Potensi Pengembangan Sorgum sebagai Bahan Diversifikasi Pangan dan Bio-Industri
Suarni
347
POTENSI PENGEMBANGAN SORGUM SEBAGAI BAHAN DIVERSIFIKASI PANGAN DAN BIOINDUSTRI Potential of Sorghum Development as Raw Materials for Food Diversification and Bioindustry Suarni Balai Penelitian Tanaman Serealia Jl. Dr. Ratulangi 274, Maros 90514, Sulawesi Selatan E-mail:
[email protected]
ABSTRACT Sorghum has wide lines/varieties, multifunction, and zero waste because almost all parts of the crop can be used as food, feed, and industry. There is no part of the crop that is not utilized. Sorghum is highly adaptive to suboptimal land that has not been touched by food and industrial crops, so that it can support and accelerate agriculture-bioindustry programs that are environmentally friendly. Adequate availability of improved varieties and processing technology innovation can produce modified traditional processing food and specific functional food. Furthermore, sorghum can produce variety of industrial products: sweet syrup, pharmaceuticals, cosmetics, bioplastics, bioethanol fuels, and others. Support from the policymakers, including facilitation of sorghum semifinished processing industries in producing center areas, as well as market and price guarantee, make it prospective commodity to be developed. Keywods: sorghum, development, food diversification, bioindustry
ABSTRAK Tanaman sorgum memiliki variasi galur/varietas yang relatif banyak, multifungsi, dan zero waste karena hampir semua bagian tanaman dapat digunakan sebagai pangan, pakan, dan industri. Tidak ada bagian tanaman sorgum yang tidak termanfaatkan. Sorgum juga memiliki adaptabilitas yang tinggi pada lahan suboptimal yang belum tersentuh tanaman pangan dan industri. Hal tersebut dapat mendukung dan mempercepat program pertanian bioindustri yang ramah lingkungan. Tersedianya varietas unggul dan inovasi teknologi pengolahan yang memadai dapat menghasilkan olahan pangan tradisional termodifikasi dan produk unggulan spesifik pangan fungsional. Selanjutnya, sorgum dapat menghasilkan berbagai produk industri: sirup manis, farmasi, kosmetik, bioplastik, bahan bakar bioetanol, dan lainnya. Dukungan penentu kebijakan, termasuk fasilitasi industri pengolahan bahan setengah jadi sorgum di daerah sentra produksi, juga jaminan pasar dan harga dapat menjadikan sorgum komoditas prospektif untuk dikembangkan. Kata kunci: sorgum, pengembangan, diversifikasi pangan, bioindustri
PENDAHULUAN Sorgum (Sorghum bicolor L. Moench) sebagai bahan pangan memiliki kandungan nutrisi tidak kalah dengan serealia lainnya. Biji sorgum mengandung karbohidrat sebesar 80,42%, protein 10,11%, lemak 3,65%, serat 2,74%, dan abu 2,24% (Suarni dan Singgih, 2002). Sorgum mengandung senyawa-senyawa polifenol yang memilki daya antioksidan sangat besar, lebih besar dari vitamin E dan vitamin C yang selama ini dikenal sebagai antioksidan alami (Awika dan Rooney, 2004). Selain digunakan sebagai sumber pangan, juga dimanfaatkan untuk pakan ternak, yaitu biji sorgum untuk bahan campuran ransum pakan ternak unggas, sedangkan batang dan daun sorgum (stover) untuk ternak ruminansia. Batang sorgum oleh tanaman digunakan sebagai penyimpan energi hasil proses fotosintesis, berupa glukosa, sehingga batang sorgum terutama sorgum manis mengandung nira menyerupai tebu. Nira sorgum dapat digunakan untuk pembuatan aneka ragam gula dan bahan bakar bioetanol. Sorgum manis dikenal sebagai tanaman onta atau “a camel among crops” karena memiliki daya adaptasi yang luas dan sangat tahan terhadap kondisi lahan marginal seperti kekeringan, lahan masam, lahan salin, dan lahan alkalin (FAO, 2002).
348
Prosiding Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia Ke-34: Pertanian-Bioindustri Berbasis Pangan Lokal Potensial
Tujuan pemaparan tulisan ini adalah untuk lebih mempromosikan sorgum sebagai komoditas pontensial untuk dikembangkan. Pengembangan secara terpadu untuk mendukung ketahanan pangan dan percepatan agroindustri pedesaan. Pendekatan menggunakaan LEISA dan Zero Waste sehingga akan terjamin keberlanjutan dan berwawasan ramah lingkungan.
NUTRISI DASAR DAN KOMPONEN PANGAN FUNGSIONAL SORGUM
Komponen utama biji sorgum adalah pati diikuti protein. Kandungan gizi dalam sorgum cukup tinggi namun daya cerna protein dan pati sorgum lebih rendah dibanding sereal yang lain. Rendahnya daya cerna ini, menurut Woo et al. (2004) disebabkan oleh resistensi kafirin, protein utama sorgum, yang memiliki lebih banyak ikatan inter- dan intradisulfida. Pati dalam sorgum dapat membentuk kompleks dengan protein selama proses pemasakan. Secara umum sorgum kaya akan vitamin B kompleks. Di antara vitamin B, kadar tiamin, riboflavin dan niasin di dalam sorgum sebanding dengan jagung. Kadar vitamin B, terutama niasin, di dalam sorgum sangat bervariasi. Kadar tiamin sorgum dan jagung sama dan lebih rendah dibanding beras, gandum, dan jewawut. Sorgum mengandung riboflavin lebih tinggi dibanding gandum dan beras, sedangkan kadar niasin sama dengan beras. Kelebihan sorgum dengan kandungan besi yang relatif tinggi dibanding dengan serealia lainnya. Pemanfaatan sorgum sebagai sumber pangan fungsional belum banyak dilakukan. Selama ini penggunaan masih terbatas pada peranannya dalam diversifikasi pangan dan komponen ransum pakan ternak sebagai sumber karbohidrat. Potensi sorgum sebagai sumber pangan fungsional prospektif untuk dikembangkan (Suarni dan Subagio 2013). Sorgum mengandung serat pangan dalam jumlah tinggi yang dibutuhkan tubuh (dietary fiber) yang berfungsi untuk pencegahan penyakit jantung, obesitas, penurunan hipertensi, menjaga kadar gula darah, dan pencegahan kanker usus. Pada penderita penyakit kardiovaskuler (penyakit jantung koroner), serat pangan berfungsi dalam mengikat asam empedu sehingga mampu menurunkan kadar kolesterol darah. Dewasa ini, beberapa produk pangan fungsional berbasis tepung sorgum dihasilkan. Sorgum merupakan bahan sumber serat pangan total dietary fiber (TDF) yang potensial untuk dikembangkan. Fungsi serat pangan yang larut terutama memperlambat kecepatan pencernaan di dalam usus, memberikan rasa kenyang yang lebih lama, serta memperlambat kemunculan glukosa darah sehingga insulin yang dibutuhkan untuk mentransfer glukosa ke dalam sel-sel tubuh dan diubah menjadi energi semakin sedikit. Fungsi tersebut sangat dibutuhkan bagi penderita diabetes (Astawan dan Wresdiyati, 2004).
SIFAT FISIKOKIMIA PATI SORGUM
Pemanfaatan sorgum dalam berbagai produk olahan pada umumnya dalam bentuk tepung. Suarni dan Patong (2002) telah mengevaluasi sifat fisikokimia tepung sorgum dengan perlakuan substitusi tepung terigu. Tingkat substitusi tepung sorgum yang masih dapat ditoleransi adalah substitusi hingga 10% dengan kadar gluten 10,91%, nilai pengendapan 25,8 ml, aktivitas diastatik 394 mg maltosa/10g tepung, dan kadar amilosa 25,85%. Selanjutnya Suarni dan Firmansyah (2005) telah mempelajari sifat fisikokimia dan amilograf (Brabender Amylograph) tepung sorgum varietas Kawali, Numbu, dan Span. Budijanto dan Yulianti (2012), telah mengevaluasi profil gelatinisasi pati sorgum dengan menggunakan analisis RVA (Rapid Visco Analyzer)(Singh et al., 2010), menunjukkan profil gelatinisasi pati yang dipengaruhi oleh varietas sorgum. Untuk memanfaatkan sorgum sebagai bahan pangan dan industri, karakteristik fisikokimia pati setiap varietas sangatlah penting, agar pemilihan varietas lebih sesuai produk yang diinginkan.
Potensi Pengembangan Sorgum sebagai Bahan Diversifikasi Pangan dan Bio-Industri
Suarni
349
INOVASI TEKNOLOGI DIVERSIFIKASI PANGAN
Dalam bentuk sosoh (sorgum pulut) dapat diolah menjadi makanan tradisional antara lain wajik, tape, rengginang. Hal ini dapat menunjukkan kemampuan sorgum sosoh dalam mensubsititusi beras pulut yang relatif mahal harganya (Rp18.000/kg). Selanjutnya, bahan tepung sorgum pulut dan non pulut dapat diolah menjadi beragam pangan tradisional, dalam hal ini dapat mengganti/mensubstitusi tepung beras pulut/nonpulut (Suarni dan Firmansyah, 2013). Tanin dalam sorgum merupakan komponen bioaktif yang menjadi kendala dalam fungsinya sebagai makanan sumber karbohidrat dan protein bagi pertumbuhan badan dan kesehatan oleh karena komponen ini dapat menghambat aktifitas enzim amylase dan protease sehingga penyerapan karbohidrat dan protein terhambat (Awika and Rooney 2004). Di lain hal, komponen ini juga merupakan komponen bioaktif yang dapat menghambat terjadinya penyakit diabetes dan obesitas oleh karena kemampuan menghambat penyerapan karbohidrat, lemak, dan protein.
Sorgum Sosoh dan Tepung Sorgum Pemanfaatan sorgum sosoh untuk membuat nasi sorgum, bubur sorgum telah banyak dilakukan. Misalnya pembuatan nasi sorgum instan, yaitu biji sorgum disosoh (DS 100%), direndam di dalam larutan Na2HPO4 0,2% pada suhu 30ºC selama 2 jam. Selanjutnya sorgum sosoh dicuci dan dimasak menggunakan rice cooker hingga matang, lalu dibekukan (suhu -40ºC, 24jam) dan dithawing, lalu dikeringkan. Karakteristik nasi sorgum instan dengan kandungan protein 9,31%, karbohidrat 89,5%, lemak 0,88%, amilosa 32%, serat pangan 8,8%, daya cerna pati 61,64% dan daya cerna protein 73,93%, serta energi 403 kkal/100 g (Widowati et al., 2010). Untuk produk roti tawar dan mi, substitusi tepung sorgum berkisar 10-20%. Untuk meningkatkan persentase substitusi perlakuan dengan penambahan surfaktan pada adonan substitusi tepung sorgum terhadap terigu dapat ditingkatkan hingga taraf 25-30% dengan tingkat penerimaan panelis kriteria suka (Suarni, 2004). Pemanfaatan tepung sorgum dalam pembuatan stik bawang telah dilakukan Tjahyadi et al. (2011). Menggunakan sorgum genotipe 1.1. dengan lama penyosohan 1,5 menit dan imbangan tepung sorgum dengan tepung terigu 50:50 menghasilkan stik bawang sorgum dengan karakteristik yang terbaik dan disukai, termasuk cita-rasa, kerenyahan, warna dan kenampakan keseluruhan. Diperoleh rendemen stik bawang 88,9%, volume pengembangan 137,8%, dan penyerapan minyak 24,39%. Substitusi tepung sorgum di atas 50% memperlihatkan tampilan warna agak kusam (kurang cerah). Hal ini, sesuai dengan penelitian Suarni dan Patong (2002) dan Apsari (2007) pada pembuatan roti tawar dengan sorgum masing-masing genotipe B-100, UPCA-S1 bahwa semakin besar tingkat substitusi tepung sorgum terhadap terigu, tingkat kecerahan adonan roti makin menurun. Untuk produk mi dari tepung sorgum telah dilakukan Muhandri et al. (2011) dengan menggunakan varietas Numbu. Hasil analisis menunjukkan bahwa tepung sorgum memiliki kadar air 13,52% bb, kadar protein 8,50% bk, kadar lemak sebesar 2,42% bk, kadar abu 0,84% bk, kadar karbohidrat 88,23% bk, kadar pati 82,18% bk, dan kandungan amilosa sebesar 22,46. Proses optimum pembuatan mi sorgum menggunakan ekstruder ulir ganda adalah suhu 85 °C dan kecepatan 20 Hz. Tepung sorgum dapat diolah menjadi beras analog dengan membuat tepung komposit dengan sumber karbohidrat lainnya. Beras analog merupakan beras tiruan yang terbuat dari tepung-tepungan selain beras dan terigu. Budijanto dan Yulianti (2012) telah menghasilkan beras analog berbasis tepung sorgum varietas Pahat dan Numbu dengan teknologi ekstruksi. Kadar amilosa tepung varietas Pahat 29,01% dan Numbu 28,14%. Selanjutnya Mbaeyi and Onweluzo (2013) menghasilkan formulasi tepung sorgum dengan suplemen protein menjadi bahan pangan bernutrisi tinggi, dapat dikembangkan menghasilkan produk-produk baru yang spesifik. Teknologi pengolahan perkecambahan dan pregelatinisasi tersebut dapat diadopsi pada tingkat rumah tangga di Nigeria dengan produk sarapan sereal yang bernutrisi tinggi.
350
Prosiding Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia Ke-34: Pertanian-Bioindustri Berbasis Pangan Lokal Potensial
Mutu tepung sorgum dapat diperbaiki dengan metode enzimatis, menggunakan enzim αamilase dari kecambah kacang hijau. Perbaikan sifat fisikokimia, peningkatan nilai nutrisi, dan komponen pangan fungsional terbawa dari kecambah, sesuai untuk produk olahan bertekstur lunak terutama makanan anak balita (Suarni dan Ubbe, 2005). Selanjutnya, Angelina et al. (2013) melakukan modifikasi dengan metode fermentasi menggunakan ragi roti (yeast Saccharomyces cereviceae). Perbaikan mutu nutrisi fungsional dengan meningkatkan konsentrasi asam lemak tak jenuh dengan menambahkan kacang tanah pada fermentasi biji sorgum masak dengan ragi tape (Puspaningsih et al., 2013). Selain itu, modifikasi tepung sorgum diharapkan dapat memperbaiki sifat reologi dalam pembuatan adonan tepung sorgum akibat sifat kafirin protein sorgum yang kurang bagus (Kumalarva et al., 2004). INOVASI TEKNOLOGI INDUSTRI Ketiga komponen hasil panen sorgum, yaitu biji, nira batang, dan bagas (ampas perahan nira) dapat digunakan sebagai bahan baku etanol. Sorgum manis yang batangnya banyak mengandung gula, berpotensi sebagai bahan baku gula, bioetanol dan molase untuk pembuatan monosodium glutamat (Suarni dan Hamdani, 2001). Biji sorgum memiliki komposisi pati sebanyak ±78,45%, sangat berpotensi sebagai sumber bahan bakar nabati yaitu bioetanol. Bioetanol (C 2H5OH) merupakan salah satu bahan bakar nabati yang saat ini menjadi primadona untuk menggantikan minyak bumi. Minyak bumi saat ini harganya semakin meningkat, selain kurang ramah lingkungan juga termasuk sumber daya yang tidak dapat diperbaharui. Beberapa hasil penelitian dari bahan pati sorgum menjadi bioetanol dengan perlakuan fermentasi (Herlinda, 2011; Meldha et al., 2012). Selain pati sorgum sebagai bahan baku bioetanol, batang sorgum juga dapat diekstrak menjadi nila sorgum, selanjutnya dapat diolah menjadi gula merah, selain itu dapat difermentasikan menjadi bioetanol seperti halnya dari bahan pati sorgum. Pada Tabel 1 disajikan perbandingan komposisi kimia nira sorgum dibanding nira tebu. Tabel 1 menunjukkan bahwa kadar gula (dalam derajat brix) nira sorgum lebih tinggi dibandingkan dengan nira tebu. Nira sorgum memiliki kelemahan dalam kadar abu, amilum, dan asam akonitat yang lebih tinggi dibandingkan dengan nira tebu. Bioetanol dibuat dari nira batang sorgum manis, batang sorgum apabila diperas akan menghasilkan nira yang rasanya manis. Beberapa hasil penelitian dari bahan batang sorgum manis berbagai varietas diolah dengan metode fermentasi menghasilkan bioetanol. Sari (2009), menunjukkan bahwa kondisi optimum diperoleh dari proses fermentasi menggunakan ragi Saccharomyces cerevisiae dengan waktu fermentasi 7 hari dan volume starter 9% (v/b), kadar glukosa 14,5%, dan bioetanol 11,82%. Selanjutnya, Suparti et al. (2012) telah meneliti batang sorgum dan diperoleh kadar gula rendemen nira varietas Numbu lebih tinggi dari CTY33. Batang sorgum manis varietas ICSV700 menunjukkan bahwa produk persentase alkohol berkisar antara 0,5–1,1% (Apriwinda, 2013). Tabel 1. Komposisi nira sorgum dan nira tebu Komposisi Brix (%) Sukrosa (%) Gula reduksi (%) Abu (%) Amilum (ppm) Asam akonitat (%)
Nira sorgum 13,6–18,40 10,0–14,40 0,75–1,35 1,28–1,57 209–1.764 0,56
Nira tebu 12–19 9–17 0,48–1,52 0,40–0,70 1,50–95 0,25
Sumber: Direktorat Jendral Perkebunan (1996)
Darni dan Utami (2010), telah mengolah pati sorgum menjadi bioplastik. Formulasi campuran pati sorgum-kitosan 7:3 dengan plasticizer sorbitol terbaik adalah pada konsentrasi 20% dan o temperatur gelatinisasi 95 C. Konsentrasi sorbitol 20% sebagai plasticizer pada campuran patikitosan sudah dapat memberikan sifat elastisitas yang menyamai plastik komersial (polipropilena dan polietilen), dengan nilai tambah setelah digunakan tidak mengganggu lingkungan.
Potensi Pengembangan Sorgum sebagai Bahan Diversifikasi Pangan dan Bio-Industri
Suarni
351
PROSPEK DAN KENDALA PENGEMBANGAN
Tanaman sorgum memiliki keunggulan tahan terhadap kekeringan dibanding jenis tanaman serealia lainnya.Tanaman ini mampu beradaptasi pada daerah dengan iklim tropis-kering sampai daerah beriklim basah. Sehubungan dengan hal tersebut searah dan sejalan dengan upaya peningkatan produktivitas lahan kosong (lahan marginal, lahan tidur, lahan nonproduktif lainnya) yang jumlahnya sangat luas di negeri ini. Budi dayanya mudah dengan biaya yang relatif murah, dapat ditanam monokultur maupun tumpang sari, produktivitas sangat tinggi, dan dapat diratun (dapat dipanen lebih dari satu kali dalam sekali tanam). Menurut Setyowati et al. (2005), walaupun hasil panen ratun lebih rendah dibanding tanaman utama dan kemampuan daya ratun sangat beragam, tetapi setidaknya dapat meningkatkan produksi sorgum. Sorgum manis (Sorghum bicolor L. Moench) merupakan salah satu tanaman yang dapat dijadikan sebagai sumber biomassa, bahan baku gula, bioetanol, dan cukup potensial untuk dikembangkan di Indonesia (Hamdani et al., 1998). Keistimewaan sweet sorghum, bersifat multiguna, yaitu sebagai sumber bahan pangan, pakan ternak maupun bahan baku berbagai industri, bahan pembuatan gula cair (sirup), jaggery (gula cair dipadatkan sejenis gula merah), dan bioetanol. Di Indonesia saat ini terdapat beberapa varietas sorgum yang prospektif untuk dikembangkan. Telah tersedia beberapa jenis varietas yang dijadikan varietas sorgum unggulan Indonesia, yaitu UPCA, Keris, Mandau, Higari, Badik, Gadam, Sangkur, Numbu, dan Kawali. Selanjutnya, Badan Litbang Pertanian telah melepas beberapa varietas unggul untuk bahan bioetanol varietas Super I dan Super II, dan untuk bahan pangan yaitu Super III dan Super IV. Bioetanol mempunyai kelebihan selain ramah lingkungan, penggunaannya sebagai campuran BBM terbukti dapat mengurangi emisi karbon monoksida dan asap lainnya dari kendaraan. Saat ini bioetanol juga bisa dijadikan pengganti bahan bakar minyak tanah. Selain hemat, pembuatannya dapat dilakukan di rumah tangga dengan mudah, sehingga lebih ekonomis dibandingkan menggunakan minyak tanah. Diversifikasi pangan berbasis sorgum masih sebatas bahan sumber karbohidrat. Namun, ke depan diharapkan dapat menjadi komponen penting pangan fungsional sehingga meningkatkan citra sorgum sebagai bahan pangan superior. Pengembangan pangan fungsional berbasis polisakarida dari sorgum untuk anti kolesterol mempunyai prospek yang baik. Varietas unggul sorgum berproduktivitas tinggi dan potensial sebagai pangan fungsional dapat tereksplorasi dalam produk siap konsumsi (Suarni dan Subagio 2013). Pada umumnya masyarakat Indonesia belum mengenal kelebihan sorgum dengan baik, bahkan masih banyak yang belum pernah melihat apalagi mencicipi produk pangan berbasis sorgum. Sehubungan dengan hal tersebut untuk menjadikan sorgum sebagai komoditas superior, masyarakat harus lebih mengenalnya dengan sosialisasi lebih intensif antara lain dengan mengadakan pelatihan, penyebaran informasi melalui media TV, koran, dan lainnya. Pengembangan sorgum masih menghadapi berbagai permasalahan, khususnya terkait penciptaan pasar dan jaminan harga serta aspek kelembagaan untuk keberlanjutan pengembangan sorgum. Data statistik sorgum yang dapat diakses secara luas untuk keperluan pengembangan sorgum relatif terbatas, yang menunjukkan kurangnya perhatian terhadap pengembangan komoditas ini di Indonesia (Susilowati dan Saliem, 2013). Apapun dapat dilakukan petani terhadap komoditas apa saja, yang penting hasil panennya mendapat jaminan pasar yang menerimanya dengan harga lebih menguntungkan.
KESIMPULAN DAN SARAN
Untuk mengangkat citra produk pangan berbasis sorgum, perlu dihasilkan olahan-olahan yang spesifik, bukan hanya mampu mensubstitusi terigu. Pati sorgum dapat dimanfaatkan berbagai ragam produk industri, termasuk farmasi, kosmetik, kertas, tekstil, bioplastik, dan lainnya. Batang sorgum
352
Prosiding Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia Ke-34: Pertanian-Bioindustri Berbasis Pangan Lokal Potensial
manis lebih potensial untuk produk nira, gula cair, gula padat, dan bioetanol. Untuk mengembangkan potensi sorgum sebagai bahan pangan, pakan, dan industri perlu sosialisasi pada masyarakat. Pelatihan teori dan praktik dengan peserta petani, penyuluh, dan pebisnis pemerhati sorgum. Sehubungan dengan hal tersebut dibutuhkan suatu tempat “Pusat Pengembangan Sorgum Terpadu/Sorghum Centre”. Di dalamnya terdapat kegiatan dari hulu ke hilir, mulai dari perakitan varietas, teknologi budi daya, pascapanen, pemanfaatan limbah pertanaman, pemanfaatan pakan, pangan, produk industri, dan pemasaran produk. Diharapkan pengembangan secara terpadu untuk mendukung ketahanan pangan dan percepatan agroindustri perdesaan dengan pendekatan menggunakaan LEISA dan zero waste sehingga akan terjamin keberlanjutan dan berwawasan ramah lingkungan dapat tercapai.
DAFTAR PUSTAKA Angelina, A., T. Rosiana, N. Istianah, S. Gunawan dan A. K. Anal. 2013. Pengujian parameter biji sorgum dan pengaruh analisa total asam laktat dan pH pada tepung sorgum terfermentasi menggunakan er e t (Saccharomyces Cereviceae). Jurnal Teknik Pomits 2(2):279-281. Apriwinda. 2013. Studi Fermentasi Nira Batang Sorgum Manis (Sorghum bicolor (L) Moench) untuk Produksi Etanol. Skripsi. Jurusan Teknologi Pertanian Universitas Hasanuddin. Makassar. Apsari, I.S. 2007. Pengaruh Timbangan Tepung Terigu dengan Tepung Sorgum (Sorghum bicolor (L) Moench) terhadap Karakteristik Roti Tawar yang Dihasilkan dengan Straight Process Cara Lange dan Cara Sultan. Skripsi. Fakultas Teknologi Industri Pertanian Universitas Padjajaran. Bandung. Astawan, M dan T. Wresdiyati. 2004. Diet Sehat dengan Makanan Berserat. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri. Solo. Awika, J.M. and L.W. Rooney. 2004. Sorghum phytochemicals and their potential impact on human health. Phytochemistry (65):1199–1221. Budijanto, S. dan Yuliyanti. 2012. Studi persiapan tepung sorgum (Sorghum bicolor L. Moench) dan aplikasinya pada pembuatan beras analog. Jurnal Teknologi Pertanian 13(3):177-186. Darni, Y. dan H. Utami. 2010. Studi pembuatan dan karakteristik sifat mekanik dan hidrofobisitas bioplastik dari pati sorgum. Jurnal Rekayasa Kimia dan Lingkungan 7(4):88-93. Dicko, M.H., Gruppen H, Traore AS, Voragen AGJ, Van Berkel WJH. 2006. Sorghum grain as human food in Africa, relevance of content of starch andamylase activities. African Journal of Biotechnology 5 (5):384395. Direktorat Jenderal Perkebunan. 1996. Sorgum manis komoditi harapan di Provinsi Kawasan Timur Indonesia. Risalah Simposium Prospek Tanaman Sorgum untuk Pengembangan Agroindustri. Edisi Khusus Balitkabi 4:6-12. FAO. 2002. Sweet sorghum in China. World Food Summit,10-13 June 2002. http://www.fao.org/ag. Herlinda, Y. 2011. Pembuatan Bioetanol dari Nira Sorgum dengan Proses Fermentasi Menggunakan Yeast Pichia stipitis. Skripsi. Universitas Riau. Pekan Baru. Guo, G., O.S. Jackson, RA. Graybosch, and AM. Parkhurst. 2003. Asian salted noodel quality: Impact of amylose content adjustments using waxy wheat flour. J. Cereal Chem 80:437-445. Hamdani, M., S. Singgih dan Suarni. 1998. Studi sifat agronomik dan potensi hasil beberapa galur dan varietas sorgum manis. Jurnal Tanaman Tropika1(2):108-113. Kumalarva, AG., Y. Gariepy, V.R. Sosle, M. Ngadi, and V. Raghavan. 2004. Rheological properties of sorghum dough. Presented at the 2004 ASAE/CSAE Annual International Meeting. Paper No. 04603 Mbaeyi I.E.-Nwaoha and J.C. Onweluzo. 2013. Functional properties of sorghum (S. bicolor L.) - Pigeonpea (Cajanus cajan) flour blends and storage stability of a flaked breakfast formulated from blends. Pakistan J. of Nutrition 12(4): 382-397. Meldha, Z., Chairul, S. Z. Amraini. 2012. Produksi bioetanol dari pati sorgum dengan proses sakarifikasi dan fermentasi serentak dengan variasi temperatur liquifikasi. Lab. Rekayasa Bioproses/Teknik Kimia Universitas Riau.
Potensi Pengembangan Sorgum sebagai Bahan Diversifikasi Pangan dan Bio-Industri
Suarni
353
Mishra A, N.M. Hari, and S.R. Pavuluri. 2012. Preperation of rice analogues using ekstrusion technology: Review. Int. J. Food Science and Technology 1-9. Muhandri, T., Subarna, I. Mustakim. 2013. Optimasi proses pembuatan mi sorgum dengan menggunakan ekstruder ulir ganda. Jurnal Sains Terapan 3(1):1–8. Ratnayake,W.S., R. Hoover, and W.Tom. 2002. Pea starch: composition, structure, and properties. Review. J. Starch 54:217-234. Sang, Y., S. Bean, P.A. Seib, J. Pedersen, and Y.C. Shi. 2008. Structure and functional properties of sorghum starches differing in amylase content. J. Agric. Food Chem. 56: 6680-6685. Sari, R.P. 2009. Pembuatan Etanol dari Nira Sorgum dengan Proses Fermentasi. Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro. Semarang. Setyowati, M., Hadiatmi dan Sutoro. 2005. Evaluasi pertumbuhan dan hasil plasma nutfah sorgum (sorghum vulgarae (L.) moench) dari tanaman induk dan ratun. Buletin Plasma Nutfah 11(2):41-49. Singh, H., N.S. Sodhi, and N. Singh. 2010. Characterization of starches separated from sorghum cultivars grown in India. J. Food Chem. 119:95-100. Suarni dan M. Hamdani. 2001. Potensi dan penurunan kuantitas kandungan gula nira beberapa varietas sorgum manis setelah panen. Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Sumberdaya Alam untuk Mencapai Produktivitas Optimum. UNILA Lampung. Suarni dan S. Singgih. 2002. Karakteristik sifat fisik dan komposisi kimia beberapa varietas/galur biji sorgum. Jurnal Stigma 10(2):127-130. Suarni dan R. Patong. 2002. Tepung sorgum sebagai bahan substitusi terigu. Jurnal Penelitian. Pertanian Puslit Tanaman Pangan 21(1):43-47. Suarni.
2004. Pemanfaatan tepung sorgum untuk produk olahan. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Badan Pengembangan Pertanian 23(4):145-151.
Suarni dan I.U. Firmansyah. 2005. Potensi sorgum varietas unggul sebagai bahan pangan untuk menunjang agroindustri. Prosiding Lokakarya Nasional BPTP Lampung dan Universitas Lampung. Bandar Lampung. hlm. 541-546. Suarni dan U. Ubbe. 2005. Perbaikan kandungan nutrisi dan sifat fisikokimia tepung sorgum dengan enzimatis (αamilase) dari kecambah kacang hijau. hlm. 92-95. Prosiding Seminar Nasional Kimia Univ. Tadulako. Suarni dan H. Subagio. 2013. Prospek pengembangan jagung dan sorgum sebagai sumber pangan fungsional. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 32(3):47-55. Suparti, A. Asngad, dan Chalimah. 2012. Uji kualitas dan kuantitas produksi bioetanol batang tanaman sweet sorgum varietas CTY33 dan Numbu skala laboratorium. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Diakses 2 September 2014. Susilowati, S.H. dan H.P. Saliem. 2013. Perdagangan sorgum di pasar dunia dan Asia serta prospek pengembangannya di Indonesia. Bagian Buku Sorgum Inovasi Teknologi dan Pengembangannya. hlm. 723. Tjahyadi, C., B.D. Sofiah, T.M., Anas, dan D. Pratiwi. 2011. Pengaruh imbangan tepung sorgum genotype 1.1 yang diperoleh dari lamanya penyosohan dan tepung terigu terhadap karakteristik inderawi stik bawang. Bionatura-Jurnal Ilmu-ilmu Hayati dan Fisik 13(2):177-187. Puspaningsih, V., S. Hartini, dan Y. Martono. 2013. Analisa asam lemak tidak jenuh pada tepung sorgum termodifikasi dan aplikasinya sebagai pangan fungsional flakes. 2013. Prosiding Seminar Nasional Sains dan Pendidikan. Fakultas Sains & Matematika. UKSW. Salatiga. Widowati, S., R. Nurjanah, dan W. Amrinola. 2010. Proses pembuatan dan karakterisasi nasi sorgum instan. Prosiding Seminar Nasional Pekan Serealia Nasional. Balitsereal. Pusat Penelitian Tanaman Pangan. hlm. 17-23. Woo, H.D., S.J. Choi, H.R.B. Hamaker, and T.W. Moon. 2004. In vitro protein and starch digestibility of sorgum in the presence of sodium bisulfite. IFT Annual Meeting, July 12-16 2004. Las Vegas, NV.