Enkapsulasi Nanopartikel Magnetik Fe3O4 Menggunakan Polimer Poli Asam Laktat Dengan Ultrasonik Probe
oleh : Evi Yulianti 0606001701
UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI MAGISTER KIMIA 2008
Enkapsulasi nanopartikel..., Evi Yulianti, FMIPA UI, 2008
Enkapsulasi Nanopartikel Magnetik Fe3O4 Menggunakan Polimer Poli Asam Laktat Dengan Ultrasonik Probe
Tesis diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains
oleh : Evi Yulianti 0606001701
DEPOK 2008
Enkapsulasi nanopartikel..., Evi Yulianti, FMIPA UI, 2008
ii
LEMBAR PERSETUJUAN Judul Tesis
Nama NPM
: Enkapsulasi Nanopartikel Magnetik Fe3O4 Menggunakan Polimer Poli Asam Laktat Dengan Ultrasonik Probe : Evi Yulianti : 0606001701 Tesis ini telah disetujui oleh :
DR. SUDARYANTO PEMBIMBING I
DR. YOKI YULIZAR PEMBIMBING II
DR. IVANDINI T.A PENGUJI II
DR. JARNUZI GUNLAZUARDI PENGUJI I
DR. RIWANDI SIHOMBING PENGUJI III
DR. YANTI SABARINAH S. PENGUJI IV
Program Studi Magister Ilmu Kimia Program Pascasarjana FMIPA UI Ketua,
(DR. JARNUZI GUNLAZUARDI) NIP. 131 625 268
Enkapsulasi nanopartikel..., Evi Yulianti, FMIPA UI, 2008
iii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala rasa syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan limpahan rahmat dan nikmat-Nya, sehingga atas seizin-Nya, penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini. Tesis berjudul Enkapsulasi Nanopartikel Magnetik Fe3O4 Menggunakan Polimer Poli Asam Laktat dengan Ultrasonik Probe ini merupakan persyaratan dalam menempuh ujian akhir Magister Ilmu Kimia di FMIPA UI. Semoga apa yang telah dihasilkan dalam tesis ini dapat bermanfaat dan memiliki kontribusi yang nyata bagi pengembangan dan aplikasi ilmu pengetahuan, khususnya dalam bidang nanoteknologi. Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada DR. Sudaryanto selaku pembimbing I dan DR. Yoki Yulizar selaku pembimbing II atas arahan, ide, dan bimbingannya selama penelitian dan penulisan tesis ini, DR. Jarnuzi Gunlazuardi dan DR. Ivandini selaku kepala dan sekretaris program pascasarjana Kimia. Juga kepada rekan-rekan di PTBIN-BATAN, mba Emil dan mba Grace, teman diskusi yang tidak bosanbosannya memberi saran dan ide, mba Ari dan pak Yosep, atas bantuannya dalam pengambilan data SEM dan X-Ray, serta Bu Rina dan Pak Istanto atas bantuannya dalam pengambilan dan pengolahan data NAA. Juga kepada Pusdiklat – BATAN yang telah membiayai pendidikan pascasarjana ini. Tidak lupa teman-teman seperjuangan di kampus, terima kasih atas dukungan dan kerjasamanya.
Enkapsulasi nanopartikel..., Evi Yulianti, FMIPA UI, 2008
iv
Last but not least, untuk Abang suamiku tercinta terima kasih atas support, do’a dan cintanya......
Evi Yulianti, Juni 2008
Enkapsulasi nanopartikel..., Evi Yulianti, FMIPA UI, 2008
v
ABSTRAK
Telah dilakukan proses enkapsulasi nanopartikel magnetik Fe3O4 menggunakan polimer poli-(asam laktat) (PLA) dengan metode mikroemulsi menggunakan peralatan ultrasonik probe. Nanopartikel magnetik yang terkungkung oleh polimer ini nantinya akan diaplikasikan di bidang medis sebagai contrast agent untuk diagnosa penyakit dengan teknik MRI. Sintesa dilakukan dalam tiga tahap dimana terlebih dahulu dilakukan proses pembasahan nanopartikel magnet dengan larutan PLA, dilanjutkan dengan proses pembentukan emulsi menggunakan peralatan ultrasonik probe. Emulsi yang terbentuk kemudian didispersikan dalam aquades untuk menguapkan pelarut kloroform. Nanopartikel Fe3O4 yang telah dienkapsulasi dengan PLA selanjutnya dikarakterisasi dengan SEM untuk mengetahui morfologi serta ukuran partikel, dan keberadaan partikel magnetik ditentukan dengan peralatan X-Ray Diffractometer (XRD) , Vibrating Sample Magnetometer (VSM) serta Neutron Activation Analysis (NAA). Dengan melakukan berbagai variasi proses antara lain variasi perbandingan fasa minyak dan fasa air, variasi konsentrasi PLA dalam fasa minyak, serta membuat nanopartikel Fe3O4 dalam bentuk ferrofluid, diperoleh perbandingan fasa minyak dan fasa air yang optimal adalah 12:55, sedangkan konsentrasi PLA yang menghasilkan ukuran terkecil adalah 2,5% (b/v). Tingkat
Enkapsulasi nanopartikel..., Evi Yulianti, FMIPA UI, 2008
vi
keberhasilan proses enkapsulasi paling tinggi diperoleh pada sistem Fe3O4 ferrofluid dengan nilai % enkapsulasi rata-rata 75%.
Kata kunci : Enkapsulasi, nanopartikel, Fe3O4, Poli asam laktat, ultrasonik probe xv, 79 halaman + lampiran Daftar pustaka: 33 (1978-2007)
Enkapsulasi nanopartikel..., Evi Yulianti, FMIPA UI, 2008
vii
ABSTRACT
Encapsulation process of Fe3O4 magnetic nanoparticles with poly lactide by probe ultrasonic has been prepared. These magnetic nanoparticles polymer encapsulated will be applied in biomedicine especially for clinical diagnosis by MRI technique. There are three steps in encapsulation process, first wetting process of magnetic nanoparticles with PLA solution, then emulsification process by ultrasonic probe and the final step is solvent evaporation. After that Fe3O4 nanoparticles encapsulated with PLA were characterized by Scanning Electron Microscope (SEM) to measure particle size and morphology and X-Ray Diffractometer (XRD), Vibrating Sample Magnetometer (VSM) and Neutron Activation Analysis (NAA), to confirm Fe3O4 existence in nanospheres. By varying parameter process such as oil/water phase ratio, PLA concentration in oil phase, and formation Fe3O4 ferrofluid, optimal results is acquired at oil/water phase ratio 12:55 (oil volume 12 ml), therefore PLA concentration 2.5% (b/v) resulted the finest particle 150 nm. The optimal encapsulation process is obtained within ferrofluid system with the main encapsulation percentage 75%.
Key words : Encapsulation, nanoparticle, Fe3O4, Poli lactide , probe ultrasonic.
Enkapsulasi nanopartikel..., Evi Yulianti, FMIPA UI, 2008
viii
xv, 79 pages + appendix List of references : 33 (1978-2007)
Enkapsulasi nanopartikel..., Evi Yulianti, FMIPA UI, 2008
ix
DAFTAR ISI
halaman Sampul tesis
i
Lembar Pengesahan
ii
Kata pengantar
iii
Abstrak
v
Abstract
vii
Daftar isi
ix
Daftar tabel
xii
Daftar gambar
xiii
Daftar lampiran
xv
BAB I :
1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1
1.2. Rumusan masalah
5
1.3. Hipotesis
5
1.4. Tujuan Penelitian
6
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
7
2.1. Sekilas tentang nanoteknologi
7
2.2. Nanopartikel magnetik
8
2.3. Enkapsulasi nanopartikel magnet melalui proses emulsi
12
Enkapsulasi nanopartikel..., Evi Yulianti, FMIPA UI, 2008
x
2.4. Pembentukan emulsi dengan Ultrasonik Probe (sonikasi)
14
2.5. Polimer biodegradabel Poli Asam Laktat
17
2.6. Identifikasi dengan X-Ray Diffraction (XRD)
19
2.7. Identifikasi dengan Scanning Electron Microscope (SEM)
21
2.8. Identifikasi dengan Vibrating Sample Magnetometer (VSM)
22
2.9. Neutron Activation Analysis (NAA)
23
BAB III : BAHAN DAN CARA KERJA
25
3.1. Lokasi Penelitian
25
3.2. Bahan-bahan penelitian
25
3.3. Alat-alat penelitian
26
3.4. Cara kerja
26
3.4.1. Proses Enkapsulasi Nanopartikel Fe3O4 dengan polimer PLA
26
3.4.2. Karakterisasi hasil enkapsulasi Fe3O4 dengan polimer PLA
33
3.4.2.1. Karakterisasi dengan X-Ray Diffractometer (XRD)
33
3.4.2.2. Karakterisasi dengan Scanning Electron Microscope (SEM)
33
3.4.2.3. Karakterisasi dengan Vibrating Sample Magnetometer (VSM)
34
3.4.2.4. Karakterisasi dengan Neutron Activation Analysis (NAA)
34
BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN
37
4.1. Pengaruh formulasi emulsi kloroform dalam air
39
4.1.1. Ukuran serbuk hasil enkapsulasi
41
4.1.2. Sifat kemagnetan serbuk dan tingkat keberhasilan
Enkapsulasi nanopartikel..., Evi Yulianti, FMIPA UI, 2008
xi
proses enkapsulasi
43
4.2. Variasi konsentrasi PLA dalam fasa minyak
47
4.2.1. Ukuran serbuk hasil enkapsulasi
47
4.2.2. Tingkat keberhasilan proses enkapsulasi
51
4.3
54
Fe3O4 dalam keadaan ferrofluid
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN
63
5.1. Kesimpulan
63
5.2. Saran
64
DAFTAR PUSTAKA
65
LAMPIRAN
69
Enkapsulasi nanopartikel..., Evi Yulianti, FMIPA UI, 2008
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1. Komposisi bahan dalam proses enkapsulasi Fe3O4 dengan PLA variasi formulasi emulsi
28
Tabel 3.2. Komposisi bahan dalam proses enkapsulasi Fe3O4 dengan PLA Variasi konsentrasi PLA
28
Tabel 4.1. Ukuran serbuk hasil enkapsulasi Fe3O4 dengan PLA variasi formulasi emulsi
42
Tabel 4.2. Nilai Magnetisasi saturasi (Ms) serbuk Fe3O4 + PLA variasi formulasi
44
Tabel 4.3. Pengaruh formulasi emulsi terhadap % enkapsulasi Fe3O4 dengan PLA Tabel 4.4. Ukuran serbuk Fe3O4 + PLA variasi konsentrasi
47 49
Tabel 4.5. Pengaruh konsentrasi PLA terhadap % enkapsulasi Fe3O4 dengan PLA
53
Tabel 4.6. Hasil perhitungan diameter partikel Fe3O4 menggunakan rumus Scherrer
57
Tabel 4.7. Ukuran serbuk Fe3O4 + PLA variasi kecepatan sentrifugasi
59
Tabel 4.8. % enkapsulasi Fe3O4 ff dengan PLA
61
Enkapsulasi nanopartikel..., Evi Yulianti, FMIPA UI, 2008
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Kurva histeresis bahan magnet
9
Gambar 2.2. Dua sistem emulsi
14
Gambar 2.3. Frekwensi gelombang suara
15
Gambar 2.4. Proses terjadinya kavitasi
16
Gambar 2.5. Peralatan Sonokimia
17
Gambar 2.6. Struktur kimia polilaktat
18
Gambar 2.7. Proses terjadinya difraksi
20
Gambar 2.8. Skema SEM
21
Gambar 2.9. Perangkat Vibrating sample magnetometer (VSM) tipe Oxford VSM 1.2 H
23
Gambar 3.1. Skema proses enkapsulasi Fe3O4 dengan polimer PLA
29
Gambar 3.2. Skema proses pembuatan Fe3O4 ferrofluid
31
Gambar 4.1. Struktur Polivinilalkohol
38
Gambar 4.2. Pola difraksi sinar-X Fe3O4 dan Fe3O4 yang telah dienkapsulasi dengan PLA variasi formulsai emulsi Gambar 4.3. Hasil SEM Fe3O4 + PLA variasi formulasi emulsi
40 42
Gambar 4.4. Grafik perubahan ukuran serbuk akibat perubahan volume fasa minyak Gambar 4.5. Kurva histeresis Fe3O4 + PLA variasi formulasi emulsi
42 44
Gambar 4.6. Grafik perubahan nilai magnetisasi saturasi (Ms) serbuk akibat perubahan volume fasa minyak
Enkapsulasi nanopartikel..., Evi Yulianti, FMIPA UI, 2008
45
xiv
Gambar 4.7. Spektrum sampel Fe3O4 + PLA pada kondisi irradiasi 1 jam, fluks neutron 4,752 x 1017, waktu peluruhan 2 minggu
46
Gambar 4.8. Hasil SEM Fe3O4 + PLA variasi konsentrasi PLA pada fasa minyak
48
Gambar 4.9. Grafik perubahan ukuran serbuk akibat perubahan konsentrasi PLA Gambar 4.10 Grafik perubahan viskositas vs konsentrasi PLA
49 50
Gambar 4.11 Pola difraksi sinar-X Fe3O4 dan Fe3O4 + PLA pada berbagai konsentrasi PLA
52
Gambar 4.12 Pola difraksi Fe3O4
55
Gambar 4.13 Foto TEM Fe3O4 ff perbesaran 150.000x
55
Gambar 4.14 Hasil SEM Fe3O4 ff + PLA variasi kecepatan sentrifugasi
58
Gambar 4.15 Pola difraksi sinar-X Fe3O4 ff dan Fe3O4 ff + PLA variasi kecepatan sentrifugasi Gambar 4.16 Illustrasi sistem Fe3O4 ferrofluid
Enkapsulasi nanopartikel..., Evi Yulianti, FMIPA UI, 2008
60 62
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Gambar Alat XRD
71
Lampiran 2. Gambar Alat SEM
71
Lampiran 3. Data JSPDS Fe3O4
72
Lampiran 4. Lay-out teras reactor GA Siwabessy dengan berbagai posisi irradiasi.
73
Lampiran 5. Data hasil NAA pengukuran kadar Fe terhadap nanosfer Fe3O4 + PLA
74
Lampiran 6. Perhitungan kadar Fe3O4 dan % enkapsulasi
76
Lampiran 7. Spektrum infra merah PLA
77
Lampiran 8. Spektrum infra merah nanosfer Fe3O4 + PLA
78
Lampiran 9. Spektrum infra merah nanosfer Fe3O4 ferrofluid + PLA
79
Enkapsulasi nanopartikel..., Evi Yulianti, FMIPA UI, 2008
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Nanopartikel magnetik adalah partikel padat yang bersifat magnetik, berukuran dalam kisaran 1 sampai 100 nanometer. Ukuran partikel dalam sekala nanometer hingga mikrometer identik dengan kisaran (range) ukuran unit biologi (sel, virus, protein serta gen) sehingga partikel dengan ukuran tersebut dapat digunakan untuk ”melihat” ataupun berinteraksi dengan unit biologi yang bersesuaian. Maka, akhir-akhir ini penelitian tentang nanopartikel magnetik untuk aplikasi bidang medis pun menarik perhatian baik dari kalangan industri maupun akademis [1,2,3]. Pada dekade terakhir ini banyak dikembangkan nanopartikel magnetik yang menunjukkan fenomena-fenomena serta sifat yang lebih unggul, diantaranya interaksi magnetik menjadi lebih sempurna karena partikel yang berinteraksi telah mendekati ukuran atomik . Salah satu contoh adalah nanopartikel magnet besi oksida (Fe3O4) dengan ukuran kira-kira 10 nm menunjukkan sifat superparamagnetik. Nanopartikel Fe3O4 tersebut tidak mempertahankan kemagnetannya apabila efek medan magnet dihilangkan. Dengan kata lain, nanopartikel Fe3O4 tersebut bersifat magnetik hanya ketika ada efek medan magnet [4].
1 Enkapsulasi nanopartikel..., Evi Yulianti, FMIPA UI, 2008
2
Penggunaan partikel magnetik di bidang biomedis untuk diagnostik maupun terapitik pada umumnya disamping menuntut sifat superparamagnetik juga terdispersi atau membentuk koloid stabil dalam air berlingkungan pH netral dan garam fisiologis. Kestabilan partikel magnetik di dalam air bergantung pada beberapa faktor diantaranya ukuran partikel, muatan dan kimia permukaan. Semakin kecil ukuran partikel, pengaruh gaya gravitasi semakin dapat diabaikan. Sedangkan peningkatan muatan dan kimia permukaan memungkinkan adanya gaya tolak menolak antar partikel sehingga partikel dapat terdispersi dengan stabil dalam cairan tubuh. Tuntutan lain terutama untuk penggunaan secara in vivo adalah sifat biokompatibel dan toksisitas rendah.[5,6]. Untuk itu disamping upaya pembuatan partikel berskala nanometer, enkapsulasi (pengungkungan) partikel magnetik dengan polimer organik dalam bentuk mikrosfer atau nanosfir merupakan cara yang efektif untuk memenuhi berbagai tuntutan penggunaan bidang medis tersebut. Nanosfir umumnya didefinisikan sebagai partikel kecil berbentuk bulat (sphere) dan berukuran dalam sekala nanometer (10~500 nm) untuk membedakan dengan mikrosfer yang memiliki ukuran lebih besar [7]. Maka pengembangan nanosfir sebagai bahan untuk enkapsulasi nanopartikel magnetik sangat menarik untuk dilakukan. Kondisi enkapsulasi yang meliputi ukuran, keseragaman dan kandungan atau persentase sangat menentukan tingkat penyebaran nanopartikel magnetik dalam tubuh (biodistribusi) serta penyampaian ke
Enkapsulasi nanopartikel..., Evi Yulianti, FMIPA UI, 2008
3
target. Enkapsulasi dengan ukuran yang besar dapat menyebabkan partikel terjerat dan terembolisasi dalam jaringan, sedangkan enakpsulasi dengan ukuran kecil dapat lebih stabil tersebar dalam darah dan tersikulasi ke seluruh tubuh. Maka disamping ukuran yang kecil, keseragaman ukuran sebelum dan sesudah enkapsulasi menjadi masalah penting sehingga perlu dilakukan pengontrolan. Berbagai jenis polimer telah digunakan untuk enkapsulasi nanopartikel magnetik, antara lain dengan poli (D,L-laktida-co-glikolida) (PLGA), poli(D,Llaktida) (PLA) dan poli (glikolida) (PGA). Semua jenis polimer ini mempunyai sifat biocompatible dan biodegradable serta mempunyai toksisitas rendah. Di samping itu, biodegradabelitas polimer tersebut dapat dikontrol dari berat molekul, kristalinitas dan kompisisi kopolimernya [8,9]. Berbagai jenis polimer alam seperti gelatin, polisakarida, kolagen dan dextran juga telah digunakan dalam proses enkapsulasi nanopartikel magnet [10]. Berbagai metode juga telah dikembangkan untuk enkapsulasi nanopartikel magnetik diantaranya kopresipitasi [11], mikroemulsi [12], proses poliol [13] dan dekomposisi prekursor organik [14]. Di antara metode tersebut, mikroemulsi merupakan metode yang relatif sederhana dan memungkinkan untuk melakukan enkapsulasi nanopartikel magnetik dengan polimer biodegrable dalam bentuk nanosfir. Upaya pengungkungan partikel magnetik dengan metode mikroemulsi telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Salah satu diantaranya adalah D. Qintanat-Guerrero dkk. yang melakukan enkapsulasi bahan magnet dengan polimer menggunakan system emulsi
Enkapsulasi nanopartikel..., Evi Yulianti, FMIPA UI, 2008
4
air/minyak/air (w/o/w) dalam bentuk mikrosfir albumin dan pati[15]. Contoh lain, Seung-Jun Lee dkk. mensintesa nanokapsul PLGA dan nanopartikel besi oksida dengan teknik emulsifikasi difusi [16]. Namun demikian, upaya penyempurnaan hasil yang meliputi keseragaman ukuran dan persentase enkapsulasi (loading factor) masih perlu dilakukan. Metode mikroemulsi pada prinsipnya adalah pemanfaatan sistem emulsi air dalam minyak (W/O) atau minyak dalam air (O/W) yang distabilkan oleh surfaktan. Dalam metode ini partikel magnet terjebak dalam kavitasi (gelembung) yang ditimbulkan dalam proses pengadukan dan distabilkan oleh surfaktan. Bentuk dan ukuran kavitasi akan sangat menentukan bentuk dan ukuran partikel magnetik terlapis polimer sebagai hasil akhirnya. Salah satu cara untuk mendapatkan kavitasi berukuran sangat kecil dan homogen adalah dengan memanfaatkan peralatan ultrasonik probe. Pada peralatan ultrasonik probe, catu daya akan mengubah tegangan jaringan dengan frekuensi 50/60 Hz menjadi energi listrik dengan frekuensi tinggi. Energi listrik frekuensi tinggi ini diteruskan oleh transducer piezoelectric yang terletak dalam converter, dimana energi ini akan diubah menjadi getaran mekanis. Getaran dari converter dikuatkan oleh probe, mengakibatkan gelombang tekanan di dalam cairan sehingga terbentuk jutaan kavitasi. Fenomena pembentukan kavitasi ini dapat dimanfaatkan untuk membuat mikroemulsi dalam rangka pembuatan nanopartikel magnetik maupun enkapsulasi nanopartikel dengan polimer biodegradable. Ukuran dan keseragaman enkapsulasi sangat dipengaruhi oleh kondisi proses
Enkapsulasi nanopartikel..., Evi Yulianti, FMIPA UI, 2008
5
seperti waktu, frekuensi dan daya alat yang digunakan serta konsentrasi, viskositas, formulasi bahan dan lain-lain. Maka ukuran, keseragaman dan persentase enkapsulasi nanopartikel magnetik diharapkan dapat dikontrol dengan pemilihan kondisi proses sonikasi. Pada penelitian ini akan dilakukan enkapsulasi nanopartikel magnetik Fe3O4 (magnetit) dalam bentuk nanosfir menggunakan polimer biodegradable poli asam laktat (PLA) sebagai contrast agent dalam diagnosa penyakit menggunakan teknik MRI (Magnetik Resonance Imaging). PLA merupakan polimer yang banyak digunakan pada sistem drug delivery, pada makanan dan obat-obatan, bersifat biocompatible, hidrofilik, non toksik. Sedangkan Fe3O4 mempunyai sifat stabil secara kimia dan termal, non-toksik dan biocompatible dengan sistem tubuh serta mempunyai sifat magnet yang unggul. Enkapsulasi dengan metode mikroemulsi menggunakan peralatan ultrasonik probe dipilih untuk mendapatkan nanosfir dengan ukuran seragam dan kandungan (persentase enkapsulasi) partikel magnet tinggi.
1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : “Bagaimana menyiapkan partikel magnetik yang memenuhi syarat tuntutan penggunaan untuk bahan contrast agent MRI.”
Enkapsulasi nanopartikel..., Evi Yulianti, FMIPA UI, 2008
6
1.3. Hipotesis
Keseragaman ukuran dan persentase enkapsulasi tinggi yang menjadi tuntutan penggunaan nanopartikel magnetik untuk contrast agent MRI dipengaruhi oleh kondisi proses enkapsulasi dan kondisi awal bahan magnetik. Maka dengan pemilihan kondisi proses enkapsulasi dan pemilihan kondisi bahan awal nanopartikel diharapkan dapat dibuat partikel magnetik yang memenuhi syarat penggunaan bidang medis sebagai bahan contrast agent MRI .
1.4. Tujuan Penelitian
Tujuan umum dari penelitian ini adalah melakukan proses enkapsulasi nanopartikel magnet Fe3O4 dalam bentuk nanosfir menggunakan polimer PLA dengan metode mikroemulsi menggunakan ultrasonic probe. Sedangkan tujuan khusus dari penelitian ini adalah : i. Mendapatkan nanosfir dengan distribusi ukuran yang seragam, dan kandungan atau persentasi enkapsulasi partikel magnet yang tinggi. ii. Melakukan karakterisasi untuk mengetahui morfologi, ukuran, kemagnetan dan tingkat keberhasilan atau persentase enkapsulasi. iii. Mempelajari pengaruh kondisi proses enkapsulasi dan kondisi awal bahan nanopartikel terenkapsulasi terhadap hasil proses enkapsulasi.
Enkapsulasi nanopartikel..., Evi Yulianti, FMIPA UI, 2008
xvi
Enkapsulasi nanopartikel..., Evi Yulianti, FMIPA UI, 2008
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sekilas tentang nanoteknologi
Nanoteknologi merupakan teknologi yang berkenaan dengan rancangan, fabrikasi dan aplikasi dari nanostruktur atau nanomaterial dengan mengontrol bentuk dan ukuran materi dengan skala nanometer [17]. Nanoteknologi merupakan awal yang memungkinkan para ilmuan, perekayasa, dan ahli medis untuk bekerja pada tingkat seluler dan molekuler untuk kemajuan ilmu dan perawatan kesehatan. Aplikasi nyata materi dengan struktur nano di bidang kesehatan saat ini belum merupakan hal yang umum. Sifat unggul bahan ini bila dibanding fasa bulk nya memberi kemungkinan yang sangat menjanjikan di masa mendatang untuk diaplikasikan di bidang ini [2]. Nanopartikel didefinisikan sebagai partikel padat yang berukuran kecil dengan kisaran ukuran dari 1 sampai 100 nanometer. Partikel yang sangat halus dengan skala nanometer ini merupakan daerah transisi antara skala molekuler dan skala mikroskopik. Ukuran partikel dari skala nanometer sampai mikrometer merupakan range ukuran unit biologi seperti sel (10-100 µm), virus (20-450 nm), protein (5-50 nm) serta gen(lebar 2 nm dan panjang 10-100 nm) sehingga partikel ini dapat digunakan untuk ”melihat” ataupun berinteraksi dengan unit biologi yang bersesuaian [18].
7 Enkapsulasi nanopartikel..., Evi Yulianti, FMIPA UI, 2008
8
Dipandang dari segi molekuler, nanopartikel ini berukuran cukup besar sehingga pendekatan melalui sifat kuantum juga kurang tepat; sedangkan bila dipandang sebagai materi, mereka sangat kecil dan mempunyai ciri khas yang tidak teramati pada partikel berukuran lebih besar (> 100 nm). Sebagai contoh, pada logam mulia seperti emas, nanopartikelnya memperlihatkan warna merah dan memperlihatkan sifat katalis yang unggul pada temperatur rendah. Nanopartikel logam juga memperlihatkan sifat mekanik yang mencengangkan seperti superplasticity. Material keramik yang disintesis dari material dengan ukuran partikel dalam skala nanometer akan mengalami percepatan laju sintering atau secara dramatis akan menurunkan temperatur sintering. Komposit matriks keramik dengan skala nanometer juga mempunyai sifat mekanik yang lebih baik. Alasan utama yang mendasari perubahan sifat ini yaitu meningkatnya luas permukaan dan munculnya efek kuantum pada material berukuran nanometer [2].
2.2. Nanopartikel magnetik
Nanopartikel magnetik juga memperlihatkan fenomena baru seperti superparamagnetik, irreversibilitas medan tinggi, medan saturasi tinggi, dll. Superparamagnetik adalah keteraturan magnetik bahan yang terbentuk hanya pada saat ada medan magnet luar. Pada saat medan magnet luar sama dengan nol maka bersifat paramagnetik. Fenomena ini berasal dari ukuran yang sangat kecil dan efek permukaan yang mendominasi sifat
Enkapsulasi nanopartikel..., Evi Yulianti, FMIPA UI, 2008
9
magnet nanopartikel individu. Frenkel dan Dorfman yang pertama meramalkan bahwa partikel bahan feromagnetik di bawah ukuran kritis (< 15 nm), akan terdiri dari domain magnetik tunggal, yaitu partikel berada dalam bentuk magnetisasi seragam dalam medan. Sifat magnet partikel ini di atas temperatur tertentu akan sama dengan paramagnetik atomik (superparamagnetik).
Gambar 2.1. Kurva histeresis bahan magnet
Aplikasi nanopartikel magnetik di bidang industri mencakup spektrum yang luas seperti magnetic seal pada motor, tinta magnetik untuk cek di bank, media perekam magnet dan aplikasi biomedis seperti media pengontras citra resonansi magnetik (MRI) dan zat terapi untuk penyakit kanker. Masingmasing aplikasi ini memerlukan nanopartikel magnetik yang mempunyai sifat
Enkapsulasi nanopartikel..., Evi Yulianti, FMIPA UI, 2008
10
berbeda. Sebagai contoh, pada aplikasi untuk penyimpanan data, partikel magnetik harus stabil, dan tidak dipengaruhi oleh fluktuasi temperatur. Untuk aplikasi biomedis partikel magnetik harus bersifat superparamagnetik pada temperatur ruang (tidak ada remanensi). Selanjutnya, aplikasi di bidang biologi dan media terutama untuk diagnosis dan terapi memerlukan partikel magnetik yang stabil dalam air pada pH netral dan garam fisiologis. Kestabilan koloid pertama akan tergantung pada dimensi partikel, yang harus sangat kecil sehingga pengendapan akibat gaya gravitasi bisa dicegah, kedua, muatan dan kimia permukaan, yang menghasilkan efek sterik dan gaya tolak Coulomb. Syarat tambahan ini menyebabkan partikel yang akan digunakan untuk aplikasi biomedis akan sangat tergantung pada apakah partikel ini bisa digunakan untuk aplikasi in vivo atau in vitro. Untuk aplikasi in vivo (di dalam tubuh), partikel magnetik harus dilapisi dengan polimer biokompatibel selama atau setelah proses sintesis untuk mencegah pembentukan agregat berukuran besar, mengubah dari struktur asal dan bisa terbiodegradasi bila dipaparkan ke sistem biologi. Polimer juga bisa berikatan secara kovalen dengan obat-obatan, terserap atau terjebak pada partikel. Faktor penting yang menentukan biokompatibilitas dan toksisitas bahan ini adalah sifat partikel magnet itu sendiri, seperti magnetit, besi, nikel, kobalt, neodinium-besi-boron atau samarium-kobalt dan ukuran akhir partikel ini, inti dan pelapisnya. Oksida besi seperti magnetit (Fe3O4) atau maghemit (γ-Fe2O3) paling banyak digunakan untuk aplikasi biomedis.
Enkapsulasi nanopartikel..., Evi Yulianti, FMIPA UI, 2008
11
Bahan dengan kemagnetan tinggi seperti kobalt dan nikel bersifat racun, mudah teroksidasi sehingga jarang dipakai. Selain itu keuntungan utama menggunakan partikel berukuran lebih kecil dari 100 nm (disebut nanopartikel) adalah luas permukaannya yang sangat besar (lebih mudah berikatan dengan ligan-ligan), serta laju sedimentasinya lebih lambat (kestabilan tinggi). Untuk aplikasi biomedis secara in-vivo, nanopartikel magnetik harus dibuat non toksik dan non-imunogenik, dengan ukuran partikel cukup kecil untuk bertahan dalam sirkulasi darah setelah injeksi dan untuk melewati sistem kapiler organ dan jaringan untuk mencegah embolism. Nanopartikel magnet juga harus mempunyai magnetisasi saturasi tinggi sehingga pergerakan mereka dalam darah dapat dikontrol dengan medan magnet dari luar agar mereka bisa diimmobilisasi mendekati jaringan target. Aplikasi invivo bisa dibedakan lebih lanjut yaitu untuk terapi (hyperthermia dan pengarah obat) dan untuk diagnostik (NMR imaging). Pada proses diagnosa penyakit menggunakan teknik NMRI partikel magnet berfungsi sebagai contrast agent untuk membedakan jaringan sel sehat dengan sel sakit. Untuk aplikasi in vitro (di luar tubuh) batasan ukuran tidak begitu penting sebagaimana aplikasi in vivo. Komposit yang terdiri dari nanokristal superparamagnetik yang didispersikan dalam partikel sub mikron diamagnetik dengan waktu sedimentasi yang lama tanpa adanya medan magnet bisa digunakan untuk aplikasi in vitro. Keuntungan menggunakan matriks diamagnetik adalah komposit superparamagnetik dapat dengan mudah
Enkapsulasi nanopartikel..., Evi Yulianti, FMIPA UI, 2008
12
difungsionalisasi. Aplikasi in vitro terutama untuk tujuan diagnostik (separasi/seleksi sel).
2.3. Enkapsulasi nanopartikel magnet melalui proses emulsi.
Agar nanopartikel bisa diaplikasikan secara in vivo di bidang medis, terlebih dahulu harus dilapisi atau dienkapsulasi dengan polimer yang biokompatibel. Saat ini berbagai metode enkapsulasi telah banyak dikembangkan, namun pemilihan metode yang baik harus disesuaikan dengan sifat alami polimer tersebut, jenis bahan yang akan dikungkung dan kegunaanya. Metode pengkapsulan yang dipilih haruslah memenuhi persyaratan sebagai berikut : kestabilan dan aktivitas zat yang dikungkung tidak boleh terpengaruh selama proses pengkapsulan sampai terbentuknya produk akhir, ukuran ideal nanosfir tergantung aplikasinya tetapi yang terpenting adalah keseragaman ukuran. Emulsifikasi adalah pembentukan emulsi dari dua jenis cairan yang tidak saling bercampur yang distabilkan oleh zat aktif permukaan (surfaktan). Banyak contoh sistem emulsi dalam kehidupan sehari-hari antara lain cat, margarin, es krim, kosmetik berbentuk krim dan lain sebagainya. Ada 2 jenis emulsi berdasarkan ukuran partikel terdispersi yaitu makro emulsi dan mikro emulsi. Makroemulsi ukurannya berada dalam kisaran 0.2 sampai 50 µm dan bisa dilihat dengan mudah di bawah mikroskop, sedangkan mikroemulsi ukurannya berada dalam kisaran 0.01 sampai 0.2 µm (10-200 nm) dan
Enkapsulasi nanopartikel..., Evi Yulianti, FMIPA UI, 2008
13
sistem mikroemulsi ini yang dibutuhkan untuk proses enkapsulasi nanopartikel magnet. Ukuran partikel terdispersi dalam emulsi menentukan tampilannya terhadap mata telanjang. Jika diameter partikel terdispersi 1 µm, emulsi ini berwarna putih susu, 1-0.1 µm putih biru, 0.1-0.05 µm abu-abu, semitransparan; <0.05 µm, transparan. Jadi makroemulsi buram sedangkan mikroemulsi agak transparan atau semitransparan pada cahaya tampak. Dua larutan murni yang berbeda kepolaran tidak dapat membentuk sistem emulsi yang stabil. Untuk mencapai kestabilan, perlu ditambahkan komponen ketiga yang disebut bahan pengemulsi dan biasanya merupakan zat aktif permukaan (surfaktan). Bahan pengemulsi yang paling efektif biasanya merupakan campuran dua atau lebih zat. Kombinasi yang umum digunakan terdiri dari surfaktan yang larut dalam air dan yang lainnya larut dalam minyak. Surfaktan yang larut dalam minyak umumnya mempunyai gugus hidrofobik berantai panjang dan kepala yang hidrofilik. Berdasarkan sifat fasa terdispersinya, emulsi dibedakan atas minyak dalam air (o/w) dan air dalam minyak (w/o). Jenis emulsi minyak dalam air adalah dispersi cairan yang tidak larut air (minyak) dalam fasa air. Minyak dalam hal ini merupakan fasa diskontinu (bagian dalam), sedangkan fasa air merupakan fasa kontinu (bagian luar). Jenis emulsi air dalam minyak merupakan dispersi fasa air di dalam cairan yang tidak larut air. Jenis emulsi yang terbentuk oleh air dan minyak terutama tergantung pada sifat bahan
Enkapsulasi nanopartikel..., Evi Yulianti, FMIPA UI, 2008
14
pengemulsi dan proses yang digunakan pada pembuatan emulsi serta perbandingan relative minyak dan air yang ada. Umumnya, emulsi o/w dihasilkan oleh bahan pengemulsi yang lebih larut dalam fasa air dibanding fasa minyak, sedangkan emulsi w/o dihasilkan oleh bahan pengemulsi yang lebih larut dalam fasa minyak dibanding fasa air [19].
Gambar 2.2 Dua sistem emulsi, a) Minyak dalam air (o/w); b) Air dalam minyak (w/o)
2.4. Pembentukan emulsi dengan Ultrasonic Probe (Sonikasi).
Proses emulsifikasi bisa terjadi dengan berbagai cara, diantaranya menggunakan pengaduk berkecepatan tinggi dan dengan alat ultrasonik yang dikenal dengan istilah sonikasi. Sonikasi berasal dari kata sono yang berarti suara, sehingga sonikasi berarti proses yang terjadi dengan bantuan gelombang suara. Proses sonikasi cukup sederhana hanya memerlukan media cairan untuk menghantarkan energinya. Gelombang suara (bunyi) pada dasarnya mempunyai frekwensi dari yang rendah hingga tinggi. Berdasarkan kegunaannya dapat dibedakan
Enkapsulasi nanopartikel..., Evi Yulianti, FMIPA UI, 2008
15
menjadi : 1) bunyi yang bisa didengar oleh manusia (16 Hz-18 kHz); 2) ultrasonik konvensional (20 kHz-100 kHz); 3) sonokimia dan sonikasi (20 kHz- 2 MHz); 4) Ultrasonik untuk diagnostik (5 MHz- 10 MHz). Frekwensi yang lebih rendah dimana energi akustiknya lebih besar bisa menginduksi terjadinya kavitasi dalam cairan. Peristiwa kavitasi inilah yang dimanfaatkan untuk sonikasi dan sonokimia. Sonokimia biasanya menggunakan frekwensi antara 20 dan 40 kHz karena daerah ini merupakan kisaran frekwensi yang umum digunakan pada peralatan laboratorium. Ultrasonik frekwensi tinggi mulai dari 5 MHz dan di atasnya tidak menghasilkan kavitasi dan kisaran frekwensi ini banyak digunakan di bidang kesehatan [20].
Gambar 2.3 Frekwensi Gelombang Suara
Enkapsulasi nanopartikel..., Evi Yulianti, FMIPA UI, 2008
16
Pada peralatan ultrasonik probe, catu daya akan mengubah tegangan jaringan dengan frekuensi 50/60 Hz menjadi energi listrik dengan frekuensi tinggi. Energi listrik frekuensi tinggi ini diteruskan oleh transducer piezoelektrik yang terletak dalam converter, dimana energi ini akan diubah menjadi getaran mekanis. Getaran dari converter dikuatkan oleh probe, mengakibatkan gelombang tekanan di dalam cairan sehingga terbentuk jutaan kavitasi. Kavitasi adalah proses terbentuknya gelembung mikro di dalam media perantara dalam hal ini cairan akibat pengaruh gelombang ultrasonik yang diberikan. Proses peregangan dan tekanan membuat gelembung kavi-tasi tersebut mengecil dan membesar sebagaimana perubahan gradien tekanan yang terjadi pada lingkungan. Fenomena kavitasi dapat digambarkan seperti Gambar berikut ini :
Gambar 2.4 Proses terjadinya kavitasi
Enkapsulasi nanopartikel..., Evi Yulianti, FMIPA UI, 2008
17
Lamanya waktu sonikasi berpengaruh terhadap besar kecilnya energi yang terdifusi ke dalam gelembung sebelum gelembung besar tersebut pecah menjadi gelembung lebih kecil. Semakin lama waktu sonikasi maka semakin banyak energi yang terdifusi pada gelembung hingga gelembung tersebut mencapai ukuran maksimal, kemudian pecah. Pecahnya gelembung besar dengan energi besar, akan menciptakan gelembung yang lebih kecil. Proses pembentukan gelembung yang semakin kecil selain diakibatkan oleh kavitasi juga disebabkan oleh sistem emulsinya sendiri.
Gambar 2.5. Peralatan sonokimia
2.5. Polimer Biodegradabel Poli Asam Laktat
Berbagai jenis polimer bisa digunakan untuk melapisi nanopartikel magnet yang akan diaplikasikan di bidang biomedis. Polimer yang digunakan harus bersifat biodegradabel, biokompatibel dan non toksik bagi sistem tubuh.
Enkapsulasi nanopartikel..., Evi Yulianti, FMIPA UI, 2008
18
Biodegradasi merupakan peristiwa terurainya senyawa menjadi senyawasenyawa lain yang lebih sederhana yang terjadi karena sebab-sebab alami (Wikipedia 2003), seperti proses fotodegradasi (degradasi yang melibatkan cahaya dan kalor), degradasi kimiawi (hidrolisis), degradasi oleh bakteri dan jamur, degradasi enzimatik, atau gabungan dari beberapa sebab. Polimer poli asam laktat (PLA) merupakan salah satu polimer yang bisa terbiodegradasi. Oleh karena mempunyai sifat inilah PLA banyak digunakan untuk membuat plastik biodegradabel dan sangat cocok untuk aplikasi medis seperti untuk sistem drug delivery, benang bedah, maupun organ buatan. Kemampuan PLA untuk terdegradasi dipengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya bobot molekul, derajat dispersitas, dan kristalinitas struktur. Semakin tinggi bobot molekul PLA, semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk mendegradasi molekul PLA [21].
Gambar 2.6 Struktur kimia PLA
Polimer PLA merupakan polimer sintetik yang dihasilkan dari pembukaan cincin laktida menggunakan katalis PbO, SbF5 atau Sb2O3 secara perlahan dengan suhu 100-130°C. Polimer ini tidak larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut organik seperti kloroform dan diklorometana [22].
Enkapsulasi nanopartikel..., Evi Yulianti, FMIPA UI, 2008
19
PLA dapat berada dalam bentuk optis aktif L-PLA dan dalam bentuk rasematnya (D,L-PLA) yang tidak bersifat optis aktif. L-PLA yang terdapat di alam mempunyai struktur kristalin, karena tingginya keteraturan pada rantai polimernya. Sedangkan D,L-PLA mempunyai struktur amorf karena rantai polimernya tidak teratur. Polimer ini umumnya tersusun dari struktur campuran kristalin dan amorf, dengan struktur dominan yang akan mempengaruhi sifat mekanik polimer tersebut. Oleh karena lebih bersifat amorf, penggunaan D,L-PLA lebih disukai dibandingkan L-PLA karena D,L-PLA terdegradasi dalam tubuh lebih cepat yaitu 6 sampai 17 minggu dibanding LPLA yang terdegradasi lebih lama yaitu 20 bulan sampai 5 tahun [23].
2.6. Identifikasi dengan Difraksi Sinar-X (XRD)
Untuk menentukan struktur kristal hasil proses enkapsulasi digunakan XRD. Struktur kristal terdiri dari bagian yang simetri sepanjang bidang, sumbu, atau pusat perpotongan dengan bidang pada sumbu simetri didefinisikan sebagai nilai resiprok dari perpotongan, hkl, yang dikenal sebagai indeks Miller. Sinar-x ditembakkan pada bahan sehingga terjadi interaksi dengan elektron dalam atom. Ketika foton sinar-X bertumbukan dengan elektron, beberapa foton hasil tumbukan akan mengalami pembelokan dari arah datang awal. Jika panjang gelombang hamburan sinar-X tidak berubah (foton sinar-X tidak kehilangan banyak energi) dinamakan hamburan elastik
Enkapsulasi nanopartikel..., Evi Yulianti, FMIPA UI, 2008
20
(hamburan Thompson) dan terjadi transfer momentum dalam proses hamburan. Sinar-X ini yang digunakan untuk pengukuran hamburan sinar-X yang membawa informasi distribusi elektron dalam materi. Gelombang yang didifraksikan dari atom-atom berbeda dapat saling mengganggu dan distribusi intensitas resultannya termodulasi kuat oleh interaksi ini. Syarat terjadinya difraksi harus memenuhi hukum Bragg yaitu : 2d sin θ = n λ. Dimana d : jarak antar bidang θ : sudut difraksi λ : panjang gelombang sinar-x yang digunakan n : orde difraksi, biasanya 1
Gambar 2.7 Proses terjadinya difraksi
Jika atom-atom tersusun secara periodik dalam kristal, gelombang terdifraksi akan terdiri dari interferensi maksimum puncak (peak) yang simetri, dimana puncak yang terjadi berhubungan dengan jarak antar atom.
Enkapsulasi nanopartikel..., Evi Yulianti, FMIPA UI, 2008
21
2.7. Identifikasi dengan Scanning Electron Microscope (SEM)
Scanning Electron Microscope (SEM) merupakan peralatan yang memberikan informasi tentang permukaan suatu bahan, informasi yang diberikan mencakup ukuran, bentuk (homogen atau tidak) dari nanopartikel. Mikroskop elektron merupakan peralatan yang menggunakan sinar elektron berenergi tinggi untuk melihat objek pada skala yang sangat kecil. Pemercepat elektron (electron gun) menghasilkan pancaran elektron monokromatis. Lensa pemfokus pertama menghasilkan pancaran dan batas arus, celah lensa berfungsi untuk mengurangi sudut pembelokan. Lensa pemfokus kedua membentuk pelemahan (pancaran sinar koheren), celah lensa dikendalikan untuk mengurangi pembelokan sudut dari pancaran lensa pertama.
Gambar 2.8 Skema SEM
Enkapsulasi nanopartikel..., Evi Yulianti, FMIPA UI, 2008
22
Pancaran yang dilewatkan lensa kedua mengalami proses scanning oleh coil penyearah untuk membentuk gambar dan diteruskan ke lensa akhir untuk difokuskan ke sampel. Interaksi pancaran elektron dengan sampel dan elektron yang dipantulkan diterima oleh detektor. Detektor akan menghitung elektron-elektron yang diterima dan menampilkan intensitasnya.
2.8. Identifikasi dengan Vibrating Sample Magnetometer (VSM)
VSM merupakan salah satu jenis peralatan yang digunakan untuk mempelajari sifat magnetik bahan. Dengan alat ini akan diperoleh informasi mengenai besaran-besaran sifat magnetik sebagai akibat perubahan medan magnet luar yang digambarkan dalam kurva histeresis, sifat magnetik bahan sebagai akibat perubahan suhu, dan sifat-sifat magnetik sebagai fungsi sudut pengukuran atau kondisi anisotropik bahan. Semua bahan mempunyai momen magnetik jika ditempatkan dalam medan magnet. Momen magnetik per satuan volume dikenal sebagai magnetisasi. Secara prinsip ada dua metode untuk mengukur magnetisasi ini, yaitu metode induksi dan metode gaya. Pada metode induksi, magnetisasi diukur dari sinyal yang ditimbulkan/ diinduksikan oleh cuplikan yang bergetar dalam lingkungan medan magnet pada sepasang kumparan. VSM merupakan salah satu alat ukur magnetisasi yang bekerja berdasarkan metode induksi [24].
Enkapsulasi nanopartikel..., Evi Yulianti, FMIPA UI, 2008
23
. Gambar 2.9 Perangkat Vibrating Sample Magnetometer (VSM) tipe Oxford VSM 1.2H
2.9. Neutron Activation Analysis (NAA) Yang dimaksud dengan aktivasi neutron adalah irradiasi suatu inti atom dengan neutron untuk menghasilkan spesi radioaktif yang disebut radionuklida. Jumlah radionuklida yang dihasilkan akan sangat bergantung pada jumlah inti dalam target, jumlah neutron yang diterima oleh inti target, waktu irradiasi, jenis inti dalam target dan faktor tampang lintang reaksi, serta waktu paro spesi radioaktif yang terbentuk. Spesi radioaktif yang terbentuk akan meluruh dengan waktu dan skema peluruhan yang karakteristik. Analisis aktivasi neutron (Neutron Activation Analysis, NAA) didasarkan pada reaksi penangkapan neutron termal oleh inti sasaran melalui reaksi (n,γ). Neutron termal diabsorpsi oleh inti target menghasilkan inti yang kelebihan neutron yang bersifat tidak stabil. Untuk mencapai keadaan stabil,
Enkapsulasi nanopartikel..., Evi Yulianti, FMIPA UI, 2008
24
inti tersebut akan melepaskan kelebihan energinya melalui transisi isomerik, atau melalui peluruhan β- dan β+ yang umumnya diikuti oleh emisi sinar-γ. Dari kedua keadaan ini, sinar-γ yang diemisikan merupakan karakteristik untuk suatu radionuklida tertentu, dan sifat ini digunakan untuk mengidentifikasi suatu radionuklida hasil aktivasi. Berdasarkan fenomena ini, maka kita dapat menentukan unsur, baik secara kualitatif maupun kuantitatif secara simultan tanpa dipengaruhi oleh sifat-sifat kimia cuplikan. Prinsip kerja NAA secara singkat dapat dijelaskan sebagai berikut; sampel, standar dan kontrol dirradiasi dengan neutron termal di fasilitas irradiasi reaktor. Sinar-γ yang diemisikan oleh radionuklida hasil aktivasi selanjutnya dicacah dengan spektrometer-γ. Analisis spektrum-γ yang didapat dari radionuklida hasil aktivasi, dilakukan menggunakan perangkat lunak. Teknik NAA ini mempunyai keunggulan karena sensitivitas yang tinggi dan memungkinkan dilakukannya analisis dengan cara tidak merusak. Untuk keperluan analisis, aspek sensitivitas dan batas deteksi sangat penting, khususnya untuk keperluan uji kualitas bahan yang melibatkan identifikasi unsur-unsur kelumit. Batas deteksi pada teknik NAA sangat bergantung pada berbagai faktor, antara lain jenis unsur, jumlah fluks neutron yang diterima oleh analit, jenis matriks dari analit, waktu peluruhan maupun waktu pencacahan [25].
Enkapsulasi nanopartikel..., Evi Yulianti, FMIPA UI, 2008
BAB III BAHAN DAN CARA KERJA
3.1. Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bidang Bahan Industri Nuklir, Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir (PTBIN), Badan Tenaga Nuklir Nasional, BATAN, Puspiptek Serpong dan dilaksanakan pada bulan September 2007 sampai bulan April 2008.
3.2. Bahan-bahan Penelitian
Bahan-bahan kimia yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut : polimer biodegradable poli-asam laktat (PLA) dengan BM ± 100.000 berbentuk pelet diperoleh dari Wako (Jepang), Kloroform untuk me-larutkan PLA dengan standar pro analisis diperolah dari Merck (Jerman), Poli-vinil Alkohol (PVA) dengan BM 72.000 sebagai surfaktan diperoleh dari Merck (Jerman). Partikel magnetik Fe3O4 murni berukuran ±10 nm diperoleh dari Aldrich. Air yang digunakan untuk pelarut PVA dan berbagai proses lainnya adalah air demineral hasil destilasi. Garam-garam FeCl2.4H2O, FeCl3.6H2O, HCl, NH4OH, Asam oleat, normalheksana, dan metanol untuk pembuatan ferofluid
25 Enkapsulasi nanopartikel..., Evi Yulianti, FMIPA UI, 2008
26
3.3. Alat-alat Penelitian
Peralatan Sonokimia yang digunakan adalah tipe probe (Sonics & Material, INC., USA, Model VCX 750, Ti Horn, 20 kHz) . Peralatan pendukung lain yang digunakan dalam penelitian adalah peralatan gelas yang biasa digunakan dalam laboratorium kimia, pengaduk magnet dan pengaduk biasa, sentrifuge dan oven. Sedangkan peralatan untuk karakterisasi adalah X-Ray Difractometry (XRD), Vibrating Sampel Magnetometry (VSM), Scanning Electron Microscope (SEM), dan Neutron Activation Analysis (NAA).
3.4. Cara Kerja
3.4.1. Proses Enkapsulasi Nanopartikel Fe3O4 dengan polimer PLA. Enkapsulasi (pengungkungan) nanopartikel magnetit (Fe3O4) dengan PLA mengacu pada metode pembuatan mikrosfir yang dilakukan oleh Sudaryanto dkk [26]. Pada prinsipnya proses pengungkungan dilakukan dengan tiga tahap yaitu pembasahan partikel magnetik dengan larutan PLA agar Fe3O4 terdispersi dengan merata, proses emulsifikasi dan penguapan pelarut kloroform dalam air. Pertama disiapkan larutan PLA dalam kloroform dengan konsentrasi tertentu. Ke dalam larutan PLA ditambahkan serbuk magnet Fe3O4 dan disonikasi selama 1 menit. Campuran hasil sonikasi kemudian dituangkan ke
Enkapsulasi nanopartikel..., Evi Yulianti, FMIPA UI, 2008
27
dalam aquades yang di dalamnya telah terlarut PVA . Kemudian disonikasi kembali selama 2 menit Setelah proses sonikasi, emulsi yang terbentuk dituangkan ke dalam gelas beaker berisi 500 ml air sambil diaduk selama 1 jam dengan kecepatan ±1000 rpm. Serbuk yang terbentuk selanjutnya dipisahkan dengan cara sentrifugasi selama 30 menit pada kecepatan 4000 rpm. Serbuk dicuci lagi dengan 300 ml aquades dan disentrifugasi. Serbuk yang dihasilkan kemudian dikeringkan dengan pada suhu ruang, selanjutnya dilakukan pengeringan dalam oven pada suhu 50°C selama 1 jam. Sampel dalam bentuk serbuk kering selanjutnya dikarakterisasi untuk menentukan bentuk, ukuran dan keberadaan Fe3O4. Dalam rangka optimalisasi kondisi proses enkapsulasi untuk mendapatkan serbuk dengan ukuran seragam dan kandungan Fe3O4 yang tinggi, berbagai kondisi pembuatan terutama pada tahap pembentukan emulsi yang diperkirakan mempengaruhi bentuk dan ukuran serta kandungan Fe3O4 dianalisa dan dicoba.
Enkapsulasi nanopartikel..., Evi Yulianti, FMIPA UI, 2008
28
a. Variasi perbandingan fasa minyak dan fasa air (formulasi emulsi)
Tabel 3.1. Komposisi bahan dalam proses enkapsulasi Fe3O4 dengan PLA m/a
PLA:Fe3O4
50
Fe3O4 (g) 0.06
6:55
5:1
5
50
0.08
8:55
5:1
10
5
50
0.10
10:55
5:1
4
12
5
50
0.12
12:55
5:1
5
14
5
50
0.14
14:55
5:1
No. Sampel 1
Lar PLA 5% (ml) 6
Lar PVA 5% (ml) 5
Air
2
8
3
b. Variasi konsentrasi PLA dalam kloroform. Tabel 3.2. Komposisi bahan dalam proses enkapsulasi Fe3O4 dengan PLA No. Sampel 1
Konsentrasi PLA (% w/v) 10
Lar PVA 5% (ml) 5
Air 50
Fe3O4 (g) 0.24
12:55
PLA:Fe3O4 (g:g) 5:1
2
7.5
5
50
0.18
12:55
5:1
3
5
5
50
0.12
12:55
5:1
4
2.5
5
50
0.06
12:55
5:1
5
1
5
50
0.024
12:55
5:1
m/a
Enkapsulasi nanopartikel..., Evi Yulianti, FMIPA UI, 2008
29
Lar. (PVA + Aquades) Lar. (PLA + Kloroform + Fe3O4) (Proses pembasahan) Emulsifikasi (Sonikasi)
Evaporasi selama 1 jam dalam 500 ml aquades (pengadukan)
Sentrifugasi
Pencucian dengan aquades Sentrifugasi Pemisahan dan pengeringan sampel
Karakterisasi sampel dengan XRD, SEM, VSM, NAA
Gambar 3.1 : Skema proses enkapsulasi Fe3O4 dengan polimer PLA
c. Fe3O4 hasil sintesis yang dibuat dalam bentuk ferrofluid. Proses pembuatan ferrofluid mengacu ke prosedur sintesa yang dilakukan oleh Leamy [27]. Proses pembuatannya adalah sebagai berikut. 2,03 g FeCl2.4H2O; 4,88 g FeCl3.6H2O; dan 0.887 ml HCl 37% dilarutkan dalam 20 ml aquades. Larutan NH4OH 28-30% sebanyak 8.3 ml dilarutkan dalam 155 ml aquades. Larutan NH4OH ini diaduk dalam beaker glass berukuran 250 ml pada kecepatan 350 rpm menggunakan pengaduk mekanik. Kemudian ditambahkan dengan cepat larutan feri klorida/fero klorida/ HCl ke
Enkapsulasi nanopartikel..., Evi Yulianti, FMIPA UI, 2008
30
dalam larutan amonia sambil terus diaduk untuk membentuk endapan besi oksida. Setelah pengadukan selama 10 menit, pengadukan dihentikan dan partikel besi oksida dikumpulkan pada dasar beaker menggunakan magnet NdFeB. Larutan didekantasi sampai tertinggal sekitar 65 ml dan diaduk lagi pada kecepatan 200 rpm. 0,436 g (20% b/b oksida Fe) asam oleat yang dilarutkan dalam 11.14 ml normal heksana selanjutnya ditambahkan ke dalam suspensi besi oksida. Setelah diaduk selama 15 menit, sebanyak 55 ml metil alkohol ditambahkan untuk menurunkan kerapatan fasa air agar ferofluid-normalheksana terkumpul pada dasar wadah. Ferofluid kemudian dipisahkan dari larutan air menggunakan magnet yang diletakkan pada dasar wadah. Fasa air didekantasi dan ferofluid-normalheksana dituangkan ke cawan petri dan dikeringkan selama satu malam untuk menghilangkan normalheksana sehingga didapatkan serbuk kering Fe3O4 berwarna hitam. Selanjutnya dilakukan proses enkapsulasi Fe3O4 dalam bentuk ferofluid menggunakan PLA sesuai skema pada gambar 3.1 dengan formulasi emulsi 12 : 55 dan konsentrasi PLA 5% (b/v). Serbuk yang dihasilkan kemudian dipisahkan berdasarkan perbedaan ukurannya dengan memvariasikan kecepatan sentrifugasi.
Enkapsulasi nanopartikel..., Evi Yulianti, FMIPA UI, 2008
31
3. hentikan pengadukan dan kumpulkan besi oksida
Lart. Fe2+/Fe3+/HCl
2+
3+
1.Tambahkan Lart. Fe ,Fe , HCl ke lart NH4OH untuk mengendapkan besi oksida
2. aduk 10 menit
Lart. normalheksana/ oleat
5. aduk dan tambahkan lart. normalheksan/oleat untuk melapisi besi oksida dengan oleat
4. Dekantasi dan sisakan 65 ml supernatan
bersambung
Enkapsulasi nanopartikel..., Evi Yulianti, FMIPA UI, 2008
32
8. Dekantasi fasa methanol/air
Fasa air
Fasa methanol/ air
Normalheksana dan besi oksida terlapis oleat(ferofluid)
7. Ferofluid dikumpulkan
6. tambahkan methanol untuk mengencerkan fasa air
9. Keringkan 1 malam dan didispersikan dalam kloroform
8. tuangkan ferofluid ke cawan petri
10. Sentrifuge dan agregat yang besar dibuang
Gambar 3.2 : Skema proses pembuatan Fe3O4 ferrofluid [27]
Enkapsulasi nanopartikel..., Evi Yulianti, FMIPA UI, 2008
33
3.4.2. Karakterisasi hasil enkapsulasi Fe3O4 dengan polimer PLA 3.4.2.1. Karakterisasi dengan X-Ray Diffractometer (XRD)
Pola XRD partikel magnetik Fe3O4 akan diperoleh pada jangkauan 2θ 10° sampai 80°, sedangkan pola difraksi polimer PLA akan diperoleh pada sudut rendah, diukur menggunakan XRD Phillips yang menggunakan radiasi CuKα dengan panjang gelombang 0.154 nm. Sebanyak ±0.017 gram sampel hasil enkapsulasi ditempatkan pada sampel holder peralatan XRD dan diletakkan tegak. Kemudian pengaman ruang sampel ditutup. Komputer dinyalakan, dan diatur sudut awal, sudut akhir, step size dll. Selanjutnya dilakukan pengambilan data.
3.4.2.2. Karakterisasi dengan Scanning Electron Microscope (SEM) Pada pengukuran menggunakan SEM, sampel haruslah merupakan bahan yang bersifat konduktif seperti halnya logam. Karena polimer PLA tidak dapat menghantarkan arus listrik maka sebelum dianalisis terlebih dahulu dilapisi dengan logam. Dalam hal ini dipakai logam emas karena bersifat konduktif serta inert. Secuplik sampel didispersikan di atas plat kaca dan ditempelkan ke atas sampel holder SEM. Kemudian sampel dilapisi emas dengan teknik sputtering selama 5-10 menit. Selanjutnya sampel holder ditempatkan pada alat SEM dan diamati dengan perbesaran 10.000 x pada tegangan 22 kV.
Enkapsulasi nanopartikel..., Evi Yulianti, FMIPA UI, 2008
34
3.4.2.3. Karakterisasi dengan Vibrating Sampel Magnetometer (VSM)
VSM merupakan salah satu alat ukur magnetisasi bahan yang bekerja berdasarkan metode induksi. Dengan alat ini akan diperoleh informasi mengenai besaran-besaran sifat magnetik sebagai akibat perubahan medan magnet luar yang digambarkan dalam kurva histeresis. Pada metode ini, cuplikan yang akan diukur dipasang pada ujung batang kaku yang bergetar secara vertikal dalam lingkungan medan magnet luar H. Sampel hasil proses enkapsulasi sebanyak ±4 mg di tempatkan dalam sampel holder dan dimasukkan ke dalam peralatan. Kemudian dilakukan pengaturan kondisi pengukuran dengan komputer dan selanjutnya dilakukan pengambilan data.
3.4.2.4. Karakterisasi dengan Neutron Activation Analysis (NAA)
NAA merupakan salah satu metode analisa kualitatif dan kuantitatif untuk mengetahui jenis dan jumlah unsur penyusun dalam suatu sampel. Teknik ini memiliki keunggulan karena memiliki sensitivitas yang tinggi dan batas deteksi yang rendah (ppb), serta memungkinkan dilakukannya analisis dengan cara tidak merusak. Sampel hasil sintesa sebanyak ±50 mg ditempatkan dalam sampel holder NAA dan diiradiasi dengan neutron dalam reaktor nuklir selama 1 jam.
Enkapsulasi nanopartikel..., Evi Yulianti, FMIPA UI, 2008
35
Sampel hasil iradiasi kemudian didiamkan selama 2 minggu, dan selanjutnya dicacah menggunakan Spektroskopi Gamma.
Enkapsulasi nanopartikel..., Evi Yulianti, FMIPA UI, 2008
36
Enkapsulasi nanopartikel..., Evi Yulianti, FMIPA UI, 2008
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Pembentukan emulsi terjadi dari proses sonikasi campuran larutan PLA dan partikel magnet dalam kloroform, dan air yang di dalamnya terlarut polivinil alkohol (PVA). Kloroform dan air tidak bercampur, sehingga sebelum dilakukan sonikasi, terpisah menjadi dua lapisan dengan dimana kloroform berada di lapisan bawah dan air berada di lapisan atas sebagai akibat perbedaan berat jenis. Pada saat dilakukan sonikasi, terbentuk emulsi yang berasal dari gelembung-gelembung kloroform dalam air. Bentuk dan ukuran gelembung akan sangat menentukan bentuk dan ukuran hasil enkapsulasi partikel magnet. Dari pengamatan, emulsi yang terbentuk berwarna coklat susu, dan tetap bertahan walaupun proses sonikasi telah dihentikan. Karena volume air dalam campuran lebih banyak dari pada kloroform maka sistem emulsi yang terbentuk adalah minyak dalam air (o/w) dimana fasa minyak dalam hal ini kloroform terdispersi dalam fasa air yang mengandung PVA (polivinilalkohol). PVA berfungsi sebagai pengemulsi (emulsifier) dimana gugus hidroksil yang terkandung dalam PVA akan berikatan dengan fasa air sedangkan gugus non polarnya akan berikatan dengan kloroform.
37 Enkapsulasi nanopartikel..., Evi Yulianti, FMIPA UI, 2008
38
Gambar 4.1. Struktur Polivinilalkohol
Setelah pelarut kloroform menguap, terbentuk butiran padat berwana kecoklatan yang terdispersi dalam air. Butiran padat yang terbentuk berwarna kecoklatan dan sangat halus. Butiran padat yang terbentuk ini biasa disebut mikrosfer jika ukuran di atas 1 mikron atau nanosfir jika ukurannya di bawah 1 mikron. Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan, ketiga tahap proses enkapsulasi sangat mempengaruhi hasil akhir. Parameter yang divariasikan menyangkut metode, formulasi serta lamanya proses enkapsulasi. Penelitian yang dilakukan oleh Sudaryanto dkk [26] membandingkan penggunaan teknik pengadukan berkecepatan tinggi dengan metode sonikasi menggunakan ultrasonik probe untuk proses pelapisan nanopartikel magnetik dengan polimer biodegradable. Proses pengadukan memberikan hasil yang kurang memuaskan karena ukuran serbuk yang dihasilkan lebih besar yaitu 20 µm, sedangkan dengan metode sonikasi menghasilkan serbuk dengan ukuran yang jauh lebih kecil yaitu 1 µm dan lebih seragam. Oleh sebab itu pada penelitian ini dipilih metode sonikasi.
Enkapsulasi nanopartikel..., Evi Yulianti, FMIPA UI, 2008
39
Pada penelitian ini telah dipelajari pengaruh formulasi emulsi (perubahan perbandingan kloroform/air), perubahan konsentrasi polimer dalam fasa minyak, dan proses enkapsulasi Fe3O4 dalam bentuk ferrofluid.
4.1. Pengaruh formulasi emulsi kloroform dalam air
Pengaruh perubahan perbandingan volume kloroform sebagai fasa minyak dan air dipelajari dengan menjaga konsentrasi PLA dalam kloroform konstan (5% b/v). Volume kloroform bervariasi dari 6 ml dan 14 ml atau perbandingan (m/a) 6 : 55; 8 : 55; 10 : 55; 12 : 55; dan 14 : 55 terhadap volume air konstan . Identifikasi awal dilakukan dengan mengambil data XRD terhadap serbuk Fe3O4 murni dan serbuk Fe3O4 yang telah dienkapsulasi dengan PLA yang dapat dilihat pada Gambar 4.2. Gambar 4.2(a) menunjukkan pola difraksi sinar-X Fe3O4 sebelum dienkapsulasi, sedangkan Gambar 4.1 (b), (c), (d), (e) dan (f) menunjukkan pola difraksi Fe3O4 yang sudah dienkapsulasi dengan PLA. Untuk polimer Polilaktat, puncak difraksi terbentuk pada sudut 16,49°, 19,04° dan 23° [28], sedangkan serbuk Fe3O4 membentuk beberapa puncak difraksi antara lain pada sudut 31.25° dan36.82°. Intensitas puncak difraksi pada sudut 36,82 (Fe3O4 ) meningkat dengan makin besarnya perbandingan fasa minyak dan air yang menunjukkan peningkatan keberadaan Fe3O4 dalam serbuk.
Enkapsulasi nanopartikel..., Evi Yulianti, FMIPA UI, 2008
40
6000
(a) Fe3O4 (b) Fe3O4 + PLA (m/a= 6/55) (c) Fe3O4 + PLA (m/a= 8/55) (d) Fe3O4 + PLA (m/a=10/55) (e) Fe3O4 + PLA (m/a=12/55) (f) Fe3O4 + PLA (m/a=14/55 )
5000
Intensitas
PLA 4000
PLA PLA Fe3O4
3000
(f)
(e)
2000
(d) (c)
1000
(b)
(a) 0 10
15
20
25
30
35
40
45
50
2 theta Gambar 4.2. Pola difraksi sinar-X Fe3O4 dan Fe3O4 yang telah dienkapsulasi dengan PLA variasi formulasi emulsi
Perubahan perbandingan volume fasa minyak terhadap pada perbandingan PLA/ Fe3O4 tetap (5 : 1) menunjukkan perubahan pola difraksi PLA maupun Fe3O4 (Gambar 4.2 (b-f)). Puncak difraksi PLA makin nyata pada perbandingan fasa minyak terhadap fasa air yang makin tinggi. Hal ini menunjukkan bertambahnya kecenderungan terbentuknya fasa kristalin polilaktat. Makin tinggi kadar kloroformdalam sistem (m/a), proses penguapan kloroform dalam air pada tahap akhir proses enkapsulasi makin lambat. Dengan demikian memberi kesempatan kepada molekul-molekul PLA untuk menata diri membentuk struktur kristalin yang teratur.
Enkapsulasi nanopartikel..., Evi Yulianti, FMIPA UI, 2008
41
4.1.1 Ukuran serbuk hasil enkapsulasi.
Hasil analisis SEM untuk mengetahui pengaruh variasi perbandingan fasa minyak (kloroform) dan fasa air terhadap morfologi dan ukuran hasil enkapsulasi Fe3O4 dengan PLA ditunjukkan pada Gambar 4.3. Pengukuran dengan SEM dilakukan dengan perbesaran 10.000X dan satu strip pada gambar menunjukkan skala 1 µm. Serbuk hasil enkapsulasi Fe3O4 dengan PLA berbentuk bulat dengan ukuran di bawah 1 mikron. Tabel 4.1 menunjukkan peningkatan perbandingan fasa minyak terhadap air dari 6/55 – 14/55 menyebabkan ukuran nanosfir mengecil dari ratarata 573 nm menjadi 382 nm. Hal ini dapat dilihat dari foto SEM (Gambar 4.3) bahwa makin tinggi volume fasa minyak maka distribusi ukuran nanosfir semakin merata yang terlihat dari rentang ukuran yang makin sempit. Peningkatan volume fasa minyak menyebabkan fasa minyak lebih encer, akibatnya tetesan lebih mudah dipecah menjadi tetesan yang lebih kecil, sehingga menghasilkan nanosfir yang lebih kecil. Selain itu, dalam sistem emulsi o/w, penambahan fasa minyak akan mempengaruhi kestabilan emulsi. Untuk mempertahankan kestabilan, tetesan-tetesan emulsi harus lebih kecil dengan ukuran yang seragam [19].
Enkapsulasi nanopartikel..., Evi Yulianti, FMIPA UI, 2008
42
Tabel 4.1 Ukuran serbuk hasil enkapsulasi Fe3O4
1
dengan PLA variasi formulasi emulsi
2
3
No
m/a
6/55
Kisaran Ukuran (nm) 402-744
Ukuran rata-rata (nm) 573
1 2
8/55
319-613
466
3
10/55
330-508
419
4
12/55
288-526
407
5
14/55
279-485
382
600
Ukuran nanofer (nm)
550 500 450 400 350
4
300 4
6
8
10
12
14
16
Volume fasa minyak (ml)
Gambar 4.4. Grafik perubahan ukuran serbuk akibat perubahan formulasi emulsi 5
Gambar 4.3. Hasil SEM Fe3O4 + PLA variasi formulasi emulsi
Enkapsulasi nanopartikel..., Evi Yulianti, FMIPA UI, 2008
43
Penambahan volume fasa minyak akan dibatasi oleh perbandingan volume fasa minyak dan air. Agar emulsi minyak dalam air terbentuk dengan sempurna maka volume air sebagai matriks harus lebih besar dibanding volume minyak yang akan terdispersi dalam bentuk gelembung minyak dalam fasa air.
4.1.2 Sifat kemagnetan serbuk dan tingkat keberhasilan proses enkapsulasi
Keberadaan Fe3O4 dalam sistem nanosfir Fe3O4 + PLA selain teridentifikasi pada profil XRD (Gambar 4.2), juga dipastikan dengan pengukuran VSM. Kurva histeresis dari partikel Fe3O4 yang sudah terenkapsulasi PLA diperlihatkan pada Gambar 4.5. Terlihat terbentuknya struktur superparamagnetik dengan nilai saturasi magnetisasi yang semakin besar dengan bertambahnya volume fasa minyak dari 6 ml hingga 14 ml. Sumbu Y disini menyatakan momen magnetik yang dimiliki oleh 1 gram nanopartikel magnet terlapis PLA. Nilai magnetisasi saturasi (Ms) akibat perubahan volume fasa minyak dapat dilihat pada Tabel 4.2 dan Gambar 4.6.
Enkapsulasi nanopartikel..., Evi Yulianti, FMIPA UI, 2008
44
3
14 ml (m/a=14/55) 12 ml (m/a =12/55)
Momen (emu/gram)
2
8 ml (m/a=8/55) 1
6 ml (m/a= 6/55)
0 -1.5
-1
-0.5
0
0.5
1
1.5
-1
-2
-3
Medan H (Tesla)
Gambar 4.5 Kurva histeresis Fe3O4 + PLA variasi formulasi emulsi
Tabel 4.2. Nilai magnetisasi saturasi (Ms) serbuk Fe3O4 + PLA variasi formulasi emulsi No.
m/a
Ms (emu/gram)
1
6/55
1.095
2
8/55
1.347
3
12/55
2.019
4
14/55
2.556
Enkapsulasi nanopartikel..., Evi Yulianti, FMIPA UI, 2008
45
Ms (emu/gram)
3 2.5 2 1.5 1 5
7
9 11 13 Volume fasa minyak (ml)
15
Gambar 4.6. Grafik perubahan nilai magnetisasi saturasi (Ms) serbuk akibat perubahan volume fasa minyak
Mengacu pada pengamatan selama proses enkapsulasi, terlihat bahwa tidak semua nanopartikel magnetik dapat terkungkung oleh PLA. Nilai magnetisasi saturasi Fe3O4 tanpa dienkapsulasi adalah 72 emu/gramFe3O4.[26]. Secara teori apabila semua Fe3O4 yang ditambahkan berhasil dienkapsulasi maka nilai magnetisasi saturasi sampel serbuk yang dihasilkan adalah 12 emu/gram karena komposisi awal Fe3O4 dan PLA dalam serbuk adalah 1:5. Nilai magnetisasi saturasi serbuk akan sebanding dengan makin banyaknya Fe3O4 yang berhasil dienkapsulasi. Untuk mengkonfirmasi tingkat keberhasilan proses enkapsulasi partikel Fe3O4 dengan PLA dilakukan analisis kuantitatif dengan menggunakan metode Neutron activation Analysis (NAA) dengan mengukur kadar Fe
Enkapsulasi nanopartikel..., Evi Yulianti, FMIPA UI, 2008
46
total yang terkandung dalam serbuk. Contoh spektrum hasil pengukuran dengan NAA dapat dilihat pada Gambar 4.7.
Fe 59 1099 keV
Gambar 4.7. Spektrum sampel Fe3O4 + PLA pada kondisi iradiasi 1 jam, fluks neutron 4.752 x 1017, waktu peluruhan 2 minggu
Pengukuran dengan NAA dilakukan di teras reaktor dengan fluks neutron sebesar ± 4,7 x 1017 , lama irradiasi 1 jam dan waktu peluruhan selama 2 minggu untuk menurunkan intensitas background dan zat pengotor. Pencacahan energi sinar γ yang dipancarkan oleh inti atom Fe dilakukan pada channel spektrum energi 1099 keV dengan lama pencacahan 30 menit. Hasil analisis kadar Fe dengan NAA dapat dilihat pada Tabel 4.3. Makin banyak/besar volume fasa minyak maka nanopartikel Fe3O4 yang terenkapsulasi juga semakin banyak. Semakin banyak kloroform, pendispersian partikel magnetik terjadi lebih efektif, karena volume atau ruang untuk mendispersikan nanopartikel magnet juga semakin besar.
Enkapsulasi nanopartikel..., Evi Yulianti, FMIPA UI, 2008
47
Tabel 4.3. Pengaruh formulasi emulsi terhadap % Enkapsulasi Fe3O4 dengan PLA Kadar Fe3O4 (g Fe3O4/kg sample) No.
m/a
% Enkapsulasi
Setelah enkapsulasi 14,40
8,64
1.
6/55
Awal (PLA : Fe3O4 = 1:5) 166,7
2.
8/55
166,7
27,90
16,74
3.
10/55
166,7
29,74
17,84
4.
12/55
166,7
28,57
17,14
5.
14/55
166,7
41,58
24,94
4.2. Pengaruh konsentrasi PLA dalam fasa minyak 4.2.1. Ukuran serbuk hasil enkapsulasi
Untuk variasi konsentrasi polimer PLA dalam fasa minyak, formulasi emulsi yang digunakan adalah m/a = 12/55, karena pada formulasi tersebut ukuran serbuk yang diperoleh cukup kecil serta nilai magnetisasi saturasi (Ms) yang diperoleh cukup tinggi. Walaupun pada formulasi m/a = 14/55 nilai magnetisasi saturasi dan nilai % enkapsulasi paling besar, kondisi ini tidak dipilih karena proses emulsifikasi yang terjadi tidak berlangsung sempurna. Pada pengamatan pembentukan emulsi dengan volume fasa minyak 14 ml, dengan waktu proses sonikasi yang diberikan, masih tersisa 2 lapisan air dan
Enkapsulasi nanopartikel..., Evi Yulianti, FMIPA UI, 2008
48
minyak yang saling terpisah, walaupun sebagian sudah membentuk sistem emulsi. Tabel 4.4 dan Gambar 4.9 menunjukkan bahwa ukuran nanosfir makin mengecil dari rata-rata dari 721 nm menjadi 150 nm pada penurunan konsentrasi PLA dalam fasa minyak dari 10 – 2,5 % (b/v). Hal ini juga terlihat dari gambar SEM nya (Gambar 4.8). Penyimpangan terjadi pada konsentrasi rendah (1%) dimana ukuran nanofer sedikit lebih besar dibanding nanosfir yang dihasilkan pada konsentrasi PLA 2,5%.
1
2
4
3
5
Gambar 4.8. Hasil SEM Fe3O4 + PLA terhadap variasi konsentrasi PLA dalam fasa minyak
Enkapsulasi nanopartikel..., Evi Yulianti, FMIPA UI, 2008
49
Tabel 4.4. Ukuran serbuk Fe3O4 + PLA variasi konsentrasi PLA
800 700 600
No
Konsentrasi (% b/v)
1
10
Kisaran ukuran (nm) 460-982
Ukuran rata-rata (nm) 721
2
7.5
384-702
543
3
5
330-508
419
4
2.5
112-188
150
5
1.0
150-214
182
500 400 300 200 100 0 0
2
4
6
8
10
12
Konsentrasi PLA (b/v)
Gambar 4.9. Grafik perubahan ukuran serbuk Fe3O4 + PLA akibat perubahan konsentrasi PLA
Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Hong Zhao, dkk yang membuat mikrosfir magnet biodegradable menggunakan polimer PLGA dan meneliti pengaruh perubahan konsentrasi polimer pada fasa minyak terhadap ukuran mikrosfir yang dihasilkan. Pada penelitian mereka, perubahan konsentrasi PLA dari 2,5% - 7,5% menghasilkan mikrosfir dengan ukuran dari 1,4 µm-2,5 µm [29]. Peningkatan konsentrasi PLA meningkatkan viskositas polimer yang dilarutkan dalam kloroform. Hal ini terlihat dari hasil pengukuran viskositas PLA vs konsentrasi PLA dengan alat viskometer yang pengukurannya dilakukan di Laboratorium Proses Radiasi PATIR-BATAN (Gambar 4.10). Makin tinggi viskositas fasa minyak, makin besar gaya yang dibutuhkan untuk membentuk partikel halus. Larutan polimer yang kental juga menghasilkan nanosfir yang lebih padat.
Enkapsulasi nanopartikel..., Evi Yulianti, FMIPA UI, 2008
50
140
120
100
80
60
40
20
0 0
2
4
6
8
10
12
Ko nsentrasi P LA (% b/v)
Gambar 4.10. Grafik perubahan viskositas PLA vs konsentrasi PLA
Dalam proses emulsifikasi dengan penggetar ultrasonik, gelembung kavitasi yang terbentuk akan makin kecil dan homogen bila dibandingkan dengan menggunakan sistem pengaduk berkecepatan tinggi [26]. Penggetar ultrasonik mempunyai energi yang jauh lebih besar dibanding sistem pengaduk biasa. Relasi antara ukuran gelembung (kavitasi) dan viskositas diformulasikan pada parameter bilangan Reynold, (Re) [28,30] yaitu :
Re = Dl Vim ρem /η Dimana : Re
= Bilangan Reynold (ukuran kavitasi)
Enkapsulasi nanopartikel..., Evi Yulianti, FMIPA UI, 2008
51
Dl
= Diameter impelar pengaduk
Vim
= Kecepatan pengaduk
ρem
= Kerapatan emulsi
η
= Viskositas emulsi
Dari persamaan di atas terlihat bahwa ukuran kavitasi yang terbentuk berbanding terbalik dengan viskositas emulsi. Makin tinggi viskositas emulsi, maka ukuran gelembung (kavitasi) akan semakin berkurang, demikian pula sebaliknya.
4.2.2. Tingkat keberhasilan enkapsulasi.
Gambar 4.8 menunjukkan pola difraksi sinar-X Fe3O4 + PLA dengan berbagai konsentrasi. Intensitas puncak difraksi pada sudut 36.8° yang merupakan puncak oksida Fe terlihat sedikit mengalami perubahan dengan kenaikan konsentrasi PLA. Pertambahan puncak yang cukup nyata hanya terlihat pada difraktogram (b) dan (d). Tinggi puncak oksida Fe ini tidak berbeda jauh dengan tinggi puncak oksida Fe pada variasi perbandingan fasa minyak/air. Ini berarti bahwa Fe3O4 yang berhasil dienkapsulasi pada variasi konsentrasi PLA tidak jauh berbeda dengan jumlah Fe3O4 yang berhasil dienkapsulasi pada variasi m/a.
Enkapsulasi nanopartikel..., Evi Yulianti, FMIPA UI, 2008
52
6000
(a) Fe3O4 (b) Fe3O4 + PLA 10% (c) Fe3O4 + PLA 7,5% (d) Fe3O4 + PLA 5% (e) Fe3O4 + PLA 2,5% (f) Fe3O4 + PLA 1%
5000
Intensitas
4000
3000
(f) 2000
(e) (d) (c)
1000
(b)
(a) 0 10
15
20
25
30
35
40
45
50
2 theta
Gambar 4.11 Pola difraksi sinar-X Fe3O4 dan Fe3O4 + PLA pada berbagai konsentrasi PLA
Hasil analisa kuantitatif penentuan kadar Fe dengan teknik Neutron Activation Analysis (NAA) untuk mengetahui % enkapsulasi Fe3O4 dengan PLA terlihat pada Tabel 4.5. Pada Tabel 4.5 terlihat bahwa % enkapsulasi tertinggi terjadi pada konsentrasi PLA 10% dan 5%, hal ini menguatkan asumsi pada data XRD dimana kenaikan puncak oksida besi tertinggi juga terjadi pada serbuk yang dibuat pada konsentrasi PLA 10% dan 5%.
Enkapsulasi nanopartikel..., Evi Yulianti, FMIPA UI, 2008
53
Tabel 4.5. Pengaruh konsentrasi PLA terhadap % Enkapsulasi Fe3O4 dengan PLA Kadar Fe3O4 (g Fe3O4/kg sample) No.
Konsentrasi PLA (% b/v)
% Enkapsulasi
1.
1
Awal (PLA : Fe3O4 = 1:5) 166,7
Setelah enkapsulasi 10,69
6,41
2.
2,5
166,7
18,86
13,43
3.
5
166,7
29,74
17,84
4.
7,5
166,7
22,39
16,74
5.
10
166,7
33,28
19,96
Secara umum terlihat makin tinggi konsentrasi PLA, semakin besar ukuran serbuk yang terbentuk dan semakin banyak nanopartikel magnet yang berhasil dienkapsulasi. Semakin besarnya ukuran serbuk serta makin besarnya % enkapsulasi menunjukkan kurang optimalnya proses pembasahan nanopartikel magnet. Konsentrasi PLA yang semakin tinggi menyebabkan proses pemisahan serbuk oksida dari agregatnya kurang efektif, sehingga Fe3O4 terenkapsulasi masih dalam bentuk agregat kecil.
Enkapsulasi nanopartikel..., Evi Yulianti, FMIPA UI, 2008
54
4.3. Fe3O4 hasil sintesis dalam bentuk ferrofluid. Berdasarkan nilai % enkapsulasi yang diperoleh dari kedua variasi di atas yaitu variasi formulasi emulsi dan variasi konsentrasi PLA, terlihat bahwa tingkat keberhasilan enkapsulasi Fe3O4 dengan polimer PLA masih rendah yaitu rata-rata di bawah 20%. Mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh P.J. Leamy [27] yang mengenkapsulasi Fe3O4 dalam bentuk ferrofluid dengan polimer PLGA, diperoleh tingkat keberhasilan enkapsulasi yang tinggi. Oleh sebab itu pada tahap selanjutnya, dicoba melakukan enkapsulasi terhadap sistem Fe3O4 ferrofluid dengan mensintesa nanopartikel Fe3O4 terlebih dulu . Ferrofluid merupakan magnet oksida besi yang berada dalam bentuk cairan koloid berwarna hitam. Ferrofluid ini tidak terdapat di alam, tetapi bisa disintesa dengan proses kimia [31]. Salah satu metode untuk mensintesa ferofluid adalah melalui reaksi pengendapan. Reaksi yang paling umum adalah sintesa magnetit dengan mereaksikan secara stoikiometri campuran garam Fe (II) dan Fe (III) dengan larutan basa dimana reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut [10,32]:
Fe2+(aq) +
2Fe3+(aq) +
8OH-(aq)
→ Fe3O4(s)
+
4H2O
Reaksi pengendapan Fe3O4 berlangsung sempurna pada pH 9-14 dengan perbandingan molar Fe (II) dan Fe (III) adalah 1 : 2 dimana kondisi lingkungan sebaiknya bebas dari oksigen. Hal ini disebabkan oleh karena
Enkapsulasi nanopartikel..., Evi Yulianti, FMIPA UI, 2008
55
Fe3O4 sangat mudah teroksidasi dan akan mempengaruhi sifat fisika dan kimia nanopartikel magnet yang terbentuk. Untuk mencegah kemungkinan terjadinya oksidasi dan untuk mencegah terjadinya aglomerasi, nanopartikel Fe3O4 yang dihasilkan dari reaksi di atas biasanya dilapisi dengan zat organik dalam hal ini digunakan asam oleat. Dengan dilapisi asam oleat, nanopartikel magnet akan terdispersi dengan homogen membentuk koloid yang stabil di dalam berbagai pelarut organik [27]. Identifikasi awal terhadap Fe3O4 ferofluid dilakukan dengan mengambil data pola difraksi sinar-X dan dibandingkan dengan pola difraksi sinar-X serbuk Fe3O4 standar yang diperoleh dari Aldrich (Gambar 4.12). Di sini terlihat posisi puncak-puncak ferrofluid sama dengan posisi puncak-puncak Fe3O4 standar, yang menunjukkan bahwa dari reaksi pengendapan garamgaram Fe telah terbentuk Fe3O4 dimana struktur kristalnya adalah kubik.
700
311
600
(a) Fe3O4 Ferrofluid (b) Fe3O4 standar
Intensitas
500
400
220 300
400
511
440
200
(b) 100
(a) 0 25
35
45
55
65
75
2 theta
Gambar 4.13. Foto TEM Fe3O4 ff, perbesaran 150.000x
Gambar 4.12. Pola difraksi sinar-X Fe3O4
Enkapsulasi nanopartikel..., Evi Yulianti, FMIPA UI, 2008
56
Perbedaan yang terlihat adalah intensitas puncak-puncak Fe3O4 hasil reaksi jauh lebih rendah dibanding puncak Fe3O4 standar. Ini disebabkan Fe3O4 yang terbentuk mengandung fasa lain yakni γ-Fe2O3 yang jauh lebih banyak dibanding yang terdapat pada Fe3O4 Aldrich (9%) [26, 33]. Selain itu puncak-puncak difraksi pada Fe3O4 hasil reaksi terlihat lebih lebar dibanding Fe3O4 standar. Ini menunjukkan bahwa ukuran partikel Fe3O4 hasil reaksi pengendapan ini lebih kecil dari pada serbuk Fe3O4 standar. Untuk mengkonfirmasi ukuran partikel Fe3O4 hasil reaksi dan Fe3O4 standar, dilakukan perhitungan menggunakan persamaan Debye-Scherrer:
Dimana : t = diameter partikel λ = panjang gelombang sinar-X (1.54 A untuk Cu) B = lebar setengah puncak maksimum dalam radian 2θ θB = sudut Bragg puncak
Enkapsulasi nanopartikel..., Evi Yulianti, FMIPA UI, 2008
57
Tabel 4.6 Hasil perhitungan diameter partikel Fe3O4 menggunakan rumus Scherrer Sampel
Lebar puncak (2 theta) 0.96
Diameter (nm) 8.6
Diameter rata-rata (nm)
Fe3O4
Sudut Bragg (2 theta) 30.4
standar
35.78
0.94
8.85
8.62
57.38
1.08
8.4
30.39
1.63
5.06
35.76
1.72
4.9
57.25
1.71
5.3
Fe3O4 ff
5.09
Dari Tabel 4.6 ditunjukkan bahwa Fe3O4 hasil sintesis mempunyai puncak yang lebih lebar dibanding Fe3O4 standar. Dari tabel juga terlihat ukuran partikel Fe3O4 hasil sintesis rata-rata 5,09 nm, lebih kecil dibanding ukuran partikel Fe3O4 standar 8,62 nm. Pada Gambar 4.13 terlihat hasil foto TEM terhadap Fe3O4 ferrofluid hasil reaksi pengendapan. Pengambilan data dilakukan di Laboratorium PTBN –BATAN dan pengukuran dilakukan dengan perbesaran 150.000 kali . Satu strip pada gambar menunjukkan skala 20 nm dan terlihat bahwa ukuran partikel Fe3O4 sudah sangat kecil (< 10 nm). Dari gambar juga terlihat bahwa serbuk oksida besi sulit terpisah satu sama lain, cenderung beraglomerasi Selanjutnya Fe3O4 ferofluid ini dienkapsulasi seperti metode sebelumnya dimana formulasi emulsi yang dipakai adalah 12 /55 dan konsentrasi PLA 5%. Pengamatan terhadap proses enkapsulasi memperlihatkan warna sistem emulsi yang terbentuk coklat tua. Warna ini jauh lebih gelap dibanding emulsi
Enkapsulasi nanopartikel..., Evi Yulianti, FMIPA UI, 2008
58
yang dihasilkan pada variasi sebelumnya, dan proses emulsi berlangsung sempurna. Setelah itu serbuk (nanosfir) yang dihasilkan dipisahkan dengan cara memvariasikan kecepatan sentrifugasi yaitu 1000, 2000, dan 4000 rpm dimana dengan memvariasikan kecepatan sentrifugasi akan didapatkan serbuk dengan perbedaan ukuran dan persen enkapsulasi Fe3O4.
1
2
3
Gambar 4.14. Hasil SEM terhadap Fe3O4 ff + PLA variasi kecepatan sentrifugasi
Enkapsulasi nanopartikel..., Evi Yulianti, FMIPA UI, 2008
59
Tabel 4.7. Ukuran serbuk Fe3O4 ff + PLA variasi kecepatan sentrifugasi No
Kecepatan (rpm)
1
1000
Kisaran Ukuran (nm) 359-671
Ukuran rata-rata (nm) 515
2
2000
324-542
433
3
4000
173-299
236
Hasil analisis SEM untuk mengetahui pengaruh kecepatan sentrifugasi terhadap ukuran nanosfir yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 4.14. dan Tabel 4.7. Dari hasil SEM terlihat bahwa dengan mengubah kecepatan sentrifugasi, partikel dengan ukuran lebih besar (515 nm) akan terendapkan lebih dulu, sedangkan partikel yang lebih kecil (236 nm) baru bisa diendapkan pada kecepatan sentrifugasi 4000 rpm. Sentrifugasi merupakan proses pengendapan partikel berdasarkan gravitasi yang diperbesar oleh gaya sentrifugal. Sehingga bisa dimengerti untuk mengendapkan partikel yang lebih besar membutuhkan gaya sentrifugasi yang lebih kecil dibanding partikel yang lebih halus. Identifikasi dengan difraksi sinar-X (Gambar 4.15) hasil enkapsulasi Fe3O4 dalam bentuk ferofluid yang telah dipisahkan dengan memvariasikan kecepatan sentrifugasi, secara umum menunjukkan terjadi peningkatan intensitas puncak difraksi pada sudut 2θ 35.76° (ditunjukkan dengan tanda
Enkapsulasi nanopartikel..., Evi Yulianti, FMIPA UI, 2008
60
panah) yang merupakan puncak oksida Fe. Peningkatan ini sangat signifikan bila dibanding tinggi puncak oksida Fe pada dua variasi sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa oksida Fe yang berhasil dienkapsulasi jauh lebih banyak.
2000 1800
(a) Fe3O4 ferrofluid (b) Fe3O4 ff + PLA (1000 rpm) (c) Fe3O4 ff + PLA (2000 rpm) (d) Fe3O4 ff + PLA (4000 rpm)
1600
Intensitas
1400 1200 1000 800
(d)
600 400
(c)
200
(b)
(a) 0 10
20
30
40
50
60
70
2 theta
Gambar 4.15. Pola difraksi sinar-X Fe3O4 ff dan Fe3O4 + PLA variasi kecepatan sentrifugasi
Analisis kandungan Fe dengan teknik NAA terhadap serbuk hasil enkapsulasi seperti terlihat pada Tabel 4.8 memberi kepastian bahwa persentase Fe3O4 yang berhasil dienkapsulasi jauh lebih banyak. Ini sesuai dengan informasi yang diberikan pada pola difraksi sinar-X di atas. Dari Tabel 4.8 juga terlihat bahwa pada kecepatan sentrifugasi 1000 rpm, nilai %
Enkapsulasi nanopartikel..., Evi Yulianti, FMIPA UI, 2008
61
enkapsulasinya paling tinggi. Ini berarti bahwa semakin besar ukuran nanosfir (lihat data SEM Gambar 4.11), semakin besar pula kandungan Fe3O4 nya .
Tabel 4.8. % Enkapsulasi Fe3O4 ff dengan PLA Kadar Fe3O4 (g Fe3O4/kg sample) No.
% Enkapsulasi
1.
Kecepatan Sentrifugasi (rpm) 1000
Awal (PLA : Fe3O4 ff = 1:5) 133,36
Setelah enkapsulasi 117.99
88.47
2.
2000
133,36
104.88
78.64
3.
4000
133,36
80.31
60.22
Sistem ferrofluid mencegah terjadinya aglomerasi nanopartikel oksida Fe sehingga membuat Fe3O4 bisa terdispersi secara homogen dalam pelarut kloroform. Pada sistem ferofluid Fe3O4 dilapisi dengan asam oleat yang mengandung gugus hidrofilik dan gugus hidrofobik, yang akan memudahkan nanopartikel magnet tersebut terdispersi di dalam pelarut organik. Pelapisan asam oleat juga menyebabkan partikel Fe3O4 terdispersi secara lyofilik, dimana terjadi interaksi tolak menolak antar partikel akibat sistem muatan listrik double layer di sekeliling partikel. Akibatnya pada sistem ferofluid proses pembasahan partikel magnet dengan PLA berlangsung efektif, sehingga tingkat keberhasilan proses enkapsulasi Fe3O4 jauh lebih optimal.
Enkapsulasi nanopartikel..., Evi Yulianti, FMIPA UI, 2008
62
Kristal Fe3O4 Molekul asam oleat
Gambar 4.16. Illustrasi sistem Fe3O4 ferofluid
Enkapsulasi nanopartikel..., Evi Yulianti, FMIPA UI, 2008
BAB V KESIMPULAN
5.1. Kesimpulan
Nanopartikel magnetik Fe3O4 bisa dienkapsulasi dengan polimer biodegradable PLA melalui proses emulsifikasi menggunakan alat probe ultrasonic. Serbuk Fe3O4 yang telah dikungkung oleh polimer PLA yang dihasilkan dalam penelitian ini berukuran kurang dari 1 µm atau berskala nanometer dan berbentuk bulat. Tingkat keberhasilan proses enkapsulasi Fe3O4 dapat dipastikan dari profil XRD, SEM, kurva VSM maupun analisa kualitatif dan kuantitatif dengan teknik NAA. Perubahan formulasi emulsi mempengaruhi ukuran, kemagnetan serbuk dan % enkapsulasi. Semakin besar perbandingan fasa minyak /air, ukuran serbuk yang dihasilkan semakin kecil dan seragam. Sedangkan kemagnetan serbuk dan % enkapsulasi semakin meningkat dengan semakin besar perbandingan fasa minyak/air. Perubahan konsentrasi PLA dalam fasa minyak juga mempengaruhi ukuran dan % enkapsulasi. Semakin kecil konsentrasi PLA, semakin kecil dan seragam ukuran serbuk dan nilai % enkapsulasi juga makin kecil. Kondisi Fe3O4 juga mempengaruhi tingkat keberhasilan enkapsulasi. Sistem Fe3O4 ferrofluid menghasilkan serbuk dengan % enkapsulasi jauh lebih tinggi dibanding sistem Fe3O4 standar.
63 Enkapsulasi nanopartikel..., Evi Yulianti, FMIPA UI, 2008
64
5.2. Saran
Untuk memperoleh ukuran nanosfir yang lebih kecil, variasi formulasi emulsi perlu dilanjutkan dan variasi waktu sonikasi juga perlu dicoba.. Selain itu untuk meningkatkan kemagnetan nanosfir, komposisi awal nanopartikel : polimer perlu ditingkatkan lagi. Semua perlakuan ini disarankan dilakukan pada sistem Fe3O4 ferrofluid. Di samping itu, penelitian untuk uji aplikasi secara in vitro juga perlu dilakukan
Enkapsulasi nanopartikel..., Evi Yulianti, FMIPA UI, 2008
65
DAFTAR PUSTAKA
1. Pankhurst, Q.A., Connoly, J., Jones, S.K. and Dobson, J., Journal Physics. D: Applied Physics., 36 (2003) R167-R181 2. Tartaj Pedro, et. al., Journal Physics. D: Applied Physics, 36 (2003) R182-197 3. Gold, P., Nanoparticles Probe Biosystems, Materials Today, February 2004, 36-43 4. Skomski, R., Journal Physics Condensed Matter 15 (2003) R841R896 5. Horak, D., et. al., Macromoecul Material Engineering. 2004, 289, 341-348 6. Johnson, J., Magnetic Targeted Carriers : An Innovative Drug Delivery Technology, Magnetic Magazine 2004. 7. Hafeli U, Schutt W, Teller J, and Zborowski, Scientific and clinical application of magnetic carried, Plenum, New York, 1997 8. Herman, J., Bodmeier, R., Journal Pharmacy 45 (1998) 75 9. Lin, Y. S., et. al., Microencapsulation and Controlled Release of Insulin from Polylactic acid Microcapsules, Med. Devices Art. Org. 13 (1986) 187 10. Gupta, A. K., Gupta, M., Biomaterials 26 (2005) 3995-4021 11. Sugimoto T and Matijevic E.; J. Colloid Interface Science, 74, 227,
Enkapsulasi nanopartikel..., Evi Yulianti, FMIPA UI, 2008
66
1980 12. Feltin N. and Pileni M. P.; Langmuir 13, (1997) 3927. 13. Viau G, Fievet-Vincent F, and Fievet F.; Journal Materials Chemistry, 6, (1996) 1047 14. Rockenberger J, Scher AC and Alivisatos A.P., Journal American Chemical Society, 121, (1999) 11595, 15. Guerrero, D.G., et. al., Pharmaceut. Res. 15 (1998) 1056 16. Lee, S.J., et.al., Journal Colloids and Surface A: Physicochemical Engineering Aspects 255 (2005) 19-25 17. Arryanto, Y., Amini, S., Rosyid, M.F., Rahman, A., Arsanti, P., (2007) IPTEK Nano di Indonesia, Kedeputian Perkembangan Riptek, KNRT, Jakarta 18. Cao, G., Nanostructures & Nanomaterials, Synthesis, Properties & Applications, Imperial College Press, London, 2004 19. Rosen, M.J., Surfactant and Interfacial Phenomena, John Wiley & Sons, Inc., New York, 1978 20. Mason, T.J., Sonochemistry, Oxford University Press, New York, 1999 21. Jain. R.A., The Manufacturing Techniques of Various Drug Loaded Biodegradable PLGA Devices, Biomaterials 21; 2000, 24752490 22. Alger M.S.M; Polymer Science Dictionary, London; Elsevier Applied Science, 1989
Enkapsulasi nanopartikel..., Evi Yulianti, FMIPA UI, 2008
67
23. Perrin, D.E and English, J.P., Polyglycolide and Polylactide, Handbook of Biodegradable Polymers, A.J Domb, J. Kost, and M.W. Wiseman, Editors 1997, Hardwood Academic publishers, hal 2-27. 24. Mujamilah, Ridwan, dkk. Vibrating Sample Magnetometer (VSM) tipe Oxford 1.2.H, Prosiding Seminar Nasional Bahan Magnet I, 2000. 25. IAEA, Practical Aspects of Operating A Neutron Activation Laboratory, IAEA-TECDOC-564, Wina 1990 26. Sudaryanto, Mujamilah, Wahyudianingsih, Handayani, A., Ridwan dan Mutalib, A., Jurnal Sains Materi Indonesia, Vol. 8, No. 2, Februari 2007 hal 134-138. 27. Leamy, P.J., Preparation, Characterization, and in Vitro Testing of Poly(Lactide-co-Glycolide) and Dextran Magnetic Microspheres for in Vivo Applications, Doctoral Dissertation, University of Florida, 2003. 28. Affandi, S., Mujamilah, Kurniati, M., & Sudaryanto, Efek Kondisi Pembasahan dalam Pembentukan Nanosfir berbasis Oksida Besi & PLA, Jurnal Sains Materi Indonesia, Oktober 2007, hal. 156161. 29. Zhao, H., Gagnon, J., and Hafeli, U.O., Process and Formulation Variables in Preparation of Injectable and Biodegradable Magnetic Microspheres, Biomagnetic Research & Technology, vol.5 2007. 30. Gunawan, I., Karo, A. K .,& Sudirman, Modelling The Formation of Polylactide Microspheres, Jurnal Sains Materi Indonesia, Vol. 8, No. 2, Februari 2007. 31. Berkovski B., Bashtovoy V., Magnetic Fluids and Applications
Enkapsulasi nanopartikel..., Evi Yulianti, FMIPA UI, 2008
68
Handbook (New York; Begel House Inc.) 1996. 32. Cornell, R.M., Schwertmann, U., The Iron oxide, Structure, Properties, Reaction, Occurrences and Uses, Wiley-VCH, New York, 2003. 33. Sulungbudi, G.T., Mujamilah dan Ridwan, Variasi Basa pada Pembentukan Nanop[artikel Magnetik Oksida Besi, Jurnal Sains Materi Indonesia, Oktober 2007, hal. 132-135.
Enkapsulasi nanopartikel..., Evi Yulianti, FMIPA UI, 2008
69
LAMPIRAN
Enkapsulasi nanopartikel..., Evi Yulianti, FMIPA UI, 2008
70
Enkapsulasi nanopartikel..., Evi Yulianti, FMIPA UI, 2008
71
Lampiran 1. Gambar Alat XRD
Lampiran 2. Gambar Alat SEM
Enkapsulasi nanopartikel..., Evi Yulianti, FMIPA UI, 2008
72
Lampiran 3. Data JSPDS Fe3O4
Enkapsulasi nanopartikel..., Evi Yulianti, FMIPA UI, 2008
73
Lampiran 4. Lay-out teras reactor GA Siwabessy dengan berbagai posisi irradiasi.
Enkapsulasi nanopartikel..., Evi Yulianti, FMIPA UI, 2008
74
Lampiran 5. Data NAA hasil pengukuran kadar Fe terhadap nanosfir Fe3O4 + PLA Tabel 1. Nanosfir hasil variasi formulasi emulsi No.
Kadar Fe (mg Fe/kg sampel) 10420,00
Ketidakpastian
1
Volume fasa minyak (ml) 6
2
8
20190,00
4,44
3
10
21520,00
2,81
4
12
20670,00
9,71
5
14
30090,00
5,72
3,65
Tabel 2. Nanosfir hasil variasi konsentrasi PLA pada fasa minyak No.
Kadar Fe (mg Fe/kg sampel) 7732,00
Ketidakpastian
1
Konsentrasi PLA (% b/v) 1
2
2,5
13650,00
3,82
3
5
21520,00
7,19
4
7,5
16200,00
4,70
5
10
24080,00
6,26
3,71
Enkapsulasi nanopartikel..., Evi Yulianti, FMIPA UI, 2008
75
Tabel 3. Nanosfir hasil variasi kecepatan sentrifugasi No.
Kadar Fe (mg Fe/kg sampel)
Ketidakpastian
1
Kecepatan sentrifuge (rpm) 1000
85380,00
5,37
2
2000
75890,00
4,22
3
4000
58110,00
6,15
Enkapsulasi nanopartikel..., Evi Yulianti, FMIPA UI, 2008
76
Lampiran 6. Perhitungan kadar Fe3O4 dan % enkapsulasi a. perhitungan kadar Fe3O4 Contoh perhitungan: data pada Tabel 1, no. sampel 1. Kadar Fe hasil NAA
= 10420,00 mg/kg sampel = 10,42 g/kg sampel
BM Fe3O4
= 231,55 gram
BA Fe
= 55,85 gram
Kadar Fe3O4 dalam sampel
= kadar Fe hasil NAA x BM Fe3O4 3x BA Fe = 10,42 x (231,55/ 167,55) = 14,40 gram
b. Perhitungan % enkapsulasi: Komposisi Fe3O4 dan PLA adalah 1 : 5 Secara teori apabila Fe3O4 terenkapsulasi 100%, maka kadar Fe3O4 dalam nanosfir adalah 166,7 g/kg sampel. Jadi % enkapsulasi
= kadar Fe3O4 hasil NAA x 100% kadar Fe3O4 teori
Enkapsulasi nanopartikel..., Evi Yulianti, FMIPA UI, 2008
77
Lampiran 7. Spektrum infra merah PLA
Enkapsulasi nanopartikel..., Evi Yulianti, FMIPA UI, 2008
78
Lampiran 8. Spektrum infra merah nanosfir Fe3O4 + PLA
Enkapsulasi nanopartikel..., Evi Yulianti, FMIPA UI, 2008
79
Lampiran 9. Spektrum infra merah nanosfir Fe3O4 ferrofluid + PLA
Enkapsulasi nanopartikel..., Evi Yulianti, FMIPA UI, 2008