Praktek Perencanaan dan Pengendalian Proyek pada Kontraktor Kecil Muhamad Abduh1, Andri Yanuar Rosyad2, dan Susman Hadi2
Abstrak: Kontraktor kecil di Indonesia menjadi bagian penting dari usaha pengembangan jasa konstruksi nasional. Dari segi jumlah, sekitar 90% perusahan pelaksana konstruksi yang terdaftar di LPJKN adalah kontrakor kecil. Di lain pihak, kemampuan kontraktor kecil dalam pengelolaan proyek konstruksi relatif rendah. Hal ini tentunya menimbulkan tantangan sendiri dalam usaha pengembangan jasa konstruksi di Indonesia. Suatu penelitian dilakukan untuk mendapatkan gambaran sejauh mana praktek pengelolaan proyek konstruksi dilakukan oleh kontraktor kecil. Penelitian ini fokus kepada bagaimana kontraktor kecil melakukan perencanaan serta pengendalian proyek, baik waktu maupun biaya, serta melakukan indentifikasi permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan proyek konstruksinya. Dalam penelitian ini sebuah survey, dengan menggunakan metoda lokakarya, dilakukan kepada 21 perusahaan kontraktor klasifikasi kecil di kota Bandung. Hasil dari survey tersebut menunjukkan tingkat perencanaan serta pengendalian proyek pada kontraktor kecil yang masih rendah serta permasalahan keterbatasan dana dan sumber daya manusia yang dimilikinya. Gambaran mengenai praktek perencanaan dan pengendalian proyek pada kontraktor kecil ini akan bermanfaat untuk usaha pengembangan jasa konstruksi secara umum yang terkait dengan usaha perbaikan pada akar permasalahan serta pengembangan pendukung kegiatan pengelolaan proyek, seperti metoda pelaksanaan, teknik perencanaan, teknik pengendalian, maupun aplikasi komputer pendukungnya. Kata-kata Kunci: biaya, kontraktor kecil, pengendalian, perencanaan, proyek konstruksi, waktu. 1. Pendahuluan Proyek konstruksi semakin hari semakin kompleks dan membutuhkan biaya yang besar, sehingga membutuhkan perhatian dalam pengelolaan waktu dan sumber daya lebih baik lagi. Industri konstruksi pada saat ini dan saat yang akan datang akan menghadapi tugas berat untuk merekonstruksi infrastruktur dan fasilitas produksi yang sudah menurun kondisinya di berbagai negara maju dan industri, sebagaimana juga pembangunan komunitas, infrastruktur dan kompleks industri yang baru di negara-negara berkembang. Hal ini membutuhkan kemampuan pelaksana konstruksi (kontraktor) untuk bisa lebih efesien dalam pengelolaan proyek konstruksinya (Hendrickson 2000, Oberlender 2000). Suatu studi yang dilakukan untuk menilai sejauh mana kesiapan pelaksana konstruksi di Indonesia dalam upaya untuk meningkatkan nilai (value) suatu produk konstruksi dengan mengurangi pemborosan (waste) yang terjadi dalam proses pelaksanaan proyek konstruksi, atau lebih sering disebut prinsip konstruksi ramping (lean construction), telah 1
Staf Pengajar, Kelompok Keahlian Manajemen dan Rekayasa Konstruksi, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, ITB,
[email protected] 2 Mahasiswa Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, ITB
menunjukkan kelemahan kontraktor besar di Indonesia dalam hal perencanaan dan penjadwalan (planning and schedulling), evaluasi, dan pengendalian (Hengki 2006). Penyebab dari kelemahan tersebut adalah faktor sumber daya manusia, serta ketersediaan dan penggunaan teknologi yang mempermudah penguasaan dan pelaksanan pengelolaan konstruksi di lapangan. Sebagaimana diketahui, data statistik dari Lembaga Pengembagan Jasa Konstruksi Nasional (LPJKN) menunjukkan bahwa di Indonesia terdapat sekitar 160.000 perusahan pelaksana konstruksi dan 90% dari jumlah tersebut adalah kontrakor kecil. Hal ini menimbulkan tantangan dalam upaya pengembangan jasa konstruksi di Indonesia, dengan mengingat kemampuan kontraktor kecil dalam pengelolaan proyek konstruksi relatif lebih rendah dari kontraktor besar. Dengan demikian, suatu kebutuhan yang nyata, bahwa diperlukan suatu upaya untuk meningkatkan kinerja pengelolaan proyek konstruksi yang dilakukan oleh kontraktor kecil. Namun demikian, fakta yang nyata dari bagaimana praktek pengelolaan proyek oleh kontraktor kecil masih diperlukan untuk lebih fokus kepada permasalahan inti dari kelemahan pengelolaan proeyek yang dimiliki kontraktor kecil. Diharapkan gambaran yang nyata dari kondisi cara pengelolaan proyek kontraktor kecil tersebut dapat memberikan jalan usaha peningkatakan yang harus dilakukan dalam pengembangan jasa konstruksi di Indonesia, melalui pemberdayaan kontraktor kecilnya. 2. Tujuan dan Metoda Penelitian Suatu penelitian telah dilakukan di Laboratorium Manajemen dan Rekayasa Konstruksi, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, ITB, yang memiliki salah satu tujuan untuk menggambarkan bagaimana praktek perencanaan, pemutahiran kemajuan, serta pengendalian proyek di lakukan oleh kontraktor kecil. Pada akhirnya nanti, penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan suatu perangkat lunak pengelolaan proyek konstruksi untuk kontraktor kecil yang mudah digunakan dengan bertumpu pada aplikasi komputer spreadsheet, yang didasarkan pada praktek yang terjadi di lapangan serta peningkatan kemampuan pengelolaan proyek yang seharusnya. Penelitian tersebut dilaksanakan dengan pendekatan pengambilan data empiris serta opini tentang kebiasaan (practice) yang telah lama dilakukan oleh kontraktor kecil dengan segala keterbatasannya dalam hal pengelolaan proyek konstruksi. Untuk itu, maka sebuah perangkat kuesioner digunakan untuk kegiatan survey. Agar lebih fokus, efektif dan efisien, maka pelaksanaan survey dilakukan dalam bentuk lokakarya pendek. Lokakarya tersebut dilakukan dengan mengundang beberapa perusahaan kontraktor kecil dan membimbing pengisian kuesioner agar terjadi kesamaan persepsi dan kesamaan pengertian istilah pada masing-masing responden. 3. Rancangan Survey Sebagai bagian dari metoda penelitian, pelaksanaan survey menjadi sangat penting dilakukan dengan baik, mengingat informasi dan data yang dikumpulkan akan sangat
menentukan proses penelitian lebih lanjut. Survey tersebut dinamakan ”Survey Praktek Perencanaan dan Pengendalian Proyek Konstruksi pada Kontraktor Kecil”. Adapun tujuan dari kegiatan survey tersebut adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui praktek pengelolaan proyek konstruksi yang biasa dilakukan oleh kontraktor kecil 2. Untuk mengetahui permasalahan – permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan proyek konstruksi tersebut Untuk mencapai tujuan tersebut, maka suatu kuesioner dikembangkan, yang terdiri dari empat bagian penting, yaitu: 1. Umum; yang berisi mengenai informasi responden serta profil perusahaannya, seperti jenis pekerjaan, jumlah pegawai, jenis owner, dan lain-lain. 2. Perencanaan; pada bagian ini ditanyakan beberapa hal mengenai praktek perencanaan serta masalah yang dihadapinya. Pertanyaan-pertanyaan tersebut terkait dengan objek perencanaan, metoda perencanaan, jenis ketergantungan pekerjaan, spesifikasi penjadwalan dari owner, penetuan durasi pekerjaan, sumber daya yang dibutuhkan, dan lain-lain. 3. Kemajuan Pekerjaan; pada bagian ini ditanyakan tentang praktek perhitungan progress pekerjaan. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan terkait dengan proses pemutahiran, perbandingan aktual dan rencana, laporan kemajuan, spesifikasi laporan dari owner, sumber daya yang digunakan, dan lain-lain. 4. Pengendalian; pada bagian ini ditanyakan tentang praktek pegendalian proyek. Pertanyaan-pertanyaan pada bagian ini terkait dengan objek pengendalian, toleransi, aksi yang diambil, sumber daya yang digunakan, dan lain-lain. 4. Profil Responden Survey Lokakarya dilakukan dengan mengundang beberapa kontraktor kecil yang berdomisili di kota Bandung. Pada pelaksanan survey tersebut, terdapat 21 responden yang berpartisipasi. Sebagian besar kontraktor kecil tersebut bergerak pada bidang konstruksi gedung dan jalan. Terdapat 48,78 % responden bergerak pada bidang konstruksi gedung dan 29.27 % responden bergerak pada bidang pekerjaan jalan. Mayoritas dari responden telah lama berkecimpung dalam usaha konstruksi, yaitu lebih dari 6 hingga 10 tahun (76,19 % responden). Meskipun tergolong perusahaan–perusahaan yang sudah cukup lama berkecimpung dalam dunia konstruksi, namun kontraktor–kontraktor tersebut tidak banyak memiliki pegawai tetap, hanya 14,3 % responden yang mempunyai pegawai tetap diatas 10 orang sisanya dibawah 10 orang, bahkan 4,8 % responden jumlah pegawainya dibawah 3 orang (Gambar 1). Dari Gambar 1 pula, dapat dilihat bahwa kontraktor responden melakukan pengerjaan proyek pada instansi pemerintah (42 %) dan swasta (32 %), namun demikian dari hasil survey menunjukkan bahwa kontraktor – kontraktor tersebut sebagian besar berpengalaman untuk bekerja pada lebih dari satu tipe owner.
< 3 org 4,8%
3-6 org 42,9%
Lain-lain 4,0%
Perorangan 22,0%
> 10 org 14,3%
7-10 org 38,1%
Pemerintah 42,0%
Swasta 32,0%
Gambar 1. Jumlah Pegawai Tetap dan Tipe Owner Responden 5. Praktek Pengelolaan Proyek Konstruksi oleh Kontraktor Kecil Berdasarkan hasil survey, secara umum kontraktor kecil telah melakukan proses prencanaan, perhitungan kemanjuan pekerjaan, serta pengendalian. Hal ini dilakukan karena kebutuhan untuk mendapatkan kinerja proyek yang baik serta memenuhi permintaan owner dalam kontrak kerja berupa spesifikasi pengelolaan proyek. Dengan kompleksitas pekerjaan yang ditangani tidak terlalu tinggi, mengingat jumlah item pekerjaan yang banyak ditangani adalah sebanyak 70 item pekerjaan (95,2%) dengan durasi proyek yang banyak ditangani adalah selama 6 bulan (91,3%) (lihat Gambar 2), maka proyek yang dikerjakan tidak membutuhkan teknik perencanaan, pemutahiran, serta pengendalian yang tinggi. 42,9%
45,0%
50,0%
30,0% 20,0%
19,0%
Persentase
Persentase
35,0% 25,0%
56,5%
60,0%
40,0%
19,0% 14,3%
15,0% 10,0%
4,8%
5,0% 0,0%
40,0% 30,0% 17,4%
20,0% 10,0%
13,0% 8,7% 4,3%
0,0%
10-20
20-50
50-70 Jumlah Item Pekerjaan
70-100
> 100
> 6 Bulan
4-6 Bulan
2-4 Bulan
1-2 Bulan
< 1 Bulan
Durasi Proyek
Gambar 2. Jumlah Item Pekerjaan dan Durasi Proyek yang Ditangani Secara umum kontraktor kecil menggunakan bantuan Gantt Chart atau bar chart sebagai alat bantu perencanaan penjadwalan serta kurva S untuk menampilkan perencanaan jadwal dan biaya. Kedua alat tersebut digunakan pula untuk menampilkan sejauh mana kemajuan pekerjaan telah tercapai serta digunakan sebagai alat bantu pengendalian. Menarik untuk diperhatikan, sebagaimana terlihat pada Gambar 3, bagaimana hubungan kebiasaan pengelolaan proyek untuk setiap tahap dibandingkan dengan spesifikasi pengelolaan proyek yang diminta oleh owner dalam kontrak kerjanya. Kontraktor kecil biasa melakukan pengendalian proyek terutama pada tahap perencanaan (100%) dan hal ini sesuai pula dengan permintaan owner dalam spesifikasi perencanaan proyek. Selanjutnya hanya 90,5% kontraktor yang biasa melakukan pemutahiran kemajuan proyek sebagaimana diminta pula oleh owner dalam kontrak kerjanya. Namun demikan,
Persentase
dalam pengendalian proyek, terdapat lebih banyak kontraktor kecil yang biasa melakukannya (95,2%) dibandingkan kegiatan pemutahiran kemajuan pekerjaan, meskipun owner yang meminta dengan spesifik pengendalian harus dilakukan oleh kontraktor dalam kontrak kerjasamanya lebih sedikit (71,4%). 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
100% 100%
95,2% 90,5% 90,5% 71,4% Praktek Spesifikasi
Perencanaan
Pemutahiran
Pengendalian
Tahap Pengendalian Proyek
Gambar 3 Praktek dan Spesifikasi Pengelolaan Proyek
Persentase (%)
Dalam pelaksanaan pengelolaan proyek, masih terdapat empat hambatan yang dihadapi oleh kontraktor kecil, yaitu SDM, software, waktu dan biaya (Gambar 4). Hanya sebagian kecil responden menyatakan bahwa tidak terdapat hambatan dalam perencanaan serta pemutahiran. Dalam pengendalian proyek, tidak terdapat satupun responden menyatakan tidak ada hambatan. Ini berarti bahwa pengendalian proyek relatif lebih sulit dilakukan oleh kontraktor kecil, meskipun relatif lebih sering dilakukan oleh kontraktor kecil daripada pemutahiran data (Gambar 3). Kebutuhan akan pengendalian yang baik ini juga tidak didukung oleh permintaan owner yang lebih spesifik dalam kontrak kerjanya. Ini dapat dilihat pula kaitannya dengan ketidakmampuan SDM (33,3%) yang harus melakukan pemutahiran kemajuan pekerjaan serta pengendalian dalam waktu yang terbatas (33,3%). Dalam perencanaan proyek, nampaknya hambatan lebih tertuju kepada biaya (33,3%) yang harus dikeluarkan serta waktu yang terbatas (28,6%). Tetapi dari segi SDM, nampaknya kontraktor kecil telah menyiapkannya lebih baik. 100,0 90,0 80,0 70,0 60,0 50,0 40,0 30,0 20,0 10,0 -
4,8
9,5
0,0 33,3
28,6 33,3
Tidak Ada 14,3
33,3
9,5
Waktu Biaya
14,3 19,0
Software SDM
14,3 33,3
33,3
Pemutahiran
Pengendalian
19,0
Perencanaan
Tahap Pengelolaan
Gambar 4 Hambatan yang Dihadapi dalam Pengelolaan Proyek
Jika dilihat lebih lanjut, terdapat sebagian kecil yang sepakat bahwa tidak terdapat permasalahan dalam SDM, yaitu hanya 4,8% (Gambar 5). Permasalahan yang utama adalah kurangnya keahlian yang dimiliki personil dalam pengelolaan proyek (33%) serta keterbatasan jumlah personil untuk pengelolaan proyek (28,6%), untuk perencanaan biasa digunakan hanya 2 orang personil, sedangkan dalam pengendalian proyek hanya satu orang (Gambar 6).
Tidak Ada; 4,8% Biaya; 14,3%
Keahlian; 33,0%
Tugas Rangkap; 19,0% Jumlah; 28,6%
Gambar 5 Permasalahan SDM dalam Pengelolaan Proyek
120,0% 100,0% 27,8%
80,0% 60,0% 40,0% 20,0%
5,6% 5,6%
26,3% 0,0% 5,3% 26,3%
Tidak Ada 4 orang 3 orang 2 orang
33,3%
1 orang 42,1% 27,8%
0,0% Perencanaan
Pengendalian
Gambar 6 Jumlah Personil Khusus untuk Pengelolaan Proyek Meskipun perangkat lunak pendukung pengelolaan proyek, tidak menjadi hambatan yang besar, tetapi hal ini masih menjadi faktor pendukung kinerja pengelolaan proyek. Khusus untuk kegiatan pengelolaan proyek ini, sebagian besar responden selalu menggunakan Microsoft Excel (aplikasi spreadsheet) sebagai software pendukungnya (Gambar 7). Belum ada kontraktor kecil yang menggunakan Primavera Project Planner. Sedangkan Microsoft Project semakin dibutuhkan untuk memutahirkan kemajuan pekerjaan serta
pengendalian. Ini berarti, aplikasi spreadsheet yang digunakan belum dapat dimanfaatkan untuk mendukung kegiatan pemutahiran pekerjaan dan pengendalian proyek. 100%
4,5
4,3
5,9
Persentase
80% Tidak ada 60%
78,3 90,9
88,2
Microsoft Excel Microsoft Project
40%
Primavera PP 20% 0%
4,5 0,0 Perencanaan
5,9 0 Pemutahiran
17,4 0,0 Pengendalian
Tahap Pengelolaan Proyek
Gambar 7 Perangkat Lunak yang Digunakan dalam Pengelolaan Proyek Informasi lebih jauh mengenai praktek pengelolaan proyek secara spesifik untuk masingmasing tahap, yaitu perencanaan, perhitungan kemajuan pekerjaan serta pengendalian, yang didapat dari survey disampaikan pada bagian selanjutnya di bawah ini. 5.1. Perencanaan • Untuk melakukan perencanaan waktu, kontraktor pada umumnya memakai Kurva S dan Barchart dalam menampilkan perencanaan (85 %). Sementara itu ada 15 % responden yang tidak mempunyai alat bantu perencanaan. • Penjadwalan yang diminta owner paling banyak adalah berupa kurva S (61,54%). Namun demikian, kebanyakan dari owner meminta kontraktor untuk menampilkan penjadwalannnya dalam bentuk 2 bentuk, yaitu: kurva S dan Barchart. Sementara hanya 3,85 % responden yang diminta detail penjadwalannya berupa Critical Path Method (CPM) dan Precedence Diagram Method (PDM) • Jenis ketergantungan pekerjaan pada setiap kontraktor cukup bervariasi, namun pada umumnya jenis ketergantungan yang digunakan adalah Start To Start (SS) dan Start To Finish (SF) dan atau kedua – duanya. • Untuk menentukan durasi pada umumnya kontraktor lebih mengutamakan pengalaman pada proyek sejenis dibandingkan dengan metoda lain, kalaupun ada metoda lain yang dipakai, hal itu akan dibandingkan lagi dengan pengalaman kontraktor pada proyek sejenis. • Dari kebanyakan responden (71,43 %), hampir semuanya menyatakan bahwa tidak dibutuhkan dana besar untuk dapat menggunakan software untuk perencanaan, sementara hanya 28,57 % saja responden yang membutuhkan dana besar untuk penggunaan software • Sebanyak 80,95% responden menyatakan membutuhkan tenaga kerja yang khusus ahli dalam software pengelolaan proyek. Sementara hanya 19,05 % responden
yang menyatakan tidak membutuhkan tenaga kerja khusus yang ahli dalam software pengelolaan proyek konstruksi 5.2. Kemajuan Pekerjaan • Sama halnya dengan perencanaan, pada perhitungan progress kebanyakan kontraktor menggunakan Kurva S dan Barchart sebagai alat bantu dalam menampilkan kemajuan pekerjaan (58,97%). Kurva S dan Barchart dapat ditampilkan sendiri maupun ditampilkan kedua – duanya atau dikombinasikan dengan menggunakan tabel. • Sebagian besar dari responden tampaknya sudah memiliki sistem perencanaan yang baik, hal ini dibuktikan dari hasil survey yang menunjukkan, bahwa sebagian besar responden dalam melakukan proyek progress aktualnya sama dengan rencana (57,14%) dan bahkan Progress aktualnya lebih besar dari rencana (23,81%). • Karena rata – rata proyek yang dikerjakan berskala kecil, maka laporan progress pekerjaan dari kontraktor sebagian besar dilakukan secara mingguan (57,58 %) dan harian (27,27%). Hal ini sesuai dengan permintaan owner dalam spesifikasi pelaporan pekerjaan, dimana sebagian besar owner meminta kontraktor untuk melaporkan progress pekerjaannya secara mingguan (62,07 %) serta harian (20,69 %). • Tampilan dari progress pekerjaan sebagian besar responden adalah berupa capaian fisk periode saat ini (50%) serta capaian fisik periode saat ini dan sebelumnya ( 28,125%). Hanya sebagian kecil yang menampilkannya dalam bentuk biaya yang keluar dan atau biaya dalam kontrak. • Secara umum laporan dari kontraktor kepada owner adalah berupa Kurva S dan Barchart. Sementara ada juga responden yang tidak memilih keduanya, karena mereka memilih bentuk tabel. 5.3. Pengendalian • Aspek biaya, waktu dan mutu merupakan faktor yang sama pentingnya untuk dikendalikan dalam suatu proyek, namun masih dikendalikan secara terpisah terutama dalam hal pendalian waktu dan biaya. • Semua responden menyatakan ada toleransi atas keterlambatan dalam menyelesaikan pekerjaan dengan variasi besaran toleransi sesuai dengan jenis pekerjaannya. Pada 1/3 awal dan 2/3 durasi awal proyek, nilai toleransi rata – rata di bawah 10%. Sedangkan pada 1/3 durasi akhir proyek, nilai toleransi rata – rata di bawah 5%. Namun demikian, masih terdapat kontraktor yang menerapkan nilai toleransi ini sebesar 20%, bahkan di tahap akhir proyek (Gambar 8). • Penyebab terbesar dari keterlambatan pelakasnaan pekerjaan biasanya adalah perencanaan yang kurang baik (39,29%) dan faktor luar (42,06%) • Fakta yang sering terjadi pada pelaksanaan proyek adalah biaya aktual yang lebih kecil dari biaya rencana (40%) hal ini menunjukkan efisiensi dalam kinerja kontraktor. • Sebagian besar dari kontraktor sering melakukan penambahan SDM dan meningkatkan produktivitas pekerja (48,57%) untuk mengendalikan pekerjaan jika terlambat sementara yang lainnya melakukan penjadwalan ulang.
Persentase
100,0% 90,0% 80,0% 70,0% 60,0% 50,0% 40,0% 30,0% 20,0% 10,0% 0,0%
0,0% 9,5%
4,8% 14,3%
10,5% 5,3% 15,8%
42,9%
> 20% 42,9%
10% - 20% 5% - 10% 68,4%
47,6%
< 5%
38,1%
Awal Proyek
Tengah Proyek
Akhir Proyek
Tahap Pengelolaan Proyek
Gambar 8. Nilai Toleransi dalam Pengendalian Proyek 6. Penutup Kontraktor klasifikasi kecil di Indonesia, meski berjumlah 90% dari kontraktor yang terdaftar, sering dianggap sebelah mata karena kontrubusi kepada pembangunan infrastruktur di Indonesia yang bernilai sebaliknya. Namun demikian, karena jumlahnya yang besar, maka signifikansinya tidak dapat diabaikan dalam hal pembinaan jasa konstruksi di Indonesia. Salah satunya adalah dalam hal bagaimana kontraktor kecil ini mengelola proyeknya agar didapatkan kinerja proyek yang efisien dan efektif. Pada kenyataannya, dari hasil survey, kontraktor kecil telah melakukan praktek perencanaan, pemutahiran kemajuan pekerjaan, serta pengendalian pekerjaan konstruksi. Namun demikian, tingkat kecanggihan, akurasi dan manfaat informasi serta data yang dihasilkan oleh sistem yang diadopsi masih rendah. Hal ini karena sumber daya yang relatif masih seadanya digunakan untuk mendukung kegiatan pengelolaan proyek konstruksi, meskipun pemilik proyek telah meminta secara khusus dalam spesifikasi penjadwalan dalam kontrak kerja konstruksinya dengan kontaktor kecil. Kurangnya sumber daya yang khusus ditugaskan untuk pengelolaan proyek, pendukung teknologi software, pengetahuan yang mencukupi serta keterbatasan dana untuk pengembangan terkait dengan pengelolaan proyek adalah sumber dari rendahnya kinerja kontraktor kecil dalam pengelolaan proyek konstruksinya. Hasil survey memberikan gambaran yang memadai untuk dijadikan titk awal pengembangan berbagai hal yang dapat meningkatkan kinerja kontraktor kecil. Salah satunya dengan menjadikan hasil survey ini sebagai sebuah spesifikasi pengembangan perangkat lunak pengelolaan proyek konstruksi oleh kontraktor kecil. Perangkat lunak yang dimaksud bertujuan untuk mengakomodasi praktek yang telah biasa dilakukan, keterbatasan sumberdaya, serta di pihak lain mencoba mengintroduksi cara pengelolaan proyek yang sebaiknya dilakukan. Aplikasi spreadsheet merupakan potensi aplikasi yang sebaiknya digunakan untuk hal ini karena telah dikenal luas, kemudahan, serta
kemampuan yang dimilikinya. Untuk meningkatkan kemudahan, kecepatan, keakuratan data pengelolaan proyek, maka perlu juga dilakukan automasi aplikasi spreadsheet tersebut. 7. Daftar Pustaka Hendrickson, C. (2000). “Project Management for Construction,” 2nd Edition, Prentice Hall. Hengki, A. R., (2006). “Pengembangan Model Penilaian Kesiapan Kontraktor Indonesia Menuju Konstruksi Ramping”. Thesis Magister, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, ITB. Oberlender, Garold D. (2000). Project Management for Engineering and Construction,” 2nd edition, McGraw-Hill.