konsumsi Air Minum Konsumsi air minum (cc/ekor) dihitung dari selisih antara air yang diberikan setiap hari dengan jumlah sisa air setiap hari selama penelitian. Awal - Sisa Konversi Air Minum = (Σ Hari) x (Σ Mencit) Keterangan : Awal : Jumlah total air yang diberikan Sisa : Sisa air yang tertinggal
o
Kadar Air Feses Kadar air feses diperoleh dengan pengambilan sampel feses setiap ulangan dari tiap perlakuan, kemudian dijemur selama tiga hari dibawah sinar matahari. Kadar air kering udara feses diperoleh dari selisih antara berat awal dengan berat kering matahari dikali 100%. BA - BK KAF =
x 100%
BA Keterangan : KAF : Kadar Air Feses BA : Berat Awal BK : Berat Kering o
Kadar Protein Feses Kadar protein feses diperoleh dari pengambilan sampel feses setiap ulangan dari perlakuan dan dijadikan satu setiap perlakuan. Sampel tersebut kemudian dianalisa di laboratorium untuk mendapatkan nilai kadar protein. Prosedur Mencit lepas sapih umur 21-24 hari diadaptasikan terlebih dahulu terhadap
lingkungan dan ransum perlakuan. Pengambilan data dilakukan setelah lima hari masa adaptasi. Mencit yang digunakan dalam penelitian ini ditimbang untuk mendapat rataan bobot awalnya, kemudian ditempatkan secara acak kedalam
15
kandang-kandang koloni berdasarkan jenis kelamin dan ransum yang diberikan. Jumlah populasi mencit masing-masing 24 ekor jantan dan 24 ekor betina, dengan penempatan dua ekor mencit berjenis kelamin sama per kandang. Mencit mendapat empat perlakuan dengan tiga ulangan, masing-masing ulangan terdapat dua ekor mencit dengan jenis kelamin yang sama sebagai satu satuan unit percobaan. Pemeliharaan mencit lepas sapih tersebut berlangsung selama dua bulan. Perlakuan yang diberikan adalah empat jenis ransum dengan taraf bawang putih yang berbeda pada mencit jantan dan betina. Ransum yang diberikan melebihi kebutuhannya yaitu 7,5 g/ekor/hari, sedangkan kebutuhannya diperkirakan berkisar antara 3-5 g/ekor/hari (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Pemberian ransum dilakukan setiap hari dengan waktu pemberian antara 09.00-10.00 WIB. Air minum diberikan dua hari sekali dalam jumlah 150 ml/kandang. Pengambilan data dilakukan setiap 10 hari sekali. Sisa pakan didapat dengan menimbang terlebih dahulu total baki yang telah diisi dengan sekam, feses, dan sisa pakan. Feses didalam baki kemudian dipisahkan dengan cara diayak, kemudian ditimbang. Hasil penimbangan total baki kemudian dikurangi dengan berat feses, berat total pakan selama 10 hari, dan berat feses, sehingga didapat sisa pakan. Sisa pakan digunakan untuk menghitung jumlah konsumsi ransum mencit. Pengambilan data untuk kadar air feses dilakukan dengan cara pengambilan feses setiap ulangan dari perlakuan dan dijemur selama tiga hari dibawah sinar matahari, selisih antara berat sebelum dijemur dengan setelah dijemur dijadikan data untuk kadar air feses. Feses dikomposit dari setiap ulangan menjadi satu setiap perlakuan untuk dilakukan analisa proksimat untuk mendapatkan nilai kadar protein feses.
16
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Laboratorium Lapang, Bagian Non Ruminansia dan Satwa Harapan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor terletak di Kecamatan Darmaga, Kotamadya Bogor.
Laboratorium
ini
merupakan
kandang
yang
digunakan
untuk
mengembangkan hewan yang biasa digunakan sebagai hewan percobaan, seperti tikus, mencit, dan cacing tanah. Jumlah mencit yang dipelihara sekitar 2000 ekor, yang terdiri dari 1000 ekor jantan dan 1000 ekor betina. Jumlah jantan dewasa 800 ekor, betina dewasa 800 ekor, dan mencit lepas sapih sekitar 400 ekor. Laboratorium Lapang ini terdiri dari beberapa ruangan, yaitu ruangan tempat kandang mencit dan tikus, kandang babi yang sudah beralih fungsi menjadi tempat pengolahan limbah, gudang, dan ruang operator kandang. Laboratorium Lapang ini juga dikelilingi oleh lahan pertanian terpadu, dengan tanaman seperti jagung, bayam, pepaya, singkong dan nenas. Bangunan kandang mencit tempat penelitian terdapat 12 rak kandang dimana setiap rak terdiri dari tiga tingkat, dan setiap tingkatnya dapat digunakan untuk 24 buah baki plastik tempat dipeliharanya mencit atau tikus. Kondisi kandang selalu bersih, karena setiap hari dibersihkan oleh dua orang operator kandang. Setiap kandang diberikan sekam untuk mengurangi pencemaran amonia dan sekam tersebut diganti setiap sepuluh hari sekali. Kondisi Lingkungan Rataan suhu selama penelitian adalah 23,37°C (pagi hari), 32,59°C (siang hari), dan 30,60°C (sore hari). Rataan kelembaban udara selama penelitian adalah 81,33% (pagi hari), 74,14% (siang hari), dan 75,18% (sore hari), dengan demikian kisaran suhu dan kelembaban udara selama penelitian masing-masing adalah 23,3732,59°C dan 74,14-81,33%. Suhu dan kelembaban udara tersebut lebih tinggi daripada yang ideal untuk pertumbuhan mencit yaitu 21,29°C dan 30-70% (Malole dan Pramono, 1989). Suhu dan kelembaban udara yang berfluktuasi dilingkungan selama penelitian disajikan pada Lampiran 1. Ransum Penelitian Ransum yang digunakan adalah ransum komersial ayam broiler periode starter. Hasil analisa proksimat ransum penelitian disajikan pada Tabel 3.
17
Tabel 3. Hasil Analisa Proksimat Ransum Penelitian Zat Makanan
Ransum
Bahan Kering
Protein Kasar
Lemak
------------------------- (%) ---------------------Ransum 100% +Bawang Putih 0,0% (R0)
88,14
18,66
5,76
Ransum 97,5% + Bawang Putih 2,5% (R1)
87,33
18,50
6,28
Ransum 95% + Bawang Putih 5,0% (R2)
86,58
18,29
6,61
Ransum 92,5% + Bawang Putih 7,5% (R3)
89,19
17,83
7,19
Rataan
87,81
18,32
6,46
Sumber : Hasil Analisa Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, 2006
Hasil analisa proksimat pada Tabel 3 menunjukkan, bahwa komposisi ransum tidak terlalu berubah dengan peningkatan substitusi ransum oleh bawang putih. Namun demikian, peningkatan substitusi bawang putih menyebabkan bahan kering cenderung menurun kecuali R3, karena dengan substitusi bawang putih yang terlalu tinggi menyebabkan bahan kering pada ransum meningkat. Protein kasar ransum turun dengan meningkatnya taraf substitusi bawang putih, karena protein yang tinggi pada pakan tidak tergantikan oleh protein pada bawang putih yang hanya 7% dari kandungan nutrisinya (Tabel 2). Bertolak belakang dengan protein, lemak dalam ransum meningkat dengan meningkatnya substitusi bawang putih karena banyaknya lemak (dalam bentuk minyak atsiri) pada bawang putih menyebabkan lemak pakan yang digantikan bawang putih menjadi meningkat. Kandungan nutrisi ransum penelitian sudah mencukupi kebutuhan mencit. Smith dan Mangkoewidjojo (1988), menyatakan bahwa seekor mencit lepas sapih sampai dewasa mengkonsumsi ransum dengan kandungan protein 17%, lemak 5%, dan pati 45-50%. Konsumsi Ransum Rataan konsumsi ransum berkisar antara 3,76-4,79 g/ekor/hari dengan rataan umum 3,91 g/ekor/hari (Tabel 4), konsumsi ini masih normal sesuai dengan pendapat Smith dan Mangkoewidjojo (1988), bahwa seekor mencit mengkonsumsi ransum berkisar antara 3-5 g/ekor/hari. Dasril (2006), menjelaskan bahwa mencit dapat mengkonsumsi ransum sebanyak 3-6 g/ekor/hari.
18
Tabel 4. Rataan Konsumsi Ransum Mencit Selama Penelitian Jenis Kelamin Jantan (J)
Taraf Bawan Putih Rataan 0,0% (R0) 2,5% (R1) 5,0% (R2) 7,5% (R3) ---------------------------------------- (g/ekor/hari) ---------------------------------------4,79 ± 0,10 4,42 ± 0,18 4,45 ± 0,15 4,46 ± 0,23 4,53 ± 0,16A
Betina (B)
3,80 ± 0,06
3,76 ± 0,14
3,90 ± 0,31
3,83 ± 0,18
3,82 ± 0,17B
Rataan
4,28 ± 0,08
4,09 ± 0,16
4,17 ± 0,23
4,14 ± 0,21
3,91 ± 0,17
Keterangan : Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan konsumsi ransum yang berbeda sangat nyata (P<0,01) Koefisien Keragaman (KK) = 4,33%
Taraf substitusi bawang putih dalam ransum tidak berpengaruh nyata terhadap rataan konsumsi ransum pada mencit umur 24-84 hari. Namun, konsumsi ransum cenderung menurun dengan penggunaan bawang putih yang semakin meningkat dalam ransum. Hal ini disebabkan kandungan nutrisi berupa allicin yang terbentuk ketika jaringan bawang putih rusak menguap sewaktu dijadikan tepung, allicin bersifat atsiri sehingga dapat hilang ketika dijemur (Wibowo, 1988). Tepung bawang putih memiliki rasa sedikit pedas, namun sampai taraf substitusi 7,5% belum mempengaruhi konsumsi. Berbeda dengan taraf substitusi bawang putih dalam ransum, jenis kelamin berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap konsumsi ransum. Hasil ini didukung oleh Anggorodi (1984), yang menyatakan bahwa tingkatan konsumsi ransum hewan juga dipengaruhi oleh jenis kelamin, dimana mencit jantan lebih banyak mengkonsumsi pakan jika dibanding dengan betina. Hasil uji lanjut menunjukkan bahwa rataan konsumsi ransum pada mencit jantan (4,53 g/ekor/hari) sangat nyata (P<0,01) lebih tinggi daripada betina (3,82 g/ekor/hari), karena mencit jantan lebih banyak melakukan aktivitas daripada betina sehingga memerlukan energi banyak yang bisa didapat dari makanan dan tingginya tingkat konsumsi ransum dari mencit jantan juga disebabkan pertumbuhannya yang cepat. Taraf substitusi bawang putih dengan pakan tidak berinteraksi dengan jenis kelamin dalam mempengaruhi konsumsi ransum. Konsumsi ransum baik jantan maupun betina selama penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.
19
Konsumsi Ransum (g/ekor/hari)
6.5 6 5.5 5 4.5 4 3.5 3 34
44
54
64
74
84
Umur Mencit jantan 0,0%
betina 0,0%
jantan 2,5%
betina 2,5%
jantan5,0%
betina 5,0%
jantan 7,5%
betina 7,5%
Gambar 4. Rataan Konsumsi Ransum Mencit Jantan dan Betina Selama Penelitian Gambar 4 memperlihatkan taraf substitusi bawang putih dalam ransum dan responnya terhadap konsumsi ransum baik pada mencit jantan maupun betina hampir sama, kecuali pada hari ke-30 penelitian atau saat umur mencit sudah mencapai 54 hari, yang merupakan umur siap kawin pada mencit jantan maupun betina. Mencit jantan pada fase siap kawin lebih agresif apalagi jika digabungkan dengan jantan lain. Sebalikya mencit betina pada fase menjelang kawin lebih tenang (Nalbandov, 1990), sehingga tingkah laku yang agresif ini menyebabkan jantan membutuhkan banyak pakan daripada betina. Konsumsi Air Minum Rataan konsumsi air minum mencit dalam penelitian ini adalah 5,51-6,77 ml/ekor/hari seperti yang tampak pada Tabel 5 masih berada dalam kisaran normal 48 ml/ekor/hari (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Konsumsi air minum sangat nyata (P<0,01) dipengaruhi oleh jenis kelamin dan terjadi interaksi antara taraf substitusi bawang putih dan jenis kelamin (P<0,05), namun taraf substitusi tidak berpengaruh nyata. Rataan konsumsi air minum cenderung menurun dengan meningkatnya taraf penggunaan bawang putih dalam ransum, ini disebabkan karena palatabilitas pakan rendah sehingga air tidak begitu dibutuhkan untuk melumasi pakan yang dicerna (Fox et al., 1984).
20
Tabel 5. Rataan Konsumsi Air Minum Mencit Selama Penelitian Jenis Kelamin Jantan ( J)
0,0% (R0)
Taraf Bawang Putih 2,5% (R1) 5,0% (R2)
7,5% (R3)
Rataan
------------------------------------------ (ml/ekor/hari) ---------------------------------------6,53 ± 0,14ab 6,12 ± 0,09abc 6,77 ± 0,29a 5,89 ±0,33bc 6,33 ± 0,21A
Betina (B)
5,74 ± 0,43c
5,63 ± 0,65c
5,51 ± 0,28c
5,97 ± 0,09bc
5,63 ± 0,36B
Rataan
6,14 ± 0,28
6,07 ± 0,37
6,14 ± 0,28
5,93 ± 0,21
5,98 ± 0,29
Keterangan : Superskrip huruf besar dan kecil yang berbeda pada baris dan kolom yang sama masingmasing sangat berbeda nyata (P<0,01) dan berbeda nyata (P<0,05) Koefisien Keragaman (KK) = 4,09%
Tabel 5 menunjukkan bahwa konsumsi air minum tidak dipengaruhi oleh perlakuan taraf substitusi bawang putih dalam ransum namun sangat nyata (P<0,01) dipengaruhi oleh jenis kelamin dan terjadi interaksi antara kedua faktor tersebut. Mencit jantan (6,33 ml/ekor/hari) pada semua taraf substitusi bawang putih sangat nyata (P<0,01) lebih tinggi daripada betina (5,63 ml/ekor/hari). Hal ini disebabkan oleh konsumsi pakan mencit jantan yang tinggi sehingga mencit jantan memerlukan banyak air untuk mencerna pakan yang berupa tepung tersebut, sesuai dengan pernyataan Fox et al. (1984), bahwa konsumsi air minum yang cukup akan digunakan untuk menjaga stabilitas suhu tubuh dan melumasi pakan yang dicerna. Interaksi yang terjadi menunjukkan bahwa konsumsi air tertinggi terdapat pada mencit jantan dengan taraf substitusi bawang putih 5% (JR2) sebesar 6,77 ml/ekor/hari. Secara umum konsumsi air minum mencit jantan dengan taraf substitusi bawang putih dalam ransum 5% ini berbeda dengan mencit betina pada taraf substitusi bawang putih dalam ransum 0; 2,5; dan 5% namun tidak berbeda pada 0 dan 2,5% pada mencit jantan. Hal ini disebabkan aktivitas mencit jantan yang lebih banyak dan konsumsi pakan yang tinggi. Namun peningkatan konsumsi air minum mencit betina pada taraf substitusi bawang putih dalam ransum 7,5% mungkin disebabkan oleh rasa pedas pada pakan. Pertumbuhan Pertumbuhan merupakan suatu perubahan yang meliputi peningkatan ukuran sel-sel tubuh, mencakup tiga komponen utama yaitu peningkatan berat otot, ukuran skeleton, dan jaringan lemak tubuh (Rose, 1997). Menurut Gono (1987), pertumbuhan setelah penyapihan dipengaruhi oleh faktor kandungan gizi ransum, jenis kelamin, umur, berat sapih, dan lingkungan. Pertumbuhan dapat terhambat
21
karena kekurangan konsumsi protein, sedangkan kelebihan konsumsi protein oleh tubuh dijadikan sebagai sumber energi dalam keadaan kekurangan karbohidrat dan lemak. Bobot badan awal mencit sebesar 19,60-25,90 g/ekor dan sampai akhir penelitian mencapai 26,24-35.89 g/ekor. Gambar 5 memperlihatkan bobot badan
B o b o t B a d a n (g /e k o r )
mencit jantan dan betina selama penelitian.
38 36 34 32 30 28 26 24 22 20 34
44
54 64 Umur Mencit
74
jantan 0%
betina 0%
jantan 2.5%
betina 2.5%
jantan 5%
betina 5%
jantan 7.5%
betina 7.5%
84
Gambar 5. Rataan Bobot Badan Mencit Jantan dan Betina Selama Penelitian Gambar 5 menunjukkan, secara umum bobot badan mencit selama penelitian semakin meningkat dengan semakin bertambahnya umur. Mencit jantan secara keseluruhan bobot badannya lebih tinggi daripada betina. Mencit jantan dengan ransum 0,0 sampai 7,5% bawang putih dari awal penimbangan (0-10 hari) sampai penimbangan keenam (50-60 hari) mengalami peningkatan. Penimbangan keenam (50-60 hari) bobot badan tertinggi mencit jantan terdapat pada taraf bawang putih 0,0% (R0) dan terendah taraf 7,5% (R3) masing-masing 35,89 dan 32,67 g/ekor. Bobot badan mencit betina juga mengalami peningkatan pada semua taraf perlakuan (0,0-7,5%) sejak penimbangan awal sampai penimbangan keenam. Penimbangan keenam (50-60 hari) bobot badan tertinggi mencit betina yaitu pada taraf 2,5% (R1) dan terendah taraf 7,5% (R3) masing-masing 27,03 dan 26,24 g/ekor.
22
Sama seperti bobot badan, rataan pertambahan bobot badan (PBB) jantan (0,18 g/ekor/hari) sangat nyata (P<0,01) lebih tinggi daripada betina (0,09 g/ekor/hari), seperti yang terlihat pada Tabel 6. Tabel 6. Rataan Pertambahan Bobot Badan Mencit Selama Penelitian Jenis Kelamin
0,0% (R0)
Taraf Bawng Putih 2,5% (R1) 5,0% (R2)
7,5% (R3)
Rataan
---------------------------------------- (g/ekor/hari) ----------------------------------------Jantan (J)
0,20 ± 0,05
0,18 ± 0,051
0,18 ± 0,03
0,17 ± 0,04
0,18 ± 0,04A
Betina (B)
0,10 ± 0,02
0,10 ± 0,03
0,09 ± 0,03
0,09 ± 0,01
0,09 ± 0,02B
Rataan
0,15 ± 0,04
0,14 ± 0,039
0,13 ± 0,03
0,13 ± 0,02
0,14 ± 0,03
Keterangan : Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda sangat nyata (P<0,01) Koefisien Keragaman (KK) = 24,32%
Berdasarkan Tabel 6, PBB tidak dipengaruhi oleh taraf substitusi pakan, namun sangat nyata (P<0,01) dipengaruhi oleh jenis kelamin dan tidak terjadi interaksi. Mencit jantan menunjukkan PBB tertinggi pada semua taraf penambahan bawang putih (0,0; 2,5; 5,0 dan 7,5%), jika dibanding dengan PBB mencit betina dengan taraf penambahan bawang putih yang sama. Hal ini sesuai dengan pernyataan Smith dan Mangkoewidjojo (1988), bahwa jenis kelamin sangat berpengaruh terhadap PBB, dimana jenis kelamin jantan memiliki pertumbuhan yang lebih cepat atau lebih tinggi dibandingkan dengan mencit betina, selain itu konsumsi ransum mencit jantan (4,53 g/ekor/hari) juga sangat nyata (P<0,01) lebih tinggi daripada betina (3,82 g/ekor/hari), seperti tercantum pada Tabel 4. Secara umum PBB baik jantan maupun betina berkisar antara 0,09-0,20 g/ekor/hari, hasil ini sangat rendah jika dibanding dengan penelitian Dasril (2006) yaitu 0,43-0,49 g/ekor/hari dan kisaran normal PBB mencit menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988), adalah 1 g/ekor/hari. Perbedaan PBB yang sangat kecil ini disebabkan oleh umur mencit yang digunakan dalam penelitian ini lebih tua dan bobot awalnya lebih besar jika dibanding dengan mencit yang digunakan oleh Dasril (206), sehingga masa pertumbuhan yang cepat telah terlewat. Gambar 6 memperlihatkan PBB mencit jantan dan betina selama penelitian.
23
Pertambahan Bobot Badan (g/ekor/heri)
0.3
0.25
0.2
0.15
0.1
0.05
0 34
44
54
64
74
84
Umur M encit jantan 0,0% jantan5,0%
betina 0,0% betina 5,0%
jantan 2.5% jantan 7,5%
betina 2.5% betina 7.5%
Gambar 6. Rataan Pertambahan Bobot Badan Mencit Jantan dan Betina Selama Penelitian Gambar 6 memperlihatkan, secara umum PBB cenderung tidak stabil sampai umur mencit 74 hari. Umur 74-84 hari baik PBB jantan maupun betina sudah mulai stabil, karena pada umur tersebut mencit telah dewasa. Pertambahan bobot badan mencit jantan lebih tinggi daripada betina sampai pada umur 64 hari, hal ini karena konsumsi dan pertumbuhan mencit jantan lebih tinggi daripada betina (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Selain itu pada umur 64 hari mencit jantan telah siap kawin sehingga aktivitasnya lebih agresif dan banyak bergerak, lain dengan betina yang banyak diam sehingga jantan lebih banyak mengkonsumsi pakan. Sejak awal sampai akhir penelitian PBB betina cenderung stabil karena umur mencit telah melewati masa pertumbuhan yang cepat. Berdasarkan penelitain Dasril (2006), pertumbuhan mencit yang cepat berkisar pada umur 30-40 hari. Konversi Ransum Semakin kecil nilai konversi, maka semakin efesien ternak tersebut dalam penggunaan ransum. Konversi ransum mencit berkisar antara 25,35-46,53 dan dapat dilihat pada Tabel 7.
24
Tabel 7. Rataan Konversi Ransum Mencit Selama Penelitian Jenis Kelamin Jantan (J)
0,0% (R0) 25,35 ± 5,62
Taraf Bawang Putih 2,5% (R1) 5,0% (R2) 26,72 ± 8,86 25,60± 4,78
7,5% R3) 26,98 ± 6,22
26,17 ± 6,37A
Betina (B)
39,53 ± 6,67
43,53 ± 10,49
46,53 ± 12,69
38,04 ± 3,88
41,91 ± 8,43B
Rataan
32,44 ± 6,15
35,13 ± 9,68
36,07 ± 8,74
32,51 ± 5,05
34,04 ± 7,40
Rataan
Keterangan : Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama adalah berbeda sangat nyata (P<0,01) Koefisien Keragaman (KK) = 23,29%
Rataan konversi ransum pada penelitian ini sangat tinggi jika dibanding dengan penelitian lainnya, pada umumnya konversi ransum hanya berkisar antara 9,99-12,26 (Dasril, 2006). Hal ini disebabkan oleh tingginya tingkat konsumsi ransum namun pertambahan bobot badan sangat rendah. Perbedaan konversi ransum dengan penelitian Dasril (2006) dapat disebabkan oleh perbedaan bobot badan awal mencit yang digunakan dalam penelitian, bobot awal mencit yang digunakan Dasril berkisar antara 6,81-7,14 g/ekor. Rataan konversi ransum tidak nyata dipengaruhi oleh faktor taraf substitusi bawang putih dalam ransum namun sangat nyata (P<0,01) dipengaruhi oleh jenis kelamin. Taraf substitusi bawang putih menyebabkan mencit kurang efisien dalam penggunaan ransum daripada kontrol (R0). Hal ini disebabkan kontrol (R0) memiliki rataan umum konsumsi ransum dan PBB yang tinggi dibanding dengan taraf substitusi bawang putih dalam ransum. Tidak terjadi interaksi antara taraf substitusi bawang putih dalam ransum dengan jenis kelamin. Konversi ransum sangat erat kaitannya dengan konsumsi ransum dan pertambahan bobot badan. Konsumsi ransum yang tinggi dan bobot badan yang rendah akan menyebabkan konversi ransum menjadi tinggi. Rataan konversi ransum mencit betina (41,91) sangat nyata (P<0,01) lebih tinggi dibanding dengan mencit jantan (26,17). Hal ini berarti bahwa mencit jantan lebih efisien dalam penggunaan ransum dibanding mencit betina. Perbedaan ini dikarenakan pada umur 34 hari mencit betina sudah mulai membentuk sistem reproduksinya, sedangkan mencit jantan terus menggunakan pakan untuk menambah bobot badan. Kebutuhan pakan untuk mencapai bobot badan yang tinggi terlihat dari efisiennya jantan dalam mengubah pakan menjadi bobot badan sejak awal sampai akhir penelitian seperti yang ditunjukkan pada Gambar 7.
25
50 Umur Mencit
45 40 35 30 25 20 34
44
54
64
74
84
Konversi Ransum jantan 0,0%
betina 0,0%
jantan 2,5%
betina 2,5%
jantan5,0%
betina 5,0%
jantan 7,5%
betina 7,5%
Gambar 7. Rataan Konversi Ransum Mencit Jantan dan Betina Selama Penelitian Gambar 7 memperlihatkan bahwa konversi ransum jantan jauh lebih rendah jika dibanding dengan betina, hal ini menunjukkan bahwa mencit jantan lebih efisien dalam penggunaan pakan daripada betina. Rendahnya konversi ransum jantan disebabkan oleh PBB jantan yang tinggi dengan konsumsi pakan yang masih normal, sedangkan tingginya konversi ransum betina disebabkan oleh PBB yang rendah dan konsumsi pakan normal. Kadar Air Feses Kering Udara Kadar air yang tinggi dalam feses mengindikasikan tingginya kandungan zat makanan yang terbuang bersama feses, waktu penyerapan zat makanan berlangsung singkat karena laju digesta yang cepat. Hasil rataan persentase kadar air feses mencit (Mus musculus) dalam bentuk kering udara yang diamati selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Rataan Persentase Kadar Air Feses Kering Udara Mencit Jenis Kelamin
0,0% (R0)
Taraf Bawang Putih 2,5% (R1) 5,0% (R2)
7,5% (R3)
Rataan
-------------------------------------------------------- (%) --------------------------------------------------
Jantan (J)
15,93 ± 0,28AB
11,79 ± 3,15BC
17,74 ± 0,405A
10,04 ± 2,37C
13,88 ± 1,55a
Betina (B)
10,53 ± 1,08BC
12,80 ± 2,91ABC
13,01 ± 0,98ABC
12,13 ± 2,07BC
12,12 ± 1,76b
Rataan
13,23 ± 0,68ab
12,29 ± 3,03ab
15,38 ± 0,69a
11,09 ± 2,22b
13,00 ± 1,66
Keterangan : Superskrip huruf besar dan kecil yang berbeda pada baris atau kolom yang sama berturut-turut menunjukkan perbedaan kadar air feses yang sangat nyata (P<0,01) dan nyata (P<0,05) Koefisien Keragaman (KK) = 15,03%
26
Berdasarkan Tabel 8 hasil analisis ragam menunjukkan bahwa kadar air feses nyata (P<0,05) dipengaruhi oleh taraf substitusi bawang putih dan jenis kelamin, sedangkan interaksi antara keduanya sangat nyata (P<0,01) mempengaruhi kadar air feses. Kadar air feses pada mencit jantan nyata lebih tinggi daripada betina karena mencit jantan lebih banyak minum daripada betina. Pengaruh taraf substitusi bawang putih pada kadar air feses mencit jantan tidak stabil. Kadar air feses pada taraf 2,5 dan 7,5% bawang putih dalam ransum lebih rendah (11,79 dan 10,04%) dibanding 0 dan 5% masing-masing 15,93 dan 17,74%. Hal ini disebabkan oleh konsumsi air minum pada taraf 2,5 dan 7,5% (6,12 dan 5,89 ml/ekor/hari) rendah sedangkan taraf 0 dan 5% (6,53 dan 6,77 ml/ekor/hari) tinggi seperti yang terlihat pada Tabel 5. Taraf 7,5% kadar air fesesnya paling rendah, sehingga untuk mengurangi kehilangan nutrisi maka pakan dengan taraf tersebut cukup baik. Hal ini didukung oleh pernyataan Hartini (2000), bahwa rendahnya kadar air feses akan menyebabkan laju digesta lebih lambat mengalir, sehingga penyerapan zat makanan dapat lebih baik. Respon yang positif pada mencit jantan terhadap substitusi bawang putih tidak diikuti oleh mencit betina. Mencit betina dengan taraf substitusi bawang putih sampai 5% meningkatkan kadar air feses, namun konsumsi air minum tidak berbeda nyata, hal ini mengindikasikan bahwa rasa pedas pada bawang putih sampai taraf 5% belum mempengaruhi mencit, tetapi kadar air feses dipengaruhi oleh fungsi bawang putih terhadap metabolisme mencit sehingga mencit banyak mengeluarkan urin, namun belum memberikan pengaruh terhadap PBB. Kadar air feses pada betina dengan taraf 7,5% bawang putih menurun namun tidak terlalu besar. Pada dasarnya kadar air feses baik jantan maupun betina hasil pengamatan berbeda dengan hasil penelitian terdahulu. Dasril (2006), menyatakan bahwa kadar air feses mencit berkisar antara 17,25-19,99%. Perbedaan yang cukup jauh ini disebabkan oleh berbedanya bobot badan mencit yang digunakan sehingga konsumsi air minumnya juga berbeda. Kadar Protein Feses Kadar protein dalam feses yang tinggi menandakan tingkat kecernaan protein pakan yang rendah oleh tubuh ternak, sehingga untuk menentukan kecernaan protein perlu dilakukan penghitungan terhadap kadar protein feses. Hasil nilai kadar protein yang tidak dianalisa secara statistik karena tanpa ulangan diperlihatkan pada Tabel 9.
27
Tabel 9. Nilai Kadar Protein Feses Mencit Penelitian Jenis Kelamin Jantan (J)
Taraf Bawang Putih Rataan 0,0% (R0) 2,5% (R1) 5,0% (R2) 7,5% (R3) ------------------------------------------------- (%) ------------------------------------------12,75 13,70 13,16 14,09 13,43
Betina (B)
14,39
16,58
15,91
16,06
15,74
Rataan
13,57
15,14
14,54
15,08
14,59
Tabel 9 secara deskriptif menunjukkan kadar protein feses baik mencit jantan maupun betina umumnya memiliki pola grafik yang sama yaitu taraf 2,5 dan 7,5% memiliki kadar protein yang lebih tinggi daripada 5%, sedangkan taraf 0% kadar protein fesesnya paling rendah. Kadar protein feses mencit jantan lebih rendah dibanding betina, karena PBB dan konversi mencit jantan lebih baik daripada betina (Tabel 6 dan Tabel 7) yang menunjukkan mencit jantan lebih efisien dalam penggunaan protein. Kadar protein feses mencit jantan tidak sejalan dengan kadar air feses, yaitu pada saat kadar protein feses tinggi, kadar air fesesnya rendah, hal ini disebabkan mencit jantan banyak minum. Mencit betina kehilangan protein yang tinggi disebabkan oleh kadar air feses meningkat dan juga didukung oleh PBB yang rendah dan konversi yang tinggi sehingga betina tidak efisien dalam menyerap protein. Rataan umum kehilangan protein melalui feses pada penelitian ini adalah 14,59% dari asupan protein sebanyak 18,12% seperti pada Tabel 3, dengan kata lain sebanyak 79,75% dari protein ransum hilang. Hal ini logis sesuai dengan sifat mencit yang
selalu
makan
sehingga
proses
pencernaan
berlangsung
cepat
dan
penyerapannya sedikit (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Sifat Kualitatif Mencit Sifat kualitatif mencit berdasarkan pengamatan yang dilakukan selama penelitian seperti kesehatan mencit dan mortalitas, menandakan adanya pengaruh dari taraf substitusi bawang putih. Mencit yang mendapat perlakuan taraf substitusi bawang putih baik jantan maupun betina ternyata lebih sehat jika dibanding kontrol. Hal ini dapat dilihat dari tigkat agresivitas dan aktivitas yang dilakukan mencit.
28
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Substitusi bawang putih tidak berpengaruh nyata terhadap konsumsi ransum dan air minum, pertambahan bobot badan dan konversi ransum, namun nyata (P<0,05) mempengaruhi kadar air feses kering udara. Mencit jantan sangat nyata (P<0,01) memiliki konsumsi ransum dan air minum, pertambahan bobot badan, konversi ransum, dan nyata (P<0,05) memiliki kadar air feses kering udarayang lebih tinggi daripada betina. Penelitian ini menunjukkan bahwa mencit jantan lebih baik dalam segala hal daripada mencit betina. Perlakuan R0 lebih baik dari perlakuan lain. karena konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, dan konversi ransum R0 cenderung lebih tinggi dari perlakuan lain. Bawang putih sampai taraf 7,5% belum dapat mengefisiensikan penggunaan pakan dan memperbaiki produksi mencit, namun mencit yang mendapat substitusi bawang putih tampak lebih sehat daripada yang tidak mendapat substitusi bawang putih. Saran Pengaruh penggunaan bawang putih dalam ransum perlu diteliti lebih lanjut lagi, terutama sistem kerja biologis dan kimianya dalam daya serap zat-zat makanan dan pengurangan bau pada air kencing mencit, sehingga tidak mencemari udara disekitar ternak mencit.
29
UCAPAN TERIMAKASIH Pertama dan utama sekali tidak lupa penulis memanjatkan Puji dan Syukur kehadirat ALLAH SWT, yang memberi nikmat sehat, iman dan Islam. Shalawat dan Salam selalu Penulis ucapkan untuk pimpinan seluruh umat nabi besar Muhammad SAW, yang membawa kita semua ke jalan yang diridhoi ALLAH SWT. Penulis mengucapkan terimakasih kepada Dr. Ir. Pollung H. Siagian, MS. dan Ir. Hotnida C. H. Siregar, MSi. selaku dosen pembimbing yang dengan kesabarannya meluangkan waktu memberikan bimbingan dan arahan selama penelitian hingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Kepada Dr. Ir. Muladno, MSi dan Dr. Ir. Nahrowi, MSc selaku penguji sidang, terimakasih atas kritik, saran dan masukannya. Ungkapan terimakasih atas kasih sayang dan motivasi yang diberikan oleh keluarga, Ayah, Ibu, atas do’a dan kesabarannya dalam merawat dan membimbingku dari kecil sampai saat ini semoga ALLAH SWT memberikan kesehatan, rezki, dan pahala yang tiada henti untuk Ayah dan Ibu tercinta, Neyi, Wesi, Uniang, Bu li, Melati, Dandri, Daeri, Kunadia, Arya seto, Neni, Tekdas, Tektot, dan seseorang yang selalu terlintas diingatan (&_r31s) atas keceriaan dan semangat yang meleburkan semua keletihanku dan terutama untuk ’mak la’ pedoman hidupku atas ketabahan dan kesabaran serta kebaikan hati yang selalu diucapkan ketelingaku dan do’a untuk cucu tersayangnya ini. Terimakasih juga penulis ucapkan kepada ‘my best fiend’ (Zulfikri, AMd. Irman, AMd.) yang selalu menemani, menjagaku dan memberikan semangat saat Penulis dalam tekanan. Abrari, Wahyu, Ade (semangat terus), Vitro (semoga jadi DRh), buya, Heri & Reni (jangan sering berantem) dan Crew sekret IPMM (Bos, feri, sutan, gusra, abing, dika, akmal) atas keceriaan yang meghilangkan rasa suntukku. Teman-teman sepenelitian, TPT angkatan ’40 yang tidak dapat disebutkan satu-satu terimakasih atas persahabatan indah yang terjalin selama ini. Bogor, Maret 2007 Penulis
30
DAFTAR PUSTAKA Arrington, L. R. 1972. Introductory Labolatory Animal. The Breeding, Care and Management of Experimental Animal Science. The Interstate Printers and Publishing Inc., New York. Anggorodi, R. 1984. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT. Gramedia, Jakarta. Brewster, J. L. 1994. Onion and Other Vegetables Alliums. Center of Agricultural and Bioscience International. Dasril, R. 2006. Pengaruh pemberian zeolit dalam ransum terhadap performans mencit (Mus musculus) lepas sapih. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor Falconer, D. S. 1981. Introduction to Quantitative Genetic. 2nd Edit. Department of Genetic and Agricultural Research Council. Unit of Animal Genetic, New York. Fillion, G. 2004. Khasiat Bawang Putih. http://www.iqeq.web.id/gizi. [23 Januari 2004]. Fox, J. G., B. J. Cohen and F. M. Leow. 1984. Laboratory Animal Medicine. Academic Press, San Diego, California. Gono, S. 1987. Pertumbuhan pada ternak. Swadaya Peternakan Indonesia No. 25: 32-33. Hartini, S. 2000. Respon penambahan mineral zeolit dalam ransum terhadap kondisi lingkungan kandang ayam pedaging. Jurnal Peternakan dan Lingkungan Vol. VI (2): 80-84. Hie, O. Z, D. Agus, M. Sadikin, dan S. K. Siswoyo. 1991. Uji Toksisitas dan Aktivitas Biologik Ekstrak Bawang Putih. Cermin Dunia Kedokteran. Inglis J. K. 1980. Introduction to Laboratory Animal Science and Technology. Pergamon Press Ltd., Oxford. Kasim. 2002. Performans domba lokal yang diberi ransum komplit berbahan baku jerami padi dan onggok yang mendapat perlakuan cairan rumen. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor. Malole, M. B. B. dan C. S. U. Pramono. 1989. Penggunaan hewan-hewan percobaan di Laboratorium. Pusat Antar Universitas Bioteknologi. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Maynard, L. A., K. Loosli, H. F. Hintz and R. G. Warner. 1979. Animal Nutrition. 7th Edit. Mc Graw Hill Publishing Company, Inc., New Delhi.
31
McDonalds, D. P., R. A. Edwards, J. F. Greenhalgh, and C. A. Morgan. 1995. Animal Nutrition. 5th Edit. Longman Scientific and Technical Copublished with Jhon Wiley and Sons Inc., New York. Nalbandov, A. V. 1990. Fisiologi Reproduksi pada Mamalia dan Unggas. UI Press, Jakarta. National Research Council. 1984. Nutrient Requirement of Laboratory Animals. 8th Rev. Edit. National Academic of Science, Washington DC. National Research Council. 1994. Nutrient Requirement of Poultry 9th Edition. National Academy Press, Washington DC. North, M. O. and D. Bell.1990. Commercial Chicken Production Manual. 4 Edit. AVI Publishing Company Inc., Westport Connecticut. Qureshi, A. A., Z. Z. Din, N. Abuirmeileh, W. C. Burger, Y. Ahmad, and C. E. Elson. 1983. Supression of avian hepatic lipid metabolism by solvent extracts of garlic: Impact on serum lipid. J. Nut. 113: 1746-1755. Rasyaf, M. 1999. Beternak Ayam Pedaging. Cetakan ke-14. Penebar Swadaya, Jakarta. Rismunandar. 1986. Membudidayakan Lima Jenis Bawang. CV. Sinar Bandung, Bandung. Rose, S. P. 1997. Principle of Poultry Science. CAB International, New York. Rosa. S. 2004. Performa reproduksi induk mencit (Mus musculus) oleh penambahan bawang putih (Allium sativum) dalam pakan pada masa bunting. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor Rubatzky, V. E. and M. Yamaguchi. 1998. Sayuran Dunia 2. Prinsip, Produksi dan Gizi. Edisi 2. Terjemahan. C. Herison. Penerbit: Institut Teknologi Bandung, Bandung. Santoso, H. B. 1988. Bawang Putih. Penerbit Kanisius, Yogyakarta. Smith, B. J. dan S. Mangkoewidjojo. 1988. Pemeliharaan pembiakan dan penggunaan hewan percobaan di daerah tropis. Universitas Indonesia Press, Jakarta. Steel, R. G. D. dan J. H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistik. Terjemahan Bambang Soemantri. Cetakan Kedua. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Sudono, A. 1981. Pengaruh interaksi antara genotip dan lingkungan terhadap pertumbuhan, koefisien makan, daya reproduksi, dan produksi susu mencit. Disertasi. Fakultas Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.
32
Syamsuhidayat, S. S. dan J. R. Hutapea. 1991. Inventaris Tanaman Obat Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Jakarta Thomas, A. N. S. 1989. Tanaman Obat Tradisional, Penerbit Kanisius, Yogyakarta. Tillman, A. D., H. Hartadi, S. Roksohadiprodjo, S. Prawirokusumo, dan S. Lebdosoekojo. 1989. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Tim Penulis Penerbit Swadaya. 1997. Bawang Putih Dataran Rendah. Penebar Swadaya, Jakarta. Tjitrosoepomo, G. 1994. Taksonomi Tumbuhan Obat-obatan. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Wahju, J. 1997. Ilmu Nutrisi Unggas. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Wibowo, S. 1988. Budidaya Bawang : Bawang Merah, Bawang Putih, dan Bombay. Penebar Swadaya, Jakarta. Yamaguchi, M. 1983. World Vegetables; Principles Production and Nutritive Value. AVI Publishing Company, Westport. Zhang, Y. 2004. Khasiat Bawang Putih. http://www.iqeq.web.id/gizi. [23 Januari 2004].
33
LAMPIRAN
34
Lampiran 1. Suhu dan Kelembaban selama Penelitian Pagi
10 Hari
Adaptasi
I
II
III
IV
t (°C) 23 23 22 21 22 23 23 23 22 24 22 23 22 22 22 22 23 23 24 23 25 23 23 23 22 23 23 23 23 21 23 24 24 24 22 24 24 23 23 22 23 25 24 24 24
Siang Rh (%) 82 82 81 80 82 80 80 82 82 82 82 83 81 81.4 81 82 82 82 80 80 81.2 82 82 82 83 83 82 81 81 81 81 81 82 83 83 82 82 82 81 81 81 82 80 82 81
t (°C) 31 31 31 32 32 32 32 30 32 31 33 33 32 32 31 32 32 32 32 33 32 33 33 32 32 33 33 32 31 31 32 32 32 32 33 33 33 32 32 34 35 34 33 32 34
Sore Rh (%) 75 75 75 75 74 75 75 75 74 74 74 75 75 74 74 73 73 75 75 73 73.3 75 75 75 75 74 74 73 73.1 74 73 73 73 72 73 75 75 75 74 74 74 74 74 74 75
t (°C) 26 26 29 31 31 28 29 28 28 28 30 30 29 27 28 29 27 29 30 31 33 31 32 33 30 33 31 31 31 31 32 31 32 29 29 29 30 32 31 30 30 31 32 31 33
Rh (%) 80 80 77 75 75 80 80 80 78 79 79 78 77 76 75 75 76 74 75 76 75 75 75 74 74 75 75 73 74 73 74 74 75 75 75 74.3 74 74 75 75 75 75 74 74 74.2
35
23 81 34 75 33 24 80 34 75 33 24 81 31.2 73 33 23 81 32 73 32 24 81 32 74 31 V 24 80 32 75 29 23 80 32 75 29 24 82 35 74 29 24 82 34 74 30 24 81 33 75 30 24 81 34 75 30 24 80 33 75 33 24 81 34 74 32 25 81 33.2 74 33 24 81 32 74 32 VI 24 81 33 74 33 23.2 80.2 34 74 32 25 80 33 74 31 24 81 33 74 31 25 82 33 74 31 Rataan 23,37 81,33 32,59 74,14 30,60 Keterangan : Pagi : Pkl. 06.00 WIB, Siang : Pkl 12.00 WIB, Sore : Pkl 16.00 WIB
74 75 75 75 74 74 73.3 74 75 75 75 75 74 74 74 75 75 75 75 75 75,18
Lampiran 2. Bobot Badan Awal Mencit Jenis Kelamin Jantan
Rataan Betina
Taraf Bawang Putih (%) 0,0 2,5 5,0 7,5 0,0 2,5 5,0 7,5
Rataan
Ulangan 1 24,64 24,65 23,13 23,44 23,97 20,97 20,63 20,90 19,78 20,57
2
3
Rataan
--------------------------(g/ekor/hari)------------------23,72 23,92 24,76 23,90 24,22 24,26 25,90 23,50 24,18 21,70 22,27 22,47 23,81 23,48 23,92±1,16 19,45 20,80 20,41 22,45 20,84 21,31 22,16 20,99 21,35 19,60 21,01 20,13 20,92
20,91
20,80±0,90
Lampiran 3. Rataan Konsumsi Ransum Mencit Jenis Kelamin Jantan
Betina
Taraf Bawang Putih (%) 0,0 2,5 5,0 7,5 0,0 2,5 5,0 7,5
Ulangan 1 4,88 4,62 4,30 4,70 3,85 4,10 4,10 3,78
2
3
Rataan
-----------------------------(g/ekor/hari)--------------------4,68 4,80 4,79 4,28 4,36 4,42 4,59 4,46 4,45 4,43 4,24 4,46 3,74 3,82 3,80 3,99 3,83 3,76 4,25 3,69 3,90 3,67 4,03 3,83
36
Lampiran 4. Analisa Ragam Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Ransum Sumber Keragaman JK Taraf BP JK*BP Galat Total
db
JK
KT
F Hitung
P
1 3 3 16 23
2,55454 0,07828 0,24425 0,53013 3,40720
2,55454 0,02609 0,08142 0,03313
77,10** 0,79tn 2,46 tn
0,000 0,518 0,100
Keterangan : ** Berbeda sangat nyata (P<0,01) tn = tidak nyata R2 = 0,84 KK= 4,33%
Lampiran 5. Rataan Konsumsi Air Minum Mencit Jenis Kelamin Jantan
Betina
Taraf Bawang Putih (%) 0,0 2,5 5,0 7,5 0,0 2,5 5,0 7,5
Ulangan 1
2
Rataan
3
-------------------------(ml/ekor/hari)------------------6,69 6,45 6,53 6,03 6,20 6,12 6,59 6,62 6,77 5,98 5,52 5,89 5,25 6,00 5,74 5,64 5,63 6,01 5,40 5,81 5,51 5,90 5,92 5,97
6,44 6,13 7,11 6,16 5,98 6,76 5,31 6,08
Lampiran 6. Analisa Ragam Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Air Minum Sumber Keragaman JK Taraf BP JK*BP Galat Total
db
JK
KT
1 3 3 16 23
1,6224 0,1779 1,7324 1,8136 5,3463
1,6224 0,0593 0,5775 0,1134
F Hitung 14,31** 0,52 tn 5,09*
P 0,002 0,673 0,012
Keterangan : * berbeda nyata (P<0,05) ** berbeda sangat nyata (P<0,01) tn = tidak nyata R2 = 0,81 KK= 4,09%
Lampiran 7. Uji Tukey Terhadap Konsumsi Ransum pada Jenis Kelamin dan Taraf Substitusi Bawang Putih yang Berbeda Alpha Error Degrees of Freedom Error Mean Square Critical Value of Studentized Range Minimum Significant Difference
0.05 16 0.11335 4.89622 0.9517
37
Hasil Perbandingan; Jenis kelamin dan Taraf bawang putih Jantan 5,0% BP Jantan 0,0% BP Jantan 2,5% BP Jantan 7,5% BP Betina 7,5% BP Betina 0,0% BP Betina 2,5% BP Betina 5,0% BP
Rataan 6.7733a 6.5267ab 6.1200abc 5.8867bc 5.9667bc 5.7433c 5.6333c 5.5067c
Lampiran 8. Rataan Pertambahan Bobot Badan Mencit Ulangan
Taraf Bawang Putih (%)
Jenis Kelamin Jantan
1
Rataan
3
-----------------------(g/ekor/hari)--------------------0,253 0,154 0,182 0,196 0,213 0,199 0,118 0,177 0,196 0,148 0,187 0,177 0,140 0,209 0,162 0,170 0,120 0,090 0,085 0,098 0,121 0,095 0,070 0,095 0,113 0,089 0,063 0,088 0,093 0,092 0,092 0,092
0,0 2,5 5,0 7,5 0,0 2,5 5,0 7,5
Betina
2
Lampiran 9. Analisa Ragam Pengaruh Perlakuan terhadap Pertambahan Bobot Badan Sumber Keragaman JK Taraf BP JK*BP Galat Total
db
JK
KT
1 3 3 16 23
0,042504 0,000741 0,000690 0,018029 0,061964
0,042504 0,000247 0,000230 0,001127
F Hitung
P
37,72** 0,22 tn 0,20 tn
0,000 0,882 0,892
Keterangan : ** sangat berbeda nyata (P<0,01) tn = tidak nyata R2 = 0,71 KK= 24,32%
Lampiran 10. Hasil Penimbangan Bobot Badan Mencit Hari kePerlakuan
Ulangan
0
10
20
30
40
50
60
----------------------------------g/ekor/hari----------------------------
JR0
1
24,64
29,27
31,80
35,42
38,34
39,04
39,82
2
23,72
26,29
29,10
30,33
31,51
32,61
32,98
3
23,92
27,26
30,09
32,41
33,48
34,44
34,86
Rataan
24,09
27,61
30,33
32,72
34,44
35,36
35,89
38
JR1
JR2
JR3
BR0
BR1
BR2
BR3
1
24,65
27,36
30,90
34,43
36,46
36,95
37,43
2
23,90
28,77
28,97
31,94
34,22
34,78
35,86
3
24,22
24,76
26,34
29,15
29,66
31,04
31,31
Rataan
24,26
26,96
28,74
31,84
33,45
34,26
34,87
1
23,13
26,55
29,10
32,23
33,22
33,67
34,86
2
25,90
28,83
29,09
31,97
33,51
34,49
34,78
3
23,50
27,34
29,01
32,17
33,04
34,48
34,72
Rataan
24,18
27,57
29,07
32,12
33,26
34,21
34,79
1
23,44
26,02
26,70
29,12
31,27
31,71
31,84
2
21,70
22,39
28,59
32,81
33,03
33,15
34,21
3
22,27
25,41
26,51
29,86
30,98
31,79
31,96
Rataan
22,47
24,61
27,27
30,60
31,76
32,22
32,67
1
20,97
22,77
25,08
25,85
26,77
27,62
28,18
2
19,45
20,94
23,12
24,69
24,84
24,88
25,02
3
20,80
21,45
24,25
24,77
24,92
25,67
25,88
Rataan
20,41
21,72
24,15
25,10
25,51
26,06
26,36
1
20,63
23,66
25,07
25,42
25,96
27,12
27,91
2
22,45
23,36
23,74
26,55
27,53
27,95
28,13
3
20,84
22,27
23,79
23,81
24,55
24,86
25,06
Rataan
21,31
23,10
24,20
25,26
26,01
26,64
27,03
1
20,90
23,10
24,51
25,45
26,78
27,43
27,68
2
22,16
23,65
24,97
25,38
26,14
27,17
27,53
3
20,99
21,16
22,24
23,00
23,96
24,24
24,76
Rataan
21,35
22,64
23,91
24,61
25,63
26,28
26,66
1
19,78
20,93
22,24
22,63
23,52
24,85
25,34
2
19,60
20,56
22,44
22,67
23,50
24,71
25,16
3
21,01
22,53
24,82
25,89
27,02
28,12
28,23
Rataan
20,13
21,34
23,17
23,73
24,68
25,89
18,14
Keterangan : J = Jantan; B = Betina R0 = pakan + bawang putih 0%; R1 = pakan + bawang putih 2,5%; R2 = pakan + bawang putih 5%; R3 = pakan + bawang putih 7,5%
39
Lampiran 11. Rataan Konversi Ransum Mencit Jenis Kelamin Jantan
Betina
Taraf Bawang Putih (%) 0,0 2,5 5,0 7,5 0,0 2,5 5,0 7,5
Ulangan 1
2
3
19,29 21,69 21,94 33,57 32,08 33,88 33,27 40,65
30,39 21,51 31,01 21,20 41,56 42,00 47,75 39,89
26,37 36,95 23,85 26,17 44,94 54,71 58,57 33,58
Rataan 25,35 26,72 25,60 26,98 39,53 43,53 46,53 38,04
Lampiran 12. Analisa Ragam Pengaruh Perlakuan terhadap Konversi Ransum Sumber Keragaman JK Taraf BP JK*BP Galat Total
db
JK
KT
1 3 3 16 23
1487,43 61,08 78,65 1005,23 2632,40
1487,43 20,36 26,22 62,83
F Hitung
P
23,67** 0,32 tn 0,42 tn
0,000 0,808 0,743
Keterangan : ** sangat berbeda nyata (P<0,01) tn = tidak nyata R2 = 0,62 KK= 23,29%
Lampiran 13. Rataan Kadar Air Feses Kering Udara Mencit Jenis Kelamin Jantan
Betina
Taraf bawang putih (%) 0,0 2,5 5,0 7,5 0,0 2,5 5,0 7,5
Ulangan 1
2
3
15,67 15,30 17,28 12,66 10,01 12,92 14,12 14,03
16,23 10,90 17,92 10,06 09,81 15,65 12,66 12,44
15,90 09,19 18,03 07,93 11,78 09,84 12,25 09,93
Rataan 15,93 11,79 17,74 10,04 10,53 12,80 13,01 12,13
Lampiran 14. Analisa Ragam Pengaruh Perlakuan terhadap Kadar Air Feses Kering Udara Sumber Keragaman JK Taraf BP JK*BP Galat Total
db
JK
KT
1 3 3 16 23
19,494 57,131 64,883 61,310 202,818
19,494 19,044 21,628 3,832
Keterangan : * berbeda nyata (P<0,05) ** sangat berbeda nyata (P<0,01) tn = tidak nyata
F Hitung 5,09* 4,97 tn 5,64**
P 0,038 0,013 0,008
R2 = 0,70 KK= 15,03%
40
Lampiran 15. Uji Tukey Terhadap Konsumsi Ransum pada Jenis Kelamin dan Taraf Substitusi Bawang Putih yang Berbeda Alpha
0.05
Error Degrees of Freedom Error Mean Square Critical Value of Studentized Range Minimum Significant Difference
16 3.831867 4.89622 5.5336
Hasil Perbandingan; Jenis kelamin dan taraf bawang putih Jantan 5,0% BP Jantan 0,0% BP Betina 5,0% BP Betina 2,5% BP Betina 7,5% BP Jantan 2,5% BP Betina 0,0% BP Jantan 7,5% BP
Rataan 17.743A 15.933AB 13.010ABC 12.803ABC 12.133BC 11.797BC 10.533BC 10.217C
Lampiran 16. Kandungan Protein Feses Mencit. Jenis Kelamin Jantan
Betina
Taraf Bawang Putih (%) 0,0 2,5 5,0 7,5 0,0 2,5 5,0 7,5
Kandungan Protein 12,75 13,70 13,16 14,09 14,39 16,58 15,91 16,06
Lampiran 17. Kandungan Nutrisi CP 512 Zat-zat Makanan Jumlah (%)* Protein 19-21 Lemak 5 Kadar Air 13 Serat Kasar 5 Abu 7 Kalsium 0,9 Fosfor 0,6 *) Sesuai dengan yang tertulis pada label pembungkus pakan
Lampiran 18. Harga Ransum Penelitian Ransum R0 (pakan + bawang putih 0%) R1 (pakan + bawang putih 2,5%) R2 (pakan + bawang putih 5%) R3 (pakan + bawang putih 7,5%)
Harga (Rp/kg) 2500 2700 2900 3100
41