JURNAL AGROTEKNOS Maret 2011 Vol.1. No.1. hal. 8-13 ISSN: 2087-7706
POTENSI RIZOBAKTERI INDIGENOUS ULTISOL UNTUK MENGENDALIKAN PENYAKIT BUSUK BATANG PHYTOPHTHORA (Phytophthora capsici) PADA TANAMAN CABAI. The Potential of Ultisol Indigenous Rhizobacteria to Control Phytophthora Stem Rot Disease on Chili Pepper ANDI KHAERUNI R*), GUSTI AYU KADE SUTARIATI, ABDUL RAHMAN Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo Kampus Bumi Tridharma Jl. H. E.A. Mokodompit Kendari,93232
ABSTRACT The major problems to use the ultisol land in Southeast Sulawesi are low pH, poor nutrients and Fusarium wilt disease suppression. Plant growth-promoting and bioprotecting rhizobacteria (PGPBR) is one of the few possibilities to overcome these problems. The objectives of this experiment were to evaluate the potency of ultisol indigenous rhizobacteria to control Phytophthora stem rot disease on chili pepper. Evaluation was conducted using five isolates of rhizobacteria (ST17c, ST26c, SS15b, SS16b & SS29a), as biological control agents treatments, compared to control treatment. The results indicated that application of ultisol indigenous rhizobacteria on seed and chili pepper rhizosfer significantly increased plant height and reduced disease incidence and disease severity of Phytophptora stem rot disease in chili pepper, compared to control. The best result was by the application of ST26c isolate, resulted in no disease symptoms developed during this experiment and significant increase in plant height to 32.28 centimeter at six week after planting. Key words: rizobacteria, Phytophthora capsici, Phytophthora stem rot disease
2
PENDAHULUAN
Tanaman cabai (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu tanaman sayuran yang buahnya dimanfaatkan untuk keperluan aneka pangan, oleh karena itu kebutuhan cabai terus meningkat sejalan dengan pertambahan penduduk Indonesia. Produktivitas cabai nasional sekitar 4,56 ton ha-1 (Biro Pusat Statistik, 2005). Produktivitas ini masih tergolong rendah bila dibandingkan dengan potensi produktivitas beberapa varietas cabai hibrida yang dapat mencapai 30 ton ha-1 (Abdi Tani, 2007). Salah satu penyebab rendahnya produktivitas cabai adalah serangan Phytophthora capsici penyebab penyakit busuk batang Phytophthora. Patogen ini menyerang tanaman cabai pada setiap fase Alamat korespondensi: E-mail :
[email protected] *)
dan bagian tanaman, sehingga selain menyebabkan busuk batang, juga dapat menimbulkan gejala lain seperti bercak dan hawar daun, busuk buah, busuk akar dan layu, sehingga dapat menyebabkan kematian pada tanaman dan mengakibatkan kerugian 40%60%, tergantung dari tingkat serangannya (Uchida, 2008). Salah satu alternatif pengendalian penyakit busuk batang Phytophtora ialah pengendalian hayati dengan penggunaan rizobakteri yang dapat menghasilkan senyawa anti fungi (Susanto et al., 2005). Penggunaan rizobakteri sebagai pengendali hayati mendapat perhatian besar karena mikroba ini mempunyai keunggulan selain dapat menghambat perkembangan patogen juga dan dapat memacu pertumbuhan tanaman. Penggunaan rizobakteri sebagai pengendali hayati patogen dan pemacu tumbuhan tanaman merupakan suatu sumbangan bioteknologi dalam usaha
Vol. 1 No.1, 2011
Potensi Rizobakteri Indigenous Ultisol
peningkatan produktivitas tanaman (Thakuria et al., 2004). Khaeruni et. al. (2009), melaporkan telah menskrining sejumlah rizobakteri indigenus dari berbagai lahan ultisol di Sulawesi Selatan dan Tenggara yang mampu memacu pertumbuhan tanaman dan menghambat patogen tular tanah, lima isolat diantaranya yaitu ST17c, ST26C, SS15b, SS16b dan SS29a, menunjukkan kemampuan penghambatan yang kuat terhadap Phytophthora capsici secara in-vitro. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi kelima isolat rizobakteri indigenus ultisol tersebut di atas sebagai agens pengendalian hayati penyakit busuk batang
9
Phytophthora (Phytophthora capsici) pada tanaman cabai..
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai Juli 2009. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Agroteknologi dan di rumah plastik Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo di Kendari. Bahan yang digunakan adalah benih cabai varietas Tombak, alkohol 70%, biakan Phytophthora capsici, media V Juice, King’s, TSA, arang sekam, pasir, media tanah, pupuk kandang, pupuk anorganik NPK dan lima isolat biakan murni rizobakteri (Tabel 1).
Tabel 1. Kode, reaksi gram beserta asal isolat-isolat rizobakteri yang digunakan No 1. 2. 3. 4. 5.
Kode Isolat ST17c ST26c SS15b SS16c SS29a
Reaksi Gram (-) (-) (-) ( +) (+)
Asal Isolat (Desa, Kecamatan, Kabupaten, Provinsi) Lamomea, Laeya, Konsel, Sultra Bolo, Lohia, Muna, Sultra Balang Baru, Tarowang, Jeneponto, Sulsel Baltar, Tarowang, Jenoponto, Sulsel Lawallu, Soppengriaja, Soppeng, Sulsel
pH Tanah 5.4 5,9 4,9 5,8 5,4
Sumber : Khaeruni et.al. (2009)
Rancangan Penelitian. Penelitan ini disusun berdasarkan Rancangan Acak Kelompok yang terdiri dari tujuh aplikasi rizobakteri yang berbeda sebagai perlakuan yaitu, (A) isolat rizobakteri ST17c dan inokulasi P. capsici; (B) isolat rizobakteri ST26c dan inokulasi P. capsici; (C) isolat rizobakteri SS15b dan inokulasi P. capsici; (D) isolat rizobakteri SS16c dan inokulasi P. capsici; (E) isolat rizobakteri SS29a dan inokulasi P. capsici; dan (F) inokulasi P. capsici tanpa rizobakteri. Keenam perlakuan tersebut disusun dalam tiga kelompok sebagai ulangan sehingga terdapat 21 unit perlakuan. Setiap unit terdiri dari 8 tanaman sehingga secara keseluruhan terdapat 168 tanaman. Persiapan media tanah. Tanah yang digunakan adalah campuran tanah ultisol dan pupuk kandang steril dengan perbandingan 2 : 1 (v/v). Media tanam tersebut kemudian dimasukkan ke dalam tray plastik pembibitan. Benih cabai terlebih dahulu didisinfektan dengan NaOCl 2% dan diberi perlakuan rizobakteri sesuai perlakukan dan langsung ditaman di tray plastik pembibitan.
Persiapan inokulum. Biakan murni P. capsici terlebih dahulu ditumbuhkan dalam media V Juice (V juice 200 ml, CaCO3 3 g, Agar 17 g, dan akuades steril 800 ml), yang diinkubasi pada suhu ruang di bawah cahaya lampu selama 7 hari. Miselium yang telah tumbuh sempurna memenuhi permukaan media dipotong menjadi empat bagian. Setiap potongan agar yang mengandung miselium dipindahkan ke cawan petri steril yang lain untuk selanjutnya dipotong lagi menjadi ukuran 0,5 cm x 0,5 cm dan ditambahkan aquades steril ke dalam cawan petri hingga memenuhi permukaan potongan miselium tersebut (±200 ml). Cawan petri yang berisi potongan miselium tadi diinkubasi lagi pada suhu ruang dengan cahaya lampu selama 24 jam. Setelah itu dipindahkan ke dalam ruang gelap pada suhu 4°C selama 1 jam. Penyaringan dengan kain kasa berlapis 4 dilakukan untuk mendapatkan zoospora efektif yang terpisah dari media tumbuh dan miselium. Suspensi zoospora diencerkan untuk mendapatkan kerapatan zoospora optimun untuk inokulasi yang berkisar 5x105 ml-1.
10
KHAERUNI ET AL.
J. AGROTEKNOS
Inokulasi pada tanaman uji. Inokulasi dilakukan pada saat tanaman cabai berumur 4 minggu setelah semai. Inokulasi dilakukan dengan cara menyiramkan suspensi inokulum patogen disekitar tanaman sebanyak 2 ml pertanaman. Persiapan dan inokulasi rizobakteri. Perbanyakan isolat-isolat tersebut dilakukan dengan menumbuhkan masing-masing rizobakteri pada media Tryptic Soy Agar (TSA) dalam cawan petri berdiameter 9 cm secara terpisah dan diinkubasi selama 48 jam pada suhu ruang. Setelah inkubasi rizobakteri disuspensikan dalam akuades steril sampai diperoleh kerapatan sel 107-109 cfu ml-1, dan digunakan sebagai suspensi rizobakteri. Inokulasi pertama rizobakteri dilakukan pada benih sebelum semai, dengan cara merendam benih dalam suspensi rizobakteri semalam dan langsung disemai. Inokulasi kedua dilakukan dua minggu setelah inokulasi patogen. Inokulasi dilakukan melalui penyiraman suspensi rizobakteri disekitar perakaran tanaman sebanyak 10 ml pertanaman. Pengamatan dan Analisis Data : Pengamatan dilakukan terhadap kejadian penyakit (IP), keparahan penyakit (KP), dan tinggi tanaman (TT), dengan cara sebagai berikut: 1. Tingkat kejadian penyakit pada tanaman dilakukan dengan cara mengamati gejala eksternal pada tanaman. Perhitungan dilakukan setiap minggu setelah timbulnya gejala awal. Tingkat kejadian penyakit dihitung dengan menggunakan metode Abbolt (1925) dalam Asniah & Khaeruni (2006) dengan menggunakan rumus IP=(n/N)x100%, dimana, KP: tingkat kejadian penyakit (%), n: jumlah tanaman layu yang diamati, N: jumlah tanaman yang diamati, 2. Keparahan penyakit diamati berdasarkan kerusakan akar tanaman cabai pada akhir penelitian. Pengamatan dilakukan dengan cara membongkar tanaman kemudian perakaran dicuci secara hati-hati dan dinilai derajat infeksinya berdasarkan metode Townsend and Hueberger (1948) dalam Asniah & Khaeruni (2006) dengan rumus sebagai berikut: 5
KP
n v i 1
i i
ZN
100%
dimana KP = tingkat keparahan penyakit (%), n1: jumlah pembuluh yang terserang pada setiap kategori serangan, v1:nilai numerik masing–masing kategori serangan, Z:nilai numerik kategori serangan tertinggi, N:jumlah berkas pembuluh yang diamati. Nilai numerik kategori serangan sebagai berikut: 0, tidak terdapat gejala serangan patogen; 1, terdapat nekrosis ringan pada pangkal batang; 2, erjadi nekrosis pada pangkal batang, namun tidak menimbulkan kelayuan atau kelayuan lambat pada daun; 3, terjadi nekrosis pada pangkal batang yang menjalar ke batang atas dan menyebabkan kelayuan pada daun; 4, nekrosis berkembang ke batang atas, tanaman layu dan mati. 3. Tinggi tanaman diukur mulai dari pangkal batang di atas permukaan tanah sampai ujung tanaman tertinggi yang dilakukan setiap minggu sejak umur satu minggu hingga berakhirnya pengamatan. Data dianalisis dengan menggunakan sidik ragam, untuk perlakuan yang berbeda nyata dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan (UJBD) pada taraf kepercayaan 95%.
HASIL Pengaruh Rizobakteri Indigenus terhadap Kejadian dan Keparahan Penyakit Busuk Batang Phytophthora pada Tanaman Cabai. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa perlakuan-perlakuan yang diaplikasikan rizobakteri selalu memperlihatkan kejadian penyakit dan keparahan penyakit yang lebih rendah dan berbeda nyata jika dibandingkan dengan perlakuan kontrol. Diantara perlakuan-perlakuan yang diaplikasikan rizobakteri, kejadian penyakit terendah terdapat pada perlakuan aplikasi isolat ST26c yang tidak menunjukkan adanya kejadian penyakit hingga akhir pengamatan. Sedangkan perlakuan F yang diinokulasikan P. capsici tanpa aplikasi rizobakteri merupakan perlakuan dengan kejadian penyakit tertinggi pada setiap waktu pengamatan. Hal yang sama ditemui pada pengamatan keparahan penyakit dimana perlakuan aplikasi ST26c juga tidak memperlihatkan gejala pada perakaran tanaman, sementara perlakuan kontrol memperlihatkan keparahan penyakit tertinggi (Tabel 2).
Vol. 1 No.1, 2011
Potensi Rizobakteri Indigenous Ultisol
11
Tabel 2. Pengaruh aplikasi rizobakteri terhadap kejadian dan keparahan penyakit busuk Phytophthora pada tanaman cabai Perlakuan A.SS16c&Pc B.ST17c&Pc C.ST26c&Pc D.SS29a&Pc E.SS15b&PC F.Pc (kontrol)
I 8,33b 8,33b 0,00 b 8,33 b 16,67 b 62,50a
Kejadian Penyakit (%) Pengamatan Minggu KeII III IV V VI 8,33 b 8,33 b 8,33 b 8,33 b 8,33 b b b b b 8,33 8,33 8,33 8,33 8,33 b b b b b 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 b 8,33 b 8,33 b 12,50 b 12,50 b 12,50 b 16,67 b 16,67 b 16,67 b 16,67 b 16,67 b 62,50 a 62,50 a 66,67 a 66,67 a 66,67 a
Keparahan Penyakit(%) 7,50 bc 5,00 cd 0,00 d 5,83 bcd 9,17 bc 35,83 a
Keterangan: Pc, Phytophthora capsici, rata-rata dari 3 ulangan Tabel 3. Pengaruh Aplikasi Rizobakteri terhadap Tinggi Tanaman Cabai yang Diinokulasi Phytophthora capsici Tinggi tanaman (cm) pada pengamatan ke- (mst) 2 3 4 5 A.SS16c & Pc 10,76 a 14,81 a 17,74 ab 23,28 a B.ST17c & Pc 11,10 a 15,46 a 18,34 a 22,29 a C.ST26c & PC 11,25 a 15,30 a 18,75 a 23,33 a D.SS29a & Pc 10,69 a 14,76 a 19,16 a 23,47 a E.SS15b& Pc 11,25 a 15,66 a 18,81 a 23,70 a b a b F.Pc (kontrol) 10,00 14,10 16,23 18,51 b Keterangan: Pc, Phytophthora capsici, rata-rata dari 3 ulangan Perlakuan
Pengaruh Rizobakteri Indigenus Terhadap Tinggi Tanaman Cabai. Hasil sidik ragam memperlihatkan bahwa aplikasi rizobakteri pada tanaman yang diinokulasi dengan P. capsici berpengaruh terhadap tinggi tanaman, khususnya pada pengamatan minggu ke-2, 4, 5 dan 6 setelah tanam (Data tidak ditampilkan). Hasil uji Duncan memperlihatkan bahwa rata-rata tinggi tanaman pada perlakuan-perlakuan yang diaplikasikan rizobakteri (perlakuan A, B, C, D, dan E) lebih baik dan berbeda nyata dengan perlakuan yang diinokulasi P. capsici tanpa aplikasi rizobakteri (perlakuan F) pada setiap waktu pengamatan (Tabel 3)
PEMBAHASAN Pengamatan kejadian penyakit dilihat dari gejala eksternal yang ditampakkan tanaman cabai yang diinokulasi patogen. Berdasarkan pengamatan kejadian penyakit terlihat bahwa perlakuan C (isolat rizobakteri ST26c dan inokulasi P. capsici) lebih baik dari perlakuan lain meskipun berbeda tidak nyata kecuali perlakuan F yang hanya diinokulasikan P. capsici tanpa rizobakteri. Hal ini lebih mempertegas potensi rizobakteri sebagai pengendali hayati khususnya isolat ST26c dalam menekan dan menghambat patogen penyebab penyakit busuk batang
6 31,65 a 31,60 a 32,84 a 32,02 a 33,20 a 25,97 b
Phytophthora. Inokulasi P. capsici tanpa rizobakteri menunjukkan persentase kejadian penyakit sebesar 66,67% pada akhir pengamatan. Tinggginya kejadian penyakit pada perlakuan tersebut disebabkan karena perlakuan tersebut tidak diaplikasikan isolat rizobakteri sebagai agens pengendali hayati, sehingga patogen menjadi lebih mudah untuk berkembang dan menginfeksi tanaman. Sejalan dengan kejadian penyakit, pada pengamatan keparahan penyakit juga tidak terlihat adanya gelaja pada akar tanaman cabai yang diamati pada perlakuan yang diberi isolat rizobakteri ST26c dan inokulasi P. capsici. Keparahan penyakit tertinggi ditunjukkan oleh perlakuan yang hanya diinokulasikan P. capsici tanpa rizobakteri dengan tingkat keparahan penyakit 35,83%. Penggunaan rizobakteri sebagai pengendali hayati ini dapat menekan pertumbuhan patogen, dalam hal ini rizobakteri bersifat antagonis terhadap patogen. Thomashow dan Weller (1996) mengemukakan bahwa persaingan antara agens pengendali hayati dengan cendawan sebagai patogen, dapat berupa persaingan nutrisi atau menekan pertumbuhan patogen, rizobakteri menginduksi suatu sistem pertahanan tanaman terhadap patogen. Kelima isolat rizobakteri indigenus yang digunakan dalam penelitian ini adalah
12
KHAERUNI ET AL.
rizobakteri yang memiliki kemampuan menghasilkan enzim ekstraselluler seperti kitinase, protease dan sellulase (Khaeruni et al., 2008). Kemampuan sebagai penghasil enzim sellulase diduga merupakan salah satu faktor penghambatan terhadap P. capsici, yang diketahui merupakan salah satu golongan cendawan yang komponen dinding selnya lebih didominasi oleh sellulosa sehingga dapat didegredasi oleh enzim sellulase (Raaijmaker et al. 2008). Selain sebagai agens pengendasi hayati, isolat rizobakteri yang digunakan dalam penelitian ini, juga berpotensi sebagai pemacu pertumbuhan tanaman cabai. Potensi rizobakteri sebagai pemacu pertumbuhan tanaman terlihat pada pengamatan tinggi tanaman. Berdasarkan hasil pengamatan tinggi tanaman memperlihatkan bahwa aplikasi rizobakteri mampu memacu pertumbuhan tanaman. Hal ini dibuktikan dengan tanaman yang diaplikasikan bakteri rizobakteri lebih tinggi dan berbeda nyata dengan tanaman yang tidak diaplikasikan rizobakteri. Pengaruh positif aplikasi rizobakteri terlihat jelas bila perlakuan kontrol dibandingkan dengan perlakuanperlakuan yang diaplikasikan dengan rizobakteri. Tanaman pada perlakuanperlakuan yang diaplikasikan rizobakteri lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan kontrol, meskipun perlakuan-perlakuan yang diaplikasikan isolat bekteri rizosfer juga diinokulasikan dengan P. capsici. Pengamatan ini juga menunjukkan perlakuan yang diinokulasikan dengan bakteri rizosfer isolat SS15b lebih tinggi dibandingkan perlakuan lain pada akhir pengamatan, meskipun berbeda tidak nyata dengan perlakuan yang diaplikasikan dengan rizobakteri yang lain. Kemampuan isolat-isolat yang digunakan dalam penelitian ini diduga erat hubungannya dengan kemampuannya dalam memproduksi hormon tumbuh IAA, melarutkan fosfat dan menfiksasi nitrogen secara bebas dari udara (Khaeruni et. al., 2008) Hasil pengamatan terhadap peubah kejadian penyakit dan keparahan penyakit menunjukkan bahwa aplikasi rizobakteri berpotensi sebagai pengendali hayati penyakit busuk batang Phytophthora yang disebabkan oleh patogen Phytophthora capsici. Pemanfaatan rizobakteri sebagai agens pengendali hayati dan pemacu pertumbuhan
J. AGROTEKNOS
tanaman sangat menguntungan tanaman karena tidak bersifat merugikan bagi tanaman (Kloepper et al., 1993).
SIMPULAN Rizobakteri indigenus ultisol ST26c mampu menekan Phytophthora capsici penyebab penyakit busuk batang Phytophthora pada tanaman cabai hingga tidak terlihat kejadian penyakit dan keparahan penyakit serta mampu memacu pertumbuhan tanaman cabai.
UCAPAN TERIMA KASIH Tulisan ini merupakan sebagian dari hasil penelitian Insentif Riset Dasar Tahun 2008 kepada Andi Khaeruni yang didanai oleh KNRT dengan Surat Perjanjian No: 146/RD/Intensif/PPK/IV/2008, Tanggal 21 April 2008. Penulis mengucapkan terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA Abdi Tani. 2007. Cabai horison, produksi melimpah dan terus-menerus. Vol. 8. No.3/Edisi XXVIII, Juli-September 2007. Asniah, A. Khaeruni 2006. Pengaruh waktu aplikasi VA mikoriza dalam mengendalikan penyakit layu Fusarium (Fusarium oxysporum) pada tanaman tomat. Agriplus. Vol. 16. 1:12-17. Biro Pusat Statistik. 2005. Sulawesi Tenggara Dalam Angka. Perwakilan Badan Pusat Statistik Propinsi Sulawesi Tenggara. Kendari. Khaeruni A, GAK Sutariati, S.Wahyuni 2009. Karakterisasi dan uji aktifitas bakteri rizosfer podsolik merah kuning sebagai pamacu pertumbuhan tanaman dan agens biokontrol cendawan patogen tular tanah secara in-vitro. Jurnal Hama dan Penyakit Tanaman Tropika (submitted) Kloepper JW., 1993. Plant Growth-Promoting Rhizobacteria or biological control agents of soilborn disease FFTC Bok Series No. 42 : 142152.. Susanto A, PS. Sudharto, RY. Purba. 2005. Enhancing biological control of basal stem rot disease (Ganoderma boninense) in oll palm plantations. J Mycopathologia. 159 : 153 – 157. Thakuria D., NC. Talukdar, C. Goswami, S. Hazarika, RC. Boro, MR, Khan . 2004.Characterization and Screening of bacteria from rhizosphere of rice grown in acidic soils of assam. Current Sci. 86:978-985. Thomashow LS dan DM.Weller, 1996. Current concepts in the use introduced bacterial for biological disease control; mechanisms and anti
Vol. 1 No.1, 2011 fungal metabolites’, pp. 187-236. In Stacy G. Keen NT (Eds), Plant Microbe Interaction, vol. 1 New York, Chapman and Hall. Uchida JY dan M. Aragaki., 1980. Chemical Stimulation of oospore formation in Phytophthora capsici. Mycologia 72 : 11031108.
Potensi Rizobakteri Indigenous Ultisol
13
Zhang Y., 2004. Biocontrol of sclerotinia stem rot of canola by bacterial antagonists and study of biocontrol mechanisms involved (Thesis). Winnipeg, Canada : Departement of Plant Sciensce, University of Manitoba. http://mspace. Lib. Umanitoba. Ca/bitstream/ 1993/121/Yilan’s + thesis – M space. Pdf.