Prevalensi Sindrom Stevens-Johnson Akibat Antiretroviral pada Pasien Rawat Inap di RSUP Dr. Hasan Sadikin Nurmilah Maelani*, Irna Sufiawati**, Hartati Purbo Darmadji***
*Student of Dental Faculty, Padjadjaran University, Bandung ** Department of Oral Medicine, Faculty of Dentistry, Padjadjaran University, Bandung *** Department of Skin and Genital, Dr. Hasan Sadikin General Hospital, Bandung Stevens-Johnson syndrome is a mucocutaneous disease caused by allergic drug eruption. Antiretroviral (ARV) therapy for HIV/AIDS patient may cause allergic drug eruption such as StevensJohnson Syndrome. The aim of this research was to find out the prevalence of Stevens-Johnson Syndrome caused by ARV in hospitalize patient at Dr. Hasan Sadikin General Hospital Bandung from January to December 2008. It was a descriptive research by taking the secondary data from patient’s medical record. The result of this research showed that from 20 Stevens-Johnson Syndrome patients, 12 persons of them (60%) are men. Most of the patients were between the age of 20-29 (45%). Oral manifestation of StevensJohnson Syndrome seen in 100% Stevens-Johnson Syndrome patients. Prevalence of Stevens-Johnson Syndrome caused by ARV was 28,6% which seen in 8 HIV/AIDS patients. ARV combination consist of nevirapine, lamivudine, and zidovudine was the most (50,0%) ARV which suspected causing StevensJohnson Syndrome. The conclusion of this research showed that the prevalence of Stevens Johnson Syndrome caused by ARV in hospitalize patient at Dr. Hasan Sadikin General Hospital Bandung 2008 was 28,6% seen in 8 HIV/AIDS patients. Keyword : ARV-Sindrom Stevens-Johnson, Sindrom Stevens-Johnson
PENDAHULUAN
Stevens Johnson Syndrome (SJS) merupakan reaksi hipersensitivitas kompleks imun pada mukokutan yang paling sering disebabkan oleh obat-obatan dan lebih sedikit oleh infeksi. Stevens Johnson Syndrome ditandai dengan cepatnya perluasan ruam makula, sering dengan lesi target atipikal (datar, irreguler), dan keterlibatan lebih dari satu mukosa (rongga mulut, konjungtiva, dan genital).1,2 Salah satu obat penyebab SJS adalah antiretroviral (ARV) yang diberikan untuk terapi infeksi Human Imunodeficiency Virus (HIV)/ Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS).
Pada penelitian Ananworanich, et al., nevirapine menyebabkan 2 pasien yang terinfeksi HIV menderita Stevens Johnson Syndrome.3 Nevirapine adalah non-nucleoside reverse transcriptase inhibitor yang digunakan dalam kombinasi dengan obat antiretroviral lain untuk pengobatan infeksi HIV.4 Kelainan mukokutan seperti Stevens Johnson Syndrome dapat muncul pertama-tama di dalam mulut, dan tindakan dini dapat mencegah keterlibatan kulit lebih lanjut.5 Dokter gigi dapat mengambil peran utama dalam mengidentifikasi pasien dengan drug-induced oral ulcers dan memfasilitasi pengobatan dan perawatan pasien.6 Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi mengenai prevalensi Stevens Johnson Syndrome akibat obat antiretroviral pada pasien rawat inap di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung periode Januari-Desember 2008.
BAHAN DAN CARA Bahan penelitian ini adalah semua catatan medis di dalam Rekam Medis morbiditas pasien rawat inap dengan kode ICD L51.1 dan L51.2, dimana kode ICD L51.1 adalah kode resmi dari WHO untuk diagnosa bullous dan kode ICD L51.2 adalah kode resmi dari WHO untuk diagnosa Toxic Epidermal Necrolysis di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung pada tanggal 1 Januari sampai 31 Desember 2008. Penelitian bersifat deskriptif retrospektif yang menggambarkan prevalensi Stevens Johnson Syndrome akibat antiretroviral di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung Periode Januari-Desember 2008 yang dilakukan berdasarkan data sekunder yaitu data medis pasien yang sesuai dengan variabel penelitian, yaitu Stevens Johnson Syndrome dan antiretroviral.
HASIL Berdasarkan hasil penelitian diperoleh 38 pasien dari data rekam medis morbiditas pasien rawat inap dengan diagnosa Bollous dan Toxic Epidermal Necrolysis di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung tahun 2008.
Tabel 1. Distribusi Jumlah Pasien dengan Diagnosa Bollous dan Toxic Epidermal Necrolysis Berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung Tahun 2008. Usia (tahun) 0-9 10-19 20-29 30-39 40-49 50-59 > 60 Jumlah
Jenis Kelamin L P 2 4 2 6 9 3 5 0 1 1 1 0 2 2 22 16
Total
Jumlah (%) 15,8 21,1 31,6 13,1 5,3 2,6 10,5 100,0
6 8 12 5 2 1 4 38
Pada Tabel 1 di atas menunjukkan prevalensi Stevens Johnson Syndrome terbesar berdasarkan usia pasien adalah 20 - 29 tahun sebanyak 12 orang (31,6%), sedangkan prevalensi terendah pada usia 50 - 59 tahun yaitu sebanyak 1 orang (2,6%).
Tabel 2. Tabulasi Silang Distribusi Diagnosa Bullous dan Toxic Epidermal Necrolysis Berdasarkan Jenis Kelamin di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung pada Tahun 2008. Diagnosa SJS SJS + TEN TEN Fixed Drug Eruption Jumlah
L 12 5 2 3 22
Jenis Kelamin % P 31,6 8 13,1 3 5,3 4 7,9 1 57,9 16
% 21,1 7,9 10,5 2,6 42,1
Keterangan : SJS = Stevens-Johnson Syndrome TEN = Toxic Epidermal Necrolysis SJS + TEN = Stevens-Johnson Syndrome overlapping Toxic Epidermal Necrolysis
Jumlah Total % 20 52,6 8 21,1 6 15,8 4 10,5 38 100,0
Distribusi berdasarkan diagnose Bullous dan Toxic Epidermal Necrolysis pada tahun 2008, diagnosa paling banyak adalah SJS yaitu 20 orang (52,6%) (Gambar 1), selain itu dijumpai pula SJS + TEN sebanyak 8 orang (21,1%).
Tabel 3. Distribusi Manifestasi Stevens Johnson Syndrome Berdasarkan Lokasi Predileksi Lokasi lesi SSJ Mata Kulit Genital Oral
Jumlah 20 20 7 20
% 100,0 100,0 35,0 100,0
Pada Tabel 3 diatas tampak bahwa semua pasien Sindrom Stevens-Johnson mempunyai tanda-tanda klinis pada oral, mata, dan kulit sebesar 100% (Gambar 1, 2, dan 3), sedangkan pada genital hanya sebesar 35%.
Tabel 4. Distribusi Manifestasi Sindrom Stevens-Johnson Overlap Toxic Epidermal Necrolysis Berdasarkan Lokasi Predileksi Lokasi Mata Kulit Genital Oral
Jumlah 8 8 4 8
% 100 100 50 100
Tabel 4 menunjukkan bahwa semua pasien Sindrom Stevens-Johnson overlap Toxic Epidermal Necrolysis memiliki tanda-tanda klinis pada oral, mata dan kulit, sedangkan pada genital sebesar 50%.
Gambar 1. Manifestasi SJS e.c. suspek Neviral pada rongga mulut (oral) pasien laki-laki berusia 52 tahun.
Gambar 2. Manifestasi SJS e.c. suspek Efavirenz pada mata pasien laki-laki berusia 36 tahun.
Gambar 3. Manifestasi SJS e.c. suspek Neviral pada kulit pasien laki-laki berusia 52 tahun.
Tabel 5. Persentase Pasien Stevens Johnson Syndrome dan Stevens Johnson Syndrome Overlap Toxic Epidermal Necrolysis Berdasarkan Etiologi Obat. Kelompok Obat yang Diduga Menjadi Penyebab ARV Non ARV Jumlah
Jumlah
(%)
8 20 28
28,6 71,4 100,0
Tabel 5 memperlihatkan prevalensi pasien Sindrom Stevens-Johnson sebesar 28,6% yang diduga disebabkan ARV.
Tabel 6. Jenis ARV yang Diduga Menjadi Penyebab pada Pasien Sindrom Stevens-Johnson yang Menderita HIV. Jenis Obat Efavirenz Nevirapine Nevirapine + Lamivudin + Stavudin Neviral (Nevirapine) + Duviral (Lamivudin + Zidovudin) Jumlah
Jumlah 1 1 2 4 8
(%) 12,5 12,5 25,0 50,0 100,0
Keterangan : - Neviral adalah salah satu nama dagang dari Nevirapine - Duviral adalah salah satu nama dagang dari kombinasi Lamivudin + Zidovudin - Efavirenz dan Nevirapine merupakan golongan NNRTI - Lamivudin, Stsvudin dan Zidovudin merupakan golongan NRTI
Berdasarkan Tablel 6 di atas, Stevens Johnson Syndrome paling banyak dijumpai pada pasien yang diberi terapi kombinasi Neviral dan Duviral yaitu sebanyak pada 4 orang (50,0%).
Pembahasan Selama penelitian ini dilakukan, didapatkan 38 pasien dari data morbiditas pasien rawat inap RSUP Dr. Hasan sadikin Bandung tahun 2008, didapatkan diagnosa Stevens Johnson Syndrome sebanyak 20 orang (52,6%) dan SJS + TEN sebanyak 8 orang (21,1%). Hasil penelitian ini menunjukkan prevalensi yang lebih besar jika dibandingkan dengan penelitian lain.
Pada penelitian Noel, et al., dari 56 pasien, sebanyak 15% menderita SJS, sedangkan ruam makulopapular sebanyak 35%.7 Penelitian lain ata-rata insidensi SJS di Spanyol adalah 1–2 kasus per sejuta populasi.8 Literatur menunjukkan bahwa berdasarkan jenis kelamin, perbandingan antara pria dan wanita penderita SJS adalah 2:1.9 Hasil penelitian ini menunjukkan hasil yang sama bahwa predileksi SJS pada pria lebih banyak daripada wanita. Seperti terlihat pada Tabel 2, diagnosa SJS pada tahun 2008 di RSHS menunjukkan pasien yang berjenis kelamin laki-laki dijumpai sebanyak 12 orang (31,6%) lebih banyak daripada wanita sebanyak 8 orang (21,1%). Dari 20 pasien yang menderita SJS, usia 20 – 29 tahun memiliki prevalensi paling banyak yaitu 9 orang (45%). Insidensi SJS berdasarkan usia pada penelitian ini tidak jauh berbeda dengan penelitian terdahulu di berbagai negara. Menurut Parillo, et al., di Philadelpia rata-rata umur penderita SJS adalah 20 - 40 tahun, walaupun pernah dilaporkan penderita anak berumur 3 bulan.10 Hasil penelitian Noel, et al. juga tidak jauh berbeda, dilaporkan bahwa rata-rata umur penderita SJS di India adalah 21 - 40 tahun.11 Hasil penelitian mengenai prevalensi obat ARV sebagai penyebab SJS sebesar 28,6%. Antiretroviral yang memiliki prevalensi paling besar adalah kombinasi nevirapine, lamivudine, dan zidovudine yang dijumpai pada 4 orang (50 %). Menurut Meechan and Seymour , nevirapine (NVP) dan efavirenz (EFV) dapat menyebabkan Stevens Johnson Syndrome, sedangkan zidovudine dapat menyebabkan pembengkakan bibir dan lidah.12 Telah dilaporkan 19 kasus SJS dan TEN akibat terapi nevirapine kepada US Food and Drug Administration sejak nevirapine disetujui pada bulan Juni 1996. Risiko reaksi mukokutan yang berat sehubungan dengan terapi nevirapine pada orang yang terinfeksi HIV muncul menjadi kasus tertinggi diantara obat lain.13 Penelitian fagot, et al., memperlihatkan 15 orang dari 18 orang yang terinfeksi HIV didiagnosa
SJS yang diakibatkan nevirapine.14 Peneliti dari Uganda melaporkan 2 kasus SJS yang terjadi pada seorang ibu dan anak laki-lakinya berumur 8 tahun, keduanya menggunakan nevirapine dikombinasikan dengan stavudine dan lamivudine.15 Toksisitas utama pada rejimen ARV lini-pertama pada kombinasi zidovudine, lamivudine, nevirapine, serta kombinasi stavudine, lamivudine, dan nevirapine yaitu ruam kulit berat karena nevirapine (tidak mengancam jiwa yaitu tanpa pustula dan tidak mengenai mukosa), ganti NVP dengan EFV, sedangkan ruam kulit berat yang mengancam jiwa (Sindrom StevensJohnson) karena NVP, ganti NVP dengan PI. Rejimen ARV lini-kedua bagi orang dewasa yang terinfeksi HIV/AIDS bila dijumpai kegagalan terapi pada rejimen lini-pertama yaitu kegagalan atas: d4T atau AZT + 3TC + NVP atau EFV diganti dengan: TDF (tenofovir disoproxil fumarate) atau ABC + ddI + LPV (abacavir + didanosine + lopinavir) atau SQV (saquinavir). Mengganti obat dari golongan NNRTI tergantung dari alasan menghentikannya, misalnya dalam kasus toksisitas berat atau fatal, maka seluruh obat dihentikan secara bersamaan. NVP dapat menimbulkan ruam kulit maupun hepatotoksisitas masing-masing dengan insidensi yang tinggi. Hal tersebut membuat NVP kurang sesuai untuk terapi orang yang terinfeksi HIV/AIDS yang telah mendapat obat lain yang juga hepatotoksik ataupun ruam kulit, atau keduanya. Seorang pasien yang mengalami ruam berat akibat NVP perlu segera menghentikan obat tersebut dan tidak boleh diganti dengan EFV. Pasien yang pernah mengalami ruam ringan akibat NVP dapat diganti dengan EFV, tetapi tetap berisiko untuk mengalami ruam yang sama. Dalam kasus kegagalan rejimen lini pertama yang mengandung NNRTI (NVP atau EFV), penggantian antara kedua obat ini tidak dianjurkan mengingat tingginya resistensi silang antar NNRTI. Virus pada pasien yang gagal dalam terapi yang mengandung EFV terbukti 100% resisten terhadap EFV dan
NVP sekaligus. Beberapa studi observasional lain juga menunjukkan tidak adanya respon terapi terhadap EFV setelah kegagalan NVP.4
KESIMPULAN Prevalensi Sindrom Stevens-Johnson akibat antiretroviral pada pasien rawat inap di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung pada tahun 2008 yaitu sebesar 28,6%. Antiretroviral yang diduga paling banyak menyebabkan Sindrom Stevens-Johnson adalah kombinasi nevirapine, lamivudine, dan zidovudine. Dokter gigi hendaknya memiliki pengetahuan dalam mengupayakan tindakan kuratif yang tepat terhadap munculnya kelainan dalam rongga mulut pada pasien penderita Stevens Johnson Syndrome.
Daftar Pustaka
1. 2. 3.
4. 5. 6. 7. 8. 9.
Ananworanich, J., et al. Incidence and risk factors for rash in Thai patients randomized to regimens with nevirapine, efavirenz or both drugs. Epidemiology and Social. AIDS 2005; 19 (2): 185-192. Cohen, D.M., et al. Recalcitrant Oral Ulcers Caused by Calsium Channel Blockers : Diagnosis and Treatment Considerations. JADA 1999; 130. Department of Health and Human Services. Guidelines for The Use of Antiretroviral Agents in HIV1-Infected Adults and Adolescents. 2008 [cited 2009 June 10]. Available at: http://www.aidsinfo.nih.gov/ContentFiles/AdultandAdolescentGL.pdf. Depkes RI. Pedoman Nasional Terapi Antiretroviral. 2004 [cited 2009 June 10]. Available at: http://www.i-base.info/itpc/Indonesian/spirita/docs/Pedoman-ART-04.pdf Fagot, et al. 2001. Nevirapine and the Risk of Sevens-Johnson Syndrome or Toxic Epidermal Necrolysis. AIDS 2001; 15 (14): 1843-1848. Fitzpatrick, T.B., et al. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 5th edition. London. The McGraw-Hill. 1999. Vol 1 P. 59. Lewis, M.A.O. Tinjauan Klinis Penyakit Mulut. Alih bahasa oleh drg. Elly Wiriawan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran Widya Medika. 1998. Meechan, J.G.; Seymour R.A. Drug Dictionary for Dentistry. New York: Oxford University Press Inc. 2002. Namayanja, G.K, et al. Stevens-Johnson Syndrome Due to Nevirapine. Uganda. Makarere Medical School. 2005.
10. Noel, M. V., Sushma, S. Giudo. Cutaneous Adverse Drug Reactions in Hospitalized Patients in a Tertiary Care Center. J. Pharmacol Indian. 2004; 36 (5) : 292-295. 11. Parillo, et al. Stevens-Johnson Syndrome. 2005 [cited 2009 June 10]. Available at: http://www.eMedicine.com 12. Roujeau, et al. Medication Use and the Risk of Stevens-Johnson Syndrome or Toxic Epidermal Necrolysis. NEJM 1995; 333 (24): 1600-1608. 13. Samarayanake, L.P.; B.M. Jones; C. Scully. Essential Microbiology for Dentistry. 2nd edition. Inggris: Churchill Livingstone. 2002.