Jurnal Biosains Vol. 2 No. 3. Desember 2016
ISSN 2443-1230 (cetak) ISSN 2460-6804 (online)
POTENSI EKSTRAK UMBI BAWANG LOKIO (Allium chinense G. Don) DALAM MENGHAMBAT Escherichia coli DAN MENINGKATKAN MASA SIMPAN IKAN NILA (Oreochromis niloticus L.) Grace Emalia Masniari Lumbantoruan*, Nunuk Priyani, It Jamilah Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara, Jalan Bioteknologi No.1 Kampus USU, Medan 20155 Telepon (061) 82110550-8214290, Faks. (061) 8214290
[email protected] ABSTRAK
Bawang Lokio (Allium chinense G. Don) banyak tumbuh di Sumatera Utara, Indonesia, sehingga disebut “Bawang Batak” oleh suku Batak. Kandungan senyawa alami dari tanaman ini dalam pengawetan makanan segar belum banyak dilaporkan. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan konsentrasi hambat minimum dari ekstrak etanol umbi bawang Lokio dalam menghambat bakteri Escherichia coli yang diisolasi dari ikan Nila dan meningkatkan masa simpan ikan Nila. Aktivitas antimikroba diuji menggunakan metode difusi cakram dengan konsentrasi 0, 7.5, 10, 20, 30, 40 dan 50% (b/v). Untuk uji pengawetan ikan segar, ikan Nila yang telah disiangi, direndam dalam ekstrak etanol umbi bawang Lokio konsentrasi 100%, disimpan selama 36 jam pada suhu ambient (27 °C) dan kulkas (4 °C) dengan waktu pengamatan setiap interval 6 jam. Parameter pengamatan ialah perubahan organoleptik, Angka Lempeng Total (ALT) bakteri dan Total Volatile Base Nitrogen (TVBN). Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) dari ekstrak etanol umbi bawang Lokio adalah 10% dengan kategori sedang terhadap E. coli. Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI), nilai organoleptik ikan Nila dapat diterima hingga penyimpanan jam ke30, sementara nilai ALT dan TVBN sampai jam ke-18. Hal ini berbeda secara signifikan dengan kontrol negatif yang memberikan kelayakan ikan hanya sampai 6 jam. Perbedaan aktivitas senyawa antimikroba pada konsentrasi yang berbeda dan suhu penyimpanan menjadi penyebab turunnya mutu ikan. Dapat disimpulkan bahwa ekstrak etanol umbi bawang Lokio menghambat E. coli pada konsentrasi hambat minimum 10% serta masa simpan ikan Nila maksimal adalah 18 jam pada suhu ambient. Kata Kunci: Bawang Lokio, ikan Nila, masa simpan, Sumatera Utara.
POTENCY of BAWANG LOKIO BULB EXTRACT (Allium chinense G. Don) in AGAINST Escherichia coli and EXTEND THE SELF LIFE OF TILAPIA FISH (Oreochromis niloticus L.) Grace Emalia Masniari Lumbantoruan*, Nunuk Priyani, It Jamilah ABSTRACT Bawang Lokio (Allium chinense G. Don) grows extensively in North Sumatera, Indonesia, so called as “Bawang Batak” by the Batak tribe. The contain of natural compound of this plant in fresh food preservation is rarely reported. The aim of this research were to determine the minimum inhibition concentration of bawang Lokio bulb extract with ethanol againsts Escherichia coli isolated from Tilapia fish and to extend the self life of fresh Tilapia fish. Antimicrobial activity was examined by disc diffusion method in concentration of 0, 7.5, 10, 20, 30, 40 and 50% (w/v). For fresh fish preservation, the gutted Tilapia fish were soaked in concentration of 100% bawang Lokio bulb ethanol extract and stored for 36 hours at ambient (27 °C) and fridge (4 °C) temperatures with 6 hours interval of observation. The observation parameters were organoleptic test, Total Bacterial Count (TBC) and Total Volatile Base Nitrogen (TVBN). The Minimum Inhibition Concentration (MIC) of ethanol extract of bawang Lokio bulb was 10% with medium category against E. coli. Based on Standard Nasional Indonesia (SNI), the organoleptic test of Tilapia fish was accepted until 30 hours of storage while TBC and TVBN until 18 hours. It is different significanly with negative control which given the freshness of Tilapia fish only 6 hours. The
148
Jurnal Biosains Vol. 2 No. 3. Desember 2016
ISSN 2443-1230 (cetak) ISSN 2460-6804 (online)
different activities of antimicrobial compound at different consentration and temperature of storage were assumed as the cause of decreasing fish quality. It could be concluded that ethanol extract of bawang Lokio bulb was against Escherichia coli in minimum inhibition concentration of 10% and maximum self life of Tilapia fish were 18 hours at ambient temperature.
Keywords: Bawang Lokio, North Sumatera, self life, Tilapia fish. Pendahuluan Indonesia dikenal sebagai negara dengan kekayaan laut yang sangat melimpah. Sektor perikanan merupakan kekayaan laut yang sangat penting sebagai sumber kebutuhan hidup dan sumber pendapatan Negara. Salah satu komoditi utama ialah ikan Nila (Oreochromis niloticus L.) yang memiliki nilai gizi tinggi bagi manusia serta mudah dibudidayakan. Kandungan protein ikan Nila sebesar 43,76%; lemak 7,01%; kadar abu 6,80% dan air 4,28% / 100 g ikan (Leksono dan Syahrul, 2001). Kandungan kimia, ukuran dan nilai gizinya tergantung pada jenis, umur, kelamin, tingkat kematangan dan kondisi tempat hidupnya. Ikan merupakan pangan tinggi protein dan minimnya penerapan sanitasi pada penangkapan ikan menyebabkan ikan mudah busuk dan penurunan produksi. Ikan yang ditangkap dan didaratkan akan menimbulkan proses perubahan yang mengarah pada kerusakan dalam waktu sekitar 8 jam (Adawyah, 2008). Pembusukan ikan disebabkan oleh mekanisme enzim autolisis, oksidasi dan pertumbuhan mikroba (Ghaly et al. 2010). Pengolahan merupakan salah satu cara untuk mempertahankan ikan dari pembusukan sehingga mampu disimpan lama sampai dijadikan bahan konsumsi. Usaha yang dilakukan dalam pengolahan ikan dapat memanfaatkan bahan alami, salah satunya tanaman dari genus Allium. Senyawa yang dikandung dari tanaman Allium ialah thiosulfinat dan organosulfur. Penggunaan senyawa bioaktif alami thiosulfinat ini berpotensial sebagai pengawet dalam makanan, pengganti bahan kimia dan memperpanjang masa simpan produk (Benkeblia and Lanzotti, 2007). Bawang Lokio (Allium chinense G. Don) merupakan tanaman bawang lokal (bawang Batak) di Sumatera Utara yang dikonsumsi oleh masyarakat khususnya pada masakan khas Batak. Berdasarkan studi literatur, penelitian mengenai tanaman bawang Lokio masih sedikit terutama informasi mengenai senyawa antimikroba dan pemanfaatan ekstraknya. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk menggali potensi aktivitas antimikroba dari umbi bawang Lokio terhadap
bakteri patogen pangan yang diisolasi dari ikan Nila dan pemanfaatannya dalam mempertahankan kesegaran ikan berdasarkan kandungan bahan bioaktif, kemudahan bahan untuk diperoleh dan dibudidayakan, harga relatif murah dan teknik aplikasi yang mudah. Beberapa penelitian yang menggunakan ekstrak bahan alami sebagai bahan pengawet pada produk perikanan antara lain jinten, kayu manis, cengkeh, selain itu, ketumbar, bawang putih, (Antara dan Wartini, 2013), lidah buaya (Putri, 2014), lengkuas, sosor bebek, jambu mete, mahkota dewa (Agustini et al., 2008), jahe (Iheagwara, 2013), kunyit (Hidayati, 2002), asam sunti (Rahayu, 2011), biji picung (Kusmarwati dan Indriati, 2008) dan rumput laut (Husni et al., 2014). Penelitian tersebut membuktikan bahwa masyarakat Indonesia dapat menciptakan teknologi pengawetan ikan segar yang murah dan ramah lingkungan. Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengetahui potensi ekstrak umbi bawang Lokio fraksi n-heksana, etil asetat dan etanol dalam menghambat pertumbuhan bakteri patogen pangan (E. coli) yang langsung diisolasi dari ikan Nila, untuk menentukan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) ekstrak umbi bawang Lokio dalam menghambat pertumbuhan mikroba patogen pangan (E. coli) dan untuk mengetahui potensi ekstrak umbi bawang Lokio dalam meningkatkan masa simpan ikan Nila. Bahan dan Metode Alat dan Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bawang Lokio (Allium chinense G.Don) dari perkebunan rakyat di Siborong-borong, ikan Nila (Oreochromis niloticus), blanc disc, kloramfenikol, N-heksana, etanol 96%, media Nutrient Agar (NA), media Mueller Hinton Agar (MHA), media Plate Count Agar (PCA), BFP (Butterfield’s Phosphat Buffered),, dimetilsulfoksida (DMSO), media Lauryl Sulphate Tryptose (LST). Sedangkan alat yang digunakan ialah pHmeter, termometer air dan UV-Lamp 366 nm.
149
Jurnal Biosains Vol. 2 No. 3. Desember 2016
Prosedur Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2015 sampai Juli 2015 di Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi, Laboratorium Kimia Organik, Departemen Kimia, FMIPA USU dan Unit Pelaksana Teknis Laboratorium Pengendalian dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (UPT LPPMHP) Provinsi Sumatera Utara, Medan.
a. Lokasi dan Tahap Pengambilan Sampel Ikan Nila Ikan Nila (Oreochromis niloticus L.) diambil dari lokasi Tambak Bakti Mulyo Desa Lantasan Lama, Kecamatan Patumbak, Kabupaten Deli Serdang. Sampel ikan diambil secara acak dari tambak dalam keadaan hidup dan dimasukkan ke dalam styrofoam yang berisi es. Ikan dibawa ke UPT LPPMHP untuk diisolasi mikroba selanjutnya. b. Penyiapan Isolat Mikroba Indikator Isolasi bakteri E. coli dari ikan nila dilakukan berdasarkan SNI 01.2332.1-2006 dan isolasi bakteri V. cholerae dilakukan berdasarkan SNI 01.2332.4-2006. Apabila ikan dinyatakan positif E. coli maka dilakukan deteksi E. coli pada air tambak berdasarkan BAM 2002. Isolat bakteri indikator E. coli dan V. cholerae kemudian ditumbuhkan pada media peremajaan Tripton Soya Agar (TSA) selama 24 jam di inkubator 35 °C. Isolat bakteri diinokulasikan ke dalam tabung reaksi yang berisi 10 ml NaCl 0,9% kemudian disamakan kekeruhannya sesuai dengan OD 600 = 0,5 (setara 108 CFU/ mL).
c. Penyiapan Sampel Ekstraksi Sebanyak 5 kg umbi bawang Lokio yang telah dipotong bagian akar dan daunnya, dicuci hingga bersih kemudian dipotong. Potongan umbi dikeringkan dalam oven pada suhu 37-40 °C selama 1-2 hari. Hasil pengeringan dihancurkan menggunakan blender untuk mendapatkan bentuk simplisia. Simplisia umbi bawang Lokio dimasukkan ke dalam botol kaca untuk tahap ekstraksi selanjutnya.
d. Ekstraksi Umbi Bawang Lokio Prinsip dari ekstraksi dalam penelitian ini ialah pengikatan senyawa non polar dan polar dengan pelarut organik berdasarkan metode Harborne (1973). Pelarut n-heksana dimasukkan ke dalam botol kaca yang telah berisikan simplisia sebanyak 1:1 (b/v). Botol kaca ditutup menggunakan plastik dan karet dan dimaserasi selama 3 hari menggunakan mesin penggoyang.
ISSN 2443-1230 (cetak) ISSN 2460-6804 (online)
Setelah 3 hari, maserat dipisahkan dari padatan dan disaring menggunakan kertas saring. Padatan dimasukkan kedalam botol kaca dan disimpan untuk ekstraksi kedua. Ekstrak yang didapat lalu dimasukkan kedalam corong Buchner dan didapat dua lapisan. Ekstrak ditampung dalam labu kaca dan diuapkan menggunakan rotaryevaporator selama 30 menit pada suhu 70 °C. Hasil dari evaporasi merupakan ekstrak kental untuk uji antimikroba selanjutnya.
e. Uji Antimikroba Ekstrak Umbi Bawang Lokio terhadap Mikroba Indikator Pengujian daya hambat isolat mikroba patogen menggunakan metode difusi cakram kertas (Bauer et al. 1966). Cakram kertas ditetesi ekstrak n-heksana, etil asetat dan etanol bawang Lokio sebanyak 20 µL, ditiriskan lalu diletakkan di atas sebaran mikroba uji dengan OD 600 =0,5 pada media Mueller Hinton Agar (MHA) kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu 35 °C. Pengujian dilakukan secara duplo. Pengamatan dilakukan dengan mengukur zona hambat yang terbentuk di sekitar cakram kertas menggunakan jangka sorong.
f. Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) Ekstrak Umbi Bawang Lokio Ekstrak kental n-heksana, etil asetat dan etanol dari umbi bawang Lokio dibuat konsentrasi bervariasi menggunakan pelarut DMSO (Dimetilsulfoksida). Konsentrasi ekstrak nheksana, etil asetat dan etanol yang digunakan yaitu 2.5, 5, 7.5, 10, 20, 30, 40 dan 50% (b/v). Sebagai kontrol (-) digunakan cakram kertas mengandung pelarut DMSO, kontrol (+) digunakan cakram kloramfenikol. Cakram kertas selanjutnya diletakkan di atas sebaran mikroba uji dengan OD 600 = 0,5 pada media MHA, kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu 35 °C. g. Uji Organoleptik Ikan Nila yang diberi Ekstrak Umbi Bawang Lokio Ekstrak etanol bawang Lokio dengan konsentrasi 100% diaplikasikan pada ikan untuk melihat masa simpannya dengan uji organoleptik. Uji dilakukan dengan metode perendaman ikan pada 50 mL ekstrak bawang Lokio di dalam styrofoam lalu disimpan pada suhu 27 °C. Sebagai perbandingan, dibuat kontrol dengan tanpa perendaman yang disimpan di ruangan pada suhu 27 °C dan 4 °C (kulkas). Sampel ikan diamati setiap 6 jam selama 36 jam. Uji organoleptik ikan segar
150
Jurnal Biosains Vol. 2 No. 3. Desember 2016 dilakukan berdasarkan SNI 01-2346-2006. Pengujian organoleptik dilakukan oleh 7 orang panelis terlatih dari UPT LPPMHP Medan. h. Penentuan Angka Lempeng Total (ALT) pada Ikan Nila Penentuan jumlah total bakteri pada sampel ikan Nila berdasarkan SNI 01-2332.3-2006. Sebanyak 25 g sampel ikan ditimbang lalu dimasukkan ke dalam stomacher. Sampel ikan ditambahkan 225 mL larutan BFP, lalu dihomogenkan selama 2 menit. Homogenat dipipet sebanyak 1 mL lalu dimasukkan dalam larutan BFP 9 mL, dilakukan pengenceran metode cawan tuang. Sebanyak 1 mL homogenat dari pengenceran 10-3, 10-4 diambil menggunakan pipet, dimasukkan ke dalam petri steril. Media Plate Count Agar (PCA) dituang ke dalam cawan petri steril. Cawan petri diinkubasi pada inkubator suhu 35 °C selama ± 48 jam kemudian koloni bakteri yang tumbuh dihitung.
i. Pengujian Total Volatile Base-Nitrogen (TVBN) pada Ikan Nila Uji TVBN pada sampel ikan dilakukan berdasarkan SNI 2354.8:2009. Sampel ikan Nila ditimbang sebanyak 10 g lalu ditambahkan 90 mL asam perklorat (PCA) 6%. Sampel dihomogenkan
ISSN 2443-1230 (cetak) ISSN 2460-6804 (online)
menggunakan homogenizer dan disaring ekstraknya. Ekstrak dimasukkan ke dalam tabung destilasi sebanyak 50 mL lalu ditambahkan indikator Fenolftalein. Tabung destilasi dipasangkan pada peralatan destilasi uap kemudian ditambahkan 10 mL NaOH 20%. Penampung erlenmeyer diisi dengan 100 mL H 3 BO 4 3% dan 3-5 tetes indikator Tashiro. Larutan didestilasi uap ± 10 menit sampai diperoleh destilat 100 mL, sehingga volume akhir terdapat 200 mL larutan berwarna hijau kemudian dilanjutkan destilasi larutan blanko dengan mengganti ekstrak sampel dengan 50 mL PCA 6%. Larutan dititrasi terhadap destilat sampel dan blanko menggunakan larutan HCl 0,02 N. Titik akhir titrasi ditandai dengan terbentuknya kembali warna ungu.
Hasil dan Pembahasan Deteksi Escherichia coli dan Vibrio cholerae dari Ikan Nila (Oreochromis niloticus L.) Deteksi Escherichia coli dan Vibrio cholerae dilakukan dari sampel ikan Nila (± 300-350 g/ ekor). Hasil deteksi menyatakan bahwa ikan Nila tambak tersebut positif tercemar E. coli, namun tidak tercemar V. cholerae disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Pengujian Escherichia coli dan Vibrio cholerae dari Ikan Nila/ Table 1. Assesment of Escherichia coli and Vibrio cholerae No. Pengujian Hasil 1. Pendugaan coliform (+) gelembung udara pada media LTB. 2. Penegasan fecal coliform (+) gelembung udara pada media EC broth (>1100 APM/ g coliform) 3. Pendugaan E. coli Koloni hitam dengan / tanpa hijau metalik pada media LEMB agar. 4. Penegasan E. coli (+) pada media PCA miring. Uji Biokimia : (+) produksi indol, (+) uji Voges Proskauer, Uji Metil Red, (-) Uji Sitrat dan (+) produksi Laktosa. Uji Morfologi dan Pewarnaan : berbentuk batang pendek dan Gram negatif, tidak berspora. 5. Pengkayaan V. cholerae (-) koloni kuning pada media TCBS agar.
Pengujian ini dilakukan dalam waktu yang berbeda. Hasil menunjukkan bahwa ikan Nila tercemar E. coli namun tidak tercemar V. cholerae. Berdasarkan pengamatan di lapang, pencemaran E. coli diduga berasal dari air tambak yang terkontaminasi dengan bangkai ikan di sekitar tambak, pengairan yang tidak lancar juga aktivitas manusia yang membuang kotoran di sekitar tambak.
Menurut Mandal et al. (2009), fecal coliform seperti E. coli biasanya berasal dari feses hewan berdarah panas. Fecal coliform pada ikan menunjukkan tingkat pencemaran lingkungannya karena coliform bukan flora normal pada ikan. Tingginya nilai APM/ g coliform menunjukkan kontaminasi yang tinggi terjadi pada ikan yang akan mempengaruhi kesehatan ikan Nila lainnya pada kolam yang sama. Menurut Adams et
151
Jurnal Biosains Vol. 2 No. 3. Desember 2016
al. (1999) ikan Tilapia mengandung nitrogen tinggi dan sangat mudah mengalami pembusukan. Laju pembusukan berhubungan dengan adanya mikroba yang melekat pada tubuh ikan, khususnya Enterobacteriaceae. Shinkafi (2010), menambahkan bahwa dengan melihat kandungan bakteri pada organ ikan, kualitas ikan dapat diperkirakan. Jenis dan banyaknya bakteri yang berasosiasi dengan ikan Nila akan mempengaruhi kesehatan ikan dan dapat menularkan penyakit pada suatu kolam. Deteksi Escherichia coli pada Sampel Air Tambak Bakti Mulyo
ISSN 2443-1230 (cetak) ISSN 2460-6804 (online)
Uji ini dilakukan untuk mengetahui kemungkinan pencemaran E. coli pada tambak. Suhu dan pH sampel air tambak masing-masing 20 °C dan 6,8. Proses pengujian sampel air tambak disajikan pada Gambar 1. Media LST (Fluorocult®) yang diinokulasi air tambak setelah diinkubasi 48 jam akan berubah warna menjadi hijau dan berpendar saat disinari UV Lamp 366 nm (Merck®). Media yang berpendar menandakan air tercemar bakteri coliform dan jika menghasilkan cincin merah setelah ditetes Kovacs menandakan air tercemar bakteri E. coli.
a. b. c. Gambar 1. Deteksi E. coli pada sampel air tambak Bakti Mulyo; a. media LST sebelum diinkubasi; b. media LST berpendar saat disinari UV-Lamp; c. media LST (+) cincin merah setelah ditetesi reagent Kovacs. Media LST dibuat berdasarkan adanya aktivitas enzimatis dari β-glucoronidase (GUD) yang memecah substrat 4-methylumbelliferyl β-Dglucoronidase (MUG), untuk melepaskan 4methylumbelliferone (MU). Saat disinar dengan UV Lamp (λ= 366 nm), MU menghambat berpendarnya warna biru yang terekspresi di media atau sekitar koloni. Lebih dari 95% E. coli termasuk memproduksi GUD, kecuali E. coli O157:H7 (Feng et al. 2002). Berdasarkan penelitian ini, didapatkan hasil bahwa sampel ikan Nila dan sampel air tambak positif tercemar E. coli serta adanya kemungkinan ikan Nila terkontaminasi dari air tambak. Menurut Adams et al. (1999), perairan memiliki mikroorganisme yang lengkap termasuk
hewan dan tumbuhan air. Aktivitas manusia sangat berdampak bagi kualitas air. Jika air terkontaminasi kotoran, maka bakteri enterik menginfeksi manusia. Penanganan yang tidak baik juga mengakibatkan flora normal lingkungan akan mengkontaminasi organisme air, seperti Enterobacteriaceae dan Staphylococcus aureus yang tumbuh pada suhu 30-37 °C.
Uji Antimikroba Ekstrak Umbi Bawang Lokio (Allium chinense G. Don) Dari hasil deteksi dan pemurnian pada media TSA, diperoleh 2 isolat bakteri uji E. coli. Uji antimikroba ekstrak umbi bawang Lokio fraksi N-heksana, etil asetat dan etanol terhadap bakteri E. coli disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2. Uji antimikroba ekstrak etanol dan etil asetat umbi bawang Lokio terhadap E. coli
152
Jurnal Biosains Vol. 2 No. 3. Desember 2016 Hasil diameter zona hambat menunjukkan bahwa ekstrak etil asetat dan etanol umbi bawang Lokio dapat menghambat pertumbuhan bakteri E. coli yang diisolasi dari ikan Nila. Kemampuan ekstrak umbi bawang Lokio dalam menghasilkan aktivitas antimikroba dipengaruhi oleh tingkat solubilitas ekstrak. Adanya senyawa yang menguap (volatile) juga dapat mengurangi senyawa bioaktif ekstrak umbi bawang Lokio fraksi etil asetat dan etanol. Bah et al. (2012), menyatakan bahwa senyawa volatil dari Jiaotou (nama lokal bawang Lokio di Cina) diantaranya thiolanes, alkohol, keton
ISSN 2443-1230 (cetak) ISSN 2460-6804 (online)
dan minyak atsiri lainnya dan senyawa bioaktifnya diantaranya organosulfur. Senyawa inilah yang berpotensi sebagai antimikroba bagi umbi bawang Lokio. Menurut Kuroda et al. (1995), umbi Jiaotou dilaporkan memiliki beberapa senyawa saponin, senyawa ini efektif digunakan sebagai obat tradisional di Cina. Hasil diameter zona hambat uji antimikroba ekstrak umbi bawang Lokio dengan konsentrasi 100% terhadap isolat bakteri patogen E. coli yang diisolasi dari ikan Nila disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Diameter zona hambat ekstrak terhadap 2 isolat bakteri E. coli Fraksi
N- heksana Etil asetat Etanol Kontrol positif Kontrol negatif
Diameter (mm) E. coli 1-3C E. coli 2-1A 16 16,4 10,7 11,2 30,5 28 -
Hasil diameter zona hambat menunjukkan bahwa ekstrak etil asetat dan etanol umbi bawang Lokio dapat menghambat pertumbuhan isolat bakteri E. coli dengan kategori kuat. Kemampuan ekstrak umbi bawang Lokio dalam menghasilkan aktivitas antimikroba dapat dipengaruhi oleh tingkat solubilitas ekstrak. Adanya senyawa yang menguap (volatile) juga dapat mengurangi senyawa bioaktif pada ekstrak umbi bawang Lokio fraksi etil asetat dan etanol. Menurut Naibaho et al. (2015), kandungan senyawa steroid dalam etil asetat lebih mudah berdifusi dan mampu menghambat pertumbuhan bakteri. Perbedaan besarnya zona hambat antara perlakuan kontrol positif (cakram Chloramphenicol) dan ekstrak disebabkan pada ekstrak yang belum dimurnikan (ekstrak kasar) seperti penelitian yang telah dilakukan oleh
Kategori daya hambat Kuat Kuat Sangat kuat -
Naibaho et al. (2015), ekstrak etanol 96% umbi bawang batak (Allium chinense) menghambat E. coli isolat klinis dengan diameter zona hambat sebesar 7,07 mm. Poeloengan (2012) melaporkan hasil uji in vitro perasan bawang putih (Allium sativum L.) pada konsentrasi 50% mempunyai efektivitas sebagai antibakteri terhadap E. coli yang diisolasi dari telur ayam kampung dengan diameter zona hambat sebesar 15,67 mm. Potensi antibakteri juga ditunjukkan oleh ekstrak etanol bawang dayak (Eleutherine palmifolia L. Merr) dalam menghambat pertumbuhan bakteri E. coli pada konsentrasi 40 mg/ mL sebesar 10 mm (Amanda, 2014). Pada umumnya, diameter zona hambat cenderung meningkat sebanding dengan konsentrasi ekstrak. Besar zona hambat Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Konsentrasi hambat minimum (KHM) ekstrak umbi bawang Lokio terhadap E. coli Diameter zona hambat (mm) Konsentrasi pelarut Etil asetat Etanol
50%
40%
11,75
9,5
13,25
11,5
Hasil menunjukkan bahwa konsentrasi hambat minimum ekstrak umbi bawang Lokio fraksi etanol dan etil asetat ialah sama, pada
30%
20%
10%
7,5%
9
8,75
8
-
11,75
9,5
9
-
konsentrasi 10% masing-masing diameter zona hambat sebesar 8 mm dan 9 mm. Potensi yang sama juga dihasilkan dari ekstrak etanol bawang
153
Jurnal Biosains Vol. 2 No. 3. Desember 2016
Nilai organoleptik
dayak (Eleutherine palmifolia) 10 mg/ mL dengan diameter zona hambat 8 mm (Amanda, 2014). Penelitian Tajkarimi et al. (2010) terkait dengan beberapa ekstrak bahan alami masing-masing pada konsentrasi 0,5% dalam menghambat pertumbuhan bakteri E. coli diantaranya ekstrak kayu manis 8 mm, ekstrak cengkeh 11,6 mm, ekstrak bawang putih 10 mm. Naibaho et al. (2015) telah memperoleh dan mengidentifikasi 25 senyawa dari ekstrak etanol 70% bawang batak menggunakan GC-MS Pyrolysis, sebagian besar merupakan senyawa yang memiliki aktivitas antimikroba seperti furan dan senyawa turunannya. Bah et al. (2012), menyatakan bahwa
9 8 7 6 5 4 3 2 1 0
0
6
ISSN 2443-1230 (cetak) ISSN 2460-6804 (online)
senyawa volatil dari Jiaotou (nama lokal bawang Lokio di Cina) diantaranya thiolanes, alkohol, keton, minyak atsiri dan senyawa bioaktif organosulfur. Senyawa inilah yang berpotensi sebagai antimikroba. Uji Organoleptik Ikan Nila yang Diberi Ekstrak Umbi Bawang Lokio Ikan Nila yang ditangkap hidup dari tambak Bakti Mulyo dibawa ke laboratotorium untuk selanjutnya dibersihkan (penyiangan) dan diberi perlakuan. Hasil uji organoleptik ikan Nila disajikan pada Gambar 3.
12
18
24
30
36
Waktu penyimpanan (jam) Gambar 3.
Perubahan nilai organoleptik ikan Nila hingga akhir penyimpanan ( ) Kontrol + (4 °C), ( ) Perlakuan, ( ) Kontrol – (27 °C), (---) batas kelayakan.
Perubahan nilai organoleptik ikan Nila baik kontrol maupun dengan perlakuan penambahan ekstrak umbi bawang Lokio dan disimpan memiliki pola penurunan nilai organoleptik yang sama dengan tingkat kecepatan yang berbeda. Hingga akhir penyimpanan (jam ke36) tingkat penurunan nilai organoleptik terlambat terlihat pada kontrol positif (penyimpanan pada suhu 4 °C), diikuti dengan perlakuan penambahan ekstrak dan kontrol negatif. Hasil yang diperoleh menunjukkan ikan dengan perlakuan ekstrak masih dapat diterima konsumen hingga jam ke- 30 dengan nilai organoleptik 7,16. Hasil organoleptik kontrol negatif dan perlakuan pada jam ke-12 menunjukkan perbedaan yang cukup jauh, sementara disimpan pada suhu yang sama. Perbedaan tingkat kecepatan penurunan nilai organoleptik pada ikan Nila dengan perlakuan penambahan ekstrak
dikarenakan aktivitas senyawa antibakteri ekstrak. Menurut Kyung (2012), aktivitas antimikroba dari Allium yang berperan utama adalah thiosulfinat. Senyawa antimikroba turunan Allium menghambat pertumbuhan mikroba melalui pengikatan dengan kelompok protein sel sulfihydryl (SH). Tajkarimi et al. (2010) menambahkan bahwa aktivitas antibakteri dari minyak atsiri dan ekstrak tanaman dapat diaplikasikan ekstrak kasar maupun senyawa bioaktifnya dalam pengawetan. Ekstrak umbi bawang Lokio pada penelitian ini dapat mengubah warna mata dan tubuh ikan serta menimbulkan bau khas sulfur ekstrak. Tingkat kelayakan konsumsi ikan Nila ditentukan berdasarkan SNI 01.2346.2006, dimana batas nilai kelayakan organoleptik untuk konsumsi ikan segar adalah 7. Ikan Nila kontrol mulai ditolak oleh konsumen pada penyimpanan jam ke-12 sedangkan ikan Nila dengan perlakuan
154
Jurnal Biosains Vol. 2 No. 3. Desember 2016
Total Bakteri (x105 CFU/g)
penambahan ekstrak mulai ditolak pada penyimpanan jam ke-36. Hasil ini lebih tinggi dibandingkan penelitian Putro et al. (2008) bahwa perendaman ikan kembung oleh ekstrak bawang putih layak dikonsumsi hingga 12 jam penyimpanan pada suhu kamar. Perbedaan suhu penyimpanan ikan menurut Chebet (2010), bahwa pembusukan ikan Nila pada suhu ambient (20-30 °C) ditandai dengan bau busuk yang kuat, bau amis dan bau hidrogen sulfida; terjadi dalam waktu 11-17 jam. Produksi bau ini merupakan aktivitas dari bakteri Aeromonas spp dan Enterobacteriaceae yang 50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
0
6
ISSN 2443-1230 (cetak) ISSN 2460-6804 (online)
menyebabkan penurunan trimetilamin oksida (TMAO) menjadi TMA dan produksi hidrogen sulfida dari asam amino. Penelitian Adoga et al. (2010) juga menegaskan bahwa kualitas organoleptik ikan Nila tilapia yang diterima ialah 12 jam pada suhu ambient. Penentuan Angka Lempeng Total (ALT) Bakteri pada Ikan Nila Penentuan Angka Lempeng Total bakteri pada sampel ikan Nila dilakukan pada masing-masing perlakuan yang disajikan pada Gambar 4.
12
18
24
30
36
Waktu Penyimpanan (jam) Gambar 4. Perubahan ALT ikan Nila hingga akhir penyimpanan. ( ) Kontrol + (4 °C), ( ) Perlakuan, ( ) Kontrol - (27 °C), (---) batas kelayakan.
Jumlah total bakteri ikan Nila pada awal penyimpanan pada perlakuan penambahan ekstrak adalah 3x105 CFU/g dan mencapai nilai tertinggi pada jam ke-18 yaitu sebanyak 43,6x105 CFU/g. Perlakuan kontrol mengalami peningkatan pada jam ke-6 yaitu sebanyak 38,4x105 CFU/g. Sedangkan ALT pada jam ke- 24, ke-30 dan ke-36 tidak dapat dihitung pada pengenceran 105. Menurut SNI 01-2729.2-2006, jumlah kandungan bakteri ikan segar yaitu 5 x 105 CFU/ g, perlakuan penambahan ekstrak masih memenuhi standar. Ikan Nila yang diberi perlakuan penambahan ekstrak etanol umbi bawang Lokio mampu memperlambat laju pertumbuhan bakteri bila dibandingkan dengan kontrol negatif (Gambar 4). Ekstrak umbi bawang lokio mengandung senyawa organosulfur dan thiosulfinat (Benkeblia and Lanzotti, 2007), senyawa inilah yang berfungsi sebagai antibakteri bagi daging ikan, khususnya bakteri E. coli yang diisolasi dari ikan Nila pada penelitian ini, namun bakteri yang dihambat pada uji ini bukan saja E. coli melainkan jenis bakteri pembusuk lainnya. Hasil ALT dan organoleptik
pada jam ke-18 menunjukkan sesuatu yang berbeda karena jumlah ALT yang tinggi namun uji organoleptik yang masih dapat diterima. Hal ini kemungkinan dikarenakan jumlah total bakteri tersebut tidak semua yang bersifat pembusuk. Adanya kemungkinan juga kandungan dari salah satu senyawa dari ekstrak umbi bawang lokio yang bersifat prebiotik bagi ikan. Jumlah bakteri pada ikan semakin meningkat seiring dengan penyimpanan hal ini dikarenakan lingkungan yang optimal untuk pertumbuhan bakteri. Hasil penelitian Adoga et al. (2010), bahwa ikan Nila dapat mempertahankan kesegarannya selama 12 jam pada suhu ambient dengan total bakteri 2,6x105 CFU/ g. Sedangkan perendaman dengan ekstrak bawang putih pada jam ke-12 penyimpanan suhu ambient berkisar 7,1 x 106 CFU/g (Putro et al. 2008). Hingga akhir penyimpanan (jam ke-36), baik perlakuan maupun kontrol positif dan negatif telah melebihi batas jumlah bakteri, namun pada kontrol positif lebih cenderung mengandung sedikit bakteri.
155
Jurnal Biosains Vol. 2 No. 3. Desember 2016
ISSN 2443-1230 (cetak) ISSN 2460-6804 (online)
Peningkatan ALT berhubungan dengan suhu penyimpanan ikan. Penentuan Total Volatile Base Nitrogen pada Ikan Nila Nilai TVBN meningkat seiring dengan pertambahan waktu penyimpanan ikan pada Gambar 5.
semua perlakuan. Peningkatan nilai TVBN tercepat terjadi pada kontrol negatif, sedangkan yang terlambat pada kontrol positif. Kontrol positif, suhu penyimpanan yang lebih rendah mampu memperlambat laju peningkatan TVBN. Berdasarkan SNI 2354.8:2009 bahwa tingkat batas penerimaan adalah 20 mg/N. Hasil uji TVBN disajikan pada Gambar 5.
Perubahan nilai TVBN ikan Nila hingga akhir penyimpanan. ( ) Kontrol + (4 °C), ( Perlakuan, ( ) Kontrol - (27 °C), (---) batas kelayakan.
)
TVBN (mg/N)
100 80 60 40 20 0 0
6 12 18 24 30 Waktu penyimpanan (jam)
Nilai TVBN ikan Nila perlakuan ekstrak dapat diterima hingga penyimpanan jam ke-18 sebesar 19,6 mg/N. Sedangkan pada kontrol positif (4 °C), hingga akhir penyimpanan (jam ke-36) masih memenuhi SNI yaitu 12,9 mg/N dan daya tahannya kemungkinan masih lebih panjang lagi (tidak diuji dalam penelitian ini), hasil ini sangat berbeda jauh dengan kontrol negatif (27 °C) pada jam ke-12 sudah tidak memenuhi SNI yaitu 27 mg/N. Turunnya kesegaran ikan meningkatkan kandungan nitrogen yang mudah menguap. Berdasarkan penelitian Adoga et al. (2010), nilai TVBN pada ikan Nila Tilapia penyimpanan suhu ambient masih diterima hingga jam ke-9. Nilai TVBN menjadi indikator kesegaran yang baik apabila disimpan di es dan tidak pada suhu ambient. Meningkatnya kadar TVBN disebabkan oleh enzim proteolitik menjadi asam karboksilat, asam sulfida, ammonia maupun jenis asam lain. Penambahan ekstrak bawang putih dengan waktu penyimpanan 12 jam pada suhu ambient menghasilkan TVBN sebanyak 40 mg/N (Putro et al. 2008). Perbedaan nilai TVBN ini juga dipengaruhi oleh cara mati ikan tersebut dan penyiangan. Menurut Munandar et al. (2009), ikan yang
36
mengeluarkan banyak energi sebelum mati (menggelepar), pHnya akan lebih cepat turun dan mengaktifkan enzim katepsin yang mampu menguraikan senyawa yang bersifat volatil. Isi perut merupakan sumber bakteri yang mampu menguraikan protein menjadi asam amino, sehingga jika dibuang pembusukan berlangsung lambat. Pernyataan tersebut sesuai dengan penelitian Ozogul (2004), bahwa sebagian besar senyawa-senyawa yang bersifat volatil dihasilkan oleh aktivitas bakteri berpusat pada isi perut ikan.
Kesimpulan Kesimpulan dari penelitian ini adalah potensi ekstrak umbi bawang Lokio tertinggi dalam menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli yang diisolasi langsung dari ikan Nila dicapai oleh berturut-turut fraksi etil asetat (16,4 mm) dan etanol (11,2 mm) dengan kategori antimikroba kuat. Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) ekstrak umbi bawang Lokio menggunakan metode difusi cakram terhadap bakteri Escherichia coli tampak pada fraksi etil asetat 10% sebesar 9 mm dan fraksi etanol 10% sebesar 8 mm. Potensi ekstrak umbi bawang Lokio pada konsentrasi 100% dalam meningkatkan masa simpan ikan Nila berdasarkan SNI ialah selama 18 jam pada suhu
156
Jurnal Biosains Vol. 2 No. 3. Desember 2016 ambient melalui uji organoleptik, uji angka lempeng total (ALT) bakteri dan uji TVBN.
Ucapan Terima Kasih Terimakasih penulis ucapkan kepada Laboratorium Pengendalian dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP) Medan dan kepada Dosen Pembimbing Dra. Nunuk Priyani, MSc atas bimbingannya selama penelitian yang dilakukan oleh penulis.
Daftar Pustaka Adams AJ, Tobias WJ. 1999. Red mangrove proproot habitat as a finfish nursery area; a case study of Salt River Bay, St. Croix, USVI. Proceedings of the Gulf and Caribbean Fisheries Institute 46: 22-46. Adawyah R. 2008. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Jakarta: Bumi Aksara. Hlm. 8-24. Adoga IJ, Joseph E, Samuel OF. 2010. Storage of Tilapia (Oreochromis niloticus) in ice and ambient temperature. Researcher 2(5): 3943. Amanda FR. 2014. Efektivitas Ekstrak Bawang Dayak (Eleutherine palmifolia L. Merr) dalam Menghambat Pertumbuhan Bakteri Escherihia coli. [Skripsi]: Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah. Bah AA, F. Wang, Z. Huang, IH. Shamsi, Q Zhang, G Jilani, S Hussain, N Hussain, E Ali. 2012. Phyto-characteristics, cultivation and medicinal prospects of Chinese jiaotou (Allium chinense). International Journal of Agriculture and Biology 14: 650-657. Bauer AW, Kirby WMM, Sherris JC, Turck M. 1966. Antibiotic susceptibility testing by a standardized single disk method. American Journal of Clinical and Pathology 36: 493496. Benkeblia N, Lanzotti V. 2007. Allium thiosulfinates: chemistry, biological properties and their potensial utilization in food preservation. Food 1(2): 193-201. [BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2006. Petunjuk Pengujian Organoleptik dan atau Sensori: SNI 01-2346-2006. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional. [BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2007. Handbook Standar Nasional Indonesia Pengujian Produk Ikan dan Produk Perikanan Cara Uji Mikrobiologi dan Kimia. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional.
[BSN]
ISSN 2443-1230 (cetak) ISSN 2460-6804 (online)
Badan Standardisasi Nasional. 2009. Penentuan Kadar Total Volatil Base Nitrogen (TVB-N) pada Produk Perikanan: SNI 2354.8:2009. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional. Chebet L. 2010. Rapid methods for evaluation of fish freshness and quality. [Thesis]. University of Akureyri. P. 12. Feng P, Stephen DW, Grant MA. 2002. Enumeration of Escherichia coli and Coliform Bacteria. Bacteriological Analytical Manual. Ghaly AE, Dave D, Budge S, Brooks MS. 2010. Fish spoilage mechanisms and preservation techniques. American Journal of Applied Sciences 7(7): 859-877. Harborne, JB. 1973. Phytochemical Methods: A Guide to Modern Techniques of Plant Analysis. London: Chapman and Hall Inc. Kuroda M, Y Mimaki, A Kameyama, Y Sashida, T Nikaido, 1995. Steroidal saponins from Allium chinense and their inhibitory activities on cyclic AMP phosphodiesterase and Na+/K+ ATPase. Phytochemistry 40: 1071–1076. Kyung KH. 2012. Antimicrobial properties of Allium species. Current Opinion in Biotechnology 23: 142–147. Leksono dan Syahrul. 2001. Studi mutu dan penerimaan konsumen terhadap abon. Jurnal Natur Indonesia 3(2): 184. Mandal SC, Hasan M, Rahman MS. 2009. Coliform bacteria in Nile Tilapia Oreochromis niloticus of shrimps-Gher, pond and fish market. World Journal of Fish and Marine Sciences 1(3): 160-166. Munandar A, Nurjanah, Nurihmala M. 2009. Kemunduran ikan Nila (Oreochromis niloticus) pada penyimpanan suhu rendah dengan perlakuan cara kematian dan penyiangan. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia 12(2): 88-89. Naibaho FG, Bintang M, Pasaribu FH. 2015. Aktivitas antimikroba ekstrak bawang batak (Allium chinense G. Don). Current Biochemistry 1(1): 7. Ozogul Y. 2010. Methods For Freshness Quality And Deterioration. In: Seafood and Seafood Products Analysis. Boca Raton, USA: CRC Press. Poeloengan M. 2007. Uji daya hambat perasan umbi bawang putih (Allium sativum L.) terhadap bakteri yang diisolasi dari telur
157
Jurnal Biosains Vol. 2 No. 3. Desember 2016
ayam kampung. Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia 27. Putro S, Dwiyitno, Hidayat JF, Pandjaitan M. 2008. Aplikasi ekstrak bawang putih (Allium sativum) untuk memperpanjang daya simpan ikan kembung segar (Rastrelliger kanagurta). Jurnal Pascapanen dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan 3(2): 193-196.
ISSN 2443-1230 (cetak) ISSN 2460-6804 (online)
Shinkafi SA, Ukwaja VC. 2010. Bacteria associated with fresh Tilapia fish (Oreochromis niloticus) sold at Sokoto central market in Sokoto, Nigeria. Nigerian Journal Of Basic and Applied Sciences 18(2): 217-221. Tajkarimi MM, Ibrahim SA, Cliver DO. 2010. Antimicrobial herb and spice compounds in food. Food Control 21 : 1199-1208.
158