PRINSIP PARADIGMA AGEN DALAM MENJAMIN KEBERLANGSUNGAN HIDUP SISTEM Aradea1, Iping Supriana Suwardi2, Kridanto Surendro3 1
Teknik Informatika, Fakultas Teknik, Universitas Siliwangi Tasikmalaya 2,3 Sekolah Teknik Elektro dan Informatika, Institut Teknologi Bandung 1
[email protected], 2
[email protected], 3
[email protected]
Abstrak Setiap sistem memiliki siklus hidup yang akan menentukan keberlangsungan hidupnya. Hal ini sangat dipengaruhi oleh perubahan yang terjadi pada lingkungannya, dan bagaimana sistem tersebut dapat beradaptasi. Paradigm agen menawarkan suatu pendekatan, sebagai upaya menghindari berakhirnya hidup suatu sistem secara lebih cepat. Terdapat beragam metodologi yang dapat digunakan dalam pengembangan sistem berorientasi agen, beserta kelebihan dan kekurangannya. Ketepatan menspesifikasikan karakteristik kebutuhan dunia nyata dapat dijadikan target dalam menciptakan suatu konstruksi pendekatan yang sesuai bagi ketersediaan sistem yang berkualitas, termasuk dalam menjamin keberlangsungan hidupnya. Dalam makalah ini, dilakukan kajian dan analisis terhadap sejumlah pendekatan berbasis agen, untuk menentukan karakteristik yang dibutuhkan bagi terciptanya prinsip-prinsip dan pedoman pengembangan sistem. Permasalahan kasus sistem yang dibahas disini adalah kebutuhan pengembangan sistem manajemen pengetahuan. Pada akhir pembahasan kami mengusulkan suatu konsep, sebagai temuan awal untuk bahan diskusi dan penelitian lanjutan. Kata kunci : agen, multi-agent system, sistem adaptif, perubahan sistem, manajemen pengetahuan
1.
Pendahuluan
Suatu sistem akan dapat bertahan hidup, selama sistem tersebut dapat memenuhi kebtuhan penggunanya, namun jika tidak, maka hidup dari sistem tersebut telah berakhir. Hal ini senada dengan pendapat Nuseibeh [25], yaitu salah satu ukuran kesuksesan sebuah sistem adalah seberapa mampu sistem tersebut dapat memenuhi kebutuhan dari penggunanya. Pemenuhan kebutuhan pengguna sistem, berhubungan dengan sejauhmana komponenkomponen pembentuk sistem dipersiapkan untuk menjawab berbagi kemungkinan atas perubahan yang akan terjadi. Karena harus disadari bahwa lingkungan suatu sistem akan berubah sesuai siklus hidupnya, perubahan ini harus dikendalikan secara menyeluruh, dengan cara memasukan konsep kedalam evaluasi, analisis dan rancangan model [1]. Pendekatan sistem perlu mendefinisikan secara benar spesifikasi dan karakteristik dari sistem itu sendiri, entitas, layanan serta struktur pengetahuannya [20]. Selain itu, pengembangan suatu sistem perlu memperhatikan faktor waktu pengembangan dan fleksibilitas terhadap perubahan spesifikasi [33]. Paradigma agen sebagai metodologi rekayasa perangkat lunak, merupakan suatu pendekatan dalam upaya mengembangkan dan membangun sistem dengan menggunakan abstraksi
berorientasi agen secara alamiah, dengan memodelkan sebuah sistem kompleks seperti dunia nyata. Suatu sistem kompleks dapat dipandang terdiri dari subsistem-susbsistem atau agen, interaksi agen-agen, atau berprilaku seperti agen-agen didalam suatu organisasi [17]. Metodologi ini menjanjikan kemampuan untuk membangun sebuah sistem secara sangat fleksibel [7]. Namun, untuk memperoleh manfaat dari berbagai kelebihan yang dimiliki agen tersebut, perlu dilakukan suatu skenario yang tepat, terutama penterjemahan dari kebutuhan sistem sesuai dengan kebutuhan jangka panjang. Pada makalah ini akan dibahas strategi dalam mendefinisikan suatu kebutuhan sistem manajemen pengetahuan, dimana komponen pembentuk sistem diperoleh dari hasil pendefinisian karakteristik dasar sistem, sehingga prinsip utama dari kebutuhan sistem dapat dijadikan pedoman untuk menentukan keberlangsungan hidup sistem yang berlaku secara umum. 2.
Sistem Agen dan Multi Agen
Terdapat beragam pendapat mengenai definisi dari istilah agen, namun semua definisi sepakat bahwa agen pada dasarnya adalah sebuah komponen perangkat lunak khusus yang otonom, dapat menyediakan antarmuka yang interoperable,
berperilaku seperti agen manusia, bekerja untuk beberapa klien dalam mencapai agendanya. Jika sistem agen bekerja dalam suatu lingkungan dan berinteraksi dengan penggunanya, biasanya agen terdiri dari beberapa agen, yang disebut multi-agent systems (MAS). MAS dapat memodelkan sistem kompleks dan memperkenalkan agen-agen yang memiliki tujuan bersama. Agen-agen ini dapat berinteraksi satu sama lain baik secara tidak langsung (berinteraksi pada lingkungan) atau langsung (melalui komunikasi dan negosiasi) [3].
pengetahuan atau kepercayaan mengenai lingkungan sekitarnya. Untuk mencapai tujuannya, sebuah agen memerlukan pendapat dan pandangan mengenai lingkungan (termasuk prilaku agen lainnya). TABEL 1. METODOLOGI BERORIENTASI AGEN Perbandingan Metodologi Berorientasi Agen Metode
Gaia [35]
Roadmap [17]
OperA [12]
Tropos [5]
Gambar 1. Model sistem berbasis agen [16][2][25].
Oleh karena itu, agen adalah otonom, karena beroperasi tanpa intervensi langsung dari manusia, memiliki kontrol atas tindakan dan keadaan internalnya. Agen adalah sosial, karena mampu bekerja sama dengan manusia atau agen lainnya untuk mencapai tugasnya. Agen adalah reaktif, karena dapat memandang lingkungannya dan merespon secara tepat waktu terhadap perubahan yang terjadi pada lingkungan, dan agen adalah proaktif, karena tidak hanya bertindak untuk menanggapi lingkungannya saja, tetapi mampu menunjukkan perilaku yang diarahkan pada tujuan, dengan mengambil inisiatif [3]. Dengan demikian, agen selalu bertindak dalam rangka mencapai tujuan, dan agen bisa belajar menyesuaikan diri dengan lingkungannya, serta keinginan penggunanya. Gambar 1 adalah skema karakteristik model sistem berbasis agen. Sebuah agen didasarkan pada sekumpulan pengetahuan (beliefs, siqnificant knowledge). Dengan pengetahuan, agen mempunyai kemampuan beragumentasi (actions), agen dapat memutuskan sendiri dan kapan tindakan akan dilaksanakan (plans, and actions), agen memiliki tujuan yang jelas (well-define goal) yang disajikan oleh pengetahuan dan prilaku yang dimilikinya, yaitu kemampuan memberikan alasan berdasarkan pengetahuan. Menurut [36][11], sebuah agen memiliki sekumpulan tujuan dan kemampuan khusus untuk membentuk aktivitas-aktivitas, dan
Prometheus [26]
Message [7]
MASCommon KADS [14]
MaSE [11]
ARKnowD [27]
PASSI [10]
Model
Proses
Fokus
- Peran:Tanggung jawab, hakakses, aktivitas,protokol - Interaksi antar peran - Lingkungan: objek, batasan, asumsi, sumber ketakpastian, - Hirarki pengetahuan - Sosial : goal, peran, aturan - Interaksi adegan - Norma : peran dan interaksi - Ontologi - Aktor : peran - Goal : hard goals, soft goals - Rencana/ tugas : cara, aksi - Sumberdaya : entitas, informasi - Lingkungan : persepsi, aksi - Fungsionalitas : goal, fungsi - Skenarion aksi - Agen : software, orang, khusus - Kelompok agen, perilaku, relasi - Peran : peran - Kelas : agen - Sumberdaya - Agen:penalaran, sensor/ efektor, - Tugas : goal, dekomposisi goal - Pengetahuan - Koordinasi - Organisasi agen - Disain: platform
- Model agen - Mengembangkan model layanan - Mengembangkan model pengenalan
Merancang sistem agen secara organisasional. Penekanan aspek sosial dan sistem terbuka. Penggunaan AUML Pandangan sistem organisasi. Kebutuhan adaptasi lingkungan.
- Goal : tujuan, struktur, hirarki - Skenario aktivitas - Peran : tugas - Interaksi - Aktor : peran - Goal : hard goals, soft goals - Rencana/ tugas : cara, aksi - Sumberdaya : entitas, informasi - Domain : fungsional - Agen : atribut - Peran/ aturan : Tanggung jawab - Tugas
- Model agen - Mengembangkan model layanan - Mengembangkan model pengenalan - Membangun model organisasi - Membangun spesifikasi dan peran - Menentukan kebutuhan awal - Menganalisis & mendefinisikan kesenjangan - Merancang arsitektur sistem - Spesifikasi sistem - Merancang arsitektur sistem - Merancang detail sistem - Mendefinisikan peran - Menetapkan agen dan sumberdaya - Merancang tugas - Merancang interaksi tujuan - Menentukan fasilitas jaringan - Menentukan fasilitas pengetahuan - Koordinasi fasilitas - Arsitektur agen - Menangkap goal - Skenario use case - Merancang peran - Membuat kelas - Konstruksi komunikasi - Disain sistem - Interaksi stakeholder -Analisis organisasi - Analisis kebutuhan - Desain sistem - Spesifikasi kebutuhan - Agent society - Implementasi - Model kode - Penyebaran
Rekayasa sistem terdistribusi Penggunaan model i* Kemampu an praktis. Penggunaan UML Best practice rekayasa perangkat lunak agen. Penggunaan UML Pemilihan platform, rekayasa protokolo agen. Penggunaan MSC Disain sistem agen melalui siklus hidup software. Penggunaan UML Analisis abstraksi sistem organisasi. Penggunaan model i*, AORML Pendekatan sistem agen untuk robotik. Penggunaan UML
Dalam prakteknya, terdapat ragam metodologi dan bahasa dalam paradigma berorientasi agen ini, seperti dapat dilihat pada Tabel 1. Ketepatan pemilihan metodologi dan bahasa yang akan diadopsi dapat menentukan kesesuaian dari sistem. Penggabungan, modifikasi, atau perbaikan dari suatu pendekatan yang ada sangat dimungkinkan, bagi tercapainya pendekatan yang relevan dengan kebutuhan. Pada dasarnya peran dari semua metodologi tersebut adalah untuk membantu dan memudahkan pada semua tahapan siklus hidup sistem berbasis agen. Walaupun melalui usulan model yang berbeda-beda, secara umum memiliki persepsi yang sama, yaitu berusaha untuk memodelkan agen sebagai entitas otonom, serta bagaimana interaksi agen dalam lingkungannya. 3.
Sistem Manajemen Pengetahuan
Manajemen pengetahuan dapat didefinisikan sebagai sebuah proses pengumpulan informasi dalam jumlah besar, mengorganisasikannya menurut aturan tertentu, dan mendistribusikan informasi tersebut, sehingga informasi yang diterima adalah informasi yang tepat, untuk personal yang tepat dan pada waktu yang tepat [33]. Saat ini, manajemen pengetahuan telah menjadi tren yang dominan dalam bisnis organisasi [23]. Terdapat berbagai model bagi pengembangan suatu sistem manajemen pengetahuan, dimana kebutuhan pengguna dan lingkungannya akan mengalami siklus perubahan, hal ini terjadi sebagai bentuk pemenuhan tuntutan dan kompetisi lingkungan bisnis. Apabila ditinjau dari sisi kebutuhan untuk menganalisis, memahami, mengembangkan, serta mendokumentasikan bisnis dan komponen pembentuk manajemen pengetahuan, metodologi enterprise knowledge model (EKD) dapat diadopsi untuk mengekstrak kebutuhan tersebut. Pendekatan ini dapat digunakan untuk mendeskripsi bisnis, apa saja kebutuhan dan alasan untuk perubahan, caracara baru apa yang akan dikembangkan, apa saja alternatif yang harus dibuat untuk mencapai kebutuhan tersebut, serta kriteria dan argumen apa yang digunakan untuk mengevaluasi alternatif tersebut [8]. Berdasarkan hasil studi literatur [8][6][31], pemodelan melalui pendekatan EKD menghasilkan sejumlah sub-model, atau komponen dasar yang mewakili aspek-aspek pembentuk sistem manajemen pengetahuan, yaitu terdiri dari : Model goal : fokus pada deskripsi tujuan organisasi dan isu-isu yang berkaitan dengan pencapaiannya. Model konsep : digunakan untuk mendefinisikan hal-hal dan fenomena yang ditujukan kepada model lain, dapat bersifat tangible atau intangible. Model aturan bisnis : digunakan untuk mendefinisikan aturan bisnis yang konsisten dengan goal, aturan dapat membatasi goal, dan mengendalikan tindakan organisasi.
Model proses bisnis : dirancang untuk menganalisis proses interaksi, informasi dan material lainnya, serta proses bisnis yang harus dikenali, untuk dikelola sesuai dengan goal nya. Aktor dan model sumber daya : mendefinisikan jenis aktor dan sumber daya dalam aktivitas bisnis, menggambarkan perbedaan relasi aktor dan sumber daya, serta dengan model lainnya. Komponen teknis dan model kebutuhan : untuk menentukan seluruh struktur dan sifat sistem informasi yang akan mendukung aktivitas bisnis. 4.
Penelitian Terkait
Sebuah bidang penelitian cukup menarik telah tumbuh saat ini, yaitu manajemen pengetahuan berbasis agen. Karya-karya penelitian, yang dihasilkan berusaha untuk mengintegrasikan solusi manajemen pengetahuan melalui pendekatan sistem multi agen [1]. Namun disini kami membahas karya dengan arah kontribusi yang beruhubungan dengan upaya penanganan perubahan sistem. Dignum [12], mengusulkan pendekatan untuk merespon spesifikasi kebutuhan dari lingkungan sistem, pendekatan ini memberikan pemahaman membantu organisasi beradaptasi terhadap perubahan. Agen dikonstruksi mewakili manusia dalam domain model dan abstraksi organisasi, memungkinkan pemahaman terhadap kebutuhan perubahan proses bisnis dan menganalisis kebutuhan integrasi komponen lama dengan komponen baru, yang disebabkan oleh perubahan. Kontribusi yang diusulkan Dignum adalah pada aktivitas analisis, namun pendekatan ini tidak memiliki dukungan untuk kebutuhan aktivitas disain sistem secara rinci. Renata [28], mengusulkan pendekatan perubahan sistem, melalui pemahaman mendalam mengenai potensi organisasi, perilaku dan proses. Agen dirancang untuk mewakili sistem, manusia dan unit organisasi, serta melakukan analisis perilaku, motivasi, dan hubungannya, sehingga solusi perubahan dapat diusulkan sebelum sistem dikembangkan. Penelitian ini memberikan kontribusi lebih besar pada tahapan awal analisis, namun tidak membahas struktur dan sifat dari sistem informasi secara menyeluruh ketika terjadinya perubahan. Penelitian yang dilakukan Šaša [29], Jain [15], Rahman [27] dan Kamble [18], mengusulkan pendekatan sistem yang dapat dapat melakukan otomatisasi translasi pada proses data menjadi basis pengetahuan organisasi, melakukan integrasi, dan memiliki sifat interoperabilitas. Pengetahuan agen dirancang dengan menggunakan pengalaman/ kasus masa lalu agen, dengan pendekatan arsitektur berorientasi layanan. Sistem ini cukup interoperable dan adaptif terhadap lingkungan sistem terutama ragam platform, namun penelitian ini tidak membahas faktor analisis atas kemungkinan perubahan yang dapat terjadi, terutama yang dapat timbul dari kebutuhan pengembangan organisasi.
McGinnes [22], mengusulkan konsep independensi data sebagai struktur dasar pembentuk pengetahuan dalam organisasi. Entitas data dirancang dengan menerapkan meta-model, sehingga jika terjadi perubahan, misalnya penambahan entitas data baru, maka perubahan yang dilakukan tidak akan merubah struktur dari tabel-tabel pada database, dengan demikian level aplikasi pun tidak akan terjadi perubahan. Penelitian ini hanya terfokus pada penanganan perubahan yang disebabkan oleh kebutuhan perubahan yang berdampak pada perubahan data, sementara faktor pemenuhan kebutuhan pengguna dan organisasi secara rinci tidak dibahas dalam penelitian ini. Beydoun dkk. [4], mengusulkan mekanisme identifikasi ontology yang tepat untuk pengembangan sistem. Diawali dengan menetapkan ontology melalui pemodelan sistem berdasarkan kebutuhan awal. Kemudian mengevaluasi kesamaan semantic antara ontology dan domain ontology dalam repositori. Penelitian ini menggunakan ontology untuk interoperabilitas sistem dan penggunaan kembali ontology yang relevan untuk aplikasi tertentu, termasuk sistem multi agen. Namun dalam penelitian ini tidak dibahas, bagaimana jika sistem membutuhkan lebih dari satu ontology, atau ontology yang memiliki cakupan sistem yang lebih besar, termasuk perubahannya. Wang, dkk [34], mengusulkan sistem terbuka untuk lingkungan dinamis. Konsep goal tree digunakan saat sistem melakukan penyesuaian, setiap inisial agen merupakan rangkaian goal yang menyesuaikan sumber daya sistem dan lingkungan saat ini melalui suatu seleksi algoritma. Setiap rangkaian goal diatur untuk menghasilkan rangkaian goal baru secara real-time. Namun, penelitian ini tidak menjelaskan bagaimana mendefinisikan model goal dari kebutuhan lingkungan dunia nyata, hanya terfokus pada teknis merancang konsep goal tree, dan basis pengetahuan. Sniezynski [30], mengusulkan sistem agen untuk kebutuhan adaptasi sistem. Agen memiliki tanggung jawab mengawasi dan memutuskan layanan apa yang harus dipilih untuk interoperation. Agen dapat belajar strategi untuk memilih layanan secara otonom menggunakan metode supervised learning. sehingga agen dapat menghasilkan strategi adaptasi arsitektur layanan pada perubahan kondisi. Penelitian membahas kebutuhan interoperabilitas, namun tidak membahas bagaimana jika perubahan terjadi pada unsur lainnya yang berhubungan dengan perubahan pada proses, data, tujuan bisnis, dll. 5.
Konsep Pengembangan Sistem
Terdapat beberapa kriteria dimana suatu sistem dapat memiliki perilaku adaptif didalam merespon perubahan. Menurut Cheng [9], kriteria jaminan untuk suatu sistem adaptif, dapat digolongkan berdasarkan kebutuhan fungsional dan non-
fungsional. Didalam kebutuhan fungsional, adaptasi sistem harus dapat mengatasi perubahan kebutuhan atau lingkungan yang dapat mempengaruhi perilaku eksternal, sehingga menyebabkan perubahan internal. Selain itu rekasi terhadap perubahaan kebutuhan pengguna dan kebutuhan konfigurasi sistem yang mengarah pada adaptasi perilaku untuk mengakomodasi kebutuhan baru. Kebutuhan fungsional harus mempertimbangkan konteks sistem dan asumsi eksplisit perilakunya, serta menyediakan sarana untuk merubah cara sistem dalam memenuhi kebutuhan fungsionalnya. Hal penting lainnya adalah mengantisipasi faktor ketidakpastian lingkungan. Sementara itu, kriteria jaminan sistem adaptif berdasarkan kebutuhan non-fungsional, berhubungan dengan faktor seperti keamanan, perlindungan, ketersediaan, kepercayaan, performasi dan kegunaan. Faktor-faktor tersebut dapat memiliki atribut-atribut yang dipetakan kedalam sifat-sifat adaptasi, untuk dilakukan pengukuran bahwa kriteria tersebut memenuhi kebutuhan adaptasi sistem. Berdasarkan kriteria tersebut dapat dirumuskan kebutuhan komponen-komponen dasar sistem, sehingga menjadi bagian utama dari sebuah sistem adapatif. Namun kajian tersebut tidak dibahas secara rinci pada makalah ini, tetapi dibahas pada makalah kami yang lain. Disini kami fokus pada pembahasan kebutuhan kasus sistem manajemen pengetahuan. Berdasarkan komponen dasar pembentuk sistem manajemen pengetahuan pada bagian 3 makalah ini, bila dilihat dari setiap kriteria yang ada, pada intinya seluruh komponen tersebut berfokus pada goal, dan bagaimana goal tersebut dapat tercapai melalui dukungan komponen-komponen yang lainnya. Begitu juga dengan metodologi agen yang ditunjukan pada Tabel 1, mayoritas pendekatan yang digunakan berorientasi pada goal. Dengan demikian, prinsip dalam mengantisipasi berbagai kemungkinan perubahan, dapat dipetakan seperti pada Tabel 2. Apabila dikaji lebih rinci, komponen sistem manajemen pengetahuan yang dipetakan terhadap kriteria kebutuhan sistem adaptif agen, disana terdapat hubungan berbagai aktor dan pencapaian goal melalui dukungan interaksi komponenkomponen lainnya. Kondisi ini memunculkan suatu pandangan bahwa aktor tidak begitu saja menjalankan aturan atau prosedur, namun mereka lebih dahulu memiliki kesadaran akan adanya goal personal atau kelompok, baru kemudian timbul intentionality untuk melakukan aksi yang sesuai ditengah suasana yang tidak terstruktur, misalnya situasi perubahan [20]. Dalam memahami situasi sistem, diperlukan cara untuk menangkap dan merepresentasikan pengetahuan mengenai domain, menggambarkan situasi bisnis secara menyeluruh, juga memasukkan kerjasama antara aktor dan goal. Dalam menggambarkan situasi tersebut, goal berfungsi sebagai sumber motivasi dari setiap intentionality yang diwujudkan dalam aksi/ prosedur yang terjadi di dalam situasi sistem [20].
TABEL 2. PRINSIP PENGEMBANGAN SISTEM AGEN Prinsip Pengembangan Sistem Agen Sub-model
Deskripsi
Kebutuhan
Goal
Tujuan, isu pencapaian dan perubahan goal
Mendefinisikan kriteria dan subjektifitas goal
Konsep
Bersifat tangible dan intangible
Aturan Bisnis
Aturan main pencapaian goal
Memahami dan mengidentifikasi fenomena sistem Menentukan alternatif kemungkinan yang terjadi
Proses Bisnis
Kegiatan, proses interaksi dan kebutuhan proses
Aktor dan sumber daya
Jenis aktor, sumber daya dan relasinya
Komponen teknis dan kebutuhan
Data, proses dan antarmuka
Menetapkan cara penyelesaian tugas sebagai solusi Mengkategorikan jenis aktor dan ketersediaan sumber dayanya Memformalisasi konsep data, proses dan antarmuka
Target
Tingkat kepuasan goal utk kebutuhan adaptasi Spesifikasi perubahan lingkungan Relasi goal dan berbagai alternatif adapatasi Skenario tugas, operasi, fungsi atas kebutuhan adaptasi Relasi aktor, ketersediaan dan perubahan sumber daya Fungsi generik dan perilaku yang dapat dipanggil ulang
Perspektif intensional dapat digunakan untuk pemahaman terhadap kebutuhan sistem, terutama bagaimana mengetahui adanya kebutuhan khusus dalam sebuah domain, dan mempersiapkan kebutuhan untuk menghadapi perubahan di masa depan [13]. Bila dihubungkan dengan kriteria sistem adaptif menurut Cheng [9], model intensional ini juga telah mempertimbangkan kebutuhan non fungsional, sehingga dapat dipastikan semua kebutuhan fungsional dan non fungsional dapat tercakup [21]. Terinspirasi dari pendekatan modeldriven architetcture (MDA), kami mengusulkan konsep arsitektur sistem dibagi kedalam tiga abstraksi, seperti dapat dilihat pada Gambar 2. Abstraksi pertama adalah rancangan kebutuhan model, dimana kebutuhan sistem didefinisikan berdasarkan perspektif intensional. Berdasarkan Tabel III, pendekatan berorientasi goal sistem agen dapat dimodelkan dengan menggunakan beberapa bahasa pemodelan, diantaranya model i*, KAOS, FLAGS, RELAX, F3, EKD, Goal Based Workflow, Object Modelling, dll. Penggabungan, modifikasi atau perbaikan dari setiap bahasa yang ada dapat dilakukan guna mencapai tujuan tingkatan abstraksi ini, yaitu, menangkap semua kebutuhan sistem, aturan bisnis dan sub-model lainnya menjadi suatu meta model, termasuk kemampuan dalam memprediksi kemungkinan atas perubahan. Abstraksi kedua adalah rancangan model agen, yaitu mengabstraksikan rincian teknis dan proses transformasi untuk mengkonversi notasi dari meta model, sehingga dapat menunjukan tingkat independensi yang memungkinkan pemetaan pada berbagai platform. Pada tingkatan ini peran dari setiap agen dipetakan dari abstraksi rancangan kebutuhan model, dengan mempertimbangkan kemampuan adaptasi. Terdapat beberapa tools yang
dapat digunakan pada tingkatan ini, diantaranya AOR Agent Diagram, AUML, Tropos Diagram, UML Diagram, dll. Abstraksi ketiga adalah rancangan spesifikasi model, merupakan spesifikasi model agen atas kebutuhan platform independen, melalui rincian yang berkaitan dengan penggunaan dan bagaimana sistem menggunakan jenis platform tertentu. Tools yang dapat digunakan adalah UML Metamodel. Teknologi yang dapat diadopsi diantaranya JMS, JEE, Web Services, WSDL, BPEL, XML Schema, melalui pemetaan kode dengan Java/ J2EE mapping, .NET mapping dan CORBA mapping. Dan saat ini terdapat beberapa kakas pemrograman yang dapat digunakan, seperti JADE, JADEX, Jason, Netlog, JACK, dll.
Gambar 2. Kerangka utama model.
Model ini merupakan temuan awal, sebagai suatu studi pendahuluan, dan masih memerlukan kajian lebih mendalam. Model ini dapat dijadikan sebagai teori dan pedoman awal dalam mengatasi kebutuhan penyediaan fleksibilitas suatu sistem, manfaat visibilitas awal dari sudut pandang intensional dan implementasi proses yang bertahap, serta kombinasi otomatisasi dan pengujian yang berulang akan memberikan manfaat efektifitas sistem secara keseluruhan dari waktu ke waktu, termasuk kebutuhan dalam penanganan perubahan. 6.
Kesimpulan
Keberlangsungan hidup sistem ditentukan oleh seberapa mampu sistem tersebut beradaptasi dengan perubahan. Paradigma agen melalui karakteristik yang dimilikinnya, serta pendekatan yang tepat, dapat dimanfaatkan guna menjawab kebutuhan tersebut. Aktivitas pengembangan sistem yang direkomendasikan dalam makalah ini, diawali dengan menangkap karakteristik dan sub-model/ komponen dasar dari sistem yang akan dikembangkan, setelah itu pemilihan pendekatan yang disesuaikan dengan karakteristik dari komponen dasar tersebut. Pada contoh kasus, goal-
oriented approach ditetapkan sebagai pendekatan, sehingga dari sana dapat ditentukan prinsip dasar sebagai pedoman bagi kemampuan agen. Dalam pendekatan tersebut, kami menambahkan pentingnya penggunaan perspektif intensional yang dapat memandu dalam memahami suatu domain dan kebutuhan perubahan. Pendekatan MDA menjadi inspirasi dalam menentukan tahapan pengembangan sistem, dimana siklus hidup sistem dapat secara berkesinambungan disesuaikan dengan perubahan dan adaptasi lingkungannya. Model yang diusulkan ini, merupakan langkah awal kami dalam melihat berbagai alternatif solusi untuk kebutuhan pengembangan sistem adaptif. Langkah berikutnya adalah melakukan penelitian lanjutan, dengan mengkaji secara mendalam pada setiap tahapan aktivitas model, guna memperoleh spesifikasi sistem yang terperinci dan relevan dengan permasalahan.
[15] Jain P. et. al., 2011, Knowledge Management System
[16]
[17]
[18]
[19]
[20]
[21]
[22]
Daftar Pustaka: [1]
[2]
[3]
[4]
[5]
[6]
[7]
[8]
[9]
[10]
[11]
[12]
[13]
[14]
Aradea, Supriana I., Surendro K., 2014, An overview of multi agent system approach in knowledge management model, International Conference on Information Technology Systems and Innovation ITB Azhari and Hartati S., 2005, Overview metodologi rekayasa pernagkat lunak berorientasi agen, Prosiding SNATI, Yogyakarta. Bellifemine F., Caire G., and Greenwood D., 2007, Developing multi-agent systems with JADE, John Wiley & Sons, Ltd., England. Beydoun G., et. al., 2014, Identification of ontologies to support information systems development, International Journal of IS, 46, pp. 45–60. Bresciani, P., et. al., 2004, Tropos: An AgentOriented Software Development Methodology. International Journal of Autonomous Agents and Multi Agent Systems, 8(3):203–236. Bubenko J. R., et. al., 2001, User guide of the knowledge management approach using enterprise knowledge patterns, IST Programme. KTH, Sweden. Caire G. at.al., 2001, Agent oriented analysis using MESSAGE/UML. 2nd International Wokshop On Agent Oriented SE, Springer-Verlag, pp 119-135. Castillo L. and Cazarini E., 2014, Integrated model for implementation and development of KM, KM Research & Practice, 12, 145–160. Cheng B., Eder K. I., Perini A., 2014, Using models at runtime to address assurance for self-adaptive systems, LNCS 8378, pp. 101–136, Springer. Cossentino, M. dan Colin Potts, 2002, A CASE Tool Supported Methodology for the Design of Multi-agent System, Proc. SERP., USA. De Loach, et. al, 2001, Multiagent systems engineering, The International Journal of Software Engineering and KE, Vol. 11 (3), pp. 231-258. Dignum V., 2004, A model for organizational interaction: based on agents, founded in logic”. PhD thesis, Utrecht University, The Netherlands. Eric Y., et. al., 2011, Social Modeling for Requirements Engineering: An Introduction. Social Modeling for Requirements Engineering. MIT Press. Iglesias, C. A., et. al., 1999, A Survey of AgentOriented Methodologies. Intelligent Agents V: Agents Theories, Architectures and Languages, volume 1555, pages 317–330. Springer-Verlag.
[23]
[24]
[25]
[26]
[27] [28]
[29] [30]
[31]
[32]
[33] [34]
[35]
[36]
Design Using Extended GAIA, International Journal of Computer Networks Communications,Vol.3, No.1. Jennings N. R., 2001, An agent-based approach for building complex software systems, Communication of the ACM, 44(4), pp35-41. Juan T., et. al., 2002, ROADMAP: Extending the gaia methodology for complex open systems. International Conference on Autonomous Agents and MAS. ACM. Kamble D. R., 2013, Architectural Review On Multi Agent Knowledge Management, International Journal of Scientific and Technology Research, vol. 2, Iss. 6. M. De Santo, et. al., 2011, Knowledge Based Service Systems, Proceedings of Naples Forum on Service Science. Maria V.,et.al., 2009, Comparing GORE Frameworks : iStar and KAOS. Ibero-American Workshop of Engineering of Requirements. Chile. Mathiassen L., et. al., 2004, Managing Requirements Engineering Risks: An Analysis And Synthesis Of The Literature. Helsinki School of Economics, Finland. McGinnes S. and Kapros E., 2014, Conceptual independence : A design principle for the construction of adaptive information systems, International Journal of IS, 47, pp. 33–50. Miled B., et. al., 2009, A comparison of km approaches based on multi-agent systems, Fifth International Conference on Signal Image Technology and Internet Based Systems, IEEE. Nuseibeh, et. al., 2000, Requirements Engineering : A Roadmap. Proceedings of the Conference on The Future of Software Engineering. Padgham L. et. al., 2002, Prometheus: a methodology for developing intelligent agents, Third International Workshop on Agent-Oriented Software Engineering. Padgham, L. et. al., 2002, Prometheus: A Pragmatic Methodology for Engineering Intelligent Agents. In Proceedings of the workshop on Agent-oriented methodologies at OOPSLA’02, Seattle, USA. Rahman S. A., et. al., 2012, Multi Agent KM Architecture, Journal of SE & Applications, pp33-40. Renata S., 2006, Agent-oriented Constructivist Knowledge Management, PhD Thesis Series, No. 0678, Center for Telematics and Information Technology, University of Twente, The Netherlands. Šaša A. and Krisper M., 2011, Ontology-Based KM in Service-Oriented Systems, JIOS, vol. 35, no. 1. Sniezynski B., 2014, Agent-based adaptation system for service-oriented architectures using supervised learning, International Conference on Computational Science, Volume 29, Pages 1057–1067. Stirna J., et. al., 2007, Participative enterprise modelling : experiences and recommendations. In Advanced Information Systems Engineering: 19th International Conference, Berlin, 2007. Supriana I., Leylia M., 2014, Konsepsi pengembangan sistem informasi dengan dukungan sistem inteligen, Prosiding KNSI. Supriana I., Wachidah, 2005, Knowledge management at glance, KNSI, Bandung. Wang T., et. al., 2012, A goal-driven self-adaptive software ayatem design framework based on agent, ICAPIE Organization, Published by Elsevier. Wooldridge M., et. al., 2000, The GAIA methodology for agent-oriented analysis and design. Journal of Autonomous Agents and MAS, 3(3):285–312. Wooldrige M., 2002, An Introduction to Multiagent Systems, John Willey & Sons Ltd, The Atrium, Chicheter, West Susex, England.