Proceedings Temu Ilmiah Psikologi 2010, Psikologi untuk Kesejahteraan Masyarakat, hal 343359, Depok, November 2010, ISBN 978-979-25-5404-5
Pengaruh Komitmen Organisasi pada Perilaku Kewarganegaraan Organisasi (Studi Komparatif pada perusahaan yang bergerak dalam bidang keuangan & minyak serta gas bumi)
Wustari H. Mangundjaya, Fakultas Psikologi UI
[email protected].
[email protected]
Abstrak Kesuksesan suatu organisasi dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain sistem, strategi, maupun human capital yang bekerja di organisasi. Dalam hal ini, human capital bila dibandingkan dengan faktor lainnya merupakan aspek yang paling penting dalam keberhasilan serta kinerja suatu organisasi. Untuk itu, adanya human capital yang loyal serta memiliki komitmen yang tinggi dengan organisasi sangat diperlukan. Dalam hal ini yang dimaksud dengan loyal adalah tidak hanya setia terhadap organisasi tetapi juga bersedia untuk menunjukkan perilaku lebih dalam bekerja tanpa mengharapkan adanya imbalan tertentu atau biasa disebut sebagai Perilaku Kewarganegaraan Organisasi (Organizational Citizenship Behavior). Pertanyaannya adalah sampai seberapa besar komitmen organisasi mempengaruhi Perilaku Kewarganegaraan Organisasi seseorang, dan apakah tempat kerja akan mempengaruhi Komitmen Organisasi maupun Perilaku Kewarganegaraan organisasi seseorang? Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kontribusi dari komitmen organisasi terhadap kemunculan Perilaku Kewarganegaraan Organisasi pada dua jenis bisnis yang berbeda. Responden diambil dari beberapa perusahaan yang dikelompokkan ke dalam dua jenis perusahaan yaitu lembaga keuangan dan perusahaan yang bergerak dibidang pertambangan minyak dan gas bumi. Responden diambil berdasarkan convenience sampling, yang sesuai dengan kriteria persyaratan, yaitu karyawan tetap, minimum bekerja 2 tahun, berusia diantara 25-44 tahun, dan minimum lulusan SMA. Data diolah dengan berdasarkan koefisien korelasi dan regresi. Hasil riset menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang positif signifikan serta pengaruh yang signifikan pada kedua sampel yang berbeda mengenai Komitmen Organisasi terhadap Perilaku Kewarganegaraan Organisasi. Dari hasil tersebut juga terlihat bahwa komitmen afektif adalah yang memiliki korelasi serta kontribusi tertinggi terhadap kemunculan Perilaku Kewarganegaraan Organisasi pada jenis perusahaan lembaga keuangan tetapi tidak pada jenis bisnis perusahaan Minyak dan Gas Bumi. Berdasarkan hasil tersebut, tampak bahwa untuk dapat meningkatkan Perilaku Kewarganegaraan Organisasi seseorang hal yang perlu dilakukan antara lain adalah dengan memperhatikan kebutuhan individu serta kondisi tempat kerja. Key words: Komitmen Organisasi, Perilaku Kewarganegaraan Organisasi (OCB)
343
Proceedings Temu Ilmiah Psikologi 2010, Psikologi untuk Kesejahteraan Masyarakat, hal 343359, Depok, November 2010, ISBN 978-979-25-5404-5
Pengantar Kemampuan organisasi sangat dipengaruhi serta dapat dikatakan tergantung pada sumberdaya manusia yang dimilikinya, bahkan dapat dikatakan bahwa tantangan, peluang, atau hambatan dalam membentuk organisasi yang efektif berakar dari masalah yang berhubungan dengan sumberdaya manusia (Cascio, 2003). Untuk itu, organisasi perlu memperhatikan orang-orang di dalamnya agar dapat beraktualisasi secara optimal, sehingga efektivitas organisasi juga dapat optimal. Menurut Katz dan Kahn (1966, dalam Organ, Podsakoff, & Mackenzie, 2006), terdapat tiga bentuk kontribusi para karyawan yang dapat membuat organisasi menjadi efektif, yaitu (a) perasaan terikat dan keinginan untuk bertahan dalam organisasi, (b) performa kerja yang memenuhi kriteria minimal, serta (c) perilaku spontan dan inovatif. Perilaku spontan dan inovatif yang dimaksud adalah perilaku yang menunjukkan performa kerja yang melebihi persyaratan yang dapat memenuhi tujuan organisasi, misalnya perilaku kooperatif dengan rekan kerja, tindakan melindungi sistem dalam organisasi, memberikan ide yang original untuk peningkatan sistem, mengembangkan diri untuk memberikan kontribusi tambahan, dan menunjukkan iklim organisasi yang baik pada pihak luar organisasi. Perilaku tersebut kemudian dipopulerkan oleh Bateman dan Organ (1983) dengan istilah Organizational Citizenship Behavior atau Perilaku Kewarganegaraan Organisasi (PKO). Berdasarkan tinjauan berbagai penelitian mengenai PKO/OCB oleh Organ, dkk (2006) menunjukkan bahwa PKO memiliki hubungan erat dengan efektivitas organisasi. Lebih lanjut, Podsakoff, dkk (2000) menyatakan bahwa PKO dipengaruhi oleh empat kategori faktor, yaitu (1) karakteristik individu, (2) karakteristik tugas, (3) karakteristik organisasi, dan (4) perilaku pemimpin. Kategori karakteristik individu terdiri dari faktor kepuasan kerja, keadilan, komitmen organisasi, dan kepribadian. Berdasarkan penjelasan dari Podsakoff, dkk (2000) di atas, peneliti kemudian terdorong untuk melakukan identifikasi terhadap faktor karakteristik individu yaitu komitmen organisasi yang mempengaruhi PKO dan melihat bagaimana hubungan antara faktor tersebut dengan PKO. Identifikasi ini penting untuk dilakukan karena seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, PKO terbukti dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi organisasi. Diketahuinya faktor yang berhubungan dengan PKO diharapkan dapat membantu pihak manajemen untuk melakukan intervensi melalui area-area tersebut, sehingga kemudian dapat membantu menumbuhkan atau meningkatkan juga karyawannya. 344
Proceedings Temu Ilmiah Psikologi 2010, Psikologi untuk Kesejahteraan Masyarakat, hal 343359, Depok, November 2010, ISBN 978-979-25-5404-5
Penelitian ini akan dilakukan di beberapa organisasi yang berbeda-beda karena kemunculan PKO pada karyawan sangat dibutuhkan di berbagai organisasi.
Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui arah dan kekuatan hubungan antara PKO dengan komitmen organisasi, serta hendak mengetahui sampai seberapa jauh kontribusi dari Komitmen Organisasi terhadap munculnya Perilaku Kewarganegaraan Organisasi. Berdasarkan hal tersebut, rumusan permasalahan penelitian yang ingin dijawab dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana arah dan kekuatan hubungan yang terjadi di antara komitmen organisasi dengan PKO? 2. Seberapa
besar
kontribusi
dari
Komitmen
Organisasi
terhadap
Perilaku
Kewarganegaraan Organisasi? 3. Bagaimanakah profil PKO dan Komitmen Organisasi pada 2 jenis bisnis yang berbeda?
Kerangka Teori
Perilaku Kewarganegaraan Organisasi (Organizational Citizenship Behavior) Definisi Perilaku Kewarganegaraan Organisasi (Organizational Citizenship Behavior) Definisi mengenai Organizational Citizenship Behavior yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah definisi yang dikemukakan oleh Organ, dkk. (2006), yaitu: “Individual behavior that is discretionary, not directly or explicitly recognized by the formal reward system, and in the aggregate promotes the efficient and effective functioning of the organization.” Perilaku Kewarganegaraan Organisasi (PKO) adalah tingkah laku individu yang bersifat sukarela, tidak secara langsung atau eksplisit dilakukan karena sistem ganjaran yang formal, dan secara keseluruhan dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas fungsi organisasi (Organ, dkk, 2006). Berdasarkan definisi tersebut, dapat diartikan bahwa Organizational Citizenship Behavior adalah perilaku individu yang secara sukarela, tidak secara langsung atau eksplisit diakui oleh sistem pemberian imbalan yang formal, dan dalam agregat tertentu dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi fungsi organisasi. Dari definisi tersebut perlu dilihat lebih jauh tiga kriteria utama yang membangun konsep Organizational Citizenship 345
Proceedings Temu Ilmiah Psikologi 2010, Psikologi untuk Kesejahteraan Masyarakat, hal 343359, Depok, November 2010, ISBN 978-979-25-5404-5
Behavior, yaitu secara sukarela, tidak secara langsung atau eksplisit diakui oleh sistem pemberian imbalan yang formal, dan dalam agregat tertentu meningkatkan efektivitas dan efisiensi fungsi organisasi.
Dimensi-dimensi Organizational Citizenship Behavior Paille (2009) menyatakan bahwa selama ini Organizational Citizenship Behavior dan penelitian-penelitiannya dilakukan dalam konteks budaya Amerika Serikat, sehingga belum tentu sesuai dengan konteks budaya lain. Oleh karena itu, tidak semua dimensi dalam Organizational Citizenship Behavior bersifat universal dan dapat digunakan dalam konteks budaya yang berbeda-beda. Penelitian ini menggunakan gabungan dari dimensidimensi yang dikemukakan oleh beberapa tokoh tersebut. Gabungan dimensi-dimensi tersebut dipilih berdasarkan pertimbangan adanya beberapa dimensi yang sesuai dengan konteks budaya timur (dimana Indonesia termasuk di dalamnya), dan juga beberapa dimensi yang bersifat universal (berlaku pada konteks budaya timur dan barat). Dimensi-dimensi tersebut adalah: 1) Altruisme pada rekan kerja, yaitu perilaku sukarela untuk membantu orang dilingkungan kerja (seperti rekan kerja, klien, atasan, bawahan) dalam hubungannya dengan masalah pekerjaan (Farh, Earley dan Ling, 1997). 2) Identifikasi terhadap organisasi, yaitu perilaku sukarela yang mengindikasikan bahwa seseorang peduli dan/atau terlibat secara langsung pada hal-hal yang terkait dengan kelangsungan hidup organisasi, misalnya: mengahadiri sosialisasi peraturan baru di organisasi, membaca pengumuman atau informasi terbaru dari organisasi, mempromosikan organisasikan organisasi pada pihak luar, menjaga reputasi organisasi dan memberi saran untuk kemajuan organisasi (Farh, Earley, dan Ling, 1997). 3) Melindungi dan menghemat sumber daya organisasi, yaitu termasuk perilaku-perilaku yang menghemat sumber daya organisasi, menggunakan sumber daya pribadi (seperti: uang, informasi, jaringan sosial) untuk membantu organisasi dan melindungi organisasi dari kecelakaan (seperti: kebakaran atau banjir) (Farh, Zhong dan Organ, 2004), 4) Keselarasan interpersonal, yaitu perilaku karyawan yang bertujuan untuk memfasilitasi dan menjaga hubungan yang selaras di tempat kerja (Farh, Zhong dan Organ, 2004). 5) Pengembangan diri, yaitu perilaku sukarela karyawan yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan dan menambah pengetahuan dalam pekerjaan (Farh, Zhong dan Organ, 2004). 6) Memiliki inisiatif, yaitu perilaku sukarela yang menunjukkan pengambilan tanggung jawab atau pekerjaan tambahan, seperti: secara sukarela bekerja melebihi batas jam kerja yang sesunguhnya, 346
Proceedings Temu Ilmiah Psikologi 2010, Psikologi untuk Kesejahteraan Masyarakat, hal 343359, Depok, November 2010, ISBN 978-979-25-5404-5
mengerjakan tugas-tugas tambahan, dan berbagi informasi-informasi yang relevan mengenai pekerjaan dengan rekan kerja (Farh, Zhong dan Organ,2004) dan 7) Sportivitas, yaitu perilaku sukarela yang menunjjukkan bahwa seseorang memiliki toleransi untuk menerima dan/atau tidak mengeluhkan keadaan-keadaan di organisasi yang dipersepsikan kurang ideal (Podsakoff, et.al, 2000). Komitmen Organisasi Meyer dan Allen (1997) menjelaskan bahwa komitmen merupakan kondisi psikologis yang menggambarkan karakteristik hubungan antara individu dan organisasi dan memiliki implikasi pada keputusan dalam melanjutkan keanggotaan di organisasi tersebut. Menurut Kreitner dan Kinicki (2004), komitmen organisasi adalah tingkatan sejauh mana individu melekatkan dirinya dengan organisasi dan tujuan dari organisasi tersebut. Meyer & Allen (1997) menambahkan bahwa komitmen organisasi juga termasuk pola pikir individu di mana inividu memikirkan sejauh mana nilai dan tujuannya sesuai dengan organisasi ia berada, cara mengatasi masalah yang timbul, serta keterikatan individu terhadap organisasi di mana ia berada. Terdapat tiga dimensi dalam komitmen organisasi, yaitu komitmen afektif, normatif, dan berkelanjutan (Meyer & Allen, 1997).
Dimensi Komitmen Organisasi 1. Komitmen Afektif Meyer dan Allen mendefinisikan komitmen afektif sebagai berikut: “Affective commitment refers to the employee’s emotional attachment to, identification with, and involvement in the organization (Meyer & Allen, 1991; Meyer & Allen, 1997).” Komitmen afektif mengacu pada keadaan emosional individu untuk melekatkan diri pada organisasi, mengidentifikasi pada organisasi, dan melibatkan diri pada organisasi. Perasaan dan keinginan yang kuat dapat terjadi karena individu merasa sesuai dengan tujuan dan nilai-nilai yang dimiliki perusahaan. Individu dengan komitmen afektif yang tinggi memiliki keinginan untuk tetap berada pada suatu organisasi karena mereka sepakat dengan tujuan dari berdirinya organisasi dan bersedia untuk membantu organisasi dalam proses pencapaian tujuan tersebut. 2. Komitmen Berkelanjutan Meyer dan Allen (1997) mendefinisikan komitmen berkelanjutan sebagai berikut: 347
Proceedings Temu Ilmiah Psikologi 2010, Psikologi untuk Kesejahteraan Masyarakat, hal 343359, Depok, November 2010, ISBN 978-979-25-5404-5
“Continuance commitment refers to an awareness of their costs associated with leaving the organization (Meyer & Allen, 1991; Meyer & Allen 1997).” Komitmen berkelanjutan mengacu pada kesadaran akan keterkaitan antara kondisi keuangan individu ketika meninggalkan organisasi. Perasaan dan keinginan yang kuat ini dipengaruhi oleh kerugian yang akan ditimbulkan bila meninggalkan pekerjaan tersebut. Individu yang tetap bertahan dalam pekerjaannya karena tidak bersedia untuk menanggung risiko kehilangan pekerjaannya memiliki komitmen berkelanjutan yang tinggi. 3. Komitmen Normatif Meyer dan Allen mendefinisikan komitmen normatif sebagai berikut: “Normative commitment reflects a feeling of obligation to continue employment (Meyer & Allen, 1991; Meyer & Allen, 1997).” Komitmen normatif merefleksikan perasaan akan kewajiban untuk terus melanjutkan pekerjaan. Perasaan dan keinginan yang kuat dari individu merujuk pada kewajiban untuk tinggal dalam suatu organisasi. Individu dengan komitmen normatif yang tinggi sangat memperhatikan pendapat orang lain saat hendak meninggalkan pekerjaan karena merasa enggan untuk mengecewakan karyawan lain. Kunci dari komponen normatif ini adalah “keharusan untuk” (ought to), dimana individu merasa memiliki kewajiban untuk bertahan dalam organisasi. Nilai normatif yang tinggi akan tetap bergabung dalam organisasi karena suatu keharusan. Hal ini disebabkan karena adanya kewajiban pada bawahan untuk memberikan balasan atas yang pernah diterima dari organisasi dan berisi keyakinan individu akan tanggung jawab terhadap organisasi.
Hubungan antara Komitmen Organisasi dan Perilaku Kewarganegaraan Organisasi Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mengetahui hubungan antara Komitmen Organisasi dengan Perilaku Kewarganegaraan Organsiasi antara lain yang dilakukan oleh Gautam, Dick, Wagner, Upadhay, dan Davis (2004) melakukan penelitian untuk menemukan hubungan antara komitmen organisasi dan PKO di Nepal. Responden penelitian tersebut sebanyak 450 karyawan dari lima organisasi di Nepal dengan menggunakan alat ukur PKO yang diadaptasi dari alat ukur PKO yang dibuat oleh Smith, Organ, & Near (1983). Hasil dari penelitian tersebut ditemukan bahwa komitmen berkelanjutan berkorelasi negatif terhadap dimensi sopan santun dan tidak berkorelasi terhadap dimensi altruisme. Lebih lanjut, Organ dan Ryan (dalam Meyer dan Allen, 1997) 348
Proceedings Temu Ilmiah Psikologi 2010, Psikologi untuk Kesejahteraan Masyarakat, hal 343359, Depok, November 2010, ISBN 978-979-25-5404-5
melaporkan adanya korelasi yang signifikan antara komitm en afektif dengan dua dimensi dari PKO, yaitu altruisme dan sopan santun. Podsakoff, dkk. (2000) juga melakukan meta analisis terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat PKO. Hasil dari meta analisis tersebut menyatakan bahwa komitmen organisasi memiliki korelasi yang positif pada setiap dimensi PKO. Dalam hal ini, dimensi komitmen afektif memiliki korelasi yang signifikan terhadap dimensi altruisme PKO sedangkan dimensi komitmen berkelanjutan tidak memiliki korelasi yang signifikan terhadap dimensi altrusime. Lebih lanjut, dalam meta analisis yang dilakukan Meyer, dkk (dalam Gautam, van Dick, Wagner, Upadhyay, dan Ann, 2004) menunjukkan bahwa komitmen afektif dan normatif berkorelasi terhadap dimensi PKO altruisme dan sopan santun. Sedangkan komitmen berkelanjutan tidak berhubungan dengan PKO. Berdasarkan berbagai penelitian tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa komitmen organisasi memiliki hubungan yang positif dan signifikan dengan PKO. Lebih spesifik lagi adalah, hubungan yang signifikan terdapat pada dimensi komitmen afektif dan dimensi komitmen normatif. Sedangkan dimensi komitmen berkelanjutan tidak memiliki hubungan yang positif bahwa memiliki hubungan yang negatif terhadap PKO. Komitmen afektif mengacu pada keadaan emosional individu untuk melekatkan diri pada organisasi, mengidentifikasi pada organisasi, dan melibatkan diri pada organisasi. Perasaan dan keinginan yang kuat dapat terjadi karena individu merasa sesuai dengan tujuan dan nilai-nilai yang dimiliki perusahaan. Individu dengan komitmen afektif yang tinggi memiliki keinginan untuk tetap berada pada suatu organisasi karena mereka sepakat dengan tujuan dari berdirinya organisasi dan bersedia untuk membantu organisasi dalam proses pencapaian tujuan tersebut. Penegasan kembali dari nilai-nilai suatu organisasi dapat mempengaruhi tingginya komitmen afektif. Kunci dari komitmen ini adalah “keinginan untuk” (want to), dimana individu memiliki keinginan kuat untuk mengidentifikasikan diri dengan organisasi karena merasakan adanya kesamaan dalam nilai pribadi dan organisasi. Variabel ini yang biasanya memiliki hubungan yang erat serta memunculkan Perilaku Kewarganegaraan Organisasi.
Metode Sampling dan sampel Tipe penelitian ini adalah field study, dimana penelitian dilakukan pada keadaan sehari-hari tanpa adanya manipulasi. Pengambilan sampel penelitian dilakukan dengan 349
Proceedings Temu Ilmiah Psikologi 2010, Psikologi untuk Kesejahteraan Masyarakat, hal 343359, Depok, November 2010, ISBN 978-979-25-5404-5
teknik accidental sampling, dimana anggota populasi tidak memiliki peluang yang sama untuk menjadi subyek penelitian. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah non probability sampling menurut Kumar (1996), khususnya convenience sampling (Furlong, Lovelace, & Lovelace, 2000; Gravetter & Forzano, 2009). Setiap karyawan yang bersedia dan memiliki karakteristik yang sesuai dengan penelitian ini akan diminta untuk menjadi responden. Teknis pengambilan data dilakukan dengan cara membagikan alat ukur langsung kepada karyawan yang telah dititipkan kepada seorang karyawan/manajer yang sebelumnya telah diminta untuk menjadi koordinator bagi karyawan lain pada organisasi tersebut.
Karakteristik sampel /responden Responden yang merupakan sampel dalam penelitian ini memiliki karakteristik sebagai berikut: a) Karyawan tetap. Individu yang bukan pekerja tetap kemungkinan tidak memiliki keinginan untuk bekerja dalam jangka waktu yang lama, tidak memiliki keinginan untuk berhubungan timbal balik dengan organisasi, dan hanya menghayati organisasi dari segi ekonomi. Sehingga mereka hanya menguntungkan dari segi fleksibilitas, tetapi rendah dalam menampilkan PKO. Dalam hal ini, penelitian Moorman dan Lynn (2002), memberikan hasil bahwa karyawan tetap akan lebih memunculkan perilaku-perilaku positif seperti komitmen organisasi dan PKO. Hal ini diperkuat pula oleh penelitian Moorman dan Harland (2002) yang menemukan adanya perbedaan PKO yang dilakukan oleh karyawan tetap dan karyawan temporer. Oleh sebab itu, penelitian ini hanya menggunakan karyawan tetap sebagai sampel penelitian. b) Usia 25-44 tahun. Penetapan usia mengacu pada pengelompokkan usia berdasarkan tahapan perkembangan karir yang dikemukakan oleh Dessler (2008), yaitu pada usia 25 sampai dengan 44 tahun, karena pada tahap kemapanan seseorang menemukan pekerjaan yang cocok dalam hidupnya, sehingga seringkali seseorang akan terikat pada suatu pilihan keahlian lebih awal. Meskipun demikian, dalam tahap ini justru yang terjadi adalah periode dimana seseorang secara terus menerus menguji kemampuannya dan ambisinya dengan pilihan semula. Usia ini juga jauh dari usia pensiun sehingga subyek tidak melakukan PKO karena sudah terbiasa. Drenth (1998) juga menunjukkan adanya hubungan antara usia dengan produktivitas dan kreativitas pekerja.
350
Proceedings Temu Ilmiah Psikologi 2010, Psikologi untuk Kesejahteraan Masyarakat, hal 343359, Depok, November 2010, ISBN 978-979-25-5404-5
c) Lama bekerja pada perusahaan tersebut minimal adalah 2 tahun, dengan asumsi bahwa individu telah mengetahui lebih banyak tentang organisasi tempat dia bekerja. para karyawan telah memiliki sikap yang relatif stabil terhadap perusahaan tempat ia bekerja. Pengelompokkan ini juga didasarkan pada tahap perkembangan karir berdasarkan masa kerja yang diungkapkan Moorow & Mc Elroy (dalam Seniati, 2002), yaitu berada pada tahap ini masa kerja antara dua sampai sepuluh tahun dimana karyawan sudah memiliki suatu perilaku yang lebih menetap dibandingkan pada tahap perkembangan. d) Pendidikan minimal SMU (Sekolah Menengah Umun) atau sederajat, dengan asumsi bahwa pada tingkat pendidikan tersebut, responden dapat mengerjakan kuesioner dengan baik.
Profil dan Jumlah Responden Penelitian dilakukan pada beberapa perusahaan keuangan (N=216) serta perusahaan minyak dan gas bumi (N=95). Profil responden adalah sebagai berikut: Tabel 1. Profil Responden
Variabel
Perusahaan Keuangan
Perusahaan Minyak & Gas Bumi N Persentase (%)
N
Persentase (%)
Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan
113 100
52,3 47,7
75 2
78,9 21,1
Pendidikan S2 S1 D3 D1 SLTA & Sederajat Lainnya
8 182 19 1 4 2
3,8 84,2 8,8 0,5 1,8 0,9
17 62 11 1 3 1
17,9 65,3 11,6 1,1 3,2 1,1
Masa Kerja < 2 tahun 2-10 tahun > 10 tahun
0 165 51
0 76,4 23,6
4 80 15
4,2 84,2 15,8
Posisi Manajemen Staf Non Staf
16 200
7,4 92,6
1 87 7
1,1 91,6 7,4
TOTAL
216
100
95
100
351
Proceedings Temu Ilmiah Psikologi 2010, Psikologi untuk Kesejahteraan Masyarakat, hal 343359, Depok, November 2010, ISBN 978-979-25-5404-5
Alat ukur Terdapat dua alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini, yakni alat ukur PKO yang dikonstruksi berdasarkan beberapa dimensi yang telah ditemukan pada penelitianpenelitian sebelumnya; dan alat ukur komitmen organisasi yang diadaptasi dan dimodifikasi dari Allen dan Meyer (1997). Khusus untuk alat ukur PKO peneliti membuat skala pengukuran yang menghubungkan dua pernyataan bipolar. Kedua pernyataan bipolar tersebut dibuat sehingga memiliki tingkat social desirability yang relatif sama. Variabel komitmen organisasi merupakan variabel yang mengukur derajat identifikasi yang dilakukan individu terhadap organisasi dan tujuan dari organisasi, yang memberikan dampak keputusan pada individu untuk tetap mempertahankan keanggotaannya di dalam organisasi tersebut. Pada penelitian ini, konsep komitmen organisasi mengacu kerangka konseptual konseptual Allen dan Meyer (1997), yang menggunakan tiga komponen pengukuran, yaitu: komitmen afektif, komitmen berkelanjutan, dan komitmen normatif . Penelitian ini mengadaptasi alat ukur dari Allen dan Allen (1997), dengan cara menerjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Setelah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia, peneliti menerjemahkan ulang ke bahasa Inggris agar mengetahui seberapa akurat hasil terjemahan bahasa Indonesia yang peneliti lakukan. Alat ukur juga disesuaikan dengan konteks budaya Indonesia. Untuk Alat Ukur PKO, peneliti mengembangkan alat ukur PKO tersebut berdasarkan definisi dari dimensi-dimensi yang sudah dikemukakan oleh Farh, dkk. (2004), Podsakoff, dkk. (2000), dan Farh, dkk., (1997). Pemilihan dimensi yang dicetuskan oleh tiga tokoh ini dilakukan melalui peninjauan definisi dari masing-masing dimensi dan prevalensi dimensi tersebut dalam konteks organisasi di Indonesia. Berdasarkan hal itu, peneliti memilih tujuh dimensi dari delapan belas dimensi yang dikemukakan oleh Farh, dkk. (2004), Podsakoff, dkk. (2000), dan Farh, dkk., (1997). Dimensi tersebut terdiri dari: 1) memiliki inisiatif, 2) melindungi sumber daya organisasi, 3) sportivitas, 4) keselarasan interpersonal, 5) altruisme pada rekan kerja, 6) identifikasi terhadap organisasi, dan 7) pengembangan diri.
Hasil validitas dan realiabilitas alat ukur Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini merupakan alat ukur yang sudah diadaptasikan ke dalam Bahasa Indonesia dan disesuaikan dengan konteks budaya Indonesia dengan 6 pilihan skala likert, yaitu: sangat tidak sesuai (STS), tidak sesuai (TS), agak tidak sesuai (ATS), agak sesuai (AS), sesuai (S), dan sangat sesuai (SS). Penggunaan 352
Proceedings Temu Ilmiah Psikologi 2010, Psikologi untuk Kesejahteraan Masyarakat, hal 343359, Depok, November 2010, ISBN 978-979-25-5404-5
skala 1-6 digunakan untuk menghindari effect of central tendencies, atau kecenderungan partisipan untuk memilih nilai tengah atau nilai netral (Neuman, dalam Pramestika, 2009). Selanjutnya dilakukan analisis item secara kualitatif untuk melihat kualitas dari masingmasing item suatu alat tes (Anastasi & Urbina, 1997). Analisis item secara kualitatif dilakukan dengan melakukan expert judgement atau meminta pertimbangan ahli dimana melihat beberapa aspek penting dalam suatu item seperti akurasi, relevansi, tatabahasa, kesalahan teknis, potensi timbulnya bias, dan keterbacaaan item (Crocker & Algina, 1986). Hasil validitas dan reliabilitas alat ukur yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Realibilitas Alat Ukur Alat Ukur PKO Komitmen Organisasi
Koefisien Alpha 0.903 0.822
Koefisien Validitas 0,832 0,753
Dari hasil tersebut diatas, tampak bahwa kedua alat ukur telah valid (sahih) dan realiabel.
Pengolahan & Analisis Data Data diolah dan dianalisis dengan menggunakan Multiple Regression Analysis. Hasil Dari analisis data secara umum diperoleh hasil bahwa Komitmen Organisasi secara umum berkorelasi secara positif dan signfikan dengan Perilaku Kewarganegaraan Organisasi. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3 dan Gambar 1 Tabel 3. Hasil Analisis Data
Komitmen Organisasi secara Umum dengan PKO Komitmen Normatif Komitmen Kontinuans Komitmen Afektif * p < 0,05, ** p < 0,01
Perusahaan Keuangan (N=201) R R2 Signifikansi 0.400 0.16 0.000** -0.13 0.16 0.16
0.0169 0.0256 0.0256
0.044** 0.017* 0.017*
Perusahaan Minyak dan Gas Bumi (N=95) R R2 Signifikansi 0.670 0.449 0.000** 0.463 0.515 0.077
0.215 0.265 0.006
0.000** 0.000** 0.459
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa komitmen organisasi memiliki hubungan yang positif dan signifikan dengan PKO pada ke dua jenis bisnis usaha, jenis usaha Keuangan (r=0,40) dan jenis usaha Minyak dan Gas Bumi (r=0,670). Tampak bahwa korelasi terbut lebih tinggi pada jenis usaha Minyak dan Gas Bumi. Disamping itu pula, 353
Proceedings Temu Ilmiah Psikologi 2010, Psikologi untuk Kesejahteraan Masyarakat, hal 343359, Depok, November 2010, ISBN 978-979-25-5404-5
hasil menunjukkan bahwa pada ke dua jenis bisnis usaha tersebut tampak bahwa Komitmen Organisasi memberikan kontribusi positif terhadap munculnya Perilaku Kewarganegaraan Organisasi, baik pada jenis usaha keuangan (R2=0,16 atau 16%) maupun pada jenis usaha Minyak dan Gas Bumi (R2=0,449 atau 44,9 %). Angka yang diperoleh pada perusahaan Minyak dan Gas Bumi lebih tinggi dibandingkan dengan nilai yang terdapat pada skor jenis bisnis usaha keuangan. Hal menarik yang menjadi perbedaan dari hasil penelitian yang selama ini adalah sebagai berikut: 1. Komitmen Kontinuans memiliki hubungan yang positif dan signifikan serta memberikan kontribusi akan kemunculan Perilaku Kewargnegaraan Organisasi baik pada perusahaan lembaga keuangan (r=0,16,pada p<0.01, sebesar 2,56%) maupun pada bisnis usaha lembaga keuangan ( r=0,515 pada p<0,01, sebesar 2,65%). 2. Komitmen Afektif memiliki hubungan yang positif dan signifikan serta memberikan
kontribusi
akan
kemunculan
Perilaku
Kewarganegaraan
Organisasi pada perusahaan lembaga keuangan (r=0.16 pada p<0,01 sebesar 0,6%), tetapi tidak memiliki hubungan yang signifikan pada perusahaan Minyak dan Gas Bumi. 3. Komitmen Normatif memiliki hubungan yang positif dan signifikan serta memberikan
kontribusi
terhadap
muculnya
Perilaku
Kewarganegaraan
Organisasi pada perusahaa Minyak dan Gas bumi (r=0,63, p<0.01 sebesar 21,5%), serta memiliki hubungan yang negatif dan signifikan antara pada perusahaan lembaga keuagan (r=-0. 013). Sehingga pada perusahaan Minyak dan Gas Bumi, semakin tinggi Komitmen Normatif seseorang maka akan semakin rendah Perilaku Kewarganegaraan Organisasinya.
Hasil perhitungan korelasi dan regresi antara Komitmen Organisasi dengan perilaku Kewarganegaraan Organisasi pada dua jenis usaha, secara lengkap dapat terlihat pada Gambar 1 dibawah ini.
354
Proceedings Temu Ilmiah Psikologi 2010, Psikologi untuk Kesejahteraan Masyarakat, hal 343359, Depok, November 2010, ISBN 978-979-25-5404-5
Komitmen Afektif Keuangan Komitmen Organisasi (Keuangan )
r=0.16* R2=0.0256
Komitmen Afektif Minyak & Gas
r =0.400** R2=0.16 r=0.077 R2=0.006 r=0.16* R2=0.0256
Komitmen Kontinuans Keuangan
PKO
r=0.515** R2=0.265 r=0.670** R2=0.449
Komitmen Organisasi (Minyak & Gas)
Komitmen Kontinuans Minyak & Gas
r=-0.13* R2=0.0169
r=0.463** R2=0.215
Komitmen Normatif Keuangan
Komitmen Normatif Minyak & Gas
Gambar 1: Hasil perhitungan korelasi dan regresi antara Komitmen Organisasi dengan perilaku Kewarganegaraan Organisasi pada dua jenis usaha.
Diskusi Dari hasil diperoleh bahwa Komitmen Afektif tidak berhubungan secara signifikan pada Pengembangan Organisasidi perusahaan Minyak dan Gas. Hal ini tampaknya tidak sesuai dengan hasil penelitian terdahulu maupun hasil penelitian pada lembaga keuangan, yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara Komite Afektif. penelitian ini. Apakah hal ini disebabkan karena kondisi kesejahteraan pegawai pada perusahaan Minyak dan gas Bumi sudah baik, sehingga kedekatan emosi tidak lagi dipentingkan sebagai salah satu variabel yang berhubungan serta memunculkan Perilaku Kewarganegaraan Organisasi? Untuk itu penelitian lanjutan perlu dilakukan. 355
Proceedings Temu Ilmiah Psikologi 2010, Psikologi untuk Kesejahteraan Masyarakat, hal 343359, Depok, November 2010, ISBN 978-979-25-5404-5
Lebih lanjut, ditemukan bahwa pada lembaga keuangan Komitmen Normatif berhubungan secara negatif dan signifikan terhadap Perilaku Kewarganegaraan Organisasi, hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi komitmen normatif seseorang maka akan semakin rendah Perilaku Kewarganegaraan Organisasi, meskipun demikian hal ini memperoleh hasil yang sebaliknya pada perusahaan Minyak dan Gas Bumi. Faktor apakah yang mempengaruhi hasil yang diperoleh tersebut, apakah hal ini disebabkan karena iklim, budaya organisasi yang ada, penelitian lanjutan perlu dilakukan. Disamping itu, terdapat beberapa keterbatasan dalam penelitian ini, yang antara lain terdapat dalam metode pengambilan data, metodologi penelitian yaitu: Metode pengambilan data dengan cara meminta di organisasi tersebut untuk menyebarkan kuesioner pada karakteristik peserta dapat menyebabkan suatu bias dalam pengambilan data. Hal ini disebabkan karena mungkin saja kuesioner hanya diberikan pada orang-orang yang dikenal atau mau mengisi kuesioner saja yang akan mengisi kuesioner. Hal ini dapat menyebabkan seluruh responden penelitian adalah responden dengan PKO yang tinggi karena karyawan dengan PKO rendah tidak akan mau mengisinya, seperti apa yang ditunjukkan dalam hasil gambaran penyebaran tingkat PKO. Selain itupula, karena penelitian ini sifatnya adalah self report maka potensi akan munculnya Common Method Bias besar, untuk itu pada penelitian selanjutnya sebaiknya hal ini dapat diantisipasi terlebih dahulu serta dapat dilakukan pengontrolan.
Simpulan Secara umum dapat dinyatakan bahwa Komitmen Organisasi memiliki hubungan positif dan signifikan dengan Perilaku Kewarganegaraan Organisasi, sehingga semakin tinggi Komitmen Organisasi seseorang maka akan semakin tinggi pula Perilaku Kewarganegaraan Organisasi seseorang.
Selain itupula, terlihat bahwa Komitmen
Organisasi memberikan kontribusi terhadap kemunculan Perilaku Kewarganegaraan Organisasi. Secara lebih spesifik, tampak bahwa Komitmen Kontinuans juga berhubungan secara positif dan signifikan dengan Perilaku Kewarganegaraan Organisasi, sehingga semakin tinggi Komitmen Kontinuans seseorang maka akan semakin tinggi pula Perilaku Kewarganegaraan Organisasi seseorang, dan Komitmen Kontinuans memberikan kontribusi terhadap kemunculan Perilaku Kewarganegaraan Organisasi.
356
Proceedings Temu Ilmiah Psikologi 2010, Psikologi untuk Kesejahteraan Masyarakat, hal 343359, Depok, November 2010, ISBN 978-979-25-5404-5
Dengan perkataan lain, salah satu cara untuk meningkatkan dan memunculkan Perilaku Kewarganegaraan Organisasi adalah dengan memperhatikan dan mengembangkan Komitmen Organisasi seseorang. Saran Berdasarkan hasil penelitian, peneliti mengajukan bebeberapa saran metodologis yang dapat menjadi bahan pertimbangan untuk penelitian selanjutnya. Berikut ini adalah beberapa saran metodologis yang diajukan: 1.
Menggunakan responden penelitian yang lebih bervariasi berdasarkan karakteristik organisasi, sehingga dapat memperoleh gambaran yang lebih lengkap dari berbagai karyawan yang berasal dari organisasi yang memiliki karakteristik berbeda.
2.
Sebaiknya kuesioner diberikan langsung kepada responden dan tidak dititipkan. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya pengisian data kontrol atau item-item yang tidak lengkap oleh responden. Dengan demikian, diharapkan tidak banyak kuesioner yang terbuang percuma.
3.
Untuk menghindari adanya common factor bias/deviance, maka penggunaan metode lain yang bersifat obyektif dapat digunakan.
Daftar Pustaka Ali Nina, Liche Seniati (2002). Pengaruh Masa Kerja, Trait Kepribadian, Kepuasan Kerja, dan Iklim Psikologis terhadap Komitmen Dosen pada Universitas Indonesia. Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia. Ali Nina, Liche Seniati (2002). Pengaruh Masa Kerja, Trait Kepribadian, Kepuasan Kerja, dan Iklim Psikologis terhadap Komitmen Dosen pada Universitas Indonesia. Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia. Anastasi, Anne. & Urbina, Susana. (1997). Psychological Testing (7th ed). New Jersey: Prentice Hall. Cascio, Wayne F. (2003). Managing Human Resources 6th Edition : Productivity, Quality of Work Life, Profits. USA : Mc.Graw-Hill. Crocker, Linda & Algina, James. (1986). Introduction to Classical and Modern Test Theory. Forth Worth: Harcourt Brace & Company, Florida: Holt, Rinehart, and Winston, Inc. Dessler, g. (2008). Human resource management 11th ed. New York: Printice Hall.
357
Proceedings Temu Ilmiah Psikologi 2010, Psikologi untuk Kesejahteraan Masyarakat, hal 343359, Depok, November 2010, ISBN 978-979-25-5404-5
Farth, J.I., Earley, P.C., dan Ling, S.C. (1997). Impetus for action : A cultural analysis of Justice
and
organizational;
citizenship
behavior
in
Chinese
Society.
Administratrative Science Quarterly, 42(3), 421-444. Farth, J.L., Zhong, C.B., dan Organ, D.W. (2004). Organizational Citizenship Behavior in the People’s Republic of China. Organization Science, 15, 241-253. Furlong, N. E., Lovelace, E. A., & Lovelace, K. L. (2000). Research methods and statistics: an integrated approach. Orlando: Harcourt College Publishers. Kaplan, Robert M., & Sacuzzo, Dennis P. (2005). Psychological Testing: Principles, Application, and Issues 6th edition. USA: Thomson. Katz, D. & Kahn, R.L. (1966). The Social Psychology of Organizations. New York: Wiley. Kreitner, Robert, dan Kinicki, Angelo. (2004). Organizational Behavior 6ed Edition. USA: Mc.Graw-Hill. Kumar, Ranjit (1996). Research Methodology : A Step by Step guide for Beginners. Australia : Sage Publication. Mangundjaya, Wustari. (2001). Memanajemeni Perubahan di Organisasi. Dalam Graito, B.K.I, Sjabadhyni, B, & Wutun, P.R. Pengembangan Kualitas SDM dari Perspektif PIO. Depok: Bagian PIO Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Meyer, J.P & Allen, N.J. (1997). Commitment in the Workplace: Theory, Research, and Application. Thousand Oaks: Sage Publications. Inc. Moorman, R. H., & Blakely, G. R. (1995). Individualism-collectivism as an individual difference predictor of organizational citizenship behavior. Journal of organizational Behavior, 16 (2), 127-142. Organ, Dennis W.., Philip M. Podsakoff, dan Scott B. MacKenzie. (2006). Organizational Citizenship Behavior; Its Nature, Antecedents, and Consequences. UK; SAGE Publications. Paile. P.(2009). Assessing Organizatioal Citizenship Behavior in Frech Context: Evidence for the Four-Dimensional Model. The Journal of Psychology, 143 (2), 133-1146. Podsakoff, P.M., Mackenzie, S.B., Paine, J. B., & Barchrach, D.G. (2000). Organizational Citizenship Behaviors: A Critical review of the theoritical and empirical literaure and suggestions for future research. Journal of Management, Vol.26, No.3, 513-563. Podsakoff, P.M., Mackenzie, S.B., Paine, J. B., & Barchrach, D.G. (2000). Organizational Citizenship Behaviors: A Critical review of the theoritical and empirical literaure and suggestions for future research. Journal of Management, Vol.26, No.3, 513-563. 358
Proceedings Temu Ilmiah Psikologi 2010, Psikologi untuk Kesejahteraan Masyarakat, hal 343359, Depok, November 2010, ISBN 978-979-25-5404-5
Shore, L.M., dan Shore, T.H. (1995). Perceived organizational support and organizational justice. In R. Cropanzo and K.M. Kacmar (Eds.) organizational Politics, Justice, and Support: Managing social Climate at Work, pp. 149 164. Quorum Press. Shore, L.M., dan Wayne S. J (1993). Commitment and employee behavior: Comparison of affective organizational commitment and continuance commitment with perceived organizational support. Journal of Applied Psychology, 78, 774-780 Smith, Peter B., & Schwartz, Shalom H. (1997).Values Dalam Berry, J.L., Segall,Marshall H.. & Kaitcibasi, Cigdem (Editor). Handbook of Cross-Cultural Psychology Volume 3: Social Behavior And Applications (pp. 77 - 113).Boston: Allyn and Bacon.
359