Politik Hukum terhadap Penggunaan Hak Pakai atas Tanah dan Bangunan bagi Orang Asing di Indonesia
POLITIK HUKUM TERHADAP PENGGUNAAN HAK PAKAI ATAS TANAH DAN BANGUNAN BAGI ORANG ASING DI INDONESIA *Didik Suhariyanto ABSTRAK Penerapan Hak Pakai Atas Tanah bagi orang asing di Indonesia tidak terlepas dari politik dan hukum. Penerapannya berpengaruh bagi masyarakat Indonesia bahkan orang asing. Politik hukum adalah kebijakan (policy) yang dibuat oleh pemerintah atau penguasa. Kebijakan Agraria dirumuskan dalam penentuan hukum dan kebijakan yang mempunyai nilai strategis. Maka hukum sebagai instrument dasar menentukan hukum Agraria. UUPA hanya membatasi memberikan hak pakai kepada orang asing yang bersifat perorangan baik hak pakai atas tanah yang langsung dikuasai oleh Negara maupun hak pakai atas tanah yang menjadi milik warganegara Indonesia. Sedangkan untuk badan hukum yang didirikan di Indonesia PMA bisa diberikan Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai. Hak milik hanya untuk warganegara Indonesia. Kata Kunci : Politik Hukum, Orang Asing, Agraria PENDAHULUAN Latar Belakang Legal policy dilaksanakan untuk kepentingan yaitu pertama, pembangunan hukum yang berintikan pembuatan dan pembaruan terhadap materi-materi hukum agar dapat sesuai dengan kebutuhan, kedua pelaksanaan ketentuan hukum yang telah ada termasuk penegasan fungsi lembaga dan pembinaan para penegak hukum. Dari pengertian tersebut politik hukum mencakup proses pembuatan dan pelaksanaan hukum yang dapat menunjukkan sifat dan kearah mana hukum akan dibangun dan ditegakkan. (Moh. Mahmud MD, 2002:9) Dari pengertian politik hukum tampak terjadi kepentingan pada pihak penguasa atau pemerintah untuk mengambil keuntungan yang mengabaikan rakyat. Atau rakyat tidak pernah dilibatkan dalam setiap pemerintah mengambil sebuah ke-
Jurnal Ilmiah PROGRESSIF Vol.4 No.10, April 2007
bijakan. Termasuk pada sector pertanahan. Sehingga merampas hakhak rakyat. Politik hukum di bidang pertanahan (agraria) tampak jelas terjadi ketimpangan antara pemerintah dan kepentingan masyarakat. Padahal pemerintah seharusnya memiliki tujuan untuk mensejahterakan masyarakat. Seperti tercantum dalam Pembukaan UUD l945. Dalam ketentuan penggunaan hak pakai atas tanah dan bangunan memiliki kepentingan (legal policy), apalagi dengan perkembangan dalam persaingan global di era pasar bebas “Free Trade”. Dengan persaingan global ini setidaknya tidak terjadi ketimpangan dalam masyarakat. Serta diperlukan kepastian hukum dalam pertanahan khususnya hak pakai atas tanah dan bangunan. Hak pakai atas tanah dan bangunan tampaknya masih belum detail pengatrannya. Karena dalam pasal 4 ayat (2) UUPA tidak jelas
14
Politik Hukum terhadap Penggunaan Hak Pakai atas Tanah dan Bangunan bagi Orang Asing di Indonesia
mengaturnya yaitu adanya kebebasan mempergunakan tanah, jadi bersifat umum. Dan secara khusus hak pakai dapat dikuasai Negara sesuai keputusan pejabat, pasal 41 ayat (l) UUPA. Apalagi dalam Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun l996 tentang pemilikan rumah tempat tinggal dan hunian bahwa orang asing yang berkedudukan di Indonesia dikatakan bahwa orang asing yang berkedudukan di Indonesia yaitu memberikan manfaat bagi pembangunan nasional sehingga dapat memiliki rumah sebagai tempat tinggal dan dibangun dengan status hak pakai Dengan Peraturan Pemerintah tampak jelas bahwa orang asing di Indonesia diberikan kebebasan yang sangat luas berkaitan dengan masalah pertanahan di Indonesia. Sehingga yang terbatas hanya tentang kepemilikan orang asing atau perusahaan asing yaitu hanya hak milik atas tanah. Ditentukan dalam perolehan hak milik atas tanah dalam UndangUndang Pokok Agraria (UUPA) bahwa hak milik atas tanah hanya dapat dimiliki oleh warga Negara Indonesia dan badan hukum Indonesia tertentu.Kebebasan orang asing di Indonesia dalam penguasaan tanah termasuk hak pakai dan bangunan akan semakin mendesak warga masyarakat Indonesia yang tidak memiliki modal yang cukup. Karena orang asing yang memiliki modal besar akan memanfaatkan peluang yang diberikan oleh pemerintah melalui produk hukumnya. Maka penanaman modal asing akan semakin pesat baik perusahaan industri, perumahan maupun dibidang pertanian sehingga kebutuhan tanah semakin besar dan tidak jarang akan
Jurnal Ilmiah PROGRESSIF Vol.4 No.10, April 2007
terjadi permasalahan dalam sector pertanahan di Indonesia. Dan pemerintah dengan legitimasi hukum akan mengeluarkan segala bentuk perizinan kepada orang asing (investor) kepada badan atau perusahaan-perusahaan untuk tanah yang dikuasai oleh rakyat dan tentunya ini tidak lepas dari arogansi pemerintah. Atau dapat ditempuh dengan segala cara untuk membebaskan tanah milik rakyat. Apabila hal itu terjadi jelas bertentangan dengan landasan hukum pertanahan di Indonesia yaitu yang ditetapkan dalam pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan bahwa bumi air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan sebesarbesarnya untuk kemakmuran rakyat. Bahkan ketentun dalam UUD l945 dijabarkan lebih lanjut t UU No. 5 Tahun l960 tentang peraturan pokok agrarian (UUPA). Berdasarkan ketentuan pasal 2 UUPA bahwa bumi air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat. Penataan penggunaan tanah perlu memperhatikan hak-hak rakyat atas tanah, fungsi sosial hak atas tanah, batas maksimum pemilikan tanah pertanian dan perkotaan serta mencegah penelantaran tanah, termasuk berbagai upaya untuk mencegah penelantaran tanah, pemusatan penguasaan tanah yang merugikan kepentingan rakyat. Kelembagaan pertanahan disempurnakan agar makin terwujud system pengelolaan pertanahan yang terpadu, serasi, efektif, dan efisien yang meliputi tertib administrasi, tertib hukum, tertib penggunaan serta tertib
15
Politik Hukum terhadap Penggunaan Hak Pakai atas Tanah dan Bangunan bagi Orang Asing di Indonesia
pemeliharaan tanah dan lingkungan hidup. Kegiatan pengembangan administrasi pertanahan perlu ditingkatkan dan ditunjang dengan perangkat analisis dan perangkat informasi pertanahan yang semakin baik. Dan ditegaskan dalam pasal 55 ayat (2) UUPA bahwa warganegara asing dan badan hukum asing tidak boleh menjadi pemilik tanah kecuali ditentukan lain oleh undang-undang. Sedangkan dalam UU No.1 Tahun l967 tentang Penanaman Modal Asing (PMA) dalam pasal l4 menjelaskan, bahwa untuk keperluan persusahaan modal asing dapat diberikan tanah dan Hak Guna Bangunan (HGB). Hak Guna Usaha dan Hak Pakai menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam hal ini ketentuan undangundang Penanaman Modal Asing merupakan penegasan ketentuan UUPA. Dalam undang-undang PMA dijelaskan Hak Pakai adalah hak untuk menggunakan dan atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain sesuai pasal 42 ayat (l) UUPA. Dan Hak Pakai dapat diberikan yaitu pertama, selama jangka waktu tertentu atau selama tanahnya masih dipergunakan untuk keperluan tertentu. Kedua dengan Cuma-Cuma atau dengan pembayaran atau pemberian jasa berupa apapun sesuai pasal 41 ayat (2) UUPA. Disamping itu sudah tidak ada lagi perbedaan antara warga Indonesia dengan orang asing di Indonesia hal itu sesuai dengan UU No.4 Tahun l996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan
Jurnal Ilmiah PROGRESSIF Vol.4 No.10, April 2007
tanah. Maka terhadap tanah maupun bangunan yang melekat di tanah dengan status hak milik, hak guna bangunan dan hak pakai dapat dijadikan objek hak tanggungan. Objek tanggungan ini akan lebih menguntungkan pemilik modal besar termasuk torang asing di Indonesia karena lebih mudah dalam penggunaan tanah di Indonesia meskipun dengan status Hak Pakai. Ini kembali akan meminggirkan rakyat atau dapat dikatakan akan merampas hak-hak tanah atas rakyat Indonesia. Dan kemakmuran rakyat serta keadilan berdasarkan Pancasila dan UUD l945 tidak pernah dicapai bahkan kemakmuran bagi orang asing. Apabila ini yang terjadi kita akan kembali pada jaman Hindia Belanda yang dengan politk hukumnya yaitu menerapkan “Domenverklaring” yang menyatakan bahwa semua tanah yang tidak dibuktikan sebagai hak tanah adalah milik Negara. Sehingga Belanda sangat diuntungkan yaitu dapat menguasai tanah Indnesia seluas-luasnya dan tentunya sangat merugikan rakyat Indonesia. Permasalahan Dari pendahuluan tentang politik hukum terhadap penggunaan hak pakai atas tanah dan bangunan bagi orang asing di Indonesia yang mengalami perkembangan baik kebijakan pemerintah maupun dampak pada masyarakat Indonesia. Maka dalam hal tersebut dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : a. Penerapan hak pakai atas tanah bagi orang asing. b. Tinjauan yuridis penggunaan bangunan bagi orang asing. Atas dasar masalah tersebut, penelitian ini disusun untuk merumuskan secara yuridis tentang politik
16
Politik Hukum terhadap Penggunaan Hak Pakai atas Tanah dan Bangunan bagi Orang Asing di Indonesia
hukum terhadap penggunaan hak pakai atas tanah dan bangunan bagi orang asing di Indonesia.Langkah pertama ialah merumuskan Penerapan hak pakai atas tanah bagi orang asing. Langkah kedua meneliti Peranan hukum penggunaan bangunan bagi orang asing serta peraturan perundang-undangan sebagai pendukungnya. Kegunaan Teoritis dan Praktis dari Penelitian Kegunaan teoritis dari penelitian politik hukum terhadap penggunaan hak pakai atas tanah dan bangunan bagi orang asing di Indonesia bersangkut paut dengan pengembangan ketatanegaraan Indonesia dan pengembangan Ilmu Hukum. Kegunaan praktisnya merupakan suatu sumbangan pemikiran dan pengkajian kepada Pemerintah dan Pemerintah Daerah .a. Kegunaan Teoritis Kegunaan teoritis bagi pengembangan Ilmu Hukum. Penelitian ini bertujuan secara yuridis untuk menelusuri politik hukum terhadap penggunaan hak pakai atas tanah dan bangunan bagi orang asing di Indonesia. b. Kegunaan Praktis. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi tentang politik hukum terhadap penggunaan hak pakai atas tanah dan bangunan bagi orang asing di Indonesia. Dan penelitian ini secara praktis dapat dipakai sebagai referensi. tentang penataan ruang. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif. Metode pendekatan yang digunakan dalam pe-
Jurnal Ilmiah PROGRESSIF Vol.4 No.10, April 2007
nelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif yaitu suatu penelitian yang menekankan pada pengkajian peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan politik hukum terhadap penggunaan hak pakai atas tanah dan bangunan bagi orang asing di Indonesia Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Bahan Hukum Primer Bahan hukum yang diperoleh dari peraturan perundang-undangan, dokumen-dokumen resmi yang berhubungan dengan permasalahan yang diangkat. 2. Bahan Hukum Sekunder Bahan hukum yang diperoleh dari berbagai publikasi hukum yang meliputi buku-buku teks, kamus hukum, pendapat ahli hukum, masyarakat dan surat kabar serta bahan hukum yang dapat mendukung bahan hukum primer. Populasi dalam penelitian ini meliputi semua peraturan perundangundangan yang berkaitan dengan politik hukum terhadap penggunaan hak pakai atas tanah dan bangunan bagi orang asing di Indonesia. Teknik pengumpulan bahan hukum dalam penelitian ini adalah : 1. Studi Dokumen Mengkaji bahan bahan kepustakaan,baik yang berupa peraturan perundang-undangan maupun bahan bacaan yang berkaitan dengan politik hukum terhadap penggunaan hak pakai atas tanah dan bangunan bagi orang asing di Indonesia. 2. Wawancara Penelitian melakukan wawancara dengan pihak instansi pemerintah dan swasta serta masyarakat yang terkait dengan penelitian ini. Pengolahan bahan hukum yang sudah terkumpul disajikan dalam
17
Politik Hukum terhadap Penggunaan Hak Pakai atas Tanah dan Bangunan bagi Orang Asing di Indonesia
bentuk uraian,kemudian di analisis dengan menggunakan metode analisis kualitatif,yaitu bahan hukum yang sudah diperoleh disusun secara sistematis, untuk selanjutnya dianalisis menurut peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan politik hukum terhadap penggunaan hak pakai atas tanah dan bangunan bagi orang asing di Indonesia. Sehingga pada akhirnya dapat diambil suatu kesimpulan. HASIL DAN PEMBAHASAN Penerapan Hak Pakai Atas Tanah Bagi Orang Asing. Penerapan Hak Pakai Atas Tanah bagi orang asing di Indonesia tidak terlepas dari politik dan hukum. Maka penerapannya sangat berpengaruh bagi masyarakat Indonesia bahkan orang asing. Bahwa yang dimaksud dengan politik hukum adalah kebijakan (policy) yang dibuat oleh pemerintah atau penguasa. Kebijakan Agraria dirumuskan dalam penentuan hukum dan kebijakan yang mempunyai nilai strategis. Maka hukum sebagai instrument dasar menentukan hukum Agraria. Dan kebijakan agraria mempunyai nilai strategis dan jangka panjang. (Eman Ramelan, 2002 : 8) Ketentuan tersebut bagaimana kebijakan Agraria digunakan sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Maka dari ketentuan pasal 33 ayat (3) UUD l945 bahwa bumi air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Bahwa ketentuan dalam UUD l945 ditegaskan pada pasal 2 ayat (l) UUPA bahwa bumi, air, dan kekayaan yang terkandung didalamnya pada
Jurnal Ilmiah PROGRESSIF Vol.4 No.10, April 2007
tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara. Melihat isi dari ketentuan pasal 2 ayat (l) UUPA dengan isi pasal 33 ayat (3) UUD l945 ada perbedaan yaitu terdapat dari kata ruang angkasa. Maka terdapat kesan pasal 2 ayat (l) UUPA merubah dari isi pasal 33 ayat (3) UUD l945. Terjadi kesan dalam perubahan isi UUD l945 hanya menjelaskan atau menegaskan yang sudah diatur dalam UUD l945 dengan ketentuan isi pada unsur kehidupan yang terdiri dari tanah, air dan ruang angkasa. Bahwa dalam pasal 2 ayat (l) UUPA bersifat deklaratif dan bukan konstitutif. (AP Parlindungan, l989 : 3) Dari ketentuan tersebut terdapat hubungan antara Negara dan tanah dalam hal penguasaan sesuai pasal 2 ayat (2) UUPA, bahwa kewenangan Negara meliputi tiga hal : l. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa. 2. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa. 3. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum mengenai bumi, air dan ruang angkasa. Kewenangan untuk menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa sampai sekarang belum ada Peraturan Pemerintah (PP) yang mengatur. Sedangkan untuk pemilikan tanah atau hak milik hanya terbatas pada warga Negara Indonesia (WNI). Dan orang asing di Indonesia hanya sebatas pada hak pakai.
18
Politik Hukum terhadap Penggunaan Hak Pakai atas Tanah dan Bangunan bagi Orang Asing di Indonesia
Hal tersebut diatur dalam pasal 41 UUPA yang menyebutkan bahwa pada orang asing atau badan hukum asing yang dapat diberikan hak pakai, termasuk hak atas tanah yang bersifat tetap. Disamping hak milik, hak guna usaha (HGU), hak guna bangunan (HGB), hak sewa untuk bangunan, hak membuka tanah serta hak memungut hasil diatur dalam pasal l6 ayat (l) UUPA. Di dalam ketentuan pasal l6 ayat (l) UUPA adalah : l. Hak tanah bersifat tetap yaitu hak yang keberadaannya tetap diakui dan tidak akan dihapus. Seperti hak milik, hak guna usaha, dan hak guna bangunan. 2. Hak atas tanah yang bersifat sementara yaitu dalam waktu tertentu dapat dihapus.Seperti bagi hasil, hak gadai tanah pertanian, hak menumpang, hak sewa atas tanah pertanian. 3. Hak atas tanah yang ditetapkan berdasarkan undang-undang. Ini akan memberikan peluang bagi munculnya hak atas tanah baru. Seperti hak pengelolaan. Hal tersebut mencerminkan perlunya perencanaan dalam penggunaan tanah. Bahwa untuk mencapai apa yang dicita-citakan bangsa dan Negara dalam bidang agraria perlu adanya suatu rencana (planning) mengenai peruntukan, penggunaan dan persediaan bumi, air dan ruang angkasa untuk kepentingan rakyat dan Negara. Prinsip tersebut sangat relevan dengan keadaan sekarang. Dengan adanya perencanaan maka penggunaan tanah dapat dilakukan secara teratur sehingga dapat membawa manfaat yang sebesar-besarnya bagi Negara dan rakyat. Tanpa adanya suatu perencanaan dipastikan akan
Jurnal Ilmiah PROGRESSIF Vol.4 No.10, April 2007
terjadi ketimpangan dalam penggunaan tanah. Hak pakai atas tanah bagi orang asing juga diatur dalam pasal 42 UUPA jo pasal 39 PP No. 40 Tahun l996 yaitu : 1. Warga Negara Indonesia. 2. Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. 3. Departemen, lembaga pemerintah non departemen dan pemerintah daerah. 4. Badan keagamaan dan sosial. 5. Orang asing yang berkedudukan di Indonesia. 6. Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia. 7. Hak perwakilan Negara asing dan perwakilan badan Internasional. Hak pakai merupakan subyek yang lebih luas karena hak tersebut bukan suatu hak yang kuat. (Iman Soetiknjo, l994:78). Sedangkan ketentuan secara umum tentang hak pakai diatur dalam pasal 4 ayat (2) UUPA bahwa hak-hak atas tanah memberi wewenang untuk mempergunakan tanah yang bersangkutan, demikian pula bumi, air serta ruang yang ada diatasnya diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan tanah menurut undang-undang dan peraturan hukum yang lebbih tinggi. Ketentuan hak pakai juga dapat digunakan sebagai tanah bangunan dan sawah pertanian. (Boedi Harsono, l997 : 277) Sementara secara khusus tentang hak pakai diatur dalam pasal 41 ayat (l) UUPA bahwa hak pakai adalah hak menggunakan tanah dan dapat dikuasai langsung oleh Negara atau milik orang lain sesuai keputusan pejabat yang berwenang. Dari ketentuan tentang UUPA tentang hak pakai atas tanah dengan
19
Politik Hukum terhadap Penggunaan Hak Pakai atas Tanah dan Bangunan bagi Orang Asing di Indonesia
pasal 33 ayat (3) UUD l945 yaitu sebelumnya secara historis terdapat politik hukum pertanahan pada masa pemerintahan Belanda dengan Indonesia. Pada masa pemerintahan Hindia Belanda terjadi politik hukum di bidang pertanahan dengan memakai asas Domein. Bahwa Negara dapat memberikan hak atas tanah pada orang asing yang dalam praktenya mendesak hak-hak rakyat. Pada pemerintahan Hindia Belanda bahwa hukum tanah berdasarkan Agrarische Wet atau Asas Domeinverklaring yang menentukan semua tanah yang tidak dapat dibuktikan sebagai hak milik eigendom adalah tanah milik (domein) Negara. (Eddy Ruchiyat, l986:l3) Didalam ketentuan UUPA adalah untuk menghapus kepentingan politik hukum Belanda . (Urip Santoso, 2002 : 9). Dan peraturan sebelum UUPA yang dihapus adalah : Agrarische Wet (S. l870-55) sesuai yang termuat dalam pasal 51 Wet op de staat sin Richting van de Nederlands Indie (S. l925-447) serta ketentuan dalam ayat-ayat lainnya. Domeinverklaring, dalam pasal l Agrarisch Besluit (S. l870-ll8). Algemene Domeinverklaring dalam S. l875-ll94. Domeinverklaring untuk Sumatera dalam pasal l dari S. l87494 f. Domeinverklaring untuk karesidenan Menado dalam pasal l dari S. l877-55. Domeinverklaring untuk residentiezuider en doster avdeling van Borneo dalam pasal l S. l888-58. Koninklijk Besluit tanggal l6 April l872 No.29 (S.l872-117) dan peraturan pelaksanaannya. Buku II BW dalam ketentuan penutup UU No.4 Tahun l996 tentang hak tanggungan, ketentuan tentang hipotik diluar tanah masih berlaku.
Jurnal Ilmiah PROGRESSIF Vol.4 No.10, April 2007
Politik hukum yang berjalan dengan berlakunya UUPA maka ada pembatasan kemilikan maupun hak pakai atas tanah bagi orang asing. Sesuai pasal 42 UUPA bahwa orang asing yang kedudukannya di Indonesia dapat memiliki hak pakai Pemegang hak pakai untuk tempat tinggal bagi orang asing diatur berdasarkan PP No.41 Tahun l996 jo Peraturan Menteri Agraria atau Kepala Badan Pertanahan Nasional atau disebut atau Peraturan Menteri Agraria No.7 Tahun l996 tentang syarat pemilikan rumah tempat tinggal atau hunian oleh orang asing jo Menteri Agraria No.8 Tahun l996 tentang perubahan Peraturan Menteri Agraria atau Kepala Badan Pertanahan Nasional No.7 Tahun 1996. Maka ketentuan tersebut orang asing dapat memiliki rumah sebagai tempat tinggal dengan hak pakai. Orang asing yang berkedudukan di Indonsia harus memberikan manfaat bagi pembangunan nasional. Jadi orang asing yang mempunyai dan memelihara kepentingan ekonomi di Indonesia dengan melakukan investasi untuk memiliki rumah tempat tinggal atau hunian di Indonesia. Dan berdasarkan pasal 4 Peraturan Menteri Agraria No.7 Tahun 1996 ditentukan paling lama 12 bulan, bahwa rumah tersebut harus sudah pernah digunakan oleh yang bersangkutan atau keluarganya. Apabila tidak maka tidak lagi memenuhi syarat sebagai pemegang hak pakai yang terlantar. Karena hak pemegang atas tanah yang dipakai sebagai hak pakai. Ini menunjukan agar tidak terjadi hak pakai yang terlantar. Karena hak atas tanah yang dipakai sebagai hak pakai dapat dihapus apabila terlantar.
20
Politik Hukum terhadap Penggunaan Hak Pakai atas Tanah dan Bangunan bagi Orang Asing di Indonesia
Tetapi syarat tersebut telah hilang dengan digantinya Peraturan Menteri Agraria No.7 Tahun 1996 yang menghilangkan syarat yang ditentukan dalam pasal 4 tersebut. Kebijakan (public) yang terjadi karena kepentingan terhadap orang asing di Indonesia untuk menanam modalnya di Indonesia. Dan tidak lagi menghiraukan pada aspek-aspek hukum tetapi lebih mempertimbangkan kepentingan ekonomis. Ditambah lagi, orang asing di Indonesia sekarang lebih leluasa dengan adanya UU No.l Tahun l967 tentang PMA yang menyebabkan semakin banyaknya orang asing yang menanamkan modalnya di Indonesia. Maka orang asing bebas untuk mengelola hak atas tanah baik secara pribadi maupun berdasarkan badan hukum. Dalam era globalisasi meski peraturan dalam sector pertanahan terdapat dalam UUPA tetapi yang terpentinghars mampu memecahkan permasalahn pertanahan dalam memasuki era global dan liberalisasi perdagangan. Sebagaimana diketahui bangsa Indonesia mau tidak mau pasti terseret kedalam arus global danng liberalisasi yang sekarang melanda dunia. Derasnya arus berdampak disegala bidang. Sehingga terkesasn Negara tanpa batas. Maka perlu perangkat hukum yang memadai. Tinjauan Yuridis Penggunaan Bangunan Bagi Orang Asing Terjainya politik hukum dalam PP No. 41 Tahun l996 yaitu memberikan kemudahan pada orang asing untuk menanam modal di Indonesia. Yang tentunya memiliki tujuan masuknya modal kerja dan me-
Jurnal Ilmiah PROGRESSIF Vol.4 No.10, April 2007
ningkatkan bisnis pada sector perumahan. Hal tersebut dalam era globalisasi tidak lagi menjadi titik balik pada UUPA dengan politik hukum pertanahan pada jaman Hindia Belanda yang berdasarkan Domeinverklaring. Pada masa itu politik hukum pertanahan apabila ditinjau dari faktor ethic hukum berdasarkan kepentingan masyarkat Indonesia dapat dilihat : 1. Alasan pemerintah Belanda tidak mengandung unsur-unsur dalam ethic khusus Indonesia. Belanda mendasarkan diri atas kekuasaan, unsur sifat kodrat, kerakyatan, keadilan sosial dan kebangsaan tidak ada. 2. Tujuannya hanya untuk menguntungkan orang asing dan tujuan administrative, tidak seperti yang tersebut dalam UUDS yang merupakan kesimpulan atas dasar silasila dari Pancasila. 3.Kalau diukur dengan keadaan, kebutuhan dan kepentingan masyarakat Indonesia tidak ada yang mendapat perhatian, kecuali mungkin kehendak mengembalikan tanah partikelir. (Imam Soetiknjo, l987:35). UUPA hanya membatasi memberikan hak pakai kepada orang asing yang bersifat perorangan baik hak pakai tanah yang langsung dikuasai oleh Negara maupun hak pakai atas tanah yang menjadi milik warganegara Indonesia. Sedangkan untuk badan hukum yang didirikan di Indonesia (PMA) bisa diberikan Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai. Hak milik hanya untuk warganegara Indonesia. Penggunaan bangunan bagi orang asing tidak terlepas dari Penanaman Modal Asing (PMA). Dengan ketentuan yang telah diatur dalam UUPA maka badan usaha PMA juga
21
Politik Hukum terhadap Penggunaan Hak Pakai atas Tanah dan Bangunan bagi Orang Asing di Indonesia
bias mendapat tanaha sesuai yang diinginkan. Adapun asas hukum yang dipakai dalam mendirikan badan usaha maupun dalam pengaturan pemberian hak atas tanah adalah asas statuta realitas. Asas ini mengenai barang-barang yang tidak bergerak orang mengikuti hukum Negara dimana tanah itu berada. (Notonagoro, l984 : 79). Dalam pasal 45 UUPA menentukan bahwa orang asing yang berkedudukan di Indonesia dapat menjadi hak sewa atas tanah untuk bangunan. Sedangkan yang menyewakan adalah khusus warganegara Indonesia yang memiliki hak atas tanah. Pengaturan lainnya adalah dalam PP No.41 Tahun l996. Tentang pemilikan rumah hunian oleh orang asing yang berkedudukan di Indonesia. Dalam ketentuan Pasal l PP No.41 Tahun l996 yaitu, bahwa orang asing yang berkedudukan di Indonesia yang kehadirannya di Indonesia memberikan masyarakat bagi pembangunan nasional dapat memiliki sebuah rumah untuk tempat atau hunian. Dalam ketentuan pasal 2 PP No. 41 Tahun l996 yaitu, bahwa rumah tersebut dapat berdiri diatas tanah dengan status hak puakai atas tanah Negara maupun hak pakai diatas tanah milik orang lain berdasarkan perjanjian secara tertulis dihadapan PPAT, atau satuan rumah yang dibangun diatas sebidang tanah hak pakai diatas tanah Negara. Berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat(2) Peraturan Menteri Agraria atau Kepala Badan Pertanahan Nasional No.7 Tahun 1996 bahwa rumah yang boleh dimiliki orang asing adalah terbatas pada rumah yang tidak tergolong pada rumah sangat sederhana. Bahwa rumah yang boleh
Jurnal Ilmiah PROGRESSIF Vol.4 No.10, April 2007
dimiliki oleh orang asing adalah rumah dalam klasifikasi menengah dan mewah. Dalam hal perjanjian yang dihadapan PPAT harus dimasukkan dalam sertifikat atas tanah yang bersangkutan. Dalam perjanjian harus ditentukan jangka waktunya dan dibatasi tidak lebih dari 25 tahun, dan dapat diperbaharui untuk paling lama 25 tahun sepanjang orang asing masih bertempat tinggal di Indonesia. Apabila orang asing tersebut sudah tidak berkedudukan di Indonesia maka dalam jangka waktu satu tahun setelah meninggalkan Indonesia rumah tersebut harus dilepaskan haknya kepada orang lain yang memenuhi syarat. Apabila ketentuan tersebut dilanggar maka terhadap rumah yang berada diatas tanah dengan status hak pakai atas tanah Negara maka akan dilakukan lelang. Sedangkan untuk rumah yang tanahnya dengan status hak pakai atas milik orang lain akan kembali kepada pemilik tanah semula tanpa harus ada ganti rugi. Dalam hal tersebut perlu diatur berdasarkan hukum dengan tujuan agas penggunaan tanah dan bangunan oleh orang asing di Indonesia tidak merugikan kepentingan rakyat Indonesia pada umumnya. Maka dengan pengaturan pengawasan akan lebih mudah dilakukan oleh Pemerintah. Meningat hal tersebut diatas maka asas domein tidak bias lagi dipakai di Indonesia. Bahwa asas domein dahulu terjadi pro dan kontra. Menurut Van Volenhoven yang menentang mengatakan bahwa asas domein tidak perlu sebab Negara atas dasar tugas dan kekuasaanya mempunyai kekuasaan penuh untuk
22
Politik Hukum terhadap Penggunaan Hak Pakai atas Tanah dan Bangunan bagi Orang Asing di Indonesia
mengatur segala sesuatu dari hidup bersama untuk kepentingan mum. Kecuali itu asas domein mendesak hak-hak rakyat dan memungkinkan tanah rakyat diberikan pada orang asing. Karena asas domein, tanah Indonesia dibagi menjadi tiga golongan yaitu domein bebas, domein tidak bebas dan tanah eigendom Barat, eigendom agraris serta tanah zelfbestur. Apabila praktek asas domein itu dilihat sekarang maka : l. Mengenai terdesknya hak-hak rakyat asal saja dalam bentuk dan batas-batas tertentu dalam aturanaturan Negara bersangkutan dengan pasal 26 ayat 3, kiranya tidak ada keberatan lagi. Kesulitan yang memungkinkan akan timbul adalah mengenai tanah yasan. Mengenai hak eigendom Barat perlu diberi batas-batas yang kuat sampai seluas-luasnya, hal ini berhubungan dengan dengan soal dualisme. 2. Mengenai pembukaan tanah tidak sah sudah selayaknya bahwa pembukaan tanah dalam suatu Negara itu diatur. Jadi praktek domein mengenai ini dapat diteruskan. 3. Mengenai pemberian tanah kepada orang asing, apabila mengingat dasar perikemanusiaan dalam Pancasila yang mempunyai unsur Internasional. Orang asing dapat diberi kemungkinan mendapat tanah. Dalam kepentingan bangunan bagi orang asing hendaknya tetap memihak kepada kepentingan rakyat di Indonesia dan peran Negara adalah sangat penting untuk mengatur. Sehingga dalam mengadakan hubungan langsung antara Negara
Jurnal Ilmiah PROGRESSIF Vol.4 No.10, April 2007
dengan tanah sebagai tempat hunian terdapaat tiga kemungkinan : 1. Negara sebagai subyek yang kita persamakan dengan perseorangan, sehingga dengan demikian hubungan antara Negara dan tanah itu mempunyai sifat privat rechtelijk, Negara sebagai pemilik. Hak Negara adalah hak dominium. 2. Negara sebagai subyek diberi kedudukan tidak sebagai perseorangan, tetapi sebagai Negara. Jadi sebagai badan kenegaraan, sebagai badan yang publiek rechtelijk. Hak Negara adalah hak dominium juga dan disimpang itu dapat juga digunakan istilah hak public. 3. Negara sebagai subyek dalam arti tidak sebagai perseorangan dan tidak sebagai badan kenegaraan, akan tetapi Negara sebagai persnifikasi rahkyat seluruhnya, sehingga dalam konsepsi ini Negara tidak lepas dari rakyat, Negara hanya sebagai pendiri, menjadi pendukung daaripada kesatuan-kesatuan rakyat. Apabila demikian maka hak Negara dapat hak komunes, kalau Negara sebagai personifikasi yang memegang kekuasaan atas tanah. Dan hak emporium, apabila memegang kekuasaan tentang pemakaian tanah saja. Dari ketentuan tersebut ternyata peran Negara sangat besar mempengaruhi pertanahan di Indonesia hal ini dapat dilihat dari system hukum yang berlaku. Bahwa Indonesia menganut Negara kesejahteraan (Welfarestaate) bahwa Negara dalam me-ngatur pertanahan dan hak atas tanah yang ada diatasnya yaitu Negara mempunyai hak dasar untuk ikut
23
Politik Hukum terhadap Penggunaan Hak Pakai atas Tanah dan Bangunan bagi Orang Asing di Indonesia
campur tangan dalam proses kehidupan ekonomi sehingga dengan dasar ini maka Negara mempunyai sifa intervesionisme. Jadi Negara dapat bertindak demi kesejahteraan rakyat dan membuat peraturan sesuai dengan kepentingan Negara. Maka di Indonesia untuk mensejahterakan rakyat dilegitimasi lewat pasal 33 ayat (3) UUD l945. Dari ketentan bahwa Negara memiliki peran intervensi yang cukup besar maka Peraturan Pemerintah tidak lepas dari kepentingan ekonomi dalam hal bangunan maka kepentingan ekonomis yang cukup dominan. Hal ini tentunya bagaimana adanya investasi banyak masuk di Indonesia. Ketentuan PP masih banyak yang menyimpang dari UUPA. Bahwa PP tidak boleh menyimpang dan menafsirkan sesuai dengan kepentingan pemerintah tanpa mengabaikan kepentingan masyarakat. Dapat dilihat seperti pasal 3 Peraturan Menteri Agraria No.k7 Tahun l996 yang memberikan kewenangan kepada pemilik rumah untuk menyewakan rumahnya apabila sedang tidak dipergunakan. Ketentuan ini jelas menguntungkan pihak penyewa dan dapat dengan leluasa menggunakan kepentingannya. Ini merupakan bukti pelanggaran hukum terhadap tujuan yang diberikan hak bagi orang asing untuk memiliki tempat tinggal di Indonesia. Ini merupakan menimbulkan penyimpangan-penyimpangan baru yaitu demi kepentingan ekonomi menghalalkan investasi dengan berbagai cara. Ini sangat merugikan masyarakat Indonesia. Ini harus kembali kepada pemerintah atau system pemerintah untuk memiliki kesadaran dan moral agas lebih
Jurnal Ilmiah PROGRESSIF Vol.4 No.10, April 2007
berpihak kepada rakyat bangsa dan Negara. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Penerapan hak pakai tanah bagi orang asing di Indonesia tidak terlepas dari politik hukum. Hak pakai dapat diberikan pada orang asing atau Badan Hukum Asing dan hak ini merupakan wewenang terbatas. Bahwa hak pakai secara umum hak atas tanah memberi wewenang untuk menggunakan, demikian pula bumi, air serta ruang yang ada diatasnya untuk kepentingan yang berhubungan dengan tanah. Dan secara khusus hak pakai adalah menggunakan tanah dan dapat dikuasakan langsung oleh Negara atau milik orang lain. Secara yuridis politik hukum dalam memberikan kemudahan pada orang asing berkaitan dengan penanaman modal. Sehingga penggunaan bangunan bagi orang asing tidak terlepas dari Penanaman Modal Asing (PMA). Dan dalam kepentingan bangunan bagi orang asing hendaknya memihak kepada kepentingan rakyat Indonesia. Saran Hak pakai bagi orang asing harus sesuai dengan ketentuannya dan diatur dengan peraturan hukum yang jelas. Hak pakai harus jelas kriterianya, sehingga pengertiannya tidak kabur dan ditafsirkan sesuai kepentingan berbagai pihak. Penggunaan bangunan bagi orang asing hendaknya bukan satu-satunya sebagai kepentingan ekonomi tetapi lebih memperhatikan kepentingan rakyat Indonesia
24
Politik Hukum terhadap Penggunaan Hak Pakai atas Tanah dan Bangunan bagi Orang Asing di Indonesia
DAFTAR PUSTAKA AP Parlindungan, l994.Hukum Agraria Serta Landreform, Mandar Maju, Bandung, Boedi Harsono, l971.Undang-Undang Pokok Agraria, Sejarah Penyusunan, Isi dan Pelaksanaanya, UD Djambatan, Jakarta, Eman Ramelan, 2002. Politik Agraria dan Pertanahan, Fakultas Hukum Unair, Surabaya, Edy Ruchiyat, 1986. Politik Pertanahan Sebelum dan Sesudah berlakunya UUPA, Alumni,Bandung, Iman Soetiknjo, l994. Proses Terjadinya UUPA, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, Moh. Mahmud MD, 2001. Politik Hukum Di Indonesia, Pustaka LP3ES Indonesia, Jakarta, Notonagoro, l984. Politik Hukum dan Pembangunan Agraria Di Indonesia, Bina Aksara, Jakarta, Urip Santoso, 2002. Politik Agraria dan Pertanahan, Unair, Surabaya,
Jurnal Ilmiah PROGRESSIF Vol.4 No.10, April 2007
25