Hubungan antara Lingkungan Kampus dan Teman Sebaya dengan Kesehatan Jiwa Remaia Bhakti Permana Departcmen Keperawatan Komunitas STIKep PPNI Jawa Barai Email:
[email protected]
Abstrak Pendahuluan. Kesehatan
jiwa remaja pada fase remaja akhir
merupakan masa
peEiapan untuk menuju pendewasaan. Remaja sangat rentan sekali mengalami masalah psikososial, yakni masalah psikis atau kejiwaan yang timbul sebagai akibat terjadinya perubahan sosial. Hampir separuh penyakit pada kelompok usia 10-24 tahun adalah isuisu kesehatan iiwa. Riskesdas (2007) menyatakan bahwa prevalensi gangguan mental emosio al meningkat sejalan dengan pertambahan usia.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara lingkungan kampus dan teman sebaya terhadap kesehatan jiwa remaja- Metode. Jenis penelitian ini deskriptif korelasional dengan pendekatan cross sectinnal. Sampel peflelitian ini yaitu mahasiswakeperawatan yang berumut 17-19 tahuq jumlah 63 orang dan menggunakan sample random sampling. Instrumen penelitian berupa kuesioner untuk pertanyaan factor lingkungan kampus, teman sebaya, kepribadian dan kesehatan jiwa remaja. Data yang didapatkan skala ordinal. Kuesioner dilakukan uji validitas dan reliabilitas. Data diuji normalitas dengan menggunakan one-s,urple Kolmogorov-Smimov test. Analisis data menggunakan product ome peolson, data ordinal akan dirubah menjadi data interval menggo&aka:o metode sussesive interval. Analisis untuk mengetahui hubungan secara bercama-sama menggunakatr analisis korelasi ganda. Ilasil. Hasil penelitian menunjukkan hubungan antara variable iodependen (Xl. X2) dengan dependen (Y) yaitu lingkungan kampus (Xl) r:0.34, o:0.007, r'=0.116, dan teman sebaya (X2) r:0.32, o:0.011, l=0.102. Analisis terhadap Xl, X2 secan be$ama-sama terhadap Y menunjuklon hasil R=0.394, R'?:o.155, 0=0.006. Simpulan. Kesimpulan penelitian ini yaitu semakin tinggi pengaruh lingkungan kampus, dan teman sebaya maka semakin ringgi pula tingkal kesehatan jiwa remaja.
t
Kata kunci: Kesehatar jiwa, masalah psikososial, remaja akhir
66
PENDAHULUAN Kesehatan menurut UU Kesehatan No. 36 tahun 2009 adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Kesehatan jiwa merupakan bagian dari kesehatan seseorang sebagai upaya meningkatkan kesejahteraan manusia. Kesehatan jiwa menurut Stuart & Sundeen (1995) adalah suatu keadaan sejahtera yang berkaitan dengan kebahagiaan, kesenangan, kepuasan, kesuksesan, optimis atau harapan. Kriteria ini sebagai tingkatan yang optimum dari kesehatan jiwa. Kesehatan jiwa seseorang dimulai dari awal perkembangan manusia. Kesehatan jiwa pada masa anak-anak akan mempengaruhi kesehatan jiwa pada perkembangan berikutnya. Kesehatan mental yang buruk di masa kecil sangat terkait dengan kesehatan mental yang buruk di kemudian hari dan telah terbukti memiliki dampak serius pada peluang hidup (Richard dan Abbott, 2009). Menurut Riskesdas (2007) menyatakan bahwa prevalensi gangguan mental emosional meningkat sejalan dengan pertambahan usia. Berdasarkan umur, tertinggi pada kelompok umur 75 tahun ke atas (33,7%). Kelompok yang rentan mengalami gangguan mental emosional adalah kelompok dengan jenis kelamin perempuan (14,0%), kelompok yang memiliki pendidikan rendah (paling tinggi pada kelompok tidak sekolah, yaitu 21,6%), kelompok yang tidak bekerja (19,6%), tinggal di perdesaan (12,3%), serta pada kelompok tingkat pengeluaran rumah tangga per kapita terendah. Prevalensi gangguan jiwa berat pada penduduk Indonesia 1,7 per mil. Prevalensi gangguan mental emosional pada penduduk Indonesia 6,0 persen. Provinsi dengan prevalensi ganguan mental emosional tertinggi adalah Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Jawa Barat, DI Yogyakarta, dan Nusa Tenggara Timur. Prevalensi tersebut berbalik dan prevalensi di perkotaan menjadi lebih tinggi dibanding di perdesaan (Riskesdas, 2013). Kesehatan jiwa remaja pada fase remaja akhir merupakan masa persiapan untuk menuju pendewasaan. Remaja sangat rentan sekali mengalami masalah psikososial, yakni masalah psikis atau kejiwaan yang timbul sebagai akibat terjadinya perubahan sosial. Hampir separuh penyakit pada kelompok usia 10-24 tahun adalah isu-isu kesehatan jiwa. Masa remaja adalah masa pertumbuhan fisik dan emosional yang cepat
dan perkembangan sebagai seorang anak berkembang menjadi dewasa muda (AAPF, 2013). Dampak positifnya jika remaja tersebut dapat melalui masa masa stress dan gangguan kesehatan mental lainnya maka remaja tersebut dapat menjadikannya pembelajaran dari pengalaman yang menyebabkan frustasi tersebut dan menjadikannya motivasi untuk terus berusaha lebih baik. Dampak negatifnya jika remaja tidak bisa mengatasi stress dan kesehatan mental lainnya maka dapat timbul: kenakalan remaja, penyalahgunaan obat terlarang dan alkohol, seks bebas, gangguan makan, bunuh diri, gangguan mental, dan kurangnya percaya diri. Masalah kesehatan mental dapat berdampak pada akumulasi modal manusia yaitu berkurang masa sekolah dan tingkat produktivitas, yang pada gilirannya memiliki hidup konsekuensi panjang untuk pekerjaan, pendapatan dan hasil lainnya (Eisenberg, Golberstein, and Hunt, 2009). Faktor – faktor yang mempengaruhi kesehatan jiwa pada anak usia sekolah menurut Depkes RI (2001, dalam Noviana, 2010) antara lain: guru, teman sebaya, kondisi fisik sekolah, kurikulum, proses pembelajaran, dan keluarga.
TUJUAN Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya hubungan antara lingkungan kampus, dan teman sebaya dengan kesehatan jiwa remaja. Adapun tujuan khusus penelitian ini yaitu untuk mengetahui tingkat kesehatan jiwa remaja, mengetahui hubungan antara lingkungan kampus dengan kesehatan jiwa remaja, mengetahui hubungan antara teman sebaya kampus dengan kesehatan jiwa remaja, mengetahui hubungan secara bersama antara lingkungan kampus, dan teman sebaya dengan kesehatan jiwa remaja
METODE Penelitian ini untuk mengetahui adanya hubungan antara lingkungan kampus, teman sebaya dengan kesehatan jiwa remaja di STIKep PPNI Jawa Barat Kota Bandung. Untuk itu maka jenis penelitian yang digunakan yaitu deskriptif korelasional dengan pendekatan cross sectional. Pendekatan tersebut dipilih karena pengambilan data dilakukan secara bersamaan. Data tentang lingkungan kampus, teman sebaya dengan kesehatan jiwa remaja diambil secara bersamaan.
Variabel penelitian ini yaitu terdiri dari variabel independen dan dependen. Variabel independen terdiri dari dua sub variabel yaitu lingkungan kampus (X1), dan teman sebaya (X2). Variabel dependen penelitian ini yaitu kesehatan jiwa remaja (Y). Hipotesis penelitian ini yaitu: 1. H0 : tidak ada hubungan antara lingkungan kampus dengan kesehatan jiwa remaja Ha : ada hubungan antara lingkungan kampus dengan kesehatan jiwa remaja 2. H0 : tidak ada hubungan antara teman sebaya dengan kesehatan jiwa remaja Ha : ada hubungan antara teman sebaya dengan kesehatan jiwa remaja 3. H0 : tidak ada hubungan antara lingkungan kampus, teman sebaya dengan kesehatan jiwa remaja Ha : ada hubungan antara lingkungan kampus, teman sebaya dengan kesehatan jiwa remaja Populasi penelitian ini adalah mahasiswa keperawatan STIKep PPNI Jawa Barat Prodi D III Keperawatan, S1 Keperawatan dan Profesi Ners yang berusia 17-19 tahun. Sampel penelitian ini yaitu mahasiswa keperawatan yang berumur 17-19 tahun, jumlah 63 orang dan menggunakan simple random sampling. Instrumen penelitian berupa kuesioner untuk pertanyaan faktor lingkungan kampus, teman sebaya, dan kesehatan jiwa remaja. Kuesioner disusun oleh peneliti kemudian dilakukan uji validitas dan reliabilitas. Kuesioner tentang faktor lingkungan kapus terdiri dari 10 pertanyaan, faktor teman sebaya 10 pertanyaan, dan kesehatan jiwa remaja dengan 25 pertanyaan, dengan pilihan jawaban tidak pernah, jaarang, kadangkadang, sering dan selalu. Instrumen tersebut telah dinyatakan valid dan reliabel. Data yang didapatkan skala ordinal. Data akan dirubah menjadi data interval dengan menggunakan metode susseive interval. Kemudian akan dilakukan uji normalitas dengan uji Kolmogorov-smirnov. Data dikatakan normal apabila nilai sig > 0.05. Analisis data bivariate menggunakan product momen pearson. Analisis untuk mengetahui hubungan secara bersama-sama (multivariat) menggunakan analisis korelasi ganda. Keputusan tentang hipotesis yaitu jika H0 diterima apabila : Sig > 0.05 (tidak signifikan) dan jika Ha diterima apabila : Sig < 0.05 (signifikan) dan Sig < 0.01 (sangat signifikan).
HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Januari 2014 di STIKep PPNI Jawa Barat Bandung. Hasil penelitian ini menjelaskan tentang karakteristik responden dan analisa bivariat tentang faktor lingkungan kampus, teman sebaya, dan kesehatan jiwa remaja dan analisa multivariat tentang hubungan antara lingkungan kampus, teman sebaya, kepribadian dan kesehatan jiwa remaja. Karakteristik responden penelitian ini terdiri dari umur, jenis kelamin, dan posisi anak di keluarga. Tabel 1 menunjukkan tentang karakteristik responden, yaitu: Tabel 1 Distribusi frekuensi reponden berdasarkan umur dan jenis kelamin No 1 2 3 No 1 2
Umur (tahun) 17 18 19 Jumlah Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Jumlah
Jumlah 8 25 30 63 Jumlah 14 49 63
Persentase 12.7 39.7 47.6 100 Persentase 22.2 77.8 100
Pada tabel 1 menunjukkan bahwa hampir setengahnya (47.6%) umur responden yaitu 19 tahun, dan sebagian besar (77.8%) jenis kelamin reponden yaitu perempuan. Hasil penelitian tentang kesehatan remaja pada responden ditunjukan pada tabel 2 sebagai berikut: No 1 2 3
Kriteria Kurang Cukup Baik
Jumlah Persentase (%) 0 0 40 63.5 23 26.5 63 100 Dari tabel 3 menunjukkan bahwa lebih dari setengahnya (63.5%) kesehatan jiwa
remaja berada kondisi yang cukup. Data yang didapatkan adalah ordinal, kemudian selanjutnya ditransformasikan menjadi data interval menggunakan metode susseive interval. Data yang dihasilkan di uji normalitas (uji Kolmogorov-Smirnov) dan dinyatakan data lingkungan kampus, teman sebaya dan kesehatan remaja adalah normal (nilai sig 0.200, dan >0.05) Hasil penelitian untuk menguji adanya hubungan antara variabel dapat dilihat pada tabel 3, yaitu:
Variabel Kampus Teman sebaya Kampus dan Teman sebaya
r 0.34 0.32 0.394
Kesehatan Jiwa Remaja Sig 0.007 0.011 0.006
r2 0.116 0.102 0.155
Berdasarkan tabel 3 tersebut menyatakan bahwa secara statistik menggunakan product momen pearson maka hubungan antara lingkungan kampus dengan kesehatan jiwa remaja ditunjukkan dengan sig (2 tail) sebesar 0.007, r = 0.34 dan r2=0.116 dan hubungan antara teman sebaya dengan kesehatan jiwa remaja menunjukkan nilai sig (2 tail) sebesar 0.011, r = 0.32 dan r2=0.102. Hubungan antara lingkungan kampus dan teman sebaya secara bersama dengan kesehatan jiwa remaja menggunakan uji korelasi ganda dengan hasil sebagai berikut: R 0.394, R2 0.155 dan sig 0.006. Untuk menjawab hipotesis yang telah diajukan maka membandingkan antara kriteria dan hasil statistik. Hipotesis penelitian yang pertama yaitu: H0 : tidak ada hubungan antara lingkungan kampus dengan kesehatan jiwa remaja Ha : ada hubungan antara lingkungan kampus dengan kesehatan jiwa remaja Dari hasil statistik menunjukan sig (2 tail) sebesar 0.007 (< 0.05) untuk itu maka Ha diterima yang artinya terdapat hubungan yang positif antara lingkungan kampus dengan kesehatan jiwa remaja. Hipotesis penelitian yang kedua yaitu: H0 : tidak ada hubungan antara teman sebaya dengan kesehatan jiwa remaja Ha : ada hubungan antara teman sebaya dengan kesehatan jiwa remaja Dari hasil statistik menunjukan sig (2 tail) sebesar 0.011 (< 0.05) untuk itu maka Ha diterima yang artinya terdapat hubungan yang positif antara teman sebaya dengan kesehatan jiwa remaja. Hipotesis penelitian yang ketiga yaitu: H0 : tidak ada hubungan antara lingkungan kampus dan teman sebaya dengan kesehatan jiwa remaja Ha : ada hubungan antara lingkungan kampus dan teman sebaya dengan kesehatan jiwa remaja Dari hasil statistik menunjukan sig (2 tail) sebesar 0.006 (< 0.05) untuk itu maka Ha diterima yang artinya terdapat hubungan yang positif antara lingkungan kampus dan teman sebaya secara bersamaan dengan kesehatan jiwa remaja.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden berada pada tahap usia remaja akhir, sebagian besar berjenis kelamin perempuan dan lebih dari setengahnya mempunyai kesehatan jiwa yang cukup. Pada tahapan usia remaja merupakan tahapan yang krusial untuk kedewasaan, berkarir dan membina kehidupan yang lebih lanjut. Kesehatan jiwa pada remaja merupakan aspek penting karena pada masa remaja mempunyai kepribadian yang mudah berubah terhadap pengaruh eksternal. Hal ini seperti yang disampaikan oleh Erikson yaitu kepribadian seorang remaja masih fleksibel dan intervensi pada masa awal remaja akan berpengaruh pada kesehatan mental selanjutnya daripada intervensi pada tahapan perkembangan berikutnya (Kinnumen, dkk. 2010). Usia remaja merupakan masa yang menentukan perkembangan emosi pada usia dewasa karena pada umumnya masalah kesehatan jiwa dimulai antara usia 12 sampai dengan 24 tahun walaupun sering terdeteksi pada usia lebih tua. Dilaporkan pada usia 15 tahun sebanyak 18% remaja putri dan 10% remaja putera mengalami gejala depresi. Penelitian selama 13 tahun terhadap remaja dan dewasa muda ditemukan kesulitan untuk menggambarkan perasaaan terhadap kecemasan pada dewasa muda. Green menyatakan bahwa sekitar 10% anak dengan usia 5 – 16 tahun mengalami gangguan jiwa dan sekitar satu juta anak dan remaja di Inggris mengalami masalah kesehatan jiwa yang jelas (McDougall, 2011). Selain itu menurut penelitian Kim-Cohen menyatakan ada hubungan antara masalah kesehatan remaja pada anak-anak dan remaja dan terus mengalami kesulitan sampai usia dewasa muda dan setengah dari seluruh penyakit jiwa dimulai sebelum usia 14 tahun (McDougall, 2011). Houri menyatakan bahwa remaja mengalami perubahan fisik dan transisi psikologis dan mencoba untuk membentuk identitas. Secara epidemiologis menunjukkan kejadian usia sakit psikologis cenderung pada usia 15 sampai dengan 24 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa remaja merupakan tahapan usia untuk meningkatkan kesehatan jiwa karena banyaknya kejadian gangguan jiwa yang dimulai sejak usia remaja (Houri, 2012). Dampak adanya gangguan pada kesehatan remaja berdampak pada sikap dan perilaku remaja. Penelitian internasional menunjukkan bahwa masalah kesehatan jiwa yang tidak ditangani pada remaja menyebabkan hasil yang buruk termasuk pencapaian pendidikan yang buruk, disfungsi keluarga, kesehatan fisik yang buruk, kejahatan dan perilaku antisosial. Lebih jauh tentang dampak dari gangguan jiwa tersebut akan
mengakibatkan menurunnya produktifitas dalam bekerja dan mengurangi kualitas hidup remaja dan keluarganya (McDougall, 2011). Lebih jauh konsep diri rendah pada remaja berhubungan dengan depresi pada dewasa muda dan beberapa penelitian menunjukkan prognosis remaja dengan masalah kesehatan jiwa menjadi tidak baik jika masalahnya tidak dikenali dan berulang kesukarannya tidak diselesaikan secara memadai. Kesehatan remaja dipengaruhi oleh faktor eksternal dan faktor internal. Faktor internal yaitu kepribadian remaja sedangkan faktor eksternal yaitu keluarga, sekolah, teman sebaya dan media. Sebagian besar usia remaja berada di sekolah/ kampus dan berhubungan dengan teman sebayanya. Untuk itu maka akan ada dampak dari lingkungan sekolah/ kampus terhadap kesehatan remaja. Sejalan dengan pernyataan tersebut yaitu penelitian dari Fuligni dan Eccles yang menyatakan adanya dampak adanya hubungan dengan teman sebaya terus meningkat pada remaja, suatu periode ketika secara kasih sayang yang beralih dari figur orang tua ke teman sebaya yang merupakan isu perkembangan identitas Hal itu berhubungan dengan persepsi penolakan, isolasi, dukungan sosial yang rendah dan depresi (Kidd, 2006). Status psikologis yang negatif berhubungan dengan perilaku kenakalan remaja seperti penggunaan obat terlarang dan merokok, periaku sexual dan kekerasan. Kesehatan jiwa remaja secara relatif lebih diabaikan dibandingkan dengan dewasa (Houri, 2012). Hubungan diantara remaja dengan teman sebayanya sangat kuat karena remaja lebih dekat dengan temannya daripada keluarga. Partisipasi remaja dalam lingkungan sosial melalui kelompok pertemanan, geng dan kerumunan. Remaja akan berubah perilakunya untuk diterima oleh teman sebayanya (Newman, 2007). Hubungan teman sebaya yang tertutup secara positif berhubungan dengan popularitas dan reputasi sosial yang baik. Aspek penting pada peningkatan kesehatan jiwa pada remaja adalah pengertian dan menyadari perbedaan perkembangan antara remaja putri dan putra. Remaja putri lebih sensitif pada dunianya sendiri dan murung, mudah sakit hati dan menggambarkan dirinya lebih sedih dibanding dengan remaja putra. Newman lebih jauh menyatakan bahwa remaja puteri lebih menilai keanggotaan dan lebih mengidentifikasi pada kelompok teman sebaya dibandingkan dengan remaja laki-laki. Remaja puteri lebih banyak mempunyai teman dibanding dengan laki-laki, mereka mengharapkan dan menginginkan perilaku yang lebih alami dari teman sebayanya dan lebih empati, lebih bisa mengungangkapkan diri dan kurang
menunjukkan permusuhan dengan temanya daripada laki-laki. Pertemanan remaja lakilaki cenderung kurang dekat dan lebih banyak aktivitas. Perempuan lebih cenderung menggunakan koping dengan cara merenung terhadap situasi yang tidak menyenangkan dan perasaan negatif yang berkaitan dengan masalah. Sehingga membuat lebih mudah mengalami kesulitan dengan temanya. Gender berkaitan dengan masalah perilaku internal dan eksternal dimana perempuan lebih banyak mengalami masalah internal seperti depresi, dan laki-laki lebih banyak mengalami maslah eksternal seperti penyerangan dan kenakalan. Kelompok teman sebaya bisa mengakibatkan perilaku yang positif dan negatif. Keterikatan dengan teman sebaya cenderung menurunkan masalah internal seperti kecemasan dan depresi karena memberikan rasa kemanan dan penerimaan oleh teman sebaya. Kelompok teman sebaya mempunyai norma yang melawan ekspresi kenakan, perilaku beresiko dan agresi yang dapat menurunkan masalah eksternal (Newman, 2007). Houri menyatakan bahwa mahasiswa perempuan pada umumnya mengalami gejala yang berkaitan dengan kesehatan jiwa, walapun laki-laki lebih mengalami kesulitan dalam hubungan interpersonal. Mahasiswa laki-laki mempunyai rasa kegembiraan yang lebih
dibanding dengan perempuan. Kesehatan jiwa perempuan
secara relatif lebih buruk dibandingkan laki-laki terutama pada gangguan makan. Perempuan lebih mudah terkena media dan industry pakaian, meningkatkan keinginannya menjadi langsing seperti model dan artis yang mereka lihat di majalah atau TV. Perempuan pada tahap remaja sedang membentuk identitas diri. Remaja memilih teman sebaya sebagai seseorang yang dapat berbagi ketakutan dan masalah (Houri, 2012) Perguruan tinggi dan universitas dapat memainkan peran penting dalam mempromosikan kesehatan dari populasi orang dewasa muda. Banyak lembaga menggunakan berbagai strategi yang berfokus pada perubahan lingkungan fisik, sosial, hukum, dan ekonomi di kampus sementara mengakui pengaruh perilaku pada pribadi, peer, kelembagaan, komunitas, dan tingkat kebijakan publik. Banyak kampus telah mengembangkan program-program inovatif yang menjawab isu-isu sensitif melalui strategi seperti pendidikan untuk mengembangkan pengambilan keputusan dan keterampilan komunikasi; program dan kebijakan untuk mengurangi penyalahgunaan alkohol (termasuk pembatasan pemasaran alkohol dan promosi, sanksi alkohol ketat dan
disiplin, dan promosi kegiatan bebas alkohol); organisasi dan gugus tugas yang mengatur kegiatan kampus sekitar masalah kesehatan tertentu yang dipimpin mahasiswa; dan kegiatan pendidikan kurikuler dan ekstrakurikuler bagi siswa. Masalah interpersonal, kurangnya dukungan teman sebaya, konsep diri sosial dan isolasi secara konsisten berhubungan dengan kesehatan jiwa remaja. Selain itu kurangnya prestasi akademik dan kurangnya iklim positif dari sekolah (kenyaman sekolah dan persepsi yang porsitif dan hubungan dengan dosen dapat berpengaruh pada kesehatan jiwa pada remaja (Kidd, 2006). Patel menyatakan bahwa remaja merupakan tahapan yang banyak mengalami gangguan jiwa namun sering terdeteksi pada usia berikutnya. Faktor resiko gangguan jiwa pada remaja di sekolah yaitu kegagalan prestasi akademik, kesalahan sekolah untuk memberikan lingkungan yang mendukung pembelajaran dan bullying (patel, 2007) Pada faktor lingkungan dan sosial melingkupi semua yang berhadapan langsung dengan remaja seperti pertemanan dan pergaulan, sekolah dan lingkungan rumah sekitar. Faktor - faktor tersebut sangat mempengaruhi kepribadian seseorang dari lingkungan remaja banyak belajar dan meniru. Jika lingkungan terlalu banyak menuntut remaja untuk banyak melakukan hal maka remaja tersebut dapat sangat tertekan. Lingkungan yang tidak baik serta pergaulan yang salah juga dapat membuat remaja menjadi terganggu kesehatan mentalnya. Secara umum terdapat tiga pendekatan terhadap terjadinya gangguan jiwa menurut Scheid dan Brown (2010) yaitu: 1) pendekatan biologi atau medikal yang memandang bahwa gangguan jiwa adalah suatu penyakit atau gangguan fisik pada tubuh atau otak; 2) pendekatan psikologis yang memandang sebagai kesakitan atau keadaan abnormal pada jiwa; dan 3) pendekatan sosiologik yang memandang bahwa gangguan jiwa terjadi ketidakmampuan menghadapi perubahan lingkungan. Pendekatan biologik dan psikologis sebagai akibat internal (tubuh atau pikiran) sementara pendekatan sosiologik sebagai akibat dari eksternal (lingkungan atau situasi sosial). Beberapa kondisi lanjut gangguan jiwa pada remaja seperti percobaan bunuh diri (Groholt, 2009), Personality disorder mulai terjadi pada remaja atau dewasa awal yang terjadi terus menerus dan meningkat karena distress atau gangguan (Chen, 2009) dan jumlah anak dan remaja berusia dibawah 19 tahun yang mengalami depresi semakin meningkat setiap tahun (Houri, 2012).
KESIMPULAN Kesimpulan penelitian ini adalah: 1. Lebih dari setengahnya kesehatan jiwa remaja pada keadaan cukup 2. Ada hubungan antara faktor lingkungan dengan kesehatan jiwa remaja 3. Ada hubungan antara teman sebaya dengan kesehatan jiwa remaja 4. Terdapat hubungan yang rendah antara faktor lingkungan, dan teman sebaya secara bersamaan dengan kesehatan jiwa remaja
DAFTAR PUSTAKA American Academy of Family Physicians (AAFP). 2013. Recommended Curriculum Guidelines for Family Medicine Residents Adolescent Health Daisuke Houri, Eun Woo Nam, Eun Hee Choe, Liu Zhong Min and Kenji Matsumoto. 2009. The mental health of adolescent school children: a comparison among Japan, Korea, and China. Global Health Promotion 1757-9759; Vol 19(3): 32–41 Francesca Cornaglia, Elena Crivellaro, Sandra McNally. 2012. Mental Health and Education Decisions. London: Centre for the Economics of Education London School of Economics Groholt, Berit, MD;Ekeberg, Øivind, MD. 2009. Prognosis after Adolescent Suicide Attempt: Mental Health. Suicide & Life - Threatening Behavior; 39, 2 pg. 125. H. Chen, P. Cohen, T. N. Crawford, S. Kasen, B. Guan and K. Gorden. 2009. Impact of early adolescent psychiatric and personality disorder on long-term physical health: a 20-year longitudinal follow-up study. Psychological Medicine, 39, 865– 874. Kidd S, Henrich CC, Brookmeyer KA, et al. 2006. The social context of adolescent suicide attempts: interactive effects of parent, peer, and school social relation. The American association of suicidology. Suicide and life threatening behavior 36(4) 2006 p 386 – 396 Kinnumen P, Laukkanen E, Kiviniemi V, Kylma J. 2010. Associations between the coping self in adolescence and mental health in early adulthood. Journal of child and adolescent psychiatric nursing, volume 23. Number 2 pp 111-117. McDougall T. 2011. Mental health problems in childhood and adolescence. Nursing standard. Vol 26 no 14 p 48-56. Newman, Barbara M; Lohman, Brenda J;Newman, Philip R. 2007. Peer Group Membership And A Sense Of Belonging: Their Relationship To Adolescent. Adolescence;. 42, 166. pg. 241. Patel, Vikram;Flisher, Alan J;Hetrick, Sarah;McGorry, Patrick. 2007. Adolescent Health 3: Mental health of young people: a global public-health challenge. The Lancet;369, 9569; pg. 1302 U.S. Department Of Health And Human Services.2004. Improving the Health of Adolescents & Young Adults: A Guide forStates and Communities. Atlanta, GA.