Proceeding Seminar Nasional Thermofluid VI Yogyakarta, 29 April 2014
Perambatan Gelombang Detonasi Campuran Stoikiometris LPG-Oksigen di Belakang Model Media Porous dengan Variasi Massa (Detonation Wave Propagation of Stoichiometric LPG-Oxygen Mixture behind Porous Media Model with Mass Variation) Jayan Sentanuhady, Jannati Adnin Tuasikal Department of Mechanical and Industrial, Engineering Faculty, Universitas Gadjah Mada Jalan Grafika No. 2, Kampus UGM, Yogyakarta, 55281.
[email protected].
Abstract LPG-air mixture enriched with oxygen is usually used for generating heat in industry sector in order to increase flame temperature resulted by combustion process. There is possibility that LPG-oxygen will mix and react independently and the mixture could generate detonation wave if an accident occurs. This condition could harm people and environment, thus detonation quenching to guarantee safety becomes very important. The aim of this experiment is to investigate detonation quenching phenomena behind porous medium model. This experiment used detonation test tube with 50 mm of inner diameter and 6000 mm of total length, which consists of two section, 1000 mm long driver section and 5000 mm long driven section. Driver section and driven section are separated by mylar film to prevent mixing between driver gas and driven gas which consists different gas mixture with different pressure. The driver section contains stoichiometric hydrogen-oxygen mixture at constant initial pressure which functions as direct initiator for detonation in driven section. In other hand, the driven section contains stoichiometric mixture of LPG and oxygen at initial pressure varied from 20 to 100 kPa with interval 10. Stainless steel porous media with variation masses of 15 and 20 grams was inserted in a cylindrical case which has perforated small holes on its crosssectional surface to enable detonation wave to propagate through it. Observation of detonation wave propagation was done at upstream and downstream of the model. Two mechanisms of detonation wave propagation were observed in the downstream of porous media model, which are (a) detonation reinitiation and (b) detonation transmission. The increase of porous media mass will result to the increase of reinitiation distance of detonation behind the model. Increment of reinitiation distance of detonation is significant for mixture with low initial pressure. Keywords LPG Combustion, Detonation, Detonation Quenching, Porous Media
1.
Pendahuluan LPG Pertamina merupakan salah satu bahan bakar yang banyak digunakan di Indonesia, baik untuk kebutuhan rumah tangga maupun industri. Pada penggunaan LPG sebagai bahan bakar di industri, oksigen biasa ditambahkan pada proses pembakaran untuk meningkatkan energi yang dihasilkan. Akan tetapi, ada kemungkinan oksigen bereaksi dengan LPG secara independen tanpa udara yang dapat menghasilkan energi dan kalor lebih tinggi dibandingkan dengan reaksi LPG dengan udara. Energi dalam jumlah tinggi ini dapat meningkatkan kemungkinan timbulnya gelombang detonasi apabila terjadi kecelakaan. Detonasi sendiri merupakan gelombang pembakaran yang merambat dengan kecepatan supersonik. Pada kondisi detonasi, terdapat shockwave yang merambat tepat di depan gelombang pembakaran. Gelombang detonasi dapat terbentuk dari campuran LPG-Oksigen stoikiometris dengan tekanan awal 20 hingga 100 kPa sebagaimana telah diamati oleh Sentanuhady et al. pada tahun 2013 [1]. Pada
Jurusan Teknik Mesin dan Industri Fakultas Teknik UGM
11
penelitian tersebut, diketahui bahwa detonasi merambat dengan kecepatan mencapai 2320 m/s dengan tekanan shockwave mencapai 2952,6 kPa. Kecepatan dan tekanan tinggi pada perambatan detonasi inilah yang dapat membahayakan lingkungan, maupun manusia yang berkerja di sekitar sistem pembakaran apabila terjadi kecelakaan. Untuk itu, pengendalian gelombang detonasi menjadi sangat penting untuk menjamin keselamatan para pekerja. Proses pengendalian gelombang detonasi bisa disebut proses detonation quenching, dimana gelombang detonasi bertransformasi menjadi gelombang deflagrasi yang lebih tidak berbahaya. Detonation quenching dapat dilakukan dengan metode kimia maupun mekanis seperti menggunakan perforated obstacle maupun model media porous. Pada tahun 1999 Dillon et al. meneliti perambatan pembakaran hidrogen-udara melalui media porous kaca di dalam combustion vessel [2]. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai equivalence ratio (ER) kritis campuran hidrogen-udara yang memungkinkan terjadi pembakaran pada vessel
ISSN 2355 – 6927
Proceeding Seminar Nasional Thermofluid VI Yogyakarta, 29 April 2014
tersebut. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa flame quenching terjadi pada nilai ER 0,26 dan 0,29 sedangkan perambatan pembakaran terjadi pada nilai ER 0,31 hingga 1. Karakteristik perambatan deflagrasi melalui media porous juga pernah diteliti oleh Mihalik et al. pada tahun 1999 dengan menggunakan campuran metana-udara dan propana-udara [3]. Penelitian ini menunjukkan flammability limit campuran melalui model media porous lebih sempit dibandingkan dengan flammability limit campuran pada pipa tanpa model dikarenakan terjadi heat loss dari gelombang pembakaran ke media porous. Pada tahun 2013, Sentanuhady et al. melakukan observasi terhadap perambatan gelombang detonasi LPG-oksigen melalui media porous dengan massa konstan 10 gram [4]. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa gelombang detonasi mengalami quenching pada nilai tekanan awal kurang dari 60 kPa, akan tetapi berhasil terreinisiasi setelah beberapa saat. Sebelumnya, pada tahun 2011 Sentanuhady et al. mengamati karakteristik perambatan deflagrasi LPGudara melewati media porous dengan menggunakan Constant Volume Combustion Chamber (CVCC) [5]. Pada penelitian tersebut nilai tekanan awal campuran divariasikan dari 40 hingga 100 kPa dan massa media porous divariasikan sebesar 5, 10, 15, dan 20 gram. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi massa media porous yang digunakan, semakin tinggi tingkat keberhasilan flame quenching. Pada pengujian dengan menggunakan media porous dengan massa 15 dan 20 gram, flame quenching teramati untuk seluruh nilai tekanan awal campuran. Sedangkan untuk nilai massa media porous lebih rendah, yaitu 5 dan 10 gram, reinisiasi terjadi pada campuran dengan nilai tekanan awal yang tinggi. Berkaitan dengan penggunaan media porous untuk flame quenching, pada tahun 2012, Ciccarelli mengungkapkan bahwa media porous memiliki luas area besar yang dibutuhkan dalam proses flame quenching untuk meningkatkan terjadinya perpindahan kalor dari flame front [6]. Akan tetapi apabila flame front tidak berhasil mengalami quenching, media porous justru dapat meningkatkan ledakan yang terjadi. Hal tersebut diakibatkan saluran-saluran kecil pada media porous justru meningkatkan turbulensi pada perambatan gelombang yang kemudian membantu meningkatkan kecepatan perambatan dari gelombang tersebut. Hasil dari berbagai penelitian yang telah tersebut di atas mengindikasikan bahwa media porous memiliki kemampuan dalam flame quenching maupun detonation quenching. Lebih lanjut properties dari media porous yaitu massa media porous juga mempengaruhi karakteristik perambatan pembakaran yang merambat melaluinya. Di samping itu, properties
Jurusan Teknik Mesin dan Industri Fakultas Teknik UGM
12
dari campuran gas, antara lain jenis dan konsentrasi gas, serta nilai tekanan awal campuran gas juga mempengaruhi keberhasil proses flame quenching dan detonation quenching. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek dari variasi massa media porous terhadap keberhasilan detonation quenching menggunakan campuran LPG-oksigen stoikiometris dengan nilai tekanan awal divariasikan. Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai pertimbangan delam perancangan dan pengembangan flame arrester untuk sistem pembakaran LPG. 2.
Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Konversi Energi, Jurusan Teknik Mesin dan Industri, UGM. Peralatan pengujian terdiri dari pipa uji detonasi (PUD), sensor tekanan, sensor ionisasi, sistem akuisisi data, dan sistem pencampuran gas seperti ditunjukkan Gambar 1. PUD terbuat dari stainless steel dengan diameter dalam 50 mm, yang terdiri dari dua bagian yaitu driver sepanjang 1 m dan driven sepanjang 5 m. PUD dilengkapi dengan dump tank pada bagian ujung akhir driven yang berfungsi untuk menyerap perambatan reflected shock kearah upstream. Tiap bagian dari PUD dibatasi oleh mylar film setebal 50 μm untuk mencegah tercampurnya gas pada bagian driver, driven, dan dump tank yang masing-masingnya berisi gas berbeda dengan tekanan berbeda pula. Model media porous stainless steel dengan variasi massa 15 dan 20 gram dimasukkan dalam casing yang dipasang pada bagian driven dengan jarak 4 m dari ujung awal driven. Casing media porous memiliki perforated hole pada kedua permukaannya untuk memungkinkan gelombang detonasi merambat melaluinya. Rincian dari desain dan parameter model media porous tercantum pada Gambar 2 dan Tabel 1. Empat sensor tekanan PCB Piezotronic 113B24 diinstal pada PUD untuk mendeteksi shockwave. Dua sensor dipasang pada upstream model, sedangkan dua lainnya dipasang pada downstream model. Empat sensor ionisasi diinstal berlawanan dengan sensor tekanan yang berfungsi untuk mendeteksi kedatangan flame front. Soot track record terbuat dari plat aluminium yang dilumuri jelaga pembakaran minyak tanah dipasang pada upstream dan downstream dari model untuk memvisualisasikan mekanisme perambatan detonasi. Bagian driver diisi dengan campuran hidrogen-oksigen stoikiometris dengan tekanan awal konstan 100 kPa yang berfungsi sebagai direct inisiator detonasi pada bagian driven. Sedangkan bagian driven diisi dengan campuran LPG-oksigen stoikiomteris dengan tekanan bervariasi dari 20 hingga 100 kPa. Campuran gas disimpan dalam mixing tank selama mimimal 12 jam sebelum digunakan untuk menjamin homogenitas yang baik. Kondisi eksperimen tercantum pada tabel 2.
ISSN 2355 – 6927
Proceeding Seminar Nasional Thermofluid VI Yogyakarta, 29 April 2014
Gambar 1. Skema peralatan pengujian
3.
Hasil dan Pembahasan Dari hasil eksperimen diperoleh dua mekanisme perambatan detonasi yang telah diobservasi di belakang model media porous, yaitu (1) detonation transmission dan (2) detonation reinitiation. Gambar 3(a) menunjukkan data dari sensor tekanan dan ionisasi pada pembakaran campuran LPGoksigen stoikiometris dengan nilai tekanan awal 80 kPa yang melewati model media porous dengan massa 15 gram. Sumbu vertikal menunjukkan tekanan non dimensi dan sumbu horizontal menunjukkan waktu. Waktu kedatangan flame front melewati sensor ditandai dengan penurunan sinyal ionisasi, sedangkan waktu kedatangan dan besarnya gelombang tekanan ditandai dengan kenaikan sinyal dari sensor tekanan. Pada Gambar 3(a), terlihat bahwa kenaikan tekanan terjadi bersamaan dengan penurunan nilai sinyal ionisasi pada semua lokasi sensor. Hal tersebut menunjukkan bahwa gelombang detonasi merambat pada upstream dan downstream model media porous. Kecepatan perambatan flame front pada downstream terhitung sebesar 2293 m/s sedangkan nilai tekanan shockwave yang terdeteksi pada downstream sebesar 2838 kPa. Kedua nilai tersebut mendekati nilai kecepatan teoritis detonasi Chapman-Jougout (CJ) sebesar 2374 m/s dan nilai tekanan teoritis detonasi CJ sebesar 3061.57 kPa, sehingga dapat dipastikan bahwa detonasi terjadi pada downstream model. Hal tersebut juga ditunjukkan oleh Gambar 4(a) yang merupakan visualisasi perambatan detonasi di belakang model pada kondisi eksperimen ini. Sel detonasi mulai terbentuk pada jarak 12 mm di belakang model. Karena itu, dapat disimpulkan bahwa gelombang detonasi mengalami transmisi secara langsung setelah melewati model media porous.
(a) (b) Gambar 4.2. Casing media porous (a) gambar CAD inventor (b)foto model sebenarnya Tabel 1. Konfigurasi model media porous Parameter Keterangan Panjang Casing (mm) 72 Diameter dalam Casing (mm) 52,5 Kedalaman rongga Casing (mm) 41 Material Casing Steel Material Media Porous Stainless Steel Tabel 2. Experimental conditions Parameter Driver Driven Hidrogen LPG Fuel Pertamina Oksidizer Oksigen Oksigen 1 1 Equivalence Ratio 100 20-100, Initial Pressure (kPa) interval 10 25 25 Temperatur (⁰C) Premixed Premixed Mixing Massa Media Porous 15 dan 20 (gram)
Jurusan Teknik Mesin dan Industri Fakultas Teknik UGM
13
ISSN 2355 – 6927
Proceeding Seminar Nasional Thermofluid VI Yogyakarta, 29 April 2014
120
120
LPG-O2 Pi=80kPa, media porous 20 g
LPG-O2 Pi=80kPa, media porous 15 g ion probe
ion probe
100
100 SW
u
RS
P1
P1
SW
RS
u
80
80
P2
P2
60
60
P3
P3
40
40 P4
20
20 SW 0 -0.0002 -0.0001
0
0.0001
P4 SW
d
0.0002
0.0003
0.0004
0 -0.0002 -0.0001
0.0005
0
0.0001
d
0.0002
0.0003
0.0004
0.0005
time (s)
time (s)
(a)
(b)
120
120
LPG-O2 Pi=20kPa, media porous 15 g
LPG-O2 Pi=20kPa, media porous 20 g
ion probe
ion probe
100
100
SW
u
P1
P1
80
SW
80
RS P2
RS
u
P2
60
60
P3
P3
40
40
P4 20
20
P4 PW
PW 0 -0.0002 -0.0001
0
0.0001
0.0002
0.0003
0.0004
0 -0.0002 -0.0001
0.0005
time (s)
0
0.0001
0.0002
0.0003
0.0004
0.0005
time (s)
(c) (d) Gambar 3. Data dari sensor tekanan dan ionisasi pada kondisi (a) detonation transmission, pada Pi=80kPa dan mporous =15g, (b) detonation transmission, pada Pi=80kPa dan mporous=20g, (c) detonation reinitiation, pada Pi=20kPa dan mporous=15g, (d) detonation reinitiation, pada Pi=20kPa dan mporous=20g. Data dari sensor tekanan dan ionisasi pada pengujian dengan nilai tekanan awal campuran gas 80 kPa menggunakan model media porous dengan massa 20 gram ditampilkan pada Gambar 3(b). Fenomena yang terjadi sama dengan Gambar 3(a) yaitu detonation transmission. Akan tetapi terdapat perbedaan pada visualisasi perambatan detonasi pada downstream model yang ditunjukkan gambar dan 4(b), dimana sel detonasi baru mulai terbentuk pada jarak 18 mm dari model. Nilai ini lebih tinggi 4 mm dibandingkan dengan reinitiation distance detonasi di belakang model media porous dengan massa 15 gram. Gambar 3(c) menunjukkan data dari sensor tekanan dan ionisasi pada pengujian dengan nilai tekanan awal campuran gas 20 kPa menggunakan model media porous dengan massa 15 gram. Pada Gambar 3(c), sensor tekanan 1 dan 2 mendeteksi kenaikan tekanan pada waktu bersamaan dengan dideteksinya perambatan flame front oleh sensor ionisasi yang menunjukkan bahwa detonasi merambat pada upstream dari model. Selanjutnya, ketika gelombang detonasi merambat melalui media porous, terjadi heat loss dan momentum loss yang besar sehingga gelombang detonasi mengalami quenching menjadi deflagrasi pada downstream. Fenomena ini diindikasikan Gambar 3(c), dimana waktu kedatangan flame front dideteksi jauh di belakang waktu dideteksinya pressure wave pada lokasi sensor 3 dan 4. Jurusan Teknik Mesin dan Industri Fakultas Teknik UGM
14
Dari perhitungan data sensor ionisasi dan sensor tekanan, didapatkan kecepatan flame front mencapai 626 m/s dan tekanan pressure wave mencapai 295.86 kPa pada downstream. Nilai ini jauh lebih kecil dari nilai kecepatan dan tekanan teoritis detonasi CJ yang bernilai 2322 m/s dan 726.02 kPa. Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan bahwa deflagrasi merambat pada downstream dari model. Akan tetapi dari hasil visualisasi perambatan detonasi pada sooth track record yang terpasang pada downstream sebagaimana ditampilkan pada Gambar 4(c), sel detonasi mulai terbentuk pada jarak 320 mm dari model. Dapat disimpulkan gelombang detonasi mengalami quenching menjadi deflagasi setelah merambat melalui media porous, akan tetapi setelah beberapa saat detonasi mengalami reinisiasi. Fenomena ini disebut dengan detonation reinitiation. Pengujian dengan nilai tekanan awal campuran yang sebesar 20 kPa menggunakan media porous dengan massa 20 gram juga menghasilkan fenomena detonation reinitiation seperti ditunjukkan Gambar 3(d). Akan tetapi terdapat perbedaan pada visualisasi sooth track yang ditampilkan pada Gambar 4(d), dimana sel detonasi baru terbentuk pada jarak 525 mm dari model. Terlihat terjadi peningkatan nilai sebesar 205 mm dari reinitiation distance detonasi ketika pengujian dengan menggunakan media porous bermassa 15 gram.
ISSN 2355 – 6927
Proceeding Seminar Nasional Thermofluid VI Yogyakarta, 29 April 2014
(a)
(b)
(c)
(d) Gambar 4. Visualisasi detonasi pada sooth track record (a) detonation transmission, pada Pi=80kPa dan mporous =15g, (b) detonation transmission, pada Pi=80kPa dan mporous=20g, (c) detonation reinitiation, pada Pi=20kPa dan mporous=15g, (d) detonation reinitiation, pada Pi=20kPa dan mporous=20g. 600 m=15 g m=20 g
500
400
300
200
P1
100
limit of detonation transmition
P2
0 0
20
40
60
80
100
120
Pi (kPa)
Gambar 5. Hubungan antara tekanan awal campuran dengan Reinitiation Distance Efek dari peningkatan massa media porous dan tekanan awal campuran terhadap reinitiation distance detonasi (Dri) pada downstream model ditunjukkan Gambar 5. Garis solid menunjukkan Dri pada kondisi media porous bermassa 15 gram dan garis putus-putus menunjukkan Dri pada kondisi media porous bermassa 20 gram. Gambar 5 menunjukkan bahwa pada nilai tekanan awal tinggi antara 70 hingga 100 kPa garis putus-putus berhimpit Jurusan Teknik Mesin dan Industri Fakultas Teknik UGM
15
dengan garis solid. Kemudian seiring dengan penurunan nilai tekanan awal, garis putus-putus cenderung lebih tinggi dibandingkan garis solid. Pada nilai tekanan awal 20 kPa, nilai Dri pada kondisi massa media porous 20 gram mengalami peningkatan mencapai 205 mm dari Dri pada kondisi massa media porous 15 gram. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa peningkatan massa media porous akan meningkatkan nilai reinitiation distance detonasi yang cukup signifikan pada campuran dengan tekanan awal rendah. Hal ini disebabkan karena media porous dengan massa lebih tinggi mengambil lebih banyak kalor dari flame front yang melewatinya dan menyebabkan momentum loss yang lebih besar. Konsekuensinya, perambatan pressure wave dan flame front pada downstream lebih lemah yang mengakibatkan reinisiasi detonasi terjadi pada jarak yang lebih jauh dari model. Pada tekanan awal 50 hingga 100 kPa, peningkatan nilai Dri pada kondisi massa media porous 20 gram hanya sebesar 2 mm secara rata-rata dari nilai Dri pada kondisi massa media porous 15 gram. Hal ini dikarenakan meskipun massa media porous ditingkatkan menjadi 20 gram, heat loss dan momentum loss yang terjadi jauh lebih kecil dibandingkan heat dan momentum yang dimiliki gelombang detonasi. Sebagai akibatnya, jarak reinisiasi detonasi hanya mundur sedikit.
ISSN 2355 – 6927
Proceeding Seminar Nasional Thermofluid VI Yogyakarta, 29 April 2014
4.
Kesimpulan Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat dua mekanisme perambatan detonasi terjadi di belakang model media porous dengan massa 15 dan 20 gram, yaitu (1) detonation transmission dan (2) detonation reinitiation. Lebih lanjut peningkatan massa dari media porous akan meningkatkan reinitiation distance detonasi di belakang model. Peningkatan nilai reinitiation distance detonasi sangat signifikan pada campuran dengan tekanan awal rendah yaitu mencapai 205 mm untuk nilai tekanan awal 20 kPa. Sedangkan pada nilai tekanan awal campuran tinggi, antara 50 hingga 100 kPa, reinitiation distance detonasi hanya meningkat rata-rata sebesar 2 mm. REFERENSI [1] Sentanuhady, J., Jannati Adnin Tuasikal, 2013, Karakteristik Perambatan Gelombang Pembakaran Campuran LPG-Oksigen pada Kondisi Stoikiometris, Proceeding Seminar Nasional Thermofluid.
Jurusan Teknik Mesin dan Industri Fakultas Teknik UGM
16
[2] Dillon, J., Joe Sheperd, 1999, Combustion in Porous Media, Laporan Penelitian, California Institute of Technology, United States. [3] Mihalik, T.A., Lee, J.H.S., Continillo, G., Di Mare, L., 1999, The Flammability Limit of Gaseous Mixtures in Porous Media, 17th ICDERS Meeting, Heidelberg, Germany. [4] Sentanuhady, J., Jannati Adnin Tuasikal, 2013, Combustion Wave Characteristics of LPGOxygen Mixture behind Porous Media Model Proceeding Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin (SNTTM) ke-12. [5] Sentanuhady, J., Desmon Purba, Tri Agung Rohmat,2011, Deflagrasi LPG-Udara yang Melalui Media Porous, Proceeding Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin (SNTTM) ke-10. [6] Ciccarelli, G.,2012, Explosion Propagation in Inert Porous Media, Philosophical Transaction of the Royal Society A: Mathematical, Physical, and Engineering Sciences vol.370.
ISSN 2355 – 6927