PROBLEMATIKA KEMACETAN TRANSPORTASI UMUM DI KOTA SURABAYA Oleh S U W A R D I, S.H., MH
ABSTRAK Peningkatan kendaraan dalam setahun telah mencapai 17 persen sedangkan pemba ngunan dan pelebaran jalan 3 persen per tahun. Sementara itu berdasarkan studi Bank Dunia yang baru lalu menyimpulkan, laju kendara an dalam Kota Surabaya tahun 20102011 semakin padat dan tersendat-sendat. Kecepa tan kendaraan di jalan utama di bawah 10 km per jam. Kepadatan lalu lintas di Surabaya, Jawa Timur (Jatim) memprihatinkan, karena pada jam sibuk di ruas-ruas jalan utama selalu terjadi kemacetan. Langkah menga tasinya, perlu segera ditemukan angkutan umum massal yang memiliki sifat efisien, integritas, aman, nyaman, murah dan merata. Menurut Imam Gubernur Pak De Karwo, kemacetan terjadi, sebagai akibat meningkat nya jumlah kendaraan yang tidak sebanding dengan pembangunan infrastrukturnya. Kebutuhan akan moda transportasi massal yang efisien, cepat, nyaman, dan murah merupakan suatu kebutuhan yang sangat mendesak. Karena kepadatan lalu lintas di Sura baya sudah tidak dapat ditolerir kembali. Factor yang menyebabkan kepadatan lalu lintas adalah, pertumbuhan penduduk semakin pesat, peningkatan daya beli yang kembali naik, semakin banyaknya masyarakat yang menggunakan kendaraan pribadi, gengsi masyara kat surabaya untuk naik kendaraan umum juga masih sangat tinggi. Sehingga kepadatan lalu lintas tidak dapat terelakan kembali, di satu sisi pertumbuhan jalan tidak bertambah. Hal tersebut yang kemudian memicu Pemkot Surabaya untuk mengeluarkan rencana kebijakan BRT sebagai suatu solusi alternatif untuk menyelesaikan pemecahan permasa lahan kemacetan di Surabaya. BRT dianggap ideal untuk kendaraan angkutan massal di Surabaya, karena memiliki fasilitas yang lebih ketimbang moda angkutan umum yang lain
Kata Kunci : Problema kemacetan akibat kurang ketatnya pengawasan.
2
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah Kepadatan lalu lintas di Surabaya, Jawa Timur (Jatim) memprihatinkan, karena pada jam sibuk di ruas-ruas jalan utama selalu terjadi kemacetan. Langkah menga tasinya, perlu segera ditemukan angkutan umum massal yang memiliki sifat efisien, integritas, aman, nyaman, murah dan merata. Menurut Imam Gubernur Pak De Karwo, kemacetan terjadi, sebagai akibat meningkat nya jumlah kendaraan yang tidak sebanding dengan pembangunan infrastrukturnya. Peningkatan kendaraan dalam setahun telah mencapai 17 persen sedangkan pembangunan dan pelebaran jalan 3 persen per tahun. Sementara itu berdasarkan studi Bank Dunia yang baru lalu menyimpulkan, laju kendara an dalam Kota Surabaya tahun 2010-2011 semakin padat dan tersendat-sendat. Kecepa tan kendaraan di jalan utama di bawah 10 km per jam. Kendaraan di pusat kota berdasarkan studi tadi, akan meningkat dari 243.000 kendaraan per hari pada 2010 menjadi 535.000 unit kendaraan setiap hari pada 2011. Apabila ini terjadi, maka standar kehidupan warga kota amat tragis dan parah. Gubernur berharap, pembangunan angkutan umum massal di wilayah Gerbangkertosusila (Gresik, Bangkalan, Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo dan Lamongan) agar segera direalisa sikan, dengan memperhatikan segala konsekuensinya baik jangkauan, jenis, teknologi maupun biaya yang dibutuhkan.
3
Sedangkan kualitas angkutan umum yang ada saat ini masih tergolong rendah. Hal ini dapat dilihat dari frekuensi dan volume angkutan umum yang hanya berkisar 1 persen. Angkutan umum tersebut kurang memperhatikan kenyamanan, keamanan, ketepatan waktu serta efisiensi. Dalam kesempatan terpisah, Kepala Dinas Perhubungan Jatim, Harry Soegiri mengatakan, konsep yang dapat segera dikembangkan saat ini, meningkat kan frekuensi angkutan komuter yang sudah ada dari Sidoarjo-Surabaya pergi pulang. Bahkan high way rel, monorel, busway serta peningkatan kualitas angkutan umum yang ada disesuaikan kebutuhan masyarakat. Dalam jangka pendek, Dinas Perhubungan Jatim, akan menerapkan fungsi komuter menggunakan sistem busway plus. Komuter akan ber henti pada tempat-tempat yang ditentukan secara khusus. Ini dilakukan untuk mening katkan jumlah pengguna jasa komuter serta mengurangi penggunaan kendaraan pribadi. "Dengan model ini, diharapkan terjadi penurunan kemacetan 15-20 persen," ujar Soegiri. (080). Kebutuhan akan moda transportasi massal yang efisien, cepat, nyaman, dan murah merupakan suatu kebutuhan yang sangat mendesak. Karena kepadatan lalu lintas di Surabaya sudah tidak dapat ditolerir kembali. Factor yang menyebabkan kepadatan lalu lintas adalah, pertumbuhan penduduk semakin pesat, peningkatan daya beli yang kembali naik, semakin banyaknya masyarakat yang menggunakan kendaraan pribadi, gengsi masyarakat surabaya untuk naik kendaraan umum juga masih sangat tinggi. Sehingga kepadatan lalu lintas tidak dapat terelakan kembali, di satu sisi pertumbuhan jalan tidak bertambah. Hal tersebut yang kemudian memicu Pemkot Surabaya untuk mengeluarkan rencana kebijakan BRT sebagai suatu solusi alternatif untuk menyelesaikan pemecahan permasalahan kemacetan di Surabaya. BRT dianggap ideal untuk kendaraan angkutan massal di Surabaya, karena memiliki fasilitas yang lebih ketimbang moda angkutan
4
umum yang lain. Pada perencanaan kebijakan BRT tersebut terdapat kepentingan di dalamnya, seperti kepentingan pemerintah dalam menyediakan saranan transportasi angkutan umum yang murah, nyaman dan aman, kemudian kepentingan dari stakeholders angkutan umum lama yang berkepentingan untuk tetap dapat beroperasi, dan kepentingan masyarakat tang Sangay menginginkan adanya moda transportasi umum yang aman, nyaman, dan murah. Apabila berbicara masalah kebijakan pasti akan ada yang diuntung kan dan dirugkan dalam rumusan kebijakan tersebut. Sering kali kebijakan pemerintah tentang transportasi dirasa kurang popular dimata masyarakat
2. RUMUSAN MASALAH a. Bagaimana problematika angkutan darat di Kota Suabaya sebagai sarana layanan umum ? 3. TUJUAN PENELITIAN a. Untuk mengetahui dalam menyelesaikan permasalahan ”Problematika Kemacetan Transportasi Darat dan Solusinya diKota Surabaya agar lebih diminati Masyara kat umum. b. Untuk menciptakan budaya adanya trasnportasi masal menjadi pilihan masyarakat lebih menarik sehingga mampu menekan adanya kemacetan yang sudah mening kat tajam dari tahun ke tahun dan solusinya adalah harus segera ketersediaan sara na yang memadai dan nyaman untuk semua penumpang masyarakat secara umum. 4. MANFAAT PENELITIAN
5
Bagi kalangan penentu kebijakan sebagai acuan agar dalam permasalahan sarana ang kutan darat hal kemacetan menjadi sangat mendesak untuk diambil langkah-langkah strategis sehingga pada permasalahan kemacetan sarana traansportasi darat tersebut segera teratasi kerena menyangkut aspek kehidupan secara umum. Manfaat untuk masyarakat sebagai kalayak umum merupakan sebagai tambahan penge tahuan sehingga jika memanfaatkan sarana transportasi umum juga harus memiliki hak dan kewajiban yang seimbang dengan demikian budaya untuk peduli terhadap asest Negara merupakan tanggungjawab bersama demi keberlangsungan tterpeliharanya aset Negara tersebut.
6
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Penyebab Terjadinya Kemcaetan Kota Surabaya a. Vulume Penambahan Jumlah Kendaraan Setiap tahun volume pertumbuhan kendaraan bermotor di Surabaya mencapai 10 per sen hingga 12 persen. Padahal pertumbuhan jalan di Surabaya nol persen. Dengan kondisi ini, diperkirakan tahun 2013 nanti Kota Surabaya mengalami kemacetan total. Demikian diungkapkan Deputi Direktur Direktorat Jenderal Perhu bungan Darat RH Christiono, Selasa (18/11), di sela Focus Group Discussion Dampak Transportasi Perkotaan di Surabaya. "Dari tahun ke tahun pertumbuhan kendaraan bermotor di Sura baya luar biasa tinggi. Sarana infrastruktur jalan tidak akan mampu lagi menampung beban ini," ujarnya. Berdasarkan data Bank Indonesia, pada bulan Mei 2008 penjualan sepeda motor di Surabaya melonjak hingga 200 persen. Kendaraan bermotor dipahami sebagai pilihan ekonomis dibanding angkutan umum. Menurut Christiono, tingginya pertumbuhan kenda raan bermotor disebabkan lemahnya kemampuan pemerintah daerah menyediakan sarana angkutan umum. Penyediaan layanan angkutan umum yang seharusnya menjadi tang gung jawab pemerintah justru dilepas kepada pihak swasta. Perlu peruba han paradigma dan komitmen yang kuat dari pemerintah daerah untuk menyediakan layanan angkutan yang layak bagi masyarakat. "Selama ini masyarakat sudah memberikan pemasukan, mulai dari parkir, retribusi terminal, pengujian kendaraan bermotor, hingga pajak kenda
7
raan, lalu kemana uang itu,?" Berdasarkan rencana Departemen Perhubungan, bulan Desember ini seharusnya diluncurkan angkutan bus cepat atau Bus Rapid Transit (BRT) di Surabaya. Tetapi gagasan ini justru banyak ditentang sehingga rencana pengadaan BRT berhenti. , BRT dan kereta api merupakan solusi terbaik untuk mengurangi tingkat pertumbuhan kendaraan di lingkutan kota Surabaya. Namun demi kian, BRT dinilai lebih ekonomis karena moda transportasi kereta api adalah angkutan dengan biaya operasional tinggi. Kepala Dinas Perhubungan Kota Surabaya Bunari Mushofa mengungkapkan, dalam waktu dekat pihaknya akan melakukan evaluasi pelaya nan bus Damri. Melalui perbaikan pelayanan diharapkan masyarakat Kota Surabaya lebih berminat memakai angkutan umum sehingga frekuensi kendaraan yang melintas di jalan raya berkurang. Perubahan total Sementara itu, Ketua Organda Surabaya Wastom i Suherli menilai, hingga saat ini sebagian besar layanan transportasi umum diserahkan pada pihak swasta. Sedangkan penyediaan fasilitas transportasi massa oleh pemerintah daerah sangat terba tas. Kondisi perekonomian pengusaha angkutan swasta memprihatinkan. "Seharusnya pemerintah tak hanya membuat regulasi saja yang berkaitan dengan retribusi dan pajak tetapi juga menyediakan angkutan umum yang layak dan infrastruktur jalan yang nyaman," ucapnya.Menurut Wastomi, perubahan fasilitas angkutan umum tak hanya dalam bentuk fisik saja, seperti perbaikan atau pembaharuan armada kendaraan, tetapi juga perubahan mentalitas awak kendaraan serta kebijakan pemerintah daerah. Surabaya mendapat penghargaan Wahana Tata Nugraha. Tetapi, Lalu Lintas Surabaya saat ini masih macet. Pendapat Anda ? Sesuatu yang membanggakan, kita bisa dapat WTN. Anugerah WTN itu diraih 22 kota di Indonesia untuk empat kategori; metropolitan, besar, sedang, dan kecil. Jangan salah, Surabaya menjadi satu-satunya kota metropolitan yang
8
mendapat WTN. Menyadari bahwa Surabaya saat ini memang masih macet. Namun, jika dibandingkan dengan kota metropolitan lain seperti Semarang dan Jogjakar ta, kemacetan di sana lebih parah. Surabaya lebih teratur. Di tengah tingkat kemacetan yang tinggi, Pemkot Surabaya dan satlantas berinisiatif melakukan kanalisasi kendaraan bermotor. Sepeda motor diberi jalur khusus sehingga tidak memacetkan lalu lintas. Ada pula safety riding, seperti kewajiban mengenakan sabuk pengaman, helm, dan lampu kota pada siang hari. Ini direplikasi Jakarta. Surabaya punya time shift. Saya buatkan SK wali kota yang mengatur bahwa anak sekolah pukul 06.30 sudah harus masuk semua dan PNS jam 07.30. Sedangkan karyawan swasta seharusnya sesudah jam 9. Ini juga ditiru Jakarta beberapa bulan lalu. Jadi, Jakarta meniru saya di banyak hal. Problem perkotaan di seluruh dunia sebenarnya sama saja. Ada air bersih, banjir, PKL, pasar tradisional, transportasi, dan permukiman kumuh. Semua sedikit demi sedikit sudah mulai berhasil saya benahi. Tetapi, satu yang belum jelas road map-nya, transport tasi. Sebenarnya policy bidang transportasi sudah benar. Hanya pelaksanaannya yang belum. Infrastruktur jalan sudah cukup baik. Apalagi, tahun ini dan tahun depan ada tam bahan ruas jalan yang signifikan. Namun, kita masih bermasalah dengan angkutan umum.
Saat ini Surabaya penuh dengan kendaraan pribadi yang jumlahnya 70 persen dari total kendaraan di Surabaya. Sisanya, 30 persen, adalah kendaraan umum. Sekarang volume kendaraan pribadi terus bertambah. Di Surabaya mau mengajukan kredit sepeda motor gak athik uang muka. Bisa dibayangkan penuhnya Surabaya tahun-tahun mendatang jika volume kendaraan pribadi tidak dibatasi. Satu-satunya solusi ya mass transport. Sayang, saat ini kondisi transportasi umum kita masih memprihatinkan. Tidak aman dan tidak
9
nyaman. Wacana seputar pembatasan penggunaan kendaraan bermotor pribadi sebagai solusi mengatasi kemacetan di Surabaya, sepertinya masih jauh dari realisasi. Melalui diskusi panel bertajuk “Menguak Masalah Sosio Kultur Transportasi” yang diselenggara kan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unair, Rabu (09/03), di Aula Gedung C FISIP Unair, Walikota Surabaya Ir.Tri Rismaharini secara tegas menyatakan bahwa pembatasan jumlah kendaraan bermotor milik pribadi untuk menuntaskan masalah kema cetan di Surabaya bukanlah wewenang pemerintah kota. “Kami tidak bisa begitu saja memberlakukan pembatasan kepemilikan kendaraan bermotor pribadi, ini adalah kewena ngan pemerintah pusat untuk membuat peraturan tersebut,” terangnya. Sebagai alternatif solusi yang ia tawarkan, Bu Risma justru berencana menambah jumlah armada transport tasi umum massal, yang ia fokuskan pada pembangunan Mass Rapid Transit (MRT) atau sistem angkutan massal cepat, serta melakukan peremajaan terhadap angkutan umum yang ada di Surabaya. Langkah ini ia lakukan untuk memberi pilihan kepada masyarakat atas alat transportasi yang akan digunakan. Perlunya kompromi dengan masyarakat kare na transportasi terkait dengan aspek ekonomi, yang penting saya siapkan dulu angku tan umum yang bagus bagi masyarakat, kalau sudah ada pilihan baru diikuti dengan pera turan, untuk menarik perpindahan masyarakat dari kendaraan pribadi ke angkutan umum,” ujar Bu Risma. Untuk itu, ia akan fokus menerapkan prinsip aman, nyaman, tepat waktu, dan murah untuk angkutan umum kota. “Selama angkutan umum tidak nyaman, tidak aman, tidak tepat waktu karena harus nge-tem, apalagi tidak murah, jangan harap akan dipilih penataan terhadap transportasi di Surabaya secara komprehensif, seperti menyiapkan akses bagi angkutan umum massal, membuka jalan-jalan alternatif untuk mengalihkan pusat-pusat kemacetan, mengusahakan subsidi bagi sopir angkutan
10
umum agar tidak perlu nge-tem, membuat zona-zona dimana masyarakat cukup sekali bayar angkutan umum meski berulang kali oper, serta melakukan pemerataan pembangu nan infrastruktur untuk mencegah pusat-pusat kemacetan di kota. Bahkan, dimungkinkan angkutan umum massal kecil seperti bemo bisa melayani penumpang hingga jalan-jalan kecil, agar ongkos perjalanan tidak lagi dijadikan alasan orang untuk condong mengguna kan kendaraan pribadi. Guna menyeimbangkan lingkungan yang sehat maka juga harus dipikirkan sebab Ruang Terbuka Hijau (RTH) Surabaya mencapai 30%, melebihi amanat yang tercantum dalam Undang-undang Penataan Ruang, yakni sebesar 20%. Hingga tahun 2010 yang lalu berdasarkan data BAPPEKO Surabaya, luasan RTH Surabaya telah mencapai 20,18%. Dalam hal ini filosofi tersendiri, saat satu orang membutuhkan empat pohon untuk hidup, maka satu orang dan satu mesin ibarat membutuhkan delapan pohon. “Pengaturan sistem transportasi tidak boleh dipikir sepotong-sepotong, jalan bisa ditumpuk sampai sepuluh, tetapi bagaimana dengan permasalahan lain seperti polusi, pemborosan bahan bakar, infra struktur jalan, dll,” tambahnya. Sementara menurut Pakar Ilmu Politik FISIP Unair Dr.Siti Aminah,Dra.,M.Si, masalah kemacetan di Surabaya bukan hanya terkait dengan bertambahnya volume kendaraan yang didominasi kendaraan pribadi, melainkan juga kultur pengguna jalan. Ia mengatakan, perilaku egois di jalan raya seperti mendahulukan kepentingan daripada keselamatan, maupun perilaku tidak beradab yang tercermin dari diabaikannya aturan-aturan keselamatan berlalu lintas, juga menjadi masalah yang harus dipecahkan. “Bila Anda mengaku manusia modern, maka jadilah manusia yang beradab, tidak tergantung dari ada tidaknya polisi yang berdiri di pinggir jalan dan mengawasi perilaku berkendara Anda,” pesannya. Direktur Bina Sistem Transportasi Perkotaan Dr.
11
Elly A. Sinaga, M.Sc, yang juga hadir sebagai pembicara mengingatkan, Surabaya harus sudah selesai melakukan pembangunan transportasi pada 2014 mendatang, kalau tidak mau masalah menjadi semakin rumit. “Jika perlu diadakan bus-bus gratis di pusat-pusat kota, didukung kebijakan parkir yang akan membuat orang berpikir dua kali untuk menggunakan kendaraan pribadinya,” ujarnya. jalanan Surabaya tak sanggup tampung jumlah kendaraan (surya.co.id 27/11/10) by Arek Suroboyo on Saturday, November 27, 2010 at 4:06am Satu atau dua tahun ke depan, seluruh akses jalan (arus lalu lintas) di seluruh Kota Surabaya bakal tidak bisa bergerak sama sekali. Pasalnya, pertambahan jumlah kendaraan bermotor (Ranmor) yang dikeluarkan pabrikan tidak dibarengi dengan pelebaran dan penambahan akses jalan. Sesuai data yang dimiliki Satlantas Polrestabes Surabaya, jumlah panjang jalan di seluruh Surabaya hanya 2.096.690 meter atau 2.096,69 km saja. Namun jumlah ranmor mulai motor, truk, mobil angkutan dan mobil beban hingga September 2010 lalu sudah mencapai 3.895.061 unit. Jika semua kendaraan itu dijajar di jalan raya panjangnya bisa mencapai 10.923.543 m atau 10.923,5 km. Secara sederhana perbandingannya menjadi 1 meter jalan untuk 5 meter panjang kenda raan atau (1:5). Jumlah mobil penumpang kini sudah mencapai 553.429 dan panjangnya rata-rata 4,5 meter, maka hasilnya jika ditempatkan berderet mencapai 2.490. 430,5 meter atau 2.490 km. Begitu pula mobil beban (trailer atau truk besar), jumlahnya yang ada di data kepolisian mencapai 211.890 unit dan rata-rata panjangnya 10 meter. Total panjang mobil beban jika dijajar mencapai 2.118.900 meter. Sedang jumlah kendaraan truk yang ada jumlahnya sudah mencapai 6.841 unit dan panjang truk rata-rata 10 meter. Maka truk itu sendiri harus membutuhkan jalan sepanjang 68.410 meter. Jumlah sepeda motor kini
12
sudah tercatat sebanyak 3.122.901 unit dan masing-masing unit, panjangnya 2 meter. Jika panjang sepeda dikalikan dengan jumlah kendaraan maka hasilnya mencapai 6.245.802 meter atau 6.245 km. Seperti diketahui, pertambahan kendaraan bermotor di Surabaya sangat pesat. Setiap bulannya, sekitar 12.000 unit sepeda motor dan 3.000 mobil. Sedang kan setiap tahunnya diperkirakan jumlah sepeda motor yang masuk sebanyak 100.000 unit dan 30.000 mobil. “Pertambahan jumlah kendaraan juga mempengaruhi situasi arus lalu lintas di Surabaya,” tutur Kasat Lantas Polrestabes Surabaya AKBP Valentino Alfa Tatareda Sik, Jumat (26/11). Total kendaraan bermotor yang mencapai 10.923.543 meter dimungkinkan akan terjadi kemacetan yang parah atau tidak bisa berjalan sama sekali. Ruas jalan yang berpotensi macet total yakni Jl A Yani, Jl Raya Dharmo, Jl Diponegoro, Jl Mayjen Sungkono. Kemacetan juga mengancam ruas jalan tol Waru sampai dengan Tanjung Perak. “Jika tidak ada langkah strategis dalam mengantisipasi panjang jalan dan sistem transportasi umum di Surabaya, beberapa tahun ke depan dimungkinkan akan terja di kemacetan lalu lintas yang semakin parah,” ujar lulusan Akpol tahun 1994.
Dari Luar Kota Dijelaskannya, kendaraan yang beroperasional di Surabaya tidak hanya milik orang Surabaya saja. Namun kendaraan yang ada juga ditambah kendaraan dari luar kota yang berasal dari Sidoarjo, Gresik, Madura, daerah-daerah di Jatim dan luar Jatim. “Kalau ditambahkan jumlah kendaraan dari kota lain, sudah berapa kendaraan yang masuk ke Surabaya,” tukasnya. Ketidakseimbangan jumlah kendaraan dan panjang jalan akan memicu kemacetan yang luar biasa. Di Surabaya, jalan yang ada rata-rata dua sampai tiga lajur. Di Jl A Yani, Raya Darmo, Jl Urip Sumoharjo, Jl Diponegoro ada tiga lajur. Ketiga
13
lajur itu hampir penuh saat pagi hari dan sore hari (jam kerja). Lajur kanan dan tengah hampir dipenuhi dengan mobil dan lajur kiri sebagian dipenuhi angkutan umum dan motor. Jika diasumsikan apabila jumlah sepeda motor yang ada sebanyak 6.245.802: 4 = 1.550.000 meter (dua motor satu lajur dengan asumsi jalan dua lajur). Sedang jumlah kendaraan roda empat yang mencapai 4.700.000 : 2 = 2.350.000 meter (satu kendaraan satu lajur dengan asumsi jalan dua lajur). Maka total panjang jalan yang ada 3.900.000 meter, sedangkan panjang jalan hanya sekitar 2.096.690 meter. “Melihat dari data yang ada, panjang jalan di Kota Surabaya sudah tidak sebanding dengan jumlah kendaraan yang ada,” tutur Kasat Lantas Polrestabes Surabaya AKBP Valentino Tatareda, Jumat (26/11). Menurutnya, apabila diasumsikan hanya 2/3 dari jumlah kendaraan yang berope rasional di jalan raya, jumlahnya masih melebihi panjang jalan yang ada yaitu 2/3 dari 3.900.000 meter yakni 2.600.000 meter. Jika diasumsikan lagi separo dari jumlah kenda raan yang ada yang beroperasional di jalan raya jumlahnya mencapai 1.950.000 meter. Berarti 2.096.690 - 1.950.000 meter maka sisa jalan sepanjang 146.690 meter.“Paling satu sampai dua tahun ke depan sudah penuh,” jelasnya. Kepala Bappeko Hendro Gunawan beberapa kesempatan mengatakan Pemkot Sura baya telah telah merancang pembangunan frontage road (FR) di sisi timur dan barat Jalan A Yani. proyek yang pembebasan lahan telah dimulai sejak 2009 itu diharapkan tuntas tahun depan. Pembangunan FR diharapkan bisa mengurangi kepadatan arus lalulintas.mif
14
15