1
Aplikasi Komposit Polianilin (PANi) – TiO2 Sebagai Pelapis Tahan Korosi Logam Besi pada Korosi Atmosferik Ardiyanti Aulia:Ir.Agung Budiono,Lizda Johar Mawarani,ST.MT Department of Engineering Physics, Faculty of Industrial Technology ITS Surabaya Indonesia 60111, email:
[email protected]
Abstrak — Telah diaplikasikan komposit polianilin(PANi)TiO2 sebagai bahan pelapis korosi pada logam besi. Komposit polianilin (PANi)-TiO2 ini menggunakan TiO2 dengan fasa anatase dan rutile. Pelapisan komposit pada logam besi menggunakan metode celup. Perlakuan korosi dilakukan menggunaka salt spray chamber dengan 5% NaCl yang mewakili kondisi atmosfer. Pengambilan data dilakukan setiap 10 jam selama 80 jam. Berdasarkan hasil yang didapatkan, komposit polianilin (PANi)-TiO2 dengan TiO2 komersial berfasa rutile merupakan jenis komposit terbaik sebagai bahan pelapis korosi pada penelitian tugas akhir ini dengan laju korosi 10,20 mpy atau mengalami penurunan laju korosi hingga 90% jika dibandingkan dengan logam besi tanpa pelapis. Pola grafik laju korosi terhadap fungsi waktu adalah parabolik dengan konstanta parabolik sebesar 0.068 mg2inchi4/jam. Kata kunci:Polianilin, TiO2, komposit, anatase, rutile, laju korosi
2. Tujuan Tujuan dari penelitian tugas akhir ini adalah mengaplikasikan komposit polianilin (PANi)-TiO2 sebagai pelapis tahan korosi. Aplikasi komposit polianilin (PANi)TiO2 dilakukan untuk: 1. Mengetahui kemampuan komposit polianilin (PANi) –TiO2 sebagai pelapis tahan korosi logam besi pada korosi atmosferik. 2. Mengetahui pola perlindungan komposit sebagai pelapis tahan korosi logam besi pada korosi atmosferik. 3. Mengetahui perbandingan kemampuan antara komposit polianilin (PANi) – TiO2 sintesis dan komersial sebagai pelapis tahan korosi.
I. PENDAHULUAN
II. Komposit Polianilin (Pani)-TiO2 Sebagai Bahan Pelapis Tahan Korosi
1. Latar Belakang Korosi adalah penurunan mutu suatu material akibat reaksi elektrokimia dengan lingkungan sekitar[1]. Peristiwa korosi tidak dapat dihentikan dan hanya dapat diperlambat prosesnya. Dikarenakan sifatnya yang tidak dapat dihentikan inilah maka penelitian mengenai perlindungan korosi terus dilakukan untuk mendapatkan metode perlindungan korosi yang lebih baik. Penggunaan polimer konduktif sebagai bahan pelindung korosi menjadi salah satu alternatif yang sedang banyak diteliti dikarenakan polimer konduktif memiliki keistimewaan dibanding jenis polimer yang lain. Polimer konduktif mampu menciptakan proteksi katodik melawan lingkungan yang agresif dengan cara menghambat proses oksidasi logam pada mekanisme terjadinya korosi[2]. Salah satu jenis polimer konduktif yang banyak digemari adalah polianilin. Di lain pihak, TiO2 yang merupakan semikonduktor tipe-n mampu menghambat proses reduksi dari oksigen pada mekanisme terjadinya korosi. Berdasarkan kemampuan yang dimiliki oleh polianilin dan TiO2, pembuatan komposit polianilin (PANi)-TiO2 diharapkan dapat menjadi alternatif bahan pelindung korosi. Berdasarkan penelitian sebelumnya, penggunaan polianilin sebagai fasa matriks komposit dengan TiO2 sebagai fasa pengisi dapat memperlambat laju korosi logam dengan HCl sebagai media pengkorosi[1]. Jenis korosi yang sering ditemui dalam kehidupan seharihari adalah korosi atmosferik. Korosi atmosferik terjadi karena adanya interaksi logam dengan lingkungan sekitar seperti pengaruh suhu, kelembapan, dan gas-gas polutan di udara. Oleh karena itu, diperlukan sebuah penelitian mengenai kemampuan komposit polianilin (PANi)-TiO2 sebagai bahan pelindung korosi pada korosi atmosferik.
1. Konsep Dasar IPTEK Bahan Konsep dasar IPTEK bahan merupakan dasar dari segala ilmu yang berhubungan dengan material atau bahan. Konsep ini menjelaskan keterkaitan antara pemrosesan, struktur, dan sifat atau perilaku suatu material. Material yang diberikan suatu pemrosesan atau perlakuan akan mengakibatkan perubahan struktur dari material tersebut. Akibat adanya perubahan struktur, maka sifat material tersebut juga akan berubah. Gbr 1 adalah gambaran secara skematis mengenai konsep dasar IPTEK bahan.
Sifat dan Perilaku
Struktur
Pemrosesan Gbr 1 Skema konsep dasar IPTEK bahan. 2. Polianilin Polianilin pertama kali dilaporkan secara resmi pada tahun 1862 meskipun beberapa orang meyakini bahwa laporan pertama muncul tahun 1840 ketika seseorang bernama Fritzsche menemukan minyak bening yang disebut sebagai aniline[1].
2 Polianilin sendiri merupakan bahan polimer yang dibentuk dari pengulangan unit kimia monomer-monomer anilin (C6H5NH2). Penggabungan dari monomer-monomer anilin tersebut membentuk cincin-cincin benzoid dan quinoid yang dihubungkan satu dengan yang lainnya oleh atom nitrogen melalui ikatan amin dan imin. Polianilin biasa dikenal dalam bentuk basanya yang bersifat isolator. Pada gbr 2 dapat dilihat struktur umum dari polianilin[1].
Gbr 2 Struktur umum polianilin. 3.TiO2 Titanium adalah logam yang sangat reaktif. Ketika permukaannya ter-ekspose pada udara atau lingkungan yang mengandung oksigen akan membentuk lapisan oksida tipis pada titanium dimana kandungan utamanya adalah TiO2. Kehadiran lapisan oksida tipis ini membuat titanium mempunyai ketahanan terhadap korosi yang sangat bagus di dalam berbagai jenis media korosif. TiO2 memiliki sifat pasivasi dan repasivasi yang sangat tinggi dalam segala kondisi pH. Adanya air, meskipun dalam jumlah sangat kecil, ketika proses pembentukkan selaput sedang berlangsung sangat berpengaruh terhadap kemampuan selaput itu untuk melindungi logam di bawahnya. Pada permukaan titanium komersial murni (CP Ti), telah didapatkan nilai ketebalan oksida sekitar 1,8-17 nm. Struktur memiliki kekasaran permukaan bervariasi dari (0,53 – 0,67) μm. TiO2 mengikat molekul maupun atom sebagai lapisan monomolekular. Lapisan pasivasi pada permukaan logam adalah suatu lapisan oksida tipis yang terbentuk pada bermacam-macam tingkat derajat (tergantung pada besar kecilnya tenaga bebas pembentukan oksida-logam dan ketersediaan oksigen di permukaan). Adanya lapisan oksida yang terbentuk secara alami menjadikan titanium memiliki biokompatibilitas yang sempurna dalam kaitannya dengan tinggi rendahnya daya konduksi elektronik dan memiliki resistansi korosi tinggi. Titanium dan oksidanya menunjukkan pelepasan ion dalam kuantitas rendah di dalam lingkungan mengandung air. TiO2 mempunyai tiga bentuk allotrophic yaitu anatase, brookite dan rutile. Brookite dan anatase adalah bentuk metastabil dan berubah bentuk secara eksotermal dan irreversible ke rutile akibat fungsi termal maupun akibat pengerjaan mekanik pada temperatur kamar[1]. 4.Korosi Definisi dari korosi adalah penurunan mutu material akibat reaksi elektrokimia dengan lingkungan sekitar. Bila ditinjau dari interaksi yang terjadi, korosi adalah proses transfer elektron dari logam ke lingkungannya. Logam bertindak sebagai sel yang memberikan elektron (anoda) dan lingkungan bertindak sebagai penerima elektron (katoda). Penurunan mutu yang diakibatkan interaksi secara fisik bukan disebut korosi, namun biasa dikenal sebagai erosi dan keausan[1]. Secara umum lingkungan yang bertanggung jawab atas terjadinya penurunan mutu material.
Korosi atmosferik merupakan hasil interaksi logam dengan atmosfer di sekitarnya, yang terjadi akibat kelembaban dan oksigen di udara dan diperparah dengan adanya polutan seperti gas dan garam yang terkandung di udara[6]. Salah satu pengujian korosi khususnya yang diakibatkan oleh lingkungan pada logam menggunakan uji salt spray test. Pada pengujian salt spray test akan dilakukan pengambilan dua jenis data yaitu data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif ditujukan untuk melihat sebaran produk korosi setelah pengujian. Data kuantitatif ditujukan untuk mendapatkan laju korosi suatu logam yang berhubungan dengan parameter uji.[6] Laju Korosi adalah besaran yang menyatakan mudah atau tidaknya suatu material berinteraksi dengan lingkungannya. Metode yang sering digunakan untuk menentukan laju korosi adalah metode kehilangan massa, dengan mengukur perbedaan massa awal sebelum pengujian dengan massa akhir setelah pengujian korosi. Laju korosi dalam logam dapat dihitung dengan melibatkan variabel waktu, massa yang hilang, luas permukaan yang tidak dilindungi dan kerapatan atau massa jenis logam. Laju korosi biasanya dinyatakan dalam mils per tahun (mpy) dengan perumusan sebagai berikut: Laju Korosi (mpy) =
(1)
Keterangan: WL = Kehilangan massa (mg) ρ = Massa jenis logam (gr/cm3) A = Luasan permukaan (inch2) T = Lama waktu ekspos (jam)
Massa yang hilang dalam pengujian merupakan massa dari produk korosi, nilai ρ dipengaruh oleh jenis bahan yang digunakan, luasan (A) adalah luas permukaan bahan yang mengalami pengujian korosi, sedangkan waktu (T) menunjukkan lamanya pengujian korosi yang dilakukan. Suatu bahan dapat dikatakan tahan terhadap korosi bila laju korosinya kurang dari 50 mpy[8]. Pengelompokkan sifat bahan bila ditinjau dari laju korosinya (dalam mpy) dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1 Pengelompokan Sifat Bahan Ditinjau dari Laju Korosinya Ketahanan Korosi Relatif Laju korosi (mpy) Istimewa <1 Sangat Baik 2<5 Baik 5<20 Cukup 20<50 Jelek 50<200 Tidak dapat diterima >200
3 III.Metodologi Penelitian Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai tahapan pengerjaan penelitian ini secara umum. Secara umum, tahapan pengerjaan penelitian ini terdiri dari proses sintesis, pengujian validitas, preparasi sampel, proses pelapisan logam besi, dan perlakuan korosi terhadap sampel yang sudah disiapkan. Sintesis PANi Sintesis TiO2
1. Penentuan Variabel Variabel yang digunakan dalam penelitian tugas akhir ini adalah: a. Variabel bebas dalam tugas akhir ini adalah variasi dari jenis komposit yang digunakan yaitu komposit PANiTiO2 komersial berfasa anatase, komposit PANi-TiO2 komersial berfasa rutile, komposit PANi-TiO2 sintesis berfasa anatase, dan komposit PANi-TiO2 sintesis berfasa rutile. b. Variabel terikat dalam tugas akhir ini adalah lama waktu pencelupan yaitu selama 30 detik, komposit yang digunakan adalah komposit dengan 30% berat TiO2, dan pengujian korosi atmosferik menggunakan salt spray test selama 80 jam.
Uji validitas Pembuatan komposit PANi-TiO2 Preparasi sampel logam besi Proses pengkorosian
Penentuan laju korosi
Analisa dan pembuatan laporan
2. Uji validitas Pada penelitian tugas akhir ini, diperlukan pengujian validitas yang berfungsi memastikan bahwa proses sintesis yang dilakukan telah berhasil dilakukan. Pengujian validitas yang dilakukan menggunakan beberapa perangkat uji seperti FTIR, XRD, dan XRF. FTIR Pada penelitian ini uji FTIR berfungsi untuk menentukan jenis ikatan yang terbentuk pada polianilin yang telah disintesiskan. Pengujian ini berfungsi untuk membuktikan bahwa polianilin yang disintesisi telah berhasil disintesiskan. Pengujian FTIR pada penelitian ini dilakukan di laboratorium instrumentasi kimia ITS menggunakan FTIR Shimadzu seperti ditunjukkan gbr 4.
Gbr 3 Diagram alir penelitian secara umum. Gbr 3 merupakan diagram alir yang menjelaskan tahapan pengerjaan penelitian ini secara umum. Tahap pengerjaan penelitian ini dimulai dengan pembuatan polianilin sebagai bahan matriks dari komposit polianilin (PANi)-TiO2. Langkah selanjutnya dalam pengerjaan tugas akhir ini adalah pembuatan bahan pengisi komposit yaitu TiO2. Dalam penelitian ini akan digunakan dua jenis TiO2 yaitu TiO2 sintesis dan TiO2 komersial. Untuk masing-masing jenis TiO2 pada penelitian ini, digunakan fasa anatase dan rutile. Sebelum melakukan tahapan preparasi sampel, terlebih dahulu dilakukan uji validitas terhadap hasil sintesis polianilin (PANi) dan TiO2. Uji validitas polianilin (PANi) menggunakan uji FTIR dan uji validitas TiO2 menggunakan uji XRD. Tahapan selanjutnya adalah tahapan preparasi sampel. Sampel yang digunakan dalam tugas akhir ini adalah lempengan logam besi. Preparasi sampel berfungsi sebagai persiapan sebelum dilakukan proses pelapisan logam besi menggunakan komposit polianilin (PANi) – TiO2. Setelah tahapan preparasi selesai dilakukan, dilanjutkan dengan proses pengkorosian menggunakan salt spray chamber. Tahapan terakhir dari diagram alir penelitian ini adalah analisa dan pembuatan laporan.
Gbr 4 Perangkat FTIR. XRD Pada penelitian ini, pengujian menggunakan XRD berfungsi untuk menentukan fasa yang terbentuk pada TiO2. Sama halnya dengan pengujian FTIR, pengujian menggunakan XRD berfungsi sebagai validasi dari fasa TiO2 yang terbentuk.
4 Sampel V Sampel VI Sampel VII Sampel VIII Sampel IX Sampel X Sampel XI
Gbr 5 Perangkat XRD. Pengujian XRD pada penelitian ini dilakukan di gedung research center ITS. Gbr 5 merupakan perangkat XRD yang digunakan pada penelitian ini. Perangkat XRD tersebut merupakan buatan Phillips X’Pert MPD (Multy Purpos Difractometer) dengan anoda Cu dan λ 1,5406 Ǻ. XRF Pengujian XRF pada penelitian ini bertujuan untuk menentukan kandungan logam besi yang digunakan sebagai sampel. Perangkat XRF yang digunakan pada penelitian ini merupakan perangkat XRF Pan Alytical yang berada di Laboratorium Studi Energi dan Rekayasa ITS. Gbr 6 merupakan gambar perangkat XRF yang digunakan pada penelitian ini.
Gbr 6 Perangkat XRF. 3. Pengujian Ketahanan Korosi Preparasi Sampel Pada penelitian ini sampel yang digunakan untuk pengujian ketahanan korosi adalah pelat logam besi dengan ukuran 2 x 1 x 0,2 cm. Sebelum dilakukan pelapisan logam besi oleh komposit polianilin (PANi) – TiO2, terlebih dahulu logam besi diamplas menggunakan kertas amplas dengan grid 600 dan 1200. Proses ini bertujuan untuk membersihkan permukaan logam besi dari karat dan pengotor yang ada pada permukaan logam besi. Setelah preparasi logam besi selesai dilakukan, berat logam besi ditimbang untuk mendapatkan berat awal logam besi sebelum diberikan perlakuan korosi. Selanjutnya dilakukan preparasi terhadap bahan pelapis. Bahan pelapis yang akan digunakan dicampurkan dengan cat sebagai media pelekat. Dalam penelitian ini, terdapat sebelas jenis sampel yaitu: Sampel I Sampel II Sampel III Sampel IV
: Besi tanpa pelapis : Besi + cat : Besi + polianilin : Besi + TiO2 komersial anatase
: Besi + TiO2 komersial rutile : Besi + TiO2 sintesis anatase : Besi + TiO2 sintesis rutile : Besi + komposit PANi - TiO2 komersial anatase : Besi + komposit PANi - TiO2 komersial rutile : Besi + komposit PANi - TiO2 sintesis anatase : Besi + komposit PANi - TiO2 sintesis rutile
Untuk masing-masing jenis sampel disiapkan delapan sampel sehingga total sampel yang disiapkan adalah 88 sampel. Proses perlakuan korosi Setelah melakukan preparasi sampel, akan dilakukan proses perlakuan korosi atmosferik. Perlakuan korosi atmosferik dilakukan menggunakan perangkat salt spray chamber. Perangkat salt spray chamber digunakan untuk mewakili kondisi lingkungan. Sampel yang telah dipreparasi dan dilapisi akan dikorosikan selama 80 jam dengan pengambilan data setiap 10 jam. Proses ini berlangsung secara terus menerus selama 80 jam. Larutan yang telah disemprotkan ke dalam chamber dialirkan menuju wadah penampung yang ditunjukkan oleh nomor 5. Kondisi salt spray chamber adalah suhu 35°C, pH 6,5 – 7,2 , tekanan 69 – 172 kPa/m2, dan larutan penguji yang digunakan adalah larutan 5% NaCl. Penentuan laju korosi Penentuan laju korosi membutuhkan data perubahan berat sebelum dan sesudah perlakuan korosi, densitas logam besi, luas permukaan logam besi, dan lama waktu perlakuan korosi. Berat logam besi yang dihitung sebelum dilakukan perlakuan korosi adalah berat logam besi sebelum dilakukan pelapisan. Sedangkan berat logam besi yang dihitung setelah dilakukan perlakuan korosi adalah berat logam besi setelah pelapis dihilangkan. Data-data yang telah didapatkan dimasukkan pada persamaan (1) untuk mendapatkan nilai laju korosi. Perhitungan laju korosi dihitung setiap 10 jam untuk masingmasing jenis sampel. Data-data yang telah didapatkan akan ditampilkan dalam bentuk grafik dimana sumbu x adalah fungsi waktu dalam satuan jam dan sumbu y adalah fungsi laju korosi dalam satuan mpy (mils per year). IV.Hasil dan Pembahasan 1 Hasil Uji Validitas Pengujian FTIR polianilin Pengujian FTIR pada saat fase basa emeraldin digunakan untuk mengetahui jenis ikatan yang muncul. Hasil pengujian ditunjukkan pada gbr 7.
5
Gbr 7 Hasil uji FTIR polianilin (PANi). Bilangan gelombang yang muncul pada pengujian FTIR polianilin kemudian dibandingkan dengan tabel hasil penelitian sebelumnya[1]. Perbandingan puncak-puncak yang muncul ditunjukkan pada tabel 2. Tabel 2 Perbandingan Referensi. PANi 802,41 1145,75 1246,06 1500,67 1566,25
Gbr 8 Sampel penelitian tugas akhir logam besi dengan lapisan: (1) cat (2) cat + komposit PANi-TiO2 sintesis anatase (3) cat + komposit PANi-TiO2 komersial anatase (4) cat + komposit PANi-TiO2 sintesis rutile (5) cat + komposit PANi-TiO2 komersial rutile.
Data Uji FTIR Polianilin dan Data Referensi 800,53 1122,67 1290,49
Vibrasi C-H bending C-H bending C-N stretching
1473,75 1560
C=C benzoid C=C kuinoid
Hasil perhitungan laju korosi ditunjukkan dalam grafik pada gbr 9. Grafik pada gbr 9 merupakan grafik laju korosi logam besi dengan fungsi waktu. gbr 9didapatkan melalui perhitungan laju korosi berdasarkan peramaan (1). Pada perhitungan laju korosi, luas permukaan logam besi (A) sebesar 0.31 inchi2 dengan densitas sebesar 4,22 gr/cm3.
Puncak – puncak yang muncul pada tabel 2 merupakan puncak-puncak yang mewakili vibrasi jenis ikatan yang dibutuhkan oleh polianilin. Berdasarkan hasil dari tabel 2, pergeseran yang terjadi tidak melebihi 60 cm-1 dan vibrasi pada C-N stretching menunjukkan bahwa secara kualitatif hasil polimerisasi polianilin berupa basa emeraldin relatif sama[1]. Pergeseran yang terjadi juga timbul pada penelitian sebelumnya[1][9]. Berdasarkan gbr 7 dapat diketahui bahwa intensitas transmisi kuinoid nilainya sedikit lebih besar dari benzoid yang berartti bahwa jumlah cincin benzoid lebih sedikit dibandingkan cincin kuinoid. Secara teoritis, hal ini terjadi karena pada saat polianilin dalam proses pembentukan basa emeraldin, cincin-cincin benzoid berubah menjadi kuinoid karena lepasnya molekul dopan[1]. Pengujian Korosi Atmosferik Setelah melewati tahap preparasi sampel, logam besi terlebih dahulu ditimbang berat awal sebelum dilakukan pelapisan pada logam besi. Setelah dilakukan penimbangan berat dan proses pelapisan, logam besi mendapat perlakuan korosi atmosferik menggunakan salt spray chamber. Perlakuan korosi dilakukan selama 80 jam dengan rentang pengambilan data setiap 10 jam. Gambar 4.3 merupakan gambar logam besi sebelum mendapat perlakuan korosi dan sesudah mendapat perlakuan korosi.
gbr 9 Grafik laju korosi logam berdasarkan fungsi waktu. Grafik pada gbr 9 merupakan grafik laju korosi dengan fungsi waktu. Grafik laju korosi diatas merupakan grafik dengan pola parabolik. Pada grafik dengan pola parabolik, terdapat konstanta parabolik yang dapat dihitung berdasarkan pola grafik yang ada. Pada grafik laju korosi penelitian tugas akhir ini, konstanta parabolik didapatkan dengan bantuan aplikasi Ms.Excel (gambar grafik terlampir pada lampiran E). Berikut adalah nilai konstanta parabolik dari sebelas grafik sampel yang ada:
6 Tabel 3 Konstanta Laju Korosi Parabolik Selama 80 Jam. [1] Nama [2] Kp(mg2inchi4/jam) Sampel [3] Sampel I [4] 5,192 [5] Sampel II [6] 1,373 [7] Sampel III [8] 0,768 [9] Sampel IV [10] 1,208 [11] Sampel V [12] 0,947 [13] Sampel VI [14] 1,223 [15] Sampel VII [16] 1,012 [17] Sampel VIII [18] 0,599 [19] Sampel IX [20] 0,068 [21] Sampel X [22] 0,614 [23] Sampel XI [24] 0,134 Analisa Hasil Gbr 9 merupakan grafik laju korosi dengan fungsi waktu untuk kesebelas jenis sampel yang diteliti. Dari Gbr 9 dapat dilihat bahwa untuk semua jenis sampel, kenaikan laju korosi paling tinggi ada pada t = 10 jam. Hal ini dikarenakan pada kondisi t = 0 jam sampel belum mengalami perlakuan korosi, sehingga pada t = 10 jam terjadi kenaikan yang tinggi pada laju korosi setiap sampel. Setelah sampel mendapat perlakuan korosi, pola grafik yang terjadi berbentuk eksponensial. Untuk semua jenis sampel, laju korosi relatif sama pada setiap waktu pengambilan data. Pada grafik laju korosi sampel IV, terjadi penurunan laju korosi yang cukup besar pada t = 30 jam dan hal yang sama terjadi pada sampel III pada t = 40 jam. Hal ini dimungkinkan terjadi karena pada saat pengambilan data oleh penulis dilakukan dengan kurang akurat. Secara umum, dapat dilihat bahwa laju korosi logam besi tanpa pelapis sangat tinggi. Setelah dilapisi oleh cat, laju korosi menurun hingga sekitar 40%. Hal ini terjadi karena pada logam besi yang telah dilapisi cat, cat melindungi logam besi dari kontak langsung dengan lingkungan. Namun, penurunan laju korosi yang diakibatkan oleh pelapisan cat pada logam besi belum memberikan penurunan laju korosi yang diinginkan. Penurunan laju korosi akibat pelapisan cat masih dalam kriteria “jelek” merujuk pada tabel 1. Penggunaan bahan TiO2 mengakibatkan laju korosi semakin menurun jika menggunakan TiO2 sebagai bahan pelapis. Penurunan yang terjadi jika dibandingkan logam besi tanpa pelapis meningkat hingga sekitar 64%. Namun, penggunaan polianilin (PANi) menghasilkan penurunan laju korosi yang lebih baik jika dibandingkan dengan penggunaan TiO2 sebagai bahan pelapis yaitu sekitar 71%. Mekanisme terjadinya korosi dimulai dari proses teroksidasinya besi. Besi yang telah teroksidasi kemudian akan melepaskan elektron. Elektron yang dilepaskan besi akan mengakibatkan terjadinya reduksi pada oksigen. Ion besi yang telah melepaskan elektron kemudian akan bereaksi dengan oksigen dan air untuk membentuk produk karat[10]. Komposit polianilin (PANi) – TiO2 memberikan hasil penurunan laju korosi terbanyak karena menggabungkan kemampuan polianilin dan TiO2 dalam menurunkan laju korosi. Polianilin adalah semikonduktor tipe-p[11] dan TiO2 merupakan semikonduktor tipe-n[12]. Pada mekanisme korosi, polianilin yang merupakan semikonduktor tipe-p akan menghalangi
perpindahan elektron yang dilepaskan oleh besi. Sedangkan TiO2 yang merupakan semikonduktor tipe-n, akan menghambat reduksi oksigen dan proses terbentuknya karat[10]. Hasil perhitungan laju korosi yang dilakukan oleh penulis mendukung pernyataan tersebut dimana berdasarkan Gbr 9 terjadi penurunan laju korosi pada sampel logam yang dilapisi oleh polianilin jika dibandingkan dengan sampel logam tanpa pelapis atau logam besi dengan pelapis cat saja. Penambahan TiO2 sebagai bahan pengisi pada komposit polianilin (PANi)-TiO2 semakin memperlambat laju korosi hingga sekitar 90% jika dibandingkan logam besi tanpa pelapis. Berdasarkan Gbr 9 secara umum komposit polianilin (PANi) – TiO2 dengan fasa rutile lebih baik dalam perlindungan korosi dibandingkan dengan komposit polianilin (PANi) – TiO2 dengan fasa anatase. Perbedaan perlakuan panas terhadap TiO2, mengakibatkan perubahan struktur TiO2. TiO2 dengan struktur rutile lebih besar ukuran butirnya jika dibandingkan dengan TiO2 anatase. Perbedaan ukuran butir ini mengakibatkan perbedaan kemampuan dalam perlindungan korosi. Pola laju korosi terhadap fungsi waktu yang berbentuk parabolik menunjukkan bahwa grafik laju korosi untuk setiap sampel memiliki nilai konstanta parabolik. Berdasarkan tabel 3, dapat dilihat bahwa konstanta parabolik terbesar terdapat pada grafik laju korosi sampel I yaitu 5,192. Hal ini disebabkan pada sampel I yang merupakan sampel logam besi tanpa pelapisan, kehilangan berat yang terjadi paling signifikan untuk setiap pengambilan data dan berakibat pada pola grafik yang terjadi. Konstanta parabolik untuk bahan pelapis terbaik pada penelitian tugas akhir ini yaitu sampel IX relatif kecil yaitu 0,068. Hal ini disebabkan oleh kehilangan berat yang terjadi pada sampel IX untuk setiap pengambilan data tidak terlalu signifikan. Kehilangan berat yang tidak signifikan ini menyebabkan pola grafik laju korosi pada sampel IX memiliki nilai konstanta kecil. V.Kesimpulan dan Saran 1 Kesimpulan Berdasarkan hasil pengumpulan data dan analisa hasil, maka kesimpulan yang dapat diambil untuk menjawab permasalahan tugas akhir ini adalah: Komposit polianilin (PANi)-TiO2 mampu diaplikasikan sebagai bahan pelapis korosi pada logam besi. Komposit polianilin (PANi)-TiO2 terbaik sebagai bahan pelapis tahan korosi adalah komposit dengan TiO2 komersial berfasa rutile dengan laju korosi sebesar 10,20 mpy. Pengaplikasian komposit polianilin (PANi)-TiO2 sebagai bahan tahan korosi mampu menurunkan laju korosi logam besi hingga 90%. Bentuk pola grafik laju korosi terhadap fungsi waktu adalah parabolik dengan konstanta parabolic sebesar 0.068 mg2inchi4/jam.
7 2 Saran Adapun saran yang dapat diberikan untuk penelitian lanjutan adalah: Setelah melakukan pelapisan logam besi dilakukan pengukuran ketebalan lapisan agar diketahui tebal lapisan dari bahan pelapis. Dengan menggunakan jenis logam besi yang sama, dapat dilakukan perlakuan korosi pada t < 10 jam. DAFTAR PUSTAKA [1]
Permana,Andry. 2010. Sintesis Bahan Nanokomposit Polianilin(PANi) – TiO2 dan Karakterisasinya Sebagai Pelapisan Tahan Korosi. Jurusan fisika Fakultas matematika dan ilmu pengetahuan alam: Institut teknologi sepuluh nopember:Surabaya
[2]
Rout.T.K., 2002. “Development of Conducting Polyaniline Coating: A Novel Approach to Superior Corrosion Resistance”. Surface and Coating Technology 167(2003) 16-24
[3]
Priyotomo,Gadang., “Karakterisasi Degradasi Material Nonferrous di Lingkungan Kabut Sodium Klorida 5%wt dengan Standar ASTM B117-97”
[4]
Fontana, Mars .1987. Corrosion Engineering third edition. Amerika : Mc Graw-Hill Book Company
[5]
Castro, A.L., 2007. “Synthesis of anatase TiO2 nanoparticles with high temperature stability and photocatalytic activity” Solid State Sciences 10(2008) 602-606
[6]
Sathiyanarayanan,S., 2007. “Preparation of Polyaniline– TiO2 Composite and its Comparative Corrosion Protection Performance with Polyaniline” Synthetic Metals 157 (2007) 205-213
[7]
Castro, A.L., 2007. “Synthesis of anatase TiO2 nanoparticles with high temperature stability and photocatalytic activity” Solid State Sciences 10(2008) 602-606
[8]
Adisatrayanto.Baskoro.pengujian ketahanan proteksi korosi cat anti karat jenis rust converter, water displacing, dan rubber paint.jurusan teknik mesin.fakultas teknologi industri.institut teknologi sepuluh nopember.surabaya
[9]
Pradhana, I Gusti Bagus Astu., 2009. “Sintesis Nano Polianilin-Fe3O4 Dan Karakterisasi Sifat Listrik Dan Magnetiknya” Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.
[10] Mahulikar, Pramod., Jadhav, Rajendra., and Hundiwale, Dilip., March. 2010. “Performance of Polyaniline/TiO2 Nanocomposites in Epoxy for Corrosion Resistant
Coatings”. Iranian Polymer Journal 20(5), 2011, 367376 [11] P, Kofstad., “Nonstoichiometry, Electrical Conductivity and Diffusion in Binary Metal Oxides". New York [12] JP, Farges., 1994. “Organic conductors : Fundamentals and application”. Marcwl & Dekker Ch 15
Biodata Penulis Nama : Ardiyanti Aulia TTl : Palu, 3 Juni 1989 Riwayat Pendidikan: SDN Kedurus III/430 Sby (1995-2001) SMPN 6 Sby (2001-2004) SMAN 5 Sby (2004-2007) Teknik Fisika-ITS Sby (2007-sekarang)