POTENSI DAN TINGKAT KERAGAMAN HIJAUAN PAKAN DOMESTIK BERDASARKAN KETINGGIAN KAWASAN DALAM MENDUKUNG USAHA PETERNAKAN SAPI DI KABUPATEN MALANG
FRANSISKA RAHMADANI
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Potensi dan Tingkat Keragaman Hijauan Pakan Domestik Berdasarkan Ketinggian Kawasan dalam Mendukung Usaha Peternakan Sapi di Kabupaten Malang adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Maret 2014 Fransiska Rahmadani NIM D24100033
ABSTRAK FRANSISKA RAHMADANI. Potensi dan Tingkat Keragaman Hijauan Pakan Domestik Berdasarkan Ketinggian Kawasan dalam Mendukung Usaha Peternakan Sapi di Kabupaten Malang. Dibimbing oleh M. AGUS SETIANA dan IWAN PRIHANTORO. Wilayah Kabupaten Malang berada di pesisir pantai hingga pegunungan, salah satu sentra peternakan sapi di Jawa Timur yang pola penyediaan hijauannya bergantung pada hijauan lokal. Penelitian ini bertujuan menganalisis potensi keragaman dan penyebaran vegetasi hijauan, serta karakteristik penyediaannya pada daerah di ketinggian kawasan berbeda. Penelitian ini menggunakan metode survei dan observasi lapang dengan analisis deskriptif, analisis komposisi botani, dan analisis vegetasi. Hasil penelitian menunjukkan semakin tinggi kawasan nilai kapasitas mengarit, pemberian hijauan, produktivitas lahan, dan jenis hijauan semakin meningkat. Komposisi rumput alam Desa Bandungrejo didominasi rumput Paspalum conjugatum Berg. 16.92%, di Desa Ngembal rumput Digitaria nuda Schuamcher. 20.08%, dan di Desa Gubug Klakah rumbah Ageratum conyzoides L. 20.43%. Kesamaan komunitas hijauan (IS) Desa Bandungrejo dengan Desa Ngembal 31.58%, Desa Bandungrejo dan Desa Gubug Klakah 25.64%, dan Desa Ngembal dengan Desa Gubug Klakah 27.91%.
Kata kunci: keragaman hijauan, ketinggian, komposisi botani, sapi
ABSTRACT FRANSISKA RAHMADANI. Potential and Level Diversity of Domestical Forage based on Altitude of Area to Support Cattle Farms in Malang Regency. Supervised by M. AGUS SETIANA and IWAN PRIHANTORO. Malang Regency has an area from the coast up to the mountains and became one of centers the cattle farm in East Java with the patterns of forage availability depending on natural grass. The aim of this experiment were to analyze the potential diversity, habitat vegetation and the characteristics of availability on different altitude of areas. This experiment used survey method and observation with descriptive analysis, composition of botany, and diversity analysis. The results showed that altitude of areas increased the capacity of grass cutting, granting of forage, land productivity, and forage species. The composition of forage in Bandungrejo village was predominantly Paspalum conjugatum Berg. 16.92%, in Ngembal village was Digitaria nuda Schuamcher. with 20.08%, and Gubug Klakah village was Ageratum conyzoides L. 20.43%. The similarity index between Bandungrejo and Ngembal villages was 31.58%, Ngembal and Gubug Klakah village as 27.91%, while Bandungrejo and Gubug Klakah village as 25.64%. Keywords: altitude, cattle, composition of botany, forage diversity
POTENSI DAN TINGKAT KERAGAMAN HIJAUAN PAKAN DOMESTIK BERDASARKAN KETINGGIAN KAWASAN DALAM MENDUKUNG USAHA PETERNAKAN SAPI DI KABUPATEN MALANG
FRANSISKA RAHMADANI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Judul Skripsi
Nama NIM
: Potensi dan Tingkat Keragaman Hijauan Pakan Domestik Berdasarkan Ketinggian Kawasan dalam Mendukung Usaha Peternakan Sapi di Kabupaten Malang : Fransiska Rahmadani : D24100033
Disetujui oleh
Ir M Agus Setiana, MS Pembimbing I
Dr Iwan Prihantoro, SPt MSi Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof Dr Ir Panca Dewi MHK, MSi Ketua Departemen
Tanggal Lulus: (
)
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala yang selalu melimpahkan rahmat dan karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan Juni hingga Agustus 2013 ialah Potensi dan Tingkat Keragaman Hijauan Pakan Domestik Berdasarkan Ketinggian Kawasan dalam Mendukung Usaha Peternakan Sapi di Kabupaten Malang. Kabupaten Malang merupakan salah satu sentra ternak sapi di Jawa Timur yang mayoritas dalam skala usaha rakyat dan masih mengandalkan ketersediaan hijauan pakan domestik dalam memenuhi kebutuhan pakan ternaknya. Kondisi topografi Kabupaten Malang menyebabkan perbedaan kesuburan tanah dan produktivitas lahan dalam menyediakan hijauan pakan untuk ternak ruminansia. Setiap daerah mempunyai ciri khas hijauan pakan tersendiri yang berpengaruh pada pemberiannya terhadap ternak. Pola penyebaran keragaman hijauan dan kemampuan adaptasi tumbuhan dapat digunakan sebagai patokan optimalisasi penyediaan hijauan untuk mendukung pengembangan usaha peternakan sapi di Kabupaten Malang. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan karya tulis ini masih jauh dari kesempurnaan. Penulis berharap semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi kalangan yang berkepentingan.
Bogor, Maret 2014 Fransiska Rahmadani
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
xii
DAFTAR GAMBAR
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
xiii
PENDAHULUAN
1
METODOLOGI
1
Materi Lokasi dan Waktu Prosedur Penelitian Pelaksanaan Penelitian Pembuatan Herbarium dan Identifikasi Hijauan Pakan Pengukuran pH tanah Analisis Data Analisis Deskriptif Analisis Komposisi Botani Analisis Vegetasi HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Kawasan dan Peternakan di Kabupaten Malang Karakteristik Peternak Komposisi Hijauan Kandang Komposisi Hijauan Kebun Keragaman Jenis Hijauan Analisis Keanekaragaman Hijauan Tingkat Kemiripan Hijauan Kondisi Lahan dan Produktivitas Hijauan SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
1 2 2 2 2 2 3 3 3 3 4 4 5 8 11 11 14 15 15 16 16 16
DAFTAR PUSTAKA
17
LAMPIRAN
20
RIWAYAT HIDUP
26
UCAPAN TERIMA KASIH
26
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Perhitungan analisis vegetasi Profil desa penelitian Penggunaan lahan dan populasi ternak ruminansia Pemberian pakan ternak Gambaran umum peternak Kapasitas mengarit berdasarkan desa Komposisi hijauan kandang Komposisi hijauan kebun Dominasi keragaman jenis hijauan Analisis keanekaragaman hijauan Jenis tanah dan produktivitas lahan
3 4 5 6 6 7 9 12 13 14 15
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Skema pelaksanaan penelitian Desain petak pengamatan Kepemilikan ternak, kapasitas mengarit dan pemberian hijauan Kapasitas mengarit dan pemberian hijauan Hijauan pakan dominan di kandang Hijauan dominan di kebun Hijauan yang tumbuh dominan di desa penelitian Tingkat kemiripan hijauan Kondisi tanah desa penalitian
2 3 5 7 8 11 13 15 16
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7
Peta ketinggian wilayah Kabupaten Malang Keragaman jenis hijauan Populasi ternak riil Gambar jenis hijauan Manajemen pemeliharaan Kegiatan mengarit Kondisi lokasi penelitian
20 20 22 22 24 24 25
1
PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara kepulauan yang dilintasi garis katulistiwa, menyimpan banyak potensi dan kekayaan alam yang mendukung pengembangan subsektor peternakan yang menjadi salah satu sumber ekonomi kerakyatan. Di Indonesia, permintaan daging sapi sebagai salah satu sumber protein hewani terus meningkat dan membuka sebuah peluang usaha yang mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Komponen utama yang berkaitan dalam pengembangan usaha ternak adalah ketersediaan lahan, ternak, dan pakan (Soedarjat 2000). Pakan menjadi prioritas utama dalam usaha peternakan karena menjadi faktor dominan dalam upaya peningkatan produksi ternak (Aminudin 1997). Hijauan merupakan pakan utama ternak ruminansia, bahkan di sebagian wilayah Indonesia hijauan menjadi pakan tunggal yang sangat diperlukan ketersediannya secara kuantitatif dan kualitatif sepanjang tahun dalam sistem produksi ternak ruminansia. Peternakan sapi potong di Indonesia mayoritas merupakan usaha ternak rakyat dengan skala rumah tangga (Wibowo dan Haryadi 2006) dan masih mengandalkan ketersedian hijauan domestik (Setiana 2010). Permasalahan hijauan domestik meliputi rendahnya produktivitas, kandungan nutrisi, serta keterbatasan pengembangannya (Setiana 2009), sehingga diperlukan optimalisasi potensi wilayah dalam menyediakan hijauan yang berkesinambungan sepanjang tahun (Rukmana 2005). Kabupaten Malang berpotensi tinggi dalam pengembangan subsektor peternakan dengan populasi sapi tertinggi ketiga di wilayah Jawa Timur. Populasi ternak sapi perah di Kabupaten Malang sebanyak 30.43% dan sapi potong 4.86% dari populasi di Jawa Timur (BPS 2012). Wilayah Kabupaten Malang terletak di pesisir pantai hingga pegunungan dan potensi peternakan tersebar pada berbagai tingkat ketinggian dengan tingkat kesuburan tanah yang berbeda. Topografi, sifat fisik, dan sifat kimia tanah mempengaruhi jenis dan kemampuan reproduksi tumbuhan (Kartawinata 1989). Saat ini, kajian potensi dan tingkat kemiripan jenis hijauan pakan berdasarkan ketinggian di Kabupaten Malang masih sangat terbatas. Perbedaan produktivitas dan jenis hijauan dapat mempengaruhi kemampuan daya dukung kawasan dalam pengembangan usaha peternakan, sehingga perlu dilakukan kajian analisis keragaman potensi hijauan pakan dan pemanfaatannya sebagai pakan ternak dalam mendukung usaha pengembangan peternakan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis potensi keragaman dan penyebaran vegetasi hijauan pakan domestik yang terdapat di lapang dan karakteristik penyediaan hijauan untuk ternak sapi pada daerah dengan perbedaan ketinggian kawasan di Kabupaten Malang, Jawa Timur.
METODOLOGI Materi Materi yang digunakan dalam penelitian ini berupa hijauan pakan, alkohol 70%, kuisioner, kuadran berukuran 0.5 x 0.5 m, pisau, alat tulis, kertas, timbangan, gunting, kamera, label, tali, kantong sampel, dan GPS.
2
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Bandungrejo, Desa Ngembal, dan Desa Gubug Klakah, Kabupaten Malang, serta analisis di Laboratorium Agrostologi, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor pada bulan Juni hingga Agustus tahun 2013. Prosedur Penelitian Pelaksanaan Penelitian Penelitian dilakukan dengan metode observasi langsung di lapangan terhadap komposisi botani hijauan, kajian analisis vegetasi, dan produktivitas lahan. Persiapan
Data primer
Data sekunder Dokumentasi
Observasi
Survei Wawancara
Kandang
Kebun
Analisis vegetasi
Komposisi botani
Penimbangan
Produktivitas lahan dan tanah Herbarium Identifikasi Analisis Hasil
Gambar 1 Skema pelaksanaan penelitian Pembuatan Herbarium dan Identifikasi Hijauan Pakan Pembuatan herbarium dari hijauan dengan pendekatan metode Stone (1983). Jenis hijauan diidentifikasi dengan membandingkan ciri-ciri fisik pada pustaka terkait untuk menemukan nama latinnya. Pengukuran pH tanah Pengukuran pH tanah dilakukan untuk mengukur tingkat keasaman tanah menggunakan pelarut aquades dan KCl 0.1 M dengan perbandingan tanah:pelarut sebesar 1:2 (Tan 1993).
3
Analisis Data Data hasil wawancara karakteristik peternak diolah menggunakan analisis deskriptif, sedangkan data hijauan pakan diolah menggunakan analisis komposisi botani dan analisis vegetasi. Analisis Deskriptif Data hasil wawancara di lapangan terhadap peternak diolah secara deskriptif meliputi pengalaman beternak, pendidikan, umur, dan kepemilikan ternak. Analisis Komposisi Botani Hijauan Analisis komposisi botani kebun mengacu pada metode dry weight rank (Mannetje dan Haydock 1963). Analisis dilakukan dengan menyebar kuadran berukuran 0.5x0.5m sebanyak 25 kali secara acak kemudian dilakukan estimasi peringkat hijauan. Analisis komposisi botani kandang dilakukan dengan mencatat jenis-jenis hijauan dari hasil mengarit peternak yang terdapat di kandang serta estimasi peringkat hijauan. Peringkat tersebut dikalikan dengan tetapan koefisien, peringkat pertama dikalikan dengan 8.04, peringkat kedua 2.41, dan peringkat ketiga 1. Analisis Vegetasi Teknik pengambilan data tumbuhan tingkat bawah (semai) dengan pembuatan petak pengamatan 20 m x 20 m, dan 5 sub plot berukuran 2 x 2 m2 di dalam petak pengamatan (Kusmana 1997). a b
b b c b
d e b b 20 x 20 m dengan 5 sub plot Gambar 2 Desain petak pengamatan berukuran pengamatan 2 x 2 m Komposisi jenis tumbuhan diolah berdasarkan indeks nilai penting, indeks keanekaragaman, indeks kekayaan, indeks kemerataan, indeks dominansi, dan indeks kesamaan komunitas. Menurut Soerianegara dan Indrawan (1998), rumus hitung dalam analisis vegetasi tumbuhan bawah yaitu: Tabel 1 Perhitungan analisis vegetasi Perhitungan Rumus Keterangan INP : Indeks nilai penting INP KR + FR K : Kerapatan Jumlah individu suatu jenis K
KR
F
FR
x 100% KR Luas petak contoh (ha) F Kerapatan suatu jenis x 100% FR Total kerapatan seluruh jenis Jumlah plot ditemukan suatu jenis x 100% Total kerapatan seluruh jenis Frekuensi suatu jenis x 100% Total kerapatan seluruh jenis
: Kerapatan relatif : Frekuensi : Frekuensi relatif
4
Tabel 1 Perhitungan analisis vegetasi (lanjutan) Perhitungan
Rumus n
H’
− ∑[ i=1
Keterangan
ni ni ln ] N N
R1
(S − 1) (ln(N))
E
H′ ln (S)
ID
∑ni=1 ( )² N
IS
2W x 100% a+b
ni
H’ : Indeks keanekaragaman jenis Ni : INP jenis i N : Total INP R1 : Indeks kekayaan S : Jumlah jenis yang ditemukan N : Jumlah total individu E : Indeks kemerataan jenis H’: Indeks keanekaragaman jenis S : Jumlah jenis ID : Indeks dominasi ni : INP jenis i N : Total INP IS : Indeks kesamaan komunitas w : Jumlah jenis yang sama antara komunitas a dan b a : Jumlah jenis yang terdapat pada komunitas a b : Jumlah jenis yang terdapat pada komunitas b
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Kawasan dan Peternakan di Kabupaten Malang Kabupaten Malang terletak di 112º17`10.9``- 122º57`00``BT dan 7º44`55.11``- 8º26`35.45`` LS, Provinsi Jawa Timur. Kabupaten Malang bagian utara berbatasan dengan Kabupaten Pasuruan dan Kabupaten Mojokerto, bagian timur Kabupaten Probolinggo dan Kabupaten Lumajang, bagian barat berbatasan dengan Kabupaten Blitar dan Kabupaten Kediri, serta bagian selatan dengan Samudera Indonesia. Wilayah Kabupaten Malang seluas 3 519 km2, terletak pada ketinggian 0 – 2 600 m dpl dan terbagi dalam 33 kecamatan dengan jumlah penduduk 2 443 609 jiwa (BPS 2010).
Profil Kecamatan Ketinggian (m dpl) Luas (ha) Curah hujan (mm) Penduduk (jiwa) 1
Tabel 2 Profil desa penelitian Bandungrejo1 Ngembal2 Bantur Wajak 0 - 390 500 - 560 1 212.55 284.53 280 215 9 630 5 086
Gubug Klakah3 Poncokusumo 900 – 1 300 384 2 300 3 746
Profil Desa Bandungrejo (2012), 2 Profil Desa Ngembal (2012), 3 Profil Desa Gubug Klakah (2011).
Kawasan penelitian yang terletak pada ketinggian berbeda-beda memiliki potensi tinggi dalam pengembangan subsektor peternakan sebagai salah satu sumber perekonomian masyarakat, terutama pengembangan ternak ruminansia. Lahan hijau yang berpotensi menyediakan hijauan pakan adalah persawahan, perkebunan, pekarangan, dan lapangan. Luas lahan hijau yang memiliki potensi
5
sebagai sumber penyedia hijauan pakan di Desa Bandungrejo adalah 833.5 ha (68.74%), Desa Ngembal 185.9 ha (65.34%) dan Desa Gubug Klakah 365.7 ha (95.23%). Beternak sapi dilakukan sebagai usaha sampingan dengan mata pencaharian utama sebagai petani melalui pemanfaatan potensi hijauan lokal serta limbah pertanian. Tabel 3 Penggunaan lahan dan populasi ternak ruminansia Kondisi umum Penggunaan lahan Pemukiman (ha); (%)* Persawahan (ha); (%)* Perkebunan (ha); (%)* Pekarangan (ha); (%)* Perkantoran (ha); (%)* Prasarana umum (ha); (%)* Lapangan (ha); (%)* Pemakaman (ha); (%)* Populasi ternak ruminansia Sapi (ekor); (ST) ** Kerbau (ekor); (ST) ** Kambing (ekor); (ST) ** Domba (ekor); (ST) ** 1 *
Bandungrejo1 355.00 177.00 100.00 555.00 19.05 1.50 5.00
Ngembal2
Gubug Klakah3
41.40 20.64 11.66 64.72 2.22 0.17 0.58
95.80 71.00 114.60 0.06 1.10 0.30 1.27
33.72 24.99 40.33 0.02 0.39 0.11 0.45
12.00 326.00 39.00 1.00 3.30 0.70 2.00
3.13 84.90 10.16 0.26 0.86 0.18 0.52
2 373.00 1 627.05 15.00 9.11 1 500.00 144.44 250.00 19.02
793.00 265.00 -
378.05 17.19 -
225.00 600.00 -
59.05 57.99 -
Profil Desa Bandungrejo (2012), 2 Profil Desa Ngembal (2012), 3 Profil Desa Gubug Klakah (2011); persentase luas lahan desa; **hasil perhitungan konversi satuan ternak.
120
1,60
90
1,40
60 1,20
30 0
Ternak (ST)
Hijauan (kg hari-1)
Karakteristik Peternak
1,00 1
2
Desa
3
Gambar 3 Kepemilikan ternak, kapasitas mengarit dan pemberian hijauan. 1) Desa Bandungrejo, 2) Desa Ngembal, 3) Desa Gubug Klakah; Kepemilikan ternak (ST orang-1), Kapasitas mengarit (kg orang-1 hari-1), Pemberian hijauan (kg ST-1 hari-1). Rataan kepemilikan ternak per orang tertinggi terdapat di Desa Ngembal. Berdasarkan kelompok umur ternak, mayoritas peternak di Desa Gubug Klakah memelihara pedet. Hal tersebut dikarenakan Desa Gubug Klakah menjadi penampung pedet sapi perah dari desa terdekat. Rendahnya kepemilikan ternak dikarenakan beternak hanya sebagai usaha sampingan dan tabungan. Kapasitas mengarit dan pemberian hijauan pakan antar desa menunjukkan adanya perbedaan sebagai akibat perbedaan produktivitas lahan hijau (Tabel 10). Kapasitas mengarit merupakan kemampuan peternak mencari dan membawa
6
hijauan pakan dari lapang untuk diberikan ke ternaknya di kandang dalam satuan waktu (kg hari-1), dengan waktu peternak mengarit selama 2-3 jam perhari. Kapasitas mengarit peternak, pemberian hijauan segar serta pemberian bahan kering (BK), protein kasar (PK), dan total nutrisi tercerna (TDN) per-satuan ternak meningkat seiring meningkatnya ketinggian wilayah. Pemberian hijauan pakan (BK dan TDN) per satuan ternak di kawasan vulkanis jumlahnya lebih banyak dibanding daerah lain (Prawiradiputra 2003). Pamungkas et al. (2005) menyatakan bahwa perbedaan kondisi pemberian pakan mencerminkan bahwa pola pemberian pakan ternak di suatu wilayah sangat dipengaruhi oleh tingkat ketersediaan pakan di wilayah tersebut dan tingkat pengetahuan peternak. Tabel 4 Pemberian pakan ternak berdasarkan desa Rataan pemberian BK (kg ST-1 hari-1) PK (kg ST-1 hari-1) TDN (kg ST-1 hari-1)
Bandungrejo 13.10±3.80b 1.18±0.34b 6.39±1.85b
Ngembal 15.52±6.85b 1.39±0.62b 7.58±3.34b
Gubug Klakah 22.54±6.74a 2.02±0.61a 11.01±3.29a
Huruf berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan nyata (P<0.05); BK sampel 22%; PK dan TDN analisis Salimah (2010) dengan perhitungan Hartadi et al. (1980); BK= bahan kering, PK= protein kasar, TDN= total digestible nutrient.
Tabel 5 Gambaran umum peternak berdasarkan desa Parameter Jumlah ternak (ST orang-1) Kapasitas mengarit (kg hari-1) Pemberian hijauan segar (kg ST-1 hari-1) Pendidikan (tahun)* Umur (tahun) Pengalaman (tahun)
Bandungrejo 1.34±0.54 73.65±22.30b 59.53±17.26b 5.55±2.80 49.50±13.04ab 9.30±7.80
Ngembal 1.52±1.10 86.76±44.78ab 70.54±31.16b 5.06±2.62 50.69±13.11a 10.30±8.04
Gubug Klakah 1.29±0.73 117.71±55.98a 102.47±30.67a 6.19±3.49 39.43±10.64b 11.24±7.87
Huruf berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan nyata (P<0.01); * SD: 6 tahun, SMP: 9 tahun, SMA: 12 tahun.
Pendidikan peternak mayoritas hanya tingkat sekolah dasar, sesuai dengan penelitian Permana (2012) bahwa 60.29% peternak di Desa Air Sulau, Kabupaten Bengkulu Selatan hanya berpendidikan SD. Pendidikan peternak yang tergolong rendah mengakibatkan terbatasnya akses informasi, pengetahuan, dan keterampilan dalam mengelola peternakannya. Tingkat pendidikan berpengaruh terhadap kemampuan mengadopsi teknologi dan pola pikir masyarakat (Yakin 2011). Usia peternak identik dengan tingkat produktivitas, khususnya dalam pengembangan usaha peternakan. Kajian kapasitas mengarit menunjukkan bahwa peternak berumur lebih dari 60 tahun telah memasuki tingkatan usia tidak produktif sehingga kemampuan mengaritnya pun telah menurun. Usia produktif yaitu pada 15-54 tahun (Ningsih 2010) dan peternak yang berumur lebih dari 55 tahun telah sulit menerima pengarahan untuk pengembangan usahanya (Bahar 2013). Rataan pengalaman beternak tergolong lama karena beternak merupakan usaha turun temurun yang dimulai sejak kecil dan mempengaruhi kapasitas mengarit peternak. Pengalaman beternak menjadikan peternak memiliki kematangan dalam mengelola peternakannya dan meningkatkan teknik mengarit, sehingga didukung kemampuan pada umur produktif dapat meningkatkan kapasitas
7
mengarit. Selain umur dan pengalaman beternak, kapasitas mengarit dipengaruhi oleh jumlah ternak yang dipelihara, produktivitas lahan hijau, dan lama mengarit. Tabel 6 Kapasitas mengarit berdasarkan desa (kg orang-1 hari-1) Parameter Bandungrejo Umur peternak 21-30 48.00±0.00 31-40 61.00±21.66 41-50 80.57±25.97 51-60 74.25±28.28 61-70 69.00±12.68 ≥71 93.00±0.00 Pengalaman beternak 1-5 68.75±25.76 6-10 82.83±24.59 11-15 80.67±11.24 16-20 73.00±0.00 ≥21 55.50±4.95 Rataan 73.65±22.30b
Ngembal
Gubug Klakah
Rataan
48.38±25.08 127.00±79.20 97.24±40.86 84.50±44.55 88.00±0.00
117.67±45.09 100.75±50.93 107.38±54.21 168.00±85.35 -
107.71±48.86 70.86±40.62 98.65±50.45 105.84±57.57 76.17±23.13 90.50±3.54
58.17±26.34 127.00±79.20 128.67±41.10 116.00±0.00 74.00±18.52 86.76±44.78ab
85.43±55.90 117.00±65.05 143.25±54.54 153.50±80.75 91.50±38.46 117.71±55.98a
74.65±35.88b 98.50±43.85ab 120.10±46.65a 133.83±70.89a 77.67±29.44b
Huruf berbeda pada baris dan kolom yang sama menunjukkan perbedaan nyata (P<0.05).
Hijauan pakan (kg hari-1)
300
225
150
75
0 0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
3,5
4
Jumlah ternak (ST)
Gambar 4 Kapasitas mengarit (kg hari-1) dan pemberian hijauan (kg ST-1 hari-1). Desa Bandungrejo kapasitas mengarit y= 37.844ln(x) + 65.867, R2=0.5539, pemberian hijauan y= -28.8ln(x) + 74.606, R2= 0.5712; Desa Ngembal kapasitas mengarit y= 48.261ln(x) + 79.763, R2=0.7754, pemberian hijauan y= -27.99ln(x) + 65.286, R2= 0.5061; Desa Gubug Klakah pemberian hijauan y= 70.357ln(x) + 112.62, 2 R =0.7025, pemberian hijauan y= -36.73ln(x) + 105.12, R2= 0.6398; Kebutuhan ternak (kg ST-1 hari-1) (Nell dan Rollinson 1974).
8
Kapasitas mengarit responden tergolong lebih rendah karena beternak sebagai usaha sampingan dengan waktu terbatas. Kapasitas mengarit peternak di Kecamatan Cibadak, Kabupaten Sukabumi sebesar 150-200 kg orang-1 hari-1 dengan waktu mengarit 4 jam perhari (Setiana 2011), di Pondok Rangon, Jakarta Timur sebesar 345 kg orang-1 hari-1 (Bahar 2013). Berdasarkan tingkat kepemilikan, kapasitas mengarit peternak semakin meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah ternak (ST), namun tingkat pemberian hijauan cenderung menurun dengan meningkatnya satuan ternak (Gambar 4), yang menunjukkan bahwa peningkatan kapasitas mengarit peternak tidak sebanding dengan peningkatan kebutuhan ternak yang dipelihara. Sistem mengarit tradisional menjadi faktor pembatas dalam pemenuhan kebutuhan ternak (Alviyani 2013). Kebutuhan hijauan sebesar 6.29 kg BK ST-1 hari-1 (28.59 kg segar ST-1 hari-1; BK 22%) (Nell dan Rollinson 1974), sedangkan pemberian hijauan pakan terendah sebesar 41.33 kg ST-1 hari-1 sehingga penurunan pemberian hijauan masih dapat memenuhi kebutuhan ternak. Komposisi Hijauan Kandang Komposisi hijauan kandang merupakan hijauan yang terdapat di kandang dari hasil mengarit dan pemanfaatan limbah pertanian untuk pakan ternak ruminansia yang terdiri dari rumput, legum, dan rumbah. Pemberian hijauan di kandang didominasi oleh daun pucuk tebu (Saccharum officinarum L.), kolonjono (Panicum maximum Jacq.), kaliandra (Calliandra calothyrsus Meisn.), alang-alang (Imperata cylindrica (L.) P. Beauv), dan limbah jagung (Zea mays L.). Perbedaan komposisi hijauan menunjukkan adanya perbedaan vegetasi yang tumbuh dan tersedia di desa penelitian, sehingga mempengaruhi pemberian hijauan pada ternak. Penggunaan daun Saccharum officinarum L. dan limbah Zea mays L. sebagai hijauan pakan dikarenakan ketersediaannya melimpah. Hijauan pucuk tebu mengandung protein kasar sebesar 5.57%, TDN 55.29%, dan serat kasar 29.04%; daun jagung mengandung protein kasar 9.66%, dan klobot jagung 3.40% (Wahyono dan Hardianto 2004), dengan nilai koefisien cerna bahan kering (KCBK) daun jagung sebesar 58% dan klobot jagung 68% (Umiyasih dan Wina 2008). Sedangkan kandungan protein kasar jerami padi 5.06% dan serat kasar 34.98% (Prasetiyono et al. 2007). Alang-alang diperoleh di sekitar hutan seiring dengan meningkatnya jumlah ternak yang dipelihara dan berkurangnya ketersediaan hijauan pakan terlebih saat musim kemarau. Pemberian alang-alang dapat menyebabkan luka pada mulut ternak dan terkendala nilai gizi yang rendah. Kandungan protein kasar alangalang sebesar 7.9% dan serat kasar 43.8% (Soewardi 1976).
a
b
c
Gambar 5 Hijauan pakan dominan di kandang. a) Saccharum officinarum L. b) Panicum maximum Jacq. c) Zea mays L.
9
Tabel 7 Komposisi hijauan kandang desa penelitian* Desa Bandungrejo No 1 2 3
4
5 6 7
8 9
Nama Hijauan
Nama Lokal
Saccharum officinarum L. 3 Panicum maximum Jacq. 1 Imperata cylindrica (L.) P. Beauv1 Echinocloa stagnina (Retz.) Beauv.1 Zea mays L.3
Daun tebu
Manihot esculenta Crantz.3 Leucaena leucocephala LAMK.2 Cynodon dactylon (L.) Pers.1 Oryza sativa L. 3
Kolonjono Alang-alang
Desa Ngembal % Nama Hijauan Nama Lokal Jenis 26.50 Saccharum Daun tebu officinarum L. 3 26.15 Panicum maximum Kolonjono Jacq. 1 19.66 Zea mays L. 3 Tebon
Desa Gubug Klakah % Nama Hijauan Nama Lokal Jenis 23.26 Pannicum maximum Kolonjono Jacq. 1 21.94 Calliandra Kaliandra calothyrsus Meisn. 2 15.57 Zea mays L. 3 Tebon
% Jenis 23.31 14.21 11.53
Jawan
9.11 Eleusine indica (L.) Gaertn.1
Lulangan
7.57 Setaria palmifolia (J. Koenig) Stapf.1
Alas-alas
11.03
Tebon
3.51 Oryza sativa L.3
Damen
Lulangan
10.11
Daun singkong Lamtoro
3.51 Eragrostis multicaulis Steud.1 2.54 Cynodon dactylon (L.) Pers.1
-
6.80 Eleusine indica (L.) Gaertn.1 4.93 Leersia hexandra Sw.1 3.95 Setaria barbata (Lam.) Kunth.1
Grinting
2.36 Digitaria nuda Schuamcher.1 2.10 Oplismenus burmannii (Retz.) P. Beauv.1
-
3.72 Imperata cylindrica (L.) P. Beauv.1 3.72 Cynodon dactylon (L.) Pers.1
Damen
Grinting
-
Kolomento
7.69
-
4.35
Alang-alang
4.18
Grinting
3.84
*
Data primer (2013); 1Rerumputan, 2Kacangan, 3Rumbah (Setiana 2014).
9
10 10
Tabel 7 Komposisi hijauan kandang desa penelitian (lanjutan)* Desa Bandungrejo No 10
11 12 13
14
15
Nama Hijauan
Nama Lokal
Desa Ngembal % Nama Nama Hijauan Jenis Lokal 1.05 Rhynchelytrum Merak roseum (Ness) Stapf & C.E. Hubb.1 0.87 Ageratum conyzoides Wedusan L. 3 0.87 Eragrostis cilianensis (All.) E. Mosher. 1 0.87 Echinochola colona 1 (L.) Link.
Gliricidia sepium (Jacq.) Kunth ex Walp. 2 Eleusine indica (L.) Gaertn. 1 Digitaria nuda Schuamcher. 1 Limnophila aromatica (LAMK) MERR. 3 Musa spp. 3
Gamal
Debog
0.44 Xerochloa cheribon (Steud.) Ohwi. 1
-
Rhynchelytrum roseum (Ness) Stapf & C.E. Hubb. 1
Merak
0.44 Carica papaya L. 3
Daun pepaya
Lulangan -
16 17 18 *
Data primer (2013); 1Rerumputan, 2Kacangan, 3Rumbah (Setiana 2014).
Desa Gubug Klakah % Nama Hijauan Nama Lokal Jenis 2.18 Oplismenus burmannii (Retz.) P. Beauv. 1 1.86 Cyperus Sp. 1 Teki
% Jenis 2.00
1.42
1.32 Paspalum conjugatum Berg. 1 1.32 Ageratum conyzoides L. 3
-
1.42
Wedusan
1.25
1.32 Eragrostis cilianensis (All.) E. Mosher. 1 0.55 Solanum comitis DUNAL. 3
-
1.00
-
1.00
Eragrostis multicaulis Steud. 1 Musa spp. 3 Digitaria nuda Schuamcher. 1
-
0.83
Daun pisang -
0.42 0.42
11
Komposisi Hijauan Lapang Komposisi hijauan alam Desa Bandungrejo didominasi rumput Paspalum conjugatum Berg., rumput Digitaria nuda Schuamcher., dan Cyperus sp., Desa Ngembal didominasi rumput Digitaria nuda Schuamcher, rumput Eleusine indica (L.) Gaertn. dan Cyperus sp, sedangkan di Desa Gubug Klakah didominasi rumbah Ageratum conyzoides L., rumput Eleusine indica (L.) Gaertn. dan rumput Cynodon dactylon (L.) Pers. (Tabel 8). Perbedaan dominansi vegetasi pada ketiga desa menunjukkan adanya perbedaan kemampuan adaptasi dari jenis-jenis hijauan terhadap lingkungan. Perbedaan kondisi lingkungan menyebabkan perbedaan ketersedian air, cahaya, suhu dan kelembaban. Setiap jenis tumbuhan dan hewan memiliki kebutuhan cahaya, air, suhu, dan kelembaban yang berbeda-beda sehingga kemampuan tumbuhnya pada suatu tempat dapat berbeda dengan tempat lainnya (Reijntjes et al. 1992). Kebutuhan yang spesifik pada setiap jenis hijauan harus terpenuhi dari lingkungan tumbuhnya, dan keterbatasan pada kondisi lingkungan menyebabkan tumbuhan melakukan adaptasi, sesuai dengan Hukum Leibig bahwa suatu organisme harus mendapatkan bahan-bahan penting yang diperlukan untuk tumbuh dan berkembang biak dalam keadaan tertentu, jika kebutuhan tersebut tidak terpenuhi akan menjadi faktor pembatas dalam pertumbuhannya (Irwan 2012). Rumput Paspalum conjugatum Berg. merupakan jenis rumput mampu beradaptasi pada tanah dengan kadar liat tinggi dibanding jenis lainnya, sedangkan Digitaria nuda Schuamcher. mampu beradaptasi pada tanah tandus dan berpasir. Paspalum conjugatum Berg. mampu toleran terhadap kadar garam hingga 29% (Na 131 mM dan K 3.2 mM) (Ibemesim 2010a) dan mampu tumbuh dengan mortalitas 0% pada tingkat pencemaran fraksi larut air hingga 50% (Ibemesim 2010b).
a b c Gambar 6 Hijauan dominan di kebun. a) Paspalum conjugatum Berg. b) Digitaria nuda Schuamcher. c) Ageratum conyzoides L. Keragaman Jenis Hijauan Analisis keragaman jenis menunjukkan keanekaragaman potensi hijauan pakan pada berbagai tingkat ketinggian kawasan di Kabupaten Malang (Tabel 9). Jenis hijauan di Desa Bandungrejo sebanyak 17 jenis, Desa Ngembal 21 jenis, dan 22 jenis di Desa Gubug Klakah. Kerapatan yang tinggi menunjukkan kemampuan adaptasi dan reproduksi yang lebih baik dibanding jenis lainnya pada area tersebut.
xii 12
Tabel 8 Komposisi botani kebun*
7
Desa Bandungrejo Nama Nama Hijauan Lokal Paspalum conjugatum Berg. 1 Digitaria nuda Schuamcher. 1 Cyperus sp. 1 Teki Cynodon dactylon (L.) Grinting 1 Pers. Salvia riparia H.B.K. 3 Eleusine indica (L.) Lulangan Gaertn.1 Axonopus aminis1 -
8
Hyptis capitata Jacq. 3
-
9
Hedyotis auricularia L.3
-
10
Ageratum conyzoides L.3
Wedusan
12
Rhynchelytrum roseum (Ness) Stapf & C.E. Hubb. 1 Erechtites sp.
Merak
Mimosa pudica L.3 Dipteracanthus repens (L.) HAMK. 3
Piskucing -
No 1 2 3 4 5 6
13 14 15
*
-
Desa Ngembal % Nama Nama Hijauan Jenis Lokal 16.92 Digitaria nuda Schuamcher. 1 10.81 Eleusine indica (L.) Lulangan Gaertn. 1 10.32 Cyperus sp. 1 Teki 9.68 Eragrostis 1 multicaulis Steud. 9.33 Axonopus aminis 1 7.51 Echinochola colona (L.) Link.1 7.16 Oplismenus burmannii (Retz.) P. Beauv.1 6.03 Cynodon dactylon Grinting (L.) Pers.1 5.97 Sporobolus sp. 1 4.84 Hedyotis auricularia L. 3 4.84 Xerochloa cheribon (Steud.) Ohwi. 1 4.00 Ageratum conyzoides L. 3 1.89 0.70
Data Primer (2013); 1Rerumputan, 2Kacangan, 3Rumbah (Setiana 2014).
Desa Gubug Klakah % Nama Nama Hijauan Jenis Lokal 20.08 Ageratum conyzoides L. 3 Wedusan
% Jenis
20.43
17.62 Eleusine indica (L.) Gaertn.1
Lulangan
17.62
15.08 Cynodon dactylon (L.) Pers. 1 10.53 Eragrostis cilianensis (All.) E. Mosher. 1 7.16 Widelia biflora (Linn.) D. C. 3 6.67 Paspalum conjugatum Berg. 1
Grinting -
13.62 9.97
-
9.75 9.19
7.16 Oplismenus burmannii (Retz.) P. Beauv. 1
-
7.16
-
4.35
-
4.00
-
4.00 Hyptis rhomboidea MART. & GAL. 3 3.16 Xerochloa cheribon (Steud.) Ohwi. 1 3.16 Cyperus sp. 1
Teki
3.92
-
3.16
Wedusan
2.24
13
Desa
Bandungrejo
Ngembal
Gubug Klakah
Tabel 9 Dominasi keragaman jenis hijauan pakan* Hijauan KR Cynodon dactylon (L.) Pers. 31.15 Digitaria nuda Schuamcher. 18.64 Eleusine indica (L.) Gaertn. 16.16 Hyptis capitata Jacq. 8.70 Cyperus sp. 9.61 4.14 Ageratum conyzoides L. Digitaria nuda Schuamcher. 35.29 Cyperus sp. 13.31 Eleusine indica (L.) Gaertn. 11.64 Eragrostis multicaulis Steud. 7.76 5.87 Ageratum conyzoides L. Cynodon dactylon (L.) Pers. 7.87 Cynodon dactylon (L.) Pers. 23.83 Eleusine indica (L.) Gaertn. 6.82 Paspalum conjugatum Berg. 8.25 Eragrostis cilianensis (All.) E. Mosher. 7.74 Leersia hexandra Sw. 8.25 Centella usiatica (L.) Urb. 6.92
FR 6.52 10.87 8.70 10.87 6.52 8.70 7.55 9.43 7.55 7.55 9.43 5.66 7.27 9.09 7.27 7.27 5.45 5.45
INP 37.67 29.51 24.85 19.57 13.96 12.84 42.84 22.74 19.19 15.31 15.31 13.53 31.10 15.91 15.52 15.01 13.70 12.38
*
Data Primer (2013); KR= kerapatan relatif, FR= frekuensi relatif, INP= indeks nilai penting.
a
b
Gambar 7 Hijauan yang tumbuh dominan di desa penelitian. a) Eleusine indica (L.) Gaertn. b) Cynodon dactylon (L.) Pers.
Rumput Cynodon dactylon (L.) Pers dan Eleusine indica (L.) Gaertn. memiliki daya adaptasi lebih tinggi terhadap berbagai kondisi lingkungan dibanding jenis hijauan lainnya. Rumput Cynodon dactylon (L.) Pers. mampu beradaptasi pada berbagai kondisi iklim dan tanah, namun mengalami perbedaan ukuran, warna, tekstur bunga dan daun, ukuran paku serta kemampuan penggembalaan (Duke 1983). Sedangkan Eleusine indica (L.) Gaertn. merupakan tanaman yang tahan kekeringan dan herbisida, dapat tumbuh optimal di daerah tropis dan subtropis, memiliki kemampuan beradaptasi dan tumbuh berkoloni secara antropogenik terhadap tanaman lainnya (Nobis et al. 2011).
14
Analisis Keanekaragaman Hijauan Analisis keanekaragaman jenis dilakukan pada kawasan dengan perbedaan tingkat ketinggian untuk mengetahui perbedaan struktur vegetasi hijauan dalam komunitas tersebut. Ketinggian tempat berpengaruh terhadap kemampuan tumbuh jenis-jenis tumbuhan sehingga menciptakan perbedaan struktur vegetasi (Mulyasana 2008).
Desa Bandungrejo Ngembal Gubug Klakah
Tabel 10 Analisis keanekaragaman hijauan* H' R1 E ID 2.50 2.25 0.83 0.10 31.58 2.64 2.66 0.87 0.10 2.88 3.05 0.93 0.07
IS 25.64 27.91
25.64
*
Data Primer (2013); H’= indeks keanekaragaman jenis, R1= indeks kekayaan jenis, E= indeks kemerataan jenis, ID= indeks dominansi, IS= indeks kesamaan komunitas.
Indeks keanekaragaman jenis (H’) hijauan ketiga desa tergolong sedang. Nilai keanekaragaman H’<2.0 termasuk rendah, sedang jika 2.0
3.0 (Magurran 1988). Nilai H’ menggambarkan jumlah komposisi jenis dalam suatu komunitas yang secara umum memiliki kemiripan sifat dan daya adaptasi. Jumlah jenis tumbuhan semakin menurun dengan meningkatnya ketinggian wilayah karena suhu udara dan intensitas cahaya yang semakin kecil dengan semakin tinggi suatu tempat sehingga membutuhkan perbedaan kemampuan adaptasi. Jumlah jenis tingkat semai tertinggi ditemukan pada kawasan dengan ketinggan 1000 sampai 1500 m dpl (Mulyasana 2008). Indeks kekayaan jenis (R’) ketiga desa tergolong rendah karena R’<3.5 (Magurran 1988), ditentukan dari jumlah jenis yang tumbuh dalam komunitas tersebut dan berkorelasi positif dengan keanekaragaman jenis. Rendahnya nilai R’ menunjukkan terbatasnya jenis hijauan yang tumbuh. Keanekaragaman jenis hijauan selain dipengaruhi faktor fisik dan kimia, juga dipengaruhi keberadaan hewan dan manusia. Aktifitas manusia sebagai spesies invensif dapat menyebabkan kerusakan lingkungan. Penurunan keanekaragaman hayati dapat terjadi akibat kerusakan habitat walaupun luas wilayahnya tidak berkurang (Soemarwoto 2004). Indeks kemerataan jenis (E) menunjukkan pola penyebaran vegetasi dalam suatu areal yang berkorelasi negatif dengan indeks dominasi (ID). Nilai E<0.3 menunjukkan kemerataan jenis rendah, kemerataan jenis sedang jika 0.3<E<0.6 dan nilai E>0.6 menunjukkan kemerataan jenis tinggi (Magurran 1988). Kemerataan jenis tinggi menunjukkan tidak ada dominasi dari suatu jenis tumbuhan dalam suatu ekosistem. Nilai E mendekati satu menunjukkan spesies yang tumbuh pada suatu komunitas semakin merata, jika E mendekati nol menunjukkan ketidakmerataan spesies dalam komunitas (Krebs 1978). Nilai indeks kesamaan komunitas hijauan antar desa bernilai rendah akibat perbedaan lingkungan tempat tumbuh hijauan yang membutuhkan kemampuan adaptasi berbeda dari masing-masing jenis hijauan. Kemiripan komunitas terjadi jika IS≥75% (Setiadi et al. 1989). Fenomena rendahnya nilai IS menggambarkan adanya variasi tanggap yang berbeda dari setiap jenis terhadap lingkungannya (Larashati 2004).
15
Tingkat Kemiripan Hijauan Pengukuran kemiripan komposisi hijauan pakan di kandang dan di lapang menggunakan program NTsys 2.10 (Gambar 8) menunjukan tingkat kemiripan hijauan di kandang Desa Ngembal dan Desa Gubug Klakah sebesar 50%, sedangkan Desa Bandungrejo dan kedua desa lainnya sebesar 42%. Kemiripan hijauan di kebun Desa Bandungrejo dan Desa Ngembal sebesar 42%, dan kedua desa dengan Desa Gubug Klakah sebesar 38%. Semakin rendah tingkat kemiripan antar desa menunjukkan semakin tinggi perbedaan daya adaptasi yang dibutuhkan tumbuhan terhadap lingkungannya.
a b Gambar 8 Tingkat kemiripan hijauan. a) Kemiripan di kandang, b) Kemiripan di lapang. Kondisi Lahan dan Produktivitas Hijauan Perbedaan ketinggian kawasan Kabupaten Malang berpengaruh terhadap jenis tanahnya. Perbedaan jenis tanah ketiga desa penelitian menyebabkan terjadinya perbedaan tingkat kesuburan tanah. Pembentukan tanah dipengaruhi faktor iklim, bahan induk, topografi, organisme dan waktu, sedangkan pebedaan pengaruh faktor-faktornya menghasilkan perbedaan karakteristik tanah (biologi, fisik, kimia) yang berpengaruh terhadap kesuburan tanah (Fahrunsyah 2012). Tabel 11 Jenis tanah dan produktivitas lahan* Jenis pH Produktivitas hijauan Desa ∆ pH tanah (ton BK ha-1) H2O KCl Bandungrejo Alfisol 6.03±0.02 5.29±0.06 -0.74 0.18±0.03 Ngembal Inseptisol 5.26±0.17 4.50±0.06 -0.76 0.39±0.13 Gubug Klakah Andosol 5.30±0.17 4.79±0.21 -0.51 0.61±0.13 *
Data Primer (2013); ∆ pH= pH KCl – pH H2O; BK= bahan kering.
Produktivitas lahan diukur dari kemampuan lahan menghasilkan hasil panen tanaman dan berkaitan dengan tingkat kesuburan tanah. Kesuburan tanah dipengaruhi faktor keanekaragaman dan populasi mikroba tanah, suhu, curah hujan, kelembaban, dan kandungan nutrisi. Perbedaan tingkat produktivitas lahan dalam menghasilkan hasil panen menyebabkan perbedaan kapasitas mengarit peternak.
16
Keterbatasan ketersediaan hijauan menyebabkan peternak menempuh jarak yang lebih jauh untuk mendapatkan hijauan dan membutuhkan waktu yang lebih lama (Bahar 2013). Tingginya produktivitas lahan Desa Gubug Klakah terjadi akibat peremajaan tanah dari letusan Gunung Semeru. Debu dan pasir vulkanik letusan gunung yang melapisi permukaan tanah akan mengalami pelapukan sehingga terjadi proses peremajaan dan meningkatkan kandungan kation Ca, Mg, K dan Na dalam tanah hingga 50% dari sebelumnya (Fiantis 2006). Analisis kemasaman (pH) tanah menunjukkan ∆ pH bernilai <-0.5 yang berarti tanah didominasi mineral tak terubahkan. Nilai ∆ pH tanah Desa Gubug Klakah mendekati -0.5 sehingga memiliki kandungan mineral terubahkan lebih besar dibanding kedua desa lainnya.
a b c Gambar 9 Kondisi tanah desa penelitian. a) Desa Bandungrejo, b) Desa Ngembal, c) Desa Gubug Klakah.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Ketinggian wilayah mempengaruhi potensi pengembangan peternakan, jenis vegetasi hijauan dan produktivitas lahan, semakin tinggi kawasan maka nilai potensi, jenis vegetasi dan produktivitas lahan cenderung meningkat. Kawasan penelitian berpotensi sedang untuk pengembangan peternakan. Jenis hijauan pakan di kandang didominasi oleh limbah Saccharum officinarum L. dan rumput Panicum maximum Jacq. Sedangkan rumput Cynodon dactylon (L.) Pers dan Eleusine indica (L.) Gaertn. merupakan jenis hijauan yang memiliki daya adaptasi tinggi terhadap berbagai kondisi lingkungan di ketinggian kawasan yang berbeda. Saran Perlu dilakukan optimalisasi pengembangan hijauan pakan domestik yang mampu beradaptasi dengan kondisi lingkungan setempat untuk meningkatkan ketersediaan hijauan sepanjang tahun.
17
DAFTAR PUSTAKA Alviyani. 2013. Analisis potensi dan pemanfaatan hijauan pakan pada peternakan domba rakyat Desa Randobawa Ilir, Kecamatan Mandirancan, Kabupaten Kuningan. Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Aminudin. 1997. Beberapa Jenis dan Metode Pengawetan Hijauan Pakan Ternak Tropika. Purwokerto (ID): Univ Jenderal Soedirman. Bahar A. 2013. Produktivitas tenaga pengarit dan komposisi hijauan pakan domestik di peternakan sapi perah Pondok Ranggon, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. [BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Malang. 2010. Hasil Sensus Penduduk 2010 Kabupaten Malang. Malang (ID). Badan Pusat Statistik Kabupaten Malang. [BPS] Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur. 2012. Populasi Ternak Besar Menurut Kabupaten/Kota 2012. Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur. Duke JA. 1983. Handbook of energy crops Cynodon dactylon (L.) Pers. Di dalam: Halvorson WL, Guertin P. 2003. Factsheet for Cynodon dactylon (L.) Pers. Arizona (US). Arizona Univ. Fahrunsyah. 2012. Studi karakteristik kimia tanah dan status kesuburan tanah di kawasan sentra produksi tanaman pangan Kabupaten Tana Tidung. Ziraa’ah. 33(1): 1-9. Fiantis D. 2006. Laju pelapukan kimia debu vulkanis G. Talang dan pengaruhnya terhadap proses pembentukan mineral liat non-kristalin. Padang (ID): Univ Andalas. Ibemesim RI. 2010a. Effect of salinity and wytch farm crude oil on Paspalum conjugatum Bergius (Sour Grass). J Biol Sci. 10(2): 122-130 Ibemesim RI. 2010b. Tolerance and sodium ion relations of Paspalum conjugatum Bergius (Sour Grass) to water soluble fractions of crude oil. Res J Environ Sci. Irwan ZD. 2012. Prinsip-Prinsip Ekologi Ekosistem, Lingkungan dan Pelestariannya. Jakarta (ID): Bumi Aksara. Hartadi H, Reksohadiprodjo S, Lebdosukojo S, Tillman AD, Kearl LC, Harris LE. 1980. Tabel-Tabel Dari Komposisi Bahan Makanan Ternak Untuk Indonesia. Utah (US): Utah State Univ. Kantor Desa Bandungrejo. 2012. Profil Desa Bandungrejo 2012. Malang (ID): Desa Bandungrejo Kecamatan Bantur. Kantor Desa Gubug Klakah. 2011. Profil Desa Gubug Klakah 2011. Malang (ID): Desa Gubug Klakah Kecamatan Poncokusumo. Kantor Desa Ngembal. 2012. Profil Desa Ngembal 2012. Malang (ID): Desa Ngembal Kecamatan Wajak. Kartawinata K. 1989. Keanekaragaman flora dalam hutan Pamah. Seminar Regional Aspek Konservasi dalam Pembangunan Sumberdaya Hutan Tropika Humida di Kalimantan. Samarinda (ID): 18-19 Oktober 1989. Krebs CJ. 1978. Ecology: The Experimental Analysis of Distribution and Abundance. New York (UK): Harper & Row. Kusmana C. 1997. Metode Survei Vegetasi. Bogor (ID): IPB Pr.
18
Larashati I. 2004. Keanekaragaman tumbuhan dan populasinya di Gunung Kelud, Jawa Timur. Biodiversitas. 5(2): 71-76. Magurran AE. 1988. Ecological Diversity and Its Measurenment. Princeton NJ (US): Princeton Univ Pr. Mannetje L, Haydock KP. 1963. The dry weight rank method for the botanical analysis of Pasture. J Brit Grassland Soc. 18 (4):268-275. Mulyasana D. 2008. Kajian keanekaragaman jenis pohon pada berbagai ketinggian tempat di Taman Nasional Gunung Ciremai Propinsi Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Nell AJ, Rollinson DHL. 1974. The Requirement and Availability of Livestock Feed in Indonesia. Jakarta (ID): UNDP Project INS/72/009. Ningsih AS. 2010. Pola penyediaan hijauan makanan ternak domba dan kambing di Desa Sidoharjo dan Sumberharjo, Kecamatan Pacitan. Kabupaten Pacitan, Propinsi Jawa Timur [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Nobis M, Kowalczyk T, A Nowak. 2010. Eleusine Indica (Poaceae): A new alien species in the flora of Tajikistan. Polish Botanical J. 56(1). Pamungkas D, Affandhy L, Anggraeny YN. 2005. Status pakan induk sapi potong lokal dan persilangan kondisi pascaberanak dalam usaha peternakan rakyat: studi kasus di Kecamatan Kota Probolinggo Jawa Timur. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005. Prasetiyono BWHE, Suryahadi, Toharmat T, Syarief R. 2007. Strategi suplementasi protein ransum sapi potong berbasis jerami dan dedak padi. Med Pet. 3(3): 207-217. Prawiradiputra BR. 2003. Sistem produksi hijauan pakan di lahan kering DAS Jratunseluna. JITV. 8(3): 189-195. Permana M. 2012. Keragaman jenis dan pola penyediaan hijauan pakan ternak sapi di Desa Air Sulau, Kecamatan Kedurang Ilir, Kabupaten Bengkulu Selatan, Propinsi Bengkulu [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Reijntjes C, Haverkort B, Bayer AW. 1992. Pertanian Masa Depan, Pengantar untuk Pertanian Berkelanjutan dengan Input Luar Rendah. Sukoco Y, penerjemah. Jakarta (ID). Kanisius. Terjemahan dari: Farming for the Future, an Introduction to Low-External-Input and Sustainable Agriculture. Macmillan Pr LTD. Rukmana R. 2005. Budidaya Rumput Unggul. Yogyakarta (ID): Kanisius. Salimah A. 2010. Kecernaan nutrien dan neraca nitrogen sapi Peranakan Ongole yang mendapatkan pakan blok mengandung ekstrak metanol lerak (Sapindus rarak) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Setiadi D, Muhadiono I, Yusron A. 1989. Penuntun Praktikum Ekologi. IPB Pr. Setiana MA. 2009. Domestic grasses as cattle main feed on coastal area at desa Ujung Genteng, Kecamatan Ciracap, Kabupaten Sukabumi. International Seminar on Animal Industry 2009. p 376-379. Setiana MA. 2010. Pemanfaatan lahan pengairan sebagai sumber hijauan pakan ternak pada irigasi primer Margasari-Ketanggungan, Kabupaten Brebes, Provinsi Jawa Tengah. Di dalam: Tata Ruang Peternakan Rakyat Produktif Guna Mendukung Pertanian Berkelanjutan untuk Meningkatkan Kualitas Hidup Masyarakat. Seminar Nasional Hari Lingkungan Hidup Se-Dunia 2010; 2010 Juni 12; Purwokerto, Indonesia. Purwokerto (ID): Univ Jenderal Soedirman. p 258-265.
19
Setiana MA. 2011. Komposisi hijauan pakan domba dan kapasitas mengarit di kebun sawit Kecamatan Cibadak, Kabupaten Sukabumi [internet]. Tersedia pada: http://massetiana.staff.ipb.ac.id/2012/06/15/komposisihijauan-pakan-domba-dan-kapasitas-mengarit-di-kebun-sawit-kecamatancibadak-kabupaten-sukabumi/#more-113 Setiana MA. 2014. Hijauan pakan [internet]. Tersedia pada: http://massetiana.staff.ipb.ac.id/2014/03/25/hijauan-pakan/#more-128 Soedrajat S. 2000. Potensi dan prospek bahan pakan lokal dalam mengembangkan industri peternakan di Indonesia. Bul Pet. Edisi Tambahan: 11-15. Soemarwoto O. 2004. Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Jakarta (ID): Djambatan. p 133. Soerianegara I, Indrawan A. 1998. Ekologi Hutan Indonesia. Bogor (ID): IPB Pr. Soewardi B. 1976. Penelitian tentang pemanfaatan Alang-Alang (Imperata cylindrical (L.) Beauv.) untuk makanan sapi [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Stone BC. 1983. A guide to collecting Pandanaceae (Pandanus, Freycinetia, Sararanga): Ann Missouri Bot Gard. 70: 137-14. Tan KH. 1993. Principles of Soil Chemistry. Second ed. Athens (GE): Georgia Univ Pr. p 269-270. Umiyasih, Wina E. 2008. Pengolahan dan nilai nutrisi limbah tanaman jagung sebagai pakan ternak ruminansia. Wartazoa. 18(3): 127-136. Wahyono DE, Hardianto R. 2004. Pemanfaatan sumberdaya pakan lokal untuk pengembangan usaha sapi potong. Lokakarya Nasional Sapi Potong 2004. Wibowo SA, Haryadi FT. 2006. Faktor karakteristik peternak yang mempengaruhi sikap terhadap program kredit sapi potong di kelompok peternak Andiniharjo Kabupaten Sleman Yogyakarta. Med Pet. 29 (3): 176-186. Yakin A. 2011. Analisis pola penyediaan pakan dan strategi pengembangan Kecamatan Pati sebagai sentra produksi ternak sapi potong rakyat [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
20
Lampiran 1 Peta ketinggian kawasan Kabupaten Malang
Google.com;
Lokasi penelitian.
Lampiran 2 Keragaman jenis hijauan*
Bandungrejo
Desa
*
Nama Latin Cynodon dactylon (L.) Pers. Digitaria nuda Schuamcher. Eleusine indica (L.) Gaertn. Hyptis capitata Jacq. Cyperus sp. Ageratum conyzoides L. Mimosa pudica L. Axonopus aminis Salvia riparia H. B. K. Paspalum conjugatum Berg. Solanum melongena L.
KR 31.15 18.64 16.16 8.70 9.61 4.14 0.91 1.16 0.91 2.40 3.73 0.50 0.33
FR 6.52 10.87 8.70 10.87 4.35 8.70 10.87 6.52 6.52 4.35 2.17 4.35 4.35
Data primer (2013); KR= kerapatan relatif, FR= frekuensi relatif, INP= indeks nilai penting.
INP 37.67 29.51 24.85 19.57 13.96 12.84 11.78 7.68 7.43 6.75 5.90 4.84 4.68
21
Gubug Klakah
Ngembal
Bandungrejo
Desa
*
Nama Latin Erechtites sp. Musa spp. Sechium edule (Jacq.) Sw. Amaranthus sp. Total Digitaria nuda Schuamcher. Cyperus sp. Eleusine indica (L.) Gaertn. Eragrostis multicaulis Steud. Ageratum conyzoides L. Cynodon dactylon (L.) Pers. Oplismenus burmannii (Retz.) P. Beauv. Xerochloa cheribon (Steud.) Ohwi. Adenostemma lavenia (L.) O. K. Panicum maximum Jacq. Axonopus aminis Hyptis capitata Jacq. Manihot esculenta Crantz. Musa spp. Total Cynodon dactylon (L.) Pers. Eleusine indica (L.) Gaertn. Paspalum conjugatum Berg. Eragrostis cilianensis (All.) E. Mosher. Leersia hexandra Sw. Centella usiatica (L.) Urb Cyperus sp. Xerochloa cheribon (Steud.) Ohwi. Ageratum conyzoides L. Widelia biflora (Linn.) D. C. Ambrosia elatior (Herb Linn). Hyptis rhomboidea MART. & GAL. Manihot esculenta Crantz. Total
KR 0.58 0.50 0.33 0.25 100 35.29 13.31 11.64 7.76 5.87 7.87 7.49 2.48 1.72 2.64 0.16 1.13 0.32 0.11 0.75 0.70 0.32 0.22 0.11 0.05 0.05 100 23.83 6.82 8.25 7.74 8.25 6.92 5.30 6.72 4.89 3.36 2.14 0.92 2.55 3.87 1.32 2.85 0.61 0.51 0.31 1.93 0.81 0.10 100
FR 2.17 2.17 2.17 2.17 100 7.55 9.43 7.55 7.55 9.43 5.66 3.77 7.55 7.55 3.77 5.66 3.77 3.77 3.77 1.89 1.89 1.89 1.89 1.89 1.89 1.89 100 7.27 9.09 7.27 7.27 5.45 5.45 5.45 3.64 5.45 5.45 5.45 5.45 3.64 1.82 3.64 1.82 3.64 3.64 3.64 1.82 1.82 1.82 100
INP 2.75 2.67 2.51 2.42 200 42.84 22.74 19.19 15.31 15.31 13.53 11.26 10.03 9.27 6.41 5.82 4.91 4.10 3.88 2.64 2.59 2.21 2.10 1.99 1.94 1.94 200 31.10 15.91 15.52 15.01 13.70 12.38 10.75 10.36 10.34 8.82 7.59 6.37 6.18 5.69 4.96 4.67 4.25 4.15 3.94 3.75 2.63 1.92 200
Data primer (2013); KR= kerapatan relatif, FR= frekuensi relatif, INP= indeks nilai penting.
22
Lampiran 3 Populasi ternak riil Ternak
Gubug Klakah
Ngembal
Bandungrejo
Desa
Populasi (ekor)1 Anak Muda Dewasa
Sapi Kerbau Kambing Domba
669 4 734 71
608 4 368 64
1 095 7 398 115
Sapi Kerbau Kambing Domba Sapi Kerbau Kambing Domba
421 0 41 0 57 0 294 0
248 0 83 0 58 0 153 0
124 0 141 0 110 0 153 0
Konversi (ST) 2 Anak Muda Dewasa 167.33 4.60 102.76
365.08 1 095.23 2.76 1.75 25.76 15.92
9.94 105.32 0.00 5.74 0.00 14.34 0.00 41.16 0.00
4.48 148.69 0.00 5.81 0.00 34.80 0.00 10.71 0.00
4.60 123.91 0.00 5.64 0.00 110.29 0.00 6.12 0.00
Popriil (ST)
1799.62
395.24
217.04
1
Profil desa penelitian; 2Konversi satuan ternak (dewasa 1 ST, muda 0.6 ST, anak 0.25 ST).
Lampiran 4 Gambar jenis hijauan
Eragrostis multicaulis Steud.
Xerochloa cheribon (Steud.) Ohwi.
Cyperus sp.
Echinochloa colona (L.) Link.
Eragrostis cilianensis (All.) E. Mosher.
Themeda triandra
23
Echinocloa stagnina (Retz.) Beauv.
Oplismenus burmannii (Retz.) P. Beauv.
Setaria barbata (Lam.) Kunth.
Rhynchelytrum roseum (Ness) Stapf & C.E. Hubb.
Hyptis capitata Jacq.
Dipteracanthus repens (L.) HAMK.
Widelia biflora (Linn.) D. C.
Stachytarpheta jamaicensis (L.) VAHL.
Setaria palmifolia (J. Koenig) Stapf.
Solanum comitis DUNAL.
24
Lindernia sessiliflora (BTH) WETT TST.
Lampiran 5 Manajemen pemeliharaan sapi
Lampiran 6 Kegiatan mengarit
Salvia riparia H.B.K.
25
Lampiran 7 Kondisi lokasi penelitian
26
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Malang pada 6 Maret 1992, anak pertama dari dua bersaudara pasangan Bapak Suyono dan Ibu Siti Fatoyah. Penulis menyelesaikan sekolah dasar di MI Al-Hikmah Karanganyar tahun 1998-2004, sekolah menengah pertama di MTs AlIttihad Belung hingga tahun 2007, kemudian sekolah menengah atas di SMAN 1 Tumpang tahun 20072010 dan diterima di Institut Pertanian Bogor tahun 2010 melalui jalur USMI di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan. Penulis merupakan penerima beasiswa BIDIKMISI [email protected] dari Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI tahun 2010-2014. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di Club Ilmiah Asrama (CIA) tahun 2010-2011, Himpunan Mahasiswa Arek Malang (HIMAREMA) 2010-2011, Himpunan Mahasiswa Nutrisi dan Makanan Ternak (HIMASITER) 2011-2013, serta aktif pada berbagai kepanitian, antara lain: humas Seminar Pakan Nasional (2011), ketua pelaksana Lomba Cepat Tepat Nutrisi (2012), humas Meet Cowboy 48 (2012), humas International Feed Seminar (2012) dan ketua pelaksana Feed Formulation Training (2013), selain itu penulis pernah mengikuti magang di Balai Besar Inseminasi Buatan (BBIB) Singosari tahun 2013. Penulis mendapatkan dana dari DIKTI dalam Program Kreativitas Mahasiswa bidang Pengabdian Masyarakat (PKM-M) dan penelitian (PKM-P), serta juara 1 pada Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) bidang pengabdian masyarakat tahun 2013 di Mataram.
UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih penulis ucapkan kepada Ir M. Agus Setiana, MS selaku pembimbing akademik dan pembimbing utama, Dr Iwan Prihantoro, S.Pt M.Si selaku pembimbing anggota dan panitia seminar, atas bimbingan, arahan, dan masukan selama penelitian hingga akhir penulisan. Terima kasih kepada Ir Asep Tata Permana, MSc selaku dosen pembahas seminar hasil penelitian pada 21 November 2013, Dr Despal, S.Pt MSc Agr dan Ir Lucia Cyrilla ENSD, MSi selaku dosen penguji sidang serta Dilla Mareistia Fassah, S.Pt MSc selaku panitia sidang pada 7 April 2014 atas koreksi dan saran dalam penyusunan skripsi. Penulis mengucapkan terima kasih kepada ayah dan mama, adik Sinta, tante Kusti serta paman Saiful dan Ryan atas doa, dukungan dan kasih sayang sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada para peternak dan perangkat Desa Bandungrejo, Desa Ngembal dan Desa Gubug Klakah Kabupaten Malang atas izin dan bantuan selama penelitian, keluarga besar laboratorium Agrostologi, keluarga besar INTP 47, sahabat terdekat (Khuluq, Ayu L, Cindy, Dyah, Kanip, Tenti, Santa), dan tim penelitian. Penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada KEMENDIKBUD yang telah mendukung penulis selama kuliah dan mendanai penelitian ini.