POTENSI KAPANG Aspergillus sp. DALAM PROSES HIDROLISIS UNTUK PRODUKSI ETANOL DARI SAMPAH SAYUR DAN BUAH PASAR WONOKROMO SURABAYA POTENCY OF Aspergillus sp. IN HYDROLYSIS PROCESS TO PRODUCE ETHANOL FROM VEGETABLE AND FRUIT WASTES AT WONOKROMO MARKET, SURABAYA Mutiara Arum Kusumaningati1, Sri Nurhatika1, dan Anton Muhibuddin2 1
Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia e-mail:
[email protected],
[email protected] 2 Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan. Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya (UB) Jl. Veteran, Malang 65145 Indonesia e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Sampah sayur dan buah berpotensi untuk dijadikan sebagai bahan baku dalam produksi etanol yang terdiri dari beberapa tahap, yaitu pretreatment, hidrolisis, fermentasi, dan destilasi. Proses hidrolisis yang biasa digunakan adalah hidrolisis asam karena lebih mudah dilakukan, namun kelemahannya dihasilkan produk samping yang dapat mengganggu dalam proses fermentasi. Sehingga alternatif terbaik dengan memanfaatkan kapang dalam proses hidrolisis, salah satunya adalah kapang Aspergillus sp. Penelitian ini dilakukan pada bulan November 2012 sampai Mei 2013 di Laboratorium Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi kapang Aspergillus sp. dalam proses hidrolisis untuk produksi etanol dari sampah sayur dan buah Pasar Wonokromo Surabaya pada konsentrasi inokulum bakteri Zymomonas mobilis dan lama waktu fermentasi yang optimum. Kapang Aspergillus sp. pada penelitian ini diperoleh dari hasil eksplorasi kapang di Taman Nasional Alas Purwo yang berhasil diuji selulolitik, menghasilkan enzim selulase yaitu endoglukanase, eksoglukanase dan β-glikosidase. Proses fermentasi dilakukan menggunakan bakteri Zymomonas mobilis dalam beberapa perlakuan, yaitu konsentrasi inokulum (0, 5, 10 dan 15%) dan lama waktu fermentasi (0, 2, 4, 6, dan 8 hari). Masing-masing perlakuan diulangi sebanyak 2 kali, sehingga diperoleh 40 unit percobaan dan dianalisis menggunakan uji ANOVA. Parameter yang diamati adalah kadar etanol. Hasil yang diperoleh, kapang Aspergillus sp. berpotensi menghasilkan enzim selulase dalam proses hidrolisis untuk produksi etanol dari sampah sayur dan buah Pasar Wonokromo Surabaya. Kadar etanol optimum sebesar 9,5% (v/v) dihasilkan pada interaksi konsentrasi inokulum 10% dan lama waktu fermentasi 6 hari. Kata kunci :
Sampah sayur dan buah, Pasar Wonokromo Surabaya, Hidrolisis enzim, Etanol, Aspergillus sp., Zymomonas mobilis.
ABSTRACT Vegetable and fruit wastes are potential to be used as a feedstock in ethanol production that consist of several steps, including pretreatment, hydrolysis, fermentation, and destilation. Hydrolysis process that common used is acid hydrolysis because it is easier, but it is produced end product that can inhibit fermentation process. So, the best alternative is mold utilization in hydrolysis process, one of the potential mold is Aspergillus sp. This research was held on November 2012 until May 2013 in laboratories of Biology Department, Mathematic and Science Faculty, Sepuluh Nopember Institute of Technology. This research was aimed to determine Aspergillus sp. potency in hydrolysis process to produce ethanol from vegetable and fruit wastes at Wonokromo Market Surabaya with various treatments of optimum Zymomonas mobilis inoculum size and fermentation duration. Aspergillus sp. in this research was obtained from mold exploration result of Alas Purwo National Park that were succesfully tested its cellulolytic ability and resulting cellulases enzyme such as endoglucanase, exoglucanase, and β-glycosidase. Fermentation process was conducted using Zymomonas mobilis bacteria in several treatments, inoculum size (0, 5, 10, and 15%) and fermentation duration (0, 2, 4, 6, and 8 days). Each of treatment was done two repeatings, so there were 40 units of trial and analyzed using ANOVA test. The observed parameter was ethanol concentration. The result showed that Aspergillus sp. was a potential ability to produce cellulase enzyme in hydrolysis process to produce ethanol from vegetable and fruit wastes at Wonokromo Market Surabaya. Optimum ethanol concentration 9,5% (v/v) was obtained from interaction between 10% inoculum size and 6 days fermentation duration. Key words: Vegetable and fruit wastes, Wonokromo Market Surabaya, Enzyme hydrolysis, Ethanol, Aspergillus sp., Zymomonas mobilis.
I.
PENDAHULUAN Masalah global yang terjadi di Indonesia salah satunya yaitu sampah. Kurangnya usaha pemanfaatan sampah berdampak volume sampah bertambah setiap harinya. Jumlah rata-rata sampah di Kota Surabaya per harinya adalah 8.700m3. Total sampah organik 55,6% dan sampah anorganik 44,4%. Sampah organik ini didominasi oleh sampah sayur dan buah. Salah satu jumlah sampah organik terbesar 87% di Pasar Wonokromo Surabaya (Winanti, 2006). Maka, perlu dilakukan upaya dalam memanfaatkan sampah menjadi sesuatu yang berharga yaitu bioetanol sebagai alternatif mengatasi masalah bahan bakar minyak dan gas yang semakin terbatas. Bioetanol merupakan etanol yang berasal dari sumber hayati. Menurut John (2004) dalam Riyanti (2010), bioetanol dapat dijadikan sebagai bahan bakar alternatif karena sifatnya yang ramah lingkungan, mengandung emisi gas CO lebih rendah (19-25%) (Hening et al., 2006), memiliki kandungan oksigen yang tinggi (35%) sehingga terbakar lebih sempurna (Handayani, 2008 dalam Kusnadi et al, 2009), bernilai oktan lebih tinggi (117) (Lee et al, 2008) dan dapat diproduksi terus menerus oleh mikroorganisme (Sardjoko, 1991). Penggunaan bahan baku selulosa sebagai bioetanol potensial karena melimpah dan murah, tidak diperlukannya lahan yang luas serta tidak menimbulkan kompetisi antara ketersediaan bahan baku pangan dan sumber energi (Wiratmaja et al, 2011). Namun, prosesnya membutuhkan beberapa tahapan, yaitu pretreament, hidrolisis, fermentasi, dan destilasi. Proses hidrolisis yang biasa digunakan adalah hidrolisis asam karena lebih mudah dilakukan, namun kelemahannya yaitu dihasilkan produk samping yang dapat mengganggu dalam proses fermentasi (Subekti, 2006). Sehingga alternatif terbaik dalam proses hidrolisis yaitu dengan menggunakan hidrolisis enzim, dimana selulosa akan dikonversi menjadi glukosa oleh enzim selulase. Hidrolisis dengan enzim komersial membutuhkan biaya yang mahal, sehingga diperlukan suatu metode yang tepat, efisien dan murah. Metode tersebut yaitu memanfaatkan kapang yang dapat menghasilkan enzim selulase dimana selama ini jarang dilakukan. Kapang Aspergillus sp. dengan kode (H5) hasil eksplorasi kapang di Taman Nasional Alas Purwo telah berhasil diuji selulolitik yang mampu mendegradasi selulosa dengan memproduksi enzim lignoselulolitik seperti enzim selulase. Enzim selulase merupakan enzim kompleks yang terdiri dari endoglukanase, eksoglukanase, dan β-glikosidase. Enzim endoglukanase memecah selulosa amorf menjadi selulosa rantai pendek kemudian dilanjutkan enzim eksoglukanase memecah selulosa rantai pendek menjadi selobiosa, dan terakhir akan dipecah selobiosa menjadi glukosa oleh enzim β-glikosidase (Pikukuh, 2012). Kemudian glukosa dikonversi menjadi etanol dalam proses fermentasi dengan menggunakan bakteri Zymomonas mobilis. Adapun dasar penggunaan bakteri
fermentatif ini karena memiliki kelebihan, diantaranya tahan terhadap etanol konsentrasi tinggi (15%) (Busche et al., 1992), lebih toleran terhadap suhu dan pH rendah (3,5-7,5) (Nowak, 2000), serta dapat menghasilkan etanol lebih cepat. Penggunaan jalur Entner-Doudoroff (ED) inilah yang membuatnya lebih cepat menghasilkan etanol dibandingkan dengan mikroorganisme yang menggunakan jalur EmbdenMeyerhoff-Parnas (EMP). Hal ini disebabkan pada jalur ED, dihasilkan 1 ATP dari 1 molekul glukosa (Chrisnawati et al, 2009). Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan Prasetyo et al (2010), memanfaatkan sampah organik di Pasar Wonokromo Surabaya dengan metode hidrolisis asam dan fermentasi menggunakan bakteri Zymomonas mobilis terbukti mengandung etanol. Mushlihah (2011), meneliti produksi bioetanol dari sampah buah jeruk menggunakan bakteri Zymomonas mobilis menghasilkan etanol 11,64% selama 6 hari, sedangkan Faizah (2012) dari sampah buah tomat menghasilkan etanol 9,68% selama 6 hari. Adanya perbedaan substrat dan metode yang dilakukan dapat mempengaruhi hasil akhir dalam pembuatan bioetanol. Oleh karena itu, penulis akan melakukan penelitian untuk mengetahui potensi kapang Aspergillus sp. dalam proses hidrolisis untuk produksi etanol dari sampah sayur dan buah Pasar Wonokromo Surabaya. Batasan masalah dalam penelitian ini yaitu sampah sayur dan buah yang digunakan berasal dari Pasar Wonokromo Surabaya. Hidrolisis yang dilakukan adalah hidrolisis enzim menggunakan kapang Aspergillus sp. dan fermentasi menggunakan bakteri Zymomonas mobilis. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah konsentrasi inokulum bakteri Zymomonas mobilis (0, 5, 10, dan 15%) dan lama waktu fermentasi (0, 2, 4, 6, dan 8 hari), sedangkan variabel terikat adalah kadar etanol. Semua perlakuan disesuaikan dengan kondisi optimum Zymomonas mobilis. II. 2.1.
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan November 2012 sampai Mei 2013 di Laboratorium Botani, Laboratorium Mikrobiologi dan Bioteknologi, Laboratorium Zoologi dan Laboratorium Mikologi, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Sepuluh Nopember; Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Kimia Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Airlangga; dan Laboratorium Penelitian, Fakultas Farmasi, Universitas Surabaya. Pengambilan sampah sayur dan buah dilakukan di Pasar Wonokromo Surabaya. 2.2.
Alat dan Bahan Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah laminair air flow, autoklaf, oven, blender, saringan mesh ukuran 40, gelas ukur, labu ukur, gelas beaker, corong, neraca analitik, inkubator, magnetik stirer, erlenmeyer, cawan Petri, tabung reaksi, jarum
ose, jarum tanam tajam, pipet tetes, pipet mikro, pipet ukur, pipet volume, kulkas, centrifuge, centrifuge tube, rotary shaker, termometer, spektrofotometer, kuvet, labu ukur, botol fermentor, destilator, piknometer, tabung gas nitrogen, rak tabung reaksi, vortex mixer, bunsen, kantong plastik, kertas label, spatula, dan kamera digital. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampah sayur dan buah dari Pasar Wonokromo Surabaya, Zymomonas mobilis koleksi Laboratorium Mikrobiologi, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Aspergillus sp. koleksi Laboratorium Mikrobiologi, Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, aquades, media NA, NaOH, HCl, glukosa, yeast extract, Nelson A dan B, arsenomolybdat, (NH4)2SO4, K2HPO4, MgSO4.7H2O, agar, KH2PO4, CaCl2, CMC, FeSO4.7H2O, MnSO4.H2O, ZnSO4.H2O, CoCl2, aluminium foil, wrap, kertas pH, sumbat karet, kapas lemak, kassa, dan kertas saring. 2.3. Cara Kerja 2.3.1. Sterilisasi Alat Semua alat-alat gelas yang digunakan untuk fermentasi dilakukan sterilisasi panas kering menggunakan oven pada suhu 160oC, selama 2 jam ataupun dengan pembakaran secara langsung seperti jarum ose dan jarum tanam tajam. Sedangkan media yang akan digunakan dilakukan sterilisasi panas basah menggunakan autoklaf, tekanan 2 atm pada suhu 121oC selama 15 menit. 2.3.2. Persiapan Bahan dan Perlakuan Awal (Pretreatment) Sampah diambil dari Pasar Wonokromo Surabaya sebanyak 2 kilogram. Setelah itu sampah dipilah, diambil sampah sayur dan buah yang mengandung selulosa dan dicuci bersih. Perlakuan awal (pretreatment) pada sampah dilakukan secara fisik, mekanik dan kimia. Pretreatment secara fisik, sampah dikeringkan di bawah sinar matahari sampai kering (±1-2 hari). Kemudian dilakukan pretreatment secara mekanik dengan dipotong-potong berukuran ±2 cm, dihaluskan dengan diblender, diayak dengan saringan mesh ukuran 40 dan disimpan di tempat yang kering. Sedangkan untuk pretreatment secara kimia, sampah direndam dengan NaOH 2% (wt), perbandingan 1:6 (b/v) pada suhu ruang selama 24 jam, kemudian diautoclave pada suhu 120oC selama 1 jam. Setelah itu dicuci dengan air kran hingga pH netral (7) dan dioven pada suhu 65oC hingga diperoleh berat konstan (Gunam et al, 2010). Penggunaan ekstrak ini untuk proses pembuatan kurva pertumbuhan, pembuatan starter, hidrolisis dan proses fermentasi. 2.3.3. Proses Hidrolisis Enzim Menggunakan Kapang Aspergillus sp. Tahap ini terdiri dari beberapa tahapan diantaranya tahap kultur kapang Aspergillus sp. isolat
dari hasil eksplorasi kapang di Taman Nasional Alas Purwo Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga. Setelah tahap kulur kapang, dilakukan tahap produksi enzim, tahap pemanenan dan pengujian aktivitas enzim (Gunam et al, 2010). Tahap kultur kapang Aspergillus sp. dimulai dengan membuat media kultur Potato Dextrose Agar (PDA). Aspergillus sp. dikultur dalam tabung reaksi yang berisi media PDA steril menggunakan jarum tanam tajam dan diinkubasi selama 7 hari pada suhu ruang (Safaria et al, 2013). Tahap produksi enzim diawali dengan membuat medium Andreoti yang dituang ke dalam botol ukuran 500 ml sebanyak 150 ml, ditambahkan ekstrak sampah yang telah di-pretreatment sebanyak 1,5 gr (1%), ditutup menggunakan kapas lemak dan dilakukan pengaturan pH awal yaitu 5, selanjutnya ditutup dengan kapas lemak, disterilisasi pada suhu 121oC selama 20 menit dalam autoklaf (Safaria et al, 2013). Suspensi spora yang dibuat dari Aspergillus sp. berumur 7 hari dipindahkan ke dalam medium fermentasi pada konsentrasi 10% (v/v) dan diaduk secara aseptis di atas rotary shaker dengan kecepatan 120 rpm selama 7 hari (Gunam et al, 2010). Tahap pemanenan dan pengujian enzim dilakukan pada akhir fermentasi yaitu hari ke-7. Enzim kasar disentrifuse dengan kecepatan 4000 rpm selama 16 menit, diambil filtrat, dan disaring menggunakan kertas saring sampai larutan menjadi bening. Hasil saringan merupakan enzim kasar yang siap dianalisis. Selanjutnya hasil hidrolisis disebut hidrolisat. Dalam penelitian ini parameter yang diamati yaitu pengujian aktivitas enzim endoglukanase menggunakan substrat CMC 1%. Hasil pengukuran absorbansi filtrat enzim (dikoreksikan dengan blanko), diplotkan dalam satuan unit/ml filtrat enzim. Satu unit aktivitas enzim endoglukanase sebanding dengan satu mikromol glukosa yang dihasilkan dari perlakuan enzim terhadap substrat larutan CMC 1% selama 1 menit, atau jumlah mg/ml glukosa yang dihasilkan dikalikan dengan 0,185 unit (Gunam et al, 2010). 2.3.4. Pembuatan Kultur Stok dan Kultur Kerja Isolat Zymomonas mobilis disubkultur dalam tabung reaksi yang berisi medium NA (Nutrien Agar) miring dan diinkubasi pada suhu 30oC selama 24 jam. Untuk memperkaya jumlah sel, maka medium ditambahkan 20g/L glukosa, 10 g/L yeast extract, 1 g/L (NH4)2SO4, 1 g/L K2HPO4, 0,5 g/L MgSO4.7H2O) (Struch et al, 1991). 2.3.5. Pembuatan Kurva Pertumbuhan Aktivasi Zymomonas mobilis dilakukan dengan mengambil 1 ose kultur kerja yang diinokulasi ke dalam erlenmeyer 50 ml yang berisi 5 ml hidrolisat ekstrak sampah yang telah disterilisasi dan telah diatur pH menjadi 4 dengan penambahan larutan HCl 30% dan diinkubasi dalam inkubator suhu 30oC selama 24 jam (aktivasi I). Setelah 24 jam, hasil dari aktivasi I diambil sebanyak 1 ml (10%) dan diinokulasikan ke
dalam erlenmeyer 50 ml yang berisi 9 ml hidrolisat ekstrak sampah yang telah disterilisasi kemudian diinkubasi dalam inkubator pada suhu 30oC selama 24 jam (Aktivasi II). Kemudian diambil 5 ml (10%) dari hasil aktivasi II dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 100 ml yang berisi 45 ml hidrolisat ekstrak limbah sayur dan limbah buah yang telah disterilisasi kemudian diinkubasi dalam inkubator pada suhu 30oC selama 24 jam yang disebut sebagai kultur fermentasi (Cazetta et al, 2007 dan Zhang et al, 2010). Dilakukan pengenceran dari 10-1 sampai dengan -9 10 . Medium kultur diambil 1 ml dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi 9 ml aquades steril. Tabung reaksi yang berisi campuran tersebut divortex dengan vortex mixer, dipipet sebanyak 1 ml dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi berikutnya. Pembuatan grafik kurva pertumbuhan dilakukan dengan cara pengukuran absorbansi Zymomonas mobilis diukur pada panjang gelombang 600 nm dengan interval tiap 1 jam sekali selama 24 jam. Dibuat grafik kurva pertumbuhan dari nilai absorbansi dan waktu fermentasi (Obire, 2005). Penentuan regeneration (doubling) time (Td) dilakukan selama fase log, dimana waktu inkubasi dengan nilai Td tertinggi dijadikan sebagai usia starter. Rumusnya sebagai berikut: 1 Td dimana : Td N0 NT T L
=
Log2 NT – Log2 N0 T–L
= Waktu Doubling Time = Jumlah sel awal = Jumlah sel setelah waktu T = Waktu pada jumlah sel NT = Waktu pada jumlah sel N0 (Hogg, 2005).
2.3.6. Pembuatan Starter Zymomonas mobilis diambil 1 ose dan diinokulasi ke dalam erlenmeyer 50 ml yang berisi 5 ml hidrolisat ekstrak limbah sayur dan limbah buah steril yang telah diatur pH menjadi 4 dengan penambahan larutan HCl 30%. Kemudian diinkubasi dalam inkubator pada suhu 30OC selama 24 jam (Aktivasi I). Sebanyak 1 ml dari aktivasi I (10%) dipipet dan diinokulasi kembali ke dalam erlenmeyer yang berisi 9 ml hidrolisat ekstrak limbah sayur dan limbah buah, diinkubasi dalam inkubator pada suhu 30OC selama 24 jam (Aktivasi II). Sebanyak 5 ml dari aktivasi II (10%) dipipet dan diinokulasi kembali ke dalam erlenmeyer 100 ml yang berisi 45 ml hidrolisat ekstrak limbah sayur dan limbah buah, diinkubasi dalam inkubator pada suhu 30OC sampai jam dimana fase log Zymomonas mobilis terjadi (sesuai dengan kurva pertumbuhan) (Aktivasi III) (Cazetta et al, 2007 dan Zhang et al, 2010). 2.3.7. Proses Fermentasi Starter ditambahkan dengan konsentrasi sesuai dengan rancangan penelitian (0, 5, 10 dan 15%) ke
dalam botol fermentor 100 ml yang berisi 50 ml ekstrak limbah sayur dan limbah buah, diinkubasi dengan lama sesuai dengan rancangan penelitian (0, 2, 4, 6 dan 8 hari) pada suhu kamar. Jika pada 4 hari kadar etanol belum menurun, maka proses fermentasi dilanjutkan. Proses fermentasi dilanjutkan pada kondisi anaerob dilakukan dengan menggunakan teknik Hungate, yaitu dengan mengalirkan gas nitrogen ke dalam fermentor. Fermentor ditutup dengan penutup sumbat karet dan kemudian dialiri gas nitrogen selama 2 menit. Untuk proses fermentasi 0 hari langsung melalui tahap pasteurisasi. Setelah proses fermentasi selesai, tutup botol dilepas, ditutup dengan kapas lemak dan dipasteurisasi pada suhu ±80oC selama 10 menit (Puspita et al, 2010). Tujuan dari pasteurisasi ini adalah untuk mematikan bakteri yang terkandung dalam sampel sehingga proses fermentasi dapat berhenti (Faizah, 2012). 2.3.8. Pengukuran Kadar Etanol Tabung distilasi dan labu gondok 250 ml disiapkan, selanjutnya 50 ml sampel cairan hasil fermentasi menggunakan labu ukur 50 ml dan dimasukkan ke dalam tabung destilasi. Dididihkan dengan hati-hati untuk menghindari buih yang berlebihan, destilasi campuran alkohol dan air sampai dapat dikumpulkan tepat 5 ml distilat (Purwanto, 2004). Sementara dilakukan destilasi, piknometer dikalibrasi. Piknometer diisi akuades destilasi dan ditutup. Piknometer dan akuades ditimbang, berat yang didapat adalah W2. Kemudian piknometer dikosongkan, akuades yang tersisa diabsorbsi dengan aseton. Tabung piknometer dikeringkan dengan oven. Piknometer yang telah kering ditimbang, berat yang didapatkan adalah W1. Berat akuades (W) dihitung dengan cara W2-W1 (Purwanto, 2004). Distilat dipindahkan ke dalam gelas beaker kering. Distilat diaduk supaya homogen sebelum diisikan ke piknometer. Piknometer kering diisi dengan distilat, permukaan luar piknometer dikeringkan dan ditimbang. Hasil yang didapat adalah W3. Berat distilat adalah W3-W1=L. Berat air (L) dihitung dengan specific gravity atau spg = L/W. Nilai spg ditentukan dengan menggunakan Tabel AOAC (Analysis of the Association of Official Analitical Chemist) dan selanjutnya persentase etanol dihitung (Purwanto, 2004). 2.3.9. Pengukuran Gula Reduksi Gula reduksi diukur dengan menggunakan metode Nelson-Somogyi (Safaria et al, 2013). Sampel 1 ml ditambah akuades sampai volume akhir 10 ml. Campuran diambil 1 ml dan ditambah 9 ml akuades. Sampel diambil 1 ml dan dicampur 1 ml larutan Nelson (campuran Nelson A&B; 25:1 v/v), kemudian dipanaskan pada suhu 100oC selama 20 menit. Sampel didinginkan sampai mencapai suhu kamar. Sampel ditambah 1 ml larutan arsenomolybdat dan 7 ml akuades kemudian digojok menggunakan vortex.
Campuran tersebut dimasukkan kuvet dan diukur penyerapan cahaya tampak (visible) pada panjang gelombang 510 nm. Nilai absorbansi yang diperoleh dikurangi nilai absorbansi blanko sehingga diperoleh nilai absorbansi sampel. Nilai absorbansi sampel dikonversi ke kadar gula reduksi (mg/ml) berdasar persamaan regresi larutan standar (Dewi et al, 2005). Konversi (%) =
GR awal – GR akhir
x 100%
GR awal
(Budiono, 1996). 2.4.
Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan adalah RAL (Rancangan Acak Lengkap) pola faktorial dengan 2 faktor perlakuan. Faktor pertama adalah konsentrasi inokulum Zymomonas mobilis (0, 5, 10 dan 15%). Faktor kedua adalah lama waktu fermentasi (0, 2, 4, 6 dan 8 hari). Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 2 kali, sehingga diperoleh 40 unit percobaan. Parameter yang diamati adalah kadar etanol (%). 2.5.
Analisa Data Data yang diperoleh dianalisis dengan ANOVA atau Analysis Of Variance untuk mengetahui pengaruh interaksi faktor konsentrasi inokulum Zymomonas mobilis dan lama waktu fermentasi terhadap kadar etanol yang dihasilkan dengan hipotesa: Ho : Tidak ada pengaruh interaksi antara konsentrasi inokulum Zymomonas mobilis dan lama waktu fermentasi terhadap persentase (%) etanol yang dihasilkan. H1 : Ada pengaruh interaksi antara konsentrasi inokulum Zymomonas mobilis dan lama waktu fermentasi terhadap persentase (%) etanol yang dihasilkan. Jika H1 diterima, maka dilanjutkan dengan uji Tukey pada taraf kepercayaan 95% (α=0,05) untuk mengetahui perbedaan nyata antara pengaruh kombinasi perlakuan konsentrasi inokulum dan lama waktu fermentasi (Walpole, 1992). III.
HASIL DAN DISKUSI
3.1.
Potensi Kapang Aspergillus sp. dalam Proses Hidrolisis
Proses hidrolisis pada penelitian ini menggunakan kapang Aspergillus sp. isolat dari Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga yang didapatkan dari hasil eksplorasi kapang di Taman Nasional Alas Purwo dan berhasil diuji selulolitik. Isolat dengan kode H5 yang digunakan ini berhasil diteliti hingga tahap genus yaitu genus Aspergillus. Menurut Gugnani (2003), genus Aspergillus pada umumnya bereproduksi secara aseksual, dapat mendegradasi sejumlah komponen organik gula, asam lemak, protein, selulosa, pektin dan xylan.
Kapang bersifat heterotrof, memerlukan sumber C-organik sehingga sebelum dilakukan hidrolisis, kapang ditumbuhkan atau diremajakan pada media potato dextrosa agar (PDA) terlebih dahulu. Peremajaan ini berfungsi menjaga agar biakan jamur tetap hidup, ciri-ciri genetiknya tetap stabil dan tidak berubah. Medium PDA yang digunakan dalam peremajaan menurut Waluyo (2006), merupakan media padat yang umum digunakan untuk medium pertumbuhan kapang. Kentang merupakan sumber utama karbohidrat yang mengandung vitamin dan mineral yang cukup tinggi. Dextrosa berfungsi memenuhi kebutuhan karbon dalam media PDA. Menurut Gandjar (2006), senyawa karbon ini dimanfaatkan kapang untuk membuat materi sel baru. Untuk mencegah kemungkinan terjadinya kontaminasi, sebelum dilakukan peremajaan, media PDA disterilkan terlebih dahulu dengan autoklaf 121oC, selama 20 menit. Usia kapang yang digunakan dalam proses hidrolisis yaitu hari ke-7 karena menurut penelitian Adham (2001), Lotfly et al (2006), waktu optimum pertumbuhan spora kapang genus Aspergillus sp. hari ke-7 yaitu pada kisaran 105-108 spora/ml. Hal ini juga selaras dengan penelitian Widyanti (2010), yang melakukan percobaan dengan kapang Aspergillus niger, waktu optimum pertumbuhan spora pada hari ke-7 dengan jumlah 14,7 x 107 spora/ml. Hal ini dikarenakan pada hari ke-7 kapang berada pada akhir fase log dan memasuki awal fase stasioner seperti pada penelitian Sa’adah et al (2008), aktivitas enzim selulase tertinggi diperoleh pada saat fase stasioner yaitu setelah hari ke-4 fermentasi kapang Aspergilllus sp. Pemanenan enzim dilakukan pada akhir fermentasi yaitu hari ke-7. Pada medium terlihat adanya kapas-kapas berwarna putih dan tidak nampak adanya sporulasi. Bentuk kapas tersebut adalah spora atau konidia tunggal yang sudah tumbuh menjadi miselium. Menurut Gandjar et al (2006), pemisahan miselium dari medium harus melalui suatu penyaringan. Maka dari itu, dilakukan penyaringan dengan sentrifuse kecepatan 4000 rpm selama 16 menit. Filtrat yang telah disaring menggunakan kertas saring sampai larutan menjadi bening, dianalisa aktivitas enzimnya menggunakan substrat CMC 1%. Melihat aktivitas sangat tinggi pada CMC, enzim ini disebut sebagai CMC-ase atau biasa disebut dengan endoglukanase (Anindyawati, 2009). Menurut Gandjar et al (2006), nilai aktivitas enzim dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya substrat, kelembapan, suhu, dan pH. Aktivitas enzim pada hari ke-1 sampai hari ke-7 mengalami peningkatan dan mencapai titik maksimum pada hari ke-7 serta mengalami penurunan pada hari ke-8 seperti pada Gambar 13. Hal ini selaras dengan penelitian Gunam et al (2010), yang menyatakan bahwa produksi enzim selama fermentasi dapat mencapai maksimum dalam jangka waktu tertentu, kemudian mengalami penurunan secara cepat atau perlahan-lahan, demikian
juga aktivitas enzim dapat mengalami penurunan yang tajam sehingga waktu pemanenan harus diketahui dengan tepat untuk mendapatkan aktivitas yang maksimal. 14.477
Aktivitas Enzim (unit/ml)
16.000 14.000 12.724
12.000
12.251
10.000 6.468
8.000
7.923
3.814
6.000 4.000
1.377 4.614
2.000 0.000 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Lama Fermentasi (hari)
Gambar 1. Grafik nilai aktivitas enzim endoglukanase menggunakan kapang Aspergillus sp.
Nutrien yang ditambahkan ke dalam media fermentasi akan habis selama berlangsungnya proses fermentasi sampai dihasilkan aktivitas enzim yang maksimal, kemudian dengan berkurangnya nutrien akan mengakibatkan aktivitas produksi enzim dan pertumbuhan kapang semakin menurun. Sehingga dapat disimpulkan, waktu pemanenan enzim yang tepat menggunakan kapang Aspergillus sp. dengan substrat sampah sayur dan buah adalah hari ke-7 dengan nilai aktivitas enzim endoglukanase sebesar 14,477 Unit/ml. Satu unit aktivitas enzim selulase didefinisikan sebagai jumlah enzim yang menghasilkan satu mikromol gula reduksi (glukosa) setiap menitnya. Media yang digunakan dalam proses hidrolisis yaitu medium Andreoti dengan pH awal 5, karena menurut Gunam et al (2010), pada kondisi pH 4-5 merupakan pH yang optimal untuk pertumbuhan Aspergillus sp. sehingga kapang dapat melakukan aktivitas yang maksimal. Pada penelitian Widyastuti (2008), dijelaskan bahwa secara umum kapang dapat tumbuh dan menghasilkan berbagai macam enzim pada kisaran pH asam. Kondisi pH yang rendah mempermudah pelepasan enzim selulase, sedangkan kondisi pH yang tinggi menyebabkan pelepasan enzim selulase ke luar sel akan terhambat. Pada akhir hidrolisis, pH mengalami perubahan menjadi pH 6. Sampai pada suatu titik, kecepatan suatu reaksi enzimatik meningkat sejalan dengan meningkatnya pH. Menurut Campbell et al (2002), nilai pH optimal untuk bekerja paling aktif pada kapang Aspergillus sp. sekitar 6 sampai 8. Aktivitas enzim dipengaruhi oleh pH karena sifat ionik gugus karboksil dan gugus amino yang mudah dipengaruhi pH. Dalam penelitian ini suhunya adalah suhu ruang, karena pada suhu tersebut merupakan suhu optimum kapang genus Aspergillus (28-30oC). Di atas suhu optimum, kecepatan reaksi menurun tajam karena enzim sebagai protein akan terdenaturasi, sedangkan pada suhu terlalu rendah enzim tidak dapat bekerja. Selain itu, kelembapan juga dapat mempengaruhi aktivitas enzim, berkaitan dengan pertumbuhan kapang. Genus Aspergillus dapat tumbuh baik pada kelembapan nisbi 80%. Dilakukannya penggoyangan
menggunakan rotary shaker dengan tujuan menjamin ketersediaan oksigen dalam medium, dimana menurut Agus (1995), kecepatan goyangan yang tinggi dalam erlenmeyer akan menyebabkan spora didespersikan secara homogen sehingga tidak bersporulasi di permukaan. Jumlah substrat atau ekstrak sampah yang telah di-pretreatment yaitu 1,5 gr ekstrak dimasukkan ke dalam 150 ml media Andreoti atau sebesar 1% dari total medium. Hal ini berkatitan dengan penelitian Gunam et al (2010) yang menyatakan bahwa substrat yang terlalu tinggi dapat menyebabkan media fermentasi menjadi agak pekat, sehingga menimbulkan masalah dalam sirkulasi udara, penurunan tingkat homogenitas dan penyebaran kapang. Ukuran substrat juga dapat mempengaruhi menurut Gandjar et al (2006), semakin kecil substrat, maka semakin mudah kontak enzim yang terjadi Jadi, dalam proses hidrolisis harus diperhatikan pH, suhu, kelembapan, dan substrat yang optimum bagi kapang sehingga dihasilkan aktivitas enzim yang besar. Selain itu juga harus diperhatikan nutrisi dalam proses hidrolisis. Pada penelitian ini digunakan medium Andreoti karena terdapat banyak nutrisi yang dapat dimanfaatkan untuk pertumbuhan sel kapang maupun produktivitas enzim. Misalnya, menurut Gandjar et al (2006), (NH4)2SO4 merupakan sumber nitrogen yang diperlukan untuk pertumbuhan kapang dan sekresi enzim. MgSO4 dan CaCl2 diperlukan kapang sebagai pengendapan senyawa-senyawa kimia yang dapat mengganggu pertumbuhannya serta sebagai kofaktor dalam mengatur jumlah enzim yang terlibat dalam reaksi. Sifat kapang yang heterotrof mampu mengasimilasi karbon organik menjadi karbon organik lain dengan bantuan oksidasi senyawa organik lain. Sumber karbon organik yaitu selulosa akan diubah menjadi karbon organik lain yaitu glukosa dalam proses hidrolisis ini. Enzim extraseluler yang dihasilkan oleh kapang Aspergillus sp. proses hidrolisisnya terjadi di luar sel mikroorganisme bersifat selulolitik. Dimana menurut Lynd et al, (2002), selulase merupakan enzim kompleks yang terdiri dari selobiohidrolase (eksoglukanase), endoglukanase atau carboxy methyl cellulose (CMC-ase) dan βglukosidase, bekerja dengan memutus ikatan glikosidik. Menurut Onsori et al (2005) kerja enzim selulase sebagai berikut, enzim endoglukanase bekerja pada selulosa amorf (larut) atau pada selulosa yang mempunyai kristalin rendah seperti carboxy methyl cellulose (CMC) menjadi selulosa rantai pendek dengan menghidrolisis secara acak pada bagian dalam ikatan β-1,4-D-glikosidik di selulosa. Enzim eksoglukanase memecah selulosa rantai pendek menjadi selobiosa dan enzim β-glukosidase memecah selobiosa menjadi glukosa. Oleh karena perhitungan aktivitas enzim menggunakan substrat CMC 1%, maka aktivitas enzim endoglukanase saja yang dapat diketahui dalam penelitian ini. Selain itu, enzim yang didapat
merupakan enzim kasar yang tidak dimurnikan, sehingga kemungkinan besar mengandung juga enzimenzim lain seperti enzim hemiselulase. Menurut Wiratmaja et al (2011), hidrolisis sempurna selulosa akan menghasilkan monomer selulosa yaitu glukosa, sedangkan hemiselulase dapat menghasilkan glukosa, mannosa dan galaktosa (heksosa) serta xilosa dan arabinosa (pentosa). Enzim hemiselulase ini khususnya enzim xilanase berperan dalam menghidrolisis hemiselulosa menjadi gula xilosa (Widjaja et al, 2012). Hal ini perlu pembuktian misalnya dengan analisa HPLC, yang dapat membedakan antara glukosa dan xilosa karena dengan metode Nelson-Somogyi yang digunakan dalam penelitian ini hanya mampu menganalisa total gula reduksi tanpa membedakan jenis gula reduksinya. Kadar gula reduksi sebelum diinokulasikan kapang Aspergillus sp., sebesar 2,14%. Setelah dilakukan hidrolisis, kadar gula reduksi meningkat menjadi 10,80%. Peningkatan kadar gula reduksi ini membuktikan bahwa penggunaan kapang Aspergillus sp. tidak berbeda jauh dengan hidrolisis asam maupun enzim komersial yang sering dilakukan dalam beberapa penelitian. Misalnya pada penelitian Sulfahri et al (2011), produksi etanol dari spirogyra dengan proses hidrolisis menggunakan enzim komersial dapat menghasilkan gula reduksi awal 10,05%. Sedangkan pada penelitian Prasetyo et al (2010), dengan proses hidrolisis asam menggunakan sampah pasar dapat menghasilkan kadar gula reduksi awal 9,98%. Menurut Safaria et al (2013), hidrolisis enzim memiliki beberapa keuntungan dibandingkan hidrolisis kimia yakni tidak terjadi degradasi gula hasil hidrolisis, dan berlangsung pada suhu rendah karena tidak ada bahan yang korosif. Gula reduksi inilah yang akan dijadikan sebagai data sekunder dalam produksi etanol selain suhu, pH dan substrat karena glukosa dari proses hidrolisis akan diubah menjadi etanol dalam proses fermentasi menggunakan bakteri Zymomonas mobilis.Untuk dapat diketahui hubungan kapang Aspergillus sp. berpotensi atau tidak untuk dijadikan alternatif dalam proses hidrolisis enzim, dapat diketahui melalui hasil etanol yang terbentuk. 3.2.
Produksi Etanol dari Sampah Sayur dan Buah Pasar Wonokromo Surabaya Sampel sampah yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sampah organik yang didapatkan melalui metode sampling di Pasar Wonokromo Surabaya, sampah yang mendominasi adalah sampah sayur dan buah. Hal ini selaras dengan penelitian Soedjono et al (2011) dan Winanti (2006) yang menyatakan bahwa Pasar Wonokromo Surabaya merupakan pasar induk, dimana volume total sampahnya 30m3/hari dengan komposisi sampah organik 26m3/hari atau sebesar 87%. Sampel sampah sayur dan buah yang diambil yaitu terdiri dari lima jenis sampah sayur (kangkung, kacang panjang, selada, kenikir, dan sawi hijau) dan lima jenis sampah buah (pisang raja, apel, jeruk, jambu biji, dan pepaya) yang
merupakan sampah terbanyak setiap harinya dengan kandungan serat yang besar juga. Kandungan serat pada masing-masing jenis sampah dapat dilihat pada Tabel 1. Sumber serat dalam sayuran dan buah-buahan terdapat dalam struktur dinding selnya, terutama pada jaringan parenkim dan sebagian dari jaringan terlignifikasi. Komponen serat yang terkandung dalam jaringan parenkim adalah selulosa, substansi pektat, hemiselulosa, dan beberapa jenis glikoprotein. Sedangkan komponen serat yang terkandung dalam jaringan terlignifikasi adalah selulosa, lignin, hemiselulosa, dan beberapa jenis glikoprotein (Selvendran et al, 1984 dalam Muchtadi, 2001). Sampah sayur dan buah memiliki potensi sebagai bahan baku pembuatan bioetanol karena 65% kandungan terbesar sampah kota adalah sampah organik dengan biomassa berat keringnya mengandung 75% pati, hemiselulosa, dan selulosa yang terdiri atas sayur-sayuran, buah-buahan, dedaunan, kulit buah, bambu, dan ranting kayu. Selain itu, menurut Irawan et al (2010), bahan baku lignoselulosa berharga murah, melimpah, belum banyak dimanfaatkan dan dapat menjadi alternatif penanganan sampah sehingga tidak diperlukannya lahan yang luas serta tidak menimbulkan kompetisi antara ketersediaan bahan baku untuk pangan dan untuk sumber energi (Wiratmaja et al, 2011). Tabel 1. Kadar serat beberapa jenis sayur dan buah. No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Bahan Kangkung Kacang panjang Selada Kenikir Sawi hijau Pisang raja Apel Jeruk Jambu biji Pepaya
Kadar serat 61,34 (% berat kering) 49,47 (% berat kering) 50,07 (% berat kering) 56,76 (% berat kering) 51,07 (% berat kering) 10,34 (dalam 100 gr bahan) 23,17 (dalam 100 gr bahan) 6,07 (dalam 100 gr bahan) 5,60 (dalam 100 gr bahan) 8,85 (dalam 100 gr bahan)
Sumber pustaka (Muchtadi, 1998) (Muchtadi, 1998) (Muchtadi, 1998) (Muchtadi, 1998) (Muchtadi, 1998) (Wirakusumah, 1994) (Wirakusumah, 1994) (Wirakusumah, 1994) (Wirakusumah, 1994) (Wirakusumah, 1994)
Produksi etanol terdiri dari beberapa tahapan yaitu pretreatment, hidrolisis, fermentasi dan destilasi. Degradasi selulosa tidak bisa dilakukan dengan mudah karena keberadaan selulosa dalam struktur lignoselulosa yang sangat kompleks, antara lain dengan adanya struktur kristalin dalam selulosa serta adanya ikatan yang kuat antara selulosa dengan lignin sehingga diperlukan proses pemutusan ikatan lignoselulosa yang disebut pretreatment. Macam pretreatment yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu pretreatment fisik, mekanik dan kimiawi. Pada pretreatment fisik, sampah yang telah dicuci bersih, dijemur di bawah sinar matahari sampai kering (±1-2 hari) dengan tujuan untuk mengurangi kadar air sampah sayur dan buah yang mencapai 55,38 % (Yenni et al, 2012). Setelah itu dilakukan pretreatment mekanik dengan memotong sampah yang sudah kering ±2 cm, diblender, diayak menggunakan mesh berukuran 40. Hal ini dilakukan dengan tujuan didapatkan ukuran yang homogen dan memperbesar
dapat tumbuh pada rentang pH 3,5-7,5 dan optimum di pH 4, merupakan bakteri anaerob fakultatif.
3.2.1. Penentuan Umur Starter Zymomonas mobilis Pada Medium Fermentasi Pada proses fermentasi yang perlu dilakukan adalah pembuatan starter. Starter merupakan biakan mikroba tertentu yang ditumbuhkan di dalam substrat atau medium untuk tujuan proses tertentu. Menurut Webster et al (2007), pembutan starter adalah tahapan adaptasi mikroba agar dapat menyesuaikan dengan medium dan lingkungan yang baru. Kurva pertumbuhan memberikan gambaran mengenai faktorfaktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan suatu mikroba misalnya substrat, suhu lingkungan, dan pH. Kurva petumbuhan Zymomonas mobilis pada Gambar 14, diperoleh dengan menumbuhkan isolat dalam medium nutrien Broth. Pengukuran jumlah sel dilakukan dengan mengukur absorbansi larutan medium selama 24 jam dengan interval setiap 1 jam sekali dan 3 kali pengulangan. Untuk mencegah kontaminasi dalam pengambilan data, setiap pengukuran absorbansi dilakukan dengan mengambil data dari medium pada tabung yang berbeda. 0.16 Optical Density (OD)
luas permukaan substrat (Sa’adah et al, 2008). Menurut Sun et al (2002), ukuran bahan baku akan mempengaruhi porositas, sehingga dapat memaksimalkan kontak antara bahan baku dengan enzim. Semakin kecil ukuran substrat, maka akan mempermudah terdegradasinya lignin sehingga selulosa dan hemiselulosa akan terhidrolisis secara optimal. Proses pretreatment yang terakhir yaitu pretreatment kimia dengan menggunakan NaOH. Proses ini biasa disebut dengan delignifikasi, yaitu suatu proses pembebasan lignin dari suatu senyawa kompleks. Delignifikasi dilakukan dengan larutan NaOH karena natrium hiroksida ini akan membentuk larutan alkali yang kuat ketika dilarutkan dalam air. Menurut Artati et al (2009), lignin tidak akan larut dalam larutan asam, tetapi mudah larut dalam larutan alkali encer. Sehingga larutan NaOH ini dapat menyerang dan merusak struktur lignin, bagian kristalin dan amorf, memisahkan sebagian lignin dan hemiselulosa serta menyebabkan penggembungan struktur selulosa (Gunam et al, 2010). Proses delignifikasi dengan NaOH menyebabkan ikatan silang dari struktur aromatik lignin dapat memperlambat penetrasi oleh enzim sehingga mempengaruhi proses hidrolisis. Ion OH- dari NaOH akan memutus ikatanikatan dari struktur dasar lignin. Sedangkan ion Na+ akan berikatan dengan lignin membentuk natrium fenolat. Garam fenolat ini bersifat mudah larut. Lignin yang terlarut ditandai dengan warna hitam pada larutan yang disebut lindi hitam atau black liquor (Safaria et al, 2013). Struktur kimia lignin akan mengalami perubahan di bawah kondisi suhu tinggi, mengakibatkan lignin terpecah menjadi partikel yang lebih kecil dan terlepas dari selulosa, maka dari itu diautoklaf pada suhu 121oC selama 1 jam (Wiratmaja et al, 2011). Setelah diautoklaf, dibilas dengan air mengalir sampai pH 7. Proses penghilangan lignin ini dapat dikatakan lama, yaitu ±12 jam. Semakin tinggi hemiselulosa dan lignin pada limbah, semakin banyak NaOH yang mengakses ikatan lignin dan hemiselulosa, menyebabkan banyaknya NaOH yang kontak dengan limbah, sehingga proses penghilangan NaOH semakin lama (Mussato, 2010). Hasil akhir proses pretreatment yaitu didapatkan ekstrak sampah sebesar 187 gr dari berat awal sampah sayur dan buah 2000 gr. Ekstrak tersebut kemudian dilanjutkan pada tahap hidrolisis untuk dikonversi dari selulosa menjadi glukosa. Setelah didapat hasil akhir proses hidrolisis yaitu glukosa, dilanjutkan dengan tahap fermentasi dimana glukosa dikonversi menjadi etanol. Proses fermentasi dikondisikan pada keadaan optimum pertumbuhan Zymomonas mobilis dengan suhu optimum 30oC, pH 4, dan kondisi anaerob dengan menggunakan teknik Hungate, yaitu mengalirkan gas nitrogen ke dalam fermentor. Hal ini sesuai dengan beberapa Garrity (2005) yang menyebutkan bahwa Zymomonas mobilis
0.14 0.12 0.1 0.08 0.06 0.04 0.02 0 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Jam ke-
Gambar 2. Kurva pertumbuhan bakteri Zymomonas mobilis pada medium sampah sayur dan buah.
Setiap mikroorganisme memiliki bentuk kurva pertumbuhan yang spesifik. Pada kurva pertumbuhan di atas, fase lambat atau lag phase ini terjadi pada jam ke-0 sampai jam ke-3. Pada fase ini bakteri melakukan metabolisme dalam mempersiapkan dan menyesuaikan diri dengan kondisi pertumbuhan di lingkungan yang baru sehingga tidak ada pertambahan jumlah sel yang signifikan. Pertambahan sel mulai terlihat dan terus menanjak pada jam ke-3 sampai jam ke-19. Fase ini juga biasa disebut dengan fase eksponensial yaitu fase perbanyakan jumlah sel, aktivitas sel meningkat, dan merupakan fase yang penting dalam pertumbuhan Zymomonas mobilis. Setelah terjadi pertambahan sel, aktivitas sel akan meningkat pula, pada umumnya akan cenderung stagnan, disebut fase stasioner yaitu pada jam ke-19 sampai ke-24. Pada fase ini nutrisi yang tersedia makin lama makin habis atau terjadi penimbunan zat racun sebagai bahan akhir metabolisme. Akibatnya kecepatan pertumbuhan
3.2.2. Hasil Interaksi Konsentrasi Inokulum Bakteri Zymomonas mobilis dan Lama Waktu Fermentasi Terhadap Produksi Etanol Gula merupakan faktor penting bagi sel bakteri sebagai sumber energi untuk metabolisme yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap konsentrasi etanol yang dihasilkan. Namun, besarnya konsentrasi etanol yang didapatkan dari proses fermentasi tidak dapat ditentukan hanya berdasarkan konsentrasi gula reduksi saja, karena ada banyak faktor yang mempengaruhi seperti konsentrasi inokulum, lama fermentasi, suhu, pH dan nutrisi. Pada penelitian ini terdapat dua variabel bebas yaitu konsentrasi inokulum bakteri Zymomonas mobilis (0, 5, 10 dan 15%) dan lama waktu fermentasi (0, 2, 4, 6, dan 8 hari). Variasi konsentrasi inokulum ditetapkan atas dasar penelitian Wignyanto et al (2001), yang menyatakan bahwa rentang konsentrasi yang sempit (6, 8, dan 10%) tidak memberikan hasil yang berbeda nyata. Parameter yang diamati yaitu kadar etanol yang terbentuk. Tabel 2. Rerata kadar etanol (%) hasil fermentasi ekstrak samapah sayur dan buah pasar wonokromo surabaya menggunakan bakteri Zymomonas mobilis.
0%
Jumlah etanol yang dihasilkan (%) dalam waktu fermentasi 8 0 hari 2 hari 4 hari 6 hari hari 0,20 0,00 h 0,00 h 0,10 h 0,20 h h
5%
0,00 h
0,30 h
2,70 f
4,40 e
6,60
10%
0,00 h
2,30 g
5,00 d
9,50 a
9,10
15%
0,00 h
2,40 fg
5,40 d
9,40 ab
9,20
Konsentrasi inokulum
c
b
ab
Keterangan: angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada setiap kolom dan baris menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji Tukey pada selang kepercayaan 95%.
Berdasarkan hasil uji Anova, F hitung lebih besar dari F tabel yang berarti H0 ditolak dan H1 diterima. Sehingga ada pengaruh interaksi antara konsentrasi inokulum Zymomonas mobilis dan lama waktu fermentasi terhadap persentase (%) etanol yang dihasilkan. Karena H1 diterima, maka dilanjutkan dengan uji Tukey pada taraf kepercayaan 95% untuk diketahui apakah terjadi perbedaan nyata antara interaksi konsentrasi inokulum dan lama waktu fermentasi. Berdasarkan uji Tukey, didapatkan hasil bahwa konsentrasi inokulum dan lama fermentasi sama-sama memiliki perbedaan yang nyata. Begitu juga dengan hasil interaksi keduanya menunjukkan perbedaan yang nyata, ditunjukkan dengan notasi yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 2. 9.50
10.00
9.10 9.40
9.00
9.20
8.00 Kadar etanol (% )
menurun dan pertumbuhan akhirnya terhenti. Pertumbuhan bakteri berlangsung dengan mengkonsumsi nutrien sekaligus mengeluarkan produk-produk metabolisme yang terbentuk, maka setelah waktu tertentu laju pertumbuhannya akan menurun dan akhirnya akan terhenti sama sekali yang disebut dengan fase kematian (death phase). Namun, pada penelitian ini tidak ditemukan death phase karena pada jam ke-24 kurva tetap menunjukkan grafik yang stagnan. Maka, dengan membuat kurva pertumbuhan ini dapat ditentukan waktu yang optimal untuk starter. Sehingga saat starter diinokulasikan ke dalam hidrolisat untuk proses selanjutnya yaitu fermentasi dapat menjadi optimal. Umur starter ditentukan dengan menghitung laju pertumbuhan spesifik (µ) dan waktu doubling time (tg) berdasarkan data jumlah sel dan waktu inkubasi pada kurva pertumbuhan (Hogg, 2005). Umur starter Zymomonas mobilis yang digunakan berdasarkan kurva pertumbuhan yaitu jam ke-(6-7) dimana besar laju pertumbuhannya menunjukkan angka terbesar µ=0,476 generasi/jam dengan waktu doubling time tercepat 80,56 menit.
7.00 5.00
6.00
Inokulum 0% 6.60
5.40
5.00
Inokulum 5%
4.00
2.30
3.00
Inokulum 10%
4.40 2.40
2.00 0.00
1
0.20
0.20
0.30
0.00 0
Inokulum 15% 2.70 0.10
0.00
1.00
2
3 4 5 6 7 Lama fermentasi (hari)
8
9
Gambar 3. Grafik kadar etanol selama proses fermentasi dengan menggunakan Zymomonas mobilis.
Pada Grafik di atas dapat dilihat bahwa konsentrasi inokulum 0% sebagai kontrol, grafik menunjukkan posisi stagnan yang artinya tidak ada produk fermentasi yang dihasilkan karena tidak ada bakteri Zymomonas mobilis yang ditambahkan. Fermentasi pada hari ke-4 sampai ke-8, etanol mulai terbentuk yaitu 0,2% (v/v). Hal ini diduga pada umumnya sayur dan buah yang masak mengandung etanol secara alami. Sesuai dengan literatur Indrawati et al (2009), menyatakan bahwa semakin masak sayur dan buah, semakin tinggi kadar etanolnya namun masih di bawah 1%. Dugaan ini diperkuat dengan data statistik yang menyatakan bahwa pada hari ke-4 sampai ke-8 dengan hari ke-0 sampai hari ke-2 termasuk dalam grup yang sama (notasi h) berarti tidak berbeda nyata. Seharusnya dalam kondisi tidak ada mikroba ini, konversi gula reduksi tidak lebih besar dari kondisi yang ditambahkan mikroba. Tetapi, pada Tabel 3 konversi gula reduksi pada konsentrasti inokulum 0% tinggi yaitu 49,80%. Hal ini diduga karena etanol dari sampah sayur dan buah tanpa penambahan Zymomonas mobilis dengan pH 4 merupakan kondisi penggunaan konversi gula reduksi dan air yang mendukung terjadinya peristiwa fermentasi secara enzimatis yang dihasilkan dalam sampah sayur dan buah. Dugaan ini selaras dengan Yang et al (2009) yang menyatakan
bahwa pada kondisi alami tanpa penambahan bakteri, gula reduksi cenderung terkonversi menjadi asetaldehid dan beberapa metabolit lain. Tabel 3. Rerata gula reduksi awal dan akhir pada medium fermentasi.
Inokulum
GR awal (%)
GR akhir (%)
Konversi GR (%)
0% 5% 10% 15%
10,80 10,80 10,80 10,80
5,42 5,96 5,37 5,63
49,80 44,81 50,27 47,87
Kadar etanol pada fermentasi hari ke-8 0,20 6,60 9,10 9,20
Keterangan: GR=Gula Reduksi.
Konversi gula reduksi dapat menggambarkan seberapa besar gula reduksi yang dapat dikonversi menjadi etanol. Hasil yang didapat bahwa rata-rata hasil konversi gula reduksi yang terkonversi menjadi etanol masih tergolong rendah yaitu kurang dari 80%. Pada kadar etanol tertinggi misalnya, sebesar 9,50% (v/v), gula reduksi yang terkonversi hanya 50,27%. Apabila dibandingkan dengan penelitian Sulfahri et al (2011) menggunakan hidrolisis enzim komersial, pada kadar etanol jam ke-120 sebesar 8,61% (v/v) menggunakan konsentrasi inokulum 10%, didapatkan konversi gula reduksi sebesar 87,88%. Nilai konversi gula reduksi yang tidak seberapa besar ini diduga karena menggunakan enzim kasar dari kapang Aspergillus sp. yang tidak dimurnikan sehingga kemungkinan juga mengandung enzim-enzim lain seperti hemiselulase dengan hasil akhir xilosa (pentosa) bukan glukosa (heksosa). Bakteri Zymomonas mobilis hanya dapat memfermentasikan gula heksosa bukan pentosa, sehingga hanya sebagian gula reduksi yang terkonversi. Selain itu, Juhasz et al (2003) dalam Safaria et al (2013) menyebutkan bahwa genus Aspergillus, menghasilkan β-glukosidase tinggi namun endoglukanase dan eksoglukanasenya rendah. Hal ini dapat diduga kuat dengan adanya pengukuran aktivitas enzim eksoglukanase dan β-glukosidase juga. Peningkatan kadar etanol terjadi seiring dengan waktu fermentasi yang semakin lama. Misalnya pada konsentrasi inokulum 5%, sampai pada fermentasi hari ke-8 menunjukkan grafik yang terus meningkat. Hal ini diduga bahwa sampai pada hari ke-8, masih terdapat nutrisi yang ditambahkan pada medium fermentasi seperti yeast extract yang merupakan sumber nitrogen untuk pertumbuhan Zymomonas mobilis (Garrity, 2005). Sehingga sel bakteri akan tumbuh dan membelah secara eksponensial sampai jumlah yang maksimal atau masih memasuki fase logaritma. Selain itu, glukosa pada medium fermentasi sampai pada hari ke-8 masih banyak, nilai konversi gula reduksinya 44,81%. Proses fermentasi ini dapat terus berlangsung dengan memanfaatkan glukosa sebagi sumber energi dalam siklus glikolisis yang menghasilkan piruvat. Kemudian katabolisme piruvat secara anaerob akan
menghasilkan etanol dan CO2. Maka, dimungkinkan dengan konsentrasi inokulum 5%, akan didapatkan kadar etanol yang lebih besar dengan waktu fermentasi yang lebih lama, karena pada hari ke-8 hanya dihasilkan kadar etanol 6,6% (v/v). Maka dapat disimpulkan bahwa penggunaan konsentrasi inokulum 5% dalam skala produksi kurang efektif untuk produksi etanol karena membutuhkan waktu fermentasi yang lama. Hal ini diperkuat dengan data uji statistik yang menyatakan bahwa konsentrasi inokulum 5% (notasi b) berbeda nyata dengan konsentrasi 10 dan 15%. Sedangkan pada konsentrasi inokulum 10% dan 15%, menunjukkan grafik peningkatan etanol di hari ke-0 sampai hari ke-6 kemudian menurun pada hari ke8. Penurunan kadar etanol terjadi di hari ke-8 diduga selama fermentasi, gula reduksi telah habis digunakan bakteri Zymomonas mobilis untuk dikonversi menjadi etanol. Hal ini sesuai dengan Yudoamijoyo et al (1992) yang menyatakan bahwa semakin banyak gula reduksi yang dapat dimanfaatkan oleh sel, semakin tinggi juga kadar etanol yang dihasilkan. Data nilai konversi gula reduksi jika dibandingkan dengan inokulum 5%, jauh lebih besar yaitu pada inokulum 10% (50,27%) dan inokulum 15% (47,87%). Selain itu, semakin lama waktu fermentasi, maka nutrisi dalam medium semakin berkurang dengan adanya jumlah sel yang semakin bertambah dapat mengakibatkan kompetisi dan akhirnya akan memasuki fase kematian. Akumulasi etanol hasil metabolisme mikroorganisme menurut Wignyanto et al (2001) dapat menghambat pembelahan dan aktivitas fermentasi sel, yang mengakibatkan jumlah etanol sedikit. Hal ini akan lebih kuat dugaannya bila didukung dengan adanya data perhitungan jumlah sel bakteri Zymomonas mobilis, seperti pada penelitian Chrisnawati et al (2009) yang menyatakan bahwa laju pembentukan etanol tertinggi dihasilkan pada jam ke-35 sebanyak 1,301 (g/L/jam) dengan jumlah biomassa 5,75 x 1010 sel/mL, sedangkan pada jam ke-40 jumlah biomassa meningkat yaitu 5,9 x 1010 sel/mL dengan etanol yang dihasilkan menurun 1,156 (g/L/jam). Untuk mengetahui jumlah konsentrasi inokulum dan lama waktu fermentasi yang tepat agar didapatkan produksi etanol yang optimum dapat ditentukan dengan melihat kadar etanol tertinggi pada Tabel 4. Kadar etanol tertinggi pada konsentrasi inokulum 10% dengan lama fermentasi 6 hari sebesar 9,50% (v/v). Perlakuan yang sama dalam produksi etanol menggunakan bakteri Zymomonas mobilis dari limbah tomat optimum di hari ke-6 sebesar 9,68% (v/v) (Faizah, 2012) dan dari jeruk juga optimum di hari ke6 sebesar 11,64% (v/v) (Mushlihah, 2011). Proses yang membedakan yaitu pada hidrolisisnya, penelitian Faizah (2012) dan Mushlihah (2011) menggunakan hidrolisis asam dan hidrolisis enzim komersial. Maka dapat dikatakan bahwa hidrolisis enzim menggunakan kapang Aspergillus sp. memiliki potensi yang sama untuk produksi etanol. Bahkan hidrolisis enzim lebih efektif digunakan pada substrat yang memiliki
kandungan selulosa seperti pada sampah sayur dan buah dengan kerja enzim yang lebih spesifik. Berdasarkan uji statistik dapat dilihat bahwa konsentrasi inokulum10% dan 15% tidak berbeda nyata (notasi a). Namun, untuk skala produksi menggunakan konsentrasi inokulum 15% kurang efektif, karena hasil etanol yang dihasilkan pada hari ke-6 (9,40%) dan ke-8 (9,20%) (notasi ab) tidak berbeda nyata sekali dengan etanol tertinggi 9,50% di hari ke-6 dengan konsentrasi inokulum 10% (notasi a). Sehingga dapat disimpulkan bahwa jika dengan konsentrasi inokulum 10% saja sudah dihasilkan etanol tertinggi, maka tidak perlu lagi digunakan inokulum 15% yang membuat semakin tidak efisien. Bahkan menurut Gibbson et al (1986), penggunaan konsentrasi inokulum yang terlalu tinggi dapat menyebabkan pengurangan viabilitas sel. Bakteri Zymomonas mobilis dapat menghasilkan etanol karena mampu menguraikan glukosa, fruktosa atau sukrosa sebagai sumber karbon melalui jalur metabolik Entner-Doudoroff. Jalur metabolisme ini hanya menghasilkan 1 mol ATP tiap mol glukosa atau fruktosa, sehingga Zymomonas mobilis menguraikan glukosa dengan kecepatan tinggi supaya menghasilkan cukup energi untuk pertumbuhannya. Oleh karena hanya menghasilkan satu molekul ATP, maka Zymomonas mobilis harus menguraikan glukosa dengan cepat untuk memenuhi kebutuhan ATP. Hasil bersih dari jalur Entner-Doudoroff ini adalah etanol dan CO2. Garrity (2005) menjelaskan bahwa organisme yang menggunakan jalur Entner-Doudoroff tidak memiliki enzim phosphofructokinase, sehingga pada tahap glikolisis, glukosa 6-fosfat tidak dirubah menjadi fruktosa 6-fosfat tetapi diubah menjadi 6fosfoglukonat. Enzim yang dimiliki organisme yang menggunakan jalur Entner-Doudoroff dan tidak dimiliki organisme yang menggunakan jalur EmbdenMayerhoff adalah 6-phosphogluconate dehydratase dan 2-keto-3-deoxy-6-phosphogluconate aldolase sehingga tahapan dari glukosa ke piruvat dan menjadi etanol jauh lebih singkat. Selain itu, dalam penelitian Riyanti (2010) menyebutkan bahwa adanya gen pdc dan adh inilah yang terbukti berperan penting dalam produksi bioetanol pada bakteri mesofilik Zymomonas mobilis ZM4. Gen-gen kunci yang bertanggung jawab dalam produksi bioetanol adalah pdc dan adh. Piruvat dekarboksilase (PDC) merupakan enzim yang mengkatalis piruvat secara irreversible menjadi asetaldehid dan CO2, selanjutnya enzim alkohol dehidrogenase (ADH) akan mengkatalis asetaldehida menjadi etanol. IV.
KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kapang Aspergillus sp. berpotensi menghasilkan enzim selulase dalam proses hidrolisis untuk produksi etanol dari sampah sayur dan buah Pasar Wonokromo Surabaya dengan nilai aktivitas enzim endoglukanase sebesar 14,477 Unit/ml. Potensi kapang Aspergillus sp.
dalam proses hidrolisis enzim dapat dilihat dari kadar etanol tertinggi yang terbentuk yaitu 9,5% (v/v) dihasilkan pada interaksi konsentrasi inokulum 10% dan lama waktu fermentasi 6 hari. Sebaiknya untuk penelitian selanjutnya, proses hidrolisis enzim juga dapat menggunakan lebih dari dua jenis kapang untuk dapat mengkonversi selulosa menjadi glukosa lebih optimal dengan pemurnian enzim dan diukur aktivasi enzim baik endoglukanase, eksoglukanase maupun β-glukosidasenya. Pengukuran kadar gula reduksi disarankan untuk dianalisa HPLC agar dapat dibedakan jenis gula pereduksinya. Sedangkan pada fermentasi akan lebih baik apabila disertai dengan pengukuran jumlah sel bakteri Zymomonas mobilis, sehingga dapat mendukung adanya berbagai kemungkinan hasil yang terjadi berkaitan dengan kadar etanol yang terbentuk dan penggunaan variasi konsentrasi inokulum bisa dicari rentang yang lebih luas. DAFTAR PUSTAKA Achmadi. 1989. Kimia Kayu Diktat PAU Ilmu Hayati. Institut Pertanian Bogor: Bogor. Adham. 2001. Attempt at Improving Citric Acid Fermentation by Aspergillus niger in Beet-Molasses. Biosource Technology 97-100. Agus, S. 1995. Kajian Pengaruh Agitasi Mekanik Terhadap Produksi Pektinase Pada Fermentasi Terendam Buah Kako Oleh Aspergillus niger. Laporan Tugas Akhir (S1). Fakultas Teknik Pertanian. IPB: Bogor. Ang, S.H., Cheng, P.S., Lim, E.A.C and Tambyah, S.K. 2001. Spot The Difference: Consumer Responses Towards Counterfeits. Journal of Consumer Marketing, Vol. 18 No. 3. Anindyawati, Trisanti. 2009. Prospek Enzim dan Limbah Lignoselulosa Untuk Produksi Bioetanol. Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI: Cibinong. Anonymous. 2012. Pasar Wonokromo. www.siskaperbapo.com. [25 September 2012]. Artati, Enny K., A. Effendi dan T. Haryanto. 2009. Pengaruh Konsentrasi Larutan Pemasak Pada Proses Delignifikasi Eceng Gondok Dengan Proses Organosolv. Ekuilibrium Vol.8 No.1. Axelsson, Josefin. 2011. Separate Hydrolysis and Fermentation of Pretreated Spruce. Thesis. Department of Physics, Chemistry and Biology Linkoping University: Sweden. Brodeur, J. C. 2011. Reduced Body Condition and Enzymatic Alterations in Frogs Inhabiting Intensive Crop Production Areas. Ecotoxicologyoik & Envtl. Safety: No.74, 1370-1380. Buckle, Kenneth A., Edwards, Ronald A., Fleet, Graham H., and Wootton, Michael. 1987. Ilmu Pangan. Universitas Indonesia Press: Jakarta. Budiono. 1996. Produksi Etanol Oleh Saccharomyces cerevisiae dengan Perendaman Tapioka Dalam HCl. Laporan Tugas Akhir (S1). Jurusan Kimia. FMIPA-ITS: Surabaya. Busche R.M., Scott C. D., Davison B.H., Lynd L.R. 1992. Etanol, The Ultimate Feedstock. A Technoeconomic Evaluation of Etanol Manufacture in Fluidized Bed Bioreactors Operating With Immobilized Cells. Journal Application of Biochemistry and Biotechnology Vol.34/35 No. 395-415. Cappuccino, James. G. And Natalie Sherman. 2011. Mocrobiology A Laboratory Manual. Benjamin Cummings: Amsterdam. Campbell, Neil A. 2002. Biologi Edisi Kelima Jilid 1. Erlangga: Surabaya.
Cazetta M.L., Celligoi M.A.P.C., Buzato J.B., Scarmino I.S. 2007. Fermentation of Molasses by Zymomonas mobilis: Effect of Temperature and Sugar Concentration on Etanol Production. Journal Bioresource and Technology Vol. 98 No. 2824-2828. Chrisnawati, Alfena dan Rosa. S. 2009. Produksi Etanol Menggunakan Mutan Zymomonas mobilis yang Dimutasi Dengan Hydroxylamine. Laporan Thesis (S2). Jurusan Kimia. FMIPA-ITS: Surabaya. Crueger,W.& Crueger A. 1984. Biotechnology, A Text Book of Industrial Microbiology. Sinaeur Associates,Inc: Sunderland. Dewi, Chandra., Tjahjadi Purwoko, dan Artini Pangastuti. 2005. Produksi Gula Reduksi Oleh Rhizopus oryzae Dari Substrat Bekatul. Bioteknologi Volume 2. No.1. Dinata, Deden Indra. 2012. Bioteknologi Pemanfaatan Mikroorganisme dan Teknologi Bioproses. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta. Enari, T. M. 1983. Microbial Cellulase. Di dalam W. M. Fogarty (ed.). Microbial Enzyme and Biotechnology Applied. Science Publisher: New York. Faizah, Nurul. 2012. Pengaruh Penggunaan Bakteri Zymomonas mobilis dan Ragi Tape Untuk Fermentasi Dalam Pembuatan Bioetanol Dari Sampah Buah Tomat. Laporan Tugas Akhir (S1). Jurusan Teknik Lingkungan FTSP-ITS: Surabaya. Fan, L.T., Y.H. Lee dan M.M.Gharpuray. 1982. The Nature of Lignocellulosics and Their Pretreatment for Enzymatic Hydrolysis. Adv.Bichem: England. Fardiaz. 1987. Fisiologi Fermentasi. Pusat Antar Universitas Institut Pertanian Bogor dengan Lembaga Sumberdaya Informasi Institut Pertanian Bogor: Bogor. Fessenden, R.J. dan Fessenden, J.S. 1986 Kimia Organik Jilid 1 Edisi Ketiga. Erlangga: Jakarta. Fitriani, Emy. 2003. Aktivitas Enzim Karboksimetil Selulase Bacillus pumilus Galur 55 Pada Berbagai Suhu Inkubasi. Laporan Tugas Akhir (S1). Jurusan Kimia.FMIPA-IPB: Bogor. Gandjar, I., W. Sjamsuridzal dan A. Oetari. 2006. Mikrobiologi Dasar dan Terapan. Yayasan Obor Indonesia: Jakarta. Garrity, M.G. 2005. Bergey’s Manual of Systematic Bacteriology. Department of Microbiology and Molecular Genetics, Machigan State University: USA. Gibbson, W. R and C.A. Westby. 1986. Effect of Inoculum Size on Solid-Phase Fermentation of Fodder Beets for Fuel Ethanol Production. Journal Applied and Environmental Microbiology Vol. 52 No.960-962. Gugnani, H.C. 2003. Ecology and Taxonomy of Pathogenic Aspergilli. Frontiers in Bioscience. 8:346-357. Gunam, Ida Bagus Wayan, Ketut Buda, I Made Yoga Semara Guna. 2010. Pengaruh Perlakuan Delignifikasi dengan Larutan NaOH dan Konsentrasi Substrat Jerami Padi terhadap Produksi Enzim Selulase dari Aspergillus Niger Nrrl AIi, 264. Jurnal Biologi XIV (1) : 55 – 61. Hadiwiyoto, S. 1983. Penanganan dan Pemanfaatan Sampah. PT. Idayu Press: Jakarta. Hambali, E., Mujdalipah, S., Halomoan, A.T., Waries, A., dan Hendroko, R. 2007. Teknologi Bioenergi. Agromedia Pustaka: Jakarta. Hamelinck, C. N., Hooijdonk, G. V., and Faaij, A. P. 2005. Etanol from Lignocellulosic Biomass: Techno-Economic Performance in Short, Middle, and Long-Term. Biomass and Bioenergy 28(4), 384–410. Handayani, S.U. 2008. Pemanfaatan Bioetanol Sebagai Bahan Bakar Pengganti Bensin. Jurnal Teknik UNDIP: 99-102. Hart, H., Craine, L.E., and Hart, D.J. 2003. Kimia Organik Edisi Kesebelas. Erlangga: Jakarta. Hening and Zeddies. 2006. Bioengineering and Agriculture. Promises and Challenges International Food Policy Research Institute. Hogg, S. 2005. Essential Microbiology. John Wiley & Sons Ltd: England. Hsu, Pa Ho., C. J. B. Dixon and S. B. Weed. 1989. Aluminum hydroxides and oxyhydroxides. In Minerals in Soil Environment 2end ed. Soil Sci. Soc. Am. Madison. pp.331-372.
Humprey, A.E. 1979. The Hidrolysis of Cellulosis Material of Useful Product. American Chemical Society: Washington DC. Imanah, A. 2006. Pemanfaatan Sari Buah Pisang Sebagai Substrat Untuk Pembuatan Etanol Dengan Menggunakan Zymomonas mobilis. Laporan Thesis (S2). Jurusan Kimia FMIPA-ITS: Surabaya. Indrawati, Eli., N.D.Kuswytasari, dan Enny Zulaika. 2009. Pengaruh Konsentrasi Inokulum Saccharomyces cerevisiae dan Lama Waktu Fermentasi Pada Produksi Etanol dari Limbah Kulit Nanas (Ananas comosus L. Merr). Laporan Tugas Akhir (S1). Jurusan Biologi FMIPAITS: Surabaya. Irawan, Dedy dan Zainal Arifin. 2010. Pemanfaatan Sampah Organik Kota Samarinda Menjadi Bioetanol: Klasifikasi dan Potensi. Seminar Rekayasa Kimia dan Proses. John, T. 2004. Biofuels For Transport. www.task39.org. [27 September 2009]. Juhasz, T., K. Kozma., Z.. Szengyel dan K. Reczey. 2003. Production of β-Glucosidase in Mixed Culture of Aspergillus niger BKMF 1305 and Trichoderma reesei RUT C30. Food Technol.Biotechnol.41. Krismastuti, Fransiska Sri Herwahyu. 2009. Sumber Daya Alam Hayati Penghasil energi Alternatif Bioetanol. Berita Iptek Tahun ke-47 Nomor 1. Kusnadi, Ammi Syulasmi, dan Yusuf Hilmi Adisendjaja. 2009. Pemanfaatan Sampah Organik Sebagai Bahan Baku Produksi Bioetanol Sebagai Energi Alternatif. Laporan Penelitian Strategis Nasional. Universitas Pendidikan Indonesia. Lee, Michael., Ahmad Muhammad Fikri, Neli Muna, Leli Rachmah Septiana, dan Novianus Efrat. 2008. Komersialisasi Bioethanol Sebagai Produk Suplemen Bensin Ramah Lingkungan. Program Kreativitas Mahasiswa. IPB: Bogor. Lotfly, Ghanem and Helow. 2007. Citric Acid Production by a Novel Aspergillus niger Isolate Mutagenesis and Cost reduction Studies. Biosource Technology 98: 34643469. Lynd, L.R., P.J.Weimer., W.H. Van Zyl and I.S.Pretorius. 2002. Microbial Cellulose Utilization. Fundamentals and Biotechnology Microbiology and Mol.Bio.Review.66:506-577. Martiningsih, Endang. 2007. Pemanfaatan Kulit Pisang Raja (Musa paradisiaca L. var sapientum) Sebagai Substrat Fermentasi Etanol Menggunakan Saccharomyces cerevisiae. Laporan Skripsi (S1). Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah: Surakarta. Muchtadi, Deddy. 1998. Kajian Terhadap Serat Makanan dan Antioksidan dalam Berbagai Jenis Sayuran Untuk Pencegahan Penyakit Degeneratif. Laporan Penelitian Hibah Bersaing VII/1. Fakultas Pertanian-IPB: Bogor. Muchtadi, Deddy. 2001. Sayuran Sebagai Sumber Serat Pangan Untuk Mencegah Timbulnya Penyakit Degeneratif. Jurnal Teknol dan Industri Pangan Vol XII, No.1. Mueller, George. M., Gerald F. Bills and Mercedes S. Foster. 2004. Biodiversity of Fungi-Inventory and Monitoring Methods. Elsevier Academic Press: Amsterdam. Mushlihah, Siti. 2011. Pengaruh pH dan Konsentrasi Zymomonas mobilis Untuk Produksi Etanol Dari Sampah Buah Jeruk. Laporan Tugas Akhir (S1). Jurusan Teknik Lingkungan FTSP-ITS: Surabaya. Mussatto S.I and J.A. Teixeira. 2010. Lignocellulose As Raw Material In Fermentation Processes. Current Research Technology and Education Topics In Applied Microbiology and Microbial Biotechnology. Myers, Michael P., Yang, Jay., And Stamp, P. 1999. Visualization And Functional Analysis Of A Maxi-K Channel (Mslo) Fused To Green Flourescent Protein (GFP). Electronic Journal of Biotechnology Vo. 2 No.3. Nowak, J. 2000. Etanol Yield and Productivity of Zymomonas mobilis In Various Fermentation Methods. Electronic Journal of Polish Agricultural Universities Vol 3. No2. Obire, O. 2005. Activity of Zymomonas Species in palm-sapobtained From Three Areas in Edo State, Nigeria. Journal of Applied Science and Environment Management Vol. 9(1), No. 25-30.
Osunkoya, O.A. and N.J. Okwudinka. 2011. Utilization of Sugar Refinery Waste (Molasses) for Ethanol Production Using Saccharomyces cerevisiae. American Journal of Scientific and Industrial Research 2(4): 694-706. Pikukuh, Patricia. 2012. Selulosa, Komponen Yang Paling Banyak Ditemukan Di Alam. www.blog.ub.ac.id. [24 September 2012]. Pramono, Sigit, S. 2004. Studi Mengenai Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah. Universitas Gunadarma Press: Jakarta. Prasetyo, A.K. dan Hadi, W. 2010. Pembuatan Etanol dari Sampah Pasar Melalui Proses Hidrolisis Asam dan Fermentasi Bakteri Zymomonas mobilis. Laporan Tugas Akhir (S1). Jurusan Teknik Lingkungan FTSP-ITS: Surabaya. Purwanto. 2004. Aktivasi Fermentasi Alkoholik Cairan Buah. Jurnal Universitas Widya Mandala Madiun No. 1 Th. XXXII/ISSN 0854-1981. Puspita E.M., Silviana, H., dan Ismail T. 2010. Fermentasi Etanol dari Molasses dengan Zymomonas mobilis A3 yang diamobilisasi pada karaginan. Seminar Rekayasa Kimia dan Proses 2010 issn: 1411-4216. Richana, N., P.Lestari., A. Thontowi dan Rosmimik. 2000. Seleksi Isolat Bakteri Lokal Penghasil Xilanase. Jurnal Mikrobiologi Indonesia 5(2):54-56. Riyanti, Eny Ida. 2010. Beberapa Gen Pada Bakteri yang Bertanggung Jawab Terhadap Produksi Bioetanol. Jurnal Litbang Pertanian 30(2). Rizani, K.Z. 2000. Pengaruh Konsentrasi Gula Reduksi dan Inokulum Saccharomyces cerevisiae pada Proses Fermentasi Sari Kulit Nanas (Ananas comusus L. Merr) untuk Produksi Etanol. Skripsi. Jurusan Biologi. FMIPA-Universitas Brawijaya: Malang. Sa’adah, Zulfatus., Noviana Ika S dan Abdullah. 2008. Produksi Enzim Selulase oleh Aspergillus niger Menggunakan Substrat Jerami dengan Sistem Fermentasi Padat. Laporan Tugas Akhir (S1). Jurusan Teknik Kimia. Fakultas Teknik UNDIP: Semarang. Safaria, Selviza., Nora Idiawati dan Titin Anita Zaharah. 2013. Efektivitas Campuran Enzim Selulase dari Aspergillus niger dan Trichoderma reesei Dalam Menghidrolisis Substrat Sabut Kelapa. JKK Volume 2. Sardjoko.1991. Bioteknologi-Latar Belakang dan Beberapa Penerapannya. PT. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta. Saroso, H. 1998. Pemanfaatan Kulit Pisang dengan Cara Fermentasi Untuk Pembuatan Alkohol. Majalah Bistek Edisi 6. Schlegel, Hans G et al. 1994. Mikrobiologi Umum Edisi Keenam. Penterjemah Tedjo Baskoro. Gajah Mada University Press: Yogyakarta. Selvendran, R.R and M. S. Dupont, 1984. Problems Associated With The Analysis of Dietary Fiber and Some Recent Developments. Elsevier: London. Sen, D.C. 1989. Ethanol Fermentation. Biomass Handbook Gordon & Breach Science Publishers: USA. Soedjono, E.S. dan Fathoni, A.K.R. 2011. Perencanaan Tipikal Rumah Kompos Untuk Pengelolahan Sampah Pasar Tradisional. Laporan Tugas Akhir (S1). Jurusan Teknik Lingkungan. FTSP-ITS: Surabaya. Struch. T., Neuss. B., Bringer-Mayer .S., and Sahm H. 1991. Osmotic Adjustment of Zymomonas mobilis to Concentrated Glucose Solutions. Journal Application of Microbiology and Biotechnology Vol. 34, No. 518-523. Subekti, Hendro. 2006. Produksi Etanol dari Hidrolisat Fraksi Selulosa Tongkol Jagung Oleh Saccharomyces cerevisiae. Laporan Tugas Akhir (S1) Jurusan Teknologi Pertanian. Fakultas Teknologi IPB: Bogor. Sulfahri, Sri Nurhatika, dan Tutik Nurhidayati. 2011. Aerobic and Anaerobic Processes of Sprirogyra Extract using Diferrent Doses of Zymomonas mobilis. Journal of Applied Enviromental and Biological Sciences, 1(10) 420-225.
Sulistyorini,
L. 2005. Pengelolaan Sampah Dengan Cara Menjadikannya Kompos. Jurnal Kesehatan Lingkungan 2:77-84. Sun, Y and Cheng, J. 2002. Hydrolysis of Lignocellulosic Materials for Ethanol Production. A Review Bioresource Technology Vol. 83, pp. 1-11. Supardi. 1999. Mikrobiologi Dalam Pengelolahan dan Keamanan Pangan. Alumni: Bandung. Taufik, Erwnia. 1992. Fermentasi Media Padat Kulit Buah Coklat Oleh Aspergillus sp. Untuk Produksi Pektinase. Thesis (S2). Fakultas Teknologi Pertanian-IPB: Bogor. Tchobanoglous, G., Theisen, dan H., Vigil, S.A. 1993. Integrated Solid Waste Management. McGraw Hill: New York. Walpole, R.E. 1992. Ilmu Peluang dan Statistika Untuk Insinyur dan Ilmuwan. Institut Teknologi Bandung: Bandung. Waluyo, Lud. 2006. Teknik Metode Dasar Dalam Mikrobiologi. UMM Press: Malang. Waluyo, Lud. 2010. Teknik Metode Dasar Dalam Mikrobiologi. UMM Press: Malang. Webster, J and R.Weber. 2007. Introduction of Fungi. Cambridge University: Cambridge. Wecker, M.S.A and Zall R.R. 1987. Production of Acetaldehyde by Zymomonas mobilis. Journal Applied And Environmental Microbiology Vol. 53 No.12. Wibowo. 1990. Dasar-dasar Teknologi Fermentasi. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Universitas Gadjah Mada: Yogyakarta. Widjaja, Arief dan Setyo Gunawan. 2012. Pengembangan Teknologi Produksi Bioetanol Generasi 2 Melalui Pemanfaatan Selulosa dan Hemiselulosa Dalam Jerami Padi. Prosiding InSINas. Widyanti, Emmanuela Maria. 2010. Produksi Asam Sitrat Dari Substrat Molase Pada Pengaruh Penambahan VCO(Virgin Coconut Oil) Terhadap Produktivitas Aspergillus niger ITBCCL74 Terimobilisasi. Tesis (S2). Jurusan Teknik Kimia-UNDIP: Semarang. Widyastuti. 2008. Pembuatan Bioetanol dari Limbah Buah Pisang Dengan Proses Hidrolisis dan Fermentasi. Jurnal Kimia dan Teknologi ISSN 0216-163X. Widyawati, E. 1990. Mempelajari Sifat-sifat Pektinase Aspergillus niger yang Ditumbuhkan Pada Fermentasi Padat. Laporan Tugas Akhir (S1). Fakultas Teknik PertanianIPB: Bogor. Wignyanto, Suharjono dan Novita. 2001. Pengaruh Konsentrasi Gula Reduksi Sari Hati Nanas dan Inokulum Saccharomyces cerevisiae Pada Fermentasi Etanol. Jurnal Teknologi Pertanian Vol.2, No.1. Winanti, Titik. 2006. Studi Kemungkinan Pengelolahan Sampah Organik Menjadi Kompos di Darmo Trade Center Pasar Wonokromo Surabaya. Jurnal Teknologi Kejuruan Vol. 29, No, 1. Wirakusumah, E.S. 1994. Cara Aman dan Efektif Menurunkan Berat Badan. PT. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta. Wiratmaja, I Gede., I Gusti Bagus Wijaya Kusuma dan I Nyoman Suprapta Winaya. 2011. Pembuatan Etanol Generasi Kedua Dengan Memanfaatkan Limbah Rumput Laut Eucheuma cottonii Sebagai Bahan Baku. Jurnal Ilmiah Teknik Mesin Vol.5, No.1. Yenni, Yommi Dewilda dan Serly Mutia Sari. 2012. Uji Pembentukan Biogas Dari Substrat Sampah Sayur dan Buah Dengan Ko-Substrat Limbah Isi Rumen Sapi. Jurnal Teknik Lingkungan UNAND 9(1). Yudoamijoyo, M., A. A. Darwis dan E. G. Sa’id. 1992. Teknologi Fermentasi. Penerbit Rajawali Press dengan Pusat Antar Universitas Bioteknologi IPB: Jakarta. Zhang, K and Feng, H. 2010. Fermentation Potentials of Zymomonas mobilis and Its Application In Ethanol Production From Low-cost Raw Sweet Potato. African Journal of Biotechnology. Vol. 9 (37) No. 6122-6128.