PERSPEKTIF, VOL XI NO.2 SEPTEMBER 2013
PERLINDUNGAN TERHADAP NASABAH MELALUI MEDIASI PERBANKAN Fahmi Kamal Akademi Sekretari dan Manajemen Bina Sarana Informatika Jakarta Jl. Kramat Raya 168 Jakarta Pusat Email :
[email protected]
ABSTRACT Protection of customers is the obligation of banking institutions, the customer is the element that was instrumental, die life banking world rely on the trust of the public or customers. be a huge challenge for the banking industry and the Bank Indonesia to create a clear standard to provide maximum protection for customers. Preparation programs in bank customer complaints mechanism and the establishment of independent mediation program aimed to overcome the problems between the customer and the bank is now happening, while the standard preparation program transparency of banking product information is intended as a means to prevent the early onset of problems between the customer and the bank. Banking Mediation is an alternative dispute resolution between customers and banks that do not reach a settlement involving a mediator to assist the parties in dispute to reach a settlement in the form of a voluntary agreement on most or all issues in dispute. It is expected that with the mediation is a disputed issue between the customer and the bank can be addressed properly. Keywords: protection, customer, bank mediation I.
PENDAHULUAN
Bank sebagai badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dan menjalankan usahanya terutama dari dana masyarakat dan kemudian menyalurkan kembali kepada masyarakat. Tidak hanya itu, bank juga memberikan jasa-jasa keuangan dan pembayaran lainnya. Maka dengan demikian ada dua peranan penting dalam usaha bank yaitu sebagai lembaga penyimpan dana masyarakat dan sebagai lembaga penyedia dana bagi masyarakat dan atau dunia usaha. Perbankan memiliki fungsi penting dalam perekonomian Negara, dengan fungsi utamanya sebagai intermediasi, yaitu penghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya secara efektif dan efisien pada sektor-sektor riil untuk menggerakkan pembangunan dan stabilitas perekonomian sebuah negara. Dalam hal ini, bank menghimpun dana dari masyarakat berdasarkan asas kepercayaan dari masyarakat. Apabila masyarakat percaya pada bank, maka masyarakat akan merasa aman untuk menyimpan uang atau dananya di bank. Dengan demikian, bank menanggung risiko reputasi atau reputation risk yang besar. Bank harus selalu menjaga tingkat kepercayaan dari nasabah atau masyarakat, supaya mereka bersedia menyimpan dana mereka di bank, dan bank dapat menyalurkan
dana tersebut untuk menggerakkan perekonomian bangsa dan negara. Nasabah merupakan konsumen dari pelayanan jasa perbankan. Kedudukan nasabah dalam hubungannya dengan pelayanan jasa perbankan, berada pada dua posisi yang dapat bergantian sesuai dengan sisi mana mereka berada. Dilihat dari sisi pengerahan dana, nasabah yang menyimpan dananya pada bank baik sebagai penabung deposan, maupun pembeli surat berharga, maka pada saat itu nasabah berkedudukan sebagai kreditur bank. Sedangkan pada sisi penyaluran dana, nasabah peminjam berkedudukan sebagai debitur dan bank sebagai kreditur. Berdasarkan uraian tersebut, pada dasarnya nasabah merupakan konsumen dari pelaku usaha yang menyediakan jasa di sektor usaha perbankan. II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Bank Bank berasal dari kata Italia banco yang artinya bangku. Bangku dipergunakan oleh banker untuk melayani kegiatan operasionalnya kepada para nasabah. Istilah bangku secara resmi dan popular menjadi Bank. (Hasibuan, 2007) Undang-Undang RI nomor 10 tahun 1998 tanggal 10 November 1998 tentang perbankan, menyatakan bahwa yang dimaksud dengan bank
173
PERSPEKTIF, VOL XI NO.2 SEPTEMBER 2013
adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak (Kasmir,2002). Kasmir (2002), menyatakan bahwa bank dikenal sebagai lembaga keuangan yang kegiatan utamanya menerima simpanan giro, tabungan dan deposito. Kemudian bank juga dikenal sebagai tempat untuk meminjam uang (kredit) bagi masayarakat yang membutuhkannnya. Disamping itu bank juga dikenal sebagai tempat untuk menukar uang, memindahkan uang atau menerima segala macam bentuk pembayaran dan setoran seperti pembayaran listrik, telepon, air, pajak, uang kuliah dan pembayaran lainnya. 2.2. Perlindungan Nasabah Nasabah merupakan konsumen dari pelayanan jasa perbankan, perlindungan konsumen baginya merupakan suatu tuntutan yang sangat penting dan tidak boleh diabaikan begitu saja. Djumhana (2003) menyatakan bahwa dalam dunia perbankan, pihak nasabah merupakan unsur yang sangat berperan sekali, mati hidupnya dunia perbankan bersandar kepada kepercayaan dari pihak masyarakat atau nasabah. Fungsi lembaga perbankan sebagai perantara pihak-pihak yang memiliki kelebihan dana membawa konsekuensi pada timbulnya interaksi yang intensif antara bank sebagai pelaku usaha dengan nasabah sebagai konsumen pengguna jasa perbankan. Dalam interaksi yang demikian intensif antara bank dengan nasabah, mungkin saja terjadi friksi yang apabila tidak segera diselesaikan dapat berubah menjadi sengketa antara nasabah dengan bank. Perlindungan nasabah merupakan tantangan perbankan yang berpengaruh secara langsung terhadap masyarakat. Oleh karena itu menjadi tantangan yang sangat besar bagi perbankan dan Bank Indonesia untuk menciptakan standar yang jelas dalam memberikan perlindungan maksimum kepada nasabah. Undang – Undang RI No 10 Tahun 1998 tanggal 10 November 1998 tentang perbankan menyimpulkan bahwa usaha perbankan meliputi tiga kegiatan, yaitu menghimpun dana, menyalurkan dana, dan memberikan jasa bank lainnya. Kegiatan menghimpun dan menyalurkan dana merupakan kegiatan pokok bank sedangkan
174
memberikan jasa bank lainnya hanya kegiatan pendukung. Kegiatan menghimpun dana, berupa mengumpulkan dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan giro tabungan, dan deposito. Biasanya sambil diberikan balas jasa yang menarik seperti, bunga dan hadiah sebagai rangsangan bagi masyarakat. Kegiatan menyalurkan dana, berupa pemberian pinjaman kepada masyarakat. Sedangkan jasa-jasa perbankan lainnya diberikan untuk mendukung kelancaran kegiatan utama tersebut. Djumhana (2003) menyatakan bahwa kedudukan nasabah dalam hubungannya dengan jasa perbankan, berada pada dua sisi yang dapat bergantian sesuai dengan keberadaannya. Dilihat pada sisi pengerahan dana, nasabah yang menyimpan dananya pada bank baik sebagai penabung, deposan maupun pembeli surat berharga (obligasi atau commercial paper) maka pada saat itu nasabah berkedudukan sebagai debitur dan bank sebagai kreditur. Dalam pelayanan jasa perbankan lainnya seperti dalam pelayanan bank garansi, penyewaan save depostie box, transfer uang, dan pelayanan lainnya, nasabah mempunyai kedudukan yang berbeda pula. Tetapi dari semua kedudukan tersebut pada dasarnya nasabah merupakan konsumen dari pelaku usaha yang menyediakan jasa di sektor perbankan. Inilah beberapa manfaat perbankan dalam kehidupan Djumhana (2003) : 1. Sebagai model investasi, yang berarti, transaksi derivatif dapat dijadikan sebagai salah satu model berinvestasi. Walaupun pada umumnya merupakan jenis investasi jangka pendek (yield enhancement). 2. Sebagai cara lindung nilai, yang berarti, transaksi derivatif dapat berfungsi sebagai salah satu cara untuk menghilangkan risiko dengan jalan lindung nilai (hedging), atau disebut juga sebagai risk management. 3. Informasi harga, yang berarti, transaksi derivatif dapat berfungsi sebagai sarana mencari atau memberikan informasi tentang harga barang komoditi tertentu dikemudian hari (price discovery). Fungsi spekulatif, yang berarti, transaksi derivatif dapat memberikan kesempatan spekulasi (untunguntungan) terhadap perubahan nilai pasar dari transaksi derivatif itu sendiri. Djumhana (2003) menyatakan bahwa hal yang harus diutamakan dalam persoalan perlindungan nasabah yaitu difokuskan pada ketentuan peraturan perundang-undangan serta
PERSPEKTIF, VOL XI NO.2 SEPTEMBER 2013
ketentuan perjanjian yang mengatur hubungan antara bank dengan nasabah dapat terwujud dari suatu perjanjian, baik perjanjian yang berbentuk akta di bawah tangan maupun dalam bentuk otentik. Dalam hal inilah perlu pemikiran yang matang untuk menjaga suatu bentuk perlindungan bagi konsumen namun tidak melemahkan kedudukan posisi bank, hal seperti ini sangat diperlukan mengingat sering kali perjanjian yang dilaksanakan antara bank dengan nasabah telah disepakati dengan suatu perjanjian yang bersifat baku. Sisi lain yang menjadi fokus perlindungan konsumen dalam sektor jasa perbankan, yaitu pelayanan di bidang perkreditan. Hal-hal yang menjadi perhatian untuk perlindungan konsumen, yaitu pada proses yang harus ditempuh, dan warkat-warkat yang digunakan dalam pemberian kredit tersebut. Tidak kalah pentingnya pula yaitu saat pengikatan hukum antara bank dengan nasabah dimana secara hukum biasanya menyangkut dua macam pengikatan berupa: perjanjian kredit dan perjanjian tambahan yakni perjanjian mengikuti perjanjian pokok berupa suatu perjanjian penjaminan. Lembaga perbankan adalah lembaga yang mengandalkan kepercayaan masyarakat. Dengan demikian guna tetap mengekalkan kepercayaan masyarakat terhadap bank, pemerintah berusaha melindungi masyarakat dari tindakan lembaga, ataupun oknumnya yang tidak bertanggungjawab dan merusak sendi kepercayaan masyarakat. Terlepas dari fungsi – fungsi perbankan (bank) yang utama atau turunannya, maka yang perlu diperhatikan untuk dunia perbankan, ialah tujuan secara filosofis dari eksistensi bank di Indonesia. Hal ini sangat jelas tercermin dalam Pasal empat (4) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 yang menjelaskan, ”Perbankan Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak”. Meninjau lebih dalam terhadap kegiatan usaha bank, maka bank (perbankan) Indonesia dalam melakukan usahanya harus didasarkan atas asas demokrasi ekonomi yang menggunakan prinsip kehati-hatian.4 Hal ini, jelas tergambar, karena secara filosofis bank memiliki fungsi makro dan mikro terhadap kegiatan proses dari pembangunan bangsa dan negara Republik Indonesia.
Bank Indonesia sebagai pelaksana otoritas moneter mempunyai peranan yang besar dalam usaha melindungi, dan menjamin agar nasabah tidak mengalami kerugian akibat tindakan bank yang salah. Hal-hal yang menyangkut dengan usaha perlindungan nasabah diantaranya berupa laporan dan data-data yang merupakan bahan informasi. Sebagai otoritas pengawas industri perbankan, Bank Indonesia berkepentingan untuk meningkatkan perlindungan terhadap kepentingan nasabah dalam hubungannya dengan bank. III. METODE PENELITIAN Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan studi pustaka (library research). IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Peranan Bank Indonesia dalam Perbankan Bab II Pasal 4 angka 1 UU Nomor 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia menyatakan bahwa Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. Dalam Undang – undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia dijelaskan fungsi bank sentral dalam sistem perbankan antara lain : 1. Melaksanakan kebijakan moneter dan keuangan 2. Memberi nasehat pada pemerintah untuk soal-soal moneter dan keuangan 3. Melakukan pengawasan, pembinaan,dan pengaturan perbankan 4. Banker’s bank atau lender of last resort 5. Memelihara stabilitas moneter 6. Melancarkan pembiayaan pembangunan ekonomi 7. Mendorong pengembangan perbankan dan sistem keuangan yang sehat. Berbagai regulasi dalam bidang perbankan mengenai perlindungan nasabah bank diantaranya adalah Penerbitan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 7/6/PBI/2005 tanggal 20 Januari 2005 tentang “Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah” dan PBI No. 7/7/PBI/2005 tanggal 20 Januari 2005 tentang “Penyelesaian Pengaduan Nasabah” dan PBI No.8/5/PBI/2006 tanggal 30 Januari 2006 tentang “Media Perbankan”. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah melalui Bank Indonesia mulai memperhatikan kepentingan
175
PERSPEKTIF, VOL XI NO.2 SEPTEMBER 2013
nasabah dalam konteks perlindungan nasabah bank yang sebelumnya cenderung terabaikan, baik oleh Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan maupun tidak optimalnya pelaksanaan dari UndangUndang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang mensyaratkan adanya keseimbangan perlindungan kepentingan konsumen dan pelaku usaha sehingga tercipta perekonomian yang sehat, dalam konteks ini termasuk dalam hubungan antara bank sebagai pelaku usaha dengan nasabahnya. Mengingat pentingnya perlindungan nasabah tersebut, Bank Indonesia menetapkan upaya perlindungan nasabah sebagai salah satu pilar dalam Arsitektur Perbankan Indonesia (API). API merupakan suatu kerangka dasar sistem perbankan Indonesia yang terdiri dari enam pilar, bersifat menyeluruh dan memberikan arah, bentuk dan tatanan pada industri perbankan untuk rentang waktu lima sampai sepuluh tahun ke depan. Arah kebijakan pengembangan industri perbankan tersebut dilandasi oleh visi mencapai suatu sistem perbankan yang sehat, kuat dan efisien guna menciptakan kestabilan sistem keuangan dalam rangka membantu mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Menurut Abdullah (2006) terdapat enam pilar dalam API adalah: 1. Struktur perbankan yang sehat 2. Sistim pengaturan yang efektif 3. Sistim pengawasan yang independen dan efektif 4. Industri perbankan yang kuat 5. Infrastruktur pendukung yang mencukupi 6. Perlindungan Konsumen Upaya perlindungan nasabah dalam Pilar ke VI API dituangkan dalam empat aspek yang terkait satu sama lain dan secara bersama-sama akan dapat meningkatkan perlindungan dan pemberdayaan hak-hak nasabah. Menurut Abdullah (2006) empat aspek tersebut adalah : 1. Penyusunan standar mekanisme pengaduan nasabah; 2. Pembentukan lembaga mediasi perbankan; 3. Penyusunan standar transparansi informasi produk, dan 4. Peningkatan edukasi untuk nasabah. Program penyusunan mekanisme pengaduan nasabah di bank dan program pembentukan lembaga mediasi independen
176
ditujukan untuk mengatasi permasalahan antara nasabah dengan bank yang saat ini sudah terjadi, sedangkan program penyusunan standar transparansi informasi produk perbankan ditujukan sebagai sarana awal untuk mencegah timbulnya permasalahan antara nasabah dengan bank. Khusus untuk program edukasi nasabah, pelaksanaannya dirasakan perlu diperluas hingga mencakup mereka yang belum dan akan menjadi nasabah bank agar pada saat pertama kali berhubungan dengan bank para calon nasabah tersebut sudah memiliki informasi yang cukup mengenai kegiatan usaha serta produk dan jasa bank. Edukasi masyarakat di bidang perbankan pada dasarnya merupakan pemberian informasi dan pemahaman kepada masyarakat mengenai fungsi dan kegiatan usaha bank, serta produk dan jasa yang ditawarkan bank. Pemberian Edukasi ini diharapkan dapat memfasilitasi pemberian informasi yang cukup kepada masyarakat sebelum mereka melakukan interaksi dengan bank. Dengan demikian akan terhindar adanya kesenjangan informasi pada pemanfaatan produk dan jasa perbankan yang dapat menyebabkan timbulnya permasalahan antara bank dengan nasabah di kemudian hari. 4.2. Mediasi Perbankan Proses mediasi perbankan merupakan kelanjutan dari pengaduan nasabah apabila nasabah merasa tidak puas atas penanganan dan penyelesaian yang diberikan bank. Dalam pelaksanaan kegiatan usaha perbankan seringkali hak-hak nasabah tidak dapat terlaksana dengan baik sehingga menimbulkan friksi antara nasabah dengan bank yang ditunjukkan dengan munculnya pengaduan nasabah. Apabila pengaduan nasabah tidak diselesaikan dengan baik oleh bank, maka berpotensi menjadi perselisihan atau sengketa antara nasabah dengan bank cenderung berlarutlarut. Hal ini antara lain ditunjukkan dengan cukup banyaknya keluhan-keluhan nasabah di berbagai media. Munculnya keluhan-keluhan yang tersebar pada publik melalui berbagai media tersebut dapat menurunkan reputasi bank di mata masyarakat dan berpotensi menurunkan kepercayaan masyarakat pada lembaga perbankan. Upaya untuk mengurangi publikasi negatif terhadap operasional bank dan menjamin terselenggaranya mekanisme penyelesaian pengaduan nasabah secara efektif dalam jangka
PERSPEKTIF, VOL XI NO.2 SEPTEMBER 2013
waktu yang memadai, maka Bank Indonesia menetapkan standar minimum mekanisme penyelesaian pengaduan nasabah dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor: 7/7/PBI/2005 Tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah yang wajib dilaksanakan oleh seluruh bank. Penyelesaian pengaduan nasabah oleh bank yang diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/7/PBI/2005, terkadang tidak selalu dapat memuaskan nasabah. Ketidakpuasan tersebut dikarenakan tidak terpenuhinya tuntutan nasabah bank baik seluruhnya maupun sebagian sehingga berpotensi menimbulkan sengketa antara nasabah dengan bank. Dalam praktek dikenal berbagai bentuk penyelesaian sengketa perdata seperti litigasi, arbitrase dan/atau Mediasi. Namun, pihak-pihak yang bersengketa umumnya lebih banyak memilih penyelesaian melalui proses litigasi di Pengadilan Negeri, baik melakukan tuntutan secara perdata maupun secara pidana. Namun terdapat banyak kendala yang sering dihadapi. Kendala tersebut antara lain lamanya penyelesaian perkara, serta putusan yang dijatuhkan seringkali mencerminkan tidak adanya unified legal work dan unified legal opinion antara Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, dan Mahkamah Agung. Oleh karena itu, diatur mengenai alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan. Di antaranya adalah arbitrase dan mediasi seperti yang diatur dalam UU No.30 tahun 1999. Pengaturan Mediasi di pengadilan diatur dalam Perma No.2 tahun 2003. Sedangkan Mediasi Perbankan diatur dalam PBI No. 8/5/PBI/2006. Pada PBI No.8/5/PBI/2006 tentang Mediasi Perbankan dinyatakan bahwa sampai dengan akhir tahun 2007 pelaksanaan fungsi mediasi perbankan akan dilakukan oleh Bank Indonesia. Peraturan Bank Indonesia No.8/5/PBI/2006 menyatakan bahwa yang dimaksud dengan Mediasi Perbankan adalah alternatif penyelesaian sengketa antara Nasabah dan Bank yang tidak mencapai penyelesaian yang melibatkan mediator untuk membantu para pihak yang bersengketa guna mencapai penyelesaian dalam bentuk kesepakatan sukarela terhadap sebagian ataupun seluruh permasalahan yang disengketakan. Dalam Peraturan Bank Indonesia No. 8/5/PBI/2006 hal-hal yang diatur dalam Mediasi Perbankan adalah : 1. Nasabah atau perwakilan nasabah dapat mengajukan upaya penyelesaian sengketa melalui mediasi ke BI apabila nasabah
2.
3.
4.
5.
merasa tidak puas atas penyelesaian pengaduan nasabah; Sengketa yang dapat diajukan penyelesaiannya adalah sengketa keperdataan yang timbul dari transaksi keuangan yang memiliki tuntutan finansial paling banyak Rp. 500.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah). Nasabah tidak dapat mengajukan tuntutan finansial yang diakibatkan oleh tuntutan immaterial; Pengajuan penyelesaian sengketa tidak melebihi 60 (enam puluh hari) kerja saat tanggal surat hasil penyelesaian pengaduan yang disampaikan bank kepada nasabah; Pelaksaan proses mediasi sejak ditandatanganinya perjanjian mediasi sampai dengan penandatanganan Akta Kesepakatan oleh para pihak dilaksanakan dalam waktu 30 hari kerja dan dapat diperpanjang sampai dengan 30 hari berikutnya berdasarkan kesepakatan nasabah dan bank; Akta kesepakatan dapat memuat menyeluruh, kesepakatan sebagian, atau tidak tercapainya kesepakatan atau kasus yang disengketakan.
4.3. Empat Langkah Mudah Dalam Mediasi Perbankan Upaya untuk memudahkan nasabah dalam menyelesaikan sengketa dengan bank adalah melalui mediasi perbankan. Untuk itu nasabah perlu memahami langkah-langkah yang akan ditempuh. Empat langkah mudah dalam mediasi perbankan merupakan panduan singkat yang dapat digunakan untuk menyelesaikan sengketa nasabah dengan bank dengan mediasi perbankan. Pengajuan penyelesaian sengketa melalui mediasi perbankan dilakukan oleh nasabah secara tertulis sebagaimana format yang ditetapkan Bank Indonesia. Selain itu, nasabah juga harus menyampaikan dokumen pendukung terkait, antara lain surat pernyataan yang ditandatangani diatas meterai yang cukup bahwa sengketa yang diajukan tidak sedang dalam proses atau telah mendapatkan keputusan dari lembaga arbitrase, peradilan, atau lembaga mediasi lainnya dan belum pernah diproses dalam mediasi perbankan yang difasilitasi oleh Bank Indonesia. Dalam rangka membantu nasabah, Bank Indonesia menyediakan format pengajuan penyelesaian sengketa dan surat pernyataan yang perlu disampaikan nasabah.
177
PERSPEKTIF, VOL XI NO.2 SEPTEMBER 2013
b. Pernah diupayakan penyelesaiannya oleh Bank; c. Sengketa yang diajukan tidak sedang dalam proses atau belum pernah diputus oleh lembaga arbitrase atau peradilan, atau belum terdapat kesepakatan; d. Sengketa yang diajukan merupakan sengketa keperdataan; e. Sengketa yang diajukan belum pernah diproses dalam mediasi perbankanyang difaslitasi oleh Bank Indonesia f. Pengajuan penyelesaian sengketa tidak melebihi 60 (enam puluh) hari kerja sejak tanggal surat hasil penyelesaian pengaduan yang disampaikan Bank kepada Anda; g. Nilai tuntutan finansial yang diajukan paling banyak sebesar Rp500juta untuk setiap kasus sengketa; h. Nasabah tidak mengajukan tuntutan finansial yang diakibatkan oleh kerugian immateriil.
Dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor: 7/7/PBI/2005 Tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah yang wajib dilaksanakan oleh seluruh bank, maka langkah – langkah dalam melakukan mediasi perbankan adalah : 1. Dapatkan informasi mediasi Nasabah meminta penjelasan kepada Bank mengenai penyelesaian sengketa melalui mediasi perbankan, dengan proses sebagai berikut : a. Pahami hasil penyelesaian pengaduan oleh bank b. Putuskan sikap anda atas hasil tersebut c. Bila tidak sepakat, lakukan penyelesaian dengan Mediasi Perbankan, arbitrase atau jalur pengadilan d. Pastikan sengketa anda dengan mediasi Upaya penyelesaian sengketa melalui mediasi membuat para pihak biasanya mampu mencapai kesepakatan di antara mereka, sehingga manfaat mediasi dapat dirasakan. Dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor: 7/7/PBI/2005 Tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah yang wajib dilaksanakan oleh seluruh bank, terdapat beberapa keuntungan mediasi sebagai berikut : a. Mediasi dapat menyelesaikan sengketa dengan cepat, biaya murah dibandingkan dengan proses beracara di Pengadilan atau melalui Arbitrase. Dalam proses mediasi tidak diperlukan gugatan ataupun biaya untuk mengajukan banding sehingga biayanya lebih murah b. Mendorong terciptanya iklim yang kondusif bagi para pihak yang bersengketa tetap menjaga hubungan kerjasama mereka yang sempat terganggu akibat terjadinya persengketaan diantara mereka. c. Proses mediasi lebih bersifat informal dan menghasilkan putusan yang tidak memihak. Sesuai ketentuan Bank Indonesia dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor: 7/7/PBI/2005 Tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah yang wajib dilaksanakan oleh seluruh bank, maka sengketa dapat diselesaikan melalui mediasi perbankan apabila : a. Diajukan secara tertulis disertai dokumen pendukung yang memadai.
178
2.
Ajukan permohonan mediasi Dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor: 7/7/PBI/2005 Tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah yang wajib dilaksanakan oleh seluruh bank, nasabah mengajukan permohonan penyelesaian sengketa kepada pelaksana fungsi Mediasi Perbankan dengan proses sebagai berikut : a. Sampaikan permohonan tertulis beserta dokumen pendukung b. Berikan penjelasan lengkap mengenai sengketa anda Sesuai ketentuan Bank Indonesia yang diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor: 7/7/PBI/2005 Tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah yang wajib dilaksanakan oleh seluruh bank, dokumen pendukung yang harus dilampirkan adalah : a. Fotocopi surat hasil penyelesaian pengaduan yang diberikan Bank kepada Anda b. Fotocopi bukti identitas yang masih berlaku c. Surat pernyataan yang ditandatangani diatas materai yang cukup bahwa sengketa yang diajukan tidak sedang diproses atau telah mendapatkan keputusan dari lembaga arbitrase, peradilan, atau lembaga mediasi lainnya dan belum pernah diproses melalui
PERSPEKTIF, VOL XI NO.2 SEPTEMBER 2013
mediasi perbankan yang difasilitasi oleh Bank Indonesia d. Fotocopi dokumen pendukung yang terkait dengan sengketa yang diajukan e. Fotocopi surat kuasa khusus tanpa hak substitusi dalam hal pengajuan penyelesaian sengketa diwakilkan / dikuasakan. 3.
4.
Ikuti proses mediasi Masih menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor: 7/7/PBI/2005 Tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah yang wajib dilaksanakan oleh seluruh bank, dalam membantu penyelesaian sengketa, pelaksana fungsi mediasi perbankan akan melakukan beberapa kegiatan yang memerlukan partisipasi Anda dengan proses sebagai berikut : a. Penandatanganan perjanjian mediasi b. Pertemuan mediasi dengan bank c. Penandatanganan akta kesepakatan dengan bank Melaksanakan akta kesepakatan Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor: 7/7/PBI/2005 Tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah yang wajib dilaksanakan oleh seluruh bank, setelah penandatanganan akta kesepakatan dengan Bank mengenai penyelesaian sengketa dilakukan, maka proses selanjut – nya adalah sebagai berikut : a. Laksanakan seluruh kesepakatan b. Laporkan realisasi akta kesepakatan c. Bila tidak sepakat, lanjutkan upaya penyelesaian melalui arbitrase atau jalur peradilan
1.4. Lembaga Mediasi Independen di Indonesia
Perbankan
Tiga kelompok utama Institusi keuangan bank komersial, lembaga tabungan, dan credit unions - yang juga disebut lembaga penyimpanan karena sebagian besar dananya berasal dari simpanan nasabah. Bank-bank komersial adalah kelompok terbesar lembaga penyimpanan bila diukur dengan besarnya aset. Mereka melakukan fungsi serupa dengan lembaga-lembaga tabungan dan credit unions, yaitu, menerima deposito (kewajiban) dan membuat pinjaman (namun, mereka berbeda dalam komposisi aktiva dan kewajiban, yang jauh lebih bervariasi). Perbandingan konsentrasi aset ukuran bank, menunjukkan bahwa konsolidasi perbankan
tampaknya telah mengurangi pangsa aset bank paling kecil (aset di bawah $ 1 miliar). Bankbank ini - dengan aset dibawah $ 1 milliar cenderung mengkhususkan diri pada ritel atau consumer banking, seperti memberikan hipotek perumahan, kredit konsumen dan deposito local. Sedangkan aset bank yang relatif lebih besar (dengan aset lebih dari $ 1 miliar), terdiri dari dua kelas adalah bank regional atau super regional. Mereka terlibat dalam grosir yang lebih kompleks tentang kegiatan komersial perbankan, meliputi kredit konsumen dan perumahan serta pinjaman komersial dan industri (D & I Lending), baik secara regional maupun nasional. Selain itu, bank - bank besar memiliki akses untuk membeli dana (fund) - seperti dana antar bank atau dana pemerintah (federal funds)- untuk membiayai pinjaman dan kegiatan investasi mereka. Namun, beberapa bank yang sangat besar memiliki sebutan yang berbeda, yaitu Bank Sentral. Saat ini, lima organisasi perbankan membentuk kelompok Bank Sentral,yaitu: Bank New York, Deutsche Bank (melalui akuisisi bankir-bankir saling mempercayai), Citigroup, JP Morgan, dan Bank HSBC di Amerika Serikat. Namun, jumlahnya telah menurun akibat mega mergers. Penting untuk diperhatikan bahwa, aset atau pinjaman tidak selalu menjadi indikator suatu bank adalah bank sentral. Tapi, gabungan dari lokasi dengan ketergantungan pada sumber nondeposit atau pinjaman dana. Sesuai dengan Pasal 3 ayat 1 PBI No 8/5/PBI/2006, yang membentuk lembaga mediasi perbankan independen adalah asosiasi perbankan. Asosiasi perbankan yang membentuk lembaga mediasi perbankan independen dapat terdiri dari gabungan asosiasi perbankan untuk menjaga independensinya. Selain dapat pula dilakukan perekrutan dari kalangan bankir. Pada Peraturan Bank Indonesia Nomor: 7/7/PBI/2005 Tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah yang wajib dilaksanakan oleh seluruh bank, dalam menjalankan kegiatannya bank mempunyai peranan penting dalam sistem keuangan, yaitu : 1. Pengalihan Aset (asset transmutation) Yaitu pengalihan dana atau aset dari unit surplus ke unit devisit. Dimana sumber dana yang diberikan pada pihak peminjam berasal pemilik dana yaitu unit surplus yang jangka waktunya dapat diatur sesuai dengan keinginan pemilik dana. Dalam hal ini bank berperan sebagai pangalih aset yang likuid dari unit surplus (lender) kepada unit defisit (borrower). 2. Transaksi(transaction)
179
PERSPEKTIF, VOL XI NO.2 SEPTEMBER 2013
3.
4.
Bank memberikan berbagai kemudahan kepada pelaku ekonomi untuk melakukan transaksi. Dalam ekonomi modern, trnsaksi barang dan jasa tidak pernah terlepas dari transaksi keuangan. Untuk itu produkproduk yang dikeluarkan oleh bank (giro, tabungan, depsito, saham dan sebagainya) merupakan pengganti uang dan dapat digunakan sebagai alat pembayaran. Likuiditas(liquidity) Unit surplus dapat menempatkan dana yang dimilikinya dalam bentuk produk-produk berupa giro, tabungan, deposito, dan sebagainya. Produk-produk tersebut masing-masing mempunyai tingkat likuiditas yang berbeda-beda. Untuk kepentingn likuiditas para pemilik dana dapat menempatkan dananya sesuai dengan kebutuhan dan kepentingannya. Dengan demikian bank memberikan fasilitas pengelolaan likuiditas kepada pihak yang mengalami surplus likuiditas dan menyalurkannya kepada pihak yang mengalami kekurangan likuiditas. Efisiensi(efficiency) Peranan bank sebagai broker adalah menemukan peminjam dan pengguna modal tanpa mengubah produknya. Disini bank hanya memperlancar dan mempertemukan pihak-pihak yang saling membutuhkan. Adanya informasi yang tidak simetris (asymmetric information) antara peminjam dan investor menimbulkan masalah insentif. Peran bank menjadi penting untuk memecahkan masalah insentif tersebut. Untuk itu jelas peran bank dalam hal ini yaitu menjembatani dua pihak yang saling berkepentingan untuk menyamakan informasi yang tidak sempurna, sehingga terjadi efisiensi biaya ekonomi.
Bank Indonesia (BI) harus mewajibkan seluruh bank untuk menjadi anggota dari lembaga mediasi perbankan. Agar mempunyai kekuatan hukum mengikat maka BI perlu membuat PBI tentang kewajiban Bank menjadi anggota lembaga mediasi. Kemudian untuk menjaga kualitas dari lembaga mediasi perbankan ini, maka BI dapat memberi akreditasi pada lembaga mediasi perbankan indonesia tersebut. Lembaga Mediasi mempunyai kewajiban melaporkan secara berkala pada BI mengenai sengketa yang pernah dimediasikan.
180
Berdasarkan laporan tersebut BI dapat mengevaluasi kinerja dari lembaga mediasi perbankan indpendent tersebut dan memberikan akreditasinya. Untuk prosedur akreditasi, maka BI perlu membentuk PBI tentang akreditasi. Lembaga mediasi harus memiliki mediator independen yang dapat memberikan saran sesuai dengan profesinya masing-masing, misalnya ada konflik antara nasabah dengan bank mengenai masalah hukum, maka harus ada seorang mediator yang ahli di bidang hukum perbankan. Lembaga ini harus berfungsi seperti arbitrase sehingga keputusannya mengikat bagi kedua belah pihak. Oleh karena itu, hasil dari kesepakatan kedua belah pihak kemudian didaftarkan pada Pengadilan negeri agar mempunyai kekuatan hokum mengikat. Segementasi mediasi perlu diadakan dalam mendirikan mediasi, agar tercipta parallel institution lembaga mediasi perbankan sehingga masyarakat dapat memilih lembaga mana yang mereka pilih untuk menyelesaikan sengketa. Dengan demikian pembentukan mediasi perbankan diharapkan akan memberikan nilai positif baik bagi nasabah maupun bank, yaitu seperti terciptanya kepastian penyelesaian sengketa antara nasabah dengan bank. Melalui mediasi perbankan ini juga akan mendorong terciptanya keseimbangan hubungan antara posisi nasabah dengan bank. Terdapat beberape kendala dalam mendirikan Lembaga Mediasi antara lain masalah dana. Dana yang diperlukan untuk mendirikan lembaga mediasi perbankan independen tersebut tentu sangat besar. Pada awalnya, lembaga mediasi perbankan tersebut memerlukan dana operasional. Apabila biaya ini dibebankan pada bank sebagai anggota dari lembaga mediasi perbankan, tentu sangat sulit. Saat ini bank di Indonesia sedang giat-giatnya melakukan konsolidasi internal untuk memenuhi modal dan sertifikasi para bankir. Hal ini menyebabkan konsentrasi modal bank diprioritaskan untuk bank itu sendiri. Dari permasalahan tersebut terdapat pemikiran apa tidak sebaiknya mediasi perbankan ini dijalankan oleh BI saja. Selama ini sebelum terbentuknya lembaga mediasi perbankan independen, mediasi perbankan dijalankan oleh BI. BI telah mempunyai sarana dan prasarana yang memadai, pendanaan yang cukup dan sumber daya berupa mediator yang memperoleh pelatihan dan sertifikasi sebagai mediator dan mempunyai latar belakang perbankan
PERSPEKTIF, VOL XI NO.2 SEPTEMBER 2013
V.
PENUTUP DAFTAR PUSTAKA
Berdasarkan pembahasan tersebut, maka penulis menyimpulkan beberapa hal sebagai berikut: 1. Pendidikan masyarakat di bidang perbankan pada dasarnya merupakan pemberian informasi dan pemahaman kepada masyarakat mengenai fungsi dan kegiatan usaha bank, serta produk dan jasa yang ditawarkan bank. Pendidikan ini diharapkan dapat memfasilitasi pemberian informasi yang cukup kepada masyarakat sebelum mereka melakukan interaksi dengan bank. 2. Untuk melindungi konsumen dari hal-hal yang tidak diinginkan maka perlu adanya lembaga mediasi perbankan. Hal ini merupakan salah satu langkah kebijakan yang diterapkan Bank Indonesia (BI) yang diwujudkan dalam Arsitektur Perbankan Indonesia (API). Keberadaan lembaga tersebut dimaksudkan untuk memberikan perlindungan yang maksimal kepada semua nasabah bank. 3. Mediasi perbankan sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Hal ini dikarenakan perbankan merupakan lembaga yang sangat mengandalkan kepercayaan dari masyarakat luas. Masyarakat mengandalkan jasa bank dilandasi rasa kepercayaan. Oleh karena itu, kepercayaan dari masyarakat harus tetap terjaga. 4. Mediasi perbankan diharapkan akan memberikan nilai positif baik bagi nasabah maupun bank, yaitu seperti terciptanya kepastian penyelesaian sengketa antara nasabah dengan bank.
Abdullah, Burhanudin. 2006. Jalan Menuju Stabilitas Mencapai Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan. Jakarta. Pustaka LP3ES Indonesia. Djumhana, Muhammad. 2003. Hukum Perbankan di Indonesia. Bandung. PT Citra Aditya Bhakti. Fuady, Munir. 2003. Hukum Perbankan Modern Buku Kesatu. Bandung. Citra Aditya Bakti Hasibuan, Malayu. SP. 2007. Dasar-Dasar Perbankan. Jakarta. Bumi Aksara. Kasmir. 2002. Bank & Lembaga Keuangan Lainnya. Jakarta. Raja Grafindo Persada. Peraturan Bank Indonesia Nomor: 7/7/PBI/2005 Tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah yang wajib dilaksanakan oleh seluruh bank.
Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/5/PBI/2006 tentang Mediasi Perbankan Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/10/PBI/2008 tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan Indonesia. Undang-Undang Nomor 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia
181