POTENSI RESIKO INTRODUKSI GANDUM KE TIMOR TENGAH UTARA : PENYAKIT HAWAR DAUN DAN BUSUK BATANG
ALOYSIUS RUSAE
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Potensi Resiko Introduksi Gandum ke Timor Tengah Utara: Penyakit Hawar Daun dan Busuk Batang adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2015 Aloysius Rusae NIM A352120051
RINGKASAN ALOYSIUS RUSAE. Potensi Resiko Introduksi Gandum ke Timor Tengah Utara : Penyakit Hawar Daun dan Busuk Batang. Dibimbing oleh SURYO WIYONO dan EFI TODING TONDOK Gandum (Triticum spp.) adalah tanaman serealia, memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi. Kebutuhan gandum di Indonesia mengalami peningkatan setiap tahun sejalan dengan peningkatan populasi penduduk Indonesia. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, tepung gandum yang ada di Indonesia berasal dari negara lain, menyebabkan Indonesia dikenal sebagai pengimpor gandum kedua terbesar di dunia. Keinginan untuk memenuhi kebutuhan gandum dalam negeri dengan memproduksi gandum sendiri mendorong peneliti dan pemerintah untuk mengembangkan gandum tropik di Indonesia. Timor Tengah Utara adalah daerah yang potensial untuk pengembangan gandum di Indonesia. Kondisi lingkungan yang mendukung berupa kelembapan udara dan suhu yang rendah di daerah yang lebih tinggi, juga tipe tanah Litosol dan Grumosol menjadikan wilayah ini sebagai tempat yang sangat cocok untuk mengembangkan tanaman gandum. Penyakit tumbuhan merupakan salah satu faktor pembatas yang perlu diperhatikan bila akan mengintroduksi gandum ke suatu wilayah baru, termasuk Timor Tengah Utara. Informasi tentang penyakit tanaman gandum belum ada di Timor Tengah Utara karena belum pernah dilakukan penanaman gandum di daerah tersebut. Pengetahuan tentang keberadaan patogen sangat penting untuk menentukan peta sebaran patogen, juga untuk menentukan langkah pengelolaan patogen tersebut lebih lanjut apabila dilakukan penanaman dalam areal yang luas sehingga diharapkan dapat meningkatkan produksi gandum. Tujuan utama penelitian ini adalah mengetahui potensi resiko serangan penyakit-penyakit utama yang akan menyerang tanaman gandum apabila diintroduksi ke Kabupaten Timor Tengah Utara, Propinsi Nusa Tenggara Timur. Metode yang digunakan adalah penanaman gandum di Kelurahan Oenak, Timor Tengah Utara, pengamatan penyakit dan identifikasi penyakit utama. Varietas gandum yang ditanam adalah varietas Dewata, Selayar dan Nias. Penanaman dilakukan pada bulan Maret sampai Juni 2014. Setiap varietas (sebagai perlakuan) ditanam pada petak dengan luas 3 x 4 m, dengan jarak tanam 25 x 10 cm dan diulang 4 kali. Pengamatan terhadap kejadian dan keparahan penyakit dilakukan setiap 4 minggu. Pembuktian patogen utama dilakukan dengan mengikuti Postulat Koch. Identifikasi patogen dilakukan dengan karakterisasi morfologi dengan bantuan kunci identifikasi. Penelitian laboratorium untuk identifikasi penyakit dilakukan di Laboratorium Mikologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Institut Pertanian Bogor. Helminthosporium gramineum merupakan patogen hawar daun tanaman gandum yang ditemukan di Timor Tengah Utara, dibuktikan dengan Postulat Koch. Penyakit hawar daun merupakan salah satu penyakit penting pada tanaman gandum di Timor Tengah Utara. Kejadian penyakit hawar daun sangat tinggi untuk ketiga varietas yang diuji, berkisar 73.45-87.93%. Respon varietas terhadap
patogen hawar daun berbeda, penelitian lapangan menunjukkan bahwa varietas Dewata paling tahan dibandingkan dengan varietas Selayar dan Nias. Pembuktian dengan Postulat Koch menunjukkan bahwa penyakit busuk batang pada penelitian ini disebabkan oleh Rhizoctonia sp., yang memiliki sifat morfologi mirip dengan Rhizoctonia zeae. Penyakit busuk batang ini juga merupakan penyakit penting pada tanaman gandum di Timor Tengah Utara, dengan kejadian penyakit antara 11.30-21.76%. Walaupun kejadian penyakit tersebut tidak tinggi tetapi dapat menyebabkan kematian pada semua fase pertumbuhan gandum. Berdasarkan pengetahuan penulis, penyakit busuk batang pada gandum yang disebabkan oleh Rhizoctonia sp. untuk pertama kalinya dilaporkan di Indonesia. Penyakit lain yang menginfeksi tanaman gandum adalah busuk pucuk Fusarium, hawar malai Curvularia dan Helminthosporium, dan daun terpilin. Persentase kejadian ketiga penyakit tersebut sangat rendah. Dari ketiga varietas yang diuji, varietas Dewata memperlihatkan tingkat kejadian dan keparahan penyakit paling rendah terhadap hawar daun, busuk batang dan penyakit lainnya. Varietas Dewata memiliki tingkat ketahanan tertinggi terhadap berbagai serangan patogen selama pertumbuhannya. Varietas Dewata juga memiliki tingkat adaptasi yang tinggi dengan lingkungan dibandingkan dengan varietas yang lain, ditunjukkan oleh pertumbuhan fase vegetatif dan generatif yang lebih baik. Kata kunci: Postulat Koch, karakter morfologi, Helminthosporium, Rhizoctonia
SUMMARY ALOYSIUS RUSAE. Potential Risk of Wheat Introduction to Timor Tengah Utara : Leaf Blight and Root Rot Disease . Supervised by SURYO WIYONO and EFI TODING TONDOK. Wheat (Triticum spp.) is cereal plant that has high nutritional contents. Demand of wheat consumption in Indonesia is increase every year, in line with the growth of Indonesian population. To fulfill this demand, until now all of wheat flour in Indonesia are imported from other countries, causing Indonesia is noted as the second highest wheat importer country in the world. Willing to meet the needs of wheat flour by cultivated wheat in domestic region encourage many researchers and government to develop tropical wheat in Indonesia. Timor Tengah Utara is potential area for wheat cultivation in Indonesia. With lower relative humidiy and temperature, some areas of Timor Tengah Utara, especially on highland are an appropriate place for developing tropical wheat. Furthermore, soil type of Lytosol and Grumosol in Timor Tengah Utara is another factor that support wheat cultivation in this areas. Diseases are main risk in introduction of wheat into a new area, including Timor Tengah Utara. There is no information yet about wheat disease(s) in Timor Tengah Utara, because of wheat never cultivate in that area before. Knowledge about potential pathogen to wheat is so important to determine pathogen distribution and disease management, before wheat is introduced and planted on wider potential land in Timor Tengah Utara. It is expected that wheat production can be increased. The main aim of this research was to examine disease risk potential of wheat introduction to Timor Tengah Utara. The methods used in this study were wheat cultivation in the field, observation and identification of the main diseases on wheat. Wheat cv. Dewata, Selayar and Nias was grown in the field of Oneak area, Timor Tengah Utara in March to June 2014. Each cultivars (regarded as treatment) sown in a 3 x 4 m plots, with spacing of 25 x 10 cm, and 4 times replicated. Observation on growth and diseases was done every 4 week. Koch’s Postulated followed by morphological identification were performed for two main diseases. Laboratory research for identification of diseases was done in Laboratory of Plant Mycology, Department of Plant Protection, Bogor Agricultural University. The causal agent of leaf blight disease is Helminthosporium gramineum and stem rot is Rhizoctonia which similar to R. zeae. The two diseases were the two most important diseases of wheat cultivated in Timor Tengah Utara and considered as the main disease risk. Leaf blight disease occurred in vegetative and generative growth stages with high disease incidence (73.45-87.93 %) in the field. Even though disease incidence of root rot was not very high (11.30 – 21.76 %), the disease cause death in all wheat growth stages. Another disease of wheat were tip rot Fusarium, leaf and panicle blight caused by Helminthosporium and Curvularia, and leaf twisted. The percentage incidence of the three diseases is very low.
Wheat cultivar of Dewata showed lowest disease incidence of leaf blight, stem rot and other diseases. Dewata variety was the highest resistance to such pathogen compared to Nias and Selayar. This variety had the highest adaptation response, that showed in vegetative and generative growth phase. Keywords: Koch’s Postulate, morphology characterization, Helminthosporium, Rhizoctonia
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
POTENSI RESIKO INTRODUKSI GANDUM KE TIMOR TENGAH UTARA : PENYAKIT HAWAR DAUN DAN BUSUK BATANG
ALOYSIUS RUSAE
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Fitopatologi
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Bonny PW. Soekarno, MSi
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala karunia-Nya sehingga tesis berjudul Potensi Resiko Introduksi Gandum ke Timor Tengah Utara : Penyakit Hawar Daun dan Busuk Batang, berhasil diselesaikan. Penyusunan tesis ini atas bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan terima kasih kepada: 1. Prof Dr Ir Sri Hendrastuti H, MSc sebagai Ketua Program Studi Fitopatologi telah memberi saran dan bimbingan selama perkuliahan di IPB. 2. Dr Ir Suryo Wiyono, MScAgr dan Dr Efi Toding Tondok, SP MScAgr selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan motivasi kepada penulis selama penelitian hingga menyelesaikan tulisan ilmiah ini. 3. Dr Ir Bonny Poernomo Wahyu Soekarno, MSi selaku penguji atas segala saran dalam penyelesaian tesis ini. 4. Ayah, Ibu, Istri dan anak-anakku, atas doa dan kasih sayangnya memampukan saya menyelesaikan studi ini. 5. Teman-teman seangkatan atas segala dukungan dan kerja sama selama menjalani studi. 6. Pimpinan Universitas Timor yang memberikan kesempatan bagi saya untuk melanjutkan pendidikan di IPB. Akhirnya penulis berharap semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2015 Aloysius Rusae
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
viii
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Hipotesis Manfaat
1 1 2 2 2 3
2 TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Gandum Penyakit pada Tanaman Gandum. Potensi Pertumbuhan Gandum di Timor Tengah Utara
4 4 5 7
3 METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Metode
8 8 8
4 HASIL Pertumbuhan Gandum Penyakit Hawar Daun Penyakit Bercak Daun Penyakit Busuk Batang Penyakit Hawar Malai Penyakit Busuk Pucuk Penyakit Terpilin
12 12 15 17 17 19 20 21
5 PEMBAHASAN
22
6 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
25 25 25
DAFTAR PUSTAKA
26
LAMPIRAN
29
RIWAYAT HIDUP
32
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7
Skoring penyakit yang digunakan Pertumbuhan dan hasil tanaman gandum di Timor Tengah Utara Perbandingan jenis penyakit gandum pada penelitian ini dengan penyakit gandum di daerah tropik dan subtropik lain Inventarisasi penyakit pada stadia pertumbuhan gandum Kejadian dan keparahan penyakit tanaman gandum yang ditanam di Timor Tengah Utara Karakteristik Helminthosporium sp. asal gandum di Timor Tengah Utara dan Helminthosporium yang telah diketahui spesiesnya Karakteristik Rhizoctonia sp. hasil isolasi dan Rhizoctonia yang telah diketahui spesiesnya
9 12 13 14 14 16 19
DAFTAR GAMBAR 1
2 3 4
5 6 7 8
Gejala penyakit hawar daun dan inokulasi Helminthosporium sp. (A) gejala hawar daun di lapangan, (B) inokulasi, (C) gejala hawar daun hari ke-1 hasil inokulasi, (D) gejala hawar daun hari ke-2 setelah inokulasi dan (E) daun menguning dan nekrotik hari ke-3 setelah inokulasi Bentuk koloni dan morfologi Helminthosporium gramineum. (A) koloni H. Gramineum pada media PDA, (B) konidiofor, (C) konidia dan (D) perkecambahan konidia Gejala penyakit bercak daun di lapangan (A), dan konidia Curvularia (B) Perkembangan gejala busuk batang di lapangan dan dengan inokulasi. (A) hawar daun, (B) tanaman kerdil, (C) busuk pangkal batang, (D) hawar pada pelepah hasil inokulasi, (E) hawar daun hasil inokulasi, (F) busuk pangkal batang hasil inokulasi Bentuk koloni dan morfologi Rhizoctonia sp. (A) koloni, (B) sklerotia dan, (C) hifa Rhizoctonia sp. Gejala hawar malai di lapangan (A), konidia Curvularia sp. (B) dan konidia Helminthosporium sp. (C) Perkembangan gejala penyakit busuk pucuk dan konidia. (A) gejala pada pucuk, (B) layu pada batang dan daun tanaman, (C) konidia Fusarium sp. Perkembangan gejala penyakit terpilin. (A) gejala terpilin pada daun, (B) malai pendek, dan (C) rebah malai
15 16 17
18 18 20 20 21
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5
Layout penanaman gandum di Timor Tengah Utara Pertumbuhan tanaman gandum Cuaca bulan April, Mei dan Juni di Timor Tengah Utara Rata-rata kecepatan tumbuh Helminthosporium sp. Rata-rata kecepatan tumbuh Rhizoctonia sp.
1 2 3 4 5
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Gandum (Triticum spp.) adalah tanaman serealia (Poaceae) yang berasal dari daerah subtropis. Gandum memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi di antaranya karbohidrat sebesar 70% dan protein sebesar 13% (Porter 2005), selain itu gandum mengandung gluten yang mencapai 80%. Gluten adalah protein yang mengandung kohesif dan liat yang digunakan untuk membuat roti, tepung, produk bahan baku (cake, cookies, crackers, pretzel), semolina, bulgar dan sereal (Porter 2005). Kandungan gizi dari gandum tidak jauh berbeda dengan tanaman serealia lainnya. Bahan pangan dari gandum dikenal dengan tepung terigu yaitu untuk pembuatan mie instan dan roti. Manfaat lain dari gandum adalah bahan pakan ternak seperti gabah, dedak, bungkil dan juga untuk industri dalam pembuatan kerajinan, hiasan, lem dan pembuatan kertas. Kebutuhan gandum Indonesia setiap tahun mengalami peningkatan, hal ini terjadi karena perubahan pola makan masyarakat yang telah bergeser ke makanan yang berbasis tepung terigu seperti mie instan dan roti. Perubahan ini merata bagi seluruh penduduk Indonesia yang di kota maupun di desa. Pertambahan jumlah penduduk yang meningkat setiap tahun yang diimbangi dengan peningkatan pendapatan yang turut berpengaruh dalam tingginya konsumsi gandum. Untuk mencukupi kebutuhan gandum dalam negeri, Indonesia mengimpor gandum dari berbagai negara. Pada tahun 2009 impor gandum Indonesia mencapai 4.3 juta ton dan mengalami penigkatan 4.5 juta ton pada tahun 2010 dan tahun 2011 terus meningkat mencapai 4.8 juta ton (BPS 2012). Berdasarkan data Badan Pusat Statistik tahun (2013), impor gandum tahun 2012 semakin meningkat mencapai 6.3 juta ton. Indonesia tercatat sebagai negara pengimpor gandum terbesar kedua di dunia. Bila konsumsi gandum terus meningkat dengan terus meningkatnya harga di pasaran dunia diperkirakan terjadi kelangkaan terigu di pasar dalam negeri. Hal ini menjadi kendala bagi industri pangan di Indonesia yang harus mencari solusi pemecahannya. Pemerintah perlu melakukan upaya memproduksi gandum dalam negeri, untuk menekan impor gandum. Indonesia mempunyai potensi lahan untuk mengembangkan gandum seluas 73.455 hektar yang tersebar di 15 propinsi. Sehingga peluang untuk mengembangkan gandum cukup terbuka (Ditjen Tanaman Pangan 2010). Upaya mengembangkan tanaman gandum di Indonesia telah dilakukan Badan Litbang Pertanian dengan mengintroduksi galur atau varietas gandum dari negara lain. Pengembangan gandum subtropis Indonesia terkonsentrasi di dataran tinggi yang luasnya juga terbatas kurang bersaing dengan tanaman hortikultura yang dibudidayakan daerah tersebut (Farid 2006). Oleh karena itu, program pemuliaan gandum di Indonesia di arahkan pada perakitan varietas unggul tropis yang mampu beradaptasi di beberapa ketinggian tempat (Aqil et al. 2011). Azwar et al. (1988) menyatakan tanaman gandum tumbuh dan berproduksi dengan baik di Indonesia serta mempunyai peluang untuk pengembangannya, namun perlu diperhatikan pengaruh suhu, curah hujan yang menyebabkan naiknya intensitas penyakit terutama menjelang panen. Hujan yang terlalu banyak pada
2 waktu pembungaan, mengakibatkan banyak hampa dan mudah terserang penyakit. Timor Tengah Utara adalah kabupaten di Nusa Tenggara Timur yang beberapa kecamatannya memiliki ketinggian 500-1000 m dpl dan di atas 1000 m dpl, suhu udara 22-34 oC, kelembapan udara 69-87 oC dan penyinaran matahari 50-98% (BPS Timor Tengah Utara 2013). Berdasarkan kondisi ini maka beberapa kecamatan di Kabupaten Timor Tengah Utara berpotensi untuk budidaya gandum. Oleh karena itu introduksi gandum perlu dilakukan di Timor Tengah Utara. Salah satu resiko introduksi tanaman di suatu daerah adalah serangan penyakit. Hal ini sesuai dengan Untung (2007) bahwa penanaman tanaman baru disuatu daerah dapat menimbulkan serangan OPT yang baru, karena tidak terdapat musuh alami OPT tersebut di daerah itu. Identifikasi penyakit secara umum adalah membuat kepastian terhadap suatu penyakit berdasarkan gejala yang tampak, atau suatu proses untuk mengenali suatu penyakit tanaman melalui gejala dan tanda penyakit yang khas termasuk faktor-faktor lain yang berhubungan dengan proses penyakit tersebut (Nurhayati 2011). Identifikasi memberikan informasi mengenai jenis-jenis penyakit tanaman sangat penting dalam menunjang pelaksanaan budidaya terutama menentukan teknik pengendalian yang tepat. Kabupaten Timor Tengah Utara, merupakan daerah yang potensi untuk pengembangan gandum. Akan tetapi informasi tentang penyakit tanaman gandum belum ada di daerah tersebut. Keberadaan patogen pada pertanaman gandum belum diamati dan diidentifikasi karena belum pernah dilakukan penanaman gandum di daerah tersebut. Pengetahuan tentang keberadaan patogen sangat penting untuk menentukan peta sebaran patogen, juga untuk menentukan langkah pengelolaan patogen tersebut lebih lanjut sehingga diharapkan dapat meningkatkan produksi gandum. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk mengetahui potensi resiko serangan penyakit-penyakit utama yang akan menyerang tanaman gandum apabila diintroduksi ke Kabupaten Timor Tengah Utara, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Perumusan Masalah Informasi tentang penyakit penting pada tanaman gandum sangat diperlukan untuk mengembangkan gandum skala luas. Penelitian ini akan menghasilkan informasi jenis-jenis penyakit gandum yang ditanam di Timor Tengah Utara. Tujuan Penelitian Tujuan utama penelitian ini adalah mengetahui potensi resiko serangan penyakit-penyakit utama yang akan menyerang tanaman gandum apabila diintroduksi ke Kabupaten Timor Tengah Utara, Propinsi Nusa Tenggara Timur. Hipotesis Terdapat serangan penyakit pada gandum yang ditanam di Timor Tengah Utara. Kejadian dan keparahan penyakit berbeda antar varietas yang ditanam.
3 Manfaat Manfaat dalam pelaksanaan penilitian ini adalah mendapatkan informasi tentang berbagai penyakit yang menyerang tanaman gandum serta sebagai acuan untuk mengambil tindakan pengendalian penyakit bagi berbagai pihak yang ingin membudidayakan tanaman gandum di Kabupaten Timor Tengah Utara, Propinsi Nusa Tenggara Timur.
4
2 TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Gandum Gandum merupakan tanaman yang mempunyai daerah penyebaran cukup luas dari daerah tropik sampai daerah lintang tinggi (Handoko 2007). Tanaman rumput-rumputan setahun ini dapat tumbuh optimal pada suhu 4-31 oC dengan suhu optimum 20 oC di daerah subtropis (Aqil et al. 2011). Brooking (1996) menyatakan bahwa gandum dapat tumbuh baik pada suhu di bawah 28 oC pada kelembapan relatif 40%, sedangkan pada kelembapan relatif 80% tanaman gandum hanya dapat bertahan pada suhu di bawah 23 oC. Suhu dingin diperlukan pada awal penanaman dan pada awal pertumbuhan gandum. Suhu yang tinggi menyebabkan penurunan pengisian biji yang disebabkan oleh viabilitas polen yang rendah, sehingga penyerbukan bunga rendah (Thuzar et al. 2010). Suharti (2001) menyatakan gandum di Indonesia mempunyai pertumbuhan yang baik pada ketinggian lebih dari 800 m di atas permukaan laut. Gandum juga dapat ditanam di dataran tinggi tropis atau dataran rendah, jika tingkat kelembapan rendah. Curah hujan sangat mempengaruhi pertumbuhan gandum. Menurut Musa (2002), curah hujan efektif yang dibutuhkan tanaman gandum 825 mm/tahun dengan ketinggian di atas 800 m dpl. Gandum juga dapat tumbuh dengan bantuan irigasi apabila curah hujan sangat minim. Gandum yang ditanam di daerah panas dan kekurangan air produksinya akan lebih rendah walaupun kualitasnya lebih baik dari pada daerah lembap dan beririgasi karena penyakit gandum dapat berkembang cepat di daerah panas dan lembap. Gandum merupakan salah satu tanaman yang secara relatif sedikit membutuhkan air. Kekurangan air pada fase pertumbuhan gandum dapat mempengaruhi hasil akhir yang diperoleh. Menurut Tobing (1987), pengaruh kekurangan air pada masa reproduktif tanaman dalam tiga tahap yaitu: tahap pembungaan, tahap perkembangan buah dan tahap pematangan buah. Pada tahap pembungaan tidak terdapat pengaruh khusus, tetapi dengan berkurangnya air dapat mengurangi produksi bunga. Pada tahap perkembangan buah, kekurangan air dapat dilihat pada ukuran buah yang mengecil. Sedangkan kekurangan air pada tahap pematangan buah akan mempengaruhi kemasakan dan kualitas buah yang dihasilkan. Periode pertumbuhan yang sangat sensitif terhadap kekurangan air terjadi selama fase pembungaan organ reproduksi dan pembungaan (Hariandi 2012). Tanaman yang termasuk dalam Famili Poaceae ini membutuhkan lama penyinaran selama 9-12 jam/hari dengan intensitas penyinaran lebih dari 60% untuk dapat berfotosintesis (Direktorat Budidaya Serealia 2008). Produk asimilasi ini terjadi pada waktu pengisian bulir ditranslokasikan dari daun bendera ke dalam bulir. Tekstur tanah yang cocok untuk pertumbuhan dan perkembangan yang memiliki jalur fotosintesis bersiklus C3 ini adalah lempung berdebu dan lempung liat. Namun gandum juga dapat tumbuh pada tanah bertekstur pasir hingga liat dengan sistim drainase yang baik dan solum tanah yang dalam (Tobing 1987). Ketersediaan hara pada awal pertumbuhan sangat diperlukan untuk mendukung pertumbuhan secara optimal. Nasir (1987) menyatakan bahwa
5 gandum memerlukan hara nitrogen dalam jumlah yang banyak pada awal dan pertengahan pertunasan untuk memperbanyak jumlah malai per rumpun dan pengisian bulir pada fase generatif. Ketersediaan hara nitrogen yang cukup dapat menigkatkan kadar protein butiran gandum. Keasaman (pH) tanah dapat mempengaruhi pertumbuhan gandum karena pH sangat berhubungan dengan ketersedian unsur hara. Kisaran pH yang baik untuk pertumbuhan gandum adalah 6-8 (Samekto 2008). Pada kondisi pH 6-7 mikroorganisme tanah sangat aktif melakukan penguraian bahan organik dan membantu cepat ketersediaan unsur hara di dalam tanah. Faktor keasaman (pH) tidak menjadi faktor pembatas penting pada pertumbuhan gandum. Kelembapan udara berpengaruh terhadap berjangkitnya penyakit dan juga terhadap evapotranspirasi. Musim tanam di Indonesia yang potensial yaitu menjelang musim kemarau, sehingga fase pematangan pada musim kemarau. Pada bulan pertama dan kedua diperlukan distribusi air yang merata dan cukup jumlahnya, karena pada saat ini tanaman gandum sedang membentuk pertunasan dan primordia, pada bulan ketiga fase pematangan, fase ini tidak membutuhkan banyak air. Penyakit pada Tanaman Gandum di Daerah Tropis dan Subtropis Penyakit tanaman adalah sesuatu yang menyimpang dari keadaan normal, cukup jelas menimbulkan gejala yang dapat dilihat, menurunkan kualitas atau nilai ekonomis, dan merupakan akibat interaksi yang cukup lama, disebabkan oleh mikroorganisme: virus, bakteri, protozoa, cendawan, nematoda dan faktor lingkungan. Patogen yang menyerang tanaman gandum yang disebabkan oleh cendawan adalah: karat, hangus, kudis, bercak hitam. Karat pada tanaman gandum disebabkan oleh Puccinia spp. (Mohanan 2010). Penyakit ini menurunkan hasil panen 20%. Spora-spora cendawan terbawa angin. Cuaca yang cocok untuk perkembangan cendawan ini adalah cuaca panas dan lembap. Tanaman inang Puccinia adalah gandum, barley, oat, rye dan rumput liar famili gramineae. Pada gandum terdapat tiga macam penyakit karat yaitu karat batang, karat daun, karat bergaris. Karat batang disebabkan oleh Puccinia graminis (karat hitam), menyerang batang, malai dan pangkal batang, pelepah daun, helai daun, gabah (butir gandum berkerut). Gejala serangan karat merah kecokelat-cokelatan. Urediospora berbentuk jorong atau bulat telur berduri, berwarna merah gelap. Karat daun disebabkan oleh P. recondita (karat cokelat), menyerang daun dan mengakibatkan berkurangnya jumlah dan ukuran butir gandum sehingga hasilnya menurun. Gejala serangan karat berwarna cokelat pada daun. Karat bergaris penyebabnya P. striifomis (karat kuning), menyerang semua bagian tanaman yaitu daun, pelepah daun, gabah, lemma, ekor gabah, butir gandum dan batang. Gejala serangan memperlihatkan karat yang memanjang seperti garis dan berwarna kuning (Abbasi et al. 2005). Ada tiga macam penyakit hangus yang menginfeksi tanaman gandum. Penyakit hangus tak beratur (loose smut) disebabkan oleh Ustilago tritici. Penyakit ini sangat merugikan. Spora menempel pada butir gandum, sekam gandum dan malai gandum, berupa titik yang hitam. Spora terbawa angin, hujan, insekta dan terbawa benih, sifat serangan sporadis dan lambat. Pengendalian dapat
6 melalui perlakuan benih dengan fungisida sistemik atau direndam dalam air panas. Penyakit hangus memanjang oleh cendawan Urocystis agropyri, meyebabkan bintik hitam memanjang pada helai daun, pelepah daun, batang dan tanaman menjadi kerdil. Serangan dapat berasal dari benih dan dari dalam tanah (soil borne desease). Penyakit busuk atau bercak hitam membusuk, sporanya tahan dalam tanah kemudian menginfeksi benih (bila keadaan lembap dan dingin). Spora berkembang dan menyerang kecambah atau tanaman muda. Jika menyerang tanaman dewasa membentuk bercak hitam di antara butir-butir gandum. Bercakbercak hitam pada butir gandum (scab), oleh cendawan Gibberella zeae yang menyerang kecambah sehingga menjadi lemah dan mati, juga menyerang malai. Gejala serangan pada malai menyebabkan satu atau lebih butir gandum rontok, bagian yang terinfeksi memberikan bekas memutih hingga bulir atau malai mati. Sporanya berwarna merah muda dan hitam pada pangkal gabah. Butir gandum yang terserang akan mengkerut, hampir putih dan bernoda yang disebut “scab”. Butir gandum yang terserang bila dimakan oleh manusia dan hewan akan sakit. Cendawan scab berasal dari gandum yang dirotasikan dengan jagung atau barley. (Curtis et al. 2002). Embun tepung disebabkan oleh Erysiphe graminis (Oberhaensli 2011). menyerang daun, pelepah daun dan kadang-kadang malai. Sporanya terbawa angin dari satu tanaman ke tanaman lainnya. Tanaman menjadi kerdil dan tidak menghasilkan malai. Pemupukan nitrogen yang tidak terlalu banyak membantu mengurangi serangan cendawan ini. Septoria tritici menyerang daun, gabah dan ruas-ruas batang, menyebabkan butir gandum mengkerut. Rotasi tanaman dan pengolahan tanah dapat mencegah berkembangnya spora cendawan ini. Bercak hitam (black point) disebabkan oleh cendawan Helminthosporium sp. dan Altenaria sp. (Sharma 2003). Mula-mula pada daun timbul bintik-bintik jorong, berwarna cokelat tua atau hitam. Bintik-bintik meluas menjadi bercakbercak memanjang, bentuknya tidak teratur. Pada serangan berat seluruh daun menjadi kering dan dapat patah. Pada malai, timbul bintik-bintik hitam pada sekam dan ekor gabah gandum (Mahto 1999). Kudis (scab) yang disebabkan oleh Fusarium oxysporum (Sudjono 1986). Pada sekam-sekam bunga terjadi bercak cokelat yang meluas dengan cepat dan berwarna kekuningan. Pangkal bagian bunga yang terserang terdapat lapisan beludu berwarna merah. Penyakit busuk batang disebabkan oleh Rhizoctonia sp., cendawan ini menginfeksi akar dan menampakkan gejala berupa busuk pangkal batang, hawar daun dan pertumbuhan tanaman kerdil. Pada kondisi alami, serangan patogen ini terjadi pada fase sebelum pembungaan tanaman. Infeksi biasanya dimulai dari pelepah daun terbawah dan seterusnya menginfeksi daun berikutnya (Pascual et al. 2000). Serangan patogen tersebut menyebabkan gagal panen (Smith 2003). Penyakit tanaman gandum yang disebabkan oleh bakteri adalah Black chaff (bercak hitam pada sekam) disebabkan oleh Bacterium translucens var. undulosum (Pan 1940). Patogen tersebut menginfeksi bagian sekam dan ekor gabah. Gejala yang timbul berupa bercak kecil yang memanjang ke bagian ekor gabah dan kemudian membusuk (nekrosis). Bakteri ini cepat berkembang dalam kondisi cuaca kering atau subhumid. Bakteri lain yang menginfeksi tanaman gandum adalah Basal glume rote (Pseudomonas atrofaciens) memberikan gejala yang khas yaitu pangkal sekam berwarna kecokelat-cokelatan, infeksi lebih parah akan sampai ke butir gandum. Bakteri dalam kultur, berwarna putih kekuning-
7 kuningan. Bacterial spike blight (hawar malai) di sebabkan oleh Corynebacterium tritici. Bakteri yang kecil dan tipis berwarna kuning, berkembang pada malai. Nematoda yang menyerang tanaman gandum adalah Anguina tritici menyebabkan kerugian ringan sampai berat lebih dari 70%. Nematoda ini menyerang malai dan jaringan tanaman selama pertumbuhan. Patogen ini terbawa benih atau infeksi dari tanah. Nematoda dapat menyerang akar, memutuskan akar pada tanaman yang masih muda (berumur 2-4 minggu), bahkan menyerang akar gandum yang sudah bermalai sampai rebah. Tanaman yang sakit mempelihatkan daun yang berwarna kekuning-kuningan, menjadi layu dan mati. Penyakit sista disebabkan oleh Heteredora avenae. Nematoda ini menyebabkan penyakit pada gandum dan barley, pertumbuhan tanaman terhambat dan klorosis muncul ketika tanaman berumur 1-2 bulan, anakan sangat berkurang. Infeksi sangat parah menyebabkan pertumbuhan malai tidak sempurna dan bulir tidak berisi (Azwar et al. 1988). Faktor-faktor yang mempengaruhi intensitas penyakit meningkat jika banyak turun hujan pada masa sebelum panen. Gandum memerlukan dua bulan kering sebelum panen. Potensi Pertumbuhan Gandum di Timor Tengah Utara Wilayah Timor Tengah Utara mempunyai prospek bagi pengembangan gandum, dari dataran rendah sampai dataran tinggi yang memiliki suhu rendah pada periode tertentu. Luas wilayah berdasarkan ketinggian tempat 101-500 m dpl seluas 149 944 935 Ha, ketinggian 501-1000 m dpl seluas 88 908 875 Ha dan ketinggian di atas 1000 m dpl seluas 10 410 500 Ha. Jenis tanah yang terdapat di Timor Tengah Utara adalah tanah litosol, tanah grumosol dan kompleks. Tanah litosol meliputi areal seluas 1 666 96 km2 atau 62.4%, tanah kompleks seluas 479.48 km2 atau 18.0% dan tanah grumosal 522.26 km2 atau 19.6% dari luas wilayah Timor Tengah Utara (BPS Timor Tengah Utara 2013). Jenis tanah tersebut sesuai dengan tanah yang menjadi media tumbuh gandum. Berdasarkan klasifikasi Koppen, tipe iklim Kabupaten Timor Tengah Utara tergolong tipe A atau termasuk iklim equator. Kondisi iklim di Timor Tengah Utara: suhu udara 22-34 oC, kelembapan udara 69%-87% serta penyinaran matahari 50%-98%. Pada bulan Desember-April curah hujan relatif cukup memadai, sedangkan bulan Mei-Nopember sangat tidak terjadi hujan, kalaupun terjadi hujan biasanya curah hujan di bawah 50 mm. Rata-rata jumlah hari hujan di Kabupaten Timor Tengah Utara sebanyak 58 hari dengan curah hujan sebesar 1633 mm (BPS Timor Tengah Utara 2013). Klimatologis daerah Timor Tengah Utara dapat mempercepat proses pembungaan karena tingginya intensitas fotosintesis. Kelurahan Oenak, kecamatan Noemuti memiliki ketinggian 500 m dpl, suhu rata-rata bulan Maret-May 21-30 oC dan pada bulan tersebut intensitas air hujan cukup untuk pertumbuhan gandum, musim kemarau menggunakan air irigasi. Untuk membudidayakan tanaman gandum di Kelurahan Oenak disesuaikan dengan kondisi iklim, penanaman pada bulan Maret dan memasuki fase genaratif pada bulan May. Wilayah Oenak menjadi daerah yang potensial untuk pertumbuhan gandum.
8
3 METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penanaman gandum dilaksanakan di Kelurahan Oenak, Kecamatan Noemuti, Kabupaten Timor Tengah Utara. Pengamatan secara mikroskopis dilakukan di Laboratorium Mikologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilakukan Maret 2014 sampai Maret 2015. Bahan dan Metode Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: tiga varietas gandum yakni varietas Dewata, varietas Nias dan varietas Selayar, alkohol 70%, media PDA (Potato Dextrose Agar), WA (Water Agar) dan buku identifikasi Putterill (1954), Parmeter (1970), Robert (1999), Toda (2007) dan Manamgoda et al. (2014). Percobaan Lapangan Persiapan areal penanaman. Pelaksanaan penelitian diawali dengan persiapan lahan. Tanah dicangkul sedalam 25-30 cm, diikuti dengan penggemburan tanah agar bongkahan tanah menjadi butiran yang lebih halus. Setelah digembur dibuat bedengan atau petak dengan luas 3 x 4 m, di antara bedengan atau petak dibuat selokan selebar 50 cm dan sedalam 25 cm. Lahan penelitian dibagi menjadi 4 blok dan setiap blok terdiri dari 3 petak, jumlah keseluruhan petak dalam penelitian ini adalah 12 petak. Jarak antar petak 0.5 m dan jarak antar blok 2 m. Penanaman. Penanaman dilakukan secara langsung, benih yang terseleksi ditempatkan pada lubang tanam secara tugal, jumlah 2 butir benih per lubang tanam. Jarak tanam 25 x 10 cm, setiap petak terdapat 12 larikan dan juga terdapat 480 lubang tanam. Benih yang digunakan dalam penelitian ini adalah 3 varietas yang tersedia yakni varietas Dewata, Nias dan varietas Selayar, merupakan varietas yang terseleksi dan beradaptasi di daerah tropis. Pemeliharaan. Pemupukan dilakukan dengan cara dialur antar barisan tanaman (5-7 cm). Pupuk pertama diberikan saat 10 hari setelah tanam (hst) dengan dosis 50% N/ha, 100% P2O5/ha. Pemupukan ke-2 diberikan saat 30 hst dengan dosis 50% N/ha. Penyiangan dilakukan secara manual untuk menghindari perebutan unsur hara dari dalam tanah. Penyiangan disesuaikan dengan kondisi lahan. Pengamatan Penyakit dan Identifikasi Patogen Kejadian dan keparahan penyakit. Pengamatan terhadap kejadian penyakit dilakukan dengan cara setiap petak perlakuan dibuat 3 petak kecil berukuran 1 x 0.5 m. Seluruh tanaman yang terdapat pada petak tersebut menjadi tanaman sampel. Pengamatan kejadian penyakit yakni menghitung jumlah tanaman sampel yang terserang patogen.
9 Menurut Zadoks dan Schein (1979) menghitung persentase kejadian penyakit (KP) digunakan rumus sebagai berikut:
Kp = Kejadian Penyakit n = Jumlah tanaman yang terserang patogen N = Jumlah tanaman yang diamati dalam setiap perlakuan Pengamatan keparahan penyakit dilakukan pada 3 petak kecil berukuran 1 x 0.5 m yang dibuat pada setiap petak perlakuan. Pada petak-petak tersebut dilakukan pengacakan untuk menentukan 5 rumpun gandum sebagai tanaman sampel yang ditandai dengan pengajiran pada tanaman atau rumpun tersebut, pada awal pertumbuhan gandum. Pengamatan terhadap keparahan penyakit dilakukan dengan cara mengamati tanaman sampel yang terserang penyakit dan diberikan skor sesuai dengan skoring penyakit yang sudah ditentukan (Tabel 1). Untuk menghitung keparahan penyakit digunakan rumus (Horsfall dan Barratt 1945) sebagai berikut.
ni vi N V
= = = =
jumlah tanaman dengan skor ke-1 Nilai skor penyakit Jumlah tanaman yang diamati. skor tertinggi
Tabel 1 Skoring penyakit yang digunakan sebagai berikut: Skor Kategori serangan (%) 0 0 1 0≤ X≤5 2 5 ≤ X ≤ 20 3 20 ≤ X ≤ 40 4 >40 Analisis Data. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 3 taraf perlakuan varietas gandum: Nias, Selayar dan Dewata diulang 4 kali. Pengamatan penyakit dilakukan pada fase kecambah, fase vegetatif dan fase generatif. Data kejadian dan keparahan penyakit yang diperoleh pada penelitian ini dianalisis secara statistik dengan menggunakan analisis sidik ragam (ANOVA), dan faktor perlakuan yang berpengaruh nyata dilakukan uji lanjut Duncan (DMRT). Postulat Koch Penelitian ini untuk menentukan cendawan patogen penyebab penyakit pada tanaman gandum. Asosiasi patogen. Pada tahapan ini melihat patogen yang diduga berasosiasi dengan tanaman gandum, diteliti pada bagian tanaman yang sakit. Gejala dan
10 tanda dideskripsikan, untuk itu dilakukan pemeriksaan gejala dan struktur patogen yang terdapat pada permukaan tanaman. Isolasi Patogen. Daun dengan gejala hawar dibersihkan dengan air kemudian dipotong-potong dengan ukuran ± 3 cm. Potongan-potongan tersebut dicelupkan dalam bahan aktif natrium hipoklorit 1% dan alkohol 70% masingmasing selama 1 menit, kemudian dibilas dengan air steril sebanyak tiga kali dan selanjutnya dikeringkan di atas kertas saring. Potongan-potongan tersebut ditanam dalam media PDA yang sebelumnya sudah diberikan khloramfenikol untuk mencegah pertumbuhan bakteri. Kemudian biakan diinkubasikan dalam suhu kamar selama ± 2 hari. Cendawan yang tumbuh dalam cawan petri kemudian dimurnikan untuk mendapatkan biakan murni. Patogen diisolasi dari tanaman gandum yang bergejala busuk pangkal batang. Pangkal batang bergejala dibersihkan dengan air kemudian dipotongpotong dengan ukuran ± 3 cm. Potongan-potongan tersebut dicelupkan dalam bahan aktif natrium hipoklorit 1% dan alkohol 70% masing-masing selama 1 menit, kemudian dibilas dengan air steril sebanyak tiga kali dan selanjutnya dikeringkan di atas kertas saring. Potongan-potongan tersebut ditanam dalam media PDA yang sebelumnya sudah diberikan khloramfenikol untuk mencegah pertumbuhan bakteri. Kemudian biakan diinkubasikan dalam suhu kamar selama ± 2 hari. Cendawan yang tumbuh dalam cawan petri kemudian dimurnikan untuk mendapatkan biakan murni. Cendawan yang diperoleh dalam biakan murni selanjutnya diidentifikasi berdasarkan sifat-sifat morfologi di bawah mikroskop dengan menggunakan kunci identifikasi. Inokulasi. Biakan murni cendawan yang diisolasi dari tanaman gandum bergejala hawar daun diinokulasikan pada daun tanaman gandum sehat yang berumur 3 minggu. Daun disemprot dengan air steril, dibersihkan menggunakan natrium hipoklorit 3%, dan dibilas dengan air steril. Potongan biakan murni patogen berumur 10 hari ditempelkan pada bagian daun, kemudian ditutup dengan kapas yang dibasahi air steril dan diselotip. Tanaman tersebut disungkup untuk menghindari infeksi dari patogen lain. Pengamatan perkembangan penyakit pada tanaman gandum dilakukan setiap hari sampai menampakkan gejala. Gejala yang muncul dicatat, dideskripsikan dan dibandingkan dengan gejala awal di lapangan. Tanaman gandum sehat yang berumur tiga minggu, diinokulasikan biakan murni cendawan hasil isolasi dari tanaman gandum bergejala busuk pangkal batang. Pangkal batang disemprot dengan air steril, dibersihkan menggunakan natrium hipoklorit 3%, dan dibilas dengan air steril. Potongan biakan murni patogen berumur 10 hari ditempelkan pada bagian daun, kemudian ditutup dengan kapas yang dibasahi air steril dan diselotip. Tanaman tersebut disungkup untuk menghindari infeksi dari patogen lain. Pengamatan perkembangan penyakit pada tanaman gandum dilakukan setiap hari sampai menampakkan gejala. Gejala yang muncul dicatat, dideskripsikan dan dibandingkan dengan gejala awal di lapangan. Reisolasi. Hasil dari bagian tanaman yang menunjukkan gejala direisolasi. Hasil reisolasi dibandingkan dengan hasil isolasi. Karakterisasi dan Identifikasi Patogen Hawar Daun dan Busuk Batang Karakterisasi cendawan patogen dilakukan pengamatan secara makroskopis dan mikroskopis. Secara makroskopis yaitu pengamatan secara langsung melihat
11 ciri khas koloni seperti warna, bentuk dan tepi koloni. Secara mikroskopis yaitu pengamatan terhadap karakteristik cendawan berupa: (1) hifa: warna, bersekat atau tidak, pola dan ukuran percabangan. (2) konidia: bentuk, warna dan ukuran. (3) konidiofor: warna, bersekat atau tidak, bercabang atau tidak dan ukuran konidiofor. Pengamatan pertumbuhan harian bertujuan untuk mengetahui kecepatan pertumbuhan dari cendawan patogen, yaitu dengan cara mengukur diameter koloni cendawan. Pengukuran dilakukan setiap hari dan dihentikan pada saat koloni cendawan telah mencapai tepi cawan petri. Identifikasi menggunakan buku identifikasi Putterill (1954), Manamgoda et al. (2014), Parmeter (1970), Robert (1999) dan Toda (2007) .
12
4 HASIL Pertumbuhan Gandum Benih gandum yang ditanam di lapangan pada awal bulan Maret, mendapat curah hujan yang baik sebagai akibatnya pada 4 hari setelah tanam (hst), tiga varietas yang ditanam di lapangan mulai tumbuh kecambah dan 6 hst semua benih berkecambah. Pertumbuhan awal dengan pembentukan batang, daun yang subur. Pada 14 hst curah hujan yang sangat tinggi menyebabkan tingginya serangan patogen pada pertanaman gandum. Hal ini tidak mempengaruhi pertumbuhan vegetatif tanaman gandum. Pertumbuhan vegetatif varietas Dewata memiliki ratarata tinggi tanaman 63.83 cm lebih tinggi dari varietas Nias (61.36 cm) dan varietas Selayar (49.01 cm). Jumlah daun pada varietas Dewata 7 helai, varietas Nias 6 helai dan Selayar 6 helai (Tabel 2). Berdasarkan pengamatan di lapangan, varietas Dewata lebih cepat berbunga ( 32 hst) dibandingkan dengan varietas Nias (34 hst) dan varietas Selayar (35 hst). Varietas Dewata dan Nias memiliki 4 anakan, varietas Selayar memiliki 3 anakan, hasil tersebut lebih rendah bila budidaya pada bulan Juli, jumlah anakan 8-9 anakan. Pada umur 82-85 hst pemanenan untuk ketiga varietas tanaman gandum. Umur panen varietas Dewata lebih cepat (82 hst) bila dibandingkan dengan varietas Selayar (84 hst) dan varietas Nias (85 hst). Varietas Dewata memiliki panjang malai lebih panjang yang ditunjukkan oleh jumlah spikelet per malai yang lebih banyak. Varietas Dewata memiliki 29 biji, yang terdiri dari 10 spikelet hampa dan 19 bernas, varietas Nias 23 biji terdapat 8 spikelet hampa dan persentase terendah varietas Selayar 20 biji, mempunyai 9 spikelet hampa. Tanaman gandum varietas Dewata memberikan hasil lebih tinggi (26.64 g/1000 biji) dibandingkan varietas Nias (23.69 g/1000 biji) dan varietas Selayar (24.68 g/1000 biji) (Tabel 2). Berat biji ketiga varietas yang ditanam di lapangan tidak optimum disebabkan oleh tingginya serangan patogen pada pertumbuhan vegetatif tanaman gandum tersebut yang mempengaruhi proses fotosintesis. Berdasarkan karakter pertumbuhan dan hasil tanaman gandum, varietas Dewata memiliki umur berbunga, umur panen yang lebih genjah dan diikuti oleh penampilan karakter yang lain dibandingkan dengan kedua varietas tersebut. Pertumbuhan dan produksi gandum di lapangan tidak optimum disebabkan infeksi penyakit yang sangat tinggi akibat intensitas curah hujan yang sangat tinggi pada tanaman gandum di lapangan. Tabel 2 Pertumbuhan dan hasil tanaman gandum di Timor Tengah Utara Varietas
Dewata Selayar Nias
Tinggi tanaman Vegetatif (cm)
Jumlah Generatif daun (cm)
Jumlah anakan
Panjang Bulir malai Bernas (cm)
Bulir hampa
Bobot 1000 biji (g)
63.83
56.55
7
4
6.28
17
12
26.64
49.01
43.14
6
3
5.46
11
9
24.58
61.36
54.45
6
4
6.04
15
8
23.69
13 Tabel 3 Perbandingan jenis penyakit gandum pada penelitian ini dengan penyakit gandum di daerah tropik dan subtropik lain Daerah (sumber rujukan) Boyolali Bogor NTT Iran India Penyakit Patogen (Patola (Widodo (Reis (Ahlawat et al. 2008) 2014) 2007) 1998) Antraknosa
Bercak daun Busuk pucuk Busuk pangkal batang Busuk Busuk akar Bercak daun Black point Common bunt Daun terpilin Downy mildew Embun tepung Flag smut Hawar daun Hawar daun Hawar daun Hawar malai Hawar malai Hawar malai Hawar malai Karnal bunt Karat kuning Karat daun Karat bergaris Karat batang Layu Loose smut Tan spot (Bercak cendawan)
v
Glomerella graminicola Ascochyta tritici Fusarium sp. Rhizoctonia sp.
v v v
Sclerotium sp. Fusarium culmorum Septoria tritici Altenaria spp. Tilletia caries Belum diteliti Sclerospora macrospora Erysiphe graminis tritici Urocystis tritici Alternaria triticina Helminthosporium sp. Curvularia sp. Helminthosporium sp. Curvularia sp. Fusarium graminearum Phoma sp. Tiletia indica Puccinia striiformis tritici Puccinia recondita Puccinia striiformis Puccinia graminis f.sp. tritici Sclerotium rolfsii Ustilago segetum Pyrenophora tritici
v v v v
v v v v v v
v
v v v
v
v v
v
v v
v v v v v
v
v
v v
v v
v v v
v v
v v
v
14 Hasil identifikasi dan pengamatan di lapangan ditemukan beberapa penyakit utama pada tanaman gandum. Tabel 4 Inventarisasi penyakit pada stadia pertumbuhan gandum Varietas
Penyakit
Nias
Fase kecambah Tidak ada
Selayar
Tidak ada
Dewata
Tidak ada
Fase vegetatif Bercak daun Helminthosporium, Bercak daun Curvularia, Busuk batang Rhizoctonia, Busuk pucuk Fusarium dan Penyakit daun terpilin Bercak daun Helminthosporium, Bercak daun Curvularia, Busuk batang Rhizoctonia, Busuk pucuk Fusarium dan Penyakit daun terpilin Bercak daun Helminthosporium, Bercak daun Curvularia, Busuk batang Rhizoctonia, Busuk pucuk Fusarium dan Penyakit daun terpilin
Fasa generatif Hawar malai Helminthosporium, Hawar malai Curvularia, Hawar malai Helminthosporium Hawar malai Curvularia, Hawar malai Helminthosporium. Hawar malai Curvularia,
Tabel 5 Kejadian dan keparahan penyakit tanaman gandum yang ditanam di Timor Tengah Utara Kejadian penyakit (%) Keparahan Penyakit (%) 4 mst 8 mst 12 mst 4 mst 8 mst 12 mst Hawar daun Nias 10.65a 43.54a 76.76a 21.86a 62.33a 84.81b Helminthosporium Selayar 15.46b 47.68a 87.93b 22.64a 63.96a 92.69c Dewata 11.15a 42.51a 73.45a 21.22a 61.66a 81.89a Hawar malai Nias 0 10.28a 33.77a 0 0 0 Helminthosporium Selayar 0 18.06b 59.37b 0 0 0 dan Curvularia Dewata 0 13.73ab 40.37a 0 0 0 Busuk batang Nias 3.89a 5.93a 11.30a 0 0 0 Rhizoctonia Selayar 7.54a 12.54a 21.76b 0 0 0 Dewata 5.87a 9.79a 16.84ab 0 0 0 Busuk pucuk Nias 1.77b 2.80a 4.87a 0 0 0 Fusarium Selayar 2.30c 4.49b 7.08b 0 0 0 Dewata 1.06a 2.31a 4.56a 0 0 0 Daun terpilin Nias 0.19a 1.49a 2.80a 0 0 0 Selayar 0.67b 2.66a 5.30a 0 0 0 Dewata 0.12a 0.49a 0.71a 0 0 0 Nilai pada kolom yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%. Penyakit
Varietas
15 Penyakit Hawar Daun Identifikasi Penyakit Hawar Daun Postulat Koch yang dilakukan menunjukkan bahwa patogen tersebut merupakan penyebab hawar daun. Cendawan yang diinokulasikan pada daun tanaman gandum menunjukkan gejala awal berupa bercak kuning pada tepi titik inokulasi terbentuk pada 1 hari setelah inokulasi dan pada hari ke-3, pada titik inokulasi mengalami nekrosis, nekrosis tersebut meluas menjadi hawar yang berwarna cokelat dan kering. Gejala tersebut memiliki kesamaan dengan gejala di lapangan. Gejala penyakit hawar daun mulai nampak pada fase vegetatif yakni 14 hst. Patogen ini menyerang dari daun pertama, berupa bercak kecil yang dikelilingi warna kekuningan, selanjutnya bercak-bercak membesar membentuk lesi yang memanjang berwarna cokelat, menyatu pada seluruh permukaan daun tanaman, kemudian daun menjadi kering dan rapuh (Gambar 1). Identifikasi terhadap patogen hawar daun yang diuji menunjukkan bahwa cendawan patogen tersebut adalah genus Helminthosporium. Koloni cendawan berwarna putih kehijauan sampai kehitaman, mulai hari ke-4 terbentuk zona konsentris dan terdapat miselium aerial. Pada hari 5-7 koloni memenuhi cawan petri (Gambar 2). Secara umum pertumbuhan Helminthosporium sp. sangat cepat pada medium PDA. Hifa cendawan ini bersekat, hialin dan menjadi kuning kecokelatan sejalan dengan pertambahan umur. Rata-rata kecepatan pertumbuhan koloni 1.29 cm/hari. Konidiofor Helminthosporium sp. bersekat dan tidak bercabang, dengan panjang 21-322 µm, rerata 184.39 µm dan lebar 2.50-6.25 µm, rerata 4.66 µm. Pembentukan konidia mulai pada hari ke-5 dan semakin banyak pada hari ke-15. Konidium muda berwarna hialin, konidium matang berwarna kuning kecokelatan sampai kehitaman, memiliki 1-7 sekat. Konidium berbentuk oval panjang, bagian tengahnya membesar dan kedua ujungnya mengecil dan tumpul (Gambar 2). Ukuran konidium bervariasi dengan panjang 10.5-50.59 µm dan lebar 7-23.53 µm, rerata panjang konidia 26.95 µm dan lebar 11.01 µm. Perbandingan karakter morfologi Helminthosporium hasil isolasi dengan Helminthosporium yang telah diketahui spesiesnya (Putterill 1954). Berdasarkan karakter morfologi dan pertumbuhan koloni, isolat dari gandum lebih mirip dengan H. gramineum (Tabel 6).
A
C B D E Gambar 1 Gejala penyakit hawar daun dan inokulasi Helminthosporium sp. (A) gejala hawar daun di lapangan, (B) inokulasi, (C) gejala hawar daun hari ke-2 hasil inokulasi, (D) daun menguning dan nekrotik hari ke-3
16
A
B
Gambar 2
C
D Bentuk koloni dan morfologi Helminthosporium gramineum. (A) koloni H. gramineum pada media PDA, (B) konidiofor, (C) konidia dan (D) perkecambahan konidia
Tabel 6 Karakteristik Helminthosporium sp. asal gandum di Timor Tengah Utara dan Helminthosporium yang telah diketahui spesiesnya Karakter
Warna koloni Tekstur permukaan koloni Bentuk tepi koloni Konidiofor bersekat/tidak Konidiofor bercabang/tidak Ukuran konidiofor (panjang x lebar) Konidia Warna konidia Bentuk konidia Ukuran konidia (panjang x lebar) Jumlah sekat konidia Perkecambahan
Helminthosporium hasil isolasi
H. sorokiniana Sacc. (Shoemaker 1959)
H. gramineum Rabenh. ex Schltdl (Putterill. 1954)
H. sativum Pammel. King & Bakke. (Putterill.1954)
putih-kehijauan berserabut
beludru abu-abu
rata tidak beraturan bersekat
teratur. bersekat
bersekat
bersekat
tidak
tunggal kadang bercabang 52-310 µm x 6-8 µm
tidak
tunggal kadang bercabang 60-300 µm x 6-8 µm
21-322 µm x 2.50-6.25 µm. rerata 184.39 µm tunggal kuning kecokelatan lonjong dan sedikit bengkok
30-200 µm x 5-9 µm
abu-abu
tunggal kuning kecokelatan lurus dan melengkung
tunggal kuning kecokelatan lurus dan silinder
10.5-50.59 µm x 7-23.53µm rerata 26.95 µm 1-7
31-100 µm x 15-25 µm
20-120 µm x 11-22 µm
Tunggal kuning kecokelatan lonjong elips dan sedikit melengkung. 26-120 µm x 12-26 µm
3-12
1-7-(8)
3-10
polar
bipolar
polar
Bipolar
Kejadian dan Keparahan Penyakit Hawar Daun Tabel 5 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kejadian dan keparahan penyakit hawar daun antar tiga varietas yang diuji. Secara umum varietas Dewata memiliki kejadian penyakit hawar daun paling rendah dan berbeda nyata dengan varietas Selayar. Keparahan penyakit hawar daun pada varietas Dewata paling rendah dan berbeda nyata dengan varietas Nias dan Selayar.
17 Penyakit Bercak Daun Bercak daun pada tanaman gandum bergejala pada 20 hst, infeksi terjadi pada daun pertama berupa bintik-bintik kecil yang berwarna putih kemudian menjadi kuning kepucatan, selanjutnya berkembang ke daun bagian atas. Berdasarkan pengamatan pada 12 mst, bercak-bercak berkembang menyatu pada seluruh permukaan daun menjadi klorosis, kemudian membentuk nekrosis, menyebabkan daun menjadi kering dari tepi daun. Patogen ini menyerang daun, batang dan malai. Infeksi pada batang tanaman berupa bercak-bercak kecil berwarna kuning, gejala selanjutnya berwarna cokelat kehitaman (Gambar 3). Penyebab bercak daun pada tanaman gandum adalah Curvularia sp. Saat pengamatan di bawah mikroskop, konidia berbentuk huruf C, bagian tengah membesar dan semakin kecil tumpul pada kedua ujung konidia. Konidia memiliki 3-4 sekat, serta memliki dinding yang tebal yang berwarna cokelat kehitaman. Menurut Michel et al.(2013) Konidianya berwarna cokelat yang terdiri dari 3-4 sekat bentuknya tidak beraturan dengan ukuran konidia 16-26 um x 8-12 um. Curvularia sp. merupakan cendawan airborne. Infeksi melalui bagian epidermis daun atau masuk melalui stomata kemudian menyebar ke jaringan tanaman.
A
B
Gambar 3 Gejala penyakit bercak daun di lapangan (A), konidia Curvularia (B) Penyakit Busuk Batang Identifikasi Penyakit Busuk Batang Pengujian dengan Postulat Koch membuktikan bahwa cendawan yang diuji tersebut adalah patogen busuk batang pada gandum. Gejala yang nampak pada tanaman gandum yang diinokulasi patogen tersebut adalah tumbuh bercak pada pelepah daun dan daun pada 16 hari setelah inokulasi. Daun yang terinfeksi awalnya terdapat bintik-bintik kuning, berkembang menjadi bercak cokelat, kemudian nekrotik pada seluruh daun dan menjadi kering. Infeksi pada pelapah daun berupa bercak-bercak cokelat yang membentuk jorong dengan tepian yang tidak teratur semakin besar seiring pertambahan waktu. Pada pangkal batang terdapat bercak cokelat yang semakin berkembang pada seluruh pangkal batang dan akar menjadi busuk berwarana cokelat kehitaman. Hal ini sesuai dngan gejala yang terdapat di lapangan. Penyakit busuk batang Rhizoctonia sp. nampak jelas pada fase vegetatif yakni 30 hst. Gejala awal berupa bercak kecil berwarna kuning pada daun pertama yakni pada ujung atau tepi daun, kemudian menginfeksi seluruh permukaan daun menjadi klorosis pada akhirnya kering yang berawal dari
18 tepi atau ujung daun, bahkan mati. Gejala yang tampak pada pangkal batang ditandai dengan timbulnya bercak-bercak cokelat berbentuk jorong dengan tepian yang tidak teratur, akar membusuk, berwarna cokelat kehitaman dan berkurang jumlahnya. Pertumbuhan tanaman semakin kerdil, tidak subur dan pada umumnya tidak menghasilkan malai (Gambar 4). Rhizoctonia sp. penyebab penyakit busuk batang memiliki koloni berwarna putih, dengan tepian rata. Miselia cendawan tersebut bercabang membentuk jala halus dan bersekat, tidak terbentuk hifa aerial. Hifa mempunyai percabangan yang tegak lurus. Rata-rata kecepatan tumbuh koloni Rhizoctonia sp. adalah 2.25 cm/hari. Pada hari ke-26 terbentuk sklerotia berwarna putih berubah menjadi cokelat hingga kehitaman yang tidak beraturan (Gambar 5). Diameter hifa Rhizoctonia sp. 2.79 µm dan kisarannya 1.5-5 µm, awalnya berwarna hialin berkembang menjadi cokelat seiring dengan bertambahnya waktu. Rhizoctonia sp. hasil isolasi memiliki diameter hifa dan sklerotia yang kecil bila dibandingkan dngan Rhizoctonia solani, Rhizoctonia oryzae dan lebih mendekati dengan Rhizoctoni zeae (Tabel 7).
A
B
C
D
E
F
Gambar 4 Perkembangan gejala busuk batang di lapangan dan dengan inokulasi. (A) hawar daun, (B) tanaman kerdil, (C) busuk pangkal batang, (D) hawar pada pelepah hasil inokulasi, (E) hawar daun hasil inokulasi, (F) busuk pangkal batang hasil inokulasi
A
B
C
Gambar 5 Bentuk koloni dan morfologi Rhizoctonia sp. (A) koloni, (B) sklerotia
dan, (C) hifa Rhizoctonia sp.
19 Tabel 7 Karakteristik Rhizoctonia sp. hasil isolasi dan Rhizoctonia yang telah diketahui spesiesnya R. solani R. zeae Karakter Rhizoctonia sp. R. oryzae (Parmeter (Roberts hasil isolasi (Toda 2007) 1970). 1999) Warna koloni putih putih-putih putihPutih kekuningan cokelat Tekstur sedikit permukaan berserabut koloni Bentuk tepi rata koloni Hifa bersekat bersekat bersekat bersekat bersekat/tidak Diameter hifa 1.5-5 µm 4-15 µm 4.8-7.5 µm 2.5-11 µm rerata 2.79 µm Ukuran 0.21 x 0.16 mm 1-3 mm 1-3 mm 0.5-3 mm sklerotia Bentuk bulat/lonjong tidak beraturan bulat tidak tidak sklerotia tidak beraturan beraturan beraturan Warna putih -cokelatputih-cokelat merah merah sklerotia hitam kehitaman muda muda kekuningkecokelatan kuningan Kejadian Penyakit Busuk Batang Pengamatan kejadian penyakit busuk batang menunjukkan bahwa, varietas Dewata memiliki kejadian penyakit yang rendah dan berbeda nyata dengan varietas Selayar. Varietas Selayar memiliki kejadian penyakit busuk batang yang tinggi di antara varietas yang lain (Tabel 5). Penyakit Hawar malai Penyakit hawar malai nampak pada fase generatif 45 hst yakni pada 8 mst pertumbuhan tanaman gandum. Gejala pada malai yakni bulir yang terinfeksi berubah menjadi cokelat kepucatan berbeda dengan bulir yang lain, kemudian menjadi titik hitam berkembang menjadi hitam pekat karena ada konidiofor dan konidia cendawan tersebut. Pada akhirnya menginfeksi semua bulir pada malai tersebut. Penyakit hawar malai disebabkan oleh Helminthosporium sp. dan Curvularia sp. Secara kasat mata, penyakit ini sulit dibedakan antara kedua patogen, perlu dilakukan pengamatan di bawah mikroskop. Konidium Helminthosporium sp. berwarna kuning kecokelatan sampai kehitaman, memiliki 1-7 sekat. Konidium berbentuk oval panjang, bagian tengahnya membesar dan kedua ujungnya mengecil dan tumpul. Konidia Curvularia sp berbentuk huruf C
20 memiliki 3-4 sekat, serta memiliki dinding yang tebal yang berwarna cokelat kehitaman (gambar 6).
A
B
C
Gambar 6 Gejala hawar malai di lapangan (A), konidia Curvularia sp. (B), dan konidia Helminthosporium sp. (C) Kejadian Penyakit Hawar Malai Kejadian penyakit hawar malai pada varietas Selayar lebih tinggi dan berbeda nyata dengan varietas Dewata dan Nias. Hawar malai pada varietas Dewata memiliki persentase yang terendah di antara varietas yang lain (Tabel 5). Penyakit Busuk Pucuk Berdasarkan pengamatan, gejala penyakit busuk pucuk nampak pada umur 28 hst atau pada akhir fase vegetatif. Tanaman yang terserang patogen ini dimulai dari pucuk daun berwarna pucat berkembang menjadi klorosis, menggulung, akhirnya layu dan kering. Gejala selanjutnya berkembang pada seluruh bagian tanaman. Batang dan daun tanaman menjadi layu dan mati (Gambar 7). Penyebab penyakit busuk pucuk pada tanaman gandum adalah Fusarium sp., ciri konidia berbentuk oval, terdiri dari 7 septa berwarna hialin bagian tengahnya membesar, kedua ujung konidia meruncing (Gambar 7).
A
B C Gambar 7 Perkembangan gejala penyakit busuk pucuk dan konidia. (A) gejala pada pucuk, (B) layu pada batang dan daun tanaman, (C) konidia Fusarium sp.
21 Kejadian Penyakit Busuk Pucuk Berdasarkan hasil uji lanjut, kejadian penyakit busuk pucuk tertinggi pada varietas Selayar dan berbeda nyata dengan kedua varietas yang lain. Varietas Dewata mempunyai persentase kejadian penyakit busuk pucuk fusarium yang terendah selama pertumbuhan tanaman gandum (Tabel 5). Penyakit Daun Terpilin Tanaman gandum terpilin nampak pada akhir fase vegetatif (30 hst). Daun terpilin berawal dari pelepah daun dan berkembang ke ujung daun menyebabkan seluruh daun terpilin. Gejala selanjutnya, daun menguning dari tepi daun, kering, rapuh dan mempercepat proses gugurnya daun. Pada malai, tumbuh tidak sempurna, keluar malai terhambat, terbungkus oleh pelepah daun dan pendek. Pertumbuhan malai tidak tegak, bulir gandum berwarna putih kepucatan berawal dari pangkal malai berkembang ke ujung malai dan menjadi hampa. Pada tanaman tersebut batangnya terpilin pada bagian dekat pelapah daun. Berdasarkan pengamatan, tanaman yang terpilin terdapat pada petak yang dekat pada tanaman padi (Gambar 8).
A
B
C Gambar 8 Perkembangan gejala penyakit terpilin.(A) gejala terpilin pada daun, (B) malai pendek, dan (C) rebah malai Kejadian Penyakit Daun Terpilin Berdasarkan pengamatan di lapangan pada 4 mst, varietas Selayar terserang penyakit terpilin lebih tinggi dan berbeda nyata dengan varietas Nias dan Dewata. Varietas Dewata memperoleh persentase kejadian penyakit paling rendah di antara varietas yang lain (Tabel 5).
22
5 PEMBAHASAN Berdasarkan pengamatan di lapangan terdapat beberapa penyakit yang menyerang tanaman gandum di TTU antara lain penyakit busuk pangkal batang (Rhizoctonia sp.), hawar daun dan hawar malai (Helminthosporium sp. dan Curvularia sp.), busuk pucuk (Fusarium sp.) dan penyakit daun terpilin. Penyakit busuk batang oleh Rhizoctonia hanya terdapat di TTU dan belum berkembang di daerah lain. Jenis penyakit tanaman gandum yang terdapat di Bogor adalah hawar daun oleh Alternaria sp., hawar daun dan hawar malai oleh Helminthosporium sp., hawar malai oleh F. graminearum dan Phoma sp. Hawar malai Phoma dilaporkan di Bogor. Patogen yang ditemukan di Boyolali adalah hawar daun Helminthosporium sp., hawar malai oleh F. graminearum dan layu oleh S. rolfsii. Penyakit layu Sclerotium terdapat di Boyolali dan di daerah lain belum terdapat patogen tersebut. Di India dan Iran patogen yang menginfeksi tanaman gandum adalah penyakit karat Puccinia sp., Comon Bunt (Tilletia caries), Gosong pada daun bendera (Urocystis tritici ), loose smut (Ustilago segatum), patogen-patogen ini tidak terdapat pada daerah lain, penyakit Antraknosa (Glomerella graminicola), Downy Mildew, bercak daun ascochyta (Ascochyta tritici), embun tepung (Erysiphe graminisritici), busuk Sclerotium (Sclerotium sp.), dan bercak hitam (Altenaria spp. ) hanya terdapat di India, hawar malai Fusarium juga terdapat di Bogor, Boyolali, dan tidak tedapat di TTU dan India. Penyakit tan spot dan bercak daun septoria ditemukan di Iran tetapi tidak terdapat daerah lain termasuk di TTU. Introduksi tanaman gandum mempunyai resiko serangan penyakit. Penyakit-penyakit yang menyerang tanaman gandum yang ditanam di lapangan menunjukkan gambaran resiko penyakit tersebut. Penanaman di lapangan menunjukkan bahwa penyakit hawar daun dan busuk pangkal batang merupakan penyakit terpenting. Helminthosporium gramineum dibuktikan dengan Postulat Koch merupakan patogen hawar daun tanaman gandum yang ditemukan di TTU. Penyakit hawar daun yang disebabkan cendawan H. gramineum adalah salah satu penyakit penting pada tanaman gandum di TTU. Kejadian penyakit sangat tinggi untuk ketiga varietas yang diuji berkisar 73.45-87.93%. Hingga saat ini dilaporkan bahwa di Indonesia penyakit hawar daun gandum disebabkan oleh H. sativum. Hasil pengamatan oleh Nonci et al. (2012) penyakit hawar daun yang disebabkan oleh cendawan H. sativum pada tanaman gandum di Malino, dengan persentase serangan 6.67-68.33%. H. gramineum merupakan penyebab penyakit hawar daun gandum yang baru pertama kali dilaporkan di Indonesia. Di dunia, H. gramineum dilaporkan di semua negara penghasil gandum. Todorova (2006) menyatakan bahwa penyakit hawar daun yang disebabkan oleh H. gramineum Rabh., terjadi di hampir semua negara yang menanam gandum, dengan tingkat serangan sekitar 75%. Negara-negara tersebut antara lain Bulgaria, Swedia, Denmark, Jerman, Belanda, Inggris, Irlandia, Rusia, Amerika Serikat, Kanada, Argentina, Jepang, Cina, dan India. Keberadaan H. gramineum pada lokasi penanaman diduga berasal dari benih dan tanaman inang lain. Gejala penyakit hawar daun H. gramineum mulai terlihat pada 14 hst, menunjukkan
23 bahwa patogen tersebut terbawa benih. Menurut Watimena (komunikasi pribadi), infeksi Helminthosporium sp pada benih gandum sangat tinggi yaitu 54.5%. Selain itu tanaman inang lain seperti jagung dan sorgum, yang banyak ditanam di sekitar lokasi penanaman berperan sebagai sumber inokulum. Menurut Richardson (1976) patogen ini menyerang tanaman gandum, jagung dan sorgum di Afrika Selatan. Respons varietas yang ditunjukkan terhadap patogen hawar daun berbeda. Penelitian lapangan menunjukkan bahwa varietas Dewata paling tahan dibandingkan dengan varietas Selayar dan Nias. Hasil ini sama dengan yang dilaporkan oleh Nonci et al. (2012) bahwa terdapat empat varietas yang menunjukkan reaksi tahan terhadap penyakit hawar daun Helminthosporium yaitu Dewata, Menemen, Ali Bey dan Basri Bey. Pada penelitian ini, Helminthosporium sp. dan Curvularia sp. menginfeksi malai pada tanaman gandum. Penyakit ini juga ditemukan oleh Triwidodo (2014) dalam penelitiannya pada gandum di daerah Cisarua dan Kuningan (Jawa Barat). Selain penyakit hawar Helminthosporium, ditemukan juga penyakit minor hawar malai Curvularia yang disebabkan oleh cendawan Curvularia sp. Secara kasat mata gejala penyakit ini sulit dibedakan dengan hawar Helminthosporium pada bagian malai. Bulir yang terserang akan terdapat lapisan berwarna hitam. Ketika diamati di bawah mikroskop stereo gejala tersebut terlihat seperti rumput-rumput yang berwarna hitam, merupakan kumpulan konidiofor dan konidium yang masih utuh.Akibat serangan patogen ini biji menjadi rusak dan berkerut. Penyakit busuk batang pada penelitian ini dibuktikan dengan Postulat Koch disebabkan oleh Rhizoctonia sp., yang memiliki sifat morfologi mirip dengan Rhizoctonia zeae. Penyakit busuk batang ini juga merupakan penyakit penting pada tanaman gandum di TTU, dengan kejadian penyakit antara 11.30-21.76%. Hal ini berbeda dengan Rhizoctonia yang menyerang gandum di negara lain yang disebabkan oleh R. solani., misalnya penyakit busuk akar di Washington Timur dengan kejadian yang berkisar antara 11.9% (Cook et al. 2002). Sebelum penelitian ini, penyakit busuk batang pada gandum di Indonesia yang disebabkan oleh Rhizoctonia sp. belum pernah dilaporkan. Penyakit lain yang menginfeksi tanaman gandum adalah busuk pucuk Fusarium, dan daun terpilin. Berdasarkan hasil pengamatan, penyakit busuk pucuk disebabkan oleh genus Fusarium. Hal ini sesuai dengan penelitian Kopacki dan Wagner (2006) yang menyatakan bahwa Fusarium avenaceum Sacc. dapat menjadi penyebab busuk akar dan busuk pucuk pada gandum. Menurut Steinkellner et al. (2005), F. oxysporum Schlecht. adalah cendawan tanah yang terdapat di rizosfir dari banyak spesies tanaman. Kebanyakan strain F. oxysporum adalah cendawan tanah yang bersifat saprofit pada substrat organik. Namun, beberapa strain F. oxysporum pada tanah juga dapat menyebabkan penyakit tanaman, terutama busuk akar dan penyakit busuk pucuk. Persentase tanaman gandum yang terserang penyakit busuk pucuk Fusarium sp. lebih sedikit dibandingkan dengan penyakit lainnya. Tanaman terserang penyakit busuk pucuk fusarium semakin meningkat seiring dengan perkembangan suhu serta kelembapan tanah. Gejala busuk pucuk fusarium nampak pada akhir fase vegetatif disebabkan meningkatnya suhu pada akhir fase vegetatif, suhu pada bulan Maret 21-27 oC dan suhu meningkat pada bulan April 23-31 oC. Suhu pertumbuhan yang optimal 28 oC.
24 Persentase kejadian penyakit terpilin pada tanaman gandum di lapangan paling sedikit dibandingkan dengan penyakit lain. Hal senada diungkapkan Wiese (1998) bahwa Dilophospora alopecuri, patogen penyebab bercak daun dan daun terpilin gandum dan sereal lainnya. Penyakit ini dilaporkan di Amerika Serikat, Kanada dan menyebabkan kejadian penyakit sangat rendah pada tanaman gandum. Konidia sebagai inokulum primer dan disebarkan oleh angin, percikan hujan dan vektor nematoda. Bila dikaitkan dengan nematoda (Anguina tritici) menghasilkan gejala terpilin dan tanpa A. tritici hanya menghasilkan bercak daun. Varietas Dewata memiliki tingkat ketahanan tinggi terhadap berbagai serangan patogen selama pertumbuhan tanaman gandum. Varietas Dewata memiliki tingkat adaptasi yang tinggi dengan lingkungan dibandingkan dengan varietas yang lain, ditunjukkan pada pertumbuhan vegetatif dan generatif. Menurut Samekto (2008) tanaman gandum varietas DWR 162 tetua gandum varietas Dewata dapat tumbuh baik pada ketinggian 400 m dpl, dengan hasil produksi 2.579 ton/ha. Hal ini menggambarkan genotipe dan interaksi lingkungan merupakan bentuk proses tanaman beradaptasi dengan lingkungan sehingga tanaman ini dapat bertahan hidup dan berkembang biak dalam kondisi lingkungan yang berbeda.
25
6 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Penyakit yang ditemukan pada pertanaman gandum di Kabupaten Timor Tengah Utara ialah hawar daun dan malai Helmintosporium dan Curvularia, busuk batang Rhizoctonia, busuk pucuk Fusarium dan daun terpilin. 2. Penyakit penting pada pertanaman gandum di Timor Tengah Utara ialah hawar daun yang disebabkan Helminthosporium gramineum dan busuk batang yang disebabkan Rhizoctonia sp. 3. Intensitas penyakit hawar daun dan busuk batang terendah terjadi pada varietas Dewata. Saran Penelitian selanjutnya yang perlu diutamakan ialah mengenai patogen penyebab daun terpilin. Pengembangan gandum di Timor Tengah Utara khususnya di Kelurahan Oenak perlu memperhatikan waktu penanaman yang tidak bertepatan dengan curah hujan yang tinggi yang akan menyebabkan tingginya serangan patogen.
26
DAFTAR PUSTAKA Abbasi M, Ershad D, Hedjaroude GA. 2005. Taxonomy of Puccinia recondita s. lat. causing brown rust on grasses. Iran J Plant Pathol. 41 (4): 631–662. Ahlawat YS. 2007. Plant Pathology: Crop Diseases and their Management. New Delhi (IN): Indian Agricultural Research Institute. p 2-14. Aqil M, Marcia BP, Muslimah H. 2011 26 Januari-1 Februari. Inovasi gandum adaptif dataran rendah. Sinar Tani. (3390):12-13. Azwar, Danakusuma RT, Daradjat AA. 1988. Proyek pengembangan gandum di Indonesia. Di dalam: Syam M, Ismunadji M, Widjono A. Risalah Simposium Tanaman Pangan II; 1988 Maret 12-13; Bogor, Indonesia. Bogor (ID): Puslitbangtan Balitbang Pertanian. hlm 17. Bland BF. 1972. Crop Production. Cereal and Legumes. London (GB): Academic Press. p 466. Barnett HL, Hunter BB. 1998. Ilustrated Genera of Imperfect Fungi. 4th ed. Minnesota (US): APS Press. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Buletin Statistik Perdagangan Luar Negeri Impor 2013. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Buletin Statistik Perdagangan Luar Negeri Impor 2012. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Statistik Kabupaten Timor Tengah Utara. Kefamenanu (ID): Badan Pusat Statistik Kabupaten Timor Tengah Utara. Brooking IR. 1996. The temperature response of vernalization in wheat – A developmental analysis. Ann Bot. 78: 507-512. Cook RJ, William F, Schillinger, Neil CW. 2002. Rhizoctonia root rot and take-all of wheat in diverse direct-seed spring cropping systems. Can J Plant Pathol. 24: 349–358. Curtis BC, Rajaram S, Gómez MH. 2002. Bread wheat: Improvement and Production. Rome (IT): Food and Agricultural Organization of the United Nations. Direktorat Budidaya Serealia. 2008. Inventarisasi Pengembangan Gandum. Jakarta (ID): Departemen Pertanian. [DitjenTP] Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 2010. Strategi pengembangan Gandum. Jakarta (ID): Buletin Pasca Panen Jagung dan Serealia lain. Farid N. 2006. Pertumbuhan dan produksi enam genotipe tanaman gandum pada dataran rendah dan tanah masam. Prosiding Seminar Nasional Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman. 2006 Agustus 1-2; Bogor (ID): Departemen Agronomi dan Hortikultura Institut Pertanian Bogor. Hal. 389-396. Hamdani M, Sriwidodo, Ismail, Marsum M, Dahlan. 2001. Evaluasi galur gandum introduksi dan CYMMIT. Di dalam Leksono B, Nasrullah, William E. Prosiding Kongres IV dan Simposium Nasional PERIPI. 2001 Oktober 2324; Yogyakarta (ID): Universitas Gajah mada. Handoko I. 2007. Penelitian dan Pengembangan Gandum di Indonesia. Bogor (ID): Seameo Biotrop. hlm 118.
27 Hariandi D. 2012. Uji Adaptasi Beberapa Genotipe Gandum (Triticum aestivum L.) di Sukarami, Kabupaten Solok [Skripsi]. Padang (ID): Universitas Andalas. Horsfall JG, Barratt RW. 1945. An improved grading system for measuring plant disease. Phytopathology. 35:655. James WC. 1971. An illustrated series of assessment keys for plant diseases, their preparation and usage. Can. Plant Dis. Surv. 51 (2): 39-65. Kopacki M, Wagner A. (2006). Effect of some fungicides on mycelium growth of Fusarium avenaceum (Fr.) Sacc. pathogenic to chrysanthemum. Agron. Res. 4:237–240. Manamgoda DS, Rossman AY, Castlebury LA, Crous PW, Madrid H, Chukeatirote E. 2014. The genus Bipolaris. Stud Mycol. 79:221–288. Mahto BN. 1999. Management of Helminthosporium leaf blight of wheat in Nepal. Indian Phytopath. 52 (4) : 408-413. Mohanan C. 2010. Rust Fungi of Kerala. Kerala (IN): Kerala Forest Research Institute. p. 148. Musa S. 2002. Program pengembangan gandum tahun 2002 dan rencana 2003. Makalah di dalam: Rapat Koordinasi Pengembangan Gandum; 2002 September 3-5. Pasuruan, Jawa Timur (ID): Dirjen Bina Produksi Tanaman Pangan. Nasir AA. 1987. Beberapa Aspek Agroklimatologi dalam Pengembangan Tanaman Gandum (Triticum spp) di Indonesia [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. hlm 139. Nonci N, Muis A, Azrai. 2012. Skrining 12 varietas/galur gandum terhadap hama penyakit. Di dalam: Muis A, Aqil M, Syafruddin. Peningkatan Peran Penelitian Serealia Menuju Pertanian Bioindustri. Seminar Nasional Serealia. 2013 Juni 18; Maros, Indonesia. Maros (ID): Balai penelitian Tanaman Serealia. hlm 387-395. Nurhayati 2011. Epidemiologi Penyakit Tumbuhan. Ed ke-1. Palembang (ID): Universitas Sriwijaya. hlm 11-13. Oberhaensli S, Parlange F, Buchmann JP, Jenny FH, Abbott JC, Burgis TA, Spanu PD, Keller B, Wicker T. 2011. Comparative sequence analysis of wheat and barley powdery mildew fungi reveals gene colinearity, dates divergence and indicates host-pathogen coevolution. Bio. 48: 327–334. Pan CL. 1940. A genetic study of mature plant resistance in spring wheat to black stem rust, Puccinia graminis tritici and reaction to blackchaff, Bacterium translucens var. undulosum. Jam Soc Agron.32:107-115. Pascual CB, Raymundo AD, Hyakumachi M. 2000. Efficacy of hypovirulent binucleat Rhizoctonia sp. to control banded leaf and sheath blight in corn. J Gen Plant Pathol. 66: 95-102. Patola E. 2008. Lingkungan tumbuh, organisme pengganggu tanaman gandum, serta pengendaliannya. Innofarm . 7 ( 1): 19-25. Parmeter JR. 1970. Rhizoctonia solani: Biology and Pathology. California (US): Univ California Pr. Prescott JM, Burnett PA, LeSaari EE, Ranson J, Bowman J, Milliano W de, Singh RP, Beke G. 1986. Wheat diseases and pests: a guide for field identification. CIMMYT, Mixico city (MX): Mexico DF. p 135- 137.
28 Porter JR. 2005. Rising temperatures are likely to reduce crop yields. Nature. 436:174. Priyatmojo AY, Yotani K, Hatori K, Kageyama, Hyakumachi M. 2001. Characteristic of Rhizoctonia spp. causing root and stem rot of miniature rose. Plant Dis. 85: 1200-1205. Putterill KM. 1954. Some graminicolous species of Helminthosporium and Curvularia occurring in South Africa. Bothalia 6(2): 347-378 Reis EM, Madeiros C, Casa RT. 1998. Control of leaf blights of wheat by the elimination of the inoculum source. Di dalam: E. Duveiller HJ, Dubin J, Reeves, McNab A. eds. Proc. Int. Workshop Helminthosporium Diseases of Wheat: Spot Blotch and Tan Spot, CIMMYT. 1997 Feb 9-14 El. El Batan (MX): Mexico DF CIMMYT p. 327-332. Richardson MJ, Whittle AM, Jacks M. 1976. Yield loss relationships in cereals. Plant Pathol. 25 :21–30. Roberts P. 1999. Rhizoctonia forming fungi. 1th ed. Netherlands (NL): CBSKNAW. P 101. Samekto R. 2008. Pengalaman dan wawasan penelitian gandum. Innofarm. 7(1): 95-102. Sharma RC. Duveiller E. 2003. Selection index for improving Helminthosporium leaf blight resistance, maturity, and kernel weight in spring wheat. Crop Sci. 43:2031-2036. Shoemaker RA. 1959: Nomeclature of Drechslera and Bipolaris, grass parasites segregated from 'Helminthosporium'. Can J Bot. 37: 879-887. Smith JD, Kidwell KK, Evans MA, Cook RJ, Smiley RW. 2003. Assessment of spring wheat genotypes for disease reaction to Rhizoctonia solani AG-8 in controlled environment and direct-seeded field evaluations. Crop Science. 43:694-700. Steinkellner S, Mammerler R, Vierheiling H. (2005). Microconidia germination of the tomato pathogen Fusarium oxysporum in the presence of root exudates. J Plant Interact. 1(1):23–30. Sudjono MS. 1993. Effectiveness of Antagonists Against Sheath Blight and Ear Rot caused by Rhizoctonia solani Kuhn. Di dalam: Martono E, Sumardiyono YB, editor. Peningkatan Peranan Fitopatologi dalam Pengamanan Produksi dan Pelestarian Lingkungan. Prosiding Kongres Nasional XII dan Seminar Ilmiah Perhimpunan Fitopatologi Indonesia; 1993 September 6-8; Jogyakarta, Indonesia, Jogyakarta (ID): Universitas Gajah Mada. p 545-549 Suharti S. 2001. Analisis Gerombol dalam Pemuliaan Tanaman Gandum dengan Teknik Mutasi [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Thuzar M, Puteh SB, Abdulah NAP, Mohd Lassim SB, Jussof K. 2010. The effect temperature stress on the quality and yield of soya bean (Glycine max. L.Merril). J. Agri Sci. 2(1): 172-179. Todorova M. 2006. First report of tan spot caused by Pyrenophora tritici-repentis (anamorph Drechslera tritici-repentis) in Bulgaria. Plant Pathol. 55(1): 305. Tobing BL. 1987. Pengaruh Kadar Air Tanah terhadap Pertumbuhan, Perkembangan, dan Hasil Tanaman Gandum (Triticum spp) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
29 Toda T, Hayakawa T, Mghalu JM, Yaguchi S, Hyakumachi M. 2007. A new Rhizoctonia sp. closely related to Waitea circinata causes a new disease of creeping bentgrass. J Gen Plant Pathol. 73: 379-387. Widodo MT. 2014. Identifikasi organisme pengganggu tanaman gandum (Triticum aestivum L.) di Kuningan dan Bogor Propinsi Jawa Barat [skripsi]. Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor. Wiese MV. 1987. Compendium of Wheat Diseases. 2th ed. Minnesota (USA): APS Press. Zadok JC, Schein RD. 1979. Epidemology and Plant Disease Management. New York (USA): Oxford University Press. p 417.
.
30
LAMPIRAN Lampiran 1 LayOut penanaman gandum di Timor Tengah Utara BLOK I Galur N
BLOK II
BLOK III
BLOK IV
Galur D
Galur N
Galur D
Galur N
Galur S
Galur N
Galur S
Galur S
Galur S Galur D
3X4
m
0,5 m
1 x 0,5 m
Galur F
2m Lampiran 2 Pertumbuhan tanaman gandum di Timor Tengah Utara Varietas Vegetatif Generatif Jml JLH Daun Anakan
Panjan g malai
Bulir Bulir Berat Bernas Hampa Biji
Dewata Selayar Nias
6.28 5.46 6.04
17 11 15
63.83 49.01 61.36
56.55 43.14 54.45
7 6 6
4 3 4
12 9 8
23.64 23.58 21.69
Lampiran 3 Cuaca bulan April, Mei dan Juni di Timor Tengah Utara Bulan Curah Hari Hari Tidak Suhu rata-rata Hujan Hujan Hujan Maret April May
273.5 mm 71.5 mm 26.5 mm
13 hari 6 hari 9 hari
18 hari 24 hari 22 hari
21-270C 23-310C 23-300C
31
Lampiran 4 Rata-rata kecepatan tumbuh Helminthosporium gramineum Hari Kecepatan tumbuh / hari (cm) 1 1.64 2 1.74 3 1.73 4 1.63 5 1.10 6 0.62 7 0.54 Lampiran 5 Rata rata kecepatan tumbuh Rhizoctonia sp. Hari Kecepatan tumbuh / hari (cm) 1 2.93 2 3.02 3 2.91 4 0.14
32
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Manikin-Noemuti pada tanggal 30 Maret 1974, sebagai anak ke-4 dari tujuh bersaudara, dari orang tua Dominikus Rusae (almarhum) dan Emilia Tamnau (almarhumah). Pada tahun 2004 penulis melanjutkan Pendidikan di program studi Agronomi, Fakultas pertanian, Universitas Timor, lulus pada tahun 2008. Sejak tahun 2008, Penulis bekerja sebagai staf di Program Studi Agroteknologi, Universitas Timor. Tahun 2012 penulis melanjutkan pendidikan magister pada program studi Fitopatologi, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB). Biaya pendidikan pascasarjana diperoleh dari Depertemen Pendidikan Republik Indonesia.