POLITIK LINGKUNGAN HIDUP Kuliah Perspektif Sosiologi Lingkungan Hidup-Pascasarjana Sosiologi Universitas Sriwijaya 13 Oktober 2012 Dr. Abdul Wahib Situmorang, MA
Krisis Lingkungan Hidup
Krisis lingkungan hidup yang dihadapi dunia pada awal abab XXI. Krisis ini mencakup: (1) Polusi udara, laut, sungai, tanah (2) Kandungan racun dalam rantai makanan (3) Penurunan sumberdaya alam bumi (4) Penipisan lapisan ozon (5) Pemanasan global (6) Kepunahan jenis-jenis flora dan fauna (7) Hilangnya wilayah-wilayah alam liar (8) Erosi lapisan atas tanah (9) Desertifikasi (10)Deforestasi dan degradasi (11)Limbah nuklir (12)Krisis populasi
Source: Jim IFE dan Frank Tesoriero, Alternatif Pengembangan Masyarakat di Era Globalisasi-Comdev, 2008
Tanggapan Lingkungan Hidup dan “Green”
Beberapa pembeda “pandangan” terkait dengan melihat maslah dan jalan keluar yang harus dilakukan: (1) lingkungan hidup versus green (2) hijau muda versu hijau tua (3) lingkungan hidup versus ekologis (4) ekologi dalam versus ekologi dangkal Dua ciri penting dari perspektif lingkungan hidup: (1) memecahkan masalah-masalah spesifik dengan solusi-solusi yang diskrit, setiap masalah terisolasi, dan sebuah solusi spesifik dicarikan untuk itu. (2) mencari solusi dalam orde sosial, ekonomi dan politik yang ada saat ini. Tidak dipandang perlu untuk mengubah secara mendasar sifat dasar manusia, tetapi cukup melalui penerapan keahlian teknis Pandangan “green”: (1) Lebih mendasar atau radikal. Melihat masalah-masalah lingkungan hidup sebagai sekedar gejala-gejala dari masalah mendasar yang lebih penting seperti konsekuensi dari suatu orde sosial, eknomi, politik yang secara jelas tidak berkelanjutan. Solusi linear, konvensional, teknologi memadai dalam jangka pendek, tetapi perlu perubahan mendasar dalam jangka panjang Source: Jim IFE dan Frank Tesoriero, Alternatif Pengembangan Masyarakat di Era Globalisasi-Comdev, 2008
Relasi Antara Negara, Sistem Perwakilan Politik dan Protes dan gerakan Lingkungan Hidup
Negara
Protes dan Gerakan Lingkungan Hidup
Sistem Perwakilan Politik
Warga Negara
Sejumlah Wacana dalam Analisa Lingkungan Hidup (1)
Wildlife Management: Wildlife should be managed to insure adequate supply to provide for the recreational use of humans in terms of hunting or fishing. Conservation: Natural resources should be technically managed from a utilitarian perspective to realize the greatest good for the greatest number of people over the longest period of time. Preservation: Nature is an important component in supporting both the physical and spiritual life of humans. Hence the continued existence of wilderness and wildlife, undisturbed by human action is necessary.
Source: Robert J. Brulle, Politics and the Environment,
Sejumlah Wacana dalam Analisa Lingkungan Hidup (2)
Reform Environmentalism: Human health is linked to ecosystem conditions. To maintain a healthy human society, ecologically responsible actions are necessary. These actions can be developed and implemented through the use of natural sciences. Environmental Health: Human health is the outcome of interactions with physical, chemical, biological and social factors in the natural environment, especially toxic substances and pollution. To ensure community health requires a livable and healthy community, with adequate social services, and elimination of exposures to toxic or polluting substances
Source: Robert J. Brulle, Politics and the Environment,
Sejumlah wacana Dalam Analisa Hijau (1)
Deep Ecology: The richness and diversity of all life on earth has intrinsic value, and so human life is privileged only to the extent of satisfying vital needs. Maintenance the diversity of life on earth mandates a decrease in human impacts on the natural environment, and substantial increases in the wilderness areas of the globe. Environmental Justice: Ecological problems occur because of the structure of society and the imperatives this structure creates for the continued exploitation of nature. Hence, the resolution of environmental problems requires fundamental social change. Eco Feminism: Ecosystem abuse is rooted in androcentric concepts & institutions. Relations of complementarily rather than superiority between culture/nature, human/nonhuman, and male/female are needed to resolve the conflict between the human and natural worlds.
Source: Robert J. Brulle, Politics and the Environment,
Sejumlah wacana Dalam Analisa Hijau (2)
Eco Spiritualism: Nature is God's creation, and humanity has a moral obligation to keep and tend the Creation. Hence, natural and unpolluted ecosystems and biodiversity needs to be preserved. Green: All humans and their communities deserve to live in an equitable, just and environmentally sound world. Global abuses - such as ecological destruction, poverty, war, and oppression - are linked to global capitalism and the political and economic forces that have allowed the development of social inequality and injustices.
Animal Rights: All species have intrinsic rights to realize their own evolved characteristics, and to live an independent life free from human direction or intervention.
Source: Robert J. Brulle, Politics and the Environment,
Sejumlah wacana Dalam Analisa Hijau (3)
Eko Sosialisme: Krisis ekologi pada hakikatnya adalah konsekuensi dari kapitalisme. Pertumbuhan dan industriliasasi telah mengakibatkan kerusakan dan pencemaran, konsumsi berlebihan dan kurangnya tanggungjawab terhadap kesehatan planet. Solusi: Transformasi ke bentuk sosialisme. Perlindungan yang cukup bagi lingkungan, dan konservasi sumberdaya dapat lebih mudah dicapai melalui suatu sistem kolektif dan komunis.
Eko Anarkhisme: Krisis ekologi adalah akibat dari struktur-struktur dominasi dan kontrol yang dicontohkan oleh pemerintah, bisnis, militer dan bentuk-bentuk lain dari regulasi. Struktur tersebut menyangkal kebebasan manusia untuk menikmati alam. Solusi: Menginginkan kontrol pusat minimal, keputusan diambil oleh individu-individu atau dalam kelompok-kelompok masyarakat lokal yang kecil. Dengan kata lain, solusi ekologi sosial-terdesentralisasi, otonomis dan lokal.
Source: Robert J. Brulle, Politics and the Environment,
Sejumlah wacana Dalam Analisa Hijau (4)
Eko-Luddisme: kritik terhadap teknologi, yang berpendapat bahwa perkembangan teknologi yang tidak dikekang, jauh dari membawa manfaat tak terbatas kepada manusia, menciptakan lebih banyak masalah daripada yang dapat dipecahkannya, dan sangat bertanggungjawab atas masalah-masalah dunia saat ini. Anti-Pertumbuhan: Melihat pertumbuhan sebagai masalah besar. Orde saat ini berpegang pada premis bahwa pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan populasi, pertumbuhan keberlimpahan, dan pertumbuhan organisasi adalah diinginkan dan tidak terelakkan. Terdapat suatu kesadaran lebih besar dengan lebih baik dan salah satu kriteria keberhasilan adalah bertumbuh. Kritik: Hidup dalam dunia yang terbatas. Pertumbuhan tidak dapat berlangsung terus selamanya.
Source: Jim IFE dan Frank Tesoriero, Alternatif Pengembangan Masyarakat di Era Globalisasi-Comdev, 2008
Mazhab-mazhab Pemikiran “Green” Cabang Mazhab Green
Persepsi Atas Masalah Utama
Solusi Yang Diusulkan
Penulis Penting
Eko-Sosialisme
Kapitalisme
Masyarakat Sosialis
Gorz, Mellor, Ryle, Pepper, sarker, Luke
Eko-Anarkhisme
Hirarki, pemerintah, birokrasi
Desentralisasi, kontrol lokal, tidak ada pemerintah pusat
Bookchin, Thoreau, Marshall
Eko-feminisme
Patriarkhi
Revolusi femenis, menghargai atribut perempuan, mengakhiri penindasan gender
Mellor, salleh, Merchant, Shiva, Plumwood, warren
Eko-luddisme
Teknologi
Teknologi rendah berskala manusia, mengakhiri “kemanuan teknologi” yang tidak berakal
Illich, Postman, Mander, Bowers
Anti-pertumbuhan
Pertumbuhan ekonomi, populasi, konsumsi dll
Masyarakat tanpa pertumbuhan
Meadows, Suzuki, Ehrlich
Ekonomi green
Teori ekonomi konvensional
Ekonomi berkelanjutan termasuk eksternalitas, ekonomi yang terdesentralisasi
Henderson, Dauncey, Ekins, Pearce, daly & Cobb, Jacobs
Kerja dan pasar tenaga kerja
Definisi kerja, ketergantungan pada pasar tenaga kerja sebagai mekanisme distributif
Definisi-definisi baru dan kerja dan waktu senggang, jaminan pendapatan minimum
Gorz, Lipietz
Pembangunan global
Dominasi dan eksploitasi atas dunia mayoritas oleh dunia minoritas, ketidaksetaraan global pembangunan
Kesetaraan global, pembangunan tepat guna
Trainer, george, Shiva, Latauxhe, Norgaard
Eko-filosofi
Pandangan dunia yang antroprosentrisme
Pandangan dunia yang ekosentris
Fox, Eckersley, Naess
Pemikiran paradigma baru
Pandangan-dunia berpaham newtonian
Holistik, paradigma sistematis, tidak linear
Capra, Rifkin, Henderson, Ornstein & Ehrlich
Perskpektif Ekologis
PRINSIP EKOLOGIS
KONSEKUENSI
Holisme
Filosofi ekosentris menghormati kehidupan dan alam, menolak solusi linier, perubahan organik
Keberlanjutan
Konservasi, mengurangi konsumsi ekonomi, tanpa pertumbuhan, membatasi perkembangan teknologi, anti-kapitalis
Keanekaragaman
Menghargai perbedaan, tidak ada jawaban tunggal, desentralisasi komunikasi, jejaring, teknologi tingkat rendah
Keseimbangan
Global/Lokal, Yin and Yang, hak dan tanggungjawab, perdamaian dan kooperasi
Produk Politik Lingkungan Hidup (1)
1972-UN Stockholm Conference on Human Environment
Convention on the International Trade in Endangered Species of Wild Flora and Fauna, (CITES), Washington DC, 1973.
1987-Montreal CFC Protocol
Convention on the Control of Transboundary Movements of Hazardous Wastes and their Disposal, Basel, 1989
1997-Kyoto Protocol Perubahan Iklim
Convention on Access to Information, Public Participation in Decision-making and Access to Justice in Environmental Matters Aarhus , 1998
1974-Cocoyoc Statement (UNEP, UNCTAD)-the purposes of development
Convention on Biological Diversity (CBD), Nairobi, 1992.
1980-World Conservation Strategy (IUCN)
1987-Our Common Future, Laporan Brundtland
1992-UNEP Earth Summit-KTT Bumi di Rio de Jeneiro
Convention on Nuclear Safety, Vienna, 1994.
Produk Politik Lingkungan Hidup (2)
1926-Aturan tentang kegiatan yang menimbulkan gangguan terhadap publik
1971-Economic Commission for AsiaIndonesia diminta melaporkan terkait dengan polusi.
1972-Indonesia berpartisipasi di dalam konferensi Stockholm
1978-Kementerian lingkungan hidup berdiri, Emil Salim sebagai menteri
1979-AMDAL, peran edukasi lebih menonjol
1982-UU Lingkungan Hidup-masalah polusi
1986-PP29 AMDAL, terhadap industri baru
1994-UU Keanekaragama n hayati.
1997-Revisi UU Lingkungan Hidup
Amendemen UUD 1945 yang ke 4memasukan pembangunan berkelanjutan dan lingkungan hidup
2009-Revisi UU Lingkungan Hidup