1
PREFERENSI KELEMBAGAAN DALAM PELAKSANAAN PEMBENTUKAN TIM KOORDINASI PENGAWASAN ORANG ASING DI WILAYAH KERJA KANTOR IMIGRASI PAREPARE
INSTITUTIONAL PREFERENCE IN IMPLEMENTATION OF ESTABLISHING THE COORDINATION TEAM OVER THE FOREIGNER WITHIN THE JURISDICTION AREA OF IMIGRATION OFFICE PAREPARE
Rita 1, Sultan Suhab 2, Anshari Ilyas 3
1
Mahasiswa PPW, Universitas Hasanuddin Makassar Dosen PPW, Universitas Hasanuddin Makassar Dosen Fakultas Hukum, Universitas Hasanuddin Makassar 2
3
Alamat Korespondensi: Rita Kantor Imigrasi Parepare Jl. Jendral Sudirman No. 80, Parepare HP: 081342735063 Email :
[email protected]
2 Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : (1) preferensi kelembagaan dalam pelaksanaan pembentukan TimKordinasi Pengawasan Orang Asing (Sipora) di Kabupaten Enrekang dan Kabupaten Tana Toraja pada Wilayah Kerja Kantor Imigrasi Parepare; (2) Sejauhmana tindak lanjut pelaksanaan Surat Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor: M. 24. PR. 09. 03 Tahun 1995 Tentang Pembentukan Tim Sipora di Wilayah Kerja Kantor Imigrasi Parepare; (3) Kendala-kendala dalam pelaksanaan Keputusan Menteri Kehakiman RINomor:M-24.PR.09.03 Tahun 1995 Tentang Pembentukan Tim Sipora. Data dan informasi mengenai preferensi Kelembagaan, pelaksanaan dan pembentukan Tim Sipora, serta kendala-kendala pelaksanaan pembentukan Tim Sipora diperoleh dari wawancara mendalam, observasi lapangan dan telaah pustaka. Data dan informasi diolah dengan metode analisis deskriftif dan content analisis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa : (1) Preferensi Kabupaten Tana Toraja (Kabupaten yang belum membentuk Tim Sipora) lebih beragam dibandingkan dengan preferensi dari Kabupaten Enrekang (Kabupaten yang belum membentuk Tim Sipora), khususnya pada preferensi tugas dan fungsi, yaitu: a. adanya kejelasan bentuk koordinasi dan adanya uraian tugas anggota tim, merupakan preferensi Kesatuan Bangsa Kabupaten Tana Torajaselanjutnya preferensi dari Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Tana Toraja yang menginginkan tetap adanya rekomendasi yang dikeluarkan oleh Disnaker bagi orang asing dengan izin penyatuan keluarga yang ingin bekerja di Indonesia, (2) Pembentukan Tim Sipora dari 13 Kabupaten/kota baru terbentuk di 5 kabupaten/kota; (3) Kendala Pelaksanaan : ketidakjelasan uraian tugas dari anggota Tim; kurangnya personil imigrasi; minimnya anggaran Pembentukan Tim Sipora Tahun Anggaran 2012; tidak adanya jadwal pertemuan/rapat koordinasi secara berkala. Kata Kunci : Preferensi, Kelembagaan, Tim Sipora
ABSTRACT RITA, Institutional Preferences in the Implementation of Establishment of Foreigners Monitoring Coordination Team in the Work Region of Immigration Office of Parepare (Supervised by Sultan Suhab and Anshari Ilyas). The aim of the research were to acknowledge : (1) the institutional preference in the implementation of establishment of foreigners monitoring coordination (Sipora) in Enrekang and Tana Toraja regencies in the work region of Immigration Office of Parepare, (2) follow-up implementation of decision letter of the Ministry of Justice of the Republic of Indonesia, Number : M.24.PR.09.03/1995 on the establishment of foreigners monitoring coordination team in the work region of Immigration Office of Parepare, (3) problems in the implementation of Ministry’s Decision of Number : M.24.PR.09.03/1995, on the establishment of foreigners monitoring coordination team. Data and information of institutional preferences, implementation and establishment of Sipora Team, and problems of Sipora Team establisment were obtained from in-depth interview, field observation and reference studies. Data and information were processed with descriptive and content analysis method. The result of the research indicated that : (1) The preference of TanaTorajaregency(without Sipora Team)is morediversethan thepreferenceofEnrekangregency (with Sipora Team), particularlyon the preference ofthe duties andfunctions, such as: a.theNational Unity of Tana Toraja preferences about the forms ofcoordinationandthe availability of Sipora’s teams job description, then the preference from The Office of ManpowerTana Torajaregencyis to remaintherecommendations issuedby theOffice of Manpowerfor foreignerswithfamily reunification permit whowant to workinIndonesia, (2) The plan to establish Sipora in 13 regencies/ cities had only reached 5 regencies/ cities, (3) Problem of implementation : the unclear description of team members job, the insufficient number of immigration personnel, minimum budget for the establisment of Sipora team for 2012, and the lack of continuing coordination meeting agenda.
Key Words : Preference, Institutional, Team of Sipora
3
PENDAHULUAN Dalam
operasional
tugas
keimigrasian
di
lapangan
ditemukan
beberapa
permasalahan yang menyangkut orang asing dan memerlukan penanganan lebih lanjut. Permasalahan itu antara lain: (1) Masuk dan tinggal secara tidak sah di wilayah negara Republik Indonesia (illegal entry/illegal stay); (2) Berada dan tinggal di wilayah negara Republik Indonesia secara tidak sah (illegal migrant); (3) Penggunaan dokumen perjalanan palsu (fraud travel document); (4) Perdagangan/penyelundupan manusia (trafficking in person/people smuggling); (5) Kejahatan Internasional (transnational crimes)(Rita., dkk, 2009 :4). Olehnya untuk mengatasi permasalahan menyangkut orang asing, perlu ada pengaturan dan batasan berupa perizinan yang diberikan kepada orang asing apabila hendak tinggal di Indonesia (Muhammad Indra, 2008:2). Pengawasan terhadap orang asing selain menjadi tugas pokok lembaga Imigrasi, pengawasan orang asing juga dapat dilakukan bersamalembaga terkait lainnya secara koordinatif, dimana satuan tim mengadakan pengawasan orang asing dengan mendatangi tempat keberadaan dan kegiatan orang asing, dan untuk itu Guna mendukung pelaksanaan pengawasan orang asing secara koordinatif maka dibentuklah Tim Koordinasi Pengawasan Orang Asing yang selanjutnya disebut Tim SIPORA.
Tim tersebut bertugas untuk memantau atau mengawasi segala kegiatan dan
keberadaan orang asing selama berada di wilayah Republik Indonesia. Pembentukan Tim SIPORA berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor: M. 24. PR. 09. 03 Tahun 1995 Tentang Pembentukan Tim Koordinasi Pengawasan Orang Asing. Koordinasi menurut Sugandha (1991:11), Koordinasi adalah penyatupaduan gerak dari seluruh potensi dan unit-unit organisasi atau organisasi yang berbeda fungsi agar secara benar-benar mengarah kepada sasaran yang sama guna memudahkan pencapaiannya yang efisien. Meskipun Keputusan MenteriNomor: M. 24. PR. 09. 03 Tahun 1995 Tentang Pembentukan Tim Koordinasi Pengawasan Orang Asingdikeluarkan pada tahun 1995, namun pembentukan Tim Sipora baru terlaksana pada tanggal 22 Juli 2010 yang beranggotakan: Kepolisian Republik Indonesia, BAIS TNI, Kementerian Luar Negeri, Kejaksaaan Agung, Kementerian Pertahanan, TNI Angkatan Laut, Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, Kementerian Tenaga Kerja, Kementerian Keuangan, BNN, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Direktorat Administrasi Hukum Umum, Direktorat Bea
4
Cukai, BIN, P2SDKP, dan DJP. Pembentukan Tim ini berdasarkan Keputusan Menteri Hukum dan HAM Nomor:M-H-01.GR.02.01 tahun 2010 tentang Pembentukan Tim Sipora Tingkat Pusat. Lambatnya pembentukan Tim Sipora di lapangan memperlihatkan bahwa pembentukan Tim Sipora tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan. Di Provinsi Sulawesi Selatan misalnya, sampai saat ini belum terbentuk Tim Sipora, padahal Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Sulawesi Selatan memiliki wilayah kerja yang relatif luas, yaitu 24 kabupaten/kota dibagi ke dalam 2 Kantor Imigrasi: (1) Kantor Imigrasi Makassar yang membawahi 11 kabupaten/kota; dan (2) Kantor Imigrasi Parepare yang membawahi 13 kabupaten/kota. Pembahasan penelitian ini akan difokuskan pada wilayah kerja Kantor Imigrasi Parepare sebagai salah satu Unit Pelaksana Teknis dari Kantor Wilayah Kementrian Hukum dan HAM Sulawesi Selatan. Menjadi sangat penting untuk dikaji, karena selain Makassar, Parepare juga memiliki 6 titik Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI), yaitu : Pelabuhan Garongkong di Kabupaten Barru, Pelabuhan Nusantara dan Pelabuhan Cappa Ujung yang masing-masing di Kota Parepare, Pelabuhan PLTD Suppa di Pinrang, Pelabuhan Bua di Palopo, Pelabuhan Balantang di Sorowako, Luwu Timur. Keseluruhan TPI ini sering dilintasi oleh orang asing, utamanya Pelabuhan Nusantara yang sering menjadi tempat transit Kapal Turis yang bertujuan mengunjungi objek wisata Tana Toraja melalui jalan darat. Kemudian kelima TPI lainnya biasanya hanya untuk pendaratan kapal-kapal tanker atau kapal yang membawa ternak dari luar negeri, awak kapal tersebut singgah minimal sehari sampai 2 hari di kota/kabupaten setempat. Selain terdapat 6 TPI, wilayah kerja Kantor Imigrasi Parepare adalah salah satu daerah yang banyak didatangi oleh berbagai orang asing, keberadaan orang asing tersebut selain sebagai turis, rokhaniwan, penyatuan keluarga juga sebagai tenaga ahli di perusahaanperusahaan yang terdapat pada wilayah kerja Kantor Imigrasi Parepare. Perusahaanperusahaan tersebut, antara lain : PT Inco di Sorowako, Luwu Timur dengan membawahi sekitar 10 anak cabangnya, PT Energy Sengkang di Wajo, PLTD Suppa di Pinrang, PT Gemilang Barru dan PT Bagus Karya serta PT Philips di Barru. Kantor Imigrasi Parepare membawahi wilayah kerja sebanyak 13 Kabupaten/Kota yang dimaksud, adalah: (1) Kabupaten Barru; (2) Kota Parepare; (3) Kabupaten Pinrang; (4) Kabupaten Sidrap; (5) Kabupaten Enrekang; (6) Kabupaten Soppeng; (7) Kabupaten Tana Toraja; (8) Kabupaten Toraja Utara; (9) Kabupaten Luwu Timur; (10) Kabupaten Luwu; (11) Kabupaten Luwu Utara; (12) Kota Palopo; dan (13) Kabupaten Wajo.
5
Dari 13 kabupaten/kota tersebut baru 5 kabupaten yang telah dibentuk Tim Sipora, masing-masing : Kabupaten Pinrang, Kabupaten Barru, Kabupaten Enrekang, Kota Palopo, dan Kabupaten Luwu. Sementara 8 sisanya masih dalam tahapan menunggu tindak lanjut pihak pemerintah kabupaten/kota setempat. Perbedaan respon dari lembaga pemerintah kabupaten/kota ini membuat penulis tertarik untuk mengkaji lebih jauh mengenai apa yang menjadi preferensi kelembagaan sebagai komponen utama dalam pembentukan Tim Sipora pada wilayah kerja Kantor Imigrasi Parepare, kemudian Sejauhmana tindak lanjut pelaksanaan Surat Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor: M. 24. PR. 09. 03 Tahun 1995 tentang Pembentukan Tim Sipora di wilayah kerja kantor Imigrasi Parepare, dan Apa yang menjadi kendala dalam pelaksanaan Keputusan Menteri Kehakiman RINomor:M-24.PR.09.03 Tahun 1995 Tentang Pembentukan Tim Sipora. Pengertian preferensi sendiri adalah suatu konsep yang mengasumsikan pilihan realitas antara alternatif-alternatif dan kemungkinan dari pemberian peringkat pada alternatif tersebut, berdasarkan kesenangan, kepuasan, gratifikasi, pemenuhan, kegunaan yang ada dan memungkinkan tujuan/goal anonim dalam (Maturidy, 2011:35). Dari preferensi kelembagaan tersebut diharapkan tergambar apa yang menjadi pilihan lembaga-lembaga yang tugas dan fungsinya terkait dengan pengawasan orang asing, hasil akhirnya diharapkan dapat
terlahir rekomendasi kebijakan mengenaimekanisme
pelaksanaan dan pembentukan Tim Sipora di wilayah kerja Kantor Imigrasi Parepare.
BAHAN DAN METODE Lokasi dan Desain Penelitian Penelitian dilakukan di empat kelembagaan, yaitu : Kesbang, Dinas Tenaga Kerja, Dinas Pariwisata dan Kepolisian dalam dua kabupaten pada wilayah kerja Kantor Imigrasi Parepare, yaitu Kabupaten Enrekang (mewakili kabupaten yang telah membentuk Tim Sipora) dan Kabupaten Tana Toraja (mewakili kabupaten yang belum membentuk Tim Sipora). Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif, dengan memakai variabel: (1). Tugas dan fungsi kelembagaan masing-masing; (2) Mekanisme Penganggaran; (3) Mekanisme Pengawasan Orang Asing..Adapun metode pengumpulan data yang dipakai adalah : (1) Wawancara Mendalam (indepth interview); (2) Observasi; dan (3) Telaah Pustaka.
6
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Preferensi Kelembagaan Kabupaten Enrekang Preferensi dari Lembaga Kepolisian Resor Enrekang, adalah: (1) Tugas dan fungsi : tersedianya payung hukum yang memberikan kewenangan kepada polisi untuk terlibat dalam pengawasan orang asing, bukan hanya saat terjadi perkara pidana; (2) Penganggaran : setiap anggota tim dapat mengusulkan anggaran kegiatan pengawasan orang asing,; (3) Mekanisme Pengawasan:a. koordinator berperan aktif dalam memberikan data jumlah dan kegiatan orang asing,dan b.Tim Sipora sebagai wahana sharing data dan informasi terkait orang asing dan kegiatannya. Selanjutnya preferensi dari Lembaga Kesatuan Bangsa, Linmas dan Polisi Pamong Praja Pemerintah Kabupaten Enrekang, yaitu: (1) Tugas dan fungsi : pengawasan secara koordinatif dengan lembaga terkait; (2) Penganggaran :tidak ada preferensi terkait penganggaran; (3) Mekanisme Pengawasan:a. melaksanakan sosialisasi kepada aparatur serta masyarakat mengenai keberadaan Tim Sipora, dan b. sosialisasi mengenai pentingnya pengawasan orang asing serta pengetahuan dasar mengenai apa yang perlu diawasi. Selanjutnya preferensi dari Lembaga Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Enrekang, yaitu: (1) Tugas dan fungsi : a. melakukan pendataan dan pengawasan terhadap perusahaan-perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja asing, b. melakukan pendataan dan pengawasan terhadap tenaga kerja asing; (2) Penganggaran :transparansi penganggaran; (3) Mekanisme Pengawasan:a. memiliki langkah-langkah preventif untuk mencegah pengaruh buruk, juga penyalahgunaan izin tinggal orang asing, b. ada pertemuan rutin tim yang dijadwalkan oleh Imigrasi, dan c. Tim Sipora memiliki database mengenai jumlah dan kegiatan orang asing. Terakhir, preferensi dari Lembaga Dinas Perhubungan, Infokom, dan Pariwisata Kabupaten Enrekang, yaitu: (1) Tugas dan fungsi : a.Dinas Pariwisata diikutkan dalam keanggotaan Tim Sipora Kabupaten Enrekang, b.pendataan dan pengawasan wisatawan asing; (2) Penganggaran :kemudahan akses anggaran oleh anggota Tim Sipora; (3)
Mekanisme Pengawasan:tidak ada preferensi mengenai mekanisme pengawasan. Preferensi Kelembagaan Kabupaten Tana Toraja Preferensi dari Lembaga Kepolisian Resor Tana Toraja, adalah: (1) Tugas dan fungsi : a. monitoring keberadaan orang asing di hotel / penginapan dan rumah-rumah penduduk, b. melaksanakan pengecekan terhadap daftar tamu hotel / penginapan, c. mengaktifkan jaringan intelijen di daerah setempat, d. melaksanakan pengamanan terhadap kegiatan orang asing yang berkunjung /survei/penelitian,dll ; dan e. pengecekan data lalu
7
lintas orang asing yang berkunjung dalam rangka permintaan data dari interpol melalui satuan atas.; (2) Penganggaran : pencairan anggaran untuk kegiatan pengawasan orang asing tidak terlalu rumit; (3) Mekanisme Pengawasan: a. keterpaduan pelaksanaan pengawasan orang asing, b. koordinasi yang baik antar lembaga terkait sesuai dengan tugas dan fungsinya, c. semua lembaga terkait terlibat secara aktif, mulai dari pendataan, pengawasan dan penindakan sesuai dengan tugas dan fungsinya, d. Pelaksanaan koordinasi bukan hanya rapat dan pemenuhan kerja Imigrasi, tapi secara operasional seluruh lembaga turun untuk pengawasan Selanjutnya preferensi dari Lembaga Kesatuan Bangsa, Politik dan Linmas Pemerintah Kabupaten Tana Toraja, yaitu: (1) Tugas dan fungsi : a. kejelasan uraian tugas dari setiap anggota tim, b. kejelasan bentuk koordinasi dan kerja sama antar anggota, sehingga tidak terjadi tumpang tindih kewenangan; (2) Penganggaran :tidak ada preferensi terkait penganggaran; (3) Mekanisme Pengawasan:a. Ketua Tim Sipora responsif dalam penanganan masalah orang asing, b.tugas utama anggota tim adalah memonitor situasi dan kondisi, c. peranan kepolisian lebih proaktif sebagai penjaga ketertiban. Selanjutnya preferensi dari Lembaga Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kabupaten Tana Toraja, yaitu: (1) Tugas dan fungsi : mengharapkan tetap adanya rekomendasi dari Disnaker terhadap orang asing yang ingin bekerja di Indonesia, meskipun izin tinggalnya untuk penyatuan keluarga; (2) Penganggaran :penganggaran menjadi urusan Imigrasi sebagai Leading Sector; (3) Mekanisme Pengawasan : Tim Sipora merupakan sarana koordinasi antar lembaga terkait dalam rangka pengawasan orang asing. Terakhir, preferensi dari Lembaga Dinas Perhubungan, Infokom, dan Pariwisata Kabupaten Enrekang, yaitu: (1) Tugas dan fungsi : pendataan jumlah wisatawan mancanegara; (2) Penganggaran :tidak ada preferensi penganggaran; (3) Mekanisme Pengawasan:a. semua lembaga terkait dilibatkan dan bekerja sama melakukan pengawasan orang asing, b. tersedianya data mengenai jumlah dan kegiatan orang asing. Dari keseluruhan preferensi kelembagaan yang berasal dari dua kabupaten, yaitu Kabupaten Enrekang dan Tana Toraja,maka dapat disimpulkan beberapa preferensi kelembagaan dalam pelaksanaan pembentukan Tim Sipora. Aspek Tugas dan Fungsi : (1) pengembalian kewenangan pengawasan orang asing oleh pihak kepolisian; (2)tetap adanya rekomendasi dari Disnaker bagi orang asing yang ingin bekerja di Indonesia,meskipun izin tinggal karena penyatuan keluarga; (3) pendataan dan pengawasan orang asing sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing lembaga; (4) kejelasan uraian tugas masing-masing lembaga dalam Tim Sipora,dan (5)kejelasan bentuk koordinasi dan kerjasama antar lembaga.
8
Aspek mekanisme penganggaran : (1) Kemudahan akses anggaran kegiatan Tim Sipora; (2) Transparansi anggaran Tim Sipora; dan (3) Kemudahan pencairan anggaran Kegiatan Tim Sipora. Aspek mekanisme pengawasan orang asing : (1) keterlibatan semua lembaga, mulai dari pendataan, pengawasan dan penindakan orang asing; (2) Imigrasi sebagai Koordinator harus responsif dalam Tim Sipora; (4) ketersediaan database mengenai jumlah dan kegiatan orang asing; (5) pelaksanaan rapat koordinasi secara rutin untuk menginventarisir data dan permasalahan orang asing; (6) Koordinasi bukan hanya menjadi pemenuhan program kerja dari Imigrasi; (7) melaksanakan sosialisasi ke aparatur dan masyarakat mengenai keberadaan
Tim Sipora; (8) melaksanakan sosialisasi mengenai pentingnya pengawasan orang asing dan pengetahuan dasar mengenai pengawasan; dan (9) memiliki langkah preventif untuk mencegah pengaruh buruk orang asing dan penyalahgunaan izin tinggal. Preferensi tugas dan fungsi, dalam hal kewenangan kepolisian, sesuai dengan UndangUndang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, maka pelaporan dan pengawasan orang asing telah menjadi kewenangan Imigrasi, namun belum terdapat petunjuk teknis untuk hal tersebut. Selain kewenangan kepolisian yang dihilangkan, juga rekomendasi yang dikeluarkan untuk orang asing yang bekerja dengan izin penyatuan keluarga, namun mengenai aturan ini pun belum ada petunjuk teknis pelaksanaannya, sehingga masih berpedoman pada ketentuan lama. Selanjutnya uraian tugas dan bentuk koordinasi memang tidak dijabarkan secara jelas dan spesifik, baik dalam Kepmen tentang Sipora, maupun dalam Surat Keputusan masingmasing Tim Sipora, olehnya Imigrasi selaku leading sector diharapkan membuat uraian tugas dan pedoman tatalaksana koordinasi antar kelembagaan yang terlibat dalam Tim Sipora, hal ini untuk mencegah adanya tumpang tindih kewenangan. Kemudian aspek penganggaran, dalam diktum ketujuh Kepmen tentang Tim Sipora disebutkan bahwa segala biaya yang berkaitan dengan Kegiatan Tim Sipora dibebankan pada anggaran rutin Direktorat Jenderal Imigrasi, dan dijabarkan dalam SK Tim bahwa segala biaya yang diperlukan berkaitan dengan kegiatan Tim Sipora dibebankan pada anggaran rutin Kantor Imigrasi Parepare, namun anggaran peruntukan Sipora tahun ini hanya berjumlah 10 juta, hal ini berakibat pada terhambatnya pembentukan dan pelaksanaan kegiatan Tim, kecuali diadakan revisi anggaran. Selanjutnya terkait dengan aspek mekanisme pengawasan, yaitu keterlibatan semua pihak secara aktif, mulai dari pendataan, pengawasan dan penindakan, maka mengenai
9
pendataan dan pengawasan disesuaikan dengan tugas dan fungsi masing-masing lembaga, namun perihal penindakan secara pidana menjadi kewenangan kepolisian, kejaksaan dan Mahkamah Agung. Kurang responsifnya koordinator, disebabkan oleh beberapa kendala, diantaranya adalah kurangnya personil pengawasan, ditambah lagi minimnya dana tahun 2012. Kemudian tidak adanya skejul rutin pelaksanaan rapat koordinasi selain sebagai bentuk pengawasan, yaitu kontrol untuk mengetahui sejauh mana pelaksanaan tugas yang dilaksanakan menurut ketentuan dan sasaran yang hendak dicapai (Makmur, 2010:176), juga mengakibatkan putusnya komunikasi antara kelembagaan yang terlibat dalam tim, hal ini mengakibatkan tidak efektifnya koordinasi antar kelembagaan, olehnya Imigrasi sebagai koordinator diharapkan mulai untuk membuat jadwal koordinasi secara rutin agar koordinasi berjalan efektif. Selanjutnya, perihal database jumlah dan kegiatan orang asing serta langkah preventif mengenai pengaruh buruk dan penyalahgunaan izin tinggal akan terjawab apabila koordinasi berjalan efektif, karena masing-masing kelembagaan memiliki data sesuai dengan tusi nya yang berkaitan dengan orang asing. Kemudian, mengenai sarkasme dari lembaga Kepolian Resor Tana Toraja, dapat dipahami secara positif, karena keinginan untuk mencapai tujuan/orientasi tertentu dapat menghambat efektivitas pelaksanaan koordinasi, Sugandha (Rita, 2009 :10) Terakhir, terkait dengan sosialisasi ataupun diseminasi baik ke aparatur pemerintah juga ke masyarakat, dapat menjadi bahasan dalam rapat koordinasi, apabila keseluruhan anggota tim menyetujui sebagai salah satu cara dalam peningkatan kesadaran / awareness aparat maupun masyarakat terhadap potensi penyalahgunaan izin tinggal maupun pengaruh buruk dari orang asing. Pelaksanaan Pembentukan Tim Sipora Dari 13 Kabupaten/kota yang merupakan wilayah kerja Kantor Imigrasi Parepare, telah terbentuk Tim Sipora pada 5 kabupaten/kota, sebagai tindak lanjut dari pembentukan Tim Sipora tersebut, Kabupaten Pinrang telah mengadakan sebanyak 4 kali rapat, Kabupaten Barru sebanyak 2 kali rapat, Kabupaten Enrekang sebanyak 2 kali rapat dan sisanya hanya 1 kali rapat. KendalaPelaksanaan Pembentukan Tim Sipora Kendala pelaksanaan pembentukan Tim Sipora adalah : (a) Ketidakjelasan uraian tugas dari anggota Tim dan tidak adanya pedoman tata laksana koordinasi yang dirumuskan secara tertulis, karena pelaksanaan koordinasi hanya mengacu pada Kepmen tentang Sipora
10
dan SK yang diterbitkan oleh Kepala Daerah, menyebabkan anggota tim tidak mengetahui tugas masing-masing; (b)Kurangnya pesonil imigrasi sehingga tidak optimalnya pelaksanaan pembentukan dan pelaksaan kegiatan Tim Sipora; (c) Minimnya dana tahun 2012 untuk kegiatan Sipora; (d) tidak adanya jadwal pertemuan/rapat koordinasi secara berkala, selain menyebabkan terhambatnya komunikasi antar sesama anggota tim, juga menyebabkan tidak adanya sarana untuk memonitor kemajuan dan penanganan masalah di lapangan.
KESIMPULAN DAN SARAN Kami menyimpulkan bahwa koordinasi yang dilakukan dalam Tim Sipora berjalan kurang efektif, karena ada beberapa prinsip koordinasi yang juga tertuang dalam beberapa preferensi kelembagaan tidak dilaksanakan dalam pembentukan dan pelaksanaan Tim Koordinasi Pengawasan Orang Asing, yaitu : tidak adanya waktu-waktu yang tepat untuk kegiatan koordinasi secara berkala, yang terus menerus dilakukan dalam proses pencapaian sasaran atau tujuan bersama, dan tidak adanya Pedoman tatalaksana koordinasi yang dirumuskan secara tertulis sebagai pedoman bagi setiap orang yang berpartisipasi mencapai tujuan yang telah ditetapkan bersama. (Anonim, 2008 : 26). Selain itu, minimnya anggaran peruntukan pembentukan dan pelaksanaan Tim Sipora serta kurangnya personil seksi pengawasan dan penindakan pada Kantor Imigrasi juga menjadi kendala yang menyebabkan tidak efektifnya koordinasi. Upaya untuk mendapatkan model koordinasi yang efektif, yaitu dengan cara-cara sebagai berikut : (1) Menyamakan persepsi dengan merumuskan dan membuat uraian tugas dan pedoman tatalaksana secara tertulis sebagai acuan untuk semua anggota tim; (2) permintaan penambahan pegawai untuk kantor imigrasi parepare, khususnya pada seksi wasdakim melalui Kantor Wilayah Kementrian Hukum dan Ham Sulawesi Selatan; (3) pengusulan pejabat teknis untuk mengisi jabatan yang kosong, khususnya kasubsi pengawasan dan kasubsi penindakan pada seksi wasdakim melalui kantor wilayah Kementrian Hukum dan Ham Sulawesi Selatan; (4) Mengajukan revisi anggaran tahun anggaran 2012, untuk dana kegiatan Sipora, agar pembentukan tim sipora dari 8 kabupaten yang tersisa dapat terlaksana; (5) Ketua Tim selaku koordinator merancang pertemuan berkala guna memonitor kemajuan dan penanganan masalah orang asing di kabupaten/kota masingmasing; (6) Koordinator harus berfungsi sebagai katalisator dalam mendorong semangat kerja etos kerja semua pihak guna mengefektifkan kegiatan pengawasan orang asing di kabupaten/kota masing-masing; (7) Koordinator berperan aktif dalam memonitor dan mengevaluasi kegiatan koordinasi sebagai bentuk fungsi kontrol untuk mengukur
11
keberhasilan tim; (8) Koordinator selalu menginformasikan semua kebijakan dan mendengarkan pendapat semua pihak dalam membina kesamaan persepsi dari semua pihak yang berkoordinasi.
12
DAFTAR PUSTAKA Anonim. (2008). Koordinasi dan Hubungan Kerja, Modul Pendidikan dan Pelatihan Kepemimpinan Tingkat IV, Jakarta, Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia Indra, Muhammad. (2008).Perspektif Penegakan Hukum dalam Sistem Hukum Keimigrasian Indonesia., Disertasi, Bandung, Program Doktor Pasca Sarjana Universitas Padjadjaran Makmur. (2011). Efektivitas Kebijakan Kelembagaan Pengawasan. Bandung : PT Refika Aditama Maturidy, Ayi Firdaus. (2011). Preferensi Pelaku Usaha dalam Pengembangan Persuteraan Alam di Provinsi Sulawesi Selatan (Studi Kasus di Kabupaten Enrekang), Makassar, Tesis. Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin Rita., Lucky Kariem., Andy., dkk.(2009).Kertas Kerja Kelompok : Tinjauan Koordinasi Pengawasan Orang Asing di Wilayah Kerja Kantor Imigrasi Kelas I Jakarta Pusat.Jakarta : Pendidikan Teknis Keimigrasian XVIII Sugandha, Dann. (1991). Koordinasi Alat Pemersatu Gerak Administrasi, Jakarta, Intermedia Kumpulan Peraturan Undang Undang Nomor 9 Tahun 1995 Tentang Keimigrasian Undang Undang Nomor 6 tahun 2011 Tentang Keimigrasian Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor :M.24.PR.09.03 Tahun 1995 Tentang Pembentukan Tim Koordinasi Pengawasan Orang Asing
13