Disampaikan dalam Kunjungan Ilmiah Himpunan Mahasiswa Jurusan Administrasi Negara FISIP Universitas Jayabaya Jakarta 18 November 2014
DPR merupakan lembaga perwakilan rakyat yang berkedudukan sebagai lembaga negara. DPR mempunyai fungsi: legislasi; anggaran; dan pengawasan. Ketiga fungsi tersebut dijalankan dalam kerangka representasi rakyat dan juga untuk mendukung upaya Pemerintah dalam melaksanakan politik luar negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Fungsi anggaran dilaksanakan untuk membahas dan memberikan persetujuan atau tidak memberikan persetujuan terhadap RUU tentang APBN yang diajukan oleh Presiden.
APBN sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggungjawab untuk sebesarbesarnya kemakmuran rakyat. RAPBN diajukan oleh Presiden untuk dibahas bersama DPR-RI dengan memperhatikan pertimbangan DPD-RI Apabila DPR tidak menyetujui RAPBN yang diusulkan oleh Presiden, Pemerintah menjalankan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun yang lalu
Membahas PPKF dan KEM, kebijakan umum dan prioritas anggaran Persetujuan RAPBN selambat2nya 2 bln sebelum tahun anggaran baru
20 Mei-pertengahan Juli
LKPP setelah diperiksa BPK disampaikan selambat2nya 6 bln setelah th angg berakir, diselesaikan 3 bln setelah BPK menyampaikan hasil audit
16 Agst-31 Okt
Pembahasan paling lama 1 bulan dalam masa sidang setelah RUU disampaikan.
Jul-Agst
Dalam hal terjadi perubahan asumsi ekonomi makro dan/atau perubahan postur APBN yang sangat signifikan, Pemerintah mengajukan rancangan undang-undang tentang perubahan APBN tahun anggaran berjalan. Perubahan asumsi ekonomi makro yang sangat signifikan berupa: a. penurunan pertumbuhan ekonomi paling sedikit 1% (satu persen) di bawah asumsi yang telah ditetapkan; dan/atau b. deviasi asumsi ekonomi makro lainnya paling sedikit 10% (sepuluh persen) dari asumsi yang telah ditetapkan. Perubahan postur APBN yang sangat signifikan sebagaiman berupa: a. penurunan penerimaan perpajakan paling sedikit 10% (sepuluh persen) dari pagu yang telah ditetapkan; b. kenaikan atau penurunan belanja kementerian atau lembaga paling sedikit 10% (sepuluh persen) dari pagu yang telah ditetapkan; c. kebutuhan belanja yang bersifat mendesak dan belum tersedia pagu anggarannya; dan/atau d. kenaikan defisit paling sedikit 10% (sepuluh persen) dari rasio defisit APBN terhadap produk domestik bruto yang telah ditetapkan.
Pembahasan dan penetapan rancangan undang-undang tentang perubahan APBN dilakukan oleh Pemerintah bersama dengan Badan Anggaran dan komisi terkait dalam waktu paling lama 1 (satu) bulan dalam masa sidang setelah rancangan undang-undang tentang perubahan APBN diajukan oleh Pemerintah kepada DPR.
Rapat Paripurna DPR RI Pengumuman dalam Rapat Paripurna ttg RUU Perubahan APBN beserta Nota Perubahannya dan akan dibahas oleh Badan Anggaran dan komisi terkait.
DPD menyampaikan pengawasan atas pelaksanaan APBN kepada DPR sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti
Rapat Paripurna 1 Penyampaian laporan berisi proses, sikap akhir fraksi, dan hasil Pembicaraan Tk.I di Banggar 2 Pernyataan persetujuan/penolakan dari tiaptiap Fraksi secara lisan yang diminta oleh Pimpinan Rapat Paripurna 3 Penyampaian pendapat akhir Presiden yang disampaikan oleh Menteri yang mewakilinya.
Rapat Internal Badan Anggaran DPR RI Penyampaian hasil 1 Pembahasan Panja Asumsi dasar, Pendapatan, defisit & Pembiayaan 2 Rapat Kerja Komisi dg Mitra Kerjanya ttg Pembahasan Perubahan RKA K/L Perubahan
1 2 3 4 5 6 7
Rapat Kerja Badan Anggaran dengan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia 1 Penyampaian Pokok-pokok RUU Perubahan APBN
Raker Komisi VII & Komisi XI dg Mitra Kerjanya Pembahasan asumsi dasar dalam RUU Perubahan APBN
2. Pembentukan: a Panja Asumsi Dasar, Pendapatan, Defisit dan Pembiayaan b Panja Belanja Negara c Tim Perumus Draft RUU Perubahan APBN
Rapat Panja Panja Asumsi Dasar, Pendapatan, Defisit &Pembiayaan dalam RUU Perubahan APBN
Rapat Kerja Badan Anggaran dengan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia Pengantar Ketua Badan Anggaran Penyampaian laporan & pengesahan hasil Panja-Panja dan Tim Perumus Draft RUU Perubahan APBN Pembacaan naskah RUU Perubahan APBN Pendapat mini Fraksi sbg sikap akhir Fraksi Pendapat Pemerintah Penandatanganan naskah RUU Perubahan APBN Pengambilan keputusan untuk dilanjutkan ke Tk.II ttg RUU Perubahan APBN
Raker Komisi I – XI dg Mitra Kerjanya Pembahasan Perubahan RKA K/L
Rapat Internal Badan Anggaran DPR RI Penyampaian hasil rapat kerja Komisi dg Mitra Kerjanya ttg Pembahasan Perubahan RKA K/L Perubahan
Penyampaian hasil penyempurnaan RKA K/L oleh Komisi dg Mitra Kerjanya yang disetujui dan ditandatangani oleh Pimpinan Komisi terkait kepada Badan Anggaran & Menkeu untuk selanjutnya diproses menjadi DIPA K/L
Raker Komisi dg Mitra Kerjanya Penyempurnaan Perubahan RKA K/L sesuai hasil pembahasan di Badan Anggaran
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia (%)
Sektor yang mengalami percepatan:
FAST
9,00 8,00 7,00
Sektor yang mengalami perlambatan: • Pertanian • Peternakan • Kehutanan • Perikanan • Manufaktur • Perdagangan • Hotel • Restoran
6,00
SLOW
• Keuangan • Real estate • Jasa
10,00
6,27 5,67
5,52
6,56 6,20
6,07
6,26 5,78
5,00
4,58
4,00 3,00 2,00 1,00
0,00 2004
2005
2006
2007
Pertumbuhan Sektor Tradable
2008
2009
2010
2011
2012
Pertumbuhan Sektor Non - Tradable
Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan Ekonomi Tidak Berkualitas : dalam kurun waktu 2004-2012, ekonomi Indonesia rata-rata mampu tumbuh 5,8 %, namun sektor-sektor yang memberikan kontribusi terhadap penyerapan tenaga kerja dan peningkatan pendapatan masyarakat (sektor tradable) justru melambat
Gini Ratio
Pengangguran dan Pekerja Tidak Penuh
0,42 0,40 0,38 0,36 0,34 Gini Ratio
2009
2010
2011
2012
2013
0,37
0,38
0,41
0,41
0,41
Gini Ratio yang semakin meningkat, menunjukkan kesenjangan pendapatan masyarakat yang semakin melebar atau kue pembangunan selama ini lebih dinikmati masyarakat kalangan menengah ke atas
Persentase Penduduk Miskin 15,00 10,00 5,00 Persentase Penduduk Miskin
2009
2010
2011
2012
2013
14,15
13,33
12,36
11,66
11,37
Jumlah penduduk miskin mengalami trend penurunan, akan tetapi pengurangan angka kemiskinan tiap tahun mengalami perlambatan
50,00 45,00 40,00 35,00 30,00 25,00 20,00 15,00 10,00 5,00 -
2009
2010
2011
2012
2013
pekerja tidak penuh (%)
31,57
33,27
34,59
34,29
36,81
Pengangguran (Juta)
8,96
8,32
7,70
7,24
7,39
Tingkat pengangguran meskipun turun, namun mengalami perlambatan, akibat sumber pertumbuhan ekonomi bertumpu pada sektor non tradable yang kurang menyerap tenaga kerja
14.000 12.000
Rupiah/US Dollar
10.000 8.000 6.000 4.000 2.000 -
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
Kurs BI Rata-rata
8.53
10.2
9.26
8.57
8.98
9.75
9.14
9.16
9.75
10.3
9.07
8.77
9.41
10.5
11.6
Asumsi Kurs (UU APBN)
7.50
10.2
9.90
9.00
8.60
8.60
9.90
9.30
9.10
9.40
10.0
9.25
8.80
9.30
10.5
Volatilitas adalah besarnya jarak antara fluktuasi/naik turunnya nilai tukar rupiah. Volatilitas nilai tukar rupiah yang tidak terkontrol akan berdampak negatif terhadap kinerja perekonomian yang pada akhirnya mempengaruhi penerimaan negara. Bank Indonesia perlu menjaga volatilitas rupiah agar tak bergerak naik atau turun terlalu tajam/ekstrem.
Perkembangan Harga Minyak Mentah Dunia, Tahun 2006-2013
Lifting Minyak Indonesia (ribu barel per hari)
140,00
1.400
120,00
1.200
1.260 1.092 1.072 999
100,00 1.000
1.050 899
80,00
931 944 954
900
861
825 818
800
60,00
40,00
600
20,00
400
0,00 Q1Q2Q3Q4Q1Q2Q3Q4Q1Q2Q3Q4Q1Q2Q3Q4Q1Q2Q3Q4Q1Q2Q3Q4Q1Q2Q3Q4Q1Q2Q3Q4 2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
200 0 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
ICP
BRENT
WTI
OPEC
Harga minyak mentah dunia yang relatif meningkat dan lifting minyak mentah
Indonesia yang terus menurun akan semakin memberikan tekanan kepada APBN dan Perekonomian nasional
Penerimaan Perpajakan Belum Optimal
Perhitungan Tax Ratio Indonesia Jenis Pajak 1. Pajak Pusat 2. Pajak Daerah 3. Penerimaan SDA 4. PDB Tax Ratio Alternatif 1 (Pajak Pusat saja) = 1:4 Tax Ratio Alternatif 2 (P. Pusat + P. Daerah) = (1+2):4 Tax Ratio Alternatif 3 (P. Pusat+P. Daerah+SDA)
2008 658,7 36,93 224,5 4948,7 13,3%
2009 619,9 125,8 45,1 5613,4 11,0%
2010 723,3 152,7 47,7 6422,2 11,3%
2011 873,9 193,5 63,6 7427,1 11,8%
2012 980,52 205,8 81,6 8241,9 11,9%
14,1%
13,3%
13,6%
14,4%
14,4%
18,6%
14,1%
14,4%
15,2%
15,4%
Indonesia tertinggal dalam hal pengumpulan pajak. Dengan tax ratio hanya 12 %, kita tercecer dg Philipina 14,4 %, Vietnam dan India 15 %, Malaysia 15,5 %, Tiongkok dan Thailand 17 %. (A.Tony Prasetiantono, Kompas 7 Agustus 2014)
Persentase WP taat Pajak 2008 2009 2010 10.682.099 15.911.576 19.112.590 2.097.849 5.413.114 8.202.309 19,6% 34,0% 42,9%
2011 22.319.073 9.332.626 41,8%
2012 24.812.569 9.482.480 38,2%
Ratio Pertugas Pajak terhadap Wajib Pajak Tahun 2008 2009 2010 Jumlah Petugas Pajak 31.269 31.824 32.741 Jumlah Wajib Pajak 10.682.099 15.911.576 19.112.590 Ratio Petugas terhadap WP 1 : 342 1 : 500 1 : 584
2011 31.736 22.319.073 1 : 703
2012 31.316 24.812.569 1 : 792
Tahun Jumlah Wajib Pajak Jumlah Pembayar pajak Persentase WP taat Pajak
Extra Effort dari Pemerintah dibutuhkan untuk meningkatkan persentase WP yang taat pajak. Peningkatan kuantitas dan kualitas petugas pajak merupakan kebutuhan mendesak
Trend Belanja Pemerintah Pusat dan Belanja Subsidi Energi (Triliun Rp)
Persentase Subsidi BBM & Subsidi Listrik terhadap Belanja Pemerintah Pusat 100%
1400,00
90%
1200,00
80% 1000,00
70%
800,00
60%
600,00
50%
400,00
40%
200,00
30%
0,00 2010
2011
2012
2013
2014
79,93
20%
8,26
10%
11,81
71,08
69,67
10,23
9,36
18,69
20,97
72,74
72,64
8,79
8,11
18,47
19,25
0% Subsidi BBM
Subsidi Listrik
Subsidi Energi
Belanja Pemerintah Pusat
2010
2011
Subsidi BBM
2012 Subsidi Listrik
2013
2014
Belanja Pusat Lainnya
Dalam kurun waktu tahun 2010 – 2014, alokasi belanja subsidi BBM mencapai 17,84 persen dari Belanja Pemerintah Pusat atau sebesar Rp183 triliun setiap tahunnya dan Subsidi Listrik 8,95 persen atau Rp89,29 triliun setiap tahunnya
Perbandingan Konsumsi Bensin Pada 3 Kelompok Rumah Tangga (60% RT di Indonesia yang merupakan pengguna premium) 30% Terbawah
40% medium
30% teratas
6,5%
30,9%
62,6%
Sumber : Uka Wikarya, Peneliti LPEM FEUI,2012
Dari total subsidi yang disalurkan untuk transportasi darat, sekitar 53 persen dinikmati oleh pengguna kendaraan pribadi. Itu berarti lebih dari Rp 100 triliun subsidi BBM dinikmati oleh orang kalangan menengah ke atas. Sedangkan, sekitar 40 persen dikonsumsi oleh sepeda motor. Angkutan umum yang digunakan oleh sebagian besar rakyat menengah ke bawah hanya menikmati 3 persen subsidi BBM. (BPH Migas, 2013)
SUBSIDI DINILAI TIDAK TEPAT SASARAN, TI DAK ADIL ATAU TIDAK BERPIHAK PADA GOLONGAN EKONOMI LEMAH
Alternatif Solusi : Diperlukan sebuah kebijakan untuk menekan beban anggaran subsidi, seperti kenaikan harga secara bertahap yang diikuti oleh kebijkan mitigasi lainnya. Kebijakan kenaikan harga harus diikuti dengan kebijakan percepatan pengembangan dan penggunaan energi alternatif dan infrastruktur pendukungnya Pilihan kebijakan tersebut, juga HARUS disosialisasikan dan diedukasikan kepada masyarakat secara jelas, terukur dan efektif
DBH sesuai UU No. 33 Tahun 2004
Anggaran Kesehatan sebesar 5% dari APBN
DAU min 26% dari penerimaan dalam negeri netto
Anggaran Pendidikan sebesar 20% dari APBN/APBD
Dana Otsus 2% dari DAU Nasional
Dana Keistimewaan DIY
APBN
Dana Desa 10% dari Dana Transfer Daerah
• Dengan adanya mandatory spending menyebabkan ruang fiskal (fiscal space) makin terbatas, khususnya untuk alokasi anggaran ke jenis belanja yang dapat lebih produktif. • Keterbatasan fiscal space berisiko membuat APBN tidak dapat berfungsi secara optimal.
Perkembangan Komposisi Belanja Negara Mengikat dan Tidak Mengikat, Tahun 2008-2013 (%)
•
•
Kecenderungan dalam setiap pembahasan RUU yang mengamanatkan pembentukan lembaga baru (badan/lembaga/komisi/dewan) berimplikasi pada penambahan alokasi anggaran yang sifatnya mengikat.
APBN 2015 merupakan APBN transisi, yang hanya memuat base line budget dan memberikan ruang bagi pemerintahan baru untuk dapat menyesuaikan dengan visi misinya
Asumsi dasar ekonomi makro mencakup variabel-variabel yang memiliki dampak signifikan terhadap postur APBN, meliputi pertumbuhan ekonomi, inflasi, nilai tukar, suku bunga SPN, harga minyak, dan lifting minyak. Sejak tahun 2013, asumsi dasar tersebut ditambahkan dengan asumsi lifting gas, karena terdapatnya fakta bahwa produksi gas terus meningkat dan peranannya dalam menyumbang penerimaan minyak bumi dan gas bumi semakin meningkat. . Asumsi dasar tersebut dapat menjadi target yang harus dapat dicapai. Berkaitan dengan itu, menjaga stabilitas ekonomi makro menjadi keharusan dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN.
Subsidi merupakan alokasi anggaran yang disalurkan melalui Perusahaan/ lembaga yang memproduksi, menjual barang dan jasa, yang memenuhi hajat hidup orang banyak sedemikian rupa, sehingga harga jualnya dapat dijangkau masyarakat.
Transfer ke Daerah adalah dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi yang terdiri dari Dana Perimbangan dan Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian. tujuan diantaranya, Mengurangi kesenjangan fiskal antara pusat dan daerah serta antar daerah; Mendukung prioritas pembangunan nasional yang menjadi urusan daerah; Meningkatkan kualitas pelayanan publik; Meningkatkan penerimaan daerah; Memperluas pembangunan infrastruktur daerah.
Pembiayaan Anggaran adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali, penerimaan kembali atas pengeluaran tahuntahun anggaran sebelumnya, pengeluaran kembali atas penerimaan tahun-tahun anggaran sebelumnya, penggunaan saldo anggaran lebih, dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahuntahun anggaran berikutnya