POLICY PAPER THE PERFORMANCE BASED FINANCING (PBF) The Implementation of PBF in Ngada and Nagekeo Districts, Flores, Indonesia, 2009-2011 I.
PENDAHULUAN
Pengertian PBF atau Pembiayaan Berdasar Kinerja, ialah: Pembiayaan berdasar kinerja Pemberi/Penyedia Pelayanan (Provider) terhadap outputnya; Cara pelaksanaan: Melalui Kontrak Tribulanan yang bersifat sangat spesifik. Kegiatan Performance Based Financing (PBF) atau “Pembiayaan Berdasar Kinerja” telah dilaksanakan di Kabupaten Ngada dan Nagekeo, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) sejak September 2009, sampai saat ini. Provinsi NTT terdiri dari 19 Kabupaten dan 1 Kota. Kabupaten Ngada dan Nagekeo terletak di Pulau Flores. Kabupaten Ngada, dengan Ibu Kota Bajawa mempunyai 10 Puskesmas, 1 RSUD dan 4 BP Swasta, berpenduduk 138.050 pada 2010. Sedangkan Kabupaten Nagekeo, dengan Ibu Kota Mbay mempunyai 7 Puskesmas dan 5 BP Swasta, tidak mempunyai RSU, berpenduduk 132.458 pada 2010. Pada umumnya status kesehatan penduduk di 2 Kabupaten ini jauh dibawah angka rata-rata nasional dan sebagian besar penduduk diklasifikasikan sebagai miskin, juga dibawah rata-rata angka nasional. Malaria merupakan penyakit endemik di daerah ini, dan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan kasus terbanyak. Akses dan mutu pelayanan kesehatan masih rendah. Kuantitas dan kualitas tenaga kesehatan masih dirasakan kurang. Fiscal capacity (APBD Kabupaten) dua Kabupaten ini tergolong rendah. II.
CIRI-CIRI PBF
Peningkatan mutu pelayanan kesehatan melalui kebijakan PBF yang dianggap penting dan tepat untuk pembangunan kesehatan nasional yang masih menjadi permasalahan yang mendasar.
Berdasarkan pengalaman diberbagai Negara, cara ini dapat dilaksanakan, sekalipun dalam konteks budaya dan politik yang bervariasi (berbeda-beda).
Lebih terbukanya kesempatan keikut sertaan pihak swasta sebagai provider untuk berperan secara aktif dalam peningkatan mutu pelayanan kesehatan - berdampingan dengan institusi kesehatan milik Pemerintah yang ada, akan menawarkan peluang terbangunnya persaingan sehat yang pada gilirannya diharapkan mampu memberikan manfaat dan dampak terdorongnya peningkatan akses dan mutu pelayanan kesehatan secara berkesinambungan.
Transparansi dalam sistem penyelenggaraan pelayanan bagi masyarakat di seluruh tingkat (khususnya sektor kesehatan) sebagai suatu sistem pengelolaan program kegiatan inovatif menuju kepada kehidupan bermasyarakat yang adil dan makmur
Insentif (subsidi) hanya akan dibayarkan bagi Provider/Penyedia layanan yang mampu mencapai kinerja tertentu dengan baik dan sesuai dengan indikator yang telah disepakati/dikontrak.
Sistem kelola mandiri secara langsung (otonom), baik untuk peningkatan cakupan serta mutu pelayanan maupun manfaat lainnya atas setiap subsidi yang diterima oleh Provider.
Penalti yang diberlakukan dengan tidak dibayarkannya insentif - bila tidak dapat mencapai/tidak dapat memenuhi apa yang telah disepakati bersama dalam business plan - tetapi tetap bisa mendapat kesempatan sesudah jangka waktu tertentu, yaitu dengan mengikuti dan memenuhi seluruh peraturan dan persyaratan yang sama yang diberlakukan bagi seluruh fasilitas kesehatan (pemerintah dan swasta)
Upaya meningkatkan kinerja maksimal, menuntut kedisiplinan, dan kerjasama tim untuk mampu menjalankan setiap fungsi secara efektif dan efisien.
Pengelolaan dana secara PBF dalam arti yang lebih luas, dapat berarti: memisahkan sebagian dana (misalnya target 5%) dari alokasi dana, untuk dikelola berdasarkan kinerja spesifik (performance based financing)
1
III.
PENGERTIAN PBF
PBF atau Performance Based Financing merupakan sistem pembiayaan berdasarkan kinerja yang ditunjukkan oleh para pelaksana/penyedia pelayanan kesehatan (Provider) dan sesuai dengan perencanaan dan penggunaan dananya. Sistem ini bersifat “bottom up” dan seluruh pendanaan akhirnya merupakan bagian dari sistem ini.
PBF dilaksanakan melalui kontrak yang bersifat spesifik, dan dalam hal ini dengan fasilitas kesehatan (pemerintah dan swasta). Bila indikator yang tertera dalam kontrak dapat dicapai, maka fasilitas kesehatan akan mendapat subsidi/insentif. Kegiatan PBF ini ternyata dapat dilaksanakan di berbagai Negara sekalipun dalam konteks budaya dan politik yang berbeda.
Prinsip terpenting dalam Kerangka Konsep PBF, ialah: adanya pemisahan fungsi dan wewenang (separation of function), antara: 1) Pemberi/Penyedia Pelayanan Kesehatan (Provider); 2) Pengatur dan Perumus Kebijakan (Regulator); 3) Pemegang Dana (Fund Holder), dan 4) Masyarakat yang dilayani (Community).
IV.
TUJUAN PENERAPAN PBF DAN HASIL YANG DIHARAPKAN
Prinsip Utama PBF ialah: Adanya pemisahan wewenang dan tanggung jawab, antara: (1) Provider (Pemberi Pelayanan), (2) Regulator (Pengatur dan Pengambil Kebijakan), (3) Purchaser (Pemberi Dana, Fund Holder), dan (4) Konsumen (Masyarakat yang dilayani). Perhatian harus lebih diutamakan pada kepentingan Konsumen. Subsidi atau insentif ini diberikan dalam bentuk dana atau cash, dan “bukan in kind”.
Strategi Intervensi PBF ialah: (1) Bottom up planning dan bersifat inovatif, (2) Kegiatan disesuaikan dengan situasi dan kondisi Kabupaten dan Puskesmas setempat, (3) Netral dari segi gender, usia, suku, dan agama, (4) Transparansi antar Stakeholder. Pemberi Dana akan menyepakati indikator apa saja yang akan diberi subsidi (insentif), bila dapat dikerjakan oleh Provider. Kesepakatan ini akan dituangkan dalam bentuk kontrak antara Provider dan Pemberi Dana. Sebelum kontrak ditanda-tangani, Provider terlebih dahulu harus menyusun “Rencana Tribulanan” yang diberikan kepada Pemegang Dana. Rencana Tribulanan ini lazim disebut sebagai “Business Plan”. Ada 15 indikator untuk Puskesmas, 11 indikator untuk RSU dan beberapa indikator untuk regulator (dalam hal ini Dinas Kesehatan Kabupaten). Indikator ini dapat dilihat pada Bab III. Dalam sistem PBF dikenal dua jenis Verifikator. Verifikator pertama akan mem-verifikasi laporan Provider berkaitan dengan jumlah kasus dan kelengkapannya. Verifikator kedua akan mem-verifikasi keberadaan Konsumen (pasien) pada alamat yang tertera dalam register kunjungan. Kebenaran hasil verifikasi ini akan dipakai sebagai dasar untuk pemberian insentif (subsidi).
V.
PROSEDUR PENERAPAN PBF (Struktur Organisasi dan Mekanisme Kerja) Sebagai suatu Sistem Pembayaran dengan Pemisahan Fungsi secara jelas
Regulation (Regulasi) Dinas Kesehatan Kabupaten dan Provinsi akan bertanggung jawab untuk menjamin mutu pelayanan, mematuhi SOP berdasar kebijakan nasional tentang kesehatan dan memberikan lisensi kepada petugas kesehatan swasta. Peraturan lain juga dikaitkan untuk Pelatihan SDM dan Manajemen Program-program vertikal.
Fund Disbursement (Penggunaan Dana) Pengaturan dan penggunaan dana dilakukan oleh Pemegang Dana (Fund Holder) yang independen. 2
Pemegang Dana bertanggung jawab untuk mendistribusikan dana yang bersumber dari pemerintah dan donor (maupun dari premi asuransi kesehatan). Pimpinan Fund Holder direkrut secara kompetitif dari para professional, non-pemerintah atau petugas kesehatan.
Provision of Health Services (Pemberi/Penyedia Pelayanan Kesehatan) Petugas kesehatan akan memberikan pelayanan kuratif maupun preventif secara mandiri yang statusnya bisa pemerintah, organisasi keagamaan atau swasta nirlaba.
Strengthening the Consumer Voice (Memperkuat Pemberdayaan Masyarakat) Meningkatkan pemberdayaan masyarakat dengan cara mengkontrak mereka pada wilayah kerja Puskesmas untuk memperoleh umpan balik dari klien dan melakukan survai kepuasan pasien secara sederhana.
Gambar 1: Pemisahan Fungsi dan Tanggung Jawab
Fund Holder Menyusun Kontrak, Penggunaan dana dan pengawasannya
Institusi Kesehatan yang Berwenang (Depkes, Dinkes KabKo) Regulasi: Menjamin Kebijakan Kesehatan
Konsumen/Pasien
Pengatur/Regulator
Organisasi berbasis Masyarakat Pembayaran dan Fungsi Umpan Balik
Provider/Penyedia Pelayanan Kesehatan (Puskesmas, RSU, LSM) Fungsi Memberi Pelayanan Hubungan Kontrak Hubungan Administratif
VI.
HASIL UJI COBA (Efektifitas, Masalah, Corrective Action) A. KEGIATAN IMPLEMENTASI PERFORMANCE BASED FINANCING (PBF) DI KABUPATEN NGADA DAN NAGEKEO, FLORES, NTT
November 2009-Juni 2011 1.
Pada bulan Agustus 2009, di Bajawa (Ibukota Kab. Ngada) dan Mbay (Ibukota Kab, Nagekeo), masingmasing didirikan Kantor Fund Holder yang dipimpin seorang “Manager Fund Holder” dibantu 1 Pengelola Keuangan (Financial Controller), 1 Verifikator, 1 Resepsionis dan Staf Pendukung lain. Manager Fund Holder merangkap untuk dua Kabupaten ini. Tenaga-tenaga ini mempersiapkan kegiatan implementasi PBF.
2.
Bulan September 2009, dilakukan Pelatihan Penyusunan Business Plan, menyepakati Indikator Kinerja yang akan mendapat subsidi, termasuk unit cost masing-masing. Indikator Kinerja tersebut adalah, sbb:
3
Indikator Kinerja PBF di Kabupaten Ngada dan Nagekeo, Flores, NTT
15 Indikator untuk Puskesmas/BP Swasta 1. Konsultasi Rawat Jalan Baru 2. Hari Rawat Inap Puskesmas 3. Rujukan ke RS (Umum dan KIA) 4. Rujukan ke RS (Tubektomi/Vasektomi) 5. Imunisasi Lengkap 6. Penemuan Kasus Baru TBC 7. Konfirmasi Sembuh Kasus TBC 8. Kunjungan Baru + Lama Suntik dan Pil KB 9. Pemasangan IUD atau Implan 10. Kunjungan K4 Ibu Hamil 11. Ibu Hamil mendapat TT2 12. Persalinan di Institusi Kesehatan yang memadai 13. Persalinan di Institusi Kes yang kurang memadai 14. Kunjungan Rumah Neonatus ke-2 (KN-2) 15. Deteksi dan Manajemen Kasus PMS
3.
11 Indikator untuk RSU Bajawa 1. Hari Rawat Inap RSU 2. Umpan Balik atas Rujukan Puskesmas 3. Operasi Besar/Sedang (Tak termasuk Sectio Caesarea) 4. Operasi Kecil 5. Tubektomi dan Vasektomi (KB) 6. Persalinan dengan komplikasi, dengan Sectio Caesarea 7. Persalinan dengan komplikasi, tanpa Sectio Caesarea 8. Curretage (untuk abortus) 9. Jumlah Kantong Darah (dihasilkan untuk transfuse) 10. Pengobatan BBLR 11. Pengobatan Neonatus dengan komplikasi Tiap indikator mempunyai unit cost sendiri-sendiri (tidak dicantumkan disini)
Kegiatan selanjutnya mengikuti siklus, sbb: a. b. c. d. e.
f. g.
Business Plan dilaporkan ke Kantor Fund Holder selambat-lambatnya sebelum akhir tribulan, Kontrak ditandatangani selambat-lambatnya tanggal 5 tribulan yang bersangkutan. Provider mengirim laporan hasil pencapaian masing-masing indikator ke Kantor Fund Holder tiap bulan, selambat-lambatnya tanggal 5 bulan berikutnya. Verifikator mendatangi Fasilitas Kesehatan antara tangal 7-18, bulan terkait untuk verifikasi Manajer Fund Holder mengambil sampel dari hasil verfikasi dan menyerahkan pada Verifikator Masyarakat untuk dikunjungi, melaporkan kembali hasil verifikasi pada Manajer FH. Proses ini memakan waktu sekitar 3 minggu. Berdasarkan hasil verifikasi ini, Manajer FH akan membayar ke Fasilitas Kesehatan selambatlambatnya tanggal 25, atau sekitar 2 bulan setelah laporan pada butir 3.c. Setelah itu siklus akan berulang kembali.
4.
Fund Holder akan memberitahu secara tertulis dan telpon kepada Provider bahwa pembayaran subsidi telah dilakukan. Sebaliknya Provider harus memberitahu kepada Fund Holder bahwa subsidi telah diterima dalam jumlah yang benar. Pembayaran subsidi akan dilakukan melalui transfer Bank BRI.
5.
Beberapa kegiatan penting yang dikerjakan selama implementasi, ialah: a.
Mei-Juni 2009: 2 kegiatan penting yang dikerjakan secara simultan, ialah: 1). Penyusunan Organisasi Kantor Fund Holder PT. Bahana-Cordaid dan mekanisme kerjanya, 2). Baseline Survey
b.
Juli-Okt 2009: 1). Workshop dan Diseminasi hasil butir 5.a. untuk Kab. Ngada dan Nagekeo, 2). Pertemuan Advokasi untuk BP Swasta.
c.
Pertemuan menjelaskan secara terperinci tentang indikator dan unit cost. Untuk Kab. Nagekeo (5 Okt 2009), Kab. Ngada (14 Okt 2009) dan RSUD Bajawa (21 Okt 2009). Tujuannya agar Provider mengerti tentang indikator dan unit-cost nya. Dilanjutkan penandatanganan kontrak yang pertama dengan Fasilitas Kesehatan tersebut, termasuk Dinas Kesehatan.
d.
28 Okt 2009: Fund Holder menjelaskan”rumus” cara perhitungan target untuk masing-masing indikator berdasarkan jumlah penduduk .
e.
Nov 2009: Pelatihan Umum untuk Verifikator dan Verifikator Masyarakat untuk wilayah Kab. Ngada dan Nagekeo. 4
6.
Selama tahun 2010 dilakukan kegiatan rutin implementasi sesuai dengan rencana yang telah disepakati dengan Dinas Kesehatan, seperti: i) Pertemuan Tribulanan, ii) Memperbaiki pencatatan dan pelaporan Puskesmas, iii) Membangun incinerator, iv) Pelaksanaan Survey Mutu dan Kepuasan Pasien.
B. HASIL-HASIL KEGIATAN PBF 1.
Bantuan Subsidi yang telah diberikan Cordaid dalam periode ini untuk dua Kabupaten mulai awal implementasi sampai akhir Juni 2011 adalah sebesar: Rp 1.915.805.733 dengan rincian, sbb: Periode Nov-Des 2009 Jan-Des 2010 Jan-Jun 2011 Jumlah
Kab. Ngada Rp 88.775.500 Rp 744.593.452 Rp 374.493.400 Rp 1.207.862.352
Kab. Nagekeo Rp 58.884.500 Rp 436.901.431 Rp 212.157.450 Rp 707.943.381
Jumlah Rp 147.660.000 Rp 1.181.494.883 Rp 586.650.850 Rp 1.915.805.733
Biaya ini adalah untuk Biaya Subsidi Puskesmas, RSUD Bajawa, Dinas Kesehatan Kab. Ngada dan Nagekeo, BP Swasta dan Verifikasi oleh Masyarakat. Biaya ini belum termasuk Biaya Operasional Kantor. 2.
3.
Kesan yang disampaikan Dinas Kesehatan, bahwasanya Program PBF telah memberikan perubahan dibandingkan dengan sebelum adanya intervensi PBF, yaitu pada bidang-bidang, sebagai berikut: a.
Monitoring pada Puskesmas lebih sering, lebih teratur dan lebih terpadu, termasuk monitoring pada BP Swasta. Pencatatan dan pelaporan lebih terbina, pencatatan data lebih rapi dan umpan balik diberikan lebih teratur. Sistem PBF memberikan transparansi dan kejujuran yang dapat me-minimalisir data fiktif.
b.
PBF memperkaya Dinkes dengan berbagai instrument untuk penilaian mutu, kepuasan pasien, motivasi petugas, efisiensi Puskesmas, dll.
c.
Business Plan yang disusun tribulanan sebelum melakukan kontrak kerja mengurangi “ego program” karena dikerjakan bersama-sama.
d.
Dana subsidi (insentif) yang diberikan PBF-Cordaid selain me-motivasi tenaga kesehatan juga meningkatkan pencapaian inikator kinerja yang dikontrakkan.
e.
Pertemuan koordinasi tribulanan bersama RSU, Puskesmas dan BP Swasta dilakukan secara teratur, bertujuan untuk mengevaluasi hasil kerja tribulan yang lalu, dan menyusun action plan untuk tribulan yad.
f.
Pemberdayaan (Capacity Building) telah meningkatkan kemampuan Petugas Puskesmas dan RS dalam penyusunan perencanaan (Business Plan), Analisa Data, pemecahan masalah serta peningkatan mutu pelayanan
g.
Dalam pengelolaan limbah (Waste Disposal Management), telah dibangun dan dimanfaatkan 10 (semua) incinerator Puskesmas di Kab. Ngada dan 5 dari 7 Puskesmas di Kab. Nagekeo. Incinerator ini dibangun dengan dana insentif PBF yang diterima Puskesmas dari Cordaid, digunakan untuk membakar sampah medis. Disamping itu penampilan Puskesmas menjadi semakin baik.
h.
Puskesmas lebih otonomi dalam pemanfaatan dana subsidi, yaitu untuk peningkatan mutu, pengadaan alat habis pakai, serta maintenance sarana; sedangkan penataan keseluruhan tampak lebih rapi/bersih.
Analisis Hasil Kegiatan PBF Analisis Hasil Kegiatan PBF dalam kurun waktu kurang dari 2 tahun telah dibandingkan dengan Hasil Baseline Survey (Juni-Juli 2009) dan Hasil Final Evaluation yang dilakukan pada April-Juni 2011. Jumlah uang yang diberikan sebagai subsidi merupakan proxy-indicator dari kinerja (akses) pelayanan. Telah dilakukan analisis kuantitatif maupun kualitatif untuk periode Nov 2009-Mei 2010 (Internal Evaluation).
5
Untuk Kab. Ngada: a.
Analisa Kuantitatif: menunjukkan bahwa rata-rata trend (kecenderungan) menunjukkan peningkatan. Indikator Kinerja Puskesmas: 8 dari 10 Puskesmas menunjukkan trend meningkat. Sedangkan untuk seluruh indikator: 12 dari 14 Indikator Puskesmas menunjukkan trend meningkat. Dan 7 dari 11 Indikator RSU menunjukkan trend meningkat.
b.
Analisa Kualitatif: terjadi peningkatan skor bila dibandingkan tahun 2009 dengan tahun 2011, sbb.: No 1. 2. 3. 4. 5.
Health Facility Puskesmas Koeloda Puskesmas Waepana Puskesmas Boawae Puskesmas Danga RSUD Bajawa
% Skor Indikator Kinerja 2009 2011 38,4 % 64,4 % 49,2 % 76,5 % 45,0 % 79,2 % 48,3 % 74,4 % 60,4 % 73,8 %
C. MASALAH 1.
2. 3.
4.
Permasalahan yang timbul selama kurun waktu 2 tahun bersifat sangat teknis, yaitu dirasa kurangnya advokasi yang seyogyanya dilakukan oleh Advisor PBF dari Cordaid, Netherlands, terhadap para Stake Holder Steering Committee tidak/belum terlibat aktif, padahal merupakan unsur yang penting untuk kesinambungan Grant dari Donor Agency (Cordaid, the Netherlands) akan berakhir Desember 2011, padahal implementasi baru 2 tahun dari 5-7 tahun yang direncanakan. Walaupun analisa hasil survey memperlihatkan kecenderungan peningkatan score indikator kinerja, waktu yang hanya 2 tahun tidak cukup untuk menunjukkan kenaikan performance secara lebih bermakna). Catatan: Kondisi tidak dilanjutkannya dukungan dana Cordaid, sangat dipengaruhi keadaan ekonomi negara-negara Uni Eropa - walau secara umum tidak langsung mengena negeri Belanda. Fiscal Capacity dan APBD Kab. Ngada dan Nagekeo untuk kesehatan dirasakan masih kurang.
D. KESIMPULAN 1.
Dari hasil evaluasi, tampak bahwa pendekatan PBF menunjukkan potensi peningkatan dari akses maupun mutu pelayanan.
2.
Advokasi kepada Pemda, agar Pemda berkenan mengadopsi pendekatan PBF ini sangat tepat pada era desentralisasi ini. Namun uluran tangan Pemda dalam membantu dana, didukung good governance sangat diperlukan untuk mendukung kesinambungan. Diperlukan peran Kemenkes dalam membantu kesinambungan ini, disamping perda yang mendukung. Advokasi pada Pemerintah Pusat dan Daerah bahwa PBF sangat penting dan bermanfaat, agar diperoleh ownership terhadap PBF ini.
3.
Tampak disini donor internasional berperan sebagai “Purchaser” yang independent (Fund Holder). Namun untuk jangka panjang kedepan, peran ini masih dipertanyakan bila donor ini mendadak menghentikan bantuan,
4.
Pendekatan PBF ini perlu didukung dengan motivasi yang tinggi dari para Stake Holder. Karena pendekatan PBF ini memerlukan verifikasi, maka monitoring merupakan fungsi yang amat penting.
5.
Meskipun masih cukup dini, perlu dipikirkan replikasi ke daerah lain sebagaimana evaluasi menunjukkan hasil yang baik, dengan demikian diharapkan dapat diperolehnya tanggapan dan masukan serta langkah tindak lanjut kesinambungan pelaksanaan PBF di Flores, NTT, khususnya, dan secara umum, rancangan/gagasan pengembangan PBF dalam pembangunan kesehatan di Indonesia.
Catatan: Final Report - Final Evaluasi PBF telah selesai dilaksanakan , sbb.: i) HH Survey & Morbidity oleh Pusat Manajemen Pelayanan Kesehatan Fakultas Kedokteran (PMPK FK) UGM, Jogjakarta, dipimpin dr. Sigit dan dr. Yodi Mahendradatta, M.Sc., Ph.D.; sedangkan ii) Quality Survey Puskesmas & RS oleh dr. Sri Duryati, DPH., M.Sc., Ph.D. bersama DR.dr. Harimat, MPH.; iii) Analisis oleh seorang Biostatistician Expat., DR. Ronald Horstman. 6
Additional Information
The Implementation of Performance Based Financing (PBF) in Ngada and Nagekeo District, Flores, NTT, 2009-2011 (now) The Performance Based Financing (PBF) was initially introduced by dr. Robert Soeters, MPH., Ph.D. (PBF Advisor/health economist, assigned by Cordaid, the Netherlands) to the participants of a Health World Summit hosted and coordinated by WHO, Geneva, during mid November 2007, which was attended by dr. Madiono, Head of Planning and Budgeting Bureau, Ministry of Health, RI. The latter then offered dr. Soeters to introduce the new financing system to Indonesia through the Ministry of Health. In order to socialize the PBF, various meetings and discussions with the officials from related institutions were taken place i.e. with Bappenas, and MOH, as well as with foreign donor agencies, such as the World Bank, AusAid, GTZ, USAID, etc. its purposes is to have their support as well as encouraging the possibilities to collaborate concerning the implementation of PBF Pilot Program in Indonesia. Hence, the advocacy has been taken place since end of 2007, whilst the piloting which has been conducted since October 2009 has been continuing and progressing until now. In fact, the initial program is planned to cover 5-7 years. PBF Implementation in Indonesia a)
November-December 2007: First Preliminary Visit to Indonesia by dr. Soeters. Long-term Contract signed between Cordaid, the Netherland with PT. Bahana.
b) March-April 2008: 2nd Preliminary Visit to meet the decision maker at central level i.e. MOH, and Representative of Donor Agencies, at provincial level: PHO, NTT in Kupang, and in 5 districts in Flores: Ende, Nagekeo, Ngada, East Manggarai and Manggarai. Trip to NTT was accompanied by PHO officials as well as local partner. In fact, there were other districts proposed by the Head of PHO, NTT, i..e.: Manggarai Timur, Sumba, Flotim, and Sikka. c)
April 2008, Cordaid Repr. for Indonesia, Ir. Ernest Schoffelen visited Jakarta, Kupang and Flores to examine: i) the proposed intervention and control districts; ii) the objective verifiable output and quality indicators linked to the Indonesian basic and complementary health package. (This took place in June 2009, therefore a more detailed list was established only after the conduction of baseline study prior to the intervention); iii) and to study the institutional set up for the intervention. Important issues: i) The MOU was signed by Bupati representing Bappeda (DPRDs & other Local Government Apparatus), Head of PHO, and Repr. of Cordaid, the Neth., witnessed by local leaders, and head of health facilities/private clinics; ii) Local district authority has suggested to locate an autonomous fund holder organization within Bappeda. The advantage is that this does not limit PBF Interventions only to the health sector but may facilitate performance contracts with other ministries.
d) May 2008, set up a team (consists of national and international experts) to carry out the Fact FindingFormulation Mission (dr. Robert Soeters, MPH., Ph.D., dr. Marthini, MPH., Ph.D. - assigned consultant, and Rinia Farid M.) to conduct the assessment by interviewing and meeting with Bappedas, head of health facilities (RSUD, Puskesmas, Posyandu, Pustus, Private Clinics) in 5 districts. e)
Followed up meetings with other donor agencies at central level, provincial as well as district levels
f)
Beginning June 2008, the Formulation Report submitted to Cordaid, the Neth.
g) July 2008: i) Designed TOR for Central & District PBF Management Unit; ii) Meeting Discussions with PHO in the conduction of Baseline Survey in 3 districts (to be selected): iii) Administrative back-up, incl. Recruitments, Local Co-Coordinator/Co PI, Quality Survey Supervisor; iv) Proposing PHO Representative h) October 2008: i) MOU Signing with Bupati of Nagekeo; ii) Scheduled MOU Signing with Bupati of East Manggarai (cancelled due to internal DHO matters), iii) Reporting to PHO, NTT; iv) Further confirmation on districts selected due to its (internal) local capabilities. 7
i)
March-May 2009: Various Project Preparation: i) Selection of candidate for PBF Coordinator/Consultant: dr. Haryoko Wihardjo, MPH.; ii) Translating the 1st Version of the Questionnaires to Bahasa Indonesia; iii) Translating Draft Research Protocol required to obtain Ethical Clearance and Survey Permits; iv) Developed Employment Contract Agreement for dr. Haryoko W., MPH., signed on 29 May 2009, and Baseline Survey Team; v) Presented the survey instruments in accordance with the SPM indicators to PHO, NTT
j)
May-Jul 2009, PBF Institutions set-up, a Workshop Results of Organizational Setting of PBF: Nagekeo District (26 June 2009) and Ngada District (6 July 2009), Advocacy Meeting for Private Institutions (5 July 2009)
k) June 2009, the Conduction of Baseline Survey in Nagekeo & Ngada, including East Manggarai as Control District. One PHO Official as LO was appointed to represent the PHO, NTT during the survey. l)
10-11July 2009: 2 Days Feed-Back Workshop on Baseline Survey Results; MOU Signing with Ngada District.
m) April-June 2011: the conduction of MTR-Final Evaluation for HH Survey (PMPK FK UGM) & Quality Survey (Independent Consultants Team, Jakarta), and Data Analysis. General: n) Detailed Information on Meetings, Oct 2009: i) Indicators & Unit Cost: Nagekeo (5 Oct 2009); ii) Ngada (14 Oct 2009); Hospital (21 Oct 2009); iii) Contract Signing: Health Center, DHO, Hospital; iv) Info Detailed Target Calculation based on population, Nagekeo & Ngada (28 Oct 2009) o) Tasks & Responsibilities of PBF Coordinator/Fund Holder: 1) Develop paper document of models, reports and recommendations 2) Develop Business Plan 3) Conduct the overall coordination activities of the PBF programs in both districts. 4) Conduct general monitoring & evaluation of the project sharing the experiences in the districts and advocating the result for the development of national health policies. 5) Conduct promotion, in collaboration with the Provincial Health Office, the analysis and integration into policy development of health financing lessons and support a key regulation function related to the health sector. 6) Conduct co-ordination between the program and the interventions supported by government financing instruments and other donors. 7) Conduct as voting member on behalf of the donor within the districts steering committees 8) Stimulating the steering committees to develop an unambiguous autonomous fund holder, of which the ownership is in the hands of all stakeholders 9) Technical advising to the stakeholders on quality, strategically and organizational issues 10) Participating in quarterly meetings of the district steering committees and 6 monthly meetings with the provincial health office. 11) Conduct the continuation of the implementation with all the relevant stakeholders of the necessary structure according to the best practices for a Performance Base Financing program, which guaranties the separation of the responsibilities between fund disbursement, service provision, regulation and strengthening the consumer voice. 12) Collaborate with all stakeholders and other actors in the field (such as AusAid and GTZ) in the districts of Ngada and Nagekeo to implement the new strategy and/or adapt the strategies to achieve the objectives of the program. Jakarta, 22 August 2011 Prepared by: dr. Haryoko Wihardjo, MPH. PBF Coordinator/Consultant-FH Manager and Rinia Farid M. PBF National Coordinator/Repr. 8