JURNAL AGROTEKNOS Nopember 2013 Vol. 3 No. 3. Hal 139-143 ISSN: 2087-7706
UJI POTENSI TRICHODERMA INDIGENOUS SULAWESI TENGGARA SEBAGAI BIOFUNGISIDA TERHADAP Phytophthora capsici SECARA IN-VITRO In-vitro Potential test of Trichoderma indigenous Sulawesi Southeast As Biofungicide Against Phytophthora capsici GUSNAWATY HS, ASNIAH*, MUHAMMAD TAUFIK, FAULIKA Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Halu Oleo, Kendari
ABSTRACT This research was conducted in the Laboratory of Plant Pest and Disease, Department of Agrotecnologi, Faculty of Agriculture, Halu Oleo University Kendari, from May to August 2013. This study aimed to evaluate potential Trichoderma isolates indigeneous Southeast Sulawesi as biofungicide against Phytophthora capsici and Fusarium oxysporum in-vitro. The potential inhibitory test used multiple testing methods on PDA medium. The research design was a completely randomized design (CRD) consisting of 11 treatments (trichoderma isolates) with three replications. Variables measured were the inhibition of trichoderma indigeneous on the growth of P. capsici and F. oxysporum. Results of the experiment showed that the trichoderma isolates were potential as biofungicide of P. capsici and F. oxysporum because they were able to inhibit the growth of pathogens in-vitro. All trichoderma isolates tested had the same potential as biofungicide against P. capsici, and isolate DKT, BPS, LKA, ASL, LTB, APS, DPA, LKO and DKP has the best potential as biofungicide against pathogenic F. oxysporum in-vitro. Keywords: F. oxysporum, inhibitory, indigenous of Southeast Sulawesi, P. capsici, trichoderma
1PENDAHULUAN
Phytophthora capsici merupakan patogen penting yang seringkali menginfeksi tanaman lada di Sulawesi Tenggara. P. capsici merupakan penyebab busuk pangkal batang (BPB) pada tanaman lada. Kerusakan tanaman lada akibat penyakit BPB di Sulawesi Tenggara tahun 2011 berkisar antara 487.60 Ha dari total tanaman lada Sulawesi Tenggara berkisar 11.683 Ha (Dinas Perkebunan dan Hortikultura Sulawesi Tenggara, 2012). Metode pengendalian yang sering dilakukan oleh para petani yaitu penggunaan bahan pestisida sintetik yang melebihi dosis anjuran dan digunakan *) Alamat Korespondensi: E-mail:
[email protected]
secara terus-menerus sehingga mengakibatkan akumulasi pestisida tinggi sehingga menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan. Untuk itu, alternatif pengendalian yang ditawarkan adalah penggunaan agens hayati lokal Sulawesi Tengara berupa trichoderma indigenous yang telah beradaptasi dengan lingkungan asalnya dan tidak menimbulkan efek negatif bagi manusia sehingga dapat menjadi pengendali hayati yang efektif di daerahnya. Ernawanti (2003) menyatakan bahwa pengendalian hayati bersifat spesifik lokal, yaitu mikroorganisme antagonis yang terdapat di suatu daerah hanya akan memberikan hasil yang baik di daerah asalnya. Mekanisme agens antagonis cendawan Trichoderma sp. terhadap patogen adalah kompetisi, mikoparasit dan antibiosis selain itu cendawan Trichoderma sp. juga
140
GUSNAWATY ET AL.
memiliki beberapa kelebihan seperti mudah diisolasi, daya adaptasi luas, dapat tumbuh dengan cepat pada berbagai substrat, memiliki kisaran mikroparasitisme yang luas dan tidak bersifat patogen pada tanaman (Arwiyanto, 2003). Beberapa hasil penelitian dilaporkan bahwa Trichoderma sp. dapat mengendalikan patogen pada berbagai komoditas tanaman diantaranya P. infestan penyebab penyakit busuk daun dan umbi kentang (Purwantisari, 2009). Pythium sp. penyebab penyakit rebah kecambah pada bibit durian (Octriana, 2011) Berdasarkan hal tersebut diatas, maka perlu dilakukan penelitian tentang uji potensi trichoderma indigenous Sulawesi Tenggara sebagai biofungisida terhadap P. capsici asal tanaman lada secara in-vitro. METODOLOGI PENELITIAN Rancangan Penelitian. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) terdiri dari 11 isolat trichoderma indigenous Sulawesi Tengara yaitu: isolat DKT (P1T1), isolat BPS (P1T2), isolat LKA (P1T3), isoat ASL (P1T4), isolat LTB (P1T5), isolat APS (P1T6), isolat LPS (P1T7), isolat LKP (P1T8), isolat DPA (P1T9), isolat LKO (P1T10) dan isolat DKP (P1T11) ke-11 kombinasi perlakuan diulang sebanyak 3 kali sehingga terdapat 33 unit percobaan. Pengambilan Sampel Tanaman Terinfeksi Patogen. Sampel tanaman yang terinfeksi patogen P. capsici yang diambil yaitu berupa daun, batang dan akar yang masih belum bergejala lanjut yaitu antara bagian tanaman yang telah terinfeksi dan bagain tanaman yang masih segar kemudian dimasukkan dalam kantong plastik agar terjaga kelembabannya sampai akan digunakan. Sampel yang terinfeksi patogen tersebut harus segera diisolasi untuk menghindari kontaminasi mikroba lain selain patogen yang diinginkan. Isolasi Cendawan Patogen. Isolasi cendawan patogen P. capsici dilakukan
J. AGROTEKNOS
dengan cara mengisolasi bagian tanaman yang terinfeksi patogen .Apabila telah terdapat isolat yang kita inginkan kemudian dimurnikan hingga mendapatkan betul-betul isolat yang diharapkan sesuai dengan identifikasi menurut Alexopoulos et al.,(1996). Peremajaan Isolat Trichoderma. Peremajaan isolat Trichoderma spp. dilakukan dengan cara menumbuhkan kembali isolat tersebut dimedia PDA yang baru kemudian diingkubasi selama tujuh hari hingga siap untuk dilakukan pengujian. Uji Daya Hambat Cendawan Trichoderma spp. terhadap P. Capsici. Pengujian daya hambat cendawan Trichoderma spp. terhadap P. capsici dilakukan menggunakan metode Uji Ganda pada media PDA. Satu potong koloni isolat Trichoderma spp. dan patogen yang berumur 7 hari ditumbuhkan bersamaan pada media PDA dengan jarak 3 cm yang di letakkan secara berlawanan dalam cawan petri yang berukuran 9 cm. Masingmasing isolat cendawan Trichoderma spp.
Persentase penghambatan (P) dihitung sebagai berikut: P= (R1 – R2)/R1X100%, dimana P= Persentase penghambatan, R1= jari-jari pertumbuhan patogen ke arah tepi cawan petri, dan R2=jari-jari pertumbuhan patogen ke arah cendawan Trichoderma spp.
HASIL DAN PEMBAHASAN Persentase Daya Hambat Trichoderma spp. terhadap P. capsici disajikan pada Tabel 1. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan persentase daya hambat 11 isolat Trichoderma spp. terhadap P. capsici berpengaruh tidak nyata pada pengamatan 1 HSI, 3 HSI, 4 HSI, 5 HSI, 6 HSI dan 7 HSI dan berpengaruh nyata pada 2 HSI. Histogram yang menunjukan perbedaan yang nyata pada pengamatan 2 HSI disajikan pada Gambar 1. Gambar 1. Menunjukan bahwa perlakuan P1T1 yang merupakan Trichoderma spp. isolat DKT yang
Vol. 3 No.3, 2013
Uji Potensi Trichoderma Indigenous
memiliki daya hambat tertinggi dibanding perlakuan lainnya pada 2 HSI yaitu sebesar 41,64% dan yang terendah diperlihatkan oleh perlakuan P1T8 yang merupakan trichoderma isolat LKP yaitu sebesar 9,91%. Seperti halnya dengan pengamatan 2 HSI, pengamatan yang lain juga memperlihatkan bahwa isolat DKT yang memilki nilai penghambatan tertinggi terhadap P. capsici namun tidak berbeda dngan pengamatan lainnya hingga pengamatan akhir oleh karena itu dianggap bahwa semua isolat trichoderma berpotensi sebagai biofungisida terhadap P. capsici secara in-vitro Phytophthora capsici penyebab Busuk Pangkal Batang (BPB) merupakan patogen
141
tular tanah yang sering menginfeksi pertanaman lada di Sulawesi Tenggara. Solusi pengendaliaan yang lebih efektif dan ramah lingkungan dalam mengendalikan kedua patogen tersebut, salah satunya adalah penggunaan agens hayati seperti trichoderma indigenous. Trichoderma spp. merupakan salah satu cendawan tanah yang bersifat saprofit dan antagonis pada cendawan patogen misalnya, P. infestan penyebab penyakit busuk daun dan umbi kentang (Purwantisari, 2009), Pythium sp. penyebab penyakit rebah kecambah pada bibit durian (Octriana, 2011) dan F. oxysporum penyebab penyakit layu pada tanaman tomat (Taufik, 2008).
Tabel 1. Daya hambat (%) isolat Trichoderma spp. terhadap P. capsici
Perlakuan P1T1 P1T2 P1T3 P1T4 P1T5 P1T6 P1T7 P1T8 P1T9 P1T10 P1T11
1 16,67 13,89 11,11 16,24 8,84 8,58 11,36 13,89 8,84 8,33 15,02
Persentase Daya Hambat pada Pengamatan ke......HSI 2 3 4 5 6 41,64 a 59,56 65,00 65,00 65,00 ab 25,16 42,01 56,67 56,67 56,67 22,33 ab 42,93 53,37 53,37 53,37 35,84 ab 52,52 58,89 58,89 58,89 38,52 a 51,05 59,00 59,00 59,00 ab 25,59 45,33 53,33 53,33 53,33 32,55 ab 47,71 57,78 57,78 57,78 15,58 b 39,37 48,89 48,89 48,89 37,12 a 54,00 62,22 62,22 62,22 28,39 ab 46,50 54,60 54,60 54,60 ab 40,79 57,10 61,11 61,11 61,11
7 65,00 56,67 53,37 58,89 59,00 53,33 57,78 48,89 62,22 54,60 61,11
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak Berganda Duncan pada taraf nyata 5%.
Gambar 1.
Histogram daya hambat Trichoderma spp. terhadap P. capsici 2 HSI secara in-vitro.
Berdasarkan hasil pengamatan uji antagonis Trichodrma spp. terhadap P. capsici memperlihatkan bahwa
pertumbuhan jari-jari koloni patogen kearah titik tengah medium PDA lebih lambat dibanding pertumbuhan Trichoderma spp. Purwantisari dan Hastuti (2009) menyatakan bahwa Trichoderma sp. merupakan jenis yang potensial untuk pengendalian penyakit secara hayati. Hasil penelitian yang telah dilakukan mendukung pendapat tersebut dimana ke-11 isolat Trichoderma spp. yang diuji mampu menghambat pertumbuhan P. capsici di medium PDA secara in-vitro. Berdasarkan hasil pengamatan terlihat bahwa semua isolat Trichoderma spp. yang diujikan memiliki kemampuan dalam
142
GUSNAWATY ET AL.
menekan pertumbuhan patogen uji (Tabel 1). Hal ini mengindikasikan Trichoderma spp. indigenous Sulawesi Tenggara mampu memanfaatkan nutrisi, ruang, serta diduga mampu menghasilkan senyawa antibiosis dan memarasit cendawan patogen yang menyebabkan terhambatnya perkembangan patogen. Trichoderma spp. yang diuji memiliki perbedaan kemampuan dalam melakukan aktivitas penghambatan terhadap P. capsici. Perbedaan tersebut diduga karena perbedaan karakter setiap isolat Trichoderma spp. yang berkaitan dengan kecepatan pertumbuhannya pada medium serta mekanisme dalam aktivitas daya hambatnya terhadap P. capsici (Tabel 1). Menurut Djafaruddin (2000) faktor penting yang menentukan aktivitas mikroorganisme antagonis untuk megendalikan patogen adalah memiliki kecepatan pertumbuhan yang tinggi sehingga mampu berkompetisi dengan patogen dalam hal penguasaan ruang dan makanan yang pada akhirnya dapat menekan pertumbuhan cendawan patogen. Hasil pengamatan yang telah dilakukan menunjukan semua isolat Trichoderma spp. yang diujikan terhadap P. capsici, rata-rata dapat menghambat pertumbuhan pada pengamatan 2 HSI ditandai dengan koloni cendawan patogen maupun agens antagonis saling mendekat dan terbentuk zona penghambatan. Zona penghambatan ini tidak tetap selama pengamatan hal ini dikarenakan ke-11 isolat Trichoderma spp. masih aktif dalam melakukan aktivitas penghambatan. Mekanisme penghambatan dari ke-11 isolat Trichoderma spp. terhadap Phytophthora capsici secara umum berupa kompetisi ruang dan mikoparasit (Tabel 4.) menurut Purwantisari dan hastuti (2009) bahwa cendawan yang tumbuh cepat mampu mengungguli dalam penguasaan ruang dan pada akhirnya bisa menekan pertumbuhan cendawan lawannya. Selain mekanisme kompetisi
J. AGROTEKNOS
ruang, ke-11 isolat tersebut juga diduga dapat menghambat patogen melalui mekanisme antibiosis yang ditandai dengan menipisnya koloni patogen karena enzim yang dihasilkan, Fravel (1988) dalam Achmad et al. (2011) menyatakan bahwa antibiosis adalah antagonisme yang diperantarai oleh metabolit spesifik atau non spesifik, enzim, senyawa volatil, atau zat beracun (toksin) lainnya yang dihasilkan oleh mikroba. Hasil penelitian memperlihatkan semua isolat trichoderma indigenous Sulawei Tenggara memiliki kemampuan yang sama dari hasil analisis ragam dalam menekan pertumbuhan patogen P. capsici. Nilai penghambatan Trichoderma spp. terhadap P. capsici diakhir pengamatan berturutturut yaitu isolat DKT sebesar 65,00%, DPA sebesar 62,22%, DKP sebesar 61,11%, LTB sebesar 59,00%, ASL sebesar 58,89%, LPS sebesar 57,78%, BPS sebesar 56,67%, LKO sebesar 54,60% LKA sebesar 53,37%, APS sebesar 53,33% dan LKP sebesar 48,89%, rata-rata isolat trichoderma memperlihatkan dapat menghambat P. caspici di atas 40% hal ini mengindikasikan semua isolat efektif sebagai biofungisida terhadap P. capsici secara in-vitro. Semua isolat trichoderma yang diujikan dapat menghambat P. capsici karena memiliki mekanisme berupa kompetisi ruang yang cepat dibanding patogen hal ini ditandai dengan terhambatnya pertumbuhan patogen pada pengamatan 2 HSI selanjutnya setelah isolat tersebut mengkolonisasi ruang tumbuh mekanisme antagonis selanjutnya yang dihasilkan adalah mekanisme mikoparasit yaitu proses memarasit cendawan patogen dimana koloni cendawan P. capsici ditumbuhi oleh koloni Trichoderma spp. pada medium PDA hal ini diduga terjadinya pelilitan hifa pada pertemuan hifa patogen dengan antagonisnya. Djaya (2003) melaporkan bahwa Ketika mikoparasit itu mencapai inangnya, hifanya kemudian membelit
Vol. 3 No.3, 2013
Uji Potensi Trichoderma Indigenous
atau menghimpit hifa inang tersebut dengan membentuk struktur seperti kait (hook-like structure) kemudian menyerap nutrisi inangnya. Mekanisme antagonis lain yang diduga dihasilkan oleh trichoderma dalam menghambat P. capsici berupa antibiosis dimana isolat tersebut kemungkinan menghasilkan enzim selulase sehingga dinding sel patogen P. capsici menjadi lisis yang ditandai dengan menipisnya koloni P. capsici hal ini didukung oleh pernyataan Salma dan Gunarto (1999) bahwa Trichoderma sp. mampu menghasilkan enzim selulase untuk mendegradasi selulosa. Selulosa merupakan komponen utama penyusun dinding sel cendawan P. capsici. SIMPULAN Dari hasil pengamatan dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa Semua isolat trichoderma indigenous Sulawesi Tenggara yang diujikan berpotensi sebagai biofungisida terhadap P. capsici secara invitro dengan persentase penghambatan tertinggi dimiliki oleh isolat P1T1 yakni 65 % pada 4 HSI. DAFTAR PUSTAKA Alexopoulos, C.J., C.W ., Mims dan M.,Blackwell, 1996. Introductory Mycology. John Wiley dan Sons, Inc. Canada America. Arwiyanto.T, 2003. Pengendalian hayati penyakit layu bakteri tembakau. Jurnal perlindungan tanaman Indonesia, 3(1): 54-60. Dinas Perkebunan dan Hortikultura Sultra, 2012. Statistik Perkebunan Provinsi Sulawesi Souteast. Djaenuddin .N, 2011. Bioekologi penyakit layu fusarium (Fusarium oxysforum). Prosiding Seminar dan Pertemuan xxi PEI. PFI Komda Sulsel dan Dinas Perkebunan Pemerintah Provinsi Sulsel. Makassar. Erwanti, 2003. Potensi Mikroorganisme Tanah Antagonis Untuk Menekan Pseudomonas sollanacearum pada Tanaman Pisang. Secara in vitro di Pulau Lombok. Makalah Falsafah Sains Program Pasca Sarjana (S3). (Tidak dipublikasikan) Gultom, J.M., 2008. Pengaruh Pemberian Beberapa Jamur Antagonis dengan Berbagai Tingkat Konsentrasi Untuk Menekan Perkembangan
143
Jamur Phytium sp. Penyebab Rebah Kecambah pada Tanaman Tembakau (Nicotiana tabaccum L.). Diakses 10 Maret 2013. Hindayana .D, 2002. Musuh Alami Hama dan Penyakit Tanaman Lada. Deptan. Jakarta. Jamilah. R, 2011. Potensi Trichoderma harzianum (T38) dan Trichoderma pseudokoningii (T39) sebagai Antagonis Terhadap Ganoderma sp. Penyebab Penyakit Akar Pada Pohon Sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen.). Skripsi Sarjana. Departemen Silvikultur. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian. Bogor. (Tidak dipublikasikan). Kethan. S.k., 2001. Mikrobial Pest Kontrol. Macel Delker. Inc. New York. Manohara, D dan Nurheru, 2007. Hama dan penyakit utama tanaman lada dan pengendaliannya. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Aneka Tanaman Industri. Jurnal Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 29(4): 5-6. Mulya, K., R. Noveriza, D. Manohara. 2003. Efikasi In Vivo Pelet Erwinia BST4 dan Trichoderma harzianum Blt1 dalam Menekan Infeksi Phytophthora capsici pada Lada. Bull Peneliti TRO 12:1-6. Octriana.L, 2011. Potensi agen hayati dalam menghambat pertumbuhan Phytium sp. secara in vitro. Buletin Plasma Nutfah, 17(2): 7-9. Purwantisari. P. dan R.B. Hastuti, 2009. Uji antagonisme jamur patogen Phytophthora infestans penyebab penyakit busuk daun dan umbi tanaman kentang dengan menggunakan Trichoderma spp. isolat lokal. Jurnal BIOMA, 11(1): 24-32. Salma. S. Dan L. Gunarto, 1999 Enzim selulase dari Trichoderma spp. Buletin Agribio. Balai Penelitian Bioteknolgi Tanaman Pangan, 2(2) Semangun, H. 2008. Penyakit-Penyakit Tanaman Perkebunan di Indonesia. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Sudanta, i. M., i. M. Kesratarta, i. Sudana. Uji antagonisme beberapa jenis jamur saprofit terhadap Jamur fusarium oxysporum f. Sp. Cubense penyebab penyakit layu Pada tanaman pisang serta potensinya Sebagai agens pengurai serasah. UNRAM. NTB. Setiyono,R.T., 2009. Perakitan lada hibrida tahan terhadap penyakit busuk pangkal batang. Jurnal Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, 15(2): 19-20. Taufik, M., 2011. Aplikasi rizobakteri dan trichoderma spp. Terhadap pertumbuhan tanaman dan kejadian penyakit busuk pangkal batang dan kuning Pada tanaman lada (piper nigrum l.). Prosiding Seminar dan Pertemuan Tahunan XXI PEI, PFI Komda Sulawesi Selatan dan Dinas Perkebunan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan. Makassar.