PREVENTIVE MAINTENANCE SYSTEM DENGAN CONSEQUENCE DRIVEN MAINTENANCE TERHADAP KEANDALAN MESIN SEBAGAI SOLUSI PENURUNAN BIAYA MAINTENANCE Imam Sodikin, Endang Widuri Asih, dan Heru Setiawan Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri Institut Sains & Teknologi AKPRIND Jl. Kalisahak 28 Komplek Balapan, Yogyakarta 55222 ABSTRACT Madukismo Sugar Factory as a company which has agricultural industry with the main products is sugar. One of the factors to support the production activity in the company is the preparation of machines production. To get it, the company needs a good treatment system. In this case, the objects of the research are the component of critical machines that are roll machine I, roll machine II, and roll machine IV. Consequence Driven Maintenance (CDM) as a continual treatment system which has a preventively purpose to decrease the damage and to increase the repair. The measurement of the CDM succession in the maintenance work can be knew in the ratio grade of Gross Production Hours (GPH) that is a total production time and down time which is a total time needed to doing e treatment such as LDT (Logistic Delay Time), and ADT (Administrative Delay Time). Ideally more time available more product that can be produced. According to analysis result of the average preventive treatment, roll machine I has 1.27 hours, roll machine II has 1.33 hours, and roll machine IV has 1.11 hours. The average of the corrective treatment, roll machine I has 1.19 hours, roll machine II has 1.11 hours, and roll machine IV has 1.21 hours. The reliability value of roll machine I is 82 %, roll machine II is 91 %, and roll machine IV is 93 %. From the review and calculation with CDM, the result is the percentage of production time reach over 90 % which get from comparison between percentage of down time and machine production time. It means that the review and calculation of CDM is good. Total cost real treatment for the milling machine equal to Rp 80.433.800 and total cost treatment result of calculation equal to Rp 71.829.479,4. Is so that got by decreasing cost equal to Rp 8.604.320,6. Keywords: preventive maintenance, consequence driven maintenance, downtime INTISARI PG. Madukismo sebagai salah satu perusahaan yang bergerak dibidang industri pertanian dengan hasil utamanya berupa gula. Salah satu hal yang mendukung kelancaran kegiatan operasi pada suatu perusahaan adalah kesiapan mesin-mesin produksi dalam melaksanakan tugasnya,untuk mencapai hal tersebut diperlukan adanya sistem perawatan yang baik. Obyek yang diteliti adalah komponen mesin kritis yaitu mesin giling I, mesin giling II, mesin giling IV. Consequence Driven Maintenance (CDM) merupakan suatu sistem perawatan yang berkesinambungan yang tujuannya secara preventive meminimalkan kerusakan dan percepatan perbaikan. Pengukuran keberhasilan CDM pada kinerja maintenance dapat diketahui pada tingkat rasio Gross Production Hours (GPH) yaitu jumlah jam produksi yang ada dan downtime yaitu jumlah waktu yang diperlukan untuk perawatan yang meliputi LDT = Logistic Delay Time (waktu tunggu logistik), ADT = Administrative Delay Time (waktu tunggu administrasi). Pada idealnya semakin banyak jam mesin yang tersedia maka semakin banyak produk yang dihasilkan. Berdasarkan hasil analisis, waktu rata-rata perawatan preventive mesin giling I 1,27 jam, mesin giling II 1,33 jam, mesin giling IV 1,25 jam. Waktu rata-rata perawatan corrective mesin giling I 1,19 jam, mesin giling II 1,11 jam, mesin giling IV 1,21 jam. Nilai Reliability mesin giling I 82 %, mesin giling II 91 %, mesin giling IV 93 %. Dari kajian dan perhitungan dengan CDM yang diperoleh dengan membandingkan antara prosentase downtime dan jam produksi mesin, didapat prosentase jam produksi mesin mencapai di atas 90%, hal ini berarti kajian dan pengukuran mengenai CDM berjalan baik. Total biaya perawatan sesungguhnya untuk mesin giling sebesar Rp 80.433.800 dan total biaya perawatan hasil perhitungan sebesar Rp 71.829.479,4. Sehingga didapat penurunan biaya sebesar Rp 8.604.320,6. Kata kunci: preventive maintenance, consequence driven maintenance, downtime PENDAHULUAN Pelayanan yang maksimal harus diberikan oleh suatu perusahaan agar kebutuhan konsumen terpenuhi dan mereka merasa puas terhadap pelayanan yang diberikan. Salah satu hal yang mendukung kelancaran kegiatan operasi pada suatu perusahaan adalah kesiapan mesin-mesin 202
produksi dalam melaksanakan tugasnya, untuk mencapai hal tersebut diperlukan adanya sistem perawatan yang baik. PG. Madukismo merupakan perusahaan yang memproduksi gula. Proses produksinya berjalan terus-menerus (proses kontinu). Proses produksi yang bersifat kontinu sangat bergantung pada keberadaan, kondisi dan kesiapan mesin-mesin produksi. Pada PG. Madukismo, khususnya di bagian instalasi, ada lima mesin giling yang prosesnya secara berurutan dari mesin giling satu sampai mesin giling lima. Semua mesin PG Madukismo adalah mesin kritis karena kerusakan salah satu mesin dapat menyebabkan terhentinya suatau proses. Akan tetapi dari lima mesin tersebut ada tiga mesin yang dikategorikan sebagai mesin kritis yaitu mesin giling I, mesin giling II dan mesin giling IV karena mesin tersebut sering mengalami kerusakan dibandingkan dengan mesin lain. Kerusakan atau ketidakmampuan mesin saat akan digunakan akan berpengaruh secara luas dan dapat mengakibatkan tertundanya proses produksi yang pada akhirnya perusahaan akan mengalami kerugian. Berdasarkan permasalahan di atas dan perkembangan tersebut, maka perawatan mesin PG. Madukismo sangat diperlukan untuk menghindari terganggunya proses produksi sehingga tidak terjadi pemborosan waktu atau biaya. Penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut: 1. Menentukan nilai keandalan mesin giling I, II, IV. 2. Menentukan selang waktu pelaksanaan perawatan, baik perawatan korektif maupun perawatan preventif. 3. Menentukan tingkat keberhasilan Consequence Driven Maintenance. 4. Menurunkan biaya perawatan. Menurut Gaspersz (1994), perawatan (maintenance) merupakan suatu kegiatan yang diarahkan pada tujuan untuk menjamin kelangsungan fungsional suatu sistem produksi sehingga dari sistem itu dapat diharapkan menghasilkan out put sesuai dengan yang dikehendaki. Pada dasarnya terdapat dua prinsip utama sistem perawatan yaitu: 1. Menekan (memperpendek) periode kerusakan (break down period) sampai batas minimum dengan mempertimbangkan aspek ekonomis. 2. Menghindari kerusakan (break down) tidak terencana, kerusakan tiba-tiba. Dalam sistem perawatan terdapat dua kegiatan pokok yang berkaitan dengan tindakan perawatan, yaitu: 1. Perawatan yang bersifat preventif Perawatan ini dimaksudkan untuk menjaga keadaan peralatan sebelum peralatan itu menjadi rusak. Pada dasarnya yang dilakukan untuk mencegah timbulnya kerusakan-kerusakan yang tidak diduga dan menentukan keadaan yang dapat menyebabkan fasilitas produksi mengalami kerusakan pada waktu digunakan dalam proses operasi. 2. Perawatan yang bersifat korektif Perawatan ini dimaksudkan untuk memperbaiki peralatan yang rusak. Pada dasarnya aktivitas yang dilakukan adalah pemeliharaan dan perawatan yang dilakukan setelah terjadinya suatu kerusakan atau kelainan pada mesin tersebut. Perawatan korektif dapat juga didefinisikan sebagai perbaikan yang dilakukan karena adanya kerusakan yang dapat terjadi akibat tidak dilakukannya perawatan preventif maupun telah dilakukan perawatan preventif tapi sampai pada suatu waktu tertentu fasilitas dan peralatan tersebut tetap rusak. Jadi dalam hal ini, kegiatan perawatan sifatnya hanya menunggu sampai terjadi kerusakan, baru kemudian diperbaiki atau dibetulkan. Macam-macam perawatan berdasarkan tingkat perawatannya digolongkan menjadi tiga tingkatan, yaitu: 1. Perawatan tingkat ringan Bersifat preventif, yang dilaksanakan untuk mempertahankan sistem dalam keadaan siap operasi dengan cara sistematis dan periodik memberikan inspeksi, deteksi dan pencegahan awal. 2. Perawatan tingkat sedang Bersifat korektif, dilaksanakan untuk mengembalikan dan memulihkan sistem dalam keadaan siap dengan memberikan perbaikan atas kerusakan yang telah menyebabkan merosotnya tingkat keandalan. 3. Perawatan tingkat berat Bersifat restorative, dilaksanakan pada sistem yang memerlukan “major overhaul” atau suatu pembangunan lengkap yang meliputi assembling, membuat suku cadang, modifikasi, testing serta reklamasi sesuai dengan keperluannya. Secara umum perawatan mempunyai tujuan-tujuan sebagai berikut: (Mustofa, 1998) 1. Memungkin tercapainya mutu produksi dan kepuasan pelanggan melalui penyesuaian, pelayanan dan pengoperasian mesin. 2. Memaksimalkan umur kegunaan dari sistem. 3. Menjaga agar sistem aman dan mencegah perkembangan gangguan keamanan. 203
4. Meminimalkan biaya produksi total secara langsung dapat dihubungkan dengan service dan perbaikan 5. Memaksimalkan produksi dari sumber-sumber yang ada. 6. Meminimalkan frekuensi dan kuatnya gangguan terhadap proses operasi. 7. Menyiapkan personil, fasilitas dan metodenya. 8. Agar mampu mengerjakan tugas-tugas perawatan. Laju kerusakan adalah kecepatan perpindahan dimana kerusakan terjadi pada suatu saat tertentu atau interval waktu tertentu, dapat juga diistilahkan kerusakan per jam (λ), laju kerusakan dirumuskan sebagai berikut: (Benjamin, 1995) λ=
f t
………………….....................…..…….(1)
Keterangan: λ : laju kerusakan f : jumlah kerusakan yang terjadi t : waktu Operasi keseluruhan Reliability adalah probabilitas bekerjanya suatu alat atau sistem sesuai dengan fungsi dalam periode tertentu dan dalam operasi tertentu (Gaspers,1998). Adapun fungsi keandalan R(t) adalah: R(t) = 1-F(t) ………….......................……………….(2) Keterangan: F(t) = peluang bahwa sistem akan gagal atau rusak pada waktu t atau fungsi ketidakhandalan atau distribusi fungsi kerusakan. Maintainability adalah probabilitas mesin yang mengalami kerusakan dapat dioperasikan kembali dalam suatu selang downtime tertentu. Maintainability dapat didefinisikan juga sebagai kemampuan suatu peralatan atau mesin untuk dipelihara dimana perawatan merupakan serangkaian tindakan yang diambil untuk mempertahankan atau memperbaiki mesin sehingga mesin dalam kondisi siap pakai (Gaspers,1998). Perhitungan-perhitungan dalam maintainability antara lain adalah: a. Mean Time Between Maintenance (MTBM) Mean Time Between Maintenance merupakan waktu rata-rata di antara perawatan yang meliputi kebutuhan perawatan terjadwal (preventive) dan perawatan tidak terjadwal (corrective). Dapat dirumuskan: MTBM = fpt
Total waktu operasi Frekuensi pemeliharaan 1 − (λ × MTBM ) = MTBM
……….....................………..………….(3) ………….....................……..………….(4)
Keterangan: λ = laju kerusakan fpt = laju perawatan preventif −
b. Rata–rata perawatan corrective ( M ct) Rata–rata perawatan corrective merupakan waktu rata-rata perawatan korektif. Hal ini meliputi serangkaian tindakan untuk memperbaiki atau mengembalikan kondisi sistem tersebut untuk dapat beroperasi sepenuhnya. Dapat dirumuskan: −
( M ct) =
total waktu ker usakan total ker usakan
……………………………..…………….(5)
−
Rata–rata perawatan preventive ( M pt) Rata–rata perawatan preventive merupakan waktu rata-rata untuk melakukan perawatan terjadwal. Dapat dirumuskan: −
( M pt) =
total waktu perawa tan total perawa tan
………………..................…..………….(6)
−
Rata–rata waktu perawatan aktif ( M ) 204
Rata–rata waktu perawatan aktif merupakan rata–rata lintas waktu yang diperbolehkan untuk melaksanakan perawatan terjadwal dan tidak terjadwal namun tidak meliputi waktu tunda logistic dan administrasi. Dapat dirumuskan: −
(M ) =
(λ × M ct )+ ( fpt × M pt ) (λ +
fpt )
………………………..………………….(7)
Keterangan:
M ct : Waktu rata–rata perawatan corective M pt : Waktu rata–rata perawatan preventive
λ : laju kerusakan c. Rata-rata Down Time (MDT) Rata-rata Down Time merupakan total waktu dimana mesin mengalami downtime (jumlah waktu untuk melaksanakan perawatan) dalam pelaksanaan perawatan. MDT termasuk Mean Active Maintenance −
( M ), Logistik Delay Time (LDT) dan Administrative delay time (ADT). Nilai rata-rata dihitung dari lintas waktu tiap fungsi dan frekuensi yang terkait (sama dengan pendekatan yang digunakan dalam −
perawatan M ). Dapat dirumuskan: MDT = M + LDT + ADT ………........………..………….(8) Keterangan: LDT : Logistic delay time (waktu yang diperlukan beberapa saat untuk menunggu logistik pada sumber penghasilan seperti pencatatan data perawatan, prioritas penugasan personil, pemogokan tenaga kerja, hambatan organisasi, dan sebagainya). ADT : Administrative delay time (bahwa downtime suatu pekerjaan perawatan diperpanjang sebagai akibat menuggu suku cadang (karena sedang dipesan), menunggu adanya item dari peralatan pengujian, menunggu untuk pengangkutan, menunggu kosongnya tempat fasilitas yang digunakan dan dibutuhkan untuk pelaksanaan perawatan. Ketersediaan suatu sistem atau peralatan adalah kemampuan sistem atau peralatan tersebut dapat beroperasi secara memuaskan pada saat tepat pada waktunya dan pada keadaan yang telah ditentukan. Dapat juga dikatakan sebagai suatu konsep yang berhubungan dengan probabilitas suatu peralatan untuk melakukan suatu operasi pada kondisi tertentu dan dalam suatu periode tertentu (Gaspers,1998). Adapun perhitungan tingkat availability dalam hubungannya dengan tipe downtime dapat dibedakan menjadi: 1. Inherent Availability (Ai) Probabilitas suatu sistem atau alat jika digunakan dalam kondisi tertentu dalam lingkungan yang ideal (yaitu tersedia peralatan, suku cadang, personil teknisi) akan beroperasi secara memuaskan pada periode tertentu, tidak termasuk perawatan preventif, waktu administrasi dan penundaan waktu logistik. Dapat dirumuskan: Ai =
MTBF MTBF + M ct
………………………………..………….(9)
Keterangan: MTBF : Mean Time Between Failure
M ct : Waktu rata–rata perawatan corrective 2. Achieved Availability (Aa) Secara umum definisinya sama dengan inherent availability, hanya dalam hal ini dimasukkan waktu perawatan preventif. Sehingga achieved availability dapat dirumuskan: Aa =
MTBM MTBM + M
…………………………….…..……….(10)
Keterangan: MTBM : Mean Time Between Maintenance
M
: Waktu rata-rata perawatan aktif 205
3. Operasional Availability (Ao) Probabilitas suatu sistem atau peralatan jika digunakan di bawah kondisi yang telah ditetapkan dalam lingkungan operasi yang sebenarnya (actual) akan beroperasi secara memuaskan jika diperlukan untuk segera operasi. Operasional Availability dinyatakan dalam: Ao =
MTBM MTBM + MDT
………………………………………….(11)
Keterangan: MDT : Mean Maintenance Down Time Consequence Driven Maintenance (CDM) merupakan suatu sistem strategi perawatan yang berkesinambungan yang tujuannya secara preventive meminimalkan kerusakan dan percepatan perbaikan. CDM disebut juga sebagai perawatan proaktif yang menuntut keterlibatan seluruh aspek dalam perusahaan. Sebagaimana perawatan pada umumnya, perawatan CDM juga bekerja berdasarkan kondisi yang terjadi yang meliputi langkah perawatan pencegahan (preventive maintenance) dan perawatan perbaikan (corrective maintenance). Perawatan pencegahan sebagai perawatan terencana meliputi kegiatan schedule (penjadwalan) terdiri dari kegiatan pembersihan dan service, perawatan prediktif dengan melakukan inspeksi dan kegiatan monitoring. Perawatan perbaikan meliputi kegiatan perbaikan kerusakan dan penggantian terhadap komponen yang rusak. Pada kondisi kerusakan yang besar dilakukan perawatan luar biasa (extraordinary maintenance). Secara sederhana CDM dapat digambarkan sebagai berikut: PDCA = plan, do, check, action Inventarisasi kerusakan
Pilot Line
komunikasi PDCA
Tentukan maintenance dan production staff
Inventarisasi aktifitas maintenance
Tetapkan strategi pada tiap kerusakan
Gambar 1. Proses CDM (Sumber: Singgih, 2001) Penerapan perawatan melalui system CDM selanjutnya adalah CI (Continous Improvement) yang memiliki arti sebagai langkah perbaikan perawatan yang terus menerus. Alat yang digunakan dalam CI adalah PCDA (Plan-Do-Check-Action) atau lebih dikenal dengan Deming Wheel: 1. Plan berarti adalah bagian dari obyek perawatan atau mesin yang berhasil diidentifikasi sebagai suatu kerusakan sehingga perlu dilakukan perencanaan seperti pelaksanaanya ataupun suku cadang yang diperlukan. 2. Do berarti aktifitas pelaksanaan perawatan yaitu tentang apa saja yang dikerjakan untuk melakukan perawatan dan dilakukan infentarisasi aktifitas perawatan pada kerusakan. 3. Check mengacu pada pengevaluasian data atau hasil yang diperoleh setelah pengimplementasian antara target dan hasil yang nyata. 4. Action berarti perbaikan yang telah dilakukan melalui perawatan akan dicatat sebagai prosedur baru tentang perawatan kerusakan yang diterapkan bila terjadi hal yang sama. Pengukuran keberhasilan CDM pada kinerja maintenance dapat diketahui pada tingkat rasio Gross Production Hours (GPH) yaitu jumlah jam produksi yang ada dan downtime yaitu jumlah waktu yang 206
diperlukan untuk perawatan yang meliputi LDT = Logistic Delay Time (waktu tunggu logistik), ADT = Administrative Delay Time (waktu tunggu administrasi). Pada idealnya semakin banyak jam mesin yang tersedia maka semakin banyak kapasitas yang dihasilkan. Biaya perawatan total terdiri dari biaya perawatan pencegahan dan biaya perawatan korektif. Biaya perawatan dapat ditentukan setelah diketahui biaya tetap (gaji teknisi) dan biaya variabel (biaya perbaikan atau penggantian komponen). Gaji teknisi merupakan gaji karyawan pada bagian perawatan mesin dan biaya penggantian komponen yang diperoleh dengan menjumlahkan seluruh biaya perbaikan dalam satu periode. Biaya perawatan korektif selain dari penggantian elemen– elemen pembantu mesin, adalah biaya pelumasan dan biaya pemberian grease (Suharto, 1991). Perhitungan biaya perawatan adalah sebagai berikut:
⎡ 0,75 × N C ⎤ + ⎥ × Χ1 ……………………………...(12) t⎦ ⎣ 195,5
a. Biaya pelumasan
= ⎢
Keterangan: X 1 = Harga minyak pelumas (Rp/liter) N = Daya output engine (Hp) C = Capasitas Carter oli = 0,5 × N (Liter) t = Periode penggantian carter oli (jam)
−4
b. Biaya Grease = 0,5 × 10 × N × X 2 ………………………………………………….(13) Keterangan: X 2 = Harga Grease (Rp/liter) N = Daya output engine (Hp)
HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Dari data perawatam preventive dan corrective digunakan untuk menentukan reliability, maintainability serta availability yang kemudian dikaji dan dihitung dengan CDM. Biaya yang dikeluarkan untuk perawatan diperoleh dari penjumlahan biaya tenaga kerja, biaya material serta biaya pelumasan dan grease. Dari hasil perhitungan nilai parameter Reliability selama periode Mei sampai Agustus 2007 tiap mesin memiliki nilai yang berbeda. a. Mesin Giling I Selama operasi mesin 2261 jam terdapat perawatan corective sebanyak 18 kali dan perawatan preventive sebanyak 10 kali. Dari perhitungan keandalan mesin yang ada diperoleh nilai laju kerusakan λ = 0,0079 kerusakan/jam. Nilai Reliability sebesar 82%. Waktu rata-rata perawatan preventive sebesar 1,27 jam, waktu rata-rata perawatan corrective sebesar 1,19 jam dan waktu rata-rata di antara kerusakan sebesar 126,58 jam berarti ratarata mesin akan mengalami kerusakan setelah beroperasi selama 126,58 jam. b. Mesin Giling II Selama operasi mesin 2275 jam terdapat perawatan corective sebanyak 9 kali dan perawatan preventive sebanyak 9 kali. Dari perhitungan keandalan mesin yang ada diperoleh nilai laju kerusakan λ = 0,0039 kerusakan/jam. Nilai Reliability sebesar 91%. Waktu rata-rata perawatan preventive sebesar 1,33 jam, waktu rata-rata perawatan corrective sebesar 1,11 jam dan waktu rata-rata di antara kerusakan sebesar 256,41 jam berarti rata-rata mesin akan mengalami kerusakan setelah beroperasi selama 256,41 jam. c. Mesin Giling IV Selama operasi mesin 2280.25 jam terdapat perawatan corective sebanyak 7 kali dan perawatan preventive sebanyak 8 kali. Dari perhitungan keandalan mesin yang ada diperoleh nilai laju kerusakan λ = 0,0030 kerusakan/jam. Nilai Reliability sebesar 93%. Waktu rata-rata perawatan preventive sebesar 1,25 jam, waktu rata-rata perawatan corrective sebesar 1,21 jam dan waktu rata-rata di antara kerusakan sebesar 333,33 jam berarti rata-rata mesin akan mengalami kerusakan setelah beroperasi selama 333,33 jam. 2. Berdasarkan hasil analisis Maintainability tiap mesin memiliki nilai yang berbeda seperti pada tabel 1 berikut ini.
207
Tabel 1: Hasil perhitungan Mesin Giling MTBM I 80,75 II 126,38 IV 152,01
Maintainability mesin giling I, II, IV Mct Mpt M MDT 1,19 1,27 1,21 1,56 1,11 1,33 1,17 1,55 1,21 1,25 1,23 1,64
3. Dari hasil perhitungan Availability, penggambaran tingkat probabilitas kesiapan suatu mesin untuk digunakan (Availability) ditampilkan pada tabel 2. Tabel 2: Hasil perhitungan parameter Availability mesin giling I, II, IV Mesin Giling Ai(%) Aa(%) Ao (%) I 0,990 0,985 0,981 II 0,995 0,990 0,987 IV 0,996 0,991 0,989 Dari tabel di atas terlihat bahwa secara umum tingkat Availability bernilai di atas 90%. Tingkat kesiapan operasi sebagai tingkat kesiapan nyata sistem dapat ditingkatkan dengan memperkecil waktu tunda akibat kegiatan administrasi dan kegiatan penyediaan fasilitas pendukung perawatan, sehingga dengan nilai hasil Availability dapat digunakan untuk menilai dan meningkatkan kinerja sumber daya perawatan yang ada misal dengan menambah kemampuan operator maintenance. 4. Consequence Driven Maintenance Consequence Driven Maintenance merupakan suatu sistem strategi perawatan yang berkesinambungan yang tujuannya secara preventive meminimalkan kerusakan dan percepatan perbaikan. CDM disebut juga sebagai perawatan proaktif yang menuntut keterlibatan seluruh aspek dalam perusahaan. Sebagaimana perawatan pada umumnya, perawatan CDM juga bekerja berdasarkan kondisi yang terjadi yang meliputi langkah perawatan pencegahan (preventive maintenance) dan perawatan perbaikan (corrective maintenance). Perawatan pencegahan sebagai perawatan terencana meliputi kegiatan schedule (penjadwalan) terdiri dari kegiatan pembersihan dan service, perawatan prediktif dengan melakukan inspeksi dan kegiatan monitoring. Perawatan perbaikan meliputi kegiatan perbaikan kerusakan dan penggantian terhadap komponen yang rusak. Pilot line didefinisikan sebagai jenis mesin produksi yang ada antara lain mesin giling. Inventarisasi kerusakan, inventarisasi aktifitas maintenance dan strategi sudah dijalankan. Sehingga pada tabel kerusakan inventarisasi mesin dan aktifitas maintenance sudah ada. Untuk penetapan strategi perawatan masih terbatas pada langkah-langkah pelaksanaan maintenance. Maintenance staff meliputi teknisi, mandor jaga. Production staff meliputi engineering produksi, tenaga kerja, ditambah sekretaris. PDCA (plan, do, check, action) sebagai langkah pelaksanaan CDM yang berfungsi menyatukan informasi pelaksanaan produksi dan perawatan. Plan merupakan langkah inventarisasi kerusakan mesin. Sudah dilakukan dengan membukukan waktu dan jenis kerusakan tiap mesin dalam buku laporan tiap shiftnya. Do merupakan langkah pelaksanaan perawatan seperti perbaikan kerusakan tiap mesin. Telah dilakukan oleh operator mekanik maupun engineer. Kedua aktifitas ini telah dilaksanakan dan dibukukan sebagai laporan. Check mengacu pada pengevaluasian data yang diperoleh selama proses perawatan berlangsung. Aktifitas ini dilakukan sebatas laporan dan inspeksi langsung apakah perbaikan berhasil atau tidak. Action sebagai langkah pencatatan prosedur standar yang baru dan diterapkan bila terjadi hal yang sama. Hal ini sudah dilakukan tetapi pada garis besarnya saja tidak secara detail menginformasikan tentang kerusakan maupun perbaikan. Hal terpenting dalam PDCA adalah komunikasi antar semua pihak dalam perusahaan meliputi pimpinan, staf perawatan, teknisi dan tenaga kerja termasuk keamanan. Komunikasi sudah berjalan berupa instruksi, arahan, atau data antar elemen perusahaan melalui pelatihan dan rapat koordinatif. Hasil perhitungan rasio antara downtime dengan jam operasi mesin giling I, mesin giling II, mesin giling IV dapat dilihat pada Tabel 3 sampai Tabel 5. Tabel 3: Rasio downtime dan jam operasi (GPH) mesin giling I Bulan Total downtime (jam) GPH (jam) Rasio % Downtime Mei 4,5 404 0,0111 1,11 Juni 15,5 529 0,0293 2,93 Juli 15,75 712 0,0221 2,21 Agustus 8,5 616 0,0137 1,37 208
Tabel 4: Rasio downtime dan jam operasi (GPH) mesin giling II Bulan Total downtime (jam) GPH (jam) Rasio % Downtime Mei 3,5 405 0,0086 0,86 Juni 11,75 532,75 0,0220 2,20 Juli 11,5 716,25 0,0160 1,60 Agustus 3,5 621 0,0056 0,56 Tabel 5: Rasio downtime dan jam operasi (GPH) mesin giling IV Bulan Total downtime (jam) GPH (jam) Rasio % Downtime Mei 3,5 405 0,0086 0,86 Juni 11,5 533 0,0215 2,15 Juli 8 719,75 0,0111 1,11 Agustus 2 622,5 0,0032 0,32 Idealnya semakin kecil downtime maka waktu produksi akan semakin banyak jika dilihat dari prosentase maka jam produksi (production hours) pada tiap bulan untuk tiap mesin sebagai berikut: Tabel 6: Nilai prosentase downtime dan jam produksi mesin giling I Bulan % Downtime % Jam Produksi Mei 1,11 98,89 Juni 2,93 97,07 Juli 2,21 97,79 Agustus 1,37 98,63 Tabel 7. Nilai prosentase downtime dan jam produksi mesin giling II Bulan % Downtime % Jam Produksi Mei 0,86 99,14 Juni 2,20 97,8 Juli 1,60 98,4 Agustus 0,56 99,44 Tabel 8: Nilai prosentase downtime dan jam produksi mesin giling IV Bulan % Downtime % Jam Produksi Mei 0,86 99,14 Juni 2,15 97,85 Juli 1,11 98,89 Agustus 0,32 99,68 Biaya perawatan mesin merupakan biaya yang timbul akibat adanya proses perawatan. Penentuan biaya perawatan ini didasarkan pada jumlah biaya tetap (Fixed Cost) atau gaji teknisi dan biaya variabel (Variable Cost) atau biaya penggantian komponen. Perhitungan biaya perawatan sebagai berikut: 1. Biaya perawatan sesungguhnya Tabel 9: Biaya perawatan mesin giling I Bulan
Fixed Cost (FC)
Variabel Cost (VC) Rp 218.450
Rp 2.018.450
Juni
Rp 1.800.000 Rp 1.800.000
Rp 1.492.600
Rp 3.292.600
Juli
Rp 1.800.000
Rp 17.227.850
Rp 19.027.850
Agustus
Rp 1.800.000
Rp 949.450
Rp 2.749.450
Mei
Total Biaya
FC + VC
Rp 27.088.350
209
Tabel 10: Biaya perawatan mesin giling II Bulan
Fixed Cost (FC)
Variabel Cost (VC)
Mei
Rp 1.800.000
Rp 427.600
Rp 2.227.600
Juni
Rp 1.800.000
Rp 1.852.850
Rp 3.652.850
Juli
Rp 1.800.000
Rp 17.334.750
Rp 19.134.750
Agustus
Rp 1.800.000
Rp 174.250
Rp 1.947.250
Total Biaya
FC + VC
Rp 26.962.450
Tabel 11: Biaya perawatan mesin giling IV Bulan
Fixed Cost (FC)
Variabel Cost (VC)
Mei
Rp 1.800.000
Rp 68.800
Rp 1.868.800
Juni
Rp 1.800.000
Rp 1.122.200
Rp 2.922.200
Juli
Rp 1.800.000
Rp 17.393.350
Rp 19.193.350
Agustus
Rp 1.800.000
Rp 598.650
Rp 2.398.650
Total Biaya
FC + VC
Rp 26.383.000
2. Biaya perawatan hasil perhitungan
⎡ 0,75 × N C ⎤ + ⎥ × Χ1 t⎦ ⎣ 195,5
a. Biaya pelumasan = ⎢
Keterangan: X 1 = Harga minyak pelumas (Rp11.300/liter) N = Daya output engine (75Hp) C = Capasitas Carter oli = 0,5 × N (Liter) t = Periode penggantian carter oli (1500jam) Biaya pelumasan untuk mesin giling I, mesin giling II, mesin giling IV adalah sebagai berikut: Biaya pelumasan
⎡ 0,75 × N C ⎤ + ⎥ × Χ1 t⎦ ⎣ 195,5 ⎡ 0,75 × 75 0,5 × 75 ⎤ = ⎢ + × 11300 1500 ⎥⎦ ⎣ 195,5 = ⎢
= (0,287 + 0,025) × 11300 = Rp 3525,6 /jam b. Biaya Grease
= 0,5 × 10
−4
× N × X2
Keterangan: X 2 = Harga Grease (Rp18.000/liter) N = Daya output engine (75Hp) Biaya pelumasan untuk mesin giling I, mesin giling II, mesin giling IV adalah sebagai berikut: Biaya Grease
= 0,5 × 10
−4
× N × X2
−4
= 0,5 × 10 × 75 × 18000 = Rp 67,5 /jam Biaya pelumasan dan biaya grease untuk mesin giling I, mesin giling II, mesin giling IV sama dikarenakan pada mesin giling mempunyai proses yang sama serta daya output engine, kapasitas carter oli dan periode penggantian yang sama yang berbeda adalah jam operasinya. Dari biaya pelumasan dan biaya grease maka dapat diketahui total biaya material untuk masing–masing mesin sebagai berikut: 210
1. Total biaya material mesin giling I = (Biaya pelumasan + biaya grease) × total jam operasi = (Rp 3525,6 + Rp 67,5) × 2261 = Rp 2593,1 × 2261 = Rp 5.862.999,1 2. Total biaya material mesin giling II = (Biaya pelumasan + biaya grease) × total jam operasi = (Rp 3525,6 + Rp 67,5) × 2275 = Rp 2593,1 × 2275 = Rp 5.899.302,5 3. Total biaya material mesin giling IV = (Biaya pelumasan + biaya grease) × total jam operasi = (Rp 3525,6 + Rp 67,5) × 2280.25 = Rp 2593,1 × 2280.25 = Rp 5.912.916,275 5. Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh perbandingan biaya perawatan sesungguhnya (yang dikeluarkan perusahaan) untuk mesin giling I sebesar Rp 27.088.350, mesin giling II sebesar Rp 26.962.450, mesin giling IV Rp 26.383.000. Biaya perawatan tersebut meliputi biaya tetap yaitu gaji teknisi ditambah dengan biaya variabel meliputi biaya penggantian komponen masing–masing mesin. Sehingga total biaya perawatan untuk mesin giling sebesar Rp 80.433.800. Sedangkan biaya perawatan hasil perhitungan untuk mesin giling I sebesar Rp 23.830.879,8 mesin giling II sebesar Rp 23.975.104,5 mesin giling IV Rp 24.023.495,1. Sehingga total biaya perawatan hasil perhitungan Rp 71.829.479,4. KESIMPULAN Berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Nilai keandalan mesin giling II dan mesin giling IV termasuk besar karena dapat mencapai 90% sedangkan untuk mesin giling I perlu ditingkatkan agar mesin mampu untuk melaksanakan fungsinya. 2. Mesin giling I waktu rata-rata perawatan preventive sebesar 1,27 jam dan waktu rata-rata perawatan corrective sebesar 1,19 jam. Mesin giling II waktu rata-rata perawatan preventive sebesar 1,33 jam dan waktu rata-rata perawatan corrective sebesar 1,11 jam. Mesin Giling IV waktu rata-rata perawatan preventive sebesar 1,25 jam dan waktu rata-rata perawatan corrective sebesar 1,21 jam. 3. Pengukuran keberhasilan Consequence Driven Maintenance pada kinerja maintenance dapat diketahui pada tingkat rasio Gross Production Hours yaitu jumlah jam produksi yang ada dan downtime yaitu jumlah waktu yang diperlukan untuk perawatan yang meliputi Logistic Delay Time dan Administrative Delay Time. Pada idealnya semakin banyak jam produksi yang tersedia maka semakin banyak produk yang dihasilkan. Dari pengolahan data dapat diketahui bahwa prosentase jam produksi mesin giling I, mesin giling II, mesin giling IV dapat mencapai di atas 90% hal ini menunjukkan bahwa tingkat efisiensi jam mesin semakin baik dalam kurun waktu tiga bulan terakhir. Berdasarkan kajian dan perhitungan dengan Consequence Driven Maintenance maka dapat dikategorikan baik. 4. Biaya perawatan mesin giling meliputi biaya tetap yaitu gaji teknisi dan biaya variable yaitu biaya penggantian tiap komponen. Dari pengolahan data didapat biaya perawatan sesungguhnya sebesar Rp 80.433.800 dan biaya perawatan hasil perhitungan sebesar Rp 71.829.479,4. Sehingga didapat penurunan biaya sebesar Rp 80.433.800-Rp 71.829.479,4 = Rp 8.604.320,6. DAFTAR PUSTAKA Benjamin. S. B, 1995, Maintainability: A key to Effective Serviceability And Maintenance Management, A Willey-Interscience Publication New York. Fara. K, Veni Megawati, 2001, Jurnal TMIP, Yogyakarta. Gasperz, V., 1998, Analisa Sistem Terapan Berdasarkan Pendekatan Teknik Industri, Edisi Pertama, Tarsono, Bandung. Mustofa, A , 1998. Teknik Manajemen Perawatan Industri. Suharto, 1991, Manajemen Perawatan Mesin, PT Rineka Cipta, Anggota IKAPI, Jakarta.
211