Prespektif Hukum Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset (KIK-EBA)
oleh
KarimSyah Law Firm Level 11, Sudirman Square Office Tower B Jl. Jend. Sudirman Kav. 45-46, Jakarta 12930, INDONESIA Phone: +62 21 577-1177 (Hunting), Fax: +62 21 577-1947, 577-1587 E-mail :
[email protected]
Prespektif Hukum Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset (KIK-EBA)
A.
Definisi
Efek Beragun Aset merupakan efek yang diterbitkan karena adanya Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset (KIK-EBA) yang portofolionya terdiri dari aset keuangan yang timbul dari adanya piutang yang sudah ada maupun piutang yang akan timbul dikemudian hari.
Sedangkan KIK-EBA merupakan kontrak antara Manajer Investasi dan Bank Kustodian yang mengikat pemegang EBA, dimana Manajer Investasi diberi kewenangan untuk mengelola portofolio investasi kolektif dan Bank Kustodian diberi wewenang untuk melaksanakan penitipan kolektif. KIK-EBA dapat timbul dari adanya sekuritisasi aset tagihan dari perusahaan tertentu dirubah menjadi aset yang lebih likuid melalui penciptaan surat berharga.
Dasar penerbitan KIK-EBA sendiri diatur dalam Peraturan Bapepam No.IX.K.1, lampiran keputusan Ketua Bapepam Nomor KEP-28/PM/2003 tanggal 21 Juli 2003 tentang Pedoman Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset.
Sedangkan aspek
perpajakan KIK-EBA diatur dalam Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-147/PJ/2003 tanggal 13 Mei 2003 tentang Pajak Penghasilan Yang Diterima atau diperoleh KIK-EBA dan Para Investornya.
B.
Pihak-pihak Yang Terlibat Dalam Penerbitan KIK-EBA
Adapun pihak-pihak yang dapat terlibat dalam penerbitan suatu KIK-EBA adalah: 1. Originator atau Kreditur awal yaitu pihak yang mengalihkan aset tagihannya kepada para pemegang EBA secara kolektif dimana aset tersebut diperoleh originator karena adanya tagihan kepada pihak ketiga.
1
2. Debitur atau pelanggan yaitu pihak penerima kredit dari originator yang wajib memenuhi kewajiban pembayaran kepada kreditur baru atau investor. 3. Penyedia Jasa atau servicer yaitu pihak yang meyediakan jasa untuk memproses dan mengawasi pembayaran yang dilakukan debitur, melakukan tindakan awal berupa peringatan dan atau hal lain sesuai dengan kontrak. 4. Bank Kustodian yaitu pihak yang diberi wewenang untuk melaksanakan penitipan kolektif dan mencatatkan underlying KIK-EBA atas namanya untuk kepentingan Investor. 5. Manajer Investasi yaitu pihak yang diberi wewenang untuk mengelola portofolio investasi kolektif. 6. SPV/SPC yaitu pihak yang membeli sejumlah aset tagihan dari originator dan menerbitkan EBA untuk dijual kepada Investor. 7. Lembaga Pemeringkat Efek yaitu pihak yang melakukan pemeringkatan atas efek yang diterbitkan. 8. Lembaga Sarana Peningkatan Kredit atau Credit Enhancer yaitu pihak yang memberi jaminan pembayaran guna mendukung peningkatan kualitas EBA. 9. Investor yaitu pihak yang membeli EBA. 10. Pihak pendukung seperti konsultan hokum, akuntan public, notaries, dll.
C.
Aspek Hukum Dalam Penerbitan KIK-EBA
Beberapa permasalahan hukum dalam penerbitan KIK-EBA yang harus kita diskusikan lebih lanjut adalah:
1.
Lembaga Trust Tidak Dikenal dalam Sistem Hukum Indonesia Dalam KIK-EBA yang dijual atau dialihkan oleh originator adalah sejumlah aset keuangan (tagihan) milik originator kepada investor secara kolektif, dimana investor
diwakili oleh Bank Kustodian, yang kemudian mendaftarkan aset
tersebut atas nama Bank Kustodian. Dengan demikian ”legal title” atas aset tersebut beralih dan ”menjadi milik” bank kustodian yang menerimanya sebagai
2
wakil dari para investor untuk selanjutnya dikelola oleh manajer investasi. Akan tetapi walaupun aset keuangan tersebut terdaftar atas nama Bank Kustodian segala manfaat ekonomis atas aset keuangan tersebut menjadi hak sepenuhnya investor, hal tersebut tentunya yang harus dinyatakan secara tegas dalam kontrak yang akan dibuat nantinya.
Dari peralihan legal title atas aset keuangan yang terjadi dalam KIK-EBA sangat mirip dengan peralihan legal title yang terjadi di negara-negara yang menganut sistem hukum common law akan tetapi tidak dikenal di Negara yang menganut sistem hukum eropa kontinental seperti di Indonesia, dimana Bank Kustodian menerima pengalihan suatu aset dan mendaftarkan atas namanya untuk kepentingan sekelompok orang.
Walaupun sistem tersebut sudah diatur dalam pasal 56 Undang-undang Pasar Modal terutama dalam penerbitan Reksadana yang sudah terlebih dahulu ada, akan tetapi apakah sistem tersebut sudah dapat diterima oleh masyarakat secara keseluruhan, tentunya hal tersebut masih perlu dibuktikan.
2.
Peralihan Hak Atas Tagihan Yang Dijual Dalam pengalihan aset keuangan berupa tagihan dalam KIK-EBA ada 2 jenis transaksi pengalihan yang dapat dilakukan oleh para pihak yaitu: a. Transaksi pay-through atau with recourse yaitu pengalihan tagihan dari originator kepada investor dimana resiko gagal bayar terhadap tagihan yang dialihkan tetap berada ditangan originator, sehingga jika terjadi gagal bayar, maka originator wajib mengganti dengan tagihan yang dimilikinya dari debitur lain. Dalam transaksi ini tagihan masih menjadi milik originator. Jadi dalam transaksi ini secara hukum tidak terjadi peralihan hak atas tagihan, hanya manfaat ekonomis dari tagihan tersebut yang beralih kepada investor. b. Transaksi pass-trough atau true sale yaitu pengalihan tagihan dengan sistem jual lepas/jual putus, dalam transaksi ini originator menjual putus tagihan
3
yang dimilikinya kepada para investor, sehingga tagihan sepenuhnya menjadi milik investor termasuk resiko gagal bayar terhadap kreditur. Dalam transaksi ini yang harus diperhatikan adalah peralihan tagihan dari originator kepada investor.
Pasal 613 KUH Perdata mensyaratkan adanya cessie untuk
penyerahan terhadap piutang-piutang atas nama dan adanya kewajiban untuk memberitahukan kepada para debitur atas perpindahan tagihan tersebut. Sehingga dalam transaksi true sale ini tidak cukup para pihak hanya membuat perjanjian jual beli tagihan saja akan tetapi memerlukan satu akta cessie tersendiri yang dapat dibuat secara notariil maupun dibawah tangan dan diperlukan adanya pemberitahuan kepada para debitur.
3.
Bankruptcy Remote Salah satu bentuk perlindungan yang harus diberikan kepada Investor KIK-EBA adalah terkait dengan bankruptcy remote yaitu perlindungan agar aset keuangan yang menjadi underlying KIK-EBA tidak dapat dikenakan sita umum sebagai akibat dari adanya pernyataan pailit, terutama jika Bank Kustodian dinyatakan pailit. Untuk jenis transaksi pass-trough/true sale dimana kepemilikan tagihan beralih menjadi sepenuhnya milik investor dan kemudian dicatatkan atas nama Bank Kustodian, perlindungan tersebut dimungkinkan mengingat bahwa dalam pasal 44 ayat 3 Undang-undang No.8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal menyatakan bahwa efek yang disimpan atau dicatat dalam rekening efek Kustodian bukan merupakan bagian harta kustodian tersebut, sehingga jika suatu saat Bank Kustodian dipailitkan, maka underlying KIK-EBA tersebut harus dikeluarkan dari boedel pailit, mengingat bank kustodian bertindak untuk kepentingan investor.
Akan tetapi dalam transksi pay-through/with recourse dimana tidak terjadi perpindahan kepemilikan secara sempurna sehingga kepemilikan tagihan secara hukum tetap berada ditangan originator, apakah bankruptcy remote tetap berlaku
4
jika originator dinyatakan pailit dan tagihan tersebut masuk menjadi boedel pailit. Jika hal tersebut terjadi tentunya akan merugikan investor.
4.
Belum Adanya Lembaga Sarana Peningkatan Kredit Lembaga Sarana Peningkatan Kredit merupakan lembaga yang dimaksudkan sebagai penjamin atas pembayaran tagihan yang menjadi underlying KIK-EBA , sehingga investor mendapat jaminan bahwa tagihan tersebut tetap akan mendapatkan pembayaran sesuai dengan yang diperjanjikan. Di Indonesia saat ini belum ada satupun lembaga keuangan yang mau untuk menjalankan kegiatan sebagai penjamin tersebut sehinggga investor tentunya akan berfikir ulang terhadap resiko yang dihadapi jika tagihan tersebut tidak terbayarkan oleh debitur yang tidak mereka kenal sebelumnya.
Akan tetapi walaupun masih terdapat beberapa permasalahan hukum yang memerlukan diskusi lebih lanjut, penerbitan KIK-EBA perlu didukung, mengingat akan banyak keuntungan yang didapat dari penerbitan KIK-EBA ini, baik bagi originatornya maupun dari sisi kegiatan ekonomi masyarakat secara keseluruhan.
Demikian beberapa hal terkait dengan aspek hukum dalam penerbitan KIK-EBA yang dapat kami sampaikan, atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.
Iswahjudi A. Karim KarimSyah Law Firm, Jakarta September 2005
5