POSSIBILITY OF APPLICATION OF THE BALANCED SCORECARD AT SMK Sanjaya PAKEM Murniyati, Drs. Supardi, MM. Abstraction
Achieve organizational goals is not an easy thing. To achieve those objectives required good planning. Without a good plan then the possibility of achieving the goal to be getting smaller. A good plan is not a guarantee of the achievement of objectives. The objective will be achieved if a good plan is executed well too. A good plan must meet certain requirements that one of them is the performance measurement mechanism. With the measurement of performance it will be known whether the company has been operating in the right direction, up to how big the goal can be achieved and so forth. The measurement results can also be used as a basis for granting awards, basic promotion, and punishment. Without a good performance appraisal, the organization did not know whether the organization is correct or not, do not know the possibility of a problem to be faced, even the real problem faced was often not detected. Problems faced by the new note after the problem has become complex and chronic, so to overcome very difficult or even can not be overcome. Without a good performance appraisal system, the achievement of organizational goals or commonly called orgnisasi success is only a coincidence, that at any time can be lost and can not be expected when it will happen again At first, performance measurement is only applied to one aspect, the financial aspect only (for companies) or non-financial aspects of the course (for non-profit organizations). For an organization that aims to profit or corporate performance assessment trandisional just about any financial aspects such as income, income level, the level of gross profit (gross profit margin), ROI (Return On Investment), ROA (Return On Asset), RONA (Return On Net Asset ), ROE (Return On Equity Owners), and so forth. For organizations that are not aimed at profit, performance measurement system is also only about one aspect, the aspect of non-operational or financial. Performance measurement depends on the type of organization, such as the success rate of students (for educational organizations), the level of patient occupancy or occupancy rate (for healthcare organizations) and so forth. Performance measurement is only one aspect is commonly called a traditional performance measurement systems. In the past the system is adequate because the competition is not as tight and seinten now. In today's performance appraisal as it was not necessary but not sufficient, because it is partial or only some aspects that are measured and also be short term so often sacrifice long-term interests or goals. With such performance measures the organization will not be able to measure the sustainability level of organization, were unable to detect the possibility of problems, and so forth. In other words such a measurement system that contains many weaknesses. The system is only suitable to be applied to the organization that low-level competition. Conditions like this only happened in the past. For now, let alone in times to come the competition in what areas are very strict and complex, and will become increasingly tight and increasingly complex that traditional performance measurement systems are not suitable and not adequate anymore. If the performance measurement system will be retained then the
1
sustainability of the organization will be threatened, which means the organization's goal is not achieved.
2
KEMUNGKINAN PENERAPAN BALANCED SCORECARD PADA SMK SANJAYA PAKEM Murniyati, Drs. Supardi, MM Abstraksi Mencapai tujuan organisasi bukan merupakan hal yang mudah. Untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan diperlukan perencanaan yang baik. Tanpa adanya rencana yang baik maka kemungkinan tercapainya tujuan menjadi semakin kecil. Rencana yang baik belum merupakan jaminan akan tercapainya tujuan. Tujuan akan tercapai apabila rencana yang baik tersebut dilaksanakan dengan baik pula. Rencana yang baik harus memenuhi persyaratan tertentu yang salah satu di antaranya adalah adanya mekanisme pengukuran kinerja. Dengan adanya pengukuran kinerja maka akan dapat diketahui apakah perusahaan sudah beroperasi pada arah yang benar, sampai seberapa besar tujuan dapat dicapai dan sebagainya. Hasil pengukuran juga dapat dipakai sebagai dasar pemberian penghargaan, dasar promosi, dan hukuman. Tanpa adanya penilaian kinerja yang baik maka organisasi tidak tahu apakah arah organisasi sudah benar atau belum, tidak mengetahui kemungkinan adanya masalah yang akan dihadapi, bahkan masalah yang sesungguhnya dihadapi pun seringkali tidak terdeteksi. Masalah yang dihadapi baru diketahui setelah masalah tersebut sudah menjadi kompleks dan kronis sehingga untuk mengatasinya sangat sulit atau bahkan sudah tidak bisa diatasi. Tanpa adanya sistem penilaian kinerja yang baik maka tercapainya tujuan organisasi atau yang lazim disebut dengan keberhasilan orgnisasi hanya merupakan suatu kebetulan, yang sewaktuwaktu dapat hilang dan tidak dapat diharapkan kapan akan terjadi lagi Pada mulanya pengukuran kinerja hanya diterapkan pada satu aspek saja, yaitu aspek keuangan saja (untuk perusahaan ) atau aspek non-keuangan saja (untuk organisasi nir-laba). Untuk
3
organisasi yang bertujuan laba atau perusahaan penilaian kinerja trandisional hanya menyangkut aspek keuangan saja seperti laba, tingkat laba, tingkat laba kotor (gross profit margin), ROI (Return On Investment), ROA (Return On Asset), RONA (Return On Net Asset), ROE (Return On Owners Equity), dan sebagainya. Bagi organisasi yang tidak bertujuan laba, sistem pengukuran kinerja juga hanya menyangkut satu aspek saja, yaitu aspek operasional atau non-keuangan. Pengukuran kinerja tergantung pada jenis organisasi, seperti tingkat keberhasilan siswa (untuk organisasi pendidikan), tingkat hunian pasien atau occupancy rate (untuk organisasi kesehatan) dan sebagainya. Pengukuran kinerja yang hanya mencakup satu aspek tersebut lazim disebut sistem pengukuran kinerja tradisional. Pada masa lalu sistem tersebut sudah memadai karena persaingan belum seketat dan seinten sekarang. Pada masa kini penilaian kinerja seperti itu bukannya tidak perlu tetapi tidak cukup, karena bersifat partial atau hanya sebagian aspek yang diukur dan juga bersifat jangka pendek sehingga seringkali mengorbankan kepentingan atau tujuan jangka panjang. Dengan pengukuran kinerja seperti itu maka organisasi tidak akan mampu mengukur tingkat keberlanjutan organisasi, tidak mampu mendeteksi kemungkinan terjadinya masalah, dan sebagainya. Dengan kata lain sistem pengukuran yang seperti itu mengandung banyak kelemahan. Sistem tersebut hanya cocok diterapkan pada organisasi yang tingkat persaingannya rendah. Kondisi seperti ini hanya terjadi pada masa yang lalu. Untuk saat ini, apalagi pada masa-masa yang akan datang persaingan dalam bidang apa saja sangat ketat dan komplek, dan akan menjadi semakin ketat dan semakin kompleks sehingga sistem pengukuran kinerja tradisional sudah tidak cocok dan tidak memadai lagi. Apabila sistem pengukuran kinerja tetap dipertahankan maka keberlanjutan organisasi akan terancam, yang berarti tujuan organisasi tidak tercapai.
4
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya setiap organisasi pasti mempunyai tujuan karena organisasi
memang
didirikan untuk mencapai tujuan. Tujuan organisasi mempunyai peran ganda, yaitu sebagai alasan didirikannya organisasi dan sekaligus juga sebagai arah ke mana organisasi akan dibawa. Organisasi tidak akan diperlukan lagi apabila tujuannya sudah tercapai. Berdasarkan tujuannya organisasi dikelompokkan menjadi 2 yaitu (1) organisasi yang bertujuan laba atau yang lazim dikenal dengan istilah perusahaan dan (2) organisasi yang tidak bertujuan laba, yang dapat berupa organisasi keagamaan, organisasi pemerintahan, organisasi politik, organisasi sosial dan sebagainya. Mencapai tujuan organisasi bukan merupakan hal yang mudah. Untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan diperlukan perencanaan yang baik. Tanpa adanya rencana yang baik maka kemungkinan tercapainya tujuan menjadi semakin kecil. Rencana yang baik belum merupakan jaminan akan tercapainya tujuan. Tujuan akan tercapai apabila rencana yang baik tersebut dilaksanakan dengan baik pula. Rencana yang baik harus memenuhi persyaratan tertentu yang salah satu di antaranya adalah adanya mekanisme pengukuran kinerja. Dengan adanya pengukuran kinerja maka akan dapat diketahui apakah perusahaan sudah beroperasi pada arah yang benar, sampai seberapa besar tujuan dapat dicapai dan sebagainya. Hasil pengukuran juga dapat dipakai sebagai dasar pemberian penghargaan, dasar promosi, dan hukuman. Tanpa adanya penilaian kinerja yang baik maka organisasi tidak tahu apakah arah organisasi sudah benar atau belum, tidak mengetahui kemungkinan adanya masalah yang akan dihadapi, bahkan masalah yang sesungguhnya dihadapi pun seringkali tidak terdeteksi. Masalah yang dihadapi baru diketahui setelah masalah tersebut sudah menjadi kompleks dan kronis sehingga untuk mengatasinya sangat sulit atau bahkan sudah tidak bisa
5
diatasi. Tanpa adanya sistem penilaian kinerja yang baik maka tercapainya tujuan organisasi atau yang lazim disebut dengan keberhasilan orgnisasi hanya merupakan suatu kebetulan, yang sewaktuwaktu dapat hilang dan tidak dapat diharapkan kapan akan terjadi lagi Pada mulanya pengukuran kinerja hanya diterapkan pada satu aspek saja, yaitu aspek keuangan saja (untuk perusahaan ) atau aspek non-keuangan saja (untuk organisasi nir-laba). Untuk organisasi yang bertujuan laba atau perusahaan penilaian kinerja trandisional hanya menyangkut aspek keuangan saja seperti laba, tingkat laba, tingkat laba kotor (gross profit margin), ROI (Return On Investment), ROA (Return On Asset), RONA (Return On Net Asset), ROE (Return On Owners Equity), dan sebagainya. Bagi organisasi yang tidak bertujuan laba, sistem pengukuran kinerja juga hanya menyangkut satu aspek saja, yaitu aspek operasional atau non-keuangan. Pengukuran kinerja tergantung pada jenis organisasi, seperti tingkat keberhasilan siswa (untuk organisasi pendidikan), tingkat hunian pasien atau occupancy rate (untuk organisasi kesehatan) dan sebagainya. Pengukuran kinerja yang hanya mencakup satu aspek tersebut lazim disebut sistem pengukuran kinerja tradisional. Pada masa lalu sistem tersebut sudah memadai karena persaingan belum seketat dan seinten sekarang. Pada masa kini penilaian kinerja seperti itu bukannya tidak perlu tetapi tidak cukup, karena bersifat partial atau hanya sebagian aspek yang diukur dan juga bersifat jangka pendek sehingga seringkali mengorbankan kepentingan atau tujuan jangka panjang. Dengan pengukuran kinerja seperti itu maka organisasi tidak akan mampu mengukur tingkat keberlanjutan organisasi, tidak mampu mendeteksi kemungkinan terjadinya masalah, dan sebagainya. Dengan kata lain sistem pengukuran yang seperti itu mengandung banyak kelemahan. Sistem tersebut hanya cocok diterapkan pada organisasi yang tingkat persaingannya rendah. Kondisi seperti ini hanya terjadi pada masa yang lalu. Untuk saat ini, apalagi pada masa-masa yang akan datang persaingan dalam bidang apa saja sangat ketat dan komplek, dan akan menjadi semakin ketat dan semakin kompleks sehingga sistem pengukuran kinerja tradisional sudah tidak cocok dan tidak memadai lagi. Apabila sistem pengukuran
6
kinerja tetap dipertahankan maka keberlanjutan organisasi akan terancam, yang berarti tujuan organisasi tidak tercapai. Untuk mengatasi kekurangan sistem pengukuran kinerja trandisionil maka Roberts S. Kaplan dari Harvard Business School dan David P. Norton, Presiden Renaissance School, Inc. Mengembangkan sistem pengukuran kinerja baru yang disebut Sistem Balanced Scorecard. Sistem Balanced Scorecard mengukur kinerja secara menyeluruh (comprehensive) dan seimbang (balanced), baik aspek keuangan maupun aspek non keuangan. Balanced Scorecard mengukur kinerja perusahaan dalam 4 perspektif, yaitu (1) perspektif keuangan, (2) perspektif pelanggan, (3) perspektif proses bisnis internal, dan (4) perspektif pembelajaran dan pertumbuhan . Pengukuran keempat perspektif tersebut memberikan keseimbangan antara tujuan jangka pendek dan tujuan jangka panjang serta antara hasil yang diinginkan dengan faktor pendorong tercapainya hasil. Bagi perusahaan, Balanced Scorecard memungkinkan perusahaan mencatat hasil kinerja keuangan sekaligus memantau kemajuan perusahaan dalam membangun kemampuan untuk mendapatkan dan mengelola aktiva tak berujud yang dibutuhkan untuk pertumbuhan perusahaan di masa depan. Sebaliknya bagi organisasi nirlaba Balanced Scorecard memungkinkan organisasi untuk mencatat kinerja non-keuangan (operasional) sekaligus memantau kemajuan organisasi dalam membangun kemampuan untuk memperoleh dan mengelola keuangan. 1. Perspektif keuangan Pengukuran kinerja perspektif keuangan masih tetap penting dan oleh karenanya tetap dipertahan kan karena kinerja keuangan memang merupakan sasaran akhir dari segala strategi, kebijakan, dan implementasi. Untuk organisasi yang bertujuan laba pengukuran kinerja perspektif keuangan antara lain meliputi: tingkat laba, tingkat laba kotor (gross profit margin), Gross Operating Income, ROI (Return On Investment), RI (Residual Income), ROA (Return On Asset), RONA (Return On Net Asset), ROE (Return On Owners Equity), dan EVA (Economic Value Added).
7
Sedangkan untuk organisasi nirlaba kinerja perpektif keuangan ini meliputi antara lain surplus dana. 2. Perspektif pelanggan Pengukuran kinerja perspektif pelanggan sangat penting karena pelanggan itu merupakan sumber hidup organisasi dan tujuan organisasi. Bagi organisasi apapun pelanggan merupakan penentu kelangsungan hidup organisasi. Apabila suatu organisasi ditinggalkan oleh pelanggan berarti organisasi tersebut sudah tamat. Oleh karena itu organisasi atau perusahaan harus mampu mengidentifikasi berbagai segmen usaha, baik dalam kelompok pelanggan yang ada pada saat ini maupun pelanggan potensial untuk menentukan sasaran yang akan dituju. Perusahaan diharapkan mampu mengetahui kebutuhan pelanggan, mampu memenuhi kebutuhan pelanggan, dan akhirnya dapat mencapai kinerja yang terbaik dalam jangka panjang. Balanced Scorecard menerjemahkan visi, misi, dan strategi organisasi ke dalam tujuan yang spesifik bekenaan dengan pelanggan dan segmen pasar yang dituju untuk kemudian dikomunikasikan dengan seluruh bagian dalam organisasi. 3. Perspektif proses bisnis internal Perspektif bisnis internal terkait dengan identifikasi berbagai proses bisnis. Proses bisnis internal diawali dengan proses inovasi, kemudian mengenali kebutuhan pelanggan, dilanjutkan dengan melakukan proses operasi, kemudian menyampaikan produk dan jasa kepada pelanggan, dan melakukan tindak lanjut dengan memberikan layanan purnajual. Diharapkan keseluruhan proses operasi perusahaan dapat memberikan nilai tambah pada produk dan jasa yang diterima oleh pelanggan yang pada akhirnya akan dapat memberikan kepuasan yang maksimal kepada pelanggan 4. Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan
8
Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan bertujuan untuk menyediakan prasarana yang memungkinkan tercapainya tujuan perspektif keuangan, pelanggan, dan proses bisnis internal. Oleh karena yang menjadi faktor penting di dalam perspektif pembelajaran dan pertumbuhan adalah orang, sistem, serta prosedur organisasi yang berperan di dalam pertumbuhan jangka panjang SMK (Sekolah Menengah Kejuruan) Sanjaya , beralamat di Jalan Kaliurang km. 17 Pakem, adalah sebuah Sekolah Menengah Kejuruan Kelompok Bisnis dan Manajemen (dahulu SMEA) yang berada di bawah naungan Yayasan Sanjaya . Pada saat didirikan, yaitu 1966 bernama SMEA (Sekolah Menengah Ekonomi Atas) Soegiyo Pranoto dan pada tahun 1979 namanya diganti menjadi SMEA Sanjaya Pakem . Sekolah ini menyelenggarakan 3 program studi (Prodi), yaitu Prodi Akuntansi, Prodi Penjualan, dan Prodi Administrasi Perkantoran. Prestasi dan perkembangan sekolah ini termasuk bagus, baik dari status sekolah maupun dari segi jumlah siswa. Sampai tahun 1970 mengikuti ujian negara dan mulai tahun 1971 SMK Sanjaya diijinkan menyelenggarakan ujuan sekolah sendiri. Mulai tahun 1986 SMK Sanjaya mendapat status Disamakan dari pemerintah dan dengan sistem yang berlaku sekarang dalam status Terakreditasi A. Dari segi peminat, sekolah ini banyak diminati. Sampai tahun ajaran 2002/2003 jumlah pendaftar melebihi daya tampung sekolah, yaitu 4 kelas.. Pada tahun ajaran 2003/2004 untuk pertama-kalinya jumlah pendaftar di bawah daya tampung, walaupun keadaan tersebut masih jauh lebih baik daripada keadaan yang dialami oleh sekolah swasta di sekiranya. Keadaan kekurang siswa tersebut masih tetap berlangsung sampai tahun ajaran 2007-2008 yang lalu. Keadaannya mungkin tidak akan separah itu apabila SMK Sanjaya Pakem telah melakukan penilain kinerja dengan baik. Dengan penilaian kinerja yang baik maka apabila terjadi kekurangan atau sesuatu kurang menguntungkan akan segera diketahui dan selanjutnya dapat dilakukan tindakan yang diperlukan. Akan lebih baik lagi apabila keadaan tersebut dapat diketahui sebelumnya sehingga dapat dilakukan tindakan preventif. Pada masa-masa yang akan
9
datang sistem penilaian kinerja yang baik semakin dibutuhkan karena persaingan akan semakin ketat. Walaupun terletak di ibu kota Kecamatan Pakem akan tetapi persaingan untuk mendapatkan siswa sangat tinggi karena di Kecamatan Pakem sendiri terdapat 8 SLA (Sekolah Lanjutan Atas) baik negeri
maupun swasta. Belakangan ini di Kecamatan tetangga yaitu
Cangkringan dan Tempel sudah didirikan Sekolah Negeri. Hal ini menambah lagi persaingan. Agar sekolah tetap eksis dan berkembang maka sekolah harus dikelola secara profesional. Perlu diketahui mulai tahun 2004 sampai dengan 2007 jumlah pendaftar selalu berfluktuasi. Dalam keadaan seperti ini maka pengukuran kinerja sudah merupakan kebutuhan. Berdasarkan uraian tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “ KEMUNGKINAN PENERAPAN BALANCED SCORECARD PADA SMK SANJAYA PAKEM ”
B. Perumusan Masalah Dalam kondisi persaingan sekolah yang sangat ketat dan semakin lama semakin ketat, sekarang ini pengelolaan sekolah yang profesional sudah menjadi keharusan. Untuk dapat bertahan sekolah harus mempunyai keunggulan kompetitif dengan menggunakan semua potensi yang ada. Hal tersebut hanya dapat terlaksana apabila sekolah dikelola secara profesional. Pengelolaan sekolah secara profesional memerlukan beberapa kebutuhan, yang salah satu diantaranya adalah pengukuran kinerja yang dilakukan secara menyeluruh dan seimbang, yang dapat menerjemahkan visi, misi, dan strategi ke dalam perangkat pengukuran yang menyeluruh sebagai rerangka pengukuran kinerja dalam manajemen strategik yang diterapkan sekolah. Rumusan masalah di dalam penelitian ini adalah: Apakah Balanced Score Card bisa diterapkan di SMK Sanjaya Pakem?
10
C. Batasan Masalah Penelitian ini
dibatasi pada sistem pengukuran kinerja yang dilakukan pada SMK
Sanjaya Pakem, terutama mencakup bagaimana pengukuran kinerja dan pada aspek apa saja yang telah dilakukan pengukuran, dan selanjutnya akan diketahui apakah pengukuran seperti itu sudah memadai. Dari evaluasi tersebut akan dapat ditentukan apakah pengukuran kinerja dengan sistem balanced scorecard sudah dibutuhkan atau sudah layak untuk diterapkan.
D. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: Untuk mengukur kinerja SMK Sanjaya Pakem dengan Balanced Scorecard.
E. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat: 1.
Bagi pengelola sekolah Bagi pengelola SMK Sanjaya Pakem dapat dipakai sebagai salah satu acuan di dalam pengukuran kinerja.
2.
Bagi penulis Bagi penulis merupakan sarana latihan penelitian dan sebagai penambah wawasan.
3.
Bagi pembaca Bagi pembaca diharapkan dapat dipakai sebagai tambahan acuan.
11
F. Metodologi 1.
Jenis Penelitian Penelitian akan dilakukan melalui studi pustaka dan studi kasus.
2.
Data yang dikumpulkan Data yang dikumpulkan adalah data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari sumber data. Data tersebut meliputi data kualitatif dan data kuantitatif terutama yang berkaitan dengan kinerja dan pengkuran kinerja pada SMK Sanjaya Pakem.
3.
Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara terutama dengan pengurus sekolah, pengurus Yayasan, bapak dan ibu guru, serta beberapa orang karyawan dan Angket untuk siswa SMK Sanjaya Pakem
4.
Analisis Data Analisis data dilakukan secara komparatif, yaitu dengan cara pembandingan data yang dikumpulkan dari lapangan dengan teori yang terkait dengan Balanced Scorecards.
Sistematika Pembahasan BAB I
PENDAHULUAN Bab ini berisi: A. Latar Belakang Masalah, B. Rumusan Masalah, C. Batasan Masalah,
12
D. Tujuan Penelitian, E. Manfaat Penelitian, F. Metodologi BAB II
LANDASAN TEORI Bab ini berisi: A. Pengukuran Kinerja, B. Sistem Pengukuran Kinerja Tradisional, C. Sistem Pengukuran Kinerja Balanced Scorecard.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN Bab ini berisi: A. Jenis Penelitian B. Data yang dikumpulkan C. Pengumpulan Data D. Analisis
BAB IV
STUDI KASUS DAN ANALISIS DATA Di dalam bab ini akan dibahas lebih lanjut mengenai: A. Studi Kasus B. Analisis Data
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini berisi: A. Kesimpulan B. Saran.
13
14
BAB II LANDASAN TEORI
A. Pengukuran Kinerja
1. Pengertian Pengukuran Kinerja Terdapat beberapa pengertian mengenai pengukuran kinerja, antara lain: a. Menurut Gatot Widayanto (1993) pengukuran kinerja adalah penentuan secara periodik efektifitas operasional suatu organisasi, bagian organisasi dan karyawannya berdasarkan sasarannya, standar, dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. b. Menurut Thomas Secakusuma (1997) pengukuran kinerja merupakan proses untuk pengukuran keberhasilan perusahaan yang dapat digunakan sebagai dasar untuk menyusun sistem imbalan. c. Menurut Andrew D. Szilagyi (1988) pengukuran kinerja merupakan proses untuk menentukan dan mengukur hasil dari kegiatan yang telah dilaksanakan oleh organisasi. d. Menurut Siegel & Marconi (Mulyadi, 1993) pengukuran kinerja adalah penentuan secara periodik efektivitas operasional suatu organisasi, bagian organisasi, dan karyawan berdasarkan sasaran, standar, dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. e. Menurut Marla E. Hacker & Paul A. Brotherton (1988) pengukuran kinerja merupakan suatu sistem pengukuran yang menjadikan suatu organisasi berlangsung pada jalan yang benar. f.
Menurut RA Supriyono (1999) pengukuran kinerja adalah proses untuk menentukan seberapa baik aktivitas-aktivitas bisnis suatu organisasi dilaksanakan untuk mencapai tujuan strategis, mengeliminasi pemborosan-pemborosan, dan menyajikan informasi tepat waktu untuk melaksanakan penyempurnaan secara berkesinambungan.
15
2. Konsep Pengukuran Kinerja Pengukuran kinerja merupakan dasar bagi manajemen untuk mengelola perusahaan dalam sebuah sistem sebagai upaya untuk menghasilkan pengembangan prasarana yang berkelanjutan. Sistem pengukuran kinerja yang diterapkan oleh perusahaan mempunyai dampak terhadap kinerja internal perusahaan dan berpengaruh terhadap output yang dihasilkan. Ada berbagai ukuran kinerja yang dapat digunakan oleh perusahaan yaitu: pangsa pasar, reputasi, inovasi, brand image, perolehan laba, kepuasan customer, kepuasan pekerja, dan sebagainya. Dengan adanya sistem pengukuran kinerja, manajemen perusahaan dapat menetapkan standar kinerja yang diharapkan. Jika pengukuran tersebut dilakukan secara rutin dan tepat sasaran, maka akan memberikan umpan balik dalam pengembangan prasarana yang berkelanjutan untuk mencapai keberhasilan. Pengukuran kinerja yang dilakukan dalam perusahaan merupakan suatu upaya untuk mencapai tujuan perusahaan. Pengukuran kinerja tidak lepas dari pengaruh tingkatan (level) dalam perusahaan. Manajer dan karyawan perusahaan di seluruh level mempunyai kebutuhan akan informasi kinerja yang telah mereka capai. Sebagai faktor penentu keberhasilan perusahaan, kinerja yang diukur akan mendorong seluruh pekerja yang terlibat dalam perusahaan berkompetisi untuk mencapai standar kerja yang ditetapkan. Karena melibatkan seluruh pekerja dalam perusahaan dan dapat mendorong pekerja untuk mencapai tujuan perusahaan, ini berarti bahwa pengukuran kinerja penting peranannya sebagai alat manajemen bagi manajer dan karyawan. Tanpa pengukuran kinerja, manajer perusahaan tidak mempunyai dasar untuk: a. Secara tegas mengkomunikasikan kinerja yang diharapkan kepada karyawan; b. mengetahui kinerja yang telah dilakukan di perusahaan; c. mengidentifikasi terjadinya kesenjangan kinerja yang seharusnya dianalisa dan dapat dihindari;
16
d. memberikan unpan balik sebagai bahan perbandingan antara kinerja yang dilakukan dengan standar yang telah ditetapkan; e. mengidentifikasi kinerja yang seharusnya mendapatkan penghargaan atau hukuman; dan f.
secara efektif membuat dan mendukung keputusan berdasarkan sumber daya, rencana, kebijakan, jadwal, dan struktur dalam perusahaan.
3. Pentingnya Pengukuran Kinerja Permasalahan-permasalahn yang tidak diantisipasi seringkali muncul ke permukaan ketika perusahaan tumbuh menjadi besar. Ketika masih berbentuk perusahaan kecil dengan satu unit bisnis, permasalahan-permasalahan dalam unit bisnis tersebut masih dapat diantisipasi. Ketika perusahaan mengalami pertumbuhan usaha dan memiliki banyak unit bisnis, muncul berbagai masalah dalam pengukuran kinerja antar unit bisnis tersebut. Beberapa unit bisnis menghasilkan keuntungan tetapi tidak dapat diukur mengapa unit bisnis tersebut dapat menghasilkan keuntungan lebih besar dibandingkan unit bisnis yang lain, bahkan beberapa unit bisnis mengalami kerugian dalam operasi bisnisnya. Unit-unit bisnis yang tidak dapat menghasilkan keuntungan tersebut, pada kenyataannya melakukan kinerja yang buruk dalam operasionalnya. Manajer di perusahaan di kantor pusat yang tidak dapat setiap hari dan sepanjang waktu melakukan inspeksi di setiap unit bisnis, beranggapan bahwa kontrol finansial yang buruk di unit-unit bisnis tersebut telah mengikis keuntungan yang diperoleh dan menganggap bahwa masalah finansial menjadi penyebab yang utama. Terlihat bahwa manajer di perusahaan tersebut hanya memfokuskan perhatian pada perspektif finansial, padahal dalam kenyataan kinerja operasional yang buruk menjadi penyebab utama kegagalan unit bisnis. Seringkali manajer perusahaan yang memiliki banyak unit bisnis mengalami kesulitan untuk mengkomunikasikan visi corporate perusahaan kepada unit-unit bisnis yang dimiliki dan
17
mendapatkan informasi untuk mengolah masing-masing unit bisnis secara efektif. Kesalahan dalam menentukan ukuran keberhasilan atau kegagalan unit bisnis perusahaan dapat berakibat buruk pada kinerja unit bisnis. Manajer perusahaan yang hanya menekankan perhatian pada aspek finansial akan mengukur keberhasilan atau kegagalan unit bisnis yang dikelola berdasarkan kinerja finansial dan mengabaikan aspek-aspek lain yang mendukung keberhasilan perusahaan. Karena hanya berdasarkan kinerja finansial perusahaan di masa lampau, sehingga berdampak pada dikesampingkannya gagasan manajer baru, program baru untuk meningkatkan kualitas perusahaan, dan peningkatan pelayanan customer. Informasi yang relevan dibutuhkan untuk pengambilan keputusan sesuai kondisi terkini yang dihadapi perusahaan. Dengan hanya menggunakan ukuran kinerja finansial, perusahaan terfokus pada program kerja di masa lampau yang akan diteruskan pada periode-periode kerja selanjutnya. Hal itu membuat kinerja perusahaan tidak relevan dengan kondisi saat ini. Padahal di samping aspek finansial, terdapat aspek-aspek penting lainnya dalam pengukuran kinerja yang akan diuraikan sebagai berikut: a.
Kepuasan customer Dalam era globalisasi perdagangan, peran dan posisi customer sangat penting dalam
penentuan strategi perusahaan. Dengan semakin banyaknya tuntutan customer akan pelayanan yang berkualitas, maka perusahaan dituntut untuk secara berkesinambungan memberikan pelayanan yang berkualitas prima. Untuk itu kepuasan customer perlu dimasukkan dalam desain pengukuran kinerja sehingga dapat diperoleh informasi yang relevan atas kepuasan customer. b. Operasi bisnis internal Informasi operasi bisnis internal diperlukan untuk memastikan bahwa seluruh kegiatan perusahaan sudah selaras dengan tujuan dan sasaran perusahaan. Informasi operasi bisnis internal
18
juga diperlukan untuk melakukan perbaikan yang berkesinambungan terhadap efisiensi dan efektifitas operasi perusahaan. c. Kepuasan pekerja Dalam setiap perusahaan, pekerja merupakan modal berharga yang harus dikelola dengan baik. Perusahaan perlu melakukan inovasi untuk perbaikan kinerja perusahaan dan dalam hal ini pekerja memiliki peran strategis karena merekalah yang terkena dampak dan melaksanakan inovasi tersebut. Apabila pekerja tidak dapat dikelola dengan baik, maka inovasi perbaikan kinerja tidak akan berjalan dan mengakibatkan kehancuran perusahaan sulit untuk dicegah. d. Kepuasan stake holders Dalam melakukan kegiatan operasional, perusahaan perlu berinteraksi terhadap berbagai pihak yang berkepentingan terhadap keberadaannya. Untuk itu, informasi dari pengukuran kinerja perlu didesain untuk mengakomodasi kepuasan stake holders. Menetapkan arah dan mencapai tujuan perusahaan relatif lebih mudah untuk perusahaan kecil dengan seluruh karyawan yang bekerja bersama dalam satu lokasi. Diskusi informasi dan pengawasan (supervision) langsung dapat digunakan untuk memastikan bahwa perusahaan telah dikelola secara efektif. Ketika perusahaan menjadi semakin besar dan mempunyai banyak unit bisnis, pengelolaan perusahaan menjadi semakin sulit. Untuk mengatasi kendala dalam menentukan ukuran kinerja yang tepat, manajer yang efektif dan efisien akan mengandalkan pada pengukuran kinerja yang dapat digunakan untuk menetapkan arah dan tujuan perusahaan, membuat keputusan strategis dan mencapai tujuan perusahaan. Pengukuran kinerja yang efektif dapat membantu manajer untuk memonitor implementasi strategi unit bisnis dengan membandingkan antara hasil aktual dengan hasil sasaran dan tujuan strategi perusahaan secara berkesinambungan. Pengukuran kinerja tersebut terdiri atas
19
metode yang sistematis dalam penetapan tujuan perusahaan dan pelaporan periodik yang mengindikasikan realisasi atas pencapaian tujuan perusahaan. Dalam pengukuran kinerja tradisional yang hanya mengutamakan aspek finansial misalnya anggaran tahunan sebagai alat perencanaan masa depan hanya mempunyai masa pelaksanaan satu tahun atau kurang. Ukuran kinerja tradisional lebih terfokus pada pencapaian hasil dalam aspek finansial. Pengukuran kinerja tradisional dilakukan dengan membandingkan antara ukuran finansial aktual dengan ukuran finansial yang dianggarkan. Berbagai inovasi finansial yang digunakan dalam kinerja tradisional hanya memberi penekanan pada pencapaian tujuan dalam jangka pendek, investasi jangka pendek yang berlebihan, dan mengabaikan investasi perusahaan untuk menciptakan nilai tambah dalam jangka panjang. Terlepas dari kapasitas, jenis, sektor usaha atau spesialisasi, perusahaan harus mempunyai pengukuran kinerja yang baik. Berikut ini akan diuraikan tentang kriteria pengukuran kinerja yang baik. a. Simple: pengukuran kinerja yang ditetapkan harus dapat dimengerti oleh para pekerja yang terlibat di dalam perusahaan. b. Few in number: ukuran kinerja yang penting harus dibedakan dengan ukuran kinerja yang tidak penting untuk membuat para pekerja dapat berkonsentrasi pada beberapa ukuran penting yang terkait dengan pencapaian tujuan perusahaan. c. Developed by users: untuk menjadikan pengukuran kinerja sebagai tanggung jawab seluruh pekerja, pengukuran tersebut harus dikembangkan dengan melibatkan partisipasi pekerja yang terlibat. Pengukuran yang hanya ditetapkan secara sepihak oleh manajer eksekutif seringkali sulit untuk mendapatkan dukungan dari unit-unit kerja di level bawah. Dalam beberapa kasus, pengukuran kinerja merupakan mandat dari customer.
20
d. Relevance to customer: pengukuran kinerja harus relevan dengan kebutuhan baik dari internal customer maupun eksternal customer. Kontrol terhadap perubahan-perubahan yang perlu dilakukan harus ditetapkan oleh pekerja yang diberi tanggung jawab dalam pengukuran kinerja. Mereka juga harus memutuskan pengukuran yang harus digunakan dan merancang target untuk mencapai tujuan perusahaan. e. Improvement: meskipun perbaikan-perbaikan prosedur dan pembuatan keputusan terkini penting bagi perusahaan, tetapi perusahaan harus tetap berfokus pada kemajuan yang dicapai, antisipasi, perencanaan strategis, jangka panjang, dan pencapaian tujuan. Pengukuran yang digunakan untuk pengembangan perusahaan merupakan aspek penting dalam rangka mendukung kemajuan perusahaan. f.
Cost: harus digarisbawahi bahwa cost dan profit dapat merefleksikan peningkatan atau penurunan kinerja finansial dalam perusahaan. Jadi pengukuran cost dan profit harus menjadi perhatian perusahan.
g. Visible: berbagai ukuran fasilitas yang ada di perusahaan seharusnya ditempatkan dalam satu pusat lokasi, seperti land atau breakroom, dimana setiap pekerja dapat melihat fasilitas tersebut. Demikian juga pada ukuran unit bisnis yang seharusnya ditempatkan pada mesin atau walkcentre. h. Timely: data harus diukur, dianalisis, dan evaluasi berkenaan dengan pencapaian tujuan perusahaan. Data finansial dan data akuntansi seringkali disajikan terlambat untuk ditindaklanjuti. Mungkin dibutuhkan periode pengukuran setiap jam, harian, atau mingguan daripada pengukuran bulanan, kuartalan, atau tahunan sebagaimana diterapkan dalam sistem akuntansi tradisional. Informasi yang tepat waktu dapat digunakan secara efektif dalam pembuatan keputusan. i.
Aligned: perangkat yang menyeluruh dan indikator pengukuran yang menghubungkan customer dengan ukuran kinerja perusahaan yang diperlukan merupakan jalan keluar untuk menyelaraskan seluruh aktifitas perusahaan dengan tujuan perusahaan.
21
j.
Result: ukuran hasil harus diarahkan dan diseimbangkan dengan kepentingan seluruh stake holders: management, employees, customers, stockholders, suppliers, the public, and the community―sebagai elemen penting dalam menunjang keberadaan dan kesuksesan perusahaan.
4. Tujuan dan Manfaat Pengukuran Kinerja Untuk dapat menjawab pertanyaan akan tingkat keberhasilan perusahaan maka aktivitas kinerja dalam perusahaan harus diukur. Melalui pengukuran kinerja akan diketahui kinerja perusahaan dalam suatu periode tertentu sehingga program kerja dapat diukur dan dievaluasi. Perusahaan merancang proses bisnis untuk menacapi tujuan yang telah ditetapkan memalui kinerja yang dijalankan. Kemudian muncul dua pertanyaan mendasar tentang kinerja yang akan dijalankan , yaitu : a. Bagaimana cara mengetahui bahwa berbagai sasaran dan tujuan yang ditetapkan telah tercapai? b. Bagaimana cara untuk mengetahui apakah tujuan dan sasaran yang telah dirancang sebelumnya masih dijalankan? Untuk itu diperlukan sistem pengukuran kinerja yang bertujuan untuk mendapatkan informasi yang akurat dan benar tentang perilaku dan kinerja dalam perusahaan. Pengukuran kinerja yang dilakukan tidak semata-mata berfokus kepada input dari program yang dijalankan di perusahaan, tetapi lebih ditekankan kepada output, proses, manfaat, dan dampak dari program yang telah dijalankan oleh perusahaan bagi customer. Pengukuran kinerja bertujuan (Siegel & Marconi, 1989) untuk:
22
a.
Memotivasi karyawan dalam mencapai tujuan organisasi dan dalam mematuhi standar perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya, agar membuahkan tindakan dan hasil yang diinginkan.
b.
Menekan perilaku yang tidak semestinya (dysfunctional behaviour) dan mendorong perilaku yang semestinya melalui umpan balik hasil kinerja pada waktunya serta imbalan, baik yang bersifat intrinsik maupun ekstrinsik. Menurut Laela (1998), penilaian kinerja bertujuan untuk menghasilkan informasi yang akurat dan valid berkenaan dengan perilaku dan kinerja anggota organisasi untuk evaluasi dan pengembangan. Aspek evaluasi dalam penilaian kinerja digunakan untuk menilai kinerja masa lalu sebagai dasar pelaksanaan keputusan-keputusan personalia dengan tujuan sebagai berikut:
a. Memberikan masukan untuk keputusan sumber daya manusia seperti promosi, transfer, dan pemutusan hubungan kerja. b. Memberikan umpan balik kepada karyawan mengenai bagaimana pandangan organisasi akan kinerja mereka. c. Sebagai dasar dalam pemberian kompensasi yang mencakup peningkatan balas jasa, bonus karyawan, dan kenaikan lainnya dalam gaji. Penilaian kinerja bermanfaat bagi perusahaan maupun karyawan perusahaan. Menurut Mulyadi ( 1997), penilaian kinerja dimanfaatkan manajemen untuk: a. Mengelola operasi organisasi secara efektif dan efisien melalui pemberian motivasi karyawan secara maksimum. b. Membantu pengambilan keputusan yang bersangkutan dengan karyawan, seperti promosi, transfer, dan pemberhentian. c. Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan karyawan untuk menyediakan kriteria seleksi dan evaluasi program pelatihan.
23
d. Menyediakan umpan balik dengan karyawan mengenai bagaimana atasannya menilai kinerja mereka. e. Menyediakan suatu dasar bagi distribusi penghargaan.
5. Sistem Pengukuran Kinerja yang Efektif Keberhasilan implementasi pengukuran kinerja sangat tergantung pada keterlibatan berbagai elemen dalam organisasi. Kinerja akan diukur atas dasar kriteria tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya. Karena perusahaan adalah selalu dinamis maka sistem pengukuran kinerja yang baik juga harus selalu dinamis, termasuk kriteria yang dipakai sebagai tolok ukur. Agar pengukuran kinerja dapat berhasil perlu mengikuti pedoman. Atkinson, Banker, Kaplan & Young (1995) memberi pedoman bagaimana sistem pengukuran kinerja yang baik, yaitu: a. Memperhitungkan setiap aktivitas dan organisasi itu sendiri terhadap perspektif konsumen. b. Mengevaluasi setiap aktivitas dengan menggunakan ukuran kinerja yang diakui oleh konsumen. c. Mempertimbangkan semua segi kinerja yang berpengaruh terhadap konsumen secara komprehensif. d. Mempersiapkan feed back (umpan balik) untuk membantu organisasi dalam mengidentifikasi timbulnya masalah dan memberikan sarana perubahan serta langkah-langkah untuk perbaikan. Sistem pengukuran kinerja yang efektif memberikn suatu informasi kepada anggota dalam bentuk signal, yaitu informasi yang disiapkan untuk pengambilan keputusan. Terdapat dua macam signal, (Atkinson, Banker, Kaplan, & Young, 1995), yaitu: a. Signal peringatan, yang berguna untuk menginformasikan apabila terjadi kesalahan, yang selanjutnya akan memicu suatu investigasi untuk menemukan penyebab terjadinya kesalahan, sebagai langkah awal untuk melakukan tindakan koreksi atas kesalahan tersebut.
24
b. Signal diagnosa,yang berguna untuk mendiagnosa masalah yang terjadi, dan apabila memungkinkan, diikuti dengan pemberian solusinya.
B. Sistem Pengukuran Kinerja Tradisional Hansen & Mowen (1995) membedakan sistem pengukuran kinerja menjadi dua, yaitu sistem tradisional dan sistem kontemporer. Sistem pengukuran kinerja kontemporer lazim disebut dengan sistem Balanced Scorecard. Sistem pengukuran kinerja tradisional dapat diterapkan pada perusahaan yang sentralisasi maupun yang desentralisasi. 1. Sistem Pengukuran Kinerja Tradisional Pada Perusahaan Sentralisasi Untuk perusahaan yang sentralisasi penilaian kinerja terutama dilakukan terhadap manajemen puncak atau korporasi. Penilaian kinerja difokuskan pada kinerja keuangan dengan menggunakan analisis ratio yang meliputi: a.
Rasio likuiditas, yang mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya bila jatuh tempo.
b.
Rasio leverage, yang mengukur hingga sejauh mana perusahaan dibiayai oleh hutang.
c.
Rasio aktivitas, yang mengukur seberapa efektif perusahaan menggunakan sumber dayanya.
d.
Rasio profitabilitas, yang mengukur efektivitas manajemen yang ditunjukkan oleh laba yang dihasilkan dari penjualan dan investasi perusahaan.
e.
Rasio pertumbuhan, yang mengukur kemampuan perusahaan mempertahankan posisi ekonominya di dalam pertumbuhan ekonomi dan industri.
f.
Rasio penilaian, yang mengukur kemampuan manajemen dalam menciptakan nilai pasar yang melampaui pengeluaran biaya investasi.
25
2. Sistem Pengukuran Kinerja Tradisional Pada Perusahaan Densentralisasi Untuk perusahaan yang desentralisasi sistem pengukuran kinerja tidak hanya dilakukan terhadap kinerja manajemen puncak atau korporasi tetapi juga terhadap kinerja manajemen pusat pertanggung-jawaban. Pusat pertanggung-jawaban (responsibility centre) adalah suatu unit organisasi yang dipimpin oleh seorang manajer yang bertanggung-jawab (resposible manager). Berdasarkan wewenang yang diberikan dan selanjutnya kinerja yang diukur maka pusat pertanggungjawaban dikelompokkan menjadi 4, yaitu: a.
Pusat pendapatan (revenue centre)
b.
Pusat biaya (cost centre)
c.
Pusat laba (profit centre)
d.
Pusat investasi (investment centre) Pengukuran kinerja manajemen pusat pertanggung-jawaban disesuaikan dengan jenis
pusat pertanggung-jawaban, yaitu sebagai berikut: a. Pengukuran kinerja pusat pendapatan Pusat pendapatan merupakan pusat pertanggungjawaban dimana outputnya diukur dalam unit moneter, tetapi tidak dihubungkan dengan inputnya. Ukuran yang digunakan dalam pusat pendapatan adalah banyaknya pendapatan yang diperoleh, yaitu perkalian antara unit yang dijual dengan harga yang dijual. Pusat pendapatan terutama dibentuk oleh bagian penjualan. Anggaran penjualan sudah ditetapkan sebelumnya dan harus dapat dicapai oleh manajer yang bertanggung jawab. Pengukuran prestasi manajer pusat pendapatan adalah dapat tidaknya manajer tersebut melampaui target pendapatan yang telah dianggarkan. Apabila target pendapatan dapat dicapai, atasan akan memberi insentif berupa bonus atau kenaikan gaji atau bisa juga
26
dalam bentuk lain yang bisa memotivasi manajer tersebut untuk mencapai apa yang telah ditetapkan sebelumnya. b. Pengukuran kinerja pusat biaya Pusat biaya adalah pusat pertanggungjawaban dimana input atau biaya diukur dalam satuan uang, tetapi keluaran atau output tidak diukur dalam satuan uang. Dalam pusat biaya ada dua jenis biaya, yaitu pusat biaya teknis (engineered expense) dan pusat biaya kebijakan (discreationary expense centers). Pusat biaya teknis umumnya dinyatakan dalam biaya standar, biaya standar ditetapkan per unit dan nantinya dikalikan dengan unit keluaran yang dihasilkan. Total biaya sesungguhnya akan dibandingkan dengan total biaya standar dan selisihnya akan dianalisis. Pusat biaya kebijakan adalah pusat biaya yang sebagian besar biaya yang terjadi tidak mempunyai hubungan yang erat dengan
output yang dihasilkan. Output suatu biaya
kebijakan tidak dapat diukur dengan nilai moneter. Banyak masalah yang timbul dalam pengukuran biaya sebagai ukuran kinerja, karena tidak ada biaya yang seratus persen dapat dikendalikan oleh manajer yang memiliki wewenang untuk mengendalikan pusat biaya. Menurut Mulyadi (1997) masalah yang timbul dalam penggunaan biaya sebagai ukuran kinerja manajer pusat biaya adalah: 1) Masalah perilaku biaya Seringkali terdapat kerancuan antara variabilitas dengan terkendalikan atau tidaknya suatu biaya. Variabilitas biaya merupakan perilaku biaya dalam hubungannya dengan perubahan volume kegiatan, sedangkan terkendalikan atau tidaknya biaya bersangkutan dengan hubungan biaya adalah wewenang yang dimiliki oleh manajer tertentu. Dalam menentukan terkendalikan atau tidaknya biaya perlu dihubungkan biaya tertentu dengan
27
wewenang yang dimiliki oleh manajer pusat biaya atas biaya tersebut. Jika manajer pusat biaya memiliki wewenang yang memadai untuk dapat secara signifikan mempengaruhi biaya tertentu, maka biaya tersebut merupakan biaya terkendalikan bagi manajer pusat biaya, dan dapat diperhitungkan dalam penentuan biaya yang menjadi ukuran kinerjanya. 2) Masalah hubungan biaya dengan pusat biaya Dalam hubungan dengan pusat biaya, biaya dibagi menjadi dua: biaya langsung dan biaya tidak langsung. Biaya langsung merupakan biaya yang manfaatnya hanya dinikmati oleh pusat biaya tertentu. Biaya tidak langsung merupakan biaya yang manfaatnya dinikmati oleh lebih dari satu pusat biaya. Biaya langsung merupakan biaya terkendalikan jika pusat biaya manajer memiliki wewenang untuk mempengaruhi secara signifikan biaya tersebut. Biaya tidak langsung merupakan biaya tidak terkendalikan bagi manajer pusat biaya jika pembebanan ke pusat biaya tersebut tidak dapat dipengaruhi secara signifikan oleh manajer pusat biaya tersebut. Dalam pengukuran kinerja pusat biaya, biaya langsung maupun biaya tidak langsung yang diperhitungkan sebagai ukuran kinerja harus berupa biaya terkendalikan oleh manajer pusat biaya tersebut. Biaya terkendalikan adalah biaya langsung dan biaya tidak langsung yang dapat dipengaruhi secara signifikan oleh manajer dengan wewenang yang dimilikinya. 3) Masalah jangka waktu Dalam jangka panjang, semua biaya pada dasarnya dapat dikendalikan oleh manajer tertentu dalam organisasi perusahaan. Biaya kebijakan (baik biaya variabel kebijakan maupun biaya tetap kebijakan) merupakan biaya terkendalikan dalam jangka pendek. Engineered variable cost dan committed fixed cost merupakan biaya terkendalikan dalam jangka panjang, dan tidak terkendalikan dalam jangka pendek. Namun perlu disadari
28
bahwa ada beberapa biaya yang memiliki tingkat terkendalikan untuk jangka pendek maupun jangka panjang. 4) Masalah tanggung jawab ganda Jika suatu biaya di bawah wewenang lebih dari satu manajer pusat biaya, timbul masalah siapa yang mempertanggungjawabkan biaya tersebut. Biaya pemeliharaan mesin merupakan contoh biaya yang berada di bawah tanggung jawab ganda: manajer departemen bengkel dan manajer departemen produksi. Dalam pengukuran kinerja manajer pusat biaya, biaya yang berada di bawah wewenang lebih dari satu manajer pusat biaya digunakan untuk mengukur kinerja masing-masing pusat biaya yang terkait. Manajer departemen bengkel bertanggung jawab atas dihasilkannya jasa pemeliharaan dengan biaya pemeliharaan yang minimum, sedangkan manajer departemen produksi bertanggung jawab atas penggunaan minimum jasa bengkel untuk memenuhi kebutuhan produksinya. c. Pengukuran kinerja pusat laba Ukuran yang dipakai dalam pusat laba adalah besarnya laba yang diperoleh pada suatu unit pusat pertanggungjawaban. Suatu pusat laba mempertanggungjawabkan pendapatan dan biaya yang terjadi di divisinya. Pendapatan yang dipertanggungjawabkan adalah semua pendapatan yang terjadi di divisinya selama biaya yang digunakan dapat dikendalikan oleh manajer divisi. Pendapatan yang diperoleh suatu divisi bisa berasal dari dalam perusahaan maupun dari luar perusahaan. Apabila pendapatan berasal dari luar perusahaan, maka harga jual ditentukan berdasarkan harga pasar, sedangkan apabila pendapatan berasal dari dalam perusahaan, maka harga jual ditentukan berdasarkan harga transfer. Penentuan harga transfer ini sedapat mungkin berdasarkan harga pasar.
29
Ukuran yang digunakan untuk mengukur prestasi pusat laba adalah laba yang dapat diperoleh. Besarnya tingkat laba terlebih dahulu ditetapkan dalam anggaran laba. Suatu pusat laba akan berprestasi apabila laba yang diperoleh sesungguhnya melebihi laba yang telah ditetapkan dalam anggaran laba. d. Pengukuran kinerja pusat investasi Ukuran yang dipakai pusat investasi adalah laba yang dihasilkan dibandingkan dengan aktiva yang digunakan untuk menghasilkan laba tersebut. Ada dua metode yang dapat digunakan untuk mengukur prestasi pusat investasi, yaitu: 1)
Kembalian investasi (Return on Investment) Pengukuran ini berdasarkan pada persentase laba yang dihasilkan pada pusat pertanggungjawaban dibandingkan dengan besarnya investasi yang dipakai dalam pusat pertanggungjawaban tersebut. Laba yang dipakai adalah laba sebelum dikurangi biaya modal dan pajak. Kebaikan ROI untuk mengukur prestasi adalah dapat dipakai untuk membandingkan tingkat kemampuan berbagai perusahaan, sedangkan kelemahannya adalah terlalu menitikberatkan pada hasil-hasil jangka pendek dan tidak dapat melihat keuntungan yang sebenarnya karena ROI hanya nelihat besarnya persentase dari investasi.
2)
Laba residu (Residual Income) Pengukuran ini berdasarkan laba yang dihasilkan setelah dikurangi biaya modal dan pajak. Laba residu diukur bukan dalam bentuk persentase melainkan dalam nilai satuan uang. Keuntungan menggunakan laba residu adalah kita dapat melihat laba yang sebenarnya, sedangkan kelemahannya tidak dapat dipakai untuk membandingkan kemampuan beberapa perusahaan.
3. Kelemahan Sistem Pengukuran Kinerja Tradisional
30
Menurut Wenston dan Copeland (1989) pengukuran kinerja dengan sistem tradisional mempunyai keterbatasan-keterbatasan sebagai berikut: a. Rasio disusun berdasarkan data akuntansi dan data ini dipengaruhi oleh cara penafsiran yang berbeda dan bahkan bisa merupakan hasil manipulasi. b. Jika perusahaan menggunakan tahun fiskal yang berbeda atau jika faktor musiman merupakan pengaruh yang penting maka akan mempunyai pengaruh pada rasio perbandingan. c. Analisis harus sangat hati-hati dalam menentukan baik buruknya suatu rasio dan dalam membentuk suatu penilaian menyeluruh dan perusahaan berdasarkan serangkaian rasio keuangan. d. Rasio yang sesuai dengan rasio rata-rata industri tidak memberikan kepastian bahwa perusahaan berjalan normal dan memiliki manajemen yang baik. Sedangkan kelemahan-kelemahan pengukuran kinerja dengan sistem tradisional menurut Kaplan dan Norton, yaitu: a. Ketidakmampuan mengukur kinerja harta-harta tak nampak (intangible assets) dan hartaharta intelektual (sumber daya manusia) perusahaan. b. Kinerja keuangan hanya mampu bercerita mengenai sedikit masalah perusahaan dan tidak mampu sepenuhnya menuntut perusahaan ke arah yang lebih baik.
C. Sistem Pengukuran Kinerja Balanced Scorecard a) Sejarah Balanced Scorecard Yang pertama kali memperkenalkan konsep Balanced Scorecard adalah Kaplan dan Norton. Berawal pada suatu penelitian yang berjudul “Measuring Perfomance” yang dilakukan selama satu tahun terhadap dua belas perusahaan pada tahun 1990, penelitian ini disponsori oleh
31
Nolan Norton Institute, lembaga penelitian milik KPMG. Ketua tim dari penelitian ini adalah David Norton dan Kaplan sebagai konsultan akademis dan dari penelitian tersebut diketahui bahwa pengukuran kinerja keuangan tidak lagi memadai. Penelitian lebih jauh terhadap penelitian Balanced Scorecard dilakukan di beberapa perusahaan. Dari penerapan Balanced Scorecard inilah akhirnya beberapa perusahaan menyadari bahwa konsep Balanced Scorecard tidak hanya sebagai pengukur kinerja, akan tetapi juga bermanfaat untuk mengkomunikasikan strategi baru, sebagaimana ditulis dalam artikel yang berjudul “Putting The Balanced Scorecard To Work” pada tahun 1993. Dari penelitian tersebut akhirnya mereka menyimpulkan bahwa untuk mengukur kinerja di dalam organisasi masa depan, dibutuhkan ukuran kinerja yang komprehensif, yang mencakup empat perspektif: keuangan, customer, proses bisnis internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan organisasi. b) Balanced Scorecard Balanced Scorecard merupakan seperangkat ukuran kinerja yang memberikan pandangan secara global dan singkat namun komprehensif tentang bisnis. Balanced Scorecard hadir agar strategi dan keputusan manajerial lebih operasional dan tersistem. Pemakaian istilah scorecard menurut Joel Kurtzman adalah suatu model bisnis canggih yang dapat membantu perusahaan dalam memahami apa yang sebenarnya menjadi pemicu keberhasilan kegiatannya. Model tersebut dapat diibaratkan seperti halnya panel kendali (control panel) dalam pesawat, yang harus diperhatikan pilot dalam mengendalikan pesawatnya. Dia harus memperhatikan semua panel kendali tersebut, speedometer, temperature gauge, dan komponen lainnya untuk memastikan ketepatan penerbangan sehingga dapat mencapai tujuan. Dalam suatu perusahaan, ibaratnya panel-panel kendali itulah yang menjadi scorecard-nya, dapat berupa tampilan kemajuan finansial, kuantitas penjualan produk, tingkat kepuasan konsumen, kapasitas karyawan, kuantitas produk rusak, dan lain sebagainya. Manajer harus dapat memastikan bahwa scorecard telah mengindikasikan tingkat yang kondusif untuk kemajuan perusahaan, termasuk
32
memahami dan mengelola seluruh panel kendali bisnis tersebut secara seimbang (balanced) (Joel Kurtzman, 1997). Banyak kalangan telah mencoba untuk memberikan pengertian tentang Balanced Scorecard, namun mereka belum menemukan kata sepakat. Sebagai ide awal, Balanced Scorecard dapat diterima sebagai pengetahuan yang masih dapat dikembangkan lebih lanjut. Kaplan dan Norton sendiri beranggapan bahwa scorecard sebagai suatu progress report diharapkan dapat dikembangkan dan disempurnakan pada masa yang akan datang. Balanced Scorecard dapat pula diartikan menurut Kaplan dan Norton adalah sebagai sistem manajemen yang dapat digunakan sebagai kerangka sentral dalam berbagai proses manajemen kritis seperti penentuan goal individu dan tim, pemberi kompensasi, alokasi sumber daya manusia, perencanaan dan penganggaran karyawan, serta penumbuhan iklim belajar dalam organisasi. c) Balanced Scorecard sebagai suatu sistem pengukuran Dalam pengukuran kinerja tradisional, pencapaian visi organisasi biasanya diukur dengan menggunakan ukuran keuangan seperti Return On Investment (ROI) dan Residual Income untuk mengukur kemampuan organisasi sebagai pencipta kekayaan. Dan sebagai penyempurnaannya, kinerja keuangan ini lalu memakai Economic Value Added (EVA), akan tetapi ukuran keuangan ini tidak mencerminkan keadaan nyata yang dihadapi seorang manajer. Ukuran keuangan membuat manajer hanya menitikberatkan pengerahan sumber daya organisasi jangka pendek, yaitu cepat menghasilkan financial return, akibatnya manajer tidak memperhatikan investasi yang bersifat tujuan jangka panjang, seperti pengembangan sistem yang digunakan untuk memuaskan pelanggan, pendidikan dan pelatihan karyawan untuk pemberdayaan karyawan, pengembangan fungsi organisasi dan fungsai informasi manajemen untuk kecepatan respon terhadap kebutuhan pelanggan dan pemasok.
33
Balanced Scorecard merupakan salah satu dari beberapa konsep sistem pengukuran kinerja. Balanced Scorecard membantu mengembangkan antara pengukuran-pengukuran strategi yang berbeda dalam suatu usaha untuk mencapai Goal Congruence. Selain itu, Balanced Scorecard memberikan suatu framewalk, yaitu suatu bahasa untuk mengkomunikasikan misi dan strategi, kemudian menginformasikan kepada seluruh pekerja tentang apa yang menjadi penentu sukses saat ini dan masa mendatang. Sasaran dari sistem pengukuran adalah memotivasi semua lini pekerja untuk mengimplementasikan secara baik strategi unit bisnis. Balanced scorecard mampu mengkomunikasikan sasaran target ke dalam bahasa operasional. Komunikasi ini akan memfokuskan manajer, pekerja atas faktor-faktor penentu kinerja yang memungkinkan mereka untuk memutuskan inisiatif serta tindakan untuk pencapaian tujuan-tujuan organisasi. Dalam suatu seminarnya yang
berjudul “Strategic Management System dengan
Pendekatan Balanced Scorecard”, Mulyadi menjelaskan tentang pencapaian visi Wealth-Creating Institution sebagai berikut: 1) Peningkatan pelanggan yang puas sehingga meningkatkan laba (melalui peningkatan revenue) tanpa harus menambah pemakaian modal. 2) Peningkatan produktivitas dan komitmen karyawan, sehingga meningkatkan laba (melalui peningkatan Cost Effectiveness) tanpa harus menambah pemakaian modal. 3) Peningkatan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan financial returns dengan mengurangi modal yang digunakan atau melakukan investasi dalam proyek yang menghasilkan return yang tinggi. d) Pengukuran kinerja bisnis dalam Balanced Scorecard Ada empat macam pengukuran kinerja bisnis dalam Balanced Scorecard, yaitu: 1) Kinerja keuangan
34
Diperlukan keunggulan di bidang keuangan pada suatu organisasi supaya organisasi tersebut menjadi Wealth Institution. Dengan adanya keunggulan di bidang keuangan ini, suatu organisasi akan menguasai sumber daya yang sangat dibutuhkan untuk mewujudkan tiga perspektif strategi yang lain; customer, proses internal bisnis, serta pertumbuhan dan pembelajaran. Kinerja keuangan masih menjadi titik perhatian. Hal ini dikarenakan ukuran keuangan merupakan suatu ikhtisar, dan konsekuensi ekonomi yang terjadi disebabkan oleh keputusan dan tindakan ekonomi yang telah diambil. Ukuran keuangan masih dipertahankan dalam Balanced Scorecard, dengan tujuan melihat kontribusi penerapan suatu strategi pada laba perusahaan. Tujuan keuangan biasanya ditanyakan dalam profitabilitas, misalnya laba operasi, tingkat pengembalian atas barang modal (ROCE), nilai tambah ekonomis, pertumbuhan penjualan atau arus kas yang dihasilkan. Dalam kinerja keuangan ini, tolak ukur yang digunakan bergantung pada posisi perusahaan dan daur hidup bisnisnya (Kaplan dan Norton, 1996) yaitu: a)
Tahap pertumbuhan (growth) Perusahaan yang berada pada tahapan ini biasanya menghasilkan produk yang mempunyai prospek cerah. Karena itu, perusahaan menyerahkan segala sumber daya yang dimiliki oleh mereka untuk mendukung pengembangan produk-produk mereka, di antaranya untuk membangun dan memperluas berbagai fasilitas produksi, jaringan distribusi serta prasarana. Investasi yang ditanamkan pada tahapan ini sangat tinggi. Untuk itu, tolok ukur yang dipakai adalah tingkat pertumbuhan pendapatan / penjualan (growth rate in revenue/sales).
b)
Tahap bertahanp (sustain) Dengan adanya persaingan yang semakin kuat dalam bisnis, membuat banyak perusahaan dalam keadaan pada tahapan ini. Dalam tahapan ini, perusahaan berusaha untuk
35
mempertahankan pengsa pasar yang telah mereka kuasai supaya tetap meraih keuntungan/laba. Investasi tetap dilakukan namun lebih ditujukan untuk mengatasi kemampatan (bottleneck) dalam proses produksi dengan cara misalnya meningkatkan kapasitas produksi dan menyempurnakan proses produksi. Tolok ukur yang digunakan di antaranya besarnya laba operasional (operational income), besarnya laba kotor (gross margin) dan tingkat pengembalian modal (return in capital employed). c) Tahap panen (harvest) Dalam tahapan ini produk-produk yang dihasilkan oleh perusahaan telah mencapai titik jenuh. Pada situasi seperti ini, investasi dalam jumlah besar sudah tidak diperlukan lagi. Yang menjadi pusat perhatian adalah bagaimana caranya meningkatkan pendayagunaan harta-harta perusahaan untuk memaksimalkan arus kas masuk (cash flow). Dalam tahapan ini yang menjadi tolok ukur adalah besarnya arus kas masuk dan kegiatan operasi perusahaan dan tingkat penurunan kebutuhan modal kerja (reduction rate in working in capital requirement). 2)
Kinerja pelanggan Pelanggan merupakan sumber penting pendapatan perusahaan. Dengan adanya pelanggan, perusahaan akan mendapatkan pemasukan pendapatan, sehingga perusahaan dapat menjalankan operasionalnya. Untuk itu, perusahaan harus benar-benar mampu menciptakan dan mengajukan barang dan jasa yang diinginkan oleh konsumen. Dengan mampu memenuhi kebutuhan konsumen, perusahaan bisa menjadi “the best perfomer” dalam jangka panjang. Secara umum, potential customer (bakal pelanggan) tidaklah sama. Masingmasing pelanggan mempunyai preferensi yang berbeda-beda terhadap atribut produk. Demikian juga perusahaan mempunyai keterbatasan untuk bisa memberikan kepuasan kepada semua pelanggannya. Meskipun pasar relatif kecil persaingannya, memberikan nilai
36
kepada konsumen merupakan satu-satunya cara untuk mencapai kepuasan dan kesetiaan customer dan akhirnya menimbulkan kinerja keuangan yang superior dalam jangka panjang (Jones and Sasser, 1995). Sebelum tolok ukur kinerja pelanggan ditetapkan, Kaplan dan Norton menganjurkan supaya perusahaan-perusahaan menetapkan dahulu segmen yang akan menjadi target atau sasaran-sasaran serta mengidentifikasi keinginan dan kebutuhan para pelanggan yang berada dalam segmen tersebut sehingga tolok ukurnya menjadi lebih terfokus. Tolok ukur kinerja pelanggan dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok yang pertama disebut kelompok inti; sedangkan kelompok yang kedua disebut kelompok penunjang. Adapun kelompok inti terdiri dari lima tolok ukur yang tergabung dalam kelompok ini pada dasarnya merupakan pengukur hasil akhir yang saling terkait dan terdiri atas: a) Pangsa pasar Digunakan untuk mengukur berapa besar proporsi segmen pasar tertentu yang dikuasai oleh perusahaan. b) Tingkat perolehan pelanggan baru Mengukur seberapa banyak pelanggan baru yang berhasil didapatkan oleh perusahaan. c) Kemampuan mempertahankan pelanggan lama Mengukur seberapa banyak perusahaan berhasil mempertahankan pelanggan lama. d) Tingkat kepuasan pelanggan Mengukur seberapa jauh para pelanggan merasa puas terhadap pelayanan perusahaan. e) Tingkat profibilitas pelanggan
37
Mengukur seberapa besar keuntungan yang berhasil diraih oleh perusahaan dari penjualan produk kepada pelanggannya.
Gambar 2.1. Perspektif Pelanggan PANGSA PASAR
AKUISI PELANGGAN
PROFITABILITAS PELANGGAN
RETENSI PELANGGAN
KEPUASAN PELANGGAN
38
Sumber: Ancella Hermawan, 1996, BSC sebagai sarana akuntansi manajemen strategik
Kelompok kedua disebut kelompok penunjang (kelompok pengukuran nilai pelanggan) karena terdiri dari tolok ukur-tolok ukur driver. Kelompok penunjang terdiri dari: a) Atribut-atribut produk (fungsi, harga, dan mutu) Contoh dari tolok ukur atribut ini adalah: 1) tingkat harga eceran relatif 2) tingkat daya guna relatif 3) tingkat pengembalian produk dari pelanggan sebagai akibat ketidaksempurnaan proses produksi (cacat, tidak lengkap, dan sebagainya) 4) mutu peralatan dan fasilitas produksi yang digunakan 5) kemampuan sumber daya manusianya b. Hubungan dengan pelanggan Tolok ukur yang bisa digunakan misalnya: 1) tingkat fleksibilitas perusahaan dalam memenuhi keinginan dan kebutuhan konsumen 2) tingkat ketersediaan produk-produk yang diinginkan pelanggan 3) penampilan fisik fasilitas penjualan (kebersihan, keamanan, kenyamanan, dan sebagainya) 4) penampilan fisik dan mutu layanan yang diberikan oleh pramuniaga. c. Citra dan reputasi perusahaan beserta produk-produknya di mata pelanggan dan masyarakat konsumen.
39
Gambar 2.2. Proporsi nilai
Atribut produk/jasa + image + hubungan
Fungsionalitas
Kualitas
Harga
Waktu
Sumber: Kaplan, Robert S. dan Norton, David C., 1996, BSC.
3) Kinerja Bisnis Internal Salah satu perbedaan mendasar antara pengukuran kinerja tradisional dengan balanced scorecard adalah terletak pada perspektif proses bisnis internal ini, yakni jika pada pendekatan tradisional memfokuskan pada perbaikan proses bisnis yang sudah ada, sedangkan pada balanced scorecard memfokuskan pada identifikasi proses baru (proses inovasi) yang harus dikuasai perusahaan untuk memenuhi tujuan keuangan dan pelanggannya. Ukuran dalam perpektif proses internal bisnis ini adalah memfokuskan pada masa proses internal yang akan mempunyai dampak pada kepuasan pelanggan dan pencapaian tujuan keuangan perusahaan. Model umum rantai inilah yang dipakai oleh perusahaan guna menciptakan nilai bagi pelanggannya yang meliputi tiga proses bisnis utama yaitu: a) Inovasi
40
Dalam tahap ini, perusahaan mengidentifikasi keinginan dan kebutuhan para pelanggan ataupun calon pelanggan di masa kini ataupun masa yang akan datang, serta merumuskan cara-cara untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Tolok ukur yang dipakai dalam tahapan ini adalah: (1) banyaknya produk baru yang berhasil dikembangkan secara relatif jika dibandingkan dengan para pesaing (2) besarnya penjualan produk-produk tersebut (3)
lamanya waktu yang dibutuhkan untuk mengembangkan satu produk baru secara relatif jika dibandingkan dengan para pesaing
(4) lamanya waktu yang dibutuhkan untuk berhasil menjual produk-produk tersebut (5) besarnya biaya yang dibutuhkan untuk mengembangkan produk-produk baru secara relatif jika dibandingkan dengan para pesaing b) Proses operasi Perusahaan memproduksi dan menyampaikan produk atau jasa yang sudah ada kepada pelanggan. c) Layanan purnajual Dalam tahapan ini perusahaan akan berusaha untuk memberi manfaat tambahan kepada para pelanggan yang telah membeli produknya. Adapun manfaat tersebut berupa berbagai layanan pemeliharaan produk, layanan perbaikan kerusakan, layanan penggantian suku cadang, dan layanan pembayaran cicilan. Tolok ukur yang dipakai: (1) jangka waktu yang dibutuhkan untuk memenuhi permintaan pemeliharaan produk (2) jangka waktu perbaikan kerusakan atau penggantian suku cadang
41
(3) tingkat efisiensi pelayanan purnajual (4) banyaknya pelanggan yang mampu dilayani hanya dengan satu kali permintaan (5) jangka waktu perolehan pembayaran perusahaan (collection time) (6) jangka waktu penyelesaian perusahaan (dispute resolution period)
Gambar 2.3. Proses internal bisnis
Proses
Proses
Inovasi
Mengidentifikasi Kebutuhan Pelanggan
Proses Operasi
Purnajual
Mengidentifikasi Kepuasan Pelanggan
4) Kinerja Pertumbuhan dan Pembelajaran
42
Yang menjadi faktor penting dalam perpektif ini adalah: orang, sistem, dan prosedur organisasi yang berperan dalam pertumbuhan jangka panjang perusahaan. Karena hasil pengukuran dari ketiga perspektif sebelumnya biasanya akan menunjukkan kesenjangan yang besar antara kemampuan orang, sistem, dan prosedur yang ada saat ini dengan yang dibutuhkan untuk mencapai kinerja yang diinginkan, maka perusahaan harus melakukan investasi dalam ketiga faktor tersebut untuk menjamin berhasilnya tujuan yang diinginkan oleh perusahaan. Tolok ukur yang bisa digunakan adalah: a) jumlah saran per pegawai b) jumlah saran yang direalisasikan/diimplementasikan c) jumlah saran yang berhasil d) banyaknya pegawai yang mengerti visi dan tujuan perusahaan
5. Bentuk, Karakteristik, dan Mekanisme Balanced Scorecard Sifat-sifat dan deskripsi di bawah ini mencerminkan bentuk, karakteristik, dan mekanisme balanced scorecard. 1) Instrumen Pengukuran Kinerja Manajemen yang Multidimensional Balanced scorecard selain mengukur kinerja manajemen dari segi finansial yang biasa diberikan dalam akuntansi juga memberikan indikator-indikator kinerja penting dan dimensi nonfinansial seperti pelanggan, kepuasan kerja, dan segmen pasar. Pada era reformasi ini dimana persaingan menjadi intens dan terbuka, perusahaan harus mengukur kinerja secara lebih komprehensif dari
43
berbagai perspektif secara lebih komprehensif dan melihat berbagai perspektif seperti perspektif konsumen, karyawan, dan sebagainya. 2) Akomodatif Terhadap Kepentingan Banyak Kelompok Stakeholder Seandainya balanced scorecard itu adalah sebuah mobil, leading medicator adalah kaca depan, sementara lagging indicator adalah kaca spion. Keduanya merupakan instrumen penting dari mobil itu. Akuntansi keuangan sampai sekarang hanya mampu memberikan lagging indicator, sementara leading indicator diperoleh manajemen dari luar sistem akuntansi keuangan. 3) Berorientasi Pada Implementasi Misi dan Strategik Ukuran-ukuran kinerja yang dipakai dalam balanced scorecard diidentifikasi dan diseleksi secara cermat dari populasi bermacam ukuran potensial, juga diturunkan secara hati-hati dan rasional dari visi, misi, dan strategik perusahaan. Balanced scorecard mendorong dan memaksa manajemen guna mengobarkan visi, misi, dan strategik ke dalam tujuan-tujuan strategik (strategic objectives) sespesifik dan sekonkrit mungkin. Kemudian untuk tujuan-tujuan strategik itu ditentukan ukuran-ukuran keberhasilannya sebagai lag indicators-nya, yaitu key success factors yang sangat menentukan hasil strategik itu. 4) Management by Objectives (MBO) Balanced scorecard mengasumsikan diterapkannya management by objectives. Manajemen pada setiap hierarki dalam organisasi harus mempunyai tujuan-tujuan yang jelas yang dijabarkan ke dalam sasaran-sasaran spesifik dan konkrit. Pada tingkat puncak tujuan itu adalah strategic objectives yang dijabarkan ke dalam sasaran spesifik dan konkrit berupa strategic outcomes, yang ukurannya merupakan lag indicators dan kinerja. Pada tingkat operasional tujuan itu adalah tactical objectives yang dijabarkan ke dalam sasaran spesifik dan konkrit berupa perfomance drivers atau key success factor yang ukurannya merupakan leading indicators kinerja masa
44
depan. Karena mengasumsikan diterapkannya MBO, maka tentunya balanced scorecard sangat action oriented. 5) Operasional Konkrit Visi, misi, dan strategik perusahaan biasanya bersifat abstrak, umum, dan kabur. Balanced scorecard adalah instrumen yang mengoperasionalkan misi dan strategik itu menjadi sesuatu yang spesifik dan konkrit serta mudah dipahami. Misi dan strategik berada di alam ide, sementara balanced scorecard yang diturunkan dari misi dan strategik itu berada di alam empirik. Balanced scorecard berfungsi untuk menerjemahkan visi, misi, dan strategik yang abstrak, umum, dan kabur itu menjadi tindakan yang konkrit melalui proses yang disebut strategic learning. 6) Seimbang (Balance) Keseimbangan yang dimaksudkan dalam balanced scorecard adalah kesimbangan antara perspektif stakeholders, pemegang saham, konsumen, manajemen, dan karyawan, antara perspektif waktu masa lalu dan masa depan, antara perspektif eksternal dan internal, antara perspektif finansial dan nonfinansial, antara perspektif strategik dan taktis. Newing (1995) mengibaratkan balanced scorecard dengan dashboard pada cockpit pesawat terbang. Di dalam cockpit terdapat dashboard yang memberi sinyal tentang laju pesawat, ketinggiannya, arahnya, dan posisinya untuk bisa sampai pada tujuan dengan aman dan efisien. Seorang pilot harus mencari keseimbangan yang optimal antara variabel-variabel kecepatan, ketinggian, arah, dan posisi itu. Mc Nerney (1996) bahkan berpendapat bahwa nilai dan balanced scorecard justru terletak pada keseimbangan itu. Dengan balanced scorecard kita menjadi tidak terlalu terfokus pada konsumen, proses intenal, dan tidak pula pada inovasi dan pertumbuhan. Balanced scorecard mengoptimalkan kinerja pada semua perspektif yang kritikal, tidak hanya pada satu perspektif saja yang secara taken for granted dianggap penting. 7) Hubungan Sebab Akibat
45
Ukuran-ukuran di dalam balanced scorecard dipilih secara logis agar organisasi bisa berjalan lebih terfokus pada strateginya. Untuk itu harus bisa ditunjukkan secara jelas hubungan sebab akibat antara ukuran-ukuran itu. 8) Memberikan Lagging Indicators dan Leading Indicators Kinerja Sukses Ukuran-ukuran dalam balanced scorecard terbagi ke dalam dua macam ukuran, yaitu lagging indicator dan leading indicator. Lagging indicator adalah indikator tingkat keberhasilan pencapaian suatu sasaran. Karena perspektif waktunya mengarah ke masa lalu sehingga disebut lagging indicator. Leading indicator adalah indikator tingkat keberhasilan yang mempengaruhi faktor-faktor kunci penentu kinerja masa depan. Perspektif waktunya mengarah ke masa depan, yaitu Sistem Manajemen Era Informasi
D. Pengukuran Kinerja Lembaga Pendidikan Pada dasarnya pengukuran kinerja diperlukan oleh semua organisasi, baik organisasi yang bertujuan laba maupun organisasi yang tidak bertujuan laba, termasuk organisasi yang bergerak dalam bidang penyelenggaraan pendidikan, atau yang lazim disebut lembaga pendidikan. Hanya dengan penilaian kinerja suatu lembaga dapat mengetahui apakah lembaga sudah berada pada arah yang benar, dalam arti semakin dekat dengan tujuan. Seperti halnya pada organisasi yang bertujuan laba, lembaga pendidikan juga mengalami persaingan yang semakin kompleks dan semakin ketat. Hal ini membuat sistem pengukuran kinerja tradisional untuk lembaga pendidikan juga menjadi tidak memadai lagi dan sebagai penggantinya adalah pengukuran kinerja dengan sistem balanced scorecard. Mengenai perspektif yang diukur juga sama dengan perspektif yang diukur pada perusahaan, yang mencakup 4 perspektif, yaitu:
46
1.
Perspektif keuangan
2.
Perspektif pelanggan
3.
Perspektif bisnis internal
4.
Perspektif pertumbuhan dan pembelajaran Walaupun perspektif yang diukur sama akan tetapi kedudukan masing-masing perspektif
adalah berbeda atau bahkan dapat dikatakan berlawanan. Untuk organisasi yang bertujuan laba atau perusahaan, perspektif keuangan merupakan tujuan akhir sedangkan perspektif yang lain merupakan tujuan antara agar tujuan akhir tersebut tercapai. Hal ini dikarenakan memang tujuan perusahaan adalah memperoleh laba (merupakan bagian dari ukur kinerja perspektif keuangan). Sebaliknya untuk lembaga pendidikan tujuan akhir adalah perspektif pelanggan sedangkan perspektif keuangan beserta perspektif bisnis internal serta perspektif pertumbuhan dan pembelajaran merupakan tujuan antara, dalam mencapai tujuan akhir atau tujuan utama. Apabila suatu lembaga pendidikan menempatkan perspektif pelanggan bukan sebagai tujuan utama maka sama saja dengan keluar dari habitatnya, sehingga cepat atau lambat lembaga pendidikan tersebut akan mengalami kesulitan yang mendasar yaitu berkurangnya peminat (calon siswa atau calon mahasiswa). Apabila hal ini terjadi berarti lampu kematian sudah dihadapan dan tinggal menunggu waktu. Bagi organisasi pendidikan perspektif pelanggan merupakan yang terpenting. Pelanggan utama organisasi pendidikan adalah peserta didik. Peserta didik mempunyai banyak peran sekaligus, yaitu sebagai input (masukan) yang diproses menjadi keluaran atau out put. Selama pendidikan peserta didik merupakan pihak yang merasakan (menikmati) proses pendidikan, dan setelah selesai proses pendidikan mereka pula yang paling merasakan hasilnya, baik yang positif maupun negatif. Setelah menyelesaikan proses pendidikan diharapkan mereka mengalami peningkatan di dalam kemampuan pisik, kemampuan pikir, dan kemampuan rasa (olah pisik, olah
47
pikir, dan olah rasa atau oleh hati). Kinerja perspektif peserta didik dapat dikelompokkan menjadi 3, yaitu: 1. Kinerja pendaftar, yang meliputi antara lain: a. Jumlah pendaftar b. Jumlah pendaftar pilihan I (menyerahkan STTB/Hasil UAN asli) c. Persentase (%) pendaftar pilihan 1 d. Ratio pendaftar dibanding daya tampung e. Ratio pendaftar yang
melakukan registrasi dibagi jumlah pendaftar yang
diterima f.
Nilai UAN atau nilai test pendaftar
2. Kinerja selama proses pendidikan, yang meliputi antara lain: a. Tingkat kehadiran siswa b. Tingkat kehadiran tepat waktu atau tingkat keterlambatan c. Tingkat kenaikan d. Tingkat kelulusan e. Jumlah atau tingkat siswa DO f.
Jumlah siswa putus sekolah alasan lain
g. Nilai rata-rata. h. Jumlah atau tingkat siswa bermasalah beserta kadar permasalahan i.
Kinerja di luar sekolah
3. Kinerja setelah lulus, yang meliputi antara lain a. Tingkat kelulusan b. Peringkat sekolah di antara sekolah dengan program studi sejenis c. Jumlah atau tingkat siswa yang melanjutkan pada sekolah idaman
48
d. Jumlah siswa yang sudah mendapatkan pekerjaan sebelum wisuda e. Masa tunggu untuk mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan bidang studi f.
Gaji mula-mula Mengenai kinerja perspektif yang lain yaitu perspektif keuangan, perspektif
bisnis internal, serta perspektif pembelajaran dan pertumbuhan merupakan tujuan antara dalam rangka mencapai kinerja perspektif pelanggan. Kinerja perspektif keuangan pada lembaga pendidikan antara lain meliputi: a. Tercapainya anggaran b. Tercapainya surplus. Agar pengukuran kinerja keuangan mencapai tujuan yang diharapkan maka: a. Anggaran disusun berdasarkan prinsip partisipatif (participative budgeting) b. Anggaran disusun dengan pendekatan “zero based”. c. Anggaran disusun dalam bentuk anggaran fleksibel (flexible budget) d. Anggaran yang telah disepakati ditaati (kedisiplinan anggaran)
49
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian Penelitian akan dilakukan melalui studi pustaka dan studi kasus. Studi pustaka merupakan jenis penelitian yang dilakukan dengan membaca buku dan majalah mengenai teoriteori dan penelitian yang terkait dengan penilaian kinerja.
Studi kasus
merupakan jenis
penelitian yang rinci mengenai suatu obyek tertentu selama kurun waktu tertentu dengan cukup mendalam dan menyeluruh termasuk lingkungan dan kondisi masa lalunya. Selanjutnya berusaha menemukan hubungan antara faktor-faktor tersebut satu dengan yang lain.( Drs. Husein Umar,S.E.M.M. MBA.) Studi kasus ini dilakukan dengan mencari data yang terkait dengan penilaian kinerja pada SMK Sanjaya Pakem.
B. Data Data yang dikumpulkan adalah data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari sumber data. Data tersebut meliputi data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif adalah data yang tidak bisa dapat di kuantifikasi. Data kualitatif meliputi: 1.
Gambaran umum SMK Sanjaya Pakem
2.
Struktur organisasi SMK Sanjaya Pakem
3.
Visi dan Misi organisasi
4.
Staff pengajar dan karyawan
50
5.
Sarana, prasarana dan fasilitas sekolah
6.
Siswa dan kegiatan siswa
7.
Program studi
8.
Materi pendidikan
9.
Metode pengajaran
10. Program praktik industri 11. Program ekstrakurikuler 12. Jadual pelajaran dan jumlah jam 13. Evaluasi studi dan pedoman kenaikan kelas 14. Kerjasama dengan instansi lain 15. Sistem pengukuran kinerja yang selama ini diterapkan di SMK Sanjaya Pakem. Data kuantitatif adalah data yang dikuantifikasi dalam unit moneter maupun unit yang lain. Data kuantitatif terdiri dari 4 kelompok yaitu: 1. Data untuk mengukur kinerja perspektif keuangan 2. Data untuk mengukur kinerja perspektif pelanggan 3. Data untuk mengukur kinerja perspektif proses bisnis internal 4. Data untuk mengukur kinerja perspektif pembelajaran dan pertumbuhan.
C. Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan metede sebagai berikut: 1. Wawancara dengan pengurus Yayasan, Kepala Sekolah, Wakil Kepala Sekolah serta guru dan karyawan yang kompeten dengan data tersebut diatas.
51
2. Menyebar kuesioner kepada 30 siswa yang pemilihannya dilakukan secara acak. Masing-masing reponden diminta memberi jawaban mengenai tingkat kepuaan atas kinerja sekolah
D. Analisis Pengkuran kinerja masing-masing perspektif dihitung sebagai berikut: 1. Pengukuran kinerja perspektif keuangan Pengukuran kinerja perspektif keuangan diukur melalui ratio sebagai berikut: a) Current ratio = aktiva lancar dibagi hutang lancar b) Debt to total asset ratio = Total hutang dibagi total aktiva c) Return on asset (ROA) = laba dibagi total aktiva d) Return on net asset (RONA) = laba dibagi modal e) Surplus (defisit) anggaran dan realisasi dihitung sebagai berikut:
Keterangan
Anggaran
Realisasi
Selisih
Pendapatan
XXX
XXX
XXX
Biaya
XXX
XXX
XXX
Surplus ((defisit)
XXX
XXX
XXX
2. Kinerja Perspektif Pelanggan Kinerja perspektif pelanggan dihitung melalui:
52
a) Masa tunggu untuk mendapatkan pekerjaan b) Gaji permulaan rata-rata. c) Lulusan yang mendapatkan pekerjaan d) Mengolah jawaban kuesioner, yang meliputi: 1)
Rata-rata tingkat kepuasan per siswa
2)
Rata-rata tingkat kepuasan per pertanyaan.
3)
Rata-rata tingkat kepuasan total reponden
3. Kinerja perspektif proses bisnis internal Kinerja perspektif proses bisnis internal diukur sebagai berikut: a) Tingkat kelulusan ujian sekolah = jumlah siswa lulus ujian sekolah dibagi jumlah siswa yang ikut ujian sekolah. b) Tingkat kelulusan tepat waktu ujian sekolah = jumlah siswa lulus tepat waktu ujian sekolah dibagi jumlah siswa yang ikut ujian sekolah c) Tingkat kelulusan ujian nasional = jumlah siswa lulus ujian nasional dibagi jumlah siswa yang ikut ujian nasional. d) Tingkat kelulusan tepat waktu ujian nasional = jumlah siswa lulus tepat waktu ujian sekolah dibagi jumlah siswa yang ikut ujian nasional e) Tingkat peningkatan judul buku perpustakan = jumlah judul buku yang dibeli dibagi judul buku yang dimiliki pada tahun sebelumnya. f) Tingkat peningkatan jumlah buku = jumlah buku yang dibeli dibagi jumlah buku yang dimiliki pada tahun sebelumnya. g) Perkembangan pengunjung = jumlah pengunjung dibagi jumlah pengunjung pada tahun sebelumnya h) Perkembangan jumlah buku yang dibaca = jumlah buku yang dibaca dibagi jumlah buku yang dibaca pada tahun sebelumnya.
53
i)
Perkembangan jumlah buku yang dipinjam = jumlah buku yang dipinjankan pada tahun tertentu dibagi jumlah buku yang dipinjamkan pada tahun sebelumnya.
4. Pengukuran kinerja perspektif pembelajaran dan pertumbuhan Pengukuran kinerja pespektif pembelajaran dan pertumbuhan adalah sebagai berikut: a) Ratio guru S1 = jumlah guru berijasah S1 dibagi jumlah guru. b) Ratio guru D3 = jumlah guru berijasah D3 dibagi jumlah guru. c) Tingkat training kelanjutan guru tetap = jumlah guru tetap yang mengikuti training dibagi jumlah guru tetap d) Tingkat training kelanjutan karyawan = jumlah karyawan yang mengikuti training dibagi jumlah karyawan.
54
BAB IV STUDI KASUS DAN ANALISIS
A. Studi Kasus
1. Sejarah dan Gambaran Umum SMK (Sekolah Menengah Kejuruan) Sanjaya Pakem adalah suatu sekolah menengah kejuruan dalam bidang bisnis (dahulu SMEA = Sekolah Menengah Ekonomi Atas) yang bernaung di bawah Yayasan Sanjaya.. SMK Sanjaya beralamat di Jalan Kaliurang Km 17 Pakem Yogya. Lokasi tersebut sangat strategis karena terletak di pintu masuk Pakem dari arah Yogya, serta dekat dengan pusat kota kecamatan dan dekat dengan perempatan utama Pakem, sehingga mudah dijangkau dari segala arah (dari arah selatan, dari arah timur, dari arah utara, maupun dari arah barat), baik menggunakan kendaraan umum maupun kendaraan pribadi. Pada saat sekarang sekolah menyelenggarakan 3 program studi, yaitu: a.
Program Studi Akuntansi.
b. Program Studi Penjualan c. Program Studi Administrasi Perkantoran Sekolah didirikan pada tahun 1966 dengan nama SMEA (Sekolah Menengah Ekonomi Atas) Soegijopranoto. Pada saat berdirinya proses belajar-mengajar masih “mendompleng” pada SMP Kanisius Pakem, dan berlangsung pada sore hari. Sekolah masih harus mengikuti Ujian Negara dan mulai tahun 1971 sekolah diijinkan untuk menyelenggarakan Ujian sekolah.
55
Pada tahun 1979 nama sekolah diubah menjadi SMEA Sanjaya. Perubahan tersebut disyahkan dengan akte notaris No. 43 tahun 1979 oleh notaris S Suwandi Aswin SH. Dengan pelan tetapi pasti pengurus sekolah dan pengurus Yayasan terus bekerja sama untuk mengembangkan sekolah sehingga pada tahun 1983 sekolah mulai menempati gedung sendiri yang dibangun di atas tanah milik sendiri, milik Yayasan Sanjaya atas nama PGPM (Pelindung Gereja dan Papa Miskin) Paroki Maria Assumpta Pakem, seluas kurang lebih 3.200 meter persegi. Mulai saat itu proses belajar-mengajar diselenggarakan pada pagi hari. Sampai saat ini pengurus sekolah dan yayasan terus berusaha untuk melakukan
pembenahan sarana dan
prasarana pisik, melalui pembangunan, dan perluasan. Pada saat ini fasilitas cukup memadai dan masih mempunyai tanah yang tersedia untuk perluasan dan/atau pengembangan fasilitas yang lain. Pada tahun ajaran 2003 / 2004 untuk pertama kalinya jumlah pendaftar dibawah daya tampung, walaupun keadaan tersebut masih jauh lebih baik dari pada keadaan yang dialami oleh sekolah swasta disekitarnya. Kekurangan siswa tersebut masih tetap berlangsung sampai tahun ajaran 2007-2008 yang lalu. Adapun kepala sekolah yang pernah memimpin SMK Sanjaya Pakem sejak didirikan sampai sekarang adalah sebagai berikut: a. Bapak Drs. Y. Soekidjo b. Bapak St. Teguh Setiadi c. Bapak V. Sumarno d. Bapak F. Sotoyo,B.A. e. Bapak Drs.Ig. Suryadi, S.E. f.
Bapak Y. Supriyadi, SPd.
2. Struktur Organisasi
56
Struktur organisasi merupakan suatu bagan yang menunjukkan suatu proses penetapan dan pembagian tugas, wewenang dan tanggungjawab unsur-unsur yang ada dalam organisasi. Dengan struktur organisasi yang baik maka salah pengertian antar karyawan yang ada dalam organisasi dapat dihindari atau dapat ditekan seminimal mungkin, sehingga kerja sama karyawan dalam organisasi dapat terkoordinasi sejalan dengan tujuan organisasi. SMK Sanjaya Pakem dipimpin oleh seorang kepala sekolah, yang dibantu oleh 2 orang wakil kepala yaitu waka sekolah I bidang kurikulum (WK Kurikulum), dan wakil kepala sekolah II bidang keuangan (WK Keuangan), urusan kesiswaan, urusan humas dan litbang, urusan sarana prasarana, urusan laboraturium, urusan Bimbingan Korseling (BK), urusan Bursa kerja khusus, urusan koperasi serta urusan liturgi. Tugas dari masing-masing bagian dalam struktur organisasi tersebut secara garis besarnya adalah sebagai berikut: a. Kepala sekolah Tugas kepala sekolah adalah menyusun dan melaksanakan progam kerja, mengarahkan, membina, memimpin, mengawasi serta mengkoordinasikan pelaksanaan tugas di bidang administrasi dan keuangan sekolah, ketenagaan, kesiswaan, sarana prassarana, pencapaian kurikulum, kerja sama dengan BP3, Majelis Sekolah, DU/DI, PT dan Intansi yang terkait serta mempromosikan lulusan SMK Sanjaya Pakem. b. WK Kurikulum Tugas WK Kurikulum adalah membantu kepala sekolah dalam pelaksanaan kegiatan kurikulum dan ekstra kurikuler, menyusun progam kerja tahunan c. WK Keuangan Tugas WK Keuangan adalah mengelola keuangan sekolah, membuat anggaran sekolah, membuat laporan keuangan.
57
d. Urusan Kesiswaan Tugas Urusan kesiswaan adalah membantu kepala sekolah dalam urusan kesiswaan, yaitu dalam menyusun progam kerja, pembinaan kesiswaan, 5 K, kegiatan luar sekolah dan mengkoordinir pelaksanaannya. e. Urusan Humas dan Litbang Tugas urusan Humas adalah membantu kepala sekolah dalam pelaksanaan tugas hubungan dan kerjasama dengan masyarakat meliputi menyusun dan melaksanakan progam kerja, mengarahkan, membina, memimpin, mengawasi serta mengkoordinasi lulusan SMK Sanjaya Pakem. f.
Urusan Sarana Prasarana Tugas Urusan Sarana Prasarana adalah membantu kepala sekolah dalam program
kerja pemanfaatan, pemeliharaan dan perawatan sarana
menyusun prasarana serta
mengkoordinir pelaksanaan pengadaan inventarisasi pemeliharaan, perbaikan, pengawasan dan evaluasi penggunaan sarana prasarana. g. Lab. Bahasa Tugas Lab. Bahasa adalah memberikan pelayanan dan mengembangkan kemampuan siswa dalam bahasa, khususnya bahasa Inggris, bahasa Indonesia, bahasa Jepang, dan bahasa Mandarin, yang diberikan secara intrakurikuler maupun ekstrakurikuler. h. Lab. Komputer Tugas Lab Komputer adalah memberikan pelayanan dan mengembangkan ketrampilan siswa dalam mengoperasikan komputer i.
Urusan Perpustakaan
58
Tugas Urusan Perpustakaan adalah memberikan pelayanan, menyeleksi, melakukan katalogisasi, memelihara dan merawat bahan pustaka serta menginventarisasi bahan pustaka. j. Ka. Tata Usaha (TU) Tugas Ka. Tata Usaha (TU) adalah memimpin pelaksanaan urusan tata usaha meliputi rumah tangga sekolah dan perlengkapan pendidikan dan kepegawaian. k. Bimbingan Konseling (BK) Tugas Bimbingan Konseling (BK) adalah membantu kepala sekolah dalam menyusun, pelaksanaan rencana dan program kerja bimbingan dan konseling kejuruan bagi siswa di sekolah. l.
Dewan Guru Tugas Dewan Guru adalah mengajar dan membimbing siswa sesuai dengan bidangnya masing-masing.
m. Siswa Tugas Siswa adalah mengikuti proses pembelajaran dan mematuhi semua tata tertib sekolah yang berlaku.
3. Visi dan Misi Organisasi a. Visi Organisasi Visi SMK Sanjaya Pakem adalah Menyiapkan Siswa Yang Cerdas, terampil, mandiri Yang Berkepribadian cinta kasih.
59
b. Misi Organisasi Misi SMK Sanjaya Pakem adalah: 1) Disiplin dalam belajar dan bekerja 2) Tertib dalam belajar dan bekerja 3) Jujur dan bertanggung jawab dalam melaksanakan tugas 4) Menumbuhkan sikap dan semangat kekeluargaan, kebersamaan, serta aktif dan kreatif 5) Mendorong dan membantu siswa mengenali potensi dirinya sehingga dapat dikembangkan secara optmal 6) Menumbuhkan rasa kepedulian / rasa memiliki terhadap seluruh warga sekolah sesuai dengan ciri khas sekolah. 7) Melayani dalam segala aspek kehidupan sekolah dengan rasa cinta kasih. 8) Mendorong siswa untuk belajar ketrampilan yang sesuai dengan kompetensi yang dimilikinya.
4. Guru dan Karyawan Data mengenai guru dan karyawan disajikan di dalam tabel 4-1
60
Tabel 4-1: Guru Dan Karyawan Jenis Kelamin Status Kepegawaian
L
Ijazah
P
SLTA
D3
Total
S1
Guru Negeri Dipekerjakan
2
5
-
2
5
7
Tetap Yayasan
2
3
-
3
2
5
Tidak Tetap
10
9
1
7
11
19
Total guru
12
19
1
12
18
31
Tetap Yayasan
1
2
3
-
-
3
Tidak Tetap
4
0
4
-
-
4
Jumlah Karyawan
5
2
7
-
-
7
16
18
Karyawan
Total
34
Sumber: Data Base SMK Sanjaya Pakem
5. Sarana, Prasarana Dan Fasilitas Sekolah a. Sarana dan Prasarana Sekolah 1). Tanah Gedung SMK Sanjaya Pakem berdiri diatas tanah seluas 3500 m2 yang penggunaannya untuk bangunan, halaman , pelataran olah raga, tempat parkir, dan lain-lain
61
2). Ruang Gedung SMK Sanjaya Pakem terdiri dari ruang-ruang sebagai berikut: a) Ruang kepala sekolah b) Ruang pertemuan c) Ruang tata usaha d) Ruang kelas e) Ruang perpustakaan f) Ruang BP. g) Ruang guru h) Ruang UKS. i) Ruang koperasi j) Ruang kantin sekolah k) Ruang OSIS l) Ruang direktorat yayasan m) Ruang laboratorium komputer n) Ruang laboratorium ketik manual o) Ruang laboratorium akuntansi p) Ruang laboratorium penjualan
62
q) Ruang laboratorium bahasa r) Ruang gudang s) Ruang WC. t) Ruang dapur. u) Ruang agama v) Ruang Parkir 3) Papan Presentasi Setiap kelas memiliki papan presentasi yang dipergunakan untuk mengetahui jumlah siswa yang hadir, identitas siswa yang absen beserta keterangannya. 4) Kalender Pendidikan dan program tahunan SMK Sanjaya Pakem. Keduanya dipergunakan oleh guru untuk merencanakan materi pelajaran dan menentukan alokasi waktunya, sehingga materi dapat selesai tepat pada waktunya. b. Fasilitas Sekolah SMK Sanjaya Pakem memiliki beberapa fasilitas sebagai faktor pendukung dalam meningkatkan pencapaian tujuan pembelajaran. Fasilitas-fasilitas tersebut antara lain: 1) Ruang Kelas SMK Sanjaya Pakem memiliki 12 ruang kelas, 1 ruang perpustakaan, 5 ruang laboratorium dan 1 ruang agama. 2) Perpustakaan
63
Perpustakaan SMK Sanjaya memiliki koleksi buku yang jumlahnya cukup memadai, yaitu 17.169 buku,
termasuk buku-buku untuk memenuhi kebutuhan
informasi singkat seperti kamus, logaritma,atlas, kliping dan laporan-laporan karya serta berlangganan surat kabar. Perpustakaan ini dilayani oleh 2 orang karyawan 3) Koperasi Sekolah Koperasi sekolah SMK Sanjaya Pakem terdiri 2 jenis, yaitu koperasi gurukaryawan
dan koperasi siswa. Koperasi guru-karyawan bergerak dibidang
simpan pinjam sedang
koperasi siswa bergerak pada bidang penjualan alat tulis
dan makanan serta foto copi.
Koperasi siswa juga berfungsi sebagai sarana praktik
siswa semua program studi. 4) Bimbingan dan Konseling BK SMK Sanjaya Pakem dalam melaksanakan tugasnya menerapkan prinsip ”menjamin kerahasiaan permasalahan siswa dengan kode etik”. Program BK bertujuan menunjang kegiatan sekolah. 5) Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) UKS SMK Sanjaya Pakem dalam menjalankan tugasnya dengan fasilitas yang cukup dan bekerja sama dengan RS. Panti Nugroho Pakem 6) Laboratorium SMK Sanjaya Pakem memiliki 5 Laboratorium yang berfungsi menunjang kegiatan proses belajar dan untuk memberikan ketrampilan kepada siswa.
64
7) Kantin SMK Sanjaya Pakem memiliki 3 kantin yang mampu melayani kebutuhan siswa serta guru dan karyawan.
6. Siswa dan Kegiatan Data mengenai siswa untuk 4 tahun terakhir disajikan pada tabel 4-2 sebagai berikut:
65
Tabel 4-2: Perkembangan siswa 4 tahun terakhir Tahun ajaran Kelas/Jurusan
2004-2005
2005-2006
2006-2007
2007-2008
Kelas I AK
37
37
29
54
AP
31
32
25
33
PJ
23
35
23
31
Total kelas I
91
104
77
118
AK
36
34
37
26
AP
22
30
29
23
PJ
24
24
31
21
Total kelas II
82
88
97
70
AK
32
35
34
37
AP
28
22
29
28
PJ
32
23
25
31
Total kelas III
92
80
88
96
AK
105
106
100
117
AP
81
84
83
84
PJ
79
82
79
83
Kelas II
Kelas III
Kelas I, II, III
66
Total
265
272
262
284
Sumber: Data Base SMK Sanjaya Pakem
b. Kegiatan Siswa Salah satu kegiatan siswa di SMK Sanjaya Pakem adalah Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) yang dibentuk berdasarkan intruksi dari Kanwil Depdinas. Adapun tujuan, program dan jenis kegiatan OSIS yaitu: Tujuan OSIS 1) Membina kepribadian setiap siswa 2) Membina dan mengembangkan kreativitas siswa dalam ilmu, seni dan kebudayaan 3) Mendorong dan membangkitkan semangat dan kreativitas siswa dalam berbagai kegiatan 4) Berperan aktif dalam berbagai kegiatan. Program Kegiatan OSIS Dikelompokan menjadi 3 yaitu: Kegiatan rutin, meliputi: 1) Membantu kegiatan MOS untuk siswa baru 2) Mengadakan retret 3) Mengadakan perayaan Natal
67
4) Mengadakan acara tutup tahun Kegiatan keluar, meliputi: 1) Mengikuti berbagai lomba 2) Mengirim pleton upacara pada hari-hari besar 3) Kerja bakti di tempat-tempat umum Kegiatan kedalam meliputi: 1) Paduan suara 2) Pramuka 3) Jurnalistik
7. Program Studi Program Studi yang dilaksanakan oleh SMK Sanjaya Pakem ada 3 yaitu program studi Akuntansi, program studi Administrasi Perkantoran dan Program studi Penjualan.:
8.
Materi Pendidikan Selama ini belum ada standar atau kurikulum untuk lembaga pendidikan yang berlaku secara nasional sehingga setiap lembaga pendidikan diberi wewenang untuk memodifikasi kurikulum sesuai dengan kebutuhan lembaga tersebut.
68
Mata pelajaran yang diberikan dibedakan dalam 3 kelompok yaitu mata pelajaran normatif, adaptif dan produktif. Rincian mata pelajaran Normatif, Adaptif dan Produktif untuk Program studi Akuntansi, Administrasi Perkantoran dan Penjualan. Materi pendidikan di SMK Sanjaya adalah: a. 60 % berupa teori dan b. 40% berupa praktek dengan rincian sebagai berikut: 20 % berupa praktek ketrampilan di sekolah. Praktek ketrampilan di sekolah ini bertujuan untuk membekali siswa dengan ketrampilan yang diperlukan untuk bekerja dan untuk mempersiapkan siswa dalam praktek kerja industri. 20 % berupa praktek kerja di dunia usaha dan industri. Program praktek ini bertujuan untuk memberi kesempatan kepada siswa mencari pengalaman kerja. Sertifikat praktek kerja dari instansi dimana praktek kerja dilakukan akan memberi nilai lebih pada alumni SMK Sanjaya Pakem , sehingga mempermudah alumni dalam mencari pekerjaan.
9. Metode Pengajaran SMK Sanjaya Pakem menggunakan metode pengajaran modern yang disesuaikan dengan kondisi di Indonesia, yaitu:
69
a. Metode tatap muka b. Metode pembelajaran secara partisipasi yang meliputi: 1) latihan 2) Simulasi 3) Studi kasus 4) Peragaan 5) Praktik laboratorium 6) Praktek kerja 7) Seminar.
10.
Program Praktik Industri Program praktik industri adalah kegiatan pembelajaran yang dilakukan di luar sekolah, yaitu pada dunia industri dan dunia kerja yang tujuannya adalah melatih siswa SMK Sanjaya Pakem dalam menghadapi pekerjaan yang senyatanya di masyarakat. Program ini dilakukan dalam 3 bulan ( efektifnya 2 bulan), biasanya dilakukan pada saat liburan sekolah.
11. Program Ekstrakurikuler Program ekstrakurikuler adalah kegiatan yang dilakukan diluar intrakurikuler atau jam pelajaran yang diikuti oleh siswa klas I dan klas II , sifatnya tidak wajib. Adapun macamnya adalah: pramuka, komputer / internet, jurnalistik, OR (Volley dan Basket)
70
12. Jumlah Jam Belajar Mengajar Mingguan Jadwal pelajaran disusun dan disesuaikan dengan jumlah jam pelajaran dari masingmasing tingkat dan jurusannya. Berdasarkan struktur program tiap-tiap tingkat jumlah jam ada 50 jam pelajaran dengan perincian tiap minggunya adalah seperti pada tabel 4-3 sebagai berikut:
Tabel 4-3: Jam Belajar-Mengajar Mingguan Jumlah jam per Hari
Hari
Minggu
Keterangan
Senin – Kamis
9
36
Setiap tgl. 1 dan 17 upacara
Jumat
6
6
1 Jam Pelajaran = 40 menit
Sabtu
8
8
Jumlah
50 Sumber: Data Base SMK Sanjaya Pakem
13. Evaluasi Studi Dan Pedoman Kenaikan Kelas a. Evaluasi Studi Penilaian merupakan serangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis , dan menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar siswa yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan. Tahap penilaian terdiri dari ulanganulangan harian setiap pokok bahasan selesai dan ulangan umum setiap akhir
71
semester. b. Pedoman Kenaikan Kelas Siswa dinyatakan naik kelas apabila: 1) Berperilaku dan berbudi pekerti baik ( berdasarkan keputusan Rapat Dewan Guru) 2) Tidak ada nilai 3 atau kurang dari 3 3) Nilai pendidikan Agama, PPKN dan Bahasa Indonesia masing-masing minimal 6 4) Jumlah nilai maksimal 5K ( nilai 4= 2 K dan nilai 5 = 1 K ) 5) Rata-rata nilai minimal 6,0 Apabila tidak memenuhi kriteria di atas, maka siswa dinyatakan tidak naik kelas.
14. Kerjasama Dengan Instansi lain Dalam rangka mensukseskan program praktek kerja maka SMK Sanjaya Pakem menjalin kerja sama dengan instansi atau perusahaan-perusahaan lain. Instansi atau perusahaanperusahaan lain tersebut antara lain: UGM, USD,Universitas Atmajaya, Toko Ramai, Toko Buku Gramedia, Pemda Sleman, Perum. Pegadaian Kantor Pos. Manfaat kerjasama adalah sebagai berikut:
72
Bagi Perusahaan yaitu siswa dapat membantu mengerjakan pekerjaan rutin perusahaan itu. Sedang bagi para siswa adalah para siswa dapat mempraktekkan teori dan praktek yang sudah dipelajari di sekolah. Bahkan beberapa perusahaan bersedia merekrut siswa yang praktek kerja di perusahaannya apabila prestasi kerja dari siswa tersebut memuaskan.
15. Sistem Pengukuran Kinerja Yang Selama ini Digunakan oleh SMK Sanjaya Pakem Selama ini SMK Sanjaya Pakem menggunakan anggaran biaya sebagai kerangka untuk menilai kinerja. Anggaran biaya tersebut digunakan untuk merencanakan pengeluaran dengan sebaik mungkin berdasarkan kemampuan untuk memperoleh pendapatan. Jumlah pendapatan yang diperoleh selama satu tahun anggaran dapat dihitung berdasarkan jumlah siswa lama dan jumlah siswa baru yang diterima. Anggaran biaya tersebut disusun berdasarkan perhitungan yang cermat dan rasional sehingga anggaran yang telah ditetapkan merupakan komitmen yang telah disepakati oleh semua bagian yang ada di dalam lembaga.
16.
Anggaran kas Anggaran aliran kas untuk 3 tahun terakhir adalah seperti pada tabel 4-4 sebagai berikut :
73
Tabel 4-4: Anggaran aliran kas 3 tahun terakhir (Rp) Tahun ajaran Keterangan
2004-2005
2005-2006
2006-2007
Anggaran Penerimaan
297,380,000
345,700,000
372,225,000
Anggaran pengeluaran
294,060,000
346,581,688
367,225,000
3,320,000
(881,688)
5,000,000
Realisasi penerimaan
330,412,000
406,987,600
395,534,500
Realisasi pengeluaran
320,423,368
406,615,971
394,226,996
9,988,632
371,629
1,307,504
a. Anggaran
Surplus (defisit) anggaran
b. Realisasi
Surplus (defisit) realisasi Sumber: Data Base SMK Sanjaya Pakem
17.
Perkembangan jumlah siswa dan lulusan Perkembangan jumlah siswa baru dan lulusan adalah seperti pada tabel 4-5 Tabel 4-5: Perkembangan Jumlah Siswa Baru dan Lulusan Tahun Ajaran
Siswa Baru
Peserta Ujian
Lulus Ujian
Siswa TL
Siswa keluar
97 - 98
169
151
150
2
?
98 – 99
157
159
157
2
?
99 – 00
161
166
164
2
?
00 –01
142
157
154
3
?
01 – 02
106
159
157
2
?
74
02 – 03
124
138
137
3
?
03 - 04
98
104
101
3
?
04 – 05
98
123
119
4
7
05 – 06
88
97
92
5
8
06 – 07
79
97
86
11
9
07 – 08
118
8
Sumber: Data Base SMK Sanjaya Pakem
18.
Jawaban angket siswa Jawaban siswa adalah seperti pada tabel 4-6 sebagai berikut:
75
Tabel 4-6: Jawaban angket siswa NILAI JAWABAN PER PERTANYAAN SAMPEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
1
4
3
3
4
2
2
3
3
3
3
3
3
2
3
3
4
4
3
2
3
3
3
3
4
3
3
3
3
4
4
2
2
4
3
4
2
3
3
4
3
2
4
4
2
2
3
2
3
2
3
2
5
3
3
3
3
3
2
3
3
4
3
4
3
6
3
3
4
4
3
2
4
3
3
2
3
3
7
2
3
4
4
2
2
3
3
3
2
3
2
8
4
4
4
4
2
2
3
2
2
3
4
3
9
4
3
4
4
3
3
3
2
4
2
3
3
10
3
3
3
3
3
2
4
3
3
2
3
4
11
3
3
4
4
2
2
3
3
3
3
4
3
12
3
4
4
4
2
3
3
2
4
3
3
3
13
4
3
3
4
3
2
4
2
3
2
3
4
14
3
3
4
4
2
2
3
2
4
2
4
3
15
3
3
4
3
3
3
3
3
2
3
3
3
16
4
4
3
4
2
2
4
3
3
3
3
3
17
4
3
4
4
2
2
3
2
4
2
3
4
18
3
3
4
4
3
2
3
3
4
2
3
3
19
3
2
4
3
2
3
2
3
3
3
3
3
20
3
3
3
4
2
2
4
3
3
2
3
4
21
2
3
3
4
3
2
3
2
3
2
3
3
22
3
4
4
4
3
3
3
2
2
3
3
3
23
3
2
4
3
2
2
2
3
3
2
3
4
76
19.
24
4
3
4
4
2
2
2
3
3
2
4
3
25
3
3
3
4
3
2
3
2
2
3
3
3
26
3
3
4
4
2
2
3
2
3
3
4
4
27
4
3
4
4
2
2
4
3
3
3
3
3
28
3
4
4
3
3
2
2
2
2
2
3
3
29
3
3
4
3
3
2
3
2
3
2
4
4
30
3
3
4
4
2
2
3
2
3
3
3
3
Perkembangan Perpustakaan Perkembangan perpustakaan adalah seperti pada tabel 4-7 sebagai berikut
77
Tabel 4-7: Perkembangan Perpustakaan
Tahun /Bulan
2005: Januari
Jumlah buku yang dipnjamkan
Jumlah pengunjung (orang)
2.053
508
Februari
1.872
523
Maret
1.661
560
April
2.397
737
Mei
1.148
837
Juni
341
450
Juli
1.265
360
Agustus
3.500
706
September
3.314
993
Oktober
2.730
770
November
1.640
684
Desember
860
373
1.998
422
Februari
3.043
1018
Maret
3.064
1081
April
1.526
616
Mei
1.810
647
Juni
1.039
644
Juli
1.127
373
Agustus
3.153
1.065
2006: Januari
78
September
3.476
1.087
Oktober
1.413
613
November
3.048
1.050
Desember
171
460
2.039
730
Februari
2.030
846
Maret
1.853
802
April
1.274
574
Mei
1.472
733
Juni
280
393
Juli
2.522
629
Agustus
4.819
905
September
3.609
901
Oktober
2.629
523
November
5.067
1.138
Desember
766
492
3.624
646
Februari
4.203
818
Maret
3.262
871
2007: Januari
2008: Januari
Sumber: Data Base SMK Sanjaya Pakem
B. Analisis Data Pengukuran Kinerja Dengan Balanced Srorecard Pada SMK Sanjaya Pakem adalah sebagai berikut:
79
1. Pengukuran Kinerja Perspektif Keuangan Pengukuran kinerja perspektif keuangan diukur melalui ratio sebagai berikut: a) Current ratio tidak dapat diukur karena kurang data b) Debt to total asset ratio tidak dapat diukur karena kurang data c) Return on asset (ROA) tidak dapat diukur karena kurang data d) Return on net asset (RONA) tidak dapat diukur karena kurang data e) Surplus (defisit) anggaran dan realisasi untuk 3 tahun terakhir adalah seperti pada tabel no 48 sebagai berikut:
80
Tabel 4-8: Anggaran, realisasi, dan surplus aliran kas
Tahun ajaran Keterangan
2004-2005
2005-2006
2006-2007
a. Anggaran Anggaran Penerimaan
297,380,000
345,700,000
372,225,000
Anggaran pengeluaran
294,060,000
346,581,688
367,225,000
3,320,000
(881,688)
5,000,000
Realisasi penerimaan
330,412,000
406,987,600
395,534,500
Realisasi pengeluaran
320,423,368
406,615,971
394,226,996
9,988,632
371,629
1,307,504
Penerimaan
(33,032,000)
(61,287,600)
(23,309,500)
Pengeluaran
(26,363,368)
(60,034,283)
(27,001,996)
Penerimaan
111.11%
117.73%
106.26%
Pengeluaran
108.97%
117.32%
107.35%
Surplus
300.86%
-42.15%
26.15%
Surplus (defisit) anggaran
b. Realisasi
Surplus (defisit) realisasi
c. Selisih anggaran dan realisasi (=a-b)
d. Tingkat pencapaian (d=b/a)
81
Berdasarakan selisih anggaran, yang merupakan satu-satunya ukuran kinerja perspektif keuangan yang dapat disimpulkan, dapat dimpulkan bahwa kinerja perspektif keuangan kurang baik, karena besarnya surplus menurun.
2. Pengukuran Kinerja Perspektif Pelanggan Analisis data untuk pengkuran kinerja perspektif pelanggan dapat dilihat pada tabel 4-9 dan tabel 4-10. Kinerja perspektif pelanggan diukur melalui: a. Masa tunggu untuk mendapatkan pekerjaan tidak diperoleh data b. Gaji permulaan rata-rata tidak diperoleh data. c. Lulusan yang mendapatkan pekerjaan tidak diperoleh data d. Tingkat kepuasan siswa Tingkat kepuasan siswa diukur melalui angket. Hasil pengolahan jawaban angket dapat dilihat pada tabel 4-9
82
Tabel 4-9: Hasil pengolahan jawaban angket siswa
SCORE JAWABAN PER PERTANYAAN SAMPEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Rata -rata
1
4
3
3
4
2
2
3
3
3
3
3
3
3.00
2
3
3
4
4
3
2
3
3
3
3
4
3
3.17
3
3
3
4
4
2
2
4
3
4
2
3
3
3.08
4
3
2
4
4
2
2
3
2
3
2
3
2
2.67
5
3
3
3
3
3
2
3
3
4
3
4
3
3.08
6
3
3
4
4
3
2
4
3
3
2
3
3
3.08
7
2
3
4
4
2
2
3
3
3
2
3
2
2.75
8
4
4
4
4
2
2
3
2
2
3
4
3
3.08
9
4
3
4
4
3
3
3
2
4
2
3
3
3.17
10
3
3
3
3
3
2
4
3
3
2
3
4
3.00
11
3
3
4
4
2
2
3
3
3
3
4
3
3.08
12
3
4
4
4
2
3
3
2
4
3
3
3
3.17
13
4
3
3
4
3
2
4
2
3
2
3
4
3.08
14
3
3
4
4
2
2
3
2
4
2
4
3
3.00
15
3
3
4
3
3
3
3
3
2
3
3
3
3.00
16
4
4
3
4
2
2
4
3
3
3
3
3
3.17
17
4
3
4
4
2
2
3
2
4
2
3
4
3.08
18
3
3
4
4
3
2
3
3
4
2
3
3
3.08
19
3
2
4
3
2
3
2
3
3
3
3
3
2.83
20
3
3
3
4
2
2
4
3
3
2
3
4
3.00
21
2
3
3
4
3
2
3
2
3
2
3
3
2.75
22
3
4
4
4
3
3
3
2
2
3
3
3
3.08
23
3
2
4
3
2
2
2
3
3
2
3
4
2.75
83
24
4
3
4
4
2
2
2
3
3
2
4
3
3.00
25
3
3
3
4
3
2
3
2
2
3
3
3
2.83
26
3
3
4
4
2
2
3
2
3
3
4
4
3.08
27
4
3
4
4
2
2
4
3
3
3
3
3
3.17
28
3
4
4
3
3
2
2
2
2
2
3
3
2.75
29
3
3
4
3
3
2
3
2
3
2
4
4
3.00
30
3
3
4
4
2
2
3
2
3
3
3
3
2.92
Rata-rata
3.20
3.07
3.73
3.77
2.43
2.17
3.10
2.53
3.07
2.47
3.27
3.17
3.00
Keterangan
Skala Penilaian :
4 : Sangat puas 3 : Puas 2 : Kurang puas 1 : Tidak puas
84
Dari tabel tersebut dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut: 1) Secara umum siswa puas, hal ini dapat diketahui dari rata-rata skore keseluruhan sampel dan keseluruhan siswa sebesar 3,00. 2) Dari 30 sampel hanya 8 orang siswa atau kurang dari 30 % siswa yang kurang puas. Dan nilai terendah adalah 2,67%. 3) Dari 12 pertanyaan hanya 4 pertanyaan dengan rata-rata jawaban kurang puas, yaitu: a) Pertanyaan no. 6 mengenai kondisi alat-alat yang tersedia dengan score terendah, yaitu 2,17. b) Pertanyaan no.5 mengenai kondisi relevansi alat-alat yang tersedia, dengan score 2,43. c) Pertanyaan no. 10 mengenai pelayanan karyawan, dan d) Pertanyaan no.8 mengenai buku-buku di perpustakaan, dengan score 2,53. Untuk pertanyaan yang lain memperoleh score jawaban di atas 3 dan pertanyaan no. 11 mengenai pengetahuan yang didapat melalui proses belajar mengajar dengan score tertinggi, yaitu 3,2
e. Perkembangan siswa baru Data mengenai perkembangan siswa baru dapat dilihat pada tabel 4-10 Dari tabel tersebut kelihatan bahwa trend siswa menurun terus sampai tahun dan mencapai titik nadir pada tahun ajaran 2006-2007. Untuk tahun ajaran 2007-2008 sudah mulai meningkat. Dari trend tersebut kalau dilihat secara sepintas seolah-olah bertentangan dengan tingkat kepuasan siswa karena tingkat kepuasan siswa yang tinggi. Gambaran tersebut akan berubah kalau dihubungkan dengan data makro, yaitu jumlah siswa baru pada sekolah lain di sekitar SMK Sanjaya. Dalam 10 tahun terakhir semua sekolah menegah atas di kecamatan Pakem mengalami
85
penurunan yang drastis bahkan 3 sekolah terpaksa ditutup karena jumlah pendaftar yang terlalu kecil. Dari pengukuran kinerja perspektif pelanggan dapat disimpulkan bahwa kinerja perspektif pelanggan mengalami penurunan akan tetapi apabila dibandingkan dengan sekolah lain di sekitar masih lebih baik.
3. Pengukuran Kinerja Proses Bisnis Internal Pengukuran kinerja perspektif proses bisnis internal diukur sebagai berikut: a. Tingkat kelulusan ujian Tingkat kelulusan ujian dapat dilihat pada tabel 4-10. Dari tabel tersebut kelihatan kelihatan bahwa tingkat kelulusan cukup tinggi, yaitu di atas 97%. Siswa yan tidak lulus terjadi karena siswa sudah mendaftarkan ujian kemudian karena alasan tertentu mengundurkan diri tidak jadi ikut ujian. Pada tahun 2005 dan tahun 2006 tingkat kelulusan turun sebagai akibat dinaikkannya standar kelulusan ujian nasional. b. Tingkat kelulusan tepat waktu ujian sekolah Untuk tingkat kelulusan tingkat waktu tidak diperoleh data. c. Tingkat kelulusan ujian nasional Tingkat kelulusan ujian nasional = tingkat kelulusan ujian sekolah. Karena selama ini siswa yang lulus ujian nasional dan ternyata tidak lulus ujian sekolah diberi kesempatan untuk mengulang ujian sekolah, sehingga akhirnya semua siswa yang lulus ujian nasional juga lulus ujian sekolah. Tabel 4-10: Perkembangan Jumlah Siswa Baru dan Lulusan
86
Tahun Ajaran
Siswa Baru
Peserta Ujian
Lulus Ujian
% lulus ujian
Siswa TL
% siswa TL
Siswa keluar
97 - 98
169
151
150
98,68
2
1,32
2
98 – 99
157
159
157
98,74
2
1,26
1
99 – 00
161
166
164
98.8
2
1,20
3
00 –01
142
157
154
98.09
3
1,91
2
01 – 02
106
159
157
98,74
2
1,26
1
02 – 03
124
138
137
97,83
3
2,17
2
03 - 04
98
104
101
97,12
3
2,88
2
04 – 05
98
123
119
96,75
4
3,25
1
05 – 06
88
97
92
94,85
5
5,15
2
06 – 07
79
97
86
88,66
11
11,34
1
07 – 08
119
Dari
tabel
tersebut
kelihatan
bahwa
trend
perkembangan
jumlah
siswa
tidak
menggembirakan karena trendnya menurun., Kecualoi untuk tahun 2007-2008 yang mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Diduga hal ini sebagai hasil dari panitia penerimaan siswa baru yang lebih agresif dan didukung oleh anggaran yang lebih memadai. Akan tetapi apabila dibandingkan dengan tren siswa baru pada sekolah yang lain terutama di Kecamatan Pakem, kondisi di SMK Sanjaya masih lebih baik karena penurunan siswa baru pada sekolah lebih drastis bahkan ada yang terpaksa tutup karena kekurangan siswa. d. Perkembangan judul buku perpustakan Perkembangan judul buku yang dimiliki tidak diproleh data. e. Perkembangan jumlah buku
87
Mengenai perkembangan jumlah buku yang dimiliki untuk 5 tahun terakhir seperti
pada
tabel 4-11 sebagai berikut:
Tabel 4-11: Perkembangan jumlah buku Perkembangan jumlah buku Tahun ajaran
Jumlah buku
2003-2004
15,765
2004-2005
16,393
628
3.98
2005-2006
16,433
40
0.24
2006-2007
16,992
559
3.40
2007-2008
17,169
177
1.04
exemplar
%
Perkembangan jumlah buku yang dimiliki tersebut sangat memprihatinkan. f.
Perkembangan pengunjung Perkembangan pengunjung dan perkembangan buku yang dipinjamkan (secara bulanan) untuk 3 tahun terakhir adalah seperti pada tabel 4-12 . Jumlah pengunjung berfluktuasi secara bulanan. Mengenai rata-rata bulanan mengalami peningkatan, yaitu dari 586 orang pada tahun 2005 menjadi 756 0rang pada tahun 2006 yang berarti naik 170 orang atau 29,3%. Untuk tahun 2007 mengalami penurunan 34 orang atau 4,5 % menjadi 722 orang. Penurunan jumlah pengunjung ini disebabkan oleh turunnya jumlah siswa pada tahun tersebut.
g. Perkembangan jumlah buku yang dibaca
88
Perkembangan buku yang dibaca tidak diperoleh data. h. Perkembangan jumlah buku yang dipinjam Jumlah buku yang dipinjam berfluktuasi secara bulanan. Untuk 3 tahun terakhir rata-rata bulanan mengalami peningkatan dari 1.898 buku pada tahun 2005 menjadi 2.072 pada tahun 2006, dan menjadi 2.363 buku pada tahun 2007. Hal ini berarti terjadi peningkatan 174 buku atau 19,17% pada tahun 2006 dan 291 buku atau 14% pada tahun 2007.
Tabel 4-12: Perkembangan Perpustakaan
Buku yang dipinjamkan
Pengunjung
Perubahan
Perubahan
Tahun/bulan
Jumlah (buku)
2005-Januari
2,053.00
Pebruari
1,872.00
(181.00)
(8.82)
52.00
(456.00)
(89.76)
Maret
1,661.00
(211.00)
(11.27)
560.00
508.00
976.92
April
2,397.00
736.00
44.31
737.00
177.00
31.61
Mei
1,148.00
(1,249.00)
(52.11)
837.00
100.00
13.57
Juni
341.00
(807.00)
(70.30)
450.00
(387.00)
(46.24)
Juli
1,265.00
924.00
270.97
360.00
(90.00)
(20.00)
Agustus
3,500.00
2,235.00
176.68
706.00
346.00
96.11
September
3,314.00
(186.00)
(5.31)
993.00
287.00
40.65
Oktober
2,730.00
(584.00)
(17.62)
770.00
(223.00)
(22.46)
Nopember
1,640.00
(1,090.00)
(39.93)
684.00
(86.00)
(11.17)
Desember
860.00
(780.00)
(47.56)
373.00
(311.00)
(45.47)
Rata-rata 2005
1,898.42
Buku
%
Jumlah (orang)
Orang
%
508.00
585.83
89
2006-Januari
1,998.00
1,138.00
59.94
422.00
49.00
8.36
Pebruari
3,043.00
1,045.00
52.30
1,018.00
596.00
141.23
Maret
3,064.00
21.00
0.69
1,081.00
63.00
6.19
April
1,526.00
(1,538.00)
(50.20)
616.00
(465.00)
(43.02)
Mei
1,810.00
284.00
18.61
647.00
31.00
5.03
Juni
1,039.00
(771.00)
(42.60)
644.00
(3.00)
(0.46)
Juli
1,127.00
88.00
8.47
373.00
(271.00)
(42.08)
Agustus
3,153.00
2,026.00
179.77
1,065.00
692.00
185.52
September
3,476.00
323.00
10.24
1,087.00
22.00
2.07
Oktober
1,413.00
(2,063.00)
(59.35)
613.00
(474.00)
(43.61)
Nopember
3,048.00
1,635.00
115.71
1,050.00
437.00
71.29
Desember
171.00
(2,877.00)
(94.39)
460.00
(590.00)
(56.19)
Rata-rata 2006
2,072.33
756.33
2007- Januari
2,039.00
1,868.00
90.14
730.00
270.00
35.70
Pebruari
2,030.00
(9.00)
(0.44)
846.00
116.00
15.89
Maret
1,853.00
(177.00)
(8.72)
802.00
(44.00)
(5.20)
April
1,274.00
(579.00)
(31.25)
574.00
(228.00)
(28.43)
Mei
1,472.00
198.00
15.54
733.00
159.00
27.70
Juni
280.00
(1,192.00)
(80.98)
393.00
(340.00)
(46.38)
Juli
2,522.00
2,242.00
800.71
629.00
236.00
60.05
Agustus
4,819.00
2,297.00
91.08
905.00
276.00
43.88
September
3,609.00
(1,210.00)
(25.11)
901.00
(4.00)
(0.44)
Oktober
2,629.00
(980.00)
(27.15)
523.00
(378.00)
(41.95)
Nopember
5,067.00
2,438.00
92.73
1,138.00
615.00
117.59
Desember
766.00
(4,301.00)
(84.88)
492.00
(646.00)
(56.77)
90
Rata-rata 2007
2,363.33
722.17
2008-Januari
3,624.00
2,858.00
120.93
646.00
154.00
21.32
Pebruari
4,203.00
579.00
15.98
818.00
172.00
26.63
Maret
3,262.00
(941.00)
(22.39)
871.00
53.00
6.48
Dari analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa kinerja perspektif bisnis internal tidak mengalami peningkatan yang berarti kecuali jumlah pengunjung perpustakaan.
4. Pengukuran kinerja perspektif pembelajaran dan pertumbuhan Pengukuran kinerja perspektif pembelajaran dan pertumbuhan dapat dilihat pada tabel 4-13 sebagai berikut:
91
Tabel 4-13: Komposisi guru dan karyawan Distribusi
Komposisi
Fisik (orang)
Persentase
Pria
12
38.71%
Wanita
19
61.29%
Total
31
100.00%
Negeri dipekerjakan
7
22.58%
Tetap Yayasan
5
16.13%
Tidak Tetap
19
61.29%
Total
31
100.00%
SLA
1
3.23%
D3
12
38.71%
S1
18
58.06%
Total
31
100.00%
Pria
5
71.43%
Wanita
2
28.57%
Total
7
100.00%
I. Komposisi guru 1. Menurut jenis kelamin
2. Menurut Status kepegawaian
3. Menurut ijasah
II. Komposisi karyawan 1. Menurut jenis kelamin
92
2. Menurut Status kepegawaian Tetap Yayasan
3
42.86%
Tidak Tetap
4
57.14%
Total
7
100.00%
7
100.00%
3. Menurut ijasah SLA D3
0.00%
S1
0.00%
Total
7
100.00%
Kinerja perspektif pembelajaran dan pertumbuhan dapat diringkas sebagai berikut: a) Mengenai tingkat pelatihan guru dan karyawan berkelanjutan tidak diperoleh data. b) Komposisi guru dari segi ijasah kurang baik karena masih banyaknya guru yang belum berijasah S 1, yaitu 13 orang (dari 31 orang) atau 41, 96% c) Komposisi guru dari segi status juga kurang baik karena guru tidak tetap adalah 19 orang (dari keseluruhan guru 31 orang) atau 61,96 orang sedangkan guru tetap (negeri dan yayasan hanya 12 orang atau 38,04%). d) Komposisi karyawan juga kurang baik karena belum ada yang berijasah D3 atau S1 dan jumlah karyawan tidak tetap (4 orang) melebihi jumlah karyawan tetap 3 orang). Dari pengukuran kinerja perspektif pembelajaran dan pertumbuhan dapat disimpulkan bahwa kinerja perspektif pembelajaran dan pertumbuhan kurang baik
93
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan analisis tersebut di muka disimpulkan bahwa Balanced Scorecard dapat diterapkan di SMK Sanjaya Pakem. Apabila kinerja di SMK Sanjaya Pakem diukur menggunakan Balanced Scorecard hasilnya seperti berikut: 1. Kinerja perspektif keuangan menunjukkan surplus anggaran yang menurun. 2. Kinerja perspektif pelanggan dapat disimpulkan bahwa kinerja perspektif pelanggan mengalami penurunan akan tetapi apabila dibandingkan dengan sekolah lain di sekitar masih lebih baik. 3. Kinerja perspektif bisnis internal tidak mengalami peningkatan yang berarti kecuali jumlah pengunjung perpustakaan. 4. Kinerja perspektif pembelajaran dan pertumbuhan dapat disimpulkan bahwa kinerja perspektif pembelajaran dan pertumbuhan kurang baik karena rendahnya guru tetap yayasan dan negeri yang dipekerjakan serta masih banyaknya guru yang belum berijasah S1 serta belum adanya karyawan yang berijasah S1.
B. Saran Berdasarkan hasil analisis maka peneliti menyarankan: 1. Sistem pengukuran kinerja perlu diperbaiki, dari sistem yang belum sistimatis diubah menjadi sistimatis, yaitu balanced score cards.
94
2. Sistem anggaran perlu diperbaiki, dari sistem anggaran tetap diubah menjadi sistem anggaran fleksibel yang disusun dengan mendekatan partisipatif. 3. Peralatan laboratorium perlu dilengkapi dan pemeliharaannya perlu ditingkatkan. 4. Investasi untuk meningkatkan kemampuan sumber daya manusia perlu ditingkatkan. 5. Usaha-usaha untuk meningkatkan kemampuan guru dan karyawan perlu ditingkatkan. 6. Perlu ditingkatkan usaha untuk mencari dan menggunakan peluang yang ada, terutama peluang dari luar, dan lebih khusus lagi peluang dari pemerintah untuk memajukan sekolah. .
95
DAFTAR PUSTAKA
1. Abdul Halim, Achmad Tjahjono dan Fakhri Husein, Sistem Pengendalian edisi pertama, Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 1998.
Manajemen,
2. Budi W Sucipto, Mengukur Kinerja Bisnis Dengan Balanced Scorecard, Usahawan no. 06 Tahun XXVI, Juni 1997. 3. Hermawan, Ancella, Balanced Scorecard Sebagai Sarana Akuntansi Manajemen Strategik, IAI, 1996.
4. Husein Umar, Metode Penelitian Untuk Skripsi Dan Tesis Bisnis, edisi Baru, Cetakan ke 4, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2001. 5. Kaplan, Roberts and David Norton, Using Balanced Management System, Harvard Business Review, 1996.
Scorecard as Strategis
6. Liong Henny Sutanto, Kemungkinan Penerapan Balanced Scorecard Untuk Pengukuran Kinerja LPK Maria Regina, Fakultas Ekonomi Universitas Atmajaya Yogyakarta, 1998 7. Maya, Penerapan Pendekatan Balanced Scorecard Untuk mengukur Kinerja Pada SMU Bobkri Satu, Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi Universitas Atmajaya Yogyakarta, 2002. 8. Mulyadi, Akuntansi Manajemen: Konsep, Mmanfaat, dan Rekayasa, Edisi dua, Bagian Penerbitan STIE YKPN, Yogyakarta, 1993. 9. Mulyadi dan Johny Setyawan, Sistem Perencanaan dan Pengendalian Manajemen, Edisi I, Aditya Media Yogyakarta, 1999. 10. Nur Indriantoro dan Bambang Supomo, Metodologi Penelitian Bisnis Untuk Akuntansi dan Manajemen, edisi Pertama, Yogyakarta, BPFE, 2002.
96
11. Siti Fatimah, Pengukuran Kinerja Manajemen Dengan Balanced Scorecard ( Studi Kasus : Rumah Sakit Islam Sultan Agung), Program S1 Ekstensi Fakultas Ekonomi Universitas Gajah Mada Yogyakarta, 2002
97