PRALARAS (PRECOORDINATION) VS PASCALARAS (POSTCOORDINATION) DALAM TAJUK SUBJEK DAN KATALOG SEBAGAI TITIK AKSES Vivit Wardah Rufaidah Pusat Perpustakaan dan Penyebaran Teknologi Pertanian Jalan Ir. H. Juanda No. 20, Bogor 16122 Telp. (0251) 8321746, Faks. (0251) 8326561, email:
[email protected]
ABSTRAK Pengindeksan adalah proses pembentukan representasi suatu dokumen dengan menggunakan istilah-istilah yang mencerminkan isi dokumen tersebut. Skema klasifikasi dan daftar tajuk subjek merupakan indeks konvensional yang biasa digunakan dalam sistem pralaras (precoordination system), sedangkan tesaurus terutama digunakan dalam sistem pascalaras (postcoordination system). Pengkajian bertujuan untuk membandingkan sistem pengindeksan dan katalog sebagai metode temu kembali informasi dengan berbagai sistem yang diterapkan oleh pengindeks, serta mengetahui manfaat masing-masing sistem pengindeksan dan katalog pada era teknologi informasi. Pengorganisasian materi informasi mencakup proses katalogisasi/klasifikasi dan pengindeksan subjek, seperti halnya pada sistem konvensional yang menggunakan sistem pralaras. Sistem pascalaras adalah sistem penggabungan istilah indeks pada tahap penelusuran dengan menggunakan istilah-istilah tunggal. Hasil pengkajian terhadap kedua sistem pengindeksan tersebut pada suatu perpustakaan yang belum sepenuhnya digital (hybrid e-lib) memperlihatkan bahwa sistem pralaras belum dapat ditanggalkan. Untuk sistem pascalaras, untuk mengoptimalkan fungsinya diperlukan infrastruktur yang memadai seperti komputer dan perangkat lunak. Katalog merupakan sarana temu kembali informasi, yang secara tradisional informasi di dalamnya dapat didekati melalui tiga titik akses (access point), yaitu pengarang, judul, dan subjek. Dalam sistem temu kembali yang terotomasi atau terkomputerisasi seperti Online Public Access Catalogue (OPAC), cantuman data bibliografi yang menjadi titik temu tidak terbatas pada pengarang, judul, dan subjek, karena kemampuan komputer yang dapat mengolah data dengan cepat.
ABSTRACT Precoordination vs Postcoordination in Subject Heading and Catalogue as an Access Point Indexing is the process of describing a representation of a document with terms that summarize its content. Classification schemes and subject heading lists are the conventional indices used in precoordination system, while the thesaurus is mainly used in postcoordination system. The study aimed at comparing the indexing and catalogue systems as an information retrieval method which had already been implemented by indexers and finding out the importance of each indexing and catalogue systems in information technology era. Information material organization concerned with
50
cataloguing/classification and subject indexing in conventional systems which use precoordination system, while postcoordination system is a system of coordination or merging of index terms performed on search stage using the single terms. The results showed that a library that is not fully digital (hybrid e-lib) must apply the precoordination system. While in postcoordination, the application of computer and software are required to make the system functioned optimally. Catalogue is an information retrieval tool which information traditionally can be approached through three access points such as author, title, and subject. In a computerized or automated retrieval system such as Online Public Access Catalogue (OPAC), bibliographic data record as an access point is not restricted to author, title, and subject, due to computer ability to process data quickly. Keywords: Indexing, precoordination, postcoordination, subject heading, catalogue, access point
PENDAHULUAN Setiap perpustakaan atau pusat dokumentasi dan informasi dilengkapi dengan seperangkat alat bantu untuk memudahkan pengguna dalam mencari dokumen atau koleksi pustaka yang dibutuhkan. Sarana temu kembali informasi atau retrieval tools sangat menentukan keberhasilan dalam menjawab pertanyaan dan memenuhi kebutuhan informasi pengguna. Unsur utama pada sarana temu kembali, apapun bentuk dan susunannya, adalah bahasa. Permintaan pengguna, koleksi yang tersedia hingga pencocokan permintaan dengan koleksi perpustakaan berkaitan dengan bahasa. Bahasa yang digunakan dalam sarana temu kembali bukan bahasa yang digunakan secara umum, tetapi yang dimodifikasi, baik kosakata maupun sintaksisnya, sehingga tercipta bahasa yang terkendali yaitu bahasa indeks. Pengindeksan merupakan proses pembentukan representasi suatu dokumen dengan menggunakan istilah yang mencerminkan dokumen tersebut. Terdapat tiga jenis bahasa indeks, yaitu skema klasifikasi notasi kelas, daftar tajuk subjek, dan tesaurus
Jurnal Perpustakaan Pertanian Vol. 18, Nomor 2, 2009
yang berupa daftar istilah atau deskriptor. Skema klasifikasi dan daftar tajuk subjek merupakan indeks konvensional yang biasa digunakan dalam sistem pralaras (precoordination system), sedangkan tesaurus terutama digunakan dalam sistem pascalaras (postcoordination system). Kosakata pada skema klasifikasi terdiri atas seperangkat notasi yang mewakili istilahistilah yang terkelompok dalam masing-masing kelas. Pada daftar tajuk subjek dan tesaurus, kosakata terdiri atas seperangkat istilah yang tersusun menurut abjad. Pengindeksan memerlukan bahasa yang terkendali karena subjek informasi yang berupa numerikal tidak hanya terdiri atas kata-kata, tetapi juga mewakili konsep-konsep yang mengaitkan bahasa dan makna. Perkembangan teknologi informasi yang sangat pesat, diikuti ilmu informasi memunculkan konsep baru dalam pengelolaan perpustakaan, yaitu perpustakaan digital. Perpustakaan berdasarkan konsep baru ini sangat mengandalkan berbagai alat, sumber informasi, fasilitas komunikasi, dan kompetensi yang bersifat digital. Internet dan informasi elektronis menawarkan berbagai informasi baru dan sekaligus melengkapi sumber informasi tradisional yang ada. Pencarian informasi (information retrieval) dapat dilakukan lebih cepat dengan memanfaatkan fasilitas mesin pencari (search engine) yang tersedia di internet. Pengkajian bertujuan untuk membandingkan sistem pengindeksan dan katalog sebagai metode temu kembali informasi di perpustakaan dengan sistem yang pernah diterapkan oleh para pengindeks, serta mengetahui manfaat sistem pengindeksan dan katalog dalam era teknologi informasi.
PRALARAS VS PASCALARAS Sejalan dengan pesatnya kemajuan teknologi informasi, materi pustaka harus dikelola sesuai perkembangan teknologi tersebut agar dapat diidentifikasi dengan cepat dan tepat untuk memenuhi permintaan pengguna. Pengorganisasian materi informasi meliputi katalogisasi/ klasifikasi dan pengindeksan subjek. Pada sistem konvensional, pengindeksan menggunakan sistem pralaras (precoordination). Pada sistem ini, istilah untuk deskripsi indeks merupakan gabungan dari beberapa istilah/konsep dan penggabungan dilakukan pada tahap pengindeksan ketika membuat masukan atau input sebelum penelusuran dilakukan. Umumnya sistem pralaras digunakan untuk indeks tercetak, seperti dalam majalah indeks dan abstrak,
Jurnal Perpustakaan Pertanian Vol. 18, Nomor 2, 2009
bibliografi, indeks majalah, dan juga katalog subjek (Rowley dan Farrow 1992). Karakteristik atau ciri sistem pralaras adalah: (1) menggunakan bahasa indeks atau kosakata yang terkendali (controlled vocabulary); (2) subjek majemuk diperlakukan sebagai satu kesatuan; (3) pembentukan dan penggabungan konsep untuk menyatakan subjek majemuk dilakukan pada tahap pengindeksan (input); (4) perlu urutan sitiran (citation order) agar pengindeksan taat azas; (5) gangguan atau noise akibat adanya sinonim dan homonim teratasi; (6) hubungan antarkonsep terlihat melalui acuan: lihat (see) atau lihat juga (see also); (7) subjek yang berkaitan ditempatkan berdekatan dalam urutan yang sistematis; (8) penelusuran dapat diperluas/dipersempit; (9) pemilihan sitasi tidak dapat dilakukan secara mekanis oleh komputer; dan (10) memerlukan kemampuan intelektual, yaitu pengindeks harus terlatih dan memiliki pengetahuan yang cukup tentang subjek informasi agar dapat memberikan indeks yang akurat (Dousa 2007). Keuntungan sistem pralaras yaitu: 1. Meningkatkan ketepatan hasil dan meringankan pekerjaan penelusuran karena menggunakan bahasa yang terkendali (controlled vocabulary), kendali sinonim, kendali homograf, tersedianya catatan ruang lingkup BT (Broader Term), NT (Narrow Term), RT (Related Term), dan dapat mengatasi buangan (false drops) pada istilah majemuk. 2. Makna dalam tajuk subjek bergantung pada susunan istilah. Istilah yang tidak dapat ditangkap dengan sempurna pada operasi Boolean (AND; OR; NOT) akan berbeda antara plant anatomy >< plant AND anatomy atau disease control >< disease AND control. 3. Pencarian bersifat tradisional sehingga dapat menuntun pengguna secara manual. 4. Memudahkan untuk mengenali istilah yang relevan. 5. Dapat menggunakan rujukan (cross reference). 6. Ekonomis karena pendekatan subjek tiap dokumen dalam indeks, bibliografi atau katalog hanya diwakili satu entri. 7. Praktis karena dokumen ditempatkan hanya pada satu tempat, meskipun isinya multidimensi. Di samping keuntungan tersebut, sistem pralaras memiliki kekurangan, yaitu: 1. Kurang spesifik karena menggunakan bahasa terkendali, kurang dalam, biaya pengindeksan mahal, memungkinkan istilah hilang karena kesalahan pengindeks, istilah-istilah mutakhir tidak tersedia
51
dengan cepat, pengindeks dapat salah dalam mengartikan kata-kata dalam judul, dokumen atau artikel, dan sulit ditukarkan ke pangkalan data lain. 2. Urutan sitiran (citation order) tidak dapat memuaskan semua pihak karena urutan harus didasari prinsip prioritas, yaitu istilah kunci ditempatkan pada posisi dalam urutan sitasi. Ranganathan menetapkan lima kategori fundamental dan menyusunnya dalam urutan prioritas PMEST, yaitu P untuk personal atau wujud, M untuk materi, E untuk energi/aktivitas atau masalah, S untuk ruang/tempat, dan T untuk waktu. Judul artikel "Pemupukan dengan NPK pada tanaman padi di lahan sawah irigasi musim tanam 2006", misalnya, diurut sebagai berikut: (P) Padi - (M) pupuk NPK - (E) pemupukan - (S) lahan sawah irigasi - (T) musim tanam 2006. Pada urutan katalog subjek verbal juga timbul masalah urutan yang digunakan atau susunan menurut kelas. MATEMATIKA EKONOMI, misalnya, dikelompokkan pada kelas MATEMATIKA atau kelas EKONOMI. Masalahnya bukan makna istilahnya, tetapi penempatan koleksi secara tepat dalam satu kelompok sehingga mudah ditemukan kembali. 3. Dokumen berisi informasi multidimensi sehingga bila disajikan secara linier hanya dapat didekati dari salah satu unsurnya, karena sistem pralaras merupakan sistem satu tempat atau one-place system. Konsep primer atau faset yang disebut pertama menjadi titik temu, sedangkan konsep lainnya pada urutan berikutnya. Konsep yang terdapat pada urutan berikutnya seolah tersembunyi dan akan menyulitkan penelusur karena istilah atau konsep tersebut tidak menjadi titik temu. Prinsip-prinsip tertentu diperlukan untuk menentukan urutan sitasi, khususnya untuk tajuk subjek. Cutter Charles Ammi Cutter dan Cutter’s Rules for a Dictionary Catalogue (1876) dalam Mann (2000) merekomendasikan penggunaan urutan kata bahasa alami. Namun, cara ini kadang-kadang menyebabkan kata pertama dari tajuk bukanlah kata yang signifikan. Untuk mengatasinya, Cutter membolehkan inversi atau pembalikan kata. Untuk beberapa kasus, Cutter memberikan petunjuk urutan sitasi. Untuk subjek dan tempat, Cutter berpendapat subjek harus mendahului tempat jika topiknya bidang sains, tetapi untuk sejarah, ilmu pemerintahan dan perdagangan, berlaku sebaliknya. Kaiser dalam Systematic Indexing (Dousa 2007) menggunakan pendekatan yang konsisten terhadap urutan sitasi. Titik tolak Kaiser ialah banyaknya subjek komposit yang bila dianalisis dapat dijadikan kombinasi
52
dari suatu benda konkret dan suatu proses. Urutan sitasi yang dianjurkan adalah Concrete - Process. Dokumen yang berjudul “Servicing of ships” diindeks sebagai Ships; Servicing. Jika konsep tempat ditemukan dalam dokumen maka Kaiser membuat entri ganda, sekali pada Concrete dan sekali pada Tempat. Dokumen “Shipbuilding in Japan” akan diindeks Shipbuilding-Japan, dan Japan-Shipbuilding. Coates memberikan pemikiran yang sangat besar artinya bagi perkembangan prinsip-prinsip perumusan tajuk subjek. Selama tahun 1963-1976, Coates menjadi editor British Technology Index, yang sekarang menjadi Current Technology Index, dan ide-idenya diterapkan dalam indeks tersebut. Coates juga mempelajari teori Kaiser dan menyetujui urutan sitasi Concrete-Process, tetapi menyebutnya Thing - Action. Prinsip ini dikembangkan lebih lanjut menjadi Thing - Part - Material Action (Dousa 2007). Untuk mengatasi kelemahan sistem pralaras, salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan acuan silang untuk entri tunggal, misalnya: Subjek dokumen : Effect of NPK fertilizer application on rice Entri indeks
: Rice: NPK fertilizer
Acuan
: NPK fertilizers see also Rice: NPK fertilizers atau NPK fertilizer: Rice see also Rice: NPK fertilizers
Untuk subjek dokumen yang terdiri atas banyak konsep, permutasi istilah dalam tajuk dimaksudkan agar tiap istilah mendapat giliran sebagai istilah pertama, kedua, ketiga, dan seterusnya sehingga semua variasi dalam mengombinasikan istilah tercakup. Namun, cara ini akan menghasilkan acuan silang yang sangat banyak. Oleh karena itu, perlu dicari metode yang hemat untuk memilih suatu acuan, seperti metode Ranganathan yang acuannya berjumlah kecil tetapi setiap istilah dapat menjadi istilah pertama atau titik temu. Misalnya: Tajuk A :B:C:D Acuan: (1) D : C : B : A lihat A : B : C : D (2) C : B : A lihat A : B : C (3) B : A lihat A : B Sistem pascalaras adalah sistem koordinasi atau penggabungan istilah indeks pada tahap penelusuran dengan menggunakan istilah tunggal, sehingga dalam tahap pengindeksan atau pemasukan, istilah-istilah indeks dibiarkan berdiri sendiri. Selanjutnya, penelusur menggabungkan istilah indeks sesuai dengan kebu-
Jurnal Perpustakaan Pertanian Vol. 18, Nomor 2, 2009
tuhan dengan memperluas atau mempersempit strategi penelusuran menggunakan operator logika Boole (Boolean Logic) seperti AND, OR, dan NOT yang dimungkinkan penggunaannya dengan bantuan komputer (Online Public Access Catalogue, OPAC).
jajaran lain, yaitu jajaran entri yang disusun menurut nomor identifikasi atau nomor induk dokumen. Untuk mendapatkan dokumen bersubjek majemuk, penelusur menggabungkan konsep tunggal (foci yang relevan) pada saat penelusuran.
Keuntungan sistem pascalaras adalah: (1) tidak menggunakan urutan sitasi, cepat, dan murah; (2) pencarian tidak memperhatikan istilah dan subjek suatu dokumen, sehingga tiap istilah bisa menjadi titik temu; dan (3) jumlah tajuk lebih sedikit karena hanya menggunakan istilah indeks yang menyatakan konsep tunggal (foci). Kekurangan pascalaras adalah: (1) entri tidak spesifik, banyak dokumen yang dapat terakses lewat istilah tertentu, padahal isi dokumen yang dikehendaki lebih khusus daripada makna atau cakupan istilah indeks; dan (2) tidak dapat digunakan untuk mengatur penyimpanan bahan informasi dalam koleksi perpustakaan. Dokumen dengan judul “Pengaruh media pengencer semen dalam meningkatkan kualitas sperma sapi” pada sistem pralaras dibuatkan satu tajuk yang mencakup semua konsep, diurut menurut urutan sitasi tertentu, yaitu: SAPI: semen: sperma: media pengencer. Pada sistem pascalaras, tiap konsep penting dijadikan istilah indeks (indexing term) yang menjadi titik temu, yaitu: SAPI, SEMEN, SPERMA, MEDIA, PENGENCER, KUALITAS. Dokumen ini dapat diakses melalui istilah indeks SATU ISTILAH = SATU TITIK TEMU.
Sebelum era komputer, sistem pascalaras menggunakan beberapa metode seperti Uniterm Cards (Mortimer Taube), Peek-a-boo (H.W. Batten), dan Edge Notched Cards. Sistem pengindeksan pascalaras berkembang dengan baik dengan adanya komputer. Komputer dengan cepat dapat membandingkan sejumlah besar istilah indeks dan nomor dokumen untuk memilih istilah yang memenuhi kriteria penelusuran. Sistem berbantuan komputer yang baik harus memungkinkan pengembangan strategi penelusuran dengan operasi Boolean AND, OR, dan NOT.
Uraian tersebut memperlihatkan bahwa sistem pascalaras memiliki kelemahan, yaitu: - Entri tidak bersifat spesifik. Contoh, dokumen A akan ditemukan apabila penelusur mencarinya pada istilah SAPI, padahal isi dokumen lebih khusus yaitu membahas media pengencer semen (dalam kaitan) untuk meningkatkan kualitas sperma sapi, bukan hanya mengenai sapi. - Jumlah entri (perolehan) sangat banyak. Pada sistem pralaras, satu bidang subjek dengan 7 faset masingmasing ± 45 foci, dapat muncul ratusan tajuk, karena tiap kombinasi foci dari berbagai faset tersebut harus memiliki tajuk majemuk. Pada sistem pascalaras, istilah indeks maksimal hanya 45. Dengan demikian, dalam sistem pascalaras: (1) tajuk (istilah indeks) relatif sedikit, tetapi di bawah satu istilah mungkin diindeks sejumlah besar dokumen; (2) di bawah istilah indeks tidak ditemukan entri, tetapi ditemukan nomor identifikasi dokumen tersebut; dan (3) untuk mendapatkan wakil dokumen yang berisi data bibliografi lengkap, penelusur harus mencarinya dalam
Jurnal Perpustakaan Pertanian Vol. 18, Nomor 2, 2009
Sistem pengindeksan pascalaras dengan menggunakan istilah indeks dari deskriptor dalam tesaurus lebih menguntungkan dalam sistem temu kembali terkomputerisasi daripada sistem pralaras dalam sistem manual. Dalam tesaurus, dimungkinkan mendefinisikan deskriptor yang tepat dan tidak tepat: BT NT USE UF RT SN
broader term narrower term use used for related term scope note
Misalnya: POLLUTANT LOAD uf biochemical oxygen demand uf biological oxygen demand uf bod uf chemical oxygen demand uf cod uf total oxygen demand USE AND
pollen elongation growth pollen
Dengan memahami kedua sistem pengindeksan tersebut, perpustakaan yang belum sepenuhnya digital (hybrid e-lib) belum dapat menanggalkan sistem pralaras. Untuk mengatasi kelemahannya sehingga dapat dimanfaatkan oleh pengguna secara optimal dan memuaskan, perlu upaya memahami dan menguasainya. Dengan cara demikian, beberapa subjek penting dari suatu informasi dapat ditemukan sehingga koleksi sumber informasi menjadi aktif/terpakai. Sistem pengindeksan pralaras membuat tugas pustakawan lebih
53
kompleks dan memakan waktu daripada sistem faset pascalaras dengan kombinasi Boolean. Walaupun demikian, kompleksitas itu tetap diperlukan untuk memberikan layanan terbaik kepada pengguna. Pada sistem pascalaras, untuk mengoptimalkan fungsinya diperlukan infrastruktur yang memadai, seperti komputer dan perangkat lunak. Dengan adanya fasilitas internet, penelusuran tingkat lanjut (advance search) dioptimalkan antara lain dengan operasi Boolean (AND, OR, NOT) dan String. Untuk memperluas displai indeks pralaras perlu dimasukkan pula unsurunsur indeks web seperti .com; .edu; .gov; dan .org, sehingga indeks dapat diakses dari mana saja dan kapan saja. Satu hal terpenting yang perlu disadari dan dipahami adalah informasi yang tersedia di internet bukan merupakan pengganti yang lengkap bagi koleksi perpustakaan konvensional dan sumber informasi elektronis lainnya. Internet sebaiknya dianggap sebagai sumber informasi baru yang luas untuk melengkapi sumber informasi konvensional yang ada.
KATALOG SEBAGAI TITIK AKSES Katalog merupakan sarana temu kembali informasi. Secara tradisional, informasi yang terdapat di dalamnya dapat didekati melalui tiga titik akses, yaitu pengarang, judul, dan subjek. Pada katalog yang masih menggunakan laci dan dokumen yang diwakilinya menggunakan entri, setiap kartu, masing-masing dokumen paling tidak diwakili oleh tiga entri utama yang tercantum dalam tiga kartu judul, tajuk pengarang, dan subjek. Tujuan pembuatan katalog adalah untuk mengidentifikasi dan sebagai wakil dokumen primer; menentukan lokasi dokumen serta membantu proses temu kembali informasi; untuk memenuhi permintaan pemustaka berdasarkan rancangan judul entri, pengarang, subjek, dan sebagainya; dan untuk administrasi kumpulan dokumen. Katalog berfungsi untuk: (1) menemukan sumber informasi dalam basis data; (2) mengidentifikasi dan membedakan sumber informasi; (3) memilih dan mengumpulkan sumber (item) informasi sesuai dengan kebutuhan pemustaka; (4) mengakses sumber informasi yang teridentifikasi; dan (5) sebagai navigasi data bibliografi. Dalam sistem temu kembali yang terotomasi atau terkomputerisasi seperti OPAC, cantuman data bibliografi yang menjadi titik temu bervariasi, tidak terbatas pada pengarang, judul, dan subjek karena komputer
54
mampu mengolah data dengan cepat sehingga tidak perlu membuat kartu lebih banyak untuk satu dokumen. Katalog semacam ini dirancang mampu mengatasi kebutuhan informasi global dengan titik akses seoptimal mungkin. Mann (2000) mengusulkan dua pilihan yang memungkinkan untuk memperoleh titik akses/titik temu yang lebih banyak dan optimal, yaitu: 1. “From the outside in”, dengan memasukkan katalog ke dalam web sehingga dapat membuka seluruh tampilan katalog dan memungkinkan dapat diakses (full contents). Pemustaka dapat mengeksplorasi subjek yang ingin dicari dan tidak harus persis seperti yang ada dalam katalog, tetapi dapat menambahkan kata lain yang sama, sinonim atau rujukan (cross-reference) selengkap mungkin. Juga memungkinkan pemustaka membuka dokumen penuh dalam OPAC. 2. “From the inside out”, dengan mengubah secara radikal katalog perpustakaan dengan menambahkan faset-faset dalam tajuk subjek. Perubahan yang paling mendasar adalah menambahkan isi ke dalam bahasa yang umum dipakai (bahasa Inggris) pada katalog lokal kemudian dimasukkan ke dalam indeks web. Untuk keseragaman dan kelancaran dalam berkomunikasi harus tetap digunakan bagan yang diakui secara global, antara lain untuk tajuk subjek Subject Heading List, Sears List maupun tesaurus. Agar sumber informasi di perpustakaan dapat diketahui dan diakses seluas-luasnya, katalog spesifik (OPAC) harus berkontribusi terhadap kebutuhan global. Supaya dapat diakses secara luas tetapi tidak keluar dari peraturan internasional maka pengendalian istilah (authority control) berperan penting dalam pengawasan isi. Fungsinya sebagai pengawasan terhadap istilah yang menjadi titik akses dalam penelusuran (Saur 2001). Titik akses dapat berupa nama (authors, creator, compilers, editor, illustrators, translators, arrangers), tajuk subjek, judul, atau nomor standar. Otoritas kontrol (authority control) berupa cross-reference seperti see (lihat), see also (lihat juga) dapat menjadi petunjuk bagi pemustaka dalam mencari informasi yang diinginkan (Olson dan Boll 2001). Sampai saat ini, authority control masih dinilai mahal, namun penting dalam mempertahankan pangkalan data sehingga mutakhir dan konsisten. Dalam menyikapi perspektif global, authority control untuk katalog diharapkan dapat menjaga titik akses agar dikenali dan digunakan dengan mudah. Misalnya muatan lokal dalam katalog tetap diperta-
Jurnal Perpustakaan Pertanian Vol. 18, Nomor 2, 2009
hankan, tetapi agar dapat menjadi titik akses ditambahkan bahasa internasional, atau untuk tumbuhan dan hewan ditambahkan nama latin. Juga dicantumkan nama penulis, baik nama asli, nama samaran, tambahan, akronim, alias maupun nama lain. Untuk memfungsikan authority control diperlukan panduan otoritas (guidelines for authority) dan referensi entri (reference entries). Panduan ini harus dapat menjawab perspektif global karena didesain untuk memfasilitasi pertukaran informasi secara internasional. Pedoman yang baik perlu memenuhi persyaratan berikut: (1) untuk memperkaya khasanah ilmiah global, ekspresi bahasa daerah atau lokal tetap dicantumkan dalam katalog, misalnya tanaman nimba see mimba dengan disertai nama latinnya, sehingga selain nama lokal/ daerah, nama asing yang dikenal di seluruh dunia juga dapat dirujuk; (2) untuk mempermudah titik akses, di samping dalam bahasa lokal, subjek dan lain-lain perlu dituliskan pula dalam bahasa Inggris sebagai bahasa internasional; dan (3) pedoman harus memenuhi aturan dan standar internasional atau lokal, tetapi diakui secara internasional, misalnya mengacu pada Anglo-American Cataloguing Rules, Second Edition (AACR2). Agar keberadaan katalog diakui dan efektif sebagai sarana temu kembali informasi diperlukan protokol jaringan dan komunikasi yang ideal untuk meminimalkan perbedaan kebutuhan lokal dan global. Protokol merupakan pintu masuk yang memungkinkan data dalam katalog diterima di portal dalam bentuk aplikasi apapun. Selanjutnya perpustakaan dan juga pustakawan secara konsekuen menjaga kemutakhiran dan konsistensi katalog dengan memantau dan memastikan subjek katalog baru yang masuk pada pangkalan data yang telah diotorisasi, termasuk pula: (1) melakukan pengawasan katalog sebelum dimuat dalam bibliografi baru, (2) memasukkan subjek baru walaupun tidak setiap saat, tidak seperti penambahan cantuman bibliografi yang dilakukan secara periodik; (3) menggunakan File Transfer Protocol (FTP) untuk memasukkan data atau mengirim cantuman secara rutin. Subjek juga selalu diawasi dan jika perlu direvisi setelah cantuman diproses. Pembuat katalog hendaknya juga secara konsisten mengikuti perkembangan dengan melakukan penambahan atau perubahan yang mungkin terjadi pada authority control.
Jurnal Perpustakaan Pertanian Vol. 18, Nomor 2, 2009
KESIMPULAN Pengorganisasian materi informasi meliputi proses seperti halnya katalogisasi/klasifikasi dan pengindeksan subjek, pada sistem konvensional yang menggunakan sistem pralaras atau precoordination. Sistem pascalaras atau postcoordination adalah sistem penggabungan istilah indeks yang dilakukan pada tahap penelusuran dengan menggunakan istilah-istilah tunggal. Pada perpustakaan yang belum sepenuhnya digital (hybrid e-lib), sistem pralaras belum dapat ditanggalkan. Untuk sistem pascalaras, untuk mengoptimalkan fungsinya diperlukan infrastruktur yang memadai seperti komputer dan perangkat lunak. Katalog merupakan sarana temu kembali informasi. Secara tradisional, informasi di dalamnya dapat didekati melalui tiga titik akses, yaitu pengarang, judul, dan subjek. Dalam sistem temu kembali yang sudah terotomasi atau terkomputerisasi seperti Online Public Access Catalogue (OPAC), cantuman data bibliografi yang menjadi titik temu tidak terbatas pada pengarang, judul, dan subjek, karena kemampuan komputer yang mampu mengolah data dengan cepat.
DAFTAR PUSTAKA Dousa, T. 2007. Everything Old is New Again: Perspectivism and Polyhierarchy in Julius O. Kaiser’s Theory of Systematic Indexing . In J. Lussky (Ed.). Proc. 18th Workshop of the American Society for Information Science and Technology Special Interest Group in Classification Research, Milwaukee, Wisconsin. Mann, T. 2000. Is precoordination unnecessarry in LCSH?Are websites more important to catalog than books A reference Librarians thought on the future of bibliografic control. In Bicentennial Conference on Bibliographic Control for the New Millenium: Confronting the Challenges of Networked Resources and the Web, 15-17 November, 2000. 48 pp. Olson, H.A. and J.J. Boll. 2001. Subject Analysis in Online Catalogs, 2nd ed. Englewood. USA: Libraries Unlimited. Rowley, J. and Farrow. 1992. Organizing Knowledge: An introduction to managing access to information, 3rd ed. England: Gower. Saur, K.G. 2001. Guidelines for autority records and references, 2nd ed. IFLA Working Group on GARE Revision. UBCIM Publ. New Series Vol. 23. Munchen.
55