Potensi Beberapa Jenis Bebijian sebagai Medium Tanam Bibit F1 Isolat Jamur Tiram Putih Slamet Risyanto1, Endang Sri Purwati, Purnomowati, Eddy Tri Sucianto Fakultas Biologi Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto 1 Email :
[email protected] Abstrak Jamur Tiram Putih termasuk jenis jamur pangan yang memiliki kandungan gizi sangat tinggi, dan kandungan nutriennya berkhasiat herbal untuk kesehatan dan pengobatan bagi manusia. Hal yang memegang peranan sangat penting dalam rangkaian budidaya jamur Tiram Putih adalah kualitas bibit yang digunakan, karena akan menentukan produktivitas jamur baik kuantitas maupun kualitasnya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi ilmiah tentang jenis-jenis bebijian yang berpotensi sebagai medium tanam bibit (F1) jamur Tiram Putih. Kombinasi isolat dengan medium F0 terbaik hasil uji sebelumnya yaitu EMI 15026 pada medium PDA dan MEA, INA CC 209 pada medium PDA, dan Hypsizygus ulmarius pada medium PDA, diinkubasi selama 10 hari, selanjutnya diinokulasikan ke dalam medium bibit F1 yang terdiri atas kacang hijau, millet dan jagung. Kecepatan pertumbuhan miselium diamati sampai ada salah satu isolat yang pertumbuhannya memenuhi medium tanam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kombinasi isolat dengan medium uji F1 terbaik adalah isolat H.ulmarius dari medium PDA pada medium F1 jagung. Kata kunci: Jamur tiram putih, medium bibit, bebijian, budidaya, kecepatan pertumbuhan.
Abstract White Oyster Mushroom is an edible mushroom with a very high nutritional value that can be used as medicinal herbs. Thus, it is useful for human health and medicine. Quality of spawn is very important in oyster mushroom cultivation, as it will determine the productivity of the fungus in both quantity and quality. The purpose of this study is to obtain scientific information about the kind of grains that have the potency as an F1 medium spawn for white oyster mushrooms. The previous research on combination of isolates with F0 medium showed the best results of isolate EMI 15026 on medium PDA and MEA, isolate INA CC 209 on medium PDAs, and Hypsizygus ulmarius on medium PDA. After 10 days incubation, the grown were inoculated into the spawn medium F1 consisting of green beans, millet and corn. Mycelium growth rate was observed until the growths of the isolates fulfill the medium. The results showed that H. ulmarius of PDA grew best on the corn medium. Keywords: White Oyster Mushroom, spawn medium, seeds, cultivation, growth speed
PENDAHULUAN Jenis-jenis jamur pangan termasuk jamur tiram putih dikenal dunia memiliki kandungan gizi sangat baik, dan kandungan nutriennya berkhasiat herbal untuk kesehatan dan pengobatan bagi manusia. Cara pembudidayaannya yang tidak menggunakan obat-obatan kimia, menjadikan jamur sebagai bahan pangan bernilai tinggi, alami dan hygienis. Untuk itu, perlu terus dikembangkan guna memperkuat teknologi budidayanya, agar dapat dicapai produksi jamur yang terus meningkat pula. Hal yang memegang peranan sangat penting dalam rangkaian budidaya jamur tiram putih adalah kualitas bibit yang digunakan, karena akan menentukan produktivitas jamur, baik kuantitas maupun kualitasnya. Bibit yang digunakan oleh petani jamur pada umumnya hanya membeli dari petani lain yang menyediakan, baik berasal dari daerah lain maupun setempat. 176
Pembuatan bibitnya sedikit banyak kurang memperhatikan prinsip-prinsip mikrobiologi, terlebih dalam pemeliharaan kualitas strain jamur yang digunakan, baik yang berhubungan dengan fenotipik maupun genotip jamur. Jika diperhatikan secara seksama, saat ini terdapat beberapa varietas atau jenis Pleurotus spp. yang dibudidayakan di Purwokerto dan sekitarnya. Jenis-jenis jamur tersebut beragam kualitas basidiokarpnya, baik ukuran, bentuk, warna, ketegaran, potensi genotip dan sabagainya. Hal itu disebabkan karena dalam pembuatan bibit tidak lagi dilakukan seleksi terhadap basidiokarp sebagai sumber inokulum serta tidak memperhatikan daerah asal basidiokarp. Perbaikan varietas atau galur melalui uji kualitas bibit merupakan khasanah yang samasekali belum tersentuh. Biakan murni jamur terkadang tidak dibuat, jadi bibit yang dijual hanya merupakan turunan yang ke sekian kali dari bibit awal. Dalam perdagangan bibit dikenal ada bibit F berapa (diikuti dengan angka) yang menunjukkan turunan ke berapa dari bibit induk. Selera pasar terhadap fenotipik basidiokarp jamur tiram yang digemari konsumen juga perlu diperhatikan. Masyarakat ternyata lebih menyukai jamur tiram putih yang benar-benar berwarna putih bersih dengan ketebalan dan lebar basidiokarp tertentu (ketebalan dan lebar yang cukup). Adapun kandungan nutrient jamur secara umum tergantung jenis, kualitas bibit dan medium pertumbuhannya. Berdasarkan hal tersebut maka diperlukan variasi atau penganekaan strain yang dibudidayakan agar lebih banyak pilihan bagi pelaku pembudidayaan dan atau konsumennya. Indonesia telah memiliki lembaga pemeliharaan kultur mikroorganisme yang telah teridentifikasi, disebut ICC (Indonesia Culture Collection) bertempat di LIPI, Cibinong, Bogor. Isolat jamur tiram juga telah terdaftar dan tersimpan di sini, berasal dari koleksi Balitsa (Balai Penelitian Sayuran) Bogor, terdapat 3 strain. Jika hanya tersimpan sebagai koleksi isolat maka kurang tergali manfaatnya, oleh karena itu diperlukan serangkaian penelitian agar dapat dibudidayakan oleh masyarakat luas; hal yang pertama harus dilakukan adalah dengan menjadikannya bibit siap tanam. Dalam rangkaian budidaya jamur, setelah diperoleh stok biakan murni, kemudian dibuat bibit siap tanam. Sebagai mediumnya, dapat digunakan biji-bijian dan serbuk gergaji sebagai bahan dasar (FAO, 1982). Ibekwe et al. (2008) telah menggunakan biji-bijian yang berbeda sebagai sumber C dan N, seperti sorghum, jagung, dan rye masing-masing untuk sumber C (karbon). Sebagai sumber N (nitrogen) digunakan kacang-kacangan yaitu kacang tanah, kedelai dan kacang tunggak. Berdasarkan hal tersebut, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui potensi beberapa jenis bebijian sebagai medium tanam bibit F1 Jamur Tiram Putih. METODE 1. Penyediaan biakan murni Jamur Tiram Putih Biakan murni Jamur Tiram Putih sebanyak 3 isolat yaitu EMI 15026, INA CC 209 dan Hypsizygus ulmarius dalam tabung reaksi diremajakan pada medium PDA (Potato Dextrose Agar) di dalam cawan petri berdiameter 9 mm. Biakan diinkubasikan pada suhu kamar selama 10 hari untuk mendapatkan sediaan biakan murni. 2.Kultivasi miselium Jamur Tiram Putih pada medium F0 Medium F0 terdiri dari medium PDAdan MEA( Malt Extrack Agar). Medium PDA dibuat dengan melarutkan sebanyak 39 g PDA instan ke dalam 1 liter aquades, dihomogenkan sambil dipanaskan. Setelah tercampur rata dan mendidih, diangkat dan dituang ke dalam tabung reaksi 10 ml sebagai medium tegak untuk sediaan agar cawan. Hal yang sama dilakukan untuk pembuatan medium MEA. Medium selanjutnya disterilisasi dalam autoclave dengan tekanan 1,5 psi pada suhu 121°C selama 10 menit. Setelah medium uji siap, dilakukan inokulasi masing-masing isolat Jamur Tiram Putih. Caranya adalah dengan terlebih dahulu membuat lempengan inokulum jamur yang dibuat dengan bor gabus diameter 5 mm. Lempengan ini kemudian diinokulasikan pada medium padat yaitu isolat EMI 15026 pada medium PDA dan MEA, isolat INA CC 209 pada medium PDA 177
dan H. ulmarius pada medium PDA. Masing-masing isolat diinokulasikan sebanyak 1 buah dan diletakkan pada bagian tengah cawan petri, lalu diinkubasi selama 10 hari. 3. Pembuatan Medium Bibit Jamur Tiram Putih Siap Tanam (F1) (Spawn Running) (Fao, 1982) Medium bibit jamur siap tanam dibuat dengan cara merebus bahan-bahan yang digunakan (jagung, kacang hijau, dan millet) hingga mengembang. Bahan diangkat dan ditiriskan, kemudian ditambahkan kapur 0,5% secara merata dan dimasukkan ke dalam botol tinggi 10 cm, diisi 2/3 bagian. Botol disumbat, kemudian disterilisasi menggunakan autoclave dengan tekanan 16 -18 lbs per square inch pada temperatur 121 - 125°C selama 45 menit. Sebelum disterilisasi dilakukan pengukuran C/N rasio medium. 4. Inokulasi medium tanam F1 Setelah dingin, botol berisi medium ini diinokulasi dengan bibit induk (F0) masingmasing 3 buah cakram biakan yang dibuat menggunakan bor gabus ukuran 5 mm, kemudian diinkubasikan pada suhu ruang. Kecepatan pertumbuhan miselum dicatat, dengan cara mengukur bagian medium yang terselimuti miselium, menggunakan penggaris. Pengukuran dilakukan sampai ada salah satu perlakuan yang pertumbuhannya memenuhi medium tumbuh. 5. Rancangan percobaan Penelitian dilakukan dengan metode experimental rancangan acak lengkap pola faktorial. Perlakuannya yaitu kombinasi isolat dan medium terbaik pada penelitian sebelumnya dengan 4 taraf sebagai faktor kesatu dan macam medium F1 dengan 3 taraf sebagai faktor kedua. Perlakuan tersebut adalah : Faktor I : I1 : EMI 15026 ditumbuhkan pada medium PDA I2 : EMI 15026 ditumbuhkan pada medium MEA I3 : INA CC 209 ditumbuhkan pada medium PDA I4 : H. ulmarius ditumbuhkan pada medium PDA Faktor II : Mk : Medium kacang hijau Mm : Medium millet Mj : medium jagung Terdapat 12 kombinasi perlakuan dan masing-masing diulang 3 kali. Data laju pertumbuhan miselium dianalisis menggunakan uji F , dilanjutkan dengan Uji BNT (Beda Nyata Terkecil) pada tingkat kesalahan 5 % dan 1 % (Steel & Torrie, 1993). HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan data hasil laju pertumbuhan miselium jamur tiram putih, perlakuan I4Mj (H. ulmarius yang ditumbuhkan pada medium PDA kemudian ditumbuhkan pada medium jagung) merupakan kombinasi perlakuan laju pertumbuhan miselium tertinggi yaitu sebesar 9,16061 mm/hari, sedangkan perlakuan I1Mm (EMI 15026 yang ditumbuhkan pada medium PDA kemudian ditumbuhkan pada medium millet) merupakan kombinasi perlakuan dengan laju pertumbuhan miselium terendah yaitu sebesar 6,1530 mm/hari. Berikut merupakan histogram rata-rata laju pertumbuhan miselium berbagai isolat jamur tiram putih pada berbagai medium bibit. Data pada Gambar 1. selanjutnya dianalisis menggunakan analisis ragam (Uji F) dengan tingkat ketelitian 99% dan 95% untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap laju pertumbuhan miselium berbagai strain jamur tiram pada medium F1. Hasil analisis ragam (Uji F) antar perlakuan terhadap laju pertumbuhan miselium berbagai isolat Jamur Tiram pada medium F1 disajikan pada Tabel 1.
178
Gambar 1. Histogram laju pertumbuhan pada medium F1 (cm/hari) Keterangan: I1 : Isolat EMI 15026 pada medium PDA I2 : Isolat EMI 15026 pada medium MEA I3 : Isolat INA CC 209 pada medium PDA I4 : Isolat H. ulmarius pada medium PDA
miselium berbagai strain jamur tiram Mk : Medium Kacang Hijau Mm : Medium Millet Mj : Medium Jagung
Tabel 1. Analisis ragam pengaruh jenis medium (Kacang Hijau, Millet, dan Jagung) dan isolat (EMI 15026, INA CC 029 dan H. ulmarius) terhadap laju pertumbuhan miselium. Sumber Keragaman I M I*M Galat Total
Keterangan : ns * ** I M I*M:
Derajat Bebas 3 2 6 24 36
Jumlah Kuadrat 4.905 25.408 5.337 7.578 2226.9
Kuadrat Tengah 1.635 12.704 0.89 0.316
F Hitung 5.178 ** 40.234 ** 2.817 **
F Tabel 5% 1% 3.01 4.72 3.4 5.61 2.51 3.67
: non signifikan (berbeda tidak nyata) : berbeda nyata : berbeda sangat nyata : perlakuan isolat : perlakuan medium interaksi isolat dan medium
Berdasarkan Tabel 1, dapat diketahui interaksi perlakuan memberikan pengaruh nyata terhadap laju pertumbuhan miselium, sedangkan perbedaan medium F1 serta perbedaan isolat jamur tiram putih memberikan pengaruh sangat nyata terhadap laju pertumbuhan miselium. Hal tersebut menunjukkan bahwa interaksi antar perlakuan berpengaruh terhadap laju pertumbuhan miselium, sedangkan perbedaan medium F1 serta perbedaan isolat sangat berpengaruh terhadap laju pertumbuhan miselium. Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) dilakukan 179
untuk mengetahui perbedaan rata-rata laju pertumbuhan miselium antar perlakuan yang hasilnya disajikan pada Tabel 2. Tabel
2.
Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) interaksi antar perlakuanterhadap rata-rata laju pertumbuhan miselium
Perlakuan Rata-rata laju pertumbuhan miselium (cm/hari) I1Mk 6,8635 ± 0,11350 abc I1Mm 6,1433 ± 0,13326 a I1Mj 8,9233 ± 0,28868 e I2Mk 6,3937 ± 1,09507 ab I2Mm 7,4223 ± 1,26549 cd I2Mj 8,9233 ± 0,14572 e I3Mk 7,5833 ± 0,07371 cd I3Mm 7,4933 ± 0,52042 cd I3Mj 8,9100 ± 0,17088 e I4Mk 7,3200 ± 0,31097 bc I4Mm 8,3933 ± 0,67159 de I4Mj 9,0900 ± 0,00000 e Keterangan : nilai rata-rata pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama berbeda tidak nyatadengan uji BNT taraf 5% I1 : Isolat EMI 15026 pada medium PDA Mk :medium Kacang Hijau I2 : Isolat EMI 15026 pada medium MEA Mm : medium Millet I3 : Isolat INA CC 209 pada medium PDA Mj : medium Jagung I4 : Isolat H. ulmarius pada medium PDA Berdasarkan uji BNT (Tabel 2) dapat diketahui bahwa interaksi terbaik diperoleh dari interaksi perlakuan I4Mj (isolat H. ulmarius + PDA, pada medium jagung), namun tidak berbeda nyata dengan interaksi perlakuan I1Mj (isolat EMI 15026 + PDA, pada medium jagung), I2Mj (isolat EMI 15026 + MEA, pada medium jagung), I3Mj (isolat INA CC + PDA, pada medium jagung), dan I4Mm (isolat H. ulmarius + PDA, pada medium milet). Data persentase kandungan karbon, kandungan nitrogen, serta rasio karbon nitrogen dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Kandungan C organik, N Total, dan Rasio C/N medium uji F1 No.
Perlakuan
C Organik (%)
N Total (%)
Rasio C/N
1.
Mk
42,911
4,320
9,93
2.
Mm
46,875
1,905
24,61
3.
Mj
44,055
1,324
33,27
Keterangan: Mk Mm Mj
: medium Kacang Hijau : medium Millet : medium Jagung
Berdasarkan uji BNT, perlakuan I4Mj merupakan perlakuan yang memiliki laju pertumbuhan tercepat. I4Mj merupakan jamur H. ulmarius yang ditumbuhkan pada medium PDA kemudian ditumbuhkan pada medium jagung. Menurut Christinawati (2003), jagung merupakan komponen utama medium tanam jamur tiram putih, yang befungsi sebagai sumber 180
karbon atau sumber bahan oganik, berupa karbohidrat, ligin, dan serat. Jamur P. ostreatus membutuhkan selulosa, lignin, karbohidrat, dan serat untuk pertumbuhan miseliumnya. Bijibijian banyak digunakan sebagai bahan baku untuk medium bibit karena mengandung zat-zat yang dibutuhkan dalam pertumbuhan miselium. Biji jagung mengandung gula (monosakarida) yang merupakan sumber karbon yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan miselium jamur serta untuk proses metabolisme sel (Aini, 2013). Kapur digunakan sebagai pengatur pH (keasaman) medium bibit dan sebagai sumber kalsium yang dibutuhkan jamur untuk pertumbuhannya (Mufarrihah, 2009). Air yang terdapat di dalam medium bibit dibutuhkan untuk membantu kelancaran transportasi atau aliran partikel kimia antar sel yang menjamin pertumbuhan dan perkembangan miselium jamur (Suharnowo et al., 2012). SIMPULAN Kombinasi isolat dengan medium uji F1 terbaik adalah isolat H. ulmarius dari medium PDA pada medium F1 jagung. Perlu dilakukannya penelitian lanjutan untuk mengetahui potensi bibit (F1) yang dihasilkan guna mengetahui pertumbuhan jamur pada medium baglog baik secara kualitas maupun kuantitas. UCAPAN TERIMAKASIH Terimakasih disampaikan kepada Proyek RISIN Universitas Jenderal Soedirman tahun 2015. DAFTAR PUSTAKA Aini, F.N. 2013. Pengaruh Penambahan Eceng Gondok (Eichhornia crassipes) Terhadap Pertumbuhan Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus). Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. Christinawati. 2003. Pengaruh Biji Jagung dan Biji Kacang Kedelai Serta KombinasiSebagai Medium Bibit Terhadap Laju pertumbuhan Miselium jamur Tiram Putih.SKRIPSI.Fakultas Biologi: UNPAD. Food and Agriculture Organization of The United Nation, 1982. Growing Oyster Mushroom. Bangkok. Ibekwe, V.I. P.I. Azubuike, E.U. Ezeji, E.C & Chinakwe, 2008. Effect of Nutrient Sources and Environmental Factors on the Cultivation and Yield of Oyster Mushroom ( Pleurotus ostreatus). Pakistan Journal of Nutrition. 7 (2) : 349-351. Mufarrihah, L. 2009. Pengaruh Penambahan Bekatul dan Ampas Tahu pada Medium terhadap Pertumbuhan dan Produksi Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus). SKRIPSI (online). Malang : Universitas Negeri Malang. Steel, R.G.D. & J.H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika : Pendekatan Biometri, Edisi II (Terjemahan Sumantri) . Jakarta. PT. Gramedium Utama.
181