perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PROBLEMATIKA PENYELESAIAN SENGKETA ANTARA NASABAH DENGAN PERBANKAN MELALUI LEMBAGA MEDIASI PERBANKAN
Penulisan Hukum (Skripsi)
Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh : Anita Budi Sulistyarini NIM.E0007079
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011
commit to user
i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Penulisan Hukum (Skripsi)
PROBLEMATIKA PENYELESAIAN SENGKETA ANTARA NASABAH DENGAN PERBANKAN MELALUI LEMBAGA MEDIASI PERBANKAN
Oleh Anita Budi Sulistyarini NIM.E0007079
Disetujui untuk dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Surakarta, Juli 2011
Pembimbing I
Pembimbing II
Prof. Dr. JAMAL WIWOHO, S.H,M.Hum. NIP. 196111081987021001
commit to user
ii
PUJIYONO,S.H.,M.H. NIP. 197910142003121001
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENGESAHAN PENGUJI Penulisan Hukum (Skripsi)
PROBLEMATIKA PENYELESAIAN SENGKETA ANTARA NASABAH DENGAN PERBANKAN MELALUI LEMBAGA MEDIASI PERBANKAN Anita Budi Sulistyarini NIM.E0007079 Telah diterima dan dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Pada : Hari
: Senin
Tanggal
: 25 Juli 2011
DEWAN PENGUJI 1. Dr. M. Najib Imanullah, S.H, M.H, PhD : ............................................................. NIP. 195908031985031001 Ketua 2. Pujiyono, S.H, M.H ............................................................. NIP. 197910142003121001
:
Sekretaris 3. Prof. Dr. Jamal Wiwoho, S.H, M.Hum. ............................................................. NIP. 196111081987021001
:
Anggota Mengetahui Dekan,
Prof. Dr. Hartiwiningsih, commit to userS.H, M.Hum NIP. 195702031985032001 iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN
Nama
: Anita Budi Sulistyarini
NIM
: E0007079
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul PROBLEMATIKA PENYELESAIAN SENGKETA ANTARA NASABAH DENGAN PERBANKAN MELALUI LEMBAGA MEDIASI PERBANKAN adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum (skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.
Surakarta, Juli 2011 yang membuat pernyataan
Anita Budi Sulistyarini NIM.E0007079
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK Anita Budi Sulistyarini, E.0007079. 2011. PROBLEMATIKA PENYELESAIAN SENGKETA ANTARA NASABAH DENGAN PERBANKAN MELALUI LEMBAGA MEDIASI PERBANKAN Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pelaksanaan mediasi perbankan oleh Bank Indonesia sebagai salah satu alternatif penyelesaian sengketa antara nasabah dengan perbankan serta mencari tahu problematika-problematika dan solusi dalam pelaksanaan mediasi perbankan tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris yang bersifat deskriptif, mengkaji mengenai pelaksanaan, problematika, dan solusi mediasi perbankan. Pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Jenis data yang digunakan meliputi data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu studi kepustakaan, pengamatan atau observasi, dan wawancara. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan mediasi perbankan merupakan tindak lanjut dari upaya penyelesaian pengaduan nasabah yang tidak dapat diselesaikan secara internal oleh bank. Landasan hukum dilaksanakannya mediasi perbankan oleh Bank Indonesia adalah PBI Nomor 10/1/PBI/2008 tentang Perubahan Atas PBI Nomor 8/5/PBI/2006 tentang Mediasi Perbankan dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/14/DPNP. Sedangkan problematika yang dihadapi selama pelaksanaan mediasi perbankan, antara lain pengajuan permohonan dan pelaksanaan mediasi perbankan masih terpusat di DIMP yang terdapat di Jakarta, ada hal yang terkait pelaksanaan mediasi perbankan yang belum diatur dalam PBI Mediasi Perbankan, nasabah belum memahami ketentuan atau prosedur mediasi perbankan, dalam pelaksanaan mediasi perbankan, nasabah diwakili oleh pihak ketiga, pada saat mediasi bank kerap mengirimkan delegasi atau wakil yang tidak memiliki kewenangan untuk memutus, masih terdapat sebagian petugas atau pejabat bank yang belum mengetahui ketentuan tentang mediasi perbankan oleh Bank Indonesia, bank belum melakukan publikasi mediasi perbankan diseluruh kantornya, masih banyak nasabah dan perbankan yang memilih untuk menyelesaikan sengketanya melalui jalur pengadilan. Solusi yang dapat diambil dari problematika tersebut adalah nasabah bersikap pro aktif dan memiliki iktikad baik dalam menyelesaikan sengketanya dengan bank, bank melakukan perlindungan nasabah secara maksimal dengan cara transparansi produk, edukasi, pengaduan nasabah, dan mediasi, Bank Indonesia melakukan amandemen terhadap PBI, permohonan mediasi tidak hanya dapat diajukan ke DIMP, nasabah dan bank mengirim perwakilan dengan kewenangan memutus. Kata Kunci : Mediasi perbankan, Bank, Nasabah. commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT Anita Budi Sulistyarini, E.0007079. 2011. THE PROBLEMS OF DISPUTE RESOLUTION BETWEEN THE CUSTOMER AND BANKING THROUGH BANKING MEDIATION AGENCY. The objectives of research are to find out the implementation of banking mediation by Bank of Indonesia as one alternative of dispute resolutions between the customer and banking as well as to find out the problems and solutions in the implementation of banking mediation. This study belongs to an empirical law research that is descriptive in nature, studies the implementation, problems and solutions of banking mediation. The approach used in this research was qualitative one. The data type used included primary and secondary data. Techniques of collecting data used were library study, observation and interview. Technique of analyzing data used in this research was qualitative analysis. The result of research shows that the implementation of banking mediation is the follow-up of the attempt of resolving customer complaint that cannot be solved internally by the bank. The legal foundation of the implementation of banking mediation by Bank of Indonesia is PBI Number 10/1/PBI/2008 on the Amendment of PBI Number 8/5/PBI/2006 on Banking Mediation and Bank of Indonesia’s Circular Number 8/14/DPNP. Meanwhile, the problems encountered during the implementation of banking mediation, including the application and implementation of banking mediation that is still concentrated in DIMP existing in Jakarta, something relating to the implementation of banking mediation not governed in Banking Mediation PBI, customer has not understood the provision or procedure of banking mediation, in the implementation of banking mediation, the customer is represented by the third party, during mediation, the bank frequently sends delegation or representative having no authorization of making decision, some bank employees or officials have not understood the provision of banking mediation by Bank of Indonesia, bank have not made publication of banking mediation throughout its office, many customers and banking prefer resolving their dispute through the court. The solutions of this problems are customer took action and have a good attitude of solving their problem with bank, bank gives customer protection maximally through product transparation, education, customer complaint, and mediation, the Bank of Indonesia doing amendment of PBI, the application of banking mediation is not concentrated in DIMP, customer and bank send delegation with authorization of making decision. Keyword: Banking mediation, Bank, Customer.
commit to user
vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO
“Aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama aku masih berkesanggupan. Dan tidak ada taufik bagiku melainkan dengan (pertolongan) Allah. Hanya kepada Allah aku bertawakal dan hanya kepadaNya lah aku kembali” (Q.S. Hud:88)
“Orang-orang hebat bisa dikenali dari tiga hal: murah hati dalam perencanaan, humanis dalam pelaksanaan, dan tidak berlebihan dalam keberhasilan” (Otto Von Bismarch)
“If better is possible good is not enough”
commit to user
vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN
Penulisan hukum ini penulis persembahkan untuk: Allah SWT Thank you for every blessed that You’ve given to me Papa, Mama, dan adikku tercinta Thank you for never ending love, care and pray Kedua pembimbing skripsiku Irvan Adi Impossible is nothing Sahabat serta teman-teman seperjuanganku Thank you for every moment in my life Semua pihak yang telah membantu penulisan hukum ini
commit to user
viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan hidayahNya sehingga Penulis dapat menyusun dan menyelesaikan Penulisan Hukum yang berjudul “PROBLEMATIKA PENYELESAIAN SENGKETA ANTARA NASABAH DENGAN PERBANKAN MELALUI LEMBAGA MEDIASI PERBANKAN” dengan baik dan tepat pada waktunya. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW. Penulisan hukum ini membahas mengenai pelaksanaan mediasi perbankan oleh Bank Indonesia, problematika yang dihadapi dalam pelaksanaan mediasi perbankan serta solusi yang dapat diambil untuk mengatasi problematika tersebut. Pembahasan mengenai mediasi perbankan ini penting dilakukan untuk menjaga reputasi bank yang beroperasi berdasarkan prinsip kepercayaan. Salah satu upaya untuk menjaga kepercayaan terutama dari nasabah adalah dengan menyelesaikan sengketa yang murah, cepat, dan sederhana melalui mediasi perbankan oleh Bank Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam setiap proses penyelesaian penulisan hukum (skripsi) ini tidak akan terlaksana dengan lancar tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Ibu Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Bapak Prof. Dr. Jamal Wiwoho, S.H, M.Hum., selaku Pembimbing I Penulisan Hukum yang telah bersedia memberikan bimbingan, saran, kritik, dan motivasi bagi penulis dalam menyelesaikan penulisan hukum ini. 3. Bapak Pujiyono, S.H, M.H., selaku Pembimbing II Penulisan Hukum yang telah dengan sabar menyediakan waktu dan pikiran untuk berbagi ilmu dengan penulis, memberikan motivasi, saran, dan kritik sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan hukum ini tepat waktu. commit to user
ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4. Bapak Wasis Sugandha, S.H, M.H, M.H., selaku pembimbing akademis, atas nasehat dan motivasinya yang sangat berguna selama Penulis menempuh pendidikan di Fakultas Hukum UNS. 5. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum UNS yang telah memberikan ilmu pengetahuan kepada Penulis sehingga dapat dijadikan bekal dalam penulisan hukum ini. 6. Ketua Bagian PPH Bapak Lego Karjoko S.H., M.Hum., dan Mas Wawan anggota PPH yang banyak membantu dalam penulisan hukum ini. 7. Segenap staf Perpustakaan Fakultas Hukum UNS, yang telah membantu menyediakan bahan referensi yang berkaitan dengan topik penulisan hukum. 8. Bapak Yiyok T. Herlambang (Deputi Pemimpin Bidang Perbankan di KBI Solo) atas waktu diskusi yang diberikan serta saran dan kritiknya, Ibu Ifa Mukholifah (Pengawas Muda di KBI Solo) atas diskusi dan ceritanya, Bapak Nur Ali dan Ibu Harini (SDM di KBI Solo) atas izin dan waktu yang diberikan kepada penulis untuk melakukan penelitian di KBI Solo. 9. Bapak Imam, Bapak Bambang, Bapak Yustinus, Bapak Dito, Bapak Dodi dan pihak-pihak lain di KBI Semarang yang sudah meluangkan waktunya untuk berdiskusi sehingga memberikan pengetahuan baru kepada penulis. 10. Papa, Mama, dan adikku, Dian, atas cinta dan kasih sayang, doa, dukungan, semangat dan segala yang telah diberikan yang tidak ternilai harganya sehingga Penulis dapat menyelesaikan penulisan hukum ini. 11. Especially for Irvan Adi Sasmito atas dukungan dan waktunya, atas kesabarannya
dalam
menghadapi
penulis
dan
menemani
penulis
mengumpulkan bahan serta menyelesaikan setiap detail penulisan hukum ini. 12. Sahabatku Adel dan Arina atas motivasinya, teman-teman seperjuanganku, Farida, Bonita, Nesia, Wisnu atas waktu, motivasi, dan diskusinya, temanteman kostku, Very dan Shelma yang telah sabar menghadapi penulis. 13. Semua pihak yang ikut dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu. commit to user
x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Demikian semoga penulisan hukum ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak, baik untuk akademisi, praktisi maupun masyarakat umum.
Surakarta,
Juli 2011
Penulis
commit to user
xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL....................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN .....................................................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN......................................................................
iii
HALAMAN PERNYATAAN.....................................................................
iv
ABSTRAK ...................................................................................................
v
ABSTRACT .................................................................................................
vi
HALAMAN MOTTO..................................................................................
vii
HALAMAN PERSEMBAHAN..................................................................
viii
KATA PENGANTAR .................................................................................
ix
DAFTAR ISI ................................................................................................
xi
DAFTAR TABEL........................................................................................
xiii
DAFTAR GAMBAR....................................................................................
xiv
BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah .........................................................
1
B. Rumusan Masalah ..................................................................
6
C. Tujuan Penelitian ....................................................................
6
D. Manfaat Penelitian ..................................................................
8
E. Metode Penelitian ...................................................................
9
F. Sistematika Penulisan Hukum ................................................
14
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum mengenai Bank Indonesia a. Pengertian Bank Indonesia..........................................
16
b. Sejarah Bank Indonesia ...............................................
16
c. Tujuan dan Tugas Bank Indonesia ..............................
17
d. Status dan Kedudukan Bank Indonesia.......................
18
e. Visi dan Misi Bank Indonesia..................................... to Perbankan user 2. Tinjauan Umum commit mengenai
19
xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
a. Pengertian Perbankan ..................................................
21
b. Ruang Lingkup ............................................................
22
c. Macam-macam Bank ..................................................
23
3. Tinjauan Umum mengenai Nasabah a. Pengertian Nasabah .....................................................
23
b. Hubungan Bank dengan Nasabah ...............................
24
c. Mekanisme Perlindungan Nasabah...................... .......
26
4. Tinjauan Umum mengenai Sengketa a. Konsultasi...................................................................
30
b. Negosiasi ....................................................................
31
c. Mediasi .......................................................................
33
d. Konsiliasi........................................................... ........
35
e. Pendapat Ahli..............................................................
36
f. Arbitrase......................................................................
37
5. Tinjauan Umum mengenai Lembaga Mediasi Perbankan
39
6. Tinjauan Umum mengenai Problematika................... .... .
42
7. Tinjauan Umum mengenai Implementasi................... .... .
42
B. Kerangka Pemikiran ................................................................
44
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi 1.
2.
Kantor Bank Indonesia Solo ............................................
46
a. Lokasi ..........................................................................
46
b. Struktur Organisasi .....................................................
46
c. Visi dan Misi ...............................................................
47
d. Wewenang Kantor Bank Indonesia Solo ....................
48
Pengadilan Negeri Surakarta a. Lokasi ........................................................................
49
b. Sejarah .......................................................................
49
c. Visi dan Misi .............................................................
50
B. Pelaksanaan Mediasi Perbankan Oleh Bank Indonesia .......... commit to user
51
xiii
perpustakaan.uns.ac.id
1.
digilib.uns.ac.id
Hasil Penyelesaian Sengketa Antara Nasabah Dengan Perbankan Melalui Lembaga Mediasi Perbankan...................................................................
2.
63
Mediasi Perbankan yang Dilakukan Oleh Kantor Bank Indonesia Solo .......................................................
C. Problematika
yang
Dihadapi
Dalam
64
Pelaksanaan
Mediasi Perbankan 1. Problematika Pelaksanaan Mediasi Perbankan ................ 2. Solusi
Yang
Dapat
Diambil
Terkait
67
Dengan
Permasalahan Yang Dihadapi Dalam Pelaksanaan Mediasi Perbankan ............................................................
75
BAB IV PENUTUP A. Simpulan ................................................................................
80
B. Saran.......................................................................................
81
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
commit to user
xiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Perbedaan Mediasi Perbankan di DIMP dan KBI .......................
66
Tabel 2. Daftar Bank yang Menyelesaikan Sengketa Melalui Pengadilan Negeri Surakarta .........................................................................
commit to user
xv
72
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Analisis Kualitatif Model Interaktif ........................................
14
Gambar 2. Kerangka Pemikiran.. ..............................................................
44
Gambar 3. Penyelesaian Pengaduan Nasabahah (Tertulis)..................
52
Gambar 4. Operasionalisasi Mediasi Perbankan..................................
53
Gambar 5. Prosedur Mediasi Perbankan..............................................
54
commit to user
xvi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Perbankan memiliki fungsi penting dalam perekonomian negara. Fungsi utama perbankan adalah sebagai intermediasi, yaitu penghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya secara efektif dan efisien pada sektor-sektor riil untuk menggerakkan pembangunan dan stabilitas perekonomian suatu negara. Dalam hal ini, bank menghimpun dana dari masyarakat berdasarkan asas kepercayaan dari masyarakat untuk kemudian dapat menyalurkan dana tersebut untuk menggerakkan perekonomian bangsa (Erna Priliasari, 2008: 42). Di dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, dalam Pasal 4 disebutkan bahwa perbankan Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak. Untuk mewujudkan tujuan-tujuan tersebut maka dalam melaksanakan kegiatan usahanya, perbankan harus diatur dan diawasi oleh Bank Indonesia. Bank Indonesia sebagai bank sentral memiliki tugas untuk menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, serta mengatur dan mengawasi bank. Hal ini telah tertuang dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. commit to user
1
2 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Di dalam pelaksanaan kegiatan usaha perbankan, seringkali terjadi pihak nasabah merasa hak-haknya tidak dipenuhi sehingga timbul pengaduan nasabah. Pengaduan nasabah adalah ketidakpuasan nasabah yang disebabkan oleh adanya potensi kerugian finansial pada nasabah yang diduga karena hak-hak nasabah tidak dapat dipenuhi dengn baik oleh bank. Pengaduan nasabah ini hendaknya ditangani dan diselesaikan dengan baik oleh pihak bank, karena jika tidak maka akan berpotensi menjadi sengketa antara nasabah dan bank. Sengketa antara nasabah dengan bank akan berpotensi merugikan kedua belah pihak. Nasabah sebagai pihak yang posisinya lemah berpotensi untuk menanggung kerugian, baik finansial maupuan material. Sedangkan sengketa bagi bank berpotensi menyebabkan bank kehilangan kepercayaan dari masyarakat. Hal ini jelas sangat berpengaruh terhadap reputasi bank di mata masyarakat. Kondisi seperti ini tidak baik bagi bank karena bank bekerja dan beroperasi berdasarkan kepercayaan dari masyarakat. Ada dua cara yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan sengketa antara nasabah dengan bank, yaitu melalui jalur litigasi maupun non litigasi. Proses litigasi dilakukan melalui jalur pengadilan, dimana dalam pelaksanaannya dilakukan pula proses mediasi pada awal persidangan. Hal ini telah diatur dalam PERMA (Peraturan Mahkamah Agung) Nomor 2 Tahun 2003 sebagaimana telah diubah dengan PERMA Nomor 1 Tahun 2008 tentang Proses Mediasi di Pengadilan. Selain melalui pengadilan, dikenal juga jalur arbitrase. Berdasarkan definisi yang diberikan dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 30 Tahun 1999, arbitrase adalah “cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar pengadilan umum yang didasarkan pada Perjanjian Arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa”. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
3 digilib.uns.ac.id
Jalur kedua, yaitu jalur non litigasi dapat dilakukan dengan cara rekonsiliasi, mediasi, negosiasi, konsultasi, dan penilaian ahli. Salah satu jalur non litigasi yang ditawarkan oleh Bank Indonesia untuk menyelesaikan sengketa antara nasabah dengan perbankan secara sederhana, cepat, dan murah adalah melalui mediasi. Mediasi ini merupakan perwujudan salah satu dari enam pilar API. API atau Arsitektur Perbankan Indonesia merupakan suatu kerangka dasar sistem perbankan Indonesia yang bersifat menyeluruh dan memberi arah, bentuk, dan tatanan industri perbankan untuk rentang waktu lima sampai sepuluh tahun ke depan (Hermansyah, 2009: 191). Ada enam pilar API tersebut, antara lain: 1. Menciptakan struktur perbankan domestik yang sehat yang mampu memenuhi kebutuhan masyarakat dan mendorong pembangunan ekonomi nasional yang berkesinambungan; 2. Menciptakan sistem pengaturan dan pengawasan bank yang efektif dan mengacu pada standar internasional; 3. Menciptakan industri perbankan yang kuat dan memiliki daya saing yang tinggi serta memiliki ketahanan dalam menghadapi risiko; 4. Menciptakan Good Corporate Governance dalam rangka memperkuat kondisi internal perbankan nasional; 5. Mewujudkan infrastruktur yang lengkap untuk mendukung terciptanya industri perbankan yang sehat; 6. Mewujudkan pemberdayaan dan perlindungan konsumen jasa perbankan (Hermansyah, 2009: 195). Tujuan dari adanya Arsitektur Perbankan Indonesia atau API ini adalah menciptakan sistem perbankan yang sehat, kuat, dan efisien guna menciptakan kestabilan sistem keuangan dalam rangka membantu pertumbuhan ekonomi nasional. Upaya perlindungan nasabah yang terdapat dalam pilar ke VI API dituangkan dalam empat aspek yang terkait satu sama lain dan secara bersama-sama akan dapat meningkatkan perlindungan dan pemberdayaan hak-hak nasabah. Empat aspek tersebut (http://www.djpp.depkumham. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
4 digilib.uns.ac.id
go.id/hukum-bisnis/86-mediasi-perbankan-sebagai-wujud-perlindunganterhadap-nasabah-bank.html) adalah: 1. Penyusunan standar mekanisme pengaduan nasabah; 2. Pembentukan lembaga mediasi perbankan; 3. Penyusunan standar transparansi informasi produk, dan 4. Peningkatan edukasi untuk nasabah. Mediasi perbankan oleh Bank Indonesia merupakan perwujudan dari pilar keenam API. Selain mediasi ada pula transparansi produk dan juga pengaduan nasabah. Kesemuanya ini telah diatur dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI), yaitu Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/6/PBI/2005 dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/25/DPNP tentang Transparansi dan Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah, Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/7/PBI/2005 sebagaimana diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/10/PBI/2008 dan Surat Edaran Ekstern Nomor 7/24/DPNP/2005 sebagaimana diubah dengan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/13/DPNP tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/5/PBI/2006 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/1/PBI/2008 tentang Mediasi Perbankan dan Surat Edaran Ekstern Nomor 8/14/DPNP/2006 tentang Mediasi Perbankan. Mediasi perbankan ini merupakan tindak lanjut dari pengaduan nasabah. Ketika ada nasabah yang merasa tidak puas dengan penyelesaian pengaduan nasabah oleh bank maka nasabah yang bersangkutan boleh mangajukan permohonan mediasi perbankan ke Bank Indonesia. Ini merupakan salah satu bentuk perlindungan atau jaminan bagi nasabah dalam mendapatkan pelayanan yang baik dari bank. Selain itu dengan tidak berlarut-larutnya penyelesaian sengketa antara nasabah dan bank, maka bank akan semakin mendapatkan kepercayaan dari nasabahnya. commit to user akan dapat membuat nasabah Penyelesaian sengketa yang berlarut-larut
perpustakaan.uns.ac.id
5 digilib.uns.ac.id
berpikir ulang untuk menjadi nasabah bank yang bersangkutan. Penyelesaian sengketa melalui mediasi perbankan juga menguntungkan bagi kedua belah pihak karena kasus atau sengketa yang terjadi akan menjadi rahasia para pihak atau tidak di blow up kepada khalayak umum. Setiap bank wajib membentuk sebuah unit pengaduan nasabah di setiap kantornya. Selain itu bank juga berkewajiban untuk melakukan transparansi dalam memberikan informasi terkait produk dan jasa yang dikeluarkan, seperti perhitungan suku bunga dan risiko yang terkandung dalam setiap produk tersebut. Dalam Peraturan Bank Indonesia telah disebutkan bahwa pelaksanaan mediasi perbankan oleh Bank Indonesia hanya akan dilakukan sampai lembaga mediasi perbankan independen telah dibentuk oleh asosiasi perbankan. Selama belum terbentuk lembaga mediasi perbankan yang independen, maka untuk sementara waktu fungsi mediasi perbankan berada di tangan Bank Indonesia sebagai bank sentral. Dalam pelaksanaannya, mediasi perbankan memiliki beberapa permasalahan, antara lain terkait dengan batas maksimal nilai tuntutan yang berjumlah Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Beberapa pakar ekonomi berpendapat bahwa batas maksimal ini harus dinaikkan mengikuti nilai tingkat penjaminan wajar oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yaitu Rp. 2 Milyar. Selain itu, awalnya mediasi perbankan ini dikhususkan untuk melindungi nasabah UMK, tetapi belakangan ini kemampuan UMK dalam hal permodalan sudah semakin meningkat sehingga batas maksimal nilai tuntutan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dirasa sudah tidak tepat lagi (www.bataviase.co.id). Permasalahan lain terkait dengan mediasi perbankan ini adalah tempat pelaksanaan mediasi perbankan yang berada di Jakarta, yaitu di Direktorat Investigasi dan Mediasi Perbankan. Dimana untuk bersengketa disana membutuhkan waktu dan biaya yang tidak sedikit. Padahal tujuan dari commit tomelindungi user mediasi perbankan ini adalah untuk nasabah UMK.
6 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Bertolak dari pemaparan diatas, penulis tertarik untuk menyusun dan mengkaji lebih mendalam mengenai problematika penyelesaian sengketa antara nasabah dengan bank melalui jalur mediasi, melalui penelitian hukum yang berjudul: “Problematika Penyelesaian Sengketa Antara Nasabah dengan Perbankan Melalui Lembaga Mediasi Perbankan”.
B. Rumusan Masalah Untuk memperjelas agar permasalahan yang ada nanti dapat dibahas dengan lebih terarah dan sesuai dengan sasaran yang diharapkan, maka penulis telah merumuskan permasalahan sebagai berikut: 1.
Bagaimana pelaksanaan mediasi perbankan oleh Bank Indonesia?
2.
Apa problematika mediasi perbankan dalam menyelesaikan sengketa antara nasabah dengan perbankan?
3.
Bagaimana solusi yang dapat diambil untuk mengatasi problematika dalam mediasi perbankan?
C. Tujuan Penelitian Tujuan yang dikenal dalam suatu penelitian ada dua macam, yaitu: tujuan obyektif dan tujuan subyektif, dimana tujuan obyektif merupakan tujuan yang berasal dari tujuan penelitian itu sendiri, sedangkan tujuan subyektif berasal dari peneliti. Tujuan obyektif dan subyektif dalam penelitian ini antara lain:
commit to user
7 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1. Tujuan Obyektif Tujuan Obyektif yaitu tujuan penulisan dilihat dari tujuan umum yang mendasari penulis dalam melakukan penelitian. Tujuan obyektif dari penulisan hukum ini adalah sebagai berikut: a. Untuk mengetahui prosedur mediasi perbankan oleh Bank Indonesia sebagai salah satu alternatif penyelesaian sengketa antara nasabah dan perbankan. b. Untuk mengetahui problematika mediasi perbankan
dalam
penyelesaian sengketa antara nasabah dengan perbankan. c. Untuk mengetahui solusi apa saja yang dapat diambil terkait problematika dalam pelaksanaan mediasi perbankan. 2. Tujuan Subyektif Tujuan Subyektif adalah tujuan penulisan dilihat dari tujuan pribadi penulis yang mendasari penulis dalam melakukan penulisan. Tujuan subyektif penulis adalah: a. Untuk menambah wawasan dan pengetahuan bagi penulis di bidang ilmu hukum perdata khususnya dalam lingkup hukum perbankan. b. Untuk melengkapi syarat akademis guna memperoleh gelar sarjana di bidang ilmu hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. c. Untuk mengasah dan menerapkan ilmu dan teori-teori hukum yang telah penulis peroleh adar dapat memberi manfaat bagi penulis sendiri serta menberikan kontribusi positif bagi perkembangan ilmu pengetahuan di bidang hukum.
commit to user
8 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
D. Manfaat Penelitian Suatu penelitian yang berhasil adalah penelitian ynag dapat memberi manfaat atau faedah, baik secara teoritis maupun praktis, yang meliputi: 1. Manfaat Teoritis Manfaat teoritis yaitu manfaat dari penulisan hukum ini yang berkaitan dengan pengembangan ilmu hukum. Manfaat teoritis dari penulisan ini adalah sebagai berikut: a. Penulisan
hukum
ini
diharapkan
dapat
bermanfaat
bagi
pengembangan ilmu pengetahuan di bidang ilmu hukum perdata pada umumnya serta Hukum Perbankan pada khususnya. b. Hasil penelitian dan penulisan ini diharapkan dapat memperkaya referensi dan literatur dalam dunia kepustakaan yang terkait langsung dengan judul penelitian ini. 2. Manfaat Praktis Manfaat praktis yaitu manfaat dari penulisan hukum ini yang berkaitan dengan pemecahan masalah. Manfaat praktis dari penulisan ini sebagai berikut: a. Menjadi wahana bagi penulisan untuk mengembangkan penalaran dan pola pikir ilmiah sekaligus untuk mengetahui kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu yang diperoleh. b. Hasil penelitian dan penulisan ini diharapkan dapat membantu memberi masukan kepada semua pihak yang membutuhkan pengetahuan terkait dengan permasalahan yang diteliti dan dapat dipakai sebagai sarana yang efektif dan memadai dalam upaya mempelajari dan memahami ilmu hukum khususnya Hukum Perbankan. commit to user
9 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
E. Metode Penelitian Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisanya. Kecuali itu, maka juga diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang timbul dalam gejala yang bersangkutan (Soerjono Soekanto, 2008: 43). Metode penelitian yang dipergunakan penulis dalam penelitian hukum ini adalah: 1.
Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan hukum ini adalah penelitian hukum empiris, maka yang diteliti pada awalnya adalah data sekunder, untuk kemudian dilanjutkan dengan penelitian terhadap data primer di lapangan, atau terhadap masyarakat (Soerjono Soekanto, 2008: 52).
2.
Sifat Penelitian Sifat dari penelitian ini adalah bersifat deskriptif. Penelitian hukum yang bersifat deskriptif dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan, atau gejala-gejala lainnya. Hal ini dilakukan terutama untuk mempertegas hipotesis-hipotesis, agar dapat membantu didalam memperkuat teori-teori lama, atau didalam kerangka menyusun teori-teori baru (Soerjono Soekanto, 2008: 10).
commit to user
10 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3.
Pendekatan Penelitian Pendekatan yang digunakan penulis adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan
kualitatif
merupakan
tata
cara
penelitian
yang
menghasilkan data deskriptif, yaitu apa yang dinyatakan oleh responden secara tertulis atau lisan, dan perilaku nyata (Soerjono Soekanto, 2008: 32). 4.
Lokasi Penelitian Lokasi penelitian hukum ini adalah di Kantor Bank Indonesia Surakarta yang terletak di Jalan Jenderal Sudirman Nomor 4 Surakarta dan Pengadilan Negeri Surakarta yang terletak di di Jalan Brigjend Slamet Riyadi No. 290.
5.
Jenis Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian hukum ini adalah data primer dan data sekunder. a. Data Primer Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari responden, yakni perilaku responden di lapangan maupun keterangan yang diberikan (Soerjono Soekanto, 2008: 12). Data primer dalam penulisan hukum ini berupa hasil wawancara dengan Bapak Yiyok T. Herlambang, Deputi Pemimpin Bidang Perbankan di KBI Solo, Ibu Ifa Mukholifah, Pengawas Bank Muda di KBI Solo, Bapak Suradi, Hakim di Pengadilan Negeri Surakarta, dan Bapak Dodi, Bapak Bambang, Bapak Yustinus, Bapak Dito, Pengawas Bank di KBI Semarang, Ibu Ira, Nana, Endang serta Bapak Ayok dari Bank Jateng, BCA, dan BTPN. commit to user
11 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Data Sekunder Data sekunder merupakan data yang digunakan untuk mendukung data primer yang diperoleh dari peraturan perundangundangan, jurnal, buku-buku, dokumen-dokumen, artikel, internet, maupun sumber-sumber lain yang terkait dengan penelitian penulis. Data sekunder yang digunakan oleh penulis adalah PBI Peraturan
Bank
Indonesia
Nomor
10/1/PBI/2008
tentang
Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/5/PBI/2006 tentang Mediasi Perbankan, SEBI Nomor 8/14/DPNP tentang Mediasi Perbankan, Dokumen Bagian Perdata dan Hukum PN Surakarta, Dokumen dari DIMP dan KBI Solo, jurnal nasional maupun
internasional,
buku
perbankan,
misal
karangan
Hermansyah, Munir Fuady, buku alternatif penyelesaian sengketa, misalnya karangan Gunawan Widjaja, buku mediasi perbankan karangan Takdir Rahmadi, dan lain-lain serta artikel internet terkait mediasi perbankan dan alternatif penyelesaian sengketa. 6. Sumber Data a. Sumber data primer Sumber data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari lapangan. Penulis memperoleh data langsung dari lokasi penelitian, yaitu Kantor Bank Indonesia Surakarta dan Pengadilan Negeri Surakarta. b. Sumber data sekunder Sumber data sekunder merupakan data yang mendukung sumber data primer. Data tersebut diperoleh dari literature-literatur maupun peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti penulis, antara lain Undang-Undang commit to user Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
12 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, PERMA Nomor 1 Tahun 2008 tentang Perubahan atas PERMA Nomor 2 Tahun 2003 tentang Proses Mediasi di Pengadilan, Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/1/PBI/2008 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/5/PBI/2006 tentang Mediasi Perbankan. 7. Teknik Pengumpulan Data a. Studi dokumen atau bahan pustaka Tipe data apapun yang akan dikehendaki oleh penulis, maka studi dokumen atau bahan pustaka yang akan selalu dipergunakan terlebih dahulu (Soerjono Soekanto, 2008: 201). Studi kepustakaan dalam penelitian penulisan hukum ini akan digunakan sebagai patokan norma dalam menilai fakta-fakta hukum yang akan dipecahkan sebagai isu atau permasalahan hukum. Dalam hal ini penulis mengumpulkan data dengan membaca dan memperlajari isi dari PBI Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/1/PBI/2008 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/5/PBI/2006 tentang Mediasi Perbankan, SEBI Nomor 8/14/DPNP tentang Mediasi Perbankan, Dokumen Bagian Perdata dan Hukum PN Surakarta, Dokumen dari DIMP dan KBI Solo, jurnal nasional maupun
internasional,
buku
perbankan,
misal
karangan
Hermansyah, Munir Fuady, buku alternatif penyelesaian sengketa, misalnya karangan Gunawan Widjaja, buku mediasi perbankan karangan Takdir Rahmadi, dan lain-lain serta artikel internet terkait mediasi perbankan dan alternatif penyelesaian sengketa. commit to user
13 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Pengamatan atau observasi Penulis akan melihat kenyatan-kenyataan yang terjadi dalam lapangan penelitian, kemudian dari kenyataan-kenyataan yang ada maka penulis melakukan pengamatan. Persepsi penulis ini akan menjadi penafsiran, yang dinamakan sebagai fakta. Fakta merupakan hasil penafsiran terhadap gejala yang diamati penulis. Penulis harus selalu berpedoman pada kerangka teoritis dan kerangka konsepsionil yang menjadi dasar penelitiannya (Soerjono Soekanto, 2008: 220). Dalam hal ini penulis melakukan dengan cara datang ke beberapa bank (Bank Mandiri, BTPN, Bank Jateng) untuk
melihat
publikasi
mediasi
perbankan,
melakukan
pengamatan di PN Surakarta serta melakukan pengamatan di KBI Solo. c. Wawancara Wawancara adalah suatu kegiatan dimana seseorang dengan tujuan tertentu melakukan percakapan atau tatap muka guna memperoleh data baik secara lisan atau tulisan atas sejumlah tulisan atau data yang diperlukan. Dalam hal ini penulis melakukan wawancara terhadap Bapak Yiyok T. Herlambang, Deputi Pemimpin Bidang Perbankan di KBI Solo, Ibu Ifa Mukholifah, Pengawas Bank Muda di KBI Solo, Bapak Suradi, Hakim di Pengadilan Negeri Surakarta, dan Bapak Dodi, Bapak Bambang, Bapak Yustinus, Bapak Dito, Pengawas Bank di KBI Semarang, Ibu Ira, Nana, Endang serta Bapak Ayok dari Bank Jateng, BCA, dan BTPN. 8. Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis interaktif (interactive model of analysis), yaitu model commit to user analisis dalam penelitian kualitatif yang terdiri dari tiga komponen
14 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
analisis
yang
dilakukan
dengan
cara
interaksi,
baik
antar
komponennya, maupun dengan proses pengumpulan data, dalam proses yang berbentuk siklus (H.B. Sutopo, 1988: 37). Analisis data tersebut, yaitu: a. Reduksi Data Reduksi data merupakan komponen pertama dalam analisis yang merupakan proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan, dan abstraksi data dari fieldnote. Proses reduksi ini akan berlangsung terus sepanjang pelaksanaan penelitian. b. Sajian Data Sajian data merupakan suatu rakitan organisasi informasi deskripsi dalam bentuk narasi yang memungkinkan untuk melakukan kesimpulan penelitian. Sajian data selain dalam bentuk narasi kalimat juga dapat meliputi berbagai jenis matriks, gambar, jaringan kerja, kaitan kegiatan dan juga tabel sebagai pendukung narasinya. c. Penarikan Kesimpulan atau Verifikasi Kesimpulan akhir merupakan hasil dari pemahaman atas arti dari berbagai hal yang ditemukan peneliti dengan melakukan pencatatan peraturan-peraturan, pola-pola, pernyataan-pernyataan, konfigurasi yang mungkin, arahan sebab akibat, dan proposisi yang mungkin. Konklusi-konklusi dibiarkan tetap disitu yang pada awalnya kurang jelas, kemudian meningkat secara eksplisit dan juga memiliki landasan yang kuat. Kesimpulan akhir perlu diverifikasi
agar
cukup
mantap
dan
benar-benar
bisa
dipertanggungjawabkan. Dalam teknis analisis ini, peneliti tetap commit to user bergerak di antara ketiga komponen analisis dan pengumpulan data
15 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
selama pengumpulan data selesai, maka peneliti bergerak di antara ketiga komponen analisis tersebut hingga waktu yang tersisa bagi penelitian berakhir (H.B. Sutopo, 1988: 34-36).
Pengumpulan Data
Reduksi Data
Sajian Data
Penarikan Kesimpulan/ Verifikasi
Gambar1: Analisis Kualitatif Model Interaktif
F. Sistematika Penulisan Hukum Untuk mendapatkan gambaran yang jelas mengenai keseluruhan isi, penulisan hukum ini dibagi menjadi empat bab, yaitu: BAB I : PENDAHULUAN Bab ini berisi latar belakang dilakukannya penelitian tentang problematik dalam pelaksanaan penyelesaian sengketa melalui lembaga mediasi perbankan. Dan untuk menjaga agar penelitian ini tidak keluar dari permasalahan, maka penelitian dibatasi dengan pokok-pokok pembahasan dalam perumusan masalah. Bab ini juga menguraikan mengenai tujuan, manfaat, dan metode yang digunakan oleh penulis dalam penelitian hukum ini. commit to user
16 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB II: TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini diuraikan mengenai tinjauan-tinjauan umum yang berhubungan dengan penelitian mengenai lembaga mediasi perbankan, antara lain: tinjauan umum mengenai problematik, tinjauan mengenai mediasi perbankan, tinjauan umum mengenai Bank Indonesia, tinjauan umum mengenai alternatif penyelesaian sengketa, tinjauan umum mengenai nasabah, dan tinjauan umum mengenai perbankan. BAB III: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini diuraikan mengenai hasil penelitian dan pembahasan dari permasalahan yang telah dianalisis berdasarkan sumber-sumber data yang telah didapat. Bab ini berisi gambaran umum lokasi penelitian, yaitu KBI Solo dan PN Surakarta, pembahasan rumusan masalah pertama, yaitu pelaksanaan mediasi perbankan di Bank Indonesia yang sub judulnya adalah pelaksanaan mediasi perbankan di KBI Solo dan hasil kesepakatan mediasi perbankan. Lalu pembahasan rumusan masalah kedua, yaitu mengenai problematika pelaksanaan mediasi perbankan. Kemudian yang terakhir adalah pembahasan mengenai rumusan masalah ketiga, yaitu solusi yang dapat diambil terkait problematika mediasi perbankan. BAB IV: PENUTUP Bab ini memuat simpulan dari hasil penelitian dan pembahasan serta saran yang terkait dengan permasalahan yang telah diteliti. DAFTAR ISI LAMPIRAN
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum mengenai Bank Indonesia a. Pengertian Bank Indonesia Bank Indonesia menurut Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia adalah “lembaga negara yang independen, bebas dari campur tangan pemerintah dan/atau pihakpihak lainnya, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam undang-undang ini”. Bank Indonesia merupakan bank sentral Republik Indonesia yang berbadan hukum. b. Sejarah Bank Indonesia Jauh sebelum kedatangan bangsa barat, nusantara telah menjadi pusat perdagangan internasional. Sementara di daratan Eropa, merkantilisme telah berkembang menjadi revolusi industri dan menyebabkan pesatnya kegiatan dagang Eropa. Pada saat itulah muncul lembaga perbankan sederhana, seperti Bank van Leening di negeri Belanda. Sistem perbankan ini kemudian dibawa oleh bangsa barat yang mengekspansi nusantara pada waktu yang sama. VOC di Jawa pada 1746 mendirikan De Bank van Leening yang kemudian menjadi De Bank Courant en Bank van Leening pada 1752. Bank itu adalah bank pertama yang lahir di nusantara, cikal bakal dari dunia perbankan pada masa selanjutnya. Pada 24 Januari commit to user 1828, pemerintah Hindia Belanda mendirikan bank sirkulasi 17
18 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dengan nama De Javasche Bank (DJB). Selama berpuluh-puluh tahun bank tersebut beroperasi dan berkembang berdasarkan suatu oktroi
dari
penguasa
Kerajaan
Belanda,
hingga
akhirnya
diundangkan DJB Wet 1922. Masa pendudukan Jepang telah menghentikan kegiatan DJB dan perbankan Hindia Belanda untuk sementara waktu. Kemudian masa revolusi
tiba,
Hindia Belanda mengalami
dualisme
kekuasaan, antara Republik Indonesia (RI) dan Nederlandsche Indische Civil Administrative (NICA). Perbankan pun terbagi dua, DJB dan bank-bank Belanda di wilayah NICA sedangkan "Jajasan Poesat Bank Indonesia" dan Bank Negara Indonesia di wilayah RI. Konferensi Meja Bundar (KMB) 1949 mengakhiri konflik Indonesia dan Belanda, ditetapkan kemudian DJB sebagai bank sentral bagi Republik Indonesia Serikat (RIS). Status ini terus bertahan hingga masa kembalinya RI dalam negara kesatuan. Berikutnya sebagai bangsa dan negara yang berdaulat, RI menasionalisasi bank sentralnya. Maka sejak 1 Juli 1953 berubahlah DJB menjadi Bank Indonesia, bank sentral bagi Republik
Indonesia
(http://www.bi.go.id/web/id/Tentang+
BI/Fungsi+Bank+Indonesia/sejarah/). c. Tujuan dan Tugas Bank Indonesia Dalam Pasal 7 Undang-Undang Bank Indonesia disebutkan bahwa tujuan Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Yaitu kestabilan nilai rupiah terhadap barang dan jasa srta terhadap mata uang negara lain. Kestabilan nilai rupiah terhadap barang dan jasa diukur dari perkembangan laju inflasi. Sedangkan kestabilan nilai rupiah terhadap mata uang negara lain diukur dari perkembangan nilai tukar uang rupiah user terhadap mata uangcommit negaratolain.
19 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dalam mencapai tujuan tersebut, Bank Indonesia perlu mengarahkan
kebijakannya
untuk
menyeimbangkan
kondisi
ekonomi internal, khususnya keseimbangan antara permintaan dan penawaran dengan kondisi ekonomi eksternal yang tercermin pada kinerja neraca pembayaran. Perwujudan keseimbangan internal adalah terjaganya inflasi pada tingkat yang rendah, sementara dari sisi eksternal adalah terjaganya nilai tukar rupiah pada tingkat perkembangan yang cukup kuat dan stabil. Untuk itu, Bank Indonesia harus mempertimbangkan dan melakukan koordinasi dengan pemerintah agar kebijakan yang ditempuhnya sejalan dan saling mendukung dengan kebijakan fiskal dan ekonomi lainnya. Untuk mencapai tujuan tersebut, Bank Indonesia mempunyai tugas yang antara lain: 1) menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter; 2) mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran; 3) mengatur dan mengawasi bank (http://www.bi.go.id/web /id/Tentang+BI/Fungsi+Bank+Indonesia/Tujuan+dan+Tugas/ ). d. Status dan Kedudukan Bank Indonesia Status Bank Indonesia baik sebagai badan hukum publik maupun badan hukum perdata ditetapkan dengan undang-undang. Bank
Indonesia sebagai
menetapkan
badan
peraturan-peraturan
hukum publik berwenang hukum
yang
merupakan
pelaksanaan dari undang-undang yang mengikat masyarakat luas sesuai dengan tugas dan kewenangannya. Dengan diberlakukannya Undang-Undang No. 23 Tahun 1999, Bank Indonesia mempunyai status sebagai lembaga negara yang commit to user independen. Bank Indonesia wajib menolak dan mengabaikan
20 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
setiap bentuk campur tangan atau intervensi dari pihak luar Bank Indonesia. Status dan kedudukan yang khusus tersebut diperlukan agar Bank Indonesia dapat melaksanakan peran dan fungsinya sebagai otoritas moneter dan perbankan secara lebih efektif dan efisien. Bank Indonesia sebagai suatu lembaga negara yang independen mempunyai otonomi penuh dalam merumuskan dan melaksanakan setiap tugas dan wewenangnya sebagaimana ditentukan dalam undang-undang tersebut. Demi menjamin independensi, undangundang ini telah memberikan khusus kepada Bank Indonesia dalam struktur ketatanegaraan Republik Indonesia, yaitu tidak sejajar dengan lembaga tinggi negara, disamping itu pula kedudukan Bank Indonesia juga tidak sama dengan departemen karena kedudukan Bank
Indonesia
berada
di
luar
pemerintah
(http://www.bi.go.id/web/id/Tentang+BI/ Fungsi+Bank+Indonesia/Status+dan+Kedudukan/). e. Visi dan Misi Bank Indonesia Visi dan Misi Bank Indonesia yang dituangkan dalam Keputusan Gubernur No. 422/KEP/GBI/INTERN/2002 tanggal 28 Juni 2002 adalah sebagai berikut: 1) Visi Bank Indonesia Visi Bank Indonesia adalah menjadi lembaga Bank Sentral yang dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan stabil. Pernyataan visi cukup penting bagi Bank Indonesia karena dapat: commit to user a) Memperjelas arah organisasi ke depan.
21 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b) Memotivasi anggota Dewan Gubernur dan pegawai Bank Indonesia untuk melaksanakan tugas-tugas yang telah ditetapkan. c) Mengkoordinasikan tindakan serta kebijakan dari anggota Dewan Gubernur dan pegawai secara lebih efiktif dan efisien. d) Memberikan keyakinan dalam pencapaian misi organisasi. 2) Misi Bank Indonesia Misi Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah melalui pemeliharaan kestabilan moneter dan pengembangan stabilitas sistem keuangan untuk pembangunan
nasional
jangka
panjang
yang
berkesinambungan. Perumusan misi tersebut diharapkan dapat membantu organisasi dalam : a) Menetapkan dan menjaga konsistensi serta, kejelasan tujuan organisasi. b) Memberikan referensi untuk perencanaan dan proses pengambilan keputusan. c) memperoleh komitmen para anggota Dewan Gubernur dan seluruh pegawai, melalui komunikasi yang jelas tentang tugas organisasi. d) Memperoleh dukungan dan pengertian dari pihak-pihak yang
berkepentingan
terhadap
pelaksanaan
tugas
organisasi. 2. Tinjauan Umum mengenai Perbankan a. Pengertian Perbankan Menurut Munir Fuady, hukum perbankan adalah seperangkat commit to user kaidah hukum dalam bentuk peraturan perundang-undangan,
22 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yurisprudensi, doktrin, dan lain-lain sumber hukum, yang mengatur masalah-masalah
perbankan
sebagai
lembaga,
dan
aspek
kegiatannya sehari-hari, rambu-rambu yang dipenuhi oleh suatu bank, perilaku petugas-petugasnya, hak, kewajiban, tugas, dan tanggung jawab para pihak yang tersangkut dengan bisnis perbankan, apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh bank, eksistensi perbankan, dan lain-lain yang berkenaan dengan dunia perbankan (Hermansyah, 2009: 39-40). Sedangkan bank merupakan lembaga keuangan yang memiliki peranan sebagai lembaga intermediasi keuangan (financial intermediary institution) yakni sebagai lembaga yang melakukan kegiatan penghimpunan dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau pembiayaan (Jamal Wiwoho, 2011: 27). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, bank adalah badan usaha di bidang keuangan yang menarik dan mengeluarkan uang dalam masyarakat, terutama memberikan kredit dan jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang (Hasan Alwi, 2007:123). Menurut Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Perbankan, bank adalah ”badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”. b. Ruang Lingkup Adapun yang merupakan ruang lingkup dari pengaturan hukum perbankan adalah sebagai berikut (Munir Fuady, 2003: 14): commit to user
23 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1) Asas-asas perbankan, seperti norma efisiensi, keefektifan, kesehatan bank, profesionalisme pelaku perbankan, maksud dan tujuan lembaga perbankan, hubungan, hak, dan kewajiban bank. 2) Para pelaku bidang perbankan, seperti dewan komisaris, direksi, dan karyawan, maupun pihak terafiliasi. Mengenai bentuk badan hukum pengelola, seperti PT Persero, Perusahaan Daerah, koperasi atau perseroan terbatas. Mengenai bentuk kepemilikan, seperti milik pemerintah, swasta, patungan dengan asing, atau bank asing. 3) Kaidah-kaidah perbankan yang khusus diperuntukkan untuk mengatur perlindungan kepentingan umum dari tindakan perbankan, seperti pencegahan persaingan yang tidak sehat, antitrust, perlindungan nasabah, dan lain-lain. 4) Yang menyangkut dengan struktur organisasi yang berhubungan dengan bidang perbankan, seperti eksistensi dari Dewan Moneter, Bank Sentral, dan lain-lain. 5) Yang mengarah kepada pengamanan tujuan-tujuan yang hendak dicapai oleh bisnis bank tersebut, seperti pengadilan, sanksi, insentif, pengawasan, prudent banking, dan lain-lain. c. Macam-macam Bank Macam-macam bank antara lain (Munir Fuady, 2003: 15): 1) Bank Sentral; 2) Bank Komersial; 3) Bank Umum; 4) Bank Perkreditan Rakyat (BPR); 5) Bank Investasi (Investment Bank); 6) Bank Devisa; 7) Bank Korporat (Corporate Banking); 8) Bank Retail (Retailed Banking); 9) Bank Syariat (Bank Bagi Hasil); dan 10) Bank Pembangunan Daerah.
commit to user
24 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3. Tinjauan Umum mengenai Nasabah a. Pengertian Nasabah Nasabah menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah orang yang menjadi langganan suatu bank karena uangnya diputarkan melalui bank itu (J.S. Badudu dan Sutan Mohammad Zain, 1996:933). Sedangkan menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/1/PBI/2008 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/5/PBI/2006 tentang Mediasi Perbankan, nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa bank, termasuk pihak yang tidak memiliki rekening namun memanfaatkan jasa bank untuk melakukan transaksi keuangan (walk-in customer). Dalam Pasal 1 angka 16 Undang-Undang Perbankan, nasabah adalah “pihak yang menggunakan jasa bank”. Yang dimaksud nasabah oleh undang-undang ini adalah: 1) Nasabah penyimpan adalah nasabah yang menempatkan dananya di bank dalam bentuk simpanan berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan. 2) Nasabah debitur adalah nasabah yang memperoleh fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah atau yang dipersamakan dengan itu berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan. Dalam penelitian hukum ini, nasabah yang dimaksud oleh penulis adalah nasabah debitur. Hal ini dikarenakan sengketa yang timbul biasanya antara nasabah debitur dengan pihak bank. Sedangkan untuk nasabah penyimpan tidak banyak sengketa yang terjadi dan diselesaikan melalui lembaga mediasi perbankan. commit to user
25 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Hubungan Bank dengan Nasabah Dari segi kacamata hukum, hubungan antara nasabah dan bank terdiri dari 2 (dua) bentuk, yaitu: (Munir Fuady, 2003: 100-102) 1) Hubungan Kontraktual Terhadap nasabah debitur, hubungan kontraktual tersebut berdasarkan suatu kontrak yang dibuat antara bank sebagai kreditur (pemberi dana) dan pihak debitur (peminjam dana). Hukum kontrak yang menjadi dasar terhadap hubungan bank dan nasabah debitur bersumber dari ketentuan-ketentuan KUHPerdata tentang kontrak (buku ketiga). Sedangkan
untuk
nasabah
deposan
atau
nasabah
nondebitur-nondeposan, tidak terdapat ketentuan yang khusus mengatur untuk kontrak jenis ini dalam KUHPerdata, lazimnya hanya diatur dalam bentuk kontrak yang sangat simpel. Itu pun, sama seperti untuk kontrak kredit, diberlakukan kontrak dalam bentuk kontrak standar (kontrak baku), yang biasanya terdapat ketentuan-ketentuan yang berat sebelah, dimana pihak bank sering kali lebih diuntungkan. 2) Hubungan Nonkontraktual Ada 6 (enam) jenis hubungan hukum antara bank dan nasabah
selain
dari
hubungan
kontrakual
sebagaimana
disebutkan di atas, yaitu (Munir Fuady, 2003: 102-104): a) Hubungan fidusia (Fiduciary Relation); b) Hubungan Konfidensial; c) Hubungan Bailor-Bailee; d) Hubungan Principal-Agent; commit to user
26 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
e) Hubungan Mortgagor-Mortgagee; dan f) Hubungan Trustee-Beneficiary. Disamping itu, adanya kewajiban bank untuk menyimpan rahasia bank, yang sebenarnya hal tersebut tidak pernah diperjanjikan sama sekali, juga mengindikasikan bahwa hubungan antara nasabah dan bank tidak sekadar hubungan kontraktual semata-mata. Dalam hal ini ada semacam amanah yang diemban oleh pihak perbankan untuk kepentingan nasabahnya. c. Mekanisme Perlindungan Nasabah Beberapa mekanisme yang dipergunakan dalam rangka perlindungan nasabah bank adalah sebagai berikut (Munir Fuady, 2003: 104-107): 1) Pembuatan peraturan baru 2) Pelaksanaan peraturan yang ada Peraturan tersebut harus ditegakkan secara objektif tanpa melihat siapa direktur, komisaris, atau pemegang saham dari bank yang bersangkutan. 3) Perlindungan nasabah deposan lewat Lembaga Asuransi Deposito Perlindungan nasabah, khususnya nasabah deposan melalui lembaga asuransi deposito yang adil dan predictable ternyata dapat juga membawa hasil yang positif. Asuransi deposito dengan nilai tinggi didasarkan pada risiko dari pinjaman atau kredit bank dimana tingkat risiko tersebut dapat diamati (Douglas W. Diamond dan Philip H. Dybvig, 2008: 57). commit to user
27 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4) Memperketat perizinan bank Adalah salah satu cara agar bank tersebut kuat dan qualified sehingga dapat memberikan keamanan bagi nasabahnya. Undang-undang perbankan menetapkan persyaratan yang harus dipenuhi apabila suatu bank akan didirikan berupa persyaratan dalam hal-hal sebagai berikut: a) susunan organisasi; b) permodalan; c) kepemilikan; d) keahlian di bidang perbankan; dan e) kelayakan rencana usaha. 5) Memperketat pengaturan di bidang kegiatan bank Ketentuan yang menyangkut kegiatan bank banyak juga yang secara langsung atau tidak langsung bertujuan untuk melindungi pihak nasabah, antara lain: a) Ketentuan mengenai permodalan, antara lain mengenai kecukupan modal atau yang disebut juga dengan Capital Adequate Ratio (CAR) yang diukur dari persentase tertentu terhadap Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR). b) Ketentuan mengenai manajemen. Merupakan penilaian kualitatif mengenai manajemen terhadap manajemen permodalan, manajemen kualitas aktiva, manajemen umum, manajemen rentabilitas, dan manajemen likuiditas. c) Ketentuan mengenai kualitas aktiva produktif. Diukur tingkat kemampuan pengembaliannya dengan kategori lancar, kurang lancar, diragukan, dan macet. d) Ketentuan mengenai likuiditas. Sering kali dilakukan commit to user pengukuran lewat Cash Ratio atau Minimum Reserve
28 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Requirement. Harus dihindari adanya kesulitan likuiditas yang biasanya terjadi karena adanya tindakan yang disebut mismatch. e) Ketentuan mengenai rentabilitas. Sering diukur dengan cara penilaian kuantitatif melalui rasio perbandingan laba selama 12 (dua belas) bulan terakhir terhadap volume usaha dalam periode yang sama (Return on Assets atau RAA), dan rasio biaya operasional terhadap pendapatan operasional dalam periode 1 (satu) tahun. f) Ketentuan mengenai solvabilitas. g) Ketentuan mengenai kesehatan
bank. Sering digunakan
sebagai ukuran adalah: (1) Capital, Assets quality, Management quality, Earnings, and Liquidity (CAMEL). (2) Posisi Devisa Netto (Net Open Position) dengan tujuan untuk menghindari risiko nilai tukar (exchange rate risk). (3) Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) atau yang sering pula disebut juga Legal Lending Limit (3L) atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah. Dalam hal ini Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 memberikan kewenangan kepada Bank Sentral untuk menetapkan Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) tersebut. Di samping itu, khusus untuk nasabah tertentu maka Bank Indonesia dapat juga menetapkan BMPK. Nasabah tertentu tersebut adalah: (a) pemegang saham 10% (sepuluh persen) atau lebih dari modal setor; (b) anggota dewan komisaris; (c) anggota direksi; commit to user
29 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(d) keluarga pemegang saham (sampai derajat kedua lurus atau ke samping), dewan komisaris, dan direksi; (e) pejabat
bank
lainnya;perusahaan
dimana
di
dalamnya ada kepentingan pihak pemegang saham, komisaris, direksi, pejabat bank lainnya, dan anggota keluarga dari pemegang saham, direktur, dan komisaris. 6) Memperketat pengawasan bank Dalam menilai performa dan kondisi keuangan suatu bank, pengawas menggabungkan antara pemeriksaan on site dan off site. Selama pemeriksaan on site, pengawas mengunjungi bank untuk menilai kesehatan dan pemenuhan keuangan bank dengan hukum dan kebijakan yang terkait dengan peraturanperaturan, untuk menaksir kualitas manajemen dan untuk menilai sistem dari pengawasan internal bank (Rebel A. Cole dan Jeffery W. Gunther, 1998: 1). Sedangkan pemeriksaan off site dilakukan dengan cara memeriksa laporan keuangan bank yang diberikan kepada pengawas. Dalam rangka meminimalkan risiko yang ada dalam bisnis bank, maka pihak otoritas, khususnya Bank Indonesia (juga dalam hal tertentu Menteri Keuangan) harus melakukan tindakan pengawasan dan pembinaan terhadap bank-bank yang ada, baik terhadap bank-bank pemerintah maupun bak swasta. Sebagai pengawas, Bank Indonesia tidak dapat mencampuri secara langsung urusan intern dari bank yang diawasinya itu. Sebab, pengendalian bank tersebut tetap menjadi kewenangan pengurus bank tersebut. commit to user
30 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4. Tinjauan Umum mengenai Sengketa Sengketa berasal dari bahasa Inggris, yaitu dispute yang artinya a. sesuatu yang menyebabkan perbedaan pendapat; pertengkaran; perbantahan: perkara yang kecil dapat juga menimbulkan -- besar; daerah --, daerah yg menjadi rebutan (pokok pertengkaran); b. pertikaian; perselisihan: -- di dalam partai itu akhirnya dapat diselesaikan dengan baik; c. perkara (dalam pengadilan): tidak ada -yang tidak dapat diselesaikan (http://www.artikata.com/arti-350210sengketa.html). Alternatif penyelesaian sengketa adalah suatu pranata penyelesaian sengketa di luar pengadilan atau dengan cara mengesampingkan penyelesaian secara litigasi di Pengadilan Negeri (Gunawan Wijaya dan Ahmad Yani, 2001:26). Pada tanggal 12 Agustus 1999 telah diundangkan dan sekaligus diberlakukan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase Dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Undang-undang ini tidak hanya mengatur mengenai arbitrase sebagai salah satu alternatif penyelesaian sengketa, yang telah cukup dikenal di Indonesia saat ini, melainkan juga alternatif penyelesaian sengketa lainnya, antara lain konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. a. Konsultasi Jika melihat pada Black’s Law Dictionary, konsultasi (consultation) adalah “A conference between the counsel engaged in a case, to discuss its questions or arrange the method of conducting it” (Henry Campbell Black,1979: 286). commit to user
31 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pada prinsipnya konsultasi merupakan suatu tindakan yang bersifat personal antara suatu pihak tertentu, yang disebut dengan klien dengan pihak lain yang merupakan pihak konsultan, yang memberikan pendapatnya kepada kliennya tersebut. Tidak ada suatu rumusan yang menyatakan sifat keterikatan atau kewajiban untuk memenuhi dan mengikuti pendapat yang disampaikan oleh pihak konsultan. Ini berarti klien adalah bebas untuk menentukan sendiri keputusan yang akan ia ambil untuk kepentingannya sendiri, walau demikian tidak menutup kemungkinan klien akan dapat mempergunakan pendapat yang disampaikan oleh pihak konsultan tersebut. Ini berarti dalam konsultasi, sebagai suatu bentuk pranata alternatif penyelesaian sengketa, peran dari konsultan dalam menyelesaikan perselisihan atau sengketa yang ada tidaklah dominan sama sekali, konsultan hanyalah memberikan pendapat (hukum), sebagaimana diminta oleh kliennya, yang untuk selanjutnya keputusan mengenai penyelesaian sengketa tersebut akan diambil sendiri oleh para pihak, meskipun adakalanya pihak konsultan juga diberikan kesempatan untuk merumuskan bentukbentuk penyelesaian sengketa yang dikehendaki oleh para pihak yang bersengketa tersebut. b. Negosiasi Negosiasi adalah sebuah bentuk interaksi sosial saat pihakpihak yang terlibat berusaha untuk saling menyelesaikan tujuan yang
berbeda
dan
bertentangan
(http://id.wikipedia.org/wiki/Negosiasi). Menurut Syahrizal Abbas (Syahrizal Abbas, 2009: 9), negosiasi adalah salah satu strategi penyelesaian
sengketa,
dimana
para
pihak
setuju
untuk
menyelesaikan persoalan mereka melalui proses musyawarah, perundingan atau urun rembuk. commit to user
32 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 memiliki makna dan objektif yang hampir sama dengan yang diatur dalam Pasal 1851 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, hanya saja negosiasi menurut rumusan Pasal 6 ayat (2) UndangUndang Nomor 30 Tahun 1999 tersebut: 1) Diberikan tenggang waktu penyelesaian paling lama 14 hari, dan 2) Penyelesaian sengketa tersebut harus dilakukan dalam bentuk “pertemuan langsung” oleh dan antara para pihak yang bersengketa. Negosiasi
merupakan
salah
satu
lembaga
alternatif
penyelesaian sengketa yang dilaksanakan di luar pengadilan, sedangkan perdamaian dapat dilakukan baik sebelum maupun setelah sidang peradilan dilaksanakan, baik di dalam maupun di luar sidang pengadilan (Pasal 130 HIR). Pada umumnya proses negosiasi merupakan salah satu lembaga alternatif penyelesaian sengketa yang bersifat informal, meskipun adakalanya dilakukan secara formal. Tidak ada suatu kewajiban bagi para pihak untuk melakukan pertemuan secara langsung pada saat negosiasi dilakukan, pun negosiasi tersebut tidak harus dilakukan oleh para pihak sendiri. Melalui negosiasi para pihak yang bersengketa atau berselisih paham dapat melakukan suatu proses penjajakan kembali akan hak dan kewajiban para pihak dengan/melalui suatu siatuasi yang sama-sama menguntungkan (win-win), dengan melepaskan atau memberikan kelonggaran (concession) atas hak-hak tertentu berdasarkan pada asas timbal balik. Persetujuan atau kesepakatan yang telah dicapai tersebut kemudian ditungkan secara tertulis untuk ditandatangani oleh para commit tosebagaimana user pihak dan dilaksanakan mestinya. Kesepakatan
33 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tertulis tersebut bersifat final dan mengikat bagi para pihak. Kesepakatan tertulis tersebut menurut ketentuan Pasal 6 ayat (7) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 wajib didaftarkan di Pengadilan Negeri dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak ditandatangani, dan dilaksanakan dalam waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak pendaftaran (Pasal 6 ayat (8) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999). c. Mediasi Secara etimologi, istilah mediasi berasal dari bahasa Latin, mediare yang berarti berada di tengah. Makna ini menunjuk pada peran yang ditampilkan pihak ketiga sebagai mediator dalam menjalankan tugasnya menengahi dan menyelesaikan sengketa antara para pihak. Berada di tengah juga bermakna mediator harus berada pada posisi netral dan tidak memihak dalam menyelesaikan sengketa. Ia harus mampu menjaga kepentingan para pihak yang bersengketa secara adil dan sama, sehingga menumbuhkan kepercayaan (trust) dari para pihak yang bersengketa (Syahrizal Abbas, 2009: 2). Pengaturan mengenai mediasi dapat kita temukan dalam ketentuan Pasal 6 ayat (3), Pasal 6 ayat (4), dan Pasal 6 ayat (5) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999. Ketentuan mengenai mediasi yang diatur dalam Pasal 6 ayat (3) adalah/merupakan suatu proses kegiatan sebagai kelanjutan dari gagalnya negosiasi yang dilakukan oleh para pihak menurut ketentuan Pasal 6 ayat (2). Pasal 6 ayat (3) tesebut juga mengatakan bahwa atas kesepakatan tertulis para pihak sengketa atau beda pendapat diselesaikan melalui bantuan seorang atau lebih penasehat ahli maupun melalui seorang commitmediator. to user Dari literatur hukum, misalnya
34 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dalam Black’s Law Dictionary dikatakan bahwa ”mediation is intervention; interposition; the act of a third person in intermediating between two contending parties with a view to persuading them to adjust or settle their dispute. Settlement of dispute by action of intermediary” (Henry Campbell Black, 1979: 885). Menurut Pasal 1 angka 7 PERMA Nomor 1 Tahun 2008, mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator. Mediasi adalah suatu proses penyelesaian sengketa antara dua pihak atau lebih melalui perundingan atau cara mufakat dengan bantuan pihak netral yang tidak memiliki kewenangan memutus (Takdir Rahmadi, 2010:12). Sedangkan mediasi perbankan menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/1/PBI/2008 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/5/PBI/2006 tentang Mediasi Perbankan adalah “merupakan alternatif penyelesaian sengketa antara nasabah dan bank yang tidak mencapai penyelesaian yang melibatkan mediator untuk membantu para pihak yang bersengketa guna mencapai penyelesaian dalam bentuk kesepakatan sukarela terhadap
sebagian
ataupun
seluruh
permasalahan
yang
disengketakan”. Mediasi, dari pengertian yang diberikan, jelas melibatkan keberadaan pihak ketiga (baik perorangan maupun dalam bentuk suatu lembaga independen) yang bersifat netral dan tidak memihal, yang akan berfungsi sebagai mediator. Sebagai pihak ketiga yang netral, independen, tidak memihak, dan ditunjuk oleh para pihak (secara langsung maupun melalui lembaga mediasi), mediator ini commitmelaksanakan to user berkewajiban untuk tugas dan fungsinya
35 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
berdasarkan pada kehendak dan kemauan para pihak. Sebagai suatu pihak di luar perkara, yang tidak memiliki kewenangan memaksa, mediator ini berkewajiban untuk bertemu atau mempertemukan para pihak yang bersengketa gunan mencari masukan mengenai pokok persoalan yang dipersengketakan oleh para pihak. Menurut Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999, kesepakatan penyelesaian sengketa atau beda pendapat secara tertulis adalah final dan mengikat bagi para pihak untuk dilaksanakan dengan iktikad baik. Kesepatakan tertulis tersebut wajib didaftarkan di Pengadilan Negeri dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak penandatanganan, dan wajib dilaksanakan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak pendaftaran. Pasal 6 ayat (4) membedakan mediator ke dalam: 1) Mediator yang ditunjuk secara bersama oleh para pihak (Pasal 6 ayat (3)); dan 2) Mediator yang ditunjuk oleh lembaga arbitrase atau lembaga alternatif penyelesaian sengketa yang ditunjuk oleh para pihak (Pasal 6 ayat (4)). d. Konsiliasi Perkataan konsiliasi sebagai salah satu lembaga alternatif penyelesaian sengketa dapat kita temukan dalam ketentuan Pasal 1 angka 10 dan Alinea ke-9 Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tersebut. Dalam Black’s Law Dictionary dikatakan bahwa konsiliasi adalah:
commit to user
36 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
“Conciliation is the adjustment and settlement of a dispute in a friendly, unantagonistic manner. Used in courts before trial with a view towards avoiding trial in labor disputes before arbitration” (Henry Campbell Black, 1979: 262). Konsiliasi dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 sebagai suatu bentuk alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan adalah suatu tindakan atau proses untuk mencapai perdamaian di luar pengadilan. e. Pendapat Ahli Pendapat ahli sebagai bagian dari alternatif penyelesaian sengketa menunjukkan bahwa arbitrase dalam suatu bentuk kelembagaan,
tidak
hanya
bertugas
untuk
menyelesaikan
perbedaan atau perselisihan pendapat maupun sengketa yang terjadi di antara para pihak dalam suatu perjanjian pokok, melainkan juga dapat memberikan konsultasi dalam bentuk opini atau pendapat hukum atas permintaan dari setiap pihak yang memerlukannya, tidak terbatas pada para pihak dalam perjanjian. Pemberian opini atau pendapat hukum tersebut dapat merupakan suatu masukan bagi para pihak dalam menyusun atau membuat perjanjian yang akan mengatur hak-hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian, maupun dalam memberikan penafsiran ataupun pendapat terhadap salah satu atau lebih ketentuan dalam perjanjian yang
telah
dibuat
oleh
para
pihak
untuk
memperjelas
pelaksanaannya. Oleh karena pendapat tersebut diberikan atas permintaan dari para pihak secara bersama-sama dengan melalui mekanisme, sebagaimana halnya suatu penunjukan (lembaga) arbitrase untuk menyelesaikan suatu perbedaan commit to userpendapat atau perselisihan paham
37 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
maupuan sengketa yang ada atau lahir dari suatu perjanjian, maka pendapat hukum ini pun bersifat akhir (final) bagi para pihak yang meminta pendapatnya pada lembaga arbitrase termaksud. Pendapat yang semacam ini termasuk dalam pengertian atau bentuk putusan lembaga arbitrase. f. Arbitrase Berdasarkan definisi yang diberikan dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999, arbitrase adalah ”cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar pengadilan umum yang didasarkan pada Perjanjian Arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa”. Menurut ketentuan Pasal 6 ayat (9) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 dalam hal usaha-usaha alternatif penyelesaian sengketa melalui konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, pemberian pendapat (hukum) yang mengikat maupun perdamaian tidak dapat dicapai, maka para pihak berdasarkan kesepakatan secara tertulis dapat mengajukan usaha penyelesaiannya melalui lembaga arbitrase atau arbitrase ad-hoc. Ini berarti arbitrase dapat dikatakan merupakan pranata alternatif penyelesaian sengketa terakhir dan final bagi para pihak. Dalam Pasal 5 Undang-Undang No.30 tahun 1999 disebutkan bahwa ”Sengketa yang dapat diselesaikan melalui arbitrase hanyalah sengketa di bidang perdagangan dan hak yang menurut hukum dan peraturan perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa”. Dengan demikian arbitrase tidak dapat diterapkan untuk masalah-masalah dalam lingkup hukum keluarga. Arbitase hanya commit to user dapat diterapkan untuk masalah-masalah perniagaan. Bagi
38 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pengusaha, arbitrase merupakan pilihan yang paling menarik guna menyelesaikan sengketa sesuai dengan keinginan dan kebutuhan mereka. Dalam banyak perjanjian perdata, klausula arbitase banyak digunakan sebagai pilihan penyelesaian sengketa. Pendapat hukum yang diberikan lembaga arbitrase bersifat mengikat (binding) oleh karena pendapat yang diberikan tersebut akan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian pokok (yang dimintakan pendapatnya pada lembaga arbitrase tersebut). Setiap pendapat yang berlawanan terhadap pendapat hukum yang diberikan tersebut berarti pelanggaran terhadap perjanjian (breach of contract wanprestasi). Oleh karena itu tidak dapat dilakukan perlawanan dalam bentuk upaya hukum apapun. Putusan arbitrase bersifat mandiri, final dan mengikat (seperti putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap) sehingga ketua pengadilan tidak diperkenankan memeriksa alasan atau pertimbangan
dari
putusan
(http://jurnalhukum.blogspot.
arbitrase
nasional
tersebut
com/2006/09/klausul-arbitrase-dan
pengadilan18.html). 5. Tinjauan Umum mengenai Lembaga Mediasi Perbankan Lembaga Mediasi Perbankan ini telah disosialisasikan melalui Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/5/PBI/2006 tanggal 30 Januari 2006 dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/14/DPNP tanggal 1 Juni 2006 sehingga dengan demikian Bank Indonesia telah menjalankan fungsi mediasi perbankan sebagai sarana yang sederhana, murah, dan cepat dalam hal penyelesaian pengaduan nasabah oleh bank belum dapat memuaskan nasabah dan menimbulkan sengketa antara nasabah dengancommit bank. to PBI tersebut telah diperbaharui dengan user
39 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/1/PBI/2008 tentang Mediasi Perbankan.
Pengajuan
penyelesaian
sengketa
dimaksud
dapat
disampaikan kepada Bank Indonesia oleh nasabah atau perwakilan nasabah dengan persyaratan sebagai berikut : a
Sengketa yang dapat diajukan adalah sengketa keperdataan yang timbul dari transaksi keuangan.
b
Sengketa yang dapat diajukan adalah sengketa yang timbul dari hasil penyelesaian pengaduan Nasabah yang telah dilakukan oleh Bank.
c
Nasabah tidak dapat
mengajukan tuntutan
finansial
yang
diakibatkan oleh kerugian immaterial. Yang dimaksud kerugian immaterial antara lain adalah kerugian karena pencemaran nama baik dan perbuatan tidak menyenangkan. d
Nilai tuntutan finansial diajukan dalam mata uang rupiah dengan jumlah maksimal adalah Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Jumlah tersebut dapat berupa kumulatif dari kerugian finansial yang telah terjadi pada Nasabah, potensi kerugian karena penundaan atau tidak dapat dilaksanakannya transaksi keuangan Nasabah dengan pihak lain, dan atau biaya-biaya yang telah dikeluarkan
Nasabah
untuk
mendapatkan
penyelesaiannya
Sengketa. e
Batas waktu pengajuan adalah paling lambat 60 (enampuluh) hari kerja, yang dihitung sejak tanggal surat hasil penyelesaian pengaduan Nasabah dari Bank
f
Nasabah mengajukan penyelesaian sengketa kepada lembaga Mediasi perbankan secara tertulis dengan menggunakan formulir terlampir atau dibuat sendiri oleh Nasabah dan dilengkapi dokumen pendukung antara lain: 1) Foto copy surat hasil penyelesaian pengaduan yang diberikan Bank kepada Nasabah. commit to user
40 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2) Foto copy bukti identitas Nasabah yang masih berlaku. 3) Surat penyataan yang ditandatangani di atas meterai yang cukup bahwa Sengketa yang diajukan tidak sedang dalam proses atau telah mendapatkan keputusan dari lembaga arbitrase, peradilan, atau lembaga Mediasi lainnya dan belum pernah diproses dalam Mediasi perbankan yang difasilitasi oleh Bank Indonesia. 4) Foto copy dokumen pendukung yang terkait dengan Sengketa yang diajukan 5) Foto copy surat kuasa, dalam hal pengajuan penyelesaian Sengketa dikuasakan. g
Formulir yang telah diisi dan dilengkapi dokumen pendukung disampaikan kepada : Bank Indonesia Direktorat Investigasi dan Mediasi Perbankan Menara Radius Prawiro lantai 19 Jalan MH Thamrin No. 2 Jakarta 10110 (www. KumpulBlogger.com) Mediasi perbankan dilakukan oleh lembaga mediasi perbankan
independen
yang
dibentuk
oleh
asosiasi
perbankan.
Dalam
pelaksanaan tugasnya, lembaga mediasi perbankan independen ini melakukan koordinasi dengan Bank Indonesia. Sepanjang lembaga mediasi perbankan independen ini belum terbentuk, maka fungsi mediasi perbankan dilakukan oleh Bank Indonesia. Fungsi mediasi perbankan yang dilakukan oleh Bank Indonesia terbatas pada upaya untuk menyelesaikan sengketa secara mendasar dalam rangka memperoleh kesepakatan antara kedua belah pihak. Dalam strukturcommit organisasi Bank Indonesia telah membentuk to user sebuah direktorat yang salah satu tugasnya adalah melaksanakan
41 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
fungsi mediasi, yaitu Direktorat Investigasi dan Mediasi Perbankan. Bank Indonesia telah menyediakan tenaga-tenaga mediator yang direkrut dari karyawan Bank Indonesia yang sudah dilatih sebagai mediator. Penggunaan jasa mediator dari Bank Indonesia bersifat cuma-cuma atau tanpa pungutan (Takdir Rahmadi, 2010: 89). Beberapa keunggulan mediasi perbankan adalah: 1) kesepakatan para pihak (voluntary); 2) terjaganya hubungan baik (forward looking); 3) terjaganya kepentingan masing-masing pihak (interesed based); 4) proses yang murah, cepat, dan sederhana. Penyelesaian sengketa melalui mediasi perbankan oleh Bank Indonesia terfokus pada nasabah kecil dan UMK. Hal ini dibuktikan dengan
dibatasinya
tuntutan
finansial,
yaitu
maksimal
Rp.
500.000.000,00. Alasan difokuskannya penyelesaian sengketa melalui mediasi perbankan untuk nasabah kecil dan UMK adalah karena nasabah kecil dan UMK: a) tidak mudah mendapatkan akses yang cukup dan dana untuk menyelesaikan sengketanya dengan bank melalui lembaga arbitrase atau peradilan; dan b) merupakan bagian terbesar dari nasabah bank secara keseluruhan. 6. Tinjauan Umum mengenai Problematika Berasal dari kata problem yang artinya masalah, persoalan (Hasan Alwi, 2007: 722). Sedangkan problematika berarti mengandung masalah (A.A. Waskito, 2009: 427). Menurut Kamus English-Indonesian, problem (noun) berarti: 1. kesukaran, masalah yang sukar dipecahkan, 2. pertanyaan yang harus dijawab atau dipecahkan. Problem (adj) berarti: 1. bandel, badung, 2. commit to user
42 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
berkenaan dengan pemilihan tindakan yang sulit bagi individu maupun bagi masyarakat pada umumnya. Sedangkan problematic (adj) merupakan persoalan yang masih diragukan (Peter Salim, 1996: 926). 7.
Tinjauan Umum Mengenai Implementasi Hukum, dalam pengertian sebagai struktur dan peraturan, hanyalah satu dari tiga fenomena, yang semuanya sepadan dan amat nyata. Pertama, ada kekuatan-kekuatan sosial dan legal yang dengan cara tertentu mendesak masuk dan membentuk hukum. Kemudian muncul hukum itu sendiri, struktur-struktur dan peraturan-peraturan. Ketiga, ada dampak dari hukum tersebut terhadap perilaku di dunia luarnya (Lawrence M. Friedman, 2009: 2). Sebuah sistem adalah sebuah unit yang beroperasi dengan batasbatas tertentu. Sistem bisa bersifat mekanis, organis, atau sosial (Lawrence M. Friedman, 2009: 6). Ada tiga komponen sistem hukum, yaitu (Lawrence M. Friedman, 2009: 15-18): a. Struktur Hukum Adalah salah satu dasar dan elemen nyata dari sistem hukum. Struktur sebuah sistem adalah kerangka badannya, ia adalah bentuk permanennya, tubuh institusional dari sistem tersebut, tulang-tulang keras yang kaku yang menjaga agar proses mengalir dalam batasbatasnya. b. Substansi Hukum Tersusun dari peraturan-peraturan dan ketentuan mengenai bagaimana institusi-institusi itu harus berperilaku. Suatu sistem hukum adalah kesatuan dari peraturan-peraturan primer dan peraturan-peraturan sekunder. Peraturan primer adalah normanorma perilaku, peraturan sekunder adalah norma mengenai normacommit to user
43 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
norma ini, bagaimana memutuskan apakah semua itu valid, bagaimana memberlakukannya, dan lain-lain. c. Kultur Hukum Adalah elemen sikap dan nilai sosial. Kultur hukum mengacu pada pada bagian-bagian yang ada pada kultur umum, adat kebiasaan, opini, cara bertindak dan berpikir yang mengarahkan kekuatan-kekuatan sosial menuju atau menjauh dari hukum dan dengan cara-cara tertentu.
commit to user
44 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B. Kerangka Pemikiran Bank
Nasabah
Pengaduan Nasabah
Penyelesaian oleh bank
Setuju
Tidak setuju
Masalah selesai
Sengketa
Penyelesaian PBI No. 10/1/PBI/2008 tentang mediasi perbankan Dilakukan oleh BI
Sepakat
Non litigasi
Litigasi
Mediasi Perbankan
Pengadilan/ arbitrase
Tidak sepakat
Gambar 2 : Kerangka Pemikiran
commit to user
45 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Keterangan: Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut dapat dijelaskan bahwa dalam hubungan antara nasabah dan bank dimungkinkan terjadi suatu permasalahan, misalnya saja nasabah merasa haknya tidak dipenuhi oleh bank. Untuk itu nasabah diberikan hak untuk melakukan pengaduan ke bank yang bersangkutan. Pengaduan nasabah tersebut kemudian akan diselesaikan secara intern oleh bank. Ketika menyelesaian yang ditawarkan oleh bank disetujui oleh nasabah, maka permasalahan selesai. Tetapi ketika nasabah merasa tidak puas dengan penyelesaian yang ditawarkan bank, maka akan menimbulkan sengketa. Sengketa tersebut dapat diselesaikan melalui dua cara, yaitu litigasi dan non litigasi. Jalur litigasi dilakukan melalui pengadilan atau arbitrase. Sedangkan jalur non litigasi salah satunya dapat dilakukan dengan mediasi perbankan. Permohonan mediasi perbankan dilakukan oleh nasabah. Yang melaksanakan mediasi perbankan adalah Bank Indonesia dengan berdasarkan pada PBI Nomor 10/1/PBI/2008 tentang Mediasi Perbankan. Ketika melalui mediasi ini tercapai kesepakatan antara nasabah dan bank, maka sengketa tersebut dianggap selesai. Sedangkan apabila tidak tercapai kesepakatan antara kedua belah pihak, maka penyelesaian dapat dilakukan melalui jalur litigasi, yaitu pengadilan atau arbitrase.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi 1. Kantor Bank Indonesia Solo a.
Lokasi Kantor Bank Indonesia Solo beralamat di Jalan Jenderal Sudirman Nomor 4 Surakarta. Gedung Kantor Bank Indonesia Solo memiliki letak yang strategis karena berada di tengah kota Surakarta. Kantor Bank Indonesia Solo memiliki wilayah kerja meliputi Eks Karesidenan Surakarta yang terdiri dari Kota Surakarta, Kabupaten Klaten,
Kabupaten
Boyolali,
Kabupaten
Sragen,
Kabupaten
Sukoharjo, Kabupaten Wonogiri, dan Kabupaten Karanganyar. b.
Struktur Organisasi Pada Kantor Bank Indonesia terdapat struktur organisasi seperti terurai dibawah ini : 1) Pimpinan KBI : Doni P. Joewono 2) Deputi Pemimpin KBI: a) Deputi Pemimpin Bidang Perbankan: Yiyok T. Herlambang b) Deputi Pemimpin Bidang Sistem Manajemen dan Pembayaran Intern: Tatung M. Taufik c) Deputi Pemimpin Bidang Ekonomi Moneter: Suryono 3) Kepala Bidang : a) Bidang Ekonomi & moneter commit to user
46
47 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(1) Seksi pemberdayaan sektor riil & umkm (2) Seksi kajian statistik & survey b) Bidang Sistem Pembayaran & Manajemen Intern (1) Seksi operasional kas (2) Seksi pelayanan nasabah &penyelenggara kliring (3) Seksi sumberdaya manusia (a) Bagian sumber daya (b) Bagian logistik (c) Bagian pengamanan (d) Bagian kesekretariatan c) Bidang Pengawasan Bank: Allan Hudaya (1) Kelompok pengawasan bank I (2) Kelompok pengawasan bank II (3) Kelompok pengawasan bank III (4) Kelompok pengawasan bank IV Bidang Pengawasan Bank juga menangani permohonan mediasi perbankan. Meskipun demikian, tidak dibentuk bagian yang khusus menangani pelaksanaan mediasi perbankan di KBI Solo. c.
Visi dan Misi 1) Visi Kantor Bank Indonesia (KBI) Solo Menjadi Kantor Bank Indonesia yang dapat dipercaya di daerah melalui peningkatan peran dalam menjalankan tugas-tugas Bank Indonesia yang diberikan. 2) Misi Kantor Bank Indonesia (KBI) Solo commit to user
48 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Berperan aktif dalam mendukung pembangunan ekonomi daerah melalui peningkatan pelaksanaan tugas bidang ekonomi moneter, sistem pembayaran, dan pengawasan bank serta memberikan saran kepada pemerintah daerah dan lembaga terkait lainnya. d.
Wewenang Kantor Bank Indonesia (KBI) Solo 1) Bidang Ekonomi dan Moneter a) Memantau dan melaksanakan kebijakan moneter yang telah dirumuskan oleh kantor Pusat. b) Mengamati dan mengumpulkan dana perkembangan ekonomi di wilayah kinerja Solo. c) Mengawasi kinerja Perbankan di wilayah Solo. d) Melakukan koordinasi dengan kepala seksi beserta staff dibawahnya. 2) Bidang Sistem Pembayaran dan Manajemen Intern (SPMI) a) Mengawasi peredaran uang di wilayah Solo. b) Melakukan pengaturan sistem pembayaran. c) Melaksanakan
fungsi
Bank
Indonesia
sebagai
kasir
Pemerintah. d) Mengawasi dan mengevaluasi kinerja seluruh pegawai. e) Memantau ketersediaan logistik dan terjaminnya keamanan. 3) Bidang Tim Pengawasan Bank a) Melakukan pengawasan terhadap kinerja perbankan seluruh wilayah Solo. b) Membuat tingkat kesehatan (TKS) seluruh Bank yang ada di wilayah Solo. commit to user
49 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c) Merekapitulasi tingkat kesehatan seluruh Bank di Solo dan melaporkannya ke Kantor Pusat setiap bulan. d) Melakukan pemeriksaan terhadap setiap bank secara periodik. e) Mengevaluasi dan menganalisis terhadap permohonan ijin prinsip pembukuan bank baru, pembukuan kantor cabang dan kantor kas pelayanan (Dokumen Bagian Sumber Daya Manusia KBI Solo). 2. Pengadilan Negeri Surakarta a.
Lokasi Pengadilan Negeri Surakarta saat ini termasuk dalam golongan Pengadilan dengan kualifikasi kelas IA. Kualifikasi tersebut berdasarkan wewenangnya dalam menyelesaikan perkara yang tergolong banyak atau tinggi untuk wilayah sebesar Kota Surakarta. Pengadilan Negeri Kelas IA Surakarta terletak di Jalan Brigjend Slamet Riyadi No. 290. Adapun kepala Pengadilan Negeri Surakarta saat ini adalah Bapak Sutanto, S.H, M.H.
b.
Sejarah Pada Zaman Belanda, Pengadilan Negeri Surakarta Terdiri atas dua bagian, yaitu Landraad dan Landsrecht. Bangunan tersebut berdiri sejak zaman penjajahan Hindia Belanda dan sejak dulu hingga sekarang bangunan tersebut tidak boleh dirubah bentuknya karena dilindungi oleh Undang-Undang. Sejarah Pengadilan Negeri Surakarta dimulai pada masa penjajahan Belanda dimana pada waktu pemerintahan Belanda tiap-tiap kota besar yang ada Residen, khususnya kota Surakarta ada Pengadilan Landsrecht/Landraad. Adapun
khususnya
untuk
pemerintah
Kasunanan
Pengadilan
dinamakan “Pradata Agung”. Sedangkan yang mempunyai Pradata commit to user
50 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Agung adalah Surakarta dan Yogyakarta, yaitu Mangkunegaran dan Paku Alam. Pradata Agung ini ada sejak susunan Paku Buwono ke 7 atau dikenal dengan jaman Diponegoro. Landasan hukum untuk Pradata Agung ini juga digunakan WVS 1918, sedang hukum sipilnya adalah hukum Adat Jawa Tengah. Hukum adat tersebut hanya berlaku bagi Sentoso Dalem sampai grat ke-4, adapun yang bukan golongan tersebut menjadi wewenang Landgrecht/Landraad, Pradata Agung ini setelah Kemerdekaan Republik Indonesia hapus atau tidak berlaku lagi sekitar tahun 1951. Dengan hapusnya Pradata Agung ini berdirilah Pengadilan Negeri Surakarta hingga sekarang ini, dengan demikian Pengadilan Negeri Surakarta adalah merupakan warisan jaman colonial Belanda yang hingga sekarang masih berada di Jalan Brigjend Slamet Riyadi No. 29 Surakarta. c.
Visi dan Misi 1) Visi Pengadilan Negeri Kelas IA Surakarta Memantapkan sistem hukum nasional dalam rangka menegakkan supremasi hukum dan Hak Asasi Manusia. 2) Misi Pengadilan negeri Kelas IA Surakarta a) Menyelenggarakan proses peradilan secara mudah, murah dan terbuka serta bebas KKN (Korupsi Kolusi dan Nepotisme) dengan tetap menjunjung asas keadilan dan kebenaran. b) Mewujudkan lembaga peradilan yang mandiri dan bebas dari pengaruh pihak manapun. commit to user
51 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c) Menegakkan hukum secara konsisten untuk lebih menjamin kepastian hukum, keadilan dan supremasi hukum serta menghargai Hak Asasi Manusia. d) Menyelesaikan berbagai proses peradilan terhadap pelanggaran hukum dan Hak Asasi Manusia yang belum ditangani secara tuntas
(Dokumen
Bagian
Hukum
Pengadilan
Negeri
Surakarta).
B. Pelaksanaan Mediasi Perbankan Oleh Bank Indonesia Mediasi Perbankan merupakan upaya lanjut dari upaya penyelesaian pengaduan nasabah yang tidak dapat diselesaikan secara internal oleh bank.
Penyelesaian
Pengaduan
Nasabah
diatur
dalam
PBI
No.7/7/PBI/2005 sebagaimana diubah dengan PBI No.10/10/PBI/2008 tentang Pengaduan Nasabah dan SE Ekstern No.7/24/DPNP/2005 sebagaimana diubah dengan SE BI No.10/13/DPNP. Manfaat dari penyelesaian pengaduan nasabah adalah: 1.
Mengidentifikasi permasalahan yang terdapat pada produk-produk yang ditawarkannya kepada masyarakat;
2.
Mengidentifikasi kelemahan SOP (System Operational Prosedure) dan penyimpangan kegiatan operasional pada kantor-kantor bank tertentu yang mengakibatkan kerugian pada nasabah;
3.
Memperoleh masukan secara langsung dari nasabah mengenai aspekaspek yang harus dibenahi untuk mengurangi risiko operasional; dan
4.
Memperbaiki karakteristik produk sesuai dengan kebutuhan nasabah. Berikut ini adalah gambar yang menunjukkan proses penyelesaian
pengaduan nasabah oleh pihak intern bank. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
52 digilib.uns.ac.id
Gambar 3: Penyelesaian Pengaduan Nasabah (Tertulis) Sumber: Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan
Proses penyelesaian pengaduan nasabah oleh bank tidak selalu dapat memuaskan nasabah. Ketidakpuasan tersebut dapat diakibatkan oleh tuntutan nasabah yang tidak dipenuhi bank baik seluruhnya maupun sebagian. Ketidakpuasan tersebut berpotensi menimbulkan sengketa antara nasabah dengan perbankan, yang apabila berlarut-larut dan tidak segera ditangani dapat mempengaruhi reputasi bank, mengurangi kepercayaan masyarakat pada lembaga perbankan dan merugikan hak-hak nasabah. Upaya penyelesaian sengketa antara nasabah dan perbankan dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain melalui negosiasi, konsiliasi, mediasi, dan arbitrase sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, maupun melalui jalur pengadilan. Namun demikian, upaya penyelesaian sengketa melalui jalur arbitrase maupun jalur pengadilan tidak mudah dilakukan oleh nasabah kecil dan usaha mikro dan kecil (UMK) mengingat commit to user hal tersebut memerlukan waktu dan biaya yang tidak sedikit.
53 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Oleh karena itu, penyelesaian sengketa antara nasabah dengan perbankan terutama bagi nasabah kecil dan usaha mikro dan kecil perlu diupayakan secara sederhana, murah, dan cepat, yaitu melalui mediasi perbankan. Hal ini dilakukan agar hak-hak mereka sebagai nasabah dapat terjaga dan terpenuhi dengan baik.
Gambar 4: Operasionalisasi Mediasi Perbankan Sumber: Direktorat Investigasi dan Mediasi Perbankan
Landasan hukum dilaksanakannya mediasi perbankan oleh Bank Indonesia adalah PBI Nomor 10/1/PBI/2008 tentang Perubahan Atas PBI Nomor 8/5/PBI/2006 tentang Mediasi Perbankan, selanjutnya disebut dengan PBI Mediasi Perbankan. Seperti yang tertuang dalam Pasal 4, fungsi mediasi perbankan yang dilakukan oleh Bank Indonesia terbatas pada upaya membantu nasabah bank untuk mengkaji ulang sengketa commitdan to user
54 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
secara mendasar dalam rangka memperoleh kesepakatan. Yang dimaksud membantu nasabah dan bank adalah Bank Indonesia memfasilitasi penyelesaian
sengketa
dengan
cara
memanggil,
mempertemukan,
mendengar, dan memotivasi nasabah dan bank untuk mencapai kesepakatan tanpa memberikan rekomendasi atau keputusan.
Gambar 5: Prosedur Mediasi Perbankan Sumber: Direktorat Investigasi dan Mediasi Perbankan Di dalam pelaksanaan mediasi perbankan ada beberapa persyaratan yang diatur dalam PBI Mediasi Perbankan, antara lain: 1.
Sengketa yang dapat diajukan adalah sengketa keperdataan yang timbul dari transaksi keuangan, yaitu: a.
Penghimpunan dana, misalnya: giro, tabungan, deposito.
b.
Penyaluran dana, misalnya: kredit atau pembiayaan.
c.
Sistem pembayaran, misalnya: ATM atau kartu debit, kartu kredit, kartu pra bayar, Direct Debit Standing, Travellers commit to user Cheque, kliring, RTGS, dan Electronic Banking.
55 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
d.
Produk kerjasama, misalnya: Bankassurance, dan reksa dana.
e.
Produk lainnya, misalnya: bank garansi, Trade finance, derivatif, wealth management, dan safe deposit box.
2.
Sengketa yang dapat diajukan adalah sengketa yang timbul dari hasil penyelesaian pengaduan nasabah yang telah dilakukan oleh Bank.
3.
Nasabah tidak dapat mengajukan tuntutan finansial yang diakibatkan oleh kerugian immaterial. Yang dimaksud kerugian immaterial antara lain adalah kerugian karena pencemaran nama baik dan perbuatan tidak menyenangkan.
4.
Nilai tuntutan finansial diajukan dalam mata uang rupiah dengan jumlah maksimal adalah Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Jumlah tersebut dapat berupa kumulatif dari kerugian finansial yang telah terjadi pada nasabah, potensi kerugian karena penundaan atau tidak dapat dilaksanakannya transaksi keuangan nasabah dengan pihak lain, dan atau biaya-biaya yang telah dikeluarkan nasabah untuk mendapatkan penyelesaian sengketanya.
5.
Pasal 11 ayat (1) PBI Mediasi Perbankan mengatur mengenai jangka waktu pelaksanaan mediasi adalah sebanyak 30 (tiga puluh) hari kerja. Waktu pelaksanaan dibatasi mengingat tujuan penyelesaian sengketa
melalui
mediasi
perbankan
adalah
memperoleh
penyelesaian secara cepat, murah, dan sederhana. Tetapi bila belum tercapai kesepakatan dan para pihak setuju untuk melanjutkan mediasi, maka waktu dapat diperpanjang 30 (tiga puluh) hari kerja lagi. Tujuannya adalah sebagai antisipasi penyesuaian waktu untuk menghadirkan narasumber tertentu yang memiliki keahlian dan kompetensi sesuai masalah yang disengketakan. Hal ini telah diatur dalam Pasal 11 ayat (2) PBI Mediasi Perbankan. Dalam SEBI Nomor 8/14/DPNP disebutkan mengenai syarat perpanjangan waktu tersebut dapat dilakukan, yaitu: commit to user
56 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a.
Para pihak memiliki iktikad baik dengan mematuhi aturan mediasi dan perjanjian mediasi; dan
b.
Jangka waktu proses mediasi hampir berakhir, namun menurut penilaian mediator masih terdapat prospek untuk tercapai kesepakatan.
6.
Nasabah mengajukan penyelesaian sengketa kepada lembaga mediasi perbankan secara tertulis dengan menggunakan formulir terlampir atau dibuat sendiri oleh nasabah dan dilengkapi dokumen pendukung, yaitu: a.
Formulir pengajuan penyelesaian sengketa;
b.
Fotokopi surat hasil penyelesaian pengaduan yang diberikan bank kepada nasabah;
c.
Fotokopi bukti indentitas nasabah yang masih berlaku;
d.
Surat pernyataan yang ditandatangani di atas meterai yang cukup bahwa sengketa yang diajukan tidak sedang diproses atau telah mendapatkan keputusan dari lembaga arbitrase, peradilan atau lembaga mediasi lainnya dan belum pernah diproses dalam mediasi perbankan yang difasilitasi oleh Bank Indonesia;
e.
Fotokopi dokumen pendukung yang terkait dengan sengketa yang diajukan; dan
f.
Fotokopi surat kuasa khusus tanpa hak substitusi dalam hal pengajuan penyesaian sengketa diwakilkan atau dikuasakan. Formulir pengajuan penyelesaian sengketa pada mediasi perbankan disediakan di setiap kantor bank atau dapat dibuat sendiri oleh nasabah
dengan berpedoman
pada format
sebagaimana tercantum dalam Lampiran 1 SEBI Nomor 8/14/DPNP (Dokumen Direktorat Investigasi dan Mediasi Perbankan). commit to user
57 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Di dalam Pasal 7 ayat (1) PBI Mediasi Perbankan disebutkan bahwa yang berhak mengajukan permohonan penyelesaian sengketa kepada Bank Indonesia adalah nasabah atau perwakilan nasabah. Hal ini dikarenakan nasabah berada pada posisi sebagai penerima keputusan atas penyelesaian pengaduan nasabah oleh bank. Sesuai dengan Pasal 10 ayat (1) dan (2) PBI Mediasi Perbankan, nasabah dan bank dapat memberikan kuasa kepada pihak lain dalam proses mediasi. Pemberian kuasa ini dapat dilakukan dengan surat kuasa khusus yang paling sedikit mencantumkan kewenangan penerima kuasa untuk mengambil keputusan. Pencantuman kewenangan penerima kuasa untuk mengambil keputusan dimaksudkan agar proses mediasi dapat berjalan dengan efektif. Proses mediasi baru dapat dilaksanakan setelah nasabah atau perwakilan nasabah dan bank menandatangani perjanjian mediasi (agreement to mediate). Hal ini telah diatur dalam Pasal 9 ayat (1). Adapun agreement to mediate tersebut memuat antara lain: 1.
Kesepakatan untuk memilih mediasi sebagai alternatif penyelesaian sengketa; dan
2.
Persetujuan untuk patuh dan tunduk pada aturan mediasi yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Di dalam Pasal 9 ayat (2) PBI Mediasi Perbankan disebutkan bahwa
bank memiliki kewajiban untuk mengikuti dan mentaati perjanjian mediasi yang telah ditandatangani oleh nasabah atau perwakilan nasabah dan bank. Kewajiban lain yang harus dilakukan bank antara lain: a.
Pasal 7 ayat (2) PBI Mediasi Perbankan: memenuhi panggilan Bank Indonesia dalam hal nasabah mengajukan penyelesaian sengketa (Pasal 7 ayat (2)).
commit to user
58 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b.
Pasal 13 PBI Mediasi Perbankan: melaksanakan hasil penyelesaian sengketa yang terdapat dalam akta kesepakatan.
c.
Pasal 14 PBI Mediasi Perbankan: mempublikasikan adanya sarana alternatif penyelesaian sengketa antara nasabah dan perbankan dengan cara mediasi kepada nasabah. Publikasi tersebut dapat dilakukan melalui brosur, leaflet, pengumuman, dan atau media lainnya dan sekurang-kurangnya mencakup prosedur yang harus ditempuh nasabah untuk dapat mengajukan penyelesaian sengketa kepada Bank Indonesia. Ada beberapa aturan-aturan yang harus dipenuhi dalam pelaksanaan
mediasi, yaitu: 1)
Nasabah dan Bank wajib menyampaikan dan mengungkapkan informasi penting terkait sengketa;
2)
Seluruh informasi dari para pihak bersifat rahasia;
3)
Mediator bersifat netral;
4)
Kesepakatan secara sukarela dan bukan merupakan rekomendasi atau keputusan Mediator;
5)
Nasabah dan Bank tidak dapat meminta pendapat hukum maupun jasa konsultasi kepada Mediator;
6)
Nasabah dan Bank dengan alasan apapun tidak akan mengajukan tuntutan hukum
terhadap Mediator, pegawai maupun Bank
Indonesia; 7)
Nasabah dan Bank bersedia : a)
Melakukan proses mediasi dengan itikad baik;
b)
Bersikap kooperatif dengan mediator;
c)
Menghadiri pertemuan mediasi sesuai dengan tanggal dan tempat yang telah disepakati;
8)
Dalam hal proses mediasi mengalami commit to user kebuntuan, mediator dapat:
59 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
9)
a)
Menghadirkan narasumber atau tenaga ahli;
b)
Menangguhkan proses mediasi;
c)
Menghentikan proses mediasi;
Dalam hal dilakukan upaya lanjutan melalui arbitrase atau peradilan maka Nasabah dan Bank sepakat : a)
Tidak melibatkan Mediator maupun Bank Indosesia untuk memberi kesaksian;
b)
Tidak meminta dokumen yang ditatausahakan Bank Indonesia, baik berupa catatan, laporan, risalah, laporan proses mediasi dan atau berkas lainnya yang terkait dengan proses mediasi;
10) Dalam hal Nasabah dan Bank berinisiatif menghadirkan narasumber atau tenaga ahli tertentu, maka Nasabah dan Bank sepakat untuk menanggung biayanya; 11) Proses mediasi berakhir dalam hal : a)
Tercapainya kesepakatan;
b)
Berakhirnya jangka waktu mediasi;
c)
Terjadi kebuntuan yang mengakibatkan dihentikannya proses mediasi;
d)
Nasabah menyatakan mengundurkan diri dari proses mediasi; atau
e)
Salah satu pihak tidak mentaati perjanjian mediasi (agreement to mediate) (Dokumen Direktorat Investigasi dan Mediasi Perbankan).
Penyelenggaraan mediasi perbankan idealnya dilaksanakan oleh kalangan industri perbankan sendiri yang dalam hal ini dapat diwakili oleh asosiasi perbankan. Namun demikian, pembentukan lembaga mediasi perbankan yang akan mewadahi pelaksanaan mediasi perbankan commit to user sebagaimana diamanatkan dalam PBI Nomor 8/5/PBI/2006 tentang
60 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Mediasi Perbankan belum dapat direalisasikan karena adanya kendalakendala seperti aspek pendanaan dan sumber daya manusia. Mengingat penyelenggaraan mediasi perbankan sangat diperlukan untuk melindungi kepentingan publik dalam pelaksanaan transaksi keuangan melalui bank, maka untuk sementara waktu fungsi mediasi perbankan tetap dilaksanakan oleh Bank Indonesia. Peraturan
Bank
Indonesia
Nomor
8/5/PBI/2006
telah
mengamanatkan dalam Pasal 3 ayat (2) bahwa pembentukan lembaga mediasi perbankan yang independen yang dibentuk oleh asosiasi perbankan dilaksanakan selambat-lambatnya 31 Desember 2007, tetapi sampai dengan akhir 2007, lembaga ini belum juga terbentuk sehingga Bank Indonesia menghapus Pasal 3 ayat (2) ini dengan mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/1/PBI/2008 tentang Mediasi Perbankan. Selain adanya ketidaksiapan dari pihak asosiasi perbankan untuk membentuk lembaga mediasi perbankan yang independen, hal-hal yang mendasari dilakukannya amandemen atas PBI yang terkait dengan mediasi perbankan adalah adanya masukan atau umpan balik yang diterima dari berbagai kalangan dan lapisan masyarakat, dimana mereka beranggapan bahwa pelaksanaan fungsi mediasi perbankan yang dilakukan oleh Bank Indonesia, khususnya oleh DIMP memiliki fungsi sosial dan peran yang sangat strategis dalam memberdayakan perlindungan nasabah bank, khususnya nasabah mikro, kecil dan menengah. Untuk melaksanakan fungsi mediasi perbankan, Bank Indonesia harus menunjuk mediator sebagaimana yang diatur dalam Pasal 5 ayat (1) PBI Mediasi Perbankan. Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh mediator telah diatur dalam Pasal 5 ayat (2) PBI Mediasi Perbankan, yaitu sebagai berikut: (1)
Memiliki pengetahuan di bidang perbankan, keuangan, dan atau commit to user hukum;
61 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(2)
Tidak mempunyai kepentingan finansial atau kepentingan lain atas penyelesaian sengketa; dan
(3)
Tidak memiliki hubungan sedarah atau semenda sampai dengan derajat kedua dengan nasabah atau perwakilan nasabah dan bank. Menurut Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/14/DPNP, tata cara
penunjukan mediator dilakukan oleh Direktorat Investigasi dan Mediasi Perbankan (DIMP). Pimpinan DIMP akan menunjuk stafnya untuk menjadi mediator berdasarkan usulan tertulis dari Tim Mediasi Perbankan (TMP). Namun jika diperlukan mediator pendamping, maka DIMP dapat meminta mediator yang memiliki keahlian sesuai dengan permasalahan yang disengketakan untuk ikut dalam penyelesaian sengketa. Mediator pendamping berfungsi sebagai pihak yang membantu mediator dalam pelaksanaan mediasi, sedangkan mediator dari DIMP bertindak sebagai koordinator dalam pelaksanaan mediasi. Demi menjamin integritas dan independensi, mediator Bank Indonesia
tidak
memberikan
keputusan
dan
atau
rekomendasi
penyelesaian sengketa kepada nasabah dan pihak perbankan. Mediator Bank Indonesia hanya memberikan fasilitas kepada nasabah dengan perbankan untuk mengkaji kembali pokok permasalahan sengketa secara mendesak agar tercapai kesepakatan. Kesepakatan yang dihasilkan merupakan kesepakatan yang bersifat sukarela dan bukan merupakan rekomendasi maupun keputusan mediator. Nasabah dan bank juga tidak dapat meminta pendapat hukum maupun jasa konsultasi hukum kepada mediator. Mediator, pegawai maupun Bank Indonesia tidak dapat dituntut oleh nasabah maupun bank atas hal-hal yang terkait dengan pelaksanaan mediasi. Bab III.5.H SEBI Nomor 8/14/DPNP menyebutkan mengenai tindakan-tindakan yang dapat dilakukan oleh mediator jika mediasi commit to user mengalami kebuntuan, yaitu:
perpustakaan.uns.ac.id
62 digilib.uns.ac.id
(a) Menghadirkan pihak lain sebagai narasumber atau sebagai tenaga ahli untuk mendukung kelancaran mediasi; (b) Menangguhkan proses mediasi sementara dengan tidak melampaui batas waktu proses mediasi; dan (c) Menghentikan proses mediasi. Manfaat yang dapat diperoleh oleh bank dengan kehadiran lembaga mediasi perbankan adalahsebagai berikut: 1)
Sebagai upaya bagi bank untuk membuat nasabah loyal, tidak berpindah ke bank lain. Karena setiap keluhan nasabah dapat ditanggapi dengan baik oleh manajemen bank.
2)
Sebagai informasi penting bagi manajemen akan segera tahu aspekaspek mana saja dari pelayanan yang harus diperbaiki.
3)
Dapat berfungsi sebagai riset pasar (market research) bagi bank sehingga bisa meningkatkan efisiensi. Manajemen bank tidak perlu menyewa atau membayar pihak lain untuk mengetahui kualitas pelayanannya.
4)
Meminimalisir publikasi negatif jasa pelayanan bank. Apabila keluhan nasabah ditulis di media massa akan dapat menumbuhkan reputasi buruk bank yang bersangkutan (Dokumen Direktorat Investigasi dan Mediasi Perbankan).
a. Hasil Penyelesaian Sengketa Antara Nasabah Dengan Perbankan Melalui Lembaga Mediasi Perbankan Di dalam Pasal 12 PBI Nomor 10/1/PBI/2008 tentang Perubahan atas PBI Nomor 8/5/PBI/2006 disebutkan bahwa “kesepakatan antara nasabah atau perwakilan nasabah dengan bank yang dihasilkan dari proses mediasi dituangkan dalam akta kesepakatan yang ditandatangani oleh nasabah atau perwakilan nasabah dan bank”. Akta kesepakatan tersebut dapat memuat kesepakatancommit penuh to atau kesepakatan sebagian atas hal yang user
63 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dipersengketakan, atau pun pernyataan tidak dicapainya kesepakatan dalam proses mediasi. Akta Kesepakatan tersebut bersifat final dan mengikat bagi nasabah dan bank. Bersifat final artinya tidak dapat diajukan untuk proses mediasi ulang. Sedangkan mengikat artinya adalah kesepakatan tersebut berlaku sebagai undang-undang bagi nasabah dan bank yang harus dilakukan dengan iktikad baik. Di dalam Pasal 13 PBI Mediasi Perbankan disebutkan bahwa “bank wajib melaksanakan hasil penyelesaian sengketa perbankan antara nasabah dengan bank yang telah disepakati dan dituangkan dalam akta kesepakatan”.
Kewajiban
bagi
bank
untuk
melaksanakan
hasil
penyelesaian sengketa ini dimaksudkan antara lain dalam rangka mengantisipasi risiko reputasi bank. Akta kesepakatan yang dihasilkan dalam penyelesaian sengketa antara nasabah dengan perbankan dapat dikuatkan dengan cara didaftarkan ke pengadilan. Hal ini dimaksudkan agar akta kesepakatan yang notabene berbentuk akta di bawah tangan tersebut dapat memiliki kekuatan hukum yang mengikat pihak perbankan agar memenuhi segala kewajibannya dan tidak terjadi wanprestasi. Meskipun demikian, dalam PBI Nomor 10/1/PBI/2008 tentang Perubahan atas PBI Nomor 8/5/PBI/2006 tentang Mediasi
Perbankan
tidak
mengatur
mengenai
pendaftaran
akta
kesepakatan ke pengadilan. b. Mediasi Perbankan Yang Dilakukan Oleh Kantor Bank Indonesia Solo Pelaksanaan mediasi perbankan merupakan kewenangan DIMP yang berada di Bank Indonesia pusat. Meskipun demikian, berdasarkan hasil wawancara penulis dengan pihak KBI diketahui bahwa KBI membuka commit to user peluang untuk menyelenggarakan mediasi perbankan. Tetapi mediasi
64 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
perbankan ini dilakukan tidak dengan cara dan prosedur sesuai dengan yang ada di PBI Mediasi Perbankan. Adapun prosedur pelaksanaan mediasi perbankan di KBI adalah: a.
Pihak nasabah atau perwakilan nasabah dan pihak bank sama-sama diperbolehkan mengajukan permohonan mediasi perbankan ke KBI.
b.
KBI akan bertindak sebagai fasilitator untuk mempertemukan kedua belah pihak. Dimana pihak yang dipanggil oleh KBI wajib hadir memenuhi panggilan tersebut.
c.
Mediator berasal dari KBI.
d.
Mediasi ini dilakukan dengan tanpa dipungut biaya. Adapun perbedaan antara mediasi perbankan yang dilakukan melalui
Direktorat Investigasi dan Mediasi Perbankan dengan mediasi perbankan yang dilakukan di Kantor Bank Indonesia antara lain sebagai berikut: No 1.
Pembanding
Mediasi di DIMP
Dasar hukum
PBI
No. Tidak diatur dalam
10/1/PBI/2008 tentang atas
Mediasi di KBI
PBI
Perubahan PBI
No.
8/5/PBI/2006 tentang Mediasi Perbankan 2.
Mediator
Berasal dari DIMP
Berasal dari KBI
3.
Jangka waktu
60 hari kerja
Tidak ditentukan
4.
Nilai tuntutan
Maksimal Rp 500 juta Tidak ditentukan
5.
Tempat pelaksanaan
DIMP,
meskipun Di
tidak
KBI
atau
menutup tempat lain yang
kemungkinan
disepakati
dilakukan di KBI 6.
Pengajuan
Dilakukan commit to user
oleh Dilakukan
oleh
65 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
permohonan
nasabah
atau nasabah
perwakilan nasabah
atau
perwakilan nasabah dan bank
Tabel 1: Perbedaan Mediasi Perbankan di DIMP dan KBI Sumber: Hasil Wawancara Dengan Bapak Yiyok T. Herlambang, Deputi Pemimpin Bidang Perbankan di KBI Solo Contoh sengketa antara nasabah dengan perbankan yang pernah diselesaikan melalui mediasi perbankan oleh pihak Kantor Bank Indonesia (KBI) Solo adalah sebagai berikut: Sengketa ini terjadi antara pihak nasabah debitur yang diwakili oleh YLKI dengan beberapa bank di karesidenan Surakarta yang terjadi pada bulan Februari 2011. Sengketa ini berawal dari pihak YLKI yang berencana membantu nasabah debitur korban erupsi merapi untuk mendapatkan keringanan pembayaran angsuran pinjamannya kepada bank. Dalam hal ini YLKI menafsirkan ketentuan dari Bank Indonesia dengan cara yang salah, yaitu YLKI beranggapan bahwa nasabah debitur yang sedang menjadi korban bencana alam dianggap sebagai debitur lancar dan dibebaskan dari membayar angsuran selama 3 tahun. Hal ini oleh YLKI disosialisasikan kepada pihak nasabah, dengan menambahkan bahwa YLKI akan membantu mengurus hal ini kepada pihak bank sebagai kreditur para nasabah tersebut. Pihak bank yang merasa dirugikan melaporkan kepada Kantor Bank Indonesia Solo untuk kemudian meminta dilakukan mediasi dengan pihak nasabah yang diwakili YLKI. Pihak KBI Solo menindaklanjuti laporan tersebut dengan melakukan presentasi dan sosialisasi terkait ketentuan yang dimaksud di tempat nasabah-nasabah tersebut berada, yaitu di daerah Klaten dan Boyolali. Pihak KBI Solo menyampaikan commitnasabah to user dianggap sebagai debitur lancar bahwa yang dimaksud dengan
66 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dalam hal ini adalah nasabah tersebut akan dihapus buku, artinya tidak dimasukkan dalam neraca tetapi masuk dalam administrasi. Maksudnya adalah nasabah tersebut tetap membayar angsuran dengan jumlah yang disesuaikan dengan kemampuannya dalam jangka waktu 3 tahun. Dari sini, pihak YLKI mengakui kesalahan mereka dan bersedia membantu pihak bank untuk berunding kembali dengan pihak nasabah. Sengketa lain yang pernah dilakukan upaya penyelesaiannya melalui mediasi perbankan di KBI Solo adalah terkait dengan update SID (Sistem Informasi Debitur) dimana nasabah melaporkan kepada KBI Solo terkait statusnya sebagai debitur yang seharusnya sudah lunas kreditnya tetapi dalam SID masih dianggap sebagai debitur macet. Hal ini merugikan nasabah karena nasabah tersebut tidak dapat memperoleh kredit dari bank lain (hasil wawancara dengan Ibu Ifa Mukholifah, Pengawas Bank Muda di KBI Solo pada Selasa, 31 Mei 2011).
C. Problematika Yang Dihadapi Dalam Pelaksanaan Mediasi Perbankan 1.
Problematika Pelaksanaan Mediasi Perbankan Pelaksanaan mediasi perbankan oleh Bank Indonesia tidak selamanya berjalan
lancar.
Ada beberapa
problematika atau
permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan mediasi perbankan. Penulis akan mencoba menjabarkan permasalahan-permasalahan dalam pelaksanaan mediasi perbankan dengan memakai teori implementasi
oleh
Lawrence
M.
Friedman.
Penulis
akan
menggolongkan permasalahan tersebut ke dalam tiga komponen sistem hukum, yaitu sebagai berikut:
commit to user
67 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a. Struktur hukum Permasalahan yang termasuk dalam komponen struktur hukum, antara lain: 1) Pengajuan permohonan dan pelaksanaan mediasi perbankan masih terpusat di Direktorat
Investigasi dan Mediasi
Perbankan (DIMP) yang terdapat di Jakarta Semua permohonan mediasi yang diajukan oleh nasabah harus di alamatkan ke DIMP yang terdapat di Bank Indonesia Jakarta. Dengan demikian tidak jarang terjadi penumpukan permohonan sehingga penanganan permohonan mediasi perbankan tersebut membutuhkan waktu yang relatif lebih lama. Pada dasarnya penanganan permohonan mediasi bisa saja didelegasikan kepada Kantor Bank Indonesia, tetapi berdasarkan hasil wawancara penulis dengan pihak Kantor Bank Indonesia Semarang dan Kantor Bank Indonesia Solo, sampai saat ini belum pernah ada permohonan mediasi perbankan yang didelegasikan kepada KBI tersebut. Selain itu, ketika yang mengajukan permohonan mediasi perbankan adalah nasabah yang berasal dari daerah, maka ketika nasabah tersebut harus melakukan mediasi di Jakarta akan membutuhkan waktu dan biaya yang tidak sedikit. Hal ini jelas bertentangan dengan alasan dilakukannya mediasi yang diharapkan dapat menyelesaikan sengketa antara nasabah dengan perbankan dengan sederhana, cepat, dan murah (hasil wawancara dengan Bapak Bambang Purwogandi (KBI Semarang) dan Bapak Yiyok T. Herlambang, Deputi Pemimpin Bidang Perbankan di KBI Solo). commit to user
68 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Substansi Hukum Permasalahan yang termasuk dalam komponen susbstansi hukum, antara lain: 1) Ada hal yang terkait pelaksanaan mediasi perbankan yang belum diatur dalam PBI Mediasi Perbankan Setelah membaca PBI Nomor 10/1/PBI/2008 tentang Perubahan atas PBI Nomor 8/5/PBI/2006 tentang Mediasi Perbankan penulis beranggapan bahwa ada hal yang belum diatur dalam PBI tersebut. Misalnya, belum adanya aturan yang menyebutkan bahwa ketika jangka waktu pelaksanaan mediasi perbankan sudah habis tetapi belum ada kesepakatan yang diambil oleh kedua belah pihak lalu bagaimana dengan proses mediasi tersebut. Dalam Pasal 11 ayat (1) dan (2) hanya disebutkan bahwa jangka waktu pelaksanaan mediasi adalah 30 hari kerja dan dapat diperpanjang 30 hari kerja berikutnya. Lalu bagaimana jika jangka waktu pelaksanaan telah habis dan belum ada kesepakatan apapun dari para pihak. Apakah proses mediasi tersebut dapat dilanjutkan kembali atau berhenti begitu saja atau diselesaikan melalui alternatif penyelesaian sengketa yang lain, misalnya arbitrase atau pengadilan. Alangkah baiknya jika hal ini juga diatur dalam PBI sehingga ada acuan yang jelas terkait dengan pelaksanaan mediasi ini. c. Kultur Hukum Permasalahan yang termasuk dalam komponen kultur hukum, antara lain: 1) Hambatan yang berasal dari nasabah: commit to user
69 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a) Belum memahami ketentuan atau prosedur mediasi perbankan Banyak nasabah yang masih belum mengerti dan memahami prosedur yang harus dilalui dalam pelaksanaan mediasi perbankan ini. Sehingga mediator harus terlebih dahulu menjelaskan segala sesuatu yang berkaitan dengan mediasi perbankan yang akan dijalani oleh nasabah. Hal ini menyebabkan waktu yang dibutuhkan untuk pelaksanaan mediasi perbankan menjadi lebih banyak. b) Dalam pelaksanaan mediasi perbankan, nasabah diwakili oleh pihak ketiga Tidak jarang dalam pelaksanaan mediasi perbankan nasabah diwakili oleh pihak ketiga. Pihak ketiga yang dimaksud adalah pengacara, LSM, atau pihak-pihak lainnya. Terkadang pihak ketiga ini memiliki orientasi lain, misalnya ingin mendapatkan keuntungan yang lebih besar jika sengketa ini dapat diselesaikan dengan waktu yang lebih lama dan prosedur yang tidak gratis seperti mediasi perbankan yang ditawarkan oleh Bank Indoensia ini (hasil wawancara dengan Bapak Yiyok T. Herlambang, Deputi Pemimpin Bidang Perbankan di KBI Solo pada Selasa, 31 Mei 2011). 2) Hambatan yang berasal dari perbankan: a) Pada saat mediasi, bank kerap mengirimkan delegasi atau wakil yang tidak memiliki kewenangan untuk memutus Delegasi atau wakil yang tidak memiliki kewenangan commit to user memutus yang dikirim oleh pihak perbankan dapat
70 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menghambat pelaksanaan mediasi perbankan oleh Bank Indonesia karena delegasi atau wakil tersebut harus melaporkan terlebih dahulu segala sesuatu yang terjadi dalam pelaksanaan mediasi kepada atasannya. Hal ini membuat proses mediasi perbankan membutuhkan waktu yang relatif lebih lama dan perundingan yang dilakukan menjadi kurang efektif (hasil wawancara dengan Bapak Yiyok T. Herlambang, Deputi Pemimpin Bidang Perbankan di KBI Solo pada Selasa, 31 Mei 2011). b) Masih terdapat sebagian petugas atau pejabat bank yang belum mengetahui ketentuan tentang mediasi perbankan oleh Bank Indonesia Sebagian petugas atau pejabat bank belum mengenal adanya mediasi perbankan oleh Bank Indonesia. Hal ini dapat menjadi hambatan karena ketika nasabah meminta penjelasan perihal pelaksanaan mediasi, pihak bank tidak dapat menjelaskan hal tersebut. Selain itu, ketika ada nasabah yang mengajukan permohonan mediasi dan pihak bank dipanggil oleh pihak Bank Indonesia untuk melakukan perundingan, petugas atau pejabat bank tersebut tidak dapat melakukan tugasnya secara efektif dan optimal (hasil wawancara dengan beberapa pegawai bank). c) Bank belum melakukan publikasi mediasi perbankan diseluruh kantornya Sebagian bank belum melakukan publikasi terkait mediasi perbankan di kantornya. Dengan demikian nasabah bank yang bersangkutan tidak mengetahui adanya alternatif penyelesaian sengketa berupa mediasi perbankan yang commit to user
71 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dilakukan oleh Bank Indonesia. Padahal publikasi ini merupakan salah satu sarana untuk edukasi bagi nasabah (hasil wawancara dengan beberapa pegawai bank). 3) Hambatan yang berasal dari Bank Indonesia: a) Masih banyak nasabah dan perbankan yang memilih untuk menyelesaikan sengketanya melalui jalur pengadilan Masih banyak nasabah yang memilih jalur litigasi atau pengadilan untuk menyelesaikan sengketanya dengan perbankan. Hal ini dapat dibuktikan dengan data-data yang diperoleh oleh penulis ketika melakukan penelitian di Pengadilan
Negeri
menyelesaikan
Surakarta.
sengketa
Beberapa
dengan
bank
nasabahnya
yang melalui
Pengadilan Negeri Surakarta pada tahun 2009-2010 antara lain: No
2009
2010
1.
BCA
Bank Capital Indonesia
2.
Bank Syariah Mandiri
BRI
3.
BPR Sabar Artha Palur
Bank Century
4.
BPR Weleri Makmur
Bank Danamon
5.
Bank Mega
Bank Panin
6.
Bank Syariah Mandiri
Bank Permata
7.
Bank Dipo International
Bank Permata
8.
BRI dan Bank International
Bank Mega
9.
Bank Permata
BTN
10. Bank Syariah Mandiri
Bank Mega Syariah
11. BCA
BRI
12. Bank CIMB Niaga BRI commit to user 13. BPR Weleri Makmur Bank OCBC NISP
72 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
14. BRI
Bank Bukopin
15. Bank Centra Tama Nasional
BRI
16. Bank Centra Tama Nasional
Bank OCBC NISP
17. Bank Agroniaga
Bank Permata
18. BPR Bina Sejahtera Insani Bank Danamon Palur 19. Bank Century
BPR Bina Sejahtera Insani Palur
20. Bank Permata
BPR Artha Sari Sentosa
Tabel 2: Daftar Bank yang Menyelesaikan Sengketa Melalui PN Surakarta Sumber: Dokumen Bagian Perdata PN Surakarta Meskipun sengketa antara nasabah dengan perbankan diselesaikan melalui pengadilan, namun pada dasarnya semua sengketa perdata yang diajukan ke Pengadilan Tingkat
Pertama
wajib
lebih
dahulu
diupayakan
penyelesaian melalui perdamaian dengan bantuan mediator, kecuali perkara yang diselesaikan melalui prosedur pengadilan
niaga,
pengadilan
hubungan
industrial,
keberatan atas putusan Badan Penylesaian Sengketa Konsumen, dan keberatan atas putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Hal ini sesuai dengan bunyi Pasal 4 Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Mediasi sendiri menurut Pasal 1 angka 7 PERMA ini adalah “cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator”. Namun dari hasil wawancara penulis dengan salah satu commit to user hakim di PN Surakarta diketahui bahwa jarang sekali
73 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sengketa antara nasabah dengan perbankan yang selesai melalui mediasi di pengadilan. Hal ini dapat dilihat dari keempat puluh sengketa antara nasabah dengan perbankan pada tahun 2009-2010 yang telah disebutkan oleh penulis di atas, hanya 8 sengketa yang dapat diselesaikan melalui mediasi. 8 sengketa tersebut adalah: (1)
Pada tahun 2009: Sengketa antara Bank Mega dengan nasabahnya, Bank Dipo International dengan nasabahnya, Bank Centra Tama Nasional dengan nasabahnya, Bank Centra Taman Nasional dengan nasabahnya, dan Bank Agroniaga dengan nasabahnya.
(2)
Pada tahun 2010: Sengketa antara Bank Capital Indonesia dengan nasabahnya, Bank OCBC NISP dengan nasabahnya, Bank Danamon dengan nasabahnya, dan BPR Artha Sari Sentosa dengan nasabahnya (hasil wawancara dengan Bapak Suradi, S.H, S.Sos, M.H, hakim Pengadilan Negeri Surakarta pada Senin, 30 Mei 2011).
commit to user
74 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
D. Solusi Yang Dapat Diambil Untuk Mengatasi Problematika Mediasi Perbankan 1.
Solusi Yang Dapat Diambil Terkait Dengan Permasalahan Yang Dihadapai Dalam Pelaksanaan Mediasi Perbankan a.
Upaya yang dapat dilakukan oleh pihak nasabah 1) Adanya iktikad baik dari nasabah dalam penyelesaian sengketa dengan perbankan Apabila terjadi sengketa antara nasabah dengan perbankan hendaknya nasabah memiliki iktikad baik untuk menyelesaikannya dengan cara yang baik, misalnya dengan mengadukan permasalahan tersebut kepada pihak bank agar dapat
dirundingkan
mempublikasikannya, Hendaknya
juga
dan misal
nasabah
tidak
melalui tidak
buru-buru
surat
pembaca.
buru-buru
membawa
permasalahannya untuk diselesaikan melalui pengadilan, tetapi bisa dipilih alternatif penyelesaian sengketa lain, misalnya mediasi perbankan oleh Bank Indonesia. 2) Nasabah bersikap lebih pro aktif Yang dimaksud dengan bersikap lebih pro aktif disini adalah bahwa nasabah ketika mendapat tawaran suatu produk bank hendaknya menanyakan detail produk tersebut kepada petugas bank, jangan hanya menunggu penjelasan dari
pegawai
tersebut.
Hal
ini
dimaksudkan
untuk
meminimalisir terjadinya kerugian oleh pihak nasabah akibat ketidaktahuannya. Selain itu, ketika terjadi kerugian pada nasabah hendaknya segera dilaporkan kepada pihak bank yang bersangkutan agar segera dapat ditangani dan diselesaikan agar persoalan commit to usertersebut tidak berlarut-larut.
75 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b.
Upaya yang dilakukan oleh pihak perbankan 1) Memberikan perlindungan terhadap nasabah semaksimal mungkin Perlindungan yang dapat diberikan oleh bank antara lain adalah: a) Transparansi produk Transparansi
produk
dilakukan
dengan
cara
menjelaskan dengan sedetail-detailnya hal-hal yang terkait dengan produk bank yang bersangkutan kepada nasabah.
Hal
ini
dilakukan
untuk
meminimalisir
terjadinya sengketa dikemudian hari. b) Edukasi Bank hendaknya melakukan edukasi, baik kepada nasabah maupun kepada pegawai atau pejabat bank itu sendiri terkait produk-produknya dan juga cara-cara yang dapat ditempuh jika menghadapi permasalahan atau sengketa antara nasabah dengan pihak perbankan, terutama
penyelesaian
sengketa
melalui
mediasi
perbankan. Hal ini dikarenakan masih banyak nasabah dan juga pegawai atau pejabat bank yang belum mengetahui perihal pelaksanaan dan prosedur mediasi perbankan oleh Bank Indonesia. c) Pengaduan nasabah Hendaknya bank membuka peluang seluas-luasnya bagi nasabah untuk melakukan pengaduan jika merasa commit to user dirugikan oleh pihak bank. Selain itu bank juga harus
76 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menanggapi pengaduan nasabah tersebut dengan sebaikbaiknya. Hal ini penting dilakukan untuk menjaga kepercayaan nasabah dan menjaga reputasi bank yang bersangkutan. d) Mediasi perbankan Hendaknya bank memberikan informasi yang seluas-luasnya terkait dengan pelaksanaan mediasi perbankan oleh Bank Indonesia sebagai alternatif penyelesaian sengketa antara nasabah dengan bank. Hal ini sudah diatur dalam Pasal 14 PBI dimana bank wajib mempublikasikan
perihal
mediasi
ini
kepada
nasabahnya, misalnya melalui pemberian brosur, leaflet, atau
pengumuman
terkait
perlaksanaan
mediasi
perbankan. c.
Upaya yang dapat dilakukan oleh pihak Bank Indonesia 1) Melakukan amandemen terhadap PBI tentang Mediasi Perbankan yang telah dikeluarkan sebelumnya Hal yang perlu ditambahkan dalam Peraturan Bank Indonesia adalah terkait dengan jangka waktu pelaksanaan mediasi perbankan. Dimana dalam PBI tidak disebutkan setelah jangka waktu pelaksanaan mediasi perbankan berakhir tapi belum ada kesepakatan antara kedua belah pihak maka bagaimana dengan mediasi tersebut. Bolehkah mediasi tersebut diteruskan atau dianggap selesai begitu saja. 2) Permohonan mediasi perbankan tidak hanya dapat diajukan ke DIMP yang berada di BI pusat tetapi juga dapat diajukan commit to user melalui KBI yang ada di daerah
77 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pelaksanaan
mediasi
perbankan
merupakan
kewenangan dari DIMP yang berada di BI pusat. Dalam Bab I.6 SEBI Nomor 8/14/DPNP disebutkan bahwa proses mediasi dapat dilakukan di Kantor Bank Indonesia yang terdekat dengan domisili nasabah. Tetapi berdasarkan hasil wawancara penulis dengan pihak KBI Solo dan KBI Semarang diketahui bahwa sampai saat ini belum ada permohonan mediasi perbankan yang dilimpahkan dari DIMP. Hendaknya KBI tidak hanya diberi kewenangan untuk melaksanaan mediasi perbankan saja, tetapi juga untuk menerima
permohonan
mediasi
perbankan.
Hal
ini
dimaksudkan untuk mengurangi penumpukan permohonan yang masuk ke DIMP sehingga permohonan-permohonan tersebut dapat segera dilaksanakan. Selain itu dengan diberikannya kewenangan pada KBI untuk menerima permohonan mediasi maka diharapkan alternatif penyelesaian sengketa berupa mediasi perbankan ini dapat lebih dikenal baik olah nasabah maupun pihak perbankan di daerah. Dengan demikian, nasabah dan pihak perbankan akan beralih menggunakan
mediasi
perbankan
sebagai
alternatif
penyelesaian sengketa dari pada melalui jalur-jalur lain, seperti pengadilan. d.
Hendaknya kedua belah pihak yang mengirimkan perwakilan dalam mediasi perbankan ini dengan disertai kewenangan memutus Hal ini dimaksudkan untuk memperlancar pelaksanaan mediasi
perbankan. Agar ketika dilakukan perundingan commit to user bank tersebut dapat langsung perwakilan nasabah maupun
78 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
memberikan keputusan ketika diminta dan tidak harus berunding dahulu dengan atasannya atau pihak yang diwakili. Ini dimaksudkan untuk memperlancar pelaksanaan mediasi agar mediasi perbankan ini benar-benar dapat dilakukan dengan cepat, murah, dan sederhana.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV PENUTUP
B. Simpulan 1.
Pelaksanaan mediasi Perbankan merupakan tindak lanjut dari upaya penyelesaian pengaduan nasabah yang tidak dapat diselesaikan
secara
internal oleh bank. Landasan hukum
dilaksanakannya mediasi perbankan oleh Bank Indonesia adalah PBI Nomor 10/1/PBI/2008 tentang Perubahan Atas PBI Nomor 8/5/PBI/2006 tentang Mediasi Perbankan dan Surat Edaran Bank Indonesia
Nomor
perbankan
idealnya
8/14/DPNP. dilaksanakan
Penyelenggaraan oleh
kalangan
mediasi industri
perbankan sendiri yang dalam hal ini diwakili oleh asosiasi perbankan. Namun demikian, pembentukan lembaga mediasi perbankan yang akan mewadahi pelaksanaan mediasi perbankan sebagaimana diamanatkan dalam PBI Nomor 8/5/PBI/2006 tentang Mediasi Perbankan belum dapat direalisasikan karena adanya kendala-kendala. Mengingat penyelenggaraan mediasi perbankan sangat diperlukan untuk melindungi kepentingan publik dalam pelaksanaan transaksi keuangan melalui bank, maka untuk sementara waktu fungsi mediasi perbankan dilaksanakan oleh Bank Indonesia. 2.
Problematika
yang
dihadapi
dalam
pelaksanaan
mediasi
perbankan jika dikaitkan dengan teori implementasi dari Lawrence M. Friedman, yaitu pengajuan permohonan dan pelaksanaan mediasi perbankan masih terpusat di Direktorat Investigasi dan Mediasi Perbankan (DIMP) yang terdapat di Jakarta, ini termasuk commit dalam to user teori struktur hukum. Adapun
79
80 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
hambatan yang termasuk dalam teori substansi hukum adalah ada hal yang terkait pelaksanaan mediasi perbankan yang belum diatur dalam PBI Mediasi Perbankan. Dan yang termasuk dalam teori kultur hukum, yaitu nasabah belum memahami ketentuan atau prosedur mediasi perbankan, dalam pelaksanaan mediasi perbankan nasabah diwakili oleh pihak ketiga, pada saat mediasi bank kerap mengirimkan delegasi atau wakil yang tidak memiliki kewenangan untuk memutus, masih terdapat sebagian petugas atau pejabat bank yang belum mengetahui ketentuan tentang mediasi perbankan oleh Bank Indonesia, bank belum melakukan publikasi mediasi perbankan diseluruh kantornya, masih banyak nasabah dan perbankan yang memilih untuk menyelesaikan sengketanya melalui jalur pengadilan. 3.
Solusi yang dapat diambil untuk mengatasi problematika pelaksanaan mediasi perbankan antara lain adanya iktikad baik dari nasabah dalam penyelesaian sengketa dengan perbankan, nasabah bersikap lebih pro aktif, memberikan perlindungan terhadap nasabah semaksimal mungkin (antara lain dengan transparansi produk, edukasi, pengaduan nasabah, mediasi perbankan), melakukan amandemen terhadap PBI tentang mediasi perbankan yang telah dikeluarkan sebelumnya, permohonan mediasi perbankan tidak hanya dapat diajukan ke DIMP yang berada di BI pusat tetapi juga dapat diajukan melalui KBI yang ada di daerah, hendaknya kedua belah pihak yang mengirimkan perwakilan dalam mediasi perbankan ini dengan disertai kewenangan memutus.
commit to user
81 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B. Saran Berdasarkan hasil penelitian di atas, penulis memberikan beberapa saran yang perlu diperhatikan terkait rumusan masalah penulis, antara lain: 1.
Pelaksanaan mediasi perbankan didasarkan pada PBI dan SEBI, tetapi masih ada ketentuan yang belum dilaksanakan dengan baik, misalnya terkait publikasi pelaksanaan mediasi perbankan dimana masih banyak bank yang belum melakukannya. Oleh karena itu, disarankan kepada pengawas Bank Indonesia ketika melakukan pemeriksaan on site melihat lebih teliti apakah di bank yang bersangkutan sudah melakukan publikasi mediasi perbankan. Jika belum maka hendaknya bank yang bersangkutan diberi sanksi sesuai dengan peraturan yang ada.
2.
Problematika mediasi perbankan muncul dari pihak nasabah, perbankan, maupun dari Bank Indonesia. Oleh karena itu, kepada nasabah disarankan untuk bersikap lebih pro aktif dan memiliki iktikad baik dalam menyelesaikan sengketa dengan bank. Kepada perbankan disarankan untuk benar-benar melakukan transparansi produk, edukasi, pengaduan nasabah, dan mediasi perbankan. Kepada Bank Indonesia disarankan untuk melakukan amandemen terhadap PBI mediasi perbankan.
3.
Solusi yang dapat diambil terkait problematika mediasi perbankan dapat dilaksanakan dengan baik jika pihak-pihak yang terlibat mau bekerjasama. Oleh karena itu, kepada perbankan yang beroperasi berdasarkan prinsip kepercayaan disarankan untuk dapat menanamkan kepercayaan kepada nasabahnya, misalnya dengan memberikan pelayanan yang baik, menerima pengaduan nasabah dan menyelesaikannya dengan baik sehingga nasabah merasa aman mempercayakan uangnya di bank. Selain itu kepada commit to user Bank Indonesia sebagai pengawas bank disarankan untuk
82 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
bertindak tegas dalam menindaklanjuti pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh pihak perbankan dimana pelanggaranpelanggaran ini dapat berpotensi terhadap reputasi bank dan merugikan nasabah.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR PUSTAKA
A.A. Waskito. 2009. Kamus Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta: Kawah Media. Arti Kata. Definisi Sengketa. http://www.artikata.com/arti-350210sengketa.html> [13 April 2011 pukul 19.30]. Bank Indonesia. Sejarah Bank Indonesia. http://www.bi.go.id/web/id/Tentang+BI /Fungsi+Bank+Indonesia/sejarah/> [1 Maret 2011 pukul 14.40]. Bank Indonesia. Status dan Kedudukan Bank Indonesia. http://www.bi.go.id/web/ id/Tentang+BI/Fungsi+Bank+Indonesia/Status+dan+Kedudukan/> [1 Maret 2011 pukul 14.25]. Bank Indonesia. Tujuan dan Tugas Bank Indonesia. http://www.bi.go.id/web/id/ Tentang+BI/Fungsi+Bank+Indonesia/Tujuan+dan+Tugas/> [1 Maret 2011 pukul 14.30]. Direktoral Jenderal Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. Mediasi Perbankan Sebagai Wujud Perlindungan Terhadap Nasabah Bank. http://www.djpp.depkumham.go.id/ hukum-bisnis/86-mediasiperbankan-sebagai-wujud-perlindungan-terhadap-nasabah-bank.html> [5 Oktober 2010 pukul 21:22:35]. Dokumen Bagian Hukum Pengadilan Negeri Surakarta. Dokumen Bagian Perdata Pengadilan Negeri Surakarta. Dokumen Bagian Sumber Daya Manusia KBI Solo. Dokumen Direktorat Investigasi dan Mediasi Perbankan. Dokumen Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan. Douglas W. Diamond and Philip H. Dybvig. 2008. “Banking Theory, Deposit Insurance, and Bank Regulation”. The Journal of Business. Vol. 59, No. 1. Erna Priliasari. 2008. “Mediasi Perbankan Sebagai Wujud Perlindungan Terhadap Nasabah Bank”. Jurnal Legislasi Indonesia. Vol. 5, No. 2-Juni 2008. Jakarta: Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Departemen Hukum dan HAM RI. Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani. 2001. Hukum Arbitrase. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Hasan Alwi. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka. Hendri T. Asworo. BI Mediasi Sengketa di Bawah Rp. 2 Miliar. www.bataviase.co. id>[2 Februari 2011 pukul 14.30]. Henry Campbell Black. 1979. Black’s Law Dictionary. United States of commit America: West Publishing Co. to user
83
perpustakaan.uns.ac.id
84 digilib.uns.ac.id
Heribertus Sutopo. 1988. Pengantar Penelitian, Kualitatif Dasar-dasar Teoritis dan Praktis. Surakarta: UNS Press. Hermansyah. 2009. Hukum Perbankan Nasional Indonesia Edisi Revisi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. J.S Badudu dan Sutan Mohammad Zain. 1996. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Jamal Wiwoho. 2011. Hukum Perbankan Indonesia. Surakarta: UNS Press. Keputusan Gubernur No. 422/KEP/GBI/INTERN/2002 tanggal 28 Juni 2002. Lawrence M. Friedman. 2009. Sistem Hukum Perspektif Ilmu Sosial. Jakarta: Nusa Media. Munir Fuady. 2003. Hukum Perbankan Modern Buku Satu. Bandung: Citra Aditya Bakti. NM. Wahyu Kuncoro. Lembaga Mediasi Perbankan. www. KumpulBlogger.com> [4 Februari 2011 pukul 11.00]. Pan Mohamad Faiz. Kemungkinan Diajukannya Perkara Dengan Klausul Arbitrase Ke Muka Pengadilan. http://jurnalhukum.blogspot.com/2006/09/klausul-arbitrase-danpengadilan_18.html> [2 Februari pukul 12.00]. Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/1/PBI/2008 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/5/PBI/2006 tentang Mediasi Perbankan. Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/10/PBI/2008 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/7/PBI/2005 tentang Pengaduan Nasabah. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2003 tentang Proses Mediasi di Pengadilan. Peter Salim. 1996. The Contemporary English-Indonesian Dictionary. Jakarta: Modern English Press. Rebel A. Cole and Jeffery W. Gunther.1998. “Predicting Bank Failures: Comparison of On- and Off-Site Monitoring Systems”. Journal of Financial Services Research. Soerjono Soekanto. 2008. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/14/DPNP tentang Mediasi Perbankan. Syahrizal Abbas. 2009. Mediasi Dalam Perspektif Hukum Syariat, Hukum Adat, dan Hukum Nasional. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Takdir Rahmadi. 2010. Mediasi Penyelesaian Sengketa Melalui Pendekatan Mufakat. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor commit to user 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase Dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
85 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Wikipedia Bahasa Indonesia. Negosiasi. http://id.wikipedia.org/wiki/Negosiasi> [26 Februari 2011 pukul 00:45:37].
commit to user