ISBN :
Jumat, 9 September 2016
ISBN :
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 DAFTAR ISI
Kata Pengantar Daftar Isi
i ii
KATA SAMBUTAN KS – 001
Suyedi Hendra Yanto S.Pd KS – 002 Dr. Fauziyah Harahap, M.Si KS – 003 Prof. Dr. Bornok Sinaga, M.Pd
vii viii ix
MATERI KEYNOTE SPEAKER
MKS – 001 Fauzan Ali, M.Sc MKS – 002 Prof. Dr. Abdul Hamid. K. M.Pd MKS – 003 Dr. Fauziyah Harahap, M.Si MKS – 004 Dra. Salamah, M.Pd
Dr. Ir. 1 20 37 46
FISIOLOGI, STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN dan MIKROBIOLOGI FSP – 001
Pengaruh Air Seduhan Kopi terhadap Struktur Histologi Ovarium Danuterus Mencit (Mus musculus). Ananda dan Meida Nugrahalia (56-65)
FSP – 002
Pengaruh Konsentrasi Air Laut terhadap Osmoregulasi pada Cacing Tanah (Lumbricus terrestris). Asmariati Purba, Ali Ihsanul Huda, Fitriani, Putri Sariti Fadhlah, Kurnia Putra (66-75)
FSP – 003
Hubungan Tingkat Pengetahuan Siswa tentang Mangrove dan Ketrampilan Proses Sains dalam Pembelajaran Ekosistem terhadap Kreativitas dan Pemecahan Masalah pada Ekosistem Hutan Mangrove di Sma Kota Langsa. Asmaul Husna (76-88)
ii
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 BIODIVERSITAS, EKOLOGI DAN LINGKUNGAN dan BIOTEKNOLOGI BEL – 001
BEL – 002
BEL – 003
BEL– 004
BEL – 005
Pengaruh Pemberian Nutrisi Tumbuh pada Lemna perpusilla menggunakan Sistem IMTA (Integrated Multi-Tropic Aquaculture). Ferrynando Situmeang, Tjandra Crishmadha, Ronny Sitanggang, Tumiur Gultom
(89-95)
Analisis Sikap Terhadap Lingkungan Ekosistem Sungai Berbasis Kearifan Lokal Lubuk Larangan Di Desa Tambangan Jae, Kecamatan Tambangan, Kabupaten Madina Nur Hidayah, Syarifuddin dan Tumiur Gultom
(96-104)
Analisis Pengetahuan Lingkungan Berbasis Kearifan Lokal pada Pola Pemupukan, Pergiliran Tanaman, Kebersihan Ladang Masyarakat di Kabupaten Karo dan Deli Serdang. Permata Ginting, Syarifuddin dan Fauziyah Harahap
(105 - 114)
Pengamatan Pembelahan Mitosis Sel pada Akar Allium cepa L. Pebri Haloho, Hafizhah Dini Nasution, Arif Rahman Hakim, Leni Herawati, Parningotan Siagian, Haryati, Irmayati, Haji Hamidun.
(115-121)
Pengaruh Pemberian Dosis Gula Aren (Arenga Pinnata) terhadap Cita Rasa Selai Kulit Pisang Raja (Musa Paradisiaca L). Rabiyatul Adawiyah
(122-128)
BEL – 006
Pertumbuhan dan Produksi Tiga Varietas Bawang Merah (Allium Cepa Var Ascalonicum L.) Dataran Rendah di Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara. Tumiur Gultom, Endang Sulistyarini Gultom dan Siti Sekar Wangi (129-135)
BEL - 007
Faktor-Faktor Lingkungan Abiotik Sebagai Indikator Kualitas Air Pada Kolam Benih Ikan Mas (Cyprinus Carpio) Di Dua Kondisi Kolam Berbeda Alexro M A Hutabarat, Tjandra Crishmadha, Ronny Sitanggang, Tumiur Gultom
(136-142)
iii
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016
PEMBELAJARAN BIOLOGI / IPA PB – 001
PB – 002
PB – 003
PB – 004
PB – 005
PB – 006
Efektivitas Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT) terhadap Hasil Belajar Siswa pada Materi Sistem Ekskresi pada Manusia di MAN 2 Tanjung Pura Langkat T.P 2013/2014. Ali Ihsanul Huda dan Lazuardi
(143-151)
Analisis Miskonsepsi pada Buku Ajar Biologi SMA kelas XII di SMA Negeri se-Kota Binjai. Tesis Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan. Renny Agustina , Herbert Sipahutar dan Fauziyah Harahap
(152-159)
Perbedaan Hasil Belajar Siswa yang Diajar Menggunakan Media Video Pembelajaran Dengan Media Visual pada Sub Materi Pokok Kultur Jaringan di Kelas XI Mia SMA Negeri 1 Tanjung Pura Tahun Pembelajaran 2015/2016. Annisa dan Fauziyah Harahap
(160-167)
Hubungan Kecerdasan Emosional dan Minat Belajar terhadap Hasil Belajar Biologi Siswa Kelas XI IPA SMA Swasta Methodist Lubuk Pakam Tahun Pembelajaran 2015/2016. Asni Siburian
(168-177)
Pengaruh Model Pembelajaran Inquiry terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Siswa pada Materi Pencemaran Lingkungan di SMA Swasta Pab 8 Saentis. Baby Arlita Lubis, Binari Manurung dan Fauziyah Harahap
(178-184)
Analisis Kesulitan Belajar Siswa Materi Bioteknologi SMA Negeri se-Kabupaten Rokan Hilir. Zulpadly, Fauziyah Harahap dan Syahmi Edi
(185-196)
iv
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 PB – 007
PB – 008
PB – 009
PB – 010
PB – 011
PB – 012
PB – 013
PB – 014
Analisis Buku Biologi SMA Kelas X Materi Kingdom Animalia Berdasarkan Literasi Sains se-Kabupaten Deliserdang. Tesis, Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan. Fitriana Siregar
(197-204)
Efektivitas Pembelajaran dengan Metode Role playing pada Pembelajaran Sistem Ekskresi Manusia Terhadap Hasil Belajar Siswa di Kelas XI IPA SMA Negeri 1 Galang t.p 2013/2014. Ewi Mellysa Barus, Tri Harsono
(205-214)
Pengaruh Model Discovery Learning berbantuan Multimedia terhadap Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi pada Materi Sistem Pernapasan di SMA Negeri 5 Langsa. Rahmat Surya S
(215-223)
Pengaruh Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing dan Kooperatif Learning Tipe Stad terhadap Minat dan Keterampilan Proses Biologi Siswa pada Materi Ekosistem di SMP Swasta Tunas Bangsa. SelvyLoliana, Ely Djulia, Hasruddin
(224-234)
Pengembangan Buku Ajar Biologi Topik Ekologi kelas VII SMP Berbasis Penemuan Terbimbing dengan Memanfaatkan Lingkungan Kebun SayurTresia Valentina Br Depari Binari Manurung dan Mufti Sudibyo
(235-248)
Analisis Kesulitan Belajar Biologi Siswa pada Materi Bioteknologi di SMA Negeri Se-Kota Medan. Wahida Rahmadani, Fauziah Harahap, Tumiur Gultom
(249-258)
Analisis Kesulitan Belajar Siswa Pada Topik Struktur Dan Fungsi Jaringan Tumbuhan Kelas XI IPA SMANegeri 2 Kisaran Tahun Pelajaran 2015/2016 Fauziyah Harahap dan Putri Dian Hamian
(259-264)
Analisis Kesulitan Belajar Siswa Pada Materi Hereditas Dan Pengaruh Tutor Sebaya Dalam Mengurangi Kesulitan SISWA MEMPELAJARI HEREDITAS Fauziyah Harahap, Putri Wita Sari
(265-269) v
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016
PB – 015
PB – 016
PB – 017
PB – 018
PB – 019
PB – 020
PB – 021
PB – 022
Penggunaan Model Problem Based Learning untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa Kelas X-Mia.1 Materi Eubacteria Pelajaran Biologi pada SMA Negeri 2 Tamiang Hulu Aceh Tamiang. Fitriani
(270-278)
Pengaruh Model Pembelajaran Inkuiri dan Kooperatif Terhadap Keterampilan Proses Sains Siswa pada Materi Animalia di Sma Negeri 11 Medan. Hutri Purnama Sary Lubis, Ely Djulia, Syahmi Edi
(279-289)
Pengembangan Buku Penuntun Praktikum Mikrobiologi Berbasis Inkuiri Kontekstual pada Mahasiswa Pendidikan Biologi Fmipa Universitas Negeri Medan. Indarianni, Hasruddin, Syahmi Edi
(290-298)
Hubungan Motivasi Berprestasi Minat dan Perhatian Orang Tua terhadap Kemandirian Siswa Sma Negeri Sekecamatan Medan Kota. Intan Bayati Nasution , Hasruddin, Syahmi Edi
(299-307)
Hubungan antara Nilai Ujian Nasional (UN) Biologi dengan Kompetensi Biologi Umum I Mahasiswa Fmipa Semester I T.P 2015/2016 Universitas Negeri Medan berdasarkan Jalur Masuk Universitas. Mery Tiurma Sinaga, Binari Manurung, Tumiur Gultom
(308-316)
Analisis Pengetahuan pada Biologi Umum Mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Medan. Naimatussyifa Daulay , Hasruddin
(317-324)
Hubungan Konsep Diri dengan Hasil Belajar Biologi pada Siswa Kelas XI Ipa Di MAN se-Kota Medan. Pertiwi, Herbert Sipahutar, Rachmat Mulyana
(325-333)
Efektivitas Pengembangan Buku Ajar Mikrobiologi Pangan berbasis Masalah. vi
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016
PB – 023
PB – 024
PB – 025
PB – 026
Sri Rahmadani Harahap, Fauziyah Harahap, Hasruddin
(334-340)
Analisis Pengetahuan dan Sikap Siswa pada Materi Bioteknologi di SMA Negeri se-Kota Binjai. Sailana Mira Rangkuty, Fauziyah Harahap, Syahmi Edi
(341-348)
Pengaruh Model Pembelajaran terhadap Keterampilan Proses Sains Siswa pada Materi Pencemaran Lingkungan di SMA Negeri 1 Bendahara Aceh Tamiang. Fauzi, Binari Manurung, Syahmi Edi
(349-355)
Perbandingan Hasil Belajar dengan Menggunakan dan Tanpa Menggunakan Teknik Pencatatan Mind Map pada Materi Sistem Reproduksi Manusia Kelas XI Ipa SMA Negeri 6 Medan Tahun Pembelajaran 2013/2014. Ade Khairunnisa Siregar
(356-361)
Analisis Kesulitan Belajar Materi Bioteknologi Kelas Xii Kecamatan Labuhan Deli Tahun Ajaran 2013/2014 Arisah hasanah, Fauziyah Harahap Biological Science Students Unimed Lecturer in Biological Science Unimed
(362-371)
vii
Materi Keynote Speaker I : Dr. Ir. Fauzan Ali, M.Sc
Menggalakkan inovasi pengembangkan budidaya ikan asli indonesia Fauzan Ali PUSAT PENELITIAN LIMNOLOGI - LIPI
Universitas Negeri Medan, 9 September 2016
Perkenalan Singkat
Dr. Ir. Fauzan Ali, M.Sc. Lahir : Kototinggi, 6 Februari 1962 (Sumatera Barat) SD-SMA di Sumatera Barat S1 di IPB Bogor (Fakultas Perikanan jurusan Budidaya Perairan) S2-S3 di Universitas Kagoshima, Jepang.
100 Inovator Indonesia (2008) (Kemenristek/Business Innovation Center) 101 Inovator Indonesia (2009) (Kemenristek/Business Innovation Center 7 Paten dan Paten sederhana Jabatan Sekarang: Kepala Pusat Penelitian Limnologi-LIPI/ Peneliti Madya
1
Perjalanan Pekerjaan • Management Trainee pada Perusahaan Udang Windu di Aceh • Dosen Luar Biasa pada Fak. Perikanan, Universitas Bung Hatta, Padang Perjalanan penelitian budidaya selama bekerja di Puslit Limnologi-LIPI • Percobaan perkawinan induk dan pemeliharaan larva udang galah dan beberapa ikan hias air tawar • Pendidikan S2 di Universitas Kagoshima, Jepang • Kajian parameter kunci pembenihan udang galah • Desain kolam serta teknologi adaptasi • Kajian apartemen udang untuk meningkatkan produktivitas • Kajian transportasi udang galah hidup • Sosialisasi teknologi budidaya udang galah (IPTEKDA-LIPI) ke masyarakat • Domestikasi dan breeding beberapa strain udang galah Indonesia • Kajian reproduksi buatan dan persilangan ikan papuyu • KEPALA BIDANG DINAMIKA PERARAN DARAT • Budidaya ikan sidat dengan teknologi bioflok • KEPALA PUSAT PENELITIAN LIMNOLOGI-LIPI
(1986-1987) (1987-1988)
(1989-1991) (1992-1995) (1996-1997) (2001-2003) (2002-2004) (2003) (2001-2005) (2006-2008) (2010-2012) (2013-2014) (2015-2016) (Mei 2016)
Struktur Organisasi KEPALA PUSAT PENELITIAN LIMNOLOGI
Bagian Tata Usaha
Bidang Pengelolaan dan Diseminasi Hasil Penelitian
Subbag Kepegawaian
Subbid Pengelolaan Hasil Penelitian
Subbid Diseminasi dan Kerjasama
UPT Alih Teknologi dan Penyehatan Danau di Maninjau, Sumatera Barat
Subbag Keuangan
Subbag Umum dan Prasarana Penelitian
Kelompok Penelitian
Konservasi dan potensi perairan darat Pengendalian pencemaran dan kualitas air perairan darat Rekayasa perairan darat Mitigasi bencana lingkungan perairan
Peneliti: 51 orang
Asia Pacific Centre for Echohydrology (APCE)
2
Aquaculture / Budidaya Perairan menurut saya Aqua dan Culture Aqua – Air Culture – Kultur – Budaya Budaya – [buddhayah] dari bahasa Sanskerta, yang merupakan bentuk
jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi, dan akal manusia
Akuakultur – Mengelola air/perairan dengan budi dan akal manusia Bukan AKUAKULTUR, kalau efeknya MERUSAK PERAIRAN Budidaya Perairan bukan hanya sekedar beternak ikan.
Contoh Budidaya Perairan yang tidak berbudaya • Budidaya ikan yang menggunakan bahan kimia yang mencemari perairan • Budidaya ikan yang menghasilkan limbah dan membuangnya ke perairan • Budidaya ikan yang menggunakan pakan yang bahan bakunya bersaing dengan manusia • Budidaya ikan yang memonopoli pemakaian air • Budidaya ikan yang tidak mempedulikan kelestarian lingkungan
3
Mengapa harus melakukan budidaya ikan 1. Produktivitas tangkap menurun 2. Jumlah dan ukuran semakin kecil 3. Hasil tangkapan bukan untuk dikonsumsi (dijual)
26.507 Ton
7.051 Ton
310.457 ton/tahun (6,51 %)
100.945 Ton Sumatera Jawa
Bali & Nusa Tenggara Kalimantan
136.324 Ton
Sulawesi Maluku & Papua
3.261 Ton (Statistik Perikanan KKP 2010)
Ikan-ikan Budidaya yang Populer Saat Ini (ikan konsumsi) 1.Ikan mas ...... 264.349 ton 2.Ikan nila ...... 206.904 ton 3.Ikan lele ...... 91.735 ton 4.Ikan patin ...... 36.755 ton 5.Ikan gurame .. 35.708 ton Pak Moejair (Iwan Dalauk) Penemu ikan mujair pada 1936
36.369 Ton
Betok Sidat Baung Keting Sepat rawa Sepat siam Gabus Toman Mujair Nila Lele Botia Berukung Beunteur Bilih Depik Genggehek Hampal Jelawat Kancera Kendia Koan Lalang Lalawak Lukas
Mas Nilem Parang Paray Repang Lampan Semah Seren Tawes Tontong tebu Betutu Tambakan Sili Belida Gurame Siluk Patin jambal Tempe Bentilap Lais Lempuk Ikan sumpit (Statistik Perikanan KKP 2010)
4
Pendekatan menuju pengembangan budidaya ikan-ikan lokal 1. Studi Biologi dan Ekologi Tipe makanan Tipe mulut Bersisik atau tidak Lingkungan (kecepatan arus, di dalam liang, kedalaman air, suhu, keasaman, vegetasi, tipe dasar perairan)
2. Membuat lingkungan baru (tiruan dari habitat alami) 3. Domestikasi tingkah laku makan dan adaptasi terhadap pakan respon terhadap lingkungan baru performa pertumbuhan dan kelangsungan hidup
4. Reproduksi seleksi induk (ukuran, umur, tanda tanda kematangan seksual) tingkah laku kawin (massal, berpasangan, rasio kelamin, rangsang pijah) tingkah laku bertelur (media bertelur, fekunditas, sifat telur dll) inkubasi telur (lama inkubasi, di luar atau di dalam mulut induk, lingkungan spesifik perawatan larva (cadangan makanan, jenis makanan awal, ukuran makanan, kenyamanan lingkungan, penanganan khusus, wadah dan perlengkapan pemeliharaan)
5
5. Pemuliaan Masalah - Keragaman genetik (Variasi ukuran, Pertumbuhan beragam, Produktivitas rendah dll) Solusi - Biologi (Seleksi induk unggul, Hibridisasi, Rekayasa genetika) - Teknologi (Desain kolam, perbaikan pakan, Monokultur/Polikultur, segmentasi)
5. Pertimbangan Prioritas
Ukuran besar Toleransi terhadap lingkungan luas Jumlah telur banyak Siklus reproduksi singkat Eksklusifitas
Berbagi pengalaman ber-inovasi di bidang Akuakultur • Budidaya hemat air menggunakan filter biologi • Disain dan konstruksi kolam yang sehat (outlet kolam sistem monik) • Sanitasi kolam semen baru menggunakan batang pisang
• • • • • •
Kajian parameter kunci pembenihan udang galah Apartemen udang galah untuk meningkatkan produksi Sistem transportasi udang galah hidup yang aman dan praktis Udang JENERIK hasil kawin silang Menyelamatkan anak ikan Papuyu yang berukuran mikro Budidaya ikan sidat hemat air, hemat pakan dan zero waste. Universitas Negeri Medan, 9 September 2016
6
Apartemen udang galah untuk meningkatkan produksi
Apartemen udang galah adalah bangunan dari bahan bambu yang dibelah dan dianyam/dirakit menyerupai kerangka bilik/kamar sebuah apartemen (bilik yang tidak ada lantai, dinding dan langitlangitnya)
Universitas Negeri Medan, 9 September 2016
7
Dimensi Apartemen • Ukuran 1 unit apartemen bisa bervariasi sesuai keinginan. Biasanya 1 x 1 x 1m, disesuaikan dengan kedalaman air kolam. Ukuran panjang, lebar dan tinggi biliknya masing-masing 20 cm • Jumlah tingkat disesuaikan dengan ketinggian air
Teknik pemasangan apartemen
Kegunaan Apartemen Udang Galah
1. 2. 3. 4.
Meningkatkan kepadatan tebar udang galah Meminimumkan kanibalisme Aman sebagai tempat udang berganti kulit Mudah mengetahui ukuran udang yang dipelihara 5. Tidak mengganggu arus air dalam kolam 6. Mencegah pencurian dengan jala atau alat tangkap sejenis lainnya 7. Meningkatkan produksi/hasil panen
8
Meningkatkan produksi sampai 7 ton per Ha
Udang bertengger di apartemen Kanibalisme berkurang Kepadatan tebar meningkat
Sistem transportasi udang hidup •
Sistem transportasi udang hidup ini didisain untuk: 1. 2. 3. 4.
•
Prinsip kerja sistem ini adalah : 1. 2. 3. 4.
•
Meningkatkan lama pengangkutan yang aman Meningkatkan kelangsungan hidup Meningkatkan jumlah daya angkut udang Memudahkan penanganan (handling) di kolam, di perjalanan dan di tempat tujuan (transportasi sistem rak) menjaga suhu air rendah dan konstan, air tersirkulasi selama pengangkutan, udang tertata di dalam kotak-kotak penyimpanan dan sistem dapat dibongkar-pasang
Diperlukan pemahaman prinsip kerja dan pengoperasian sistem sebelum digunakan
9
Target: • mengurangi kematian selama transportasi (SR 87 – 97 %) • Meningkatkan lama pengangkutan (sampai 12 jam) • meningkatkan jumlah angkut (50 kg/400 liter), dan • praktis dalam operasional
MacroJenerik, udang galah Indonesia hasil persilangan antar strain Indonesia mempunyai keanekaragaman hayati perairan yang bernilai , dimana salah satunya adalah strain udang galah. Teknik perkawinan silang antar strain udang galah dilakukan untuk memperoleh benih yang unggul. Strain udang galah yang digunakan untuk memperoleh benih unggulan dengan teknik kawin silang adalah BAHARI (Sei Batanghari, Jambi), TARIK (Sei Citarik, Ja-Bar), KUMAI (Sei Kumai, Kal-Teng), dan JENEBE (Sei Jeneberang, Sul-Sel). Macro Jenerik merupakan prototip benih yang diperoleh dari perkawinan silang antara JENEBE dan TARIK yang memberikan hasil terbaik dalam jumlah telur, masa inkubasi telur, jumlah larva, masa pemeliharaan larva, sintasan dan keseragaman ukuran.
Perspektif
Perkawinan silang hewan untuk mendapatkan anakan yang lebih baik telah umum dilakukan. Pada udang galah, ini adalah terobosan baru dan berpotensi, mengingat Indonesia mempunyai keunggulan dalam keragaman jenis udang galah terutama karena banyaknya jumlah sungai di Indonesia.
Keunggulan Masa stadia larva yang singkat dapat mengurangi biaya operasional yang terkait dengan jumlah pakan, penggantian air payau, dan pemakaian listrik. Sintasan (tingkat survival) yang dihasilkan tinggi, terkait sifat kanibal pada udang galah. Produksi pasca larva tinggi.
1 dari 101 Inovasi Indonesia 2009 (Ristek-BIC, 2009)
10
Menyelamatkan anak ikan Papuyu yang berukuran mikro PERMASALAHAN Produksi yang ada hanya dari hasil tangkapan di perairan alami Produksi cenderung menurun baik jumlah maupun ukuran Belum ada panti-panti pembenihan ikan puyu Belum terkuasai teknik pembenihan secara massal
Solusi • Manipulasi lingkungan pemeliharaan • Pakan yang tepat (ukuran dan gizi) • Hibridisasi untuk keseragaman ukuran populasi
www.lipi.go.id
Rotatoria 0.1- 0.3 mm Nauplii Artemia 0.4 - 1.0 mm
Bukaan mulut larva puyu umur 4 hari
0 jam
sekitar 0.1 mm Supertemia adalah pakan bergizi yang dikembangkan dari karakteristik organism hidup yang digunakan sebagai pakan hidup untuk larva ikan dan udang (kualitas, BJ, dan ukuran) Ukuran Partikel
15 menit
No.0: 30 ~ 90 μ No.1 : 90~150 μ No.2 : 150~250 μ No.3:> 250 μ
Pakan Nano buatan sendiri
6 jam
11
Kelangsungan hidup yang lebih tinggi pada hasil silangan dari induk Ikan Puyu asal Kuansing diduga karena tingkat keseragaman ukuran larva yang tinggi. Hal ini berdampak kepada rendahnya tingkat pemangsaan sesamanya. Kasus Ikan Puyu ini mirip dengan kasus pada persilangan Udang Galah yang memperlihatkan kecenderungan yang sama, strain yang memiliki jarak genetik yang berbeda dapat menghasilkan keturunan yang memiliki keseragaman ukuran yang tinggi
Gambar 1. Konsep hubungan kekerabatan antara Ikan Puyu Purworejo (A), Indramayu (B) dan Kuansing (C). A
B
CC
www.lipi.go.id
Latar Belakang: Ikan puyu (Anabas testudineus) tahan hidup pada kualitas air yang luas, tersebar diperairan tawar di Indonesia. Digemari masyarakat, khususnya di Sumatera dan Kalimantan karena cita rasa daging yang khas. Ikan puyu mampu memproduksi telur yang banyak. 1 kg induk betina = sekitar 600.000 ekor (ikan mas: sekitar 10.000 ekor; ikan nila sekitar 1000 ekor; ikan lele sekitar 10.000 ekor). Siklus pemijahannya pendek (1 bulan), lebih pendek daripada ikan mas (6 bulan). Pemijahannya belum banyak diketahui. Metoda penelitian: Eksplorasi dan koleksi induk ikan puyu di Jawa dan Sumatra Teknik rangsang pijah hormonal pada induk yang telah matang gonad Hibridisasi antara induk yang berbeda keragaman genetiknya
Hasil Penelitian: Ikan puyu yang biasanya memijah pada musim tertentu, awal musim hujan, dapat dipijahkan kapan saja ketika sudah matang gonad dengan teknik rangsang pijah hormonal. Larva stadium awal sangat kecil dengan ukuran mulut sekitar 90 mikron memerlukan pakan yang lebih kecil juga. Pertumbuhan anakan tidak seragam karena itu perlu dipisahkan supaya tidak terjadi kanibalisme. Hibridisasi antara induk dari aksesi yang beragam menghasilkan anakan yang berukuran seragam dan berdampak peningkatan survival larva menjadi benih siap tebar dari 4,57% menjadi 18,47%.
12
Penetapan Hasil Silangan Ikan Puyu Unggul
Tabel 3. Kelangsungan hidup larva Ikan Puyu sampai berumur 30 hari Persilangan ( X ) PRJ x KSG IMY x KSG KSG x PRJ KSG x IMY IMY x PRJ PRJ x IMY KSG x KSG PRJ x PRJ IMY x IMY
N 4 3 3 3 4 8 3 3 4
0 hari 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100%
5 hari 91,56% 82,33% 90,22% 82,32% 89,88% 80,84% 92,01% 88,99% 90,21%
10 hari 87,63% 73,34% 85,66% 65,04% 79,49% 68,02% 84,33% 80,22% 80,58%
15 hari 73,55% 57,08% 60,40% 50,14% 49,85% 44,47% 60,42% 61,52% 51,13%
20 hari
30 hari
50,64% 48,07% 44,15% 24,22% 31,11% 31,32% 27,73% 22,22% 17,14%
17,68% 18,47% 9,92% 1,64% 0,95% 0,94% 1,22% 0,42% 1,11%
Budidaya ikan sidat dengan teknologi bioflok Apa itu bioflok
Gumpalan partikel ‘lumpur’ yang mengandung mikroorganisme yang melayang-layang di dalam badan air berfungsi sebagai pengurai bahan organik khususnya senyawa nitrogen Teknologi bioflokulasi menggunakan aerasi konstan untuk memungkinkan terjadinya proses dekomposisi secara aerobik dan menjaga flok bakteri berada dalam suspensi Bakteri heterotrof yang tumbuh dengan kepadatan yang tinggi berfungsi sebagai bioreaktor yang mengontrol kualitas air terutama konsentrasi N sebagai sumber protein bagi organisme yang dipelihara
Ammonia Nitrit Nitrat
Waktu (hari
13
Apa keuntungan memakai bioflok
Teknologi budidaya sistem Bioflok memiliki kemampuan untuk mengurai limbah secara mikrobiologis sehingga: 1.
air budidaya menjadi aman dari toksik,
2.
hewan renik sebagai ikutan proses pengolahannya dapat menjadi sumber makanan tambahan
3.
sistem budidaya menjadi ramah lingkungan (zero waste).
Budidaya sidat dengan bioflok Cocok untuk daerah perkotaan Cocok untuk daerah yang sulit mendapatkan sumber air yang bagus Cocok untuk usaha skala kecil maupun besar Hemat air Hemat pakan Hemat tenaga (SDM) Indicators Circulating Ramah lingkungan
Non circulating
biofloc
biofloc
Survival (%)
59,3+7,1
33,4+3,4
Final individual
7.3+0.80
5.88+1.09
1,514.7+82.2
687+36
1,224.0+66.4
555.44+29.25
Feed supplied (g)
2,165.3+5.4
2.171.4+9.2
Food conversion
1.4+0.1
3.2+0.2
weight (g) Biomass harvested (g) Biomass gain (g/m3)
ratio (FCR)
14
Beberapa Kegiatan Aplikasi Di Masyarakat Aplikasi di lapangan membutuhkan improvisasi tambahan
- Petani Pembudidaya ikan di Kabupaten Bogor
4 kecamatan, 43 petani, bermacam-macam tipe tanah, dan sumber air, akses lokasi
15
- Dinas Perikanan Prov. Kalimantan Tengah
Gambar udang
Pembenihan dan pembesaran, k.l. 1 Ha, air gambut, air sumur
- Agro Techno Park–RISTEK, Palembang
K.l. 5 Ha, lahan rawa, pembenihan, dan pembesaran
16
Dinas Perikanan Kab. Kuansing, Riau
BBI Sentral, Luas Area kl 3 Ha, air keruh (akibat PETI), tanah berpasir Potensi pengembangan masih besar • Masalah perbenihan • • • • •
- Kelompok Tani Ikan Mina Jaya, Berbah, Sleman, Yogyakarta
• • • • •
Kelompok sudah punya hatchery sendiri, Anggota : 15 KK Luas kl. 2 Ha lahan berpasir, potensi pengembangan besar
17
- PT Adaro Indonesia, Kalimantan Selatan
Udang usia 5 bulan
Sosialisasi Hasil Riset
Buku Surat kabar Majalah Televisi Radio Seminar Pameran Pelatihan petani Konsultasi gratis
-
Kab. Ogan Komering Ulu Timur, Sumsel (2007) Kab. Belitung (2008) Kab. Malang Raya, Jatim (2008) Kab Kuansing (2008-2010) PT Adaro Indonesia (2009-2015) Kab. Serdang Bedagai, Sumut (2009) PT Asian Agri (2009) Kelompok Tani Udang Galah .... Tasikmalaya lewat BIC (2011) Kab. Samosir, Sumatera Utara (2014-2016)
18
Mauliate
19
Materi Keynote Speaker II : Prof. Dr. Abdul Hamid K, M.Pd
Prof. Dr. Abdul Hamid K, M.Pd.
1. Bergesernya paradigma pendidikan dan pelatihan dari sistem yang
2.
3. 4. 5.
berorientasi pada guru/dosen ke sistem yang berorientasi pada pebelajar; Tumbuh dan makin memasyarakatnya pendidikan terbuka/jarak jauh sebagai pendidikan alternatif yang memungkinkan proses pendidikan dan pembelajaran dilakukan secara lebih luas, efisien, efektif, dan dapat diakses oleh siapa saja yang memerlukan; Makin banyaknya pilihan sumber belajar yang tersedia sebagai dampak makin banyak dan mudahnya informasi diperoleh. Makin diperlukannya standar kualitas global dalam kerangka persaingan global; Semakin diperlukannya pendidikan sepanjang hayat, sejalan dengan menepisnya batas antara masa sekolah dan masa bekerja disatu pihak dan berkembang atau berubahnya pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan dalam kehidupan di masyarakat.
20
1. sebagai PERANCANG
2. sebagai PENGELOLA
3. sebagai EVALUATOR
Pembelajaran sebagai seperangkat peristiwa yang mempengaruhi pebelajar agar dapat belajar, dan secara tegas menyatakan bahwa guru memainkan peranan yang esensial di dalam merancang berbagai peristiwa pembelajaran (Gagne, Briggs, dan Wagner., 1988)
21
DEFINISI TEKNOLOGI PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN (AECT, 1977)
TEKNOLOGI PENDIDIKAN MERUPAKAN PROSES YANG KOMPLEK DAN TERPADU YANG MELIBATKAN ORANG, PROSEDUR, IDE, PERALATAN, DAN ORGANISASI UNTUK MENGANALISIS MASALAH, MENCARI JALAN PEMECAHAN, MELAKSANAKAN, MENGEVALUASI DAN MENGELOLA PEMECAHAN MASALAH YANG MENYANGKUT SEMUA APEK BELAJAR MANUSIA.
Definisi TP 1994: “Teknologi Pembelajaran adalah teori dan praktek dalam desain, pengendangan, pemanfaatan, pengelolaan dan penilaian proses dan sumber untuk belajar”. Kawasan Teknologi Pembelajaran
DESAIN
PENGEMB ANGAN
PENILAIAN
TEORI PRAK TEK
PEMANFA ATAN
PENGELO LAAN
HUBUNGAN ANTAR KAWASAN DALAM BIDANG
22
KAWASAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN/PEMBELAJARAN
Degeng (1990;81), menyatakan sumber belajar mencakup semua sumber yang mungkin digunakan oleh pebelajar agar terjadi perilaku belajar. Lebihlanjut Degeng menyatakan, bahwa peranan pokok sumber belajar dalam proses pembelajaran adalah “mentransmisi” rangsangan atau informasi kepada pelajar.
AECT (1977;9) mendefinisikan bahwa sumber belajar adalah meliputi semua sumber (data, orang, bahan, alat) yang dapat digunakan oleh pebelajar dalam belajar, baik secara terpisah maupun secara terkombinasi sehingga mempermudah pebelajar dalam mencapai tujuan belajarnya.
23
SUMBER BELAJAR/KOMPONEN SISTEM INSTRUKSIONAL
SUMBER BELAJAR (UNTUK TEKNOLOGI PENDIDIKAN) MELIPUTI SEMUA SUMBER (DATA, ORANG, DAN BARANG) YANG DAPAT DIGUNAKAN OLEH PELAJAR BAIK SECARA TERPISAH MAUPUN DALAM BENTUK GABUNGAN, BIASANYA DLM SITUASI INFORMAL UNTUK MEMBERIKAN FASILITAS BELAJAR. SUMBER ITU MELIPUTI ORANG, BAHAN, PERALATAN, TEKNIK DAN LINGKUNGAN.
1. Sumber belajar yang direncanakan (by design), Yaitu: semua sumber yang secara khusus telah dikembangkan sebagai “komponen sistem instruksional” 2. Sumber belajar yang dimanfaatkan (by utilization), yaitu, sumber-sumber yang tidak secara khusus di disain untuk keperluan pembelajaran umum dapat ditentukan, diaplikasikan, dan digunakan untuk keperluan belajar
24
Apa informasi yang ditransmisikan?........................ Pesan
Siapa/Apakah yang melakukan transmisi?............... Orang
Siapa/Apakah yang menyimpan informasi?.............. Bahan dan Alat
Bagaimana informasi itu ditransmisikan?................. Teknik
Dimana ditransmisikan?.......................................... Latar
Sumber belajar diklasifikasikan dengan menggunakan pendekatan bentuk belajar-mengajar, kelas besar, kelompok kecil, dan belajar sesuai dengan kecepatan pebelajar secara perseorangan (Kemp, 1985:139)
4
pemilihan, penetapan dan pengembangan variabel metode pembelajaran haruslah berpijak pada 4 hal:
1. Apa tujuan yang ingin dicapai, 2. Apa isi yang harus dipelajari untuk mencapai tujuan, 3. Apa sumber belajar yang tersedia,
4. Bagaimana karaktreristik pebelajar. Tanpa keempat pijakan ini, kecil kemungkinan untuk dapat mengembangkan metode pembelajaran yang optimal
25
PERSYARATAN PEMANFAATAN ANEKA SUMBER BELAJAR a. Tujuan Pembelajaran, b. Pokok-pokok Bahasan c. Pemilihan Strategi Penyampaian Pembelajaran, d. Sumber-sumber Belajar yang dirancang,
e. Pengaturan Waktu, f. Bentuk Evaluasi yang digunakan.
LANGKAH-LANGKAH ANALISIS SUMBER BALAJAR 1. Memilih Klasifikasi Sumber Belajar, 2. Mengidentifikasi Sumber-sumber Belajar, 3. Analisis Keualitas dan Kuantitas Sumber Belajar, 4. Membuat Daftar Sumber Belajar yang Siap
dipakai.
26
3
Manfaat evaluasi dalam pembelajaran
1.Memahami Sesuatu, 2.Membuat Keputusan, 3.Meningkatkan Kualitas Pembelajaran,
4
Hal yang perlu memilih/mengevaluasi digunakan:
diperhatikan sumber belajar
dalam yang
1. Kesesuaian sumber belajar dengan tujuan pembelajaran,
2. Kesesuaian sumber belajar dengan jenis pengetahuan, 3. Kesesuaian sumber belajar dengan sasaran, 4. Kemudahan memperoleh sumber belajar.
Implementasi pembelajaran berbasis aneka sumber membawa implikasi terhadap model dan teknik penilaian yang dilaksanakan. Penilaian yang digunakan dalam pelaksanaan pembelajaran aneka sumber adalah Asesmen Otentik
27
28
Yang Diingat
Tingkat Keterlibatan
10%
Verbal
Baca
20%
Dengarkan
Lihat Gambar/Diagram
30%
Visual
Lihat Video/Film Lihat Demonstrasi
50%
Terlibat dalam Diskusi
70%
Menyajikan/Presentasi
Terlibat
Bermain Peran Berbuat 90%
Melakukan Simulasi
Mengerjakan Hal yang Nyata Sumber: Sheal, Peter R. (1989), How To Develop and Present Staff Training Courses, London: Kogan Page Ltd.
revisi
Analisis Sumber Belajar
Analisis Tujuan dan Karakteristik Isi Bidang
Penetapan Tujuan Belajar dan Isi Bidang Studi
Analisis Karakteristik Pebelajar
Penetapan Strategi Penyampaian
Penetapan Strategi Pengorganisasian
Pengukuran Hasil Pembelajaran
Penetapan Strategi Pengelolaan
revisi
29
SIM “Mencerdaskan” Bangsa Penerapan SI didalam dunia manajemen khususnya pendidikan secara nyata telah membuka cakrawala paradigma informasi yang global dan menjadikan setiap proses pembelajaran menjadi lebih efektif dan efisien.
30
Begitu luasnya Bumi ini, apakah ada cara tertentu bagi seseorang untuk dapat memberikan informasi secara akurat (efektif dan efisien) atas setiap pertanyaan tentang segala sesuatu yang ada di Bumi ini…??? Untuk dapat memasilitasi semua itu, maka harus dibangun suatu sistem informasi secara global, yaitu SIM Bumi
Evolution of Education Technology IMPACT
TIME
Internet: Greatest impact
TIME
31
Chalk-and-board has long ruled the classrooms
will not be eliminated Less emphasis
Interactive Digital Content: • more emphasis • on demand learning • interactive
Sistematis Perkembangan Teknologi Pengajaran Alat bantu visual Alat bantu audiovisual Komunikasi audiovisual Kontribusi ilmu pengetahuan perilaku Pendekatan sistem dalam pengajaran Dari komunikasi audiovisual dan pendekatan sistem ke teknologi
32
Keunikan teknologi pendidikan sebagai suatu bidang terapan terlihat dengan menggunakannya bermacam media, peralatan, manusia, teknik, metode&strategi pembelajaran yang penekanannya berfokus atau menyentuh individu secara pribadi serta menggunakan pendekatan sistem dalam pemecahan masalah Bahwa perkembangan teknologi pendidikan dipengaruhi oleh inovasi teknologi itu sendiri yang mempunyai dampak terhadap perkembangan proses belajar mengajar
PEMANFAATAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN
33
Manfaat Positif Teknologi Pendidikan
Sumber data dan informasi serta sarana pertukaran data dan informasi Informasi dan berkomunikasi secara cepat tanpa ada batasan wilayah, ruang, dan waktu Terbukanya sumber informasi yang tadinya susah diakses menjadi sangat mudah Memperluas pergaulan sebagai makhluk sosial Tersedianya fasilitas e-moderating dapat melaksanakan akses internet Peran siswa menjadi pasif Relatif lebih efisien
Dampak Negatif Teknologi Pendidikan Adanya ancaman virus Pembajakan karya intelektual Penyebaran situs-situs pornografi Kurangnya interaksi antara guru dan siswa Berubahnya peran guru dari teknik pembelajaran konvensional menjadi ICT
34
Pemanfaatann teknologi informasi ini sangat dibutuhkan untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas bagi manajemen pendidikan. Dengan kata lain menunda penerapan teknologi informasi dalam lembaga pendidikan berarti menunda kelancaran pendidikan dalam mengahadapi persaingan global.
SIM : TIK Saat ini e-learning telah berkembang dalam berbagai model pembelajaran yang berbasis TIK seperti:
CBT (Computer Based Training), CBI (Computer Based Instruction), Distance Learning, Distance Education, CLE (Cybernetic Learning Environment), Desktop Videoconferencing, ILS (Integrated Learning Syatem), LCC (Learner-Cemterted Classroom), Teleconferencing, WBT (Web-Based Training), dan lain sebagainya.
35
Tugas pokok para pembelajar dalam penyelenggaraan pembelajaran adalah:
36
Materi Keynote Speaker III : Dr. Fauziyah Harahap, M.Si
BIOTEKNOLOGI DARI MEKANISME SAMPAI PROBLEMATIKA PEMBELAJARANNYA FAUZIYAH HARAHAP DOSEN PASCASARJANA UNIMED DOSEN JURUSAN BIOLOGI FMIPA UNIMED
First Postgraduate Bio Expo 2016 “Seminar Nasional II dan Workshop Biologi dan Pembelajarannnya” DIGITAL LIBRARY, 9 SEPTEMBER 2016
Definisi Bioteknologi Bio ...., Technos,....Logos Biotechnology : .....menggunakan Mahluk hidup (microorganisme), dengan cara cara tertentu menghasilkan produk
Biofermentation
Tissue Culture Biotechnology Cloning
Gene Transfer
Gene Mapping
37
Sejarah Sebelum 2000 B.C. Contoh: Pembuatan angur, roti. Pencetus kata “biotechnology” = Karl Ereky, a Hungarian agricultural engineer (tahun 1919).
BIOTEKNOLOGI TRADISIONAL>< BIOTEKNOLOGI MODERN
Bioteknologi tradisional = konvensional sudah sangat dipahami, contoh: tempe, tape, roti dll Bioteknologi modern= bermasalah dari mekanismenya sampai penerimaannya Bioteknologi modern : Ada keterlibatan sejumlah teknik untuk memanipulasi gen, sel, jaringan dalam suasana terkontrol untuk membuat perubahan /perbaikan atau menghasilkan jaringan, sel, individu baru
38
Bioteknologi modern, Kultur Jaringan
Asian Jr. of Microbiol. Biotech. Env. Sc. Vol. 17, No. (2) : 2015 : 469-478. © Global Science Publications. ISSN-0972-3005
STERILIZATION OF PINEAPPLE EXPLANT FROM SIPAHUTAR, NORTH SUMATERA, INDONESIA (ANANAS COMOSUS L.) AND IN VITRO GROWTH INDUCTION
HAYATI Journal of Biosciences December 2014 , Vol. 21 No. 4, p 151-158 , EISSN: 2086-4094
In Vitro Growth and Rooting of Mangosteen (Garcinia mangostana L.) on Medium with Different Concentrations of Plant Growth Regulator
Transfer gen baru ke tanaman /hewan
Kultur sel tunggal (tanaman)
Kultur sel Penyelesaian : kriminal
Diagnosa
Antibodi Monoclonal
Bioteknologi
Teknologi DNA
Tracers
Rekayasa genetik
Bank DNA, RNA , protein
Selesainya mapping genom manusia
Anti-kanker
Sintesis protein baru
Tanaman/ hewan tipe baru
Makanan tipe baru
Antibiotik baru
Sinthesis pelacak DNA spesifik
kloning Produksi massal proteins
Lokalisasi kelainan genetik
Terapi Gen
39
Contoh: Memecahkan barier peningkatan hasil pertanian Teknologi Recombinan
DNA
40
Semua bagian tanaman dapat di regenerasikan melalui kultur sel, kultur jaringan
Kultur Jarigan Manggis, Nanas dan Anggrek Gambar berbagai pertumbuhan kultur jaringan tanaman nanas dengan perlakuan media MS dan zat pengatur tumbuh dan air kelapa.
Gambar berbagai pola pemotongan eksplan tanaman manggis. a. Biji utuh, b. biji dipotong dua, c. biji dibelah dua, d1 dan d2. biji dipotong tiga, e1 dan e2. biji dibelah tiga, f. biji dibelah potong empat, g. biji dibelah empat. munculnya tunas adventif
Gambar tanaman anggrek in vitro dengan perlakuan media MS dan arang aktif.
41
Beberapa aplikasi bioteknologi modern Genetically Modified Organism (GMO)
1983 Transgenic Mice
1997 Cloned sheep
Manfaat :
Terapi gen:
Saat ini insulin dihasilkan menggunakan GMO
Memasukkan gen sehat ke organisme yang dituju (usually) protein, hormon. Gen dibawa oleh virus yg telah dihilangkan keganasannya.
Dapat menangani banyak penyakit genetik
Stem sel : dapat digunakan untuk mengganti sel-sel yg rusak
"Golden Rice," beras mengandung vitamin A, menjanjikan untuk menolong negara ke 3 dari kebutaan
42
Gel Electrophoresis, PCR •Technique that uses electricity to separate DNA fragments by size as they migrate through a gel matrix
•PCR is a technique using heat and enzymes (like DNA polymerase) to amplify (make unlimited copies of) genes and gene fragments. •It became a major tool in biotech research.
PROBLEMATIKA PEMBELAJARAN BIOTEKNOLOGI MODERN
MATERI BERSIFAT ABSTRAK ILMU BARU MAHASISWA ANGKATAN 2005 KE ATAS YANG MENERIMA MATA KULIAH BIOTEKNOLOGI Mhs angk 2006: menerima kultur jaringan Oleh karena itu : GURU BANYAK YANG TIDAK KOMPETEN MENGAJARKAN MATERI INI.
43
Problematika Bioteknologi...lanjutan Riyanto, (2011) : UN tidak terjawab = 55%, Bioteknologi sangat sulit bagi siswa, sebab guru biologi yang mengajar masih sering bingung, karena materinya hanya berupa informasi saja.
Zulfadli dkk (2016) : 89,13 % siswa SMA Negeri Rokan Hilir Tidak Tuntas (KKM 75)
Rangkuti dkk (2016) :
48,14 % siswa S,MA se kota Binjai tidak tuntas dengan KKm 75
N a
m Zetkas dkk u (2016) : n 54,36 % siswa SMP se kota Padangside mpuan tidak tuntas dengan KKm 75
Mariana Siregar (2016) :
dkk
Topik Menjelaskan prinsipprinsip dan aplikasi bioteknologi (Guru menguasai = 95,8%
SOLUSI ALTERNATIF TUTOR SEBAYA (Fauziyah Harahap, Cicik Suriani, 2012) TABULARASA PELATIHAN (Fauziyah Harahap, Cicik suriani, 2013) MEDIA BERBASIS PLASH PADA KULTUR JARINGAN (Setiadiningrat dan Fauziyah Harahap, 2012)
44
PEMBUATAN BUKU AJAR PRAKTIKUM LANGSUNG sangat SULIT, MAHAL solusi: OUTING CLASS 100
Mean Berpikir Tingkat Tinggi
90 80
a
b
70
c
60 50 40
75,82
70.74
65.38
30 20 10 Video
Animasi Metode Inkuiri menggunakan Media ICT
Charta
Satriawati dkk (2016): MEDIA ICT Pada BIOTEKNOLOGI BERFIKIR TINGKAT TINGGI SISWA MAN 3 MEDAN
meningkat
TERIMAKASIH MARI KITA DISKUSIKAN
45
Materi Keynote Speaker IV : Dra. Salamah, M.Pd
Dra SALAMAH M.Pd. 19690721 199702 2 001 SMP NEGERI 1 TEBINGTINGGI 2009 : melatih olimpiade siswa meraih perunggu tk nasional 2009 : Bimtek Recsam 2010 ; melatih olimpide siswa passing grade 2011 : melatih LPBSU (finalis) 2011 : melatih olimpiade siswa passing grade 2012 : melatih LPBSU juara 3 propinsi 2013 : melatih lpbsu juara 2 tk propinsi dan masuk finalis nasional di Surabaya 2013 : publikasi ilmiah CoSMEd Recsam bersama ibu Ely Djulia 2013 : short course Melbourne 2013 : menyelesaikan program pascasarjana prodi bio Unimed 2014: gupres 2015: melatih LPIR, juara harapan nasional di Bali 2015 : short course New Zealand
Sistem Pembelajaran (Hamalik, 2003) Manusiawi (siswa, guru, pendukung lainnya)
Material (bahan pembelajaran)
Kombinasi terorganisasi
Fasilitas
Prosedur
(perlengkapan yang mendukung)
(strategi, metode, jadwal,evaluasi)
Satu tujuan
46
Guru sebagai desainer perencana pengelola mengevaluasi Menyediakan media tanam
Menggali tanah Menyiram Memupuk Merawat
Jangan pernah berharap memanen
Best practice Oleh
SALAMAH SMP NEGERI 1 TEBINGTINGGI
The Heredity Challenge Sebagai Strategi Menyampaikan Pewarisan Sifat
47
KEGIATAN THE HEREDITY CHALLENGE
1
BUKALAH BUKU PAKET IPA Terpadu halaman 121 kerjakan soal no 3 essay.
2
temui salah seorang guru, tanyakan kepadanya bagaimanakah menurut pendapatnya bila durian daging tebal disilangkan dengan durian daging tebal apakah berpeluang adanya keturunan durian daging tipis
48
3
pergilah ke perpustakaan, carilah buku yang berhubungan dengan IPA temukan informasi tentang hereditas buat rangkumannnya maksimal 10 kalimat (tuliskan sumber buku: judul, pengarang, penerbit, tahun terbit, halaman)
4
temui salah seorang siswa kelas 7, tanyakan padanya : berapa orang satu keluarga, apakah anggota keluarganya mirip wajahnya semua sehingga orang lain dengan mudah menebak mereka 1 keluarga
49
5
lihatlah tanaman yang ada di halaman sekolah (halaman dalam dan luar) dapatkah kamu menceritakan keadaan tanaman tersebut bila dihubungkan dengan persilangan
6
sampaikan kepada salah seorang di SMP Negeri 1 bahwa seseorang yang normal apabila kawin dengan seorang yang albino akan menghasilkan keturunan yang normal, sebelum menjelaskan kepada orang laion buat terlebih dahulu persilangannya
50
7
bukalah buku Paket IPA Terpadu halaman 121 kerjakan soal no 4 dan 5 essay.
presentase
51
PEMBAHASAN SEMESTER GENAP 2013/14
KELAS 9.8 DAN 9.9
WAKTU 5 JP
ALASAN: KARAKTER SISWA BERBEDA-BEDA, HASIL UH TAHUN SEBELUM RENDAH HASIL: KERJASAMA YANG BAIK, MENGHARGAI ORANG LAIN, NILAI UH MENCAPAI KKM HASIL YANG POSITIF DAN KETERLIBATAN GURU-GURU MEMBUAT DISEMINASI DENGAN TEMAN SEJAWAT MELALUI DISKUSI DAN MGMP MAPEL
Selingan Olahraga dalam Review Materi Suhu dan Perubahannya
Best practice Oleh SALAMAH SMP NEGERI 1 TEBINGTINGGI
52
KEGIATAN 1
Guru menuliskan soal di papan tulis
2
Siswa mengerjakan penyelesaian soal yang telah ditulis di papan tulis
53
3
Soal 1 dan 2 berisi pertanyaan tentang materi dan soal 3 berisi perintah untuk melakukan skyjump sebanyak 5 kali jika siswa telah melakukan penyelesaian 1 dan 2 maka mereka akan melompat sesuai perintah 3
Guru tak perlu bertanya apakah siswa telah menyelesaikan soal cukup melihat siapa yang telah melakukan skyjump
4
Setelah melakukan skyjump siswa melanjutkan ke soal 4, 5 dan 6. pada perintah yang ke 7 siswa diminta berlari menuju pintu perpustakaan dan kembali lagi ke kelas. Masih ada tertinggal 3 orang siswa yang belum menyelesaikan sampai perintah ke-7. guru membantu mereka untuk menyelesaikan jawaban. Siswa yang telah menyelesaikan tugasnya dipersilahkan mengambil bintang sebagai reward
54
pembahasan
Menyelingi olahraga pada mata pelajaran IPA menumbuhkan minat siswa untuk mengerjakan soal perhitungan
Mereview materi dengan menyelingi olahraga pada mata pelajaran IPA meningkatkan hasil belajar siswa
Menyelingi olahraga pada mata pelajaran IPA menyeimbangkan kegiatan otak dan fisik
TERIMA KASIH
55
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 PENGARUH AIR SEDUHAN KOPI TERHADAP STRUKTUR HISTOLOGI OVARIUM DAN UTERUSMENCIT (Mus musculus) Ananda1 dan Meida Nugrahalia2 Mahasiswa Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor 2) Tenaga Pengajar Jurusan Biologi Universitas Negeri Medan, Medan Email:
[email protected]/083199031284 1)
ABSTRACT This study was conducted to determine the of coffee concentrate giving on histological structure of ovaries and uterus of mice. Eight female mice aged three months were grouped based on complete randomized block design (n=4), treatments consisted of control (0ml/day) and the coffee concentrate treatment (0,5ml/day) with a concentration equivalent to three cups of coffee in humans. Each group was treated for 21 days. On 22nd day, the estrous cycle was examined to ensure mice were dissected in a estrus phase. Then four mice were dissected for ovaries and uterus taken, for further processing into histological preparations. Parameters were observed as the diameter of the corpus luteum, the number of primary follicles, number of secondary follicle, diameter of ovarian blood vessel, thickness of endometrial epithelial cells, thickness of endometrial, and the thickness of the myometrium. Data were analyzed using t-test. The results showed that the water coffee concentrate giving did not significantly affect the diameter of the corpus luteum, the number of primary follicles, diameter of ovarian blood vessel, thickness of endometrial, and the thickness of the myometrium, but significant effect on the number of secondary follicles and height of endometrial epithelial cell. Keywords : coffee, histological of ovaries, and histological of uterus ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh air seduhan kopi terhadap struktur histologi ovarium dan uterus mencit betina. Delapan ekor mencit betina berumur tiga bulan dikelompokkan berdasarkan rancangan acak lengkap (n=4), perlakuan terdiri dari kontrol (0ml/hari) dan perlakuan air seduhan kopi (0,5ml/hari) dengan konsentrasi setara dengan tiga cangkir kopi pada manusia. Masing-masing kelompok diperlakukan selama 21 hari. Pada hari ke-22 dilakukan pemeriksaan siklus estrus untuk memastikan mencit dibedah dalam kondisi estrus. Kemudian empat ekor mencit dibedah untuk diambil ovarium dan uterusnya, untuk selanjutnya diproses menjadi sediaan histologi. Parameter yang diamati adalah diameter korpus luteum, jumlah folikel primer, jumlah folikel sekunder, diameter pembuluh darah ovarium, ketebalan sel epitel endometrium, ketebalan endometrium, dan ketebalan miometrium. Data dianalisis dengan menggunakan uji t. Hasil penelitian menunjukkan bahwa air seduhan kopi tidak berpengaruh nyata terhadap diameter corpus luteum, jumlah folikel primer, diameter pembuluh darah ovarium, ketebalan endometrium, dan ketebalan miometrium, namun berpengaruh nyata terhadap jumlah folikel sekunder dan tinggi sel epitel endometrium. Kata Kunci : kopi, histologi ovarium, dan histologi uterus
56
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 PENDAHULUAN Kopi telah menjadi minuman yang populer di seluruh dunia dan memiliki tingkat konsumsi yang tinggi karena dipercaya mampu menstimulasi organoleptik (Seal et al., 2008; Alves et al., 2009). Hal ini seperti yang dilaporkan oleh International Trade Centre (2013) yang menyatakan bahwa konsumsi kopi meningkat rata-rata 1,2% per tahun, dan diperkirakan bahwa konsumsi global pada tahun 2009/2010 berkisar 133.900.000 bungkus. Pada umumnya kopi dikenal sebagai minuman para pria, namun bagi wanita yang bekerja dan memiliki jam kerja melebihi delapan jam peran kopi juga dibutuhkan, tidak hanya sebagai penghilang kantuk melainkan juga sudah menjadi gaya hidup wanita modern (Hassan dan Killick., 2004). Kopi yang dikenal sebagai minuman yang kompleks dengan berbagai zat yang terkandung di dalamya termasuk kafein (IARC, 1991), diduga telah mampu memberikan beberapa pengaruh terhadap terjadinya gangguan fisiologi terhadap tubuh (Schardt, 2008) khususnya pada penurunan kualitas reproduksi wanita seperti kegagalan ovarium (Mattison et al., 1983), terhambatnya perkembangan folikel ovarium (Dorostghoal, 2011), gangguan menstruasi (Naderali dan Poyser, 1994), terhambatnya kontraksi otot tuba falopii (Dixon et al., 2011), kegagalan perkembangan embrio (Supriati, 2010), hingga penurunan berat badan lahir rendah (Wijayanto et al., 2007; Ananda dan Nugrahalia, 2014). Selain itu itu asupan kopi diduga juga akan berakibat terhadap perubahan pada struktur uterus. Uterus yang merupakan organ reproduksi wanita yang memiliki peran sebagai media implantasi embrio (Giudice, 2003), secara umum akan megalami berbagai macam perubahan yang disesuaikan dengan perubahan yang terjadi pada ovarium (Bihariddin, 2004). Perubahan yang terjadi pada ovarium akibat mengonsumsi kopi juga akan merubah kondisi pada uterus baik secara struktural maupun fungsional. Untuk itu perlu dilakukan peninjauan terhadap perubahan-perubahan struktur yang terjadi pada ovarium dan uterus akibat mengonsumsi kopi. Penelitian ini dilakukan untuk memahami lebih menyeluruh pengaruh asupan kopi terhadap gambaran histologi ovarium dan uterus dengan menggunakan hewan coba. METODE PENELITIAN Mencit Betina galur DD Webster berumur 2-3 bulan, sekam padi, pellet 202C, bubuk kopi robusta tanpa campuran, alcohol absolute, formalin-PBS 10%, praplast, paraffin, xylol, hematoksilin, eosin, albumen mayer, gliserol, canada balsem, cover glass, objek glass, aquadest, NaCl 0,9%, spiritus, dan air. 57
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 Setiap 3,057 gr bubuk kopi dilarutkan dalam 28 ml air mendidih dan dilanjutkan dengan mengaduk larutan kopi selama 15 menit. Kemudian larutan kopi disaring dengan menggunakan saringan teh, sehingga didapat air seduhan kopi yang siap digunakan. Pemberian air seduhan kopi dilakukan sebanyak 0,5 ml untuk setiap ekor mencit kelompok perlakuan yang diberikan selama satu kali dalam satu hari, sisa kopi disimpan dilemari pendingin dan jika ingin digunakan kembali diaduk dan suhunya disesuaikan dengan suhu kamar sebelum dilakukan pemberian. Pemberian air seduhan kopi dilakuakan selama 21 hari dan hari ke-22 dilakukan pemeriksaan kondisi siklus estrus. Kemudian mencit diterminasi dalam keadaan proestrus. Mencit dibedah untuk diambil ovarium dan uterusnya. Ovarium dan uterus difiksasi dengan larutan formalin-PBS 10%, dilanjutkan dehidrasi menggunakan alkohol bertingkat dan clearing menggunakan xylol. Setelah clearing dilakukan infiltrasi parafin dan penanaman (embedding) dalam parafin. Setelah terbentuk blok parafin maka blok tersebut ditempel pada holder, dilakukan trimming, dan pengirisan menggunakan rotary microtom. Pita-pita preparat yang terbentuk ditempel pada objek glass (affiksing). Proses yang terakhir adalah pewarnaan (staining) dengan pewarna hematoxylin-eosin. Prosedur pewarnaan mengikuti prosedur rutin teknik HE, lalu dilakukan penutupan dengan setetes canada balsem dan gelas penutup (Utami et al, 2009). Penutupan dilakukan secara perlahan agar canada balsem dapat menyebar secara merata dan tidak bergelembung udara, kemudian dibersihkan dari kelebihan dan diberi label. Pengamatan sediaan histologi ovarium dan uterus dilakukan dibawah lensa mikroskop cahaya trinokuler dengan perbesaran 100-400 kali. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis rata-rata jumlah folikel primer, jumlah folikel sekunder, dan diamter pembuluh darah ovarium mencit kelompok kontrol dan kelompok perlakuan dapat dilihat pada Gambar 1.
58
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016
Gambar 1. Pengaruh air seduhan kopi terhadap jumlah folikel primer dan diameter pembuluh darah mencit menunjukkan pengaruh yang tidak nyata, namun berpengaruh yang nyata (*) terhadap jumlah folikel sekunder mencit pada taraf kepercayaan 95%. Dari Gambar 1. dapat dilihat bahwa rata-rata jumlah folikel primer mencit kelompok perlakuan dengan pemberian air seduhan kopi lebih rendah (9,375±3,52) dari mencit kelompok kontrol (9,875±2,65). Namun dari hasil perhitungan uji statistik t didapati bahwa jumlah folikel primer mencit dengan pemberian air seduhan kopi selama 21 hari yaitu t-hitung (0,226) < t-tabel 0,05 (1,943) menunjukkan pengaruh yang tidak nyata.
Gambar 2. Histologi ovarium mencit memperlihatkan jumlah folikel primer mencit kelompok kontrol (A) tidak terlalu berbeda dengan jumlah folikel mencit kelompok perlakuan (B). Jumlah folikel primer pada tiap kelompok tidak mengalami perbedaan, hal ini disebabkan karena folikel primer merupakan folikel yang telah terdapat sejak hewan betina lahir atau sejak sebelum hewan betina memasuki masa pubertas (Senger, 2003). Perlakuan air seduhan kopi diberikan setelah hewan betina memasuki masa pubertas sehingga walaupun hasil penelitian menunjukkan terdapat penurunan pada kelompok perlakuan, namun selisih angka kelompok perlakuan dengan angka pada kontrol sangat sedikit. 59
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 Perkembangan selanjutnya dari folikel primer adalah membentuk folikel sekunder. Pada fase ini pertama kalinya folikel mengalami perbanyakan sel dan terdapat lapisan di sekitar oosit (Senger, 2003). Dari gambar 1. dapat dilihat bahwa rata-rata jumlah folikel sekunder mencit kelompok perlakuan dengan pemberian air seduhan kopi lebih rendah (10,625±3,065) dari mencit kelompok kontrol (18,75±3,52). Selanjutnya dari hasil perhitungan uji statistik t didapati bahwa jumlah folikel sekunder mencit dengan pemberian air seduhan kopi selama 21 hari yaitu t-hitung (3,479) > t-tabel 0,05 (1,943) menunjukkan pengaruh yang nyata.
Gambar 3. Histologi ovarium mencit memperlihatkan jumlah folikel sekunder mencit kelompok kontrol (A) lebih besar dari jumlah folikel mencit kelompok perlakuan (B). Penurunan jumlah folikel sekunder ini terjadi diduga disebabkan oleh kandungan kafein yang terdapat dalam air seduhan kopi yang dapat menyebabkan gangguan hormonal pada mencit (Petridou et al., 1992). Secara umum estradiol dihasilkan oleh sel-sel folikel, sementara perkembangan folikel diinisiasi oleh kehadiran FSH (Senger, 2003). Penurunan jumlah estradiol yang yang disebabkan oleh asupan kafein (London et al., 1991) diduga berkaitan erat dengan terganggunya regulasi dari hormon gonadotropin yang keberlanjutannya menghambat sekresi hormon FSH dan berdampak pada sedikitnya jumlah folikel sekunder yang dibentuk. Selain itu Kasdu (2001) mengatakan bahwa kafein cenderung akan meningkatkan kadar prolaktin. Kadar prolaktin yang tinggi dapat mengganggu pengeluaran LH dan menekan hormon gonadotropin yang menghambat pengeluaran FSH sehingga perkembangan folikel primer menjadi folikel sekunder juga ikut terhambat. Selanjutnya dapat dilihat bahwa rata-rata diameter pembuluh darah ovarium mencit kelompok perlakuan dengan 60
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 pemberian air seduhan kopi lebih tinggi (14,62±1,96) dari mencit kelompok kontrol (14,14±1,77). Namun dari hasil perhitungan uji statistik t didapati bahwa diameter pembuluh darah ovarium mencit dengan pemberian air seduhan kopi selama 21 hari yaitu t-hitung (0,361) < t-tabel 0,05 (1,943) menunjukkan pengaruh yang tidak nyata.
Gambar 4. Histologi ovarium mencit memperlihatkan ukuran diameter pembuluh darah ovarium mencit kelompok kontrol (A) tidak jauh berbeda dengan diameter pembuluh darah mencit kelompok perlakuan (B). Meskipun tidak terlalu jauh namun terjadi sedikit peningkatan diameter pembuluh darah pada kelompok perlakuan, hal ini diduga disebabkan oleh metabolisme kafein menjadi theobromin yang terjadi di hati dapat menyebabkan pelebaran pada pembuluh darah (Drug Facts Comparisons, 2001). Selanjutnya hasil analisis rata-rata ketebalan sel epitel endometrium, endometrium, serta miometrium mencit kelompok kontrol dan kelompok perlakuan dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Pengaruh air seduhan kopi terhadap tinggi sel epitel endometrium menunjukkan pengaruh yang (*), namun berpengaruh yang tidak nyata terhadap ketebalan endometrium dan ketebalan miometrium mencit pada taraf kepercayaan 95% Pada gambar 5. dapat dilihat bahwa rata-rata tinggi sel epitel endometrium kelompok perlakuan dengan pemberian air seduhan kopi lebih rendah (26,23±3,88) dari mencit 61
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 kelompok kontrol (32,98±4,35). Namun dari hasil perhitungan uji statistik t didapati bahwa tinggi sel epitel endometrium mencit dengan pemberian air seduhan kopi selama 21 hari yaitu t-hitung (2,312) > t-tabel 0,05 (1,943) menunjukkan pengaruh yang nyata (*). Selanjutnya rata-rata tinggi endometrium mencit kelompok perlakuan dengan pemberian air seduhan kopi lebih rendah (221,37±44,91) dari mencit kelompok kontrol (246,62±20,29). Namun dari hasil perhitungan uji statistik t didapati bahwa tinggi endometrium mencit dengan pemberian air seduhan kopi selama 21 hari yaitu t-hitung (1,024) < t-tabel 0,05 (1,943) menunjukkan pengaruh yang tidak nyata. Kemudian untuk ketebalan miometrium dapat dilihat bahwa mencit kelompok perlakuan memiliki ketebalan yang lebih rendah (94,138±3,47) dari mencit kelompok kontrol (105,85±21,97). Namun dari hasil perhitungan uji statistik t didapati bahwa tinggi miometrium mencit dengan pemberian air seduhan kopi selama 21 hari yaitu t-hitung (1,053) < t-tabel 0,05 (1,943) menunjukkan pengaruh yang tidak nyata. Uterus mengalami berbagai macam perubahan yang disesuaikan dengan siklus kelaminnya dengan pengaruh dari hormon-hormon yang bekerja. Perubahan yang terjadi pada uterus erat kaitannya dengan perubahan yang terjadi pada ovarium. Uterus berubah secara berkala selama siklus ovarium berlangsung secara normal (Bihariddin, 2004).
62
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016
Gambar 6. Histologi uterus mencit memperlihatkan perbedaan struktur antara kelompok kontrol (A) dan kelompok perlakuan (B), meliputi tinggi sel epitel endometrium (1), ketebalan endometrium (2), dan ketebalan miometrium (3). Selama fase praovulasi siklus reproduksi, sel epitel pada permukaan endometrium berproliferasi hebat dibawah pengaruh estrogen (Senger, 2003; Heffner dan Schust, 2006). Gangguan hormonal yang terjadi pada ovarium seperti yang telah diuraikan sebelumnya diduga juga turut mempengaruhi tampilan histologi uterus termasuk ketinggian sel epitel endometrium. Selain itu efek kafeinisme berupa kecemasan juga cenderung akan mengacaukan kadar LH, serta meningkatkan kadar prolaktin. Kadar prolaktin yang tinggi dapat mengganggu pengeluaran LH dan menekan hormon gonadotropin (Kasdu, 2001). Terjadinya penekanan sekresi gonadotropin menyebabkan penurunan sekresi FSH dan LH di hipofisis anterior dan menginduksi terjadinya penurunan kadar estrogen sehingga menyebabkan terjadinya perubahan pada histologi uterus seperti penurunan tinggi sel epitel endometrium, ketebalan endometrium, dan ketebalan miometrium.
63
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 KESIMPULAN Air seduhan kopi tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap jumlah folikel primer, diameter pembuluh darah ovarium, ketebalan endometrium, dan ketebalan miometrium mencit, namun berpengaruh nyata terhadap jumlah folikel sekunder dan tinggi sel epitel endometrium mencit (Mus musculus) betina. DAFTAR PUSTAKA Alves, R.C., Casal, S., and Oliveira, B. 2009. Health benefits of coffee: myth or reality? Quim Nova, 32: 2169-46. Ananda and Nugrahalia. 2014. Jumlah Fetus dan Berat Fetus Mencit (Mus musculus) Pasca Pemberian Air Seduhan Kopi Peroral. Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informasi (SNITI), Parbaba-Samosir, 10-11 Oktober 2014. Bihariddin, A. 2004. Pengaruh Minuman Ekstrak daun Katuk Kering dan Katuk Hijau (Sauropus androgynus (L) Merr) Terhadap Involusi Uterus Mencit Putih (Mus musculus). Skripsi, Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor, Bogor.\ Dixon, R.E., Hwang, S.J., Britton, F.C., Sanders, K.M., and Ward, S.M. 2011. Inhibitory effect of caffeine one pacemaker activity in the oviduct is mediated by cAMP-regulated conductances. British Journal of Phamacology, 163: 745-754. Dorostghoal, M., Khaksari, M.M., and Adham, S. 2011. Effects of Maternal Caffeine Consumption on Ovarian Follicle Development in Wistar Rats Offspring. Journal of Reproduction Infertil; 12(1):15-22. Drug Facts Comparisson. 2001. Facts and comparissons, ISBN 1574390732. Diakses Tanggal 21 Juni 2014. Giudice, L.C. 2003. Elucidating endometrial function in the post-genomic era. Hum. Reprod, 9: 223-35. Hassan, M.A.M. and Killick, S.R. 2004. Negative lifestyle is assiciated with a significant reduction in fecundity. Fertility and Sterility, 81(2): 384-392. Heffner, L.J. and Schust, D.J. 2006. At a Glance: Sistem Reproduksi Edisi Kedua. Erlangga, Jakarta IARC. 1991. Coffee, tea, mate, methylanthines, and methylglyoxal. In: IARC monographs on the evaluation of carcinogenic risk to human. Lyon: IARC, 51. ITC (International Trade Centre). 2003. The coffee guide: trade practices of relevance to exporters in coffee-producing countries. http://www. thecoffeeguide.org/coffeeguide/world-coffee-trade/consumption-trends-in-importing-countries/. Kasdu, D. 2001. Kiat Sukses Pasangan Memperoleh Keturunan, Jakarta : Puspa Swara. London, S., Willett, W., Longcope, C., and McKinlay, S. 1991. Alcohol and other dietary factors in relation to serum hormone concentrations in women at climacteric. Am. J. Clin. Nutr, 53:166–71. Mattison, D.R., Nightingale, M.S., and Shiromizi, K. 1983. Effects of toxic substances on female reproduction. Environmental Health Perspectives, 48: 43-52. 64
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 Naderali, E.K. and Poyser N.L. 1994. The Effect of caffeine on prostaglandin putput from the guinea-pig uterus. Journal of Phamacol, 113: 103-110. Petridou, E., Katsouyanni, K., and Spanos, E. 1992. Pregnancy estrogens in relation to coffee and alcohol intake. Ann Epidemiol, 2: 241-247. Schardt, D. 2008. Caffein: The Good, the Bad, and the Maybe. Nutrition Action Health Letter. Seal, C.J., deMul, A., Eisenbrand, G., Haverkort, A.J., Franke, K., and Lalljie S.P.D. 2008. Risk-benefit considerations of mitigation measures on acrylamide content of foods. Br.J.Nutr, 99: S1-46. Senger, P.L., 2003. Pathways to Pregnancy and Parturition, Current Conceptions, Pullman, WA. Supriati, R., Karyadi, B., dan Maherawati. Pengaruh Pemberian Getah Buah Pepaya (Carica papaya L.) Terhadap Daya Fertilitas Mencit (Mus musculus) Balb/C Betina. Konservasi Hayati: 6(2): 1-8. Utami, E.T., Fitrianti, R., Mahriani, and Fajariyah, S. 2009. Efek kondisi hiperglikemik terhadap struktur ovarium dan siklus estrus mencit (Mus musculus). Jurnal ILMU DASAR, 10(2): 219-224. Wijayanto, H., Pangestiningsih, T.W., and Rahmi, E. 2007. Pengaruh pemberian kafein pada masa organogenesis terhadap berat lahir fetus tikus putih (Rattus norvegicus). J. Ked. Hewan, 1(2): 53-59.
65
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 PENGARUH KONSENTRASI AIR LAUT TERHADAP OSMOREGULASI CACING TANAH (Lumbricus terrestris) Asmariati Purba1, Ali Ihsanul Huda1, Fitriani1, Putri Sariti Fadhilah1 dan Kurnia Putra1 1) Mahasiswa Pasca Sarjana Prodi Pendidikan Biologi, PPs Universitas Negeri Medan. Kampus Jalan Willem Iskandar Pasar V Medan Estate. Email :
[email protected], ABSTRACT This study aims to determine the effect of earthworm (Lumbricus terrestris) osmoregulation with different treatment in concentration of 100%, 80%, 60%, 40%, 20% sea water and distilled water, to determine solution concentration which most rapidly delivers changes on earthworms osmoregulation. The design of this study is done in a quantitative study using 12 petri dishes, each of petri dishes is filled with different concentration of 100%, 80%, 60%, 40%, 20% sea water and distilled water as much as 40ml, an eartworm is put into each solution that is going to be observed. Earthworm weight measurement is done every 10 minutes for an hour (the number of the weighing is six times). The parameter used in this study is the calibration scales. Variables observed during the conduct of this study is the change of earthworm osmoregulation with solution concentration and variabele measured in this study is the weight of the earthworms. The results of the treatment shows that the higher solution concentration occupied by earthworms is, the more water is out from the body of earthworms it can be seen from the average decline of earthworm’s weight from the concentration of 100% of the solution up to 20% concentration of the solution. The amount of water which mostly comes out from the body of the earthworm is on the earthworm in 100% solution concentration, that is 0.48 grams on the first earthworm and 0.1 grams on the second earthworm. While on earthworm in 20% solution concentration, weight loss is only 0.02 grams on the second earthworm. on the other hand, the lower solution concentration occupied by earthworms in distilled water, the earthworm’s weight increased 0.13 grams on the first earthworm and 0.08 grams of the second earthworm. Keywords: osmoregulation, earthworm, solution concentration ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh osmoregulasi cacing tanah (Lumbricus terrestris) dengan perlakuan perbedaan konsentrasi larutan air laut 100%, 80%, 60%, 40%, 20% dan aquades, untuk mengetahui konsentrasi larutan yang paling cepat memberikan perubahan osmoregulasi pada cacing tanah. Desain penelitian ini dilakukan dalam penelitian kuantitatif dengan menggunakan cawan petri sebanyak 12 buah, masing – masing cawan petri di isi dengan konsentarasi air laut yang berbeda 100%, 80%, 60%, 40%, 20% dan aquades sebanyak 40ml, kedalam larutan dimasukkan masing – masing satu ekor cacing tanah yang akan di amati. Pengukuran berat cacing tanah dilakukan setiap 10 menit selama satu jam (jumlah penimbangan sebanyak 6 kali). Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah perubahan osmoregulasi cacing tanah dengan konsentrasi yang berbeda dan parameter yang diukur adalah berat cacing tanah. Hasil perlakuan yang menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi larutan yang berikan ke cacing tanah maka semakin banyak air yang keluar dari tubuh cacing tanah. Air yang paling banyak keluar dari tubuh cacing adalah pada cacing yang direndam pada 100% yakni sebesar 0,48 gram pada cacing pertama dan 0,1 gram pada cacing kedua. Sementara pada cacing yang direndam pada konsentrasi 20 % penurunan berat cacing hanya 0,02 gram pada cacing kedua. Sedangkan semakin rendah konsentrasi larutan 66
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 yang ditempati cacing seperti pada aquades, maka berat cacing menjadi bertambah 0,13 gram pada cacing pertama dan 0,08 gram pada cacing kedua. Kata kunci: Osmoregulasi, Cacing tanah , Konsentrasi Larutan PENDAHULUAN Osmoregulasi adalah proses menjaga keseimbangan antara jumlah air dan zat terlarut yang ada dalam tubuh hewan. Proses inti dalam osmoregulasi yaitu osmosis. Osmosis adalah pergerakan air dari cairan yang mempunyai kandungan air lebih tinggi (hipotonis) menuju ke cairan yang mempunyai kandungan air yang lebih rendah (hipertonis). Secara umum osmoregulasi berperan: 1) Membuang sisa maupun hasil samping metabolisme dari dalam tubuh makhluk hidup untuk menjaga ketidakseimbangan reaksi-reaksi kimia dalam tubuh, kerjanya bersama-sama dengan sistem ekskresi. 2) Mencegah terhadap gangguan fungsi enzim dalam proses metabolisme, dengan cara membuang zat-zat sisa atau hasil sampingan metabolisme yang bersifat racun. 3) Mempertahankan kestabilan rasio ion-ion yang terlarut dalam cairan tubuh, terutama ion-ion: Na, K, Mg, Ca, Fe, H, Cl, I, PO3 yang sangat vital untuk aktivitas metabolisme seperti kerja enzim, sintesa protein, produksi hormon, pigmen respirasi, permeabilitas otot, aktivitas listrik, dan kontraksi otot. 4) Mengatur jumlah air yang terkandung dalam cairan tubuh, untuk menjaga volume cairan tubuh dan tekanan osmotik agar tetap dalam keadaan stabil, seperti diketahui bahwa tekanan osmotik tergantung baik pada jumlah zat terlarut maupun pelarutnya, dan 5) Mengatur dan menjaga kestabilan pH cairan tubuh agar reaksi-reaksi dalam metabolisme dapat berjalan dengan baik. Secara umum, organ osmoregulasi invertebrata memakai mekanisme filtrasi, reabsorbsi, dan sekresi yang prinsipnya sama dengan kerja ginjal pada vertebrata yang memproduksi urine yang lebih encer dari cairan tubuhnya. Cacing tanah seperti Lumbricus terestris merupakan regulator hiperosmotik yang efektif. Hewan ini secara aktif mengabsorbsi ion-ion. Urine yang diproduksinya encer, yang secara esensial bersifat hipoosmotik mendekati isoosmotik terhadap darahnya. Diduga konsentrasi urinnya disesuaikan menurut kebutuhan keseimbangan air tubuhnya. Homeostasis regulasi juga dilakukan dengan pendekatan prilaku yaitu aktif dimalam hari dan menggali tanah lebih dalam bila permukaan tanah kering. Pada cacing tanah yang merupakan anggota annelida, setiap segmen dalam tubuhnya mengandung sepasang metanefridium, kecuali pada tiga segmen pertama dan terakhir. Metanefridium memiliki dua lubang. Lubang yang pertama berupa corong disebut nefrostome (dibagian anterior) dan terletak pada segmen yang lain. Nefrostome bersilia dan bermuara di rongga tubuh (pseudoselom). Rongga tubuh ini berfungsi sebagai sistem pencernaan. Corong (nefrostom) akan berlanjut pada saluran yang berliku-liku pada segmen berikutnya. 67
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 Bagian akhir dari saluran yang berliku-liku ini akan membesar seperti gelembung. Kemudian gelembung ini akan bermuara ke bagian luar tubuh melalui pori yang merupakan lubang (corong) yang kedua, disebut nefridiofor. Cairan tubuh ditarik kecorong nefrostom masuk ke nefridium oleh gerakan silia dan otot. Saat cairan tubuh mengalir lewat celah panjang nefridium, bahan-bahan yang berguna seperti air, molekul makanan, dan ion akan diambil oleh sel-sel tertentu dari tabung. Bahan-bahan ini lalu menembus sekitar kapiler dan disirkulasikan lagi. Sampah nitrogen dan sedikit air tersisa di nefridium dan kadang diekskresikan keluar. Metanefridium berlaku seperti penyaring yang menggerakkan sampah dan mengembalikan substansi yang berguna ke sistem sirkulasi. Cairan dalam rongga tubuh cacing tanah mengandung substansi dan zat sisa. Zat sisa ada dua bentuk,yaitu amonia dan zat lain yang kurang toksik, yaitu ureum. Oleh karena cacing tanah hidup di dalam tanah dalam lingkungan yang lembab, annelida mendifusikan sisa amoniaknya di dalam tanah tetapi ureum di ekskresikan lewat sistem ekskresi.
METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan pada hari Jumat tanggal 11 Desember 2015 bertempat di Laboratorium Biokimia Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Medan (UNIMED). Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Cawan Petri (12 buah), Gelas beaker (1 buah), neraca analitik (1 buah) dan pinset sebanyak 1 buah, Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Cacing tanah (( Lumbricus terrestris ) sebanyak 12 ekor, Air laut dengan konsentasi 100%, 80%, 60%, 40%, 20% secukupnya, Tissue secukupnya dan Aquades secukupnya Prosedur Penelitian Prosedur kerja yang dilakukan dengan menyediakan larutan air laut dengan masing-masing konsentrasi 100%, 80%, 60%, 40%, 20%, dan Aquades, mengisi cawan petri dengan masingmasing jumlah larutan sebanyak 40 ml setiap konsentrasi, menimbang berat masing-masing cacing yang akan digunakan dalam perlakuan, meletakkan cacing kedalam tiap-tiap konsentrasi larutan, mengamati perubahan berat cacing yang direndam pada larutan setiap 10
68
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 menit selama 1 jam (jumlah penimbangan sebanyak 6 kali), mencatat perubahan berat cacing, melakukan pengamatan dengan pengulangan sebanyak 2 kali.
Gambar 1. Kondisi cacing tanah sebelum dan sesudah diberi perlakuan air laut pada konsentrasi yang berbeda.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian perlakuan konsentrasi Air laut terhadap berat cacing tanah (Lumbricus terrestris ) ditampilkan pada Tabel 1. Tabel 1. Hasil Pengamatan Perlakuan Konsentrasi Air laut terhadap Berat Cacing tanah (( Lumbricus terrestris )
No.
Konsentrasi Air Laut (%)
1
3.9
2
0.9
1
1.3
2
0.8
1
1
2
0.9
1
1.3
2
0.8
1
1
2
1
Aquades
1
1.1
(40 ml)
2
0.8
1
100 % (40 ml)
2
80 % (40 ml)
3
60 % (40 ml)
4
40 % (40 ml)
5
20 % (40 ml)
6
Volume Air setelah Berat Cacing percobaan(ml) awal (gr)
Rata-rata
I
II
35
34
30
22
32
36
39
38
38
39
39
40
35.5
34.8
Perubahan Larutan dalam 10 menit (ml)
Rata-rata berat cacing setelah percobaan
1
2
3
4
5
6
3.7
3.7
3.4
3.3
3.2
3.2
3.42
0.9
0.8
0.8
0.7
0.8
0.8
0.80
1.2
1.2
1.2
1.2
1.2
1.2
1.20
0.8
0.7
0.7
0.7
0.7
0.6
0.70
1
0.9
0.9
0.8
0.9
0.8
0.88
0.9
0.8
0.8
0.8
0.8
0.8
0.82
1.3
1.3
1.2
1.2
1.2
1.3
1.25
0.8
0.7
0.7
0.7
0.8
0.7
0.73
1.3
1.2
1.1
1.1
1.1
1.1
1.15
1
1
1
0.9
1
1
0.98
1.2
1.3
1.2
1.2
1.2
1.3
1.23
0.8
0.9
0.9
0.9
0.9
0.9
0.88
1.2
1.2
1.2
1.1
1.2
1.1
69
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 Untuk mengetahui perubahan berat cacing tanah dari perlakuan yang dilakukan ditampilkan dalam grafik berikut. 6 4 2
3,9
3,7 0,9
3,7 0,9
3,4 0,8
3,3 0,8
3,2 0,8
0,7
3,42
3,2 0,8
0,8
0 Berat awal
Grafik 1: 1,4 1,2 1 0,8 0,6 0,4 0,2 0
Grafik 2. 1,2 1 0,8 0,6 0,4 0,2 0
Grafik 3.
10 Menit 10 menit 10 menit 10 menit 10 menit 10 menit Berat pertama kedua ketiga ke empat kelima ke enam rata -rata
Berat cacing 1 Berat cacing 2
Perbedaan Berat Cacing tanah pada larutan air laut dengan konsentrasi 100% 1,3
1,2 0,8
1,2 0,8
1,2 0,7
1,2 0,7
1,2 0,7
1,2 0,7
1,2 0,6
0,7 Berat cacing 1 Berat cacing 2
Perbedaan Berat Cacing tanah pada larutan air laut dengan konsentrasi 80% 1
0,9
1
0,9
0,9 0,8
0,9 0,8
0,80,8
0,9 0,8
0,82 0,80,8 0,88
Berat cacing 1 Berat cacing 2
Perbedaan Berat Cacing tanah pada larutan air laut dengan konsentrasi 60%
70
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 1,3
1,4 1,2 1 0,8 0,6 0,4 0,2 0
1,3
0,8
0,8
0,7
1,2
0,7
1,3
1,2
0,7
0,8
1,25 0,73
0,7
Berat cacing 2
Perbedaan Berat Cacing tanah pada larutan air laut dengan konsentrasi 40%
1,3
1,4 1,2 1 0,8 0,6 0,4 0,2 0
11
1
1,2 1
1,1 1
1,1 0,9
1,1 1
1,15 0,98
1,1 1
Berat cacing 1 Berat cacing 2 Berat awal
1,4 1,2 1 0,8 0,6 0,4 0,2 0
1,2
Berat cacing 1
Grafik 4.
Grafik 5.
1,3
10 10 menit menit pertama kedua
10 menit ketiga
10 10 10 Berat menit menit menit rata ke kelima ke enam rata empat
Perbedaan Berat Cacing tanah pada larutan air laut dengan konsentrasi 20%
1,1 0,8
1,2 0,8
1,3 0,9
1,2 0,9
1,2 0,9
1,2 0,9
1,3 0,9
1,23 0,88
Berat cacing 1 Berat cacing 2
Grafik 6. Perbedaan Berat Cacing tanah pada larutan Aquades
71
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 0,6 0,5
Perlakuan I (Berat cacing 1)
0,48
0,4
Perlakuan II (Berat cacing 2)
0,3 0,2
0,1
0,10,1
0,1
0,12 0,08 0,05 0,07
0,15 0,02
0,13 0,08 0
0
Grafik 7: Penurunan /penambahan rata-rata berat cacing dalam setiap konsentrasi setelah praktikum pada perlakuan I dan II 50 40 30 20 10 0
4040
3534
30 22
3236
3938
3839
3940
Perlakuan 1 (cacing 1) Perlakuan 2 (cacing 2)
Grafik 8: Perubahan volume air setelah praktikum pada perlakuan I dan II Dari grafik diatas, tampak
bahwa perlakuan pada cacing yang pertama pada
konsentrasi air laut 100% pada perendaman 10 menit pertama dari berat awal terjadi penurunan berat tubuh cacing tanah sebesar 0,2 gram. Dari perendaman 10 menit pertama ke perendaman 10 menit kedua, berat cacing tidak mengalami perubahan, dari perendaman 10 menit kedua ke perendaman 10 menit ketiga, berat cacing berkurang sebanyak 0,3 gram, dari perendaman 10 menit ketiga ke perendaman 10 menit keempat, berat cacing berkurang sebanyak 0,1 gram, dari perendaman 10 menit ke empat ke perendaman 10 menit kelima, berat cacing berkurang sebanyak 0,1 gram, sedangkan dari perendaman 10 menit kelima ke perendaman 10 menit ke enam, berat cacing tidak mengalami perubahan. Namun jika dilihat rata – rata berat cacing setelah dilakukan perendaman selama satu jam ( hingga 10 menit ke enam) maka berat cacing tanah berubah dari 3,9 gram berat awal menjadi 3,42 gram berat akhir. Hal ini terjadi mungkin karena adanya peristiwa osmosis, yakni perpindahan molekul air dari larutan yang berkonsentrasi rendah (hipotonis) ke larutan yang berkonsentrasi tinggi (hipertonis), dalam hal percobaan ini cacing tanah merupakan larutan yang berkonsentrasi rendah sedangkan air laut merupakan larutan yang berkonsentrasi tinggi, sehingga terjadi perpindahan molekul air dari tubuh cacing tanah ke larutan air laut yang menyebabkan berat 72
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 cacing tanah berkurang sebesar 0,48 gram. Secara teori maka sel cacing tanah mengalami krenasi ataupun mengalami pengerutan. Tujuan dari adanya perpindahan molekul air dari konsentrasi yang rendah ke konsentrasi yang tinggi adalah untuk menjaga keseimbangan osmotik yang terjadi dalam tubuh cacing tanah, karena adanya perbedaan kadar salinitas ataupun konsentrasi larutan, sehingga pada akhirnya akan terjadi keseimbangan konsentarasi di dalam dan di luar tubuh cacing, namun karena terlalu banyak cairan dari tubuh cacing yang keluar maka dapat menyebabkan sel krenasi. Secara umum, ketika suatu organisme melakukan penyeimbangan cairan ataupun nilai osmotik dalam tubuh organisme tersebut, maka organisme tersebut telah melakukan proses metabolisme berupa osmoregulasi. Demikian juga halnya pada perlakuan cacing yang kedua pada larutan 100% juga mengalami penurunan berat tubuh sebesar 0,1 gram, walaupun tidak signifikan berubah berat cacing, namun hal ini telah menunjukkan adanya peristiwa osmoregulasi. Pada perlakuan cacing yang pertama dengan salinitas 80%, terjadi penurunan berat tubuh cacing tanah sebesar 0,1 gram dari berat awal ke perendaman 10 menit pertama. Dari perendaman 10 menit pertama hingga ke perendaman 10 menit keenam, berat cacing tidak mengalami perubahan, jadi berat cacing hanya berkurang 0,1 gram saja. Hal ini mungkin terjadi karena konsentrasi yang tidak terlalu pekat, sehingga peristiwa yang terjadi juga tidak sebanyak pada konsentrasi yang 100%. Hal yang sama juga terjadi pada perlakuan cacing yang kedua pada konsentrasi 80%, tidak mengalami perubahan yang signifikan. Dari berat awal hingga berat rata-rata berkurang hanya 0,1 gram. Pada perlakuan cacing yang pertama pada konsentrasi air laut 60%
dalam
perendaman 10 menit tidak terjadi penurunan berat cacing. Dari perendaman 10 menit pertama ke perendaman 10 menit kedua, berat cacing berkurang sebanyak 0,1 gram, sedang dari perendaman 10 menit kedua ke perendaman 10 menit ketiga, berat cacing tidak berubah, dari perendaman 10 menit ketiga ke perendaman 10 menit keempat, berat cacing berkurang sebanyak 0,1 gram, dari perendaman 10 menit ke empat ke perendaman 10 menit kelima, berat cacing bertambah sebanyak 0,1 gram, hal ini mungkin adanya kesalahan ketika mengambil cacing dari cawan petri, mungkin kadar air dari cawan petri terikut dan belum dikeringkan namun langsung ditimbang, atau mungkin juga karena adanya kadar air pada timbangan dari penimbangan cacing sebelumnya sehingga menyebabkan penambahan berat cacing pada penimbangan berikutnya. Dari perendaman 10 menit kelima ke perendaman 10 menit ke enam, berat cacing berkurang 0,1 gram. Namun jika dilihat rata – rata berat cacing setelah dilakukan perendaman selama satu jam ( hingga 10 menit ke enam) maka berat cacing tanah berubah dari 1 gram berat awal menjadi 0,88 gram berat akhir. Dan hal ini masih 73
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 mengindikasikan terjadinya proses osmosis dan osmoregulasi. Demikian juga pada perlakuan cacing yang kedua pada konsentrasi larutan 60% terjadi penurunan berat cacing dari 0,9 gram berat awal menjadi 0,82 berat akhir. Demikian juga halnya berat cacing pada perlakuan 1 dan 2 yang direndam pada konsentrasi larutan 40%, berat cacing juga mengalami penurunan sebanyak 0,05 gram dan 0,07 gram secara berurutan. Cacing yang direndam pada larutan konsentrasi 20% pada perlakuan 1 bertambah sebanyak 0,15 gram dan cacing pada perlakuan 2 mengalami penurunan berat cacing sebanyak 0,02 gram. Secara keseluruhan berat cacing yang direndam pada larutan air laut mengalami penurunan berat tubuh, hal ini membuktikan bahwa sel yang direndam pada larutan garam dengan konsentrasi tinggi akan mengalami krenasi, ataupun pengeluaran air dari dalam sel hewan, dan jumlah penurunan berat tubuh cacing dari perendaman pada larutan konsentrasi 100% hingga 20% terjadi penurunan yang semakin sedikit seperti yang ditunjukkan pada tabel pengamatan. Berbeda dengan berat cacing tanah yang direndam pada aquades, masing – masing cacing pada perlakuan 1 dan perlakuan 2 mengalami peningkatan berat tubuh sebesar 0,13 gram dan 0,08 gram secara berturut –turut pada berat cacing rata-rata. Hal ini menunjukkan bahwa cacing yang direndam dalam aquades juga mengalami peristiwa osmosis, yakni terjadinya perpindahan air dari cawan petri (larutan konsentrasi hipotonis) ke tubuh cacing tanah yang bersifat konsentrasi tinggi (hipertonis) sehingga berat tubuh cacing bertambah dari berat yang semula. Peristiwa ini dikenal dengan mengembang, dan jika semakin lama cacing direndam dalam aquades mungkin akan menyebabkan sel cacing mengalami lisis. Peristiwa masuknya aquades dari luar ke dalam tubuh cacing merupakan proses adaptasi tubuh cacing dalam menjaga tekanan osmosis dalam tubuhnya atau yang sering kita sebut dengan peristiwa osmoregulasi. Volume air baik pada perlakuan 1 dan 2 semuanya menurun kecuali pada perlakuan kedua dalam larutan aquades tetap. Seharusnya jumlah volume air pada larutan yang konsentrasi tinggi adalah bertambah karena volume air telah bertambah dari dalam sel cacing, namun setelah praktikan mengukur volume air setelah praktikum, volume air justru berkurang. Hal ini mungkin disebabkan oleh kesalahan praktikan pada saat mengangkat cacing dari cawan petri, artinya pada saat praktikan mengangkat cacing dari cawan petri maka air yang terikut banyak, kemudian cacing di keringkan dengan menggunakan tissu, jadi air banyak tertinggal pada tissu, sehingga volume air pada cawan petri menjadi berkurang yang seharusnya bertambah, demikian juga pada larutan aquades, volume air harusnya berkurang,
74
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 namun ada satu perlakuan volumenya tetap pada perlakuan kedua sementara pada perlakuan yang pertama memang berkurang.
KESIMPULAN Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi konsentrasi larutan yang ditempati cacing tanah maka semakin banyak air dari dalam tubuh cacing keluar sebagai adaptasi terhadap keseimbangan osmosis tubuh cacing, dan menyebabkan cacing kehilangan air sehingga terjadi penurunan berat tubuh cacing. Hal ini dapat dilihat dari ratarata penurunan jumlah berat tubuh cacing dari konsentrasi 100% hingga pada konsentrasi 20%. Jumlah air yang paling banyak keluar dari tubuh cacing adalah pada cacing yang direndam pada 100% yakni sebesar 0,48 gram pada cacing pertama dan 0,1 gram pada cacing kedua. Sementara pada cacing yang direndam pada konsentrasi 20 % penurunan berat cacing hanya 0,02 gram pada cacing kedua. Semakin rendah konsentrasi larutan yang ditempati cacing seperti pada aquades, maka berat cacing menjadi bertambah 0,13 gram pada cacing pertama dan 0,08 gram pada cacing kedua, hal ini membuktikan bahwa terjadi proses osmoregulasi secara osmosis pada tubuh cacing. DAFTAR PUSTAKA Pearce, Evelyn C. 2006. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: PT Gramedia. Isnaeni, Wiwi. 2006. Fisiologi Hewan. Yogyakarta: Kanisius. Suripto. 2006. Fisiologi Hewan. Bandung: ITB. http://kliksma.com/2015/03/pengertian-osmoregulasi-pada-makhluk-hidup.html, diakses tanggal 14 November 2015. http/www.google.co.id/search?q=osmoregulasi+pada+cacing+tanah&biw,diakses tanggal 14 November 2015.
75
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN KETRAMPILAN PROSES SAINS SISWA SMA KOTA LANGSA TENTANG MANGROVE DENGAN KREATIVITAS PENGELOLAAN EKOSISTEM HUTAN MANGROVE Asmaul Husna Tenaga Pengajar di SMP Negeri 5 Kota Langsa. Aceh Email:
[email protected] ABSTRACT The purpose of this present research was to tested thing about correlation and contribution of: 1) knowledge level about mangrove forest ecosystem (X1), 2) science process skill in learning (X2), and 3) knowledge level about mangrove forest ecosystem and science process skill in learning ecosystem (X1X2) with students’ creativity in the management of mangrove forest ecosystem (Y). This correlation descriptively research is used survey method. The sampling method is used purposive cluster sampling. This sample is composed of 2 (two) SMA in town area, 2 (two) SMA in plains area, and 1 (one) SMA in coastal area with all respondent from student class X is 714 people. Data analysis is used the simple correlation analysis method, simple regression; multiple correlation analysis, and multiple regression. The result of this present research was: (1) There is a positive correlation and significant between X1 with Y, and X1contribution is 1.1% with equation of linear regression is Ý = 68,412 + 0,129X1; (2) There is a positive correlation X2 with Y, and X2contribution is18.2% with equation of linear regression is Ý = 16,719 + 0,760X2; (3) There is a positive correlation and significant X1X2 with Y, and X1X2contributionis 18.8% with equation of linear regression is Ý = 10,586 + 0,098X1 + 0,752X2. Thus concluded, that knowledge level of mangrove forest ecosystem and science process skill in ecosystem learning has a positive correlation and significant to students’ creativity in the management of mangrove forest ecosystem of SMAN in Kota Langsa of academic year 2015/2016. It’s advisable to enrich the teaching materials of mangrove ecosystem and apply the approaches of science process skill to upgrade the creativity, it’s specifically with regard to the mangrove ecosystem. Keyword: Ecosystem knowledge, science process skills in ecosystem learning, students creativity, mangrove forest ecosystem. ABSTRAK Penelitian ini bertujuan menguji hubungan dan kontribusi: 1) tingkat pengetahuan tentang mangrove (X1), 2) keterampilan proses sains dalam pembelajaran (X2), dan 3) Hubungan dan kontribusi tingkat pengetahuan tentang mangrove dan keterampilan proses sains dalam pembelajaran (X1X2) dengan kreativitas siswa dalam pengelolaan ekosistem hutan mangrove(Y).Penelitian bersifat deskriptif korelasional menggunakan metode survey. Pengambilan sampel menggunakan teknik purposive cluster sampling, terdiri dari 2 SMA di wilayah Kota, 2 SMA di wilayah dataran, dan 1 SMA di wilayah pesisir dengan responden siswa kelas X sebanyak 714 orang. Analisis data menggunakan analisis korelasi sederhana, regresi sederhana; korelasi berganda, dan regresi berganda. Hasil penelitian diperoleh: (1) Hubungan X1 dan Y adalah positif dan signifikan, dengan kontribusi 1,1%, dan persamaan regresi linier Ý = 68,412 + 0,129X1; (2) Hubungan X2 dengan Y positif dan signifikan, dengan kontribusi 18,2%, dan persamaan regresi linier Ý = 16,719 + 0,760X2;dan (3) Hubungan X1X2 dengan Y adalah positif dan signifikan,dengan kontribusi sebesar 18,8%, dan persamaan regresi linier berganda Ý = 10,586 + 0,098X1 + 0,752X2. Sehingga disimpulkan, 76
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 bahwa tingkat pengetahuan siswa tentang ekosistem hutan mangrove dan keterampilan proses sains dalam pembelajaran ekosistem berhubungan positif dan signifikan dengan kreativitas siswa dalam pengelolaan ekosistem hutan mangrove oleh siswa SMA Negeri se Kota Langsa T.P 2015/2016. Disarankan untuk melakukan pengayaan materi ajar ekosistem hutan mangrove dan menerapkan pendekatan keterampilan proses sains guna meningkatkan kreativitas siswa , khususnya yang berkenaan dengan ekosistem hutan mangrove. Kata Kunci: pengetahuan tentang ekosistem, keterampilan proses sains pada pembelajaran ekosistem, kreativitas siswa dalam pengelolaan ekosistem, ekosistem hutan mangrove. PENDAHULUAN Ilmu Alam atau sains (termasuk biologi di dalamnya) adalah upaya sistematis untuk menciptakan, membangun, dan mengorganisasikan pengetahuan tentang gejala alam (BSNP, 2006; Kemendikbud, 2016). Karena itu, Mata pelajaran Biologi khususnya pada jenjang SMA/MA dikembangkan melalui kemampuan berpikir analitis, induktif, dan deduktif untuk menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan peristiwa alam sekitar. Salah satu issu lingkungan hidup yang banyak diperbincangkan adalah potensi kerusakan hutan mangrove yang cukup besar, mencapai empatpuluh persen (Hendarto dalam Almadani, 2014).Dari 8,6 juta Ha hutan mangrove, 3,8 juta Ha merupakan kawasan hutan dan 4,6 juta Ha kawasan di luar kawasan hutan. Diperkirakan 4,2 juta Ha (87,50%) hutan mangrove di luar kawasan dalam keadaan rusak (Departemen Kehutanan, 2012). Kerusakan ekosistem hutan mangrove juga merupakan salah satu permasalahan kawasan pesisir Kota Langsa, akibat eksploitasi yang dilakukan sejumlah oknum setempat. Lembaga Swadaya Masyarakat, Koalisi untuk Advokasi Laut Aceh (KUALA) berpendapat, bahwa kerusakan tersebut akan berdampak buruk terhadap kurang lebih 65 ribu jiwa penduduk pesisir Kota Langsa. Luas hutan mangrove di Kota Langsa tersisa sekitar 17 ribu hektar (ha). Kawasan tersebut terbagi menjadi tambak konvensional. Areal penggunaan lain, Hutan Produksi dan Hutan Lindung. Namun yang masih benar-benar hutan hanya sekitar 9 ribu ha.Lembaga Pengelola Pesisir Meuseuraya (LP2M) Kota Langsa mengemukakan, bahwa kerusakan hutan mangrove di pesisir Kota Langsa sudah sangat memprihatinkan. Untuk menyelamatkan hutan mangrove di Kota Langsa sangat perlu ada suatu peraturan khusus tentang pembagian kawasan Hutan Lindung Mangrove, Hutan Produksi dan Hutan Areal Penggunaan. Krisis lingkungan yang terjadi saat ini berakar pada kesalahan prilaku manusia dan kesalahan prilaku manusia berakar pada kesalahan cara pandang manusia tentang dirinya, alam dan hubungan antara manusia dengan alam atau tempat manusia dalam keseluruhan alam semesta. Oleh karena itu, krisis lingkungan hidup hanya dapat diatasi dengan melakukan 77
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 perubahan fundamental pada cara pandang dan prilaku manusia (Keraf, 2010). Perubahan tersebut dapat dilakukan melalui penanaman pemahaman, moral dan etika mengenai lingkungan. Salah satu pendekatan dalam mewujudkan hal tersebut adalah melalui jalur pendidikan (Dewi, 2009). Diperlukan upaya-upaya untuk menjaga kelestarian hutan mangrove pada daerah pesisir dan laut di Kota Langsa. Langkah yang dapat diambil diantaranya memasukkan nilainilai kepedulian terhadap hutan mangrove pada setiap siswa baik itu melalui pelajaran maupun membangun kebiasaan-kebiasaan peduli terhadap hutan mangrove. Bahkan dalam pembelajaran biologi, siswa tidak hanya mengkaji materi ekosistem hutan mangrove, tetapi juga harus bisa menumbuhkan kepedulian untuk menawarkan solusi untuk memperbaiki persoalan hutan mangrove.Khusus dalam penyiapan generasi (khususnya siswa SMA di sekolah) yang kreatif dalam pengelolaan ekosistem hutan mangrove tingkat pengetahuan siswa tentang mangrove dan keterampilan proses sains dalam pembelajaran ekosistem adalah variabel-variabel yang perlu mendapat perhatian. Ketidaktahuan siswa SMA terhadap ekosistem hutan mangrove dapat menghambat kreativitasnya dalam melakukan pengelolaan ekosistem hutan mangrove. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2009) mengungkapkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan ekosistem hutan mangrove dengan kepedulian terhadap lingkungan pada siswa di beberapa SMA di Jokjakarta. Untuk itu, telah dilakukan penelitian survey untuk menguji hubungan tingkat pengetahuan siswa tentang mangrove dan keterampilan proses sains siswa dalam pembelajaran ekosistem dengan kreativitas siswa dalam pengelolaan ekosistem hutan mangrove pada siswa SMA se Kota Langsa. Penelitian ini ditujukan untuk menguji hubungan dan kontribusi: 1) Tingkat pengetahuan siswa tentang mangrove, 2) Keterampilan proses sains siswa dalam pembelajaran, 3) Tingkat pengetahuan tentang mangrove dan keterampilan proses sains siswa dengan kreativitas siswa dalam pengelolaan ekosistem hutan mangrove di Kota Langsa.
METODE Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret sampai dengan Mei 2016 di SMA Negeri yang ada di Kota Langsa. Sampel diambil dengan teknik purposive cluster sampling, terdiri dari 2 SMA di wilayah Kota, 2 SMA di wilayah dataran, dan 1 SMA di wilayah pesisir dengan total sampel 714 siswa. Jenis penelitian adalah penelitiandeskriptif korelasional, menggunakan metode survey, dengan paradigma hubungan sebagai berikut: 78
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016
Gambar 1. Paradigma Ganda dengan Dua Variabel Independen (Variabel Prediktor) dan Satu Variabel Dependen (Variabel Respon/Kriterium) Keterangan Gambar : X1:Pengetahuan tentang ekosistem hutan mangrove; X2:Keterampilan proses sains dalam pembelajaran; dan Y1:Kreativitassiswa dalam pengelolaan ekosistem hutan mangrove
Pada penelitian ini, data variabel pengetahuan ekosistem hutan mangrove dikumpulkan dengan menggunakan tes objektif pilihan berganda sebanyak 25 soal. Setiap butir soal disediakan lima pilihan jawaban, diantaranya hanya ada satu jawaban yang benar. Selanjutnya untuk mengukur pengetahuan ekosistem hutan mangrove pada siswa, dengan menghitung jawaban siswa dari soal tes pengetahuan ekosistem hutan mangrove yang diberikan. jawaban benar diberi skor empat dan jawaban salah diberi skor nol. Skor penguasaan siswa tentang ekosistem hutan mangrove adalah skor total yang diperoleh siswa tersebut. Kemudian dihitung berapa banyak siswa yang memperoleh skor rata-rata, skor diatas rata-rata maupun skor dibawah rata-rata. Untuk mengukur keterampilan proses sains dalam pembelajaran ekosistem diberikan tes sebanyak 10 soal essay. Setiap jawaban yang benar di beri skor 10 dan jawaban salah diberi skor nol.Untuk mengukur kreativitas dan kemampuan pemecahan masalah pada ekosistem hutan mangrove dilakukan tes essay. Alat ukur kemampuan memecahkan masalah pada ekosistem hutan mangrove disusun berdasarkan aspek-aspek yang mencerminkan kemampuan pemecahan masalah dari Polya (1981) yang meliputi: memahami masalah, merencanakan pemecahan masalah, melaksanakan rencana, serta memeriksa kembali prosedur dan hasil penyelesaian.Tes yang diberikan adalah sebanyak 10 soal essay.Setiap jawaban yang benar diberi skor 10 dan jawaban salah diberi skor nol. Instrumen tes pengetahuan ekosistem hutan mangrove di susun terlebih dahulu membuat kisi-kisi penulisan tes.Instrumen keterampilan proses sains menggunakan instrumen penelitian meliputi 7 aspek yang meliputi mengamati/observasi, mengklasifikasi, menginterpretasi, memprediksi, membuat hipotesis, menerapkan konsep, dan mengkomunikasikan hasil. 79
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 Pengukuran kreativitas dan pemecahan masalah, menggunakan instrumen standar dan disusun terlebih dahulu membuat kisi-kisi penulisan tes. Seluruh instrument divalidasi oleh ahli. Teknik analisis data yang dilakukan pada penelitian ini adalah statistik deskriptif dan inferensial. Analisis statistik deskriptif dilakukan untuk memperoleh gambaran mengenai karakteristik penyebaran nilai dari masing-masing variabel yang diteliti. Dengan menghitung nilai rata-rata (M), standar deviasi (SD), dan distribusi frekuensi. Pengujian hipotesis hubungan antar variabel digunakan teknik korelasi dan dilanjutkan dengan regresi sederhana. Kemudian untuk menguji hipotesis hubungan antara pengetahuan ekosistem hutan mangrove dan kreativitas berpikir secara bersama-sama terhadap kemampuan memecahkan masalah ekosistem hutan mangrove, digunakan teknik korelasi dilanjutkan dengan regresi ganda. Kriteria pengujian diterima jika rxy> rtabel pada taraf signifikansi 5%.Untuk menguji keberartian koefisien korelasi parsial, digunakan uji t (Sudjana, 1996). Jika thitung> ttabel maka koefisien korelasi parsial berarti. Keberartian koefisien korelasi diuji dengan uji t kemudian nilai thitung dibandingkan dengan ttabel pada taraf signifikansi 0,05. Koefisien korelasi r berarti jika harga thitung> ttabel. Uji regresi sederhana dan regresi ganda digunakan untuk mengetahui bentuk hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat. Koefisien regresi ganda dinyatakan berarti jika Fhitung> Ftabel pada taraf signifikansi 95% (α=0,05), dengan derajat kebebasan (n-2). Uji linieritas menggunakan bantuan program SPSS 21. Jika signifikan lebih kecil dari 0,05 (p < 0,05) maka bentuk hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat tersebut linier. Koefisien determinasi dimaksudkan untuk menentukan besarnya kontribusi variabel bebas terhadap variabel terikat.
HASIL PENELITIAN Hasil pengukuran tingkat pengetahuansiswa tentang ekosistem hutan mangrove(X1) menggunakan perangkat soal diperoleh sebaran data terendah 45 dan tertinggi 92 (rentang 48), rata-rata: 69,41±7,01.Data X1berdistribusi normal (Zhitung= 4,050, p= 0,000), variasi data homogen (Levene= 1,808; p= 0,049 atau Fhitung= 2,868; p= 0,001). Hasil pengukuran Keterampilan proses sains siswa dalam pembelajaran ekosistem (X2) diperoleh data terendah 63 dan tertinggi 92 (rentang 29), dan rata-rata sebesar 79,77±4,94.Data berdistribusi normal (Zhitung= 2,094; p= 0,000), dan varians data homogeny (Levene= 1,476; p= 0,067 atau Fhitung= 6,942 p= 0,000). Hasil pengukuran kreativitas siswa (Y) dalam pengelolaan ekosistem mangrove diperoleh data terendah 46 dan tertinggi 100 (rentang 54), dan rata-rata sebesar 80
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 77,38±8,80.Data berdistribusi normal (Zhitung= 2,453 dengan p= 0,000), dan variasi data homogen. Hasil uji korelasi X1 dengan Y diperoleh r= 0,103 > r(700;0,05)= 0,074, menunjukkan hubungan positif yang signifikan.Hasil analisis regresi linier diperoleh: 1) kontribusi variabel X1 sebesar 1,1% (R2= 0,011); 2) Fhitung= 7,621; 0,006, artinya persamaan linier Y = a + bX sudah tepat dan dapat digunakan; 3) thitung= 2,761; 0,006. H0 ditolak, bahwa terdapat pengaruh signifikan dari prediktor pengetahuan siswa tentang ekosistem hutan mangrove terhadap variabel respon kreativitas siswa dengan persamaan regresi Y = 68,412 + 0,129X1. Hasil uji korelasi X2 Y diperoleh r= 0,427 > r(700;0,05)= 0.074. Artinya memiliki hubungan positif yang signifikan.Hasil analisis regresi linier diperoleh: 1) Kontribusi variabel X2 sebesar 18,2% (R2= 0,182); 2) nilai Fhitung= 158,652; 0,000, artinya persamaan linier Y = a + bX sudah tepat dan dapat digunakan; dan 3) thitung= 3,465;p= 0,001, bahwa H0 ditolak dan dapat dinyatakan, bahwa terdapat pengaruh signifikan dari prediktor keterampilan proses sains siswa dalam pembelajaran Ekosistem terhadap variabel respon kreativitas siswa, dengan Persamaan regresi: Y = 16,719 + 0,760X2. Hasil uji korelasi berganda (multiple correlation) hubungan X1X2 dengan Y1 diperoleh r = 0,086; p=0,022 (r(700;0,05)= 0.074), artinya terdapat hubungan yang signifikan antara variabel X1 bersama-sama X2 dengan variabel Y1 dengan variabel kontrol X2.Hasil analisis regresi diperoleh: 1) kontribusi sebesar 18,8% (R2= 0,188); 2) nilai F sebesar 82,439;p=0,000, artinya persamaan linier Y = a + b1X1 + b2X2 sudah tepat dan dapat digunakan; 3) nilai thitung=1,925; p=0,05. Sehingga H0 ditolak dan dapat dinyatakan, bahwa terdapat pengaruh signifikan dari prediktor tingkat pengetahuan siswa tentang ekosistem hutan mangrove bersama-sama keterampilan proses sains siswa dalam pembelajaran Ekosistem terhadap variabel respon kreativitas pengelolaan ekosistem hutan mangrove, dengan persamaan regresi yang diperoleh adalah sebagai berikut: Y = 10,586 + 0,098X1 + .0,752X2.
PEMBAHASAN Penelitian terdahulu banyak mengungkap hubungan pengetahuan dengan partisipasi masyarakat terhadap berbagai usaha pelestarian lingkungan hidup. Ini menunjukkan, bahwa pengetahuan merupakan pintu masuk informasi tentang nilai penting suatu objek yang menjadi kajian penelitian tersebut.
81
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016
Gambar 2.Rangkuman Analisis Hubungan Tingkat Pengetahuan Siswa, Keterampilan Proses Sains, Kreativitas Siswa dalam Pengelolaan Ekosistem Hutan Mangrove oleh Siswa SMA Negeri se Kota Langsa T.P 2015/2016. Keterangan Gambar: X1:Pengetahuan tentang ekosistem hutan mangrove X2:Keterampilan proses sains dalam pembelajaran ekosistem Y:Kreativitas siswa dalam pengelolaan ekosistem hutan mangrove
Rendahnya kontribusi pengetahuan terhadap kreativitas siswa yang diperoleh melalui penelitian ini dapat dijelaskan sebagai akibat dari informasi yang diperoleh siswa terkait dengan ekosistem mangrove: 1) belum cukup untuk menumbuhkan kreativitas, 2) belum menjadi ingatan dalam jangka panjang (Slavin, 2006), dan 3) informasi/materi pelajaran tentang mangrove masih bersifat deklaratif, belum menjadi pengetahuan prosedural (Julismah, 2005). Menurut Weisberg (2014), secara umum ada dua pandangan yang menjelaskan hubungan di antara pengetahuan dan kreativitas. Pandangan yang pertama mengklaim, bahwa terdapat hubungan yang tidak kompatibel di antara pengetahuan dan kreativitas. Hubungan yang tidak kompatibel antara pengetahuan dan kreativitas mempunyai kaitan yang kurang kuat, bahkan pengetahuan mungkin menjadi penghalang kreativitas seorang individu. Pandangan
yang
kedua
menyatakan,
bahwa
kemampuan
seorang
individu
menghasilkan ide yang kreatif sangat bergantung pada kedalaman dan keluasan pengetahuan yang dimilikinya dalam sesuatu bidang. Menurut Weisberg (2014) kajian-kajian yang telah dilakukan menunjukkan, bahwa sebelum seorang individu itu mampu menghasilkan produk yang benar-benar dapat dianggap kreatif, individu tersebut terlebih dahulu telah mencapai 82
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 tahap ahli/pakar dalam bidang yang digelutinya. Weisberg (2014) menambahkan, dibutuhkan waktu 10 (sepuluh) tahun untuk sampai ke tahap tersebut. Hampir semua penggubah lagu memerlukan masa sepuluh tahun dari mereka memulai kajian dalam bidang musik hingga saat mereka mengubah lagu yang diakui sebagai hal yang kreatif. Weisberg (2014) berpendapat, bahwa waktu yang panjang dan mencukupi dibutuhkan untuk memperoleh pengetahuan dan kemahiran dalam bidang yang digeluti. Mencermati pandangan ke dua yang telah diuraikan di muka, maka temuan kontribusi tingkat pengetahuan tentang ekosistem mangrove terhadap kreativitas siswa yang kecil kemungkinan disebabkan karena informasi tentang ekosistem mangrove yang diperoleh siswa masih baru, belum menjadi ingatan jangka panjang, dan belum menjadi pengetahuan procedural. Namun demikian, rendahnya kontribusi kedua variabel baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama mengindikasikan bahwa pembelajaran biologi khususnya pada materi pokok ekosistem masih membutuhkan perbaikan baik dalam hal pengayaan isi (materi/informasi) pelajaran dan strategi pembelajaran yang digunakan, terutama yang berkaitan dengan upaya menumbuhkan kreativitas siswa. Pendekatan keterampilan proses yang diterapkan seharusnya menekankan bagaimana siswa belajar, bagaimana mengelola perolehannya, sehingga mudah dipahami dan digunakan dalam kehidupan di masyarakat. Dalam proses pembelajaran diusahakan agar siswa memperoleh pengalaman dan pengetahuan sendiri, melakukan penyelidikan ilmiah, melatih kemampuan-kemampuan intelektualnya, dan merangsang keingintahuan serta dapat memotivasi kemampuannya untuk meningkatkan pengetahuan yang baru diperolehnya. Dengan mengembangkan keterampilan–keterampilan memproseskan perolehan siswa akan mampu menemukan dan mengembangkan sendiri fakta dan konsep serta menumbuhkan dan mengembangkan sikap dan nilai yang dituntut. Dengan demikian, keterampilan-keterampilan itu menjadi roda penggerak penemuan dan pengembangan fakta dan konsep, serta penumbuhan dan pengembangan sikap dan nilai.
KESIMPULAN DAN SARAN Hasil penelitian disimpulkan: (1) Tingkat pengetahuan siswa SMA Negeri se Kota Langsa tentang ekosistem mangrove memiliki hubungan positif dan signifikan dengan kreativitas siswa mengelola ekosistem hutan mangrove dengan kontribusi 1,1%; (2) Keterampilan proses sains siswa memiliki hubungan positif dan signifikan dengan kreativitas siswa dalam pengelolaan ekosistem hutan mangrove dengan kontribusi 18,2%; dan (3) 83
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 Tingkat pengetahuan tentang ekosistem mangrove dan keterampilan proses sains dalam pembelajaran ekosistem memiliki hubungan positif dan signifikan dengan kreativitas siswa SMA se Kota Langsa T.P 2015/2016, dengan kontribusi 18,8%. Disarankan: (1) Agar diperoleh akumulasi informasi empirik tentang hubungan pengetahuan dan pemecahan masalah ekosistem mangrove, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut berkenaan dengan pengaruh pengetahuan tentang ekosistem mangrove terhadap kemampuan pemecahan masalah khususnya yang berkenaan dengan ekosistem mangrove; (2) Dibutuhkan penelitian dalam bentuk time series untuk mendapatkan informasi empirik yang akurat tentang hubungan pengetahuan dengan kreativitas; (3) Peneliti selanjutnya agar dapat melakukan analisis jalur (path analysis), sehingga pengaruh variabel moderator dapat terlihat. Seperti pada hasil penelitian, pengetahuan berkorelasi negatif dan tidak signifikan terhadap pemecahan masalah. Dengan menjadikan keterampilan proses sains sebagai variabel moderator, kemungkinan akan dapat dilihat hubungan dan kontribusi variabel pengetahuan terhadap kemampuan pemecahan masalah; (4) Guna peningkatan keterlibatan siswa SMA memecahkan masalah mangrove khususnya di Kota Langsa, sangat disarankan: (a) Disediakan informasi tentang mangrove yang lebih luas sangat dibutuhkan sebagai sumber belajar siswa agar siswa kaya akan pengetahuan yang berkenaan dengan ekosistem mangrove yang selanjutnya digunakan sebagai alternatif pemecahan masalah ekosistem mangrove; (b) Agar siswa memiliki kemampuan memecahkan masalah ekosistem mangrove, pada pembelajaran ekosistem sebaiknya lebih pada melatihkan keterampilan proses sains kepada siswa; (c) Untuk itu, sekolah perlu membangun kerjasama dengan berbagai lembaga pemerintah dan non pemerintah untuk mendapatkan sumbangan informasi yang up to date tentang perkembangan mangrove Indonesia, khususnya di wilayah Kota Langsa.
DAFTAR PUSTAKA Almadani, Ahmad. 2014. Mengawal Potensi Hutan Mangrove. http://borneonusantaratime.com/2014/05/mengawal-potensi-hutan-mangrove. Diakses: 13-08-2016. Alongi, D. M. 2014. Carbon cycling and storage in mangrove forests. Annual review of marine science, 6, 195-219. Armitage, D. 2002. Socio-institutional dynamics and the political ecology of mangrove forest conservation in Central Sulawesi, Indonesia. Global Environmental Change, 12(3), 203-217. Arnyana, I. 2006. Pengaruh Penerapan Strategi Pembelajaran Inovatif Pada Pelajaran Biologi Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa SMA. Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, 39 (3): 496-498. 84
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 Ausubel. D., Novak., Hanesian. 1968. Educational Psychology : A Cognitive View. Toronto: Holt Renehart & Winston. Campbell, A., & Brown, B. 2015. Indonesia’s vast mangroves are a treasure worth saving. The Conversation. from http://theconversation.com/indonesias-vast-mangrovesare-a-treasure-worth-saving-39367. Darmawan. 2005. Kontribusi Konsep Diri dan Pengetahuan Lingkungan terhadap Sikap Sanitasi Lingkungan Masyarakat Desa Ujung Kubu Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Asahan. Tesis Pascasarjana. Medan Universitas Negeri Medan. Departemen Kelautan dan Perikanan Direktorat Jenderal Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Direktorat Bina Pesisir. 2006. Pedoman Pengelolaan EkosistemMangrove. Jakarta. Dimyati dan Mudjiono. 1999. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Donato, D. C., Kauffman, J. B., Murdiyarso, D., Kurnianto, S., Stidham, M., & Kanninen, M. 2011. Mangroves among the most carbon-rich forests in the tropics.Nature Geoscience, 4(5), 293-297. Efendi, R. 2005. Hubungan Pengetahuan Lingkungan dan Minat dengan Sikap Melestarikan Lingkungan di SMA Negeri Kecamatan Badar Kabupaten Aceh Tenggara. Tesis Pascasarjana. Medan : Universitas Negeri Medan . Evans, K. 2013. Could sustainable logging save Indonesia’s mangroves? Forest News: A blog by the Center for International Forestry Research. from http://blog.cifor.org/14229/could-sustainable-logging-save-indonesias-mangroves#.VZIkIlxTDhI. FAO. (2007). The world’s mangroves 1980-2005. Rome: Food and Agriculture Organization of the United Nations. Fitrianti. 2009. Pengaruh Penggunaan Metode Pemecahan Masalah Terhadap Kemampuan Berpikir Rasional Siswa. Jurnal Pendidikan, 10(1): 38-47. Giri, C., Ochieng, E., Tieszen, L. L., Zhu, Z., Singh, A., Loveland, T., Duke, N. 2011. Status and distribution of mangrove forests of the world using earth observation satellite data. Global Ecology and Biogeography, 20(1), 154-159. Hardjasoemantri, K. 2005. Hukum Tata Lingkungan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Kaufman, James C. and Sternberg, Robert J. 2006. The International Handbook Creativity. New York: Cambridge University Press.
85
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 Kemendiknas RI. 2006. Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah: Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar SMA/MA. Jakarta: Badan Standar Nasional Pendidikan, Kemendiknas RI. Keraf, A.S. 2010. Etika Lingkungan Hidup. Jakarta: Penerbit Buku Kompas. Koral and Koksay. 2009. The Effect Of Creative And Critical Thinking Based Laboratory Applications On Creative And Logical Thinking Abilities Of Prospective Teachers. Asia-Pacific Forum On Science Learning And Teaching, 10(1). Lestari, B. 2006. Upaya Orang Tua Dalam Pengembangan Kreativitas Anak. Jurnal Ekonomi dan Pendidikan, 3 (1): 17-20. Mangrove Action Project. 2015. Endangered Specied Associated with Mangroves. http://mangroveactionproject.org/endangered-species. Diakses 14-08-2016. Margono, B. A., Potapov, P. V., Turubanova, S., Stolle, F., & Hansen, M. C. (2014). Primary forest cover loss in Indonesia over 2000-2012. Nature Climate Change. Ministry of Environment Republic of Indonesia. 2010. Indonesia second national communication under the United Nations Framework Convention on Climate Change. Jakarta. Ministry of Forestry Republic of Indonesia. 2014. Recalculation of Indonesia’s land cover in 2013 (in Indonesian): Direktorat Jenderal Planalogi Kehutanan. Ministry of Marine Affairs and Fishery. (2014). Export of Fishery Products. Retrieved 8 July, 2015, http://statistik.kkp.go.id. Diakses: 14-08-2016. Munandar, U. 1999. Kreativitas dan Keberbakatan Strategi Mewujudkan Potensi Kreatif dan Bakati. Jakarta: PT. Grasindo. Murdiyarso, D., Purbopuspito, J., Kauffman, J. B., Warren, M., Sasmito, S., Donato, D., .. Kurnianto, S. 2015. The potential of Indonesian mangrove forests for global climate change mitigation. Nature Climate Change. 5(1), DOI: 10.1038/NCLIMATE2734. Nagelkerken, I., Blaber, S., Bouillon, S., Green, P., Haywood, M., Kirton, L., Sasekumar, A. 2008. The habitat function of mangroves for terrestrial and marine fauna: a review. Aquatic Botany, 89(2), 155-185. Nuralam. 2009. Pemecahan Masalah Sebagai Pendekatan Dalam Belajar Matematika. Jurnal Edukasi, V(1): 142-148. Pendleton, L. Donato, D.C., Murray, B.C.et al. 2012 Estimating global “Blue Carbon” emissions from conversion and degradation of vegetated coastal ecosystems. PLoS ONE 7 (9):e43542.
86
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 Renzulli, J.S. & Reis, S.M. 1993. Developing Creative Productivity Through the Enrichment Triad Model. Dalam Isaksen S.G., Murdock, M.C., Firestein, R.L., Treffinger, D.J. (Eds) Nurturing and Developing Creativity: The Emergence of ADiscpline. New Jersey: Ablex Publishing. Riberu, P. 2002. Pembelajaran Ekologi. Jurnal Pendidikan Penabur, 1(1): 125 127. Riduwan. 2008. Skala pengukuran variabel-variabel penelitian. Bandung: Alfabeta Ruitenbeek, H. 1994. Modelling economy-ecology linkages in mangroves: Economic evidence for promoting conservation in Bintuni Bay, Indonesia. Ecological Economics, 10, 233-247. Scott, T.E. 1999. Knowledge. Dalam Runco. M.A & Pritzer S.R. (Eds) Encyclopedia of creativity (ms. 119-129). NewYork: Academic Press. Semiawan, C. 1992. Pendekatan Keterampilan Proses. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia Semiawan, C. 2009. Kreativitas Keterbakatan. Jakarta : PT. Indeks. Siahaan, N. 2004. Hukum Lingkungan dan Ekologi Pembangunan (edisi Penerbit Erlangga.
kedua). Jakarta:
Slavin, Robert E. 2006. Educational Psychology: Theory and Practice. Eight Edition. New York: Pearson. Weisberg, Robert W. 2014. 12-Creativity and Knowledge. Dalam Handbook of Creativity, Edited by Stenberg, Robert J. Online Publication: Cambridge University Press. Sugiono. 2009. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung: Penerbit Alfabeta. Suherman, Erman, dkk. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, rev.ed., Bandung : JICA. Syaodik, N. 2003. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya. Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progressif: Konsep, Landasan, dan Impelemtasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana Predana Media Group. UNEP. 2014. Importance of Mangroves to People: A Call to Action: United Nations Environment Programme World Conservation Monitoring Centre, Cambridge. Vidal, R. 2010. Creative problem solving: an applied university course.Pesqui. Oper, 30(2). 87
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 Wardhana, W. 1995. Dampak Pencemaran Lingkungan. Yogyakarta : Penerbit Andi. Weisberg, Robert W. 2014. 12-Creativity and Knowledge. Dalam Handbook of Creativity, Edited by Stenberg, Robert J. Online Publication: Cambridge University Press . Wena, Made. 2011. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer Suatu Tinjauan Konseptual Operasional. Jakarta: Bumi Aksara. Winkel. 1987. Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama. Wulandari, S. 2008.Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah melalui Pendekatan PMRI dan Pelatihan Metakognitif. Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan, XI(1): 69-70.
88
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 PENGARUH PEMBERIAN NUTRISI TUMBUH PADA Lemna perpusilla MENGGUNAKAN SISTEM IMTA (INTEGRATED MULTI- TROPIC AQUACULTURE) Ferrynando Situmeang 1, Tjandra Crishmadha2, Ronny Sitanggang3 dan Tumiur Gultom4 1)
Mahasiswa Jurusan Biologi Prodi FMIPA Universitas Negeri Medan 2) Peneliti di Limnologi LIPI, Cibinong Bogor, 3)Kepala Balai Benih Ikan Kabupaten Samosir, Harian Boho Samosir, 4)Tenaga Pengajar Jurusan Biologi Prodi Biologi FMIPA Universitas Negeri Medan. Email:
[email protected]
ABSTRAK Lemna perpusila merupakan tumbuhan tingkat rendah yang biasanya di temukan di permukaan air dangkal dan dalam. Lemna memiliki tingkat protein yang sangat tinggi dan sangat cocok untuk mendukung pertumbuhan dari ikan sebagai pakan alami. Sitem IMTA digunakan untuk mendukung tumbuhnya Lemna dengan cara mengolah limbah buangan kolam ikan lele sebagai nutrisi tambahan agar nutrisi yang diperoleh semakin kompleks. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komposisi nutrisi yang dibutuhkan oleh Lemna dan mengetahui fungsi sistem IMTA dalam pertumbuhan lemna. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Benih Ikan yang merupakan pusat perbenihan ikan di Kabupaten Samosir. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pertumbuhan Lemna lebih baik daripada pertumbuhannya di kolam biasa yang tanpa menggunakan sistem IMTA. Hal tersebut diketahui dari jumlah biomassanya dan warna daun yang tampak. Kata Kunci : Lemna perpusila, pakan alami, IMTA, nutrisi tumbuh. PENDAHULUAN Balai Benih Ikan Samosir merupakan salah satu pusat pembibitan benih ikan maupun afkhir di Samosir. Instansi ini telah lama menjadi pusat pembibitan ikan dan telah menghasilkan bibit unggul yang di distribusikan ke peternak ikan setempat maupun luar kota. Benih ikan yang dipelihara ada 3 jenis, yaitu : ikan mas, lele dan nila. Ketiga jenis ikan tersebut di pilih karena lebih mudah pembenihannya dan masih menjadi permintaan utama di pasaran. Hingga bulan Juli tahun 2016 pakan utama ikan masih menggunakan pakan buatan (pellet). Pakan buatan ini tentunya dibuat dengan bantuan bahan kimia yang tentu saja dapat mencemari air kolam ikan. Selain dapat mencemari air kolam, pakan ini juga memiliki harga yang cukup mahal tergantung jenisnya. Bila di akumulasikan, 70 % pengeluaran intansi ini digunakan untuk membeli pakan ini (pellet). Bukan hanya di instansi ini, namun di nelayan atau pun penambak ikan lainnya. Dari permasalahan ini, muncul ide untuk menggunakan pakan alami untuk mengurangi biaya pengeluaran dan menjaga lingkungan ikan (air kolam). Dan pakan alami yang paling baik untuk ikan adalah plankton (Phytoplankton) dan Lemna perpusilla. Namun 89
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 hanya sebagai bahan pakan kombinasi atau pakan tambahan saja, bukan sebagai pakan pengganti langsung. Di penelitian ini saya hanya menggunakan Lemna. Lemna sangat disukai oleh ikan di sini terutama ikan lele dan nila. Namun permasalahan lainnya adalah cara dan nutrient yang tepat untuk menumbuhkan Lemna yang baik dan dapat di panen secara berkelanjutan. Karena percobaan sebelumnyadi instansi ini dilakukan di fiber dan berhasil namun tidak berhasil di dalam kolam untuk panen dalam skala besar dan bekelanjutan. Lemna merupakan suatu makrofit yang hidup terapung di air, terdapat di seluruh dunia dan banyak ditemukan di air tawar yang kaya nutrien. Lemna adalah tumbuhan yang lebih dikenal sebagai gulma di perairan yang cenderung sulit untuk dikendalikan. Terlebih lagi tumbuhan ini memiliki produktivitas yang tinggi. Hal ini tentu saja akan mengurangi nilai estetika dari suatu perairan terlebih perairan yang dimanfaatkan sebagai tempat wisata. Di samping dampak negatifnya, tumbuhan ini memiliki beberapa manfaat penting di bidang perikanan. Tumbuhan dari famili Lemnaceae ini dapat memperbaiki kualitas air (Antioksidan). Umumnya, peng-etahuan tentang lemna hanya sebatas sebagai fitoremediator yaitu salah satu filter biologi yang memiliki kemampuan sebagai pengolah limbah yang mampu mengasimilasi senyawa organik dan anorganik yang terdapat dalam limbah. Jenis-jenis lemna memiliki kandungan protein tinggi mencapai 10 – 43 % dalam berat kering. Dalam kondisi optimal jenis tumbuhan ini dapat menggandakan biomassanya hanya dalam waktu dua hari. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan tanggal 11 Juli – 21 Juli menggunakan sistem IMTA (integrated multi-tropic aquaculture). Dengan menggunakan sistem ini, saya akan menggunakan air limbah ikan lele sebagai nutrient tambahan untuk Lemna. Rancangan penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang saya terapkan dengan 3 perlakuan di kolam yang berbeda-beda di kolam 36 (IMTA) BBI Samosir. Perlakuan dalam penelitian ini berupa pemberian dosis dan jenis nutrient untuk pertumbuhan Lemna berupa air limbah ikan lele dan NPK+UREA+Pupuk kandang (masing-masing 2 kg) dengan metode tabur. Dalam penelitian ini juga di ukur kualitas air kolam yang terdiri dari 8 parameter yang dapat digunakan juga sebagai acuan agar penelitian selanjutnya dapat berhasil. Sebanyak masing-masing 1 kg Lemna saya gunakan sebagai bibit indukan di 3 kolam. Dalam penelitian ini, saya melakukan dua kali percobaan di mana percobaan pertama gagal karena ada nya gangguan dari keong yang juga memakan Lemna dan mampu menghabiskan Lemna di kolam dalam jangka waktu yang cukup cepat. Dan pada percobaan 90
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 kedua semua faktor kegagalan di percobaan pertama telah diminimalisir untuk mendukung keberhasilan percobaan. Konsep IMTA ditampilkan pada Gambar 1. KONSEP IMTA
Kolam 35 ( Ikan Lele )
Sekat Antar Kolam
Aliran Air Limbah Ikan Lele
Aliran Air
Sumber Air Utama
LEMNA Air Limbah Ikan Lele
LEMNA
LEMNA
( NPK + UREA + PUPUK KANDANG ) ( NPK + UREA + PUPUK KANDANG )
Aliran Air
Gambar 1. Konsep IMTA (Integrated Multi- Tropic Aquaculture)
91
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 HASIL PENELITIAN Hasil dari penelitian ini di dapat setelah 10 hari (11 Juli – 21 Juli) pengamatan dan diamati warna air, kualitas air, biomassa Lemna dan panjang akar sampel (dengan alat Eutech Multi Parameter) setiap kolam. 1.
Kolam 36 A Perlakuan di kolam ini menggunakan NPK+UREA+PUPUK KANDANG (masing-
masing 1 kg). Hasil pengamatan ditampilkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Pengamatan Lemna di kolam 36 A selama 2 minggu NO.
KONDISI KOLAM AWAL
BIOMASSA AKHIR
AWAL AKHIR
1.
NO.
1 kg
SAMPEL AIR KOLAM
1.
SAMPEL LEMNA
7,3 kg
KUALITAS AIR AWAL
AKHIR
Suhu : 22,40 C pH : 6,80 DO : 6,65 mg/L TDS:64,65 ppm Turbiditas: 4,86 Conductivity : 129,5 µs Salinitas : 64,53 Resistivity: 7,772 kΩ
Suhu : 230 C pH : 7,39 DO : 7,89mg/L TDS:84,29 ppm Turbiditas: 5,20 Conductivity : 149,5 µs Salinitas : 86,39 Resistivity: 6,290 kΩ
92
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 Pengamatan di Kolam 36 B ditampilkan pada Tabel 2. Tabel 2. Pengamatan Lemna di kolam 36 B selama 2 minggu NO.
KONDISI KOLAM AWAL
BIOMASSA AKHIR
AWAL AKHIR
1.
NO.
1 kg
SAMPEL AIR
SAMPEL
KOLAM
LEMNA
8,8 kg
KUALITAS AIR
1.
AWAL
AKHIR
Suhu : 24,20 C pH : 6,80 DO : 6,65 mg/L TDS:217,1 ppm Turbiditas: 11,010 Conductivity : 427,5 µs Salinitas : 214,7 Resistivity : 7,772 kΩ
Suhu : 22,80 C pH : 7,82 DO : 8,41 mg/L TDS:120,5 ppm Turbiditas : 5,20 Conductivity : 241,0 µs Salinitas : 117,5 Resistivity : 4,163 kΩ
Pengamatan di kolam 36 C ditampilkan pada Tabel 3.Perlakuan di kolam ini menggunakan NPK+urea+pupuk kandang (masing-masing 2 kg).
Tabel 3. Pengamatan Lemna di kolam 36 C selama 2 minggu NO.
1.
KONDISI KOLAM AWAL
BIOMASSA AKHIR
AWAL AKHIR
1 kg
12,4 kg
93
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 NO.
SAMPEL AIR
SAMPEL
KOLAM
LEMNA
1.
KUALITAS AIR AWAL
AKHIR
Suhu : 24,20 C pH : 7,13 DO : 6,54 mg/L TDS : 243,1 ppm Turbiditas : 11,45 Conductivity : 486,9 µs Salinitas : 236,7 Resistivity : 2,200 kΩ
Suhu : 24,80 C pH : 8,60 DO : 6,56 mg/L TDS : 79,21 ppm Turbiditas : 8,29 Conductivity : 159,2 µs Salinitas : 81,71 Resistivity : 3,660 kΩ
PEMBAHASAN Pada kolam 36 A menggunakan nutrient limbah ikan lele dari kolam 34. Di mana pertumbuhannya dapat diketahui dari peningkatan biomassa nya dari 1 kg menjadi 7,3 kg dan warna Lemna menunjukkan warna yang baik (hijau). Air limbah ikan lele tidak setiap hari mengalir karena air kolam ikan lele tidak boleh setiap hari bertukar karena akan mempengaruhi lingkungan hidup ikan lele. Dan itu menjadi faktor pembatas untuk nutrient Lemna di kolam 36 A. Pada kolam 36 B menggunakan nutrient NPK+UREA+PUPUK KANDANG masingmasing 1 kg. Di mana pertumbuhannya dapat diketahui dari peningkatan biomassa nya dari 1 kg menjadi 8,8 kg dan warna Lemna menunjukkan warna yang lebih baik (hijau). Lemna di kolam mini tumbuh lebih baik daripada Lemna di kolam 36 A. Pada kolam 36 B menggunakan nutrient NPK+UREA+PUPUK KANDANG masingmasing 2 kg. Di mana pertumbuhannya dapat diketahui dari peningkatan biomassa nya dari 1 kg menjadi 12,4 kg dan warna Lemna menunjukkan warna yang lebih baik (hijau).
KESIMPULAN Dari data hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Lemna perpusilla tumbuh sangat baik dengan nutrient air limbah lele dan nutrient NPK+UREA+PUPUK KANDANG.
Data dan hasil percobaan menunjukkan bahwa Lemna tumbuh lebih baik dengan kombinasi nutrient yang digunakan. Ditunjukkan dengan pertambahan biomassa yang sangat baik dan juga warna Lemna yang menunjukkan bahwaw Lemna tumbuh dengan sangat baik.
94
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih kepada Bapak Ronny Sitanggang selaku Kepala Balai Benih Ikan Samosir, Bapak Tjandra Crishmadha selaku peneliti utama Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Ibu Tumiur Gultom selaku dosen pembimbing atas arahan dan bimbingannya sehingga penelitian ini bisa terlaksana.
DAFTAR PUSTAKA Ekasari, J. 2009. Bioflocs Technology: Theory and Application in Intensive Aqua- culture System. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Jurnal Akuakultur Indonesia. Vol. 8(2): 2-5. Guerrero, S. 2012. Integrated Multi-trophic Aquaculture (IMTA): Asustainable, pioneering alternative for marine cultures in Galicia. Yuhana, M. 2010. Biocontrol agents in aquaculture:Production and theirapplication. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Jurnal Akuakultur Indonesia. Nopriani, U. 2014. Produktivitas Duckweed (Lemna minor) Sebagai Hijauan Pakan Alternatif Ternak pada Intensitas Cahaya yang Berbeda. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Vol1(2):2-3
95
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 ANALISIS SIKAP TERHADAP LINGKUNGAN EKOSISTEM SUNGAI BERBASIS KEARIFAN LOKAL LUBUK LARANGAN DI DESA TAMBANGAN JAE, KECAMATAN TAMBANGAN, KABUPATEN MADINA Nur Hidayah1, Syarifuddin2 dan Tumiur Gultom2 1 Guru SMP IT Al-Hijrah Deli Serdang 2 Dosen Program Studi Pendidikan Biologi, Pascasarjana Universitas Negeri Medan, Medan Email:
[email protected] ABSTRACT This research aims to: Know the attitude of environmental careof students and communitiestowards river ecosystem lubuk laranganbasedon the level of education and basedon the location of the school. The research used a quantitative descriptive research. The research sample as many as 158 students and 50 communities who live in Tambangan village Tambangan District, Madina Regency. The instrument used in this research was a questionnaire. Data analysis technique used was the t-test, the data were not normally distributed used Man-Whitney test. The final conclusion of the research: The level of education influenced the attitude of environmental care based on local wisdom in lubuk larangan.The average attitude of environmental care of High School studentswas better than the Junior High and Elementary students. However, the attitude of environmental care of Elementary School was better than the Junior High School students’; The location of the school influenced the level of the attitude of environmental care based on local wisdomlubuk larangan. The average attitude of environmental care who are close to lubuk larangan was better than the students who are far from it. KeyWords: environmental knowledge, environmental attitude. river ecosystem, local wisdom, lubuk larangan. PENDAHULUAN Seiring dengan berkembangnya aktivitas masyarakat di sekitar bantaran sungai tentunya akan berpengaruh terhadap kualitas air sungai, karena limbah yang dihasilkan dari aktivitas masyarakat tersebut bila dibuang langsung ke perairan sungai bila melebihi kemampuan sungai untuk membersihkan diri sendiri (self purification), maka timbul permasalahan yang serius yaitu pencemaran perairan, sehingga berpengaruh negatif terhadap kehidupan biota perairan dan kesehatan masyarakat yang memanfaatkan air sungai tersebut (Kasry, 2005). Yunus (2005) menyatakan bahwa terbatasnya upaya pengendalian pencemaran air diperparah dengan rendahnya kesadaran masyarakat terhadap lingkungan serta kurangnya penegakan hukum bagi pelanggar pencemaran lingkungan. Krisis dan pencemaran air yang terjadi tersebut tidak terlepas dari pengetahuan, sikap, perilaku dan peranserta masyarakat yang buruk dalam memanfaatkan dan mengolah sumber daya air secara berkelanjutan. 96
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 Beberapa daerah yang ada di Indonesia mempunyai aturan tersendiri untuk melestarikan lingkungannya yang sudah melekat dalam diri masyarakat tersebut secara turun temurun. Kesadaran terhadap lingkungan hidup merupakan aspek yang penting dalam pengelolaan lingkungan hidup karena kesadaran terhadap lingkungan hidup merupakan bentuk kepedulian seseorang terhadap kualitas lingkungan, sehingga muncul berbagai aksi menentang kebijaksanaan yang tidak berwawasan lingkungan (Swan dan Stapp, 1974). Sedangkan menurut Krech and Crutcfield (1985) menyatakan bahwa tingkat kesadaran masyarakat terhadap lingkungan terjadi sebagai akibat berkembangnya pemahaman terhadap lingkungan itu sendiri ataupun akibat terjadinya perubahan kebutuhan nilai-nilai yang dianut, sikap dan karakteristik individu. Menurut Iskandar (2003) terdapat keterkaitan yang sangat erat antara pandangan manusia terhadap kelestarian lingkungannya. Selanjutnya dikatakan pula bahwa pandangan manusia tersebut tergantung dari pengetahuan dan pengalaman yang diperolehnya, serta norma-norma yang terdapat di sekitar lingkungan tempatnya berada. Pendidikan lingkungan hidup tidak hanya diberikan pada kegiatan formal saja, akan tetapi dapat juga diberikan pada jalur non-formal seperti kegiatan Pramuka, Pecinta Alam, Palang Merah Remaja, dan Prokasih serta pembinaan dan pelatihan lingkungan di luar sekolah formal. Hal tersebut dikuatkan dalam Deklarasi Cimanggis (2007) poin kedua bahwa salah satu cara meningkatkan pendidikan tentang alam dan lingkungan, melalui jalur formal (SD, SMP, dan SMA) maupun jalur non-formal untuk meningkatkan kecintaan masyarakat terhadap alam, lingkungan dan orang lain. Pendidikan lingkungan hidup menurut konvensi UNESCO (1997) dalam Sudaryanti (2009), merupakan suatu proses yang bertujuan untuk menciptakan suatu masyarakat dunia yang memiliki kepedulian terhadap lingkungan dan
masalah-masalah yang terkait di
dalamnya serta memiliki pengetahuan, motivasi, komitmen, dan keterampilan untuk bekerja, baik secara perorangan maupun terhadap permasalahan
kolektif dalam mencari alternatif atau memberi solusi
lingkungan hidup yang ada sekarang dan untuk menghindari
timbulnya masalah-masalah lingkungan hidup yang baru. Dari penjelasan tersebut dapat ditarik pengertian bahwasanya pendidikan lingkungan hidup selayaknya didapatkan oleh setiap lapisan masyarakat, sehingga akan timbul pemahaman yang baik seterusnya akan tumbuh kesadaran dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup di sekitarnya. Pemahaman tentang dimensi ini akan membentuk atau menjadi tanda penting tentang esensi dan makna dari pengalaman didasarkan pada budaya Indonesia. Akibatnya, ada kebutuhan untuk membentuk kurikulum yang benar, sebagai faktor penting untuk mencapai inspirasi pendidikan untuk memajukan bangsa. Oleh karena itu, untuk menempatkan paradigma budaya dalam konteks pendidikan nasional, penting untuk meneliti kearifan lokal. 97
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 Kosmaryandi (dalam Parwati, dkk., 2012) kekayaan pengetahuan masyarakat lokal di Indonesia sudah berkembang dalam jangka waktu yang panjang sejalan dengan perkembangan peradaban manusia. Proses perkembangan tersebut memunculkan banyak pengetahuan dan tata nilai tradisional yang dihasilkan dari proses adaptasi dengan lingkungannya. Sesuai dengan kebutuhan dasar manusia, salah satu bentuk pengetahuan tradisional yang berkembang adalah pengetahuan dalam pemanfaatan lahan, baik sebagai tempat tinggal maupun tempat untuk mencari atau memproduksi bahan makanannya. Kearifan lokal merupakan salah satu warisan budaya yang ada di masyarakat (tradisional) dan secara turun-temurun dilaksanakan oleh masyarakat yang bersangkutan. Kearifan lokal tersebut umumnya berisi ajaran untuk memelihara dan memanfaatkan sumberdaya alam (hutan, tanah, dan air) secara berkelanjutan. Subak di Bali dan Sasi di Maluku merupakan contoh kearifan lokal yang masih dilaksanakan oleh masyarakat setempat dan mampu memelihara sumberdaya alam sehingga dapat memberikan penghidupan untuk masyarakat setempat secara berkelanjutan. Dari sisi lingkungan hidup keberadaan kearifan lokal sangat menguntungkan karena secara langsung atau pun tidak langsung sangat membantu dalam memelihara lingkungan serta mencegah terjadinya kerusakan lingkungan (Lampe dalam Parwati.,dkk 2012). Kabupaten Madina sebagai bagian dari wilayah Provinsi Sumatera Utara yang didiami oleh mayoritas suku Mandailing juga memiliki kearifan lokal dalam pelestarian lingkungan. Kearifan lokal suku Mandailing pada dasarnya berasal dari budaya yang dikenal dengan petitih alam takambang manjadi guru. Salah satu bentuk kearifan lokal yang dimiliki dan masih dikembangkan adalah lubuk larangan yang digunakan untuk melestarikan wilayah sungai dalam batasan tertentu dengan aturan tertentu. Adanya lubuk larangan tersebut baik disadari dan dipahami atau tidak merupakan sikap pelestarian ekosistem sungai. Salah satu daerah yang melestarikan lubuk larangan adalah masyarakat di Kecamatan Tambangan Kabupaten Madina, dengan nama Lubuk Larangan Anak Yatim. Berdasarkan uraian permasalahan di atas, maka dipandang perlu untuk melakukan suatu penelitian pengetahuan lingkungan dan sikap peduli lingkungan disekitar lubuk larangan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai April 2016. Tempat penelitian dilaksanakan di sekolah yang dekat dengan lubuk larangan desa Tambangan Jae kecamatan Tambangan kabupaten Madina, yaitu SMA Negeri 1 Tambangan, SMP Negeri 1 Laru Tambangan, SD Negeri 147 Laru Tambangan, dan sekolah yang jauh dari lokasi lubuk 98
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 larangan, yaitu SMA Negeri 1 Panyabungan, SMP Islamiyah Panyabungan, SD Muhammadiyah Panyabungan. Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat dewasa di desa Tambangan Jae dan siswa SMA Negeri 1 Tambangan, SMP Negeri 1 Laru Tambangan, SD Negeri 147 Laru Tambangan,
dan sekolah yang jauh dari lokasi lubuk larangan, yaitu SMA Negeri 1
Panyabungan, SMP Islamiyah Panyabungan, dan SD Muhammadiyah Panyabungan. Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik Random Sampling, yang mana sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas XII, IX,VI masingmasing 1 kelas setiap sekolah. Adapun jenis-jenis dengan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi dua macam, yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer dalam penelitian ini merupakan data yang diperoleh dari informan yaitu orang yang berpengaruh dalam proses perolehan data atau bisa disebut key member yang memegang kunci sumber data penelitian ini, karena informan benar-benar tahu dan terlibat dalam kegiatan yang ada di lubuk larangan kecamatan Tambangan. Adapun yang menjadi informan dalam penelitian ini antara lain : Kepala Desa dan panitia lubuk larangan yaitu naposo nauli bulung. Sumber data dalam penelitian adalah subjek dari mana data dapat diperoleh. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan kuesioner atau angket dalam pengumpulan data, maka sumber data disebut responden, yaitu orang yang merespon atau menjawab pertanyaan-pertanyaan peneliti, baik pertanyaan lisan maupun tulisan. Selain dari angket, peneliti juga menggunakan teknik observasi dan dokumentasi sebagai sumber data. Adapun dalam pengumpulan data, peneliti melakukan wawancara bersama antara lain dengan Kepala Desa dan panitia lubuk larangan yaitu naposo nauli bulung, serta msyarakat kecamatanTambangan . Hal demikian dilakukan dengan tujuan untuk memeproleh data secara luas dan menyeluruh sesuai dengan kondisi saat ini. Observasi langsung yang dilakukan oleh peneliti bisa direalisasikan dengan cara mencatat berupa informasi dan mengamati bagaimana proses kerja panitia lubuk larangan dalam menjalankan strategi. Dengan observasi secara langsung, peneliti dapat memahami konteks data dalam berbagai situasi, maksudnya dapat memperoleh pandangan secara menyeluruh. Untuk itu peneliti dapat melakukan pengamatan secara langsung dalam mendapatkan bukti yang terkait dengan objek penelitian. Data yang diperlukan dalam penelitian disesuaikan dengan rumusan permasalahan dan tujuan penelitian. Pengumpulan data dilakukan dengan metode survey menggunakan Angket.Untuk mengetahui tingkat kecenderungan masing-masing komponen dilakukan dengan mengkategorisasikan tingkat pengetahuan siswa. Untuk itu kita dapat mengetahui dari 99
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 data-data angket yang sudah dikelompokkan dan didepenisikan. Pada kesempatan ini analisis sikap peduli lingkungan tidak dipublikasi.
HASIL DAN PEMBASAN Lokasi Sekolah Terhadap Sikap Peduli Lingkungan Siswa tentang Ekosistem Sungai Berbasis Kearifan Lokal Lubuk Larangan Sikap peduli lingkungan siswa yang berlokasi dekat (N = 80) dan jauh dari lubuk larangan ( N = 78) total keseluruhan sampelnya (N = 158) dengan mean 11,73; simpangan baku 3,605. Berdasarkan uji normalitas data pengetahuan siswa berdistribusi normal ( Z = 1,222 ; P = 0,101). Varians data tingkat pendidikan terhadap tingkat pengetahuan lingkungan siswa berbasis kearifan lokal lubuk larangan homogen (F = 0,516 ; P = 0,474).
Gambar. 1 Nilai sikap peduli lingkungan siswa berdasarkan lokasi sekolah
Pada hasil penelitian ini menunjukkan bahwa lokasi sekolah yang berada dekat dan jauh dari lubuk larangan secara signifikan berpengaruh terhadap tingkat sikap peduli lingkungan siswa, dimana lokasi sekolah yang memiliki rata-rata tertinggi adalah di sekolah yang berlokasi dekat dengan lubuk larangan. Dari 158 sampel yang diteiliti ada 86 % memilki sikap peduli lingkungan dengan tidak membuang sampah ke lubuk larangan dengan alasan tidak mau mengotori sungai, akan tetapi masi ada 14 % tidak membuang sampah ke lubuk larangan karena takut akan kutukan dan aturan lubuk larangan. Lokasi sekolah merupakan tempat melakukan segala aktivitas dan juga sebagai tempat pengaplikasian dari pengetahuan. Lokasi sekolah yang berdekatan dengan lubuk larangan akan memengaruhi sikap peduli lingkungan terhadap sungai yang dijadikan sebagai lubuk larangan. Dalam hal ini karena lokasi sekolah yang berdekatan dengan lubuk larangan akan mengatur siswa untuk bersikap peduli terhadap lingkungan lubuk larangan karena lubuk larangan mempunyai aturan-aturan sehingga menjadi kebiasaan dan mencerminkan sikap 100
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 peduli lingkungan yang baik. Lokasi sekolah tempat berinteraksi dengan lingkungannya sekitarnya sebagai salah satu upaya penunjang siswa untuk belajar di sekolah. Melalui apa yang dipelajari dilihat dan ditemukan siswa dalam belajar menjadi pertanyaan dan pengalaman yang akan memengaruhi sikapnya. Lokasi sekolah yang berdekatan dengan lingkungan lubuk larangan memberikan kesempatan kepada siswa untuk lebih banyak menemukan, mengenal, berinteraksi lebih sering dibanding dengan siswa yang sekolahnya jauh dari lubuk larangan sehingga sikap peduli lingkungannya akan muncul dan terealisasikan dengan baik. Hal ini didukung oleh Shivakumar (2011) bahwa lokasi sekolah memainkan peran penting pada sikap lingkungan, lokasi dan jenis sekolah memiliki efek interaksi pada sikap lingkungan. Sikap Peduli Lingkungan Siswa dan Masyarakat Terhadap Ekosistem Sungai Berbasis Kearifan Lokal Lubuk Larangan Berdasarkan Tingkat Pendidikan Analisis tingkat pendidikan terhadap sikap peduli lingkungan siswa SMA, SMP dan SD serta masyarakat tehadap ekosistem sungai berbasis kearifan lokal (N = 208) di Kabupaten Madina diperoleh nilai sikap 4 - 19 dari skor 1 - 20; dengan nilai mean 12,625; simpangan baku 3,571; dikonversikan kedalam skala 0 - 100 deperoleh nilai sikap 20 – 95; dengan mean 63,1. Berdasarkan uji normalitas data sikap peduli lingkungan siswa dan masyarakat tidak berdistribusi normal (Z = 1,607 ; P = 0,011). Varians data tingkat pendidikan terhadap sikap peduli lingkungan berbasis kearifan lokal lubuk larangan tidak homogen (F = 24,696 ; P = 0,000) (Gambar 2).
Gambar 2. Nilai Sikap Perduli Lingkungan dengan Tingkat Pendidikan
Berdasarkan persentase menunjukkan bahwa tingkat sikap peduli lingkungan lubuk larangan paling tinggi pada orang dewasa (masyarakat) mean 15,44 (77% menjawab benar) lebih tinggi dibandingan tingkat siswa SMP mean 10,29 (51% menjawab benar ), siswa SD 101
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 mean 11,58 (57% menjawab benar ) dan siswa SMA mean 13,37 (67% menjawab benar) . Hal ini memperlihatkan bahwa terdapat hubungan dari tingkat pendidikan terhadap sikap peduli lingkungan tentang ekosistem sungai berbasis karifan lokal lubuk larangan di Desa Tambangan Jae Kecamatan Tambangan Kabupaten Madina. Data tingkat pengetahuan siswa dan orang dewasa di Desa Tambangan Jae Kecamatan Tambangan Kabupaten Madina tidak berdistribusi normal ( Z = 1,607 ; P = 0,011) maka data tersebut dianalisis menggunakan uji Non parametrik Uji Friedman (Non-parametric Friedman test). Berdasarkan hasil Uji Friedman tersebut diperoleh bahwa tingkat pendidikan siswa berhubungan terhadap tingkat pengetahuan lingkungan siswa tentang ekosistem sungai berbasis kearifan lokal lubuk larangan (Fr = 56,625 ; P = 0,000).Jadi terdapat perbedaan nilai rata-rata rank yang signifikan antara tingkat status masyarakat, siswa SD, SMP, SMA yang dekat dan jauh dari lubuk larangan terhadap sikap peduli lingkungan lubuk larangan sekaligus sikap peduli ekosistem sungai di Desa Tambangan Jae Kecamatan Tambangan Kabupaten Madina.
SIMPULAN 1. Tingkat pendidikan memberi pengaruh terhadap sikap peduli lingkungan lingkungan berbasis kearifan lokal lubuk larangan di desa Tambangan Jae kecamatan Tambangan kabupaten Madina. Rata-rata sikap peduli lingkungan siswa SMA lebih baik dibanding dengan SMP dan SD, tetapi sikap peduli lingkungan siswa SD lebih baik dibanding SMP. 2. Lokasi sekolah dengan lubuk larangan memberi pengaruh terhadap sikap peduli lingkungan siswa berbasis kearifan lokal lubuk larangan di desa Tambangan Jae kecamatan Tambangan kabupaten Madina. Rata-rata sikap peduli lingkungan siswa yang sekolah dekat dengan lubuk larangan lebih baik dibanding dengan siswa yang sekolahnya jauh dari lubuk larangan.
DAFTAR PUSTAKA Abdillah, P. 2007. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya: Arkola. Amry,F & Saam, Z & Thamrin. 2013. Kearifan Lokal Lubuk Larangan Sebagai Upaya Pelestarian Sumberdaya Perairan di Desa Pangkalan Indarung Kabupaten Kuantan Singingi.Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Universitas Riau 1 (1):36-43. Basya,H.S.2010. Cara Jitu Mendidik Anak Soleh dan Unggul di Sekolah. Jakarta: Zikrul Hakim. Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah.2014. Kecamatan Tambangan dalam Angka 2014.Laru Lombang: Kantor Camat Tambangan. 102
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 Badan Pusat Statistik Kab. Mandailing Natal.2013. Kecamatan Tambangan : kantor camat Tambangan. Budiyono.2011.Pengelolaan Lubuk Larangan Sebagai Bentuk Kearifan Lokal di Kabupaten Bungo.(http://budibungo-pengelolaan-lubuk-larangan.html. diakses 1 September 2015). Convello & Cevilla. 1993. Pengantar Metode Penelitian. Jakarta : Universitas Indonesia Depdiknas.2006.Model Nasional.Jakarta.
Mata
Pelajaran
Muatan
Lokal.Departemen
Pendidikan
Feranita, F.M.2008. Metode Sampling Bioekologi.Jakarta : Bumi Aksara. Gomez-Baggethun, E & Corbera,E & Reyes-García, V. 2013. Traditional ecological knowledge and global environmental change: research findings and policy implications. Ecology and Society 18(4): 72 Hadi,S.1997.Metode Research.Yogyakarta:Fakultas Psikologi UGM. Hasibuan, U & Suwondo & Fauziah,Y. 2015. Analysis Of The Management Of Lokal Wisdom Lubuk Larangan Of River Kaiti For Development Of Module Concept The Evviromental Conzervation In Senoir High School.Kajian Lingkungan. 1(1):1-15. Hak,A & Rifardi & Siregar,I.Y. 2013. Kajian Kapasitas Asimilasi Perairan Sungai Rokan Desa Rantau Bais Kabupaten Rokan Hilir Propinsi Riau.Jurnal Kajian LingkunganUniversitas Riau.1(1):1-15. Imam, S & Tobroni. 2011. Metode Penelitian sosial Agama. Bandung: Remaja Rosdakarya. Iskandar, A. 2003. Budidaya Ikan Nila Merah (Oreochromis, Sp). Karya Putra Darawati. Bandung. 69 hlm Lexy,J & Moleong. 1998. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Mardalis.1997. Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal.Jakarta:Bumi Aksara. Mulyanto, H. R. 2007. Sungai, Fungsi dan Sifat-Sifatnya. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Meliono, I .2011.Under Standing the Nusantara Thought and Lokal Wisdom as an Aspect of The Indonesian Education. International Journal of Historycal Studies,2 (2) : 221-234. Nasution,S.2006.Metode Research.Jakarta:Bumi Aksara. Parwati, A & Purnaweny, H & Anggoro. D. D. 2012. Nilai Pelestarian Lingkungan Dalam Kearifan Lokal Lubuk Larangan Ngalau Agung Di Kampung Surau Kabupaten Dharmasyara. Provinsi Sumatra Barat.Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan:98-102. Poerwanto,H. (2008). Kebudayaan dan Lingkungan dalam Perspektif Antropologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar 103
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 Sudarto.2005. Metodologi Penelitian Filsafat. Jakarta:Grafindo Persada. Singarimbun,M & Efendi,S.1989.Metode Penelitian Survei.Jakarta:LP3S. Soeratno .1995. Metodologi Penelitian. Yogyakarta:UUP AMP YKPN. Suwondo, Elya Febrita, Mahmud Alpusari. 2004. Kualitas Biologi Perairan Sungai Senapelan, Sago dan Sail di kota Pekanbaru Berdasarkan Bioindikator Plankton dan Bentos. Jurnal Biogenesis 1(1): 15-20 Suhana.2008.Pengakuan Keberadaan Kearifan Lokal Lubuk Larangan Indarung Kabubapaten Kuantan Singingi Provinsi Riau dalm Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup.Commit Center For Ocean Development and Maritime Civilization Studies:1-8. Suwondo, 2004. Kualitas Biologi Sungai Senapela,Sago,Dan Sail Di Kota Pekanbaru Berdasarkan Bioindikator Plankton Dan Bentos: FMIPA FKIP,Universitas Riau Pekanbaru. Sutrisno,H.1987. Metodologi Research.Yogyakarta:Fak Psikologi UGM. Tambunan,R.Q & Laman. 2015. To Manage Of Lubuk Larangan As A Enviromental Wisdom In Salambue Village Panyabungan Kota Subdistrict Mandailing Natal Regency North Sumatra Province. Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Universitas Riau. 2(1):1-7).
104
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 ANALISIS PENGETAHUAN LINGKUNGAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL PADA POLA PEMUPUKAN, PERGILIRAN TANAMAN, KEBERSIHAN LADANG MASYARAKAT DI KABUPATEN KARO DAN DELI SERDANG Permata Ginting1 ) ,Syarifuddin2) dan Fauziyah Harahap2) Alumni Prodi Pendidikan Biologi Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan 2) Tenaga Pengajar Prodi Pendidikan Biologi Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan, Medan Email:
[email protected] 1)
ABSTRACT This type of research is ex post facto, the sampling technique used was stratified random sampling. This study aims to determine the level of environmental knowledge based on local wisdom on the pattern of fertilization, crop rotation and cleanliness of public fields in Karo and Deli Serdang. Data was collected using a questionnaire to calculate percentages. Knowledge society in terms of fertilization, farming communities have chosen manure and compost as a fertilizer major to restore soil fertility, but can not be separated from chemical fertilizers. Chemical fertilizer given to plants to see its development. The community also has been farming in rotation and in the hygiene field, to eradicate the weeds are still using herbicides. Keywords : environmental science, local wisdom, fertilization pattern, crop hygiene field
rotation,
ABSTRAK Jenis penelitian ini adalah eks post facto, teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah stratified random sampling. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan lingkungan berbasis kearifan lokal pada pola pemupukan, pergiliran tanaman dan kebersihan ladang masyarakat di Kabupaten Karo dan Kabupaten Deli Serdang. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan angket menghitung persentase. Pengetahuan lingkungan masyarakat dalam hal pemupukan, masyarakat petani telah memilih pupuk kandang dan kompos sebagai sebagai pupuk yang utama untuk mengembalikan kesuburan tanah, tetapi tidak terlepas dari pupuk kimia. Pupuk kimia diberikan kepada tanaman dengan melihat perkembanganya. Masyarakat juga telah bertanam secara bergilir dan dalam kebersihan ladang, untuk membasmi gulma masyarakat masih menggunakan herbisida. Sumber pengetahuan lingkungan yang berbasis kearifan lokal baik pada masyarakat di Kabupaten Karo maupun di Kabupaten Deli Serdang adalah dari orangtua. Kata kunci :pengetahuan lingkungan, kearifan lokal, pemupukan, pergiliran tanaman, kebersihan ladang. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Turnbull (2002) mengemukakan bahwa adanya perubahan radikal dimasyarakat akibat adanya pengaruh dari modernisasi dan globalisasi. Pengetahuan tentang alam dan fenomena 105
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 alam tetap menjadi panduan bagi masyarakat untuk melakukan aktivitas. Bagi masyarakat local, mengetahui fenomena alam merupakan suatu keharusan untuk meraih hasil yang maksimal.
Demikian halnya dalam pemanfaatan lahan perladangan untuk usaha pertanian di Kabupaten Karo dan Kabupaten Deli Serdang terlihat banyak pengetahuan lokal yang berkembang sebagai kearifan dari masyarakatnya dalam mendayagunakan sumberdaya lahan. Upaya mempertahankan kelangsungan hidupnya petani di lahan perladangan tetap berupaya memahami dan memanfaatkan lingkungan lahan perladangan yang mereka geluti. Struktur mata pencaharian masyarakat adalah lebih didominasi oleh petani lahan kering. Tanaman sayuran yang menjadi komoditi masyarakat di Kabupaten Karo adalah kol, tomat, cabai, kentang, wortel serta tanaman jenis lainnya, demikian juga untuk Kabupaten Deli Serdang seperti sawi, kacang panjang, terong, cabai, timun, kangkung, bayam dan sebagainya. Kabupaten Karo dan Kabupaten Deli Serdang merupakan daerah yang memiliki adat, kebudayaan dan kearifan lokal. Sistem yang digunakan dalam pengelolaan dan pemanfaatan petani lahan kering sangat sederhana dan alami. Kenyataan bahwa sistem dan pola tanam yang dilakukan mampu bertahan. Pola dan sistem pertanian yang dilakukan masyarakat di Kabupaten Karo dan masyarakat di Kabupaten Deli Serdang dalam pengelolaan pertanian lahan kering dalam rangka menjaga kesuburan tanah sehingga mampu bertahan tanpa menimbulkan dan meninggalkan kerusakan yang berarti terhadap lahan yang diolah. Dapat mengakibatkan perbedaan pemahaman dan perlakuan mereka terhadap lahan perladangan di masing-masing kabupaten ini. Kabupaten Karo dan Kabupaten Deli Serdang adalah daerah yang memiliki adat, kebudayaan dan kearifan lokal dalam setiap kegiatan perladangan yang dilakukan oleh petani tradisional yang telah mentradisi secara turun temurun. Dominasi dan tingkat keberhasilan petani dalam mensuplai produk sayuran dilakukan dengan cara dan metode bercocok tanam berasaskan kearifan lokal yang dimiliki, dengan kata lain selama ini masyarakat di Kabupaten Karo dan masyarakat di Kabupaten Deliserdang mengolah lahan sampai sekarang masih mampu bertahan dalam mengolah lahan dan bercocok tanam untuk satu atau lebih suatu komoditas, lahan yang digunakan dan diolah masih mampu memberikan kemanfaatan dan kegunaannya sebagai tubuh alami untuk bercocok tanam satu atau lebih suatu komoditas dengan pola yang sama dan hasil yang hampir sama pula. Hal tersebut menginspirasi untuk melakukan suatu kajian deskripsi bagaimana sebenarnya pengetahuan lingkungan dan sikap terhadap pola pemupukan, pergiliran tanaman 106
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 dan kebersihan ladang berbasis kearifan lokal pada anak-anak petani di Kabupaten Karo Dan Kabupaten Deliserdang. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Apakah ada perbedaan pergiliran tanaman, pemupukan,
kebersihan ladang pada
masyarakat di Kabupaten Karo dan Kabupaten Deli Serdang? 2. Berasal dari manakah
sumber pengetahuan lingkungan berbasis kearifan lokal pada
pemupukan, pergiliran tanaman dan kebersihan ladang masyarakat di Kabupaten Karo dan Kabupaten Deli Serdang? Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan pergiliran tanaman, jenis pupuk, kebersihan ladang pada masyarakat di Kabupaten Karo dan Kabupaten Deli Serdang. 2. Untuk mengetahui sumber pengetahuan masyarakat tentang pengetahuan lingkungan berbasis kearifan lokal pada pola pemupukan, pergiliran tanaman dan kebersihan ladang masyarakat di Kabupaten Karo dan Kabupaten Deli Serdang.
METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Karo dan Kabupaten Deli Serdang. Penelitian ini berlangsung dari bulan Januari s/d maret 2016. Populasi dan Sampel Penelitian Populasi pada penelitian ini adalah petani, anak-anak petani di Kabupaten Karo dan Kabupaten Deli Serdang dengan tingkat pendidikan SD, SMP dan SMA. Di Kabupaten Karo terdiri dari lima kecamatan yaitu : kecamatan Kabanjahe ; desa Samura, kecamatan Berastagi ; desa Raya, kecamatan Barus Jahe ; desa Tiga Jumpa, kecamatan Tiga Panah ; desa Tiga Panah, kecamatan Merdeka ; desa Merdeka. Setiap desa terdiri dari lima kepala keluarga (kk). Di Kabupaten Deli Serdang terdiri dari lima kecamatan yaitu : kecamatan Sibolangit ; desa Sikeben, kecamatan Pancur Batu ; desa Namo Bintang, kecamatan Namo Rambe ; desa Namo Rambe, kecamatan Kutalimbaru ; desa Kutalimbaru, kecamatan Sibiru-Biru ; desa Aji Baho. Setiap desa terdiri dari lima kepala keluarga (kk). Sekolah yang dijadikan tempat penelitian di Kabupaten Karo adalah : SD Negeri No. 040450 Kabanjahe, kelas 6 ( satu kelas ), SMP Negeri 3 Berastagi, Kelas 8 ( satu kelas), SMA Negeri 107
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 1 Barus Jahe, Kelas 11 (satu kelas). Sekolah yang dijadikan tempat penelitian di Kabupaten Deli Serdang adalah : SD Negeri No. 101843 Bandar Baru, Kelas 6 (satu kelas), SMP Negeri 1 Sibolangit Desa Sikeben, Kelas 8 (satu kelas), SMA Negeri 1 Sibolangit, Kelas 11 (satu kelas). Sampel Dan Teknik Pengambilan Sampel Sampel pada penelitian ini adalah : untuk petani dipilih 5 kecamatan dalam setiap kabupaten. Setiap 1 (satu) kecamatan dipilih 5 (lima) desa, setiap desa dipilih 5 (lima) kepala keluarga (KK), jadi setiap kabupaten ada 25 (dua puluh lima) kepala keluarga. Disetiap kabupaten juga dipilih 3 sekolah ; 1 (satu) kelas tingkat SD, 1 (satu) kelas tingkat SMP, 1 (satu) kelas tingkat SMA. Untuk siswa SD dipilih kelas 6 (enam), tingkat SMP dipilih kelas 8 (delapan), tingkat SMA dipilih kelas 11 (sebelas) jadi masing-masing satu kelas. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini mewakili siswa dari tingkat SD, SMP, SMA dan petani di Kabupaten Karo dan Kabupaten Deli Serdang. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah stratified random sampling yaitu cara pengambilan sampel dengan memperhatikan strata (tingkatan) didalam populasi. Jenis Dan Desain Penelitian Jenis penelitian ini adalah eks post facto, data yang dikumpulkan pada penelitian ini berdasarkan fakta yang sudah ada sebelumnya tanpa melakukan perlakuan pada unit sampel penelitian. Untuk lebih memudahkan penemuan tentang pengetahuan lingkungan
terhadap
pola pemupukan, pergiliran tanaman dan kebersihan ladang berbasis kearifan lokal masyarakat di Kabupaten Karo Dan Kabupaten Deli Serdang dibuat desain sebagai berikut:
Lokasi:
Pola Pemupukan
- DS - Karo Pengetahuan
-SD
Pergiliran Tanama
Kebersihan Ladang
-SMP -SMA -Petani Gambar 1 . Desain Penelitian
108
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 Teknik Pengumpulan Data Angket Dalam penelitian ini, pengumpulan data dilakukan dengan memberikan angket untuk diisi dan angket tidak dibawa pulang. Konsep pengetahuan lingkungan pertanian dikumpulkan dengan menggunakan tes objektif (pilihan berganda sebanyak 32 soal). Nomor urut soal 1 sampai 24 merupakan pengetahuan lingkungan pertanian, yang di beri skor 1 apabila benar dan diberi skor nol apabila salah. Untuk nomor urut soal 25 sampai 32 merupakan pengetahuan deskriptif, fakta yang dilakukan masyarakat terhadap lahan pertanian mereka. Pengolahan Data Untuk analisis data digunakan program SPSS versi 19. Menghitung Presentase Tentang Pengetahuan Lingkungan Menghitung presentase kelompok jawaban deskriptif responden, tentang pengetahuan lingkungan terhadap pola pemupukan, pergiliran tanaman dan kebersihan ladang berbasis kearifan lokal dengan menggunakan rumus: % Jawaban =
. Keterangan P = Jumlah responden pada setiap kelompok jawaban, N
= Jumlah responden yang dijadikan sampel. Pergiliran Tanaman, Pupuk, dan Kebersihan Ladang di Kabupaten Karo dan Deli Serdang 1) Pergiliran Tanaman Pergiliran Tanaman di Kab. Karo dan Kab. Deli Serdang ditampilkan pada Tabel 1. Tabel 1. Pergiliran Tanaman di Kab. Karo dan Kab. Deli Serdang Kabupaten Karo
%
Kabupaten Deli Serdang
%
Kol- cabai- jagung- kentang
3,5
Kacang tanah- terung- jagung- ubi kayu
3,9
Kol- cabai- tomat- sayur putih Kol- cabai- tomat- buncis
3,5
Cabai- tomat- timun- terung
2,9
2,6
Cabai- tomat- kacang tanah- ubi kayu
2,9
Kol- cabai- tomat- jagung
2,6
2,9
Kol- cabai- tomat- wortel
2,6
Kol- cabai- tomat- kentang
2,6
Timun- kacang panjang- jagung- ubi kayu Timun- kacang panjang- terung- ubi kayu Cabai- kacang panjang- terung- jagung
Kol- cabai- terung- jagung
2,6
2
Cabai- tomat- buncis-terung
1,7
Kacang panjang- terung- jagung- ubi kayu Cabai- kacang tanah- jagung- jahe
Cabai- tomat- terung-jagung
1,7
Cabai- terung- jagung- ubi kayu
2
Cabai- tomat- jagung- wortel
1,7
Kacang panjang- terung- ubi kayugambas
1
2,9 2
2
109
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 Dari tabel diatas berdasarkan persentase dapat disimpulkan bahwa masyarakat lebih memilih pola pergiliran tanaman yang pertama adalah sebanyak (3,5%) adalah kol-cabaijagung-kentang artinya masyarakat menanam kol setelah panen kol kemudian ditanam cabai, setelah panen cabai masyarakat menanam jagung, setelah panen jagung kemudian ditanam kentang. Di daerah Kabupaten Deli Serdang berdasarkan persentase jenis pergiliran tanaman yang paling banyak ditanam secara bergilir pada pola pertama adalah kacang tanah-terungjagung-ubi kayu (3,9 Jenis Pupuk Tabel 2 Persentase Pupuk Yang Dipilih di Kabupaten Karo Dan Deli Serdang Kabupaten Karo
%
Kabupaten Deli Serdang
%
Pupuk kandang, kimia, kompos
43,47 Pupuk kandang, kimia
30,39
Kandang, kompos
20,86 Pupuk kandang,kimia,kompos
27,45
Kandang
6,08
Pupuk kandang, kompos
14,70
Kimia
3,47
Pupuk kandang
9,80
Kompos
6,86
Pupuk kimia
7,84
Pupuk kimia, kompos
2,60
Kompos
6,86
Pupuk kandang, kimia
0,86
Pupuk kimia, kompos
2,94
Berdasarkan tabel diatas hasil yang diperoleh dari responden mengenai pengetahuan lingkungan tentang pemilihan pupuk menurut status di Kabupaten Karo dan Deli Serdang adalah masyarakat telah menyadari pentingnya penggunaan pupuk kandang dan kompos sebagai pupuk utama dan pupuk kimia sebagai tambahan saja dengan melihat perkembangan dari tanaman. Kebersihan Ladang Pemeliharaan kebersihan ladang di Kabupaten Karo dan Kabupaten Deli Serdang sudah memadai, karena dilingkungan perladangan tidak ditemukan sampah-sampah seperti botol-botol plastic dari herbisida maupun pestisida, ladang mereka juga bersih dari gulma. Sampah-sampah tersebut mereka kumpulkan lalu dibakar. Dalam pembukaan lahan perladangan, mereka membasmi rumput dengan herbisida karena menurut para petani lebih efektif.
110
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 Tabel 3 Persentase Herbisida Yang Dipilih Di Kabupaten Karo Dan Deli Kabupaten Karo
%
Kabupaten Deli Serdang
%
Roundop
42,6
Gramoxon
42,2
Gramoxon
33,30
Roundop
35,3
Sapurata
11,3
Sapurata
15,7
Matador
8,7
Sidafos
3,9
Sidafos
3,5
Glifosat
2,9
Glifosat
0,9
Basmilang
1,0
Total
100
Total
100
Sumber Pengetahuan Masyarakat (Petani Dan Anak-Anak pemupukan, Pergiliran Tanaman Dan Kebersihan Ladang
Serdang
Petani)
tentang
Sumber pengetahuan petani di Kabupaten Karo dan Kabupaten Deli Serdang tentang pengetahuan lingkungan pertanian yang mendominasi baik dari tingkat petani, siswa SMA, siswa SMP, siswa SD adalah dari orangtua ditampilkan pada Tabel 4. Tabel. 4 Sumber Pengetahuan Lingkungan di Kabupaten Karo Dan Kabupaten Deli Serdang Status Kabupaten Karo Petani Penyuluh pertanian, orangtua Orangtua Ruang public (kedai kopi)
% 68 20 12
Kabupaten Deli Serdang Penyuluh pertanian, orangtua Orangtua Orangtua, baca buku Orangtua, ruang publik
% 44
SMA
Orangtua Penyuluh pertania, orangtua, baca buku Guru, penyuluh pertanian, orangtua, baca buku Orangtua, baca buku Guru, orangtua, baca buku Guru, penyuluh pertanian Guru, orangtua, baca buku Ruang public
30
Guru, orangtua Orangtua Guru, orangtua, baca buku Penyuluh pertanian, orangtua
75,86 17,24
Orangtua Guru, orangtua Guru, orangtua, baca buku Penyuluh pertanian, orangtua Guru,penyuluh pertanian, orangtua,baca buku Guru, penyuluh pertanian,
23,33 20 16,66 16,66
Orangtua Guru, penyuluh pertanian, orangtua, baca buku Guru, penyuluh pertanian, orangtua
33,33
SMP
23 20
44 4 8
3,44 3,44
10 6,66 3,33 3,33 3,33
10
28,57 14,28 14,28 111
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016
SD
orangtua Penyuluh pertanian
10 3,33
Orangtua Guru, penyuluh pertanian, orangtua Guru, penyuluh pertanian, orangtua, baca buku Guru, orangtua Guru, orangtua, baca buku Guru Guru, penyuluh pertanian Penyuluh pertanian Penyuluh pertanian, orangtua
23,33 23,33
13,33 13,33 13,33 3,33 3,33 3,33 3,33
Guru, orangtua Guru, penyuluh pertanian Guru, orangtua, baca buku Guru Orangtua Guru, orangtua Guru, penyuluh pertanian, orangtua Guru, penyuluh pertanian Guru, penyuluh pertanian, orangtua, baca buku
4,76 4,78 37,03 25,92 14,81 11,11 3,70 3,70
Pembahasan Pergiliran tanaman (sequential cropping), yaitu penanaman dua atau lebih tanaman secara berurutan/bergilir pada sebidang tanah yang sama setiap tahun dimana tanaman berikutnya ditanam setelah tanaman pertama dipanen (Sanchez, 1993). Masyarakat petani di Kabupaten Karo lebih memilih menanam tanaman yang harganya saat panen nanti harganya tinggi. Tanaman yang dianggap lebih menguntungkan dibandingkan tanaman yang lainnya adalah lebih memilih menanam kol, tomat dan cabai. Meskipun terkadang mereka dapat juga menderita kerugian akibat setelah panen ternyata harganya jatuh, tetapi mereka tetap mereka lebih banyak menanam jenis tanaman tersebut disamping masih banyak lagi jenis tanaman yang lain. Dalam pergiliran tanaman di Kabupaten Karo masyarakat lebih banya memilih dengan pola tanam bergilir yaitu : kol – cabai – jagung – kentang dan kol – cabai – tomat – sayur putih. Alasan petani bertanam demikian adalah karena dengan menanam tanaman tersebut secara bergilir petani tidak akan rugi meskipu harga dipasaran tidak stabil. Di Kabupaten Deli Serdang lebih banyak menanam jagung, ubi kayu, kacang panjang dan terung. Masyarakat petani di Kabupaten Deli Serdang untuk pergiliran tanman lebih memilih jenis tanaman kacang tanah – terung – jagung- ubi kayu. Menurut penelitian Alfon dan Hedayana, (2010) keuntungan usaha tani secara pergiliran tanaman adalah mengurangi/meniadakan kompetisi antara jenis tanaman, mengurangi investasi gulma/hama/penyakit, mempermudah penerapan mekanisasi pertanian, dan pemanfaatan sisa tanaman maupun pupuk bagi pertanaman berikutnya serta meningkatkan intensitas tanam. Menurut penelitian Gunawan, Hidayat,Purnomo (2013) keuntungan yang dirasakan petani dalam penggunaan pupuk organik adalah dapat mengembalikan kesuburan tanah. Pemberian pupuk kandang sangat mendukung pertumbuhan tanaman karena dapat memperbaiki sifat fisik dan biologi tanah (Matters dkk, 1977). 112
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 Menurut sukma dan Yakub (1991), mengemukakan bahwa penggunaan herbisida pada suatu lahan sering menyebabkan perubahan species gulma yang lain menjadi dominan, misalnya pengendalian gulma Imperata cylindrical diikuti pertumbuhan Paspalum conjugatum.
KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian diatas diperoleh beberapa simpulan yaitu : 1.
Masyarakat di Kabupaten Karo dan Kabupaten Deli Serdang telah memilih bertanam secara bergilir.
2.
Dalam hal pemupukan masyarakat menggunakan pupuk kandang, kompos sebagai pupuk utama dan pupuk kimia hanya sebagai tambahan.
3.
Untuk kebersihan ladang dalam hal membasmi gulma masyarakat menggunakan herbisida dilakukan pada saat pembukaan ladang.
4.
Sumber pengetahuan lingkungan yang berbasis kearifan lokal di Kabupaten Karo dan Deli Serdang bagi pengetahuan petani tentang pengetahuan lingkungan pertanian yang utama berasal dari orangtua.
DAFTAR PUSTAKA Alfons, Hedayana, R. (2010). Analisis Finansial Sistem Pengelolaan Tanah Untuk Usaha Tani Berbasis Kedelai Di Lahan Kering. Jurnal Budidaya Pertanian, Vol. 6. No. 1, Juli 2010, Hal. 30 – 38 Apriadi. 2009. Menghindari, Mengolah dan menyingkirkan Sampah, Abdi Tandur, Jakarta. David L. Jordan, Jack E. Bailey, J. Steven Barnes, Clyde R. Bogle, S. Gary Bullen, A. Blake Brown, Keith L. Edmisten, E. James Dunphy, and P. Dewayne Johnson. 2002. Yield and Economic Return of Ten Peanut- Based Cropping Systems. Agron. J. 94: 12891294. Jumberi, A. 2002. Kearifan Lokal dalam budidaya padi di lahan rawa pasang surut. Dalam Kearifan Budidaya Lokal lahan Rawa. Badai Besar Sumber Daya Lahan Pertanian. Banjarbaru/Bogor.Jakarta. J. Ekoton Vol. 8, No. 2. Hal. 1-24, Oktober 2008. ISSN 1412-3487. Yunita, 2012. Developing local wisdom as the basic of intergrated extension Mungmachon, R. 2012. Knowledge and Local Wisdom : Community Treasure, International Journal of Humanities and Social Science Vol. 2 No. 13 ; July 2012. Mathers, A.C, Steward dan Thomas J.D. 1977. Manure effects on water stability and run off quality from irrigation grain sorghum plot, Soil Sci. Am. J. 41: 782-784 McCalla, T.M. 1975. Use of animal waste as a soil amendement in organic material as fertilizer. Soil Bull. 27. Rome: Sida and FAO. Pp : 83088 113
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 Muhaimin,2005. Membangun Kecerdasan Ekologis, Model Pendidikan untuk meningkatkan Kompetensi Ekologis. ALFABETA. Bandung Rahayu, M. Royyani, M,F. dan Rugayah. ( 2009 ). Pengetahuan Lokal tentang Lingkungan Studi Kasus Etnis Wawoni, Sulawesi Tenggara, J. Tek. Ling. Vol. 10 No.2 Mei 2009 ISSN, Hal 129-139. Suhartini. 2009. Kajian Kearifan Lokal Masyarakat dalam Pengelolaan sumberdaya Alam dan Lingkungan, Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta. Sutedjo, M. 1985. Teknologi Konservasi Tanah dan Air. Bina Aksara, Jakarta. Turnbull, C.M. 2002. The Mbuti Pygmies : Changew and Adaptation. Wadworth. Thomson Learning 10 Davis Drive Belmont, CA. USA. Utina, R. 2012. Kecerdasan Ekologis Dalam Kearifan Lokal Masyarakat Bajo Desa Torosiaje Propinsi Gorontalo,Prosiding Konferensi Dan Seminar Nasional Pusat Studi Lingkungan Hidup Indonesia ke 21, 13-15 September, ISBN; 978-602-18848-0-5 hal. 14-20.
114
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 PENGAMATAN PEMBELAHAN MITOSIS SEL PADA AKAR Allium cepa L. Pebri Haloho1) Hafizhah Dini Nasution1), Arif Rahman Hakim1), Leni Herawati1), Parningotan Siagian1), Haryati1), Irmayati1), Haji Hamidun1) Mahasiswa Prodi Pendidikan Biologi Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan, Medan Email:
[email protected]. ABSTRACT The aim of this mini research is to observe the phases of mitotic division in onion (Allium cepa L.) root cells. The cells in the roots of onion still meristematis, this allows the phase of cell division at root of the onion can be observed. Before observing, onions are soaked for a week so that the roots grow, and then the onion root tips are choosen to be preparations. The first step to make preparations, the roots of onions are cut about 5 mm by 5 pieces, fixed with 45% acetic acid and hydrolyzed with 1N HCl, then washed thoroughly with akuabides. Before the technique of squash, onion roots are stained with a ceto-carmin for 2 hours, then squash on object glass and covered with a cover glass. Observations are done with binocular light microscope. Observations’ result shows adjacent cell nucleus with microscope magnification 40x10. Cell nucleus adjacent to each other is a new cell divides. Plasma cells have been divided into two parts and formed the dividing wall in the middle of the cell. There are several factors which we assume as the things that cause all phase of mitosis onion root not be look. First, the preparations taking root onion begins about 10:00 in the morning. The second factor is the technique of squash is done still too thick, so there are many cells are stacked. Keywords : mitotic, root, union, cell division ABSTRAK Tujuan mini riset ini adalah untuk mengamati fase-fase pembelahan mitosis pada sel akar bawang merah (Allium cepa L.). Sel-sel pada akar bawang merah masih bersifat meristematis, hal ini memungkinkan fase pembelahan sel pada akar bawang merah dapat diamati. Sebelum melakukan pengamatan, bawang direndam selama 1 minggu agar akar bawang tumbuh, kemudian ujung akar bawang dipilih untuk dijadikan preparat. Langkah pertama pembuatan preparat, akar bawang dipotong sekitar 5 mm sebanyak 5 potong, difiksasi dengan asam asetat 45% dan dihidrolisis dengan HCl 1N, kemudian dicuci hingga bersih dengan akuabides. Sebelum dilakukan teknik squash, akar bawang diwarnai dengan aceto-carmin selama 2 jam, kemudian dilakukan squash pada gelas objek dan ditutup dengan kaca penutup. Pengamatan dilakukan dengan mikroskop cahaya binokuler. Hasil pengamatan didapatkan sel yang berdekatan nukleusnya dengan perbesaran mikroskop 40x10. Nukleus yang saling berdekatan kemungkinan besar merupakan sel yang baru membelah. Plasma sel telah terbagi menjadi dua bagian dan terbentuknya dinding pemisah di tengah-tengah sel. Ada beberapa faktor yang kami asumsikan sebagai hal-hal yang menyebabkan fase mitosis akar bawang tidak terlihat semua. Pertama, pengambilan preparat akar bawang dimulai sekitar pukul 10.00 pagi. Faktor kedua adalah teknik squash yang dilakukan masih terlalu tebal, sehingga masih banyak sel-sel yang bertumpuk. Kata Kunci: mitosis, akar, bawang merah, pembelahan sel
115
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 PENDAHULUAN Mitosis adalah pembelahan duplikasi dimana sel memproduksi dirinya sendiri dengan jumlah kromosom sel induk. Mitosis mempertahankan pasangan kromosom yang sama melalui pembelahan inti dari sel somatis secara berturut turut. Peristiwa ini terjadi bersamasama dengan pembelahan sitoplasma dan bahan-bahan di luar inti sel dan memiliki peran penting dalam pertumbuhan dan perkembangan hampir semua organisme. Mitosis memiliki beberapa tahapan meliputi profase metafase, anafase, dan telofase. Pada awal profase, sentrosom dengan sentriolnya mengalami replikasi dan dihasilkan dua sentrosom. Masing-masing sentrosom hasil pembelahan bermigrasi ke sisi berlawanan dari inti. Pada saat bersamaan, mikrotubul muncul diantara dua sentrosom dan membentuk benang-benang spindel, yang membentuk seperti bola sepak. Pada sel hewan, mikrotubul lainnya menyebar yang kemudian membentuk aster. Pada saat bersamaan, kromosom teramati dengan jelas, yaitu terdiri dua kromatid identik yang terbentuk pada interfase. Dua kromatid identek tersebut bergabung pada sentromernya. Benang-benang spindel terlihat memanjang dari sentromer (Campbell et al. 1999). Masing-masing sentromer mempunyai dua kinetokor dan masing-masing kinetokor dihubungkan ke satu sentrosom oleh serabut kinetokor. Sementara itu, kromatid bersaudara begerak ke bagian tengah inti membentuk keping metafase (metaphasic plate) (Campbell et al. 1999). Kemudian masing-masing kromatid memisahkan diri dari sentromer dan masingmasing kromosom membentuk sentromer. Masing-masing kromosom ditarik oleh benang kinetokor ke kutubnya masing-masing saat ini disebut fase anafase (Campbell et al. 1999). Ketika kromosom sampai ke kutubnya masing-masing, tahap ini disebut telofase. Kromosom tampak tidak beraturan dan jika diwarnai, terpulas kuat dengan pewarna histologi. Tahap berikut nya terlihat benang-benang spindel hilang dan kromosom tidak terlihat. Keadaan seperti ini merupakan karakteristik dari interfase. Pada akhirnya membran inti tidak terlihat diantara dua anak inti (Campbell et al. 1999). Sitokinesis. Selama fase akhir pembelahan mitosis, muncul lekukan membran sel dan lekukan makin dalam yang akhirnya membagi sel yang dewasa menjadi dua sel anak. Sitokinesis terjadi karena dibantu oleh protein aktin dan myosin (Campbell et al. 1999). Akar bawang adalah salah satu organ tanaman yang meristematis atau masih aktif mengalami pembelahan. Ada dua jenis pembelahan sel, pembelahan secara langsung yang disebut meiosis dan pembelahan secara tidak langsung yang disebut juga dengan mitosis (Setjo, 2004). 116
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 Tahapan pembelahan sel secara mitosis adalah profase, metafase, anafase, telofase. Fase-fase pembelahan sel tersebut terjadi pada ujung akar, mitosis terjadi dalam sel somatik yang bersifat meristematik, yaitu sel-sel yang hidup terutama yang sedang tumbuh (ujung akar dan ujung batang), mitosis pada tumbuhan terjadi selama mulai dari 30 menit sampai beberapa jam dan merupakan bagian dari suatu proses yang berputar dan terus menerus.
METODE PENELITIAN Mini riset ini menggunakan bawang merah (Allium cepa L.) yang telah dibiarkan selama seminggu sampai akar bawang tumbuh. Pembuatan preparat dilakukan dengan memotong tudung akar bawang merah, kemudian akar dipotong sepanjang 0,5 mm. 1.
Fiksasi Akar difiksasi selama 15 menit dengan larutan asam asetat glacial 45% pada suhu 4oC atau dapat dimasukkan kedalam es batu. Tujuan fiksasi adalah untuk menghentikan dan menetapkan jaringan pada titik akhir kehidupan sel (Gunarso, 1998; Jahier et al., 1996).
2.
Hidrolisis Selagi akar bawang difiksasi, panaskan 250 ml air hingga suhu 60oC. Setelah 15 menit fiksasi, ambil akar bawang dan cuci dengan akuades. Selanjutnya lakukan hidrolisis pada akar bawang dengan merendam akar dalam larutan HCl 1N. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan sel-sel yang menyebar akibat terlarutnya lamela tengah pada jaringan meristem yang belum kuat. Kemudian panaskan akar bawang yang direndam dengan HCl 1N kedalam air panas dengan suhu 60oC, agar reaksi hidrolisis lebih cepat berlangsung.
3.
Pencucian Setelah 5 menit, ambil akar bawang dan cuci dengan akuabides agar sisa asam tidak tertinggal pada sel-sel akar bawang.
4.
Pewarnaan Kemudian lakukan pewarnaan kromosom sel dengan merendam akar bawang dengan larutan aceto-carmin, dan biarkan selama 2 jam agar pewarna meresap.
5.
Squashing (Pemencetan) Setelah 2 jam, ambil akar bawang dari larutan aceto-carmin, dan diletakkan pada gelas objek dan diteteskan cairan gliserin (perekat) pada akar, kemudian tutup akar dengan gelas penutup (cover glass). Lakukan teknik squash atau pemencetan pada 117
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 akar bawang dengan ibu jari, agar sel-sel akar bawang tidak bertumpuk dan memudahkan ketika dilakukan pengamatan di bawah mikroskop. 6.
Pengamatan Pengamatan dilakukan dengan menggunakan mikroskop cahaya binokuler. Selanjutnya tahap mengamati dan menemukan sel-sel yang sedang dalam tahap pembelahan sel.
HASIL DAN PEMBAHASAN Mini riset ini dilakukan untuk mengamati fase-fase pembelahan mitosis pada sel akar bawang merah, serta dapat mengamati morfologi kromosom pada fase pembelahan mitosis pada akar bawang merah. Menurut Suryo (1995) pengamatan kromosom dapat dilakukan pada saat sel membelah. Pemilihan akar sebagai organ pengamatan sel didasarkan atas struktur akar bawang yang cukup sederhana tidak seperti daun yg banyak terdiri atas banyak jenis sel dan organel sel yang beragam (trikoma, vakuola). Tidak semua akar digunakan dalam mini riset ini, hanya ujung akar dengan panjang sekitar 5 mm yang digunakan karena ujung akar memiliki sel-sel yang lebih aktif membelah dibandingkan bagian sel-sel akar lainnya. Akar bawang dipotong menjadi 5 bagian dengan masing-masing berukuran 5 mm. Hal ini bertujuan untuk melihat perbedaan fase mitosis di setiap potongannya. Akar bawang adalah salah satu organ tanaman bawang yang aktif mengalami pembelahan sel, karena bersifat meristematis. Pemilihan akar sebagai organ pengamatan sel didasarkan atas struktur akar bawang sendiri yang cukup sederhana tidak seperti daun yang banyak terdiri atas banyak jenis sel dan organel sel yang beragam (trikoma, vakuola). Tidak semua akar digunakan dalam penyiapan preparat, hanya ujung akar yang bagian tudung akarnya telah dibuang kemudian akar dipotong dengan panjang sekitar 5 mm. Karena bagian akar tersebut memiliki sel-sel yang lebih aktif membelah dibandingkan bagian sel-sel akar lainnya. Akar bawang dipotong menjadi 5 bagian. Hal ini bertujuan untuk melihat adakah perbedaan fase mitosis di setiap potongannya. Sebelum praktikan mengamati sel akar bawang merah tersebut, ada beberapa perlakuan yang dilakukan pada akar bawang merah. Pertama, perendaman akar bawang selama 1 minggu yang bertujuan untuk menumbuhkan akar bawang, memastikan akar akar bawang tidak rusak sebelum treatmen diberikan. Kedua, akar bawang merah difiksasi dalam asam asetat glacial 45% selama 15 menit pada suhu 4˚C, hal ini bertujuan agar aktivitas seluler dalam sel terhenti dan tetap dalam posisi seperti saat terjadinya aktivitas sel. Diharapkan saat difiksasi sel sedang pada fase pembelahan, agar aktivitas sel dapat diamati. 118
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 Dengan demikian proses mitosis yang mungkin terjadi pada waktu pemotongan dapat terhenti dalam keadaan terfiksatif sehingga pada saat pengamatan di bawah mikroskop akan dapat menunjukkan aktivitas sel-sel meristem ujung akar. Perendaman dengan asam klorida berfungsi untuk melunakkan dinding sel agar mempermudah masuknya zat pewarna dan mempermudah saat pemotongan serta menghentikan proses pembelahan. Selain itu, pemberian asam klorida juga dapat memperjelas batas tudung akar dengan sel-sel diatasnya. Sehingga tudung akar akan terlihat lebih putih dibandingkan bagian lain dari akar bawang merah (jika tudung belum dipotong). Selanjutnya dilakukan pencucian dengan aqua bidestilata, bertujuan untuk menghilangkan sisa-sisa asam yang masih tertinggal pada akar. Dikhwatirkan jika masih ada asam tersisa maka pewarna akan sulit untuk diserap oleh sel.
Hasil pengamatan yang diperoleh tidak semaksimal apa yang diharapkan. Dari beberapa potongan akar yang diamati hanya ada satu preparat saja yang cukup dapat terlihat dengan jelas.
2
1
3
Gambar 1. Sel akar bawang diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 40x10. Keterangan gambar: 1. Tumpukan sel akar bawang 2. Nukleus yang saling berdekatan 3. Dinding sel yang sudah terpisah
Gambar 1 diatas
merupakan hasil pengamatan yang didapatkan. Gambar yang
dilingkari merah merupakan inti sel (nukleus) yang saling berdektan. Dari pengamatan yang kami dapatkan bahwa inti sel yang saling berdekatan kemungkinan besar merupakan sel yang baru saja membelah (telofase). Pada tahap telofase tiap kutub sel terbentuk stel kromosom yang identik. Selaput gelendong inti lenyap dan dinding inti terbentuk lagi. Kemudian plasma 119
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 sel terbagi lagi menjadi dua bagian, proses tersebut dikenal sebagai sitokinesis. Pada sel tumbuhan sitokinesis ditandai dengan terbentuknya dinding pemisah di tengah-tengah sel. Ada beberapa faktor yang kami asumsikan sebagai hal-hal yang menyebabkan fase mitosis akar bawang tidak terlihat. Pertama, faktor waktu biologis tanaman mengalami pembelahan. Pada dasarnya, di alam tumbuhan mengalami pembelahan meristematis optimum pada saat pagi hari (berhubungan dengan waktu fotosintesis). Waktu optimum pembelahan diketahui sekitar pukul 09.00 pagi. Siklus sel bawang merah kultivar Samas berlangsung pada pukul 08.00-12.00 WIB. Fase prometafase paling banyak ditemukan pada pukul 09.00 WIB. Penentuan fase prometafase penting dilakukan karena pada fase ini kromosom dalam keadaan tersebar dan terlihat dengan jelas sehingga karakter kromosom dapat diamati dan diukur (Tyas, 2014). Faktanya, pengambilan preparat akar bawang dimulai sekitar pukul 10.00 pagi. Hal tersebut kami asumsikan penyebab utama ketidakhadiran fase mitosis, dengan alasan fase mitosis telah berlangsung, dan pada saat pukul 10.00 tersebut, sel telah membelah sempurna sehingga tidak terlihat proses pembelahannya. Faktor kedua menurut kami yang sangat berpengaruh terhadap hasil percobaan adalah pada teknik squash. Untuk dapat menghasilkan percobaan yang baik memang diperlukan teknik squash yang tepat yakni harus ditekan hingga sangat tipis namun tidak diperbolehkan juga terlalu keras karena dapat menyebabkan sel mengalami kerusakan. Diperkirakan ada kesalahan dalam proses squash ini. Selain itu, warna preparat yang kami amati tidak begitu terang dan tidak dapat memperlihatkan kromosom dengan warna yang kami inginkan. Hal ini dikarenakan kurang lamanya proses pewarnaan. Parjanto et al. (2003) menyatakan bahwa pewarnaan kromosom dapat dilakukan dengan cara merendam cuplikan akar pada larutan aceto orcein 2% selama 24 jam pada suhu kamar. Cara ini menghasilkan pewarnaan yang baik dan jelas untuk pengamatan bentuk dan ukuran kromosom.
KESIMPULAN Dari hasil mini riset yang kami dapatkan, fase yang tampak pada sel akar bawang adalah fase telofase dimana plasma sel telah terbagi menjadi dua bagian dan terbentuknya dinding pemisah di tengah-tengah sel yang sering disebut dengan sitokinesis. Untuk mengamati fase pembelahan sel, harus memperhitungkan waktu optimal untuk sel tumbuhan aktif membelah, yaitu pukul 09.00 WIB agar hasil yang di dapatkan maksimal. Dan juga proses pewarnaan sebaiknya dilakukan lebih lama, agar warna dapat meresap dan ketika pengamatan dengan mikriskop, sel dan bagian-bagian sel tersebut dapat terlihat dengan jelas. 120
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 Kemudian teknik squash dilakukan agar sel tidak bertumpuk saat pengamatan. Karena hal itu semua sangat mempengaruhi hasil pengamatan sel.
DAFTAR PUSTAKA Gunarso, W. 1988. Sitogenetika. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Jahier, J., Chevre, A.M., Eber, F., Delourme, R., and Tanguy, A.M. 1996. Techniques of Plants Cytogenetics. Lebanon: Science Publisher Inc. Parjanto, S., Moeljopawiro, W.T., Artama, dan A. Purwantoro. 2003. Kariotip Kromosom Salak. Zuriat. 14 (2) : 21-28. Setjo, S. 2004. Anatomi Tumbuihan. Malang: JICA. Suryo. 1995. Sitogenetika. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada Press. Tyas, D. A. 2014. Jumlah dan Panjang Absolut Kromosom Bawang Merah Kultivar Samas. Journal of Agronomika, 09 (2) : 236-240.
121
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 PENGARUH PEMBERIAN DOSIS GULA AREN (Arenga pinnata) TERHADAP CITA RASA SELAI KULIT PISANG RAJA (Musa paradisiaca L) Rabiyatul Adawiyah Tenaga Penajar pada Universitas Gunung Leuser, Kotacane. 24562. Aceh Email:
[email protected] ABSTRACT The effect of dose sugar (Aranga pinnata) the taste of leather banana jam king (Musa paradisiacal. L) and to know how many palm sugar is most appropriate in enhancing the taste of jam peel plantains (Musa paradisiacal. L). This research has been conducted on October 25, 2012 at the Laboratory FKIP-UGL Kutacane Southeast Aceh. The method used is the method of experiment with a completely randomized design. This study uses psychometric organoleptic test consisting of 25 panelists. Sugar Sugar is a percentage that is most appropriate in making jam plantain skin against rasa` on P4 (200 grams palm sugar) with 92% saying the number of likes, to scents in P3 (150 grams palm sugar) with 88% saying like, against texture on P4 (200 grams palm sugar) with 84% saying like, and the colors on P3 (150 grams palm sugar) with 80% saying the number of likes. So it can be concluded that the provision of the most appropriate palm sugar for jam making skin plantains (Musa paradisiaca L) is on P4 (200 grams palm sugar). Based on the results of the regression linearity test is F-count> F-table (157> 10.13 and 34.12) padacita taste in Accept, F-count> F-table (41.5> 10.13 and 34.12) on Thank scents, F-count> F-table (283.33> 10.13 and 34.12) on the texture on Accept and F-. count
F-tabel (157 > 10,13 dan 34,12) padacita rasa di Terima, F-hitung > F-tabel (41,5 > 10,13 dan 34,12) pada aroma di Terima, F-hitung > F-tabel (283,33 > 10,13 dan 34,12) pada tekstur di Terima dan F-. hitung < F-tabel (4,24< 10,13 dan 34,12) pada warna di Tolak.Terdapat pengaruh pemberian dosis gula aren (Arenga pinnata) terhadap cita rasa 122
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 selai kulit pisang raja (Musa paradisiacal. L). Ada pengaruh pemberian dosis gula aren (Arenga pinnata) terhadap rasa, aroma, tekstur akan tetapi pada warna di tolak. Kata Kunci : kulit pisang raja, selai, gula aren PENDAHULUAN Indonesia terletak di wilayah yang strategis karena diapit dua benua dan dua samudra. Hal tersebut menjadikan Indonesia memiliki beragam tumbuhan karena wilayahnya yang subur. Indonesia kaya akan komoditas pertanian dimana dalam era pembangunan saat ini sektor pertanian merupakan prioritas utama, namun demikian bukan berarti sektor-sektor lain diabaikan. Hal ini mengingat sebagian besar masyarakat Indonesia khususnya Aceh Tenggara hidup dari sektor pertanian. Sektor pertanian akan dapat menyediakan bahan makanan dalam keadaan mentah atau yang telah jadi, untuk diperdagangkan atau diolah menjadi bahan-bahan industri dan salah satu komoditas pertanian yang sangat digemari masyarakat ialah tanaman pisang. Hampir setiap orang gemar mengonsumsi buah pisang ( Musa paradisiaca L) , sampai - sampai terbentuk suatu lembaga dunia yang mengurusi masalah pisang yaitu International Network for Improvement of Banana and plantain (INIBAP) yang berkedudukan di Montpellier, Prancis. Kulit pisang yang sering dianggap masyarakat sebagai barang yang tak berharga, ternyata memiliki “ kandungan vitamin C, B, kalsium, protein, dan juga lemak yang cukup” seperti yang dijelaskan oleh (Sulfahri: 2008). Hal yang paling menunjang atau mendukung mengapa hal ini diangkat sebagai judul proposal saya ialah melihat budaya masyarakat kuta cane ketika musim lebaran mereka sering membuat kue contoh keripik pisang tapi hanya bagian daging buah saja yang di gunakan sisanya di buang saja, melihat hal tersebut maka saya beralternative memamfaatkan kulit pisang raja untuk di jadikan selai. Kekhasan gula aren dari segi kimianya dibandingkan dengan gula lainnya adalah bahwa gula aren mengandung sukrosa lebih tinggi (84 %) dibandingkan dengan gula tebu (20 %) dan gula bit (17 %). Dari segi kandungan gizinya, gula aren mengandung protein, lemak, kalium, dan fosfor yang lebih tinggi dibandingkan dengan gula tebu dan gula bit (Rachman Benny dalam Rumokoi, 1990 : 57). Selain itu juga saya ingin memamfaatkan sumberdaya alam yang tersedia dan dikelola secara maksimal. Salai buah biasa digunakan pada beberapa produk makanan seperti roti, kue kering, es cream, ceke dan pudding. Selain sebagai penambah cita rasa, penambahan selai buah pada beberapa produk makanan diharapkan dapat menambah nilai zat gizi yaitu sebagai penembah energi, karna banyak mengandung gula. Bahan dasar selai buah itu sendiri adalah buahbuahan yang merupakan sumber vitamin dan mineral. (Aceng ugan T. 2008 : 24) 123
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis berencana untuk memamfaatkan limbah pada kulit pisang mentah untuk dijadikan selai kulit pisang dan mencoba meneliti pengaruh pemberian dosis gula aren (Arenga pinnata) terhadap cita rasa selai kulit pisang raja (Musa Paradisiaca L)
METODE PENELITIAN Waktu penelitian pada tanggal 25 November tahun akademik 2012/2013. Penelitian ini telah dilaksanakan Laboratorium Biologi Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan Universitas Gunung Leuser ( FKIP - UGL ) Kutacane Kabupaten Aceh Tenggara. Populasi dalam penelitian ini adalah semua jenis kulit pisang raja yang ada di Kutacane, Kab.Aceh Tenggara, sedangkan yang menjadi sample dalam penelitian ini adalah 3000 gram kulit pisang raja (Musa paradisiaca L). Alat: baskom, cawan, pisau, gelas ukur, blender, sendok pengaduk, timbangan, kompor, termometer. Bahan: Kulit Pisang raja (Musa paradisiaca L), gula aren dan air. Metodelogi penelitian Penelitian ini dilakukan secara “eksperimental”, dan bersifat “deskriptif kualitatif” dengan rancangan acak lengkap (RAL) terdiri atas 5 perlakuan dan 3 ulangan. Perlakuan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan perebusan terhadap kulit pisang raja dengn gula aren dengan dosis yang berbeda. Adapun 4 perlakuan tersebut adalah: Po = Kulit pisang 200 gram + direbus dengan air 500 ml selama 30 menit tampa larutan gula aren P1 = Kulit pisang 200 gram + direbus dengan air 500 ml selama 30 menit + gula aren 50 gram P2 = Kulit pisang 200 gram + direbus dengan air 500 ml selama 30 menit + gula aren 100 gram P3 = Kulit pisang 200 gram + direbus dengan air 500 ml selama 30 menit + gula aren 150 gram P4 = Kulit pisang 200 gram + direbus dengan air 500 ml selama 30 menit + gula aren 200 gram. Tabel 1. Desain Percobaan dengan 5 Perlakuan 3 Ulangan U/P
Ulangan 1
Ulangan II
Ulangan III
P0
P0U1
P0U2
P0U3
P1
P1U1
PU2
P1U3
P2
P2U1
P2U2
P2U3
P3
P3U1
P3U2
P3U3
P4
P4U1
P4U2
P4U3
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian tentang kesukaan cita rasa selai kulit pisang raja ditampilkan pada Tabel 2.
124
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 Tabel 2: Tabel Persentase Kesukaan Cita Rasa selai kulit pisang raja Cita rasa Selai kulit pisang raja dalam (%) Perlakuan Rasa
(N)
Aroma
SS
S
KS TS
P0
4
8
32
P1
12 20
P2
12
P3
16
P4
Tekstur
SS
S
KS TS
SS
S
56
0
32
24
44
0
28 36
44
24
4
32
56
8
4
36
44
24
20
16
48 24
12
56
8
20
8
80
14
44 4 8
4
4
32 44
16
Warna
KS TS
SS
S
36
16
32
20
32
48
12
8
60
24
4
12 36
36
16
8
52
32
8
0
4
76
16
4
12
68
20
0
8
32 52
4
8
24
48
16
12
Keterangan: P =Perlakuan, SS=Sangat Suka, S=Suka,KS=Kurang Suka, TS=Tidak Suka
Persentase kesukaan tentang rasa ditampilkan pada Grafik 1. 60
50
40 Sangat Suka Suka
30
Kurang Suka Tidak Suka
20
10
0 P0
P1
P2
P3
P4
Grafik 2. Persentase kesukaan tentang aroma selai pisang Raja
125
KS TS
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 80 70 60 50
Sangat Suka Suka
40
Kurang Suka 30
Tidak Suka
20 10
0 P0
P1
P2
P3
P4
Grafik 3. Persentase kesukaan tentang tekstur selai Pisang Raja 80 70 60
Sangat Suka
50
Suka
40
Kurang Suka
30
Tidak Suka
20 10 0 P0
P1
P2
P3
P4
Grafik 4. Persentase kesukaan tentang warna selai Pisang Raja 70 60 50
Sangat Suka
40
Suka
30
Kurang Suka
20
Tidak Suka
10 0 P0
P1
P2
P3
P4
126
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 Untuk menghasilkan cita rasa selai kulit pisang raja (Musa paradisiaca L) yang berkualitas baik, maka kita harus memperhatikan semua hal-hal yang menyangkut masalah komposisi bahan yang di gunakan, julmah komposisi yang di perlukan bahkan prosedur kerja yang baik dan menghasilkan penilaian yang memuaskan dari penikmatnya ( panelis).
KESIMPULAN Dari hasil penelitian yang telah di laksanakan, maka dapat di simpulkan bahwa: 1. Dari hasil analisis penelitian dapa di kemukakan bahwa secara keseluruhan parameter penelitian berupa rasa, aroma, dan tekstur kecuali warna di tplak nilai F-Hitung > F-Tabel, di mana ada pengaruh pemberian gula aren (Arengan pinnata) terhadap cita rasa selai kulit pisang raja (Musa paradisiaca. L) 2. Takaran gula yang di gunakan untuk menghasilkan cita rasa selai kulit pisang raja yang baik ialah pada perlakuan P4 dengan pemberian gula 200 gram. 3. Ada pengaruh pemberian dosis gula aren (Arenga pinnata) terhadap rasa, aroma, tekstur akan tetapi pada warna di tolak.
UCAPAN TERIMAKASIH Terimakasih kepada Ibu Sitta Asarah Januarti, SP, M.,MA, Elliya Rahmi. S. Pd., MM, Bapak Dr. Muliadi Imami S.Ag., MSi, Bapak Rahedun dan Keluarga Besar UKMI AL-FATH UGL
DAFTAR PUSTAKA Aceng ugan T. 2008. Variasi olahan buah-buahan. Bandung. Anonim,
2010: aren.html
http://alamina-dodomis.com/testimon/16-kandungan-dan-manfaat-gula-
Hendro Soenarjono. 2002. Teknik Memanen Buah Pisang agar Berkualitas Baik.Trubus. Jakarta. Hendro Sunarjono 2004. Budi Daya Pisang dengan Bibit Kultur Jaringan. Penebar Swadaya. Bogor. Anonym. 2012. http://bingung-alamateopo.blogspot.com/2012/02/uji-organoleptik-dariwikipedia-bahasa.html. Khabib Bashori,2007.Aneka Olahan Pisang.Saka Mitra Kompetensi.Klaten. Irma, Laila dkk. 2010. Pemanfaatan Kulit Buah Pisang Sebagai Bahan Pangan Alternatif Melalui Program Pelatihan Pembu atan Dodol Kulit Pisang, K,Ripik Pisang, Manisan Kulit Pisangdan Selai Kulit Pisang Di Desa Olak – Alen Kecamatan Selopuro Kabupaten Blitar. Universitas Negeri Malang. Malang. 127
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 Marshall Janette. 2006. Makanan Sumber Tenaga. Erlangga. Jakarta. Maulim. 2002. Statistic Aplikasi dalam Penelitian. Universitas Sumatra Utara. Medan. Pujaatmaka. 1198. Kimia Dasar. PT Tarsito. Bandung. Redaksi Trubus. 2008. Berkebun Pisang Secara Intensif .Penebar Swadaya.Jakarta. Sri R. Dwiari, dkk. Teknologi Hasil Pangan. Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional, 2008. Soekarto ST. 2008. Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan. Jakarta. Suyanti Satuhu dan Ahmad Supriyadi. 2004. Pisang Budidaya pengolahan dan Prospek pasar. Penebar Swadaya. Jakarta. Suyanti Satuhu. 2008. Pisang. Penebar Swadaya. Jakarta.
128
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TIGA VARIETAS BAWANG MERAH (Allium cepa var ascalonicum L.) DATARAN RENDAH DI KABUPATEN DELI SERDANG SUMATERA UTARA Tumiur Gultom1), Endang Sulistyarini Gultom 1) dan Siti Sekar Wangi2) 1)
Dosen Prodi Biologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Medan. Jalan Willem Iskandar Psr V, Medan Estate Medan. Sumatera Utara, Indonesia
2)
Lulusan Prodi Biologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Medan. Jalan Willem Iskandar Psr V, Medan Estate Medan. Sumatera Utara, Indonesia. E-mail :[email protected]. ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan dan produksi bawang merah varietas Crok Kuning. Biru dan Tiron yang diintroduksi dari Bantul DIY Dilaksanakan pada bulan Februari hingga April 2016, di Kebun Percontohan Fakultas Pertanian Universitas Sisingamangaraja XII, Medan. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah umbi bawang merah varietas Tiron, Biru, dan Crok Kuning. Metode dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan satu faktor yaitu varietas Parameter yang diamati adalah tinggi tanaman (cm), jumlah helaian daun (helai), jumlah anakan (buah), bobot basah umbi (gr), bobot kering umbi (gr), warna umbi, dan bentuk umbi. Data yang diperoleh diolah menggunakan analisis varians dan bila nyata atau sangat nyata dengan uji BNt/LSD (Least Significant Difference) pada taraf 0,01 dan 0,05. Hasil penelitian bahwa varietas Crok Kuning memiliki tinggi tanaman tertinggi yaitu 28,61 cm, dan varietas Biru dengan tinggi tanaman terendah 17,88 cm. Parameter jumlah helaian daun didapatkan bahwa varietas Crok Kuning memiliki jumlah daun terbanyak yaitu 20.02 helai dan terendah pada varietas Biru dengan jumlah daun 13. 28 helai, Varietas Tiron dengan jumlah anakan tertinggi yaitu 6 buah dan Crok Kuning 5 buah dan terendah varietas Biru sebanyak 4 anakan Bobot basah umbi per rumpun tertinggi dihasilkan oleh varietas Crok Kuning 26,18 gr dan varietas Biru dengan bobot umbi basah terendah yaitu 11.97 gr. Bobot kering umbi per rumpun tertinggi dihasilkan oleh varietas Crok Kuning 24,2 gr dan bobot kering terendah varietas Biru yaitu 10. 38 gr Warna umbi merah muda untuk varetas Biru dan Tiron dan warna kuning bagi varietas Crok Kuning. Bentuk umbi bulat lonjong untuk ketiga varietas yang diteliti. Kata Kunci : Pertumbuhan, produksi, bawang merah, dataran rendah PENDAHULUAN Kebutuhan masyarakat terhadap bawang merah (Allium cepa var. ascalonicum L.) akan terus meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk. Namun produktivitas bawang merah di Indonesia masih sangat rendah dibandingkan dengan Negara lain seperti Thailand dan Filipina, yang rata-rata produksinya mencapai 12 ton umbi kering per hektar
129
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 (Rismunandar dan Nio, 1986). Sementara produksi umbi kering di Nanggroe Aceh Darussalam antara 3 – 5 ton per hektar (Distan NAD, 2008). Penggunaan bawang merah varietas lokal sebagai bibit oleh petani bawang sering mengalami kendala seperti harga bibit yang mahal dan hasil produksinya rendah. Sehingga para petani sering memakai umbi/bibit hasil penen sendiri. Menurut Jasmi (2013), penggunaan umbi dari varietas yang sama secara turun temurun menyebabkan kecilnya peluang perbaikan sifat/kualitas sehingga daya saing bawang merah Indonesia cenderung menurun dibandingkan dari negara lain yaitu Thailand, Philipine, China, Vietnam dan Singapura. Salah satu alternatif cara untuk mengatasi kekurangan bahan tanam serta meningkatkan produksi dan kualitas bawang merah adalah dengan pengembangan bahan tanam bawang merah dari biji yang dikenal dengan nama TSS (True Seed Shallot). Untuk memenuhi kebutuhan benih di Indonesia khususnya Sumatera Utara, perlu dilakukan upaya penyaringan beberapa varietas yang cocok dikembangkan di Kota Medan. Tahap awal adalah dengan mempelajari morfologi dan produksi beberapa varietas bawang merah yang diimpor dari daerah lain. METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian
ini
dilakukan
di
Kebun
Percontohan
Fakultas
Pertanian
Universitas
Sisingamangaraja XII, pada bulan Pebruari 2016 sampai bulan April 2016. Alat dan Bahan. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul, pisau, bambu, kayu, paku, palu, penggaris/meteran, label sampel, timbangan, kamera, dan alat tulis. Bahan yang digunakan adalah umbi bibit bawang merah (Allium cepa var. ascalonicum L.) varietas Tiron, Biru, dan Kuning. Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap dengan Perlakuan terdiri atas satu faktor yaitu varietas bawang merah yang terdiri atas Tiron; A4 = Biru; Kuning. Masing-masing perlakuan diulang 3 kali. Ukuran bedengan 1 m x 1,6 m, jumlah tanaman 40 per bedengan. Tanah tempat perobaan dipupuk dengan pupuk kompos dan pupuk buatan yaitu NPK dengan dosis 0,4 gr. Dalam aplikasinya dilapangan pupuk kompos diberikan seminggu sebel um penanaman, dan pupuk NPK diberikan pada saat tanaman berumur 2 minggu setelah tanam (MST) dan 4 MST. Agar tanaman tetap sehat diberikan insektisida Decis atau 130
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 Curacron dan fungisida Dithane M45 atau Antracol dengan dosis masing-masing 1 - 2 cc/l air atau 1 - 2 gram/l air, yang aplikasinya diberikan setiap 4 hari sekali atau disesuaikan dengan keadaan di lapangan. Parameter pertumbuhan yang diamati meliputi: tinggi tanaman, jumlah helai daun, jumlah anakan, bobot basah umbi, dan bobot kering umbi. Tinggi tanaman dan jumlah daun diamati pada umur 2-7 MST tiap minggunya. Jumlah anakan diamati pada umur 3-7 MST. Bobot umbi basah diamati dengan menimbang umbi saat panen pada setiap plot. Hasil umbi kering diperoleh dengan menimbang umbi yang sudah dikering anginkan. Pengaruh antar perlakuan dianalisis dengan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT/LSD) pada taraf 5%. Data pengamatan pertumbuhan dan produksi diambil dari 8 tanaman sampel.
HASIL DAN PEMBAHASAN Tinggi tanaman, Jumlah Helai Daun, dan Jumlah Anakan Pengamatan tinggi tanaman dan jumlah helai daun dilakukan mulai tanaman berumur 2-7 minggu setelah tanam, sedangkan jumlah anakan dilakukan mulai tanaman berumur 3-7 MST. Perlakuan pemotongan ujung umbi tidak berpengaruh nyata terhadap parameter yang diamati, namun perlakuan varietas memberikan pengaruh yang nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah helai daun, dan jumlah anakan. Varietas Kuning menghasilkan nilai terbaik pada tinggi tanaman, jumlah helai daun, dan jumlah anakan, diikuti varietas Tiron dan Biru. Kualitas bibit dan faktor genetis dari masing-masing varietas akan memberikan pengaruh terhadap perlakuan yang diberikan. Wibowo (2009) mengatakan umbi yang digunakan untuk bibit harus berasal dari tanaman yang sehat dan dipanen cukup tua, dan harus disimpan lama. Dengan persyaratan tersebut diharapkan umbinya juga sehat, tidak mengandung bibit penyakit dan hama. Selain itu, kesesuaian varietas yang digunakan dengan tempat penanaman juga memberikan pengaruh terhadap parameter yang diamati. varietas yang digunakan merupakan varietas dataran rendah, begitu pula lahan penelitian yang merupakan daerah dataran rendah dengan ketinggian 25 m dpl dan suhu udara 280C. Menurut (Wibowo, 2009) bawang merah sebaiknya di tanam di daerah beriklim kering dengan suhu yang agak panas, yaitu sekitar 25-320C dan pada ketinggian 10-250 m dpl, yaitu daerah dataran rendah. Rataan tinggi tanaman umur 2 sampai 7 minggu setelah tanam (MST) ditampilkan pada Tabel 1.
131
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 Tabel. 1. Tinggi Tanaman (cm) Umur 2-7 Minggu Setelah Tanam Tinggi Tanaman (cm) Umur Varietas
2 MST
3 MST
4 MST
5 MST
6 MST
7 MST
Tiron
17,31a
22,89a
23,57a
23,14a
23,25a
21,13a
Biru
19,87b
24,29a
26,65a
25,5a
24,33a
19,11a
30,5b
31,31b
30,9b
29,93b
27,10b
Crok Kuning 24,69b Keterangan:
Angka rataan yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan baris masing-masing perlakuan yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% berdasarkan uji BNt
Pengamatan jumlah helaian daun dilakukan sebanyak 6 kali yaitu umur 2,3,4,5,6 dan 7 MST. Data Pengamatan ditampilkan pada Tabel 2. Tabel. 2. Jumlah Helaian Daun (helai) Umur 2-7 MST Jumlah Helai Daun(helai) Varietas
2 MST
3 MST
4 MST
5 MST
6 MST
7 MST
Tiron
15,15b
25,44b
23,33b
20,72a
20,31a
14,33a
Biru
13,56b
17,23a
18,06a
15,86a
13,28a
10,28a
Crok Kuning
17,32b
21,15b
22,81b
22,25a
20,01a
15,73a
Keterangan:
Angka rataan yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan baris masing-masing perlakuan yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% berdasarkan uji BNt
Bobot Basah Umbi dan Bobot Kering Umbi Bobot basah umbi dan bobot kering umbi diamati dengan menimbang umbi saat panen pada setiap plot setelah panen. Perlakuan pemotongan ujung umbi tidak berpengaruh nyata terhadap parameter yang diamati, namun perlakuan varietas memberikan pengaruh yang nyata terhadap bobot basah umbi dan bobot kering umbi. Varietas Kuning memiliki bobot basah dan bobot kering terberat, kemudian diikuti varietas Tiron dan Biru. Rataan bobot basah dan bobot kering bawang merah ketiga varietas ditampilkan pada Tabel 3. 132
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 Tabel. 3. Bobot Basah Umbi dan Bobot Kering Umbi Varietas Tiron
Bobot Umbi Basah per Rumpun (gr) 13,33a
Bobot Umbi Kering per Rumpun (gr) 11,82a
Biru
11,97a
10,34a
Crok Kuning
23,32b
21,53b
Keterangan:
Angka rataan yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan baris masing-masing perlakuan yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% berdasarkan uji BNt
Varietas Kuning menunjukkan bobot terberat untuk umbi basah dan umbi kering. Hal ini dikarenakan vaietas Kuning memiliki kualitas bibit yang baik dan ukuran umbi yang sesuai sebagai bibit. Berbeda halnya dengan varietas Tiron yang menunjukkan nilai terendah pada bobot basah dan bobot kering umbi karena varietas Tiron memiliki ukuran umbi terkecil dari ketiga varietas yang digunakan sehingga hasil produksinya juga rendah. Putrasamedja (2007) mengatakan bahwa umbi besar rata-rata memiliki jumlah anakan yang banyak, berpengaruh kepada peningkatan jumlah daun dan anakan. Warna dan Bentuk Umbi Bawang Merah Warna dan bentuk umbi bawang merah varietas Tiron, Biru dan Crok Kuning yang ditanam di dataran rendah Sumatera Utara mempunyai bentuk yang hampir sama dengan yang ditanam di Bantul ditampilkan pada Tabel.4. Tabel 4. Warna dan bentuk Umbi bawang merah Varietas Tiron, Biru dan Crok Kuning Varietas
Warna umbi
Bentuk Umbi
Tiron
merah muda
Bulat lonjong
Biru
merah muda
Bulat lonjong
Crok Kuning
Kuning
Bulat lonjong
SIMPULAN Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa, varietas berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah helai daun, jumlah anakan, bobot basah umbi, dan bobot kering umbi. 133
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih kepada DP2M Dikti yang telah membantu pendanaan penelitian ini melalui Hibah Fundamental No. Kontrak 022A/UN33.8/KU/2016. Tanggal 10 Februari 2016 DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik dan Dirjen Hortikultura Sumuatera Utara., 2015, Produksi dan Impor Bawang Merah di Sumatera Utara, diakses dari http://www.bpsu.go.id tanggal 26 September 2015. Badan Pusat Statistik dan Dirjen Hortikultura., 2015, Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Bawang Merah, diakses dari http://www.bps.go.id tanggal 29 September 2015. Badan Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan (BALITBANG) Pertanian., 2015, Inovasi Hortikultura Pengungkit Peningkatan Pendapatan Rakyat, IAARD PRESS, Jakarta. Bangun, E., M. Nur, H.I., F.H. Silalahi, dan J. Ali., 2000, Pengkajian Teknologi Pemupukan Bawang Merah di Sumatera Utara, Prosiding Seminar Nasional Teknologi Spesifik Lokasi Menuju Desentralisasi Pembangunan Pertanian,13-14 Maret 2000, Medan, Hlm. 338-342. Departemen Pertanian., 2010. Modul diklat tugas dan fungsi penyuluhan pertanian. http://www.pustaka.deptan.go.id. Distan NAD., 2008, Informasi Dinas Pertanian Tanaman Pangan Nanggroe Aceh Darussalam, Provinsi Aceh. Djuariah, D. dan Sumiati, E., 2003, Perbaikan Teknologi Biji Botani Bawang Merah dengan Teknik Polinasi Artificia, Laporan hasil Penelitian BALITSA. Erythrina., 2013, Pembenihan dan Budidaya Bawang Merah, Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Mendukung Ketahanan Pangan dan Swasembada Beras Berkelanjutan di Sulawesi Utara, Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknoloogi Pertanian, Bogor. Gultom, T. (2014), Sumber Benih Bawang Merah (Allium cepa L. Aggregatum Group) yang Diperdagangkan dan Ditanam di Sumatera Utara, Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi Informai 2014 (SNITI), halaman 10-15 Hadiati, S., 2010, Pendugaan Jarak Genetik dan Hubungan Kekerabatan Nanas Berdasarkan Analisis Isozim, Jurnal Hortikultura Vol. 13 No. 2. Hlm. 87-94. Harjadi, Setyadi, S., 2009, Zat Pengatur Tumbuh, PT. Penebar Swadaya, Jakarta.
134
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 Hidayat., 2004, Budidaya Bawang Merah, Beberapa Penelitian di Kabupaten Brebes, Direktorat Tanaman Sayuran Dan Biofarmatika, Brebes. Hortikultura., 2010, Pengenalandan Pengendalian beberapa OPT Benih Hortikultura., 36 halaman. Jasmi, Sulistyaningsih, E, dan Indradewa., 2013, Pengaruh Vernalisasi Umbi terhadap Pertumbuhan, Hasil, dan Pembungaan Bawang Merah (Allium cepa L. aggregatum Group) di Dataran Rendah, Jurnal Ilmu Pertanian Vol. 16 No.1. Hlm. 42 – 57. Jumini, Sufyati, Y, dan Fajri, N., 2010, Pengaruh Pemotongan Umbi Bibit dan Jenis Pupuk Organik terhadap Pertumbuhan dan Hasil Bawang Merah, Jurnal Floratek Vol.5 No. 1. Hlm. 164-171. Mayun, I. A., 2007, Efek Mulsa Jerami dan Pupuk Kandang Sapi terhadap Pertumbuhan dan Hasil Bawang Merah di Daerah Pesisir, Jurnal Agritop Vol. 28 No.1. Hlm. 33 - 40. Putrasmedja, S., 2007, Pengaruh Berbagai Macam Bobot Umbi Bibit Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) yang Berasal dari Generasi Ke Satu terhadap Produksi, Jurnal Penelitian dan Informasi Pertanian “Agrin” Vol. 11 No.1. Hlm. 1-6. Rapa, Y, Haryati, dan Lisa, M., 2012, Respons Pertumbuhan dan Hasil Bawang Sabrang(Eleutherine Americana Merr.) pada Beberapa Jarak Tanam dan Berbagai Tingkat Pemotongan Umbi Bibit, Jurnal Online Agroekoteknologi Vol. 1 No. 1. Hlm. 159-171. Rahayu, E, Berlian, N. V. A., 2004, Bawang Merah, PT. Penebar Swadaya, Jakarta. Rukmana, R., 2000, Budidaya dan Pengolahan Pasca Panen, Kanisius, Yogyakarta. Samadi, B dan B, Cahyono., 2005, Intensifikasi Budidaya Bawang Merah, Kanisius, Yogyakarta, 74 hlm. Suhaeni, N., 2007, Petunjuk Praktis Menanam Bawang Merah, Jembar, Bandung. Sumarni dan Hidayat., 2005, Budidaya Bawang Merah, Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Bandung, 22 hlm. Sumarni dan Hidayat., 2005, Respon Bawang Merah terhadap Pemupukan Posfat pada Beberapa Tingkat Kesuburan Lahan (status p-tanah), Jurnal Hort,Vol. 22 No.2. Hlm. 130-138. Susanto, S., Hartini, B., Khumaida, N., 2010, Pertumbuhan Vegetatif dan Generatif Stroberi pada Sistem Fertigasi yang Berbeda, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Faperta, IPB, Kumpulan Makalah Seminar Ilmiah Perhoti, ISBN: 978-979-25-12625, 460-471. Suwandi dan Putrasamedja, S., 2006, Bawang Merah di Indonesia, BALITSA, Bandung. Wibowo, S., 2009, Budidaya Bawang Putih, Bawang Merah dan Bawang Bombay, Penebar Swadaya, Jakarta, 201 hlm. 135
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 FAKTOR-FAKTOR LINGKUNGAN ABIOTIK SEBAGAI INDIKATOR KUALITAS AIR PADA KOLAM BENIH IKAN MAS (Cyprinus carpio) DI DUA KONDISI KOLAM BERBEDA Alexro M A Hutabarat1, Tjandra Crishmadha2 ,Rony Sitanggang3, Tumiur Gultom4 1) Mahasiswa Program Studi Biologi, Jurusan Biologi Fakultas Matematika Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Medan (2)Peneliti Utama Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (3)Kepala Balai Benih Ikan Kabupaten Samosir (4)Dosen Program Studi Biologi, Jurusan Biologi Fakultas Matematika Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Medan Email: [email protected] ABSTRACT Water quality is a trait of water is determined by the physical, chemical and biological properties. The physical properties include color, odor, taste, temperature, turbidity (Turbidity) and total dissolved solids (TDS). Chemical properties include pH, salinity, nitrate (NO3), nitrite (NO2), ammonia (NH3N). Biological properties include the content of total coliform bacteria. This study aimed to analyze the quality of water in the pond goldfish seeds are in two different conditions. The method used in this research is survey method covers the measurement of temperature, pH, dissolved oxygen (DO), Turbidity, Salinity, Resistivity, Total Dissolved Solids (TDS) and conductivity of the water in the pond fish fingerlings in two different conditions ie the pool with tarpaulins or called DOM and ponds without using a tarpaulin. The research was conducted on June 22, 2016 until July 22, 2016 in Fish Seed Harian Boho - Samosir. Found differences in water quality affect carp seed including fluctuations in temperature on the plateau is very extreme, especially in pools that do not use a tarp that often made goldfish dying seed. Unlike the pond using a tarp, in this pool can maintain stability in extreme weather temperatures. Keywords: Water quality, pool tarpaulin (DOM), Cyprinus carpio ABSTRAK Kualitas air adalah suatu sifat air yang ditentukan oleh sifat fisik, sifat kimia dan sifat biologi. Sifat fisik meliputi warna, bau, rasa, suhu, kekeruhan (Turbiditas) serta total zat padat terlarut (TDS). Sifat kimia meliputi pH, Salinitas, Nitrat (NO3-), Nitrit (NO2), Amoniak (NH3-N). Sifat biologi meliputi kandungan bakteri coliform total. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kualitas air di kolam benih ikan mas yang berada di dua kondisi berbeda. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey meliputi pengukuran Suhu, pH, Dissolved oxygen (DO), turbiditas, salinitas, resistivity, total dissolved solids (TDS) dan konduktivitas air pada kolam benih ikan di dua kondisi berbeda yaitu kolam dengan menggunakan terpal atau disebut DOM dan kolam yang tanpa menggunakan terpal. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 22 Juni 2016 sampai dengan 22 Juli 2016 di Balai Benih Ikan Harian Boho – Samosir. Ditemukan perbedaan pada kualitas air yang sangat mempengaruhi benih ikan mas diantaranya fluktuasi suhu pada dataran tinggi sangat ekstrim khususnya pada kolam yang tidak menggunakan terpal hal itu sering membuat benih ikan mas mengalami kematian. Berbeda dengan kolam yang menggunakan terpal, pada kolam ini dapat menjaga kestabilan suhu dalam cuaca ekstrim. Kata kunci: kualitas air, kolam terpal (DOM), Cyprinus carpio
PENDAHULUAN Balai benih ikan merupakan sarana pemerintah untuk menghasilkan benih ikan dan untuk membina usaha pembenihan ikan rakyat yang tersebar di seluruh Indonesia. Ada BBI yang dikelola oleh pemerintah daerah tingkat I yaitu BBI sentral, dan ada yang dikelola oleh pemerintah daerah tingkat II yaitu BBI lokal. Pada penelitian ini dilaksanakan di BBI Harian 136
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 Boho Kabupaten Samosir, pada balai ini terdapat sejumlah 43 kolam ikan yang digunakan dalam mengelola ikan diantaranya ikan mas, ikan lele dan ikan nila, namun pada penelitian ini yang paling ditinjau ialah pada benih ikan mas (Cyprinus carpio), disamping jumlah pemesanan yang lebih dominan ikan mas juga memiliki harga yang lebih mahal dibandingkan ikan lele dan nila. Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies
: Animalia : Chordata : Actinopterygii : Cypriniformes : Cyprinidae : Cyprinus : Cyprinus carpio
Ikan mas umumnya hidup di alam pada bagian tengah dan hilir sungai serta perairan dangkal tertutup. Ikan mas dapat tumbuh secara optimal pada kisaran suhu air sekitar 23 – 30oC, dengan pH antara 6,5 – 9,0. Ikan mas dapat bertahan hidup pada lingkungan perairan dengan kadar oksigen terlarut rendah (0,3 – 0,5 mg.1-1) dan juga pada situasi supersaturasi. Ikan mas dapat hidup di daerah dengan ketinggian 150 – 600 m di atas permukaan laut (dpl). Meskipun tergolong ikan air tawar ikan mas terkadang dapat ditemukan di perairan payau atau muara sungai yang bersalinitas antara 25 – 30 Ikan mas merupakan pemakan segala (omnivorous) dengan kecendrungan yang tinggi untuk memangsa organisme bentik, seperti serangga air, larva serangga, cacing, moluska, dan zooplankton. Pada perairan mengalir ikan mas biasanya menggali di bawah perairan untuk mencari makanan. Konsumsi zooplankton cukup tinggi bila ikan mas hidup di dalam kolam dimana stok plankton memiliki densitas yang tinggi. Terkadang ikan mas juga menkonsumsi ranting, daun, dan biji-bijian dari tumbuhan air maupun darat, tumbuhan akustik yang membusuk, dan lain-lain. Ikan mas yang dibudidayakan di kolam-kolam budidaya dapat dikawinkan sepanjang tahun tanpa harus menunggu musim kawin terlebih dahulu , sedangkan di alam seperti sungai, danau maupun wilayah yang digenangi air lainnya, ikan mas akan memijah pada awal atau sepanjang musim penghujan. Ikan mas biasanya memijah pada perairan dangkal, setelah terjadi kekeringan selama musim kemarau. Ikan mas menempelkan seluruh telurnya pada tanaman atau rerumputan di tepian perairan. Indukan betina akan mengeluarkan telur 100 sampai 230 g/kg berat tubuhnya. Telur-telur tersebut akan menempel pada substrat berupa tumbuhan air, dan setelah terjadi kontak dengan air telurtelur tersebut akan bersifat adesif kemudian mengembang 3 – 4 kali dari ukuran sebelumnya. Perkembangan embrio membutuhkan waktu sekitar 3 hari di dalam perairan dengan suhu berkisar antara 20 – 23o C dengan total energi yang dibutuhkan 60 – 70 derajat/hari (degree-days). Anak ikan (fry) yang baru menetas akan 137
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 tetap menempel pada substrat dan bertahan hidup dengan cadangan makanan dari kuning telur. Setelah tiga hari menetas kandung kemih renang pada bagian posterior mengalami perkembangan, larva ikan mas akan dapat berenang secara horizontal dan mulai menkonsumsi makanan dari luar dengan ukuran maksimum antara 150 – 180 µm (sesuai dengan bukaan mulut) yang sebagian besar adalah kalangan rotifer. Penelitian ini mengacu pada kualitas air kolam benih ikan mas dengan mengamati berbagai parameter diantaranya suhu, pH, DO, TDS, salinitas, resistivity, turbiditas dan konduktivitas. Parameter tersebut dipengaruhi oleh kondisi lingkungannya , yaitu lingkungan abiotik . Lingkungan abiotik adalah semua benda mati di permukaan bumi yang bermanfaat dan berpengaruh dalam kehidupan manusia serta mahluk hidup lainnya. contoh lingkungan abiotik, misalnya tanah, air, udara, dan sinar matahari. Kualitas air adalah suatu sifat air yang ditentukan oleh sifat fisik, sifat kimia dan sifat biologi. Sifat fisik meliputi warna, suhu, kekeruhan (Turbiditas) serta total zat padat terlarut (TDS). Sifat kimia meliputi pH, Salinitas, namun pada pengamatan ini salinitas tidak digunakan karena sumber air yang langsung dari pegunungan menuju ke kolam tanpa melalui areal pertanian. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor apa saja yang menjadi indikator yang efisien terhadap produktivitas benih ikan mas yang sulit dikembangkan di kolam darat di dataran tinggi khususnya di Harian Boho Kabupaten Samosir. Manfaat penelitian ini berupa data informasi, analisis dan kajian mengenai parameter kualitas air yang dapat di rancang untuk meningkatkan produktivitas benih ikan mas di Balai Benih Ikan Harian Boho Kabupaten Samosir
METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 22 Juni 2016 sampai dengan 22 Juli 2016 di Balai Benih Ikan Harian Boho Kabupaten Samosir. Pengambilan sampel dilakukan pada dua kolam berbeda, yaitu kolam dengan menggunakan terpal dan kolam tanpa menggunakan terpal. Metode yang digunakan yaitu survey dengan melakukan pengukuran pada dua kolam selama satu bulan yang dilakukan pada pagi dan sore hari. Berikut gambar dari dua kolam tersebut :
138
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016
(a)
(b)
Gambar 1. Kolam Benih Ikan Mas dengan menggunakan terpal (a) dan tanpa terpal (b) Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Eutech Multi Parameter dan Turbidity Meter , kedua alat ini digunakan dalam mengukur setiap parameter yang diamati. Eutech Multi Parameter merupakan alat yang digunakan untuk mengukur kualitas air diantaranya, pH, Suhu, Konduktivitas, Resistivitas, Salinitas, DO dan TDS. Sedangkan Turbidity Meter ialah alat yang digunakan untuk mengukur tingkat kekeruhan air. HASIL DAN PEMBAHASAN 1.
Berdasarkan Faktor Abiotik a. Sifat Fisik Dalam hal ini parameter yang diukur pada pengamatan ini adalah suhu, DO, Turbiditas, TDS, pH,
penetrasi cahaya, kondisi tanah/lumpur. Hasil pengukuran terhadap faktor abiotik perairan di
lokasi kolam benih ikan mas dapat dilihat pada tabel 5.
Suhu
Besar nilai temperatur air 21,5°C pada pagi hari yaitu pada pengukuran hari pertama sedangkan di sore hari berkisar 24,2°C dan pengukuran di kolam yang menggunakan terpal pada pagi hari 27°C dan pada sore hari berkisar 28°C. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan suhu pada kolam yang tidak menggunakan terpal sangat besar yaitu berkisar ± 3°C sedangkan pada kolam yang menggunakan terpal dapat menjaga kestabilan suhu meskipun dalam cuaca ekstrim.
Penetrasi Cahaya
Penetrasi cahaya, cahaya sangat mempengaruhi produktivitas plankton, karena cahaya merupakan sumber maupun yang mempengaruhi proses fotosintesis pada plankton, oleh karena itu jika penetrasi cahaya tercukupi maka akan semakin baik pula bagi benih ikan untuk mendapatkan pakan secara alami dari kolam yaitu dengan mendapatkan plankton yang mencukupi.
139
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016
Warna Air
Pada kolam yang menggunakan terpal air memiliki warna kehijauan pada minggu pertama dan setelah minggu berikutnya warna air akan semakin berubah menjadi warna normal, hal itu dipengaruhi oleh produktivitas plankton yang terdapat pada air sebagai pakan alami oleh benih ikan mas tersebut, hal tersebut dikarenakan tingkat kepadatan benih ikan pada kolam tersebut tidak sesuai dengan luas kolam , semakin banyak benih ikan yang terdapat pada kolam tersebut maka semakin banyak pula tingkat kebutuhan pakan benih ikan yang diperlukan. Sedangkan pada kolam yang tidak menggunakan terpal kondisi air berbeda dengan kolam sebelumnya, warna air cenderung berwarna kehijauan hal ini diakibatkan pemupukan air kolam sebelum benih ditaburkan dilakukan 1 minggu sebelum pemasukan benih ikan mas ke dalam kolam tersebut dan setelah beberapa minggu kemudian air berubah warna menjadi keruh dan tidak hijau (Gambar 2.)
(a) (b) Gambar 2. Warna air kolam terpal (DOM) (a) dan tanpa menggunakan terpal (b) b. Sifat Kimiawi Perbedaan dari segi faktor kimiawi tidak terlalu signifikan kedua kolam memiliki kandungan kimia yang hampir sama diantaranya pada Nitrit yang tidak terkandung dalam air tersebut.
pH
Nilai pH pada kolam tanpa menggunakan terpal berkisar 7,89 pada pagi hari dan pada sore hari berkisar 7,69 sedangkan pada kolam dengan menggunakan terpal 9,85 pada pagi hari dan 9,91 pada sore hari.
DO (Dissolved Oxygen)
Nilai kelarutan oksigen pada kolam tanpa menggunakan terpal 6,58 mg/L pada pagi hari dan pada sore hari berkisar 6,90 mg/L, sedangkan pada kolam yang menggunakan terpal pada pagi hari sebesar 7,34 mg/L dan pada sore hari 7,27 mg/L. Hasil pengamatan Pengamatan Kualitas 140
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 Air Pada Kolam Larva Ikan Mas (DOM) dan tanpa terpal ditampilkan pada Tabel 1 dan Tabel 2. Tabel 1. Hasil Pengamatan Kualitas Air Pada Kolam Larva Ikan Mas (DOM) No
Hari/Tanggal
1 2 3 Rabu, 22 Juni 2016 4 5 6 7 8 9 Kamis, 23 Juni 2016 10 11 12 13 14 15 Jumat, 24 Juni 2016 16 17 18
Waktu/Pukul Pagi (08:00WIB)
Sore (18:00WIB)
Pagi (08:00WIB)
Sore (18:00WIB)
Pagi (08:00WIB)
Sore (18:00WIB)
Posisi Inlet Tengah Outlet Inlet Tengah Outlet Inlet Tengah Outlet Inlet Tengah Outlet Inlet Tengah Outlet Inlet Tengah Outlet
Suhu 19,2°C 27°C ~ 21,2°C 28°C ~ 19,4°C 24,9°C ~ 20,1°C 27,6°C ~ 19,2°C 25,8°C ~ 20°C 28°C ~
pH 7,39 9,85 ~ 7,59 9,91 ~ 7,20 9,30 ~ 7,97 9,76 ~ 7,39 9,30 ~ 7,52 8,21 ~
DO 6,79 mg/L 7,34 mg/L ~ 7,40 mg/L 7,27 mg/L ~ 6,77 mg/L 7,56 mg/L ~ 7,29 mg/L 7,34 mg/L ~ 6,79 mg/L 6,27 mg/L ~ 7,01 mg/L 6,01 mg/L ~
Parameter TDS Turbiditas Conductivity 47,94 ppm 3,25 95,90 µs 84,31 ppm 6,61 168,6 µs ~ ~ ~ 52,24 ppm 3,10 101,8 µs 72,22 ppm 7,42 144,2 µs ~ ~ ~ 50,63 ppm 3,50 90,71 µs 67,62 ppm 4,88 135,5 µs ~ ~ ~ 50,31 ppm 3,28 100,7 µs 62,21 ppm 6 124,5 µs ~ ~ ~ 47,94 ppm 3,25 95,90 µs 60,21 ppm 6,57 120,6 µs ~ ~ ~ 50,26 ppm 3,45 100,9 µs 69,25 ppm 5,4 145,5 µs ~ ~ ~
Salinitas 48,27 ppm 83,50 ppm ~ 55,32 ppm 72,62 ppm ~ 52,11 ppm 68 ppm ~ 50,68 ppm 63,76 ppm ~ 48,27 ppm 61,80 ppm ~ 54,39 ppm 71,25 ppm ~
Resistivity 10,431 kΩ 5,930 kΩ ~ 8,785 kΩ 6,901 kΩ ~ 11,021 kΩ 7,525 kΩ ~ 9,951 kΩ 8,043 kΩ ~ 10,431 kΩ 8,304 kΩ ~ 9,564 kΩ kΩ ~
Tabel 2. Hasil Pengamatan Kualitas Air Pada Kolam Larva Ikan Mas No
Hari/Tanggal
Waktu/Pukul
1 Pagi (08:00WIB) 2 3 Rabu, 22 Juni 2016 4 5 Sore (18:00WIB) 6 7 Pagi (08:00WIB) 8 9 Kamis, 23 Juni 2016 10 11 Sore (18:00WIB) 12 13 Pagi (08:00WIB) 14 15 Jumat, 24 Juni 2016 16 17 Sore (18:00WIB) 18
Posisi Inlet Tengah Outlet Inlet Tengah Outlet Inlet Tengah Outlet Inlet Tengah Outlet Inlet Tengah Outlet Inlet Tengah Outlet
Suhu 21°C 21,5°C 24°C 20,5°C 24,2°C 24,4°C 20,3°C 21,4°C 23,5°C 20,1°C 23,7°C 23,7°C 21,2°C 22,5°C 24,5°C 19,9°C 24,5°C 23,6°C
pH 7,68 7,89 10,24 7,40 7,69 7,69 7,29 7,90 7,89 7,51 9,56 9,57 7,59 7,89 7,89 7,46 8,72 8,71
DO 8,79 mg/L 6,58 mg/L 6,85 mg/L 7,02 mg/L 6,90 mg/L 6,64 mg/L 7,23 mg/L 6,00 mg/L 6,89 mg/L 6,92 mg/L 7,04 mg/L 6,97 mg/L 7,40 mg/L 6,71 mg/L 7,02 mg/L 7,23 mg/L 7,58 mg/L 7,40 mg/L
Parameter TDS Turbiditas Conductivity Salinitas Resistivity 51,20 ppm 3,25 90,71 µs 52,65 ppm 9,305 kΩ 69,78 ppm 30,25 138,9 µs 69,89 ppm 7,183 kΩ 69,86 ppm 30,27 139,7 µs 69,75 ppm 7,182 kΩ 49,32 ppm 3,45 88,32 µs 51,53 ppm 9,589 kΩ 70,01 ppm 30,24 137,2 µs 72,31 ppm 7,489 kΩ 69,79 ppm 29,49 140,3 µs 70,42 ppm 7.490 kΩ 49,32 ppm 3,11 100,3µs 51,22 ppm 9,690 kΩ 70,76 ppm 29,21 140,4 µs 72,51 ppm 7,890 kΩ 69,89 ppm 29,41 140,4 µs 70,49 ppm 7,990 kΩ 46,80 ppm 3,43 97,50 µs 46,43 ppm 11,540 kΩ 61,69 ppm 31,41 123,4 µs 62,71 ppm 8,120 kΩ 61,29 ppm 31,42 122,6 µs 62,19 ppm 8,163 kΩ 52,24 ppm 3,10 101,8 µs 55,32 ppm 8,785 kΩ 68,24 ppm 32,56 141,5 µs 70,53 ppm 7,379 kΩ 68,59 ppm 32,67 141,5 µs 70,32 ppm 7,350 kΩ 52,56 ppm 3,32 102,5 µs 54,75 ppm 8,789 kΩ 60,51 ppm 32,59 121,0 µs 61,02 ppm 8,263 kΩ 60,42 ppm 32,43 120,9 µs 61,05 ppm 8,276 kΩ
141
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 KESIMPULAN Dari hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut : Kualitas air pada dataran tinggi di daerah Balai Benih Ikan Harian Boho Kabupaten Samosir cenderung lebih ekstrim dikarenakan suhu lebih dingin.
Penetrasi cahaya mempengaruhi produktivitas sumber pakan alami seperti plankton.
Untuk membuat suhu agar lebih stabil dapat dilakukan dengan cara menggunakan terpal penutup atau disebut dengan DOM.
Suhu udara dan cahaya matahari merupakan faktor yang mempengaruhi laju metabolism pada benih ikan mas, sementara itu semakin cepat laju metabolisme maka akan semakin banyak pula ketersediaan pakan yang dikonsumsi ikan.
Kedua kolam tersebut memiliki perbedaan yang sangat mempengaruhi produktivitas benih ikan mas.
DAFTAR PUSTAKA Anonim,
(2015), Indikator Kualitas http://kimiadasar.com/indikator-kualitas-air/. 2016.
Air, Tanggal
Diakses 27
dari: Agustus
Barus Alexander, T. 2004. Faktor-Faktor Lingkungan Abiotik Dan Keanekaragaman Plankton Sebagai Indikator Kualitas Perairan Danau Toba. Jurnal Penelitian. Vol XI, No. 2. 64-72. Mantau, Zulkifli. 2004. Pembenihan Ikan Mas Yang Efektif Dan Efisien. Jurnal Litbang Pertanian. 23(2). 1-6 Sinaga
Sayrani, S. 2008. Produktivitas Primer Fitoplankton Dan Hubungannya Dengan Faktor Fisik-Kimia Air Di Perairan Parapat, Danau Toba. Jurnal Biologi Sumatera. Vol. 3, No. 1. 11-16.
142
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 ANALISIS KESULITAN BELAJAR SISWA PADA TOPIK STRUKTUR DAN FUNGSI JARINGAN TUMBUHAN KELAS XI IPA SMA NEGERI 2 KISARAN TAHUN PELAJARAN 2015/2016 Fauziyah Harahap1) dan Putri Dian Hamian2) Tenaga Pengajar Program Studi Pendidikan Biologi Bilingual, FMIPA, Universitas Negeri Medan, Medan 2) Alumni Program Studi Pendidikan Biologi Bilingual, FMIPA, Universitas Negeri Medan, Medan Jl. Willem Iskandar Psr. V Medan Estate, Medan, Indonesia, 20221 E-mail : [email protected]
1)
ABSTRACT This study aims to detect the students difficulties in learning structure and function of plant tissues topic and the factors that influence on it in Senior High School. A descriptive research design with two kinds of data collection tools was used in this study. The population are taken from whole XI Grade Students of SMA Negeri 2 Kisaran. There were 2 classes chosen as the sample by applying cluster random sampling technique. The instruments used to obtain data were multiple choice and questionnaire. The result showed : (1) On cognitive aspect, the difficulties are categorized into very high difficulties where C1 is 50%; C2 33,75%; C3 43,75%; C4 49,40%; C5 55,68%; and C6 58,47%, (2) Based on learning indicators, the Ind2 (45,83%); Ind-3 (53,61%); Ind-4 (54,95%); Ind-5 (35,72%); were categorized as high difficulties while the Ind-1(32,05%); was categorized as moderate difficulties, (3) Factors that categorized as influential in students learning difficulties are Society (76,77%), Schools’ Building (75,2%), Health (73,77%), Quality of Teachers (70,73%), Family (69,97%) and Psychist (61,83%), while factors that categorized as quite influential are Talent (60,63%), Teaching Method (60,53%), Intelligence (59,67%), Motivation (58,3%), School’s Infrastructure (56,9%), Interest (54,93%) and Motive (45,43%). Keywords : learning difficulties, cognitive aspect, learning indicator, heredity.
PENDAHULUAN Proses belajar merupakan hal penting yang harus diperhatiaka oleh guru bahwa tidak semua siswa dapat memahami dan mampu menerima semua pengetahuan baru yang mereka pelajari, hal inilah yang kemudian dapat menyebabkan kesalahpahaman pada materi. Miskomunikasi inilah yang kemudian akan menyebabkan masalah pada siswa dan menyebabkan kesulitan belajar (Ameruddin, 2013). Siswa dikategorikan memiliki kesulitan belajar dalam kelompok yang berbeda dimana terdapat karakteristik yang berbeda dan jenis berbeda dari setiap tingkatan kesulitan belajar. baik kesulitan belajar dalam aspek kognitif dan masalah sosial-emosional pada siswa (Austin and Janelle, 2008). Menurut Bahar dan Polar (2007), kenapa beberapa materi sains sulit dipelajari? untuk menjawab pertanyaan diatas da tiga jawaban yang terdapat dalam literature. Jawaban yang 259
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 pertama adalah siswa mengekspresikan beberapa faktor seperti sikap, kemampuan dan pengetahuan, kondisi fisik akan berdampak pada proses belajar. Kedua adalah kesulitan dalam belajar sains mungkin disebabkan oleh masalah persepsi dan cara berpikir siswa. Ketika siswa menganggap bahwa konsep tersebut sulit, maka mereka akan menerima kerumitan dalam berpikir dan menyebabkan memori sulit bekerja. dan yang terakhir adalah penggunaan istilahistilah asing dalam konteks yang berbeda, penyampaian ekspresi yang berbeda dalam ujian atau pada saat mengajar dapat mengakibatkan kesulitan belajar biologi pada yang sudah diteliti oleh para ahli di sseluruh dunia. Kesulitan belajar yang dihadapi oleh siswa disebabkan oleh beberapa faktor. menurut Djamarah (2011), faktor-faktor yang mengakibatkan kesulitan belajar dibagi kedalam faktor internal dan eksternal. Disamping itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kesulitan belajar yang dihadapi siswa pada materi struktur dan fungsi jaringan tumbuhan berdasarkan aspek kognitif dan indicator yang mempengaruhi kesulitan belajar siswa. METODE PENELITIAN Waktu dan tenpat. Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 2 Kisaran yang terletak di Jl. Latsitarda Nusantara VIII, Asahan Distric. North Sumatera. Pada bulan Februari-Juni 2016, yang terdiri aatas persiapan seminar proposal, instrument penelitian, validasi instrument penelitian, pengumpulan instrument, pengambilan data dan mengambil kesimpulan. Sampel dan Populasi. Adapun populasi yang digunakan adalah seluruh siswa kelas XI IPA SMA Negeri 2 Kisaran tahun pelajaran 2015/2016 yang terdiri dari 232 siswa. Adapun sampelnya sebanyak 72 siswa. Jenis Penelitian. Penelitian deskriptif digunakan dalam penelitian ini. Prosedur Penelitian. Penelitian dilaksanakn di SMA Negeri 2 Kisaran. dengan menggunnakan tes pilihan berganda dan untuk mengetahui seberapa besar tingkat kesulitan belajar siswa dalam mempelajari struktur dan fungsi jaringan tumbuhan dan angket untuk memperoleh pengaruh apa saja yang menyebabkan kesulitan belajar siswa. Instrument diatas harus divalidasi terlebih dahulu oleh validator secara konsep dan isi oleh ahli. kemudian diberikan kepada sampel. setelah itu peneliti mengumpulkan data dan melakukan analisis dan membuat kesimpulan.
260
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 Instrumen Penelitian. Test pilihan berganda sebanyak 30 soal dengan 5 pilihan jawaban. Masing-masing pertanyaan telah disusun berdasarkan tingkat kesulitan berbeda pada aspek kognitif dan indicator. Angket dengan skala Likert tipe tertutup sebanyak 45 butir kemudian dibagi kedalam faktor internal dan eksternal. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil tes pilihan berganda Berdasarkan aspek kognitif, hasil tes pilihan berganda menunjukkan bahwa siswa dengan persentase tertinggi pada tingkat soal C6 dengan 58,47%, lalu diikuti dengan C5 55,68%, C1 is 50%, C4 49,40%, C3 47,75%, dan C2 33,75%.
Gambar 1. Persentase kesulitan belajar siswa berdasarkan level kognitif Sedangkan berdasarkan level indikator, siswa yang memiliki persentase tertinggi yakni pada indicator ke 4 (54,95%) yang dikategorikan bahwa siswa mengalami kesulitan belajar yang tinggi dan diikuti dengan indicator ke 3 sebanyak (53,61%), indicator ke 2 (45,83%), indicator ke 5 (35,72%) dan terakhir indicator 1 (32,05%).
261
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016
Gambar 2. Tingkat kesulitan belajar berdasarkan aspek indicator aspek indikator Aspek kognitif digunakan untuk mengukur kemampuan intelektual dari tingkat terendah sampai tingkat tertinggi. Aspek kognitif dibagi menjadi 2 yakni tingkat berpikir rendah terdiri atas C1 – C3 dan tingkat berpikir tinggi yang terdiri atas C4 – C6 level. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, dapat di lihat bahwa siswa memiliki tingkat kesulitan belajar pada semua aspek kognitif. Hal ini berarti bahwa siswa memiliki kesulitan belajar untuk membangun kemampuan intelektual dari tingkat tertinggi sampai terendah. Kepastian memahami konsep untuk siswa berguna untuk membnagun pemahaman mereka Jika hal tersebut tidak ada, maka akan sulit bagi mereka untuk mengerti tentang konsep. guru secara umum menganggap bahwa siswa sudah menguasai konsep. sedangkan kenyataannya adalah mereka tidak memiliki ide terhadap susunan kognitif yang sangat berarti untuk memahami topic baru (Tekkaya, 2001). Ada dua faktor yang mempengaruhi kesulitan belajar, faktor internal dan eksternal. Faktor internal berasal daro dalam diri siswa, sedangkan faktor eksternal adalah yang faktor yang mendukung proses belajar. Berdasarkan hasil angket yang diberikan kepada siswa, faktor yang paling mempengaruhi kesulitan belajar adalah
lingkungan dengan 76,67%
dan diikuti oleh
Bangunan sekolah (75,2%); Kesehatan (73,77%); Kualitas guru (70,73%); Keluarga (69,97%); dan Psikist (61,83%). Sementara faktor internal yang mempengaruhi kesulitan belajar adalah bakat (60,63%); Metode mengajar (60,53%); Kecerdasan (58,67%); Motivasi (58,3%);
Infrastruktur sekolah (56,9%); Ketertarikan (54,93%) and Motif (45,43%).
Kesehatan, Psikist, Kecerdasan, Motivasi, Ketertarikan and Motif termasuk faktor internal,
262
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 sementara limhkungan, Bangunan sekolah, Kualitas guru, Metode mengajar, Keluarga temasuk faktor eksternal. Persentase tertinggi ditunjukkan oleh faktor lingkungan yang berarti bahwa lingkungan berpengaruh dalam perkembangan sikap siswa, dan juga mempengaruhi kegiatan belajar (Syaodih, 2009). Dalam masyarakat, siswa diajarkan tentang nilai-nilai local dan budaya yang membuat siswa memiliki perkembangan sikap. Sikap peserta didik dalam grup, media sosial, teman and kehidupan sosial memiliki peranan penting dalam membentuk perilaku mereka. Interaksi yang baik antara siswa dan masyarakat akan memberikan dampak positif dan juga mendukung proses belajar jika siswa berbaur dengan lingkungan positif. KESIMPULAN Berdasarkan level kognitif, siswa kelas XI IIPA SMA Negeri 2 Kisaran dikategorikan memiliki tingkat kesulitan belajar yang tinggi dan sedang yang kemudian disimpulkan bahwa hal tersebut masuk kedalam kategori tinggi. Persentase tertinggi dari kesulitan belajar terdapat pada tingkat C6 (Kreasi) diikuti dengan C5 (Evaluasi); C1 (Mengingat); C4 (Menganalisis); C3 (Mengaplikasikan) dan yang terakhir adalah C2 (Memahami). Berdasarkan level indicator, tingkat kesulitan belajar pada siswa kelas XI IPA SMA Negeri 2 Kisaran pada
Ind-1
(Mengidentifikasi jenis-jenis jaringan tumbuhan), Ind-2 (Menentukan struktur dan fungsi dari jaringan tumbuhan), Ind-3 (Membuat list dari struktur akar, batang dan daun), Ind-4 (Membuat perbandingan antara struktur akar mono dan dikotil), Ind-5 (Menjelaskan totipotensi pada tumbuhan), indicator ke 3 dan 4 dikategorikan sebagai penyebab kesulitan belajar pada siswa kelas XI IPA SMA Negeri 2 Kisaran dari yang tertinggi sampai terendah yakni lingkungan masyarakat, bangunan sekolah, kesehatan, kualitas guru keluarga psikis. Sedangkan faktor yang dikategorikan berpengaruh secara internal dari tertinggi-terendah adalah bakat, metode mengajar, kecerdasan, motivasi, infrastruktur sekolah, minat dan motif. DAFTAR PUSTAKA Ameruddin. (2013). Deskripsi Kesulitan Belajar dan Faktor Penyebabnya pada Materi Fungi di SMA Islam Bawari Pontianak dan Upaya Perbaikannya. Pontianak: FKIP Universitas Tanjungpura Pontianak. Austin, Janelle, The Effects of Peer TutoringonFift -Grade Students’ Motivation and Learn in Math" (2008). Education and Human Development Master's Theses. Paper 239. Bahar, M., Polat, M., (2007). The Science Topics Perceived Difficult by Pupils at Primary 68 Classes: Diagnosing the Problems and Remedy Suggestions. Journal Educational Sciences: Theory & Practice 7 (3) 1113 – 1130. Djamarah, B.S. dan Zain, A., (2013), Strategi Belajar Mengajar, Rineka Cipta, Jakarta.
263
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 Tekkaya, C. O. (2001). Biology Concept Perceived as Difficult by Turkish High School Students. Hacettepe Universitesi Egitim Fakultesi Dergisi , 21 : 145 - 150.K. Elissa, “Title of paper if known,” unpublished.
264
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 ANALISIS KESULITAN BELAJAR SISWA PADA MATERI HEREDITAS DAN PENGARUH TUTOR SEBAYA DALAM MENGURANGI KESULITAN SISWA MEMPELAJARI HEREDITAS Fauziyah Harahap1 dan Putri Wita Sari2 1)
Tenaga Pengajar Program Studi Pendidikan Biologi Bilingual, FMIPA, Universitas Negeri Medan, Medan 2)Alumni Program Studi Pendidikan Biologi Bilingual, FMIPA, Universitas Negeri Medan, Medan E-mail : [email protected] ABSTRACT
This study aims to detect the students difficulties in learning heredity topic and to find out the effect of peer tutoring method in eliminating the students’ difficulties. A descriptive research design that combined with pre-experimental research design was used in this study to describe the level of students difficulties based on learning indicator aspect and the effect of peer tutoring. The population were taken from whole class of XII Grade Students in SMA Swasta Harapan 1 Medan. There were 3 classes chosen as the sample by applying cluster random sampling technique. The instruments used to obtain data were multiple choice test and essay test. The result of data analyzed showed that on learning indicator aspect, the students have very high difficulties in explaining the causing of pseudo deviation of Mendelian Law as 72,32%. There were an effect of peer tutoring method to eliminate the students difficulties in learning heredity (tCount > tTable with α = 0,05). Keywords : learning difficulties, heredity, learning indicator, peer tutoring ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kesulitan siswa dalam mempelajari materi hereditas dan pengaruh tutor sebaya dalam mengurangi kesulitan belajar siswa. Design penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian deskriptif yang dikombinasikan dengan jenis penelitian pre-experimental yang berguna untuk menjelaskan tingkatan kesulitan siswa mempelajari hereditas berdasarkan indikator pembelajaran dan pengaruh penerapan tutor sebaya. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XII di SMA Swasta Harapan 1 Medan. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 3 kelas yang dipilih berdasarkan penggunaan teknik cluster random sampling. Instrumen untuk pengambilan data yang digunakan adalah tes pilihan berganda dan essai. Hasil analisis data menunjukkan bahwa berdasarkan indikator pembelajaran, persentase kesulitan mempelajari materi hereditas yang tertinggi dialami siswa pada indikator menjelaskan penyebab terjadinya penyimpangan semu pada hukum Mendel sebesar 72,32%. Terdapat pengaruh penggunaan tutor sebaya dalam mengurangi tingkat kesulitan siswa dalam mempelajari hereditas (tCount > tTable with α = 0,05). Kata kunci : kesulitan belajar, hereditas, indikator pembelajaran, tutor sebaya PENDAHULUAN Kesulitan siswa dalam mempelajari biologi telah diteliti oleh berbagai peneliti diseluruh dunia. Banyak konsep atau topik di Biologi, termasuk transpor air pada tumbuhan, sintesa protein, respirasi dan fotosintesis, pertukaran gas, energi, sel, mitosis dan meiosis, organ, proses fisiologi, regulasi hormon, transpor oksigen, genetika, genetika Mendel, 265
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 rekayasa genetika, dan sistem saraf pusat digolongkan menjadi materi yang sulit bagi siswa Sekolah Menengah (Çimer, 2012). Hereditas merupakan salah satu konsep dalam Biologi yang dianggap paling sulit oleh kebanyakan siswa. Wita dan Harahap (2016) menemukan bahwa hasil tes menunjukkan76% siswa di kelas XII mengalami kesulitan dalam mempelajari hereditas berdasarkan kategori tingkatan kognitif dan indikator pembelajaran. Berdasarkan Alfiah (2012) melalui diagnosa kesulitan siswa dalam mengerjakan soal mengenai hereditas pada Ujian Nasional (UN) menunjukkan hasil bahwa 53% siswa masih mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal – soal hereditas. Kesulitan – kesulitan yang dialami siswa tersebut disebabkan oleh siswa yang tidak memahami konsep – konsep dalam hukum Mendel, pembentukan gamet, replikasi dan gen, Kebanyakan siswa lebih memilih untuk mengingat konsep daripada memahaminya (Alfiah, 2012). Kesulitan mempelajari topik-topik di Biologi dapat berakibat negatif bagi motivasi dan prestasi siswa (Özcan, 2003). Untuk mengurangi dampak kesulitan belajar bagi siswa, diperlukan penerapan berbagai jenis metode pembelajaran yang sesuai. Metode pembelajaran yang dapat menciptakan susasana kondusif, aktif, kreatif dan efektif salah satunya adalah tutor sebaya. Tutor sebaya adalah sekelompok siswa yang memiliki nilai kelulusan diatas nilai standar dan dapat memberikan pengarahan kepada siswa lain yang mengalami kesulitan dalam belajar (Mawarni, 2015). Tutor sebaya efektif digunakan dalam mempelajari konsep – konsep secara lebih mendalam, selain juga untuk meningkatkan prestasi belajar siswa, membantu menyelesaikan permasalahan dalam belajar, mengembangkan kreatifitas, pengalaman dan kemampuan menyelesaikan masalah. Metode tutor sebaya dapat digunakan di dalam kelas yang heterogen dimana di dalam kelas tersebut terdapat siswa dengan berbagai macam kemampuan dalam belajar. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan design penelitian deskriptif dan pre-experimental. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkatan kesulitan belajar yang dialami siswa berdasarkan indikator pembelajaran pada materi hereditas dan pengaruh tutor sebaya dalam mengurangi kesulitan belajar siswa. One group pretest – postest digunakan sebagai tipe dalam penelitian ini. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XII SMA Swasta Harapan1 Medan. Sebanyak 3 kelas XII terpilih sebagai sampel dengan menggunakan teknik cluster random sampling dengan jumlah siswa sebesar 68 siswa. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes essay dengan 8 item dan tes pilihan berganda dengan 20 item 266
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 yang digunakan dalam pretest dan postest untuk kemudian dibandingkan untuk mendeteksi pengaruh metode tutor sebaya dalam mengurangi dampak kesulitan belajar siswa. Data kemudian dianalisis menggunakan tes normalitas untuk mengetahui persebaran data, dan t-test untuk menguji hipotesis. Setiap grup tutor sebaya diberikan jenis soal pretest yang sama, kemudian perlakuan tutor sebaya yang sama dan juga jenis soal posttest. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Kesulitan Belajar berdasarkan Indikator Pembelajaran Berdasarkan hasil tes pilihan berganda, didapat data bahwa hanya 7,35% siswa yang hasil tesnya dapat memenuhi nilai standar (KKM), sementara 92,65% siswa lainnya memiliki nilai tes yang belum dapat memenuhi nilai standar (KKM). Sedangkan berdasarkan tes essay hanya 2,94% siswa yang hasil tesnya memenuhi nilai standar (KKM). Berdasarkan indikator pembelajaran, indikator menjelaskan penyebab penyimpangan semu hukum Mendel merupakan indikator dengan persentase kesulitan belejar hereditas yang tertinggi dialami oleh siswa. Data hasil analisis kesulitan belajar siswa ditunjukkan dalam Gambar 1.
80 70
72,32% 65,56%
64,43%
53,89%
60
Percentage
66,82%
61,3%
47,8%
50
40%
40 30 20
Gambar 1. 10 0 Ind-1
Ind-2
Ind-3
Ind-4
Ind-5
Ind-6
Ind-7
Ind-8
Gambar 1.Persentase kesulitan belajar siswa berdasarkan indikator pembelajaran (Note : 1. The hypothesis of Mendel about inheritance; 2. Patterns of Inheritance; 3. Probability Crossing based on Mendel Law; 4. Causing of Pseudo-deviation in Mendel Law; 5. Probability Crossing in Mendelian deviation; 6. Human heredity Patterns; 7. Deformity, diseases and disorders heredity patterns in human; 8. The way to avoid the heritance of harm traits.)
B. Analisis Data Pengaruh Tutor Sebaya Data dari setiap hasil pretest dan postest pada materi hereditas disajikan pada Tabel 1. 267
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 Tabel 1. Data hasil pretest dan postest siswa pada materi hereditas Test
N
X
S
Pretest
22
54,7
8,2
Post test
22
68
6,5
Data hasil pretest dan postest kemudian diuji menggunakan uji normalitas dan homogenitas untuk mengetahui persebaran data. Hasil ujo normalitas menunjukkan hasil bahwa data tersebar secara normal dengan taraf signifikan sebesar α = 0,05 dan dk = 5 adalah 11,07, dan data bersifat homogen dengan FCount (pre-test = 1,517), dan FCount (post-test = 1,736), FCount <
FTable. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh tutor sebaya maka
dilakukan uji t dengan hasil t
count
> t
table
( 16,6 >1,684), yang mengartikan bahwa Ha
diterima. Diterimanya Ha menjadi bukti bahwa penerapan tutor sebaya dapat mengurangi kesulitan sisa dalam belajar hereditas. C. Kesulitan Siswa dalam Belajar dan Penerapan Tutor Sebaya Kesulitan belajar adalah suatu kondisi yang menimbulkan hambatan – hambatan dalam proses belajar siswa. Berdasarkan beberapa hasil penelitian mengenai kesulitan siswa dalam belajar biologi menunjukkan hasil bahwa hereditas merupakan salah satu nateri yang sulit untuk dipahami siswa. Duncan and Reiser (2007) menyatakan bahwa hereditas menjadi materi yang sulit dipahami siswa karena konsep – konsep dalam hereditas yang tidak bisa diobservasi secara langsung dan sulit untuk diakses. Konsep – konsep dalam hereditas hanya bisa divisualisasikan dalam bentuk gambar, grafik dan animasi. Keterbatasan dalam menyajikan konsep – konsep ini kemudian menjadikan hereditas menjadi sulit untuk dipahami oleh siswa. Hasil analisis kesulitan belajar siswa berdasarkan indikator pembelajaran pada penelitian ini menunjukkan data bahwa siswa mengalami kesulitan belajar di semua kategori indikator pembelajaran, yang dibuktikan dengan tingginya persentase kesulitan belajar siswa di tiap indikator. Tutor sebaya berperan dalam mengurangi kesulitan siswa dalam belajar hereditas. Hal ini dibuktikan dengan peningkatan nilai postest setelah para siswa melakukan metode tutor sebaya. Hasil ini juga dikuatkan dengan hasil analisis menggunakan uji t dimana didapatkan t count = 16,6 and t table = 1,684. Karena t count > t table, maka terdapat perbedaan signifikan dan Ha dapat diterima. Hasilnya dapat dirumuskan sebagai berikut : “Metode tutor sebaya berdampak baik dalam mengurangi kesulitan siswa dalam belajar hereditas”.
268
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 Tutor sebaya memfasilitasi siswa untuk mempelajari sesuatu secara bersama – sama dalam satu wakttu yang sama. Tutor sebaya efektif dalam mempelajari konsep secara lebih mendalam, selain meningkatkan prestasi akademik bagi tutor dan tutee, tutor sebaya juga mampu mengembangkan keberanian siswa dalam berpendapat dan bertukar pikiran. Velez et al (2011) menyatakan bahwa pembelajaran aktif yang dimotori oleh teman sebaya dapat membuat siswa lebih mudah menganalisis metode dalam instruksi dan keefektifan sebuah instruksi. Memanfaatkan pembelajaran tutor menjadi sebuah cara yang baik untuk mengenalkan siswa pada dunia profesi keguruan. Proses pembelajaran tutor sebaya memfasilitasi siswa untuk mengembangkan pengetahuan, kemampuan, dan perubahan yang dibutuhkan dalam proses pembelajaran. DAFTAR PUSTAKA Alfiah, N., Nusantari, E. (2012). Diagnosis Kesulitan Belajar Siswa dalam Mengerjakan Soal Ujian Nasional Materi Pewarisan Sifat di SMA Negeri 1 Bongomeme Kabupaten Gorontalo. Gorontalo: FMIPA Universitas Negeri Gorontalo. Cimer, A. (2012). What Makes Biology Learning Difficult and Effective : Students' Views. Educational Research and Reviews. 7(3) : , 61 - 71. Duncan, R.G., & Reiser, B.J.(2007). Reasoning across ontologically distinct levels : students' understanding of molecular genetics. Journal of Research in Science Teaching, 44, 938959. Mawarni, E. B. (2015). Penerapan Peer Tutoring Dilengkapi Animasi Macromedia Flash dan Handout untuk Meningkatkan Motivasi Berprestasi dan Prestasi Belajar Siswa Kelas XI IPA 4 SMAN 6 Surakarta Tahun Pelajaran 2013/2014 Pada Materi Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan. Jurnal Pendidikan Kimia , 4 (1) : 29 - 37. Ozcan, N. (2003). A Group of Students and Teachers Perceptions with Respect to Biology Education at High School Level. MA Dissertation. Turkey : Middle East Technical University. Velez, Jonathan. (2011). Cultivating Change Through Peer Teaching. Journal of Agricultural Education. 52(1) : 40 – 49. Wita, P., dan Harahap, F. (2016). Analysis of Students Difficulties in Learning Heredity of XII Grade Students SMA Swasta Harapan 1 Medan Academic Year 2015/2016. Medan : FMIPA State University of Medan.
269
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 PENGGUNAAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN SISWA KELAS X- MIA.1 MATERI EUBACTERIA PELAJARAN BIOLOGI PADA SMA NEGERI 2 TAMIANG HULU ACEH TAMIANG Fitriani Guru SMA Negeri 2 Tamiang Hulu. Aceh. Nangroe Aceh Darussalam Email: [email protected] ABSTRACT To improve the ability of students to biology especially eubacteria material by using the media and the relevant models. It is evocative of researchers to conduct an investigation of this matter at SMAN 2 Tamiang Hulu Aceh Tamiang for 3 months from September-November 2014 which aims to determine the increase in the ability of the class X-MIA.1 eubacteria matter of biology by using a model of problem-based learning in SMA Negeri 2 Tamiang Hulu Aceh Tamiang. The subjects were students of class X-MIA.1 SMAN 2 Tamiang Hulu Academic Year 2014/2015 totaling 25 students, to obtain the data the authors used a technique multiple-choice test of 20 questions and the observation of non-test form. After the authors collected data processing and analyzing the data by comparing the results of observation and tests in the first cycle and the second cycle. The results showed that at the end of the first cycle, students who achieve mastery learning as much as 44% (11siswa), and students who have not completed as much as 56% (14 students), whereas at the end of the second cycle, students who achieve mastery as much as 68% (17 students ) and 32% (8 students) have not reached mastery learning. With the average value of the first cycle class average 71.8 and 77.2 second cycle classes. As for the non-test results of observations of the learning process shows changes students are more active during the learning process. Keywords: The ability of students, learning model, a model of problem-based learning, eubacteria. ABSTRAK Salah satu cara untuk meningkatkan kemampuan siswa terhadap pelajaran biologi khusunya materi eubacteria dengan menggunakan model yang relevan. Hal ini menggugah penulis untuk mengadakan suatu penelitian terhadap masalah ini di SMA Negeri 2 Tamiang Hulu Aceh Tamiang selama 3 bulan dari bulan September-November 2014 yang bertujuan untuk dapat meningkatkan kemampuan siswa kelas X-MIA.I materi Eubacteria pelajaran biologi dengan menggunakan model pembelajaran problem based learning pada SMA Negeri 2 Tamiang Hulu Aceh Tamiang . Subjek penelitian ini adalah siswa kelas X-MIA.I SMA N 2 Tamiang Hulu Aceh Tamiang Tahun Ajaran 2014/2015 yang berjumlah 25 orang siswa, untuk memperoleh data penulis menggunakan teknik tes dan non tes. Setelah data terkumpul penulis mengolah dan menganalisis data dengan cara membandingkan hasil observasi dan tes pada siklus I dan siklus II. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada akhir siklus I, siswa yang mencapai ketuntasan belajar sebanyak 44% (11siswa), dan siswa yang belum tuntas sebanyak 56% (14 siswa), sedangkan pada akhir siklus II, siswa yang mencapai ketuntasan sebanyak 68% (17 siswa) dan sebanyak 32% (8 siswa) belum mencapai ketuntasan belajar. Dengan nilai rata- rata kelas siklus I 71,8 dan rata- rata kelas siklus II 77,2. adapun hasil non tes pengamatan proses belajar menunjukkan perubahan siswa lebih aktif selama proses pembelajaran berlangsung . Kata Kunci: kemampuan siswa, problem based learning, eubacteria. 270
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016
PENDAHULUAN Memasuki abad ke-21 ini,keadaan SDM kita sangat tidak kompetitif. Menurut catatan human development report tahun 2003 persi UNDP, peringkat HDI (Human Development Indeks) atau kualitas SDM Indonesia berada diurutan 112,
jauh dibawah
Filipina (85), Thailand (74), Malaysia (58), Brunei Darussalam (31), Korea Selatan (30),dan Singapura (28). Sementara itu Third Matematics dan Sciense Study (TIMSS) lembaga yang mengukur hasil pendidikan di dunia, melaporkan bahwa kemampuan matematika siswa SMP kita berada diurutan ke 34 dari 38 negara, sedangkan kemampuan IPA berada diurutan ke 32 dari 34 negara (Nurhadi dkk, 2003). Dari gambaran diatas, dapat disimpulkan bahwa mutu pendidikan di Indonesia memang masih memprihatinkan. Dalam hal ini, pemerintah telah melaksanakan berbagai program dan menetapkan berbagai kebijakan untuk meningkatkan mutu pendidikan. Salah satunya peningkatan mutu guru dengan mengadakan pelatihanpelatihan, forum MGMP unutk guru SMA. Sekolah Menegah Atas (SMA) Negeri 2 Tamiang Hulu Aceh Tamiang, yang letaknya di Jalan Sei Serba Desa Harum Sari Kecamatan Tamiang Hulu Kabupaten Aceh Tamiang dengan jumlah gurunya sudah memadai sebanyak 25 orang dan jumlah siswa sebanyak 78 orang. Guru yang pegawai / PNS sebanyak 13 orang, guru honor daerah
dan kontrak
sebanyak 4 orang dan guru yang tidak tetap sebanyak 8 orang. Penulis mengajar di kelas XMIA, dan XII IPA. Pengalaman penulis yang mengajar dikelas X, banyak memiliki kendala dalam hal pemahaman siswa tentang eubacteria, namun di kelas X MIA 1 kemampuan siswa lebih rendah dari 25 orang siswa hanya 5 orang siswa yang tuntas atau hasil belajarnya baik, sedangkan siswa yang lain masih rendah hasil belajarnya terutama pelajaran biologi khususnya materi prinsip klasifikasi untuk menggolongkan eubacteria berdasarkan ciri-ciri dan bentuk melalui pengamatan secara teliti dan sistematis dan manfaatnya dalam kehidupan sehari - hari. Hal ini terbukti masih banyak siswa yang harus diremedial. Hal ini disebabkan oleh berbagai sebab diantaranya kami mengajar masih menggunakan metode, model, dan alat peraga yang belum relevan. Sehingga membuat siswa pasif, maka hasil belajarnya rendah. Sedangkan harapan penulis semua siswa bernilai baik dan tercapai KKM yang telah di tetapkan 2,66. Menurut Arends (1997) model pembelajaran mempunyai empat ciri khusus yang tidak dimiliki oleh strategi sebagai berikut : 1) rasional teoritik yang disusun oleh para pencipta atau pengembangnya 2) landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar (tujuan 271
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 pembelajaran yang akan dicapai), 3) tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan dengan berhasil, 4) lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. Kemampuan merupakan kesanggupan, kebolehan atau kecakapan untuk melakukan atau mengerjakan sesuatu. Sedangkan dalam Kamus Ilmiah Populer, kognitif adalah berfikir dan mengerti, bersifat pengetahuan. Dalam hal ini adalah kemampuan kognitif siswa dalam pelajaran Biologi . Siswa merupakan salah satu unsur dalam proses belajar mengajar dan sekaligus sebagai obyek dari tujuan pengajaran. Menurut Pieger dalam (Irawan, dkk, 1997) seyogyanya seorang guru mampu memahami tahap-tahap perkembangan anak didiknya, serta memberikan materi pelajaran dalam jumlah dan jenis yang sesuai dengan keadaan peserta didik.Guru yang mengajar tetapi tidak menghiraukan keadaan peserta didik cenderung menyulitkan para siswa. Atas dasar itulah penulis ingin mengkaji lebih mendalam terhadap masalah ini melalui suatu penelitian, sehingga ditetapkan judul penelitian tindakan kelas ini adalah “Penggunaan Model Problem Based Learning untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa Kelas X MIA 1 Materi Eubacteria Pelajaran Biologi pada SMA Negeri 2 Tamiang Hulu Aceh Tamiang”. Berdasarkan latar belakang masalah, maka rumusan masalah dalam penelitian ini Apakah melalui penggunaan model problem based learning dapat meningkatkan kemampuan siswa kelas X MIA 1 materi eubacteria pelajaran biologi pada SMA Negeri 2 Tamiang Hulu Aceh Tamiang?. Dari permasalahan terebut, maka tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan kemampuan siswa kelas X MIA 1 materi eubacteria pelajaran biologi dengan menggunakan model problem based lerning pada SMA Negeri 2 Tamiang Hulu.
METODE PENELITIAN Setting Penelitian Penelitian dilaksanakan selama 3 bulan, mulai dari bulan September sampai dengan bulan November
2014.
Penelitian dilaksanakan di SMA Negeri 2 Tamiang Hulu
Kecamatan Tamiang Hulu Aceh Tamiang yang berada di Jalan Sei Serba Desa Harum Sari Tamiang Hulu Aceh Tamiang , selain itu salah satu tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperbaiki proses pembelajaran biologi khususnya pada kompetensi dasar Menerapkan prinsip klasifikasi untuk menggolongkan archaebacteria dan eubacteria berdasarkan ciri-ciri dan bentuk melalui pengamatan secara teliti dan sistematis.
272
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016
Subyek Penelitian Berdasarkan judul penelitian yaitu upaya meningkatakan hasil belajar Biologi melalui penggunaan Model pembelajaran Problem Based learning pada siswa kelas X MIA-1 SMA Negeri 2 Tamiang Hulu Aceh Tamiang
tahun pelajaran 2014/2015, maka subyek
penelitiannya adalah siswa kelas X MIA-1 SMA Negeri 2 Tamiang Hulu Aceh Tamiang tahun pelajaran 2014/2015 yang berjumlah 25 orang siswa yang terdiri dari 13 laki-laki dan 12 orang siswa perempuan. Sumber Data Sumber data dalam penelitian ini adalah siswa, sebagai subyek penelitian. Data yang dikumpulkan dari siswa meliputi data hasil tes tertulis. Tes tertulis dilaksanakan pada setiap akhir siklus yang terdiri atas materi eubacteria. Selain siswa sebagai sumber data, penulis juga menggunakan teman sejawat sesama guru kelas sebagai sumber data. Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini pengumpulan data menggunakan teknik tes dan non tes. Tes tertulis digunakan pada akhir siklus I dan siklus II, yang terdiri atas materi eubacteria. Sedangkan Teknik non tes meliputi teknik observasi dan dokumentasi. Observasi digunakan pada saat pelaksanaan penelitian tindakan kelas kemampuan memahami materi eubacteria pada siklus I dan siklus II. Sedangkan teknik dokumentasi digunakan untuk mengumpulkan data khususnya nilai mata pelajaran Biologi. Alat pengumpulan data meliputi: a. Tes tertulis, terdiri atas 20 butir soal pilihan ganda. b. Non tes, meliputi lembar observasi dan dokumen. Analisis Data Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis dekskriptif, yang meliputi: 1. Analisis deskriptif komparatif hasil belajar dengan cara membandingkan hasil belajar pada siklus I dengan siklus II dan membandingkan hasil belajar dengan indikator pada siklus I dan siklus II. 2. Analisis deskriptif kualitatif hasil observasi dengan cara membandingkan hasil observasi dan refleksi pada siklus I dan siklus II. Prosedur Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang ditandai dengan adanya siklus, adapun dalam penelitian ini terdiri atas 2 siklus. 273
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 Setiap siklus terdiri atas perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi. 1. Siklus I a. Perencanaan, terdiri atas kegiatan: 1) penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). 2) penyiapan skenario pembelajaran. 3) Penyiapan media pembelajaran yang digunakan dan alat bantu tambahan yang dibutuhkan pada penggunaan model pembelajaran problem based learning. 4) Penyiapan lembaran obervasi untuk guru dan siswa. 5) Penyiapan lembaran instrumen penilaian sebagai alat bantu evaluasi pada proses pembelajaran materi eubacteria kelas X-MIA.1 pelajaran Biologi. b. Pelaksanaan, terdiri atas kegiatan; 1) Pelaksanaan program pembelajaran sesuai dengan jadwal, 2) Proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajran Problembased learning
pada kompetensi dasar menerapkan prinsip klasifikasi untuk
menggolongkan
eubacteria berdasarkan ciri-ciri dan bentuk melalui
pengamatan secara teliti dan sistematis. 3) Secara klasikal menjelaskan model pembelajaran Problem based learning dilengkapi lembar kerja siswa, 4) Langkah-langkah model pembelajaran, 5) Mengadakan observasi tentang proses pembelajaran menggunakan model problem based leraning, 6) Mengadakan tes tertulis, 7) Penilaian hasil tes tertulis. c. Pengamatan, yaitu mengamati proses pembelajaran dan menilai hasil tes sehingga diketahui hasilnya. Atas dasar hasil tersebut digunakan untuk merencanakan tindak lanjut pada siklus berikutnya. d. Refleksi, yaitu menyimpulkan pelaksanaan hasil tindakan pada siklus I. 2. Siklus II 1. Perencanaan, terdiri atas kegiatan: a. penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP); b. penyiapan skenario pembelajaran. c. Penyiapan media pembelajaran yang digunakan dan alat bantu tambahan yang dibutuhkan pada penggunaan model pembelajaran problem based learning d. Penyiapan lembaran obervasi untuk guru dan siswa 274
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 e. Penyiapan lembaran instrumen penilaian sebagai alat bantu evaluasi pada proses pembelajaran materi eubacteria kelas X-MIA.1 pelajaran biologi. 2. Pelaksanaan, terdiri atas kegiatan; a. Pelaksanaan program pembelajaran sesuai dengan jadwal, b. Model
pembelajaran
problem
based
learning
pada
kompetensi
dasar
menerapkanprinsip klasifikasi untuk menggolongkan eubacteria berdasarkan ciriciri dan bentuk melalui pengamatan secara teliti dan sistematis. c. Siswa untuk menggunakan model pembelajaran Problem based learning, d. Mengadakan observasi tentang proses pembelajaran yang menggunakan model problem based learning materi eubacteria kelas X-MIA.1 pelajaran biologi, e. Mengadakan tes tertulis, f. Penilaian hasil tes tertulis. 3. Observasi, yaitu mengamati proses pembelajaran dan menilai hasil tes sehingga diketahui hasilnya, 4.
Refleksi, yaitu menyimpulkan pelaksanaan hasil tindakan pada siklus II.
HASIL PENELITIAN Berdasarkan
hasil
penelitian
dapat
dinyatakan
bahwa
penggunaan
Model
pembelajaran Problem Based learning pada siswa kelas X MIA-1 SMA Negeri 2 Tamiang Hulu Aceh Tamiang tahun pelajaran 2014/2015 terjadi peningkatan dan perubahan yang lebih baik. Hal tersebut dapat dianalisis dan dibahas sebagai berikut. Pembahasan Pra Siklus I 1.) Hasil Belajar Pada awalnya siswa kelas X MIA-1, nilai rata- rata pelajaran Biologi rendah khususnya pada kompetensi dasar Menerapkan prinsip klasifikasi untuk menggolongkan archaebacteria dan eubacteria berdasarkan ciri-ciri dan bentuk melalui pengamatan secara teliti dan sistematis. Sebelum dilakukan tindakan guru memberi tes . Berdasarkan ketuntasan belajar siswa dari sejumlah 25 siswa yang mendapat nilai A (sangat baik) sejumlah 0% atau tidak ada, yangmendapat nilai B (baik) sebanyak 8% atau sebanyak 2 siswa dan yang mendapatnilai C (cukup) sebanyak 60% atau 15 siswa, dan yang mendapat nilai kurang 24% atau sebanyak 6 siswa, sedangkan yang mendapat nilai sangat kurang 8% atau sebanyak 2 siswa. 2. Proses Pembelajaran Proses pembelajaran pada pra siklus menunjukkan bahwa siswa masih pasif, karena tidak diberi respon yang menantang. Siswa masih bekerja secara individual, tidak 275
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 tampak kreatifitas siswa maupun gagasan yang muncul. Siswa terlihat jenuh dan bosan tanpa gairah karena pembelajaran selalu monoton. Pembahasan Siklus I Hasil Tindakan pembelajaran pada siklus I, berupa hasil tes dan non tes.Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti terhadap pelaksanaan siklus I diperoleh keterangan sebagai berikut: 1) Hasil Belajar Dari hasil tes siklus I, menunjukkan bahwa hasil yang mencapai nilai A (sangat baik) adalah 3 siswa (12 %), sedangkan yang mendapat nilai B (baik) adalah 8 siswa atau (32%), sedangkan dari jumlah 18 siswa yang masih mendapatkan nilai C (cukup) sebanyak 11 siswa (44 %) , sedangkan yang mendapat nilai D (kurang) ada 1 siswa (4 %), sedangkan yang mendapat nilai D (sangat kurang) ada 2 siswa atau 8 %, dengan nilai rata-rata 71,8. 2) Proses Pembelajaran Proses pembelajaran pada siklus I sudah menunjukkan adanya perubahan, meskipun belum semua siswa terlibat aktif dalam kegiatan pembelajaran . Hal ini dikarenakan kegiatan yang bersifat kelompok ada anggapan bahwa prestasi maupun nilai yang di dapat secara kelompok . Dari hasil pengamatan telah terjadi kreatifitas dan keaktifan siswa secara mental maupun motorik , karena kegiatan pembelajaran yang dilakukan dengan permainan serta perlu kecermatan dan ketepatan . Ada interaksi antar siswa secara individu maupun kelompok , serta antar kelompok. Masing-masing siswa ada peningkatan latihan bertanya dan menjwab antar kelompok , sehingga terlatih ketrampilan bertanya jawab. Terjalin kerjasama inter dan antar kelompok. Ada persaingan positif antar kelompok mereka saling berkompetisi untuk memperoleh penghargaan dan menunjukkan untuk jati diri pada siswa. Pembahasan Siklus II Hasil Tindakan pembelajaran pada siklus II, berupa hasil tes dan non tes.Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti terhadap pelaksanaan siklus II diperoleh keterangan sebagai berikut: 1) Hasil Belajar Dari hasil tes siklus II, menunjukkan bahwa hasil yang mencapai nilai A (sangat baik) adalah 5 siswa (20 %), sedangkan yang mendapat nilai B (baik) adalah 12 siswa atau (48%), sedangkan yang masih mendapatkan nilai C (cukup) sebanyak 8 siswa (32 %) , sedangkan yang mendapat nilai D tidak ada dengan rata-rata kelas 77,2. 2) Proses Pembelajaran
276
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 Proses pembelajaran pada siklus II sudah menunjukkan adanya perubahan, meskipun ada 2 siswa belum terlibat aktif dalam kegiatan pembelajaran . Berdasarkan nilai hasil siklus I dan nilai hasil siklus II dapat diketahui bahwa penggunaan model pembelajaran problem based learning dengan cara diskusi, tanya jawab serta presentasi dapat meningkatkan hasil belajar biologi, khususnya kompetensi dasar menerapkan prinsip klasifikasi untuk menggolongkan archaebacteria dan eubacteria berdasarkan ciri-ciri dan bentuk melalui pengamatan secara teliti dan sistematis . SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Penerapan
model Pembelajaran problem based learning dapat meningkatkan hasil
belajar mata pelajaran biologi khususnya kompetensi dasar menerapkan prinsip klasifikasi untuk menggolongkan archaebacteria dan eubacteria berdasarkan ciri-ciri dan bentuk melalui pengamatan secara teliti dan sistematis bagi siswa kelas X-MIA.1 semester 1 SMA Negeri 2 Tamiang Hulu Aceh Tamiang tahun pelajaran 2014/2015. Pada akhir siklus I, siswa yang mencapai ketuntasan belajar sebanyak 44% (11siswa), dan siswa yang belum tuntas sebanyak 56% (14 siswa), sedangkan pada akhir siklus II, siswa yang mencapai ketuntasan sebanyak 68% (17 siswa) dan sebanyak 32% (8 siswa) belum mencapai ketuntasan belajar. Dengan nilai rata- rata kelas siklus I 71,8 dan rata- rata kelas siklus II 77,2. adapun hasil non tes pengamatan proses belajar menunjukkan perubahan siswa lebih aktif selama proses pembelajaran berlangsung . B. Saran Berkaitan dengan simpulan dari hasil penelitian di atas, maka dikemukakan saran bahwa guru hendaknya menerapkan model pembelajaran problem based learning dengan cara diskusi, presentasi, tanya jawab, mencocokkan gambar dan pemberian nama pada gambar sesuai dengan materi yang akan diajarkan. Untuk meningkatkan hasil belajar pada kompetensi dasar menerapkan prinsip klasifikasi untuk menggolongkan archaebacteria dan eubacteria berdasarkan ciri-ciri dan bentuk melalui pengamatan secara teliti dan sistematis. Selain itu guru hendaknya dapat menggunakan metode, model dan media pembelajaran yang sesuai dengan materi yang akan diajarkan dan telah didesain terlebih dahulu, dan semoga dapat dilakukan penelitian lebih lanjut. DAFTAR PUSTAKA Anas Budijono. 2011. Pengantar Evaluasi Pendidikan. PT. Raja Garafindo Persada. Jakarta. Arends. 1997. Learning to teach. 5 edition. Singapore : Mc.Growt. Hill. 277
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 Djamarah, dkk . 2002. Strategi Belajar Mengajar, Bina Aksara. Jakarta. Irawan, dkk. 1997. Teori Belajar , Motivasi dan Keterampilan Mengajar, PPA-PPAI Universitas Terbuka. Jakarta. Joyce and Weil. 1980. Models Of Teaching, Fifth Edition. USA: Allyn and Bacon A Simon dan Scuster Company. Syah. Muhibbin. 2008. Psikologi Belajar. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. Nurhadi, dkk.2003. Pembelajaran Kontekstual ( kontekstual Teaching and Learning CTL) Dan Penerapan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Universitas Negeri Malang. Malang. Rusman. 2012. Model- Model Pembelajaran. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. Sri Pujianto. 2013. Biologi Buku Guru Kelas X. PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri. Solo. Sugiyono. 2010. Statistik Untuk Penelitian. Alfabeta. Bandung.
278
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI DAN KOOPERATIF TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA PADA MATERI ANIMALIA DI SMA NEGERI 11 MEDAN Hutri Purnama Sary Lubis1, Ely Djulia2 dan Syahmi Edi2 Alumni Program Studi Pendidikan Biologi, FMIPA, Universitas Negeri Medan, Medan 2) Tenaga Pengajar Program Studi Pendidikan Biologi, FMIPA, Universitas Negeri Medan, Medan Jl. Willem Iskandar Psr. V Medan Estate, Medan, Indonesia, 20221 Email: [email protected] 1)
ABSTRACT The Effect of Inquiry and Cooperative Learning Model On Science Process Skills in Animalia Topic in SMA Negeri 11 Medan. This research aims to determine the effect of the learning model on students science process skills in SMA Negeri 11 Medan. The research applied experimental queasy method research with 3 classes which were choosing by using cluster random sampling technique. The class X7 learn with inquiry learning model, class X8 with cooperative (Group Investigation) learning model, and while class X9 (control) with conventional learning model. The research instrument were the test of science process skills in essay test. The data analysis technique used Covariat Analysis at the level of significance α = 0.005 by using SPSS 21.0. The results showed that There was significant effect of learning model on students’ Science Process Skills (F= 22.760; P= 0.000). The students’ Science Process Skills learn by inquiry learning model (87.72±5.129) is significant higher than cooperative (Group Investigation) learning model (83.55±5.844), and conventional learning model (79.25±5.723). The study imply that expected to the teachers to be able to conduct inquiry and cooperative (Group Investigation) learning in Animalia topic as the effort to improve the Science process skills. Kata kunci: science process skills, inquiry, cooperative (group investigation) learning, conventiona
PENDAHULUAN Biologi sebagai sains memiliki komponen dasar yang tidak dapat dipisahkan yaitu produk dan proses. Selaras dengan hakikat biologi sebagai sains, maka pembelajaran biologi seharusnya mengembangkan keterampilan berpikir dan keterampilan praktik (Prayitno, 2010). Mata pelajaran Biologi dikembangkan melalui kemampuan berpikir analitis, induktif dan deduktif untuk menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan peristiwa alam sekitar (BSNP, 2006). Pembelajaran biologi pada tiap satuan pendidikan juga tidak dapat dilepaskan dari metode ilmiah karena metode ilmiah merujuk pada proses-proses pencarian sains yang dilakukan siswa. Pembelajaran harus mengacu pada kegiatan yang memungkinkan peserta didik tidak hanya mempelajari pengetahuan deskriptif saja yang berupa fakta, konsep, hukum dan prinsip tetapi juga belajar mengenai pengetahuan prosedural berupa keterampilan proses sains. Pembelajaran merupakan aspek terpenting dalam pelaksanaan pendidikan. 279
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 Proses pembelajaran sains menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar siswa memahami alam sekitar secara ilmiah. Pengalaman langsung yang dimaksudkan adalah kegiatan pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif selama proses pembelajaran secara aktif mencari tahu dan melakukan kegiatan. Pembelajaran IPA adalah pembelajaran yang menghendaki dan membawa siswa menjadi aktif dan kreatif dalam menemukan berbagai fakta ilmiah (Marnita, 2013). Keterampilan proses sains sangat diperlukan dalam pembelajaran karena semua kegiatan inkuiri atau penyelidikan melibatkan keterampilan proses sains (Deta, 2013). Keterampilan proses sains dikelompokkan menjadi dua yaitu keterampilan proses sains dasar dan keterampilan proses sains terpadu. Keterampilan proses sains dasar diperuntukkan untuk siswa sekolah dasar dan menengah pertama, sedangkan keterampilan proses sains terpadu diperuntukkan bagi siswa sekolah menengah atas dan perguruan tinggi (Akinbobola dkk, 2010). Untuk meningkatkan mutu pendidikan sains pada sekolah menengah atas atau mutu pelajaran biologi secara khusus diperlukan perubahan pola pikir yang digunakan sebagai landasan pelaksanaan pembelajaran. Paradigma pembelajaran yang telah berlangsung sejak lama lebih menitik beratkan peranan pendidik dalam mentransfer pengetahuan kepada peserta didik. Paradigma tersebut telah bergeser menuju paradigma pembelajaran yang memberikan peran lebih banyak kepada peserta didik untuk mengembangkan keterampilan yang dibutuhkan bagi dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (Dantes, 2007). Paradigma tersebut sejalan dengan tuntutan yang mengharapkan agar bahan pembelajaran tidak sekedar sebagai uraian dari materi pokok. Terdapat sinyalemen, bahwa harapan tumbuhnya sifat kreatif dan antisipatif para guru sains dalam praktek pembelajaran untuk memaksimalkan peranan peserta didik dewasa ini masih belum optimal. Hal ini diduga sebagai salah satu faktor penyebab rendahnya kualitas dan kuantitas proses dan produk pembelajaran sains. Kualitas proses pembelajaran sains dewasa ini dapat dilihat dari kegiatan pembelajaran yang sifatnya reguler, karena pembelajaran sains didominasi oleh transmisi atau perpindahan pengetahuan dari guru kepada peserta didik, metode pembelajaran ini dikenal dengan metode pengajaran langsung (direct intruction). Berdasarkan hasil observasi dan pengalaman penulis yang dilakukan di SMA Yayasan Pembangunan Galang, Yayasan Dr. Wahidin Sudirohusodo dan SMA Negeri 11 Medan ditemukan beberapa kelemahan yang memengaruhi hasil belajar siswa pada materi dunia hewan. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya kelemahan-kelemahan yaitu siswa banyak melamun bahkan mengantuk dan akhirnya menganggap biologi pelajaran hapalan, siswa 280
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 kurang tertarik dengan cara guru menyampaikan materi (metode ceramah), sedikit siswa yang mau bertanya, tidak mampu menjawab dengan sempurna pertanyaan dari guru, siswa yang aktif akan semakin aktif begitu sebaliknya siswa yang pasif akan semakin pasif. Selain itu siswa juga kurang merespon dalam belajar dan kurang bersemangat sehingga hasil belajar rendah khususnya kemampuan kognitif sesuai dengan ranah kognitif Taksonomi Bloom. Bila dilihat rata-rata hasil belajar untuk materi kingdom Animalia siswa di SMA Yayasan Dr. Wahidin Sudirohusodo semester genap 2014/2015 hanya 6,84, begitu juga dengan SMA Yayasan Pebangunan Galang hanya hanya meiliki nilai rata-rata 6,54. dan SMA Negeri 11 hanya memiliki nilai rata-rata 6,70. Ini disebabkan karena materi Animalia yang cukup banyak, tidak adanya pengamatan langsung dari contoh masing-masing filum kingdom animalia dan pemilihan strategi dan model pembelajaran yang diterapkan di kelas kurang tepat dan bervariasi sehingga menyebabkan kelemahan-kelemahan pada KBM sehingga hasil belajar siswa rendah dan tidak mencapai KKM yaitu 75. Hasil observasi lapangan di atas merupakan masalah dan perlu adanya model pembelajaran yang tepat di kelas agar permasalahan tersebut dapat dipecahkan dan peserta didik belajar dapat secara aktif dan memperoleh hasil prestasi yang maksimal. Guru perlu mencari model pembelajaran baru yang lebih tepat guna sehingga peserta didik mempunyai motivasi yang tinggi untuk belajar. Motivasi yang seperti ini akan dapat tercipta kalau guru dapat meyakinkan peserta didik akan kegunaan materi pelajaran bagi kehidupan nyata sang peserta didik (Mulyasa, 2007). Pembelajaran pengetahuannya
yang
dapat
mengutamakan dilaksanakan
keterlibatan
dengan
siswa
menggunakan
dalam model
membangun pembelajaran
inkuiri/penyelidikan. Sanjaya (2006) mengemukakan bahwa “Model pembelajaran inkuiri adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan”. Pada pembelajaran dengan model pembelajaran inkuiri siswa melihat proses sains sebagai keterampilan yang dapat mereka gunakan menjadi lebih ingin tahu tentang, segala sesuatu yang ada di dunia ini, memandang guru sebagai fasilitator lebih banyak bertanya, dimana pertanyaan itu digunakan untuk mengembangkan kegiatan-kegiatan dan materi, terampil dalam mengajukan sebab dan akibat dari hasil pengamatan dan penuh dengan ide-ide murni. Melalui keterampilan proses didkembangklan sikap dan nilai yang meliputi observasi, klasifikasi, prediksi, menyusun hipotesa, interpretasi, mengajukan pertanyaan, merencanakan percobaan, mengkomunikasikan, dan menerapkan konsep (Rustaman, 2007). 281
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 Selain itu untuk menambah pengetahuan, rasa percaya diri serta merangsang siswa untuk aktif dalam belajar dan bekerja sama antar teman sejawatnya di dalam kelas, permasalahan pembelajaran pada materi Kingdom Animalia juga cocok dengan model pembelajaran kooperatif. Berbagai inovasi dalam pendidikan IPA telah dilakukan dalam kurun waktu terakhir ini. Hal ini merupakan upaya untuk membelajarkan siswa sehingga mereka dapat belajar secara optimal. Salah satu model pembelajaran yang bisa digunakan untuk meningkatkan hasil belajar, membuat pembelajaran menjadi menyenangkan, dan mengembangkan sikap bekerja sama adalah model pembelajaran kooperatif (Slavin, 2011). Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu struktur organisasional yang mana satu kelompok siswa mengejar tujuan akademik melalui usaha bersama dalam kelompok kecil, menarik kekuatan, dan bantuan masing-masing yang lainnya dalam melengkapi tugas. Model ini menganjurkan hubungan yang saling menunjang, keterampilan komunikatif yang baik, dan kemampuan berpikir pada tingkatan yang lebih tinggi (Puger, 2011). Manfaat dari model pembelajaran ini dapat melatih siswa menerima pendapat orang lain, bekerja sama dengan teman yang berbeda latar belakangnya (heterogen), membantu memudahkan menerima materi pelajaran, meningkatkan kemampuan berfikir dalam memecahkan masalah dan meningkatkan keterampilan proses sains siswa. Animalia atau dunia hewan adalah salah satu pokok bahasan yang diajarkan di SMA kelas X semester II dan memuat materi tentang ciri-ciri dan struktur hewan vertebrata dan invertebrata, yang diklasifikasikan dari beberapa filum serta umumnya berbahasa latin. Untuk menguasai materi Kingdom Animalia ini diperlukan model pembelajaran tertentu supaya siswa dapat menguasai materi pelajaran yang sedang dipelajarinya. Secara teoritis, inkuiri dan investigasi kelompok dapat menjadi solusi yang efektif untuk membelajarkan IPA (termasuk biologi) pada setiap tingkat satuan pendidikan, khususnya pada kelas siswa yang masih baru diperkenalkan dengan metode belajar mandiri seperti Inkuiri (Rustaman, 2007). Berdasarkan uraian permasalahan di atas, maka penting dilakukan pemecahan permasalahan dalam rangka meningkatkan keterampilan proses sains dengan menggunakan model inkuiri dan kooperatif. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 11 Medan pada kelas X semester genap Tahun Pembelajaran 2015/2016 yang beralamat di Jalan Jalan Pertiwi no 93 Medan Tembung 20224. Waktu penelitian dimulai dari bulan Februari sampai dengan bulan April 2016.
282
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kelas X SMA Negeri 11 Medan yang berjumlah 395 orang yang terbagi ke dalam 10 kelas yaitu kelas X1 – X10. Pangambilan sampel dilakukan secara cluster random sampling yakni dengan mengundi 10 kelas. Hasil pengundian mendapatkan kelas X6 yang beranggotakan 39 orang , kelas X7 beranggotakan 40 orang dan kelas X8 beranggotakan 40 orang
sehingga jumlah sampel
dalam penelitian ini adalah 119 orang siswa. Kelas X6 merupakan kelas yang akan diajar dengan model pembelajaran inquiry, kelas X7 diajar dengan model pembelajaran Kooperatif (Group Investigation), sedangkan kelas X8 diajar dengan pembelajaran langsung (Konvensional). Penelitian ini dilakukan dengan metode quasi eksperimen. Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan ekperimen dengan desain nonfaktorial yang membandingkan model pembelajaran Inquiry dengan Kooperatif (Group Investigation). Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan tes. Instrumen tes keterampilan proses sains terdiri atas 10 soal essay mencakup materi Animalia dan pemberian skor disesuaikan dengan bobot soal. Tes keterampilan proses sains terdiri dari Sembilan indikator yaitu observasi, klasifikasi, prediksi, berhipotesa, interpretasi, mengajukan pertanyaan, merencanakan percobaan, berkomunikasi, dan menerapkan konsep (Rustaman, 2007). Teknik analisis data yang dilakukan pada penelitian ini adalah statistik deskriptif dan inferensial. Sebelum pengujian hipotesis, terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat terhadap data yang dikumpulkan yaitu dengan menggunakan uji normalitas dan homogenitas. Uji normalitas dimaksudkan untuk menguji apakah data sampel yang diperoleh dari populasi memiliki sebaran yang berdisribusi normal. Uji normalitas dilakukan dengan pendekatan Kolmogorov-Smirnov. Sedangkan uji homogenitas dimaksudkan untuk menguji apakah kelompok-kelompok sampel berasal dari populasi yang sama, artinya penyebarannya dalam populasi bersifat homogen. Uji homogenitas data dilakukan dengan pendekatan Levene’s Test. Setelah prasyarat terpenuhi selanjutnya dilakukan pengujian hipotesis penelitian dengan menggunakan Analisis Kovariat (Anacova) pada taraf α = 5 %. Apabila hasil uji statistik menunjukkan pengaruh yang signifikan, maka analisis dilanjutkan dengan uji Turkey’s. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan SPSS.21.0. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Ringkasan data hasil penelitian disajikan dalam Tabel 1 .
283
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 Tabel 1. Pretes dan Postes Kelas X SMA Tentang Animalia
Kelas
Keterampilan Proses Sains
Inkuiri
Pretes 46,38±7,72
Postes 87,72±5,13
Group Investigation
45,20±6,72
83,55±5,84
Konvensional
44,48±8,06
79,25±5,72
Tabel 2. Uji Normalitas Kelas Inquiry, Kooperatif (Group Investigation), dan Konvensional Kolmogorov-Smirnova Model Pembelajaran Inquiry Group Investigation Konvensional
Keterampilan Proses Sains Pretes
Postes
0,124
0,200
0,058
0,096
0,160
0,142
Keterangan
Normal
Tabel 3. Tabel Uji Homogenitas Kelas Inquiry, Kooperatif (Group Investigation), dan Konvensional Aspek
Levene Statistic
yang Dinilai Keterampilan Proses Sains Keterangan
Pretes P = 0,358> 0,05
Postes P = 0,315 > 0,05
Homogen
Pengaruh Model Pembelajaran Terhadap Kemampuan Kognitif Hasil analisis kovariat (Anacova) dengan bantuan SPSS 21.00 menunjukkan Hasil analisis kovariat (Anacova) dengan bantuan SPSS 21.00 menunjukkan 284
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 bahwa model pembelajaran secara signifikan berpengaruh terhadap keterampilan proses sains (F= 22,760; P= 0,000). Hasil uji Tukey menunjukkan bahwa hasil keterampilan proses sains yang diajarkan dengan Inquiry 87,7±5,1 secara signifikan lebih tinggi dibandingkan hasil keterampilan proses sains siswa yang dibelajarkan dengan model kooperatif (Group investigation) 83,5±5,8 dan yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional 79,2±5,7 (Gambar 1).
Rata-rata Keterampilan Proses Sains
100 90
87,72 79,25
83,55
80
c
70 60 50
46,38 45,20
44,48
40 30 20 10 0 Inquiry Pretes/Postes
GI Pretes/Postes Konvensional Pretes/Postes
Model Pembelajaran
Gambar 1. Perbedaan Skor Rata-rata ( ) Pretes dan Postes Keterampilan Proses Sains Siswa Kelas X SMA Negeri 11 Medan yang Diajar dengan Model Pembelajaran Inquiry, Kooperatif (Group Investigation), dan Konvensional pada Materi Animalia. Selanjutnya persentase indikator dari keterampilan proses sains siswa yang mencakup mengamati,
mengelompokkan,
interpretasi,
meramalkan,
mengajukan
pertanyaan,
berhipotesa, merencanakan percobaan, menerapkan konsep dan berkomunikasi yang diajar dengan Model Pembelajaran Inquiry, Kooperatif (Group Investigation) dan Konvensional (Gambar 2).
285
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 Persentase Keterampilan Proses Sains
17 %
12% 9%
17% 9%
9%
9% 9% 9% 8%
Inkuiri Observasi,
8%
9%
8%
8%
8%
9%
17 %
21 16 % %
8%
Kooperatif (GI) Klasifikasi,
Menyusun Hipotesa,
8%
8%
9%
8% 8%
9%
8%
7% 7%
8%
Konvensional
Prediksi,
Interpretasi
Mengajukan Pertanyaan,
Merencanakan Percobaan
Mengkomunikasikan
Menerapkan konsep
Kemampuan Kognitif Tidak Tercapai
Gambar 2. Persentase Indikator Keterampilan Proses Sains Siswa Kelas X SMA Negeri 11 Medan yang Diajar dengan Model Pembelajaran Inquiry, Kooperatif (Group Investigation), dan Konvensional pada Materi Animalia Pembahasan Melalui Model Inquiry Siswa Mengobservasi Ciri-ciri Spesies dari Filum Anggota Animalia Secara Langsung Keterampilan proses sains siswa dalam pembelajaran Inquiry dapat dilihat dari kegiatan siswa dapat melaksanakan kegiatan keilmiahan yaitu mengamati/mengobservasi Schpha sp dari Filum Porifera, Aurelia aurita dari filum Coelenterata, Planaria sp dari Filum Platyhelminthes, Ascaris lumbricoides dari filum Nematelminthes, Hirudo medicinalis dari filum Annelida, Loligo pealeii dari filum Mollusca, Crustacea (udang-udangan) dari filum Arthropoda, Echinarachnius sp dari filum Echinodermata, mengklasifikasikan hewan-hewan invertebrata sesuai dengan filumnya, berhipotesa tentang ciri dan reproduksi hewan dari masing-masing filum, berkomunikasi dengan kawan sekelompoknya memberikan kesempatan lebih banyak kepada siswa untuk mencari dan menemukan sendiri fakta tentang ciri dan manfaat hewan avertebrata dan vertebrata, dan prinsip melalui pengalaman secara langsung sehingga proses pembelajaran menjadi lebih optimal. Pada awal hingga akhir pembelajaran siswa memiliki pengalaman pada proses belajarnya dari pembelajaran inkuiri karena menekankan pada keaktifan belajar yang dapat menumbuhkan kemampuan siswa dalam menggunakan keterampilan proses sains dengan merumuskan pertanyaan yang mengarah pada kegiatan penyelidikan, menyusun hipotesis 286
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 tentang sistem reproduksi dari hewan vertebrata dan avertebrata, melakukan penelitian di sekitar tempat tinggal tentang ciri-ciri hewan vertebrata yang ditemukan, mengumpulkan dan mengolah data, dan mengkomukasikan hasil temuannya dalam proses pembelajaran. Hal ini sekaligus mendukung penelitian Sabahiyah dkk (2013) yang menunjukkan dalam penelitiannya bahwa terdapat pengaruh model pembelajaran inkuiri terbimbing terhadap peningkatan keterampilan proses sains dan penguasaan konsep IPA. Melalui Model Group Investigation Siswa Meningkatkan Keterampilan Bertanya dalam Melakukan Investigasi Kelompok Pada proses pembelajaran Kooperatif (Group Investigation) siswa fokus terhadap pembelajaran karena masing-masing siswa diberi kesempatan dalam menginvestigasi teman antar kelompoknya, membuat perencanaan diskusi tentang nama subfilum, ciri morfologi dan contoh spesies dari hewan avertebrata dan vertebrata (Chordata) dalam memecahkan masalah serta menentukan topik dalam mempelajarinya melalui investigasi. Dalam proses investigasi kelompok siswa dalam belajar pengklasifikasian hewan berdasarkan simetri tubuh, segmentasi tubuh, warna elsoskeleton, dan perkembangan embrionik banyak melibatkan keterampilan mengajukan pertanyaan yang tinggi dan menerapkan konsep sehingga dapat menumbuhkan motivasi dan semangat belajar sebagai sebuah proses pembelajaran sosial karena menuntut keterlibatan siswa dalam kelompok. Triutami (2014) dalam penelitiannya
menyatakan bahwa penggunaan model
pembelajaran Group Investigation berpengaruh signifikan terhadap peningkatan keterampilan proses sains karena dalam proses belajar siswa turut aktif terlibat karena langkah Model Kooperatif (Group Investigation) pada LKK menuntun siswa untuk memberikan pendapat/ide, menyusun perencanaan penyelidikan, melakukan penyelidikan dengan mencari informasi pengetahuan untuk menyampaikan fakta pengetahuan sesuai ilmu pengetahuan yang didapat untuk untuk menyelesaikan masalah. Penelitian Wiratana dkk (2013) juga menyimpulkan bahwa Terdapat perbedaan keterampilan proses dan hasil belajar sains siswa yang belajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok (Group Investigation) dengan siswa yang belajar secara konvensional. KESIMPULAN Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian yang telah diuraikan dapat disimpulkan bahwa siswa yang dibelajarkan dengan model Inkuiri, Kooperatif (Group Investigation) dan Konvensional berpengaruh signifikan terhadap keterampilan proses sains siswa pada materi Animalia di kelas X SMA Negeri 11 Medan. 287
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016
DAFTAR RUJUKAN Akinbobola, Akinyemi, Afolabi, F. 2010. Analysis of Science Process Skills in West African Senior Secondary School Certificate Physic Practical Examination in Nigeria. American-Eurasian Journal of Scientic Research, (Online), vol. 5 No. 4 (http://www.idosi.org/aejsr/5(4)10/3.pdf, diakses tanggal 5 September 2013). Badan Standar Nasional Pendidikan. 2006. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Sekolah Menengah Atas. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Dantes. 2007. Metodologi Penelitian. Singaraja: Undiksha Singaraja. Deta, U.A dan Suparmi. 2013. Pengaruh Metode Inkuiri Terbimbing dan Proyek, Kreativitas, serta Keterampilan Proses Sains terhadap Prestasi Belajar Siswa. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia, (Online), vol. 9, (http://journal.unnes.ac.id, diakses 29 September 2013). Marnita. 2013. Peningkatan Keterampilan Proses Sains melalui Pembelajaran Kontekstual pada Mahasiswa Semester 1 Materi Dinamika. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia, (Online), (http://journal.unnes.ac.id, diakses tanggal 2 September 2013). Mulyasa, E. 2007. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Suatu Panduan Praktis. Bandung: PT Remaja Rosda Karya. Prayitno, B. A. 2010. Potensi Pembelajaran Biologi Inkuiri Dipadu Kooperatif dalam Pemberdayaan Berpikir dan Keterampilan Proses pada Siswa Under Achievment. Prosiding Seminar Nasional Sains 2010 ISBN 978-979-028-272-8 Puger, I Gusti Ngurah. 2011. Pengembangan Program Mengenal Aplikasi Metode Pembelajaran Kooperatif Model Jigsaw dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Biologi Siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) . Jurnal Sains Dan teknologi vol. 11 No. 1 (https://jurnalwidyatech.files.wordpress.com, diakses Februari 2012). Rustaman. 2007. Strategi Belajar Mengajar Biologi, Malang: Universitas Negeri Malang. Sabahiyah, Marhaeni, A.A.I.N, Suastra, I.W. 2013. Pengaruh Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Terhadap Keterampilan Proses Sains dan Penguasaan Konsep IPA Siswa Kelas V Gugus 03 Wanasaba Lombok Timur. E-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha Program Studi Pendidikan Dasar. (Online), Vol. 3 (http://pasca.undiksha.ac.id/ejournal/index.php/jurnal_pendas/article/viewFile/ 784/569, diakses 21 Desember 2013). Sanjaya, W. 2006. Strategi Pembelajaran. Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Prenada Media. Slavin, E.R. 2011. Psikologi Pendidikan Teori dan Praktek Jilid 2. Jakarta: Indeks. Triutami. 2014. Penggunaan Model Pembelajaran Group Investigation (GI) terhadap Keterampilan Proses Sains Siswa. Bandar Lampung: Univesitas Lampung.
288
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 Wiratana, I Ketut, Sadia, I.W, Suma, K. 2013. Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Investigasi Kelompok (Group Investigation) terhadap Keterampilan Proses dan Hasil Belajar Sains Siswa SMP. e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha Program Studi IPA. Vol.3 (online), (http://pasca.undiksha.ac.id/ejournal/index.php/jurnal_ipa/article/view/798, diakses 20 Agustus 2013).
289
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 PENGEMBANGAN BUKU PENUNTUN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI BERBASIS INKUIRI KONTEKSTUAL PADA MAHASISWA PENDIDIKAN BIOLOGI FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MEDAN Indarianni1, Hasruddin2dan Syahmi Edy3) Alumni Program Studi Pendidikan Biologi, Pasca Sarjana, Universitas Negeri Medan, Medan 2) Tenaga Pengajar Program Studi Pendidikan Biologi, Pasca Sarjana, Universitas Negeri Medan, Medan Jl. Willem Iskandar Psr. V Medan Estate, Medan, Indonesia, 20221 1)
ABSTRACT This study aims to determine: (1) the results of expert validation of the handbook practical material based contextual inquiry that has been developed; (2) the results of expert validation of the design handbook contextual inquiry-based lab that has been developed; (3) response Microbiology Lecturer Practical course of the handbook contextual inquiry-based lab that has been developed; (4) The perception of the students of Biology Education University of Medan against handbook contextual inquiry-based lab has been developed; (5) The eligibility handbook contextual inquiry-based lab Microbiology for Students of Biology, State University of Medan. This research was development using Model Thiagarajan development of teaching materials, modified as needed. The stages of this model include the definition (define), design (design), development (develop), and dissemination (disseminate). Subject test consists of a team of subject matter experts, a team of experts design, three (3) students Prodi individual testing of biological Education, 9 (nine) students of biology education Prodi small group trial, 20 students of biology education Prodi limited field trial. Data collected in the form of a questionnaire. Results matter expert validation of the handbook contextual inquiry-based lab that developed as a whole included in the excellent category with eligibility isimenunjukkan percentage of 94.44%; penyajianmenunjukkan eligibility percentage of 92.50%; feasibility component kontekstualmenunjukkan inquiry percentage of 90%; feasibility aspects of language shows the percentage of 96.25%; The results of the validation study design experts included in the excellent category with a percentage of 92.10%; Results of the assessment by the lecturers included in the category of very baik.dengan percentage of 95.83%; Test individuals currently on the criteria of "very good" (85%); Small group trial was on the criteria of "very good" (87.22%); Limited field trial was on the criteria of "very good" (91.12%). Based on these data products Microbiology lab guiding Inquiry-Based Contextual already developed a decent used as a guide for practicum students in the subject of Microbiology. Given this research is only done to a limited group test field then to determine their effectiveness Microbiology lab guides need to do more research. Keywords: development guidance laboratory , microbiology , contextual inquiry
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) hasil validasi ahli materi terhadap buku penuntun praktikum berbasis inkuiri kontekstual yang telah dikembangkan; (2) hasil validasi ahli desain terhadap buku penuntun praktikum berbasis inkuiri kontekstual yang telah dikembangkan; (3) tanggapan Dosen mata kuliah Praktikum Mikrobiologi terhadap buku penuntun praktikum berbasis inkuiri kontekstual yang telah dikembangkan; (4) Persepsi mahasiswa Pendidikan Biologi Universitas Negeri Medan terhadap buku penuntun praktikum berbasis inkuiri 290
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 kontekstual yang telah dikembangkan; (5) kelayakan buku penuntun praktikum Mikrobiologi berbasis inkuiri kontekstual untuk Mahasiswa Pendidikan Biologi Universitas Negeri Medan. Penelitian ini termasuk penelitian pengembangan dengan menggunakan Model pengembangan bahan ajar Thiagarajan, yang dimodifikasi sesuai kebutuhan. Adapun tahapan model ini meliputi pendefinisian (define), perancangan (design), pengembangan (develop), dan penyebarluasan (disseminate). Subjek uji coba terdiri dari tim ahli materi, tim ahli desain, 3 (tiga) mahasiswa untuk uji coba perorangan, 9 (sembilan) mahasiswa untuk uji coba kelompok kecil, 20 mahasiswa untuk uji coba lapangan terbatas. Data yang dikumpulkan berupa angket. Hasil validasi ahli materi terhadap buku penuntun praktikum berbasis inkuiri kontekstual yang dikembangkan secara keseluruhan termasuk dalam kategori sangat baik dengan kelayakan isi menunjukkan persentase 94,44%; kelayakan penyajian menunjukkan persentase 92,50%; kelayakan komponen inkuiri kontekstual menunjukkan persentase 90%; kelayakan aspek kebahasaan menunjukkan persentase 96,25%; Hasil validasi ahli desain pembelajaran termasuk dalam kategori sangat baik dengan persentase 92,10%; Hasil penilaian oleh dosen termasuk dalam kategori sangat baik dengan persentase 95,83%; Uji perorangan berada pada kriteria “sangat baik” (85%); Uji coba kelompok kecil berada pada kriteria “sangat baik” (87,22%); Uji coba lapangan terbatas berada pada kriteria “sangat baik” (91,12%). Berdasarkan data tersebut produk penuntun praktikum Mikrobiologi Berbasis Inkuiri Kontekstual yang sudah dikembangkan layak digunakan untuk mahasiswa sebagai penuntun praktikum pada mata kuliah Mikrobiologi. Kata Kunci: pengembangan penuntun praktikum, mikrobiologi, inkuiri kontekstual PENDAHULUAN Pendidikan adalah salah satu upaya untuk mendidik generasi penerus bangsa agar memiliki pengetahuan tinggi dan kecakapan hidup untuk hidup di tengah masyarakat. Peningkatan kualitas pendidikan harus selalu dilakukan, tidak hanya menyangkut kurikulum dan sarana prasarana, tetapi juga menyangkut kegiatan pembelajaran di dalam kelas. Paradigma pendidikan yang telah bergeser dari behavioristik ke konstruktivitik menuntut para pendidik untuk menggunakan model pembelajaran yang membuat mahasiswa aktif. Mikrobiologi menyediakan berbagai pengalaman belajar untuk memahami konsep dan proses sains. Keterampilan proses sains dapat diperoleh dengan pembelajaran yang berbasis inkuiri, sehingga siswa diharapkan memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang dirinya sendiri dan alam sekitar (BSNP, 2006). Berdasarkan uraian tersebut diperlukan pembelajaran yang tepat, salah satunya adalah dengan melakukan
kegiatan praktikum yang berbasis inkuiri. Kegiatan praktikum akan
membuat mahasiswa lebih aktif dan melatih keterampilan proses sains. Inkuiri yang cocok diterapkan dalam kegiatan praktikum adalah inkuiri kontekstual. Wahyudin (2009) menyatakan bahwa dalam pembelajaran sains dengan pembelajaran inkuiri, dosen harus membimbing mahasiswa terutama
mahasiswa yang belum pernah memiliki pengalaman
belajar dengan kegiatan-kegiatan inkuiri. Amri (2010) menyatakan bahwa dalam inkuiri mahasiswa diberi kesempatan untuk bekerja merumuskan prosedur, menganalisis hasil, dan 291
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 mengambil kesimpulan secara mandiri, sedangkan dalam hal menentukan topik, pertanyaan dan bahan penunjang, dosen hanya berperan sebagai fasilitator. Buku penuntun praktikum adalah sebuah buku yang disusun untuk membantu pelaksanaan praktikum yang memuat judul, percobaan, tujuan, dasar teori, alat dan bahan, dan pertanyaan yang mengarah ke tujuan dengan mengikuti kaidah penulisan ilmiah. Buku penuntun praktikum dimaksudkan untuk memperlancar dan memberikan bantuan informasi atau materi pembelajaran sebagai pegangan bagi mahasiswa dalam melakukan kegiatan praktikum. Oleh
karena
itu,
berdasarkan
analisis
tersebut
peneliti
memutuskan
untuk
mengembangkan buku penuntun praktikum berbasis inkuiri dimana buku penuntun praktikum merupakan bahan ajar utama dalam pembelajaran praktikum di laboratorium. Penuntun praktikum berbasis inkuiri kontekstual ini dipilih karena menekankan pada aktivitas mahasiswa (student centered) dan kemampuan berpikir secara maksimal untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban atas suatu permasalahan yang dihadapinya. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Brickman (2009) dalam Pratiwi (2013) menunjukkan peningkatan yang lebih besar dalam keterampilan penelitian pada siswa yang melakukan pembelajaran berbasis penemuan berbasis laboratorium, yang belajar melalui membaca laporan ilmiah, merancang sendiri percobaan, dan mengevaluasi hasil eksperimen mereka, dibandingkan dengan siswa yang belajar melalui laboratorium tradisional. Hakikat belajar ilmu sains tidak cukup sekedar mengingat dan memahami konsep yang ditemukan oleh ilmuwan. Akan tetapi, yang sangat penting adalah pembiasaan perilaku ilmuwan dalam menemukan konsep yang dilakukan melalui percobaan/praktikum dan penelitian ilmiah. “Tujuan utama praktikum adalah untuk melatih peserta didik bekerja sesuai prosedur ilmiah guna memperoleh pengetahuan, keterampilan dan nilai ilmiah” (Depdiknas, 2004). Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) adalah konsep belajar yang membantu guru/dosen mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif, yakni: konstruktivisme (constructivism), bertanya (questioning), menemukan (inquiry), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling), dan penilaian sebenarnya (authentic assessment). Dalam kelas kontekstual, tugas dosen adalah membantu siswa mencapai tujuannya. Dosen lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi. Tugas dosen 292
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (mahasiswa). Mikrobiologi merupakan ilmu tentang mikroorganisme, yang mencakup bermacam-macam kelompok organisme mikroskopik yang terdapat. sebagai sel tunggal maupun kelompok sel, termasuk kajian virus yang bersifat mikroskopik meskipun bukan termasuk sel (Hasruddin, 2014). Keterbatasan buku penuntun praktikum mikrobiologi berbasis
inkuiri
kontekstual
dapat
menghambat
proses
pembelajaran
mahasiswa.
Pengembangan strategi untuk mata kuliah ini sangat diperlukan agar kompetensi mata kuliah dapat tercapai seperti yang diharapkan. Kegiatan praktikum berbasis inkuiri kontekstual
merupakan kegiatan laboratorium
yang mendorong peserta didik membangun pengetahuan kognitifnya. Selain itu, berdasarkan penjelasan sebelumnya, melalui kegiatan
praktikum peserta didik akan mendapatkan
pengalaman secara langsung. Hasil dari pengalaman tersebut dapat berupa pengetahuan baru atau verifikasi pengetahuan sebelumnya. Pengetahuan tersebut merupakan hasil dari dua tahap belajar yaitu asimilasi dan akomodasi yang terjadi pada kegiatan praktikum. Asimilasi terjadi ketika informasi baru (hasil kegiatan praktikum) sesuai dengan pengetahuan sebelumnya. Apabila peserta didik mendapatkan informasi baru yang tidak sesuai dengan pengetahuan sebelumnya, maka peserta didik mengalami tahap akomodasi. Pada tahap ini terjadi ketidakseimbangan pengetahuan sehingga peserta didik akan mengakomodasi (mencari tahu dan menemukan solusi dari permasalahan) pengetahuan tersebut hingga sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki sebelumnya (Piaget dalam Rustaman, 2005). Berdasarkan informasi yang diperoleh dari mahasiswa Pendidikan Biologi, diketahui bahwa praktikum mikrobiologi yang dilakukan belum menggunakan buku penuntun praktikum yang berbasis inkuiri kontekstual yang melibatkan aspek-aspek yang mengandung inkuiri kontekstual yaitu merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, mengumpulkan data, menguji hipotesis dan merumuskan kesimpulan sehingga sangat diharapkan untuk dikembangkan buku penuntun praktikum mikrobiologi berbasis inkuiri kontekstual. Pengembangan buku penuntun praktikum berbasis inkuiri kontekstual sebagai sumber belajar mahasiswa dalam berpikir inkuiri kontekstual. Buku penuntun praktikum mikrobiologi berisikan materi mengenai pengenalan mikroskop dan pemeriksaan mikroorganisme, pembuatan media dan sterilisasi, pengamatan koloni bakteri dan jamur, jamur pada makanan, isolasi biakan murni bakteri, gerak bakteri & ukuran sel bakteri, pewarnaan bakteri, menghitung jumlah bakteri dengan metode pengenceran–cawan tuang, penentuan jumlah perkiraan terdekat (JPT) bakteri coli, aktivitas biokimia mikroorganisme, fermentasi makanan, resisten mikroba terhadap antibiotika. 293
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 Adapaun bentuk penyusunan buku penuntun praktikum ini dirancang oleh penulis yang disesuaikan dengan silabus perkuliahan dan memperhatikan kebutuhan dan kemampuan mahasiswa dalam pelaksanaan pembelajaran. Sehingga dengan penggunaan buku penuntun praktikum ini dapat mendukung dan menarik minat serta memotivasi mahasiswa dan memberikan pengaruh positif dalam menumbuh kembangkan sikap ilmiah mahasiswa dalam meningkatkan hasil belajar menjadi lebih baik. Jadi, berdasarkan uraian diatas maka peneliti ingin mengembangkan buku penuntun praktikum mikrobiologi berbasis inkuiri kontekstual. Dengan adanya buku penuntun ini diharapkan agar mahasiswa memiliki keterampilan melakukan pembelajaran berbasis penemuan dan mengaitkan hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. METODE PENELITIAN Penelitian dilaksanakan di Universitas Negeri Medan, yang terletak di Jl. Wiliam Iskandar Medan Estate pada Mahasiswa Pendidikan Biologi S-1 Universitas Negeri Medan Desember 2015 - Agustus 2016. Subjek penelitian ini adalah seluruh mahasiswa S-1 Pendidikan Biologi yang telah mengambil Mata Kuliah Mikrobiologi di Universitas Negeri Medan. Penelitian ini termasuk penelitian pengembangan dengan menggunakan Model pengembangan bahan ajar 4-D yang direkomendasikan oleh Thiagarajan . Bahan ajar yang dikembangkan adalah buku penuntun praktikum Mikrobiologi Berbasis Inkuiri Kontekstual. Desain Uji Coba Uji coba produk dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu (1) Validasi ahli materi oleh 2 ahli materi yaitu Dr. Martina Restuati, M.Si dan Ahmad Safwan S. Pulungan, S.Pd., M.Pd; (2) Validasi ahli desain pembelajaran oleh 2 ahli desain pembelajaran. Sebagai ahli desain pembelajaran yaitu Dr. Rachmat Mulyana, M.Si dan Dr. R. Mursid, M.Pd; (3) Revisi pengembangan (tahap I)
dari ahli materi dan ahli desain pembelajaran; (4) Uji coba
berdasarkan angket yang telah diisi oleh 3 mahasiswa (uji perorangan); (5) Revisi produk (tahap II), dan 9 mahasiswa (uji kelompok kecil); (6) Revisi produk (tahap III); (7) Uji coba lapangan terbatas terhadap 20 mahasiswa; dan (8) Revisi akhir untuk menghasilkan produk yang diinginkan. Instrumen Pengumpulan Data Instrumen pengumpulan data pada pengembangan ini berupa angket. Ada empat jenis angket yang digunakan, yaitu: (1) Angket 1 untuk tim ahli materi; (2) Angket 2 untuk tim ahli desain; (3) Angket untuk dosen Mikrobiologi; (4) Angket 4 untuk mahasiswa. 294
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 Teknik Analisis Data Analisis data dalam penelitian ini adalah deskriptif. Data yang diperoleh dari jawaban angket dianalisis dalam bentuk skala Likert yang telah diberikan skorseperti terlihat pada Tabel 1. Tabel 1 Kriteria Jawaban Item Instrumen Validasi dengan Jenis Skala Likert No
Kriteria Jawaban
Skor
1
Sangat Baik
4
2
Baik
3
3
Kurang Baik
2
4
Tidak Baik
1 (Sugiyono, 2014)
Kemudian menghitung persentase indikator penggunaan buku penuntun praktikum yang telah dikembangkan melalui rumus perhitungan berikut ini:
Data hasil penelitian dalam bentuk persentase kemudian ditafsirkan dengan kalimat bersifat kualitatif yang tercantum dalam Tabel 2. Tabel 2. Kriteria Persentase Penuntun Praktikum Kontekstual
Mikrobiologi Berbasis Inkuiri
Kriteria
Nilai
Skor %
Sangat Kurang Baik
1
<55
Kurang Baik
2
56 – 74
Baik
3
75 – 84
Sangat Baik
4
85 – 100
Setelah penyajian dalam bentuk persentase, langkah selanjutnya ialah menentukan tingkat kelayakan dari buku praktikum tersebut berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan. Untuk menentukan kategori kelayakan buku penuntun praktikum ini, dipakai skala pengukuran skala likert. mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif. HASIL PENELITIAN Hasil validasi ahli
materi terhadap buku penuntun praktikum berbasis inkuiri
kontekstual yang dikembangkan secara keseluruhan termasuk dalam kategori sangat baik 295
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 dengan kelayakan isi menunjukkan persentase 94,44%; kelayakan penyajian menunjukkan persentase 92,50%; kelayakan komponen inkuiri kontekstual menunjukkan persentase 90%; kelayakan aspek kebahasaan menunjukkan persentase 96,25%; Hasil validasi ahli desain pembelajaran termasuk dalam kategori sangat baik dengan persentase 92,10%; Hasil penilaian oleh dosen termasuk dalam kategori sangat baik.dengan persentase 95,83%; Uji perorangan berada pada kriteria “sangat baik” (85%); Uji coba kelompok kecil berada pada kriteria “sangat baik” (87,22%); Uji coba lapangan terbatas berada pada kriteria “sangat baik” (91,12%). Berdasarkan data tersebut produk penuntun praktikum Mikrobiologi Berbasis Inkuiri Kontekstual yang sudah dikembangkan layak digunakan untuk mahasiswa sebagai penuntun praktikum pada mata kuliah Mikrobiologi. Revisi Produk Hasil revisi pertama terdapat catatan perbaikan/saran dari tim ahli materri dan ahli desain yang kemudian di revisi kembali. Berdasarkan respon analisis mahasiswa pada uji coba perorangan yang dilakukan pada 3 (tiga) orang mahasiswa Universitas Negeri Medan terdapat beberapa saran, analisis respon mahasiswa pada uji coba kelompok kecil yang dilakukan pada 9 (sembilan) orang mahasiswa, dan respon oleh 20 orag mahasiswa pada uji coba ini tidak terdapat saran perbaikan terhadap penuntun praktikum Mikrobiologi yang dikembangkan. PEMBAHASAN Produk akhir dari pengembangan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penuntun praktikum Mikrobiologi berbasis inkuiri kontekstual. Buku penuntun praktikum yang dikembangkan dirancang dengan memuat komponen-komponen inkuiri. Hal ini sesuai dengan pendapat Sanjaya (2009) bahwa proses pembelajaran berbasis inkuiri meliputi langkah orientasi, merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, mengumpulkan data, menguji hipotesis, menarik kesimpulan. Sesuai dengan penjelasan BSNP (2006) bahwa keterampilan proses sains dapat diperoleh dengan pembelajaran yang berbasis inkuiri, sehingga mahasiswa diharapkan memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang dirinya sendiri dan alam sekitar. Hasil validasi ahli materi dan desain terhadap buku penuntun praktikum berbasis inkuiri kontekstual dinilai dengan kategori sangat baik. Berdasarkan data tersebut produk penuntun praktikum Mikrobiologi Berbasis Inkuiri Kontekstual yang sudah dikembangkan layak digunakan untuk mahasiswa sebagai penuntun praktikum pada mata kuliah Mikrobiologi. Menurut Kilinc (2007) bahwa penuntun praktikum merupakan fasilitas praktikum yang sudah digunakan sejak lama. Penuntun praktikum ditujukan untuk membantu dan menuntun 296
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 mahasiswa agar dapat bekerja secara kontinu dan terarah. Penuntun praktikum digunakan sebagai panduan tahapan-tahapan kerja praktikum bagi mahasiswa maupun bagi dosen sendiri. Buku penuntun praktikum Mikrobiologi dianggap mampu menyampaikan pembelajaran dengan sangat baik berdasarkan hasil penilaian validator tersebut. Oleh karena itu buku penuntun praktikum Mikrobiologi yang dikembangkan dapat dijadikan sebagai materi perkuliahan dalam mata kuliah Mikrobiologi di Universitas Negeri Medan. Sesuai dengan pendapat Arifah (2014) bahwa buku penuntun praktikum dimaksudkan untuk memperlancar dan memberikan bantuan informasi atau materi pembelajaran sebagai pegangan bagi mahasiswa dalam melakukan kegiatan praktikum. KESIMPULAN Berdasarkan rumusan, tujuan, hasil dan pembahasan dalam penelitian pengembangan penuntun praktikum Mikrobiologi berbasis inkuiri kontekstual pada Mahasiswa Pendidikan Biologi yang dikemukakan sebelumnya, maka dapat disimpulkan: (1) Hasil validasi ahli materi terhadap buku penuntun praktikum berbasis inkuiri kontekstual yang dikembangkan secara keseluruhan termasuk dalam kategori sangat baik; (2) Hasil validasi ahli desain pembelajaran terhadap buku penuntun praktikum berbasis inkuiri kontekstual yang dikembangkan termasuk dalam kategori sangat baik; (3) Menurut tanggapan dosen Mata Kuliah Praktikum Mikrobiologi terhadap buku penuntun praktikum berbasis inkuiri kontekstual yang dikembangkan termasuk dalam kategori sangat baik; (4) Menurut tanggapan mahasiswa Pendidikan Biologi Universitas Negeri Medan terhadap buku penuntun praktikum berbasis inkuiri kontekstual yang dikembangkan pada uji coba perorangan, uji coba kelompok kecil, dan uji coba lapangan terbatas termasuk dalam kategori sangat baik; (5) Buku penuntun praktikum Mikrobiologi berbasis inkuiri kontekstual ini dinilai layak digunakan, hal ini didukung dengan data hasil penelitian berupa penilaian ahli materi yang menunjukkan persentase 91,84% dengan kategori sangat layak dan penilaian ahli desain yang menunjukkan persentase 85,77% dengan kategori sangat layak. UCAPAN TERIMA KASIH Disampaiakan kepada Bapak Dr. Hasruddin, M.Pd dan Bapak Dr. Syahmi Edi, M.Si serta tim peneliti hibah Pascasarjana sesuai dengan Surat Perjanjian Pelaksanaan Hibah Pascasarjana nomor: 054/SP2H/LT/DRPM/II/2016. DAFTAR PUSTAKA Amri, S. & Ahmadi, I. (2010). Proses Pembelajaran Kreatif dan Inovatif dalam Kelas. Jakarta: Prestasi Pustakaraya. 297
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 BSNP. (2006). Standar Isi. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Cimer, A. (2007). Effective Teaching in Science: A Review of Literature. Journal of Turkish Science Education, 4(1):26-30. Gustina, G. (2012). Pengembangan LKS Berbasis Inquiry Terbimbing dengan Material Lokal pada Pokok Bahasan Hidrolisis Garam. Bandung: FMIPA UPI Bandung. Hasruddin., Pratiwi, N. (2014). Mikrobiologi Industri. Bandung: Penerbit Alfabeta. Harlen, W. (2010). Assesment in the Inquiry Classroom, Foundation, 2(1): 87-90. Kilinc, A. (2007). The Opinions of Turkish Highschool Pupils on Inquiry Based Laboratory Activities. Gazi University gazi Education Faculty Department of Biology Education. Pratiwi, N., Hasruddin., Harahap, F. (2013). Pengembangan Buku Ajar Mikrobiologi Terapan Berbasis Masalah. Disajikan dalam Seminar Nasional XI Pendidikan Biologi FKIP UNS. Purwanto, N. (2009). Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung: Rosda. Rehulina. (2013). Pengembangan Lembar Kerja Siswa (LKS) Berbasis Inquiry Untuk Pembelajaran Biologi SMA Kelas XII Semester I. Tesis Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan. Rustaman, N, Y. (2005). Perkembangan Penelitian Inquiry dalam Pendidikan Sains. Jakarta: Universitas Pendidikan Indonesia, Jakarta. Sanjaya, W. (2010). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Sanjaya, W. (2009). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan.Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Sururi, N. (2015). Pengembangan Media Pembelajaran Sistem Rangka Manusia Berbasis Multimedia Interaktif di SD Negeri 060876 Medan Timur. Tesis Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan. Thiagarajan, S., Semmel, DS. & Semmel, M.I. (1974). Instructional Development For Training Teachers of Exeptional Children (a sourcebook). Indiana: Indiana University. Trianto. (2010). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta. Prenada Media Group. Wahyudin, Sutikno, & Isa, A. (2010). Keefektifan pembelajaran Berbantuan Multimedia Menggunakan Metode Inkuiri Terbimbing untuk Meningkatkan Minat dan Pemahaman Siswa. Jurnal pendidikan fisika Indonesia, 6: 58-62.
298
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 HUBUNGAN MOTIVASI BERPRESTASI MINAT DAN PERHATIAN ORANG TUA TERHADAP KEMANDIRIAN SISWA SMA NEGERI SEKECAMATAN MEDAN KOTA Intan Bayati Nasution1), Hasruddin2)dan Syahmi Edi2) Alumni Program Studi Pendidikan Biologi, Progra Pascasarjana, Universitas Negeri Medan 2) Tenaga Pengajar Program Studi Pendidikan Biologi, Program Pascasarjana, Universitas Negeri Medan Jl. Willem Iskandar Pasar V Medan Estate, Deli Serdang, Sumatera Utara, Indonesia Email : [email protected] 1)
ABSTRACT This study aims to determine the relationships between: (1) Achievement motivation; (2) Interest; (3) Carefullness of parents toward students’ self government; (4) Achievement motivation and interest; (5) Achievement motivation and carefullness of parents; (6) Interest and carefullness of parents together on students’ self government. This study was conducted at SMA Sekecamatan Medan Kota. The study method using is correlational descriptive with study sample as much as 275 students’ who are by purposive sampling that’s are SMA Negeri 5 as much as 138 students’, SMA Negeri 6 as much as 65 students’, and SMA Negeri 10 as much as 72 students’. The study instrument using questionnaire of achievement motivation with total 30 statement, questionnaire of interest with total 20 statement, questionnaire of carefullness of parents with total 25 statement, and questionnaire of students’ self government with total 40 statement. Analysis techniques used is correlation with the help program SPSS 21.0 for windows. The stuy result shows that there are significant relationship between: (1) Achievement motivation toward students’ self government (r=0,326 ; p=0,000); (2) Interest toward students’ self government (r=0,293 ; p=0,000); (3) Carefullness of parents toward students’ self government (r=0,419 ; p=0,000); (4) Achievement motivation and interest together on students’ self government (r=0,367 ; p=0,000); (5) Achievement motivation and carefullness of parents together on students’ self government (r=0,473 ; p=0,000); (6) Interest and carefullness of parents together on students’ self government (r=0,460 ; p=0,000). Key words: achievement motivation, interest, carefullness of parents, self government. ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara: (1) Motivasi berprestasi; (2) Minat; (3) Perhatian orang tua terhadap kemandirian siswa; (4) Motivasi berprestasi dan minat; (5) Motivasi berprestasi dan perhatian orang tua; (6) Minat dan perhatian orang tua secara bersama-sama terhadap kemandirian siswa. Penelitian ini dilakukan di SMA Sekecamatan Medan Kota. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif korelasional dengan sampel penelitian sebanyak 275 siswa yang ditentukan secara purposive sampling (sampel bertujuan) yaitu SMA Negeri 5 sebanyak 138 siswa, SMA Negeri 6 sebanyak 65 siswa, dan SMA Negeri 10 sebanyak 72 siswa. Instrumen penelitian menggunakan angket motivasi berprestasi dengan jumlah 30 soal, angket minat dengan jumlah 20 soal, angket perhatian orang tua dengan jumlah 25 soal, dan angket kemandirian siswa dengan jumlah 40 soal,.Teknik analisis yang digunakan adalah korelasi dengan bantuan program SPSS 21.0 for windows. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara: (1) Motivasi berprestasi terhadap kemandirian siswa (r=0,326 ; p=0,000); (2) Minat terhadap kemandirian siswa (r=0,293 ; p=0,000); (3) Perhatian orang tua terhadap kemandirian siswa 299
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 (r=0,419 ; p=0,000); (4) Motivasi berprestasi dan minat secara bersama-sama terhadap kemandirian siswa (r=0,367 ; p=0,000); (5) Motivasi berprestasi dan perhatian orang tua secara bersama-sama terhadap kemandirian siswa (r=0,473 ; p=0,000); (6) Minat dan perhatian orang tua secara bersama-sama terhadap kemandirian siswa (r=0,460 ; p=0,000). Kata Kunci: motivasi berprestasi, minat, perhatian orang tua, kemandirian siswa. PENDAHULUAN Banyak permasalahan yang timbul dalam proses pembelajaran biologi di sekolahsekolah. Permasalahan yang sering dijumpai dalam proses pembelajaran biologi adalah rendahnya pemahaman dan minat belajar siswa. Minat mempunyai peranan yang sangat penting dalam belajar. Keberhasilan belajar sering disebabkan adanya motivasi yang kuat. Motivasi berprestasi merupakan suatu usaha yang disadari dari dalam diri siswa yang mampu mendorong siswa untuk belajar, mengerjakan tugas-tugas, memecahkan masalah serta menggerakkan dan mengarahkan dirinya untuk mencapai prestasi yang diinginkan( Yamin, 2008:97). Motivasi berprestasi sangat penting dalam belajar karena seseorang yang memiliki motivasi berprestasi yang kuat cenderung akan melakukan berbagai upaya untuk dapat menguasai bidang yang dipelajarinya sehingga dapat mencapai prestasi yang lebih tinggi. Motivasi berprestasi merupakan faktor internal dalam pembelajaran yang memberi kontribusi besar yaitu 64% dalam menentukan prestasi belajar seseorang (Mc Chelland dalam Siregar dan Nara, 2010:52). Hal ini menunjukkan bahwa motivasi berprestasi memiliki hubungan erat terhadap pencapaian hasil belajar. Sikap mandiri sangat penting dimiliki oleh siswa agar tidak tergantung pada orang lain dan bertanggung jawab dengan apa yang dikerjakannya. Herman Holstein (1986:11) mengemukakan bahwa “dengan mandiri tidak berarti murid-murid belajar secara individualis bahkan sebaliknya situasinya dibina untuk belajar kelompok dan setiap murid menjadi partner sesamanya. Siswa dengan kemandirian yang tinggi akan berusaha mendapatkan dan menggunakan fasilitas dan sumber belajar yang diperlukan dengan baik. Sikap mandiri siswa dalam motivasi berprestasi harus dipupuk sedini mungkin, karena dengan sikap mandiri dapat menunjukkan inisiatif, berusaha untuk mengejar prestasi, mempunyai rasa percaya diri dan mempunyai rasa ingin tahu yang menonjol. Keluarga berperan besar dalam perkembangan individu, dimana para orang tua yang mendorong, membantu dan mengharapkan anak-anaknya dapat mandiri pada usia muda maka 300
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 anaknya akan mempunyai internal locus of control yaitu memiliki tanggung jawab atas segala perbuatannya (Soemanto, 1990). Bentuk-bentuk perhatian orang tua terhadap hasil belajar anak adalah : bimbingan, motivasi dan penghargaan, pengawasan, pemenuhan fasilitas belajar, dan pemeliharaan kesehatan jasmani dan rohani. Orang tua bertugas untuk mendidik anak supaya memiliki tingkah laku dan moral yang baik, hal ini merupakan bentuk dari proses belajar dimana akan menghasilkan hasil dari belajar yaitu tingkah laku. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan di SMA Negeri se-Kecamatan Medan Kota yaitu SMA Negeri 5, SMA Negeri 6 dan SMA Negeri 10 Medan. Waktu penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Februari-April 2016. B. Populasi dan Sampel Populasi yang dijadikan sebagai objek penelitian adalah seluruh siswa kelas XI Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri yang ada di se- Kecamatan Medan Kota. Sampel penelitian ini diambil dengan teknik Purposive Sampling, jumlah sampel sebanyak 275 siswa. C. Desain Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mengikuti metode penelitian ex-postfacto yaitu penelitian dimana rangkaian variabel-variabel bebas telah terjadi ketika peneliti mulai melakukan pengamatan terhadap variabel terikat. Pada penelitian ini penelitian ex-postfacto masuk dalam kelompok deskriptif korelasional yang bertujuan untuk membuat pencandraan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta dan sifat-sifat populasi atau daerah tertentu yang mengaitkan antara motivasi berprestasi,minat dan perhatian orang tua terhadap kemandirian siswa. Rancangan penelitian adalah angket motivasi berprestasi, angket minat, angket perhatian orang tua, dan angket kemandirian. D. Teknik Analisis Data Adapun teknik analisis data yang dilakukan pada penelitian ini adalah statistik deskriptif dan inferensial. Seluruh data dianalisis dengan menggunakan SPSS 21.0 for windows. Uji Prasyarat Uji Normalitas Data Uji normalitas data dimaksudkan untuk menentukan normal tidaknya distribusi data penelitian, artinya apakah penyebarannya dalam populasi bersifat normal. Normalitas data 301
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 diuji dengan menggunakan pendekatan Kolmogorov-Smirnov. Data dinyatakan berdistribusi normal apabila Sig < 0,05. Uji Homogenitas Data Uji homogenitas data dimaksudkan untuk mengetahui perbedaan varians data. Homogenitas data diuji dengan pendekatan Levene’s Test. Data dinyatakan memiliki varians yang sama (homogen) jika nilai Sig < 0,05. Uji Linieritas Data Uji linieritas data dimaksudkan untuk mengetahui apakah data berdistribusi pola linier. Linieritas data diuji dengan uji F, dengan kriteria uji, apabila nilai r lebih kecil atau sama dengan dari tingkat α (Sig < 0,05) maka data berdistribusi pola linier. Uji Analisis Korelasi Parsial dan Ganda Untuk menguji hipotesis penelitian antara variabel X1 dengan Y1, X2 dengan Y1, X3 dengan Y1, X1 dan X2 dengan Y1, X1 dan X3 dengan Y1, X2 dan X3 dengan Y1, digunakan teknik korelasi dengan menggunakan rumus Pearson Product Moment. Korelasi PPM dilambangkan (r) dengan ketentuan nilai r tidak lebih dari harga (-1 ≤ r ≤ +1). Apabila nilai r = -1 artinya korelasinya negatif sempurna, r = 0 artinya tidak ada korelasi dan r = 1 berarti korelasinya sangat kuat. Sedangkan arti harga r akan dibandingkan dengan Tabel interpretasi rilai r. Pengujian lanjutan yaitu uji signifikansi yang berfungsi untuk mencari makna hubungan variabel X terhadap Y, maka hasil korelasi PPM diuji dengan Uji-t. Data bersifat signifikan apabila Sig < 0,05. Selanjutnya untuk menyatakan besar kecilnya sumbangan variabel X terhadap Y dapat ditentukan dengan menggunakan rumus koefisien determinan. Koefisien determinan adalah kuadrat dari koefisien korelasi PPM dikalikan 100%. Koefisien determinan diuji untuk mengetahui seberapa besar variabel X mempunyai kontribusi atau ikut menentukan variabel Y. Untuk mengetahui hubungan antara X1 dan X2 secara bersama-sama terhadap variabel Y digunakan rumus korelasi ganda. Uji Analisis Regresi Sederhana dan Ganda Untuk mencari hubungan antar variabel digunakan Uji Regresi. Kemudian dilanjutkan dengan Uji-F. Uji-F dilakukan untuk melihat kebermaknaan model regresi dan bentuk hubungan variabel yang dihubungkan. Dalam uji ini digunakan regresi linier dan regresi ganda.
302
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 Uji Analisis Jalur (Path Analysis) Teknik analisis jalur (Path Analysis) digunakan untuk menguji besarnya kontribusi yang ditunjukkan oleh koefisien jalur pada setiap diagram jalur dari hubungan kausal antar variabel X1, X2, X3 terhadap Y1 dan Y2. Pengujian secara keseluruhan variabel dihitung dengan rumus F, dengan Sig < 0,05. Dan pengujian secara individual variabel penelitian akan diuji dengan uji t, dengan Sig < 0,05. Selanjutnya untuk mengetahui signifikansi analisis jalur adalah membandingkan nilai probabilitas 0,05 dengan nilai probabilitas Sig dengan dasar pengambilan keputusan sebagai berikut: 1. Jika nilai probabilitas 0,05 lebih kecil atau sama dengan nilai probabilitas Sig atau [0,05≤ Sig], maka Ho diterima dan Ha ditolak, artinya tidak signifikan. 2. Jika nilai probabilitas 0,05 lebih besar atau sama dengan nilai probabilitas Sig atau [0,05≥ Sig], maka Ho ditolak dan Ha diterima, artinya signifikan. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL Hubungan Motivasi Berprestasi terhadap Kemandirian Berdasarkan hasil uji regresi motivasi berprestasi terhadap kemandirian siswa diketahui nilai r = 0,326 yang tergolong dalam kategori rendah, dimana tingkat keeratan hubungan variabel X1 terhadap Y2 sangat signifikan dengan nilai (F = 32,512 ; P = 0,000) maka hipotesis nihil (H01) yang menyatakan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara motivasi berprestasi terhadap kemandirian siswa ditolak, sehingga hipotesis alternatif (Ha1) yang diterima, artinya bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara motivasi berprestasi terhadap kemandirian siswa SMA Negeri Sekecamatan Medan Kota. Hasil koefisien arah regresi antara variabel motivasi berprestasi terhadap kemandirian siswa diperoleh sebesar 0,418 dengan konstanta (a) sebesar 73,186 dan persamaan regresinya adalah Ŷ = a + bX, maka: 73,186 + 0,418. Artinya siswa mendapatkan motivasi berprestasi dan telah memiliki kemandirian belajar siswa sebesar 73,186 dan setiap kenaikan motivasi berprestasi maka akan bertambah pula kemandirian belajar siswa sebesar 0,418. Nilai koefisien korelasi (R2x1y2) adalah 0,106, sehingga kontribusi motivasi berprestasi terhadap kemandirian siswa sebesar 10,6%. HubunganMinat terhadap Kemandirian Berdasarkan hasil uji regresi minat terhadap kemandirian siswa diketahui nilai r = 0,293 yang tergolong dalam kategori rendah, dimana tingkat keeratan hubungan variabel X2 terhadap Y2 sangat signifikan dengan nilai (F = 25,594; P = 0,000) maka hipotesis nihil (H01) 303
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 yang menyatakan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara minat terhadap kemandirian siswa ditolak, sehingga hipotesis alternatif (Ha1) yang diterima, artinya bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara minat terhadap kemandirian siswa SMA Negeri Sekecamatan Medan Kota. Hasil koefisien arah regresi antara variabel minat terhadap kemandirian siswa diperoleh sebesar 0,593 dengan konstanta (a) sebesar 84,897 dan persamaan regresinya adalah Ŷ = a + bX, maka: 84,897 + 0,593. Artinya siswa mendapatkan minat dan telah memiliki kemandirian belajar siswa sebesar 84,897 dan setiap kenaikan minat maka akan bertambah pula kemandirian belajar siswa sebesar 0,593. Nilai koefisien korelasi (R2x2y2) adalah 0,086, sehingga kontribusi minat terhadap kemandirian belajar siswa sebesar 8,6%. Hubungan Perhatian Orang Tua terhadap Kemandirian Berdasarkan hasil uji regresi perhatian orang tua terhadap kemandirian siswa diketahui nilai r = 0,419 yang tergolong dalam kategori cukup kuat, dimana tingkat keeratan hubungan variabel X3 terhadap Y2 sangat signifikan dengan nilai (F = 58,035 ; P = 0,000) maka hipotesis nihil (H01) yang menyatakan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara perhatian orang tua terhadap kemandirian siswa ditolak, sehingga hipotesis alternatif (Ha1) yang diterima, artinya bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara perhatian orang tua terhadap kemandirian siswa SMA Negeri Sekecamatan Medan Kota. Hasil koefisien arah regresi antara variabel perhatian orang tua terhadap kemandirian siswa diperoleh sebesar 0,634 dengan konstanta (a) sebesar 59,094 dan persamaan regresinya adalah Ŷ = a + bX, maka: 59,094 + 0,634. Artinya siswa mendapatkan perhatian orang tua dan telah memiliki kemandirian belajar sebesar 59,094 dan setiap kenaikan perhatian orang tua maka akan bertambah pula kemandirian belajar siswa sebesar 0,634. Nilai koefisien korelasi (R2x3y2) adalah 0,175, sehingga kontribusi perhatian orang tua terhadap kemandirian belajar siswa sebesar 17,5%. B. PEMBAHASAN Motivasi Berprestasi terhadap Kemandirian Siswa Berdasarkan data hasil penelitian yang diperoleh masing-masing dari 275 responden siswa SMA Negeri Sekecamatan Medan Kota diketahui bahwa nilai rata-rata tingkat motivasi berprestasi siswa sebesar 110,52 yang termasuk dalam kategori tinggi dan kemandirian siswa sebesar 119,43 yang termasuk dalam kategori sedang. Namun diperoleh nilai r = 0,326 yang tergolong dalam kategori rendah, yang memiliki kontribusi motivasi berprestasi terhadap kemandirian siswa sebesar 10,6%. Dalam hal ini terdapat hubungan positif antara motivasi berprestasi terhadap kemandirian siswa, dimana orang yang memiliki motivasi berprestasi 304
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 tinggi akan bersifat positif terhadap kemandirian belajarnya dibandingkan dengan orang yang memiliki motivasi berprestasi rendah. Karakteristik kemandirian belajar adalah mempunyai motivasi belajar yang tinggi, memiliki inisiatif dan kreatif dalam proses belajar, mampu mengambil keputusan dalam memecahkan masalah, memiliki kepercayaan diri atas kemampuan diri sendiri, dan memiliki sikap tanggung jawab. Oleh sebab itu, keberhasilan belajar siswa dalam belajar mandiri sangat ditentukan oleh motivasi belajar atau motivasi berprestasi dalam belajar. Terlebih dalam belajar mandiri maupun belajar kelompok dengan bantuan terbatas dari guru mata pelajaran. Kemandirian dalam belajar perlu diberikan kepada siswa supaya mereka mempunyai tanggung jawab dalam mengatur dan mendisiplinkan dirinya dan dapat mengembangkan kemampuan belajar atas kemauan sendiri. Sikap tersebut perlu dimiliki siswa karena hal tersebut merupakan ciri kedewasaan orang terpelajar. Suatu proses belajar mandiri ialah kesempatan yang diberikan kepada siswa untuk ikut menentukan tujuan, bahan, sumber, dan evaluasi belajarnya. Karena itu program pembelajaran mandiri dapat diklasifikasikan berdasarkan besar kecilnya kebebasan yang diberikan kepada siswa untuk ikut menentukan program pembelajarannya. Minat terhadap Kemandirian Siswa Berdasarkan data hasil penelitian yang diperoleh masing-masing dari 275 responden siswa SMA Negeri Sekecamatan Medan Kota diketahui bahwa nilai rata-rata tingkat minat siswa sebesar 58,26 yang termasuk dalam kategori tinggi dan kemandirian siswa sebesar 119,43 yang termasuk dalam kategori sedang. Namun diperoleh nilai r = 0,293 yang tergolong dalam kategori rendah, yang memiliki kontribusi minat terhadap kemandirian siswa sebesar 8,6%. Dalam hal ini terdapat hubungan positif antara minat terhadap kemandirian siswa, dimana orang yang memiliki minat tinggi akan bersifat positif terhadap kemandirian belajarnya dibandingkan dengan orang yang memiliki minat rendah. Berdasarkan hasil diatas sejalan dengan hasil penelitian oleh Robi Kurniawan (2012) yang menyimpulkan bahwa minat mempunyai hubungan positif dan signifikan yang memiliki tingkat korelasi kuat dengan kemandirian belajar. Perhitungan nilai koefisien korelasi sebesar 0,705 yang memiliki tingkat korelasi yang kuat. Perhatian Orang Tua terhadap Kemandirian Berdasarkan data hasil penelitian yang diperoleh masing-masing dari 275 responden siswa SMA Negeri Sekecamatan Medan Kota diketahui bahwa nilai rata-rata tingkat perhatian orang tua sebesar 95,21 yang termasuk dalam kategori tinggi dan kemandirian siswa sebesar 305
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 119,43 yang termasuk dalam kategori sedang. Namun diperoleh nilai r = 0,419 yang tergolong dalam kategori cukup kuat, yang memiliki kontribusi perhatian orang tua terhadap kemandirian siswa sebesar 17,5%. Dalam hal ini terdapat hubungan positif antara perhatian orang tua terhadap kemandirian siswa, dimana orang yang memiliki perhatian orang tua tinggi akan bersifat positif terhadap kemandirian belajarnya dibandingkan dengan orang yang memiliki perhatian orang tua rendah. Kemandirian belajar siswa merupakan suatu unsur yang sangat penting untuk meningkatkan sikap kejujuran didalam diri siswa itu sendiri. Karena semakin tinggi kemandirian belajar dari siswa, maka semakin produktif pula siswa dalam mengerjakan tugas dan meningkatnya rasa tanggung jawabnya sebagai siswa. Wongsri (2002) mengemukakan kemandirian belajar merupakan proses belajar dimana individu memiliki rasa tanggung jawab dalam merancang belajar, menerapkan serta mengevaluasi proses belajarnya. Sejalan dengan hal tersebut oleh Tirtaraharja (2005) mengemukakan bahwa “kemandirian belajar adalah aktivitas belajar yang berlangsungnya didorong oleh kemauan diri sendiri, pilihan sendiri dan tanggung jawab sendiri dari pembelajaran”. KESIMPULAN 1. Terdapat hubungan yang signifikan antara motivasi berprestasi terhadap kemandirian siswa dengan perolehan nilai (r=0,326 ; p=0,000) yang tergolong dalam kategori rendah. 2. Terdapat hubungan yang signifikan antara minat terhadap kemandirian siswa dengan perolehan nilai (r=0,293 ; p=0,000) yang tergolong dalam kategori rendah. 3. Terdapat hubungan yang signifikan antara perhatian orang tua terhadap kemandirian siswa dengan perolehan nilai (r=0,419 ; p=0,000) yang tergolong dalam kategori cukup kuat. DAFTAR PUSTAKA Holstein, H. 1986. Murid Belajar Mandiri. Bandung : Remaja Rosdakarya. Kurniawan, R. 2013. Hubungan Antar Minat Membaca dengan Kemandirian Belajar Siswa Kelas X Jurusan Teknik Kendaraan Ringan SMK Piri 1 Yogyakarta Tahun Ajaran 2012/2013. Yogyakarta: Artikel Penelitian Program Studi Pendidikan Teknik Otomotif. Siregar dan nara. 2010. Teori Belajar dan Pembelajaran. Bogor : Ghalia Indonesia. Soemanto, W. 1990. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta. Tirtaraharja Umar. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta : Rineka Cipta. Wongsri, N.,Cantweel, R.H., Archer, J.(2002). The Validation of Measures of Self-Efficacy, Motivation and self Regulated Learning among Thai tertiary Students. Paper presented 306
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 at the Annual Conference of the Australian Association for Research in Education, Brisbane, December 2002. Yamin, M. 2008. Desian Pembelajaran Berbasis Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta : Gaung Persada Press.
307
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 HUBUNGAN ANTARA NILAI UJIAN NASIONAL (UN) BIOLOGI DENGAN KOMPETENSI BIOLOGI UMUM I MAHASISWA FMIPA SEMESTER I T.P 2015/2016 UNIVERSITAS NEGERI MEDAN BERDASARKAN JALUR MASUK UNIVERSITAS Mery Tiurma Sinaga1, Binari Manurung2dan Tumiur Gultom2 Alumni Program Studi Pendidikan Biologi, Program Pascasarjana, Universitas Negeri Medan 2) Tenaga Pengajar Program Studi Pendidikan Biologi, Program Pascasarjana, Universitas Negeri Medan Jl. Willem Iskandar Pasar V Medan Estate, Deli Serdang, Sumatera Utara, Indonesia Email: [email protected] 1)
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara UN biologi (X) dengan nilai biologi umum I (Y1) mahasiswa FMIPA semester I Universitas Negeri Medan T.P 2015/2016 berdasarkan jalur masuk universitas (SNMPTN, Bidikmisi, SBMPTN, dan UMB). Penelitian ini merupakan penelitian yang menggunakan deskriptif studi korelasional. Populasi penelitian ini adalah seluruh mahasiswa FMIPA semester I Universitas Negeri Medan T.P 2015/2016 yang berjumlah 1159 orang. Sampel diambil secara Proportional Stratified Sampling sehingga diperoleh sebanyak 176 orang. Teknik pengumpulan data berupa data primer yang diperoleh dari data universitas. Teknik analisis data yang digunakan adalah dengan menggunakan rumus korelasi ganda. Hasil penelitian disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara nilai UN Biologi dengan nilai Biologi Umum I pada mahasiswa FMIPA semester I Universitas Negeri Medan berdasarkan jalur masuk SBMPTN sebesar 0.408 persamaan regresi Ŷ = 18.103+0.453X1, SNMPTN sebesar 0.257 dengan persamaan regresi Ŷ = 2.588+0,007X1, Bidikmisi sebesar 0.091 persamaan regresi Ŷ = 41.864+0.113X1, dan UMB sebesar -0.50 persamaan regresi Ŷ = 54.901+(-0.055)X1. Kata Kunci : ujian nasional, indeks prestasi, nilai biologi umum, jalur masuk universitas ABSTRACT This research aims are to determine the relationship between National Exam Values and General Biology I Value of FMIPA college Level I T.A 2015/2016 State University of Medan Based on go to University (SNMPTN, Bidikmisi, SBMPTN and UMB). This research is a study used a descriptive correlational. Population in this research were all the student college FMIPA Level I State University of Medan T.P 2015/2016 which amounted to 1159 people. Sample has taken by Proportional Stratified Sampling obtained 176 people. Data collection techniques by documentation and data analysis used the product moment correlation formula and multiple correlation. The study concluded that the highest correlation between national exam value and general biology I value was SBMPTN were 0,408 (low correlation) with regretion Ŷ = 18.103+0.453X1, SNMPTN were 0.257 with regretion Ŷ = 2.588+0,007X1, Bidikmisi were 0.091 with regretion Ŷ = 41.864+0.113X1, and UMB were -0.50 the regretion Ŷ = 54.901+(-0.055)X1. Key Word: national exam, general biology, based on go to university 308
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ujian Nasional adalah sistem evaluasi standar pendidikan dasar dan menengah di Indonesia. Selain itu sebagai sarana untuk memetakan mutu berbagai tingkatan pendidikan satu daerah dengan daerah lain. Sedangkan menurut Tilaar (2006), Ujian Nasional (UN) adalah upaya pemerintah untuk mengevaluasi tingkat pendidikan secara nasional dengan menetapkan standarisasi nasional pendidikan. Hasil dari Ujian Nasional (UN) yang diselenggarakan oleh negara adalah upaya pemetaan masalah pendidikan dalam rangka menyusun kebijakan pendidikan nasional. Berdasarkan pendapat tersebut tentang Ujian Nasional maka dapat disimpulkan bahwa Ujian Nasional adalah sistem evaluasi atau penilaian standar pendidikan dasar dan menengah secara nasional dengan menetapkan standarisasi nasional pendidikan yang bertujuan sebagai pemetaan masalah pendidikan dalam rangka menyusun kebijakan pendidikan nasional. Menurut Supriyoko (2006), Ujian Nasional untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah perlu dilaksanakan dengan berbagai pertimbangan. Pertama, sebagai tolak ukur kualitas pendidikan antar daerah; Kedua, sebagai upaya standarisasi mutu pendidikan secara nasional; dan Ketiga, sebagai sarana memotivasi peserta didik, orangtua, guru dan pihak-pihak terkait untuk meningkatkan prestasi belajar peserta didik dalam menghadapi standar pendidikan. Ujian Nasional (UN) telah memunculkan kontroversi yang berkepanjangan yang masih meninggalkan sejumlah persoalan dan pertanyaan yang menarik untuk dikaji. Kontroversi itu makin mengemuka dengan adanya berbagai permasalahan pada UN tahun 2013 khususnya tingkat SMA/K, diantaranya adalah penundaan ujian nasional di 11 provinsi, keterlambatan paket soal, kekurangan lembar soal dan lembar jawaban, paket mata pelajaran yang tertukar, kualitas kertas yang buruk, soal ujian nasional yang tercecer, sekolah tidak kebagian soal dan lembar jawaban, materi ujian tidak sesuai jadwal, serta pengiriman soal salah daerah. Permasalahan lain terjadi juga pada penerimaan mahasiswa baru (SNMPTN), khususnya pada jalur undangan. Keputusan pemerintah menggunakan jalur undangan dan menghapuskan jalur tulis dari Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi (SNMPTN) 2013 mengundang banyak kritik, meskipun jalur tulis masih dilaksanakan oleh PTN secara mandiri (Rosana, 2014). Pada tahun 2015, menurut PP Nomor 13 tahun 2015 tentang Ujian Nasional 2015 mengemukakan bahwa Hasil Ujian Nasional (UN) digunakan sebagai dasar untuk pemetaan mutu program dan/atau satuan pendidikan, sebagai pertimbangan seleksi masuk 309
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 jenjang pendidikan berikutnya, serta pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan.
Hal ini sesuai dengan
pernyataan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Anies Baswedan yang mengemukakan bahwa UN tidak menjadi syarat kelulusan siswa melainkan hanya pemetaan saja. Pada pertama kalinya Ujian Nasional diadakan tahun 2005 dalam 1 kelas dimana semua siswa mendapatkan soal yang sama (1 paket). Selanjutnya, pada tahun 2008 dalam 1 kelas siswa mendapatkan 2 paket dan pada tahun 2010 menjadi 5 paket dan sejak tahun 2013-2015 setiap anak dalam 1 kelas mendapatkan paket yang berbeda. Artinya, dalam 1 kelas terdapat 20 paket berbeda dilengkapi dengan barcode. Tabel 1. Pemanfaatan Hasil UN ke Jenjang yang Lebih Tinggi 2013
2014
Gabungan pembobotan nilai rapor dan nilai UN murni Hasil UN digunakan digunakan sebagai dasar sebagai syarat untuk seleksi SNMPTN. Proporsi diterima melalui jalur nilai UN ditentukan oleh SNMPTN masing-masing perguruan tinggi
2015 Digunakan sebagai pertimbangan dalam seleksi SNMPTN. Ketentuan penggunaan nilai UN SMA sederajat ditentukan oleh panitia SNMPTN dan masing-masing PTN.
( Sumber : Sosialisasi BSNP ) Berdasarkan hasil pelaksanaan Ujian Nasional (UN) 2015, Menteri Pendidikan Anies Baswedan mengumumkan Indeks Integritas Ujian Nasional (IIUN) tingkat kabupaten/kota bagi jenjang SMA/sederajat pada tanggal 18 Mei 2015. Indeks Integritas Ujian Nasional (IIUN) adalah suatu data yang diperoleh dari tingkat persentase jawaban siswa yang tidak menunjukkan pola kecurangan. Kecurangan yang diukur adalah gabungan persentase contekmencontek antar siswa (kecurangan antar individu) dan persentase keseragaman pola jawaban soal Ujian Nasional (kecurangan sistemik/terorganisir) dalam suatu sekolah. Hal ini didukung dari hasil wawancara dengan beberapa siswa yang memperoleh kebocoran kunci jawaban yang berasal dari google chroome. Berdasarkan data IIUN yang diperoleh, untuk Provinsi Sumatera Utara memiliki rata-rata IIUN sebesar 48,52% yang berarti masih terdapat 51,48% tingkat kecurangan saat dilaksanakannya Ujian Nasional. Padahal hasil UN diharapkan sebagai salah satu bahan pertimbangan untuk para siswa/i menuju ke jenjang yang lebih tinggi yaitu perguruan tinggi.
310
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 Pola penerimaan mahasiswa baru program sarjana pada perguruan tinggi berdasarkan UU Nomor 12 tahun 2012, PP Nomor 2 tahun 2015 dilakukan melalui: (1) Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN); (2) Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN); dan (3) Penerimaan mahasiswa baru secara mandiri dan peserta Bidikmisi yang diterima melalui jalur undangan dan tulis, namun hanya ditujukan untuk calon mahasiswa penerima BSM (Bantuan Siswa Miskin), KPS (Kartu Perlindungan Sosial), dan juga berprestasi dalam bidang akademik. Kuota jalur undangan adalah 60% sedangkan ujian tulis hanya mendapat kuota 40% (Hardayanto, 2015). Universitas Negeri Medan (UNIMED) termasuk
salah satu universitas yang
melaksanakan proses seleksi nasional dengan jalur SBMPTN, UMB-PT maupun jalur SNMPTN. Universitas Negeri Medan adalah salah satu Universitas Negeri di Sumatera Utara yang merupakan konversi dari IKIP Medan dengan didasari yakni: (1) penyiapan lulusan yang lebih relevan dengan kebutuhan pasar kerja; dan (2) peningkatan mutu lulusan kependidikan. Terdapat tujuh Fakultas yang terdapat di Universitas Negeri Medan sekarang ini, yakni salah satunya adalah Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) dengan empat jurusan non kependidikan dan kependidikan yaitu Biologi, Kimia, Fisika dan Matematika. Hasil observasi penulis saat ini terdapat mahasiswa FMIPA semester I T.P 2015/2016 yang berjumlah 1159 orang. Yang terdiri dari 367 orang masuk melalui jalur SNMPTN, 299 orang masuk melalui jalur SBMPTN, 223 orang masuk melalui jalur BidikMisi, dan 270 orang masuk melalui jalur UMB. Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti melakukan penelitian dengan judul “Hubungan antara nilai Ujian Nasional (UN) Biologi dengan Nilai Biologi Umum Mahasiswa FMIPA semester I T.A 2015/2016 Universitas Negeri Medan berdasarkan jalur masuk Universitas”. B. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar hubungan dan kontribusi nilai ujuan nasional biologi dengan nilai biologi umum I mahasiswa FMIPA semester I T.A 2015/2016 Universitas Negeri Medan. C. Hipotesis Penelitian Hipotesis dalam penelitian ini adalah “Terdapat hubungan nilai ujuan nasional biologi dengan nilai biologi umum I mahasiswa FMIPA semester I T.A 2015/2016 Universitas Negeri Medan”.
311
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif studi korelasi. Penelitian ini dilaksanakan di Fakultas MIPA Universitas Negeri Medan semester ganjil T.A 2015/2016. Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa FMIPA semester I yang berjumlah 1159 orang dan sampel diambil secara Proportional Stratified Sampling sehingga berjumlah 176 orang (Sumber: Tata Usaha FMIPA UNIMED, 2016). Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan dokumentasi berupa data sekunder yang telah diarsipkan di kantor FMIPA UNIMED berupa nilai ujian nasional biologi dan nilai biologi umum I yang merupakan hasil ujian bersama. Data dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan menggunakan korelasi Product Moment dan Regresi Ganda. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Adapun gambaran rata-rata nilai Ujian Nasional Biologi dan rata-rata nilai biologi umum I berdasarkan jalur masuk SNMPTN, Bidikmisi, SBMPTN dan UMB dapat dilihat pada Tabel 2 dibawah ini:
Tabel 2. Rata-rata Nilai UN Biologi dan Nilai Biologi Umum I mahasiswa melalui jalur SNMPTN, Bidikmisi, SBMPTN dan UMB Jalur
N
Nilai Rata-rata (X) N. UN Biologi
N. Biologi Umum I
SNMPTN 56
74,16
49,96
Bidikmisi
34
79,48
50,88
SBMPTN 45
78,01
53,33
UMB
79,04
50,54
41
Tabel 2 menunjukkan bahwa nilai UN biologi tertinggi diperoleh oleh mahasiswa yang masuk melalui jalur Bidikmisi 79,48 dari jumlah sampel 34 diikuti selanjutnya UMB sebesar 79,04 dari jumlah sampel 41, SBMPTN 78,01 dari jumlah sampel 45 orang dan terakhir SNMPTN 74,16 dari jumlah sampel 56 orang sedangkan nilai biologi umum I tertinggi diperoleh oleh mahasiswa yang masuk melalui jalur SBMPTN (53,33) diikuti oleh mahasiswa yang masuk melalui jalur Bidikmisi (50,88) kemudian UMB (50,54) dan terakhir adalah SNMPTN (49,96) . 312
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 Pengujian Hipotesis Untuk menguji apakah ada hubungan dan seberapa besar kontribusi antara variabel digunakan korelasi Product Moment dan Uji Regresi Ganda. Hasil dari pengujian Hipotesis dapat dilihat pada Tabel 3, 4, 5 dan 6 berikut ini: Tabel 3. Pengujian Hipotesis jalur SNMPTN Model
R
R Square
Adjusted R Square
1
,257a
,066
,049
DurbinWatson 1,623
a. Predictor: (constant), UN b. Dependent Variable: NilaiBioUmI
Tabel 4. Pengujian Hipotesis jalur Bidikmisi Model
R
R Square
1
,091a
,008
Adjusted R Square -,023
DurbinWatson 1,652
a. Predictor: (constant), UN b. Dependent Variable: Nilai Biologi UmI
Tabel 5. Pengujian Hipotesis jalur SBMPTN Model
R
R Square
Adjusted R Square
1
,408a
,167
,147
DurbinWatson 1,667
a. Predictor: (constant), UN b. Dependent Variable: NilaiBioUmI
Tabel 6. Pengujian Hipotesis jalur UMB Model
R
R Square
Adjusted R Square
Durbin-Watson
1
,050a
,002
-,023
1,932
a. Predictor: (constant),UN b. Dependent Variable: NilaiBioUmI
Hasil penelitian pada Tabel 2 hingga Tabel 5 menunjukkan bahwa hubungan antara nilai UN dengan biologi umum I tertinggi diperoleh oleh mahasiswa yang masuk melalui jalur SBMPTN sebesar
0,408 (korelasi rendah) dengan kontribusi 16,7% mempengaruhi,
SNMPTN sebesar 0,257 (korelasi cukup rendah) dengan kontribusi 6,6% mempengaruhi, Bidikmisi sebesar 0,09 (korelasi sangat rendah sekali) dengan kontribusi 0,8% dan UMB sebesar 0,05 (korelasi sangat rendah sekali) dengan kontribusi 0,2%. 313
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 Berdasarkan dari ke 4 pengujian, hasil diperoleh yaitu Ha diterima dan Ho ditolak bahwa terdapat hubungan antara nilai UN biologi dengan nilai biologi umum walaupun nilai korelasinya tidak terlalu besar bahkan sangat rendah. PEMBAHASAN Berdasarkan analisis deskriptif seperti pada Tabel 2 diperoleh data rata-rata nilai UN Biologi dan nilai Biologi Umum I bahwa nilai rata-rata UN Biologi tertinggi yaitu Bidikmisi (79,48) sesuai dengan syarat dalam proses penerimaan mahasiswa baru bahwa nilai UN mempengaruhi siswa SMA/K untuk masuk universitas negeri dimana nilai UN bukan lagi dijadikan syarat kelulusan melainkan bahan masukan untuk melanjut ke jenjang berikutnya. Diikuti oleh mahasiswa yang masuk melalui jalur UMB (79,04), dimana seharusnya jika dilihat dari jalur masuknya setelah Bidikmisi adalah SNMPTN karena kedua jalur ini adalah jalur penerimaan yang berdasarkan syarat-syarat berupa kemampuan si mahasiswa saat di SMA/K. Sedangkan UMB adalah seleksi masuk mahasiswa yang paling terakhir, dimana mahasiswa tersebut tidak lulus jalur SBMPTN dan SNMPTN. Dalam data ini bahkan setelah jalur UMB diikuti SBMPTN dengan rata-rata 78,01 dan terakhir SNMPTN dengan rata-rata 74,16. Sedangkan nilai biologi umum I tertinggi diperoleh oleh mahasiswa yang masuk melalui jalur SBMPTN (53,33) diikuti oleh mahasiswa yang masuk melalui jalur Bidikmisi (50,88) kemudian UMB (50,54) dan terakhir adalah SNMPTN (49,96). Dari data dapat jelas diketahui bahwa mahasiswa SNMPTN yang masuk universitas melalui jalur undangan berdasarkan kemampuan mahasiswa saat SMA tidak dapat menunjukkan hal yang sama saat memasuki jenjang perkuliahan. Banyak hal yang dapat dijadikan mengapa hal tersebut terjadi, bisa dipengaruhi faktor intern maupun eksternal. Namun jika dikaji dari nilai UN bahwa jelas untuk hasil UN tahun 2015 belum cukup baik untuk dijadikan sebagai syarat dalam memasuki ke jenjang berikutnya. Terutama hasil Ujian Nasional belum memenuhi keinginan untuk menghasilkan nilai yang murni karena masih beredarnya kunci jawaban yang diperoleh siswa walaupun Menteri Pendidikan telah mengganti fungsi nilai UN tersebut bukan lagi menjadi syarat kelulusan. Hasil ini juga didukung oleh Usman (2015), yang menyatakan bahwa hasil belajar tertinggi mahasiswa Fisika berdasarkan jalur masuk diperoleh dari jalur SBMPTN (2,82), diikuti SNMPTN (2,67), dan Mandiri (ekstensi) (2,26). Hal ini disebabkan bahwa jalur masuk reguler (PMDK) atau saat ini disebut SNMPTN dan bidikmisi memiliki kelemahan. Ini dikarenakan saat mahasiswa memilih 314
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 masuk melalui jalur Bidikmisi, pesertanya salah memilih jurusan, tidak sesuai dengan minatnya, ataupun hanya ikut-ikutan dengan rekan sejawatnya. Dan mahasiswa yang masuk melalui jalur UMB juga belum tentu memiliki prestasi yang rendah. Hal ini dapat disebabkan mereka salah memilih jurusan dengan passing grade yang terlalu tinggi sehingga tidak lulus dalam seleksi SBMPTN, SNMPTN dan Bidikmisi. Namun, mahasiswa yang lulus ujian tulis (SBMPTN) sudah pasti memiliki kemampuan yang baik karena berhasil lulus seleksi dari persaingan yang ketat antara calon mahasiswa. Karena itu, dalam pemilihan jurusan perlu tambahan bimbingan/konseling dari keluarga dan pihak sekolah terhadap para peserta didik dalam pemilihan jurusan ketika memasuki jenjang universitas sesuai dengan cita-cita dan kemampuan nilai murni si anak tersebut tanpa proses pencucian rapor dan perolehan kunci jawaban saat ujian. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Adapun kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil pengujian hipotesis adalah hubungan antara nilai UN dengan biologi umum I tertinggi diperoleh oleh mahasiswa yang masuk melalui jalur SBMPTN sebesar
0,408 (korelasi rendah) dengan kontribusi 16,7%
mempengaruhi, SNMPTN sebesar 0,257 (korelasi cukup rendah) dengan kontribusi 6,6% mempengaruhi, Bidikmisi sebesar 0,09 (korelasi sangat rendah sekali) dengan kontribusi 0,8% dan UMB sebesar 0,05 (korelasi sangat rendah sekali) dengan kontribusi 0,2%.
B. Saran Hasil temuan dalam penelitian ini menunjukkan tidak adanya pengaruh terhadap semua variabel yang diamati, begitu juga nilai rata-rata rapor biologi terhadap variabel yang lain memiliki pengaruh yang sangat rendah. Para pelaksana pendidikan hendaknya lebih meningkatkan kejujuran dalam pelaksanaan UN sehingga dihasilkan nilai murni yang menggambarkan hasil belajar siswa tersebut selama 3 tahun di tingkat sekolah menengah. Kepada peneliti-peneliti lain yang ingin meneliti lebih lanjut untuk hubungan nilai UN dan rata-rata rapor terhadap variabel lainnya pada mata pelajaran Fisika, Matematika, dan Kimia. Sehingga didapatkan kesimpulan total, dan menjadi suatu pertimbangan agar tidak menggunakan nilai UN sebagai salah satu penentu peserta didik untuk melajut ke tingkat selanjutnya terutama universitas. DAFTAR PUSTAKA Anbarini. 2015. Peta Jalan Perubahan Ujian Nasional. Asah-asuh Ujian PNasional 2015, hlm. 3-16 315
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 Badan Standar Ujian Nasional. 2014. Sosialisasi Kebijakan Ujian Nasional Tahun Pelajaran 2014/2015. Hardayanto. 2015. SNMPTN Jalur Undangan Antara Keadilan dan Mahalnya Biaya Pendidikan. Kompasiana, hlm.5. Peraturan Pemerintah No. 4 Th. 2012 Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi dan Pengelolaan Perguruan Tinggi, dan Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi tentang Penerimaan Mahasiswa Baru Program Sarjana. Undangan yang Berkeadilan. Artikel Peneltian Hibah Kompetensi. FMIPA UNP Menurut Jalur Masuk. Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung. 505509. Supriyoko. 2006. Prestasi Pelajar Indonesia. (online). Tersedia: hhtp://www.pikiranrakyat.com/cetak/2006/022006/13/0903.html (29 November 2007) Tilaar. 2006. Manajemen Pendidikan Nasional Kajian Pendidikan Masa Depan. Bandung: PT Remaja Rosda Karya. Usman. 2015. Analisis Perbandingan Prestasi Belajar Fisika Dasar Mahasiswa Berdasarkan Jalur Penerimaan Mahasiswa Di Jurusan Fisika Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang. Jurnal Sains Dan Pendidikan Fisika, 1(1): 40-48 . Undang-Undang RI No. 13 Th. 2015 Tentang Ujian Nasional 2015 www.snmptn.wordpress.com. Diakses tanggal 7 Januari 2014. Informasi tentang SNMPTN
316
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 ANALISIS PENGETAHUAN PADA BIOLOGI UMUM MAHASISWA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI MEDAN Naimatussyifa Daulay1)dan Hasruddin 2) Alumni Program Studi Pendidikan Biologi, Universitas Negeri Medan 2) Tenaga Pengajar Program Studi Pendidikan Biologi, Universitas Negeri Medan Jl. Willem Iskandar Pasar V Medan Estate, Deli Serdang, Sumatera Utara, Indonesia Email: [email protected] 1)
ABSTRACT This research aims to know knowledge toward General Biology 2 of Faculty Mathematic and Natural Sciences’ Students State University of Medan (FMIPA) included mathematic, physic, chemistry, and biology department. The research was conducted in FMIPA State University of Medan with population were all of students in education class FMIPA of 4th semester and the sample was taken by cluster random sampling, by takes one education class in each department. The kind of this research is descriptive quantitative. The total of knowledge test is 30 items number was validated before used to students is by expert validator in general biology 2 also test instrument by using validity test, reliability test, and difficulty level. The result of research are Biology department got better knowledge toward general biology 2 with categorized less (56.6%), good (26.7%), and very good (16.7%), then continue for chemistry department with categorized less (76.7%), good (20%), and very good (3.3%), mathematic department with categorized less (86.7%) and good (13.3%), and last physic’ department with categorized less (96.7%) and good (3.3%). Keywords: students’ knowledge, general biology 2 ABSTRAK Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengetahuan pada Biologi Umum 2 Fakultas Mathematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Medan (FMIPA) yaitu jurusan matematika, fisika, kimia, dan biologi. Penelitian ini dilaksanakan di FMIPA UNIMED dengan populasi seluruh mahasiswa semester 4 pada kelas kependidikan dan sampel diambil secara cluster random dengan mengambil satu kelas kependidikan dari setiap jurusan. Jenis penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif. Total untuk tes pengetahuan adalah 30 soal yang sebelumnya sudah divalidkan oleh validator ahli di Biologi Umum 2 juga terdapat tes instrumen yaitu validitas, reliabilitas, dan level kesulitan soal. Hasil penelitian bahwa di jurusan biologi memperoleh pengetahuan lebih baik dengan kategori rendah (56,6%), baik (26.7%), dan sangat baik (16,7%), lalu dilanjutkan oleh jurusan kimia dengan kategori rendah (76,7%), baik (20%), dan sangat baik (3.3%), jurusan matematika dengan kategori rendah (86,7%) dan baik (13,3%), dan jurusan fisika dengan kategori rendah (96,7%) dan baik (3,3%). Kata Kunci: pengetahuan mahasiswa, biologi umum 2 PENDAHULUAN Biologi adalah disiplin yang unik di mana percobaan dengan organisme hidup dapat berlangsung baik di laboratorium dan di lapangan. Namun, meningkatnya penggunaan 317
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 lingkungan
virtual
bukan
investigasi
praktis
dalam
biologi
baru-baru
ini
telah
didokumentasikan (Partridge, 2003). Bagaimana siswa menganggap biologi dibandingkan dengan mata pelajaran lain? Apakah anak laki-laki dan perempuan lebih memilih topik yang berbeda? Beberapa studi telah peduli dengan sikap terhadap disiplin tertentu seperti fisika (Angell et al, 2004) atau kimia (Salta dan Tzougraki 2004) namun beberapa penelitian telah berfokus pada sikap siswa terhadap biologi. Selain itu, sebagian besar penelitian dilakukan dengan kelas-usia tunggal yang tidak memeriksa kemungkinan efek kemajuan kurikulum pada perubahan sikap siswa. Informasi tentang minat siswa dapat membantu guru untuk merancang strategi untuk meningkatkan minat siswa dalam biologi (Uitto et al, 2006). (Pavol, 2007) melaporkan bahwa sebagian besar siswa (57%) tidak ingin memiliki belajar biologi lebih sering. Meskipun 16% dari responden menyatakan bahwa mereka membenci pelajaran biologi, alam, dan mata pelajaran biologi belum ditemukan sebagai "aneh" oleh 68% responden. Salah satu hasil yang paling mencolok dari dimensi ini adalah bahwa sebagian besar siswa (83%) menikmati bekerja dengan organisme hidup selama pelajaran, 47% dari siswa setuju bahwa belajar biologi meningkatkan kualitas hidup, 33% dari mereka menyatakan bahwa mereka tidak tahu jawabannya. Semua item dari dimensi secara signifikan dan berkorelasi positif dengan satu sama lain. Evaluasi menunjukkan bahwa skor tertinggi diperoleh untuk item yang bertanya tentang perlunya pengetahuan biologi untuk memahami program lainnya. Dan yang terendah adalah milik item yang menyatakan bahwa, biologi sangat membantu untuk mengembangkan keterampilan konseptual. Pentingnya biologi dapat diringkas sebagai itu, mereka percaya pada pentingnya pengetahuan biologi, tetapi menurut mereka, biologi tidak salah satu yang penting dikeluarkan dari kehidupan mereka sendiri. Di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Negeri Medan, setelah observasi dan wawancara secara langsung, ada mahasiswa yang masih membuang sampah di kelas dan sekitar gedung di FMIPA. Peneliti memberikan 10 pertanyaan kepada 40 mahasiswa di FMIPA Universitas Negeri Medan. Pertanyaannya bentuk tes esai yang meliputi pengetahuan dan sikap siswa yang berkaitan dengan Biologi Umum 2. Setelah mahasiswa menjawab pertanyaan, 32,5% mahasiswa memahami tentang topik Biologi Umum 2, 20% kategori cukup, dan 47,5% kategori rendah. Beberapa mahasiswa mengatakan bahwa variasi belajar mengajar dosen dalam belajar Biologi Umum 2 tidak variasi. Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, peneliti
untuk melakukan
penelitian tentang analisis pengetahuan pada biologi umum. 318
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Medan termasuk jurusan Matematika, Fisika, Kimia, dan Biologi. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari-Mei 2016, yang meliputi persiapan usulan, persiapan instrumen penelitian, instrumen penelitian standarisasi, mengumpulkan data, dan mengambil kesimpulan. Populasi pada penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Medan tepatnya yang berada di semester 4 termasuk jurusan Matematika, Fisika, Kimia, dan Biologi. Sampel dari penelitian ini adalah pendidikan kelas A untuk Matematika, kelas pendidikan B untuk Fisika, pendidikan kelas B untuk Kimia, dan kelas pendidikan C untuk Biologi diambil secara Cluster Random. Metodologi penelitian adalah deskriptif yang diikuti oleh pendekatan penelitian kuantitatif. Penelitian deskriptif digunakan untuk menggambarkan karakteristik populasi atau fenomena yang dipelajari. Karakteristik yang digunakan untuk menggambarkan situasi yang juga dikenal sebagai kategori deskriptif. Peneliti menjelaskan fenomena ini dengan mengumpulkan data numerik yang dianalisis menggunakan metode matematis. Jenis pertanyaan ditunjukkan pada Tabel 1 yang berisi tentang
indikator instrumen
penelitian. Tabel . 1 Indikator Instrumen Penelitian Level Pertanyaan Indikator
Jumlah C1
C4 9 10 19
C5
11
16
7
Mengidentifikasikan 1 efek polutan pada organisme tertentu
6
3
Menjelaskan polutan terhadap lingkungan
17
Mengidentifikasi tujuan kegiatan manusia yang dilakukan Mengidentifikasikan pengaruh kegiatan manusia pada lingkungan
Menyimpulkan efek polutan pada makhluk 21 hidup
C2 2
C3
C6 4
4
4
3
1
1 319
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 Mendeskripsikan tentang mencegah polusi lingkungan Mengerti lapisan bumi
12 14 18
3
tentang
Implementasi tentang etika lingkungan
24
8
20
5 22
13 15
Menjelaskan tentang faktor global warming
1
1
Menjelaskan tentang usaha dalam mengurangi polusi
28
1
Menjelaskan tentang ekosistem lingkungan 30 Menjelaskan tentang faktor populasi manusia
5
26
Menjelaskan tentang Reduce, reuse, recycle 27
2
29
25 23
2
2
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptifkuantitatif. Deskriptif dimaksudkan untuk memberikan jawaban terhadap rumusan masalah adalah tentang pengetahuan dan sikap siswa terhadap biologi umum materi pelajaran. Data analisis yaitu: Nilai % of jawaban mahasiswa =
x 100%
Dari jawaban yang diperoleh untuk setiap item dianalisis dengan memperhatikan berapa banyak jawaban yang benar dan salah oleh mahasiswa. Jika lebih dari setengah (50%) dari jumlah mahasiswa menjawab dengan benar setiap item sehingga mahasiswa dianggap memiliki pengetahuan yang sangat baik, tetapi jika kurang dari setengah (50%) jumlah mahasiswa dianggap memiliki pengetahuan yang cukup.
320
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 HASIL DAN PEMBAHASAN Dari tes diagnostik, peneliti mendapatkan data bahwa mahasiswa di jurusan biologi memperoleh nilai tertinggi, dilanjutkan oleh jurusan kimia, matematika, dan fisika. Mahasiswa di jurusan matematika dan fisika mendapatkan nilai yang lebih rendah dibandingkan mahasiswa kimia dan biologi meskipun nyatanya mereka mempelajari Biologi Umum 2 pada semester yang sama. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada gambar berikut ini. Pengetahuan Biologi Umum 2 pada Jurusan Matematika
Pengetahuan Biologi Umum 2 pada Jurusan Fisika Rataan Baik 3.3%
Rataan Baik
13.3% Rataan Rendah
Rataan Rendah
86.7%
96.7%
Pengetahuan Biologi Umum 2 pada Jurusan Kimia Rataan Sangat Baik 3.3%
Pengetahuan Biologi Umum 2 pada Jurusan Biologi Rataan Sangat Baik
Rataan Baik 20%
16.7% Rataan Rendah
Rataan Rendah
56.6 %
Rataan Baik
26.7%
76.7%
Gambar 1. Persentase pengetahuan mahasiswa di jurusan berbeda pada Biologi Umum 2 Dari gambar di atas bahwa persentase pengetahuan mahasiswa di jurusan Matematika pada Biologi Umum 2 adalah 86,7% kategori kurang dan hanya 13,3% kategori baik. Untuk mahasiswa jurusan Fisika 96,7% dikategorikan kurang dan 3,3% dikategorikan baik. Untuk 321
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 jurusan Kimia 76,7% dikategorikan kurang, 20% dikategorikan baik, dan hanya 3,3% dikategorikan sangat baik. Terakhir untuk jurusan Biologi 56,6% dikategorikan kurang, 26,7% kategori baik, dan 16,7% dikategorikan sangat baik. Secara keseluruhan, jawaban di jawab rata oleh mahasiswa di jurusan Biologi tetapi beberapa dari mereka masih mendapatkan skor yang rendah diantaranya pengetahuan yang kurang untuk menjelaskan tentang etika lingkungan, kegiatan buruk yang merusak lingkungan, faktor populasi manusia, dan pemanasan global. Untuk mahasiswa fisika memiliki pengetahuan yang buruk tentang Biologi Umum 2. Hal ini dapat dilihat hampir semua responden mendapat skor kurang. Dari hasil tes, peneliti menemukan bahwa hampir pertanyaan tampaknya sangat sulit untuk mahasiswa. Tapi peneliti mengambil lima pertanyaan kisaran yang jumlah pertanyaan 6, 7, 12, 15, dan 27 tampaknya adalah pertanyaan yang sangat sulit. Hal ini dapat dilihat banyak siswa menjawab salah. Sebaliknya, dari hasil tes mahasiswa matematika, peneliti menemukan bahwa mereka menjawab dengan benar. Mahasiswa fisika peneliti mengambil 5 lima pertanyaan yang sulit yang nomor 16, 18, 24, 27, dan 29. Dalam jumlah yang sama mahasiswa fisika dan matematika kurang tentang topik Reduce, Reuse, dan Recycle (3R). Yang jelas bahwa mereka memiliki konsep yang kurang dasar tentang 3R dan tidak mengerti untuk apa mempelajarinya. Untuk mahasiswa kimia, mereka memiliki pengetahuan yang lebih baik dari mahasiwa fisika dan matematika, tapi peneliti mengambil pertanyaan nomor 8, 20, 25, 29 dan 30 yang termasuk pertanyaan yang sangat sulit. Hal ini dapat dilihat bahwa banyak mahasiswa menjawab salah yaitu tentang populasi manusia, ekologi alam, dan lapisan bumi. Topik ini sangat abstrak untuk dipelajari oleh mahasiswa. Hasil ini karena kurikulum sains yang mungkin tidak menyediakan cukup tempat untuk mengajar Biologi Umum 2. Belajar-mengajar masih didasarkan pada buku-buku pendidikan usang dan hanya pada kelas, dosen yang cenderung mengarah pada gagasan dangkal penting konsep Biologi Umum 2. Oleh karena itu, menjadi tugas yang sulit bagi para mahasiswa untuk berperilaku sebagai warga negara yang kritis dan aktif dalam masyarakat untuk terus berubah dan bertindak langsung tentang lingkungan mereka, karena mereka tidak memahami dengan jelas tentang apa yang dipelajari di kelas. Hanya manusia yang mampu menjadi berpengetahuan, tidak buku atau database. Karena itu, tindakan mengetahui hanya dapat dipupuk, didorong, dibimbing, dan termotivasi (Lee et al., 2006). Larijani Maryam (2010) mengatakan bahwa untuk melindungi dan melestarikan lingkungan, penekanan harus diberikan kepada sistem pendidikan lingkungan di baik formal
322
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 maupun non formal. Sistem pendidikan formal, guru memainkan peran yang sangat signifikan untuk mengembangkan kesadaran besar tentang lingkungan. (Pavol, 2007) evaluasi menunjukkan bahwa skor tertinggi diperoleh untuk item yang bertanya tentang perlunya pengetahuan biologi untuk memahami program lainnya. Dan yang terendah adalah milik item yang menyatakan bahwa biologi sangat membantu untuk mengembangkan keterampilan konseptual. Pentingnya biologi dapat diringkas sebagai itu, mereka percaya pada pentingnya pengetahuan biologi, tetapi menurut mereka, biologi bukan salah satu dari isu-isu penting dari kehidupan mereka sendiri. Sejak tahun 1970-an, ada konsensus bahwa pendidikan lingkungan sangat penting untuk mencapai tujuan depelopment berkelanjutan, dengan menciptakan warga melek lingkungan mampu dan termotivasi menuju gaya hidup ramah lingkungan (Unesco-UNEP, 1992). Selain itu menurut data wawancara oleh mahasiswa FMIPA, proses belajar-mengajar dari Biologi Umum 2 hanya teori di dalam kelas tanpa ada variasi pembelajaran dan pengajaran dosen untuk membuat siswa memahami tentang apa yang dipelajari. Tidak ada video untuk menonton tentang fenomena yang berkaitan dengan lingkungan sehingga mereka hanya fokus untuk buku dan tidak memahami dengan jelas tentang apa yang dibaca. KESIMPULAN Kesimpulan dari penelitian ini bahwa mahasiswa dengan pengetahuan Biologi Umum 2 tertinggi adalah jurusan biologi dengan kategori rendah 56.6%, baik 26.7%, dan sangat baik 16.7%, dilanjutkan oleh jurusan kimia dengan kategori rendah 76.6%, baik 20%, dan sangat baik 3.3%. Jurusan matematika dengan kategori rendah 86.7% dan baik 13.3%. Jurusan fisika dengan kategori rendah 96.7% dan baik 3.3%. UCAPAN TERIMAKASIH Penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak Dr. Hasruddin, M.Pd selaku dosen pembimbing. DAFTAR PUSTAKA Angell C, Guttersrud., Henriksen EK., & Isnes A., (2004), Physics frightful, but Fun. Pupils and Teachers Views of Physics and Physics Teaching. Science Education, 88(5) 1-24. Larijani, M. 2010. Assessment of Environmental Awareness Among Higher Primary School Teachers. Journal Humaniora Ecology, 31 (2) : 121-124. Lee, C. K., Schubert, F., and Dion, G., (2006), On the Concept and Types of Knowledge, Journal of Information and Knowledge Management, 5(2):151-163. Partridge N., (2003), Science Out of the Classroom, Journal of Biological Education, 37(2) 56-57. 323
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 Pavol, Prokop., (2007), Slovakian Students Attitudes Toward Biology, Eurasia Journal Mathematics, Science and Technology Education, 3(4) 287-295. Salta K and Tzougraki C., (2004), Attitudes Toward Chemistry Among 11th Grade Stdents in High Schools in Greece, Science Education, 88(4) 535-547. Uitto A, Juuti K, Lavonen J and Meisalo V., (2006), Students Interest in Biology and Their Out of School Experiences, Journal of Biological Education., 40(3), 124-129. UNESCO-UNEP, 1992, UNCED: The Earth Summit, Connect, 17(2), 1-8.
324
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN HASIL BELAJAR BIOLOGI PADA SISWA KELAS XI IPA DI MAN SE-KOTA MEDAN Pratiwi1, Herbert Sipahutar2 dan Rachmat Mulyana2 Alumni Program Studi Pendidikan Biologi, Program Pascasarjana, Universitas Negeri Medan. 2)Tenaga Pengajar Program Studi Pendidikan Biologi, Program Pascasarjana, Universitas Negeri Medan Jl. Willem Iskandar Pasar V Medan Estate, Deli Serdang, Sumatera Utara, Indonesia Email: [email protected].
1)
ABSTRACT This type of research is a descriptive-correlative study with regression correlation analysis techniques at the significance level of α = 0,05. This research was conducted in MAN-1, MAN-2 and MAN -3 Medan, which aim to determine the relationship self concept with biology learning outcomes. The research sample was taken with Total Sampling Technique at MAN class XI Science Students. They are MAN-1 (177 students), MAN-2 (200 students) and MAN-3 (111 students) in learning periode 2014/2015 with number of 488 student’s from the student’s population (563 student’s). The research instrument is self-concept questionnaire. The results of the research showed there is a significant relationship between self concept with biology learning outcomes (r=0,418; F= 103,123; P=0,000. The general conclusion from the study illustrates student’s learning outcomes so the results of this research implies that self-concept contributes significantly with biology learning outcomes at MAN class XI Science Students in Medan. Keywords: biology subject, self concept, biology learning outcomes. ABSTRAK Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif-korelatif dengan teknik analisis korelasi regresi pada taraf signifikansi α = 0,05. Penelitian ini dilakukan di MAN-1, MAN-2 dan MAN-3 Medan yang bertujuan untuk mengetahui hubungan konsep diri dengan hasil belajar biologi. Sampel penelitian ini diambil dengan teknik total sampling yaitu seluruh siswa kelas XI IPA di MAN se-Kota Medan yaitu MAN-1 (177 siswa), MAN-2 (200 siswa) dan MAN-3 (111 siswa) pada tahun pembelajaran 2014/2015 dengan total siswa berjumlah 488 siswa dari seluruh populasi siswa kelas XI IPA sebanyak 563 siswa. Instrumen penelitian ini berupa angket konsep diri. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara konsep diri dengan hasil belajar biologi (r=0,418; F=103,123; P= 0,000). Kesimpulan umum dari penelitian ini menggambarkan hasil belajar biologi sehingga hasil penelitian ini mengimplikasikan konsep diri memberikan kontribusi secara signifikan dengan hasil belajar biologi pada siswa kelas XI IPA di MAN se-Kota Medan. Kata Kunci: mata pelajaran biologi, konsep diri, hasil belajar biologi PENDAHULUAN Pendidikan mempunyai peranan yang sangat strategis dalam meningkatkan sumber daya manusia dan upaya mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia untuk kecerdasan umum dan mencerdaskan kehidupan berbangsa. Usaha untuk meningkatkan pembangunan sumber daya 325
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 manusia perlu mendapatkan perhatian khusus. Undang-undang Pendidikan No.20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional yang berfungsi mengembangkan kemampuan membentuk watak dan peradapan bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis dan peka terhadap tantangan zaman (Siagian, 2008). Dalam hal ini, penguasaan ilmu biologi merupakan hal yang penting menuju terciptanya kesejahteraan dan kemakmuran bangsa Indonesia. Biologi merupakan ilmu yang luas dan mencakup kehidupan setiap manusia sehari-hari, mulai dari hubungan manusia dengan lingkungan, makanan yang dikonsumsi hingga penyakit yang menyerang. Penguasaan ilmu biologi tidak hanya dicapai melalui menghapal atau pemahaman konsep tetapi harus diiringi dengan penerapan yang baik agar manusia dapat mengoptimalkan pemanfaatannya dengan baik, misalnya sumber daya alam Indonesia merupakan kekayaan yang besar yang dimiliki bangsa ini. Kekayaan alam tersebut jika dimanfaatkan dengan baik merupakan modal dasar bagi Indonesia menjadi negara yang maju yaitu negara yang memiliki daya saing disegala bidang dan masyarakatnya memiliki kehidupan yang makmur sejahtera. Permasalahan yang ditemukan di MAN-1, MAN-2 dan MAN-3 berdasarkan hasil observasi awal dan komunikasi langsung dengan guru biologi diketahui bahwa masih terdapat siswa yang kurang tertarik terhadap mata pelajaran Biologi. Salah satu alasannya karena tuntutan KKM yang tinggi dengan nilai terendah 82. Siswa masih memiliki konsep diri yang rendah ditandai dengan siswa yang pasif, tidak semangat, malu bertanya, tidak percaya diri, berteman mengelompok. Jika hal ini dibiarkan tentunya tidak baik untuk siswa itu sendiri. Menurut Tarwoto dan Wartonah (2003) bahwa konsep diri adalah semua bentuk kepercayaan dan penilaian yang diyakini individu tentang dirinya sendiri dan mempengaruhi proses interaksi sosial dengan lingkungan sekitar. Konsep diri sangat berpengaruh terhadap hasil belajar. Hal ini dikuatkan oleh Panjaitan (2001) bahwa siswa dengan konsep diri yang buruk akan cenderung kehilangan motivasi dan minat yang pada akhirnya berdampak pada hasil belajar. Konsep diri tidak langsung dimiliki ketika seseorang lahir di dunia melainkan suatu rangkaian proses yang terus berkembang dan membedakan individu yang satu dengan lainnya. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di tiga Sekolah Madrasah Aliyah Negeri yaitu 326
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 MAN-1, MAN-2 dan MAN-3 Medan pada bulan Mei-Juni 2015. B. Populasi dan Sampel Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI IPA di MAN 1 (224 siswa), MAN-2 (218 siswa) dan MAN-3 (121 siswa) dengan total siswa berjumlah 563 siswa dan yang mengikuti angket sebanyak 488 siswa. C. Desain Penelitian .
Penelitian ini dilakukan untuk melihat adanya hubungan antara konsep diri dengan
hasil belajar biologi. Desain penelitian dapat dilihat pada Gambar 1 berikut ini.
X1
rX1Y1
Y1
Gambar1. Desain Penelitian D. Teknik Analisis data Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: 1. Teknik Analisis Deskriptif Teknik analisis deskriptif dimaksudkan untuk mendeskripsikan data hasil penelitian meliputi mean, median, modus, varians, standar deviasi, nilai minimum dan nilai maksimum data. Data tersebut selanjutnya disajikan dalam bentuk tabel. 2. Teknik Analisis Inferensial 2.1. Uji Prasyarat Normalitas Data Uji normalitas data dimaksudkan untuk mengetahui apakah data yang akan dianalisis berbentuk sebaran normal atau tidak. Normalitas data diuji dengan menggunakan pendekatan Kolmogorof-Smirnov. Data dinyatakan berdistribusi normal apabila Sig > 0,05. 2.2. Uji Homogenitas Data Uji Homogenitas data dimaksudkan untuk mengetahui perbedaan varians data. Homogenitas data diuji dengan pendekatan Levene's Test. Data dinyatakan memiliki varians yang sama (homogen) jika nilai Sig > 0,05. 3. Uji Korelatif Uji korelasi bertujuan untuk melihat keeratan hubungan antara dua variabel atau lebih. Besarnya koefesien korelasi berkisar antara +1 s/d -1. Jika koefesien korelasi positif, maka kedua variabel mempunyai hubungan searah. Artinya jika nilai variabel X tinggi, maka nilai variabel Y akan tinggi pula. Sebaliknya, jika koefesien korelasi negatif, maka kedua variabel mempunyai hubungan terbalik. Artinya jika nilai variabel X tinggi, maka nilai variabel Y akan menjadi rendah. Uji korelatif ini dinyatakan dalam uji korelasi Pearson Product 327
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 Moment. Seluruh data dianalisis dengan menggunakan SPSS 19.0 for windows. Bila nilai sig < 0,05. maka nilai korelasi tersebut berarti/signifikan dan sebaliknya HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL Deskripsi Konsep Diri Berdasarkan hasil uji data yang telah dilakukan diperoleh statistik deskripsi konsep diri seperti dalam Tabel 1. di bawah ini. Tabel 1. Deskripsi Konsep Diri No. Sekolah
Skor Konsep Diri
Standar Deviasi
Standar Eror
1.
MAN 1
76,79
5,51
0,41
2.
MAN 2
77,65
5,09
0,36
3.
MAN 3
78,54
5,56
0,52
Rata-rata
77,54
5,38
0,24
Deskripsi Hasil Belajar Biologi Berdasarkan hasil uji data yang telah dilakukan diperoleh statistik deskripsi hasil belajar biologi seperti dalam Tabel 2. di bawah ini. Tabel 2. Deskripsi Hasil Belajar Biologi No. Sekolah
Hasil Belajar Biologi
Standar Deviasi
Standar Eror
1.
MAN 1
74,74
11,37
0,85
2.
MAN 2
73,28
9,72
0,68
3.
MAN 3
66,70
11,01
1,04
Rata-rata
72,31
11,07
0,50
Normalitas Data Berdasarkan hasil uji normalitas data dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov test didapatkan hasil uji normalitas data seperti Tabel 3 berikut ini. Tabel 3. Hasil Uji Normalitas Data No.
Data
Uji
Normalitas Keterangan
Kolmogorov-Smirnov Statistic
Sig.
1.
Konsep Diri
0,040
0,060
Berdistribusi Normal
2.
Hasil Belajar Biologi
0,062
0,057
Berdistribusi Normal
328
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 Homogenitas Data Berdasarkan hasil uji homogenitas data dengan menggunakan uji Levene’s test didapatkan hasil uji homogenitas data seperti Tabel 4 berikut ini. Tabel 4. Hasil Uji Homogenitas Data No.
Data
Uji
Homogenitas Keterangan
Levene’s Statistic
Sig.
1.
Konsep Diri
1,869
0,155
Bersifat Homogen
2.
Hasil Belajar Biologi
1,992
0,138
Bersifat Homogen
Konsep Diri dengan Hasil Belajar Biologi pada Siswa Kelas XI IPA Di MAN Se-Kota Medan Berdasarkan hasil uji regresi untuk siswa kelas XI IPA di MAN se-Kota Medan diketahui harga r yang diperoleh sebesar 0,418 yang berarti tingkat hubungan antara konsep diri dengan hasil belajar biologi pada siswa kelas XI IPA di MAN se-Kota Medan termasuk kategori sedang. Nilai Fhitung diperoleh sebesar 103,123 > Ftabel 3,860 dengan signifikansi 0,000 < 0,05 maka hipotesis nihil (H02) ditolak, sehingga hipotesis alternatif (Ha2) nya diterima. Artinya terdapat hubungan yang signifikan antara konsep diri dengan hasil belajar biologi pada siswa kelas XI IPA di MAN se-Kota Medan. Nilai koefisien determinasi r2 sebesar 0,175. Hal ini menunjukkan bahwa besarnya pengaruh konsep diri dalam mempengaruhi naik turunnya hasil belajar biologi pada siswa kelas XI IPA di MAN se-Kota Medan sebesar 17,5%, selebihnya sebesar 82,5% disebabkan oleh variabel lain yang tidak diketahui. Hubungan antara konsep diri dengan hasil belajar biologi pada siswa kelas XI IPA di
Hasil Belajar Biologi
MAN se-Kota Medan dapat dilihat pada Gambar 2. 100,00 90,00 Ŷ = 5,653+0,860x 80,00 r² = 0,175 70,00 60,00 50,00 40,00 30,00 20,00 10,00 0,00 50,00 60,00
70,00
80,00
90,00
100,00
Konsep Diri
Gambar 2. Hubungan Konsep Diri dengan Hasil Belajar Biologi pada Siswa Kelas XI IPA Di MAN Se-Kota Medan 329
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 Konsep Diri dengan Hasil Belajar Biologi pada Siswa Kelas XI IPA Di MAN 1 Medan Berdasarkan hasil uji regresi untuk siswa kelas XI IPA di MAN 1 Medan diketahui harga r diperoleh sebesar 0,558 yang berarti tingkat hubungan antara konsep diri dengan hasil belajar biologi pada siswa kelas XI IPA di MAN 1 Medan termasuk kategori sedang. Nilai Fhitung diperoleh sebesar 79,282 > Ftabel sebesar 3,895 dengan signifikansi 0,000 < 0,05 maka hipotesis nihil (H02) ditolak, sehingga hipotesis alternatif (Ha2) nya diterima. Artinya terdapat hubungan yang signifikan antara konsep diri dengan hasil belajar biologi pada siswa kelas XI IPA di MAN 1 Medan. Nilai koefisien determinasi r2 sebesar 0,312. Hal ini menunjukkan bahwa besarnya pengaruh konsep diri dalam mempengaruhi naik turunnya hasil belajar biologi pada siswa kelas XI IPA di MAN 1 Medan sebesar 31,2%, selebihnya sebesar 68,8% disebabkan oleh variabel tidak diketahui. Hubungan antara konsep diri dengan hasil belajar biologi pada siswa kelas XI IPA di
Hasil Belajar Biologi
MAN 1 Medan dapat dilihat pada Gambar 3. 100,00 90,00 80,00 70,00 60,00 50,00 40,00 30,00 20,00 10,00 0,00 50,00
Ŷ= -13,735+1.152X r² = 0.312
60,00
70,00
80,00
90,00
100,00
Konsep Diri
Gambar 3. Hubungan Konsep Diri dengan Hasil Belajar Biologi pada Siswa Kelas XI IPA Di MAN 1 Medan Konsep Diri dengan Hasil Belajar Biologi pada Siswa Kelas XI IPA Di MAN 2 Medan Berdasarkan hasil uji regresi untuk siswa kelas XI IPA di MAN 2 Medan diketahui harga r yang diperoleh sebesar 0,502 yang berarti tingkat hubungan antara konsep diri dengan hasil belajar biologi pada siswa kelas XI IPA di MAN 2 Medan termasuk kategori sedang. Nilai Fhitung diperoleh sebesar 66,608 < Ftabel 3,888 dengan signifikansi 0,000 < 0,05 maka hipotesis nihil (H02) ditolak, sehingga hipotesis alternatif (Ha2) nya diterima. Artinya terdapat 330
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 hubungan yang signifikan antara konsep diri dengan hasil belajar biologi pada siswa kelas XI IPA di MAN 2 Medan. Nilai koefisien determinasi r2 sebesar 0,252. Hal ini menunjukkan bahwa besarnya pengaruh konsep diri dalam mempengaruhi naik turunnya hasil belajar biologi pada siswa kelas XI IPA di MAN 2 Medan sebesar 25,2%, selebihnya sebesar 74,8% disebabkan oleh variabel lain yang tidak diketahui. Hubungan antara konsep diri dengan hasil belajar biologi pada siswa kelas XI IPA di MAN 2 Medan dapat dilihat pada Gambar 4.
Hasil Belajar Biologi
100,00 80,00 60,00 40,00 Ŷ= -1,082+0,958X r² = 0,252 20,00 0,00 50,00
60,00
70,00
80,00
90,00
100,00
Konsep Diri
Gambar 4. Hubungan Konsep Diri dengan Hasil Belajar Biologi pada Siswa Kelas XI IPA di MAN 2 Medan Konsep Diri dengan Hasil Belajar Biologi pada Siswa Kelas XI IPA Di MAN 3 Medan Berdasarkan hasil uji regresi untuk siswa kelas XI IPA di MAN 3 Medan diketahui harga r diperoleh sebesar 0,290 yang berarti tingkat hubungan antara konsep diri dengan hasil belajar biologi pada siswa kelas XI IPA di MAN 3 Medan termasuk kategori rendah. Nilai Fhitung diperoleh sebesar 10,040 > Ftabel sebesar 3,928 dengan signifikansi 0,002 < 0,05 maka hipotesis nihil (H02) ditolak sehingga hipotesis alternatif (Ha2) nya diterima. Artinya terdapat hubungan yang signifikan antara konsep diri dengan hasil belajar biologi pada siswa kelas XI IPA di MAN 3 Medan. Nilai koefisien determinan r2 sebesar 0,084. Hal ini menunjukkan bahwa besarnya pengaruh konsep diri dalam mempengaruhi naik turunnya hasil belajar biologi pada siswa kelas XI IPA di MAN 3 Medan sebesar 8,4%, selebihnya sebesar 91,6% disebabkan variabel lain yang tidak diketahui.
331
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 Hubungan antara konsep diri dengan hasil belajar biologi pada siswa kelas XI IPA di MAN 3 Medan dapat dilihat pada Gambar 5.
Hasil Belajar BIologi
100,00 80,00 60,00
Ŷ= 21,547+0,575X r² = 0,084
40,00 20,00 0,00 50,00
60,00
70,00
80,00
90,00
100,00
Konsep Diri
Gambar 5. Hubungan Konsep Diri dengan Hasil Belajar Biologi pada Siswa Kelas XI IPA di MAN 3 Medan B. PEMBAHASAN Berdasarkan hasil pengujian hipotesis dalam penelitian ini, didapatkan hasil bahwa konsep diri berpengaruh secara signifikan terhadap hasil belajar biologi pada siswa kelas XI IPA di MAN Se-Kota Medan dengan signifikansi sebesar 0,000 <0,05. Artinya, konsep diri memiliki peran penting dalam menumbuhkan kepercayaan diri siswa. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Nur (2012) ada hubungan positif signifikan antara konsep diri dan minat belajar biologi dengan penguasaan konsep biologi secara simultan dengan sumbangan efektif sebesar 78,5%. Dalam kaitannya dengan belajar, perlu dibangun konsep diri yang positif agar terbentuk kepercayaan diri. Semakin besar rasa percaya diri, semakin besar peluang untuk mencapai keberhasilan dalam segala aktivitas. Kepercayaan diri adalah kekuatan emosi yang didasarkan atas rasa harga diri dan makna diri (Priyadharma, 2001). KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pengujian analisis data, maka dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara konsep diri dengan hasil belajar biologi pada kelas XI IPA di MAN se-Kota Medan. Secara parsial di masing–masing sekolah bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara konsep diri dengan hasil belajar biologi pada kelas XI IPA di MAN-1 Medan, terdapat hubungan yang signifikan antara konsep diri dengan hasil belajar biologi pada kelas XI IPA di MAN-2 Medan, terdapat hubungan yang signifikan antara konsep diri dengan hasil belajar biologi pada kelas XI IPA di MAN-3 Medan. 332
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 DAFTAR PUSTAKA Nur, Fatimah. 2012. Dinamika Konsep Diri Pada Orang Dewasa Korban Child Abuse. Jurnal Psikologi. Vol 1. No 1. Panjaitan, E. 2001. Membangkitkan Harga Diri Anak. Jakarta: Mitra Utama. Priyadharma. 2001. Kreativitas dan Strategi. Jakarta: PT. Golden Trayon Press. Siagian Flora.E.R. 2008. Pengaruh Minat dan Kebiasaan Belajar Siswa Terhadap Prestasi Belajar Matematika. Program Studi FMIPA. Universitas Indraprasta PGRI. Jurnal Formatif. Vol 2 (2):122-131 Tarwoto dan Wartonah. 2003. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
333
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 EFEKTIVITAS PENGEMBANGAN BUKU AJAR MIKROBIOLOGI PANGAN BERBASIS MASALAH Sri Rahmadani Harahap1, Fauziyah Harahap2 dan Hasruddin2 Alumni Program Studi Pendidikan Biologi, Program Pascasarjana, Universitas Negeri Medan dan SD Negeri 064027 Medan Kec. Medan Polonia, Kel. Sari Rejo 2) Tenaga Pengajar Program Studi Pendidikan Biologi, Program Pascasarjana, Universitas Negeri Medan. Jl. Willem Iskandar Pasar V Medan Estate, Deli Serdang, Sumatera Utara, Indonesia Email: [email protected] 1)
ABSTRACT This study aims to determine the effectiveness of the development of food microbiology textbook-based problems. Textbooks are being developed to serve as a guide in implementing student learning activities in the classroom lectures. This research was conducted at the Graduate Program (PPs) Unimed in February-June 2015, with descriptive qualitative data analysis techniques. Data on quality of product development is collected by questionnaire. Textbook is developed using development model Thiagarajan (4-D) that has been modified into a 3-D which consists of three stages: defining, designing, developing. The resulting product is a textbook that will be used by the third semester students of Graduate Program of Biology Education of Unimed. Teaching materials processed from these results compiled into the food microbiology textbook-based problem. The results showed: (1) Validation team of subject matter experts showed an average of 88% (the excellent category); (2) Validation of the expert team of instructional design showed an average 95% (the excellent category); (3) Ratings lecturer of microbiology showed an average of 92% (a very interesting category); (4) Trial individuals showed an average 89% (a very interesting category); (5) Trial small group showed an average of 84% (a very interesting category); (6) A limited field trial group showed an average of 87% (a very interesting category). It concluded that the product of the development of food microbiology textbook-based problem has been effectively used as a textbook for the third semester students of Graduate Program of Biology Education of Unimed PPs or as a supporting lecture material of Applied Microbiology on the material of Food Microbiology at Unimed. Keywords: effectiveness, development of textbook, food microbiology, based problem ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keefektivitasan pengembangan buku ajar mikrobiologi pangan berbasis masalah. Buku ajar yang dikembangkan untuk dijadikan sebagai pedoman mahasiswa dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran perkuliahan di dalam kelas. Penelitian ini dilakukan di Program Pascasarjana (PPs) Unimed pada bulan Februari-Juni 2015, dengan teknik analisis data deskriptif kualitatif. Data tentang kualitas produk pengembangan ini dikumpulkan dengan angket/kuisioner. Buku ajar ini dikembangkan dengan menggunakan model pengembangan Thiagarajan (4-D) yang telah dimodifikasi menjadi 3-D yang terdiri dari 3 tahap yaitu pendefinisian, perancangan, pengembangan. Produk yang dihasilkan merupakan buku ajar yang akan digunakan mahasiswa semester III Pendidikan Biologi PPs Unimed. Bahan ajar yang diproses dari hasil penelitian ini disusun menjadi sebuah buku ajar mikrobiologi pangan berbasis masalah. Hasil penelitian menunjukkan: (1) Validasi tim ahli materi menunjukkan rata-rata 88% (kategori sangat baik); (2) Validasi tim ahli desain pembelajaran menunjukkan rata-rata 95% (kategori 334
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 sangat baik); (3) Penilaian dosen pengampu mikrobiologi menunjukkan rata-rata 92% (kategori sangat menarik); (4) Uji coba perorangan menunjukkan rata-rata 89% (kategori sangat menarik); (5) Uji coba kelompok kecil menunjukkan rata-rata 84% (kategori sangat menarik); (6) Uji coba kelompok lapangan terbatas menunjukkan rata-rata 87% (kategori sangat menarik). Sehingga dapat disimpulkan bahwa produk pengembangan buku ajar mikrobiologi pangan berbasis masalah yang dikembangkan ini sudah efektif untuk digunakan sebagai buku ajar mahasiswa semester III Pendidikan Biologi PPs Unimed atau sebagai penunjang materi perkuliahan Mikrobiologi Terapan pada materi Mikrobiologi Pangan di Unimed. Kata Kunci: efektivitas, pengembangan buku ajar, mikrobiologi pangan, berbasis masalah PENDAHULUAN Proses interaksi terjalin melalui komunikasi, baik langsung maupun tak langsung, lisan atau pun tertulis. Komunikasi akademik dapat dijalin melalui komunikasi langsung secara lisan lewat tatap muka, dan juga melalui komunikasi tak langsung secara tulisan. Tarigan dalam Haryadi (2003) mengemukakan bahwa buku teks adalah sarana belajar yang biasa digunakan di sekolah-sekolah dan di perguruan tinggi untuk menunjang suatu program pengajaran. Dalam proses komunikasi ini, paling tidak terlibat tiga hal, yakni (a) komunikator: dalam hal ini penulis sebagai penyampai pesan, (b) komunikan: dalam hal ini pembaca sebagai penerima pesan, dan (c) isi pesan: dalam hal ini konten/konsep disiplin ilmu yang hendak disampaikan. Menurut Sedarmayanti (1995) bahwa efektivitas merupakan suatu ukuran yang memberikan gambaran seberapa jauh target dapat tercapai. Pendapat tersebut menyatakan bahwa efektivitas merupakan suatu ukuran yang memberikan gambaran seberapa jauh target yang telah ditetapkan sebelumnya oleh lembaga atau organisasi dapat tercapai, sedangkan menurut Mahmudi (2005) efektivitas merupakan hubungan antara output dengan tujuan, semakin besar kontribusi (sumbangan) output terhadap pencapaian tujuan, maka semakin efektif organisasi, program atau kegiatan. Pengajaran berdasarkan masalah ini telah dikenal sejak zaman John Dewey. Trianto (2007) menyatakan bahwa belajar berdasarkan masalah adalah interaksi antara stimulus dan respon, merupakan hubungan antara dua arah dan lingkungan. Menurut Forgty (1997), pembelajaran berbasis masalah (PBM) merupakan suatu pembelajaran yang dirancang dengan menggunakan masalah dunia nyata di mana masalahnya tidak terstruktur dengan baik (illstructured), terbuka (open-ended), atau ambigu (ambigous). Mikrobiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang mikroorganisme. Mikrobiologi pangan merupakan bagian dalam dari mikrobiologi terapan. Mikrobilogi pangan adalah ilmu 335
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 yang mempelajari pengaruh proses pengolahan terhadap sel mikroorganisme, termasuk mekanisme ketahanan mikroorganisme terhadap proses pengolahan. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Program Studi Pendidikan Biologi Pascasarjana Unimed, diketahui bahwa proses pembelajaran mikrobiologi terapan dengan materi mikrobiologi pangan yang dilakukan selama ini belum menggunakan buku ajar, sehingga hal ini menyebabkan proses pembelajaran sering terjadinya kesalahan dalam memahami materi sehingga memperlama waktu perkuliahan tidak efisien. Oleh karena itu, diperlukan buku ajar mikrobiologi pangan dalam mata kuliah mikrobiologi terapan pada mahasiswa Program Studi Pendidikan Biologi Pascasarjana Unimed. Adanya buku ajar akan membantu mahasiswa dalam proses belajar sehingga dapat mendukung tercapainya tujuan pembelajaran yang diharapkan. METODE PENELITIAN Penelitian ini telah dilakukan di Universitas Negeri Medan (UNIMED), yang terletak di Jl. Wiliam Iskandar Medan Estate pada mahasiswa Program Pascasarjana semester IV. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari – Mei 2014/2015. Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan, karena penelitian ini baik untuk mengembangkan buku ajar berbasis masalah. Menurut Sugiyono (2011) bahwa metode penelitian dan pengembangan juga didefinisikan sebagai suatu metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu, dan menguji keefektifan produk tersebut. Pengembangan perangkat pembelajaran yang disusun dalam penelitian ini mengacu pada jenis pengembangan 4-D karya Thiagarajan yang telah dimodifikasi menjadi 3-D, yaitu Define (pendefinisian), Design (perancangan) dan Development (pengembangan). Uji coba produk dilakukan melalui enam tahap, yaitu validasi oleh tim ahli materi, validasi tim ahli desain, validasi dosen pengampu, uji kelompok perorangan, uji kelompok kecil, dan uji kelompok terbatas. Hal ini dilakukan agar memperoleh data secara lengkap untuk melihat respon dosen dan mahasiswa untuk memperbaiki produk yang dikembangkan. Subjek uji coba ini adalah dosen Mikrobiologi dan mahasiswa semester IV Progran Studi Pendidikan Biologi Pascasarjana Universitas Negeri Medan. Tim ahli materi, tim ahli desain, dan dosen pengampu masing-masing ditunjuk dua orang dosen yang akan memvalidasikan buku ajar yang telah dikembangkan. Data yang diperoleh disesuaikan dengan tujuan dan desain penelitian dan pengembangan yang digunakan maka jenis data yang dikumpulkan dalam pengembangan ini adalah data deskriptif kualitatif sebagai data pokok, yang terkumpul melalui angket dengan
336
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 skala penilaian 1 sampai 4 (1: sangat tidak baik/ sangat tidak layak; 2: kurang baik/kurang layak; 3: baik/layak; dan 4: sangat baik/sangat layak). Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data kualitatif tentang keadaan buku ajar mikrobiologi pangan berbasis masalah yang telah dikembangkan dimana diperoleh dari penilaian/validasi oleh tim ahli materi, desain dan dosen pengampu mata kuliah mikrobiologi serta lembar angket yang disebarkan kepada mahasiswa. Analisis data hasil penelitian pengembangan ini yaitu, analisis deskriptif dan bukan menguji hipotesa. Analisis Deskriptif Instrumen penelitian untuk validator, uji coba perorangan, kelompok kecil dan uji lapangan terbatas dibuat dalam bentuk skala Likert yang telah diberikan skor. Layak/tidaknya suatu bahan ajar dapat dilihat dari data angket yang digunakan dalam bentuk skala Likertseperti yang terlihat pada Tabel berikut: HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Validasi Tim Ahli Materi Berdasarkan kelayakan isi materi oeh dua ahli materi, bahwa buku ajar mikrobiologi pangan yang dikembangkan dinyatakan “sangat baik” dengan jumlah skor total 62 (97%). Dimana hasil validasi ahli materi pertama yaitu validator pertama memperoleh jumlah skor 31 (97%) dengan kategori “sangat baik”. Kemudian hasil validasi ahli materi yang kedua yaitu validator kedua memperoleh jumlah skor 31 (97%) dengan kategori “sangat baik”. Kriteria kelayakan penyajian dinilai “sangat baik” dengan skor total dari kedua ahli materi yaitu 88 (92%). Dimana hasil validasi ahli materi pertama yaitu validator pertama memperoleh skor 42 (85%) dengan kategori “sangat baik”. Kemudian hasil validasi ahli materi kedua yaitu validator kedua memperoleh skor 46 (96%) dengan kategori “sangat baik”. Kriteria validasi ahli materi terhadap komponen mikrobiologi pangan berada pada katagori “sangat baik” dengan skor total 78 (89%). Dimana hasil validasi ahli materi pertama yaitu validator pertama memperoleh skor total 41 (93%) dengan kategori “sangat baik”. Kemudian hasil validasi ahli materi kedua yaitu validator kedua memperoleh skor 37 (84%) dengan kategori “sangat baik”.
337
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 100 80 60 40 20 0
88
Skor total 97% Kelayakan isi
Gambar 2.
78
62
92% Kelayakan penyajian
89%
Persentase total
Komponen mikrobiologi pangan
Skor rata-rata dan persentase analisis penilaian dari tim ahli materi pada buku ajar mikrobiologi pangan berbasis masalah.
B. Hasil Validasi Tim Ahli Desain Pembelajaran Ahli desain pembelajaran memvalidasi produk buku ajar pada aspek desain pembelajaran. Dari hasil validasi buku ajar oleh tim ahli desain pembelajaran disimpulkan bahwa desain buku ajar mikrobiologi pangan yang dikembangkan ini berada pada kategori “sangat baik” dengan jumlah skor total 244 (95%).Dimana hasil validasi desain pembelajaran pertama memperoleh skor total 121 (95%) dengan kategori “sangat baik”. Kemudian hasil validasi ahli desain pembelajaran kedua memperoleh skor 123 (96%) dengan kategori “sangat baik”. C. Hasil Penilaian Buku Ajar Oleh Dosen Pengampu Mikrobiologi Dari hasil angket dosen pengampu mikrobiologi terhadap buku ajar mikrobiologi pangan disimpulkan bahwa desain buku ajar mikrobiologi pangan yang dikembangkan ini berada pada kategori “sangat menarik” dengan jumlah skor total 96 (92%).Dimana hasil dari dosen pengampu pertama memperoleh jumlah skor 49 (94%) dengan kategori “sangat menarik”. Kemudian hasil dosen pengampu kedua memperoleh jumlah skor 47 (90%) dengan kategori “sangat menarik”. D. Hasil Penilaian Buku Ajar pada Uji Coba Perorangan Buku ajar mikrobiologi pangan yang telah divalidasi oleh tim ahli materi, tim ahli desain pembelajaran dan dinilai oleh dosen pengampu, kemudian dilakukan uji coba perorangan. Uji coba perorangan dilakukan terhadap tiga orang mahasiswa untuk mengidentifikasi kekurangan produk dan presepsi awal mahasiswa terhadap produk yang dikembangkan. Data hasil angket presepsi terhadap buku ajar pada uji coba perorangan dapat disimpulkan bahwa buku ajar mikrobiologi pangan berbasis masalah yang dikembangkan berada pada kriteria “sangat menarik” dengan skor total 169 (89%).
338
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 E. Hasil Penilaian Buku Ajar pada Uji Coba Kelompok Kecil Uji coba kelompok kecil dilakukan terhadap sembilan orang mahasiswa untuk mengidentifikasi kekurangan produk dan presepsi awal mahasiswa terhadap produk yang dikembangkan. Data hasil angket presepsi terhadap buku ajar pada uji coba kelompok kecil dapat disimpulkan bahwa buku ajar mikrobiologi pangan berbasis masalah yang dikembangkan berada pada kriteria “sangat menarik” dengan skor total 456 (84%). F. Hasil Penilaian Buku Ajar pada Uji Coba Kelompok Lapangan Terbatas Uji coba kelompok lapangan terbatas dilakukan terhadap 30 (tiga puluh) orang mahasiswa untuk mengidentifikasi kekurangan produk dan presepsi awal mahasiswa terhadap produk yang dikembangkan. Data hasil angket presepsi terhadap buku ajar pada uji coba kelompok lapangan terbatas dapat disimpulkan bahwa buku ajar mikrobiologi pangan berbasis masalah yang dikembangkan berada pada kriteria “sangat menarik” dengan skor total 1567 (87%). KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan maka diperoleh bahwa: 1.
Buku ajar mikrobiologi pangan berbasis masalah yang dikembangkan keseluruhan termasuk dalam kategori “sangat baik dan sangat menarik”
2.
Keefektivitasan buku ajar mikrobiologi pangan berbasis masalah layak untuk dijadikan sebagai bahan bacaan bagi mahasiswa semester III Program Studi Pendidikan Biologi Pascasarjana Unimed.
3.
Standar kelayakan buku mulai dari aspek kelayakan isi, kelayakan penyajian sangat baik dan menarik dalam pengajaran berbasis masalah matakuliah mikrobiologi terapan pad amateri mikrobiologi pangan.
DAFTAR PUSTAKA Adisendjaja, Y.H. dan Romlah. 2008. Analisis Buku Ajar Sain Berdasarkan Literasi Ilmiah Sebagai Dasar Untuk Memilih Buku Ajar Sains (Biologi). Bandung: FMIPA Universitas Pendidikan Indonesia. Forgaty, R. 1997. Problem-Based Learning and Other Curriculum Models for the Multiple Intellegences Classroom. Australia: Hawker Brownlow Education. Haryadi. 2003. “Hubungan Intensitas Mendengarkan Ceramah, Pemahaman Buku Teks dan Partisipasi Berorganisasi dengan Retorika”. Jurnal Kependidikan Nomor 2 Tahun XXXIII, November 2003. Husna, R. 2013. Tesis: Pengembangan Buku Mini Riset Mikrobiologi Terapan Berbasis Masalah. Program Studi Pendidikan Biologi Pascasarjana. Universitas Negeri Medan 339
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 Mahmudi. (2005). Manajemen Kinerja Sektor Publik. Yogyakarta: UPP AMP YKPN. Sedarmayanti. (1995). Sumber Daya Manusia Dan Produktivitas Kerja. Bandung: Ilham Jaya Sudjiono, Anas. 2007. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung.Alfabeta. Trianto. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, Jakarta: Prestasi Pustaka.
340
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 ANALISIS PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWA PADA MATERI BIOTEKNOLOGI DI SMA NEGERI SE-KOTA BINJAI. Sailana Mira Rangkuty1, Fauziyah Harahap2dan Syahmi Edi2 Alumni Program Studi Pendidikan Biologi, Program Pascasarjana, Universitas Negeri Medan. 2)Tenaga Pengajar Program Studi Pendidikan Biologi, Program Pascasarjana, Universitas Negeri Medan. Jl. Willem Iskandar Pasar V Medan Estate, Deli Serdang, Sumatera Utara, Indonesia Email: [email protected]
1)
ABSTRACT This research aimed to determined the relationships between student’ knowledge and attitude on biotechnology subject matter. This research was descriptive qualitative research. The population of this research were grade XII student from 5 senior high school in Binjai including SMA Negeri 1, SMA Negeri 2, SMA Negeri 4, SMA Negeri 6, SMA Negeri 7. Samples were chosen by using purposive sampling technique. Data were collecting using instrument of diagnostic test mastery on matter biotechnology, student’ attitude questionnaire, and interview. The data were analyzed using descriptive percentage and Spearman corelation. Result from this research showed: There was significant relationship between the level of knowledge and student’ attitude (r=0,208, Sig=0,000). This result showed the corelation is positive between knowledge level with student attitude. Based on the result of this research it can concluded the level of knowledge of students is categorized as good but still important to improve the level of knowledge and student’ attitude for more goodness result. The relationship between knowledge level with student’ attitude is weak. Keyword: the level of knowledge, students attitude, diagnostic test, biotechnology, senior high school. ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan dan sikap siswa pada materi Bioteknologi. Penelitian ini bersifat deskriptif kwalitatif. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XII SMA Negeri Se-Kota Binjai yang diwakili 5 SMA Negeri. Meliputi SMA Negeri 1, SMA Negeri 2, SMA Negeri 4, SMA Negeri 6, SMA Negeri 7. Sampel dipilih dengan menggunakan teknik purposive sampling. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan instrumen tes diagnostik terhadap penguasaan materi Bioteknologi, angket sikap siswa dan wawancara. Data dianalisis dengan menggunakan statistika deskriptif menggunakan persentase dan korelasi Spearman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan dan sikap belajar siswa (r=0,208 , Sig=0,000). Berdasarkan Rhitung yang diperoleh maka diketahui hubungan antara sikap dan nilai siswa tergolong dalam hubungan yang berkorelasi positif. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa tingkat pengetahuan siswa termasuk dalam kategori baik namun masih diperlukan upaya peningkatkan pengetahuan dan sikap siswa untuk hasil yang lebih baik. Hubungan tingkat pengetahuan dan sikap siswa tergolong dalam hubungan yang berkorelasi lemah. Kata Kunci: Tingkat pengetahuan siswa, Sikap siswa, Tes diagnostik, Bioteknologi, Sekolah menengah atas.
341
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 PENDAHULUAN Bidang Pendidikan selalu diusahakan perbaikannya untuk dapat menciptakan kualitas kehidupan yang lebih baik. Pendidikan diharapkan dapat meningkatkan kualitas kehidupan diberbagai sektor. Penentuan perbaikan program pendidikan tersebut harus dimulai dengan melakukan penilaian terhadap pendidikan yang telah berjalan saat ini. Pembelajaran yang telah berjalan dapat dijadikan gambaran apakah ada kekurangan atau kelebihan dari proses pendidikan yang telah dilangsungkan. Menurut Hidayati (2013) penilaian yang mengharuskan guru untuk mengumpulkan informasi selengkap-lengkapnya untuk tujuan pembuatan keputusan pengajaran, sehingga keputusan yang diambil dapat tepat sasaran. Waktu pembelajaran yang terbatas dapat digunakan untuk pengajaran secara maksimal. Penggunaan tes diagnosik pada penilaian terhadap pembelajaran yang sedang berlangsung dapat memberikan informasi mengenai kesulitan-kesulitan, tingkat pencapaian, dan kemampuan dasar siswa. Tes diagnostik adalah salah satu tes yang digunakan untuk mengetahui kelemahankelemahan siswa sehingga dari kelemahan-kelemahan tersebut dapat diberikan perlakuan yang tepat (Arikunto, 2006). Idris (2009) menyatakan bahwa kesulitan belajar siswa ditunjukkan oleh adanya hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar yang bersifat psikologis, sosiologis maupun fisiologis, sehingga pada akhirnya dapat menyebabkan prestasi belajar yang dicapainya berada dibawah semestinya. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Mirawati (2011) diketahui bahwa mayoritas siswa SMA yang diteliti berada pada kategori penalaran operasional konkret. Siswa masih memiliki keterbatasan untuk berpikir secara abstrak seperti pada bagian bioteknologi modern. Menurut Sumiar (2014) pada tahun pembelajaran 2012/2013 siswa SMP Negeri 19 Pontianak masih mengalami tingkat ketidaktuntasan KKM yang cukup tinggi sekitar 31,25% pada KKM 75 pada materi bioteknologi. Hal ini disebabkan siswa mengalami kesulitan memahami pengertian bioteknologi, membedakan pergertian perbedaan bioteknologi konvensional dan modern, mengingat nama-nama mikroorganisme yang digunakan dalam produk biotek, memahami pergertian rekayasa reproduksi, memahami pengertian kultur jaringan, dan perbedaan hidroponik dan aeroponik. Menurut hasil wawancara dengan guru biologi yang mengajar di kelas XII IPA SMA Negeri se-Kota Binjai diketahui bahwa materi bioteknologi dianggap sebagai salah satu materi yang sulit untuk diterima siswa. Materi bioteknologi dianggap sulit karena bersifat abstrak, ini terlihat jelas pada materi bioteknologi modern. Siswa sebelumnya tidak pernah melihat secara langsung proses yang terjadi pada bioteknologi modern. 342
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 Berdasarkan hasil wawancara beberapa sub bab materi bioteknologi yang dianggap paling sulit untuk diterima siswa diantaranya Aplikasi Bioteknologi dalam kehidupan, Rekayasa Genetika, dan Kultur Jaringan. Selain itu dilakukan analisis terhadap nilai pada materi pembelajaran Bioteknologi dari siswa tahun 2014-2015 di SMA Negeri Se-Kota Binjai. Diketahui pada materi Bioteknologi masih ada sekitar 46,91% siswa yang belum mencapai KKM. Angka tersebut cukup tinggi mengingat materi Bioteknologi hadir pada Ujian Akhir Nasional dan Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri. Pada soal UN materi Bioteknologi hadir pada no 1, 38, 39 dan 40. Materi Bioteknologi pada soal Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri hadir pada soal Saintek kode 525 pada soal ke 47. Kurikulum 2013 yang dikenal sebagai Pendidikan Berbasis Karakter adalah kurikulum terbaru yang dicetuskan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. Penilaian Kurikulum 2013 memang menitikberatkan pada karakter dengan proporsi 60% karakter dan 40 % akademis (Aji. 2014). Penetapan sebanyak 60% proporsi karakter menunjukkan bahwa pada nilai sikap dianggap penting didalam dunia pendidikan. Sikap dianggap mampu menciptakan siswa yang lebih baik. Slameto (2010) mengungkapkan sikap dianggap sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi hasil belajar. Seorang siswa diharapkan harus mempunyai sikap positif terhadap pembelajaran. Sikap ini akan mendasari sejumlah perbuatan yang mendorong ke hal yang disukainya dalam belajar. Menurut Sarwono (2003) dalam sikap tersangkut juga faktor motivasi dan perasaan. Ketika sikap telah menjadi bagian dari seseorang, akan muncul motivasi yang mengiringinya dalam hal ini motivasi untuk belajar. Perbaikan proses pembelajaran dapat diawali dengan analisis pembelajaran yang telah berjalan. Materi bioteknologi merupakan salah satu materi yang dianggap sulit untuk diterima siswa sekaligus materi yang penting bagi siswa. Sikap menjadi salah satu hal yang penting dalam dunia pendidikan ditunjukkan keterlibatannya pada kurikulum 2013, Sehingga penelitian ini dianggap penting untuk dilakukan. METODE PENELITIAN Penelitian dilaksanakan di SMA Negeri se-Kota Binjai meliputi SMA Negeri 1 Binjai, SMA Negeri 2 Binjai, SMA Negeri 4 Binjai, SMA Negeri 6 Binjai dan SMA Negeri 7 Binjai sebagai perwakilan setiap kecamatan. Penelitian dilakukan pada bulan Februari – Mei 2016. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XII IPA SMA Negeri se-Kota Binjai. Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan secara purposif (Purposive Sampling). Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Penyusunan angket sikap belajar 343
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 disesuaikan dengan pembagian sikap pada Kurikulum 2013 yang menekankan pengembangan karakter siswa. Angket dan Tes Diagnostik telah melalui validasi oleh Dosen ahli serta Tes Diagnostik divalidasikan pada siswa SMA Negeri 3 Binjai. Wawancara dilakukan kepada guru Biologi kelas XII IPA SMA Negeri se-Kota Binjai untuk memperoleh data awal sebagai bahan acuan bahwa penelitian perlu untuk dilakukan. Analisis korelasi tingkat pengetahuan dan sikap belajar siswa dilakukan dengan menghitung nilai koefisien korelasi. Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan SPSS 21. Distribusi data yang tidak normal sehingga digunakan statistika nonparametrik pada pengujian hipotesis yakni dengan Korelasi Spearman. Hipotesis verbal: 1) H0: Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan dan sikap siswa pada materi Bioteknologi di SMA Negeri Se-Kota Binjai. 2) Ha: Terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan dan sikap siswa pada materi Bioteknologi di SMA Negeri Se-Kota Binjai HASIL DAN PEMBAHASAN Sikap belajar yang baik diperlukan dalam proses pembelajaran. Hal ini bertujuan agar siswa dapat menerima pelajaran dengan baik tanpa adanya paksaan untuk belajar. Pengaruh sikap terutama sikap positif terhadap pembelajaran akan bermanfaat untuk lebih meningkatkan hasil belajar siswa. Guru diharapkan mampu meningkatkan sikap positif siswa terhadap pembelajaran. Penentuan korelasi antara tingkat pengetahuan dan sikap siswa dilakukan dengan menggunakan uji normalitas, diketahui data berdistribusi tidak normal (Gambar 1)
Gambar 1. Uji Normalitas Data Selanjutnya karena data tidak berdistribusi normal maka dilakukan transformasi data. Hal ini dilakukan dengan kemungkinan data dapat dianalisis dengan penggunaan analisis statistik parametrik. 344
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016
Gambar 1. Uji Normalitas Data Tranformasi Setelah dilakukan transformasi data dan kembali dilakukan uji normalitas diketahui data masih berdistribusi tidak normal. Sehingga analisis statistik dilakukan dengan uji nonparametrik. Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan Korelasi Spearman (Gambar 2).
Sikap belajar siswa
150
y =100,2 + 0,106x
100 50 0 0
20
40 60 Nilai
80
100
Gambar 2. Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap Siswa Berdasarkan hasil pengujian korelasi Spearman diperoleh signifikansi sebesar 0,000. Perolehan koefisien korelasi r pada uji non parametrik diperoleh sebesar: 0,208. Slameto (2010) menyatakan bahwa sikap adalah salah satu faktor lain yang mempengaruhi hasil belajar. Sikap merupakan sesuatu yang dipelajari, dan sikap menentukan bagaimana individu bereaksi terhadap situasi serta menentukan apa yang dicari individu dalam kehidupan. Sikap selalu berkenaan dengan suatu objek, dan sikap terhadap objek ini disertai dengan positif atau negatif. Orang yang mempunyai sikap positif terhadap suatu objek yang bernilai dalam pandangannya, dan ia akan bersikap negatif terhadap objek yang dianggapnya tidak bernilai atau merugikan. Sikap ini kemudian mendasari dan mendorong ke arah sejumlah perbuatan yang satu sama lain berhubungan. Orang hanya dapat mempunyai sikap terhadap hal-hal yang diketahuinya. Jadi harus ada sekadar informasi pada seseorang untuk dapat bersikap terhadap suatu objek. 345
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 Ketika sikap belajar mempengaruhi hasil belajar maka siswa diharapkan memiliki sikap positif terhadap pembelajaran khususnya pada materi Bioteknologi. Siswa yang memiliki sikap belajar yang positif akan memiliki keinginan untuk melakukan hal-hal yang akan menambah pengetahuannya mengenai materi bioteknologi. Menurut Idris (2009) sikap merupakan salah satu faktor eksternal yang bersifat afektif (ranah rasa) yang mempengaruhi timbulnya kesulitan belajar. Hal ini sejalan dengan pendapat Slameto (2010) bahwa ketika siswa memiliki sikap negatif maka akan timbul sejumlah perbuatan yang menjauhi kegiatan belajar pada penelitian ini khususnya pada materi bioteknologi. Maka untuk menentukan korelasi antara tingkat pengetahuan dan sikap belajar siswa dilakukan pengujian hipotesis menggunakan korelasi Spearman. Berdasarkan hasil pengujian korelasi Spearman diperoleh signifikansi 0,000. Sehingga ketika signifikansi yang diperoleh lebih kecil dari 0,05 maka disimpulkan bahwa H0 ditolak. Akibatnya Ha diterima yang menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara sikap dan nilai siswa. Perolehan koefisien korelasi r pada uji non parametrik diperoleh sebesar: 0,208. Nilai korelasi r yang positif menunjukkan bahwa adanya korelasi positif. Hal ini menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat pengetahuan siswa maka akan semakin tinggi pula sikap siswa. Perolehan nilai koefisien r sebesar 0,208 bila dirujuk terhadap interpretasi koefisien korelasi de Vaus maka termasuk pada tingkat hubungan yang lemah. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi tingkat pengetahuan siswa maka akan semakin tinggi pula sikap belajarnya namun tidak terlalu besar korelasinya. Berdasarkan pengalaman peneliti rendahnya tingkat korelasi antara tingkat pengetahuan dan sikap belajar siswa salah satunya disebabkan kurang jujurnya siswa dalam pengisisan angket sikap belajar siswa. Menurut Slameto (2010) Informasi merupakan kondisi pertama untuk terbentuknya suatu sikap. Bila berdasarkan informasi itu timbul perasaan positif atau negatif terhadap objek dan menimbulkan kecendrungan untuk bertingkah laku tertentu, terjadilah sikap. Maka dengan memahami bahwa sikap akan mempengaruhi hasil belajar pada siswa diharapkan guru mampu menimbulkan sikap belajar yang positif pada siswa. Mengingat informasi merupakan salah satu kondisi yang mengawali terbentuknya sikap maka seorang guru diharapkan mampu menyajikan informasi secara menarik. Penelitian Cavanagh (2005) dilakukan pada siswa SMA Riverina Australia. Mayoritas responden mengakui Bioteknologi amat berguna terkait produksi pangan, namun dalam pandangan mereka produk harus dapat dipercaya bahwa itu aman atau tidak akan berdampak negatif efek pada kesehatan. Mengingat keamanan produk Bioteknologi menjadi isu yang 346
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 menarik maka guru dapat memanfaatkannya dapat memunculkan perhatian dan siswa pada materi. Ozel dkk (2009) melakukan penelitian untuk mengetahui pengetahuan dan sikap mahasiswa pada tingkat Universitas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa memiliki pengetahuan yang rendah pada Bioteknologi dalam berbagai aplikasi, tidak terdapat perbedaan signifikan antara pria dan wanita. Memperhatikan hal tersebut maka penting untuk dilakukan peningkatan kualitas pengajaran pada tingkat sekolah SMA. Laki-laki memiliki sikap lebih baik terhadap bioteknologi dan aplikasinya. Hal ini sesuai dengan penelitian Harms (2002) bahwa laki-laki memiliki rasa ingin tahu dan keterbukaan umum terhadap teknologi baru. Siswa diharapkan tertarik pada materi bioteknologi khususnya pada bagian yang memiliki ketercapaian rendah sehingga muncul sikap positif terhadap pembelajarannya. Menurut Slameto (2010) sikap diantaranya terbentuk melalui pengalaman yang berulangulang atau dapat melalui suatu pengalaman yang disertai perasaan yang mendalam. Diharapkan dengan pemberian pengalaman belajar yang menarik akan terbentuk sikap positif pada pembelajaran siswa. Perbaikan program pembelajaran materi Bioteknologi ini selain dikarenakan masuk sebagai topik pada soal UN dan SBMPTN yang harus diingat pula materi Bioteknologi merupakan penerapan dari ilmu biologi dan teknologi. Bioteknologi mempunyai peranan yang sangat penting dalam peningkatan kesejahteraan hidup manusia (Millah, dkk. 2014). Menurut Harms (2002) minat siswa dalam topik Bioteknologi yang akan dipelajari memiliki efek yang jelas berpengaruh pada hasil belajarnya. Sehingga menjadi tugas guru pada pembelajaran dalam memunculkan atau memperbesar minat siswa tersebut. Pada penelitian Harms mengumpulkan data menggunakan kuesioner, hasil penelitian menunjukkan bahwa minat siswa dalam rekayasa genetika berkembang pada usia sekitar 16. Usia ini merupakan usia siswa yang berada pada Sekolah Menengah Atas. Gadis usia ini lebih tertarik pada aspek sosial dan etika dari topik Bioteknologi, sedangkan anak laki-laki lebih ke arah ekonomis dan aspek tekniknya. Hal ini lebih semacam rasa ingin tahu dan keterbukaan umum terhadap teknologi baru. Kombinasi kedua ketertarikan ini harus dapat dimunculkan dengan penyajian bahan pembelajaran yang menarik bagi siswa. KESIMPULAN 1. Terdapat hubungan positif yang signifikan antara tingkat pengetahuan dan sikap siswa pada materi Bioteknologi di SMA Negeri se-Kota Binjai (r=0,208). Maka diketahui 347
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 korelasi antara tingkat pengetahuan siswa dengan sikap belajar siswa tergolong posiif dalam korelasi lemah. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, S. 2003. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Aji, M. 27 Agustus, 2014. Pengalaman Kurikulum 2013. Kompasiana. (online). m.kompasiana.com. diakses 3 April 2016. Cavanagh,H., Hood,J., Wilkinson,J. 2005. Riverina High School Students’ Views of Biotechnology. Electronic Journal of Biotechnology, 8 (2). Harms, U. 2002. Biotechnology Education in Schools. Electronic Journal of Biotechnology, 5 (3). Hidayati, T., Nugroho, S.E., & Sudarmin. 2013. Pengembangan Tes Diagnostik Untuk Mengidentifikasi Keterampilan Proses Sains Dengan Tema Energi Dalam Pembelajaran IPA Terpadu. Semarang : Universitas Negeri Semarang. Idris, R. 2009. Mengatasi Kesulitan Belajar dengan Pendekatan Psikologi Kognitif. Jurnal Lentera Pendidikan, 12 (2). Millah, E.S., Budipramana, L.S., Isnawati. 2014. Pengembangan Buku Ajar Materi Bioteknologi Di Kelas XII SMA IPIEMS Surabaya Berorientasi Sains, Teknologi, Lingkungan Dan Masyarakat (SETS). Jurnal BioEdu, 1 (1). Ozel, M., Erdogan, M., Usak, M., Prokop,P. 2009. High School Students’ Knowledge and Attitudes Regarding Biotechnology Applications. Educational Sciences: Theory & Practice, 9 (1). Sarwono, S.W. 2003. Pengantar Umum Psikologi. Jakarta: Bulan Bintang Setiyowati, R. 2015. Analisis Standar Proses Pembelajaran Biologi Kelas XII BCS (Billingual Class System) Sains MAN 2 Kudus. Semarang: Universitas Islam Negeri Walisongo. Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta. Sugiyono. 2015. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatis, Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta Suwarto 2013. Pengembangan Tes Diagnostik dalam Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka . Widdiharto, R. 2008. Diagnosis Kesulitan Belajar Matematika SMP dan Alternatif Proses Remidinya. Yogyakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan.
348
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA PADA MATERI PENCEMARAN LINGKUNGAN DI SMA NEGERI 1 BENDAHARA ACEH TAMIANG Fauzi1, Binari Manurung2dan Syahmi Edi2) Alumni Program Studi Pendidikan Biologi Pascasarjana Universitas Negeri Medan2)Tenaga pengajar Prodi Pendidikan Biologi PPs Universitas Negeri Medan, Sumatra utara, Indonesia Email: [email protected]
1)
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran terhadap keterampilan proses sains siswa pada materi pencemaran lingkungan. Metode penelitian ini adalah Quasi Experimental design dengan desain penelitian pretest and protest control group design. Populasi penelitian adalah seluruh siswa kelas X SMA Negeri 1 Bendahara tahun pelajaran 2015/2016 yaitu 120 siswa. Sampel pada penelitian ini adalah kelas X reguler sebanyak 3 kelas yang berjumlah 90 siswa dengan perlakuan kelas X2 (PjBL), X3 (PBL) dan X4 (Konvensional). Pengambilan sampel penelitian ini ditentukan oleh peneliti dengan mempertimbangkan kriteria-kriteria tertentu (Purposive Sampling). Teknik pengumpulan data menggunakan metode tes dan lembar observasi. Teknik analisis menggunakan kovarians (Anacova). Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh model pembelajaran berbasis proyek dan berbasis masalah terhadap keterampilan proses sains (Fhitung = 20,92; P = 0,000). Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran berbasis proyek dan berbasis masalah nilai keterampilan proses sains siswa lebih tinggi dibandingkan dengan pembelajaran konvensional. Kata kunci: pembelajaran berbasis proyek, berbasis masalah, keterampilan proses sains, pencemaran lingkungan. PENDAHULUAN Mutu sumber daya manusia di Indonesia masih rendah mengakibatkan pada rendahnya mutu pendidikan. Rendahnya mutu pendidikan ini dapat dilihat dari berbagai studi literasi seperti hasil riset yang dilakukan oleh Programme for International Student Assessment (PISA) pada tahun 2009 menyatakan bahwa berdasarkan kemampuan membaca Indonesia menduduki peringkat 57 dengan nilai 402, kemampuan matematika pada peringkat 61 dengan nilai 371 dan kemampuan sains pada peringkat 60 dengan nilai 383 (OECD, 2012). Selain itu, survei dari Trend International Matematics Science (TIMSS) tahun 2007 melaporkan tentang nilai rata-rata sains Indonesia berada pada peringkat 36 dari 49 negara di dunia. Indonesia memperoleh skor knowing adalah 425, applying adalah 426, dan reasoning adalah 438 yang di bawah skor rata-rata TIMSS, yaitu 500. Berdasarkan data tersebut maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan sains siswa di Indonesia dimana skor yang diperoleh siswa ini masih rendah. Ini artinya bahwa siswa-siswi Indonesia diduga baru mampu mengingat pengetahuan ilmiah berdasarkan fakta sederhana (Sulistiyo, 2012). 349
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 Hasil penelitian Enggar dkk di kelas XI SMA Negeri 1 Karanganyar (2016) dapat disimpulkan bahwa nilai hasil belajar siswa aspek pengetahuan, sikap dan aspek keterampilan model pembelajaran berbasis proyek menghasilkan prestasi lebih tinggi dibandingkan dengan model pembelajaran berbasis masalah. Hasil yang diperoleh dibuktikan dari uji t hitung prestasi belajar aspek pengetahuan (0,697) lebih kecil dari ttabel (1,668) dan dengan signifikasi aspek sikap (0,470) lebih besar dari α (0,05) sedangkan hasil dari uji thitung aspek keterampilan (2,615) lebih besar dari t
tabel
(1,668). Widiyatmiko (2012) memaparkan bahwa pembelajaran
berbasis proyek merupakan model mengajar sistematik yang dapat melibatkan siswa untuk belajar memperoleh pengetahuan dan keterampilan melalui pengembangan proses inkuiri dengan struktur secara kompleks, dengan pertanyaan otentik dan didesain dengan hati-hati untuk memperoleh produk. Para ahli pendidikan sains memandang sains tidak hanya terdiri dari fakta, konsep, dan teori yang dihafalkan, tetapi juga meliputi kegiatan siswa menggunakan pikiran, dan sikap ilmiah dalam mempelajari gejala alam yang belum terungkap. Pembelajaran menggunakan sains sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan yaitu meningkatkan pemahaman terhadap dunia alamiah (Apriansari, 2010). Keterlibatan siswa secara fisik dan mental merupakan bentuk pengalaman belajar yang dapat memperkuat pemahaman siswa terhadap konsep pembelajaran. Berdasarkan observasi yang dilakukan di SMA Negeri 1 Bendahara, SMA Negeri 1 karang Baru, SMA Negeri 1 Manyak Payed ditemukan bahwa proses pembelajaran masih menerapkan metode ceramah, dan tanya jawab. Hal ini dibuktikan bahwa metode ceramah masih dinilai sebagai metode yang paling efektif untuk mentransfer materi pembelajaran kepada siswa. kurangnya memanfaatkan fasilitas yang tersedia seperti infokus dalam menyampaikan materi pelajaran. Hal ini membuat pembelajaran kurang menarik, dan tidak inovatif. Siswa jarang sekali melakukan praktikum ini dibuktikan dengan nilai rata-rata paraktikum keterampilan proses sains siswa masih di bawah ketuntasan. Ini disebabkan karena siswa terbiasa dengan belajar dengan berpusat pada guru sehingga siswa menjadi tidak aktif dan kreatif. Penyampaian materi pelajaran dengan model pembelajan yang tidak tepat. Ini dibuktikan siswa merasa bosan dalam belajar. Hasil wawancara dengan salah satu guru biologi di SMA Negeri 1 Bendahara tersebut mengungkapkan kepada peneliti bahwa nilai rata-rata ujian praktikum keterampilan proses sains siswa di SMA Negeri 1 Bendahara tahun 2013/2014 semester gasal yaitu 67, semester genap yaitu 68. Berdasarkan nilai rata-rata yang diperoleh, maka nilai ujian semester yang dicapai siswa masih jauh dari standar ketuntasan belajar yang diharapkan yaitu 73. Untuk mengatasi 350
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 masalah di atas, maka perlu adanya pembelajaran yang aktif sehingga siswa dapat meningkatkan pemahaman melalui kegiatan langsung. Diantara model yang dapat membantu siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran adalah model pembelajaran berbasis proyek dan model pembelajaran berbasis masalah. Kedua model pembelajaran ini belum pernah diterapkan di kelas X SMA Negeri 1 Bendahara. Dengan adanya model pembelajaran berbasis proyek dan model pembelajaran berbasis masalah diharapkan dapat meningkatkan keterampilan proses sains siswa, karena kedua model ini melibatkan seluruh siswa untuk aktif dalam proses belajar mengajar. Penelitian Hotmaria (2014) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan keterampilan proses sains siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran berbasis proyek dan pembelajaran konvensional pada materi pokok ekosistem. Happy dan Listyani (2011) menyatakan bahwa Problem Based Laerning (PBL) dapat memberikan kondisi belajar aktif pada siswa untuk mengkonstruksi konsep-konsep yang dipelajarinya, dan mengembangkan kemampuannya sebagai pembelajaran dengan menerapkan metode ilmiah dalam memecahkan masalah dan mengembangkan berpikir kritis. Oleh karena itu, pembelajaran berbasis masalah dalam pembelajaran di kelas menjembatani siswa untuk berpikir kreatitif dalam memecahkan masalah yang mereka temukan dalam proses pembelajran. Proses pemecahan masalah yang dilakukan melalui suatu proses yang melibatkan sensori dan motorik siswa sehingga siswa aktif dan terampil ( Ni Nyoman dkk, 2014). METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 1 Bendahara di Jalan Sungai Iyu–Upah km 5 Desa Seunebok Dalam, Kecamatan Bendahara, Kabupaten Aceh Tamiang pada semester genap tahun pelajaran 2015/2016. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan 24 Februari– 07 Mei 2016. Populasi penelitian adalah seluruh siswa kelas X yang berjumlah 120 siswa. Sampel pada penelitian ini adalah kelas X reguler sebanyak 3 kelas yang berjumlah 90 siswa. Pengambilan sampel penelitian ini ditentukan oleh peneliti dengan mempertimbangkan kriteria-kriteria tertentu (Purposive Sampling). Sampel dipilih yaitu hanya kelas reguler saja sehingga diperoleh kelas X2 (PjBL), X3 (PBL) dan X4 (Kontrol). Metode penelitian ini termasuk Quasi Experimental design dengan desain penelitian pretest and protest control group design. Teknik pengumpulan data menggunakan metode tes dan lembar observasi. Teknik analisis menggunakan kovarians (Anacova). Sebelum pengujian hipotesis terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat dengan menggunakan uji normalitas dan uji homogenitas pada taraf signifikan 0,05 menggunakan program SPSS 21 for windows.
351
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh hasil yang disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Hasil pretes dan postes kelas eksperimen dan kelas kontrol.
1
Nilai keterampilan Kelas proses sains A Pretes Tinggi 50
2
rendah
No
B 47,5
C 47,5
25
25
25
39,33
39,40
39,58
Tinggi
92,5
90
85
rendah
75
70
72,5
86,41
82,50
79,33
Rata-rata 3
Postes
4 Rata-rata
Keterangan: A = Kelas PjBL; B = Kelas PBL; C = Kelas kontrol
Selanjutnya
perbedaan
nilai
rata-rata
yang
menunjukkan
pengaruh
model
pembelajaran terhadap keterampilan proses sains siswa pada materi pencemaran lingkungan
Keterampilan Proses Sains
di SMA Negeri 1 Bendahara Aceh Tamiang dapat di lihat pada Gambar 1. 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
a
PJBL
b
PBL Model Pembelajaran
c
Konvensional
Gambar 1. Pengaruh Model Pembelajaran terhadap Keterampilan Proses Sains Siswa pada Materi Pencemaran Lingkungan di SMA Negeri 1 Bendahara Aceh Tamiang (F = 20,92; P = 0,000). Keterangan: Huruf yang berbeda di atas diagram berarti berbeda signifikan (PJBL: Pembelajaran Berbasis Proyek, PBL: Pembelajaran Berbasis Masalah, dan Pembelajaran konvesional).
352
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 Pembahasan Pengaruh Model Pembelajaran terhadap Keterampilan Proses Sains Siswa Berdasarkan Tabel 1 diperoleh nilai rata-rata pretes keterampilan proses sains dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional lebih tinggi dibandingkan dengan pembelajaran berbasis proyek dan pembelajaran berbasis masalah. Nilai pretes siswa yang dbelajarkan dengan model pembelajaran berbasis proyek lebih tinggi dibandingkan dengan model pembelajaran berbasis masalah dan pembelajaran konvensional serta berdistribusi normal. Sedangkan nilai rata-rata postes siswa yang dibeajarkan dengan model pembelajaran berbasis proyek dan berbasis masalah lebih tinggi dibandingkan dengan pembelajaran konvensional serta berdistribusi normal dan hasil uji homogenitas menunjukkan variasi data antar ketiga kelas sampel adalah homogen (F = 2,24; P = 0,11). Hasil penelitian diperoleh bahwa terdapat Pengaruh model pembelajaran (berbasis proyek, berbasis masalah dan konvensional) terhadap keterampilan proses sains siswa dianalisis dengan teknik kovarians (Anacova) dengan bantuan SPSS 21.0 menunjukkan bahwa ada pengaruh signifikan model pembelajaran (berbasis proyek, berbasis masalah dan konvensional) terhadap keterampilan proses sains siswa (F = 20,92; P = 0,000). Selanjutnya hasil uji Tukey menunjukkan bahwa keterampilan proses sains siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran berbasis proyek 86,41 ± 4,53 sangat berbeda secara signifikan dengan model pembelajaran konvensional 79,33 ± 3,14. Model pembelajaran berbasis proyek memberikan pengaruh sebesar 7,08 (8,92%) lebih tinggi dibandingkan pembelajaran konvensional. Model pembelajaran berbasis masalah memberikan pengaruh sebesar 3,17 (4,0%) lebih tinggi dibandingkan dengan pembelajaran konvensional. Berdasarkan hasil pengamatan saat proses pembelajan berlangsung pada kelas pembelajaran berbasis proyek dan berbasis masalah menujukkan bahwa siswa bisa memanfaatkan bahan-bahan bekas seperti plastik, botol minuman, pipet sedotan, kaleng bekas, koran, dan kotak kardus yang akan dijadikan suatu produk kerajinan tangan. Proses kesiapan siswa yang baik dalam pelaksanaan praktikum terlihat pada siswa dengan mempersiapkan alat dan bahan praktikum dengan membagi tugas. Proses kerjasama yang baik pada saat praktikum juga terlihat, ini ditunjukkan dengan membagi tugas dengan anggota kelompoknya, ada yang melakukan pengamatan, ada yang menghitung waktu pengamatan, ada yang mewakili ke depan kelas untuk menyampaikan hasil diskusi kelompok mereka. Siswa juga bekerjasama dalam membuat suatu produk dari bahan pencemar lingkungan, sehingga membentuk suatu produk yang indah dan ramah lingkungan. Fakta ini sejalan dengan penelitian yang dilakaukan oleh Widiyatmiko (2012) memaparkan bahwa 353
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 pembelajaran berbasis proyek merupakan metode mengajar sistematik yang dapat melibatkan siswa untuk belajar memperoleh pengetahuan dan keterampilan melalui suatu pengembangan proses inkuiri yang distrukturisasi secara kompleks, dengan pertanyaan otentik dan didesain dengan hati-hati untuk memperoleh produk. Pengembangan produk ini menumbuhkan sikap positif siswa terhadap lingkungan sekitarnya. Sikap positif terhadap lingkungan melalui model pembelajaran berbasis masalah juga terbentuk akibat nilai sosial yang ada dalam model pembelajaran berbasis masalah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kedua model pembelajaran yang diterapkan memberikan hasil keterampilan proses sains yang baik bagi siswa. Sementara kelas pembelajaran konvensional, keterampilan yang dimiliki oleh siswa kurang maksimal karena tidak melakukan kegiatan secara langsung sehingga kamampuan sains yang dimiliki siswa rendah. Selain itu siswa kurang mampu berpikir kreatif terhadap tugas yang diberikan kepadanya, ini ditunjukkan bahwa siswa sering bertanya kepada guru tentang hal yang sama yang sudah ditanyakan oleh siswa lain. Sehingga guru terpaksa menjelaskan kembali kepada siswa tersebut. Sejalan dengan penelitian Hotmaria (2014) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan keterampilan proses sains siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran berbasis proyek dan pembelajaran konvensional pada materi pokok ekosistem. Selanjutnya penelitian Siwa dkk (2013) menunjukkan bahwa adanya perbedaan keterampilan proses sains antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran berbasis proyek dengan siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran konvensional. Dalam penelitian Ni Nyoman dkk (2014) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan keterampilan proses sains antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah dengan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan model pembelajaran langsung. KESIMPULAN Terdapat pengaruh model pembelajaran (berbasis proyek, berbasis masalah dan konvensional) terhadap keterampilan proses sains siswa pada materi pencemaran lingkungan di SMAN 1 Bendahara Aceh Tamiang. Keterampilan proses sains siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran berbasis proyek lebih tinggi dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional. Model pembelajaran berbasis masalah lebih tinggi dengan model pembelajaran konvensional.
354
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 DAFTAR PUSTAKA Apriansari, Y. 2010. Edutainment for Children: Membangun Karakter Anak Usi Sekolah Dasar Melalui Pendidikan Sains. Yogyakarta: UNY. Enggar, D., Sri Mulyani, dan Bakti Mulyani. 2016. Pengaruh Model Pembelajaran Project Based Learning dan Problem Based Learning pada Materi Termokimia terhadap Prestasi Belajar Siswa Kelas XI SMA Negeri 1 Karanganyar. Jurnal Pendidikan Kimia (JPK), 5 (1): 134-142. Happy, N., Listyani, E. 2011. Improving The Mathematic Critical and Creative Thinking Skill In Grade 10th SMA Negeri 1 kasihan Bantul on the Mathematic Learning Through Problem-Based Learning. Proceeding International Seminar and the Fourth National Conferece on Mathematic Education, 823-843. Yogyakarta: Juli 2011. Hotmaria, A. S. 2014. Pengaruh Pembelajaran Berbasis Proyek terhadap Keterampilan Proses Sains dan Hasil Belajar Biologi Tingkat Tinggi Siswa di SMA Negeri 2 Kisaran Kabupaten Asahan. Tesis. Medan: Program Pascasarjana Unversita Negeri Medan. Ni, Nyoman, S., Ida bagus, J. S., dan Ni, Luh. P. M. W. 2014. Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Masalah terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah dan Keterampilan Proses Sains Siswa. e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha program Studi Pendidikan IPA, 4 (2): 5-9. OECD. 2012. PISA 2009 Technical Report. Tersedia: www.pisa.oecd.org.diakses pada 13 januari 2012. Siwa, Maderawan dan Tika. 2013. Pengaruh Pembelajaran Berbasis Proyek dalam Pembelajaran Kimia terhadap Keterampilan Proses Sains ditinjau dari Gaya Kognitif Siswa. e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha program Studi Pendidikan IPA, 4 (3): 4-9. Sulistiyo. 2012. Reflreksi Akhir Tahun 2012 Pengurus Besar PGRI. www.pgri.or.id. Diakses tanggal 21 juni 2013. Widiyatmiko. 2012. Pembelajaran Berbasis Proyek untuk Mengembangkan Alat Peraga IPA dengan Memanfaatkan Bahan Bekas Pakai. Jurnal Pendidikan IPA indonesia, 10 (2): 23-28.
355
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 PERBANDINGAN HASIL BELAJAR DENGAN MENGGUNAKAN DAN TANPA MENGGUNAKAN TEKNIK PENCATATAN MIND MAP PADA MATERI SISTEM REPRODUKSI MANUSIA KELAS XI IPA SMA NEGERI 6 MEDANTAHUN PEMBELAJARAN 2013/2014 Ade Khairunnisa Siregar Alumni Prodi Pendidikan Biologi, FMIPA, Universitas Negeri Medan. Jalan Willem Iskandar Pasar V. Medan Estate, Medan Email: [email protected] ABSTRACT The aims of this research is to know the comparison of student’s learning result by using and without using the write technique of mind map in topic of human reproductive system in class XI IPA SMA Negeri 6 Medan in academic year 2013/2014. Kind of this research is an experiment research. The population in this research were all of the student of class XI IPA SMA Negeri 6 Medan which include into 4 classes with total 142 students. Sample in this research as many as two classes which consisting of 64 students with random sampling technique. The comparison of student’s learning result between the write technique of mind map class with without using the write technique of mind map class also proof with hypothesis tes by using t-tes and the range of significant α = 0,05, where tcount > ttable (2,267 > 1,69), it means that in this research H0 is rejected and Ha is accepted. So, it can be conclude that there was the comparison of student’s learning result in XI IPA class SMA Negeri 6 Medan in academy year 2013/2014 that teach by using the write technique of mind map and without using the write technique of mind map in topic of human reproductive system. Keyword : results of learning, mind map, reproduction. ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan hasil belajar biologi siswa dengan menggunakan teknik pencatatan mind map dan tanpa menggunakan teknik pencatatan mind map pada materi sistem reproduksi manusia di kelas XI IPA SMA Negeri 6 Medan Tahun Pembelajaran 2013/2014. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI IPA SMA Negeri 6 Medan yang terdistribusi kedalam 4 kelas dan seluruhnya berjumlah 142 orang. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 2 kelas yang terdiri dari 64 orang dengan teknik pengambilan sampel secara random sampling. Perbandingan hasil belajar siswa antara kelas teknik pencatatan mind map dengan kelas tanpa teknik pencatatan mind map dibuktikan melalui pengujian hipotesis dengan menggunakan uji t dengan taraf signifikan α = 0,05, dimana thitung > ttabel (2,267 > 1,69), yang berarti dalam penelitian ini H0 ditolak sekaligus menerima Ha. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ada perbandingan hasil belajar siswa di kelas XI IPA SMA Negeri 6 Medan Tahun Pembelajaran 2013/2014 yang diajarkan menggunakan teknik pencatatan mind map dengan tanpa teknik pencatatan mind map pada materi sistem reproduksi pada manusia. Kata Kunci : hasil belajar, mind map, reproduksi. PENDAHULUAN Belajar merupakan suatu proses dari seorang individu yang berupaya mencapai tujuan belajar atau yang biasa disebut hasil belajar, yaitu suatu bentuk perubahan perilaku yang relatif menetap (Abdurrahman, 2009). 356
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 Hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar. Menurut Sagala (2012), hasil-hasil belajar dapat berupa ketrampilan-ketrampilan intelektual yang memungkinkan seseorang berinteraksi dengan lingkungan melalui penggunaan simbolsimbol atau gagasan-gagasan, strategi-strategi kognitif yang merupakan proses-proses kontrol dan dikelompokkan sesuai fungsinya. Hasil-hasil belajar yang lain adalah informasi verbal, sikap-sikap, dan ketrampilan-ketrampilan motorik. Mencatat seharusnya dapat membantu siswa dalam proses belajar yang lebih lebih baik, namun siswa cenderung tidak menyadari ketidakefisienan yang dilakukannya pada saat mencatat. Menurut Buzan (2006), Mind map adalah cara termudah untuk menempatkan informasi ke dalam otak dan mengambil informasi keluar dari otak. Mind map adalah cara mencatat yang kreatif, efektif, dan secara harfiah akan memetakkan pikiran-pikiran kita. Mind map juga sangat sederhana. Mind map adalah sistem berpikir yang terpancar (radiant thinking) sehingga dapat menggembangkan ide dan pemikiran ke segala arah, divergen, dan melihatnya secara utuh dalam berbagai sudut pandang (Swadarma, 2013) METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen yang bertujuan untuk mengetahui hasil belajar siswa pada materi sistem reproduksi manusia dengan menggunakan teknik pencatatan mind map. Instrumen yang digunakan adalah tes kognitif dengan materi sistem reproduksi yang akan diajarkan kepada siswa. Tes hasil belajar terlebih dahulu distandarisasi dengan menggunakan uji validitas, reabilitas, daya beda dan tingkat kesukaran. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI IPA SMA Negeri 6 Medan. Sedangkan sampel dalam penelitian ini adalah 2 kelas IPA yaitu, XI IPA 2 dan XI IPA 3. Pengambilan sampel dilakukan secara acak (random sampling). Pelaksanaan penelitian melibatkan dua perilaku yang berbeda yaitu dengan menggunakan mind map (eksperimen 1) dan tanpa menggunakan mind map (eksperimen 2). Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam pengumpulan data adalah mempersiapkan instrumen; menentukan sampel; mempersiapkan silabus; RPP; media pembelajaran; melaksanakan pre-tes; melakukan pembelajaran sesuai desain; melaksanakan post-tes. Data penelitian yang diperoleh berupa hasil belajar yang akan dikumpulkan kemudian dilakukan analisis dengan menggunakan uji normalitas dengan uji Liliefors. Untuk mengetahui apakah data berasal dari populasi yang bervarians sama (homogen) digunakan uji homogenitas. 357
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 Untuk menguji hipotesis digunakan uji t dengan taraf signifikan α = 0,05 dengan derajat kebebasan dk = n1 + n2 – 2. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan proses pelaksanaan penelitian ini, mulai dari pembuatan media, persiapan istrumen penelitian, perangkat pembelajaran, pelaksaanaan penelitian, pengumpulan data hingga analisisnya, dipaparkan beberapa hal berikut ini. 1. Analisis data instrumen penelitian Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini telah memenuhi persyaratan dan dapat digunakan sebagai alat pengumpul data. Hasil uji validitas diperoleh bahwa rhit > rtab dimana sebanyak 30 soal dari 50 butir yang disediakan memenuhi kriteria dan dinyatakan valid. Dari 30 soal yang valid dihitung reabilitas dan diperoleh r11 sebesar 0,856 dengan kriteria tinggi. Analisis selanjutnya mengenai tingkat kesukaran soal dan daya pembeda menunjukkan bahwa soal yang dipersiakan sudah memenuhi dan dapat dipakai sebagai instrumen. 2. Deskripsi hasil penelitian Adapun data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data hasil belajar siswa (pretes dan pos-tes). Data ditabulasikan dan diperoleh data sebagai berikut: Untuk Nilai Pre-tes Hasil pre-tes untuk kelas eksperimen 1 diperoleh mean = 58,43 dan standar deviasi 9,24. Untuk kelas eksperimen 2 diperoleh mean 56,44 dan standar deviasi 7,5. Untuk Nilai Pos-tes Hasil pos-tes untuk kelas eksperimen 1 diperoleh mean 66,07 dan standar deviasi 8,93. Untuk kelas eksperimen 2 diperoleh mean 61,33 dan standar deviasi 7,76. 3. Uji persyaratan analisis data Hasil uji persyaratan analisis data meliputi normalitas dan homogenitas terhadap data pre-tes, pos-tes, Pengujian normalitas data dilakukan dengan uji Liliefors. Diperoleh bahwa nilai pretes, pos-tes, hasil belajar kedua kelas eksperimen berdistribusi normal, dengan harga sig. > α (0,05). Pengujian homogenitas data dilakukan dengan uji kesamaan dua varians. Kriteria pengujian adalah Fhitung < Ftabel (1,32 < 1,85) maka dapat disimpulkan bahwa data pos-tes kedua kelas bersifat homogen pada taraf signifikan (α = 0,05) dan n = 64. 4. Uji hipotesis Setelah data berdistribusi normal dan berasal dari varians yang sama maka dilanjutkan pengujian hipotesis dengan menggunakan uji satu pihak dengan data sampel independen t-tes 358
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 dan diperoleh kesimpulan bahwa : Hasil belajar siswa yang diajar dengan teknik mind map lebih tinggi dibandingkan hasil belajar siswa yang diajar tanpa teknik pencatatan mind map pada materi sistem reproduksi manusia kelas XI SMA Negeri 6 Medan T.P. 2013/2014. 5. Pembahasan Hasil belajar siswa pada kedua kelas menunjukkan perbandingan yang sangat tipis dan tidak mencapai KKM (75) dan hal tersebut menunjukkan bahwa pada saat proses belajar mengajar yang dilakukan masih kurang baik. Penguasaan materi dan penguasaan kelas sangat mendukung keberhasilan tercapainya hasil belajar siswa yang diharapkan. Selain itu, menurut Muchlisin (2012), terdapat faktor-faktor yang menyebabkan nilai-nilai prestasi belajar yang mempunyai pengaruh terhadap metode pembelajaran yang digunakan, diantaranya: a. Faktor pengendalian internal yang dilakukan meliputi history, maturation (kematangan), testing, instrumentation, differential selection, selection-maturation interaction, experimental treatment diffusion dan compensatory rivalry by the control group. Namun bagi siswa yang difokuskan untuk menghadapi ujian nasional hal tersebut menjadikan siswa tidak fokus dan membuat siswa sudah biasa dengan keadaan seperti itu, sehingga faktor luar dalam hal ini tekanan dari luar lebih mempengaruhi fokus siswa dalam belajar. b. faktor eksternal, apabila dilihat dari pengendalian yang dilakukan diantaranya: 1) Faktor statistical regression dimana terdapat ketidakkonsistenan prestasi siswa yang diraih, dari dalam diri siswa, motivasi, dan semangat belajar diri siswa, dimana peneliti memiliki keterbatasan untuk mencapai faktor tersebut. 2) Faktor eksperimental morality dimana terdapat siswa yang berkurang saat dilaksanakan penelitian, hal ini terjadi dikarenakan banyak siswa yang sakit serta tidak masuk sehingga menyebabkan keterbatasan penelitian yang dilakukan. 3) Faktor ketertarikan siswa dalam belajar, faktor ini sangat berpengaruh sekali terhadap prestasi siswa, meskipun sudah dilakukan pengawasan secara maksimal saat dilaksanakan tes baik pre-test maupun post-test, namun faktor ini tidak dapat dilakukan pengawasan secara tepat dan sesuai dengan minat dan ketertarikan siswa. Faktor yang masuk kedalam intern siswa yang masih labil mempengaruhi situasi dan motivasi siswa dalam belajar. Teknik pencatatan mind map mampu merangsang secara visual pelajaran sehingga dapat mengingat informasi lebih lama karena mind map dapat menghubungkan teori dengan kreativitas kita. Swadarma (2013), mengemukakan bahwa mapping dapat diterapkan pada setiap aspek kehidupan dimana peningkatan belajar dan berpikir lebih jelas akan meningkatnya kinerja manusia. Namun tak berarti bahwa mapping hanya cocok digunakan oleh peserta didik yang memiliki kecendrungan belajar visual saja. Sebab pada praktiknya
359
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 proses belajar selalu melibatkan ketiga aspek, baik visual, auditori, ataupun kinestetik. Mapping efektif untuk menuangkan semua gagasan yang ada didalam pikiran. Ausubel (dalam Supamo, 2009 (dalam Ramlan dan Anggraini, 2012)), menyatakan bahwa faktor tunggal yang sangat penting dalam proses mengajar belajar adalah apa yang telah diketahui oleh siswa berupa materi pelajaran yang telah dipelajarinya. Apa yang telah dipelajari
siswa
dapat
dimanfaatkan
dan
dijadikan
sebagai
titik
tolak
dalam
mengkomunikasikan informasi atau ide baru dalam kegiatan pembelajaran. Hal ini dimaksudkan agar siswa dapat melihat keterkaitan antara materi pelajaran yang telah dipelajari dengan informasi atau ide baru. Teknik pencatatan mind map adalah teknik yang sangat baik untuk digunakan terutama untuk kegiatan belajar siswa karena mind map bekerja seperti bagaimana cara kerja alami otak kita seperti yang dikemukakan oleh buzan (2006), bahwa mind map adalah alat berpikir kreatif yang mencerminkan cara kerja alami otak. Mind map juga membantu kita berpikir kreatif sehingga dapat memunculkan ide-ide atau gagasan-gagasan dalam belajar. Sagala (2012) mengemukakan, hasil-hasil belajar dapat berupa ketrampilan intelektual yang memungkinkan seseorang berinteraksi dengan lingkungan melalui penggunaan simbolsimbol. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut: Berdasarkan hasil uji hipotesis dapat disimpulkan bahwa hasil belajar yang diajarkan dengan menggunakan teknik pencatatan mind map lebih tinggi dibandingkan dengan hasil belajar yang diajarkan dengan tanpa menggunakan teknik pencatatan mind map pada materi sistem reproduksi manusia kelas XI IPA SMA Negeri 6 Medan Tahun Pembelajaran 2013/2014. DAFTAR PUSTAKA Abdurrahman, M. (2009). Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Rineka Cipta. Jakarta. Anonim. (2008). Pembentukan Gamet (Gametogenesis). http://ilmukeperawatan wordpress.com/2008/06/56/. Diakses pada tanggal 31 Maret 2014. Anonim. (2011). Siklus Menstruasi. http://bio-reproduction2.blogspot.com/p/ menstruasi.html. Diakses pada tanggal 31 Maret 2014.
siklus-
Arikunto, S. (2010). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan Bumi Aksara. Jakarta. Buzan, T. (2006). Mind Map. PT Gramedia Pustaka. Jakarta. Maulana, P. (2012). Organ/Alat Reproduksi pada Wanita : Struktur dan Fungsi. http://perpustakaancyber.blogspot.com/2012/12/organ-alat-reproduksi- pada-wanitastruktur-fungsi.html Diakses pada tanggal 31 Maret 2014. 360
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 Muchlisin, F. (2012). Pengaruh Metode Pembelajaran Quantum Learning Dengan Pendekatan Peta Pikiran (Mind Mapping) Terhadap Prestasi Siswa Pada Mata Pelajaran Teknologi Motor Diesel Di SMK Muhammadiyah 3 Yogyakarta. http://eprints.uny.ac.id/10156/. Diakses pada tanggal 06 Februari 2014. Nurhayati, N. (2011). Biologi Bilingual SMA/MA Kelas XI. Yrama Widya. Bandung. Rymi. (2013). Memahami Nama Dan Fungsi Organ Reproduksi. http://medicalera .com/3/25744. Diakses pada tanggal 09 April 2014. Sagala, S. (2012). Konsep dan Makna Pembelajaran. Alfabeta. Bandung. Sari, P.M. (2007). http://eprints.uns.ac.id5573169762506200911071.pdf. Diakses pada tanggal 09 April 2014. Setyawan, S. (2013). Nyalakan Kelasmu. PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta. Silaban, R dan Masita A. Napitupulu. (2012). Pengaruh Media Mind Mapping Terhadap Kreativitas dan Hasil Belajar Kimia Siswa SMA Pada Pembelajaran Menggunakan Advance Organizer. http://digilib.unimed.ac .id/public/UNIMED-Article-232691.%20Ramlan-Unimed.pdf. Diakses pada tanggal 06 Februari 2014. Sriyati,
S. (2007). Peta Konsep. Httpfile.upi.eduDirektoriFMIPAJUR.PEND. BIOLOGI196409281989012SITI_SRIYATIKumpulan_artikel_5PETA_KONSEP.pdf . Diakses pada tanggal 20 Juli 2014.
Sudijono, A. (2011). Pengantar Evaluasi Pendidikan. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. Sudjana. (2005). Metode Statistika. Tarsito. Bandung. Surya, H. (2013). Cara Belajar Orang Jenius. PT Gramedia. Jakarta. Swadarma, D. (2013). Penerapan Mind Map dalam Kurikulum Pembelajaran. PT Gramedia. Jakarta. Windura, S. (2013). 1sr Mind Map. PT Gramedia. Jakarta.
361
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 ANALISIS KESULITAN BELAJAR MATERI BIOTEKNOLOGI KELAS XII KECAMATAN LABUHAN DELI TAHUN AJARAN 2013/2014 Arisah Hasanah1dan Fauziyah Harahap2 1)
Alumni Program Studi Pendidikan Biologi FMIPA Universitas Negeri Medan2)Tenaga pengajar Prodi Pendidikan Biologi Jurusan Biologi FMIPA. Universitas Negeri Medan, Sumatra Utara, Indonesia Email: [email protected]
ABSTRACT The purpose of the study to determine the learning difficulties of students' cognitive, learning indicators, the causes learning disabilities and factors, study design used is Deskriftip Quantitative, population taken in Se-Labuan Deli with the District School Four samples with number 175 students, data collection techniques Diagnostic tests used are student learning and inquiry. Results showed cognitive aspects of students experiencing difficulty is very high, and the indicator (1) Explain the definition and role of biotechnology (2) Differentiate Traditional and Modern Biotechnology (3) Explain the principles of genetic engineering and the result (4) Making Traditional and Modern Biotechnology products (5) Make imagination and gather information about the product engineering, all classified as very difficult for students, while the factors that affect student learning difficulties known factors Motivation, Physiological and learning Materials, which strongly supports student learning difficulties. Keywords : learning disabilities, cognitive aspects, indicators of learning, learning difficulties factor. PENDAHULUAN Belajar adalah merupakan proses perubahan, dimana perubahan tersebut merupakan hasil dari pengalaman. Dengan perkembangan teknologi informasi, belajar tidak hanya diartikan sebagai suatu tindakan terpisah dari kehidupan manusia. Belajar merupakan proses penting bagi perubahan perilaku manusia dari segala sesuatu yang diperkirakan dan dikerjakan. Belajar adalah suatu proses untuk mengubah pengalaman, pengetahuan dan tingkah laku dalam diri seseorang agar menjadi lebih baik dan trampil dalam bersikap (Ngatini, 2012). Setiap orang tua pasti menginginkan anak-anaknya menjadi orang yang pandai, cerdas, dan berakhlak. Untuk mewujudkan keberhasilan anak yang diinginkan orang tua, faktor orang tua sangat besar pengaruhnya terhadap keberhasilan anak dalam belajar. Tinggi rendahnya pengetahuan orang tua, besar kecilnya penghasilan orang tua, cukup atau kurang perhatian dan bimbingan orang tua, akrab atau tidaknya hubungan orang tua dengan anakanak, tenang atau tidaknya situasi dalam rumah, semua itu turut mempengaruhi pencapaian hasil belajar anak. 362
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 Dalam mata pelajaran biologi terdapat materi yang membahas tentang bioteknologi. Pesatnya perkembangan ilmu dan teknologi menjadikan bioteknologi menjadi salah satu bidang ilmu dalam biologi yang harus dikuasai bangsa Indonesia, termasuk para siswa SMA. Hal tersebut dikarenakan selain banyak terkait langsung dengan kehidupan sehari-hari, juga dapat dikaitkan dengan aspek ‘life skill’. Untuk memberikan penguasaan dan kebermaknaan yang baik tentang bioteknologi kepada siswa, guru dituntut mampu melakukan pembelajaran yang benar dan sesuai agar dicapai pemahaman yang baik pada siswanya. Bioteknologi juga sesungguhnya merupakan topik yang menarik karena seperti dikemukakan di atas, aplikasinya sangat terkait dengan kehidupan sehari-hari. Namun dilain pihak, bioteknologi juga merupakan topik yang relatif sulit karena untuk mendapatkan pemahaman yang baik diperlukan pemahaman terhadap ilmu-ilmu dasar yang banyak bersifat abstrak. Karakter ini menyebabkan bioteknologi merupakan materi yang dianggap sulit baik oleh guru maupun siswa (Purwianingsih, 2009). Biologi merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari fenomena alam dan penerapannya untuk membangun teknologi yang berguna dalam kehidupan masyarakat. Bioteknologi merupakan salah satu materi dalam pembelajaran biologi yang berkaitan dengan pemanfaatan mikroorganisme dan sistem hayati untuk menghasilkan barang dan jasa melalui metode ilmiah. Pembelajaran bioteknologi masih bersifat teoritis, jarang dilakukan aplikasi yang dapat mengkorelasikan materi yang diperoleh dengan situasi di sekitarnya (Sulistiyawati, 2010). Untuk memahami beberapa besar tingkat kesulitan dan titik kesulitan siswa dalam belajar, maka dapat dilakukan dengan berbagai cara. Salah satunya adalah menganalisis hasil evaluasi belajar siswa. Gambaran tingkat kesulitan belajar akan dapat terlihat dari hasil evaluasi belajar mereka. Berdasarkan hasil analisis tersebut pendidikan dapat menentukan solusi terbaik bagi siswa hingga siswa mampu mencapai hasil belajar sesuai dengan yang diharapkan. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk Mengetahui kesulitan belajar siswa dalam mempelajari materi pokok bioteknologi dari aspek kemampuan kognitif, aspek indikator pembelajaran di dan faktor-faktor yang menyebabkan kesulitan belajar pada siswa dalam mempelajari materi pokok bioteknologi juga untuk Mengetahui pengaruh pekerjaan, pendidikan orang tua dan jenis kelamin terhadap proses pembelajaran siswa di SMA kelas XII se-Kecamatan Labuhan Deli.
363
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di SMA kelas XII se-Kecamatan Labuhan Deli. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari – April di SMA kelas XII se-Kecamatan Labuhan Deli Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa di SMA kelas XII se-Kecamatan Labuhan Deli yang terdiri dari SMA Negeri 1 Labuhan Deli, SMA Sinar Husni, SMA Antasari, SMA PAB 6 Helvetia. Sampel diambil secara purposive sampling (sampel bertujuan). Sampel yang diambil adalah SMA Negeri 1 Labuhan Deli, SMA Sinar Husni, SMA Antasari, SMA PAB 6 Helvetia. Instrumen Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu Tes, dan Non Tes. Untuk menentukan tingkat kesukaran dinyatakan dengan rumus (Arikunto, 2012), sebagai berikut P= Keterangan : P = Indeks kesukaran tes B = Banyaknya siswa yang menjawab benar JS = Jumlah seluruh siswa Dengan kriteria : P = 0,00 — 0,30 tes sukar P = 0,31 — 0,70 tes sedang P = 0,71 — 1,00 tes mudah Untuk menentukan uji daya beda digunakan rumus (Arikunto, 2012), sebagai berikut : P= Keterangan : D = Daya beda JA = Banyaknya kelompok atas JB= Banyaknya kelompok bawah BA = Banyaknya kelompok atas yang menjawab benar BB = Banyaknya kelompok bawah yang menjawab benar Dengan kriteria D = 0,00 — 0,20 pembeda jelek D = 0,21 — 0,40 pembeda cukup D = 0,41 — 0,70 pembeda baik D = 0,71 — 1,00 pembeda sangat baik Non tes dalam penelitian ini adalah angket. Angket kesulitan belajar dibuat atas indikator kesulitan belajar dari faktor eksternal dan internal. Angket yang digunakan berjumlah 32, masing-masing soal disediakan pilihan yang menjadi alternatif jawaban. Pilihan jawaban yang paling sesuai diharapkan diberi bobot yang paling tinggi. 364
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 Pemberian bobot jawaban pada setiap item sebagai berikut: A diberi bobot 4 C diberi bobot 2
B diberi bobot 3 D diberi bobot 1
Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif kuantitatif yang bertujuan untuk mengorganisasi dan mengolah data angka, agar dapat memberikan gambaran Secara teratur, singkat dan jelas mengenai suatu keadaan sehingga dapat ditarik Pengertian atau makna tertentu. Hasil jawaban siswa yang diperoleh dianalisis satu persatu untuk mendapatkan tes mana yang lebih sedikit jawaban benarnya. Dengan analisis jawaban ini dapat diperkirakan hal-hal apa saja yang menjadi bagian yang sulit bagi siswa mempelajarinya dan penyebab kesulitan belajar tersebut. Analisis data digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan metode deskriptifkuantitatif. Secara deskriptif dimaksudkan untuk memberikan jawaban terhadap rumusan masalah yaitu mengenai kesulitan belajar siswa pada materi bioteknologi. Dari hasil belajar siswa ditentukan ketuntasan belajar siswa secara individual dipakai rumus: PPS = Siswa dikatakan tidak tuntas belajar apabila mencapai skor 65% dan kelas tuntas belajar apabila di dalam kelas tersebut terdapat 85% siswa yang mencapai daya serap 65%. Kriteria ketuntasan belajar : 0%
X 100%
Sebagai konsekuensi dari uraian di atas dapat disusun kriteria kesulitan pada : Kesalahan siswa 0 — 10% kesukaran sangat rendah 11 — 20% kesukaran rendah 21 — 35% kesukaran sedang 36 — 45% kesukaran tinggi — 100% kesukaran sangat tinggi Setelah skor tiap item diketahui, maka tiap item dapat dikelompokkan ke dalam enam aspek yaitu: pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan kreasi . Hasil jawaban angket dicari dengan menghitung skor angket, jumlah total skor yang diperoleh setaip faktor dengan rumus : 365
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 Skor indikator = Jumlah skor angket seluruh siswa jumlah seluruh siswa Sumber :(Hasanah, 2012). PEMBAHASAN A.
Hasil Tes Belajar siswa Berdasarkan Aspek Kognitif Diketahui bahwa persentase kesulitan belajar siswa pada tingkat pengetahuan (C-1)
yaitu sebesa 61,26% Yang dimasukkan ke dalam kategori kesulitan sangat tinggi dengan daya serap 38,74%, persentase kesulitan belajar siswa pada tingkat pemahaman (C2) yaitu sebesar 53,71% yang dimasukkan ke dalam kategori kesulitan sangat tinggi, pada tingkat penerapan C3 sebesar 72,67%. Yang dimasukkan ke dalam kategori kesulitan sangat tinggi, pada tingkat analisis (C4) sebesar 50,74% yang dimasukkan ke dalam kategori kesulitan sangat tinggi, pada tingkat sintesis (C5) sebesa 90,86% yang dimasukkan ke dalam kategori kesulitan tinggi, dan pada tingkat kreasi (C6) sebesar 98,86% dimasukkan ke dalam kategori kesulitan sangat tinggi. B.
Hasil Tes Belajar siswa Berdasarkan Aspek Indikator Diketahui bahwa persentase kesulitan belajar siswa pada indikator ke-1 yaitu
menjelaskan pengertian dan peranan bioteknologi sebesar 49,14% yang berada dalam kategori kesulitan sangat tinggi, pada indikator ke-2 yaitu membedakan bioteknologi tradisional dan modern sebesar 61,34% yang berada dalam kategori kesulitan sangar tinggi, pada indikator ke-3 yaitu menjelaskan prinsip rekayasa genetika dan hasilnya sebesar 66,77% yang berada dalam kategori kesulitan sangat tinggi, pada indikator ke-4 yaitu membuat produk bioteknologi tradisional dan modern sebesar 60% yang berada dalam kategori kesulitan sangat tinggi, pada indikator ke-5 yaitu Membuat imajinasi dan mengumpul kan informasi tentang produk rekayasa genetika dan dampaknya sebesar 60,15% yang berada dalam kategori kesulitan sangat tinggi. C.
Hasil Analisis Angket Hasil angket siswa tiap indikator faktor penyebab kesulitan belajar siswa. Dari faktor
internal seperti kesehatan memiliki skor 1,79 yang berarti kurang mendukung sebagai faktor penyebab kesulitan belajar, minat memiliki skor 2,50 yang berarti mendukung, motivasi memiliki skor 2,55 yang berarti mendukung, psikologi memiliki skor 2,22 yang berarti kurang mendukung, sedangkan faktor eksternal seperti lingkungan keluarga memiliki skor 2,41 yang berarti mendukung, sekolah memiliki skor 1.97 yang berarti kurang mendukung,
366
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 materi pelajaran memiliki skor 2,47 yang berarti mendukung, media memiliki skor 2,11 yang berarti kurang mendukung sebagai faktor penyebab kesulitan belajar. D.
Pengaruh Pekerjaan dan Pendidikan Orang Tua Terhadap Kesulitan Belajar Siswa Pekerjaan orang tua baik langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi
motivasi anak dalam belajar. Pengaruh tersebut akan menjadi pertimbangan bagi anak untuk memilih dan menempuh pendidikan setinggi tingginya. Secara umum seorang anak akan lebih dari pekerjaan orang tuanya. Jika orang tua anak itu sebagai pegawai negri dia akan belajar dengan giat agar mencapai pekerjaan seperti orang tuanya atau lebih dari pekerjaan orang tuanya atau lebih dari orang tuanya. Selain itu informasi informasi mengenai profesi orang tua yang diperoleh dari keluarga akan menarik minat dan keinginan anak untuk belajar dalam bidang yang telah ditempuh orang tuanya. Dalam hal tersebut anak akan memotivasi belajarnya untuk mencapai tujuan yang ia inginkan. Pendidikan orang tua sangat memungkinkan untuk mempengaruhi tindakan anaknya dalam kehidupan sehari-hari. Peranan orang tua sebagai tanggung jawab mengasuh dan mendidik anaknya merupakan hal yang tidak dapat dipungkiri lagi. Seperti dikemukakan bahwa keterlibatan orang tua dalam mendorong anaknya dalam pendidikan tergantung pada tingkat pendidikan orang tua. Jadi jelas bahwa tanggung jawab orang tua tidak terbatas pada persoalan fisik saja, tapi juga bagaimana mereka dapat membimbing dan mengarahkan anaknya untuk kehidupan lebih baik. Bagaimana orang tua mampu menciptakan keharmonisan rumah tangga dalam kehidupan sehari-hari dan mengajari anak agar dapat bersosialisasi baik dengan masyarakat sekitar, dapat pula memberikan dorongan atau motivasi belajar pada anak-anaknya agar dapat memperoleh pendidikan yang lebih tinggi Dari hasil data yang diperoleh dari siswa, jenis pekerjaan yang lebih dominan yang di miliki orang tua siswa yaitu sebagai wiraswasta, dan jenis pendidikan terakhir orang tua siswa lebih bayak tammatan SMA, dilihat dari hasil angket lingkungan keluarga tidak bermaasalah bagi siswa terhadap kesulitan belajar, ini membuktikan jenis pekerjaan dan jenis pendidikan orang tua kurang mendukung sebagai penyebab kesulitan belajar siswa. E.
Pengaruh Jenis Kelamin Seseorang Terhadap Kesulitan Belajar Siswa Secara biologis laki-laki dan perempuan berbeda. Perbedaan itu terlihat jelas pada alat
reproduksi. Perbedaan biologis laki-laki dan perempuan disebabkan oleh adanya hormon yang berbeda antara laki-laki dengan perempuan. Dengan adanya perbedaan ini berakibat pada perlakuan yang berbeda terhadap laki-laki dan perempuan. Selain faktor biologis, faktor lain yang mempengaruhi prestasi belajar siswa adalah faktor psikologis. Secara psikologis lakilaki dan perempuan berbeda. Faktor psikologis terkait dengan intelegensi, perhatian, minat, 367
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 bakat, motivasi, kematangan, dan kesiapan. Berdasarkan beberapa ahli dibidang psikologis, misalnya Bratanata dalam Ekawati A dan Wulandari S, mengatakan perempuan pada umumnya lebih baik pada ingatan dan laki-laki lebih baik dalam berpikir logis. Senada dengan hal itu, Kartono dalam Ekawati A dan Wulandari S, mengatakan bahwa perempuan lebih tertarik pada masalahmasalah kehidupan yang praktis kongret, sedangkan laki-laki lebih tertarik pada segi-segi yang abstrak (Ekawati A dan Wulandari S, 2011). KESIMPULAN DAN SARAN 1.
Tingkat kesulitan belajar siswa pada materi bioteknologi di kelas XII SMA SeKecamatan Labuhan Deli Tahun Pembelajaran 2013/2014 dari aspek kognitif pada tingkat pengetahuan (C1), pemahaman (C2), penerapan (C3), analisis (C4), evaluasi (C5), dan kreasi (C6) berada dalam kategori kesulitan sangat tinggi.
2.
Tingkat kesulitan belajar siswa pada materi bioteknologi di kelas XII SMA SeKecamatan Labuhan Deli Tahun Pembelajaran 2013/2014 dari aspek indikator pembelajaran pada indikator ke-1 yaitu menjelaskan pengertian dan peranan bioteknologi. Indikator ke-2 yaitu membedakan bioteknologi konvensional dan modern dan indikator ke-3 yaitu menjelaskan prinsip rekayasa genetika dan hasilnya, indikator ke-4 yaitu membuat produk bioteknologi konvensional dan modern, serta hasilnya, dan pada indikator ke-5 yaitu membuat imajinasi dan mengumpulkan informasi tentang produk rekayasa genetika dan dampaknya berada dalam kategori kesulitan sangat tinggi.
3.
Faktor penyebab kesulitan belajar siswa yang mendukung pada materi bioteknologi di kelas XII SMA Se-Kecamatan Labuhan Deli Tahun Pembelajaran 2013/2014 dari faktor internal yaitu faktor intelegensi, motivasi, psikiatik sedangkan faktor eksternal yaitu faktor materi pelajaran sedangkan faktor lainnya seperti minat, kesehatan, lingkungan keluarga, sekolah dan media kurang mendukung dalam meyebabkan kesulitan belajar siswa.
4.
Jenis pekerjaan dan pendidikan orang tua tidak berpengaruh terhadap proses pembelajaran siswa di SMA kelas XII se-Kecamatan Labuhan Deli Tahun Pembelajaran 2013/2014.
5.
Jenis kelamin tidak berpengaruh terhadap kesulitan belajar siswa dalam mempelajari materi bioteknologi di kelas XII SMA Se-Kecamatan Labuhan Deli Tahun Pembelajaran 2013/2014.
368
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 Saran 1.
Bagi orang tua, agar bisa membimbing anak anaknya dalam belajar di rumah guna memberikan dukungan ataupun perhatian yang dibutuhkan oleh anak
2.
Bagi sekolah, agar meyediakan media yang tepat untuk pembelajaran bioteknologi sehingga siswa bisa merasa lebih tertarik dengan materi bioteknologi
3.
Bagi guru biologi di kelas XII SMA Se-Kecamatan Labuhan Deli agar lebih meningkatkan kualitas belajarnya guna menumbuhkan motivasi belajar siswa untuk mempelajari materi bioteknologi dan lebih menekankan siswa pada saat mempelajari bioteknologi modren.
4.
Bagi siswa/siswi kelas XII SMA Se-Kecamatan Labuhan Deli agar lebih giat dalam memahami istilah istilah yang terdapat pada materi bioteknologi dan sering lebih mencari litelatur yang berhubungan dengan produk bioteknologi modren karena sulit bagi kita untuk pengaplikasianya di sekolah sehingga dituntut agar siswa mencari litelatur khususnya yang berhubungan dengan rekayasa genetika.
DAFTAR PUSTAKA Abdurrahman M, 2009, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, Jakarta Penerbit Rineka Cipta. Arikunto S, 2012. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Penerbit Rineka Cipta Dewitt D dan Norlidah A, 2014. Penerapan Pendidikan Bioteknologi Dalam Kalangan Guru Biologi Sekolah Menengah Kajian Kebolehlaksanaan Jurnal Kurikulum & Pengajaran Asia Pasifik Ede S, 2012. Pengantar Bioteknologi, Medan : Universitas Negeri Medan Ekawati A dan Wulandari S, 2011. Perbedaan Jenis Kelamin Terhadap Kemampuan Siswa Dalam Mata Pelajaran Matematika (Studi Kasus Sekolah Dasar), Jurnal Ilmu Sosial Februari 2011, VOLUME 3 NOMOR 1 Eva A, 2010. Peranan Orang Tua dalam Menangani Dampak Negatif Tayangan Televisi Terhadap Anak Usia Dini, Mahasiswi Pls Stkip Siliwangi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Medan. 2010. Buku pedoman Penulisan Proposal dan Skripsi Mahasiswa Program Studi Kependidikan, medan : FMIPA Unimed. Gerung J. Nixon, 2013 Kajian Konseptual Tentang Belajar dan Gaya Belajar. Jurnal pendidikan Harahap F, 2011. Kultur Jaringan Tanaman, Medan : Universitas Negeri Medan 369
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 Hasanah, 2012. Analisis Kesulitan Belajar Siswa pada Materi Pokok Sistem Saraf di Kelas XI SMA Negeri 3 Rantau Utara Tahun Pembelajaran 2011/2012 Medan : Universitas Negeri Medan Handoy F, 2011. Pengaruh kondisi sosial ekonomi orang tua dan intensitas bimbingan belajar terhadap prestasi belajar siswa sma negeri 1 durenan kab. Trenggalek. Progam studi pendidikan ekonomi Jurusan pendidikan ilmu pengetahuan sosial Fakultas tarbiyah Universitas islam negeri maulana malik ibrahim Malang Khristiyono, 2008. SPM Biologi SMA dan MA, Jakarta : Penerbit Erlangga Lestari dan Triyono 2011. Deskripsi Kesulitan Belajar pada Operasi Penjumlahan dengan Teknik Menyimpan Siswa kelas I SD N 3 Panjer Kecamatan Kebumen Tahun Pembelajaran 2011/2012. Jurnal pendidikan. Universitas Sebelas Maret, Jln Kepodang 67A Mahanani P, 2009. Pengaruh faktor-faktor kesulitan belajar Terhadap prestasi belajar. Jurnal Pendidikan Ekonomi Vol 4 No.2 Juli, Tahun 2009 Ngatini, 2012. Peningkatan Keaktifan dan Hasil Belajar Matematika Tentang Fungsi Melalui Model Pembelajaran Numbered heads together bagi Siswa SMP. Jurnal Manajemen Pendidikan, Vol. 7, No. 2, Juli 2012: 151 - 159 Nurhayati, N. 2009, 1700 Bank Jakarta : penerbit Yrama Widya
Soal
Bimbingan
Pemantapan
Biologi,
Nurochma R, 2012. Perbedaan Hasil Belajar Dengan Penerapan Strategi Pembelajaran Guided Inquiry Dan Demonstrasi Ditinjau Dari Gaya Belajar Siswa Kelas Viii Smp Negeri 1 Jaten Tahun Pelajaran 2011/2012. Fakultas Keguruan dan Ilmu pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta Jurnal Pendidikan Biologi Pradhana, N. 2012. Pengaruh Intensitas Perhatian Orang Tua Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Pada Siswa Kelas IV SD Se-Gugus Ontoseno Bagelen Purworejo Tahun Ajaran 2011/ 2012. Yogyakarta : Jurnal pendidikan Priadi A, 2009, Biologi SMA untuk kelas XII, Jakarta : Penerbit yudistira Pratiwi, 2006, Biologi SMA untuk kelas XII, Jakarta : Penerbit Erlangga Purwianingsih W, 2009. Identifikasi Kesulitan Pembelajaran Bioteknologi pada Guru SLTA se-Jawa Barat, Bandung : Jurnal Kesulitan Pembelajaran Bioteknologi Raharjo, T. 2010. Identifikasi Kesulitan Belajar pada Anak Usia Dini. Jurnal pendidikan. Vol.1 :1-9 Roida E.F.S, 2013. Pengaruh Minat Dan Kebiasaan Belajar Siswa Terrhadap Prestasi Belajar Matematika, Jurnal Formatif 2(2): 122-131 ISSN: 2088-351X Slemeto. 2013. Belajar dan faktor faktor yang mempengaruhinya. Jakarta : Penerbit Rhineka cipta.
370
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 Sulistiyawati L, 2010. Peningkatan Kualitas Pembelajaran Bioteknologi dengan Pendekatan Jelajah Alam Sekitar (JAS) Melalui lesson study di SMA Negeri 1 Pekalongan. Jurnal pendidikan vol.1 : 1 - 2 Yahya, 2012. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair And Share (tps) Dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Pada Materi Ciri-Cirimakhluk Hidup di SMP Negeri 2 Sakti Kabupaten Pidie. Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi September 2012, Volume 13 Nomor 2. Triyanto E dan Anitah S, 2013. Peran Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Pemanfaatan Media Pembelajaran Sebagai Upaya Peningkatan Kualitas Proses Pembelajaran Jurnal Teknologi Pendidikan Vol 1, No 2, 2013 (hal 226-238)
371
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEAD TOGETHER (NHT) TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI SISTEM EKSKRESI PADA MANUSIA DI MAN 2 TANJUNG PURA LANGKAT T.P 2013/2014 Ali Ihsanul Huda1 dan Lazuardi2 Alumni Prodi Pendidikan Biologi FMIPA Universitas Negeri Medan 2) Tenaga Pengajar Prodi Pendidikan Biologi FMIPA Universitas Negeri Medan Medan Email :[email protected]
1)
ABSTRACT This research used as an effort to learned students’ Mastery level, completeness study, achievement of specific learning objectives (TPK) with used Cooperative Learning Model of Type Numbered Head Together (NHT) in Human’s Ekskresi System Topic in Class XI IPA 2 MAN-2 Tanjung Pura in 2013/2014 academic year. The method of this research was Praexperiment method. The population of the research is all of students in class XI IPA MAN-2 Tanjung Pura in 2013/2014 academic year which have three class. The sample was choose by random sampling, class XI IPA 2 which are there 35 students. The data were collected by using test (multiple choise) which have been get the validity, reliability, discrimation power, and the different of the test before. The result of the research showed for the Mastery level only one student which had a low achievement (0%) as for 17 students had medium achievement (48,57%), 13 students had high achievement (37,15%) and 5 students had very high achievement (14,28%). For the completeness of study, there are 4 students was not complete and 31 students had complete, but for the clasical completeness had already complete because there are 88,57% from 31 students had got the better or as like as 75 point. For the achievement of specific learning objectives, all of indicator in this research had been complete. First indicator 98,57%, second indicator 86,14%, third 88,89%, fourth indicator 85,71%, fifth indicator indicator 84,76% and 75,25% for the six Based on the result of the research, We can conclude descriptively that by using Cooperative Learning Model of Type Numbered Head Together (NHT) in Human’s Ekskresi System Topic can meet students’ Mastery level individually, completeness study individually and classical and achievement of specific learning objectives. Accordingly The learning of biology by using Cooperative Learning Model of Type Numbered Head Together (NHT) in Human’s Ekskresi System Topic in Class XI IPA 2 MAN-2 Tanjung Pura in 2013/2014 academic year declared effective. Keywords: effectivity, cooperative learning, ekskresi system, achievement
143
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat penguasaan siswa, ketuntasan belajar siswa dan ketercapaian tujuan pembelajaran khusus (TPK), dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) pada materi sistem ekskresi pada manusia di kelas XI IPA 2 MAN 2 Tanjung Pura tahun pembelajaran 2013/2014. Penelitian ini adalah jenis penelitian Pra-eksperimental. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI IPA MAN 2 Tanjung Pura tahun pembelajaran 2013/2014 yang terdiri dari 3 kelas. Sampel yang digunakan adalah satu kelas yang dipilih secara acak yaitu kelas XI IPA 2 yang terdiri dari 35 siswa. Instrumen yang digunakan berupa tes tertulis berbentuk pilihan berganda. Sebelum tes diberikan kepada siswa terlebih dahulu diuji kelayakannya di luar sampel yang meliputi uji validitas, uji realibilitas, tingkat kesukaran soal dan daya beda soal. Hasil analisis data diperoleh untuk tingkat penguasaan siswa, tidak ada siswa yang hasil belajarnya rendah (0%), sedangkan 17 siswa hasil belajarnya cukup (48,57%), 13 siswa hasil belajarnya tinggi (37,14%) dan 5 siswa hasil belajarnya sangat tinggi (14,28%). Ada 4 siswa yang belum tuntas dan 31 siswa yang sudah tuntas, namun untuk ketuntasan klasikalnya sudah terpenuhi karena terdapat 88,57% dari 35 siswa dan 31 siswa telah mencapai nilai lebih atau sama dengan 75. Untuk ketercapaian tujuan pembelajarang khusus (TPK), ke enamindikator prnelitian ini sudah tercapai dengan rincian indikator pertama 98,57%, indikator kedua 86,14%, indikator ketiga 80,95%, indikator ke empat 85,71%, indikator kelima 84,76% dan indikator ke enam 75,25%. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran Biologi dengan menggunakan kooperatif tipe NHT pada materi sistem ekskresi manusia dapat memenuhi tingkat penguasaan siswa secara individual, memenuhi tingkat ketuntasan belajar secara individual dan klasikal, dan memenuhi tingkat ketercapaian tujuan pembelajaran khusus (TPK). Maka pembelajaran Biologi dengan menggunakan kooperatif tipe NHT pada materi Sistem Ekskresi Pada Manusia di kelas XI IPA 2 MAN 2 Tanjung Pura tahun pembelajaran 2013/2014 dinyatakan efektif. Kata Kunci : efektivitas, model pembelajaran, sistem ekskresi, hasil belajar
Latar Belakang Pendidikan adalah salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia yang dinamis dan sarat perkembangan. Pendidikan yang mampu mendukung perubahan masa mendatang adalah pendidikan yang mampu mengembangkan potensi peserta didik, sehingga yang bersangkutan mampu menghadapi dan memecahkan problema kehidupan yang dihadapinya (Trianto, 2009). Belajar merupakan suatu proses suatu kegiatan dan bukan hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas dari itu, yakni mengalami. Belajar merupakan upaya sadar yang dilakukan individu untuk memperoleh berbagai macam kemampuan (competencies), keterampilan (skills), dan sikap (attitudes) melalui serangkaian proses belajar yang ada pada akhirnya akan menghasilkan perubahan tingkah laku pada individu tersebut. Perubahan tingkah laku yang diperoleh melalui proses belajar secara keseluruhan meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Namun dalam prakteknya, proses pembelajaran 144
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 disekolah lebih cenderung menekankan pada pencapaian perubahan aspek kognitif (intelektual) yang dilaksankan melalui berbagai bentuk pendekatan, strategi, dan model pembelajaran tertentu. Permasalahan yang dihadapi ialah bagaimana mengemas proses pembelajaran agar dapat memberikan pengalaman yang bermakna bagi siswa. Pembelajaran yang bermutu tentunya memberikan bekas yang sangat dalam bagi peserta didik, sehingga pembelajaran itu akan terekam dalam jangka waktu yang lama. Menurut teori pembelajaran konstruktivitas (Contructivist Theorist of Learning) siswa harus membangun sendiri pengetahuan di dalam benaknya (Trianto, 2007). Studi pendahuluan telah dilakukan penulis di MAN 2 Tanjung Pura melalui wawancara kepada guru Biologi di sekolah tersebut, dengan mengamati proses pembelajaran yang dilakukan guru di dalam kelas saat berdiskusi. Hasil yang didapatkan adalah aktivitas siswa pembelajaran siswa dalam berdiskusi kelompok masih sangat rendah. Dari 35 siswa, antusiasme siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran hanya 29%, interaksi siwa dengan guru 14%, interaksi siswa dengan siswa 29%, dan partisipasi siswa dalam menyimpulkan materi dari kelompok hanya 3%. Model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Head Together) adalah suatu model pembelajaran yang dikembangkan untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran. Setiap individu diharapkan mampu mengemukakan ide pikirannya masing-masing. Model pembelajaran ini menumbuh kembangkan sifat selalu membantu antara sesama siswa dalam kelompok sehingga siswa lebih bersemangat dalam belajar, rajin bertanya dan berani mengajukan pendapat. Kelebihan dari model pembelajaran kooperatif tipe NHT ini adalah memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir bersama, kemudian saling membagikan ide-ide atau atau menyatakan pendapatnya terhadap jawaban pertanyaan itu dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Dengan demikian setiap individu dalam kelompok merasa mendapat tugas dan tanggung jawab sendiri. Menurut Huda (2011), pembelajaran kooperatif tipe NHT ini dapat memberi keuntungan baik pada siswa yang berprestasi rendah maupun yang berprestasi tinggi yang berkerja sama menjelaskan tugas-tugas pelajaran, siswa yang berprestasi tinggi akan menjadi tutor bagi siswa yang berprestasi lebih rendah. Pada penelitian kali ini, penulis memilih MAN 2 tanjung Pura, karena berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan penulis, maka diperlukan upaya perbaikan dalam peningkatan hasil belajar siswa dalam berdiskusi dan membutuhkan penelitian. : “ Efektivitas Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT) Terhadap Hasil
145
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 Belajar Siswa Pada Materi Sistem Ekskresi Pada Manusia di MAN-2 Tanjung Pura Langkat T.P 2013/2014”.
Sintaks Pembelajaran Model Terdapat enam langkah utama atau tahapan di dalam pelajaran yang menggunakan pembelajaran kooperatif. Namun ada sedikit perbedaan pada langkah-langkahnya tergantung dari pendekatan yang dipergunakan dalam proses kegiatan pembelajarannya (Trianto, 2009). Langkah-langkah Model pembelajaran kooperatif terperinci pada Tabel 1.di bawah ini : Tabel 1. Model pembelajaran kooperatif terperinci Fase
Tingkah laku guru
Fase-1 Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran Menyampaikan tujuan dan yang ingin di capai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa memotivasi siswa belajar
Fase-2 Menyajikan informasi
Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan.
Fase-3 Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana Mengorganisasikan siswa ke caranya membentuk kelompok belajar dan dalam kelompok kooperatif membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efesien. Fase-4 Guru membimbing kelompok-kelompok Membimbing kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas bekerja dan belajar mereka. Fase-5 Evaluasi
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah di pelajari atau masing-masing kelompok mempersentasikan hasil kerjanya.
Fase-6 Memberikan Penghargaan
Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok
146
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016
Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT/Numbered-Head-Together/ Penomoran-BerpikirBersama. Numbered Head Together (NHT) atau penomoran berpikir bersama adalah merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk memengaruhi pola interaksi siswa dan sebagai alternatif terhadap struktur kelas tradisional. Numbered Head Together (NHT) pertama kali dikembangkan oleh Spenser Kagen (1993) untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut. Dalam mengajukan pertanyaan kepada seluruh kelas, guru menggunakan sturuktur empat fase sebagai sintaks NHT: a.
Fase 1: Penomoran Dalam fase ini, guru membagi siswa kedalam kelompok 3-5 orang dan kepada setiap anggota kelompok diberi nomor antara 1-5.
b.
Fase 2: Mengajukan Pertanyaan Guru mengajukan sebuah pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan dapat bervariasi. Pertanyaan dapat amat spesifik dan dalam bentuk kalimat tanya. Misalnya, “Berapakah jumlah gigi orang dewasa?” Atau berbentuk arahan, misalnya “Pastikan setiap orang mengetahui 5 buah ibu kota provinsi yang terletak di Pulau Sumatera.”
c.
Fase 3: Berpikir Bersama Siswa menyatukan pendapatnya terhadap jawaban pertanyaan itu dan menyakinkan tiap anggota dalam timnya mengetahui jawaban tim.
d.
Fase 4: Menjawab Guru memanggil suatu nomor tertentu, kemudian siswa yang nomornya sesuai mengajukan tangannya dan mencoba untuk menjawab pertanyaan untuk seluruh kelas (Trianto, 2009). Kelebihan dari model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Head Together) dalam hubungannya meningkatkan hasil belajar adalah sebagai berikut: a). Dapat meningkatkan prestasi belajar siswa, b). Mengembangkan rasa ingin tahu, c). Meningkatkan rasa percaya diri, d). Mengembangkan rasa saling memiliki, dan e). Mengembangkan keterampilan untuk masa depan. Kelemahan dari model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Head Together)
adalah sebagai berikut : a). Kemungkinan nomor yang dipanggil, dipanggil lagi oleh guru, b). Tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru, c). Kendala teknis, misalnya masalah 147
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 tempat duduk kadang sulit atau kurang mendukung diatur kegiatan kelompok, d). Guru harus dapat melakukan pengelolaan kelas dengan baik serta guru harus melakukan persiapan yang matang sebelum menerapkan model Numbered Head Together ini. Pengertian Efektivitas Belajar Efektivitas berkaitan dengan terlaksananya semua tugas pokok, tercapainya tujuan, ketepatan waktu, dan adanya partisipasi aktif dari anggota. Pembahasan Pada penelitian dari Efektivitas Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT) Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Materi Sistem Ekskresi Pada Manusia di MAN-2 Tanjung Pura Langkat T.P 2013/2014. Hasil belajar siswa sebelum dilakukan perlakuan (pre-test) dan setelah diberikan perlakuan (post-test). Hasil pre-test digunakan sebagai acuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan awal siswa pada materi sistem ekskresi pada manusia sebelum diberikan pengajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT. Sedangkan hasil post-test merupakan bentuk penguasaan siswa mengenai materi sistem ekskresi pada manusia setelah diberikan pengajaran dengan menggunakan model pemebelajaran pembelajaran kooperatif tipe NHT. Kriteria keberhasilan dari penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Head Together) pada materi sistem ekskresi pada manusia ini ditinjau dari tiga hal, yaitu : 1) Tingkat Penguasaan Siswa Tentang materi sistem ekskresi pada manusia, 2) Ketuntasan Belajar Siswa, 3) Ketercapaian Indikator. Grafik Persentase pre-test dan post-test Pre-Test 100,00%
Post-Test
88,57%
80,00% 48,57%
60,00%
37,14%
40,00% 20,00%
14,28%
11,42% 0%
0%
Sangat Rendah
Rendah
0%
0%
0%
0,00% Cukup
Tinggi
Sangat Tinggi
Gambar 1. Grafik Persentase Pre-Test dan Post- Test
148
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 Dari Grafik perbandingan di atas, terlihat tingkat penguasaan siswa sebelum diberikan pengajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) terlihat tidak ada siswa yang tergolong kategori sangat tinggi, tinggi, cukup. Sebanyak 31 siswa tergolong dalam kategori sangat rendah dan 4 siswa tergolong dalam kategori rendah, dan dari skor rata-rata tingkat penguasaan siswa saat Pre-Test sebesar 44, dapat disimpulkan bahwa secara umum tingkat penguasaan siswa pada materi sistem ekskresi pada manusia di kelas XI IPA 2 MAN 2 Tanjung Pura sebelum diberikan pengajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) termasuk dalam kategori sangat rendah. Tingkat penguasaan siswa pada Pre-Test tersebut lebih tinggi daripada tingkat penguasaan pada Post-Test. Dimana dari hasil Post-Test, diketahui bahwa ada 5 siswa yang termasuk dalam kategori sangat tinggi, 13 siswa dalam kategori tinggi dan 17 siswa dalam kategori cukup. Sedangkan dari skor rata-rata tingkat penguasaan siswa pada saat Post-Test sebesar 83, dapat disimpulkan bahwa secara umum tingkat penguasaan siswa pada materi sistem ekskresi pada manusia di kelas XI IPA 2 MAN 2 Tanjung Pura Tahun Pembelajaran 2013/2014 setelah diajarkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) tergolong tinggi. Dari paparan diatas dapat disimpilkan bahwa kegiatan belajar mengajar telah tercapai karena nila post-test secara keseluruhan lebih tinggi dari nilai pre-test (Suryosubroto, 2007) Untuk ketuntasan belajar siswa, diperoleh hasil bahwa baik secara individu maupun secara klasikal siswa kelas XI IPA 2 MAN 2 Tanjung Pura Tahun Pembelajaran 2013/2014 dinyatakan tuntas dalam belajar. Hasil ini terlihat dari perolehan siswa yang telah mencapai nilai antara 70-100% dimana terdapat 31 siswa yang telah tuntas dalam belajar dan 4 siswa yang belum tuntas dalam belajar. Persentase ketuntasan belajar secara klasikal telah mencapai 88,57% yang berarti telah memenuhi standart minimal tercapainya ketuntasan belajar secara klasikal. Dapat disimpulkan bahwa pembelajaran Biologi dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) pada materi sistem ekskresi pada manusia dapat memenuhi tingkat penguasaan siswa secara individual dan klasikal, dan memenuhi tingkat ketercapaian indikator. Maka pembelajaran Biologi dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) pada sistem ekskresi pada manusia di kelas XI IPA 2 MAN 2 Tanjung Pura Tahun Pembelajaran 2013/2014 dinyatakan efektif.
149
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 Kesimpulan Dari penelitian yang telah dilaksanakan, maka dapat dismpulkan bahwa: 1. Tingkat Penguasaan Siswa pada materi sistem ekskresi pada manusia dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) memiliki nilai rata-rata 83 dengan rincian untuk 14,28% yang termasuk dalam kategori sangat tinggi, 34,28% dalam kategori tinggi dan 18 siswa 51,42% dalam kategori cukup. 2. Ketuntasan Belajar pada materi sistem ekskresi pada manusia dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) adalah sebesar 88,57% . 3. Ketercapaian Indikator pada materi sistem ekskresi pada manusia dengan menggunakan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) telah tercapai dengan rincian indikator pertama sebesar 98,57%, pada indikator kedua 86,14%, pada indikator ketiga 80,95%, pada indikator ke empat 85,71%, pada indikator kelima 84,76%, dan pada indikator ke enam 75,25%. Pembelajaran Biologi dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) pada materi sistem ekskresi pada manusia di kelas XI IPA 2 MAN 2 Tanjung Pura Tahun Pembelajaran 2013/2014 dinyatakan efektif karena dapat memenuhi Tingkat Penguasaan Siswa secara Individual, memenuhi Tingkat Ketuntasan Belajar secara individual dan klasikal, dan memenuhi Ketercapaian Indikator, serta adanya perubahan aktivitas siswa menjadi lebih aktif yang terjadi dalam proses kegiatan belajar mengajar. Saran Berdasarkan pembahasan hasil penelitian maka diuraikan saran penelitian: 1. Model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) dapat dijadikan salah satu alternatif dalam pembelajaran Biologi pada materi sistem ekskresi pada manusia. 2. Kepada guru-guru Biologi untuk mencoba menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) pada pembelajaran Biologi pada sistem ekskresi pada manusia. 3. Peneliti selanjutnya agar menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) 4. Tidak hanya pada materi sistem ekskresi pada manusia, tetapi juga pada materi lainnya.
150
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 Daftar Pustaka Ardiawan, Yadi,dkk, (2013), Efektivitas Model Kooperatif Tipe NHT Dengan PMR Dan Model Kooperatif Tipe GI Dengan PMR Terhadap Prestasi Belajar Matematika Ditinjau Dari Kreativitas Siswa. Skripsi FMIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta, Surakarta. Depdiknas, (2004), Kurikulum Berbasis Kompetensi. Depdiknas: Jakarta. Huda., (2011), Cooperative Learning, Penerbit Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Ibrahim, M., (2000), Pembelajaran Kooperatif, Penerbit Press,Surabaya.http://www.tuanguru.net/2011/12/penerapanmodelpembelajaranKooperatif.html (diakses 2 Desember 2013).
University
Kotta, A.F., (2013). Penerapan Model Cooperative Learning Tipe Numbered Head Together (NHT) Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa di Mata Pelajaran PKN. Jurnal Penelitian pendidikan. Kristianti, (2013). Pengaruh Model Pendekatan Kooperatif Dengan ModelPembelajaran Nht (Number Head Together) Terhadap Hasil Belajar Ekonomi Ditinjau Dari Gaya Berpikir Siswa Kelas X Sma Negeri 1 Amlapura. Jurnal Administrasi Pendidikan Vol. 4. Oemar, H., (2003), Proses Belajar Mengajar. Bandung , Bumi Aksara. Sapri, (2010), http://alvyanto.blogspot.com/2010/01/sistem-ekskresi-manusia.html (diakses 27 Desember 13) Suprijono, A., (2010), Cooperative Learning, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Suryosubroto, (2007), Proses Belajar Mengajar Di Sekolah, rineka cipta , Jakarta. Trianto, (2009), Mendesain Model Pembelajaran Inofatif Progresif, Penerbit Prenada Media, Jakarta. Trianto, (2007), Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Kontrusktivistis, Penerbit Prestasi Pustaka, Jakarta.
151
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 ANALISIS MISKONSEPSI PADA BUKU AJAR BIOLOGI SMA KELAS XII Renny Agustina1, Herbert Sipahutar2 dan Fauziyah Harahap2 1) Alumni Prodi Pendidikan Biologi Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan &Guru Biologi di SMAN 1 Binjai,2) Tenaga Pengajar Prodi Pendidikan Biologi Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan. Medan ABSTRAK Buku ajar memegang peranan yang sangat penting di dalam proses pembelajaran, namun demikian penelitian yang berkaitan dengan buku ajar masih sangat kurang. Dengan demikian penelitian yang berjudul “Analisis Miskonsepsi Pada Buku Ajar Biologi SMA Kelas XII” menjadi pusat perhatian peneliti. Tujuan utama penelitian ini adalah menganalisis miskonsepsi yang terdapat pada buku ajar biologi SMA Kelas XII. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pokok bahasan yang terdapat dalam buku ajar biologi yang wajib digunakan guru dan siswa kelas XII di SMA Negeri Se-Kota Binjai yang terdiri dari 5 pokok bahasanyang juga merupakan sampel penelitian. Metode penelitian ini bersifat deskriptif. Hasil penelitian ini diperoleh bahwa: (1) konsep-konsep yang mengalami miskonsepsi pada pokok bahasan pertumbuhan dan perkembangan, metabolisme, hereditas, evolusi dan bioteknologi; (2) variasi kategori miskonsepsi pada pokok bahasan (a) pertumbuhan dan perkembangan meliputi: overgeneralizations, oversimplification dan under generalizations; (b) metabolisme meliputi: misidentifications, overgeneralizations dan oversimplification; (c) heraditas meliputi: overgeneralizations dan oversimplification; (d) evolusi meliputi: overgeneralizations dan oversimplification; (e) bioteknologi hanya pada oversimplification; (3) persentase kategori miskonsepsi: (a) misidentifications (8.69%); (b) overgeneralizations (17.40%); (c) oversimplifications (69.56%);(d) obsolete concept and term (0.00%); (e) under generalizations (4.35%). Katakunci: miskonsepsi, misidentifications, overgeneralizations oversimplification, obsolete concept and term. ABSTRACT The population in this research is all subject found in biology textbook must be used of teacher and students in grade XII in all government high schools in Binjai. The sample of this research is 5 subject. The research method used in this study was descriptive. The research findings pointed out: (1) the misconception in concept were found on the topic of growth and development, metabolism, heredity, evolution, and biotechnology; (2) the variation of misconception categories on the topic of (a) growth and development, includes: overgeneralizations, oversimplification and under generalizations; (b) metabolism, includes: misidentifications, overgeneralizations and oversimplification; (c) heredity, includes: overgeneralizations and oversimplification; (d) evolution, includes: overgeneralizations and oversimplification; (e) biotechnology only at oversimplification; (3) the percentage of misconception categories: (a) misidentifications (8.69%); (b) overgeneralizations (17.40%); (c) oversimplifications (69.56%); (d) obsolute concept and term (0.00%); (e) under generalizations (4.35%). This research findings implies the importance of analyze the misconception in biology textbook to prevent the misinformation, mistakenly written, the high level of books writing presentation that make students difficult to read and understand the information within the biology textbook. Keywords: misconception, misidentifications, overgeneralizations, oversimplification, obsolute concept and term 152
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016
PENDAHULUAN Buku ajar di sekolah dibuat untuk pegangan belajar siswa. Namun biasanya guru juga menggunakan buku ajar yang sama dengan yang dipakai oleh siswa. Seharusnya guru memiliki buku pegangan yang lain yang berasal dari sumber yang terpercaya misalnya buku teks. Buku ajar biasanya disusun oleh tim guru atau dosen dengan menggunakan buku sumber yang berbeda-beda, sehingga kualitasnya juga berbeda-beda. Kualitas buku ajar dapat dinilai berdasarkan validitas buku ajar dengan kriteria tertentu, konten/isi spesifik biologi, keterbacaan atau kemampuan menyesuaikan dan miskonsepsi (Abimola & Baba, 1996). Dalam pembelajaran biologi banyak sekali konsep-konsep yang harus dikuasai oleh siswa dan terdapat keterkaitan antara satu konsep dengan konsep yang lain. Hal ini menyebabkan kesulitan bagi siswa untuk memahami konsep tersebut. Pemahaman konsep yang berbeda dengan konsep ilmiah disebut miskonsepsi (Kose, 2008). Miskonsepsi pada biologi dapat bersumber dari buku ajar yang memuat uraian materi yang salah, dan dapat memicu miskonsepsi, guru-guru yang mengalami miskonsepsi, kesalahan bahasa, yang muncul akibat budaya masyarakat yang terlanjur salah kaprah dalam mendefinisikan sesuatu secara ilmiah, intuisi yang salah. Hal ini merupakan faktor yang paling dominan mengakibatkan miskonsepsi, metode mengajar yang tidak tepat juga dapat menyebabkan terjadinya miskonsepsi (Bukit, 2011). Ergul et al., (2011) juga menyatakan bahwa miskonsepsi yang seringkali ditemui dalam pembelajaran biologi di sekolah adalah kesulitan dalam memahami konsep-konsep bilogi yang bersifat abstrak dan sulit untuk dipahami baik dari pihak siswa, guru maupun dalam buku ajar yang digunakan. Selain itu penggunaan istilah-istilah yang kurang dikenal bahkan tidak dikenal sama sekali dalam menjelaskan atau mendefinisikan konsep baru bisa memicu terjadinya miskonsepsi, sehingga siswa tidak mampu mengembangkan pemahamannya (Cahyaningsih, 2006). Penelitian
Dikmenli,
Cardak,
dan
Oztas
(2009)
telah
menemukan
dan
mengelompokkan miskonsepsi pada materi-materi biologi dalam buku sains dan teknologi tingkat pendidikan dasar, yaitu : misidentification (kesalahan identifikasi), overgeneralization (generalisasi yang berlebihan), oversimplification (penyederhanaan yang berlebihan), obsolete concept and term konsep (istilah pada konsep buku tersebut sudah lama atau konsep atau istilah yang tidak digunakan lagi dengan perkembangan ilmu biologi saat ini),
under
generalization (konsep yang terlalu di khususkan). Khairati (2011) menemukan miskonsepsi pada 9 buku biologi SMA kelas XI pada materi jaringan tumbuhan di Kabupaten Langkat yang meliputi misidentifications 42,19%, overgeneralization 23,44%, oversimplifications 153
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 6,25%, obsolete concept and termsi 14,06% dan under generalizations 14,06%. Nasution (2012) menemukan miskonsepsi pada 6 buku biologi SMA kelas XI pada materi sistem respirasi dan sistem eksresi di SMA
se-Mandailing godang, yaitu : misidentifications
16,67%, overgeneralization 36,67%, oversimplifications 20%, obsolete concept and terms 0% dan under generalizations 26,67%. Masih banyak di temukannya masalah konseptual yang menyebabkan miskonsepsi dalam buku ajar biologi menjadi suatu alasan bahwa menemukan dan menganalisis masalahmasalah konseptual pada buku ajar biologi khususnya kelas XII akan memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang terlibat dalam penggunaan serta penyusunan buku ajar yakni terutama siswa, guru dan penulis buku. Hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu acuan untuk menyusun buku ajar yang baik dengan menghilangkan masalah-masalah konseptual yang diteliti untuk terciptanya peningkatan mutu pendidikan. Oleh karena itu, penelitian tentang analisis masalah-masalah konseptual pada buku ajar Biologi SMA ini penting dilakukan. TUJUAN PENELITIAN 1. Persentase miskonsepsi setiap pokok bahasan pada buku ajar biologi SMA Kelas XII. 2. Variasi kategori miskonsepsi pada buku ajar biologi SMA kelas XII yang termasuk : a. Misidentifications ( kesalahan identifikasi) b. Overgeneralizations (generalisasi yang berlebihan) c. Oversimplifications (penyederhanaan yang berlebihan) d. Obsolete concepts and terms (konsep dan istilah yang sudah tidak berlaku atau (usang) e. Under generalizations ( penempatan identitas baru terhadap suatu konsep yang (sudah umum).
METODE PENELITIAN Penelitian di lakukan di SMA Negeri se-kota Binjai, yang terdiri dari 7 sekolah SMA Negeri. Pelaksanaan penelitian dilakukan pada Januari sampai dengan Maret 2016. Objek pada penelitian ini merupakan konsep-konsep
pada buku ajar biologi kelas XII
yang
diterbitkan oleh Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional tahun 2009 yang dibagikan dan wajib dimiliki oleh siswa untuk belajar maupun oleh guru untuk mengajar. Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif kuantitatif. Berupa identifikasi, klassifikasi dan analisis miskonsepsi secara deskriptif pada konsep-konsep yang terdapat pada buku ajar biologi SMA kelas XII. Pada analisis juga dijabarkan frekwensi miskonsepsi pada setiap pokok bahasan buku ajar kelas XII dan disajikan dalam bentuk diagram. LANGKAH-LANGKAH PENGUMPULAN DATA 154
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 1. Tahap Persiapan Pada tahapan ini dilakukan observasi buku-buku pelajaran Biologi yang digunakan oleh guru dan siswa pada setiap sekolah SMA Negeri di Kota Binjai sehingga diperoleh data buku ajar pelajaran biologi yang akan dianalisis pada penelitian ini. 2. Tahap Pelaksanaan Pada tahap ini buku biologi yang akan dianalisis terlebih dahulu konsep-konsep yang terdapat pada buku ajar yang sama digunakan oleh siswa maupun guru yang tertuang dalam peta konsep pada setiap pokok bahasan dalam buku ajar tersebut. Adapun konsep-konsep pokok bahasan yang dipelajari pada siswa kelas XII ini secara garis besar antara lain mengenai : pertumbuhan dan perkembangan pada tumbuhan, metabolisme, hereditas, evolusi, dan bioteknologi. Data penjebaran konsep buku ajar yang diperoleh kemudian dianalisis berdasarkan konsep yang benar pada hasil studi pustaka yang disesuaikan dengan konsep pada buku ajar Biologi karangan Campbell, et.al (2006), Kimball (terjemahan 1996), dan jurnal internasional yang berkaitan dengan konsep pada tiap pokok bahasan. Hasil konsep yang benar pada hasil studi pustaka digunakan untuk menentukan apakah konsep pada pokok bahasan sel dalam buku ajar yang telah di teliti tergolong miskonsepsi atau tidak. Pada buku ajar, terdapat konsep-konsep yang dianalisis dengan menggunakan teknik analisis dokumen/buku ajar, yaitu : setiap konsep dibaca secara maksimal sebanyak dua kali. Disetiap kalimat yang ditemukan miskonsepsi diberi tanda khusus. Konsep-konsep pada buku ajar dianalisis berdasarkan kriteria pada setiap kategori miskonsepsi yang tercantum dalam instrumen identifikasi miskonsepsi. Dan disesuaikan dengan konsep pada literatur yakni : yang disesuaikan dengan konsep pada buku ajar Biologi karangan Campbell,et.al (2006), Kimball (terjemahan 1996), dan jurnal internasional yang berkaitan dengan konsep. Langkah berikutnya adalah melakukan pencatatan cuplikan setiap kalimat yang telah dikelompokkan pada setiap kategori miskonsepsi ke dalam lembar kerja analisis miskonsepsi, yaitu : misidentifications, overgeneralizations, oversimplifications, obsolete concepts and terms, atau under generalizations. Proses pencatatan setiap kalimat dalam konsep buku biologi kelas XII ini disertai dengan konsep yang benar yang disesuaikan dengan konsep ilmiah sebenarnya pada literature ilmiah yang digunakan yakni : buku ajar Biologi karangan Campbell,et.al (2008), Kimball (terjemahan 1996), dan jurnal internasional yang berkaitan dengan konsep ilmiah yang benar. Keseluruhan hasil pencatatan ini kemudian dikumpulkan dalam lembar rekapitulasi hasil analisis miskonsepsi. Pada akhir analisis ini dilakukan perhitungan persentase hasil rekapitulasi analisis miskonsepsi pada setiap pokok bahasan. Perhitungan ini dilakukan pada 155
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 setiap kategori miskonsepsi pada setiap pokok bahasan buku biologi. Dari hasil ini ditarik kesimpulan hasil analisis miskonsepsi pada setiap pokok bahasan biologi kelas XII. Pengacuan pada buku ajar merupakan buku pelajaran dalam bidang studi biologi yang merupakan buku standar yang telah diberikan dan wajib dipakai oleh para siswa dalam belajar maupun oleh guru ketika mengajar di dalam kelas, dimana buku ajar ini disusun oleh para pakar dalam bidang tersebut untuk maksud-maksud dan tujuan instruksional, yang lengkapi dengan saran-sarana pengajaran yang serasi dan mudah dipahami oleh para pemakainya di sekolah sehingga dapat menunjang suatu program pengajaran di dalam kelas. Sehingga penggunaan buku ajar tersebut didasarkan pada tujuan pembelajaran yang mengacu pada kurikulum, yakni : kurikulum 2006. Dimana acuan kurikulum ini sangat penting mengingat kurikulum berisikan tentang perangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pengajaran serta cara yang di gunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis miskonsepsi pada buku ajar biologi kelas XII di SMA Negeri Se-Kota Binjai diperoleh 23 miskonsepsi, pada aspek : (1) misidentification (kesalahan dalam mengidentifikasi suatu konsep) berjumlah = 2, yakni miskonsepsi mengenai: pokok bahasan metabolisme 2; (2) overgeneralizations (terlalu mengumumkan atau mengeneralisasi suatu konsep) berjumlah = 4, yakni miskonsepsi pada pokok bahasan pertumbuhan perkembangan = 1, metabolisme = 1, hereditas = 1, dan evolusi = 1; (3) oversimplifications (terlalu menyederhanakan suatu konsep, atau konsep dikhususkan pada suatu proses atau mekanisme yang terlalu disederhanakan berjumlah = 16, yaitu miskonsepsi pada pokok bahasan pertumbuhan dan perkembangan = 4, metabolisme = 3, hereditas= 5, evolusi=1,dan bioteknologi= 3; (4) obsolete concept and terms (konsep dan istilah pada konsep buku tersebut sudah lama atau tidak digunakan lagi dengan perkembangan ilmu biologi saat ini) tidak terdpat miskonsepsi; dan (5) under generalizations (konsep yang terlalu dikhususkan) berjumlah = 1, yaitu miskonsepsi pada pokok bahasan pertumbuhan perkembangan. Miskonsepsi pada buku ajar biologi kelas XII di SMA Negeri Se- Kota Binjai dapat disajikan pada Tabel 1.
156
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 Tabel 1. Miskonsepsi pada Buku Ajar Biologi Kelas XII di SMA Negeri Se-Kota Binjai No.
Pokok Bahasan 1 0
2 1
Aspek 3 4 4 Tidak ada
1
Pertumbuhan dan Perkembangan Tumbuhan
2
Metabolisme
2
1
3
3
Hereditas
Tidak ada
1
4
Evolusi
Tidak ada
5
Bioteknologi
Jumlah
Jumlah
%
5 1
6
26.09
Tidak ada
Tidak ada
6
26.09
5
Tidak ada
Tidak ada
6
26.09
1
1
Tidak ada
Tidak ada
2
8.69
Tidak ada
Tidak ada
3
Tidak ada
Tidak ada
3
13.04
2
4
16
Tidak ada
1
23
100
Miskonsepsi berdasarkan pokok bahasan disajikan pada Tabel 2. Hasil analisis miskonsepsi pada Buku Ajar Biologi Kelas XII di SMA Negeri Se-Kota Binjai, diperoleh 23 miskonsepsi, pada aspek: (1) misidentification (kesalahan dalam mengidentifikasi suatu konsep) berjumlah = 2 (8.69%); overgeneralizations (terlalu mengumumkan atau menggeneralisasi suatu konsep) berjumlah = 4 (17.40%); (3) Oversimplificatons (terlalu menyederhanakan suatu konsep, atau konsep dikhususkan pada suatu proses atau mekanisme yang terlalu disederhanakan berjumlah= 16 (69.56%); (4) obsolete concepts and terms (konsep dan istilah pada konsep buku tersebut sudah lama, kategori ini untuk konsep atau istilah yang sudah tidak digunakan lagi dengan perkembangan ilmu biologi saat ini) tidak terdapat miskonsepsi (0,00%); dan (5) under generalizations (konsep yang terlalu dikhususkan) berjumlah = 1 (4.35%). Tabel 2. Miskonsepsi Berdasarkan Pokok Bahasan Pada Buku Ajar Biologi. No.
Aspek Penilaian Miskonsepsi
Pokok Bahasan
Jumlah
1
Misidentifications
a. Metabolisme
2
2
Overgenerations
a. Pertumbuhan dan Perkembangan b. Metabolisme c. Hereditas d. Evolusi
4
157
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 3
Oversimplifications
a. Pertumbuhan dan Perkembangan b. Metabolisme c. Hereditas d. Evolusi e. Bioteknologi
16
4
Obselete Concepts and Terms
Tidak ada Miskonsepsi
0
5
Under Generalizations
a. Perumbuhan dan Perkembangan
1
Jumlah
23
Miskonsepsi pada Buku Ajar Biologi Kelas XII di SMA Negeri Se-Kota Binjai diperoleh dari: (1) pokok bahasan pertumbuhan dan perkembangan = 6 (26.09%); (2) pokok bahasan metabolisme = 6 (26.09%); (3) pokok bahasan hereditas= 6 (26.09%); (4) pokok bahasan evolusi= 2 (8.69%); (5) pokok bahasan bioteknologi= 3(13.04%).
Berdasarkan
pokok bahasan pada buku ajar Biologi Kelas XII di SMA Negeri Se-Kota Binjai dapat disajikan pada Gambar 1 berikut.
Gambar 1. Sebaran Miskonsepsi pada Buku Ajar Biologi Kelas XII di SMA Negeri Se-Kota Binjai KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian analisis miskonsepsi pada Buku Ajar Biologi SMA Negeri Kelas XII di Kota Binjai diperoleh: 1.
Variasi miskonsepsi pada masing-masing pokok bahasan yaitu: (a) pertumbuhan dan perkembangan meliputi: overgeneralizations dan oversimplifications; (b) metabolisme meliputi: misidentifications overgeneralizations dan oversimplifications; (c) hereditas meliputi:
overgeneralizations
overgeneralizations
dan
dan
oversimplifications;
oversimplifications;
(e)
(d)
evolusi
bioteknologi
meliputi: hanya
oversimplifications. 158
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 2.
Persentase kategori miskonsepsi: (a) misidentifications (8.69%); (b) overgeneralizations (17.40%); (c) oversimplifications (69.56%); (d) obsolete concepts and termsi (0.00%); (e) under generalizations (4.35%).
DAFTAR PUSTAKA Abimola, I.O., & Baba, S. (1996). Misconceptions and alternative cenceptions in science textbooks: The role of teacher as filters. The American Biology Teacher. 58 : 14-19. Bukit, I. (2011). Identifikasi Miskonsepsi Guru Biologi pada Materi Respirasi dan Fotosintesis di SMA se-Kota Medan. Tesis tidak diterbitkan. Medan : Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan. Cahyaningsih, E. (2006). Identifikasi Miskonsepsi pada Konsep Fotosintesis dengan Menggunakan Teknik CRI (Certainly Indeks Respon). Skripsi S1 pada FPMIPA UPI Bandung (http: www.bio-upi.com, diakses 3 Agustus 2015. Campbell, Reece, Mitchell, (2006). Biology, 6nd Publishing Company.
ed. California : Benjamin Cummings
Campbell, Reece. (2008). Biologi Edisi Kedelapan Jilid 1. Terjemahan oleh: Damaring Tyas Wulandari. Jakarta: Erlangga. Ergul, R, Yeter Simsekli, Sevgil Caliz. Zehra Ozdilek, Sirin Gocmencelebi, & Meral Sanli. (2011). The Effects of Inquiry-Based Science Teaching On Elementary School Students’ Science Process Skills And Science Attitudes. Bulgarian Journal of Science and Eduction Policy (BJSEP), 5: 48-68. Khairati, S. (2011). Analisis Miskonsepsi Pokok Bahasan Jaringan Tumbuhan pada Buku Biologi SMA Kelas XI di Kabupaten Langkat. Tesis tidak diterbitkan. Medan: Program Pasca Sarjana Universitas Negeri Medan. Nasution, Lely, O. (2012). Analisis Miskonsepsi Siswa, guru, dan Buku Biologi Kelas XI Pada Materi sistem Respirasi dan Sistem Eksresi di SMA Se-Mandailinggodang Kabupaten Mandailing Natal. Tesis tidak diterbitkan. Medan: Program Pasca Sarjana universitas negeri Medan. Novak,J.D. & Canas.A. (2004). Building On New Constructivist Ideas and Map ToolS to Create a New Model for Education. Proceeding of The First Int. Conference on Concept Mapping, Pamplona, Spain.1st June. O-Saki, K. M., & 4eSamiroden, W. D. (1990). Children’s Conception of Living and Dead. Journal of Biological Education, 24: 199-207. Panggabean, Henny N. S. (2011) Analisis Miskonsepsi Siswa dan Guru Biologi Tentang Materi Klassifikasi Dunia Hewan Pada SMA Se-Kecamatan medan Helvetia. Tesis tidak diterbitkan. Medan: Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan.
159
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 PERBEDAAN HASIL BELAJAR SISWA YANG DIAJAR MENGGUNAKAN MEDIA VIDEO PEMBELAJARAN DENGAN MEDIA VISUAL PADA SUB MATERI POKOK KULTUR JARINGAN DI KELAS XI MIA SMA NEGERI 1 TANJUNG PURA T.P. 2015/2016 Annisa1 dan Fauziyah Harahap2 Alumni Prodi Pendidikan Biologi FMIPA Universitas Negeri Medan 2)Tenaga Pengajar Pendidikan Biologi FMIPA Universitas Negeri Medan Jalan Willem Iskandar Psr V, Medan 20221, Indonesia [email protected]
1)
ABSTRACT The objective of this research is to know the differences in learning outcomes of students who are taught using Video Learning Media with Visual Media at sub in the subject topic of tissue culture in Class XI MIA SMA Negeri 1 Tanjung Pura Learning Year 2015/2016. The sample in this study is a class XI MIA-2 total 32 students serve as classroom using Video Learning Media and class XI MIA-3 total 34 students serve as classes using Visual Media. Based on the analysis of research data, it is known that there are differences in learning outcomes of students who are taught using Video Learning Media with the learning outcomes of students who are taught using Visual Media, where the average student learning outcomes by using Video Learning Media is at 78.60 and student learning outcomes using visual media at 71.76. The big difference in learning outcomes in both classes also proved by testing the hypothesis by using t-test and the confidence level α = 0.05, where thitung> ttabel (2.91> 1,999), which means that in this study Ha accepted H0 not . It can be concluded that there are differences in learning outcomes in Video Learning Media with Visual Media in Sub Topic Tissue Culture in Class XI MIA SMA Negeri 1 Tanjung Pura Learning Year 2015/2016. Keywords : difference, tissue culture, media ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil belajar siswa yang diajar menggunakan Media Video Pembelajaran dengan Media Visual pada Sub materi Pokok Kultur Jaringan di Kelas XI MIA SMA Negeri 1 Tanjung Pura Tahun Pembelajaran 2015/2016. Sampel dalam penelitian ini adalah kelas XI MIA-2 yang berjumlah 32 siswa dijadikan sebagai kelas dengan menggunakan Media Video Pembelajaran dan kelas XI MIA-3 yang berjumlah 34 siswa dijadikan sebagai kelas dengan menggunakan Media Visual. Berdasarkan hasil analisis data penelitian, diketahui bahwa ada perbedaan hasil belajar siswa yang diajar menggunakan Media Video Pembelajaran dengan hasil belajar siswa yang diajar menggunakan Media Visual, dimana rata-rata hasil belajar siswa dengan menggunakan Media Video Pembelajaran adalah sebesar 78,60 dan hasil belajar siswa dengan menggunakan media visual sebesar 71,76. Adanya perbedaan hasil belajar pada kedua kelas tersebut juga terbukti melalui pengujian hipotesis dengan menggunakan uji-t dan taraf kepercayaan = 0,05, dimana thitung ttabel ( 2,91 1,999 ), yang berarti dalam penelitian ini Ha diterima sementara H0 ditolak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan hasil belajar dalam Media Video Pembelajaran dengan Media Visual pada Sub Materi Pokok Kultur Jaringan di Kelas XI MIA SMA Negeri 1 Tanjung Pura Tahun Pembelajaran 2015/2016. Kata Kunci : perbedaan, kultur jaringan, media
160
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 PENDAHULUAN Di zaman globalisasi seperti seakarang ini sudah banyak teknologi-teknologi yang dapat dimanfaatkan dalam proses pembelajaran, di samping itu siswa sudah lebih memahami penggunaan teknologi tersebut sebagai tuntutan zaman yang semakin modern ini. Contohnya dalam penggunaan video pembelajaran yang bisa di buat sendiri maupun yang tersedia di jejaring sosial yang tersedia di situs internet, hampir semua siswa sudah memiliki maupun mengetahui penggunaannya dalam kehidupan sehari-hari. Oleh sebab itu pentingnya peran guru dalam zaman modren seperti sekarang ini untuk memanfaatkan fasilitas yang tersedia dalam membantu proses pembelajaran tersebut dapat lebih menarik. Dari hasil observasi pada sekolah SMA Negeri 1 Tanjung pura peneliti menemukan beberapa kesulitan yang sering dialami oleh siswa dalam proses pembelajaran seperti susahnya memusatkan perhatian pada guru. Siswa juga tidak jarang menjadi cepat bosan dan tidak memahami materi pelajaran yang disampaikan oleh guru sehingga menyebabkan rendahnya hasil belajar siswa yang diperoleh oleh siswa (nilai yang diperoleh dibawah KKM). Dengan demikian penerimaan materi pembelajaran kurang maksimal dari KKM yang diharapkan. Media pembelajaran yang baik akan mengaktifkan pembelajar dalam memberikan tanggapan, umpan balik dan juga mendorong yang dididik untuk melakukan praktek-praktek yang benar (Nuraini, 2005). Biologi sebagai ilmu alam yang lahir dan berkembang bedasarkan observasi dan eksperimen, menuntut cara penyajian yang kreatif inovatif, menekankan pemberian pengalaman secara langsung berorientasi pada proses penemuan konsep-konsep ilmiah. Memperhatikan pentingnya pembelajaran biologi sangatlah tepat, karena proses belajar dipusatkan pada kemandirian siswa sedangkan guru berperan sebagai fasilitator yang memandu siswa untuk mengkonstruksi informasi yang diperoleh menjadi sebuah pengetahuan (Krisnawati, 2014). Penggunaan multimedia dalam proses pembelajaran khususnya media video pembelajaran menjadi salah satu alternatif yang sangat tepat dalam memecahkan permasalahan siswa yang kadang cepat bosan dalam proses pembelajaran berlangsung. Melalui media ini diharapkan siswa dapat menangkap informasi dengan jelas dibanding dengan tulisan. METODE PENELITIAN Jenis penelitian merupakan kuantitatif berupa subjek Sub Materi Kultur Jaringan. Penelitian dilakukan pada bulan Mei-Juli 2016 di SMA Negeri 1 Tanjung Pura. Sampel 161
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 diambil secara parposive sampel. Sampel yang diambil adalah dua kelas di SMA Negeri 1 Tanjung Pura terpilih dua kelas yaitu kelas XI MIA-2 dan XI MIA-3. Kelas XI MIA-2 sebagai kelas eksperimen I dengan proses pembelajaran menggunakan media video pembelajaran kultur jaringan yang sudah dibuat oleh peneliti dan kelas XI MIA-3 sebagai kelas eksperimen II dengan proses pembelajaran menggunakan media visual yang sudah dibuat oleh peneliti. Sampel diambil menggunakan strategi sampel homogen yaitu memilih sampel dengan karakteristik yang sama sehingga dapat diteliti secara mendalam (Gall et al., 2003). Prosedur Penelitian mengadaptasi metode kuantitatif yang meliputi langkah-langkah pokok sebagai berikut: (1) Membuat RPP, (2) Menyiapkan instrumen penelitian, (3) Menyiapkan Media Video Pembelajaran dan Media Visual Kultur Jaringan pada Sub Materi Pokok Kultur Jaringan. (*) Untuk kelas menggunakan media video pembelajaran (a) Guru membuka pelajaran dan memberikan pretes kepada siswa, (b) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran, (c) Guru menayangkan Media Video Pembelajaran, (d) Mengevaluasi siswa, (e) Menyimpulkan pelajaran, (f) Memberikan postes. (*) Untuk kelas menggunakan media visual (a) Guru membuka pelajaran dan memberikan pretes kepada siswa, (b) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran, (c) Guru menjelaskan sub materi pokok kultur jaringan menggunakan media visual dan siswa mengamati media visual kemudia mendengarkan penjelasannya, (d) Mengevaluasi siswa, (e) Menyimpulkan pelajaran, (f) Memberikan postes.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa pretes pada kedua kelas tersebut untuk mengetahui pengetahuan kedua kelompok siswa pada Sub materi Pokok Kultur Jaringan. Dari hasil pretes tersebut diperoleh nilai rata-rata siswa pada kelas dengan menggukan Media Video Pembelajaran sebesar 58,12 dengan simpangan baku (SD) sebesar 14,35 dan varians sebesar 206,04. Sedangkan untuk kelas dengan menggunkan Media Visual diperoleh nilai rata-ratasiswa sebesar 54,55 dengan simpangan baku (SD) sebesar 14,68 dan varians sebesar 2015,70. Terlihat bahwa ada perbedaan yang tidak begitu jauh menyangkut kemampuan awal siswa mengenai Sub materi Pokok Kultur Jaringan, dimana perolehan nilai rata-rata pada kedua kelas tergolong masih rendah sehingga dapat di simpulkan bahwa kemampuan awal siswa pada kedua kelas sebelum diberikan perlakuan yang berbeda cenderung sama
162
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 Tabel 1. Perbedaan Nilai Pretes Siswa pada Kelas Media Video PembelajaranIdan Kelas Media Visual Kelas Media Video Pembelajaran Nilai
F
35
SD
Kelas Media Visual Nilai
F
3
35
6
40
3
40
4
45
3
45
3
50
4
50
3
55
3
55
3
60
1
60
3
65
3
65
3
70
4
70
3
75
8
75
6
Jumlah
32
Jumlah
34
58,12
-
14,35
-
SD
54,55
14,68
-
-
. Untuk lebih jelasnya berikut ini disajikan gambar diagram perbedaan dilnilai pretest siswa.
Gambar 1. Diagram Perbedaan Nilai Pretes Siswa Pada Kelas Media Video Pembelaaran dan Media Visual Dari hasil postes untuk kelas Media Video Pembelajaran diperoleh niali rata-rata siswa sebesar 78,60 dengan standar deviasi sebesar 9,70 dan varians sebesar 93,92. Sedangkan untuk kelas Media Visual diperoleh nilai rata-rata siswa sebesar 71,76 dengan standar deviasi sebesar 9,52 dan varians sebesar 90,73. Perbedaan nilai postes pada kedua kelas penelitian dapat dilihat pada tabel 2 dibawah ini.
163
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 Tabel 2. Perbedaan Nilai Postest pada Kelas Media Video Pembelajaran dan Kelas Media Visual…… ………………………………………………... Kelas Media Video Pembelajaran Kelas Media Visual Nilai
F
60
SD
Nilai
F
2
60
5
65
4
65
2
70
3
70
3
75
2
75
3
80
9
80
12
85
7
85
5
90
3
90
4
95
2
95
0
Jumlah
32
Jumlah
34
78,60
-
9,7
-
SD
71,76
9,52
-
-
Dari Tabel 2 hasil postest terlihat ada perbedaan antara hasil belajar siswa pada kelas Media Pembelajaran Visual dan kelas Media Visual setelah diberikan perlakuan dengan media pembelajaran yang berbeda, dimana perolehan nilai hasil belajar siswa pada kelas yang diberikan media video pembelajaran meningkat tinggi dengan nilai hasil belajar siswa pada kelas yang menggunakan media visual. Untuk lebih jelasnya, dibawah ini disajikan diagram perbedaan nilai postest pada kedua kelas penelitian.
Gambar 2. Diagram Perbedaan Nilai Postest Siswa Pada Kelas Media VideooPembelajaran dan Kelas Media Visual A. Analisis Data 1. Uji Persyaratan Data 164
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 a. Uji Normalitas Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan uji liliefors pada taraf signifikan α = 0,05. Hasil pengujian normalitas data hasil belajar siswa kelas Media Video Pembelajaran dan kelas Media Visual dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Hasil Pengujian Normalitas Data Penelitian PRETES NO
KELAS
Lhit
Ltab (α = 0,05)
Kesimpulan
1
MVP
0,1251
0,1568
Normal
2
MV
0,1368
0,1569
Normal
PRETES NO
KELAS
Lhit
Ltab (α = 0,05)
Kesimpulan
1
MVP
0,1140
0,1568
Normal
2
MV
0,1069
0,1519
Normal
b. Uji Homogenitas Uji homogenitas dilakukan dengan membandingkan nilai varians hasil pretes dan hasil postes dari kedua kelompok penelitian. Ringkasan hasil pengujian homogenitas data dapat dilihat pada tabel 4 dibawah ini.
Tabel 4. Hasil Pengujian Homogenitas Data Penelitian PRETES NO
KELAS
VARIANS
1
MVP
2016,04
2
MV
2015,70
Fhit 0,95
Ftab (α=0,05) KESIMPULAN 1,82
Homogen
POSTES NO
KELAS
VARIANS
1
MVP
93,92
2
MV
90,73
Fhit 1,03
Ftab (α=0,05) KESIMPULAN 1,82
Homogen
B. Uji Hipotesis Hasil pengujian hipotesis diketahui nilai rata-rata kelompok siswa dengan menggunakan media video pembelajaran sebesar 78,60. Varians gabungan dari kedua kelompok sebesar 9,60. Dengan menggunakan nilai rata-rata hasil belajar dan varians gabungan dari kedua kelompok penelitian, maka diketahui besar thit = 2,91. Sedangkan harga 165
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 ttab pada dk n1 + n2 – 2 = 64 dan taraf nyata α = 0,05. Jika nilai thit dibandingkan dengan nilai ttab dengan (64) = 1,999, maka diperoleh hasil bahwa thit > ttab (2,91
). Jadi dapat
disimpulkan bahwa dalam penelitiuan ini H0 ditolak sekaligus sekaligus menerima Ha yang berarti ada perbedaan Media Video Pembelajaran dengan Media Visual terhadap hasil belajar siswa pada Sub materi Pokok Kuktur Jaringan di Kelas XI MIA SMA Negeri 1 Tanjung Pura Tahun Pembelajaran 2015/2016. Dari hasil postes ini terlihat bahwa perolehan nilai rata-rata kelompok siswa yang diajar dengan media pembelajaran video meningkat sebesar 20,48 satuan dibandingkan dengan nilai pretes atau sebelum diberikan pengajaran, sedangkan nilai rata-rata kelompok siswa yang diajar dengan Media Visual juga meningkat sebesar 17,21 satuan. Bedasarkan hasil tersebut, terlihat bahwa peningkatan hasil belajar siswa yang diajar dengan menggunakan Media Video Pembelajaran lebih baik jika dibandingkan dengan peningkatan nilai rata-rata kelompok siswa yang diajar dengan menggunakan Media Visual. Dengan perbandingan besar peningkatan hasil belajar pada kedua kelompok penelitian dapat disimpulkan bahwa penggunaan media video pembelajaran lebih efektif digunakan untuk mengajarkan sub materi pokok kultur jaringan dibandingkan dengan media visual. Hamalik dalam Arsyad (2013), mengemukakan bahwa
“pemakaian media
pembelajaran dalam proses belajar mengajar dapat mengakibatkan keinginan dan minat yang baru, membangkitkan, motivasi dan rangsangan kegiatan belajar dan bahkan membawa pengaruh-pengaruh psikologis terhadap siswa”. Dari keseluruhan analisis data hasil penelitian maka dapat diambil kesimpulan bahwa media video pembelajaran lebih baik digunakan untuk mengajarkan sub materi pokok kultur jaringan dibandingkan dengan media visual. KESIMPULAN Penelitian ini adalah penelitian eksperimen. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka penulis dapat menyimpulkan : 1.
Hasil belajar siswa kelas XI MIA SMA Negeri 1 Tanjung Pura Tahun Pembelajaran 2015/2016 pada sub materi pokok kultur jaringan dengan menggunakan media video pembelajaran tergolong kategori tinggi dengan nilai rata-rata sebesar 78,60.
2.
Hasil belajar siswa kelas XI MIA SMA Negeri 1 Tanjung Pura Tahun Pembelajaran 2015/2016 pada sub materi pokok kultur jaringan dengan menggunakan media visual tergolong kategoru cukup dengan nilai rata-rata sebesar 71,76.
166
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 3.
Ada perbedaan media video pembelajaran denga media visual terhadap hasil belajar siswa pada sub materi pokok kultur jaringan di kelas XI MIA SMA Negeri 1 Tanjung Pura Tahun Pembelajaran 2015/20116.
UCAPAN TERIMKA KASIH Terima kasih kepada Dr. Fauziyah Harahap, M.Si., selaku dosen pembibing yang telah membimbing dalam pembuatan media video pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA Arsyad, A., (2013), Media Pembelajaran Edisi Revisi. Penerbit PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Gall, Meredith. D, Joyce P. Gall & Walter R. Borg. 2003. Educational Research An Introduction Seventh Edition. USA: Pearson Education, Inc. Dari GenLibrary, (Online),i(http://gen.lib.rus.ec/book/index.php?md5=ebd06036ad1b9f55fedf09ca5cd0691d). Diakses 31 Agustus 2016. Krisnawati, T., (2014). Pengembangan Multimedia Pembelajaran Untuk Mata Pelajaran Biologi di SMA. Jurnal Ilmiah Guru “COPE, Vol(3)No.2:1-7. Nuraini, I., (2005). Media pembelajaran Seabagai Pembawa Pesan. Jurnal Terakreditasi Dikti SK No.56/DIKTI/Kep/2005, Vol(6)No.56:277-290.
167
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL DAN MINAT BELAJAR TERHADAP HASIL BELAJAR BIOLGI SISWA KELAS XI IPA SMA SWASTA METHODIS LUBUK PAKAM TAHUN PEMBELAJARAN 2015/2016 Asni Siburian1 dan Toyo Manurung2 Alumni Program Studi Pendidikan Biologi, FMIPA, Universitas Negeri Medan, 2)Tenaga Pengajar Program Studi Pendidikan Biologi, FMIPA, Universitas Negeri Medan Medan Jl. Willem Iskandar Psr. V Medan Estate, Medan, Indonesia, 20221 Email : [email protected]
1)
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kecerdasan emosional dan minat belajar terhadap hasil belajar biologi siswa kelas XI IPA SMA Methodis Lubuk Pakam Tahun Ajaran 2015/2016. Sampel ditentukan dengan menggunakan sempel total, yaitu 84 siswa. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini merupakan penelitian deskriptif korelasional, dengan angket (kuesioner) sebanyak 20 butir dan nilai raport biologi siswa sebagai data penelitian hasil belajar. Dari hasil uji persyaratan data diketahui bahwa hubungan kecerdasan emosional dan minat belajar dengan hasil belajar biologi siswa terdapat hubungan positif dan signifikan yang dihitung dengan uji koefisien determinasi, diperoleh (r = 0,687) dengan persentase kontribusi sebesar 47,2% untuk kecerdasan emosional, (r = 0,685) dengan persentase kontribusi sebesar 47% untuk minat belajar, dan (r = 0,748) dengan persentase kontribusi sebesar 55,9% untuk kecerdasan emosional dan minat belajar terhadap hasil belajar biologi siswa. Kata Kunci: kecerdasan emosional, minat belajar, hasil belajar biologi ABSTRACT This research is being conducted to know the relationship between emotional quotient and learning interest to biology learning outcomesfor science students grade XI in SMA Methodist LubukPakam Academic Year 2015/2016. There are 84 biology students have been chosen as sample of the study. The method of the research is correlational descriptive by sharing questionnaires which consists of 20 questions and checking their report as their learning outcomes. Based on the data that have been collected and tested, there is positive and significant relationship between emotional quotient and learning interest to biology leaning outcomes. The result has been calculated by using determination coefficient (r = 0,687) with contribution 47,2% for emotional quotient; (r = 0,685)with contribution 47% for learning interest, and (r = 0,748) with contribution 55,9%for both emotional quotient and learning interest to biologylearning outcomes. Keywords: emotional quotient, learning interest, biology learning outcomes PENDAHULUAN Manusia dan pendidikan tidak dapat dipisahkan, sebab pendidikan merupakan kunci dari masa depan manusia yang dibekali dengan akal dan pikiran. Pendidikan mempunyai peranan penting untuk menjalanin perkembangan dan kelangsungan hidup suatu bangsa, karena 168
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 pendidikan merupakan wahana untuk meningkatkan dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau mengembangkan perilaku yang diinginkan. Sekolah sebagai lembaga formal merupakan sarana dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan tersebut. Melalui sekolah, siswa belajar berbagai macam hal (Nurhasanah, 2013). Proses belajar di sekolah adalah proses yang sifatnya kompleks dan menyeluruh. Banyak orang yang berpendapat bahwa untuk meraih prestasi yang tinggi dalam belajar, seseorang harus memiliki Intelligence Quotient (IQ) yang tinggi, karena inteligensi merupakan bekal potensial yang akan memudahkan dalam belajar dan pada gilirannya akan menghasilkan prestasi belajar yang optimal. Menurut Binet dalam Winkel ( 2004). Kenyataannya, dalam proses belajar mengajar di sekolah sering ditemukan siswa yang tidak dapat meraih prestasi belajar yang setara dengan kemampuan inteligensinya. Ada siswa yang mempunyai kemampuan inteligensi tinggi tetapi memperoleh prestasi belajar yang relatif rendah, namun ada siswa yang walaupun kemampuan inteligensinya relatif rendah, dapat meraih prestasi belajar yang relatif tinggi. Itu sebabnya taraf inteligensi bukan merupakan satu-satunya faktor yang menentukan keberhasilan seseorang, karena ada faktor lain yang mempengaruhi. Menurut Goleman (2000), kecerdasan intelektual atau Intelligen Quotient (IQ) hanya menyumbang 20% bagi kesuksesan, sedangkan 80% adalah sumbangan faktor kekuatan-kekuatan lain, diantaranya adalah kecerdasan emosional atau Emotional Quotient (EQ) yakni kemampuan memotivasi diri sendiri, mengatasi frustasi, mengontrol desakan hati, mengatur suasana hati (mood), berempati serta kemampuan bekerja sama. Dalam proses belajar siswa, kedua inteligensi itu sangat diperlukan. Kemunculan istilah kecerdasan emosional dalam pendidikan, bagi sebagian orang yang mungkin dianggap sebagai jawaban atas kejanggalan tersebut. Teori Daniel Goleman, sesuai dengan judul bukunya, memberikan definisi baru terhadap kata cerdas. Walaupun EQ merupakan hal yang relatif baru dibandingkan IQ, namun beberapa penelitian telah mengisyaratkan bahwa kecerdasan emosional tidak kalah penting dengan IQ. Kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang mengatur kehidupan emosinya dengan inteligensi (to manage
our
emotional
life
with
intelligence);
menjaga
keselarasan
emosi
dan
pengungkapannya (the appropriateness of emotion and its expression) melalui keterampilan kesadaran diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati, dan keterampilan sosial (Goleman, 2006).
169
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 Selain intelegensi, minat belajar merupakaan salah satu faktor lain yang mempengaruhi keberhasilan belajar siswa. Di kalangan sebagian besar siswa SMA sering ditemukan rendahnya minat belajar mereka di sekolah. Misalnya dalam mata pelajaran Biologi. Mereka pada umumnya menempatkan Biologi sebagai suatu mata pelajaran yang sulit dipelajari karena Biologi mencakup alam semesta yang memerlukan pemikiran yang mendalam dan kritis mempelajari unsur-unsur kehidupan yang menggunakan nama latin atau nama ilmiah, sehingga cenderung kurang memperhatikannya. Hal inilah yang menjadi penyebab utama sehingga mereka tidak dapat memperoleh hasil belajar yang diharapkan, tanpa mengesampingkan faktor-faktor lain, baik yang bersifat internal maupun eksternal (Slameto, 2008). Dari hasil wawancara peneliti dengan guru bidang studi Biologi kelas XI IPA SMA Swasta Methodis Lubuk Pakam diketahui masih ada beberapa siswa yang kurang berminat dengan mata pelajaran Biologi, terbukti dengan kurang aktifnya siswa dalam mengerjakan soal latihan dan menyelesaikan pekerjaan rumah yang diberikan. Minat belajar dapat berkurang disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya kemampuan kognitif, cita-cita, lingkungan belajar, fasilitas belajar dan cara guru mengajar. Sehubungan dengan itu dari hasil wawancara dengan guru bidang studi biologi kelas XI IPA SMA Swasta Methodis Lubuk Pakam dapat diperoleh informasi, bahwa siswa menganggap Biologi sebagai ilmu hafalan, siswa sering menghafal tanpa membentuk suatu pengertian tentang materi yang diajarkan, Biologi sebagai ilmu yang sulit karena terdapat banyak bahasa latin dan praktek di laboratorium sangat jarang dilakukan oleh guru yang bersangkutan dan masih terpaku pada metode belajar yang konvensional. Berdasarkan pengalaman peneliti dan teman-teman peneliti ketika melakukan kegiatan UPPL-Terpadu pada tahun 2015, guru IPA-Biologi belumlah maksimal dalam mengemas pembelajaran dengan kecerdasan emosional. Guru monoton dalam menyampaikan pelajaran di kelas. Akibatnya, suasana belajar di dalam kelas tidak menyenangkan. Siswa tidak terdorong untuk memahami dan mengetahui lebih banyak lagi tentang materi pelajaran IPABiologi, bahkan sering ditemukan siswa yang keluar kelas saat jam pelajaran IPA-Biologi, mengantuk, dan bermain saat guru menjelaskan. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di SMA Swasta Methodist Lubuk Pakam, Jl. Teuku Cik di Tiro No. 34, Lubuk Pakam, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Waktu penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan April-Juli 2016.
170
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 Populasi dan Sampel. Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto, 2009). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI IPA SMA Swasta Methodist Lubuk Pakam Tahun Pembelajaran 2015/2016, yang berjumlah 2 kelas dan tiap kelas terdiri dari IPA-1 sebanyak 41 siswa dan IPA-2 sebanyak 43. Jadi jumlah keseluruhan populasi adalah 84 siswa. Sampel dalam penelitian ini adalah sampel total dengan jumlah 84 siswa. Instrumen
Penelitian
dan
Rancangan
Penelitian.
Variabel
Bebas
(X)
“Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi”(Arikunto, 2009). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah: 1. Kecerdasan Emosional (X1) 2. Minat belajar (X2) Variabel Terikat (Y) Variabel terikat dalam penelitian ini adalah Hasil Belajar biologi siswa kelas XI SMA Swasta Methodist Lubuk Pakam Tahun Pembelajaran 2015/2016. Penelitian ini menggunakan metode penelitian korelasi atau korelasional, yaitu suatu penelitian untuk mengetahui hubungan dan tingkat hubungan antara dua variabel atau lebih tanpa ada upaya untuk mempengaruhi variabel tersebut sehingga tidak terdapat manipulasi variabel hal ini dikemukakan oleh Faenkel dan Wallen (Sudijono, 2010). Tujuan penelitian korelasional menurut Suryabrata (Sudijono, 2010) adalah untuk mendeteksi sejauh mana variasi-variasi pada suatu faktor berkaitan dengan variasi-variasi pada satu atau lebih faktor lain berdasarkan pada koefisien korelasi. Prosedur Kegiatan Penelitian. Prosedur pelaksanaan penelitian dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: 1. Mengadakan observasi terlebih dahulu terhadap siswa di sekolah yang akan diteliti. 2. Memvalidkan angket Kecerdasan Emosional dan Minat belajar kepada validator. 3. Memberikan angket Kecerdasan Emosional dan Minat belajar pada siswa. 4. Mengambil daftar kumpulan nilai siswa dari guru mata pelajaran biologi sekolah yang bersangkutan. 5. Melakukan analisis data setelah data terkumpul hingga didapat kesimpulan apakah ada hubungan antara Kecerdasan Emosional dan Minat belajar siswa terhadap Hasil Belajar Biologi. Teknik Pengumpulan Data. Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah: Instrumen penelitian yang digunakan adalah non-tes berbentuk angket, yaitu alat pengumpul data yang memuat seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis yang diberikan kepada responden 171
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 untuk dijawab oleh yang bersangkutan. Dan Hasil Belajar ini dilihat dari hasil nilai raport biologi
siswa yang telah dilaksanakan di sekolah dengan Kriteria Ketuntasan Minimal
(KKM) yang telah ditetapkan. Teknik Analisis Data. Teknik analisis data meliputi: (1) Analisis Regresi Linier Berganda Uji Hipotesis yang meliputi Uji Parsial (Uji t) Uji Simultan (Uji F) Koefisien Determinasi Simultan (R2) Koefisien Determinasi Parsial (r2) HASIL PENELITIAN Berdasarkan deskriptif data statistik penelitian Hasil Belajar siswa kelas XI IPA diperoleh dari nilai asli raport siswa yang telah didokumentasikan oleh guru bidang studi biologi. Menurut Bloom (Suprijono, 2010) Hasil Belajar mencakup kemampuan kognitif, efektif dan psikomotorik. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dengan 84 siswa, maka diperoleh statistik deskriptif seperti yang ditampilkan pada tabel 4.1.Tingkat kecerdasan emosional siswa diperoleh nilai terendah 64,00, tertinggi 90,00, rata – rata 75,48, standar deviasi 5,89, tingkat minat belajar siswa diperoleh nilai terendah 63,00, tertinggi 91,00, rata – rata 76,60, standar deviasi 6,96, dan tingkat hasil belajar siswa diperoleh nilai terendah 70,00, tertinggi 96,00, rata – rata 78,07, standar deviasi 7,65. Data yang dihasilkan kategori sedang. Analisis Data Hipotesis Penelitian Hubungan antara Kecerdasan Emosional (X1) dengan Hasil Belajar (Y) Data hasil penelitian di analisis menggunakan SPSS 21.For Windows untuk mengetahui tingkat korelasi antara Kecerdasan Emosional (X1) dengan Hasil Belajar SMA Swasta Methodis Lubuk Pakam (Y). Dari hasil analisis hipotesis diketahui hubungan Kecerdasan Emosional (X1) dengan hasil belajar SMA Swasta Methodis Lubuk Pakam (Y) berkorelasi yaitu, r = 0,687 dengan konstanta 10,63 dan persamaan regresinya adalah Ŷ= a + b1X, maka Ŷ=10,63 + 0.89 X. Nilai koefisien kontribusi (R2 X1Y) adalah 0,472 sehingga kontribusi kecerdasan emosional terhadap hasil belajar siswa sebesar 47,2%, berdasarkan hasil analisis tersebut maka Hubungan keduanya berhubungan secara signifikan antara Kecerdasan Emosional (X1) dengan hasil belajar (Y) dengan F = 73, 365 pada p = 0,000. Hal ini berarti hipotesis nihil (H0) yang menyatakan tidak ada hubungan antara Kecerdasan Emosional (X1) dengan hasil belajar SMA Swasta Methodis Lubuk Pakam (Y). ditolak, sehingga hipotesis alternative (Ha) diterima. Hubungan antara Minat Belajar (X2) dengan Hasil Belajar (Y) Data hasil penelitian diuji menggunakan SPSS 21.For Windows untuk mengetahui tingkat korelasi antara Minat Belajar (X2) dengan Hasil Belajar SMA Swasta Methodis Lubuk 172
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 Pakam (Y).Dari hasil analisis hipotesis diketahui hubungan Minat Belajar (X2) dengan hasil belajar biologi SMA Swasta Methodis Lubuk Pakam (Y) berkorelasi yaitu, r = 0,685 dengan konstanta 20,38 dan persamaan regresinya adalah Ŷ= a + b2X, maka Ŷ =20,38 + 0.75 X. Nilai koefisien kontribusi (R2 X2Y) adalah 0,470 sehingga kontribusi minat belajar terhadap hasil belajar siswa sebesar 47, berdasarkan hasil analisis tersebut maka Hubungan keduanya berhubungan secara yang signifikan antara Minat Belajar (X2) dengan hasil belajar (Y) dengan F = 72, 634 pada p =0,000. Hal ini berarti hipotesis nihil (H0) yang menyatakan tidak ada hubungan antara Minat Belajar (X1) dengan hasil belajar SMA Swasta Methodis Lubuk Pakam (Y). ditolak, sehingga hipotesis alternative (Ha) diterima. Uji Regresi linear berganda SPSS 21.For Windows diperoleh koefisien regresi untuk kecerdasan emosional sebesar 0,534, minat belajar sebesar 0,445 dan diperoleh pula konstanta sebesar 3.748, sehingga model regresi Ŷ= a + b1X + b2X diperoleh sebagai berikut :Y = 3,748+ 0,534X1 + 0,445X2. Persamaan regresi tersebut mempunyai makna bahwa pada persamaan tersebut diperoleh koefisien regresi bertanda positif (+) artinya kenaikan variabel bebas akan diikuti oleh kenaikan variabel terikat. Uji Parsial (Uji t) Berdasarkan hasil uji parsial untuk variabel Kecerdasan emosional diperoleh nilai t hitung sebesar 4,056 dimana pada N=84 nilai ttabel 1,1667 sehingga t hitung > t tabel dengan nilai signifikansi sebesar 0,001 < 0,05. Maka Ho ditolak dan Ha diterima. Berdasarkan hasil uji parsial untuk variabel Minat Belajar diperoleh nilai t hitung sebesar 3,999 dimana pada N=84 nilai ttabel 1,1667 sehingga t hitung > t tabel dengan nilai signifikansi sebesar 0,001< 0,05, maka Ho ditolak dan Ha diterima, sehingga Ha yang berbunyi “Terdapat hubungan antara Minat Belajar dengan Hasil Belajar Biologi SMA Swasta Methodis Lubuk Pakam”diterima. Uji Simultan (Uji F) Hasil uji F diperoleh Fhitung = 51,388 dimana pada df 1 nilai F tabel = 3,11 maka F hitung > F tabel. Karena nilai signifikansi < 0,05, dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima, sehingga yang berbunyi “Terdapat hubungan antara Kecerdasan Emosional dan Minat Belajar terhadap Hasil Belajar Biologi SMA Swasta Methodis Lubuk Pakam” diterima. Koefisien Determinasi Dari tabel model summary diperoleh nilai koefisien determinasi digunakan untuk melihat besarnya pengaruh Kecerdasan Emosional (X1) dan Minat Belajar (X2)
terhadap Hasil
Belajar (Y). Berdasarkan perhitungan dengan bantuan program komputasi SPSS 21 for Windows diperoleh nilai koefisien determinasi simultan (R2) adjusted R square sebesar 0,559, 173
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 dengan demikian menunjukkan bahwa Kecerdasan Emosional dan Minat Belajar secara bersama-sama mempengaruhi Hasil Belajar Biologi Siswa SMA Swasta Methodis Lubuk Pakam secara bersama-sama sebesar 55,90% dan sisanya 46,10% dari Hasil Belajar dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak dikaji dalam penelitian ini. Kecerdasan yang dimiliki manusia merupakan salah satu anugerah dari Tuhan yang dengan kecerdasannya manusia dapat terus menerus mempertahankan dan meningkatkan kualitas hidupnya yang semakin kompleks melalui proses berpikir dan belajar terus menerus. Adapun kecerdasan (baik kecerdasan emosional maupun kecerdasan intelektual) masih belum cukup dalam menentukan keberhasilan (kesuksesan) seseorang, tetapi juga harus didukung oleh faktor-faktor lain, diantaranya adalah minat belajar. Seseorang yang memiliki minat belajar akan memiliki keinginan, perhatian, dan cita-cita. Oleh karena itu minat merupakan landasan penting bagi seseorang untuk melakukan kegiatan dengan baik. Sebagai suatu aspek kewajiban, minat bukan saja dapat mempengaruhi tingkah laku seseorang tapi juga dapat mendorong orang tetap melakukan dan memperoleh sesuatu. Berdasarkan penjelasan sebelumnya, hal ini menunjukkan bahwa kecerdasan emosional yang diiringi dengan minat belajar akan lebih maksimal dalam meningkatkan hasil belajar biologi siswa. Sehubungan dengan itu, pada hakikatnya siswa bukanlah tidak cerdas namun secara emosi maupun secara keyakinan mereka kurang bisa mengendalikan diri dengan baik. Mereka tidak baik dalam proses pembelajaran ataupun ujian, mereka cenderung lebih suka mengeluh dan banyak bertanya pada saat ujian maupun pada saat praktek. Pembelajaran yang berkualitas sangat tergantung dari motivasi pelajar dan kreatifitas pengajar. Pembelajar yang memiliki motivasi tinggi ditunjang dengan pengajar yang mampu memfasilitasi motivasi tersebut akan membawa pada keberhasilan pencapaian target belajar. Target belajar dapat diukur melalui perubahan sikap dan kemampuan siswa melalui proses belajar. Desain pembelajaran yang baik, ditunjang fasilitas yang memadai, ditambah dengan kreativitas guru akan membuat peserta didik lebih mudah mencapai target belajar. Selain itu, perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan pemahaman siswa mengenai kecerdasan emosional maupun minat belajar, misalnya dalam bentuk sosialisasi ataupun pemberian layanan informasi bidang bimbingan pribadi. Layanan informasi bidang bimbingan pribadi bertujuan membekali individu dengan berbagai pengetahuan tentang lingkungan yang diperlukan untuk memecahkan masalah yang dihadapi berkenaan dengan lingkungan sekitar pendidikan, jabatan, maupun sosial budaya.
174
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan, maka kesimpulan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara kecerdasan emosional dengan hasil belajar biologi siswa kelas XI IPA SMA Swasta Methodis Lubuk Pakam T.P. 2015/2016 yang ditunjukkan melalui koefisien korelasi yang didapat sebesar 0,687 dan persentase kontribusi (sumbangan efektif) sebesar 47,2%. 2. Terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara minat belajar dengan hasil belajar biologi siswa kelas XI IPA SMA Swasta Methodis Lubuk Pakam T.P. 2015/2016 yang ditunjukkan melalui koefisien korelasi yang didapat sebesar 0.685 dan persentase kontribusi (sumbangan efektif) sebesar 47%. 3. Terdapat hubungan yang positif dan signifikan yang tergolong cukup tinggi antara kecerdasan emosional dan minat belajar dengan hasil belajar biologi siswa kelas XI IPA SMA Swasta Methodis Lubuk Pakam 2015/2016 yang ditunjukkan melalui persentase koefisien korelasi yang didapat sebesar 0.748 dan persentase kontribusi (sumbangan efektif) sebesar 55,9%.
DAFTAR PUSTAKA Agustian, A.G., (2001), Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi Dan Spiritual, Penerbit Arga, Jakarta. Arikunto, S., (2009), Prosedur Penelitian, Rineka Cipta, Jakarta. Djamarah dan Zain, (2002), Strategi Belajar Mengajar, Rineka Cipta, Jakarta. Firdaus, D., (2012), Pengaruh Kecerdasan Emosional (EQ) dan Motivasi Belajar Terhadap Hasil Belajar Biologi Siswa SMA 3 Negeri Palopo, Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran, 19(2): 243-246. Goleman, D., (2000), Emotional Intelligence Kecerdasan Emosional Mengapa EI Lebih Penting Daripada IQ, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Goleman, D., (2006), Kecerdasan Emosi Untuk Mencapai Puncak Prestasi, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Gottman, J., (2008), Kiat-Kiat Membesarkan Anak yang Memiliki Kecerdasan Emosional (Terjemahan), PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Herlina, (2007), Minat Belajar, Bumi Aksara, Jakarta. Hurlock, (2010), Child Development: Sixty Edition International Students, Kogakusa, McGraw-Hill. 175
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 Ishak, P., (2010), Pengaruh Kecerdasan Emosional, Kecerdasan Spiritual, dan Minat Belajar Terhadap Pemahaman Akuntansi, Jurnal Program Studi Akuntansi Universitas Brawijaya Malang. Kuadrat, (2008), Psikologi Pendidikan, PT Remaja Rosdakarya, Bandung. Lumbangaol, T., (2008), Hubungan Kecerdasan Emosional Terhadap Hasil Belajar Biologi Siswa Kelas XI IPA SMA Negeri 14 Medan T.A 2007-2008, Skripsi, FMIPA Unimed, Medan. Mahayana, D., Ummah, K., Nggrermanto, A., (2005), Sepia 5 Kecerdasan Utama Meraih Bahagia Dan Sukses, Sepia Institute, Bandung. Mubarok, (2015), Pengaruh Kecerdasan Emosional dan Minat Belajar Terhadap Prestasi Belajar Bahasa Jawa Siswa Kelas X SMA N 1 Klirong Kebumen, Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa Universitas Muhammadiyah Purworejo, 6(5): 812. Mubarok, (2015), Pengaruh Kecerdasan Emosional dan Minat Belajar Terhadap Prestasi Belajar Bahasa Jawa Siswa Kelas X SMA N 1 Klirong Kebumen, Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa Universitas Muhammadiyah Purworejo, 6(5): 812. Nasution, A., (2009), Korelasi Kecerdasan Emosional Terhadap Hasil Belajar Praktikum Ekologi Hewan pada Mahasiswa Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Medan Angkatan 2007 Tahun Pembelajaran 2008/2009, Skripsi, FMIPA Unimed, Medan. Nurhasanah, S., (2013), Pemanfaatan Multiple Inteligence dalam proses pembelajaran, Jurnal Psikologi Pendidikan, 1 (1): 49 – 56. Pamungkas, R., Suhartono, dan Kartika Chrysti, (2014), Pengaruh Kecerdasan Emosional Terhadap Hasil Belajar Matematika pada Siswa Kelas V SD Se-Kecamatan Prembun, Junral FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta. Sagala, S., (2006), Konsep dan Makna Pembelajaran, Alfabeta, Bandung. Satiadarma, Dan Fidelis, (2003), Mendidik Kecerdasan, Pustaka Populer Obor, Jakarta. Simamora, R., (2005), Hubungan Persepsi Siswa Tentang Emosional Guru Kimia Terhadap Prestasi Belajar Kelas X Semester 2 SMAN 5 Medan T.A 2004-2005, Skripsi, FMIPA Unimed, Medan. Slameto, (2008), Belajar Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta. Sudijono, A., (2010), PengantarEvaluasi Pendidikan, Rajawali Press, Jakarta. Sudjana, (2009), Metode Statistik, Tarsito, Bandung. 176
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 Thomas, A., (2013), Kecerdasan Multipel di Dalam Kelas, Permata Putri Media, Jakarta. Winarni, (2014), Pengaruh Perhatian Guru, Motivasi Belajar, dan Kecerdasan Emosional Terhadap Prestasi Belajar Biologi Siswa SMA Negeri 2 Bantul, Jurnal Bioedukatika, 2(1): 42-45. Winarni, (2014), Pengaruh Perhatian Guru, Motivasi Belajar, dan Kecerdasan Emosional Terhadap Prestasi Belajar Biologi Siswa SMA Negeri 2 Bantul, Jurnal Bioedukatika, 2(1): 42-45
177
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN INQUIRY TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA PADA MATERI PENCEMARAN LINGKUNGAN DI SMA SWASTA PAB 8 SAENTIS Baby Arlita Lubis1, Binari Manurung2dan Fauziyah Harahap2 Alumni Prodi Pendidikan Biologi Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan & Politeknik Tugu 45, Medan,2) Tenaga Pengajar Prodi Pendidikan Biologi Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan. Medan [email protected],
1)
ABSTRACT This study aims to determine the effect of inquiry based learning model on students’ critical thinking skill of the environmental pollution topic at SMA Swasta PAB 8 Saentis. The research method used is quasi experiment with sample as much as 3 classes, those are taken by using the technic of cluster random sampling. Guided inquiry based learning model is taught in class X2, modified free inquiry based learning model is taught in class X5, and traditional based learning model is taught in class X3. The instrument is used in this study is critical thinking skill test in form multiple choice. The technique of data analysis used in this study is analysis covariat by using the program of SPSS 21.0 for Windows. The study result showed that there was effect of inquiry based learning model on students’ critical thinking skill (F=26.88 ; P=0.000). Students’ critical thinking skill that were taught by guided inquiry based learning model (61.36±16.234) was lower than modified free inquiry based learning model (72.22±11.237) but was higher than those who were taught by traditional based learning model (49.00±17.184). Key Words:
Guided inquiry, modified free inquiry, traditional, critical thinking skill, environmental pollution ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran terhadap kemampuan berpikir kritis siswa pada materi pencemaran lingkungan di SMA Swasta PAB 8 Saentis. Metode penelitian menggunakan quasi experiment dengan sampel penelitian sebanyak 3 kelas yang ditentukan secara acak dengan menggunakan teknik cluster random sampling. Pada kelas X2 dibelajarkan dengan model pembelajaran guided inquiry, kelas X5 dibelajarkan dengan model pembelajaran modified free inquiry, dan kelas X3 dengan model pembelajaran tradisional. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu tes kemampuan berpikir kritis dalam bentuk pilihan ganda. Teknik analisis data menggunakan Analysis Covariat (Anacova) dengan bantuan program SPSS 21.0 for Windows. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh model pembelajaran terhadap kemampuan berpikir kritis (F=26,88 ; P=0,000). Kemampuan berpikir kritis siswa yang dibelajarkan dengan model guided inquiry (61,36±16,234) berbeda secara sangat signifikan dengan model modified free inquiry (72,22±11,237) (P=0,003), dan berbeda secara sangat signifikan dengan yang dibelajarkan menggunakan model tradisional (49,00±17,184) (P=0,000). Kata Kunci: Guided inquiry, modified free inquiry, tradisional, kemampuan kritis, pencemaran lingkungan.
berpikir
178
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 PENDAHULUAN Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan menurut Sanjaya (2011) adalah masalah lemahnya proses pembelajaran. Dalam pembelajaran, anak kurang didorong untuk mengembangkan kemampuan berpikir. Proses pembelajaran didalam kelas diarahkan kepada kemampuan anak untuk menghapal informasi, otak anak terus-menerus dibiasakan untuk mengingat dan menimbun berbagai informasi tanpa dituntut menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari. Hasil penelitian Program for International Student Assessment (PISA) 2012 yang berfokus pada literasi Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) mengukuhkan peserta didik Indonesia menempati posisi ke-64 dari 65 negara peserta dengan skor rata-rata 382 pada aspek kemampuan peserta didik dalam mengidentifikasi masalah dalam memahami fakta-fakta alam dan lingkungan serta menggunakannya untuk memahami fenomena dan perubahan pada lingkungan hidup (Kemdikbud, 2014). Permasalahan yang sama juga ditemukan di SMA Swasta PAB 8 Saentis. Berdasarkan hasil observasi awal dan komunikasi langsung dengan guru bidang studi biologi diketahui bahwa siswa masih memiliki kemampuan berpikir kritis rendah yang ditunjukkan dengan minimnya aktivitas bertanya, menjawab, menanggapi dan mengemukakan pendapat, menalar, belum terbiasa menyelesaikan suatu masalah dengan baik, dan mencoba mengambil suatu kesimpulan masih sangat kurang dalam kegiatan pembelajaran di kelas. Hal ini berdampak pada pencapaian hasil belajar biologi banyak yang belum mencapai kriteria ketuntasan minimal (KKM) rata-rata yang ditetapkan sekolah yaitu 75. Berdasarkan data Daftar Kumpulan Nilai (DKN) Biologi siswa kelas X SMA Swasta PAB 8 Saentis TA 2011/2012 hingga TA 2013/2014 bahwa hasil belajar biologi siswa masih rendah dan belum mencapai KKM. Nilai rata-rata siswa 59. Sedangkan kriteria ketuntasan minimal adalah 75. Pembelajaran biologi merupakan suatu proses penemuan dan menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung. Materi biologi SMA khususnya di kelas X tentang pencemaran lingkungan merupakan salah satu materi yang berhubungan secara langsung dengan kehidupan sehari-sehari. Namun, pada praktiknya selama ini proses pembelajaran tentang pencemaran lingkungan yang dilakukan oleh guru di dalam kelas masih menggunakan variasi pembelajaran yang rendah yang umumnya masih berorientasi pada guru (teacher centered). Model pembelajaran inquiry yang dibelajarkan dalam penelitian ini terdiri dari model pembelajaran inkuiri terbimbing (guided inquiry) dan inkuiri bebas termodifikasi (modified free inquiry). Pada modified free inquiry kegiatan pembelajaran sama dengan kegiatan 179
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 pembelajaran pada guided inquiry, yaitu mengidentifikasi masalah, merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, mengumpulkan informasi dan data, melakukan eksperimen untuk mencari solusi permasalahan, sampai pada akhirnya siswa menyimpulkan dan mampu menginformasikan hasil eksperimen tersebut di dalam kelas. Perbedaannya adalah pada modified free inquiry kegiatan merumuskan masalah dan prosedur pemecahan masalah tersebut dilakukan oleh siswa. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di SMA Swasta PAB 8 Saentis, yang beralamat di Jalan Kali Serayu PTPN II Perkebunan Saentis Kabupaten Deli Serdang. Penelitian tersebut dilakukan pada bulan Pebruari sampai dengan Juni 2016. B. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMA Swasta PAB 8 Saentis, pada semester genap tahun pelajaran 2015/2016 yang berjumlah 245 orang siswa yang terdiri dari enam kelas paralel. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini diambil sebanyak 3 kelas yang ditentukan secara acak dengan menggunakan teknik cluster random sampling. Pengacakan dilakukan dengan cara undian dari enam kelas tersebut, sehingga diperoleh kelas X2 sebagai kelas eksperimen pertama yang dibelajarkan dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing (guided inquiry) dan X5 sebagai kelas eksperimen kedua yang dibelajarkan dengan model pembelajaran inkuiri bebas termodifikasi (modified free inquiry) dan X3 sebagai kelas kontrol yang dibelajarkan dengan pembelajaran tradisional. C. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan metode eksperimen semu (quasi experimental research), yang terdiri dari dua kelompok eksperimen (guided inquiry dan modified free inquiry) dan satu kelompok kontrol (tradisional), dirancang dengan menggunakan pretest-posttest experiment and control group design. Desain penelitian tersaji pada tabel 1 berikut ini. Tabel 1. Pretest-Posttest Experiment and Control Group Design Kelas
Pretest
Perlakuan
Posttest
X2
T1
Y1
T1
X5
T1
Y2
T1
X3
T1
Y3
T1
180
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 Keterangan: Y1: Perlakuan dengan model pembelajaran guided inquiry Y2: Perlakuan dengan model pembelajaran modified free inquiry Y3: Perlakuan dengan pembelajaran tradisional T1: Kemampuan berpikir kritis siswa D. Teknik Analisis Data 1. Teknik Analisis Deskriptif Teknik analisis deskriptif dimaksudkan untuk mendiskripsikan data hasil penelitian meliputi mean, median, modus, varians, standar deviasi, nilai minimum dan nilai maksimum data. Data tersebut selanjutnya disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi menggunakan aturan Sturges dan dalam bentuk histogram.
2. Teknik Analisis Inferensial Uji Prasyarat Normalitas Data Uji normalitas data dimaksudkan untuk menentukan normal tidaknya distribusi data penelitian, artinya apakah penyebarannya dalam populasi bersifat normal. Uji normalitas dilakukan dengan uji Kolmogorov-Smirnov. Data dinyatakan berdistribusi normal jika probabilitas atau nilai Sig > 0,05. Uji Prasyarat Homogenitas Data Uji homogenitas data dimaksudkan untuk mengetahui perbedaan varians data, artinya apakah kelompok-kelompok yang membentuk sampel berasal dari populasi yang sama (penyebarannya dalam populasi bersifat homogen). Uji homogenitas data dilakukan dengan uji Levene’s Test. Data dinyatakan homogen jika probabilitas atau nilai Sig > 0,05.
Uji Hipotesis Setelah persyaratan terpenuhi selanjutnya dilakukan pengujian hipotesis penelitian, untuk data dan hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis siswa di analisis dengan menggunakan teknik analisis kovariat (anacova). Jika hasil analisis menggambarkan adanya pengaruh yang signifikan antara ketiga kelas perlakuan yang berbeda tersebut, maka dilakukan uji lanjut dengan uji Tukey's. Keseluruhan data penelitian dianalisis dengan menggunakan aplikasi SPSS 21.0 for windows.
HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL Pengaruh Model Pembelajaran Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis 181
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 Hasil Anacova dengan menggunakan SPSS 21.0 menunjukkan bahwa model pembelajaran secara sangat signifikan berpengaruh terhadap kemampuan berpikir kritis siswa (F=26,88 ; P=0,000) dan data pretes berkorelasi dengan data postes pada kemampuan berpikir kritis siswa (F=18,67 ; P= 0,000). Selanjutnya hasil uji Tukey menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kritis siswa yang dibelajarkan dengan model guided inquiry 61,36±16,23 (
(P=0,003), berbeda secara sangat signifikan dengan kemampuan berpikir kritis
siswa yang dibelajarkan dengan model modified free inquiry 72,22±11,24 ( (P=0,003), dan berbeda secara sangat signifikan dengan yang dibelajarkan menggunakan pembelajaran tradisional 49,00±17,18 (
(P=0,000). Data tersebut dapat dilihat pada
Kemampuan Berpikir Kritis
Gambar 1. berikut ini. 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
b a c
61,36
Guided Inquiry
72,22 49,00
Modified Free Inquiry Model Pembelajaran
Tradisional
Keterangan:Huruf yang berbeda (a-b-c) berarti berbeda secara signifikan
Gambar 1. Pengaruh Model Pembelajaran Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas X SMA Swasta PAB 8 Saentis (P=0,000<0,05) Berdasarkan rata-rata nilai kemampuan berpikir kritis siswa menunjukkan bahwa model pembelajaran guided inquiry memberikan pengaruh sebesar 12,42% lebih rendah dibandingkan model pembelajaran modified free inquiry dan 19,06% lebih tinggi dibandingkan pembelajaran tradisional. Model pembelajaran modified free inquiry memberikan pengaruh sebesar 27,36% lebih tinggi dibandingkan pembelajaran tradisional.
B. PEMBAHASAN Pengaruh Model Pembelajaran Guided Inquiry, Modified Free Inquiry dan Pembelajaran Tradisional Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Siswa 182
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 Berdasarkan hasil pengujian analisis kovariat diperoleh (P=0,000<0,05). Dengan demikian, terima Ha atau tolak H0 sehingga disimpulkan ada pengaruh yang sangat signifikan antara penggunaan model pembelajaran guided inquiry, modified free inquiry, dan pembelajaran tradisional terhadap kemampuan berpikir kritis siswa pada materi pencemaran lingkungan di SMA Swasta PAB 8 Saentis. Hal ini sesuai dengan penelitian Sohibi dan Siswanto (2012) yang menyatakan bahwa pembelajaran
dengan
menggunakan
inkuiri
terbimbing
(guided
inquiry)
terbukti
meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa yang meliputi aspek inkuiri diantaranya merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dan membuat kesimpulan. Begitu juga dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Wilson, Taylor, Kowalski, dan Carlson di BCSS Center for Research and Evaluation di Colorado (2010) menyatakan bahwa inquiry based learning dapat meningkatkan pengetahuan siswa dan juga dapat meningkatkan kemampuannya dalam berargumentasi dan memberikan alasan yang logis. Quitadamo, Faiola, Johnson, dan Kurtz (2008) melaporkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan CBI (Community Based Inquiry) menunjukkan peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa secara signifikan dibandingkan siswa kelompok tradisional dan kelompok gabungan tradisional-CBI. Berdasarkan penelitian Hapsari, Suciati, dan Marjono (2012) yang dilaksanakan di SMA Negeri Gondangrejo pada semester II tahun pelajaran 2011/2012, bahwa terdapat pengaruh yang signifikan pada penggunaan model inkuiri terbimbing (guided inquiry) dengan diagram V (Vee) dalam pembelajaran biologi terhadap kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar siswa. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, diperoleh kesimpulan sebagai berikut: Ada pengaruh pembelajaran yang signifikan dari penggunaan model pembelajaran guided inquiry, modified free inquiry, dan tradisional terhadap kemampuan berpikir kritis siswa pada materi pencemaran lingkungan di SMA Swasta PAB 8 Saentis. Kemampuan berpikir kritis siswa yang dibelajarkan dengan model guided inquiry secara signifikan lebih rendah dibandingkan dengan model modified free inquiry tetapi secara signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan pembelajaran tradisional. DAFTAR PUSTAKA Hapsari, D. P., Suciati, S., dan Marjono. 2012. Pengaruh Model Inkuiri Terbimbing dengan Diagram V (Vee) dalam Pembelajaran Biologi terhadap Kemampuan Berpikir Kritis dan Hasil Belajar Siswa. Pendidikan Biologi. 4(3): 16-28. 183
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 Kemdikbud. 2014. Buku Guru Ilmu Pengetahuan Alam SMP/MTs Kelas VII (Edisi Revisi). Jakarta: Kemdikbud. Quitadamo, I. J., C. L. Faiola, J. E. Johnson, and M. J. Kurtz. 2008. Community-based Inquiry Improves Critical Thinking in General Education Biology. CBE-Life Sciences Education. 7(3): 327-337. Sanjaya, W. 2011. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Sohibi, M. dan Siswanto, J. 2012. Pengaruh Pembelajaran Berbasis Masalah dan Inkuiri Terbimbing Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Siswa. Semarang: Prodi Pendidikan Fisika IKIP PGRI. Wilson, D. C., Taylor, J. A., Kowalski, S. M., Carlson, J. 2010. The Relative Effects and Equity Inquiry-Based and Commonplace Science Teaching on Students’ Knowledge, Reasoning, and Argumentation. Journal of Research in Science Teaching. 47(3): 276301.
184
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 ANALISIS KESULITAN BELAJAR SISWA PADA MATERI BIOTEKNOLOGSMA SE- KABUPATEN ROKAN HILIR Zulpadly1, Fauziyah Harahap2, dan Syami Edi2 1)
Alumni Prodi Pendidikan Biologi Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan & Guru
Biologi di SMA Negeri 3 Bangko Pusako Jln.Lintas Riau Sumut K.m. 3 Rokan hilir, Riau dan 2)
Tenaga Pengajar Prodi Pendidikan Biologi Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan. Medan
E-mail: zulpady_79 @gmail.com ABSTRACT This study aims to determine students' learning difficulties in analyzing the material Biotechnology in view of the indicator. This research is descriptive quantitative study population of SMA as Rokan downstream terdir from SMAN 11 with a sample of as many as 644 people overall. The sampling technique used random sampling techniques. The data collection technique is a multiple-choice test instrument, for trouble indicator boteknologi materials, the data is processed by using a percentage. Judging from the indicators difficulties, learning difficulties on indicators derived their understanding of basic principles of biotechnology and 49.90%, explain the science related to biotechnology 46.44%, explaining the differences of traditional and modern biotechnology 52.23%, 67.44 Explaining the process of genetic engineering %, explaining 63.44% tissue culture process, explain the process of gene recombinant 63.07%, 48.60 describes an example of genetic engineering, explained the impact of the use of biotechnology 48.06, describes the impact of using genetically engineered 63,17%. Keywords: difficulty, biotechnology, engineering, genetic indicators ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui menganalisis kesulitan belajar siswa pada materi Bioteknologi di lihat dari indikator. Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif, populasi dari penelitian SMA Negeri se- Kabupaten Rokan hilir yang terdir dari 11SMAN dengan jumlah sampel keseluruhan sebanyak 644 orang. Teknik pengambilan sampel digunakan teknik random sampling. Teknik pengumpulan data adalah instrument tes pilihan berganda, untuk kesulitan indikator materi boteknologi,data diolah dengan teknik persentase. Ditinjau dari Indikator kesulitan , diperoleh kesulitan belajar pada indikator menjelaskan pengertian bioteknologi dan prinsip dasar 49,90%,menjelaskan ilmu yang berkaitan dengan bioteknologi 46,44%,menjelaskan perbedaan bioteknologi tradisional dan modern 52,23%,Menjelaskan proses rekayasa genetika 67,44%, menjelaskan proses kultur jaringan 63,44%, menjelaskan proses rekombinan gen 63,07% , menjelaskan contoh rekayasa genetika 48,60, menjelaskan dampak penggunaan bioteknologi 48,06, menjelaskan dampak penggunaan rekayasa genetika 63,17%. Kata Kunci : kesulitan, bioteknologi, rekayasa genetika, indikator
185
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Bioteknologi merupakan cabang ilmu yang mempelajari pemanfaatan prinsip-prinsip ilmiah yang menggunakan makhluk hidup untuk menghasilkan produk dan jasa kepentingan
manusia
(Putra,
2013).
Polingkinghone
dalam
untuk
(Todd&Murphy,2003)
menyatakan bahwa” bioteknologi merupakan salah satu disiplin ilmu yang relatife sulit tetapi merupakan ilmu yang berkembang sangat kompleks dan minimbulkan banyak perdebatan diberbagai area seperti etika
politik dan moral”.
Menurut Purwaningsih (2009)
bahwa”Bioteknologi dikenal sebagai ilmu yang bersipat multi disipliner dan aplikatif sehingga membutuhkan penguasaan konsep dasar yang cukup dan perkembangannya sangat pesat karena bioteknologi bersentuhan dengan peningkatan taraf hidup manusia”. Penggunaan Bioteknologi sebagai ilmu maupun sebagai alat yang bertanggung jawab dalam meningkatkan kemajuan secara cepat dalam berbagai bidang kehidupan. Pesatnya perkembangan ilmu dan teknologi menjadikan Bioteknologi salah satu bidang ilmu yang harus dikuasai bangsa Indonesia,, termasuk para siswa SMA. Hal tersebut dikarenakan, selain banyak terkait
langsung dengan kehidupan sehari-hari, juga dapat dikaitkan dengan
aspek”life skill”. Untuk memberikan penguasaan dan kebermaknaan yang baik terhadap pembelajaran bioteknologi, diharapkan kepada siswa mampu melakukan pembelajaran bioteknologi yang benar dan sesuai dengan pemahaman yang baik.Menurut Hagerdon (dalam Sohan et al, 2003) siswa-siswa sekolah saat ini perlu memiliki pemahaman yang baik terhadap resiko dan keuntungan dari Bioteknologi untuk dapat memutuskan secara cerdas penggunaan pengetahuan tersebut secara benar. Beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan positif antara peningkatan penguasaan dan sikap siswa serta persepsi positip terhadap Bioteknologi (Souhan,2003; Dawson & Schibei,2003: Bal, et al,.2007). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa apabila seorang siswa telah menguasai dengan benar dan mampu memutuskan secara kritis tentang bioteknologi, maka mereka akan dapat bersikap secara benar terhadap bioteknologi. Oleh karenanya kesulitan memahami konsep Bioteknologi haruslah menjadi bagian dari unsur yang di bekalkan kepada siswa. Dawson & Shicebeci (2003) menyatakan bahwa dari jumlah siswa yang diteliti di Australia, sepertiganya mempunyai pemahaman yang rendah atau tidak memahami sama sekali tentang Bioteknologi dan sepertiganya lagi tidak dapat memberikan satu contohpun tentang hasil Bioteknologi secara benar. Penguasaan yang rendah dari siswa maupun masyarakat umum terhadap ilmu tersebut, sangat mungkin disebabkan karena
186
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 kesulitan siswa dalam pembelajaran bioteknologi di sekolah, sehingga di perlukan penyiapan yang matang dalam pembelajaran di bidang ini. Terkait dengan hasil belajar bioteknologi yang rendah atau penyebab rendahnya KKM pada materi biotekhnologi diduga banyak faktor penyebabnya,seperti faktor dari dalam diri siswa itu sendiri dan faktor lainnya. Dalam pembelajaran biologi materi bioteknologi konvensional seperti pembuatan tempe dan tahu siswa masih mengalami kesulitan jika harus praktek langsung di lapangan, yang sering terjadi pembelajaran dilakukan dengan ceramah atau penyampaian konsep.Padahal dalam pembelajaran bioteknologi tidak hanya konsep tetapi juga aplikasi (Purwaningsih, 2009), kesulitan berikutnya adalah kekurangan alat untuk mengamati terjadinya proses bioteknologi. Proses Bioteknologi memerlukan waktu beberapa hari, sehingga untuk melakukan pengamatan secara langsung dalam percobaan tidak dapat diperoleh hasilnya dalam waktu 5 jam pelajaran. Guru sebagai faktor eksternal sangat menentukan keberhasilan belajar siswa. Penelitian terakhir menujukkan bahwa guru sains mengenali adanya kebutuhan untuk mengajarkan bioteknologi, tetapi masih sedikit yang terlaksana. Faktor – faktor yang membatasi pengajaran bioteknologi meliputi: kurangnya keahlian guru dalam konten bidang ini, kurangnya pengalaman dalam kecocokan aktivitas mengajar, kurangnya sumber dan materi kurikulum dan kurangnya watu mengajar (Dawson & Scbei,2003). Peran siswa didaerah pinggiran ketika dirumah merangkap sebagai tenaga produktif untuk membantu laju ekonomi keluarga, siswa merupakan asset keluarga yang harus berperan aktif dalam aktivitas perekonomian keluarga. siswa menjadi sumber daya pendukung bagi kelancaran aktivitas mata pencaharian orangtua. Kondisi seperti ini mempengaruhi phisik disaat mengikuti pembelajaran bioteknologi disekolah, rendahnya minat dan motivasi belajar siswa di tandai dengan rendahnya presentasi siswa yang mengerjakan tugas-tugas yang di berikan guru seperti praktikum dan pekerjaan rumah sehingga tidak mencapai KKM 76.Dawson & Shicebeci (2003) menyatakan bahwa : dari jumlah siswa yang diteliti di Australia, sepertiganya mempunyai pemahaman yang rendah atau tidak menunjukkan adanya hubungan positif antara peningkatan penguasaan dan sikap siswa serta persepsi positip terhadap bioteknologi (Souhan,2003; Dawson & Schibei,2003: Bal, et al,.2007). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa apabila seorang siswa telah menguasai dengan benar dan mampu memutuskan secara kritis tentang bioteknologi, maka mereka dapatbersikap secara benar terhadap bioteknologi. Oleh karenanya kesulitan memahami konsep bioteknologi haruslah menjadi bagian dari unsur yang di bekalkan kepada siswamemahami sama tidak memahami sekali tentang bioteknolog secara benar. Penguasaan 187
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 yang rendah dari siswa maupun masyarakat umum terhadap ilmu tersebut, sangat mungkin disebabkan karena kesulitan siswa dalam pembelajaran bioteknologi di sekolah, sehingga di perlukan penyiapan yang matang dalam pembelajaran di bidang ini. Beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan positif antara peningkatan penguasaan dan sikap siswa serta persepsi positip terhadap Bioteknologi (Souhan,2003; Dawson & Schibei,2003: Bal, et al,.2007). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa apabila seorang siswa telah menguasai dengan benar dan mampu memutuskan secara kritis tentang bioteknologi, maka mereka akan dapat bersikap secara benar terhadap bioteknologi. Oleh karenanya kesulitan memahami konsep bioteknologi haruslah menjadi bagian dari unsur yang di bekalkan kepada siswa. Dawson & Shicebeci (2003) menyatakan bahwa dari jumlah siswa yang diteliti di Australia, sepertiganya mempunyai pemahaman yang rendah atau tidak memahami sama sekali tentang bioteknologi dan sepertiganya lagi tidak dapat memberikan satu contoh pun tentang hasil bioteknologi secara benar. Penguasaan yang rendah dari siswa maupun masyarakat umum terhadap ilmu tersebut, sangat mungkin disebabkan karena kesulitan siswa dalam pembelajaran bioteknologi di sekolah, sehingga di perlukan penyiapan yang matang dalam pembelajaran di bidang ini. Berdasarkan hasil observasi di beberapa SMA Negeri di Kabupaten Rokan hilir, didapatkan keterangan bahwa perolehan nilai rata- rata peserta didik masih banyak yang belum mencapai KKM, berdasarkan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) yaitu 76. Di Kabupaten Rokan hilir contohnya, nilai rata- rata perolehan siswa pada materi bioteknologi baru mencapai nilai 70, di SMAN 2 Pujud mencapai nilai 70, SMAN 1 Bangko mencapai nilai 70, sedangkan rata- rata di SMAN 2 Bagan Sinembah mencapai nilai 68. Tidak tercapainya nilai siswa sesuai KKM dapat dijadikan sebagai indikator bahwa telah terjadi kesulitan belajar siswa pada materi bioteknologi.Kesulitan belajar siswa pada umumnya pada indikator materi bioteknologi modern yang bersipat abstarak dan mengakaji sesuatu yang bersipat molekuler. Untuk mengatasi kesulitan siswa pada penelitian
materi bioteknologi, maka perlu dilakukan
untuk menganalisis faktor penyebab kesulitan belajar tersebut. Berdasarkan
permasalahan- permasalah yang telah dikemukakan diatas maka perlu diambil langkah – langkah strategis dan nyata untuk melakukan inovasi
pembelajaran bioteknologi sesuai
dengan permasahan yang dihadapi siswa TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN Tujuan penelitian ini untuk mengetahui indikator pada materi bioteknologi yang sulit di pahami oleh siswa. 188
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 Hasil penelitian ini diharapkan meningkatkan motivasi guru-guru biologi di SMA untuk lebih meningkatkan proses pembelajaran dan memahami krakteristisiswa agar dapat mengatasi kesulitan yang di alami siswa ketika belajar materiBioteknologi. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian telah dilakukan dikelas XII IPA SMA Negeri Se-Kabupaten Rokan hilir penelitian telah dilakukan pada bulan Maret - Mei 2016. Populasi dan Sampel . Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa – siswi kelas XII di 32 SMAN Negeri seKabupaten Rokan hilir yang tersebar di 13 kecamatan dan berjumlah 1920 orang. Dari jumlah tersebut peneliti kemudian menetapkan sampel sebanyak 644 siswa
yang dari
populasi tersebut yang berada pada 11 sekolah dengan lokasi yang berbeda, penetapan jumlah sampel berdasarkan kemampuan peneliti berdasarkan pertimbangan waktu. Pengambilan sampel data menggunakan non random sampling Dalam penelitian ini, teknik sampel yang digunakan non random sampling yaitu ada pada 11 SMA Negeri yang mewakili sampel total yang berjumlah 1920 orang dari 32 SMA Negeri di Kabupaten Rokan hilir yang terdapat di Kota dan pinggiran. Hasil Tes Penguasaan Materi Bioteknologi Hasil tes penguasaan materi Bioteknologi dari 644 orang diperoleh data nilai rata-rata hasil belajar siswa sebesar=44,25 dengan simpangan baku = 7,52 dengan rata-rata persentase ketuntasan belajar siswa seluruhnya sebesar 10,87%. Kemudian persentase ketuntasan belajar siswa dari hasil penguasaan materi bioteknologi dapat dilihat dari Tabel 1. Dari 644 orang siswa yang di lakukan tes diagnostik sebanyak 574 (89,13%) siswa tidak tuntas pada indikator materi bioteknologi, yaitu sebanyak 48 (87,27%) siswa dari SMAN 2 Pujud, 26 (86,67,%) siswa dari SMAN 5 Tanah Putih, 20 (86,96% siswa SMAN 4 Tanah Putih, 90 (86,96%) siswa SMAN 1 Kubu, 75 (93,75%) siswa SMA 2 Bangko Pusako, 62 (86,11) siswa SMAN 2 B Sinembah,49 (89,09) siswa SMAN 1
Rimba Melintang, 43
(86,00%) siswa SMAN 1 Tanjung Melawan, 63 (91,30%) siswa SMAN 4 Bangko Pusako, 51 (87,93%) siswa SMAN 1 Bangko, 47 (88,68%) SMAN 1 Batu Hampar.
189
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 Tabel 1.
Jumlah yang Tuntas dan Tidak Tuntas dalam Tes Penguasaan Materi Bioteknologi Di SMA Negeri Se- Kabupaten Rokan Hilir Berdasarkan KKM 75 (%). Hasil Penguasaan materi Bioteknologi Tidak tuntas
Tuntas
Jumlah
%
Jumlah
%
SMAN 2 Pujud
48 Orang
87,27
7 Orang
12,73
SMAN 5 Tanah Putih
26 Orang
86,67
4 Orang
13,33
SMAN 4 Tanah Putih
20 Orang
86,96
3 Orang
13,04
SMAN 1 Kubu
90 Orang
93,75
6 Orang
6,25
SMA 2 Bangko Pusako
75 Orang
90,36
8 Orang
9,64
SMAN 2 B.Sinembah
62 Orang
86,11
10 Orang
13,89
SMA N 1 R.Melintang
49 Orang
89,09
6 Orang
10,91
SMAN 1 T. Melawan
43 Orang
86,00
7 Orang
14,00
SMAN 4 B.Pusako
63 Orang
91,30
6 Orang
8,70
SMAN 1 Bangko
51 Orang
87,93
7 Orang
12,07
SMAN 1 B.Hampar
47 Orang
88,68
6 Orang
11,32
Jumlah
574 Orang
89,13
70 Orang
10,87
Sekolah
Dari 9 Indikator yang ada diperoleh rata-rata kesulitan belajar siswa setiap indikator dapat disajikan dalam bentuk diagram gambar. Sebaran rata – rata persentase kesulitan belajar siswa setiap indikator pada materi Bioteknologi SMA Negeri se- Kabupaten Rokan hilir di
Persentase (%) Kesulitan Belajar Siswa
sajikan pada Gambar 1. 80 60 40 20 0 1
Gambar 1.
2
3
4
5
6
7
8
9
Rata-rata (%) kesulitan belajar siswa setiap indikator pada Materi Bioteknologi di SMA Negeri Se-Kabupaten Rokan Hilir.
Keterangan : 1 = Menjelaskan arti dan prinsip dasar Bioteknologi 2 = Menjelaskan ilmu yang berkaitan dengan Bioteknologi 3 = Menjelaskan perbedaan bioteknologi tradisional dan modern 4 = Menjelaskan contoh proses rekayasa genetika 5 = Menjelaskan proses kultur jaringan 6 = Menjelaskan proses rekombinan gen 7 = Memberikan contoh produk rekayasa genetika 8 = Menjelaskan dampak penggunaan bioteknologi 9 = Menjelaskan dampak penggunaan rekayasa genetika
190
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 Pembahasan Analisis Kesulitan Belajar Siswa pada Indikator Materi Bioteknologi Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan pilihan ganda untuk mengetahui penguasaan materi bioteknologi menunjukkan bahwa siswa mengalami kesulitan dalam mempelajari materi bioteknologi. Hal ini terlihat banyaknya siswa yang tidak tuntas untuk setiap indikator materi yang di ajarkan. Hal sesuai dengan pendapat yang disampaikan Ariani (2003), Bioteknologi bersipat aflikatif dan abstrak sehingga bioteknologi modern membutuhkan penguasaan dan konsep dasar yang benar.
Dari banyaknya siswa yang
diperolah dari siswa yang tidak tuntas 574 siswa atau sebesar 89,13% dan dan siswa yang tuntas sebanyak 70 siswa atau sebesar 10,87 %. Untuk tingkat kesulitan berada pada kategori sedang dan tinggi, ini sesuai dengan hasil tes dan wawancara yang dilakukan terhadap siswa yang mengatakan bahwa siswa mengalami kesulitan mempelajari materi bioteknologi. Berdasarkan ketegori yang digunakan rentang skor yang diperoleh termasuk ketegori tinggi.Tingkat kesulitan belajar siswa pada kategori tinggi terdapat pada indikator menjelaskan proses rekayasa genetika sebesar 67,44%, menjelaskan proses kultur jaringan sebesar 63,44%, menjelaskan proses rekombinasi gen sebesar 63,07% dan menjelaskan dampak penggunaan rekayasa genetika sebesar 63,17. Sedangkan Tingkat kesulitan belajar siswa yang tergolong pada kategori sedang terdapat pada indikator menjelaskan pengertian bioteknologi dan prinsip dasar sebesar 49,90%, menjelasakan ilmu yang berkaitan dengan bioteknologi sebesar 46,44%, menjelasakan perbedaan bioteknologi tradisional dan modern sebesar 52,23%, menjelaskan contoh produk rekayasa genetika sebesar 48,60% dan menjelaskan dampak penggunaan bioteknologi sebesar 48,06%. Dari kesembilan indikator materi bioteknologi tingkat kesulitan yang tinggi yaitu menjelaskan proses rekayasa genetika dengan persentase sebesar 67,44%. Tingginya tingkat kesulitan pada materi ini disebabkan siswa tidak pernah melakukan proses rekayasa genetika secara langsung. Selanjutnya materi yang mengalami kesulitan tinggi adalah indikator kelima yaitu Menjelaskan proses kultur jaringan persentase sebesar 63,44% dengan indikator mengurutkan langkah-langkah
dalam
pembentukan
kultur
jaringan
dan
dan
indikator
kedua
mengidentifikasi proses dan keuntungan serta melakukan kultur jaringan. Materi ini disebabkan siswa tidak memahami proses dan langkah- langkah dalam melakukan kultur jaringan, siswa juga kurang memahami keuntungan dan kerugian kultur jaringan. Materi yang mengalami kesulitan tinggi ketiga yaitu pada indikator menjelaskan dampak penggunaan rekayasan genetika dengan persentase sebesar 63,17% dengan kategori 191
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 tinggi. Hal ini disebabkan materi dampak penggunaan rekayasa genetika adalah hal yang baru dan pada materi ini lebih banyak memahami proses individu dengan proses rekayasa genetika. Materi yang mengalami kesulitan tinggi keempat yaitu pada indikator menjelaskan proses rekombinasi gen dengan persentase sebesar 63,07% dengan kategori tinggi dengan indikator mengidenifikasi proses dan produk rekombinasi gen dengan tingkat baru yang kita inginkan. Hal ini disebabkan materi rekombinasi gen hal yang baru dan pada materi ini lebih banyak memahami proses individu dengan teknologi gen, siswa sulit untuk mengingat dan memahami proses rekombinasi dan yang di pakai dalam rekombinasi gen. Besarnya tingkat kesulitan yang dialami siswa untuk materi bioteknologi disebabkan sebagian besar bersifat abstrak. Sebagai contoh siswa mengalami kesulitan membayangkan proses jaringan kloning pada hewan. Sekain itu besarnya kesulitan yang dialami siswa pada pada materi bioteknologi terutama pada materi rekombinan gen dan dampak bioteknologi modern maupun kultur jaringan disebabkan miskinnya pemahaman konsep pada siswa. Sudarman (2005), menyatakan bahwa salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan adalah masalah lemahnya proses pembelajaran. Proses pembelajaran di kelas masih diarahkan pada kemampuan anak untuk mengingat informasi. Pendidkan di sekolah saat ini terlalu menuntut anak harus menghapal berbagai bahan ajar yang harus diingat. Pembelajaran bioteknologi adalah kegiatan pembelajaran aflikasi dari organisme biologis sistem dan proses rekayasa dalam industry barang dan jasa untuk kepentingan manusia (Hartono, 2011), sehingga di perlukan metode pembelajaran yang tepat sehingga mudah dipahami. Peran guru dan metode pembelajaran faktor motivasi siswa harus maksimal agar siswa memperoleh hasil yang diharapkan. Ausabel dalam Dahar (2008), menekankan agar para guru mengetahui konsep – konsep yang relevan yang telah ada dalam struktur kognitif (otak) siswa, bila dalam struktur kognitif tidak terdapat konsep- konsep yang relevan maka pengetahuan baru yang di pelajari hanyalah hapalan semata.
KESIMPULAN Kesulitan belajar siswa berdasarkan indikator yang tinggi adalah
padaindikator
menjelaskan proses rekayasa genetika, menjelaskan proses kultur jaringan, menjelaskan proses rekombinasi gen dan menjelaskan dampak penggunaan rekayasa genetika dengan kategori tinggi. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, M. 2003. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
192
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 Arifin,
Z, Setiawan, A. (2012). Mengenal Identifikasi Kesulitan Belajar Hambatannya dalam Proses Belajar Mengajar di Sekolah.Jurnal Cakrawala Kependidikan.6 (2) : 112- 127.
Serta
Anita,S, 1998. Strategi Pembelajaran. Jakarta: Universitas Terbuka. Ahmadi & Supriyono.2004.Psikologi Belajar. Jakarta : Rineka Cipta. Asrori, M. 2007. Psikologi Pembelajaran. Jakarta: Wacana Ilmu. Asmani, Jamal Makmur, 2010. Tipe Lulus Akreditasi PanduanMutu Sekolah /Madarasah Berorientasi Komfetitif : laksana.
Sekolah/ Madarasah Yogyakarta:
Abdurrahman, M., 2003, Pendidikan Anak Berkesulitan Belajar, Jakarta : Rineka Cipta. Alexander, Marcia, Fernandes, Milton,. High Scholl Student Associated With Biotehknology and Moleculer Concept in Barazil. Jurnal Creative Education .2013.4(1) : 149-153. BAN/SM, 2009.Kebijakan dan Pedoman AKreditasiSekolah/Madrasah.
Jakarta: BAN S/M
Broussad, SC& Garrrison MEB., 2004.The Relation Between Clssroom and Academic chivment in Elementery School –Aged Childern. Family and Scinces Research journal, 2004:(33):106.
Consumer
Blazer.,Twenty Strategis to Student Motivation.,Jurnal Volume 0907., January
2010
Bal, S., Samanci,N.K,.& Bozkurt,O (2007). “University Student Knowledge and Attitude about Genetic Engering”.Eurasia Jurnal Of Teacher. Eurasia Journal Mathematic, Scince & Tecknology.3 (2).119-126. Caril, A. A., Sund R.B ( 1990). Teaching Moderen Scince, New York: Merril Company.
Publhising
Dalyono, M. 2010. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta. Degeng, I.N.S 1989. Mencari Penstrukturan Isi Teks Ajar dan Strategi Belajar Terhadap Perolehan Mengingat Fakta dan Memahami Konsep. Forum Penelitian Pendidikan,6 (1),74-91 Dawson, V. & Scbeci, R, 2003.Westeren Austaralia High School Student Attitudes toward Biotecnology Process.Journal of Biological. 38(1):60-67. Depdiknas, 2006.Tes Diagnostik. Jakarta: Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar. Djamarah, S.B. 2006. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta. Dahar, R, 2006. Teori dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Dimyati & Mujiono, 2013.Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. 193
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 Depdiknas, 2007.Tes Diagnostik, Jakarta: Direktorat Jenderal Manejemen Pendidikan Dasar, Direktorat Jenderal Pembinaan Sekolah Menengah Pertama. Engkoswara, A, Komariah ,2011. Adminitrasi Pendidikan. Bandung Alfabeta Fahdi, 2015.Analisis Kesulitan Penguasaan Perangkat PembelajaranBiotekhnologi Pada Guru SMA Se- Kabupaten Langkat. Tesis, Pascasarjana Unimed. Gelamdin, A. and Attran. (2013). Studen’s And Teacher’s Persefective OnBiotekhnology Education: A Review On Publications In Selected Journal. Gayda, E.W. 2004.Understanding Learning Dissability.Past President of LDACISSN 00131253.Vol. 2 Education Canada. Stele, Aubusson . (2004). The Challenger in Teaching Bioteknology., Research in Scince Education 34:365-387, 2004., Kluwer Academic Publisher, Printed in Netherland. Sanjaya, Wina. 2006. Satrategi Pembelajaran Beroorientasi Standar ProsesPendidikan, Jakarta: Kencana Prenada Group. Sohan, D, E .,Walizect, TM ,dan Briers ,Ge. (2003).” Knowledge., Attitudes, andPerception Regarding Biotechnology Aming College Studes”.J.Nat.Resour.Life. Scin. Educ,31.(5).5-11. Syukur.(2005). Teknologi Pendidikan. Semarang: RaSAIL ( Ranah- Ilmu – Ilmu Sosial dan Agama). Slameto. 1995. Belajar dan faktor- faktor yang mempengaruhi. Jakarta: Rineka Cipta. Hamalik, O., 2002. Kurikulum dan Pembelajarannya. Jakarta: Bumi Aksara. Hallahah, Daniel,D,F,J.M.,and, LIoyd,JW. (1985) Introduction Jersey:Prentice- Hall Inc.Jurnal Magsitra.2010,22 (73).33-34.
Disabilities,New
Hasnawiyah. (1994). Minat dan Motivasi Siswa Terhadap Jurusan Biologi Pada SMA si ujung Pandang. Skripsi.Ujungpandang: FMIFA IKIP Ujung Pandang. Hamalik, O. (1991). Strategi Belajar Mengajar. Bandung. Harjana, 1984.Kiat Sukses di Perguruan Tinggi . Yogyakarta: Kanisius. Hartono, R. 2011. Bioteknologi Pengembangan Tanaman Resisten terhada Hamadan penyakit, (On line), (htt://cs.upi.edu/upload, diakses 14 Juli 2016). Nana, S, 1990.Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar.Bandung Remaja Rosda Karya. Nur’ainun, 2014.Analisis Kesulitan Guru Biologi Melaksanakan Pembelajara) Materi Bioteknologi di SMP Se- Kabupaten Aceh Tamiang.Thesis Jurusan Penddidikan Biologi .Medan PPs, Unimed. 194
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 (OECD) Orgazanation for Economic CoperatioDevelopment,1982.Eutropication Of waters. OECD Publication Office.Paris. Mulyasa, E. 2003.Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung: Remaja Rosda. Mardiyanti,F., 1994. Kajian Kesulitan Belajar Siswa Kelas VII SMP Negeri 16 Yogyakarta Dalam Mempelajari Aljabar,Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta. Miarso, Yusuf,S, (2008). Menyemai buah Benih Teknologi Pendidikan.Cetakan Ketiga. Jakarta Kencana Prenada Media Group. Masjumi, N. 2008.Diagnosa dan Pemecahan Kesulitan Belajar. Jakarta. Erlangga Muhammad, A,H& Wan Sulong,WM.2003. Antara Minat da Sikap Pelajarterhadap Bahasa Arab: Satu Kajian Kes Pelajar Bachelor Bahasa Arab di IPTA Malaysia Wacana Pendidikan Islam (Sri 5). Pendidikan Islam dan Bahasa Arab. Pemangkin Peradaban Ummah. Fakulti Pendidikan Universitas Malaysia. Pratiwi, D,A. 2007. Buku Penuntun Biologi SMA untuk Kelas XII. Jakarta Erlangga. Purwaningsih,W. 2009. Identifikasi Kesulitan Pembelajaran Bioteknologi padaGuru.Sekolah Pasca Sarjana Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung. Pimroses, S,B. (1987). Moderen Biotecnology. Oxford: Blackwell Scientific Publication. Oxford , London. Purwo, B. K. (2009). Menjadi Guru Pembelajar. Jurnal Pendidikan Penabur 8 (13):64-70. Peter ,Education Outcomes of Tutoring AMeta–Analysis oAnita,S, 1998. Strategi Pembelajaran. Jakarta: Universitas Terbuka. Findings AmericanEducation Research jurnal. Summer 1982 19 (2): 237-248. Purwanto, M,N. 1994. Prinsip-prinsip dan Tekhnik Evaluasi dan Pengajaran.Universitas Pendidikan Bandung: Remaja Rosda Karya. Koksal, M & Cimen. 2000. Perseption of Persepctive Biology Teacher on Important and Difficulties of irgan as School – Subject /Word Aplled.Scinces journal, 5(4): 379-405. Kartono, K. 2008. Bimbingan Belajar di SMU dan Perguruan Tinggi. Jakarta: Raja Grafindo Persada : Jakarta Khalid, A. et al. (2011). “European Journal of Physic Education”.The effect of Herrmann Electric Circiut.2,(2), 1-23. Kek, C, Darmawan, N, & Chen,Y. 2007. Famili Learning Environment Learning Aproaches and Student Outcomes in a Malaysian Private University.International Education Journal.2007. 8 (2),318-336. L, Ango, Mary (2002), Mastery of Scince Proscess Skill and their effective useinthe teaching of Scince. An Edducology of Scince Education in Nigerian Context international. Journal of Educology, Vo.16.No.1. 195
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 Lerner, Janet. 2000. Learning Disabilities- 9 th Edition,Boston:Hought Miffin Company. Jurnal Magsitra, 22 (73) 33. Lovitt, T.C (1989), Introduction Learning Disabilities, Boston: Allyn and Bacan. Loekmono, 1994.Belajar Bagaimana Belajar. Jakarta: BPK Gunung Mulia . Raja, Anita,S, 1998. Strategi Pembelajaran. Jakarta: Universitas Terbuka B. 2002.On Learning Difficuktes @ Krisnamukti Foundation India. All righ reserved. Permision refrint any article from this journal shoud be addressed to the Chef Editor. Rifa’i, V. 2003.Upaya-upaya Meningkatkan Kebudayaan.40(9):130-143.
Hasil
Belajar.Jurnal
Pendidikan dan
Rothaar, R, Pittendirgh B.R.,& Orvis K.S (2006).” TheLego Analogy Model for Teaching Gene Seguencing and Bioteknology”.Jurnal BiologicalEducation. 40(4).25-30.3. Rahmadi, W. 2008.Diagnosis Kesulitan Belajar Matematika SMP dan Alternatif Proses Remedialnya. Yogyakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Matematika, Rahmah, N.(2013). Penerapan Asesment Portopolio dalam Upaya Meningkatkan Motivasi Belajar siswa SMP pada Praktikum. Suardana. 2007. Kurikulum Siswa SMAN Memahami Konsep Dasar Biogeokimia..Jurnal ilmiah Guru Kanderang Tingrang : 01(01): 46-51. Supriyono, A. 2004.Cooperative Learning: Teori dan dan Aplikasi Paikem. Yogyakarta: Pustaka Belajar. Suryani, Y. 2010. Kesulitan Belajar. Dosen Psikologi Magistra September. 2010. 22 (33) . 15-16. Syah, M. 2004. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung. Karya.
Remaja Rosda
Sardiman, A. 2014. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Rajawali Press. Suratman, 2009.Perbaikan Pembelajaran Melalui PTK Mata Pelajaran Matematika dan IPS pada Siswa Kelas VI Semester 1 SDN 1 Katengsari Kecamatan Kedungjati , Kabupaten Grobogan TahunPelajaran 2009/2010,UPBJ Semarang. Sumadi, S, Psikologi Pendidikan ( suatu Pengantar secara Operasional) JilidII Press,Yogyakarta,1973.
Rake
196
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 ANALISIS BUKU BIOLOGI SMA KELAS X MATERI KINGDOM ANIMALIA BERDASARKAN LITERASI SAINS SE-KABUPATEN DELISERDANG Fitriana Siregar1, Hasruddin2 dan Ely Djulia2 1)
Alumni Prodi Pendidikan Biologi Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan & Guru Biologi di SMKS Taman Siswa cabang Lubuk Pakam, Deliserdang dan 2) Tenaga Pengajar Prodi Pendidikan Biologi Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan. Medan . Email: [email protected]
ABSTRACT The aimed of this research was to know perception of biology teacher in Deliserdang for level of scientific literacy of Animalia Kingdom on senior high school biology book at grade X in Deliserdang. The method of this research was descriptive quantitative by analyzing 7 the Biology Books from different publisher for grade X on animalia Kingdom topic. Books was assessed by 63 biology teachers in Deliserdang. Teachers assessed Animalia Kingdom on Senior High School biology books at grade X in Deliserdang based of scale questioner Animalia Kingdom on Senior High School biology books grade X with science of the body of knowladge, science as a way of investigating, science as a way of thinking, and interaction science, technology, and society. Result of this research shown that persentage teacher’s perception of thema science as a body of knowledge was 21,68%, persentage of science as a way of investigating was 17,80%, persentage of science as a way of thinking was 16,99%, and persentage of interaction science, technology, and society was 16,81%. It can be concluded that percentage teacher’s percepption of scientific literacy of Animalia Kingdom on Senior High School biology books at grade X in Deliserdang was 73,28% (scientific literacy books). Keywords: biology book, kingdom animalia, science literacy ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi guru terhadap tingkat literasi sains buku biologi SMA kelas X materi Kingdom Animalia yang beredar di Kabupaten Deliserdang. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif dengan menganalisis buku biologi SMA kelas X materi Kingdom Animalia yang beredar di kabupaten Deliserdang, sebanyak 7 buku berdasarkan penerbitnya. Buku dinilai oleh Guru biologi SMA kabupaten Deliserdang yang berjumlah 63 guru. Guru menilai buku biologi SMA kelas X materi Kingdom Animalia berdasarkan skala penilaian buku biologi kelas X materi Kingdom Animalia berdasarkan sains sebagai batang tubuh ilmu pengetahuan, sains sebagai proses investigasi, sains sebagai cara berfikir, dan interaksi antara sains, teknologi, dan masyarakat. Hasil analisis menunjukkan bahwa persentase tema sains sebagai batang tubuh ilmu pengetahuan adalah 21,68%, persentase tema sains sebagai proses investigasi adalah 17,80%, persentase tema sains sebagai cara berfikir adalah 16,99%, dan persentase tema interaksi antara sains, teknologi, dan masyarakat adalah 16,81%. Sehingga persentase indikator literasi sains yang dipenuhi oleh buku biologi SMA kelas X materi kingdom Animalia yang beredar di kabupaten Deliserdang adalah 73,28% (berliterasi sains). Kata kunci: buku biologi, kingdom animalia, literasi sains
197
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 PENDAHULUAN Studi PISA tahun 2012 menunjukkan bahwa literasi sains negara Indonesia terdapat pada peringkat ke 64 dari 65 negara dengan skor rata-rata 382 sedangkan rata-rata skor ratarata internasional adalah 500 (Balitbang Kemdikbud, 2015). Hal ini berarti kemampuan ratarata siswa Indonesia dalam menggunakan pengetahuan dan mengidentifikasi masalah untuk memahami fakta-fakta dan membuat keputusan tentang alam serta perubahan yang terjadi pada lingkungan masih rendah jika dibandingkan dengan negara lain. Tinggi rendahnya literasi sains siswa dipengaruhi secara positif oleh sikap siswa terhadap sains dan latar belakang pendidikan orang tua. Literasi sains berkorelasi negatif dengan strategi problem based learning, penggunaan fenomena untuk mengilustrasikan topik, dan penyelidikan laboratorium, tetapi literasi sains berkorelasi positif dengan strategi kooperatif (peer teaching), dan pemodelan. Tinggi rendahnya sikap siswa terhadap sains dipengaruhi secara positif oleh pekerjaan yang diinginkan siswa, kegiatan belajar mengajar di kelas, latar belakang pendidikan orang tua, dan banyaknya waktu yang digunakan siswa untuk belajar sains. Kepercayaan diri dan motovasi belajar siswa berkolerasi positif dengan literasi sains. Semakin besar kepercayaan diri dan motivasi belajar sains, semakin besar literasi sains yang dicapai oleh siswa. (Ekohariadi, 2009). Menurut Glynn dan Muth (1994) salah satu langkah untuk membantu siswa dalam mencapai literasi sains adalah dengan menjamin bahwa kurikulum yang digunakan di sekolah adalah kurikulum yang mendukung upaya siswa dalam mempelajari sains secara bermakna. Dalam kurikulum yang berliterasi sains, membaca dan menulis dapat menjadi sarana untuk pembelajaran sains secara bermakna. Buku materi adalah bagian dari proses pembelajaran yang dilakukan guru dan siswa di sekolah. Buku materi juga merupakan sarana penunjang pemahaman siswa terhadap suatu materi, karena bisa dibaca baik disekolah maupun dirumah. Sehingga membantu tugas guru sebagai pendidik. Namun yang terjadi adalah banyak siswa yang mengalami miskonsepsi terhadap materi pembelajaran biologi, meskipun mereka memiliki buku materi. Contohnya yang terjadi terhadap siswa kelas X-IPA-4 SMAN 26 Jakarta dan siswa SMA se-Kota Medan, mengalami miskonsepsi di setiap subkonsep pada Klasifikasi Dunia Hewan (Septiana, 2014; Panggabean, 2011). Panggabean (2011) menganalisis bahwa siswa paling sering mengalami miskonsepsi pada konsep Porifera, Coelenterata, Platyhelminthes, Nemathelminthes, Annelida, Mollusca, Arthropoda, Echinodermata, dan Coelenterata.
198
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 Hal ini terjadi karena buku biologi yang digunakan sebagai pegangan guru maupun siswa memuat begitu banyak konsep-konsep yang terkadang sulit untuk dimengerti oleh siswa. Mela (2010) menyatakan bahwa tugas guru bukan hanya menyampaikan materi pembelajaran tetapi juga memilih material pembelajaran yaitu buku, dan dalam melakukan pembelajaran harus mengikuti atau memperhatikan pada tujuan siswa berkaitan dengan masa depan karir mereka sehingga bukan hanya mengikuti ketentuan kurikulum saja. Jika suatu masyarakat mengetahui bagaimana saintis bekerja dan mengambil kesimpulan dan apa yang membatasi kesimpulan mereka, maka masyarakat tersebut akan memiliki lebih banyak kemungkinan untuk bertindak dengan penuh pertimbangan seperti seorang saintis dan kemungkinannya akan sangat kecil untuk menolak atau menerima sesuatu secara tidak kritis (AAAS, 1993). Berdasarkan hasil observasi yang telah peneliti lakukan, diketahui bahwa siswa SMA Kelas X di Deliserdang belum memiliki kemampuan literasi sains. Siswa tidak dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diberikan oleh peneliti yang berkaitan dengan materi kingdom animalia yang telah disesuaikan dengan soal-soal berdasarkan literasi sains. Selain itu, berdasarkan wawancara yang dilakukan kepada peneliti dengan siswa-siswa tersebut ternyata ada berbagai buku pelajaran yang digunakan di sekolah-sekolah yang ada di Deliserdang. Untuk tingkat literasi sains pada isi buku biologi SMA dapat diketahui dengan menganalisis empat tema atau dimensi literasi ilmiah pada isi buku yang meliputi science as a body of knowledge, science as a way of thinking, science as a way of investigasting dan science and its interaction with technology and society. (Chiapetta, et al, 1991). METODE PENELITIAN Sampel terdiri dari 7 buku biologi kelas X materi Kingdom Animalia yang beredar di Kabupaten Deliserdang. Instrumen yang digunakan berupa skala penilaian buku biologi kelas X materi Kingdom Animalia berdasarkan sains sebagai batang tubuh ilmu pengetahuan, sains sebagai proses investigasi, sains sebagai cara berfikir, dan interaksi antara sains, teknologi, dan masyarakat. Penilaian dilakukan oleh peneliti dan guru biologi SMA kabupaten Deliserdang. Data yang didapat dianalisis dengan menggunakan rumus:
Intepretasi jawaban dikategorikan sbb: Sangat berliterasi sains = 81,00% - 100,00% Berliterasi sains = 61,00% - 80,99% 199
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 Kurang berliterasi sains = 41,00% – 60,99% Tidak berliterasi sains = < 40,99% HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan data yang diperoleh dari penilaian yang dilakukan guru biologi SMA di Kabupaten Deliserdang untuk masing-masing buku biologi SMA kelas X pada materi kingdom animalia berdasarkan literasi sains dengan menggunakan skala penilaian buku biologi kelas X materi kingdom animaliaa berdasarkan literasi sains yang telah disebar oleh peneliti dapat dilihat pada Tabel 1. di bawah ini. Tabel 1. Persepsi Guru Biologi SMA Kabupaten Deliserdang Terhadap Buku Biologi Kelas X Materi Kingdom Animalia yang Beredar di Kabupaten Deliserdang Berdasarkan Literasi Sains Penerbit Buku No
Tema
Sains sebagai batang tubuh ilmu pengetahuan Sains sebagai 2 proses investigasi Sains sebagai 3 cara berfikir Interaksi antara 4 sains, teknologi dan masyarakat Total indikator memenuhi LS Tidak memenuhi indikator LS Total
1
2
3
4
5
21,46
23,40
20,29
22,05
18,94
21,72
17,51
18,77
14,39
16,75
19,53
16,92
17,59
13,30
18,01
16,50
70,45
82,66
29,55
Re6
7
rata
1
100
22,98
20,71
20,88
21,68
16,58
16,67
17,80
16,25
15,49
16,41
16,99
17,59
19,11
15,57
17,59
16,81
71,21
76,01
72,73
68,35
71,55
73,28
17,34
28,79
23,99
27,27
31,65
28,45
26,72
100
100
100
100
100
100
100
Persentase persepsi penilaian guru biologi SMA kabupaten Deliserdang terhadap buku Biologi kelas X materi kingdom Animalia yang beredar di Kabupaten Deliserdang berdasarkan literasi sains dapat dilihat pada Gambar 1.
200
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016
Sains sebagai batang tubuh ilmu pengetahuan Sains sebagai proses investigasi Sains sebagai cara berfikir Interaksi antara sains, teknologi dan masyarakat Tidak memenuhi indikator LS
Gambar 1. Diagram Persepsi Guru SMA Kabupaten Deliserdang Terhadap Setiap Buku Biologi Kelas X Materi Kingdom Animalia yang Beredar di Kabupaten Deliserdang. Indikator literasi sains yang paling banyak muncul dalam buku materi Kingdom animalia kelas X yang beredar di Kabupaten Deliserdang adalah indikator menyajikan faktafakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan hukum-hukum. Namun yang muncul hanyalah fakta dan konsep saja,
seperti Elang jawa (Spizaetus bartelsi) adalah burung nasional
Indonesia karena kemiripannya dengan garuda dan juga merupakan simbol jenis satwa langka di Indonesia. Hewan adalah organisme multiseluler eukariotik. Prinsip-prinsip, dan hukumhukum tidak terdapat pada buku materi Kingdom animalia kelas X yang beredar di Kabupaten Deliserdang. Indikator kedua yang paling sering muncul adalah indikator melibatkan siswa dalam eksperimen, seperti meminta siswa untuk membuat pupuk dengan menggunakan cangkang bekicot yang ada di sekitar lingkungan rumah siswa. Aktivitas berfikir seperti buku meminta siswa untuk mencari informasi tentang pemanfaatan Porifera dalam berbagai bidang kehidupan dari berbagai media massa (majalah, surat kabar, tabloid, radio, televisi, atau internet). Selanjutnya buku meminta iswa untuk membuat artikel yang berisi informasi tentang pemanfaatan Porifera tersebut. Indikator ketiga yang sering muncul adalah indikator menyajikan hipotesis-hipotesis, teori-teori, dan model-model. Buku materi Kingdom animalia kelas X yang beredar di kabupaten Deliserdang memunculkan teori-teori tentang Kingdom animalia, seperti Cnidaria dapat berkembang biak secara seksual dan aseksual. Model-model yang dimunculkan dalam buku materi Kingdom animalia kelas X yang beredar di kabupaten Deliserdang, seperti Gambar 2. 201
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016
Gambar 2. Reproduksi Seksual pada Hydra Indikator keempat yang sering muncul adalah indikator mengharuskan siswa untuk menjawab pertanyaan melalui grafik-grafik, tabel-tabel, dll. Buku materi Kingdom animalia kelas X yang beredar di Kabupaten Deliserdang hanya mengharuskan siswa untuk menjawab pertanyaan melalui tabel-tabel saja, sedangkan grafik tidak ada sama sekali. Mengharuskan siswa menjawab pertanyaan melalui tabel seperti, buku meminta siswa untuk memperhatikan Tabel 2. Arthropoda berikut ini. Tabel 2. Ciri kelas yang terdapat pada filum arthropoda Kelas Ciri Tubuh terdiri
Antena Peredaran darah Kaki
Alat pengeluaran Alat pernafasan
I
II
III
IV
V
Kepala, dada, perut 1 pasang Terbuka
Kepala dan Kepala dan Kepala, perut dada bersatu dada bersatu
Kepala, dada, perut terbuka
Terbuka
Terbuka
Terbuka
3 pasang pada dada Badan Malphigi Trakea
4 pasang pada sefalotoraks Badan Malphigi Paru-paru
1 pasang pada tiap ruas tubuh Kelenjar hijau Insang
1 pasang atau lebih pada tiap ruas tubuh Nefridia
3 pasang
Trakea
trakea
nefridia
Kemudian siswa diminta menjawab pertanyaan dari buku dengan pertanyaan, Sebutkanlah yang termasuk kelompok insecta dari tabel diatas!
202
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 KESIMPULAN
Berdasarkan hasil diperoleh kesimpulan bahwa persepsi guru biologi SMA kelas X tentang tingkat literasi sains buku biologi SMA kelas X pada materi kingdom animalia dan peranannya bagi kehidupan adalah bahwa ketujuh buku tersebut merupakan buku yang berliterasi sains. Persentase tertinggi terdapat pada buku 2, yaitu 82,66%, yang berkategori sangat berliterasi sains. UCAPAN TERIMAKASIH Kami sangat berterimakasih kepada seluruh staf dinas pendidikan dan olahraga Kabupaten Deliserdang, kepala sekolah dan guru-guru biologi SMA yang telah memberikan izin dan bersedia dalam membantu penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA (AAAS) American Association for the Advancement of Science (1993) Benchmarks for science literacy. Washington, DC. http://tinyurl.com /cbn7md8 (diakses tanggal 21 September 2015). Balitbang Kemdikbud (2015) Survei Internasional PISA. litbang.kemdik bud.go.id/index.php.survei-internasi onal-pisa (diakses tanggal 22 September 2015) Campbell, N.A., J.B. Reece, L.A. Urry, M.L. Cain, S.A. Waserman, P.V. Minorsky & R.B. Jackson (2010) Biologi Edisi Kedelapan Jilid 2. Jakarta: PT. Erlangga Chiapetta, E.L., Fillman, Sethna (1991) Procedures for Conducting Content analysis of Science Textbooks, Texas: Department of Curriculum and Instruction, Houston. Chiappetta, E.L. dan T.R. Koballa (2010) Science Instruction in The Middle and Secondary Schools: Developing Fundamental Knowledge and Skills. United State of America: Pearson Education Inc. Ekohariadi (2009) Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Literasi Sains Siswa Indonesia Berusia 15 Tahun. Jurnal Pendidikan Dasar, 10(1), hlm. 28-41. Glynn, S.M., dan K.D. Muth (1994) Reading and Writing to Learn Science: Achieving Scientific Literacy. Journal of Research in Science Teaching, 31(9), hlm. 1057-1073. Mela, D. dan A. Supuran (2010) Textbook selection – an important factor in introducing ESP in vocational schools. a case study. Analele Universitătii din Oradea Fascicula: Ecotoxicologie, Zootehnie si Tehnologii de Industrie Alimentară, 3(1), hlm. 1514-1519.
203
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 Panggabean, H. N. S. (2011) Analisis Miskonsepsi Siswa dan Guru Biologi Tentang Materi Klasifikasi Dunia Hewan Pada SMA Se-Kecamatan Medan Helvetia. Medan: PPS Universitas Negeri Medan. Septiana, D. (2014) Identifikasi Miskonsepsi Siswa Pada Konsep Archaebacteria dan Eubacteria Menggunakan Two-Tier Multiple Choice. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah.
204
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN DENGAN METODE ROLE PLAYING PADA PEMBELAJARAN SISTEM EKSKRESI MANUSIA TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA DI KELAS XI IPASMA NEGERI 1 GALANG T.P 2013/2014 1
Ewi Mellysa Barus1 dan Tri Harsono2 Mahasiswa Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Medan, 2 Dosen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Medan Email: [email protected] ABSTRACT
This research aimsed to observe the effectiveness of learning with role playing method in the excretory system of human on outcomes of students in class XI IPA SMAN 1 Galang learning year 2013/2014. To observe the effectiveness in this research used four indicators: 1) mastery learning students completed in the classical 2) student activity categorized as active, 3) students responses positive categorized and 4) teacher’s ability to manage learning categorized good, when three of the four indicators are met, the condition number 1 should participate in it, then learing can be said to be effective. So in this research effectiveness of a learning seen from these four indicators.Type of this research is descriptive. The sample in this research is class XI IPA1, consists of 28 people. The Result showed that after applying role playing method, gained mastery learning students, reached with 89,28%. Students activity, active with 78,1%. Student’s responses, positive by 82,71%. Activity teacher, excellent value with the aquisition of 88,3%. Based on the research results obtained by the four indicators of effectiveness are met so that we can conclude the implementation of role playing method is effective on learning outcomes of students in the human excretory system. Keywords : effetiveness, role playing ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas pembelajaran dengan metode role playing pada pembelajaran sistem ekskresi manusia terhadap hasil belajar siswa di kelas XI IPASMA Negeri 1 Galang tahun pembelajaran 2013/2014. Untuk mengetahui efektivitas dalam penelitian ini maka digunakan empat indikator yaitu 1) Ketuntasan belajar siswa tuntas secara klasikal 2) Aktivitas siswa dikategorikan aktif, 3) Respon siswa dikatagorikan positif dan 4) Kemampuan guru mengelola pembelajaran dikategorikan baik, Bila tiga dari empat indikator tersebut terpenuhi, dengan syarat nomor 1 harus ikut didalamnya, maka pembelajaran dapat dikatakan efektif. Maka dalam penelitian ini efektivitas suatu pembelajaran dilihat dari keempat indikator tersebut.Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Sampel dalam penelitian ini adalah kelas XI IPA1 dengan jumlah siswa sebanyak 28 orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setelah menerapkan metode role playing, diperoleh ketuntasan belajar siswa, tuntas secara klasikal dengan perolehan sebesar 89,28%. Aktivitas siswa, aktif secara klasikal diperoleh sebesar 78,1%. Respon siswa, positif terhadap kegiatan pembelajaran sebesar 82,71%. Aktivitas guru, baik sekali dengan perolehan nilai sebesar 88,3%. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh maka keempat indikator efektivitas terpenuhi sehingga dapat disimpulkan penerapan metode role playing efektif terhadap hasil belajar siswa pada pembelajaran sistem ekskresi manusia. Kata Kunci: efektivitas, metode role playing 205
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016
PENDAHULUAN Efektivitas dalam pembelajaran merupakan suatu cara yang mengandung serangkaian pelaksanaan oleh guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi yang edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Interaksi atau hubungan timbal balik antara guru dan siswa ini merupaka syarata utama bagi berlangsungnya proses pembelajaran. Jika proses pembelajaran lebih didominasi oleh guru, maka efektivitas pembelajaran tidak tercapai. Untuk menciptakan kondisi pembelajaran yang efektif, guru dituntut agar mampu mengelola proses pembelajaran yang memberikan rangsangan kepada siswa sehingga ia mau dan mampu belajar. Menurut Johan (2012), untuk mengukur efektivitas pembelajaran juga dinilai dari segi guu dan siswa, sehingga untuk mengukur efektivitas pembelajaran ditetetapkan empat indikator, yaitu 1) Ketuntasan belajar siswa tutas secara klasikal, 2) Aktivitas siswa dikategorikan aktif, 3) Respon siswa dikategorikan positif dan 4) Kemampuan guru dalam mengelola kelas dikategorikan baik. Bila tiga dari empat indikator tersebut terpenuhi dengan syarat nomor 1 harus ikut didalamnya, maka pembelajaran dapat dikatakan efektif. Maka dalam penelitian ini efektivitas suatu pembelajaran dilihat dari keempat indikator tersebut. Dalam penelitian ini, sekolah yang akan dijadikan tempat penelitian adalah SMA Negeri 1 Galang. Berdasrkan hasil observasi kelas XI IPA SMA Negeri 1 Galang diketahui pembelajaran yang berlangsung kurang efektif, dalam proses belajar mengajar umumnya guru lebih dominan menggunakan metode ceramah. Metode ini memusatkan kegiatan belajar pada guru (teacher-centered). Siswa hanya duduk, mendengarkan dan menerima informasi sehingga siswa menjadi pasif. Guru menjadi satu-satunya sumber informasi sehingga kegiatan pembelajaran berlangsung satu arah, dengan begitu aktivitas siswa terlihat rendah dan siswa lebih sering belajar dengan menghafal dan memahami seta menghayati materi. Sehingga hal tersebut berdampak pada hasil belajar siswa yang rendah. Berdasarkan keterangan dari ibu Nurhayati, hal tersebut disebabkna kurangnya pemahaman guru SMA Negeri 1 Galang akan metode pembelajaran, dan kurang memadainya fasilitas pembelajaran yang ada di SMA Negeri 1 Galang. Cara penerimaan informasi kurang efektif karena tidak adanya proses enguatan daya ingat, walaupun ada proses penguatan yaitu berupa pembuatan catatan seperti meringkas. Hal ini menyebabkan siswa terkadang merasakan situasi belajar yamh membosankan dan kesulitan dalam memahami konsep biologi karena siswa cenderung belajar dengan menghapal tanpa memahami materi.
206
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 Pada nilai ulangan harian kelas XI IPA SMA Negeri 1 Galang khususnya siswa kelas XI IPA1 yang belum mencapai nilai ketuntasan secara menyeluruh atau klasikal sekitar 53% siswa yang tuntas dan 47% siswa belum mencapai nilai ketuntasan pada KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) 75. Siswa yang nilai hasil belajar dengan nilai hasil 81-100 sekitar 49% dan pada nilai 60-80 sekitar 51%. Hal tersebut memperlihatkan bahwa pembelajaran siswa kelas XI SMA Negeri 1 Galang belum efektif. Menurut Rustiyah dalam Suryosubroto (2009), salah satu syarat mengajar secara efektif
adalah
dengan
mempergunakan
banyak
metode
mengajar
(variasi
metode).Berdasarkan uraian diatas menunjukkan bahwa perlu dilakukan usaha untuk meningkatkan efektivitas dalam pembelajaran dengan pemilihan metode belajar yang mampu mengembangkan siswa lebih aktif. Dalam hal ini penerapan metode role playing dianggap sebagai metode efektif untuk menyelesaikan masalah dalam pembelajaran, khususnya pada materi sistem ekskresi di kelas XI IPA1 SMA Negeri 1 Galang. Metode role playing mampu membuat siswa menjadi lebih aktif, antusias, mendalami materi melalui penghayatan skenario yang merancang seimajinatif mungkin, siswa dapat bekerjasama dan saling memberi informasi. Selain itu metode role playing membuat proses belajar menjadi lebih menyenangkan juga akan menciptakan hubungan yang baik antara siswa dan guru sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik. Menurut Kincoko (2010), role playing sebagai suatu metode pembelajaran efektif yang bertujuan untuk membantu siswa menemukan makna diri (jati diri) di dunia sosial dan memecahkan dilema dengan bantuan kelompok.. Menurut penelitian Fina (2012), keefektifan metode bermain peran tergolong tinggi, hal tersebut terlihat dari rata-rata hasil belajar siswa yaitu 81,1, ketuntasan belajar secara klasikal tergolong tinggi dengan persentase 90%, ketuntasan ketercapain indikator 80%. Selanjutnya, menurut penelitian Windari (2010) efektifitas metode role playing pada materi sistem reproduksi sangat efektif karena penguasaan materi mencapai 79,3% ketuntasan hasil belajar mencapai 87,5 % dan tingkat ketercapaian indikator 80 %.
METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 1 Galang, Kabupaten Deli Serdang. Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap Tahun Pelajaran 2013/2014. Populasi 3 kelas XI IPA. Dalam penelitian ini yang menjadikan sampel ialah kelas XI IPA1 yang terdiri dari 28 siswa. Jenis penelitian ini adalah deskriptif.Alat pengumpul data Tes, Lembar Observasi dan Lembar Angket Respon. 207
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 Teknik Analisis Data 1. Ketuntasan Belajar a. Untuk mengetahui ketuntasan belajar secara individual (perorangan) digunakan rumus : K
X x 100% M
Keterangan : K = ketuntasan belajar secara individu X = Skor yang diperoleh siswa M = Skor maksimal Dengan Kriteria: 0% < K <75% = Siswa belum tuntas belajar 75% ≤ K ≤ 100% = Siswa telah tuntas belajar b. Untuk mengetahui ketuntasan belajar keseluruhan dengan menghitung persentase siswa di kelas yang telah tuntas belajar dengan rumus: D
X x 100% N
Keterangan : D = ketuntasan belajar klasikal X = Jumlah siswa yang telah tuntas belajar N = Jumlah seluruh siswa Dengan Kriteria: 0% < D <75% = secara klasikal belum tuntas belajar 75% ≤ D ≤ 100% = secara klasikal telah tuntas belajar 2. Aktivitas Belajar Siswa Setiap siswa akan memperoleh nilai dari banyaknya aktivitas yang dilakukan masingmasing siswa . a. Penilaian aktivitas belajar siswa atau individu
Keterangan : X = Skor perolehan aktivitas belajar siswa K = Skor maksimum dari aktivitas belajar siswa b. Penilaian aktivitas siswa/kelas 208
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016
Keterangan : Xt = Skor total perolehan aktivitas belajar siswa K = Jumlah seluruh siswa 3. Respon Siswa Dalam menganalsis respon siswa digunakan rumus dibawah ini:
Kriteria penilaian: 1. 0%-50%
: tidak baik
2. 51%-59%
: kurang baik
3. 60%-69%
: cukup baik
4. 70%-84%
: baik
5. 85%-100%
: baik sekali
4. Observasi Aktivitas Guru Untuk menghitung aktivitas guru dengan menggunakan rumus:
Kriteria penilaian: 1. 0%-50%
: tidak baik
2. 51%-59%
: kurang baik
3. 60%-69%
: cukup baik
4. 70%-84%
: baik
5. 85%-100%
: baik sekali
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Ketuntasan Belajar Siswa Persentase tingkat ketuntasan belajar siswa pada pembelajaran sistem eksresi pada manusia dapat dilihat pada Gambar 1. dibawah ini.
209
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016
89,28 % 10,71 %
Tidak Tuntas
Tuntas
Gambar 1. Persentase Tingkat Ketuntasan Siswa Berdasarkan pada diagram diatas diketahui terdapat 10,71% atau 3 orang siswa yang tidak tuntas belajar dan 89,28% atau 25 orang siswa yang telah tuntas belajar. Dengan demikian ketuntasan belajar secara klasikal telah terpenuhi karena terdapat 89,28% dari 28 siswa telah memperoleh nilai tes ≥ 75.
2. Aktivitas Siswa Untuk mengamati aktivitas belajar peneliti melibatkan observer dengan mengisi lembar observasi (lampiran 3) yang telah dipersiapkan sebelumnya.Pengamatan aktivitas
Jumlah siswa
belajar siswa dapat dilihat dari tingkat aktivitas siswa dibawah ini: 28 24 20 16 12 8 4 0 sangat aktif cukup kurang tidak aktif aktif aktif aktif
Gambar 2. Diagram Tingkat Aktivitas Siswa Dari hasil pengamatan terhadap aktivitas siswa dapat dikatakan bahwa secara keseluruhan siswa tergolong aktif. Hal ini terlihat dari persentase rata-rata keaktivitan siswa yaitu sebesar 78,1% yang diamati pada setiap pertemuan.
3. Jumlah Siswa Yang Memberi ResponTerhadap Kegiatan Belajar Untuk mengetahui respon siswa terhadap kegiatan belajar peneliti memberikan siswa lembar angket yang telah disediakan. Respon siswa terhadap kegiatan belajar dapat dilihat pada diagram 3 dibawah ini:
210
Jumlah Siswa
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 28 24 20 16 12 8 4 0 sangat baik
baik
cukup baik kurang baik tidak baik
Gambar 3. Jumlah Siswa yang Memiliki Respon Terhadap KBM Dari hasil pengumpulan data terhadap angket respon siswa dapat diinterpretasikan bahwa secara keseluruhan rata-rata siswa memiliki respon yang baik. Hal tersebut dapat terlihat pada tingkat persentase respon siswa yaitu sebesar 82,71%. Jumlah siswa yang memiliki respon rerdasarkan kategori dapat dilihat pada Gambar 4 . Sangat Tidak Berminat/Senang/Tertarik Tidak Berminat/Senang/Tertarik Kurang Berminat/Senang/Tertarik Berminat/Senang/Tertarik
28 24 20 16 12 8 4 0
Sangat Berminat/Senang/Tertarik Kesan Minat Minat Minat Mengikuti Bimbingan Pemberian Terhadap KBM Guru KBM Latihan
Kesan Terhadap Metode
Gambar 4. Jumlah Siswa yang memiliki Respon Berdasarkan Kategori
4. Aktivitas Guru Pengamatan yang dilakukan oleh guru bidang studi adalah bagaimana kemampuan peneliti yang menjadi guru dalam mengajarkan materi yang akan diteliti dengan mengisi lembar observasi yang telah disediakan dan memberi kritik serta masukan kepada peneliti. Persentase penilaian hasil pengamatan aktivitas peneliti sebagai guru disetiap pertemuan dapat dilihat pada diagram dibawah ini:
211
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016
Persentase
Aktivitas Guru 100 80 60 40 20 0 pertemuan 1
pertemuan 2
pertemuan 3
Gambar 5. Persentase penilaian Aktivitas Peneliti Sebagai Guru Persentase penilaian aktivitas peneliti sebagai guru pada setiap pertemuannya dapat dikatakan sangat baik. Hal tersebut terlihat dari perolehan persentase nilai rata-rata guru berdasarkan 20 indikator yaitu sebesar 88,3%. PEMBAHASAN 1. Ketuntasan Belajar Untuk ketuntasan belajar siswa pada postes terdapat 3 orang siswa yang belum tuntas dan 25 siswa telah tuntas. Perolehan nilai rata-rata hasil belajar siswa yaitu sebesar 83,2. Dengan demikian ketuntasan klasikal telah tercapai karena terdapat 89,2% dari 28 siswa yang telah mencapai nilai ketuntasan ≥ 75. Berdasarkan penelitian Fina (2012), keefektifan metode bermain peran tegolong tinggi, hal tersebut terlihat dari rata-rata hasil belajar siswa yaitu 81,1, ketuntasan belajar secara klasikal tergolong tinggi dengan persentase 90%. Hal ini membuktikan bahwa pembelajaran dengan menggunakan metode role playing efektif dalam mencapai nilai ketuntasan belajar siswa. 2. Aktivitas Siswa Keaktifan siswa tergolong aktif dengan rata-rata sebesar 78,1%. Hal ini memperlihatkan bahwa metode role playing mampu memacu aktivitas siswa. Menurut Sharry dan Jones dalam Sagiharti (2009), metode role playing dianggap relevan dalam pembelajaran sains karena metode ini berpusat pada siswa dan berbasis permainan. Metode ini lebih melibatkan siswa dari segi fisik (dengan menampilkan peran di depan kelas) dan intelektual (dengan menghayati naskah). 3. Jumlah Siswa Yang Memberi ResponTerhadap Kegiatan Belajar Berdasarkan data respon siswa, sebagian besar siswa sudah menyukai pembelajaran dengan metode role playing.Berdasarkan penelitian Nurita (2008) Berdasarkan hasil penelitian ini terbukti bahwa para siswa memandang positif penggunaan metode bermain peran (role playing) dalam pembelajaran dan siswa lebih aktif dan berpartisipasi dalam belajar, karena dengan penerapan metode role playing pengalaman belajar siswa menjadi 212
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 lebih menyenangkan dan pesan belajar yang disampaikan lebih bermakna hal tersebut dapat dilihat dari hasil belajar yang diperoleh siswa. 4. Aktivitas Guru Adanya peningkatan terhadap aktivitas peneliti sebagai guru disetiap pertemuannya dikarenakan pada setiap berakhirnya jam pelajaran biologi, guru bidang studi memberi saran dan masukan kepada peneliti terhadap kekurangan peneliti sebagai guru selama jam pelajaran berlangsung serta mendiskusikan hal-hal yang menjadi kendala bagi peneliti selama kegiatan pembelajaran, sehingga setiap saran yang diberikan oleh guru bidang studi dilaksanakan oleh peneliti. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dari hasil analisa maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1.) Tercapai ketuntasan belajar secara klasikal yaitu sebesar 89,28% 2.) Aktivitas siswa secara klasikal tergolong aktif yaitu sebesar 78,1% 3.) Respon siswa dikategorikan positif yaitu sebesar 82,71% 4.)Aktivitas guru (peneliti) dikategorikan baik sekali dengan persentase sebesar 88,3% DAFTAR PUSTAKA Fina, S. (2012). Efektivitas Penggunaan Metode Role Playing Dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Sistem Pernapasan Manusia Di Kelas XI IPA SMA Negeri 10 Medan Tahun Pembelajaran 2011/2012. Skripsi, Universitas Negeri Medan (Tidak Dipublikasikan) Kincoko, D., (2010), Penerapan Metode Role Playing Pada Materi Pokok Golongan Darah Pada Manusia Untuk Meningkatkan Hash Belajar Biologi Siswa Kelas XI IPA SMA Muhammadiyah 2 Surakarta Tahun Ajaran 2009/2010, Skripsi, Universitas Muhammadiab Surakarta. Nurita, E. (2008), Persepsi Siswa Terhadap Metode Bermain Peran (Role Playing) dan Hubungannya Dengan Hasil Belajar Siswa Pada Materi Pokok Sistem Pencernaan Manusia Kelas VIII SMP Negeri 1 Aek Kota Batu T.P 2007/2008, Skripsi, Universitas Negeri Medan,(Tidak Dipublikasikan) Johan. (2012). Efektifitas Pembelajaran Kooperatif Dengan Strategi Berwisata Pada Materi Persegi Panjang dan Persegi Dikelas VII SMP. Jurnal Universitas Negeri Surabaya Suryosubroto, B. (2009). Proses Belajar Mengajar Disekolah. Jakarta: Rineka Cipta Sagiharti, G. (2009). Penerapan Metode Bermain Peran Pada Pembelajaran Struktur Atom Di Kelas X MAN Medan Tahun Pembelajaran 2008/2009. Medan: FMIPA, Unimed 213
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 Windari. (2010), Efektivitas Pembelajaran Dengan Metode Bermain Peran (RolePlaying) terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Materi Pokok SistemReproduksi Manusia Kelas XI Semester II SMAN 1 T. Morawa MedanTahun Pembelajaran 2009/2010, FMIPA, Unimed, Medan
214
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 PENGARUH MODEL DISCOVERY LEARNING BERBANTUAN MULTIMEDIA TERHADAP KETERAMPILAN BERPIKIR TINGKAT TINGGI PADA MATERI SISTEM PERNAPASAN DI SMA NEGERI 5 LANGSA Rahmat Surya S Mahasiswa Program Studi Pendidikan Biologi, Program Pascasarjana, Universitas Negeri Medan Jl. William Iskandar Pasar V Medan Estate Medan, Sumatera Utara, Indonesia Email: [email protected] ABSTRACT This research is aimed to study effect of discovery learning model assisted multimedia on: high order thinking of students SMA Negeri 5 Langsa at Topic Respiratory system; This quasi experiment with a sample of three classes using cluster random sampling technique. Class XI MIA 1 used a model of discovery learning; Class XI MIA 2 used discovery learning assisted multimedia; class XI MIA 3 used a direct instruction model (control). The research instrument is a matter of description to test the science process skills and high order thinking and observation sheet format for the ability to asking. The technique of data analiysis was ANACOVA followed by Tukey's test at the level of significance α=0,05 by using SPSS 21,0. The research result showed: There was significant effect of discovery learning model assisted multimedia (87,499±10,03), discovery learning model (79,703±10,79), direct interaction (73,897±13,38) to high order thinking with F=11,485, p=0,000; Keywords: high order thinking discovery learning model, assisted multimedia. PENDAHULUAN Pendidikan merupakan sarana penting untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia dalam menjamin kelangsungan pembangunan suatu bangsa. Pendidikan yang bermutu dan berkualitas tergantung pada tiga hal yaitu kurikulum, pendidik, dan sarana. BSNP (2006) menyatakan bahwa tujuan pembelajaran biologi mampu mengembangkan kemampuan berpikir analitis, induktif dan deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip biologi. Sehubungan dengan hal tersebut, maka sistem penyelenggaraan pendidikan termasuk pembelajaran dan penilaian hasil belajar diharapkan dapat berubah dari pola berpusat pada guru dan berorientasi materi (subject matter oriented) ke pola lebih berpusat pada peserta didik dan berorientasi pada kecakapan hidup (life skill oriented), kecakapan berpikir, kecakapan sosial, kecakapan akademik, dan kecakapan vakasional (Depdiknas, 2003). Proses pembelajaran yang ada selama ini belum optimal karena peserta didik masih belum aktif dalam mengikuti pembelajaran. Peserta didik hanya duduk diam dan mendengarkan materi dari guru. pembelajaran yang sering dilakukan oleh guru adalah pembelajaran ekspositori (exspository learning) yang merupakan proses pembelajaran berpusat pada guru (teacher centered). Pembelajaran seperti ini akan mengakibatkan keterampilan berpikir kritis 215
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 peserta didik kurang optimal dan hal ini tidak sesuai dengan standar kompetensi lulusan menurut Peraturan Menteri No 23 Tahun 2006. Di samping itu guru jarang menggunakan multimedia sebagai media pembelajaran di kelas. Kenyataan di sekolah terdapat beberapa alat multimedia yang bisa digunakan dalam pembelajaran. Hal ini dibenarkan guru, tetapi tidak menggunakan multimedia sebagai media pembelajaran karena kemampuan guru menggunakan alat multimedia terbatas dan masih kurangnya pelatihan guru dalam menggunakan alat-alat multimedia pembelajaran. Seharusnya sebagaimana pendapat Yeoman (2014) menyatakan guru harus jeli memanfaatkan teknologi informasi sebagai media pembelajaran dalam menggunakan model pembelajaran karena mengimplementasikan multimedia berpengaruh terhadap hasil belajar peserta didik. Survey Trend International Mathematics Science (TIMSS) tahun 2007 melaporkan tentang nilai rata-rata sains pada domain kognitif yang merupakan aspek penting dalam kemampuan pemecahan masalah. Indonesia berada pada tingkat 36 dari 49 negara di dunia. Indonesia memperoleh skor Knowing adalah 425, applying adalah 426 dan reasoning 438 yang dibawah skor rata-rata TIMSS, yaitu 500. Sedangkan data dari Dinas Pendidikan Provinsi Aceh diperoleh nilai Ujian Nasional tahun 2014-2015 untuk pelajaran IPA menduduki peringkat paling bawah dibandingkan mata pelajaran lain dengan rincian Bahasa Indonesia 65,31, Bahasa Inggris 65,21, Matematika 65,82 sedangkan IPA 62,68. Hal ini dapat terjadi karena kecenderungan pembelajaran IPA/Sains di Indonesia yang dikemukakan oleh Depdiknas (2007), bahwa: (1) Pembelajaran hanya berorientasi pada tes/ujian; (2) Pengalaman belajar yang diperoleh dikelas tidak utuh dan tidak berorientasi pada tercapainya standart kompetensi dan kompetensi dasar; (3) pembelajaran lebih bersifat teacher centered; (4) siswa hanya mempelajari IPA pada domain kognitif yang terendah dan tidak dibiasakan untuk mengembangkan potensi berpikirnya; (5) cara berpikir yang dikembangkan dalam kegiatan belajar belum menyentuh domain affektif dan psikomotor; (6) alasan yang sering dikemukakakan oleh para guru adalah keterbatasan waktu, sarana, lingkungan belajar, dan jumlah siswa per kelas terlalu banyak ; dan (7) evaluasi yang dilakukan hanya berorientasi pada produk belajar yang berkaitan dengan domain kognitif dan tidak menilai proses. Berdasarkan observasi awal, diperoleh gambaran bahwa keterampilan berpikir tingkat tinggi di SMA Negeri di Kota Langsa masih rendah. Peserta didik
belum mampu
menemukan sendiri konsep biologi yang telah dipelajari. Proses pembelajaran di SMA Negeri di Kota Langsa belum sepenuhnya berpusat pada peserta didik (konvensional). Guru hanya menyajikan materi secara teoritik dan abstrak sedangkan peserta didik pasif, siswa hanya 216
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 mendengarkan guru ceramah di depan kelas. Kurang optimalnya penggunaan multimedia yang tersedia di sekolah serta kurang bervariasi model pembelajaran yang diterapkan guru, sebagai salah satu penyebab rendahnya keterampilan proses sains, berpikir kritis dan keterampilan bertanya yang mengakibatkan rendahnya hasil akhir belajar peserta didik. Salah satu upaya yang dilakukan peneliti dalam penelitian ini adalah merancang proses pembelajaran berbantuan eksperimen dan penemuan. Model discovery learning rnerupakan satu komponen penting di dalam pendekatan konstruktivisme (Kemdilkbud, 2013) sehingga model ini tepat digunakan dalam pembelajaran. Model discovery learning merupakan salah satu model instruksional kognitif yang sangat berpengaruh untuk mencapai pengetahuan konseptual yang ditemukan oleh Bruner (1966 dalam Kemdikbud, 2013). Dalam kurikulum 2013 selain menekankan menggunakan model pembelajaran penemuan (discovery learning) melalui mengamati, menanya, mencoba, menalar dan menyaji juga menggiring peserta didik untuk menemukan konsep yang sedang dipelajari melalui deduksi, diajak untuk mencari tahu bukan diberi tahu. Beberapa saran dari peneliti sebelumnya agar model ini berhasil diusahakandengan mengimplementasikan alat-alat bantu pembelajaran sebagaimana hasil penelitian Yunginger (2007) menyatakan penerapan model pembelajaran yakni integrasi e-learning dan discovery learning pada penyajian mata kuliah termodinamika dapat meningkatkan hasil belajar. Berdasarkan dari fakta, kondisi, dan data hasil penelitian yang berkaitan dengan pembelajaran seperti yang diuraikan diatas, maka kegiatan pembelajaran biologi harus lebih diarahkan pada proses pembelajaran yang mengaktifkan siswa untuk memperoleh berbagai macam kemampuan yang dapat dianggap relevan untuk meningkatkan keterampilan proses sains, kemampuan berpikir tingkat tinggi dan keterampilan bertanya siswa diantara model discovery learning berbantuan multimedia dan direct interaction. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan jenis penelitian quasi ekperimen. Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 5 Langsa kelas XI semester genap Tahun Pembelajaran 2015/2016. Adapun yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI di SMA Negeri 5 Langsa yang berjumlah 129 siswa yang terbagi kedalam 4 kelas yaitu kelas XI MIA-1 sampai XI MIA-4. Pengambilan sampel dengan cluster random sampling, karena diambil secara acak sebanyak 3 kelas dari 4 kelas yang ada yakni Kelas A (XI MIA-1) jumlah 31 siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran Discovery learning (DL), kelas B (XI MIA-2) dengan jumlah 32 siswa 217
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 dengan model pembelajaran Discovery learning berbantuan multimedia dan kelas C (XI MIA-4) dengan jumlah 34 siswa menggunakan model pembelajaran Diriect Interaction (DI). Tes kemampuan berpikir tingkat tinggi dibuat dalam bentuk tes esai. Kisi-kisi tes kemampuan berpikir tingkat tinggi dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Kisi-kisi Tes Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Aspek yang Jumlah Soal dinilai C4 C5 C6
No Indikator
1. 2. 3.
Struktur sistem pernapasan pada 8 manusia Proses sistem pernapasan manusia 1,2
5
Penyakit dan kelainan pada sistem 6 pernapasan
7
2 2
Jumlah
3,4
4 8
Keterangan : C4= Analisis C5= Evaluasi C6= Kreasi Teknik analisisi data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis berupa deskriptif dan analisis inferensial. Data yang diperoleh selanjutnya disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi menggunakan aturan Lilifors dan dalam bentuk histogram. Analisis statistik inferensial dilakukan untuk menguji hipotesis, sebelum pengujian hipotesis, terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat yaitu dengan menggunakan uji normalitas dengan uji lilifors atau dengan pendekatan Kolmograv-Smirnov pada taraf signifikan α= 0,05. Uji homogenitas data dilakukan dengan menggunakan pendekatan Levene’s Test pada taraf signifikan α = 0,05. Setelah persyaratan terpenuhi selanjutnya dilakukan pengujian hipotesis penelitian, untuk data sikap ilmiah mahasiswa dianalisis dengan menggunakan teknik Analisis Varians satu jalur (One Way Anova). Selanjutnya, apabila hasil statistik F hitung pada taraf signifikan α= 0,05 terdapat perbedaan rata-rata antara ketiga kelompok sampel sebagai akibat variable bebas, maka analisis akan dilanjutkan dengan uji Tukey’s test. Data dianalisis dengan menggunakan Software SPSS 21.0. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis kovariat (Anacova) secara signifikan berpengaruh terhadap keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa (F=11,485; P=0,000). Selanjutnya uji Tukey menunjukan keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa yang dibelajarkan dengan model discovery berbantuan multimedia
(87,499±10,03) secara signifikan lebih tinggi dibandingkan
keterampilan berpikir tinggkat tinggi yang dibelajarkan dengan model discovery (79,703±10,79) dan direct interaction (73,897±13,38) (gambar 2)., Discovery berbantuan 218
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 multimedia dan direct interaction memberikan efek yang signifikan terhadap keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa.
Gambar 1. Pengaruh model discovery learning, discovery learning berbantuan multimedia dan direct interaction terhadap keterampilan berpikir tingkat tinggi (F=11,485; P=0,000). Keterangan: Huruf yang berbeda di atas diagram berarti berbeda signifikan (Uji Tukey).
Sumarni (2013) pembelajaran berbasis multimedia untuk meningkatkan penguasaan konsep kimia dan keterampilan berpikir mahasiswa dengan hasil penelitian pembelajaran berbasis multimedia mampu meningkatkan penguasaan kemampuan berpikir tingkat tinggi untuk kelompok eksperimen pada tingkat capaian tinggi, sedangkan pada kelompok kontrol hanya pada tingkat capaian sedang. Begitu pula dengan penerapan model discovery learning dan direct interaction juga mengalami peningkatan rata-rata berpikir tingkat tinggi siswa. hal ini senada dengan hasil penelitian Sulastri (2013) Perbandingan kemampuan berpikir tingkat tinggi antara penerapan model discovery learning dengan memanfaatkan potensi ekosistem pesisir dan pembelajaran konvensional pada siswa kelas X SMA N 1 Tanjungsari berdasarkan hasil penelitian yang merujuk pada hasil uji t diperoleh simpulan bahwa terdapat perbedaan kemampuan berpikir tingkat tinggi antara penerapan Model Discovery Learning dengan memanfaatkan potensi ekosistem pesisir dan pembelajaran konvensional pada siswa kelas X SMA N 1 Tanjungsari. King (2006) menyatakan bahwa dalam berpikir tingkat tinggi diperlukan kemampuan berpikir yang tidak lazim, melibatkan metakognisi, berpikir reflektif, berpikir kritis dan kreatif. Kemampun berpikir tersebut dapat diaktifkan dengan strategi pembelajaran penemuan. KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan maka dapat disimpulkan sebagai berikut. Ada pengaruh model discovery learning berbantuan multimedia terhadap berpikir tingkat tinggi siswa pada materi sistem pernapasan di kelas XI SMA Negeri 219
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 5 Langsa. Berpikir tingkat tinggi siswa yang menggunakan discovery learning berbantuan multimedia
(87,499±10,03),
discovery learning (79,703±10,79), dan direct interaction
(73,897±13,38) terhadap berpikir tingkat tinggi dengan nilai F=11,485, p=0,000. SARAN Berdasarkan simpulan yang telah dikemukakan, maka sebagai tindak lanjut dari penelitian ini disarankan beberapa hal sebagai berikut: Berdasarkan simpulan, aka sesuai dengan hasil penelitian yang didapatkan, disarankan beberapa hal sebagai berikut: (1) Bagi guru khususnya guru biologi disarankan untuk menggunakan model pembelajaran seperti model pembelajaran discovery learning yang berbantuan multimedia pada materi sistem pernapasan sebagai usaha menarik minat dan motivasi siswa untuk meningkatkan keterapilan proses sains, berpikir tingkat tinggi dan keteramapilan bertanya siswa. (2) Bagi guru biologi hendaknya dapat menerapkan model pembelajaran yang ada sehingga siswa lebih termotovasi untuk belajar dalamupaya meningkatkan keterapilan proses sains, berpikir tingkat tinggi dan keteramapilan bertanya siswa. (3)
Bagi guru biologi maupun mahasiswa yang berkeinginan dalam meneliti
keterampilan proses sains
hendaknya menggunakan waktu yang cukup lama agar
memperoleh hasil yang lebih maksimal lagi. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis menyampaikan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Herbet Sipahutar, M.Sc, M.Si, Bapak Dr. Syahmi Edi, M.Si, Ibu Dr. Fauziyah Harahap, M.Si, Sebagai nara sumber dalam penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, S, (2003), Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksar. Arikunto, S, (2006), Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Arrend, R, (2001), Learning To Teach. New York: The McGraw-Hill. BNSP, (2006), Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar SMA/MA, Jakarta: Badan Standar Nasional Pendidikan. Cohen, L.D, Townsend, R.R, (2008), In the Clinic Hypertension, Available from: (www.annals.org/intheclinic/. Diakses 16 Oktober 2015). Dahar, R., W. (2011), Teori-teori Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: Erlangga. Depdiknas, (2007), Panduan Pembuatan Multimedia Pembelajaran, Jakarta: Depdiknas. Depdiknas, (2003), Pendidikan Kontextual Teaching and Learning, Jakarta: Depdiknas. 220
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 Depdiknas, (2006), Berbagai Penekatan dan Model dalam Pembelajaran, Jakarta: Ditjen Dikdasmen. Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama. Dimyanti, (2006), Belajar dan Pembelajara, Jakarta: Rineka Cipta. Dimyati dan Mudjiono, (2010), Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: Rineka Cipta. Djamarah, (2005), Strategi Belajar Mengajar, Jakarta: Rineka Cipta. Dwyer, Francis and Huifen Lin, (2010), The Effect of static and animated visualization: a perspective of instructional effectiveness and Efficiency. Pennsylvania: The ennsylvania State University. Febriani, H, (2013), Pengaruh Metode Discovery Learning dalam tatanan pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw terhadap hasil belajar biologi dan kecakapan sosial siswa SMP Swasta PGRI 2 Medan.Jurnal Pendidikan Biologi, 2 (3): 116-124. Fisher, A, (2009), Berpikir Kritis: Sebuah Pengantar, Terjemahan Oleh Benyamin Hadinata, Jakarta: Erlangga. Freeman, J, dan Utami M, (2001), Cerdas dan Cemerlang, Jakarta: Gramedia. Gronlund, Norman E, (1973), Preparing Criterion-Referenced Test for Classroom Instruction. New York: The Macmillan Publishing Company. Hamalik, O, (2001), Proses Belajar Mengajar, Jakata: Bumi Aksara. Heong, Y. M.,Othman, W.D.,Md Yunos, J., Kiong, T.T., Hassan, R., & Mohamad, M.M. (2011). The Level of Marzano Higher Order Thinking Skills Among Technical Education Students. International Journal of Social and humanity, 1(2): 121-125. Ismu, R, Pramudiyanti, Yolida, B. (2012). Pengaruh Penggunaan Media ICT Melalui Metode Discovery Terhadap Keterampilan Proses Sains,14 (2):102-112 Joice, B. & Weil, M, (1972), Conceptual Complexity Teaching Stle and Models of Teaching, Columbia University. Kawuwung, F, (2011), Profil Guru, Pemahaman Kooperatif NHT, dan Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi di SMP Kabupaten Minahasa Utara, Jurnal El-hayah, 1(4): 157-166. King, F.J, Goodson, L., & Rohani, F. (2006), Higher Order Thinking Skills: Definition, Teaching Strategies, and Assesment, London: A publication of the Edu-cational Services Program. Krathwohl, D. R.(2002). A revision of Bloom’s Taxonomy: an overview- Theory Into Practice, College of Education, The Ohio State University Pohl. 2000. Learning to think, thinking to learn: (www.purdue.edu/geri diakses 14 Oktober 2015). Krathwohl, D.R. & Anderson, L.W.(2001). A Taxonomy For Learning, Teaching, And Assesing; A Revision Of Bloom’s Taxonomy Of Education Objective: (www.purdue.edu/geri diakses 14 Oktober 2015). 221
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 Meiria Sylvi Astuti, (2015), Peningkatan Keterampilan Bertanya dan Hasil Belajar Siswa Kelas 2 SDN Slungkep 03 Menggunakan Model Discovery Learning, Scholaria, 5 (1): 10-23. Mulyati, (2005), Psikologi Belajar, Yogyakarta: C.V. Andi Offset. Munandar U. (2003), Psikologi & Pengembangan Diri. Jakarta: Rineka Cipta. Munandar, U, (2002), Kreativitas & Keberhasilan Strategi Mewujudkan Potensi Kreatif & Bakat, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Nila Alia, Supriyono, (2013), Penerapan Model Direct Instruction Dengan Menggunakan Keterampilan Proses Sains Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas X Sma Negeri 1 Bangkalan Pada Materi Pokok Azas Black, Jurnal Inovasi Pendidikan Fisika, 02 (03): 50-54. Nuh, M (2013), Menyambut Kurikulum 2013, Jakarta: Kompas. Sari, N, I Darmadi W, dan Saehan, S, (2015), Perbedaan Hasil Belajar Fisika Antara Siswa yang Belajar Melalui Model Pembelajaran Discovery Berbantuan Simulasi Komputer Dengan Model Konvensional di SMA Negeri 7 Palu, Jurnal Pendidikan Fisika Tadulako (JPFT), 3 (4): 12-16. OECD. (2010). PISA Results:What Students Know and Can Do- student performance in mathematics, reading and science (volume 1). (www.oecd.org/pisa/pisaproducts/48852548.pdf diakses 14 Oktober 2015). Rahayu, E., H. Susanto, dan D. Yulianti, (2011), Pembelajaran Sains dengan Pendekatan Keterampilan Proses untuk Meningkatkan Hasil Belajar dan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia, 7 (2): 106-110. Rusman, (2010), Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. Depok: Raja Grafindo. Rustaman, (2007), Strategi Belajar Mengajar Biologi, Malang: Universitas Negeri Malang. Rustaman, (2009), Keterampilan Proses Sains, Bogor: Ghalia Indonesia. Sanjaya, W, (2006a), Metode Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Sanjaya, W, (2006b), Strategi pembelajaran berorientasi standar proses pendidikan, Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Slameto, (1995), Belajar dan Pokok-pokok yang Mempengaruhinya. Jakarta: Gunung Agung. Sudarisman, S, (2010), Membangun Karakter Peserta Didik Melalui Pembelajaran Biologi Berbasis Keterampilan Proses.dalam Sajidan (edt). Proceeding Seminar Nasional VII Pendidikan Biologi FKIP UNS Tema : Biologi, Sains, Lingkungan dan Pembelajarannya. Surakarta : 31: 237-243. 222
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 Sudjana, (1992), Metode Statistika. Edisi kelima, Bandung: Tarsito. Sulastri, Meti I, Nurmiyati, (2013), Perbandingan Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Antara Penerapan Model Discovery Learning dengan Memanfaatkan Potensi Ekosistem Pesisir dan Pembelajaran Konvensional pada Siswa Kelas X SMA N 1 Tanjungsari, Pendidikan Biologi FKIP UNS. Sumarni W, Sudarmin, Kadarwati S , (2013). Pembelajaran Berbasis Multimedia Untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep Kimia Dan Keterampilan Berpikir Mahasiswa, Jurnal Ilmu Pendidikan, 19(1): 69-77. Supardi ,(2013), Aplikasi Statatistika Dalam Penelitian ‘’Konsep Statistika Yang Lebih Komprehensif’’. Jakarta Selatan: Adikita. Suyanto M, (2005), Multimedia Alat Untuk Meningkatkan Keunggulan Bersaing, Yogyakarta: Penerbit Andi. Swaak, J., & De Jong, T. (2001). Discovery simulations and the assessment of intuitive knowledge. Journal of Computer Assisted Learning, 17(3): 284-294. Swaak, J., De Jong, T., & Van Joolingen, W. R. (2004). The effects of discovery learning and expository instruction on the acquisition of definitional and intuitive knowledge. Journal of Computer Assisted Learning, 20(4): 225-234. Trianto, (2011), Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivitis, Jakarta: Prestasi Pustaka. Wijayanti R, Widoretno S, Santos S, (2014), Peningkatan Keterampilan Bertanya (Posing Question) melalui Penerapan Discovery Learning pada Materi Ekosistem di Kelas X Imersi 1 SMA Negeri 2 Karanganyar Tahun Pelajaran 2013/2014, Bio-Pedagogi, 3(2): 41-53 Yurahly D, Darmadi I W, dan Darsikin, (2014), Model Pembelajaran Guided Discovery dan Direct Instruction Berbasis Keterampilan Proses Sains Siswa SMA Negeri 4 Palu, Jurnal Pendidikan Fisika Tadulako (JPFT), 2(2): 43-47
223
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING DAN KOOPERATIF LEARNING TIPE STAD TERHADAP MINAT BIOLOGI SISWA PADA MATERI EKOSISTEM DI SMP SWASTA TUNAS BANGSA Selvy Loliana1, Ely Djulia2 dan Hasruddin2 Alumni Program Studi Pendidikan Biologi Pascasarjana Universitas Negeri Medan 2) Tenaga Pengajar Program Studi Pendidikan Biologi Pascasarjana Universitas Negeri Medan Email: [email protected] 1)
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran terhadap: minat siswa di kelas VII SMP Swasta Tunas Bangsa. Metode penelitian menggunakan kuasi eksperimen dengan sampel penelitian sebanyak 3 kelas yang ditentukan secara total sampling. Kelas VII-1 dibelajarkan dengan dengan model pembelajaran inkuiri terbimbing, kelas VII-2 dibelajarkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD, dan kelas VII-3 dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional. Instrumen penelitian menggunakan instrument tes hasil minat. Teknik analisis data menggunakan Analisis Varians (Anava) pada taraf signifikan α = 0,05 dengan bantuan SPSS 21.0. Hasil penelitian menunjukkan: (1) ada pengaruh yang signifikan model pembelajaran terhadap hasil minat siswa (F = 11,616; P = 0,000). Hasil minat siswa yang dibelajarkan dengan model inkuiri terbimbing (89,3 ± 4,9) signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan model kooperatif tipe STAD (86,6 ± 4,4) maupun model konvensional (83,2 ± 4,7). Kata Kunci: Pembelajaran Inkuiri Terbimbing, Kooperatif Tipe STAD, Minat Siswa. . ABSTRACT This research was aimed to determine the effect of the learning model on: students interest in class SMP Swasta Tunas Bangsa. The research applied experimental queasy method research with 3 classes which were choosing by using total sampling technique. The class VII-1 learn with guided inquiry model, class VII-2 with cooperative learning of STAD, and while class VII-3 with conventional model. The research instrument was the test of student interest. The data analysis technique used Covariat Analysis at the level of significance α = 0.005 by using SPSS 21.0. The results showed that: (1) there was significant effect of learning model on students’ student interest (F = 11.616; P = 0,000). The learning outcomes learn by guided inquiry model (89.3 ± 4.9) is significant higher than cooperative learning of STAD model (86.6 ± 4.4) and conventional model (83.2 ± 4.7). Keywords:guided inquiry, type cooperative learning of STAD, students interest. PENDAHULUAN Berdasarkan survei Trends in International Mathematics and Science Study) (TIMSS), siswa Indonesia menempati peringkat 40 pada bidang sains. Hasil penelitian tersebut masih relatif rendah jika dibandingkan dengan negara lain. Sedangkan pada PISA 2006, capaian sains untuk Indonesia berada pada peringkat ke-50 dari 57 negara dengan skor 393. Sedangkan pada PISA 2009, menunjukkan skor Indonesia kembali turun menjadi 383 dan 224
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 menduduki peringkat ke-60 dari 65 negara. Pencapaian siswa Indonesia masih banyak berada pada level kemampuan dasar belum sampai pada level kemampuan yang lebih tinggi. Indonesia menduduki urutan ke-35 dari 49 negara, hasil PISA 2013 yang lebih memperhatinkan, Indonesia menempati urutan dua terbawah dari 65 negara (Anonim, 2013). Ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh guru akan ditransformasikan pada anak didiknya, sehingga mampu membawa perubahan di dalam tingkah laku siswa tersebut. Guru harus mampu mengkaitkan materi pelajaran dengan kehidupan nyata dan membiarkan siswa menemukan sendiri, sehingga para siswa dapat mencerna dan menerima pelajaran dengan mudah, serta dapat mengingat pelajaran tersebut dalam jangka waktu yang lama (Djamarah, 2006). Menurut Slameto (2003), tujuan pembelajaran biologi tidak akan mudah tercapai apabila tidak ada minat belajar siswa khususnya terhadap biologi, sebab merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan proses belajar, minat belajar pengaruhnya terhadap belajar, bila bahan pembelajaran yang tidak sesuai dengan minat siswa-siswa tidak akan belajar dengan sebaik-baiknya, karena tidak ada daya tarik baginya. Siswa malas untuk belajar karena siswa tidak memperoleh keputusan dari pelajaran tersebut. Bahan pelajaran yang menarik minat siswa akan lebih mudah disimpan. Dari pendapat ahli dapat dinyatakan bahwa minat adalah salah satu faktor-faktor yang manghambat suksesnya pendidikan dan pengajaran. Untuk meningkatkan hasil belajar siswa, guru sering mengalami kesulitan dalam hal ini merupakan masalah yang selalu muncul setiap kali proses belajar mengajar. Menurut Sanjaya (2010), mengajar dan belajar adalah dua istilah yang memiliki satu makna yang tidak dapat dipisahkan. Mengajar adalah suatu aktivitas yang dapat membuat siswa belajar. Keterkaitan mengajar dan belajar diistilahkan Dewey sebagai “menjual dan membeli”. Artinya, seseorang tidak mungkin akan menjual manakala tidak ada orang yang membeli, yang berarti tidak akan ada perbuatan mengajar manakala tidak membuat seseorang belajar. Dalam usaha mencapai tujuan belajar perlu diciptakan adanya sistem lingkungan (kondisi) belajar yang lebih kondusif. Hal ini akan berkaitan dengan mengajar. Mengajar diartikan sebagai suatu usaha penciptaan sistem lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses belajar. Sistem lingkungan belajar ini sendiri terdiri atau dipengaruhi oleh berbagai komponen yang masing-masing akan saling memengaruhi. Komponen-koponen itu misalnya tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, materi yang ingin diajarkan, guru dan siswa yang memainkan peranan serta dalam hubungan sosial tertentu, jenis kegiatan yang dilakukan serta sarana prasarana belajar mengajar yang tersedia (Sardiman, 2012). 225
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 Masalah di atas dapat diatasi dengan banyak cara dapat diterapkan guru dalam mengajar yang dapat meningkatkan keaktifan, minat dan pemahaman sisiwa dalam belajar, salah satunya adalah pembelajaran inkuiri terbimbing. Guru sebagai fasilitator dan motivator dalam mengoptimalkan proses belajar siswa, harus dapat memilih suatu pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa dalam belajar sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa, salah satu pembelajaran yang dapat digunakan adalah model pembelajaran inkuiri terbimbing. Peneliti melihat model yang dapat memberikan kontribusi dalam upaya perbaikan proses pembelajaran biologi adalah pembelajaran inkuiri terbimbing. Inkuiri terbimbing adalah kegiatan inkuiri dimana masalah dikemukakan oleh guru atau bersumber dari buku kemudian siswa bekerja untuk menemukan jawaban terhadap masalah tersebut dibawah bimbingan yang intensif dari guru, perencanaannya dibuat oleh guru, siswa tidak merumuskan masalah (Trianto, 2012). Pada model ini siswa akan dihadapkan pada tugas-tugas yang relevan untuk diselesaikan baik melalui diskusi kelompok maupun secara individual agar mampu menyelesaikan masalah dan menarik suatu kesimpulan secara mandiri. Selain itu pembelajaran inkuiri ini memiliki beberapa keunggulan dibandingkian dengan jenis pembelajaran yang lainnya. Selanjutnya menurut Sanjaya (2010), pembelajaran inkuiri merupakan pembelajaran yang menekankan pada proses berfikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban yang sudah pasti dari suatu masalah yang ditanyakan. Menurut Sanjaya (2010), keunggulan dari pembelajaran inkuiri yaitu, pembelajaran yang menekankan kepada pengembangan aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik secara seimbang, strategi pembelajaran ini dianggap lebih bermakna, memberikan ruang kepada siswa untuk belajar sesuai dengan gaya belajar mereka, dianggap sesuai dengan perkembangan psikologi belajar modern yang menganggap belajar adalah proses perubahan tingkah laku berkat adanya pengalaman dan pembelajaran yang dapat melayani kebutuhan siswa yang memiliki kemampuan di atas rata-rata. Artinya, siswa yang memiliki kemampuan belajar bagus tidak akan terhambat oleh siswa yang lemah dalam belajar. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka masalah yang teridentifikasi adalah sebagai berikut: (1) Rendahnya nilai literasi sains siswa Indonesia yang berada pada peringkat 60 dari 65 negara; (2) Pentingnya minat belajar siswa sebagai faktor yang menentukan keberhasilan proses belajar khususnya terhadap Biologi; (3) Penciptaan sistem lingkungan belajar yang kondusif menentukan komponen-komponennya akan saling mempengaruhi di 226
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 dalam proses belajar mengajar; dan (4) Menentukan model pembelajaran yang dapat memberikan kontribusi dalam upaya perbaikan proses pembelajaran khususnya terhadap Biologi. Pembatasan Masalah Masalah dalam penelitian ini dibatasi sebagai berikut: (1) Model pembelajaran dalam penelitian ini menggunakan model pembelajaran Inkuiri Terbimbing dan model pembelajaran Kooperatif Learning Tipe STAD untuk kelompok eksperimen, sedangkan untuk kelompok kontrol menggunakan model pembelajaran Konvensional; (2) Materi yang diajarkan pada penelitian ini adalah ekosistem; (3) karakter yang dianalisis minat; dan (4) Subyek penelitian adalah siswa kelas VII SMP Swasta Tunas Bangsa. Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini: -
Apakah terdapat pengaruh penerapan model pembelajaran Inkuiri Terbimbing, Kooperatif Learning Tipe STAD dan Konvensional terhadap minat siswa kelas VII SMP Swasta Tunas Bangsa?
Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah: -
Untuk mengetahui pengaruh penerapan model pembelajaran Inkuiri Terbimbing, Kooperatif Learning Tipe STAD dan Konvensional terhadap minat siswa kelas VII SMP Swasta Tunas Bangsa.
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi : 1. Manfaat Teoritis Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah sebagai Guru sebagai bahan informasi bagi guru bidang studi biologi untuk menjadikan pendekatan pembelajaran kontekstual sebagai alternatif dalam belajar dan siswa dapat meningkatkan minat dan keterampilan proses biologi siswa. 2. Manfaat Praktis Manfaat praktis dari penelitian ini adalah untuk bahan masukan dalam meningkatkan mutu sekolah dan peneliti untuk memperdalam wawasan dan pengetahuan dibidang pembelajaran biologi. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di kelas VII SMP Swasta Tunas Bangsa. Kode Pos Penelitian 20761. 227
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 Pengambilan data penelitian dilakukan bulan April sampai dengan pertengahan bulan Mei 2016. Populasi penelitian ini adalah seluruh kelas VII SMP Swasta Tunas Bangsa. Sampel dalam penelitian ini terdiri dari 3 kelas. Kelas A (VII1) jumlah 27 siswa yang diajarkan dengan inkuiri terbimbing, kelas B (VII2) dengan jumlah 26 siswa dengan pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dan kelas C (VII3) dengan jumlah 27 siswa menggunakan pembelajaran konvensional (kelas kontrol). Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik cluster random sampling. Penelitian ini termasuk penelitian quasi eksperimen. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah nonequivalent control group design atau non randomized control pretest postest design artinya kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol tidak dipilih secara random. Dalam design ini, baik kelompok ekperimen maupun kelompok kontrol dibandingkan, kemudian kelompok yang ada diberi pretest, selanjutnya diberikan perlakuan kemudian diberikan postest. Tabel 1. Rancangan Penelitian Kelas
Pretes
Perlakuan
Postes
A
T1
X1
T1
B
T1
X2
T1
C
T1
X3
T1
Keterangan : X1 : Perlakuan dengan model pembelajaran Inkuiri Terbimbing X2 : Perlakuan dengan model pembelajaran Cooperatif Learning Tipe STAD X3 : Perlakukan dengan model pembelajaran Konvensional T1 : Minat belajar
Instrumen penelitian yang digunakan untuk pengumpulan data penelitian terdiri dari instrumen tes minat belajar dibuat dalam bentuk angket. Instrumen ini digunakan untuk mengukur minat siswa Biologi setelah mengikuti kegiatan pembelajaran dari pokok bahasan yang diajarkan. Instrumen tes angket disusun terlebih dahulu membuat kisi-kisi penulisan tes. Responden uji coba adalah siswa kelas VII SMP Swasta Tunas Bangsa yang pernah mempelajari pokok bahasan yang dijadikan sebagai pokok bahasan Ekosistem. Sebelum dilakukan uji hipotesis, maka akan dilakukan uji homogenitas dan normalitas dengan asumsi bahwa minat siswa pada materi sistem pencernaan makanan yang menjadi sampel, penyebarannya dalam populasi bersifat homogen. Uji normalitas dengan uji Kolmogorov-Smirnov pada taraf signifikan 0,05. Sedangkan uji homogenitas dilakukan dengan uji Levene pada taraf signifikan 0,05. Pengukuran dengan menggunakan bantuan 228
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 software SPSS versi 21.0 untuk menguji perbedaan skor rata-rata yang berasal dari sampel penelitian. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Deskriptif Data Kemampuan Awal Siswa (Pre Test dan Data Kemampuan Akhir Siswa (Post Test) Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Data Kemampuan Awal Siswa (Pre Test dan Data Kemampuan Akhir Siswa (Post Test) Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ditampilkan pada Tabel 2. Tabel 2. Pretest dan Postes Kelas VII SMP Tentang Ekosistem Aspek Dinilai Minat
A Pre Test 69,0±2,5
Post Test 89,3±4,9
B Pre Test 67,6±3,7
Post Test 86,6±4,4
C Pre Test 66,2±4,6
Post Test 83,2±4,7
Keterangan : A : Inkuiri Terbimbing B : Kooperatif Tipe STAD C : Konvensional
Deskripsi Data Minat Data minat pretes, menunjukkan bahwa kemampuan awal siswa kelas minat diperoleh nilai tertinggi 74 dan nilai terendah 65 dengan rata-rata dan standar deviasi 69,0 ± 2,5 dan dari hasil uji normalitas dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov disimpulkan bahwa kemampuan awal siswa kelas inkuiri terbimbing (A = 0,107; P = 0,200;). Pada kelas kooperatif tipe STAD, kemampuan awal (pretes) diperoleh nilai tertinggi 74 dan nilai terendah 59 dengan rata-rata dan standar deviasi 67,6 ± 3,7 serta data kemampuan awal siswa kelas kooperatif tipe STAD memiliki sebaran data berdistribusi normal (A = 0,111; P = 0,200. Sementara pada kelas konvensional dari hasil pretes diperoleh nilai tertinggi 74 dan terendah 55 dengan rata-rata nilai dan standar deviasi 66,2 ± 4,6 serta memiliki sebaran data berdistribusi normal (A = 0,138; P = 0,200). Selanjutnya dari hasil postes setelah semua materi dibelajarkan dengan model pembelajaran inkuiri terbimbing diperoleh nilai tertinggi sebesar 97 dan terendah 79 dengan rata-rata nilai dan standar deviasi 89,3 ± 4,9 serta data memiliki sebaran yang berdistribusi normal (A = 0,148; P = 0,132). Pada kelas kooperatif tipe STAD, dari hasil postes diperoleh nilai tertinggi sebesar 94 dan terendah 76 dengan rata-rata nilai dan standar deviasi 86,6 ± 4,4 serta data sebaran yang berditribusi normal (A = 0,143; P = 0,184). Sementara pada kelas konvensional dari hasil postes diperoleh nilai tertinggi 92 dan terendah 76 dengan rata-rata nilai dan standar deviasi 83,2 ± 4,7 serta memiliki sebaran data berdistribusi normal (A = 0,158; P = 0,081). 229
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 Pengaruh Model Pembelajaran Terhadap Minat Siswa Hasil anava (Analisis Varians) dengan bantuan SPSS 21.00 menunjukkan bahwa model pembelajaran secara signifikan berpengaruh terhadap minat siswa (F = 11,616; P = 0,000; Lampiran 22). Selanjutnya hasil uji Tukey menunjukkan bahwa hasil minat siswa yang diajarkan dengan inkuiri terbimbing 89,3 ± 4,9 secara signifikan lebih tinggi dibandingkan hasil minat siswa yang dibelajarkan dengan model kooperatif tipe STAD 86,6 ± 4,4 dan yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional 83,2 ± 4,7 (Gambar 1).
Gambar 1. Pengaruh Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Kooperatif Tipe STAD dan Konvensional Terhadap Minat Siswa (F=11,61 dan p=0,00) Pembahasan Hasil Penelitian Hasil penelitian dan pengujian hipotesis menunjukkan bahwa adanya perbedaan yang signifikan antara kelas eksperimen (inkuiri terbimbing dan kooperatif tipe STAD) pada hasil minat siswa, dimana model pembelajaran inkuiri terbimbing dan kooperatif tipe STAD lebih tinggi hasil minat siswa dibandingkan dengan pembelajaran konvensional. Menurut Slameto (2010) menjelaskan bahwa minat merupakan faktor yang menentukan keberhasilan seseorang dalam segala bidang, baik dalam belajar, bekerja maupun kegiatan-kegiatan lainnya dan merupakan faktor yang penting bagi siswa dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan atau usahanya. Hal ini sesuai dengan rujukan Kunandar (2008) menjelaskan bahwa inkuiri terbimbing adalah pembelajaran dimana siswa didorong untuk belajar melalui keterlibatan aktif mereka dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip, dan mendorong guru siswa untuk memiliki pengalaman dan melakukan percobaan yang memungkinkan siswa untuk menemukan prinsip-prinsip untuk diri mereka sendiri dan hal ini sesuai dengan penelitian dilakukan oleh Herniati (2010), dimana dalam penelitiannya menyatakan bahwa minat siswa yang dibelajarkan dengan model inkuiri terbimbing lebih tinggi dibandingkan dengan minat siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan konvensional. Dengan demikian Ha diterima dan Ho ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh signifikan antara penggunaan model pembelajaran inkuiri terbimbing, kooperatif 230
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 tipe STAD dan konvensional terhadap minat siswa pada materi Ekosistem di Kelas VII SMP Swasta Tunas Bangsa. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil-hasil temuan penelitian dan analisis yang telah dilakukan oleh peneliti, maka diperoleh beberapa kesimpulan, antara lain: Terdapat pengaruh yang signifikan model pembelajaran Inkuiri Terbimbing, Kooperatif tipe STAD dan Konvensional terhadap minat siswa pada materi Ekosistem kelas VII SMP Swasta Tunas Bangsa. Hasil minat siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran inkuiri terbimbing 89,3 ± 4,9 secara signifikan lebih tinggi dibandingkan hasil minat siswa yang dibelajarkan dengan model kooperatif tipe STAD 86,6 ± 4,4 maupun siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional 83,2 ± 4,7.
DAFTAR PUSTAKA Akibobola, A. O & Afolabi, F. O. 2010. Constructivist Practices Through Guided Discovery Approach. The Effect on Studen’t Cognitive Achievement in Nigerian Senior Secondary School Physics. Eurasian Journal of Physics and Chemistry Education 2 (1) : 16-25. Altiparmark, M. 2009. Hands on Group Work Paper Model for Teaching DNA Structure, Central Dogma, Recombinant DNA. Journal US-China Education Review 6 (1): 2128. Anderson, L.W. & Krathwohl, D.R. (2001). A Taxonomy for Learning, Teaching, and Assesing. NewYork: Longman. Anonim. 2013. Buku Pedoman Guru Biologi Edisi Ke-4. Jakarta: Penerbit PT. Indeks. Ansberry, R. K. 2005. Picture-Perfect Science Lessons Using Children’s Book to Qiude Inquiry. Virginia: NSTA. Armstrong, Nshu-Mei Chang & Marguerite Bricman. 2007. Cooperative Learning in Industrial-Sized Biology Classes. CBE-Life Sciences Education 6 (2): 163-171. Dahar, R., W. 2011. Teori-teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Erlangga. Djamarah, S. 2006. Psikologi Belajar. Jakarta: PT Rineka Cipta. Dimyati & Mudjiono. 2010. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta. Elfis. 2009. Model RPP dengan Berbagai Model Pembelajaran. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Islam Riau. Pekanbaru.
231
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 Elfis. 2010a. Penilaian Hasil Belajar Siswa. http://elfisuir.blogspot.com. (Diakses 20 Maret 2010). Elfis.2010b. Pendekatan, Strategi, Metode, Teknik, Taktik, dan Model Pembelajaran. http://elfisuir.blogspot.com. (Diakses 3 Februari 2010). Handayani, R.D. 2007. Pelaksanaan Pembelajaran Biologi pada Pokok Bahasan Pencemaran Lingkungan di Kelas X Imersi SMAN 2 Semarang Tahun Ajaran 2006/ 2007. Universitas Negeri Semarang. Herlina. 2007. Pengaruh Pengelolaan Kelas terhadap Hasil Belajar Biologi Siswa. UIN. Jakarta. Herniati, L. 2010. Penerapan Metode Penemuan Terbimbing Dalam Pembelajaran Koperatif Tipe STAD Untuk Meningkatkan Minat Belajar Matematika Siswa Kelas VIII4 SMP Negeri 12 Pekanbaru. Skripsi. Pendidikan Matematika-FKIP. Universitas Islam Riau. Pekanbaru. Johnson, B. E. 2009. Contextual Teaching & Learning Menjadikan Kegiatan BelajarMengajar Mengasyikkan dan Bermakna. Mizan Media utama (MMU). Bandung. Joice, B. & Weil, M. 2007. Conceptual Complexity Teaching Stle and Models of Teaching. Columbia University. Kunandar. 2008. Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Sukses dalam Sertifikasi Guru. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Lord, T.R. 2001. 101 Reasons for Using Cooperative Learning in Biology Teaching. The American Biology Teacher 63 (1) : 30-35. Lufri. 2007. Strategi Pembelajaran Biologi Teori, Praktek, dan Penelitian. UNP Press. Padang. Mfon, E. U. 2010. Effect of Guided-Discovery, Student-Centered Demostration and the Ekpository Instructional Strategies on Student’s Performance in Chemistry. African Journals Online 4(4): 389-398. Nasution, S. 2005. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara. Opara, A. J. & Oguzor, S.N. 2010. Inquiry Instructional Method and School Science Curiculum. Currend Research Joernal Science. 3 (2):188-198. Purwanto, N. 2008. Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya. Rahayu, S. 2004. Implikasi Pembelajaran Kooperatif dalam Mata Pelajaran IPA Bersarkan Kurikulum 2004. Makalah disajikan dalam Seminar dan Workshop Calon Fasilitator Kaloborasi dengan UM-MGMP MIPA Kota Malang. 19-20 Maret 2004.
232
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 Riduwan. 2011. Belajar Mudah Penelitian untuk Guru-Karyawan dan Peneliti Pemula. Bandung: Alfabeta. Roestiyah. 2001. Startegi Belajar Mengajar. Jakarta. Rineka Cipta. Rusche, S.N. & K. Jason. 2011. “You Have to Absorb Yourself in It”. Using Inquiry and Reflection to Promote Student Learning and Self-knowledge. Teaching Sociology 39 (4) 338-353, American Sociological Association 2011, DOI: 10.1177/0092055X114418685, (Downloaded from tso.sagepub.com at ASAAmerican Sociological Association on October 17, 2011). Sadiman, S. 2008. Media Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Sardiman, T. 2012. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Sanjaya, W. 2008a. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Sanjaya, W. 2010b. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Silalahi, H. 2012. Penerapan Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Terhadap Hasil Belajar IPA Biologi Siswa Kelas VII6 SMPN 25 Pekanbaru Tahun Ajaran 2011/2012. Skripsi. Program Studi Pendidikan Biologi–FKIP UIR. Pekanbaru. Slameto. 2003a. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rhineka Cipta. Slameto. 2010b. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: PT Rhineka Cipta. Sudjana, N. 2002. Metoda Stastika. Bandung: Tarsito. Sudjana, N. 2009. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Sudjana, N. 2011. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Sukardi. 2008. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta; Bumi Aksara. Sumati & Asra. 2007. Metode Pembelajaran. Bandung; Wacana Prima. Suprijono. A. 2013. Cooperatif Learning. Bandung; Pustaka Pelajar Sutrisno, J. 2008. Psikologi Belajar. Raja Grafindo Persada: Jakarta. Syah, M. 2008. Psikologi Belajar. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Syarifah, H. 2012. Penerapan Pembelajaran Inkuiri Terbimbing (Guided Inquiry) dengan Menggunakan Handout untuk Meningkatkan Hasil Belajar Biologi Siswa Kelas VIII4 di SMPN 17 Pekanbaru Tahun Ajaran 2011/201. Skripsi. Program Studi Pendidikan Biologi–FKIP UIR. Pekanbaru.
233
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 Trianto. 2007. Model Pembelajran Terpadu dalam Teori dan Praktek. Jakarta: Prestasi Pustaka. Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif. Surabaya: Kencana Prenada Media Group. Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Kencana Prenada Media Grouup. Wena, M. 2012. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer. Jakarta Timur: PT Bumi Aksara. Westwood, P. 2008. What Teachers Need to Know About Teaching Method. Camberwell, Victoria: ACER Press. William. & Mary. 2008. The Walls Speak: The Interplay of Quality Facilities, School Climate, and Student Achievement. Journal of Educational Administration 46 (1): 5573.
234
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 PENGEMBANGAN BUKU AJAR BIOLOGI TOPIK EKOLOGI KELAS VII SMP BERBASIS PENEMUAN TERBIMBING DENGAN MEMANFAATKAN LINGKUNGAN KEBUN SAYUR Tresia Valentina Br Depari1, Binari Manurung2 dan Mufti Sudibyo2 Alumni Program Studi Pendidikan Biologi Pascasarjana Universitas Negeri Medan 2) Tenaga Pengajar Program Studi Pendidikan Biologi Pascasarjana Universitas Negeri Medan Email: [email protected]
1)
ABSTRACT This research aim to generate a decent textbook based on guided discovery that is eligible and qualifies to use as teaching material. The type of this research is the development research that using the development of Borg and Gall product model combining instructional design model of Dick and Carey. The method of research consists of: (1) validation of biology matter experts; (2) validation of expert instructional design; (3) validation of biology teacher; (4) individual trial; (5) small group testing; (6) limited field trials. Subjects trial consists of two subject matter experts biology, one expert instructional design, three students for individual trials, nine students for small group trial and 26 students to a limited field trial. The data of quality development products are collected by questionnaire and analyzed with quantitative analysis techniques descriptive. The result showed: (1) subject matter experts are very qualifications (91.8%); (2) the result of instructional design experts are very well qualifications (90.74%); (3) biology teachers are in very well qualifications (91.41%); (4) individual trials are in well qualifications (89.88%); (5) small group trials are in very well qualifications (90.48%); (6) limited group trial in very good qualifications (91.14%). Kata Kunci: bahan ajar, topik ekologi, lingkungan kebun sayur, penemuan terbimbing A. PENDAHULUAN Pendidikan merupakan bagian penting dari proses pembangunan nasional suatu bangsa dan negara. Dalam pembangunan nasional, sumber daya manusia yang berkualitas mutlak diperlukan. Salah satu wahana untuk mencetak sumber daya manusia yang berkualitas adalah melalui pendidikan. Pendidikan adalah alat untuk mencerdaskan bangsa. Berdasarkan hal tersebut, peningkatan mutu pendidikan sangat diperlukan saat ini. Tantangan kemajuan teknologi dan arus globalisasi menuntut para pendidik untuk dapat menghasilkan siswa sebagai sumber daya manusia yang memiliki pengetahuan tinggi dan keterampilan agar mampu menjawab tantangan tersebut (Anita, 2008). Pembelajaran yang selama ini diterima siswa hanyalah penonjolan tingkat hafalan dari sekian rentetan topik atau pokok bahasan tanpa diikuti dengan pemahaman yang mendalam (Masnur, 2007). Dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia, pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 19 tahun 2005 pasal 20 yang mengisyaratkan
bahwa
guru
diharapkan
mengembangkan
materi
pembelajaran. 235
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 Berdasarkan hal tersebut guru diharapkan untuk mengembangkan bahan ajar sebagai salah satu sumber belajar. Kemampuan guru dalam merancang bahan ajar menjadi hal yang sangat berperan dalam menentukan keberhasilan proses belajar dan pembelajaran melalui sebuah bahan ajar. Pengembangan bahan ajar merupakan salah satu bentuk dari kegiatan proses pembelajaran untuk memperbaiki atau meningkatkan kualitas pembelajaran yang berlangsung. Pemerintah menyatakan bahwa bahan ajar yang dikembangkan oleh guru dapat disesuaikan dengan karakteristik siswa sehingga memudahkan siswa untuk memahami substansi dari materi pembelajaran tersebut (Trisnaningsih, 2007). Salah satu metode yang dapat menjadikan siswa lebih aktif selama pembelajaran berlangsung adalah metode penemuan terbimbing. Dalam pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing, siswalah yang aktif mencari konsep materi yang akan dipelajari. Seperti yang dikatakan oleh Karim (2011) bahwa pembelajaran dengan metode penemuan merupakan salah satu cara untuk menyampaikan ide/gagasan dengan proses menemukan, dalam proses ini siswa berusaha menemukan konsep dengan bimbingan guru. Guru hanya berperan sebagai fasilitator serta melakukan bimbingan dan bukanlah sebagai satu-satunya sumber informasi. Dengan adanya peran siswa dalam pencarian informasi, dengan hal diharapkan keaktifan dan kemampuan berpikir kritis siswa akan meningkat dan nantinya dapat berpengaruh pula terhadap hasil belajar. Penelitian yang dilakukan oleh Estuningsih, dkk (2013) dengan menerapkan metode pembelajaran penemuan terbimbing dan dipadu dengan pengembangan LKS pada materi substansi genetika, ketuntasan siswa dalam belajar mencapai 83%. Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti ingin mengembangkan bahan ajar berbasis penemuan terbimbing di SMP Negeri 3 Berastagi. SMP Negeri 3 Berastagi terletak di dataran tinggi Kabupaten Karo dan berada pada daerah pertanian yang dekat dengan lingkungan kebun wortel, kebun sayur, kebun bunga, ladang jeruk, ladang kopi, ladang padi, dan kebun lainnya. Suratsih dan Wuryadi (dalam Suratsih, dkk., 2009) menambahkan bahwa pembelajaran biologi di sekolah hendaknya terkait dengan lingkungan yang nyata dalam kehidupan sehari-hari atau yang ada di sekitar siswa akan memberikan pengalaman yang tinggi nilainya kepada anak didik. Sedang bahan pelajaran yang ada saat ini tidak semuanya memuat masalah-masalah yang dekat dengan keseharian siswa.
236
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 SMP Negeri 3 Berastagi memiliki potensi lokal mendukung dalam proses pembelajaran biologi yang langsung terjun kelapangan. Potensi lokal yang demikian dapat dimanfaatkan sebagai sumber bahan ajar khususnya Topik Ekologi. Topik Ekologi adalah salah satu materi dalam pelajaran biologi yang dapat memanfaatkan
lingkungan
sebagai
objek
pembelajaran
dan
diajarkan
dengan
menggunakan metode pembelajaran penemuan terbimbing. Pentingnya pembelajaran penemuan terbimbing dan lingkungan sekitar sekolah yang mendukung, menjadikan pengembangan bahan ajar yang berbasis penemuan terbimbing perlu untuk dilakukan. Salah satu contoh ekologi yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber bahan ajar adalah ekologi kebun sayur. Topik Ekologi kebun sayur ini dapat dimanfaatkan sebagai pengenalan terhadap struktur populasi kebun sayur, spesies ekologi kebun sayur, interaksi antar makhluk hidup di kebun sayur, komunitas, aliran energi, piramida makanan dan faktor lain yang mempengaruhi ekologi kebun sayur. Pada penelitian ini, peneliti memanfaatkan lingkungan sekitar yaitu kebun sayur sebagai sumber bahan ajar Topik Ekologi dengan model penemuan terbimbing. Lingkungan sekitar yang demikian dapat dimanfaatkan secara optimal untuk belajar secara penemuan dengan melibatkan siswa secara langsung dengan lingkungan sehingga siswa menjadi lebih aktif dalam proses pembelajaran dan berlatih bertanggungjawab terhadap proses belajarnya masing-masing seperti yang telah disampaikan oleh Akinoglu dan Tandogan (2007). Dari hasil penelitian ini diharapkan siswa dapat memahami, menginvestigasi dan menemukan konsep ekologi kebun sayur. Hal yang akan dipahami mulai dari komponen penyusun ekologi kebun sayur, pengaruh lingkungan terhadap ekologi kebun sayur, interaksi antar makhluk hidup penyusun ekologi kebun sayur, piramida ekologi kebun sayur, aliran energi ekologi kebun sayur dan hal lain yang ditemukan sendiri oleh siswa pada ekologi kebun sayur. B. TUJUAN PENELITIAN Tujuan penelitian ini adalah untuk membuat/mengembangkan bahan ajar biologi dan mengetahui kelayakan bahan ajar biologi berbasis penemuan terbimbing pada topik Ekologi sebagai bahan bacaan yang layak bagi siswa SMP Kelas VII Semester II dan mengukur tingkat kelayakan bahan ajar biologi berbasis penemuan terbimbing pada topik Ekologi sebagai bahan bacaan bagi siswa SMP Kelas VII Semester II menurut ahli materi, ahli desain, guru dan penilaian pengguna (siswa). 237
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 C. HIPOTESIS PENELITIAN Hipotesis dalam penelitian ini adalah bahan ajar biologi berbasis penemuan terbimbing pada topik Ekologi lebih layak sebagai bahan bacaan bagi siswa kelas VII SMP/MTs. D. METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian ini dilakukan di kebun sayur, yang terletak di Kabupaten Karo dan SMP Negeri 3 Berastagi pada Februari 2016 sampai April 2016. Pengembangan bahan ajar topik Ekologi ini menggunakan model pengembangan Borg dan Gall. Penelitian pengembangan atau Research and Development adalah penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu, dan menguji keefektifan produk tertentu (Sugyono, 2011). Adapun langkah-langkah dari tahapan pengembangannya sebagai berikut: a. Melakukan penelitian pendahuluan, yaitu meliputi: (1) identifikasi kebutuhan atau tujuan pembelajaran dan memenentukan standar kompetensi mata pelajaran, (2) melakukan analisis pembelajaran dengan menentukan keterampilan yang lebih khusus yang harus dipelajari, (3) mengidentifikasi karakteristik dan perilaku awal peserta didik, dan (4) menulis kompetensi dasar dan indikatornya, b. Mengembangkan butir penilaian untuk mengukur kemampuan peserta didik yang diperkirakan didalam tujuan pembelajaran; c. Pengumpulan bahan, meliputi: (1) pengumpulan materi pembelajaran, (2) pembuatan dan pengumpulan gambar (ilustrasi); d. Pengembangan bahan ajar; e. Validasi produk; f. Revisi Produk; dan g. Uji coba produk. Produk yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah bahan ajar pada topik Ekologi Kebun Sayur Berbasis penemuan terbimbing (Guided Discovery). Teknik pengumpulan data dengan cara angket. Ada empat jenis angket yang digunakan untuk menjaring informasi dan data kelayakan yang diperlukan dalam pengembangan bahan ajar yang disusun berdasarkan kesesuaian informasi bagi siswa yaitu angket A (ahli materi), B (ahli desain), C (guru biologi) dan D (siswa). Data yang diperoleh adalah data tentang keadaan bahan ajar. Teknik analisis data yang digunakan untuk mengolah data hasil pengembangan yaitu analisis deskriptif. Data ini dikumpulkan melalui lembar validasi ahli materi, ahli desain, guru, uji lapangan. Uji lapangan terdiri dari: uji coba perorangan (3 orang siswa), uji coba kelompok kecil (9 orang siswa) dan uji coba kelompok terbatas (38 orang siswa).
238
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 E. HASIL Data penelitian ini berasal dari empat sumber data analisis yang diperoleh dari empat angket (angket A, B, C, dan D). Sumber keempat angket ini yaitu dari lembar validasi yang diisi oleh tim ahli materi (angket A), validasi oleh tim ahli desain (angket B), uji coba guru bidang studi biologi (angket C), dan uji coba lapangan oleh siswa (angket D). Hasil Validasi Bahan Ajar dengan judul “Pengembangan Bahan Ajar Topik Ekologi Kelas VII SMP/MTs Berbasis Penemuan Terbimbing dengan Memanfaatkan Kebun Sayur” Oleh Tim Ahli Materi dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Penilaian oleh Ahli Materi Terhadap Bahan Ajar Ekologi Kebun Sayur Berbasis Penemuan Terbimbing Penilaian
Ahli Materi 1
2
140
139
92,1 %
91,4 %
Total Skor Persentase Penilaian Rata-rata % Penilaian
91,8 %
Kriteria
Sangat Baik
Persentase penilaian kelayakan isi bahan ajar oleh kedua ahli materi terhadap dua indikator isi produk pengembangan bahan ajar diatas (Tabel 1) diperoleh rata-rata berkisar antara 91,8%. Ini artinya pada indikator tersebut telah memenuhi kriteria “Sangat Baik”. Kriteria sangat baik ini menyatakan bahwa materi pada bahan ajar yang dikembangkan ini dinyatakan layak. Persentase validasi isi bahan ajar oleh tim ahli materi pembelajaran terhadap bahan ajar ekologi kebun sayur berbasis penemuan terbimbing dari kedua tim ahli materi tersebut dapat digambarkan seperti pada Gambar 1. % Penilaian bahan ajar oleh ahli materi
Gambar 1. Persentase validasi isi bahan ajar materi terhadap bahan ajar ekologi kebun sayur berbasis penemuan terbimbing oleh tim ahli materi
239
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa hasil persentase ahli materi pertama terhadap bahan ajar sebesar 92,1%
dengan kategori sangat baik, sehingga bahan ajar yang
dikembangkan dinyatakan layak. Hasil persentase ahli materi kedua terhadap bahan ajar sebesar 91,4% dengan kategori “Sangat Baik”, sehingga bahan ajar yang dikembangkan dinyatakan layak. Persentase rata-rata kelayakan materi bahan ajar ekologi kebun sayur berbasis penemuan terbimbing dari kedua ahli materi sebesar 91,8% dengan kategori sangat baik, sehingga bahan ajar yang telah dikembangkan dinyatakan layak. Validasi terhadap desain produk dimaksudkan untuk mengetahui pendapat ahli desain tentang rancangan bahan ajar. Validasi ahli desain terhadap pengembangan bahan ajar ekologi kebun sayur berbasis penemuan terbimbing ini dilakukan oleh bapak Dr. Rachmad Mulyana, M.Pd yang merupakan dosen teknologi pendidikan Pascasarjana Universitas Negeri Medan. Hasil dari lembar penilaian dari angket B disajikan pada Tabel 4.2 yang merupakan hasil penilaian ahli desain. Tabel 2. Penilaian oleh Ahli Desain Desain Bahan Ajar Penilaian
Ahli Desain
Total Skor
98
Persentase Penilaian
90,74 %
Kriteria
Sangat Baik
Persentase penilaian desain bahan ajar Biologi SMP pada topik Ekologi Kebun Sayur Berbasis Penemuan Terbimbing oleh ahli desain biologi pengembangan bahan ajar diatas diperoleh rata-rata 90,74%, artinya pada indikator tersebut bahan ajar dinyatan “Sangat Baik”. Kriteria sangat baik telah memenuhi kriteria dan desain bahan ajar yang dikembangkan tersebut dinyatakan layak. Dari hasil validasi oleh dua guru bidang studi biologi disimpulkan bahwa bahan ajar biologi SMP berbasis penemuan terbimbing topik ekologi kebun sayur berada pada kriteria “Sangat Baik” dengan rata-rata persentase 91,41% (Tabel 3.). Tabel 3. Penilaian Oleh Guru Biologi Terhadap Bahan Ajar Penilaian
1
2
59
58
92,19 %
90,63 %
Guru Skor Total Persentase Penilaian Rata-rata % penilaian Kriteria
91,41 % Sangat Baik 240
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 Data uji coba perorangan dilakukan di SMP Negeri 3 Berastagi. Uji coba ini dilakukan terhadap tiga orang siswa kelas VII Reguler (VII-4) dengan kemampuan rendah, sedang, dan tinggi. Ini ditujukan untuk mengidentifikasi kekurangan produk dan tanggapan siswa terhadap produk yang dikembangkan. Penilaian perorangan siswa terhadap bahan ajar biologi topik ekologi kebun kubis berbasis penemuan terbimbing yang dikembangkan dapat dilihat pada Tabel 4. berikut ini. Tabel 4. Penilaian Uji Perorangan Oleh Siswa Terhadap Bahan Ajar Penilaian
Siswa (3 orang)
Perorangan
1
2
3
50
50
51
89,29 %
89,29 %
91,07 %
Skor Total Persentase Penilaian Rata-rata % penilaian
89,88 %
Kriteria
Sangat Baik
Dari hasil uji coba perorangan disimpulkan bahwa bahan ajar yang dikembangkan berada pada kriteria “Sangat Baik”, dengan rata-rata persentase 89,88% dan dinyatakan layak. Data uji coba kelompok kecil dilakukan di SMP Negeri 3 Berastagi. Uji coba ini dilakukan terhadap sembilan orang siswa kelas VII Reguler (VII-4) dengan kemampuan r rendah, sedang, dan tinggi dan dapat dilihat pada Tabel 5. berikut ini. Tabel 5. Penilaian Uji Kelompok Kecil Oleh Siswa Terhadap Bahan Ajar Penilaian kelompok
Siswa (9 orang)
kecil
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Skor Total
51
40
51
51
50
50
51
51
51
Persentase Penilaian
91,07
89,30
91,07 91,07 89,30 89,30 91,07
91,07 91,07
Rata-rata % Penilaian 90,48 Kriteria
Sangat Baik
241
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016
Dari hasil uji coba kelompok kecil disimpulkan bahwa bahan ajar yang dikembangkan berada pada kriteria sangat baik, dengan rata-rata persentase 90,48% dan dinyatakan “Sangat Baik” dan dinyatakan layak. Data uji coba kelompok terbatas dilakukan di SMP Negeri 3 Berastagi. Uji coba ini dilakukan terhadap 26 orang siswa kelas VII Reguler dan dapat dilihat pada Tabel 6. berikut ini. Tabel 6. Penilaian Uji Kelompok Terbatas Oleh Siswa Terhadap Bahan Ajar Penilaian
Siswa (26 orang)
Kelompok Terbatas Skor Total
1327
Rata-rata % penilaian
91,14 %
Kriteria
Sangat Baik
Dari hasil uji coba kelompok terbatas disimpulkan bahwa bahan ajar yang dikembangkan berada pada kriteria sangat baik, dengan rata-rata persentase 91,14% dan dinyatakan “Sangat Baik” dan dinyatakan layak. Dari ketiga uji coba lapangan tersebut, terlihat peningkatan persentase penilaian siswa terhadap bahan ajar topik ekologi kebun sayur berbasis penemuan terbimbing yang telah dikembangkan, sehingga buku ajar yang telah dikembangkan dapat digunakan dalam skala yang lebih besar. Hasil dan analisis penilaian siswa dari ketiga uji coba tersebut dapat dilihat pada Tabel 7. dibawah ini. Tabel 7. Penilaian Uji Lapangan Terhadap Pengembangan Bahan Ajar Topik Ekologi Kebun Sayur Uji Lapangan
Uji Perorangan
Uji
Kelompok Uji
Kecil
Terbatas
Kelompok
Skor Total
151
456
1327
% Penilaian
89,88%
90,48%
91,4%
Kriteria
Sangat Baik
Sangat Baik
Sangat Baik
Dari tabel penilaian uji lapangan tersebut terhadap bahan ajar, dapat dibuat diagram batang seperti pada gambar dibawah ini. Persentase Uji lapangan 242
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016
Gambar 2. Persentase uji lapangan bahan ajar ekologi kebun sayur berbasis penemuan terbimbing Dari uji lapangan tersebut dapat dilihat bahwa demikian produk bahan ajar hasil pengembangan ini layak digunakan sebagai sumber bahan ajar bacaan dalam belajar untuk topik ekologi kebun sayur pada kelas VII SMP/MTs. Pengembangan bahan ajar topik ekologi kebun kubis ini dinyatakan layak oleh tim ahli materi, ahli desain, guru biologi, dan uji lapangan (siswa). Persentase hasil penilaian dari tim ahli materi, ahli desain, guru biologi, dan uji lapangan (siswa) dapat dilihat pada Gambar 3. dibawah ini.
Gambar 3. Persentase penilaian ahli materi, ahli desain, guru biologi, dan uji lapangan (siswa) terhadap bahan ajar ekologi kebun sayur berbasis penemuan terbimbing F.
PEMBAHASAN Bahan ajar yang telah dikembangkan divalidasikan oleh tim ahli materi dan ahli desain
untuk mengetahui kelayakan bahan ajar tersebut. Selanjutnya, bahan ajar yang telah divalidasi oleh ahli materi dan ahli desain tersebut akan dinilai oleh guru biologi dan siswa. Penilaian oleh ahli materi, ahli desain, guru biologi, dan siswa dinilai berdasarkan beberapa indikator. Hasil validasi dari ahli materi pembelajaran biologi terhadap indikator pertama, yaitu: kesesuaian materi, keakuratan materi, materi pendukung, dan komponen penemuan terbimbing 243
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 dari bahan ajar biologi berbasis penemuan terbimbing yang dikembangkan sangat baik dengan persentase 92,4%. Hasil validasi dari ahli materi pembelajaran biologi terhadap indikator kedua, yaitu: teknik penyajian dan kelengkapan penyajian dari bahan ajar biologi berbasis penemuan terbimbing yang dikembangkan dinilai sangat baik dengan persentase 90,84%. Hasil persentase dari kedua indikator ahli materi pertama adalah 92,1% dengan kategori sangat baik, sehingga bahan ajar yang dikembangkan dinyatakan layak. Hasil persentase dar kedua indikator ahli materi kedua terhadap bahan ajar sebesar 91,4%. Jadi, rata-rata hasil validasi dari ahli materi pembelajaran biologi terhadap terhadap kedua indikator tersebut dinilai sangat bagus dengan persentase 90,8% dan layak. Terdapat perbedaan hasil penilaian ahli materi pertama dan kedua. Hal ini dikarenakan penilaian bahan ajar yang dikembangkan dilakukan oleh validator pertama setelah diberikan saran dan bahan ajar direvisi sebanyak tiga kali. Sedangkan validator ahli materi kedua melakukan penilaian setelah memberikan saran dan revisi sebanyak dua kali. Terlihat hasil bahan ajar yang telah direvisi sebanyak tiga kali lebih baik. Hasil validasi dari ahli desain pembelajaran bahan ajar biologi berbasis penemuan terbimbing yang dikembangkan terkait indikator pertama, yaitu format bahan ajar dari bahan ajar biologi berbasis penemuan terbimbing yang dikembangkan sangat baik dengan persentase 91,70%. Hasil validasi dari ahli desain pembelajaran ajar biologi berbasis penemuan terbimbing yang dikembangkan terkait indikator kedua, yaitu: tata letak sampul dan tipografi sampul dari bahan ajar biologi berbasis penemuan terbimbing yang dikembangkan sangat baik dengan persentase 90%. Hasil validasi dari ahli desain pembelajaran ajar biologi berbasis penemuan terbimbing yang dikembangkan terkait indikator ketiga, yaitu: tata letak buku, tipografi buku, dan ilustrasi buku dari bahan ajar biologi berbasis penemuan terbimbing yang dikembangkan sangat baik dengan persentase 91,1%. Jadi, hasil validasi dari ahli desain pembelajaran biologi terhadap terhadap ketiga indikator tersebut dinilai sangat bagus dengan persentase 90,74% dan bahan ajar yang telah dikembangkan dinyatakan layak. Setelah penilaian dari ahli materi dan ahli desain terhadap bahan ajar ekologi kebun sayur berbasis penemuan terbimbing, selanjutnya bahan ajar tersebut di nilai oleh guru bidang studi biologi kelas VII. Penilaian ini dilakukan oleh dua guru biologi kelas VII. Hasil penilaian guru biologi SMP Negeri 3 Berastagi pada uji coba guru dinyatakan bahwa bahan ajar biologi 244
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 berbasis penemuan terbimbing pada topik ekologi kebun sayur yang dikembangkan termasuk kategori sangat baik dengan rata-rata persentase oleh guru biologi pertama sebesar 92,19% dan guru biologi kedua sebesar 90,63%. Rata-rata persentase penilaian bahan ajar ekologi kebun sayur berbasis penemuan terbimbing oleh kedua guru biologi tersebut adalah 91,41% dan berada pada kategori sangat baik sehingga dinyatakan layak digunakan dalam proses pembelajaran biologi kelas VII SMP. Hasil ini sesuai dengan penelitian tentang pengembangan LKS TINDAK yang dinilai sangat layak digunakan sebagai salah satu media pembelajaran biologi materi ekosistem di SMP Negeri 4 Boyolali dengan tingkat kelayakan 92, 62% (Rahmayani, dkk, 2014). Hamalik (2007) menyebutkan bahwa pengajaran yang menyediakan kesempatan siswa untuk belajar sendiri atau melakukan aktivitas sendiri adalah pengajaran yang efektif. Bahan ajar yang telah direvisi dan dinilai oleh ahli materi, ahli desain, dan guru selanjutnya diuji coba perorangan. Adapun tujuan dilakukannya uji coba perorangan adalah untuk untuk memperoleh indikasi (petunjuk) dan reaksi penampilan awal dari peserta didik terhadap isi bahan ajar. Setelah dilakukan uji perorangan, bahan ajar dikembangkan direvisi kembali sesuai dengan hasil uji perorangan. Hasil tanggapan siswa SMP Negeri 3 Berastagi pada uji coba perorangan dinyatakan bahwa bahan ajar ekologi kebun sayur SMP Berbasis Penemuan Terbimbing yang telah dikembangkan termasuk kategori sangat baik dengan rata-rata persentase 89,88% . Selanjutnya dilakukan uji tahap kedua yaitu uji kelompok kecil. Tujuan uji kelompok kecil adalah untuk menentukan apakah peserta didik dapat menggunakan bahan ajar tanpa berinteraksi dengan pengajar (guru). Uji coba kelompok kecil ini menyatakan bahwa bahan ajar ekologi kebun sayur SMP Berbasis Penemuan Terbimbing yang telah dikembangkan termasuk kategori sangat baik dengan rata-rata persentase 90,48%. Setelah dilakukan uji kelompok kecil, bahan ajar yang dikembangkan direvisi kembali sesuai dengan masukan hasil uji coba kelompok kecil sebelumnya. Selanjutnya dilakukan uji tahap ketiga yaitu uji kelompok terbatas.Tujuan dari uji coba kelompok terbatas ini adalah untuk menentukan apakah perubahan-perubahan di Tujuan lain adalah untuk melihat apakah bahan ajar tersebut dapat digunakan di dalam situasi yang lebih luas. Hasil tanggapan siswa SMP Negeri 3 Berastagi pada uji coba kelompok terbatas dinyatakan bahwa bahan ajar biologi SMP Berbasis Penemuan Terbimbing yang telah dikembangkan termasuk kategori sangat baik dengan rata-rata persentase 91,14% .Rata-rata persentase penilaian oleh ketiga uji coba lapangan tersebut adalah 90,5% dan bahan ajar yang dikembangkan peneliti dinilai sangat baik sehingga dinyatakan layak digunakan sebagai buku pendamping dalam pembelajar biologi di kelas. 245
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 Hasil angket tanggapan siswa menunjukan bahwa respon siswa terhadap bahan ajar yang dikembangkan sangat baik. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Sudibyo (2005) yg menunjukan bahwa seperangkat pembelajaran IPA Terpadu yang telah dikembangkan dapat digunakan dengan baik dan siswa menikmati suasana pembelajaran. Hal ini didukung juga dengan kelengkapan lembar kegiatan pada bahan ajar yang telah dikembangkan. Hidayah dan Sugiarto dalam buku Majid (2013) mengatakan, bahwa lembar kerja siswa merupakan salah satu jenis alat bantu pembelajaran. Dari hasil penilaian yang telah dilakukan oleh ahli materi pembelajaran, ahli desain pembelajaran, uji coba perorangan, uji coba kelompok kecil, dan uji kelompok terbatas dinyatakan bahwa bahan ajar ekologi kebun sayur berbasis penemuan terbimbing yang telah dikembangkan dinilai sangat baik dan layak digunakan sebagai buku pendamping dalam pembelajar biologi di kelas dengan rata-rata persentase keseluruhan sebesar 91,12%. Meskipun mendapatkan skor yang tinggi namun tetap dilakukan revisi pada bahan ajar ini. Hal ini didasarkan pada pertimbangan masukan yang diberikan oleh ahli. Revisi yang diberikan oleh ahli meliputi: melengkapi lembar kegiatan untuk memperjelas konsep penemuan terbimbing untuk memudahkan siswa dalam melakukan pengamatan, melengkapi daftar isi sesuai kerangka penemuan terbimbing, menambahkan kotak glosarium untuk menambah pengetahuan siswa, membuat lembar kegiatan di awal sebelum pemberian konten atau materi, membuat kalimat aktif di setiap perintah kegiatan dan menggunakan siswa sebagai subjek, membuat pertanyaan tantangan pada buku, menambahkan penguatan konsep yang penting, menghilangkan kata yang di awal kalimat, menggunakan ukuran kalimat satu spasi pada keterangan gambar, menggunakan warna hitam putih pada tabel pengamatan, keterangan gambar harus konsisten dan diletakkan di bawah gambar, kolom kalimat pada buku harus konsisten (1 kolom atau 2 kolom), harus menunjukkan ekologi kebun kubis pada cover, ukuran gambar piramida makanan dibuat lebih besar agar terlihat jelas, memperhatikan komposisi gambar, menghilangkan ruang yang kosong, menggunakan huruf italic pada kata ilmiah dan menebalkan kata asing atau istilah penting, memperhatikan komposisi gambar, mengatur cara penarikan gambar agar ukuran gambar sesuai, dan membuat word square sebagai evaluasi siswa. Penilaian dari ahli materi dilakukan, karena dianggap perancang bahan ajar berpengetahuan mengenai bahan ajar atau sedang bekerja dengan seorang ahli pembelajaran. Sedangkan ahli desain pembelajaran akan memberikan saran-saran terhadap bahan ajar yang berhubungan dengan tipe pembelajaran yang berhubungan terhadap apa yang diketahui tentang peningkatan tipe pembelajaran tertentu (Dick, W., & Carey, L., 2001). 246
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 Pada saat proses validasi produk, siswa memberikan tanggapan sangat tertarik untuk membaca bahan ajar yang dikembangkan karena ketika dilihat dari penampilan cover dan gambar telah menarik siswa untuk mengetahui isi bahan ajar tersebut lebih lanjut. Disamping itu, penyajian bahan ajar biologi yang dikembangkan juga dinilai menarik perhatian siswa karena tampilan bahan ajar yang penuh warna dan objek yang diamati dekat dengan kehidupan sehari-hari peserta didik. Kelebihan buku ekologi kebun sayur berbasis penemuan terbimbing ini adalah materinya yang ringkas dan tegas, lebih mengajak siswa untuk aktif, dapat mengoptimalkan potensi yang ada di lingkungan sekitar, dan tampilannya yang menarik. Menurut Roestiyah (2008) adapun kekurangan yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran dengan bahan ajar yang dikembangkan adalah (a) Dipersyaratkan keharusan adanya persiapan mental untuk cara belajar ini, misalnya siswa yang lamban mungkin bingung dalam usahanya mengembangkan pikiran jika berhadapan dengan hal-hal yang abstrak. (b) Metode ini kurang berhasil untuk mengajar kelas besar, misalnya sebagian besar waktu dapat hilang karena membantu seorang siswa menemukan teori-teori. (c) Harapan yang ditumpahkan pada strategi ini mungkin mengecewakan guru dan siswa yang sudah biasa dengan perencanaan dan pengajaran secara tradisional. (d) Mengajar dengan penemuan mungkin akan dipandang sebagai terlalu mementingkan memperoleh pengertian dan kurang memperhatikan diperolehnya sikap dan keterampilan. (e) Dalam beberapa ilmu (misalnya IPA) fasilitas yang dibutuhkan untuk mencoba ide-ide mungkin tidak ada. Oleh karena itu dalam mengaplikasikan bahan ajar ekologi kebun kubis berbasis penemuan terbimbing ini juga harus memperhatikan hal-hal tersebut. G. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan, maka diperoleh kesimpulan bahwa produk akhir bahan ajar biologi topik ekologi kebun sayur berbasis penemuan terbimbing bagi kelas VIISMP/MTs berbasis penemuan terbimbing dinilai layak sebagai bahan bacaan untuk siswa SMP. Hal ini didukung oleh hasil validasi Dari hasil penilaian yang telah dilakukan oleh ahli materi pembelajaran diperoleh hasil 91,8% dengan kategori sangat baik, ahli desain pembelajaran diperoleh hasil 90,74% dengan kategori sangat baik, dua guru bidang studi biologi diperoleh hasil 91,41% dengan kategori sangat baik, uji coba perorangan diperoleh hasil 89,88% dengan kategori sangat baik, uji coba kelompok kecil diperoleh hasil 90,48% dengan kategori sangat baik, uji coba kelompok terbatas diperoleh hasil 91,4% dengan kategori sangat baik terhadap bahan ajar biologi berbasis penemuan terbimbing.
247
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 Persentase penilaian secara keseluruhan terhadap buku ajar kebun sayur yang dikembangkan berbasis penemuan terbimbing ini adalah 90,5% dengan kategori sangat baik dan dinyatakan layak. H. SARAN Berdasarkan proses pengembangan yang telah ditempuh, hasil uji coba, dan kesimpulan yang telah dipaparkan, maka penulis mengajukan beberapa saran dalam pengembangan bahan ajar biologi berbasis penemuan terbimbing pada topik ekologi kebun sayur ini, sebagai berikut: Bahan ajar ini digunakan dalam proses pembelajaran sehingga membantu siswa untuk memahami materi pembelajaran, mampu mengaitkan pembelajaran yang diperoleh di kehidupan sehari-hari dan memiliki kecakapan penemuan terbimbing dalam mengidentifikasi lingkungan sekitar lainnya; Bahan ajar ini sudah melalui tahap pengujian oleh para ahli, sehingga diharapkan dapat dicetak dan dipergunakan sebagai bahan ajar yang mendukung peningkatan pemahaman siswa terhadap topik ekologi kebun sayur dan siswa dapat memahami pembelajaran lingkungan sekitar dan mengaplikasikan ilmu yang diperolehnya dalam kehidupan sehari-hari; Untuk pengaplikasian yang lebih baik, maka bahan ajar ini dapat diuji keefektifannya terhadap siswa; Bahan ajar pada buku ini berbasis penemuan terbimbing pada topik ekologi kebun kubis, maka penerapannya juga dapat dilakukan pada kebun lainnya; Hasil penelitian ini masih memungkinkan dipengaruhi oleh faktor-faktor yang tidak terkontrol, maka perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan sampel yang lebih banyak dan luas. DAFTAR PUSTAKA Anita, L. 2008. Memudahkan anak belajar. Jakarta : Kompas. Dick, W., & Carey, L. 2001. The Systematic Design of Instruction. Addison-Wesley Educational Publisher Inc. Estuningsih, Silvia.dkk. 2013. Pengembangan Lembar Kerja Siswa (LKS) Berbasis Penemuan Terbimbing (Guided Discovery) untuk Meningkatkan Hasil belajar Peserta Didik Kelas XIII IPA SMA Pada Materi Substansi Genetika. FMIPA UNESA. Mansur, Muslich. 2007. KTSP. Pembelajaran Berbasis kompetensi dan Konstektual. Paduan bagi Guru, Kepala Sekolah, dan Pengawas Sekolah. Jakarta: Bumi Aksara. Suratsih, dkk. 2009. Pengembangan Modul Pembelajaran Genetika Berbasis Fenomena Lokal. Jurnal FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta. Trianto. (2011). Pengantar Penelitian Pendidikan Bagi Pengembangan Profesi Pendidikan dan Tenaga Kependidikan. Jakarta: Kencana. Trisnaningsih. 2007. Pengembangan Bahan Ajar Untuk Meningkatkan Pemahaman Materi Mata Kuliah Demografi Teknik. Jurnal Ekonomi & Pendidikan, 4 (2). 248
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 ANALISIS KESULITAN BELAJAR BIOLOGI SISWA PADA MATERI BIOTEKNOLOGI DI SMA NEGERI SE-KOTA MEDAN
2
Wahida Rahmadani1, Fauziah Harahap2dan Tumiur Gultom2 1 Guru SMA N 6 Medan. Jl. Anshari No.34 Medan Tenaga Pengajar Prodi Pendidikan Biologi Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan. Medan, Sumatera Utara Email: [email protected] ABSTRACT
The aim of the study is to determine students’ learning difficulties at all Public Senior High School (SMA) in Medan. This research is descriptive. The population of the study is all students of class XII totaling 7272 in 21 Public Senior High Schools (SMA Negeri) spread over 15 districts. Samples were taken using Purposive Sampling, they are 524 students of class XII in 7 schools (SMAN 3 Medan, SMAN 4, SMAN 6, SMAN 10, SMAN 11, SMAN 12 and SMAN 15). The techniques for data collection use biotechnology achievement test (multiple choice test, essays, concept map and questionnaires). The finding of the study concluded that biotechnology materials for students of public SMA in Medan is a matter which level of difficulty is very high (78%). The test form used consists of three types of tests, namely concept map with difficulty percentage (71%), essay (72%) and multiple choices (94%). The test is based on cognitive levels of obtained that the largest cause students’ learning difficulties come from C5 (26%), C4 (22), C3 (21%), C2 (19%), C1 (12%). The percentage of students’ learning difficulties based on highest sub materials was sub matter of genetic engineering (28%), the results of biotechnology (25%), the types of biotechnology (23%), the impact of biotechnology (22%), and the understanding of biotechnology (10%). Keywords: learning difficulties, biotechnology ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Kesulitan Belajar Siswa di SMA Negeri Se-Kota Medan. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa-siswi kelas XII yang berjumlah 7272 di 21 SMA Negeri se-Kota Medan yang tersebar di 15 kecamatan. Sampel diambil dengan teknik Purposive Sampling yaitu 524 siswa kelas XII di 7 (SMA N 3 Medan, SMA N 4 Medan, SMA N 6 Medan, SMA N 10 Medan, SMA N 11 Medan, SMA N 12 Medan dan SMA N 15 Medan). Teknik pengumpulan data menggunakan tes hasil belajar bioteknologi (tes pilihan ganda, essay, peta konsep dan angket). Hasil penelitian disimpulkan bahwa materi bioteknologi bagi siswa SMA Negeri seKota Medan merupakan materi yang tingkat kesulitannya sangat tinggi (78%). Bentuk tes yang digunakan terdiri dari tiga jenis tes yaitu peta konsep dengan persentase kesulitan sebesar (71%), essay (72%) dan pilihan ganda (94%). Tes berdasarkan level kognitif didapatkan penyebab kesulitan belajar siswa terbesar berasal dari level C5 (26%), C4 (22%), C3 (21%), C2 (19%), C1 (12%). Persentase kesulitan belajar siswa berdasarkan sub materi yang tertinggi adalah sub materi rekayasa genetika (28%), hasil-hasil bioteknologi (25%), jenis-jenis bioteknologi (23%), dampak pemanfaatan bioteknologi (22%) dan pengertian bioteknologi (10%). Kata Kunci: kesulitan belajar, bioteknology 249
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 PENDAHULUAN Bioteknologi adalah ilmu multidisiplin karena terkait dengan bidang ilmu yang lain seperti biokimia, genetika, mikrobiologi, fisika, dan matematika, sehingga untuk mengajarkan meteri bioteknologi memerlukan pemahaman yang mendasar dari beberapa bidang ilmu yang terkait, hal ini membuat bioteknologi menjadi sangat kompleks untuk dipelajari. Selain itu beberapa sub materi yang dikaji dalam bioteknologi masih bersifat abstrak karena mengkaji sesuatu yang sifatnya molekuler (Lubis, 2012). Sebagai suatu ilmu, bioteknologi mempunyai beberapa karakteristik diantaranya merupakan ilmu yang bersifat multidisipliner, lebih banyak bersifat aplikatif sehingga membutuhkan penguasaan konsep dasar yang cukup
banyak menimbulkan kontroversi
(terutama produk-produk bioteknologi yang bersifat transgenik) serta berkembang sangat pesat karena manfaatnya bersentuhan langsung dengan peningkatan taraf hidup manusia (Purwianingsih et al, 2009). Bioteknologi sesungguhnya merupakan topik yang menarik karena aplikasinya sangat terkait dengan kehidupan sehari-hari. Namun dilain pihak, bioteknologi juga merupakan topik yang relatif sulit karena untuk mendapatkan pemahaman yang baik diperlukan dukungan pemahaman terhadap ilmu-ilmu dasar yang bersifat abstrak. Karakteristik ini menyebabkan bioteknologi merupakan materi yang dianggap sulit baik oleh guru maupun peserta didik (Nurainun, 2014). Bioteknologi untuk peserta didik di SMA (Sekolah Menengah Atas) diharapkan dapat memiliki nilai pengetahuan karena dapat mengatasi permasalahan umat manusia seperti menyangkut pangan, sandang, papan, kesehatan maka dalam hal ini terkait dengan standart kurikulum prinsipnya peserta didik dapat mengimplikasi sains maka dituntut memahami prinsip-prinsip dasar bioteknologi tersebut. Dalam melakukan kegiatan belajar tidak senantiasa berhasil, seringkali ada hal-hal yang mengakibatkan timbulnya kegagalan atau kesulitan belajar yang dialami oleh siswa. Terjadinya kesulitan belajar dikarenakan siswa tidak mampu mengaitkan antara pengetahuan baru dan pengetahuan lamanya sehingga menimbulkan ketidak pahaman atau ketidak jelasan terhadap suatu pelajaran (Caryono dan Suhartono, 2012). Demikian pula halnya materi bioteknologi, gejala kesulitan akan tampak diantaranya ketika siswa tidak lagi mampu berkonsentrasi, sebagian siswa memperoleh nilai yang rendah, siswa menunjukkan kelesuan, dan sebagian besar siswa tidak menguasai bahan yang telah guru sampaikan. Berdasarkan hasil observasi di beberapa SMA Negeri di Kota Medan, didapatkan keterangan bahwa perolehan nilai rata-rata peserta didik masih banyak yang belum mencapai 250
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 KKM berdasarkan Badan Standart Nasional Pendidikan (BSNP) yaitu 75. Di SMAN 2 Medan misalnya, nilai rata-rata siswa pada materi bioteknologi (70), SMAN 3 (70), di SMAN 4 (65), SMAN 14 (70), SMAN 6 (68). Tidak tercapainya nilai siswa sesuai KKM dapat dijadikan sebagai indikator bahwa telah terjadi kesulitan belajar siswa pada materi bioteknologi. Kesulitan belajar siswa dalam memahami materi bioteknologi pada umumnya pada sub materi bioteknologi modern yang bersifat abstrak dan mengkaji sesuatu yang bersifat molekuler. Untuk mengentaskan kesulitan belajar siswa pada materi bioteknologi maka perlu dilakukan penelitian untuk menganalisis faktor penyebab kesulitan tersebut. Sehingga pada akhirnya dapat diambil langkah konkrit untuk melakukan
inovasi pembelajaran sesuai
permasalahan yang siswa hadapi. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri se-Kota Medan pada bulan Januari sampai dengan bulan Maret 2016. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa-siswi SMA kelas XII di 21 SMA Negeri se-Kota Medan yang berjumlah 7272 orang. Sampel diambil dengan teknik purposive sampling, yaitu 524 siswa kelas XII di 7 sekolah (SMAN 3, SMAN 4, SMAN 6, SMAN 10, SMAN 11, SMAN 12, SMAN 15) Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah melalui tes kesulitan belajar (pilihan ganda, essay, peta konsep dan angket). HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil tes kognitif materi bioteknologi dari 524 orang siswa diperoleh data nilai ratarata hasil belajar siswa sebesar = 53 dengan nilai minimum = 18, nilai maksimumn = 88, range = 70, median = 58, simpangan baku = 21. Tabel 1 (%) Siswa yang Tuntas dan Tidak Tuntas Pada Materi Bioteknologi
di SMA
Negeri se-Kota Medan Berdasarkan KKM (75) Hasil Penguasaan dan Kesulitan Materi Bioteknologi SMA N
Tidak Tuntas
Tuntas
Jumlah
%
Jumlah
%
3
75
91
7
9
4
69
83
14
17
6
49
75
16
25
10
72
91
7
9
11
50
71
20
29
12
53
71
22
29
15
44
63
26
37
Rata2
412
112
22
78
251
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 Ketuntasan belajar siswa diatas merupakan total hasil tes pilihan berganda, essay dan peta konsep dapat dilihat pada Tabel 2 Tabel 2. Persentase Siswa yang Tuntas dan Tidak Tuntas Pada Tes Pilihan Ganda, Essay dan Peta Konsep Materi Bioteknologi di SMA Negeri Se-Kota Medan Berdasarkan KKM (75) % Penguasaan dan Kesulitan Belajar Materi Bioteknologi No
PG
SMA N
Essay
Peta Konsep
T
TT
T
TT
T
TT
1.
3
0
82
9
73
8
74
2.
4
0
83
17
66
9
74
3.
6
0
65
16
49
16
49
4.
10
1
78
9
70
25
54
5.
11
8
62
28
42
31
39
6.
12
9
66
27
48
30
40
7.
15
13
57
39
31
33
37
Rata2
4.4
70.4
20.7
54.1
21.7
52.4
A. Kesulitan Belajar Berdasarkan Level Kognitif Persentase (%) Penguasaan dan
Kesulitan Belajar Siswa Berdasarkan Level Kognitif
ditampilkan pada Gambar 1. C5 26% C4 22%
C1 12%
C2 19%
C3 21%
Gambar 1 Persentase (%) Penguasaan dan Kognitif
Kesulitan Belajar Siswa Berdasarkan Level
B. Kesulitan Belajar Berdasarkan Sub-Materi Persentase (%) Penguasaan dan Kesulitan Belajar Siswa Berdasarkan Sub-Materi ditampilkan pada Gambar 2. SM 1 SM 5 10% 22% SM 2 23% SM 4 25% SM 3 28%
Gambar 2 Persentase (%) Penguasaan dan Kesulitan Belajar Siswa Berdasarkan Sub-Materi
252
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 C. Kesulitan Belajar Berdasarkan Indikator Kesulitan belajar berdasarkan indikator ditampilkan pada Gambar 3.
90 80 70 60 50 40 30 20
72 50
60 44
50
42,5
37
10 0 1
2
3
4
5
6
7
Indikator Pada Bab Bioteknologi
Gambar 3. Persentase (%) Kesulitan Belajar Siswa Setiap Indikator di SMA Negeri se-Kota Medan Keterangan : 1. Pengertian bioteknologi 2. Menjelaskan prinsip dasar bioteknologi 3. Membedakan bioteknologi konvensional dan modern 4. Menjelaskan proses rekayasa genetika 5. Mengidentifikasi urutan proses rekayasa genetika 6. Mengidentifikasi sumber-sumber agen bioteknologi dan produk yang dihasilkan 7. Menjelaskan dampak pemanfaatan hasil produk bioteknologi
Melalui penelitian yang dilakukan pada siswa SMA Negeri se-Kota Medan dengan menggunakan tes pilihan berganda, essay dan peta konsep didapatkan hasil yang menunjukkan bahwa terdapat kesulitan belajar yang dialami siswa pada materi bioteknologi. Kesulitan belajar ini diketahui melalui banyaknya hasil belajar siswa yang tidak tuntas (dibawah KKM) pada setiap sub materi yang diujikan. Tes penguasaan dan kesulitan belajar materi bioteknologi ini diberikan pada 524 orang siswa di SMA Negeri se-Kota Medan dan didapatkan hasil 412 orang tidak tuntas dengan persentase 78% dan 112 orang siswa yang tidak tuntas dengan persentase 22%. Sedangkan 253
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 dari hasil tes siswa didapatkan tingkat kesulitan materi bioteknologi berada pada kategori sedang, tinggi dan sangat tinggi. Berdasarkan dari hasil angket dan wawancara yang dilakukan oleh siswa yang tidak tuntas didapatkan bahwa sebagian besar siswa mengalami kesulitan pada materi bioteknologi. Tes penguasaan dan kesulitan belajar yang diberikan pada siswa terdiri dari lima sub materi yaitu sub materi pengertian bioteknologi, sub materi jenis-jenis bioteknologi, sub materi rekayasa genetika, sub materi hasil-hasil bioteknologi di berbagai bidang dan sub materi dampak pemanfaatan produk bioteknologi. Dari kelima sub materi tersebut, sub materi yang mengalami kesulitan terbesar adalah sub materi rekayasa genetika dengan rata-rata persentase sebesar 59.43% dengan kategori sangat tinggi. Sub materi ini terdiri dari 2 indikator yaitu menjelaskan proses rekayasa genetika dengan persentase sebesar 71.88% (berada pada kategori sangat tinggi) dan mengidentifikasi urutan proses rekayasa genetika dengan persentase sebesar 63.3% (berada pada kategori sangat tinggi). Kesulitan belajar yang berada pada kategori sangat tinggi ini disebabkan karena siswa mengalami kesulitan mengingat bahasa latin untuk tata nama mikroorganime yang digunakan dalam bioteknologi, bahasa latin untuk nama-nama enzim maupun bahasa latin yang digunakan dalam proses bioteknologi modern. Siswa juga merasa kesulitan dalam mengurutkan proses-proses rekayasa genetika. Sub materi yang tingkat kesulitannya berada di tingkat kedua adalah jenis-jenis bioteknologi yang terdiri dari satu indikator yaitu membedakan bioteknologi konvensional dan modern dengan persentase kesulitan sebesar 47.6% yang berada pada kategori kesulitan belajar tinggi. Kesulitan belajar ini disebabkan karena siswa kesulitan dalam hal menentukan pernyataan-pernyataan dengan tepat pada proses yang terjadi dalam bioteknologi konvensional maupun bioteknologi modern disebabkan sebagian besar pernyataan-pernyataan tersebut menggunakan bahasa biologi. Sub materi yang tingkat kesulitannya berada pada posisi ketiga adalah sub materi dampak pemanfaatan bioteknologi dengan persentase sebesar 42.5% dan berada pada kategori kesulitan belajar tinggi. Sub materi selanjutnya adalah sub materi hasil-hasil bioteknologi dengan persentase sebesar 35.1% dan berada pada kategori kesulitan belajar sedang. Sub materi terakhir adalah sub materi pengertian bioteknologi dengan persentase kesulitan sebesar 31.3% dan berada pada kategori kesulitan belajar sedang. Kesulitan belajar bioteknologi pada siswa yang sangat besar ini khususnya pada sub materi hasil-hasil bioteknologi dan sub materi menjelaskan dampak pemanfaatan hasil produk bioteknologi di berbagai bidang kehidupan disebabkan karena “bioteknologi merupakan ilmu 254
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 yang bersifat multidisipliner, lebih banyak bersifat aplikatif sehingga membutuhkan penguasaan konsep-konsep dasar yang cukup banyak menimbulkan kontroversi (terutama produk-produk bioteknologi yang bersifat transgenik) serta berkembang sangat pesat karena manfaatnya bersentuhan langsung dengan peningkatan taraf hidup manusia (Purwianingsih et al, 2009)”. Untuk kesulitan belajar pada sub materi rekayasa genetika kesulitan belajar siswa disebabkan karena dalam prosesnya banyak menggunakan mikroorganisme yang bersifat abstrak. Hal ini sesuai dengan pernyataan Lubis (2012) sub materi yang dikaji dalam bioteknologi masih bersifat abstrak karena mengkaji sesuatu yang sifatnya molekuler. Sementara menurut Trianto (2007) sebagian aspek biologi bersifat kasat mata (visible) artinya dapat dibuat fakta konkritnya dan sebagian aspek lain bersifat abstrak atau tidak kasat mata (invisible) artinya tidak dapat dibuat fakta konkritnya. Sedangkan untuk sub materi pengertian bioteknologi dan sub materi jenis-jenis bioteknologi kesulitannya disebabkan karena penggunaan nama latin untuk jenis mikroorganisme dan bermacam-macam enzim yang digunakan yang juga menggunakan bahasa latin sehingga siswa sulit untuk mengingat dan menghafalnya. Aspek ini merupakan salah satu masalah yang dihadapi oleh dunia pendidikan yaitu masalah lemahnya proses pembelajaran. Proses pembelajaran di kelas masih diarahkan kepada kemampuan anak untuk menghafal informasi. Pendidikan di sekolah terlalu menjejali otak anak dengan berbagai bahan ajar yang harus dihafal (Sudarman dalam Hasibuan, 2014). Tes yang digunakan untuk mengukur kesulitan belajar siswa pada materi bioteknologi ini menggunakan tiga jenis tes yaitu tes pilihan berganda, tes essay dan peta konsep. Penggunaan tes yang bervariasi ini bertujuan untuk mengukur apakah terdapat perbedaan kemampuan siswa dalam menjawab soal-soal bioteknologi dalam bentuk pilihan ganda, essay atau melaui peta konsep. Tes pilihan ganda merupakan tes yang paling sulit untuk dijawab oleh siswa. Hal ini dibuktikan dengan rendahnya persentase yang didapat dari hasil tes pilihan ganda. Dalam penelitiannya Rahayu et al (2014) menyatakan bahwa soal pilihan ganda merupakan bentuk soal yang memberikan alternatif jawaban bagi siswa sehingga siswa tinggal memilih salah satu alternatif jawaban tersebut yang dianggap sebagai jawaban yang paling benar. Tes pilihan ganda akan menghindari subjektifitas guru dalam memberikan penilaian pada hasil jawaban siswa karena sudah disediakan kunci jawaban yang tidak dapat dirubah. Menurut Sukardi (2010) pedoman yang perlu diperhatikan oleh guru dalam menyusun soal yang diberikan kepada siswa adalah guru harus membuat pokok persoalan yang mengandung permasalahan atau problem yang dinyatakan dalam bentuk pertanyaan dan membuat alternatif jawaban sebanyak empat alternatif, dimana hanya terdapat 1 jawaban 255
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 benar sebagai kunci jawaban. Kategori soal pilihan ganda cukup sukar karena alternatif jawaban yang disediakan pada tiap pertanyaan hampir mirip (homogen), sehingga siswa sulit untuk memilih jawaban yang tepat, sehingga banyak siswa yang menjawab salah dan memperoleh nilai yang rendah. Tes dalam bentuk essay yang digunakan untuk melihat hasil belajar siswa berada pada posisi kedua setelah pilihan ganda. Penggunaan bentuk tes ini berlandaskan alasan bahwa tes essay dinilai dapat meningkatkan daya analisis siswa dan kemampuan siswa untuk memberikan jawaban dengan bahasa siswa sendiri mengenai soal yang diujikan, sehingga siswa lebih belajar dengan optimal. Arikunto (1999) menjelaskan bahwa keburukan tes essay adalah mempersulit guru dalam memberikan koreksi terhadap jawaban siswa karena memerlukan waktu koreksi yang cukup lama dan sulit. Selain itu, cara mengoreksi jawaban siswa banyak dipengaruhi oleh unsur-unsur subjektif sehingga membutuhkan pertimbangan individual lebih banyak dari guru untuk menilai jawaban siswa tersebut. Hal inilah yang menyebabkan persentase siswa tuntas lebih banyak dalam menjawab tes essay daripada siswa yang tuntas dalam menjawab soal pilihan ganda. Survey terhadap opini siswa sekitar 50 th yang lalu, membuktikan bahwa para siswa belajar lebih serius dan teliti untuk persiapan ujian bentuk tes essay daripada tes obyektif. Bentuk instrument essay sangat membantu siswa untuk dapat memaksimalkan segala pengetauan yang dimiliki dalam tulisan untuk menjawab pertanyaan yang diajukan. Dibanding dengan bentuk lain (pilihan ganda, benar salah dll) bentuk ini sangat fleksibel (Siswanto, 2006). Sedangkan untuk peta konsep yang digunakan untuk mengukur hasil belajar siswa dalam penelitian ini merupaka tes yang paling banyak dijawab oleh siswa dan menolong ketuntasan belajar siswa setelah nilainya dijumlahkan dengan nilai pilihan ganda dan nilai essay. Pemilihan penggunaan peta konsep dikarenakan peta konsep mampu mengungkapkan hubungan berarti antara konsep-konsep dalam bentuk gambar sehingga dapat diketahui lebih jelas gambaran konsep-konsep yang ada dalam fikiran peserta didik. Peta konsep merupakan alat yang dapat digunakan untuk mengetahui apa yang telah diketahui oleh peserta didik dalam bentuk retensi pengetahuan sekaligus menghasilkan proses belajar bermakna. Rohana et al (2009) dalam penelitiannya menerangkan bahwa pembelajaran yang disertai penyusunan peta konsep memungkinkan peserta didik terlibat aktif dalam proses berfikir mengaitkan konsep-konsep relevan yang telah mereka miliki dengan informasi baru yang sedang dipelajari. Hal ini juga membuat peserta didik terlatih dalam mengaitkan konsep-konsep yang
256
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 dimilikinya sehingga dapat membantu dalam memecahkan soal-soal dalam pembelajaran yang melibatkan beberapa konsep yang saling terkait. KESIMPULAN 1. Materi bioteknologi bagi siswa SMA Negeri se-Kota Medan merupakan materi yang tingkat kesulitannya sangat tinggi dengan persentase ketidaktuntasan siswa sebesar 78%. 2. Tingkat kesulitan belajar bioteknologi berdasarkan pada sub materi, yang paling dominan berada pada sub materi rekayasa genetika dengan persentase kesulitan sebesar 28%, sub materi hasil-hasil bioteknologi (25%), jenis-jenis bioteknologi (23%), dampak pemanfaatan bioteknologi (22%), pengertian bioteknologi (10%). 3. Terdapat perbedaan hasil tes siswa dalam menjawab soal pada katagori Pilihan ganda (94%), Essay (72%) dan Peta konsep (71%). 4. Level kognitif yang menyebabkan kesulitan belajar terbesar siswa adalah level C5 (26%), C4 (22%), C3 (21%), C2 (19%), C1 (12%). 5. Kesulitan belajar siswa dalam mempelajari bioteknologi berdasarkan indikator yang paling dominan tingkat kesulitannya indikator ke-6 yaitu sumber agen bioteknologi (72%), indikator ke-4 menjelaskan proses rekayasa genetika (60%), indikator ke-7 menjelaskan dampak pemanfaatan bioteknologi (59%). Mengidentifikasi urutan proses rekayasa genetika (50%), menjelaskan arti bioteknologi (50%) di urutan ke 5. Pada urutan ke-6 adalah indikator menjelaskan prinsip dasar bioteknologi (44%) dan terakhir adalah indikator membedakan bioteknologi konvensional dan modern (37%). DAFTAR PUSTAKA Arikunto. 1999. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan Edisi Revisi. Jakarta: Bumi Angkasa. Caryono, S dan Suhartono, 2012. Analisis Deskriptif Faktor Penyebab Kesulitan Belajar Mata Pelajaran Matematika di SMA Negeri 8 Purworejo Tahun Pelajaran 2012/2013. Jogjakarta: Pend. Matematika FMIPA UNY. Hasibuan, M. 2014. Analisis Kesulitan Siswa Pada Materi Genetika di SMA Negeri Se-Kota Sibolga. Medan: Universitas Negeri Medan. Lubis, Silvi PW. 2012. Perbandingan Penggunaan Media Video dan Animasi Terhadap Hasil Belajar dan Minimalisasi Miskonsepsi Siswa Tentang Kultur Jaringan di SMA Negeri 1 Lubukpakam. Medan: Universitas Negeri Medan. Nurainun. 2014. Analisis Kesulitan Guru Biologi dalam Melaksanakan Pembelajaran Materi Bioteknologi di SMP Se-Kabupaten Aceh Tamiang. Medan: Universitas Negeri Medan. Purwianingsih, W., Nuryani., Rustaman., Redjeki, S. 2009. Identifikasi Kesulitan Belajar Bioteknologi pada Guru SLTA. Jawa Barat: Pend. Biologi FMIPA UPI. 257
Seminar Nasional II Biologi dan Pembelajarannya 2016 Rohana, Hartono. Y., Purwoko. 2009. Penggunaan Peta Konsep Dalam Pembelajaran Statistika Dasar di Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Universitas PGRI Palembang: Palembang. Jurnal Pendidikan Matematika, Volume 3. NO.2, Desember 2009 Rahayu, D.T., Purnomo, H.B., Sudikin. 2014. Analisis Tingkat Kesukaran dan Daya Beda Pada Soal Ujian Tengah Semester Ganjil Bentuk Pilihan Ganda Mata Pelajaran Ekonomi Kelas X di SMA Negeri 5 Jember Tahun Ajaran 2012-2013. Surabaya: Universitas Jember. JURNAL EDUKASI UNEJ 2014, Vol I (1): 39-43 Siswanto. 2006. Penggunaan Tes Essay dalam Evaluasi Pembelajaran. Yogyakarta: UNY. Jurnal Pendidikan Akuntansi Indonesia Volume V No.1 Tahun 2006 Sukardi. 2010. Evaluasi Pendidikan Prinsip & Operasionalnya. Jakarta: Bumi Aksara. Trianto. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Kontrutivistik. Surabaya: Prestasi Pustaka.
258