Polri dan DPR Lembaga Paling Korup Oleh Yohanes Jumat, 20 September 2013 18:05
Hasil survei yang dilakukan Transparancy International Indonesia (TII) tentang Global Corruption Barometer (GCB) 2013 beberapa waktu lalu, sebenarnya biasa-biasa saja dan tidak ada yang aneh. Kenyataannya memang demikian, bahwa kepolisian dan DPRRI memang selama ini diketahui masyarakat sebagai institusi yang oknum-oknumnya banyak melakukan korupsi.
Jika kemudian menjadi ramai dan menyita banyak tanggapan, kemungkinan karena hasil tersebut disampaikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Padahal, jauh sebelumnya, si empunya hajat TII pada 9 Juli 2013, di Hotel Atlet Century, Senayan, Jakarta, telah merilis hasil survei tersebut kepada media, namun, tak bergaung.
Ihwal ramainya perbincangan hasil survei yang menempatkan Polri diurutan teratas sebagai lembaga paling korup di Indonesia diawali saat Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja memberi pengarahan di kantor Komisi Pemilihan Umum, Jakarta, Senin, 16 September lalu. Di sela-sela kalimat wejangan di hadapan staf dan komisioner KPU meluncurlah ucapan, “institsi Polri dan DPR adalah dua lembaga paling korup. Polri menempati peringkat pertama dan DPR kedua.”
Tak diduga, pernyataan itu banyak mendapat tanggapan, maka di hari berikutnya Pandu buru-buru menjelaskan jika ia hanya mengutip hasil survei yang dilakukan TII dan telah dipublikasikan.
Apa yang disampaikan Pandu memang benar, informasi dari pihak TII menyebutkan, survei dengan tema GCB itu bertujuan untuk mengukur efektivitas pemberantasan korupsi dan mengidentifikasi sektor-sektor publik yang rawan korupsi di setiap negara. Basis dari survei ini adalah pengalaman masyarakat. Survei GCB menanyakan secara langsung kepada publik tentang pengalaman, penilaian dan peran mereka dalam pemberantasan korupsi. Survei telah
1/7
Polri dan DPR Lembaga Paling Korup Oleh Yohanes Jumat, 20 September 2013 18:05
dilakukan sejak tahun 2003, pada tahun 2013, GCB mensurvei 114 ribu orang di 107 negara. Sementara di Indonesia, survei mengambil 1.000 responden di lima kota, Jakarta, Surabaya, Medan, Makassar, dan Bandung.
Dalam survei di Indonesia, 72% warga menyatakan korupsi meningkat. Sementara 20% menyatakan kondisi sama dan hanya 8% menyatakan korupsi menurun. Ketika ditanya tentang upaya pemberantasan korupsi, 65% warga menyatakan belum efektif, sementara hanya 32% yang menyatakan sudah efektif. Sisanya tidak yakin apakah efektif atau tidak.
Selain itu, warga juga berpendapat bahwa polisi, parlemen, peradilan dan birokrasi merupakan lembaga yang paling korup. Dalam kaitan dengan layanan publik, sebanyak 53% menyatakan diminta untuk membayar suap saat berurusan dengan polisi. Dan, 30% orang yang berurusan dengan lembaga pengadilan membayar suap. Kondisi ini juga tercermin di Indonesia dalam kaitan dengan pemenuhan pelayanan hak-hak dasar kepada warga. Survei ini menunjukkan masih banyak kutipan yang harus dibayar ketika berurusan dengan lembaga kepolisian, pengadilan, perizinan usaha, pertanahan, pendidikan dan kesehatan.
Menanggapi keberadaan kepolisian sebagai institusi terkorup, Kapolri Jenderal Timur Pradopo menjawab, “terserah saja kalau berpendapat demikian, yang jelas tujuan kita baik-baik. Jadi kalau memang ada anggapan demikian biar menjadi evaluasi bagi kami,” katanya sambil menambahkan sebagai lembaga negara tentu Polri terbuka dengan pendapat-pendapat demikian.
Jika hasil survei valid, kata Timur, ya harus dijelaskan apa alasannya sehingga Polri at kami dianggap terkorup. Selama ini Polri telah menjalankan tugas dengan tujuan baik-baik.
Sedangkan Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Mabes Polri Kombes Agus Rianto berpendapat beda dengan Kapolri. Ia tidak sepenuhnya yakin dengan hasil survei, alasannya responden yang diwawancara hanya 1.000 orang dan hanya di lima kota. Sedangkan masyarakat Indonesia ada 200 juta lebih, dan polisi yang melayani 400 ribu personel lebih.
“Apakah seribu responden bisa mewakili yang 200 juta penduduk dan 400 ribu anggota Polri?" tandas Agus sembari mengatakan, hasil survei TII tersebut sepengetahuannya merupakan data lama.
2/7
Polri dan DPR Lembaga Paling Korup Oleh Yohanes Jumat, 20 September 2013 18:05
Meski kurang sreg terhadap hasil survei, Agus tetap menyampaikan rasa terima kasihnya kepada semua pihak yang nemberikan kritikan, masukan, dan koreksi terhadap kinerja Polri. “Selama datanya akurat, kita terima kasih, support, komitmen kita sama dalam rangka penegakan hukum, pemberantasan korupsi.”
Tak Usah marah
Meski tidak senang dikatakan Polri sebagai lembaga paling korup, komisioner Kompolnas Edi Saputra mengingatkan agar pihak kepolisian tidak perlu marah. “Polri tak usah marah. Sebaliknya, Polri harus menerima hasil survei itu sebagai bahan masukan agar bisa meningkatkan kinerja dan mengubah kesan polisi yang korup.”
Edi menegaskan, penilaian tersebut harus menjadi perhatian bagi pimpinan Polri terutama untuk mengubah kinerja kepolisian serta sistem anggaran di kepolisian. Seperti yang dia ketahui. Saat ini biaya operasional sebuah polsek hanya Rp3 juta-Rp7 juta saban bulan. Untuk anggota Polri yang patroli hanya diberi jatah 15 liter bensin sebulan dan untuk dana intelijen hanya diberi Rp500.000 setiap bulan.
Uang operasioanl sebesar itu, kata Edi, jelas tidak cukup untuk membuat polisi bekerja sebaik-baiknya. Bukan tidak mungkin, karena kurang, anggota memilih jalan mudah dengan mencari uang tambahan di luar tugas dan mungkin malah menyalahgunakan wewenangnya. “Hal-hal seperti ini, menurut saya yang harus dikaji ulang oleh para pucuk pimpinan Polri.”
Tidak hanya mengkritisi, Edi juga menyentil para anggota polisi yang senang hidup mewah, yang tidak mencerminkan kesederhanaan. Padahal semua orang tahu berapa gaji yang diterima tiap bulan. Seharusnya polisi bisa lebih sederhana dalam kehidupan sehari-hari, sehingga kesan polisi di mata masyarakat bisa berubah. Misalnya, anggota tidak perlu membawa mobil pribadi ke kantor. “Harapan saya, ke depan ada bus dinas yang bisa untuk mengangkut seluruh Polri.”
Selain mengingatkan Polri agar tidak marah dinilai sebagai institusi paling korup, melalui M. Nasser, Kompolnas juga mengakui gagal mengawasi polisi sehingga Polri mendapatkan
3/7
Polri dan DPR Lembaga Paling Korup Oleh Yohanes Jumat, 20 September 2013 18:05
predikat lembaga terkorup berdasarkan hasil survei yang dilakukan TII.
Kegagalan pihaknya dalam hal pengawasan tersebut, tambahnya, menyangkut kinerja dan perilaku terhadap lembaga yang bernaung di bawah kekuasaan presiden tersebut. “Kami mengakui gagal. Kami minta maaf kepada publik, karena gagal memberikan pengawasan sebagaimana semestinya.”
Ia menegaskan, Kompolnas akan terus melakukan introspeksi diri terhadap kasus yang memprihatikan tersebut. Menurutnya, ada mekanisme pengelolaan APBN dalam tubuh Polri yang tidak tepat, baik dalam mekanisme perencanaan, pelaksanaan, pembelanjaan, dan pengawasan. Hal seperti ini yang menyebabkan kasus korupsi semakin merajalela di korps Bhayangkara itu, apalagi sejak mulai perekrutan calon anggota.
Sama persis dengan Edi, Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane juga menyampaikan agar Polri tidak perlu marah dalam menanggapi pernyataan KPK
Yang menyebut sebagai lembaga terkorup. Sebaliknya, IPW meminta korps Bhayangkara harus koreksi diri dan melakukan perubahan agar cap negatif tak melekat di benak masyarakat.
“Polisi jangan marah. Jadikan cambuk buat polisi agar introspeksi,” ujar Neta seusai menjadi pembicara dalam Dialog Tentang Potret Polri Saat Ini' di Mapolda Jabar, Bandung, Rabu, 18 September.
Dia berpesan munculnya pernyataan dari KPK, tidak membuat hubungan kedua insdtitusi menjadi renggang. Disebut Polri terkorup jangan memanaskan hubungan Polri dengan KPK. Polri harus mencermatinya dan melakukan perubahan-perubahan. Kapolri sering bilang Polri harus berubah serta hilangkan hal negatif.
“Kita sering melihat ketika masyarakat berhadapan dengan polisi ujung-ujungnya uang. Banyak proyek yang diduga di mark up di kepolisian, salah satunya soal STNK. Rp15.000 untuk selembar kertas dengan ukuran kira-kira 5 cm x 25 cm itu sangat tidak wajar,” katanya.
4/7
Polri dan DPR Lembaga Paling Korup Oleh Yohanes Jumat, 20 September 2013 18:05
Menurut Neta, saat ini masih ada beberapa dugaan kasus korupsi di Polri yang belum dibongkar, misalnya dugaan 33 pejabat kepolisian yang diduga menerima aliran dana dari Aiptu Labora Sitorus di Polda Papua dan kasus rekening gendut. Polisi seharusnya konsisten memberantas korupsi, bukannya melakukan korupsi.
“Imbauan Kapolri Timur Pradopo kepada jajarannya agar tidak korupsi, tidak cukup. Sudah saatnya Tipikor memberantas korupsi di lingkungan internal. Selama ini kan hanya mengusut kasus di luar kepolisian. Sekarang harus mulai diarahkan ke internal kepolisian. Propam juga seharusnya aktif melakukan pendataan kepada polisi dengan kekayaan yang luar biasa,” jelasnya.
Berhati Baja
Tingkat korupsi di kalangan anggota dewan tidak kalah memprihatinkan dibanding Polri. Bahkan, di antara negara-negara di Asia Tenggara, parlemen di Indonesia adalah yang paling korup. Padahal langkah-langkah pencegahan terus dilakukan oleh KPK, demikian dikatakan Waket KPK Pandu Praja.
Dalam satu dasarwarsa ini, jelasnya, angka korupsi di Indonesia terus meningkat. Sejak KPK berdiri 2004 hingga saat ini, kata Pandu, pihaknya sudah menagkap 65 anggota DPR. Hal ini menjadi bukti bahwa korupsi yang luar biasa besar telah terjadi di parlemen dan dilakukan para anggota DPR. Karena itu kata Adnan, tak heran parlemen Indonesia adalah terkorup di Asia Tenggara. “Di Asia Tenggara saja, hanya di Indonesia parlemen yang korup.”
Selain memenjarakan 65 anggota dewan, KPK juga telah menangkap dan mempidanakan 7 menteri, 8 gubernur, 32 bupati, 7 komisioner KPU, 4 dubes, 4 konjen dan 1 gubernur BI serta 5 deputinya. 5 hakim, 5 jaksa, 1 penyidik KPK, 107 pegawai eselon I dan II, dirjen, sekjen, deputi, direktur dan ratusan CEO BUMN dan perusahaan swasta.
Terkait dengan parlemen Indonesia yang menjadi satu-satu pelaku korup di parlemen negara Asia Tenggara, peneliti Forum Masyarakat Pemantau Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus di Jakarta menyatakan, “kita berhadapan dengan DPR yang tampak tak hanya lembaga
5/7
Polri dan DPR Lembaga Paling Korup Oleh Yohanes Jumat, 20 September 2013 18:05
terkorup tetapi juga DPR yang berhati baja. Semua kritik dan teriakan publik sejauh ini tak kurang lantang disuarakan, tetapi pada saat yang sama DPR seakan mati rasa untuk sekadar melakukan upaya reformasi serius secara kelembagaan demi membersihkan lembaga itu dari korupsi.”
Selama ini, ujar Lucius, para politisi di Senayan menikmati duduk di kursi anggota dewan dengan nyaman sebagai penguasa dan bukan sebagai negarawan. Sementara itu, parpol sebagai institusi yang paling bertanggung jawab atas perilaku korupsi wakil rakyat abai dalam dalam mengawasi kader-kadernya di DPR. Bahkan, parpol malah mendorong kadernya untuk melakukan tindakan korupsi.
Buktinya, parpol kerap memberi respon lambat ketika ada anggotanya yang terjerat kasus korupsi. Bahkan, parpol sering membela kader yang bersangkutan. “Hal itu menandakan ada simbiosis mutualisme antara parpol dan anggotanya di parlemen untuk melakukan penyimpangan.”
Menurut Lucius, titik-titik korupsi di DPR berkaitan dengan fungsi-fungsi anggota dewan, yaitu untuk membahas anggaran, melakukan pengawasan, dan membuat regulasi. Kewenangan anggaran, lanjutnya, merupakan lahan paling potensial untuk melakukan praktik manipulasi. “Kemudahan DPR dalam melakukan pembancakan anggaran dibantu oleh kewenangan nyaris absolut mereka untuk membahas mata anggaran hingga unit terkecil.”
Dalam bidang regulasi, sebenarnya DPR bisa melakukan banyak terobosan bagus jika anggotanya punya visi kenegarawanan. Fungsi pengawasan juga kerap menjadi bahan bancakan. Ironisnya kritik keras wakil rakyat saat mengevaluasi kinerja pemerintah sering kali merupakan isyarat untuk meminta transaksi di bawah tangan. Fungsi ketiga juga tak kalah rentan dengan penyelewengan, yakni fungsi legislatif. Penyelewengan terjadi melalui pengaturan pasal-pasal dalam sebuah undang-undang. “Dengan demikian, hampir semua tugas utama kedewanan rentan dengan korupsi,” ujarnya.
Tidak mau lembaga yang dipimpin dicap sebagai wadah para koruptor, Ketua DPR Marzuki Alie membela diri. Banyaknya anggota DPR yang terseret kasus hukum, kata dia, karena juga keterlibatan pihak lain.
6/7
Polri dan DPR Lembaga Paling Korup Oleh Yohanes Jumat, 20 September 2013 18:05
“Dari yang dikerjakan KPK memang DPR yang terbanyak, tapi penyebab itu semua kan bukan DPR, harus dicari penyebabnya. DPR itu kalau nggak kerjasama dengan eksekutif, itu nggak akan jadi,” ungkap Marzuki beberapa waktu lalu.
Politisi Partai Demokrat ini mencontohkan, dalam mengadakan suatu proyek, banyak orang yang terlibat, diantaranya DPR dan eksekutif. Seorang anggota DPR sulit untuk bermain sendirian dalam mengurusi proyek. “Tapi di pemerintah, mungkin cukup dirjen sendiri, direkturnya sendiri, tapi kalau DPR, nggak mungkin sendiri, bisa 10 orang atau lebih,” terang Marzuki sambil menyebut kasus yang paling sering menimpa anggota DPR adalah persoalan gratifikasi dari kalangan eksekutif.
“Yang kasih siapa? Yang kasih kan kalau nggak dari pihak pemborong, pemborong siapa, yang ngatur? Kan pejabat-pejabat eksekutif, ngatur-ngatur borongan kan pejabat eksekutif," tegasnya.
Sementara itu, anggota Komisi I DPR Tjahjo Kumolo mengakui tudingan terhadap anggota DPR korup memang wajar. “Bagi saya wajar saja. Tapi harus diingat kalau ada indikasi atau keputusan KPK seorang anggota DPR terlibat korupsi atau gratifikasi, tentu ada pihak ketiga bisa swasta atau PNS.”
Sekjen DPP PDIP ini melanjutkan, reformasi birokrasi di DPR bisa disebut gagal, karena tingkat korupsi tertinggi sebenarnya berasal dari birokrasi. Apa pun yang disampaikan KPK, DPR harus mengevaluasi diri dan membantu KPK dengan membuka siapa saja oknum anggota yang terlibat. Dia juga sepakat dengan pendapat Marzuki jika anggota DPR tidak mungkin melakukan korupsi sendiri, melainkan selalu berjemaah. Karena, tugas anggota dewan jelas kok menyusun anggaran, membuat undang-undang bersama pemerintah dan fungsi pengawasan terhadap kinerja pemerintah.”
Saling membantah dan membela diri terhadap sangkaan melakukan tindakan korupsi adalah biasa. Namun, penilaian masyarakat terhadap kelakuan aparat polisi dan anggota dewan yang korup tidak bisa dibantah. Apalagi, KPK telah memenjarakan puluhan anggota DPR dan jenderal polisi yang ketangkap korupsi.
7/7