TUGAS AKHIR - SF 141501
PEMANFAATAN BAHAN MAGNETIK (Fe3O4) BERBAHAN DASAR KARAT BESI HASIL KOROSI ATMOSFERIK SEBAGAI RADAR ABSORBER MATERIAL MUHAMMAD FAISOL ALWI NRP 1112 100 052 Dosen Pembimbing Dr. MASHURI, M.Si
Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2017
TUGAS AKHIR - SF 141501
PEMANFAATAN BAHAN MAGNETIK (Fe3O4) BERBAHAN DASAR KARAT BESI HASIL KOROSI ATMOSFERIK SEBAGAI RADAR ABSORBER MATERIAL. MUHAMMAD FAISOL ALWI NRP 1112 100 052 Dosen Pembimbing Dr.Mashuri, M.Si
Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2017
i
FINAL PROJECT - SF 141501
THE UTILIZATION OF MAGNETIC MATERIAL (Fe3O4) BASED ON IRON RUST FROM ATMOSPHERIC CORROSION MECHANISM AS RADAR ABSORBER MATERIAL MUHAMMAD FAISOL ALWI NRP 1112 100 052 Dosen Pembimbing Dr.Mashuri, M.Si
Physics Departement Faculty Matematics and Natural Science Sepuluh Nopember Institute of Technology Surabaya 2017
ii
PEMANFAATAN BAHAN MAGNETIK (Fe3O4) BERBAHAN DASAR KARAT BESI HASIL KOROSI ATMOSFERIK SEBAGAI RADAR ABSORBER MATERIAL. Nama NRP Jurusan Pembimbing
: Muhammad Faisol Alwi : 1112100052 : Fisika, FMIPA – ITS : Dr.Mashuri, M.Si
Abstrak Karat besi merupakan produk oksida yang dihasilkan dari logam besi. Fenomena terbentuknya karat pada mekanisme korosi tidak bisa dihindari sehingga membuat bahan logam cepat rusak dan mudah terdegradasi. Karat besi mengandung beberepa senyawa diantaranya FeO, Fe2O3 dan Fe3O4 yang terbentuk karena interaksi pertukarsn ini oleh Base Metal dengan lingkungan disekitarnya. Oleh karena itu, dilakukan penelitian dengan judul pemanfaatan bahan magnetik (Fe3O4) berbahan dasar karat besi hasil korosi atmosferik sebagai radar absorber material. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan karat besi di wilayah surabaya, malang, dan bangkalan dalam menyerap gelombang serta mengetahui tipe magnetisasi serbuk karat besi. Penelitian dilakukan dengan metode sparasi menggunakan magnet permanen sebesar 0,02 T dengan variasi lingkungan surabaya, malang dan Bangkalan. Berdasarkan karakterisasi XRD didapatkan bentuk fasa pada semua daerah adalah fasa Fe3O4 dengan tipe amorphus. Pada karakterisasi XRF diketahui bahwa unsur yang paling banyak ditemukan adalah Fe. Sedangkan berdasarkan hasil uji VNA didapatkan bahwa pada frekuensi yang sama, besar reflection loss pada produk korosi yang didapat di daerah malang sebesar -12 dB, di bangkalan sebesar -7,8 dB, sedangkan di daerah surabaya sebesar -20,8 dB.
iv
Kata Kunci :Karat besi, Fe3O4, Material Penyerap Radar, VNA
v
THE UTILIZATION OF MAGNETIC MATERIAL (Fe3O4) BASED ON IRON RUST FROM ATMOSPHERIC CORROSION MECHANISM AS RADAR ABSORBER MATERIAL Name NRP Major Advisor
: Muhammad Faisol Alwi : 1112100052 : Physics, FMIPA – ITS : Dr. Mashuri, M.Si.
Abstract Iron rust is an oxide product from iron metal. The phenomenon of rust formation on corrosion mechanism can’t be avoided so makes metal material corrupting and degraded easily. Iron rust contains of several compound which is able to be used as radar wave absorber material, including FeO, Fe2O3 and Fe3O4 which was determined by evironmental condition around of base metal. Hence, the research with tittle the utilization of magnetic material (Fe3O4) based on iron rust from atmospheric corrosion mechanism as radar absorber material was done. This research aims to understand the ability of rust iron in Surabaya, Malang and Bangkalan in absorb waves and to know the magnetization type of rust iron. The experiment was done by separation method using permanent magnet 0,02 T from different region: Surabaya ,Malang, and Bangkalan. Based on the result of XRD test, the phase form of whole region is Fe3O4 phase with amorphous tipes. Fe is the most elements found in metal based on XRF test. And based on VNA test at the same frequency, the amount of reflection loss on corrosion product from Malang, Madura, and Surabaya are -12 dB, -7,8 dB, -20.8 dB. Key Word- Iron rust, Fe3O4, Radar Absorber Material, VNA..
vi
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah yang Maha Esa atas limpahan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Tugas Akhir sebagai syarat wajib untuk memperoleh gelar sarjana jurusan Fisika FMIPA ITS dengan judul : Pemanfaatan Bahan Magnetik (Fe3o4) Berbahan Dasar Karat Besi Hasil Korosi Atmosferik Sebagai Radar Absorber Material Penulis menyadari dengan selesainya penyusunan tugas akhir ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Ibu Nur Laila tercinta yang senantiasa memberikan do’a dan kasih sayangnya kepada penulis, sehingga penulis bisa menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan lancar. 2. Dr. Mashuri, M.Si selaku orang tua kedua penulis sekaligus dosen pembimbing Tugas Akhir yang selalu membekali anak-anak dengan berbagai macam pendidikan, baik dalam penelitian, spiritual, attitude, dan karakter, sehingga anak-anak mampu menjadi mahasiswa yang berkarakter. 3. Keluarga tercita, nenek Hj Khodijah, paman H Syihab serta adik tercinta azza, alfan atas dukungan dan motivasi yang selalu diberikan. 4. Dr. Yono Hadi Pramono, M.Eng., selaku Ketua Jurusan Fisika FMIPA ITS. 5. Seluruh Staf Pengajar di Jurusan Fisika ITS. 6. Seluruh karyawan Laboratorium Fisika Material Jurusan Fisika ITS.
vii
7. Tim penelitian RAM Fera, luthfi, okta, dan shofi yang turut membantu dalam penelitian dan diskusi di laboratorium. 8. Teman-teman Aqor, Allif, Habib, Adi, Dewa, Dhea dll yang tak henti-hentinya menyemangati dan sabar membantu penulis dalam penelitian 9. Teman-teman FBI 2012, Himasika ITS, JMMI, Ma’had Darul Arqam, Ma’had UI, SDM IPTEK Fantastic 4, teman-teman satu LKTI Safril, Susmita, Fera, Niko, Ikha, Aning, dan teman-teman Grup menulis GPP Atas Kekeluargaan Dan Kebersamaan Selama Perkuliahan Ini. Penulis menyadari atas keterbatasan wawasan dan keterampilan yang dimiliki, oleh karena itu penulis akan menerima kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan penulisan Tugas Akhir ini. Semoga Tugas Akhir ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan serta memberikan inspirasi bagi pembaca untuk perkembangan lebih lanjut. Surabaya, Januari 2017
Penulis
viii
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ................................................................. i COVER ...................................................................................... ii LEMBAR PENGESAHAN ...................................................... iii ABSTRAK ................................................................................. iv ABSTRACT ............................................................................... vi KATA PENGANTAR ............................................................... vii DAFTAR ISI.............................................................................. ix DAFTAR GAMBAR ................................................................. xi DAFTAR TABEL ..................................................................... xii DAFTAR LAMPIRAN ............................................................. xiii BAB I PENDAHULUAN .......................................................... 1 1.1 Latar Belakang .................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ............................................................... 2 1.3 Tujuan Penelitian ................................................................ 2 1.4 Batasan Masalah ................................................................. 3 1.5 Manfaat Penulisan .............................................................. 3 1.6 Sistematika Penelitian ......................................................... 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................... 5 2.1 Korosi Atmosfer ................................................................. 7 2.2 Pengertian Magnetite (Fe3O4) ............................................. 8 2.3 Kurva Histeresis dan Sifat Magnetite Bahan ...................... 8 2.4 Radar Absorber Materials ................................................... 10 BAB III METODOLOGI PENELITIAN ............................... 13 3.1 Alat dan Bahan ................................................................... 13 3.2 Prosedur Kerja .................................................................... 13 3.2.1 Pencarian Sampel Karat Besi .................................... 13 3.2.2 Sparasi Sampel Karat Besi ........................................ 14 3.3 Metode Karakterisasi .......................................................... 14 3.3.1 Karakterisasi Komposisi Unsur Logam dengan Uji XRF ........................................................................... 14
ix
3.3.2 Karakterisasi Fasa dengan XRD .............................. 15 3.3.3 Karakterisasi Unsur Serbuk magnetik dengan XRF . 15 3.3.4 Karakterisasi Sifat Magnetik Serbuk Karat dengan Uji VSV..................................................................... 15 3.3.5 Penyerapan Gelombang Mikro Pada Serbuk magnetik dengan Uji VNA........................................ 16 3.4 Diagram Alir Penelitian ...................................................... 17 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .................................. 23 4.1 Analisis Logam Terkorosi .................................................. 23 4.2 Analisis Sifat Serbuk Karat................................................. 26 4.2.1 Hasil XRD Serbuk Karat........................................... 26 4.2.2 Hasil XRF Serbuk Karat ........................................... 28 4.2.3 Hasil VSM Serbuk Karat Surabaya .......................... 30 4.3 Analisis Sifat Penyerapan Radar Serbuk Magnetik Karat Besi Menggunakan Uji VNA .............................................. 33 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .................................... 41 5.1 Kesimpulan ......................................................................... 41 5.2 Saran ................................................................................... 41 DAFTAR PUSTAKA ................................................................ 43 LAMPIRAN............................................................................... 47 BIODATA .................................................................................. 49
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Proses terbentuknya karat pada titik embun .... Gambar 2.2 Kurva Histeresis untuk a) Soft Magnetic. b) hard Magnetic .................................................. Gambar 3.1 Karat besi yang didapatkan ditiap daerah. a. Surabaya, b: malang, c:bangkalan ................... Gambar 3.2 Diagram alir penelitian .................................... Gambar 4.1 Sampel Logam yang Akan di Uji XRF: (a) Surabaya, (b) Malang, (c) Bangkalan .............. Gambar 4.2 Pola XRD pada Sampel Serbuk Magnetik Karat Besi dengan variasi lingkungan (a) Surabaya, (b) Malang, (c) Bangkalan .............. Gambar 4.3 Pola VSM pada sampel serbuk magnetik wilayah Surabaya ............................................. Gambar 4.4 Sampel Serbuk Magnetik yang akan di uji VNA ................................................................. Gambar 4.5 Hasil Uji VNA pada sampel serbuk Magnetik dengan variasi lingkungan (a) surabaya, (b) Malang, (c) Bangkalan ...............
xi
5 9 13 17 24
27 31 33
34
DAFTAR TABEL Tabel 4.1 Spesifik perbedaan lingkungan di tiga daerah, Malang, Surabaya, Bangkalan ............................. Tabel 4.2 Identifikasi unsur menggunakan uji XRF pada sampel logam ............................................. Tabel 4.3 Unsur besi tipe ASTM AH36 ............................. Tabel 4.4 Hasil uji XRF Serbuk magnetik karat besi ......... Tabel 4.5 Hasil pengujian sifat magnetik serbuk karat daerah Surabaya ................................................. Tabel 4.6 Hasil penyerapan gelombang radar dari bahan magnetik beberapa wilayah surabaya malang dan bangkalan .....................................................
xii
23 25 26 29 32
35
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN A
.................................................................47
LAMPIRAN B
.................................................................49
xiii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penggunaan logam dalam dunia industri memegang peranan sangat penting. Alat dan mesin serta instalasi dalam industri hampir 90% berasal dari bahan logam. Selain memegang peranan penting, logam memiliki kelemahan mudah terkorosi sehingga mengakibatkan kegagalan produksi pada komponen industri, selain itu juga menjadi beban bagi industri karena terhentinya proses produksi yang menyebabkan tingginya biaya perawatan yang dikeluarkan dalam proses aktivitas industri (Budianto,2009). Korosi sangat memboroskan sumber daya alam. Bahkan, korosi merupakan musuh utama dalam pembuatan bahan-bahan logam. Sifat korosi yang tidak bisa dihindari membuat bahan logam yang digunakan menjadi cepat rusak dan akhirnya banyak menimbulkan kerugian. Hasil riset tahun 2002 di Amerika Serikat memperkirakan, kerugian akibat korosi yang menyerang permesinan industri, infrastruktur, sampai perangkat transportasi di negara adidaya itu mencapai 276 miliar dollar AS. artinya 3,1 persen dari Gross Domestic Product (GDP) negara tersebut habis akibat korosi (chamberlain,1998).Korosi merupakan produk oksidasi yang menghasilkan karat berupa Fe3O4 (magnetite), Fe2O3 (hematite), Al2O3, FeO, dll tergantung dari base metal yang dipakai dan kondisi lingkungan (atmosfer) sekitar (Trethewey,1991). Radar Absorbing Material (RAM) merupakan suatu material yang memiliki kemampuan untuk menyerap gelombang elektromagnetik dalam orde gelombang mikro(Mashuri, 2012). Berdasarkan penelitian tentang Radar Absorber Material (RAM), diketahui terdapat Salah satu bahan yang dapat dipakai sebagai penyerap gelombang radar, yakni bahan magnetik Fe3O4 (Mashuri, 2012). Bahan oksida 1
2 yang lain seperti Fe2O3(hematite) dan FeO juga mampu menyerap gelombang namun dengan penyerapan yang kurang baik (Umi,2012). Material penyerap gelombang radar pada dasarnya terdiri dari material magnetik dan dielektrik (Yuzcelik, 1997). Beberapa penelitian telah dilakukan untuk menghasilkan meterial penyerap gelombang radar ini, diantaranya menggunakan bahan dielektrik berbahan dasar bambu yang dicampur dengan PaNi (KH Wu et al,. 2008). Bahan magnetik(Fe3O4) berbahan dasar Pasir Besi Lumajang (Yuni, 2015), Serta Campuran bahan magnetik dan dielektrik berbahan dasar Pasir Besi dan Kulit Singkong (Yusro, 2016). Melihat adanya kecocokan antara produk korosi dengan bahan dasar penyerap gelombang radar, serta banyaknya kerugian akibat proses korosi, maka dari itu dilakukan penelitian mengenai pemanfaatan produk korosi berbahan magnetik (Fe3O4) dari produk korosi karat besi sebagai Radar Absorber Material.Dengan adanya penelitian ini, diharapkan bisa menjadi acuan mengenai pemanfaatan produk korosi sebagai bahan penyerap gelombang mikro, serta bisa menjadi dasar pemanfaatan produk korosi yang selama ini dikenal sebagai limbah yang merugikan. 1.2 Perumusan Masalah Perumusan masalah yang akan dibahas pada penelitian ini adalah 1. Bagaimana mendapatkan bahan magnetik (Fe3O4) berbahan dasar karat besi 2. Berapa besar Reflection Loss penyerapan gelombang radar yang dihasilkan dari produk korosi dengan variasi lingkungan (surabaya, malang, bangkalan). 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan yang akan dibahas pada penelitian ini adalah: 1. Mendapatkan bahan magnetik (Fe3O4) berbahan dasar karat besi.
3 2.
mengetahui besar Reflection Loss penyerapan gelombang mikro yang dihasilkan dari produk korosi dengan variasi lingkungan (surabaya, malang, bangkalan).
1.4 Batasan Masalah Batasan masalah pada penelitian ini yaitu: 1. Produk korosi berasal dari mekanisme korosi atmosfer dengan lingkungan tak terkendali didapatkan ditiga wilayah yakni surabaya, malang, bangkalan. 2. Identifikaasi RAM yang diteliti adalah pada bahan magnetiknya. 3. Kecepatan korosi pada pembentukan karat besi tidak diperhitungkan 1.5 Manfaat penelitian Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan pemahaman tentang cara penyerapan gelombang mikro dari produk korosi berbasis karat besi. Serta pengaruh oksida besi terhadap Reflection Loss penyerapan gelombang radar. 1.6 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan tugas akhir ini, tersusun dalam lima bab yaitu :Bab 1: Pendahuluan berisi latar belakang masalah, maksud dan tujuan, perumusan masalah dan manfaat tugas akhir.Bab 2: Tinjauan Pustaka berisi mengenai kajian pustaka yang digunakan pada tugas akhir.Bab 3: Metodologi Penelitian berisi tentang metode dan tahap pengambilan data.Bab 4: Analisa Data dan Pembahasan berupa hasil data yang diperoleh, serta analisa yang dilakukan. Bab 5: Kesimpulan, berisi kesimpulan dan saran dari penelitian yang telah dilakukan.
4 “Halaman Ini Sengaja Dikosongkan”
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Korosi Atmosfer Korosi atmosfer adalah jenis korosi yang terjadi akibat proses elektrokimia antara dua bagian benda padat khususnya metal besi yang berbeda potensialnya dengan udara terbuka. Atmosfer di Indonesia termasuk daerah tropis yang lembab, sehingga merupakan daerah yang sangat korosif bila dibandingkan dengan belahan bumi di bagian utara (Trethewey,1991). Fakta menunjukan hampir tidak ada benda, khususnya metal besi yang bebas dari impuritas didalam materialnya. Impuritas ini dapat berupa oksida dari metal besi akibat bereaksi dengan zat asam di udara, perbedaan struktur molekuler dari material, hingga perbedaan tegangan di dalam bagian-bagian metal besi sendiri (Graedel, 2001). Korosi atmosfer termasuk korosi yang terjadi pada temperatur udara antara -18 ampai 700C pada lingkungan tertutup atau terbuka. Penurunan mutu logam akibat atmosfer biasanya juga dipengaruhi oleh cuaca. Korosi atrnosfer memiliki tingkat korosifitas yang berbeda untuk setiap lingkungan. (www.key-to-metals.com).
Gambar 2.1 Proses terbentuknya karat pada titik embun
5
6
Pada gambar 2.1 menunjukkan proses korosi tmosfer pada suatu logam. Pada waktu bintik-bintik embun atau air hujan mengenai suatu logam, kemudian mengering akibat terkena panas matahari, maka proses pengkaratan terhenti dan akan berlanjut lagi ketika permukaan yang berkarat tadi menjadi basah kembali oleh hujan atau embun. Proses ini akan terjadi melalui mekanisme diatas secara berulang-ulang hingga karat bertambah dalam dan produk korosi menutupi permukaan logam (Trethewey,1991). Zat pencemar yang ada dilingkungan bermacammacam bergantung pada lokasi ditempat terjadinya pengkaratan, misalnya di tepi pantai zat pencemar yang paling dominan adalah NaCl yang berasal dari partikel air laut, disekitar kawasan industri adalah zat H2S, NH3 dan NO2 sedangkan didaerah pedesaan yang paling dominan adalah Carbonyl Sulfida COS. Walaupun suatu jenis metal tahan karat di suatu lokasi, belum tentu bersifat sama di tempat lain, misalnya baja berlapis galvanis tahan karat di daerah pedesaan, namun kurang tahan karat di daerah industri. Dari perbedaan-perbedaan pengaruh yang mencolok atas tingkat pengkaratan di daerah-daerah tertentu, maka daerah-daerah tersebut dibagi dalam beberapa jenis yakni: Marine, Industrial, Tropical, Arctic, Urban (pelosok), Rural (pedesaan) (Trethewey,1991). Berdasarkan pada kondisi lingkungannya, berikut faktor-faktor yang mempengaruhi korosi atmosfer 1. Jumlah Zat Pencemar di Udara (Debu dan Gas) Rata-rata kandungan debu di udara kota-kota besar adalah 2 mg/m3, dan kandungan tersebut akan menjadi lebih pekat di kawasan industri hingga 1000 mg/m3 atau bahkan lebih. Debu tersebut terdiri antara lain butir-butir arang, paduan arang (Carbon Compound), oksida metal, H2SO4, (NH4)2SO4, dan NaCl. Gas hidrogen sulfida yang terkandung di udara yang tercemar dapat menyebabkan karat tarnish pada perak atau tembaga. (Trethewey,1991).
7 2.
Suhu dan Kelembaban Kritis Di daerah yang udaranya bersih dari pencemaran, dengan suhu yang tetap, apabila tingkat kelembaban relatifnya dibawah 100% maka tidak akan terjadi pengkaratan yang berarti pada bahan baja murni. Karena kelembaban relatif biasanya berfluktuasi sesuai dengan berfluktuasinya suhu dan karena sampah/kotoran di udara maupun di dalam baja bersifat higroskopis maka untuk mencegah terjadinya kondensasi di permukaan baja, kelembaban relatif harus diperkecil hingga jauh dibawah 100%. Tingkat kelembaban dimana dibawah harganya tingkat pengkaratan tidak berarti disebut Kelembaban Relatif Kritis (KRK). KRK untuk baja, tembaga, nikel dan seng berkisar 50 hingga 70%. Di daerah yang sangat berat polusi udaranya, kelembaban relatif kritis tidak ada lagi, karena kelembaban berapapun akan menimbulkan karat atmosfer. Faktor yang sangat menentukan kepekaan suatu metal baja terhadap serangan karat adalah faktor kondisi lingkungan, dimana untuk didaerah tropis yang tingkat kelembaban relatifnya cukup tinggi, bahaya atmosfer cukup besar, apalagi di daerah tepi pantai dan di kawasan industri. Berikut adalah tahapan-tahapan terbentuknya sel karat: a) Elektron mengalir dari daerah anodik ke katodik, meninggalkan ion-ion positif yang tidak stabil. Hal ini dinyatakan dalam persamaan: Fe Fe2+ + 2e(reaksi oksidasi) b) Di dalam air banyak terdapat ion hidroksil yang bermuatan negatif. Ion hidroksil berasal dari H2O (OH)- + H+ atau 4e + O2 + 2H2O 4(OH)c) Di daerah katodik terjadi reaksi sebagai berikut 2H+ + 2eH2 berupa gas (reaksi reduksi) d) Di dalam air terjadi reaksi antara ion besi yang sangat tidak stabil dengan ion hidroksil yang bermuatan negatif menjadi garam fero hidroksida yang tidak larut. Fe2+ + 2(OH)Fe(OH)2 Fero hidroksida atau 4Fe + 6H2O + 3O2 4Fe(OH)3
8 dan 2Fe(OH)3 Selanjutnya 2Fe(OH)3 + Fe++ + 2H2O Fe(OH)2 + (OH)-
Fe2O3 + 3H2O (I) Feri oksida Fe3O4+6H+(II) magnetik FeO (OH) + H2O (III) karat
2.2 Pengertian Magnetite (Fe3O4) Magnetik (Fe3O4) atau yang biasa dikenal sebagai oksida besi (iron oxide) atau ferous ferrite merupakan oksida logam yang paling kuat sifat magnetisnya (Silvia Trisa Putri, 2011). Salah satu kelebihan magnetit absorben, dimana sifat ferromagnetiknya yang mampu mengabsorbsi gelombang elektromagnetik melalui mekanisme kemagnetan khususnya terhadap atom-atom atau ion-ion logam yang bersifat paramagnetik (Laksmita, 2012). Dijelaskan pula oleh Grace Tj. Sulungbudi, Mujamilah dan Ridwan (2006) bahwasanya fasa magnetite (Fe3O4) yang terdapat pada besi oksida memiliki sifat magnetik yang baik dan tertinggi dari pada fasa lainnya sehingga dapat digunakan dalam berbagai aplikasi penyerap bahan logam maupun gelombang mikro. Optimalisasi sifat magnetik bahan oksida besi dilakukan dengan mengupayakan pembuatan bahan dengan fasa Fe3O4 semurni mungkin. 2.3 Kurva Histerisis dan Sifat Magnetik Bahan Karakterisasi kemagnetan suatu bahan dapat dilihat pada kurva histerisis nya. Berdasarkan kurva histeresis, sifat magnet dapat dibedakan menjadi soft magnetic dan hard magnetic material. Hal ini ditunjukkan oleh gambar 2.4. Soft magnetic material mempunyai kurva histeresis berbentuk pipih karena energi yang hilang saat proses magnetisasi rendah sehingga koersivitasnya kecil. Sedangkan hard magnetic material mempunyai kurva histeresis dengan bentuk cembung karena energi yang hilang saat proses magnetisasi tinggi sehingga koersivitasnya besar. Bentuk kurva histeresis soft magnetic material yang pipih menunjukkan bahwa energi yang hilang saat proses magnetisasi rendah. Hal ini membuat soft magnetic material mudah untuk dimagnetkan namun juga
9 mudah kehilangan sifat magnetiknya. Sedangkan bentuk kurva hard magnetic material sukar untuk dimagnetkan namun apabila sudah dimagnetkan tidak mudah kehilangan sifat magnetnya (Rosler, et.al, 2003)
.
Gambar 2.2 Kurva Histereresis untuk a) Soft Magnetic. b) hard Magnetic (Rosler, et.al, 2003)
Berdasarkan nilai koersivitasnya, material magnetik diklasifikasikan menjadi magnet keras (Hc>1k kA/m) dan magnet lunak (Hc<1 kA/m). Sedangkan cara untuk menghilangkan remanen magnet secara total adalah dengan membalikkan arah magnetisasi medan magnet eksternal. Bahan yang mencapai saturasi untuk harga H rendah disebut magnet lunak seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.2 (a). Sedangkan bahan yang saturasinya terjadi pada harga H tinggi disebut magnet keras seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.2 (b) (Khasanah, 2012). 2.4 Radar Absorber Materials Teknologi RAM (Radar Absorbing Material) sekarang ini menjadi fokusan di banyak riset dan penelitian. Hal ini tidak lepas dari kegunaan RAM yang sangat penting dalam berbagai aplikasi teknologi, khususnya pada bidang militer. Lebih dari itu, penggunaan RAM secara luas digunakan untuk
10 menghalangi atau meminimalisir pemantulan gelombang elektromagnet dari suatu peralatan yang cukup besar. Contohnya, pesawat terbang, kapal, tank dan suatu ruangan (Yusro, 2016). Material anti radar atau yang sering dikenal sebagai bahan absorber material (RAM) pada intinya merupakan material yang mempunyai sifat bahan magnetik, dielektrik dan konduktif. Dimana sifat-sifat tersebut mampu mereduksi gelombang elektromagnetik melalui mekanisme polarisasi dipol magnetik. Gelombang elektromagnetik yang dipancarkan memiliki energi sebesar hν terbentuk oleh medan magnet dan medan listrik. Mekanisme penyerapan gelombang elektromagnetik pada material RAM yaitu dengan penyerapan energi listrik oleh bahan dielektrik dan penyerapan energi magnet oleh bahan magnetik. Adanya tambahan energi yang didapat dari pancaran gelombang elektromagnetik menyebabkan dipol-dipol magnet mengalami proses polarisasi akibat muatan terinduksi. Proses polarisasi menimbulkan pergerakan muatan sehingga timbul energi kinetik yang berlangsung secara terus menerus sehingga timbul panas dalam satuan joule atau dapat disebut sebagai efek joule. Pada dasarnya, prinsip penyerapan energi gelombang elektromagnetik oleh material RAM adalah dengan mentransformasikan energi gelombang elektromagnetik dalam bentuk disipasi panas melalui mekanisme polarisasi dipoldipol magnetik sehingga tidak ada gelombang yang direfleksikan (Saville, 2005). RAM (Radar Absorbing Material) berbasis bahan magnetik seperti ferit memiliki keunggulan yang berbeda dari bahan dielectrik, karena RAM berbahan magnetik hanya membutuhkan ketebalan sepersepuluh dari ketebalan dielektrik untuk mencapai pengurangan RCSR (Radar cross section reduction). Bahan magnetik memiliki permeabilites relatif yang berbeda dengan ruang bebas. Terdapat beberapa tipe material yang digunakan sebagai bahan penyerap gelombang radar yang mencakup material dielektrik dan magnetik.
11 Pada diskusi mengenai material, penyerap magnetik bergantung pada seberapa besar hilangnya magnetik (magnetic losses). Magnetic losses bergantung pada permeabilitas magnet dari suatu material. Bahan magnetik yang tersedia untuk digunakan dalam RAM umumnya memiliki relatif permitivitas dan relatif permeabilitas yaang tinggi. Oleh karena itu, secara praktis, bahan murni magnetik (non dielektrik) sulit didapatkan (Yuzcelik, 2003). Dua bahan yang paling umum digunakan dalam RAM adalah karbonil besi dan ferit ditangguhkan dalam dielektrik. Bahan dasar yang sering digunakan untuk mensintesis partikel magnetik ferrite umumnya berasal dari senyawa besi murni atau larutan kimia komersial. Namun pada kebanyakan aplikasi, besi dan komponen besi dewasa ini telah ditemukan sangat bagus digunakan sebagai RAM. Seperti halnya senyawa Fe3O4 (Mashuri, 2012). Terdapat juga senyawa lain seperti Fe2O3 yang dapat digunakan sebagai bahan RAM namun penyerapannya tidak terlalu besar (Umi, 2012). Bahkan menurut anwar 2007, Ferrit merupakan salah satu contoh material yang memiliki permeabilitas yang tinggi, sehingga dapat digunakan sebagai material penyerap gelombang elektromagnet. Sedangkan untuk produksi dengan skala yang besar, biaya yang dikeluarkan sangat tinggi, terutama pada produksi material RAM sehingga diperlukan material yang murah dan mudah didapatkan untuk menghasilkan material Magnetik ini.
12 “Halaman Ini Sengaja dikosongkan”
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan Peralatan yang digunakan dalam menyiapkan sampel pada penelitian ini adalah magnet permanen, mash 150, kertas map, tisu, neraca digital, klip plastik, spatula, gelas ukur, gelas beker, dan kuas. Untuk karakterisasi sampel sebelum dan sesudah proses penggilingan dipakai alat uji Difraktometer Sinar-X (XRD), X-Ray Fluorocencies (XRF), Vibrating Sample Magnetometer (VSM ) dan Vector Network Analyser (VNA). Sedangkann bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah karat besi yang berasal dari tiga daerah yakni malang, surabaya dan bangkalan. 3.2 Prosedur Kerja 3.2.1 Pencarian Sampel karat besi Pencarian sampel karat besi dilakukan di tiga daerah berbeda yakni malang, surabaya dan bangkalan. Pencarian sampel didasarkan pada kondisi lingkungan ditiap daerah. Dimana masing-masing daerah memiliki spesifikasi suhu, salinitas air serta kondisi demografi yang berbeda-beda. Sehingga akan menentukan produk korosi dengan kuantitas senyawa yang berbeda-beda pula satu sama lain.
a
b
c
Gambar 3.1 Karat besi yang didapatkan ditiap daerah. a. Surabaya, b: Malang, c:BBangkalan
13
14 3.2.2 Separasi Sampel karat besi Karat besi yang telah didapatkan ditiap-tiap daerah kemdian dibersihkan dengan kuas cat untuk menghilangkan pengotor dipermukaan besi. Setelah itu, besi yang telah dibersihkan dengan kuas di sparasi dengan menggunakan mesh 150 untuk mengambil produk korosi yang terdapat dipermukaan loga besi. Setelah proses sparasi selesai, serbuk besi yang telah didapatkan di ekstraksi dengan menggunakan magnet permanen lemah untuk memisahkan bahan magnetit (Fe3O4) dan bahan non magnetik yang terkandung dalam serbuk besi. Mekanisme ekstraksi serbuk besi dilakukan pengulangan sebanyak 10 kali dengan cara menempelkan magnet pada satu sisi bagian kertas map setebal 0,1 cm sedangkan serbuk besi ditempelkan pada bagian sisi lain kertas map lalu magnet digosok-gosokkan hingga didapatkan serbuk besi yang memiliki sifat magnet tinggi yang menempel sangat kuat pada kertas. 3.3 Metode Karakterisasi 3.3.1 Karakterisasi Komposisi Unsur pada Logam dengan XRF Karakterisasi dengan X-Ray Fluorocencies (XRF) ini sangat diperlukan karena sampel berupa karat besi yang digunakan pada penelitian ini berasal dari korosi akibat lingkungan, sehingga perlu adanya konfirmasi unsur yang mungkin terdapat pada sampel besi. Sehingga dapat diketahui unsur-unsur apa saja penyusun karat besi di tiga daerah yang berbeda. XRF merupakan pengujian yang tidak merusak dan berfungsi untuk menganalisa komposisi kimia yang terkandung dalam sampel dengan menggunakan metode stoikiometri. XRF pada umumnya digunakan untuk menganalisis mineral dan bebatuan. Analisis digunakan secara kualitatif maupun kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan untuk menganalisis jenis unsur yang terkandung dalam bahan dan analisis kuantitatif dilakukan untuk menentukan konsentrasi unsur dalam bahan. XRF (X-Ray Flourocencies) bertujuan untuk memperoleh data kualitatif unsur-unsur yang
15 terkandung di dalam sampel dan juga persen beratnya. 3.3.2 Karakterisasi Fasa dengan XRD Untuk mengetahui fase-fase yang menyusun serbuk karat besi dilakukan pengukuran difraksi sinar-X menggunakan Philips X’Pert MPD (Multi Purpose Diffractometer) di Laboratorium Difraksi Sinar-X Jurusan Material dan Metalurgi Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Sumber radiasi yang digunakan adalah Cu dengan panjang gelombang 1,54056 Å dioperasikan pada tegangan 40 kV dan arus 30 mA. Pengujian XRD ini dilakukan untuk mengidentifikasi fasa yang terbentuk dari hasil sintesis (analisa kualitatif) dan untuk mengetahui derajat kekristalan dari pola difraksi fasa amorf (analisa kuantitatif). XRD ini bekerja dengan menggunakan sumber energi berupa sinar-X. 3.3.3 Karakterisasi Uusur Serbuk magnetik dengan XRF Karakterisasi dengan X-Ray Fluorocencies (XRF) ini diperlukan untuk mengidentifikasi unsur-unsur yang terdapat pada serbuk karat setelah proses ekstraksi. berbeda pada uji XRF untuk logam besi, uji ini dilakukan pada karat hasil oksida besi yang telah didapat di tiga daerah. 3.3.4 Karakterisasi Sifat Magnetik pada Serbuk karat dengan VSM Pengujian sifat magnetik dari semua serbuk magnetit sebelum dan sesudah proses penggilingan dilakukan dengan menggunakan alat uji VSM (Vibrating Sample Magnetometer). Semua sampel dipreparasi terlebih dahulu untuk mendapatkan sampel uji yang sesuai hingga mampu dikarakterisasi oleh alat VSM. Informasi yang didapatkan berupa besaran-besaran sifat magnetik sebagai akibat perubahan medan magnet luar yang digambarkan dalam kurva histerisis.
16 3.3.5 Penyerapan Gelombang Mikro pada Serbuk magnetik dengan uji VNA Sifat absorbsi materal merupakan sifat material dalam menyerap gelombang elektromagnetik yang dipancarkan oleh pemancar gelombang pada rentang frekuesni tertentu. Karakterisasi sifat absorpsi ini dilakukan dengan menggunakan Advantest R-3770 VNA (Vector Network Analyzer) 300 KHz-20 KHz yang tujuannya untuk mengukur nilai absorbsi serbuk magnetit dan juga nilai reflection loss.
17 3.4 Diagram Alir Penelitian Pengambilan karat besi di tiga daerah, malang, surabaya, bangkalan
Karat besi dari tiap daerah yang telah didapatkan dibersihkan dengan kuas Pemisahan serbuk karat dan logam besi di masing-masing daerah dengan mesh 150
Logam besi Uji XRF
Serbuk karat Serbuk karat yang telah didapatkan kemudian di ekstraksi sebanyak 10 kali dengan menggunakan magnet permanen
Serbuk karat hasil ekstraksi ditiap daerah malang, surabaya, bangkalan didapatkan
Uji XRD
Uji XRF
Uji VSM
Gambar 3.2 . Diagram alir penelitian
Uji VNA
18 “Halaman ini sengaja dikosongkan”
BAB IV HASIL & PEMBAHASAN 4.1 Analisis logam terkorosi Penggunaan logam dalam suatu industri memegang peranan sangat penting. Alat dan mesin serta instalasi dalam industri hampir 90% berasal dari bahan logam. Karat yang dihasilkan dari produk korosi yang dikenal sebagai oksida memiliki karakteristik masing-masing tergantung dari base metal dan kondisi lingkungan. Karakteristik oksida yang dihasilkan dari akibat lingkungan dan base metal ini berpengaruh tidak hanya terhadap jenis fasa, namun juga pada kuantitas berat oksida yang dihasilkan. Lingkungan akan berpengaruh terhadap kecepatan korosi sehingga juga akan mempengaruhi banyaknya oksida yang dihasilkan. Tabel 4.1 Spesifik perbedaan lingkungan di tiga daerah, Malang, Surabaya, Bangkalan. No
Region Topography S M & Environment Ketinggian permukaan 3–8 700 -1700 1 tanah (m) Rainfall per year 1751 2471 2 (mm) Temperatur udara (°C) 27,75 21,5 3 Rata-rata hujan perhari 147 134 4 pertahun (days) Keterangan: S= Surabaya, M=Malang, B=Bangkalan Sumber: www.pusdaling.jatimprov.go.id
B 2-5 1838 27.5 130
Dari dari data diatas, Faktor lingkungan sangat menentukan kepekaan suatu metal baja terhadap serangan karat atmosfer dalam suatu lingkungan. Faktor yang dimaksud adalah pada persentase waktu, dimana angka kelembaban relatif kritis pada proses korosi dilampaui. Waktu ini disebut ‘Waktu Kebasahan’ (time of wetness). Hal ini dapat ditentukan dengan menghitung tegangan antara metal yang berkarat 23
24 dengan elektroda platina. Khusus didaerah tropis dimana tingkat kelembaban relatifnya cukup tinggi, bahaya atmosfer cukup besar, apalagi di daerah tepi pantai dan di kawasan industri. Berdasarkan analisis kondisi lingkungan tersebut, logam yang telah terkorosi diambil di tiga daerah berbeda, yakni surabaya, malang dan bangkalan. Dari Tabel 4.1 yang didapatkan, diketahui bahwa masingmasing wilayah memiliki ciri khusus yang akan memengaruhi produk korosi yang terbentuk. Korosi atmosferik sangat dipengaruhi oleh kondisi topografi dan iklim atau lingkungan. Faktor-faktor seperti temperatur, kelembaban dan kandungan bahan kimia dalam udara sangat menentukan laju korosi ini (Fontana, 1987; Agung, 2004). Selain berdasarkan lingkungan, base metal atau jenis logam juga mempengaruhi produk korosi yang dihasilkan. pembuatan logam juga mempercepat timbulnya korosi. (American Galvanizers Association, 2000).
komposisi logam, struktur metalurgi, dan proses
(a)
(b)
(c)
Gambar 4.1 Sampel logam yang Akan di Uji XRF: (a) Surabaya, (b) Malang, (c) Bangkalan
Maka dari itu, dilakukan uji XRF untuk mengetahui jenis dan kuantitas unsur logam yang didapat ditiga daerah. Logam yang telah diambil dari lingkungan dan dibersihkan, dipotong kecil untuk kemudian diuji kandungan unsur yang ada didalamnya.
25 Tabel 4.2 Identifikasi Unsur Menggunakan Uji XRF Pada Sampel Logam
Nama Unsur K Ca Cr Mn Fe Ni Cu Rg La Br
Kandungan unsur (%) Surabaya 0,064 0,48 0,10 0,32 97,51 0,74 0,10 0,67 0,02 -
Malang 0,21 0,10 0,26 97,66 0,72 0,11 0,57 0,04 0,49
Bangkalan 0,09 0,45 0,12 0,20 97,57 0,74 0,10 0,68 0,04 -
Berdasarkan pada tabel tersebut, diketahui unsur besi (Fe) yang terkadung di tiga sampel adalah unsur yang sangat dominan dari unsur lain dengan komposisi sekitar 97%. Dengan kata lain, tipe besi di tiga daerah yang didapatkan identik atau hampir sama. Senyawa Fe yang ada di alam bebas akan membentuk senyawa oksida utama diantaranya Fe3O4 (magnetit), Fe2O3 (hematit), dan FeO. Namun, dari hasil XRF ini masih terdapat impuritas (pengotor) seperti K, Cr,Mn, Ca, Ni, dsb. Hal ini masih bersifat normal dikarenakan sampel yang digunakan berasal dari besi yang sudah terkorosi oleh lingkungan yang dibersihkan dengan menggunakan mesh dan tidak diberi perlakuan khusus. Jumlah impuritas yang cukup sedikit dibandingkan dengan kandungan Fe tersebut bisa dikatakan bahwa sampel besi yang digunakan memiliki kemurnian kadar Fe yang cukup tinggi. Sehingga dengan indikasi ini, besi akan mudah terkorosi dan membentuk macam-macam oksida dipermukaannya. Seperti misal Fe3O4, FeO dan Fe2O3.
26 Kandungan unsur Fe yang sangat tinggi sebesar 97% ini sangat mirip dengan besi tipe great ASTM AH36. Besi tipe ini adalah besi yang sangat sering dijumpai di dunia industri maupun rumah tangga. Berikut adalah tabel kesesuaian tipe besi industri great AH36 dengan besi yang telah didapatkan dari lingkungan. Tabel 4.3 Unsur besi tipe ASTM AH36
Element Fe C Cu Mg
Prosentase (%) 97,63±1,08 0,27± 0,40 0,23± 0,03 1,50± 0,04
4.2 Analisis sifat Serbuk Karat 4.2.1 Hasil XRD serbuk karat Setelah dilakukan uji XRF pada sampel logam, diketahui bahwa unsur Fe merupakan unsur yang paling dominan pada sampel, dimana ketiga sampel logam besi memiliki kuantitas unsur yang hampir sama. Kemudian Pengujian berikutnya adalah pengujian fasa yang dilakukan menggunakan difraktometer sinar-X (XRD) dengan sudut pendek 15-80 derajad. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui fasa pada ketiga serbuk karat besi. Untuk sampel yang akan di uji adalah serbuk karat yang sudah di ekstraksi dengan magnet lemah yang diambil dari logam besi yang terkorosi. Pengujian dilakukan setelah ketiga sampel serbuk besi di ekstraksi dengan magnet permanen lemah dengan variasi daerah/ lingkungan terbentuknya karat. yakni malang, bangkalan dan surabaya. Dari pengujian tersebut, didapatkan hasil berupa pola-pola difraksi seperti ditunjukkan pada Gambar 4.1, dimana terlihat puncak difraksi pada sudut difraksi (2Ө), dan menunjukkan adanya fasa pada sampel karat besi, sedangkan tinggi dan lebar puncak difraksi mengindikasikan adanya ikatan antara besi dengan unsur lain.
27
(a)
(b)
(c)
Gambar 4.2 Pola XRD pada Sampel Serbuk Magnetik Karat Besi dengan variasi lingkungan (a) Surabaya, (b) Malang, (c) Bangkalan
Untuk mengetahui fasa yang terdeteksi pada puncakpuncak tersebut, dilakukan analisa kualitatif data XRD menggunakan software Match!. Berdasarkan analisa kualitatif hasil data XRD menggunakan software Match!, diketahui bahwasanya data puncak difraksi hasil pengujian XRD untuk semua sampel memiliki kecocokan dengan fasa Magnetite (Fe3O4) dengan kode PDF #96-901-3530 pada sampel serbuk karat surabaya, PDF #96-901-3530 pada sampel serbuk karat malang, dan PDF #96-900-5814. Secara umum, Ciri khas dari sampel yang mempunyai fasa magnetit adalah mempunyai intensitas tertinggi berada pada sudut difraksi 2Ө adalah 350 (Sun dkk, 2006 dalam Riska, 2013). Pada pola XRD juga ditemukan fasa yang lain selain Fe3O4, yakni fasa γ-Fe2O3 yang didapatkan menumpuk di dengan fasa Fe3O4.
28 Dari gambar 4.1 terlihat struktur dari ketiga sampel serbuk karat merupakan fasa amorf dan memiliki besar intensias yang berbeda-beda. Hal ini menunjukkan bahwa partikel magnetik serbuk karat dari ketiga sampel cenderung tidak beraturan. Perbedaan besar kuantitas di masing-masing sampel mengindikasikan adanya perbedaan kandungan fasa magnetik di masing-masing sampel. Untuk mengetahui kandungan fasa secara kuantitatif maka seharusnya dilakukan analisa lebih lanjut dengan metode Rietvield menggunakan software rietica. Akan tetapi pengguanaan software rietica tidak bisa dilakukan pada ketiga sampel ini karena fasa amorf pada sampel tidak cocok untuk dilakukannya perhitungan kuantitatif dengan software rietica. Ciri khas material yang memiliki sifat amorf salah satunya adalah memiliki struktur yang acak, selain itu memiliki densitas yang rendah dan porositas yang tinggi. Magnetik amorphus mengindikasikan bahwa Hasil analisa mikrostruktur pada permukaan serbuk karat menunjukkan partikel memiliki phorus atau pori. Salah satu bahan penerap radar yang baik adalah memiliki porositas yang tinggi dan densitas yang rendah. Material penyerap gelombang mikro idealnya memiliki nilai rugi refleksi maksimum <-20 dB, rentang frekuensi penyerapan yang cukup lebar, densitas rendah, ringan, mudah didesain, murah dan stabil terhadap pengaruh lingkungan (Mashuri, 2012). 4.2.2
Hasil XRF Serbuk Karat. Setelah dilakukan uji XRD dan didapatkan kesimpulan bahwa fasa yang terkandung pada ketiga sampel adalah fasa magnetite Fe3O4 dan γ-Fe2O3 dengan bentuk sifat material yakni amorphus. Sedangkan untuk mengetahui kuantitas fasa ditiga sampel dilakukan dengan software rietica. Akan tetapi karena didapatkan sampel berupa fasa amourphus, penggunaan software ini belum bisa dilakukan, karena software rietica hanya bisa dilakukan pada fasa kristalin. Maka dari itu, dilakukan uji lanjutan dengan menggunakan uji XRF untuk mengehaui unsur apa saja yang terkandung dalam sampel magnetik karat besi. Pengujian ini dilakukan untuk
29 mengetahui perbedaan dari ketiga sampel melalui tipe unsur terutama unsur besi dan kuantitas unsur unsur lain yang akan berpengaruh pada sampel. Pada penelitian yang dilakukan, identifikasi unsur melalui pengujian XRF pada sampel magnetit karat besi yang telah di ekstraksi dengan magnet lemah. Adapun hasil XRF sampel tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.4. Berdasarkan pada tabel dapat diketahui bahwa terdapat banyak sekali unsur yang terkandung dalam serbuk magnetik karat besi, salah satunya yang paling dominan adalah unsur besi (Fe) sebesar 95,63% di wilayah surabaya, 94,37% di wilayah malang, dan 89,32% di wilayah bangkalan. Tabel 4.4 Hasil uji XRF Serbuk magnetik karat besi
Nama Unsur Fe Ni Cu Zn Br La Si P K Ca Mn Cr Re Rb
Kandungan unsur (%) Surabaya 95,63 0,79 0,01 0,18 0,51 0,13 1,1 0,1 0,066 1,01 0,27 0,12 -
Malang 94,37 0,79 0,13 0,12 0,13 1,3 0,18 0,096 0,62 0,27 0,11 0,2 -
Bangkalan 89,32 1,0 0,14 0,1 3,4 0,2 0,066 1,48 0,28 0,11 0,52
Berdasarkan hasil uji XRF, diketahui bahwa unsur yang terdapat didalam serbuk magnetik karat besi adalah berupa Senyawa Fe, dimana senyawa ini akan membentuk
30 senyawa oksida utama yakni Fe3O4 (magnetit) sesuai dengan hasil uji XRD, sehingga bisa dikatakan unsur Fe yang didapatkan pada uji XRF ini akan membentuk senyawa magnetite. Berdasarkan hasil uji XRF ini, masih terdapat impuritas (pengotor) seperti Ti, Si, Al, Ca, Ni, Mn, Ca, Cr, dsb. Hal ini masih bersifat normal dikarenakan sampel yang digunakan berasal dari bahan karat yang berinteraksi dengan lingkungan. Jumlah impuritas yang cukup sedikit dibandingkan dengan kandungan Fe tersebut bisa dikatakan bahwa sampel magnetik serbuk karat besi yang digunakan memiliki kemurnian kadar Fe yang cukup tinggi. 4.2.3
Hasil VSM Serbuk Karat Surabaya Untuk mengetahui sifat magnet dari Serbuk magnetik karat, maka dilakukan pengukuran dengan menggunakan alat Vibrating Sample Magnetometer (VSM). Sampel yang diuji adalah sampel serbuk magnetik karat besi daerah surabaya, karena berdasarkan nilai uji VNA, serbuk magnetik wilayah surabaya memiliki nilai penyerapan paling tinggi dan lebar pita frekuensi terbesar. Data yang diperoleh dari pengujian ini yaitu berupa kurva histeresis. Kurva histeresis terbentuk melalui mekanisme pemberian medan magnet eksternal pada bahan sehingga domain-domain magnetik dalam bahan akan mensejajarkan diri searah dengan medan magnet dari luar. Dari kurva histerisis dapat diketahui besarnya medan koersivitas (Hc), magnetisasi remanen (Mr) dan magnetisasi maksimum (Ms). Medan koersivitas menunjukkan besarnya medan magnet luar yang dibutuhkan untuk menyearahkan domain-domain magnetik. Semakin besar nilai medan koersivitas maka sifat kemagnetannya semakin kuat. Magnetisasi maksimum merupakan kemampuan partikel untuk memepertahankan kesearahan domain-domain magnetiknya. Dalam keadaan ini semua domain berada pada arah yang sama (saturasi). Sedangkan Magnetisasi remanensi adalah remanensi magnetik yang tersisa dalam bahan setelah medan luar dihilangkan. Hasil pengukuran sifat magnet serbuk magnetik karat ditunjukkan pada gambar 4.4
31
Momen magnetik, M (emu/gram)
15
-1,5
10
5
0 -1
-0,5
0
0,5
1
1,5
-5
-10
-15 H (T)
Gambar 4.3 Pola VSM pada sampel serbuk magnetik wilayah Surabaya Dari gambar kurva hysteresis (Gambar 4.4), dapat diketahui bahwasanya telah terjadi proses magnetisasi akibat peningkatan medan luar hingga terjadi saturasi dan demagnetisasi (medan luar dihilangkan). Proses magnetisasi akibat medan luar terjadi dimulai dari titik asal, lalu magnetisasi akan meningkat secara lambat namun menjadi lebih cepat seiring dengan meningkatnya medan luar hingga terjadi saturasi (kejenuhan) yang disebut “saturasi magnetik (Ms)” pada 7,357 (emu/gr). Terjadinya kejenuhan ini akibat tidak adanya momen dipol yang berlawanan arah karena semua sudah mengalami kesearahan akibat medan magnet luar. Apabila medan luar dikurangi, kurva tidak akan kembali ke kurva awal namun kembali dengan kurva yang berbeda.
32 Saat medan dikurangi hingga nilainya nol, masih terdapat sisa magnetitasi yang disebut “remanensi magnetik (Mr)”, dimana diketahui besar remanensi pada kurva tersebut sebesar 2,535 (emu/gr). Untuk menghilangkan magnetisasi (demagnetisasi) dibutuhkan medan luar dengan nilai tertentu hingga magnetisasi hilang (nol). Nilai medan ini adalah “medan koersivitas (Hc)” yang berubah secara periodik sehingga kurva menjadi penuh. Pada kurva loop hysterisis ini, diketahui besar medan korsivitas sebesar 0,0204 T. Berikut merupakan Tabel kurva histeresis berdasarkan besar nilai medan koesivitas, remanensi magnetik dan magnetisasi maksimum Tabel 4.5 Hasil Pengujian Sifat Magnetik Daerah Surabaya Fe3O4
Surabaya
Medan koersivitas (T) 0,0204
Magnetisasi Remanensi (emu/gr) 2,535
Magnetisasi maksimum (emu/gr) 12,918
Dari tabel hasil pengujian VSM diatas, terlihat bahwa sampel magnetik karat besi daerah surabaya merupakan jenis magnet lunak, karena lebar dan luas kurva yang relatif kecil dan sempit, dimana besar Hc<1 kA/m. Hal ini mengindikasikan bahwa membutuhkan sedikit sekali energi untuk menghilangkan magnetisasi saturasi pada bahan dimana dipol-dipol menjadi tak tersearahkan. Luasan kurva yang kecil tersebut menunjukkan besaran energi yang diperlukan untuk magnetisasi, sehingga bahan magnetit dengan sifat magnet lunak ini memerlukan energi yang kecil untuk membuat dipoldipol tersearahkan. hingga dapat disimpulkan bahwa tipe bahan magnetik serbuk karat besi sangat reaktif dan mudah tersaturasi dengan medan magnet luar yang sedikit (medan magnet 0,2 T), yang bisa digunakan sebagai bahan penyerap gelombang radar.
33 4.3 Analisis Sifat Penyerapan Radar Menggunakan Uji VNA Serbuk Karat Pengukuran daya serap terhadap gelombang mikro dilakukan dengan menempelkan serbuk besi yang didapat di tiga daerah pada suatu cetakan kertas dengan ketebalan 2 mm. penempelan ini dilakukan untuk mempermudah proses uji dengan alat VNA. Sampel yang ditempelkan pada kertas karton dapat dilihat seperti ditunjukkan pada Gambar 4.5
Gambar 4.4 Sampel Serbuk Magnetik yang akan di uji VNA
Identifikasi dan karakterisasi nilai penyerapan (reflection loss) terhadap gelombang elektromagnetik yang ditembakkan pada suatu sampel adalah dengan menggunakan alat VNA yang terdapat di LIPI Bandung. Karakterisasi ini menghasilkan data keluaran yang biasa disebut scattering parameter (S parameter) atau parameter hamburan dari perilaku refleksi dan transmisi yang terjadi pada kedua port VNA. Hasil dari S parameter ini bisa digunakan untuk mendapatkan Voltage Standing Wave Ratio (VSWR), gain, return loss, transmission dan coeficien reflection loss. Pada penelitian ini, diperlukan nilai Reflection Loss (RL) terhadap gelombang mikro pada range frekuensi X-band (8-12 GHz) yang merupakan daerah kerja dari gelombang radar. Nilai reflection loss yang didapatkan dari hasil pengujian ini dapat menentukan karakteristik sifat penyerapan gelombang radar, dimana ketika nilai reflektion loss sangat
34 tinggi, bahan tersebut termasuk bahan penyerap gelombang yang baik. Salah satu bahan absorber gelombang mikro yang digunakan pada penelitian ini adalah bahan magnetik berbahan karat besi. Penggunaan karat besi pada penelitian ini didasarkan pada pembentukan oksida besi pada mekanisme korosi. Dimana oksida besi yang terbentuk terkandung fasa magnetite berupa Fe3O4. Selain itu, pemanfaatan korosi yang sejauh ini belum ada dan cenderung sangat merugikan dan dihindari oleh banyak masyarakat menjadikan dorongan tersendiri untuk mencari manfaat dari karat besi. (c) (b) (a)
Gambar 4.5 Hasil Uji VNA pada sampel serbuk magnetik dengan variasi lingkungan (a) Surabaya, (b) Malang, (c) Bangkalan
Berdasarkan grafik penyerapan gelombang mikro pada sampel serbuk magnetik gambar 4.5, diketahui bahwa grafik dari ketiga sampel cenderung simetri dan tidak memotong,
35 serta pergerakan grafik pada arah sumbu x yang menandakan frekuensi dari ketiga sampel hampir sama. Sedangkan untuk besar penyerapan gelombang radar, pada ketiga sampel serbuk magnetik berbeda-beda, dimana pada grafik terlihat bahwa sampel memiliki lebar pita frekuensi sebesar 9,3-12,0 GHz untuk sampel serbuk karat besi surabaya dan malang, dan 9,311,7 GHz pada sampel serbuk karat besi madura. Perhitungan lebar pita frekuensi ini berdasarkan pada cara perhitungan di penelitian bahan penyerap gelmbang radar sebelumnya, dimana perhitungan dimulai dari mulai menurunnya grafik dari nilai konstannya. Namun pada penelitian tentang radar dan mekanisme penyerapnanya, diketahui perhitungan lebar pita harus dimulai dari treshold -10 dB, sehingga jika semakin dalam grafik, maka penyerapannya akan semakin besar (Lihat gambar 4.5). Sedangkan untuk penyerapan terbesar ditiap sampel terjadi pada frekuensi sekitar 11 GHz. Untuk nilai penyerapan gelombang tertinggi terdapat pada serbuk karat besi daerah surabaya dengan besar -20,8 dB pada frekuensi 11 GHz. Sementara untuk sampel karat besi dari wilayah madura dan malang bertutur-turut sebesar -7,80 dB dan -12,0 dB dengan frekuensi yang sama. Tabel 4.6 Hasil Penyerapan Gelombang radar dari bahan magnetik limbah karat besi di wilayah Surabaya, Malang dan Bangkalan. Rugi Refleksi Frekuensi Sampel Maksimum, Lebar Pita Pas, Fe3O4 RLm (dB) (GHz) fm (GHz) Surabaya Malang Bangkalan
-20, 8 -12,0 -7,80
11,00 11,00 10,86
1,7 0,7 -
Perbedaan besar penyerapan pada ketiga sampel dikarenakan adanya perbedaan jumlah Fe3O4 yang ditemukan dalam sampel, dimana jumlah kandungan Fe3O4 terbesar
36 terdapat pada sampel serbuk karat surabaya. Selain itu, berdasarkan uji XRF, diketahui terdapat unsur-unsur lain yang jumlahnya cukup besar. Diantaranya unsur Si yang pada serbuk magnetik wilayah bangkalan ditemukan dalam jumlah cukup besar yakni 3,4%. Unsur Si memiliki sifat non magnetik sehingga tidak bagus sebagai bahan penyerap radar (Putri, 2016). Selain itu, jumlah Fe yang didapat diwilayah bangkalan juga tidak sebanyak jumlah yang didapat di malang dan surabaya. Dimana Fe yang didapat diwilayah bangkalan sebesar 89,32%, Sedangkan di wilayah malang dan surabaya bertuturut-turut 94,37% dan 95,65%. Sementara untuk surabaya, kandungan Fe yang cukup tinggi membuat daerah ini sangat mudah membentuk Fe3O4, Sehingga berdasarkan hasil Uji VNA memiliki besar penyerapan gelombang radar yang cukup tinggi. Berdasarkan tabel 4.2, wilayah surabaya memiliki topografi wilayah dengan temperatur dan curah hujan perhari yang relatif tinggi dan ketinggian dari permukaan tanah yang relatif rendah. Selain itu diketahui pula bahwa wilayah surabaya memiliki kandungan polusi yang paling tinggi dibandingkan dengan wilayah malang dan bangkalan. Adanya polusi ini mengakibatkan wilayah surabaya sangat korosif dibanding kedua wilayah yang diuji. Korosi atmosferik sangat dipengaruhi oleh kondisi topografi dan iklim atau lingkungan. Faktor-faktor seperti temperatur, kelembaban dan kandungan bahan kimia dalam udara sangat menentukan laju korosi ini.(Fontana, 1987; Agung, 2004). Dari data tersebut, penyerapan maksimal dengan nilai refleksion loss tertinggi terjadi pada grafik warna hitam yakni sebesar -20,8 dB. Berdasarkan Return Loss to VSWR Conversion Table penyerapan gelombang mikro, diketahui bahwa nilai penyerapan sebesar -20,8 dB pada sampel karat besi daerah surabaya, menunjukkan through power atau energi yang terserap oleh material magnetik serbuk karat sangat besar. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan mengenai bahan penyerap gelombang radar, diketahui penggunaan RAM berbahan utama karat besi ini merupakan penelitian yang baru. Pada penelitian sebelumnya, terdapat beberapa bahan
37 lain yang telah dilakukan penelitian, diantaranya menggunakan bahan magnetik pasir besi lumajang yang diperkecil ukuran butirnya menggunanakan variasi kecepatan dan waktu milling (Lestari, 2015). Kemudian pada penelitian sintesis bahan magnetik pasir besi tanah laut kalimantan yang dicampur dengan bahan dielektrik karbon aktif kulit singkong dengan variasi ketebalan layer dan kuantitas doping Zn (yusro, 2016). Gelombang radar termasuk dalam kategori gelombang elektromagnetik yang pada dasarnya dapat diserap oleh material yang bersifat dielektrik dan magnetik (Yuzcelik, 1997). Pada penelitian yang dilakukan menggunakan bahan dielektrik arang bambu yang diaktifasi dan dicampur dengan variasi PaNi, diketahui hasil penyerapan gelombang radar tertinggi pada penetian ini adalah pada variasi arang bambu dan PaNi 3:1 dengan frekuensi didaerah X-Band sebesar -6 dB (KH, Wu et al., 2008). Sedikitnya penerapan pada bahan ini dikarenakan penggunaan material hanya menggunakan bahan dielektrik yang pada dasarnya belum mampu menyerap gelombang radar secara keseluruhan. Selanjutnya pada penelitian Lestari tahun 2015, dilakukan penelitian menggunakan bahan magnetik pasir besi lumajang yang diperkecil ukuran butirnya melalui proses milling dengan Variasi kecepatan dan waktu penggilingan. Penyerapan gelombang radar pada penelitian ini sebesar -8,81 dB dengan frekuensi 7,48 (X-Band), dilakukan pada kecepatan milling 200 rpm dengan waktu milling 2 jam dan ketebalan layer 4 mm. Besarnya penyerapan pada peelitian ini dikarenakan proses milling berfungsi untuk memperkecil ukuran butir sehingga memperbesar luas permukaan daerah penyerapan, selain itu ketebalan 4 mm pada layer merupakan ketebalan maksimum untuk menyerap gelombang, dimana diketahui ketebalan tersebut menunjukan amplitudo gelombang tepat pada range seperempat panjang gelombangnya (Lestari, 2015). Kemudian Pada penelitian yang lain yakni yusro tahun 2016, dilakukan sintesis bahan magnetik pasir besi tanah laut
38 yang dicampur dengan bahan dielektrik karbon aktif kulit singkong dengan variasi ketebalan layer dan kuantitas doping Zn. Pada penelitian ini, penyerapan gelombang radar tertinggi terjadi pada bahan magnetik dengan doping ion Zn 0,3 g dan dicampur dengan karbon aktif kulit singkong dengan perbandingan 1:1 (bahan magnetik pasir besi dan bahan dielektrik karbon aktif). Dimana besar penyerapan tertinggi pada penelitian ini sebesar -23,49 dB dengan lebar pita frekuensi 1,8 GHz. Besarnya penyerapan gelombang radar pada penelitian ini dikarenakan adanya doping ion Zn yang berfungsi untuk mengubah material pasir besi dari hard magnetic menjadi soft magnetic. Selain itu penggunaan bahan magnetik dan dielekrik yang dicampur membuat penyerapan radarnya menjadi semakin besar (Yusro, 2016) Penyerapan gelombang sebesar -20,8 dB pada penelitian ini termasuk penyerapan yang cukup tinggi pula. Dimana dengan hanya menggunakan bahan magnetik dengan tanpa campuran bahan di elektrik, tanpa doping dan tanpa di proses milling dan dengan menggunakan layer 2 mm, penyerapan gelombang radarnya sudah mencapai lebih dari -20 dB, tepatnya -20,8 dB dan lebar pita frekuensi 3 GHz. Selain itu, tingginya penyerapan gelombang pada ketiga sampel magnetik serbuk karat ini (khususnya wilayah surabaya) dikarenakan banyaknya jumlah Fe3O4 yang didapatkan. Serta material serbuk magnetik karat besi memiliki sifat amorphus. Ciri khas dari sifat amorphus memiliki densitas yang rendah dan memiliki porositas yang tinggi. Dimana densitas yang rendah merupakan salah satu indikasi bahwa suatu material cukup baik digunakan sebagai bahan penyerap radar. Material penyerap gelombang mikro idealnya memiliki nilai rugi refleksi maksimum <-20 dB, rentang frekuensi penyerapan yang cukup lebar, densitas rendah, ringan, mudah didesain, murah dan stabil terhadap pengaruh lingkungan (Mashuri, 2012). Sifat amorphus ini mengindikasikan adanya pori-pori yang terdapat pada butiran serbuk karat yang menyebabkan besarnya surface area atau luas permukaan spesifik yang berperan pada penyerapan
39 gelombang mikro. Selain itu, sifat amorphus juga menunjukkan banyaknya jumlah atom-atom yang tidak berikatan dengan baik pada permukaan, sehingga mendorong timbulnya elektron bebas bergerak dinamis dan membuka peluang ketidakseragaman arah spin sehingga membentuk kopling spin. Diantaranya menyebabkan energi gelombang mikro terserap dan melakukan transisi ke tingkat energi yang lebih tinggi (Yusro,2016) Pada dasarnya, bahan magnetik mampu menyerap gelombang mikro dikarenakan adanya kandungan momen dipol magnetik yang saling berinteraksi dan berpindah dari tingkat energi rendah ke energi tinggi, sehingga apabila gelombang mikro datang dan mengenai surface area bahan magnetik, maka akan diserap dan dirubah bentuknya menjadi energi yang dibutuhkan dipol magnet untuk berpindah keadaan. Interaksi momen dipol magnetik akan menghasilkan beda energi potensial yang sesuai dengan jarak masing-masing momen dipol magnetik yang berinteraksi, sehingga frekuensi gelombang mikro yang dapat diserap bervariasi (Mashuri, 2012).
40 “Halaman imi sengaja dikosongkan”
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5. 1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dengan judul “Pemanfaatan Limbah Magnetik (Fe3O4)Berbahan Dasar Karat Besi Hasil Korosi Atmosferik Sebagai Radar Absorber Material” maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Telah berhasil mendapatkan fasa magnetite (Fe3O4) pada karat besi, dimana berdasarkan hasil uji XRD di semua wilayah surabaya, malang dan bangkalan, fasa magnetite ditemukan pada sudut 350. 2. Berdasarkan uji VNA, Serbuk magnetik karat besi mampu menyerap gelombang radar dengan besar -20,8 dB untuk wilayah Surabaya, -12 dB untuk wilayah Malang dan -7,8 dB untuk wilayah Bangkalan. 5.2 Saran 1. Untuk penelitian selanjutnya agar dilakukan uji porositas dan uji SEM untuk mengetahui luasan pori dan bentuk mikrostruktur serbuk magnetik karat besi. 2. Ukuran butir serbuk magnetik diperkecil dengan dilakukan proses milling.
41
42 “Halaman ini sengaja dikosongkan”
DAFTAR PUSTAKA
American Galvanizers Association, 2000. Hot-Dip Galvanizing for Corrosion Protection of steel. www.galvanizeit.org. 2000. Budianto dkk, 2001.”Pengamatan Struktur Mikro Pada Korosi Antar Butir Dari Material Baja Tahan Karat Austenitik Setelah Mengalami Proses Pemanasan”. ISSN 19788738. JFN, Vol 3 No. 2. Fontana, m.g., 1986, corrosion Engineering, Third Edition, Mcgraw-Hill Book Company, Singapore. Graedel, K.E., Morales, A.L., Barrero, C.A., Arroyave, C.E., Greneche, J.M., 2004. “Magnetic and Crystal Structure Refinement In Akaganeite Nanoparticle”. Phys. B Condens. Matter 354, 187–190. Gaylor, kevin. 1989.” Radar absorbing materials – mechanms And materials., Australia: dsto materials research laborstory Laksmita, Riska. 2012. “Komposit Epoxy- Fe3O4 Sebagai Bahan Penyerap Gelombang Radar Pada Frekuensi 8-12 Ghz”. Tugas Akhir SF141501 Jurusan Fisika FMIPA ITS. Lestari, wahyuni. 2015. “Analisis Ukuran Kristal, Sifat Magnetik dan Penyerapan Gelombang Mikro Pada X Dan Ku-Band Bahan Magnetit (Fe3O4) yang Dibuat Dengan Metode Penggilingan (Milling)”. Tugas Akhir SF141501 Jurusan Fisika FMIPA ITS. Mashuri, 2012. “Partikel Nano Ni0,5Zn0,5Fe2O4 Berbahan Baku Fe3o4 Dari Pasir Besi Sebagai Bahan Penterap Gelombang Mikro Pada Frekuensi Tinggi.” Disertasi Program Doktor Jurusan Fisika Fakultas FMIPA ITS tahun 2012. Pradhana, IGB. 2001. “Sintesis Nano Polianilin-Fe3o4 Dan Karakterisasi Sifat Listrik Dan Magnetiknya”. Putri, agustin leni. 2016 “Identifikasi Produk Korosi Baja SS304 Coating PaNi/SiO2 Pada Larutan Salinitas 43
44 Tinggi NaCl 3,5 M”. Tugas Akhir SF141501 Jurusan Fisika FMIPA ITS. Putri, Silvia Trisa. 2011. “Pengaruh Temperatur Sintering terhadap Ukuran Nanopartikel Fe3O4 Menggunakan Template PEG-4000”. Skripsi Program Studi Fisika Jurusan Fisika Universitas Andalas, Padang. Sari, Riska Laksmita. 2013. “Komposit Epoksi-Fe3O4 Sebagai Bahan Penyerapa Gelombang Radar pada Frekuensi 812,4 GHz”. Tugas Akhir Jurusan Fisika Fakultas FMIPA ITS tahun 2013. Rosler S., Wartewig, P., and Langbein, H. 2003. “Synthesis and Characterization of Hexagonal Ferrites BaFe122xZnxTixO19 (0 ≤ X ≤ 2) by Thermal Decomposition of Freeze-Dried Precursors.” Cryst. Res. Technol. hal. 927–34. Rosyidah, K. C. 2013. “Sintesis Dan Karakterisasi Struktur, Sifat Magnet Dan Sifat Listrik Komposit Barium MHeksaferit/Polianilin Berstruktur Core-Shell Berbasis Pasir Besi Alam.” Laporan Tugas Akhir Jurusan Fisika. Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. Saville, Paul. 2005. “Review of Radar Absorbing Materials”. Defence R & D Canada. Canada. Sulungbudi, Grece Tj dkk. “Variasi Komposisi Fe (II)/Fe (III) pada Proses Sintesis Spion dengan Metode Presipitasi”. Tangerang: Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir (PTBIN)-BATAN. Sunaryo, Wira Widyawidura. 2010. “Metode Pembelajaran Bahan Magnet Dan Identifikasi Kandungan Senyawa Pasir Alam Menggunakan Prinsip Dasar Fisika.” Jurnal Cakrawala Pendidikan FMIPA Universitas Negeri Jakarta No. 1 Th, XXIX. Suryanarayana, C., 2001. “Mechanical Alloying And Milling”. Prog. Mater. Sci. 46, 1–184. Solihah, Lia Kurnia. 2010. “Sintesis dan Karakteristk Partikel Nano Fe3O4 yang berasal dari Pasir Besi dan Fe3O4 Bahan Komersial (ALDRICH)”. Tugas Akhir Jurusan Fisika Fakultas FMIPA ITS tahun 2010.
45 Trethewey, K.R. and J. Chamberlin. 1991. Korosi. Terj. Alex Tri Kantjono Widodo.Jakarta: PT Gramedia. Wang, Y., Li, T., Zhao, L., Hu, Z., Gu, Y., 2011. “Research progress on nanostructured radar absorbing materials”. Energy Power Eng. 3, 580–584. doi:10.4236/ epe.2011.34072. Wu, K.H., Ting, T.H., Wang, G.P., Yang, C.C., Tsai, C.W., 2008. “Synthesis and microwave electromagnetic characteristics of bamboo charcoal/polyaniline composites in 2–40 GHz”. Synth. Met. 158, 688–694. Yusro, khoirotul. 2016 ”Karakterisasi Material Penyerap Gelombang Radar Berbahan Dasar Karbon Aktif Kulit Singkong Dan Barium M-Heksaferit Doping Ion Zn” Tugas Akhir SF141501 Jurusan Fisika FMIPA ITS. Yuzcelik, dkk. 2008.”Radar Absorbing Material Design” thesis.california:naval postgraduate school. http://www.key-to-metals.com diakses tanggal 14 februari 2016 22:15 http://www.pusdaling.jatimprov.go.id diakses tanggal 9 agustus 2016 21:25
46 “Halaman ini sengaja dikosongkan”
LAMPIRAN A POLA XRD SERBUK MAGNETIK KARAT BESI A. Karat madura Counts Karat Madura 600
400
200
0 20
30
40
50
60
70
60
70
Position [°2Theta] (Copper (Cu))
B. Karat malang Counts Karat Malang
300
200
100
0 20
30
40
50 Position [°2Theta] (Copper (Cu))
C. Karat surabaya
47
48
Counts Karat Surabaya
100
0
20
30
40
50 Position [°2Theta] (Copper (Cu))
60
70
LAMPIRAN B DATA HASIL UJI XRF A. Uji XRF Logam 1. Karat besi Bangkalan
49
50
2. Karat besi Malang
51
3.
Karat besi Surabaya
52
B.
Uji XRF Serbuk
1.
Serbuk Magnetik Bangkalan
53
2. Serbuk Magnetik Malang
54
3. Serbuk Magnetik Surabaya
BIODATA PENULIS Penulis berasal dari Desa Slumbung, Kecamatan Ngadiluwih, Kabupaten Kediri yang dilahirkan di Blitar pada tangga 01Maret 1994 dari pasangan Bapak Ali Abu Ubaidah dan Ibu Nur Laila. Terlahir sebagai anak pertama dari tiga bersaudara, penulis memulai pendidikan formal di SDN Slumbung 1, kemudian melanjutkan pendidikan formal yang lebih tinggi di MTs Mujahidin Slumbung dan MAN 3 Kediri sampai akhirnya diterima di Jurusan Fisika Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya melalui jalur SNMPTN Tulis dan terdaftar sebagai Mahasiswa angkatan 2012 dengan NRP 1112100052. Penulis telah banyak aktif di berbagai organisasi dan kegiatan saat masa perkuliahannya, beberapa organisasi yang sempat ditekuni penulis yaitu sebagai staf Syiar JMMI ITS (2013-2014), Wakil Ketua Fosif ITS (2013-2014), dan Ketua Himasika ITS (2014-2015). Selain organisasi, penulis juga pernah menjadi santri di Ma’had Darul Arqam (tahun ke 1 dan ke 4), Ma’had Ukhuwah Islamiyah (tahun ke 2) dan Beasiswa Pesantren Mahasiswa SDM IPTEK angkatan 4 (tahun ke 3). Selain itu, penulis juga pernah mewakili jurusan fisika ITS Untuk mengikuti lomba Tingkat Nasional Dan konferensi Internasional. Diantaranya LKTIN Univ Sriwijaya (Juara 1), LKTIN Univ Negeri Medan (Juara 1), LKTIN STT PLN Jakarta (Juara 1), LKTIN Univ Surabaya (Juara 3), Konferensi internasional MRSid (Bandung, Indonesia), Konferensi internasional ICAST (Kumamoto, Jepang). Penulis juga pernah aktif sebagai Asisten Laboratorium Fisika Dasar (2015) dan juga pernah mendapatkan dana hibah DIKTI untuk kegiatan ilmiah seperti Program Kreativitas Mahasiswa tahun 2014 dan 2016. Akhir kata bila ada kritik dan saran bisa dikirim ke:
[email protected]. 55
56 “Halaman ini sengaja dikosongkan”