Research and Development on Nanotechnology in Indonesia, Vol.1, No.3, 2014, pp. 83-90
ISSN : 2356-3303
Sintesis Kompleks Polianilin/Polianilin Tersulfonasi Sebagai Material Konduktor Pada Perangkat Optoelektronik Organik Muhammad Rezaa, Aldini R. Humaidia, Ferdinand Hidayata, Nona Srikandia, Achmad Rochliadia, Tati Ciptatib, Veinardi Suendoa,c a
Kelompok Keahlian Kimia Fisik dan Anorganik, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Bandung b Kelompok Keahlian Organik, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Bandung c National Centre for Nanotechnology, Jalan Ganesha 10, Bandung 40132, Indonesia email :
[email protected]/
[email protected] Received :11 January 2014 Accepted : 19 February 2014
ABSTRAK Polianilin (PANI) merupakan salah satu contoh dari polimer konduktif yang penggunaannya cukup luas sebagai perangkat optoelektronik organik. Akan tetapi, PANI sulit untuk diproses lebih lanjut karena tidak dapat larut dalam pelarut umum (air, metanol,…) yang menyebabkan banyaknya penelitian mengenai modifikasi PANI. Salah satu modifikasi PANI yang menarik perhatian adalah polianilin tersulfonasi (SPAN), yaitu dengan pemasukan gugus sulfonat (-SO3-) ke dalam cincin anilin. SPAN memiliki kelarutan yang tinggi di dalam air dan mampu membentuk kontak ohmik dengan logam, namun bersifat higroskopis. Pada penelitian ini, dilakukan penggabungan PANI dan SPAN secara asam-basa sehingga dihasilkan polimer blend PANI/SPAN berbentuk serbuk berwarna hijau yang larut dalam beberapa pelarut organik umum serta tidak bersifat higroskopis. Pola spektrum Infra Merah yang dihasilkan untuk PANI/SPAN tampak seperti gabungan antara beberapa pola spektrum PANI dan SPAN itu sendiri. Nilai konduktivitas untuk PANI, SPAN, dan PANI/SPAN pada frekuensi 30 Hz adalah 0,1757; 0,0010; dan 0,0132 S cm-1. Dapat disimpulkan bahwa polimer baru dari PANI dan SPAN yang saling berinteraksi dan memiliki karakteristik berbeda dengan PANI maupun SPAN telah berhasil disintesis. Kata Kunci: Polimer konduktif, polianilin, polianilin tersulfonasi, perangkat optoelektronikorganik, polimer blend, konduktivitas
83 | CAS – Center for Advanced Sciences
Reza et al., RDNI, Vol.1, No.3, 2014, pp. 83-90
PENDAHULUAN Penggunaan polimer konduktif sebagai komponen perangkat optoelektronik organik semakin marak dikembangkan untuk menggantikan penggunaan material berbasis logam1. Di dalam Organic Light Emitting Diode (OLED), misalnya, lapisan konduktif dan lapisan pancaran yang digunakan berupa senyawa organik dan/atau polimer. Di dalam lapisan konduktif tersebut terdapat suatu bagian yang dinamakan Hole-Injection Layer (HIL) yang biasanya menggunakan polimer blend poli(3,4-etilendioksitiofen)polistriensulfonat (PEDOT-PSS) sebagai material penyusunnya karena transparansinya yang tinggi, fungsi kerja yang terdefinisi baik, kestabilan termal yang tinggi, serta kemudahannya untuk diproses di dalam larutan2. Namun PEDOT-PSS memiliki beberapa kekurangan, yaitu harga monomernya yang cukup mahal, proses sintesisnya yang cukup rumit, sifatnya yang terlalu asam sehingga dapat menyebabkan etching (goresan) pada anoda Indium Tin Oxide (ITO)3, kerentanannya terhadap paparan sinar UV4, dan penggunaan oksidator dalam jumlah berlebih dapat menyebabkan polimer menjadi bersifat isolator5. Karena itulah, dibutuhkan polimer blend lain yang dapat dijadikan sebagai alternatif penggunaan PEDOT-PSS sebagai material HIL. Polianilin (PANI) merupakan polimer konduktif yang menarik perhatian banyak peneliti karena rentang konduktivitasnya yang luas, mulai dari semikonduktor hingga konduktor metalik6. Selain itu, proses sintesisnya mudah dan murah, memiliki kestabilan termal yang tinggi7, serta telah terbukti dapat diaplikasikan sebagai material HIL pada Organic Photovoltaic Cell (OPV) maupun pada OLED8. Kekurangan utama PANI adalah ia sulit untuk diproses (tidak larut di dalam air maupun pelarut organik umum) sehingga perlu dilakukan modifikasi PANI dengan menambahkan gugus fungsi protonik pada rantai utama seperti gugus sulfonat (–SO3-) agar dapat larut di dalam air9. Polianilin tersulfonasi (SPAN) ini memiliki beberapa sifat berbeda dari PANI, diantaranya adalah kelarutannya yang tinggi dalam air dan kemampuannya membentuk kontak ohmik dengan logam10. Akan tetapi, SPAN bersifat higroskopis, memiliki konduktivitas yang relatif lebih rendah dari PANI, dan tidak dapat larut di dalam pelarut organik umum seperti metanol dan etanol. Polimer blend antara PANI dengan polistirensulfonat (PSS) telah dikenal sebagai PANI-PSS dan telah diujicobakan sebagai material HIL11. Gabungan tersebut memiliki karakter yang sama dengan PEDOT-PSS, yaitu larut di dalam air dan memiliki konduktivitas yang cukup baik. Polimer blend antara PANI dengan SPAN membentuk PANI/SPAN diharapkan
84 | CAS – Center for Advanced Sciences
Reza et al., RDNI, Vol.1, No.3, 2014, pp. 83-90
dapat terbentuk agar menghasilkan alternatif lain yang lebih ekonomis dan mudah disintesis.
EKSPERIMEN Sintesis PANI Emeraldine Salt (PANI ES). Sejumlah anilin dilarutkan dalam larutan HCl 1M. Secara bersamaan disiapkan pula larutan oksidator dengan melarutkan amonium peroksodisulfat dalam aqua dm. Perbandingan volume kedua larutan diatas adalah 1:1. Kemudian kedua larutan tersebut dibiarkan selama satu jam. Proses polimerisasi dimulai dengan menambahkan larutan oksidator setetes demi setetes ke dalam larutan anilin/HCl pada suhu 0oC (di dalam waterbath) disertai pengadukan selama 15 menit. Reaksi polimerisasi dibiarkan berlangsung selama tiga hari dan suhu dijaga tetap pada 0oC. Setelah reaksi polimerisasi selesai, larutan disaring secara vakum dan dicuci menggunakan aseton serta HCl. Selanjutnya dikeringkan dalam oven vakum selama 24 jam sehingga didapatkan padatan PANI ES. Sintesis SPAN PANI yang dihasilkan pada tahap sebelumnya digerus hingga diperoleh serbuk yang halus. Serbuk PANI tersebut kemudian didispersikan dalam asam klorosulfonat yang dicampurkan dengan kloroform sehingga pada akhirnya didapatkan SPAN dengan konsentrasi 20 %. Kemudian dispersi ini diaduk selama tiga hari sebelum diendapkan dalam metanol, yang kemudian disaring secara vakum dan dikeringkan dalam oven vakum selama 24 jam. Sintesis pasangan asam basa PANI/SPAN SPAN yang telah disintesis sebelumnya dilarutkan di dalam aqua DM. Ke dalamnya ditambahkan anilin dan campuran HCl pekat dengan aqua DM. Larutan tersebut kemudian disonikasi selama lima menit. Pada saat yang sama, APS dilarutkan di dalam aqua dm. Kedua larutan tersebut dibiarkan di dalam lemari es bagian bawah (suhu ± 8oC) selama satu jam. Kemudian larutan APS diteteskan ke dalam larutan SPAN-anilin-HCl yang telah dipindahkan ke dalam botol kaca sambil diaduk selama 15 menit menggunakan pengaduk magnet pada suhu ruang. Proses polimerisasi dilakukan pada ruang beku lemari es (suhu polimerisasi ± –20oC) selama 96 jam. Botol kaca ditutup, polimerisasi dilangsungkan tanpa pengadukan sama sekali. PANI/SPAN yang telah mencair seluruhnya ditampung di dalam corong Buchner dan disaring menggunakan pompa vakum. Pencucian dilakukan dengan menggunakan HCl dan aseton. Serbuk PANI/SPAN yang dihasilkan ini dikeringkan di dalam oven vakum selama 24 jam pada suhu ruang.
85 | CAS – Center for Advanced Sciences
Reza et al., RDNI, Vol.1, No.3, 2014, pp. 83-90
Sampel kemudian dikarakterisasi gugus fungsinya mengunakan FTIR dan kondukivitasnya dengan LCR meter (20 Hz – 2 MHz).
HASIL DAN PEMBAHASAN Spektroskopi Fourier Transform Infra Red (FTIR). Gambar 1 menunjukkan spektra serapan dari PANI, SPAN, dan PANI/SPAN yang dihasilkan.
Gambar 1. Spektrum FTIR PANI, SPAN, dan PANI/SPAN Dari spektrum yang dihasilkan, dapat dilihat bahwa spektrum masingmasing polimer tidak terlalu berbeda. Spektrum PANI/SPAN memiliki beberapa puncak khas yang dimiliki oleh PANI dan SPAN itu sendiri. Puncak serapan masing-masing polimer dirangkumkan dalam tabel 1 berikut ini.
86 | CAS – Center for Advanced Sciences
Reza et al., RDNI, Vol.1, No.3, 2014, pp. 83-90
Tabel 1. Data Serapan FTIR PANI, SPAN, dan PANI/SPAN Bilangan Gelombang (cm-1) PANI
SPAN
PANI/SPAN
1576
1577
1576
1482
1497
1494
Bilangan Gelombang (cm-1) PANI
SPAN
PANI/SPAN
1307
1307
1306
1247 1143
1247 1151
1143
1072
1071
1023
1022
829
830 608
Mode Vibrasi Vibrasi ulur C=C cincin quinoid (Q) Vibrasi ulur C=C cincin benzenoid (B) Mode Vibrasi Vibrasi ulur C–N pada aromatik dengan amina sekunder (d) Vibrasi ulur C–N˙+ Vibrasi ulur N=Q=N, Q=N˙+–B, B–NH˙+–B (b, c) Vibrasi ulur C (aril)–S (a) Deformasi cincin Q (out of plane) Vibrasi ulur C–S
Pengukuran konduktivitas. Karakteristik dari polimer konduktif PANI, SPAN, dan PANI/SPAN dapat dilihat dari hasil pengukuran konduktivitas menggunakan LCR Meter. Gambar 2 merupakan grafik aluran konduktivitas ketiga polimer tersebut terhadap frekuensi. PANI memiliki konduktivitas yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan SPAN ataupun PANI/SPAN. Akan tetapi, kecenderungan konduktivitas yang dimiliki PANI adalah menurun dengan meningkatnya frekuensi. Karakteristik ini sangat mirip dengan karakteristik logam sehingga PANI yang disintesis pada penelitian ini bersifat metalik.
87 | CAS – Center for Advanced Sciences
Reza et al., RDNI, Vol.1, No.3, 2014, pp. 83-90
Gambar 2. Aluran konduktivitas ketiga polimer terhadap frekuensi
Hasil aluran yang terbentuk pada SPAN adalah konduktivitas akan semakin meningkat dengan meningkatnya frekuensi yang diberikan terhadap sampel. Pola ini merupakan suatu ciri dari sifat semikonduktor atau isolator. Jika dilihat dari nilai konduktivitasnya yang jauh lebih rendah dari PANI, dapat disimpulkan bahwa memang SPAN tidak memiliki sifat metalik yang tadinya dimiliki oleh rantai PANI. Penurunan nilai konduktivitas ini dapat disebabkan oleh keberadaan gugus samping, yaitu gugus sulfonat pada rantai SPAN. Gugus sulfonat memiliki struktur ruah sehingga untuk menghindari terjadinya overlap orbital di sepanjang sistem terkonjugasi, gugus tersebut akan memaksa cincin benzen untuk berputar keluar dari bidang12. Sementara itu, PANI/SPAN menunjukkan hasil yang menarik. Aluran grafik yang dihasilkan seolah-olah merupakan gabungan dari aluran PANI dan SPAN. Pada frekuensi rendah, konduktivitasnya menurun seperti pada PANI, namun sebelum menurun terus seiring peningkatan frekuensi, aluran sedikit meningkat seperti pada SPAN. Hal ini menandakan bahwa PANI/SPAN yang disintesis pada penelitian ini memiliki karakteristik yang berbeda dari PANI maupun SPAN dalam konduktivitasnya. PANI/SPAN yang dihasilkan lebih bersifat metalik karena konduktivitas menurun seiring peningkatan frekuensi. Gabungan sifat metalik dan semikonduktor yang terdapat pada PANI/SPAN ini harus diteliti lebih lanjut. Konduktivitas dari masing-masing polimer konduktif tersebut ditampilkan pada Tabel 2, yang menyatakan dengan jelas bahwa PANI memiliki konduktivitas yang lebih tinggi dibandingkan SPAN maupun PANI/SPAN. Nilai yang ditampilkan merupakan nilai konduktivitas pada frekuensi 30 Hz.
88 | CAS – Center for Advanced Sciences
Reza et al., RDNI, Vol.1, No.3, 2014, pp. 83-90
Tabel 2. Konduktivitas PANI, SPAN, dan PANI/SPAN pada frekuensi 30 Hz Sampel
Konduktivitas (x10-2 S cm-1)
PANI
17,57
SPAN
0,100
PANI/SPAN
1,323
KESIMPULAN Polimer blend PANI/SPAN yang dihasilkan memiliki sifat gabungan dari PANI dan SPAN itu sendiri. Keistimewaan dari PANI/SPAN ini adalah larut dalam air dan beberapa pelarut organik umum serta sifat higroskopik dari SPAN tidak muncul sama sekali pada PANI/SPAN yang disintesis. Hal ini pula dibuktikan dari hasil spektrum FTIRPANI/SPAN yang menunjukkan beberapa perbedaan dari spektrum prekursornya. Hasil pengukuran konduktivitas menunjukkan sifat PANI yang metalik, SPAN yang isolator, dan PANI/SPAN yang memiliki sifat gabungan antara PANI dan SPAN. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa suatu polimer baru PANI/SPAN yang memiliki karakteristik berbeda dari PANI maupun SPAN telah berhasil disintesis.
DAFTAR PUSTAKA [1] De Paoli, M., Gazotti, W. A. (2002), Electrochemistry, Polymers, and Opto-Electronic Devices: A Combination with a Future, J. Braz. Chem. Soc. 13(4), 410 – 424. [2] Groenendaal, L. B., Jonas, F., Freitag, D., Pielartzik, H., Reynolds, J. R. (2000), Poly(3,4-ethylenedioxythiphene) and Its Derivatives: Past, Present, and Future, Adv. Mater. 12(7), 481 – 494. [3] De Jong, M. P., van Ijzendoorn, L. J., de Voigt, M. J. A. (2000), Stability of the Interface Between Indium-Tin-Oxide and Poly (3,4ethylenedioxythiophene)/ Poly (styrenesulfonate) in Polymer LightEmitting Diodes, Appl. Phys. Lett.77, 2255 – 2258. [4] Birgerson, J., Denier van der Gon, A. W., Fahlman, M., Salaneck, W. R. (2002), Modification of PEDOT-PSS by Low Energy Electrons, Org. Electron. 3(3), 111 – 118.
89 | CAS – Center for Advanced Sciences
Reza et al., RDNI, Vol.1, No.3, 2014, pp. 83-90
[5] Ahonen, H. J., Lukkari, J., Kankare, J. (2000), n- and p-doped poly(3,4ethylenedioxythiophene): Two Electronically Conducting States of the Polymer, Macromolecules 33(18), 6787 – 6793. [6] Lee, K., Cho, S., Park, S. H., Heeger, A. J., Lee, c. W., Lee, S. H. (2006), Metallic Transport in Polyaniline, Nature 441, 65 – 68. [7] Cortés, M. T., Sierra, E. V. (2006), Effect of Synthesis Parameters in Polyaniline: Influence on Yield and Thermal Behavior, Polymer Bulletin 56, 37 – 45. [8] Vignau, L., Miane, J. L., Olinga, T., Wantz, G., Mouhsen, A., Oualim, E. M., Harmouchi, M. (2010), Influence of the Nature of Polyanilinebased Hole-Injecting Layer on Polymer Light Emitting Diode Performances, Mater. Sci. Eng. B 166, 185 – 189. [9] Yue, J., Epstein, A. J. (1990), Synthesis of Self-Doped Conducting Polyaniline, J. Am. Chem. Soc. 112, 2800 – 2801. [10] Mello, R. M. Q., Hümmelgen, I. A. (2001), Ohmic Contacts Between Sulfonated Polyaniline and Metals, J. Sol. State Electrochem. 5, 546 – 549. [11] Jang, J., Ha, J., Kim, K. (2008), Organic Light-Emitting Diode with Polyaniline-Poly(Styrene Sulfonate) as a Hole Injection Layer, Thin Solid Films 516, 3152 – 3156. [12] Yue, J., Epstein, A. J., Zhong, Z., Gallagher, P. K., MacDiarmid, A. G. (1991). Thermal Stabilities of Polyaniline, Synth. Met. 41, 765 – 768.
90 | CAS – Center for Advanced Sciences
Reza et al. Research and Development on Nanotechnology in Indonesia, vol 1, 2014, pp. 83-90
91 | CAS – Center for Advanced Sciences