KONJUNGSI SEBAGAI SARANA KEPADUAN WACANA DALAM TAJUK RENCANA MAJALAH “DEUTSCHLAND” Eric Kunto Aribowo*
Abstrak : Dalam bahasa, kohesi atau kepaduan merupakan suatu hal yang pokok dalam sebuah wacana.Wacana yang panjang, bahkan pendek sekalipun harus memiliki keperpautan yang dijalin melalui sarana kohesi. Tajuk rencana –yang lebih dikenal dengan editorial- merupakan salah satu wacana, yang tentu saja memliki kepaduan di dalamnya. Dalam makalah ini disajikan sarana kohesi yang berwujud konjungsi pada tajuk rencana yang tercetak di sebuah majalah. Kata kunci: kohesi gramatikal, tajuk rencana; editorial, dan konjungsi
PENDAHULUAN Bahasa sebagai sarana komunikasi terdiri dari dua bagian, yaitu bentuk (form) dan makna (meaning) (Ramlan, 1985: 48). Bentuk bahasa merupakan bagian dari bahasa yang terdiri dari unsur-unsur segmental dan unsur-unsur suprasegmental. Unsur-unsur segmental bahasa secara hierarkis terdiri dari wacana, kalimat, klausa, frasa, kata, dan morfem. Adapun unsur-unsur suprasegmental terdiri dari intonasi dan unsur-unsur bawahannya yaitu tekanan (keraslembutnya), nada (tinggi-rendahnya), dan durasi (panjang-pendeknya). Makna adalah isi yang terkandung di dalam bentuk-bentuk itu yang dapat menimbulkan reaksi tertentu. Reaksi itu dapat timbul karena mendengar atau membaca rangkaian kata-kata tertentu yang membentuk frasa, klausa, kalimat, atau wacana. Berbicara mengenai wacana, Mulyana (2005: 1) mendefinisikannya sebagai unsur kebahasaan yang relatif paling kompleks dan paling lengkap. Satuan kebahasaannya meliputi fonem, morfem, kata, frasa, klausa, kalimat, paragraf, hingga karangan utuh. Sejalan dengan pendapat Mulyana, Tarigan (1987: 27) mengartikan wacana sebagai satuan bahasa terlengkap
dan tertinggi di atas kalimat atau klausa dengan kohesi dan koherensi tinggi yang berkesinambungan yang mempunyai awal dan akhir nyata disampaikan secara lisan maupun tulisan, misalnya melalui radio, televisi, koran, maupunmajalah. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 698) majalah didefinisikan sebagai terbitan berkala yang isinya meliput berbagai liputan jurnalistik atau pandangan tentang topik aktual yang patut diketahui pembaca. Salah satu majalah berkala yang menyajikan berita dengan gaya tulisan yang khas yang dilengkapi dengan foto dan gambar adalah majalah “Deutschland” (yang selanjutnya disebut DL). Majalah DL adalah sebuah majalah dwi bulanan terbitan Jerman yang meliput berita tentang budaya, politik, bisnis, dan ilmu pengetahuan di negara tersebut. Majalah tersebut diterbitkan dengan sepuluh bahasa, yaitu bahasa Jerman, Inggris, Perancis, Spanyol, Portugis, Arab, Korea, Turki, Rusia, dan Cina. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 284) tajuk rencana adalah artikel dalam surat kabar atau majalah yang mengungkapkan pendirian editor atau pimpinan surat kabar (majalah) tersebut
*Dosen Pengajar di Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Daerah Unwidha Klaten
Magistra No. 85 Th. XXV September 2013 ISSN 0215-9511
1
Konjungsi Sebagai Sarana Kepaduan Wacana Dalam .........
mengenai beberapa pokok masalah.Tajuk rencana juga mengandung arti berupa karangan pokok berisi
Konjungsi adalah hubungan dua unsur bahasa, baik antarklausa, antarkalimat, maupun antarparagraf
masalah penting yang berkaitan dengan aktualitas.
dengan menggunakan perangkat atau peranti penghubung (Halliday dan Hasan, 1979: 226). Dengan kata lain, konjungsi merupakan pemakaian kata atau kelompok kata yang digunakan untuk merangkaikan
Sebagai suatu wacana tulis, tajuk rencana dituntut untuk memiliki keutuhan struktur wacana. Keutuhan itu sendiri dibangun oleh komponenkomponen yang terjalin di dalam suatu organisasi kewacanaan. Wacana yang utuh adalah wacana yang lengkap, yaitu mengandung aspek-aspek yang terpadu dan menyatu. Aspek-aspek tersebut adalah kohesi dan koherensi. Kohesi diartikan sebagai kepaduan bentuk yang secara struktural membentuk ikatan sintaktikal (Mulyana, 2005: 26). Adapun istilah koherensi mengandung pengertian pertalian makna atau isi kalimat (Tarigan, 1987: 32). Dalam bahasa, kohesi atau kepaduan wacana adalah keserasian hubungan unsur yang satu dengan unsur yang lain dalam wacana sehingga terciptalah pengertian yang koheren. Dalam kesempatan ini akan dibicarakan konjungsi yang merupakan sarana pembentuk kepaduan wacana.
atau menghubungkan antara kalimat satu dengan kalimat lainnya dalam suatu wacana yang sama. Kata yang menyambungkan dua satuan bahasa yang sederajat itu disebut dengan kata sambung atau konjungtor. Pada konjungsi, unsur yang diidentifikasi sebagai penanda kebanyakan berada di awal kalimat. Konjungsi memiliki kelebihan dari kohesi gramatikal yang lain karena penanda hubungan konjungsi berada dalam dua wilayah analisis. Dua analisis penanda hubungan tersebut adalah wilayah kohesi, yaitu hubungan bentuk dan koherensi, yaitu hubungan di bidang makna. Halliday dan Hasan (1979: 238) menyebutkan bahwa terdapat empat kategori konjungsi: aditif (penambahan), adversatif (pertentangan), kausal (sebab-akibat), dan temporal (waktu). Data aspek konjungsi dalam wacana tajuk rencana majalah DL di antaranya adalah sebagai berikut.
PEMBAHASAN Unsur pembeda antara ‘bentuk wacana’ dengan ‘bentuk bukan wacana’ adalah pada ada tidaknya kesatuan makna (organisasi semantis) yang dimilikinya. Oleh karenanya, kriteria yang relatif paling menentukan dalam wacana adalah keutuhan maknanya.Jadi, suatu kalimat atau rangkaian kalimat, misalnya, dapat disebut sebagai wacana atau bukan wacana tergantung pada keutuhan unsur-unsur makna dan konteks yang melingkupinya. Salah satu kepaduan kalimat adalah adanya hubungan antara kalimat satu dengan kalimat lain yang dirangkaikan dengan konjungsi.
2
1.
Konjungsi Aditif (penambahan) Perangkaian penambahan adalah perangkaian yang menggabungkan kata dengan kata, frasa dengan frasa yang berstatus sama (Kridalaksana, 2008: 131). Konjungsi aditif menghubungkan dua unsur bahasa yang mempunyai kedudukan yang sama. Oleh karena itu, konjungsi aditif juga termasuk konjungsi yang koordinatif (Suladi et al, 2000: 43). Agar dapat dipahami, hal itu dapat diperhatikan pada contoh berikut ini.
Magistra No. 85 Th. XXV September 2013 ISSN 0215-9511
Konjungsi Sebagai Sarana Kepaduan Wacana Dalam .........
(DL/2008/I-2) /Tu‘tabarujawâ`izuNobel ai an mu‘syirâtu ‘alâ nau‘iyyati al-ba iwa tumayyizu al-‘ulûmu fî makânin au baladin mâ/ ‘Penetapan Penghargaan Nobel juga mempertimbangkan kualitas riset dan ciri berbagai ilmu pengetahuan di suatu tempat atau negara.’
(DL/2008/I-2) /At-ta‘aqlamu ma‘a an“imati ad-dirâsati al-‘âlamiyyati wa tabnî an“imatu syahâdâtibachelorwamagister al-ma‘rûfatu fî 383 mu‘assasatin Almâniyyatin li at-ta‘lîmi al-‘âliyyi yakâdu yakûnu amran muntahiyan qad tamma injâzuhu/ ‘Penyesuaian dengan sistem pembelajaran internasional dan pengadopsian sistem gelar sarjana dan magister yang dikenal 383 lembaga Jerman untuk pengajaran internasional yang menjadi hal terakhir, telah selesai pelaksanaannya.’
(DL/2008/I-2) /AurichwaFreiburg madînatâni ta‘îsyâni al-mustaqbala munýu al-`âna: miaalâni ‘alâ tiqniyâti al-bî`ati al-mubtakirati wa al-`ibdâ‘iyyati al-latî ta%milu syu‘âra “cana‘a fî Almâniyâ” (caf%atu 40)/ ‘Aurich dan Freiburg adalah dua kota di mana masa depan berlaku sejak sekarang: dua contoh dari teknologi lingkungan yang mula-mula dan inovatif yang membawa label “buatan Jerman” (halaman 40).’ Data (1), (2), dan (3) di atas, jelas menyatakan bahwa ungkapan konjungsi menggabungkan masingmasing dua unsur bahasa berupa klausa, frasa, dan kata. Pertalian antara /at-ta‘aqlamu ma‘a an“imati addirâsati al-‘âlamiyyati/ dan/tabnî an“imatu syahâdâtibachelor wa magister al-ma‘rûfatu fî 383 mu‘assasatin Almâniyyatin/ pada contoh (2) menunjukkan hubungan konjungsi klausa.Penggabungan frasa secara berturutturut terjadi antara /nau‘iyyati al-ba%ai/ dan /tumayyizu al-‘ulûmu/pada contoh (1), frasa /an“imatu syahâdâtibachelor/ dan /magister/, danfrasa /tiqniyâti al-bî‘ati al-mubtakirati/ dan /al-‘ibdâ‘iyyati al-latî ta%milu syu‘âra“cana‘a fî Almâniyâ”/ pada contoh (3). Adapun penggabungan /Aurich/ dan /Freiburg/ pada contoh (3) merupakan bentuk penggabungan kata. Pertalian klausa, frasa, dan kata dalam contoh di atas digabungkan dengan adanya unsur /wa/ ‘dan’. Selain bentuk konjungsi aditif, dalam tajuk rencana majalah DL juga ditemukan konjungsi alternatif yang tampak pada contoh berikut.
Magistra No. 85 Th. XXV September 2013 ISSN 0215-9511
3
Konjungsi Sebagai Sarana Kepaduan Wacana Dalam .........
(DL/2008/2-1) /Na wa Aurich ya¿habu al-mar‘u faqam ‘indamâ yakûnu qâcidan al-madînata li-hadfin mu‘ayyanin. Li‘annahu min ‘isyâqi manmiqatan au sitta Frizia, au li‘annahu yu%ibbu syâya Frizia wa hawâ‘a asysyimâli, au li‘annahu yurîdu ziyârata Enercon/ ‘Orang hanya pergi ke Aurich saja ketika bermaksud untuk menuju kota itu. Karena ia menyukai sebuah lokasi atau enam Frisia, atau karena ia menyukai teh Frisia dan angin utara, atau karena ia ingin mengunjungi Enercon.’
(DL/2008/2-2) /Nasta‘ri u syirkâta lâ tarâ fî nafsihâ qadîsan au mucli an ijtimâ‘iyyan, walâkinnahâ tas‘â ilâ ta qîqi attawâzuni baina macâli%i al-musâhimîna wa baina al-‘amali al-jâddi fî majallâti al-khidmati al-ijtimâ‘iyyati wa imâyati al-bî`ati. (caf%atu 10)/ ‘Kami memeriksa perserikatan-perserikatan tidak nampak kemuliaan atau kebaikan sosialdi dalamnya, namun ia berusaha ke arah perwujudan keseimbangan antara pemegang saham dan antara kerja keras di bidang-bidang pelayanan masyarakat dan perlindungan lingkungan. (halaman 10).’ Dua contoh (4) dan (5) di atas masing-masing menunjukkan hubungan pertalian alternatif (pemilihan). Konjungsi alternatif tampak dengan adanya unsur /au/ ‘atau’ dalam /min ‘isyâqi manmiqatan au sitta Frizia/, /yu ibbu syâya Frizia wa hawâ`a asy-syimâli/, dan/yurîdu ziyârata Enercon/ pada contoh (4) yang menyebabkan Aurich selalu dijadikan orang-orang sebagai tempat berkunjung. Begitu pula pada contoh (5), terdapat penggabungan kata antara /qadîsan/ dan /mucli%an/. Konjungsi aditif dan alternatif unsur penggabungnya terletak secara pasti di antara dua unsur yang digabungkan. Di samping konjungsi jenis itu, terdapat konjungsi yang terdiri atas dua bagian yang dipisahkan oleh salah satu kata, frasa, atau klausa yang dihubungkan yang disebut dengan konjungsi korelatif (Hasan, 1993: 41). Berikut adalah contohnya.
(DL/2008/V-1)
4
Magistra No. 85 Th. XXV September 2013 ISSN 0215-9511
Konjungsi Sebagai Sarana Kepaduan Wacana Dalam .........
/ awâlai 15,1 milyûna insânin fî Almâniyâ ladaihim hâýihi al-‘ucûla al-‘ajnabiyyata, wa hâýâ ya‘nî annahum immâ muhâjirûna au aulâdun au a fâdu muhâjirîna jâ‘û ilâ Almâniyâ ba‘da al-‘âmi 1950/ ‘Sekitar 15,1 juta penduduk di Jerman mempunyai keturunan asing.Ini berarti,baik mereka imigran, anakanak, atau cucu-cucu imigran telah datang ke Jerman setelah tahun 1950.’ Contoh (6) di atas tampak adanya unsur /immâ ..., au ..., au ..../ yang menggabungkan frasa yang berstatus samaantara /muhâjirûna/, /aulâdun/, dan /a%fâdu muhâjirîna/. Di samping itu, kalimat (6) juga termasuk dalam konjungsi alternatif karena menghubungkan antara kata dan frasa dengan menggunakan unsur /au/ ‘atau’.
2.
Konjungsi Adversatif (pertentangan) Secara mendasar, hubungan adversatif adalah pengungkapan pertentangan (Halliday dan Hasan, 1979: 250). Kridalaksana (2008: 131) mendefinisikannya dengan perangkaian yang menyambung dua klausa yang menyatakan kontras. Selain itu, Ramlan menjelaskan pertalian pertentangan merupakan pertalian yang mempertentangkan suatu hal, keadaan, atau perbuatan dengan hal, keadaan, atau perbuatan lain (Ramlan, 1993: 48). Konjungsi adversatif terjadi apabila apa yang dinyatakan dalam klausa pertama berlawanan, atau tidak sama, dengan apa yang dinyatakan dalam klausa kedua. Hubungan itu ditandai dengan konjungtor / bal/ dan /lakin/ atau /walâkin/.
(DL/2008/V-1) /Ya“unnu al-mar`u, lâ bal ya‘rifu al-mar`u tamâman bi-`anna hâýihi al-muhimmata laisat bi al-muhimmati as-sahlati/ ‘Orang itu menduga, bukan karena ia mengetahui secara pasti bahwa kepentingan ini bukanlah kepentingan sepele.’ Unsur /bal/ yang terdapat pada kalimat (7) memperlihatkan adanya pertentangan antara verba / ya“unnu/ ‘menduga’ dengan /ya`rifu/ ‘mengetahui’. Lebih lagi hadirnya unsur penegasi /lâ/ menandakan bahwa kedua verba tersebut merupakan verba yang kontras atau kebalikan.
(DL/2008/III-1) /Riwâyâtun nâji atun wa maqâlâtun adabiyyatun jayyidatun, mâ labiaat an itafat fî alli al-mukh¿iramaini. Wa lâkin yabdû al-‘âna anna ‘acra al-jaili al-jadîdi min al-kuttâbi qad jâ‘a/
Magistra No. 85 Th. XXV September 2013 ISSN 0215-9511
5
Konjungsi Sebagai Sarana Kepaduan Wacana Dalam .........
‘Novel-novel sukses dan artikel-artikel sastra yang bagus masih tersembunyi di bawah bayang-bayang ahli yang hidup di dua zaman itu. Akan tetapi, sekarang nampak bahwa masa para penulis generasi baru telah datang.’ Contoh di atas terdiri dari dua kalimat yang hubungannya ditandai dengan penanda hubungan / lâkin/. Pada kalimat (8a) dinyatakan bahwa novel-novel sukses dan artikel-artikel sastra yang bagus masih tersembunyi di bawah bayang-bayang ahli yang hidup di dua zaman itu. Pada kalimat (8b) dinyatakan bahwa sekarang nampak bahwa masa para penulis generasi baru telah datang. Dua keadaan yang dinyatakan dalam dua kalimat itu dihubungkan dengan penanda hubungan /lâkin/ ‘akan tetapi’. Selain pertentangan dalam kalimat, konjungsi adversatif klausa dalam tajuk rencana di antaranya dinyatakan dalam contoh berikut.
(DL/2008/II-3) /‘Indamâ yanmaliqu al-ma‘rau al-‘âlamiyyu Expo fî madînati Zaragoza fî 14 $azîrâni/June, yakûnu bi`imkâni sittati malâyînazâ`irin mu‘âyisyatan syu‘âru al-ma‘ra i “al-mâ`a wa at-tanmiyyata al-mustadîmata” faqam, walâkin al-ihtimâma sayatajâwazu %udûda al-madînati al-Isbâniyyati li-yasymila al-‘âlama kulluha/ ‘Ketika pameran dunia Expo dibuka di kota Zaragoza pada 14 Juni, lebih dari 6 juta pengunjung pada pameran yang bertemakan “Air dan Pengembangan yang Kekal”, namun perhatian itu melampaui batas kota Spanyol agar meliputi seluruh dunia.’
(DL/2008/V-1) /Lâ yata%addaau al-mar‘u al-‘âna “‘an” al-‘ajânibi, walâkin yata%addaau “ma‘a” al-‘ajânibi/ ‘Sekarang seseorang tidak membicarakan “tentang” orang-orang asing, tetapi berbicara “bersama” orangorang asing.’ Dari contoh di atas, jelaslah bahwa /walâkin/ yang berada di antara klausa /lâ yata%addaau almar‘u al-‘âna “‘an” al-‘ajânibi/ dan /yata%addaau “ma‘a” al-‘ajânibi/ mempunyai fungsi mempertentangkan kedua klausa tersebut.
6
Magistra No. 85 Th. XXV September 2013 ISSN 0215-9511
Konjungsi Sebagai Sarana Kepaduan Wacana Dalam .........
3.
Konjungsi kausal (sebab-akibat) Konjungsi sebab-akibat adalah penggunaan kata atau kelompok kata yang menandai adanya hubungan sebab akibat antara kalimat satu dengan kalimat yang lain dalam suatu wacana yang sama. Menurut Ramlan (1993: 52) terdapat pertalian sebab-akibat apabila yang satu menyatakan sebab atau alasan bagi kalimat yang lain yang merupakan akibatnya. Dengan demikian, dalam urutan dua kalimat tersebut, kalimat pertama menyatakan sebab atau alasan bagi kalimat sesudahnya yang merupakan faktor akibatnya, atau sebaliknya, kalimat yang menyatakan akibat terletak di awal.
(DL/2008/II-1) /Na wa Aurich ya¿habu al-mar‘u faqam ‘indamâ yakûnu qâcidan al-madînata li-hadfin mu‘ayyanin. Li‘annahu min ‘isyâqi manmiqatan au sitta Frizia, au li‘annahu yu ibbu syâya Frizia wa hawâ‘a asysyimâli, au li‘annahu yurîdu ziyârata Enercon/ ‘Orang hanya pergi ke Aurich saja ketika bermaksud untuk menuju kota itu. Karena ia menyukai sebuah lokasi atau enam Frisia, atau karena ia menyukai teh Frisia dan angin utara, atau karena ia ingin mengunjungi Enercon.’
(DL/2008/V-1) /Ya‘tabiru al-mucmala âni tau`aman wa yatimmu at-ta‘âmula ma‘ahâ ‘alâ hâýâ al-`asâsi. Wa ýâlika li`anna al-hijrata wa al-indimâja ya‘tabirâni min al-mafâtî%i al-hâmmati li-tasykîla %âyâtin ijtimâ‘iyyatin musytarakatin/ ‘Penetapan dua istilah secara mirip dan melengkapi pekerjaan-pekerjaan bersama keduanya adalah keharusan dasar ini. Itu karena imigrasi dan integrasi dianggap kunci-kunci pokok untuk membentuk kehidupan sosial yang bersatu.’
(DL/2008/V-1) /Al-indimâju yahtâju ilâ waqtin, li‘annahu yatamallabu al-kaaîra min al-jamî‘i wa yatamallabu min alba‘i al-jara‘ati wa asy-syujâ‘ati al-kabîrati/ ‘Integrasi membutuhkan waktu, sebab ia membutuhkan kebanyakan kelompok orang dan membutuhkan beberapa keberanian dan keberanian bes ar.’
Magistra No. 85 Th. XXV September 2013 ISSN 0215-9511
7
Konjungsi Sebagai Sarana Kepaduan Wacana Dalam .........
Pada contoh (11), (12), dan (13) terdapat penanda hubungan /li‘anna/ ‘karena’ atau ‘sebab’. Klausa ataupun kalimat yang terletak setelah unsur /li‘anna/ merupakan alasan bagi klausa atau kalimat sebelumnya.
4.
Konjungsi Temporal (waktu) Suatu tuturan yang diikuti oleh konjungsi penanda hubungan waktu bertujuan menyatakan waktu terjadinya peristiwa atau keadaan. Dalam hal ini, suatu tuturan yang mengikuti konjungsi penanda hubungan waktu menyatakan waktu terjadinya peristiwa atau keadaan yang mengacu ke tuturan lainnya. Terdapat pertalian waktu apabila kalimat yang satu menyatakan waktu terjadinya peristiwa atau dilaksanakannya suatu perbuatan yang tersebut pada kalimat lain (Ramlan, 1993: 53).
(DL/2008/I-1) /(a) Peter Grunberg, al-laýî sâhama fî wilâdati qarci Gigabyte(b) huwa ‘âlimu al-fîziyâ`î al-Almâniyyiaaaâliai fî hâýihi al-`alfiyyati al-jadîdati al-laýî yafûzu bi al-jâ`izati,(c) wa huwa ‘alâ al-`imlâqi al-Almâniyyi raqmu 78 al-laýî yafûzu bi-hâ,(d) mun¿u Conrad Rontgen, al-laýî kâna fî ‘âmi 1901 awwala fâ`izin bijâ`izati Nobel fî al-fîziyâ`i/ ‘Petrus Grunberg, yang mempunyai andil dalam kelahiran Gigabyte, adalah ahli ilmu fisika Jerman ketiga pada milenium ini yang menerima penghargaan. Secara mutlak, dia adalah orang Jerman nomor 78 yang menerima penghargaan, sejak Conrad Rontgen yang pada tahun 1901 menjadi orang pertama yang memenangkan Penghargaan Nobel dalam ilmu fisika.’ Dari contoh (14) di atas, pernyataan yang terdapat pada klausa yang mengikuti konjungsi /mun¿u/ ‘sejak’ terjadi lebih dahulu atau merupakan awal dari proses atau kejadian, sedangkan klausa sebelumnya merupakan kelanjutannya. Pada contoh (14) pernyataan /Conrad Rontgen, al-laýî kâna fî ‘âmi 1901 awwala fâ`izin bi-jâ`izati Nobel fî al-fîziyâ`i/ ‘Conrad Rontgen yang pada tahun 1901 menjadi orang pertama yang memenangkan Penghargaan Nobel dalam ilmu fisika’ merupakan awal dari kejadian atau peristiwa yang tertuang dalam klausa /wa huwa ‘alâ al-`imlâqi al-Almâniyyi raqmu 78 al-laýî yafûzu bi-hâ/ ‘secara mutlak, dia adalah orang Jerman nomor 78 yang menerima penghargaan’. Jika konjungsi /mun¿u/ ‘sejak’ dapat menghubungkan klausa yang menyatakan permulaan, maka ada sejumlah konjungsi yang dapat menghubungkan peristiwa yang berurutan. Berikut ini adalah contoh pemakaiaannya dalam tajuk rencana.
8
Magistra No. 85 Th. XXV September 2013 ISSN 0215-9511
Konjungsi Sebagai Sarana Kepaduan Wacana Dalam .........
(DL/2008/II-2) /Nurâfiqukum fî ziyârati al-janâ%i al-Almâniyyi %attâ qabla iftitâ%i al-ma‘rai/ ‘Kami mengajak anda sekalian untuk melihat Perlindungan Jerman hingga sebelum pembukaan pameran.’ Pada konstruksi yang menggunakan konjungsi /qabla/ ‘sebelum’, pernyataan yang berada di belakang konjungsi tersebut terjadi lebih dahulu daripada pernyataan yang berada di awal konjungsi. Dalam contoh (15) urutan waktu yang dihubungkan adalah /nurâfiqukum fî ziyârati al-janâ%i al-Almâniyyi/ ‘kami mengajak anda sekalian untuk melihat Perlindungan Jerman’ dengan pernyataan /iftitâ%i al-ma‘rai/ ‘pembukaan pameran’. Jika hubungan waktu yang ditandai oleh konjungsi /qabla/ ‘sebelum’ menunjukkan bahwa pernyataan yang menyertainya berlangsung kemudian, hubungan waktu yang ditandai oleh konjungsi /ba‘da/ ‘setelah’ menunjukkan bahwa pernyataan yang menyertainya berlangsung lebih dahulu.
(DL/2008/V-1) /$awâlai 15,1 milyûna insânin fî Almâniyâ ladaihim hâýihi al-‘ucûla al-‘ajnabiyyata, wa hâýâ ya‘nî annahum immâ muhâjirûna au aulâdun au a%fâdu muhâjirîna jâ‘û ilâ Almâniyâ ba‘da al-‘âmi 1950/ ‘Sekitar 15,1 juta penduduk di Jerman mempunyai keturunan asing. Ini berarti,baik mereka imigran, anakanak, atau cucu-cucu imigran telah datang ke Jermansetelah tahun 1950.’ Dalam contoh (16) urutan waktu yang dihubungkan adalah /ba’da al-‘âmi 1950/ ‘setelah tahun 1950’ dan /%awâlai 15,1 milyûna insânin fî Almâniyâ ladaihim hâýihi al-`ucûla al-`ajnabiyyata/ ‘sekitar 15,1 juta penduduk di Jerman mempunyai keturunan asing’. Itu berarti bahwa kedatangan keturunan asing di Jerman telah dimulai sejak tahun 1950 hingga jumlahnya kini menjadi 15,1 juta penduduk.
Magistra No. 85 Th. XXV September 2013 ISSN 0215-9511
9
Konjungsi Sebagai Sarana Kepaduan Wacana Dalam .........
SIMPULAN Suatu wacana dikatakan kohesif apabila hubungan antara unsur yang satu dengan unsur yang lainnya dalam wacana tersebut serasi sehingga tercipta suatu pengertian yang apik atau koheren. Kohesi merupakan hubungan gramatikal dan leksikal dalam suatu teks atau kalimat. Kohesi dapat digambarkan sebagai mata rantai yang menjaga kesatuan suatu teks dan memberinya suatu maksud. Kohesi gramatikal merupakan kepaduan bentuk bagian-bagian wacana yang direalisasikan melalui sistem gramatikal (tata bahasa). Kohesi gramatikal itu muncul jika terdapat unsur lain yang dapat ditautkan padanya. Kohesi gramatikal pada tajuk rencana majalah “Deutschland” terbitan tahun 2008 salah satunya diwujudkan melalui konjungsi. Pertalian konjungsi adalah pertalian yang digunakan untuk menggabungkan kata dengan kata, frasa dengan frasa, klausa dengan klausa, dan kalimat dengan kalimat. Relasi konjungtif tersebut meliputi hubungan aditif, hubungan adversatif, hubungan kausal, dan hubungan temporal. Secara berturut-turut penanda pertalian hubungan aditif dengan menggunakan konjungtor /wa/ ‘dan’ atau /au/ ‘atau’; hubungan adversatif dengan /bal/ ‘tetapi’, /lâkin/ ‘tetapi’, atau /walâkin/ ‘akan tetapi’; hubungan kausal dengan /li`anna/ ‘karena’; dan hubungan temporal dengan /mun¿u/ ‘sejak’, /qabla/ ‘sebelum’, dan / ba‘da/ ‘setelah’.
10
DAFTAR PUSTAKA Halliday, M.A.K. dan Ruqaiya Hasan. 1979. Cohesion in English. London: Longman. Hasan, Lubis Hamid. 1993. Analisis Wacana Pragmatik. Bandung: Angkasa. Kridalaksana, Harimurti. 2008. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia. Mulyana. 2005. Kajian Wacana: Teori, Metode & Aplikasi Prinsip-Prinsip Analisis Wacana. Yogyakarta: Tiara Wacana. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2005. Jakarta: Balai Pustaka. Ramlan, M. 1985. Tata Bahasa Indonesia: Penggolongan Kata. Yogyakarta: Andi Offset. ___________. 1993. Paragraf, Alur Pikiran, dan Kepaduannya dalam Bahasa Indonesia. Yogyakarta: Andi Offset. Suladi, Non Martis, dan Titik Indiyastini. 2000. Kohesi dalam Media Massa Cetak Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa. Tarigan, H. Guntur. 1987. Pengajaran Wacana. Bandung: Angkasa.
Magistra No. 85 Th. XXV September 2013 ISSN 0215-9511