APLIKASI POLI(ASAM LAKTAT) SEBAGAI MIKROSFER PENGUNGKUNG OBAT SELEKOKSIB
LANY NURHAYATI
T P E R TA
B
NIAN
INSTI
TU
OG OR
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Aplikasi Poli(asam laktat) sebagai Mikrosfer Pengungkung Obat Selekoksib adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, 23 Januari 2008 Lany Nurhayati NIM G452050091
ABSTRAK LANY NURHAYATI, Aplikasi Mikrosfer Poli(asam laktat) sebagai Pengungkung Obat Selekoksib. Dibimbing oleh SUMINAR S. ACHMADI dan SUDARYANTO. Mikrosfer polimer biodegradabel, poli(asam laktat) (PLA) berisi selekoksib dibuat dengan metode penguapan pelarut dalam air. Mikrosfer yang dihasilkan dari metode ini homogen dan selekoksib terdistribusi di dalam matriks polimer. Parameter yang diamati adalah ukuran mikrosfer, efisiensi pengungkungan dan lepasan obat selekoksib secara in vitro. Pengamatan morfologi mikrosfer menggunakan scan electron microscope dan kristalinitasnya dengan XRD. Mikrosfer berisi obat diinkubasi dalam bufer fosfat + 2% Tween-80 pH 7.4, diperoleh lepasan awal yang meletus pada dua jam pertama diikuti dengan lepasan yang tetap sampai waktu inkubasi 24 jam. Hasil penelitian ini memperlihatkan ada pengaruh ukuran mikrosfer berisi obat selekoksib pada lepasan awal dari matriks polimer. Obat yang lepas dari mikrosfer dengan kandungan obat yang rendah (1% w/w) dipengaruhi oleh ukuran partikel. Naiknya kandungan obat dalam mkirosfer mulai 1% b/b sampai 5% b/b secara nyata obat lebih cepat lepas dari mikrosfer. Kata kunci: poli(asam laktat), mikrosfer, selekoksib, metode penguapan pelarut.
ABSTRACT Aplication of Polylactic Acid as Drug Loading Microsphere of Celexocib. Under the supervision of SUMINAR S. ACHMADI and SUDARYANTO Microsphere of a biodegradable polymer, poly(lactic acid) (PLA) containing celecoxib, were prepared by solvent evaporation method. Microspheres prepared using this technique were found homogeneous in distribution of celecoxib in the polymer matrix. The prepared microsphere were characterized for particle size, entrapment efficiency, and in vitro drug release. Surface morphology was studied by scanning electron microscopy, and cristalinity by X-ray diffraction. When placed in phosphate buffer (pH 7.4) containing 2% w/w Tween 80 solvent, there was an initial burst of drug release within the first two hours followed by constant drug release. This study demonstrated the effect of microparticle composition on the initial release rates of celecoxib from polymer matrices. However, drug release from microspheres with low drug content (1% w/w) was affected by the particle size. Increasing the drug content in the microspheres from 1% w/w to 5% w/w led to significantly faster drug release from microspheres. Keywords: poly(lactic acid), microspheres, celecoxib, solvent evaporation.
@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2008 Hak Cipta dilindungi Undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a) Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b) Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
APLIKASI POLI(ASAM LAKTAT) SEBAGAI MIKROSFER PENGUNGKUNG OBAT SELEKOKSIB
LANY NURHAYATI
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Departemen Kimia
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Illah Sailah, MS
Judul Tesis Nama NIM
: Aplikasi Poli(asam laktat) sebagai Mikrosfer Pengungkung Obat Selekoksib : Lany Nurhayati : G452060091
Disetujui Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Suminar S. Achmadi Ketua
Dr. Sudaryanto, MEng. Anggota
Diketahui Ketua Program Studi Ilmu Kimia,
Prof. Dr. Ir. Latifah K. Darusman, MS.
Tanggal Lulus:
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS.
Tanggal Ujian: 24 Januari 2008
PRAKATA Alhamdulillahirobbil’alamin, saya panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat, kehendak, dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah lepasan obat terkendali, dengan judul Aplikasi Poli(asam laktat) Mikrosfer
sebagai
Pengungkung Obat Selekoksib. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kimia Organik
IPB,
Laboratorium
PTBIN-BATAN,
Serpong.
Laboratorium
Bioteknologi Perkebunan Bogor dan Laboratorium Terpadu Analisis Kimia, Bogor. Waktu penelitian mulai bulan Februari 2007 dan berakhir pada bulan Desember 2007. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof. Dr. Ir. Suminar S. Achmadi dan Bapak Dr. Sudaryanto, MEng yang telah banyak memberi bimbingan dan saran dalam penulisan ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan juga kepada Program Penelitian Riset Unggulan Terpadu (RUT) tahun 2005 dan Prof. Dr. Hanny C. Wijaya sebagai ketua peneliti yang mensponsori penelitian ini. Khusus untuk suamiku (Kikin H. Rahmattullah) dan anak-anakku (Danty, Haikal, dan Raisha) yang telah mendoakan dan pengorbanannya yang luar biasa selama penulis menempuh studi. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Januari 2008 Lany Nurhayati
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 1 Desember 1968 dari ibu Hj. Tintin Djulaeha dan ayah H. Tama Soeparman. Penulis merupakan putri ketiga dari lima bersaudara. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Biologi, Fakultas MIPA Universitas Nusa Bangsa, Bogor, lulus pada tahun 1993. Tahun 1996 sampai sekarang penulis adalah staf pengajar Fakultas MIPA, Jurusan Biologi Universitas Nusa Bangsa, Bogor. Tahun 2005 penulis berkesempatan untuk melanjutkan studi di Program Studi Ilmu Kimia, Sekolah Pascasarjana IPB, dan mendapat beasiswa pendidikan pascarjana dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional, selama dua tahun.
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL …………………………………………………...……... DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………..... DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………................. PENDAHULUAN ……………………………………………………......... TINJAUAN PUSTAKA Poli(asam laktat) (PLA) ………………………………………................ Mikrosfer ......................………………………………………................ Polimer Biodegradabel……………………………………….................. Artritis reumatoid ..................................................................................... Selekoksib …………………………………………………………........
i i ii 1 3 5 7 8 9
BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat ………………………………………………................. Prosedur……………………………………………………….................
11 12
HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstrak Selekoksib dari Obat Celebrex …..…………..…….................... Pola Difraksi PLA BM 22000………………..… ...…………................. Mikrosfer PLA (BM 22000) ……………....…………………………… Kungkungan Selekoksib oleh Mikrosfer L-PLA (BM 39000) ................ Efisiensi Pengungkungan ……………………………………................. Uji Lepas Selekoksib dari Mikrosfer secara in vitro …………...............
17 18 18 20 23 24
SIMPULAN………………………………………………………………….
28
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………..
29
LAMPIRAN………………………………………………………………….
31
DAFTAR TABEL Halaman 1 2 3 4
Ciri fisik dan kimia dari PLA ……………………..................………... Ciri fisik dan farmakokinetik dari selekoksib …………….................... Hasil pengungkungan dari mikrosfer berisi obat……………………… Koefisien determinasi (R2) lepasan selekoksib dari mikrosfer …..........
5 10 23 26
DAFTAR GAMBAR Halaman 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Stereokimia asam D(-) laktat dan L(+) laktat …………............…......... Reaksi pembentukan poli(asam laktat) .....….. ……….…..................... Struktur kimia PLA ………. ………………………………….………. Ilustrasi struktur mikrosfer sebagai pengungkung obat ………............. Sendi normal dan RA …………………………………………………. Struktur selekoksib …………………………………………..………... Diagram alir lingkup penelitian ……………………………………….. Diagram alir proses pembuatan mikrosfer selekoksib ……….……….. Diagram alir proses pengujian mikrosfer selekoksib ……..................... Pola difraksi sinar-X selekoksib ….……………………..........…......... Celebrex, selekoksib, dan bahan pengisi obat ..………….….………... Pola difaksi sinar-X PLA BM 22000 …..………….………….………. Mikrosfer PLA (22000) PLA 5% dan PLA 10% hasil emulsifikasi ..... Mikrosfer PLA (BM 39000) .................................................................. Mikrosfer berisi selekoksib 0.10, 0.25, dan 0.50 g ................................ Pola difraksi Sinar-X dari mikrosfer berisi selekoksib ……….............. Lepasan obat dari mikrosfer MS 0.10, MS 0.25, dan MS 0.50 dalam medium bufer fosfat pH 7.4 ……..………………..…………………...
3 4 5 6 8 10 11 14 15 17 17 18 18 20 21 22 24
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 2 3 4 5 6 7 8
Kurva standar selekoksib dalam buffer fosfat+Tween 80 ….................. Hasil pengukuran absorbans selekoksib pada media bufer fosfat pH 7.4 + 2% Tween-80......... ............................…………………………...
30 30
Konsentrasi selekoksib (ppm) dalam media bufer fosfat + 2% Tween80 pH 7.4 ................................................................................................
32
Contoh perhitungan efisiensi pengungkungan ...………….................... Kurva standar selekoksib dalam metanol ............................................... Hasil pengukuran XRD dari PLA .......................................................... Hasil pengukuran XRD dari selekoksib ................................................. Hasil pengukuran XRD dari PLA dan selekoksib ..................................
32 32 33 34 35
PENDAHULUAN Latar Belakang Teknologi
mikrosfer
merupakan
salah
satu
alternatif
pengobatan
farmakoterapi yang tidak berhubungan langsung dengan gastrointestinal tetapi pengobatan melalui penyuntikan langsung ke bagian tubuh yang sakit. Selanjutnya formulasi obat yang terkungkung di dalam mikrosfer akan dilepaskan di bagian tubuh yang sakit. Mikrosfer adalah partikel bola yang berukuran mikron, dapat terbuat dari bahan keramik, kaca, atau polimer yang dapat digunakan untuk mengungkung gas, larutan, maupun padatan dalam bentuk senyawa organik maupun anorganik. Mikrosfer memiliki bidang aplikasi yang luas, bergantung pada jenis bahan pengungkung dan yang dikungkung, seperti untuk aplikasi di bidang kedokteran, pertanian, dan industri. Pengembangan berbagai mikrosfer
baru juga masih
banyak dilakukan baik dalam skala industri maupun akademik (Dagani 1994). Polimer biodegradabel seperti poli(asam laktat) (polylactid acid, PLA), poli(asam glikolat) (polyglycolic acid, PGA) dan derivatnya dapat terdegradasi dengan proses hidrolisis dalam tubuh dan tereksresi dalam waktu beberapa bulan (Ogawa 1995; Park 1995). Polimer biodegradabel ini juga tidak meracuni tubuh (biocompatible) dan telah banyak digunakan dalam bidang kedokteran seperti untuk sistem penyampaian obat (drug delivery system, DDS) (Ogawa 1995) dan benang bedah. Maka pengembangan mikrosfer berbasis PLA sangat menarik untuk dilakukan. Rheumatoid arthritis (RA) adalah penyakit autoimun yang menyerang persendian, karena sel-sel pada sistem kekebalan tidak berfungsi dengan baik. RA dapat menyerang persendian tubuh, tetapi terutama pada bagian pergelangan tangan, jari tangan, dan kaki. RA adalah penyakit inflamasi pada persendian yang bersifat progresif, sistemik dan cenderung menjadi kronik. Rasa sakit atau nyeri sendi ini mengundang penderita untuk segera mengatasinya apakah dengan upaya farmakoterapi, fitoterapi, dan atau pembedahan. Farmakoterapi untuk RA adalah penggunaan obat anti-inflamasi non-steroid (AINS) (Lelo et al. 2003). Obat AINS umumnya diberikan sejak masa dini penyakit ini, dimasudkan untuk mengatasi rasa nyeri sendi akibat inflamasi. Keterbatasan dalam
penggunaan AINS adalah toksisitasnya. Toksisitas AINS yang paling sering dijumpai adalah efek samping saluran cerna (gastrointestinal) seperti mual, kejang perut, mencret, nafsu makan berkurang, dan nyeri ulu hati. Untuk pasien yang sensitif digunakan preparat AINS dalam bentuk supositoria atau bentuk salut enterik. Preparat bentuk ini kurang berpengaruh pada mukosa lambung dibandingkan dengan preparat biasa, tetapi tetap memiliki efek sistemik terutama pada
pasien
yang
telah
memilki
gangguan
gastroduodenal
(http://www.cigp.org/index). Berbagai uji klinik pada penderita RA menunjukkan bahwa AINS berkhasiat dalam mengurangi nyeri rematik (Bensen et al. 1999 dalam Lelo et al. 2003). Celebrex mengandung selekoksib, yaitu obat AINS yang sangat efektif mengurangi nyeri dan imflamasi pada penderita RA (Simon et al. 1999 dalam Lelo et al. 2003). Bentuk sediaan dengan sistem lepasan obat terkendali merupakan alternatif yang dapat digunakan untuk menjaga kadar terapi obat yang terus-menerus secara berangsur. Pengobatan RA dengan teknologi mikrosfer ini, sebelumnya telah diteliti oleh Thakkar et al. (2005) dengan menggunakan mikrosfer berbahan dasar albumin sebagai pengungkung obat. Akan tetapi pengembangan untuk menciptakan bahan lain yang lebih stabil dan dapat menyampaikan obat ke target secara tepat masih diperlukan. Salah satu alternatifnya adalah menggunakan polimer biodegradabel. Tujuan dan Manfaat Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui lepasan obat selekoksib dari mikrosfer poli(asam laktat) secara in vitro. Parameter yang diamati adalah bentuk, ukuran mikrosfer, efisiensi pengungkungan, dan lepasan obat secara in vitro. Hipotesis Hipotesis penelitian ini adalah PLA merupakan polimer yang dapat dibuat dalam bentuk mikrosfer sebagai pengungkung obat selekoksib dan melepaskannya secara berangsur.
TINJAUAN PUSTAKA Poli(asam laktat) (PLA) Poli(asam laktat) (polylactic acid, PLA) adalah polimer biodegradabel dan bioresorbable (dapat diuraikan oleh sistem hayati). Sifat bioresorbable ini memiliki peran penting dalam aplikasi sistem penyampaian obat melalui pelepasan obat secara terus-menerus (sustained release). Kemampuan mekanisme dan absorpsinya menjadikan PLA calon ideal untuk implantasi tulang atau jaringan-jaringan lunak (seperti ortopedi, ortodontis, pelepasan obat anti kanker) dan benang bedah. Mekanisme, farmakologi dan bioabsorpsi PLA bergantung pada parameter-parameter pengendali seperti komposisi kimia dan bobot molekulnya. PLA akan terbiodegradasi menjadi air, karbon dioksida dan material organik (Balkcom et al. 2002). PLA tersusun dari monomer-monomer asam laktat yang disatukan secara langsung dari asam laktat maupun secara tidak langsung melalui pembentukan laktida (dimer asam laktat). Asam laktat adalah senyawa asam hidroksi yang paling sederhana yang memiliki atom karbon asimetris. Asam ini bisa dihasilkan dari fermentasi karbohidrat oleh bakteri dalam bentuk asam L-laktat dan asam Dlaktat (Hartman 1998, diacu dalam Touminen 2003) (Gambar 1). O
O
HO
HO C
H3C
OH
H D(-)laktat
C
H
OH
CH3 L(-)laktat
Gambar 1 Stereokimia asam D (-) laktat dan L (+) laktat Polimerisasi asam laktat menjadi PLA pada dasarnya dapat dikerjakan dengan dua cara, yaitu polimerisasi langsung dari monomer asam laktat (polikondensasi) atau melalui pembukaan cincin laktida (ring opening polymerization, ROP) (Gambar 2). Polimerisasi melalui pembukaan cincin laktida memang secara luas dipraktikkan di industri (Dutkiwicz et al. 2003), namun cara ini memerlukan peralatan yang rumit. Polikondensasi dapat dilakukan secara curah, tetapi memiliki kelemahan berupa terjadinya reaksi pesaing, yaitu
pembentukan laktida dan secara bersamaan juga dengan proses degradasinya. Oleh sebab itu, polikondensasi sebaiknya dilakukan dalam larutan (Enomoto et al. 1994, Ohta et al. 1996). O CH3 O
CH3
PbO O
O
100-300 oC
O
OH
HO
H3C
CH3
O
n
n O
O
CH3
Laktida
O
Poli(asam laktat)
Gambar 2 Reaksi pembentukan poli(asam laktat) Keberadaan gugus hidroksil dan karboksil pada asam laktat membuat asam laktat dapat diubah secara langsung menjadi poliester melalui reaksi polikondensasi
konvensional.
Namun,
reaksi
polimerisasi
polikondensasi
konvensional asam laktat ini memerlukan waktu lama untuk memperoleh bobot molekul yang tinggi. Reaksi esterifikasi sendiri merupakan reaksi kesetimbangan sehingga
molekul
air
yang
terbentuk
harus
disingkirkan
agar
reaksi
polikondensasi dapat terus berjalan ke kanan. Ketidaksempurnaan penyingkiran molekul air bahkan dapat menyebabkan terhidrolisisnya PLA yang terbentuk. Reaksi polikondensasi konvensional menghasilkan PLA yang getas (brittle) (Södergård & Stolt 2002). Metode ROP ditemukan oleh Carother et al. pada tahun 1932. Metode dualangkah ini menghasilkan polimer dengan bobot molekul tinggi. Laktida sebagai hasil antara, merupakan dimer asam laktat siklik, yang dibentuk pada langkah pertama melalui kondensasi menghasilkan air yang kemudian diuapkan saat berlangsungnya reaksi oligomerasi. L-asam laktat, D-asam laktat, atau campuran keduanya membentuk oligomer PLA dengan bobot molekul rendah, yang kemudian
didepolimerisasi
melalui
reaksi
internal
esterifikasi.
Selama
depolimerisasi, laktida dalam ketiga bentuk stereoisomer, L-laktida, D-laktida, DL-laktida (50:50 campuran isomer L dan D), atau monomer meso-laktida diubah menjadi poliester dengan bobot molekul tinggi melalui polimerisasi ROP.
CH3
O
CH3
O
OH
HO
O
n O
CH3
O
Gambar 3 Struktur kimia PLA Hasil sintesis PLA melalui reaksi polikondensasi azeotropik memiliki ciri fisik dan kimia, terdapat pada Tabel 1. Tabel 1 Ciri fisik dan kimia PLA melalui reaksi polikondensasi azeotropik* Bobot molekul Absorbans (nm) Pelarut Ciri fisik Nilai Tm (oC) Nilai Tg (oC) * Hasibuan (2006)
22000 242 kloroform serbuk putih kekuning-kuningan 146.4 40–60 Mikrosfer
Mikrosfer ialah partikel kecil berbentuk bola dengan ukuran 0.5–100 µm, yang terbuat dari bahan kaca, keramik, atau polimer sebagai pengungkung gas, larutan, maupun padatan dalam bentuk senyawa organik atau anorganik (Dagani 1994). Saat ini, mikrosfer radioaktif yang telah digunakan dalam kedokteran nuklir terbuat dari kaca sebagai bahan pengungkung dan itrium-90 atau fosforus32 sebagai radionuklida yang dikungkung. Akan tetapi, bahan pengungkung yang terbuat dari kaca ini akan tetap tertinggal dalam waktu yang lama sekalipun proses radioterapi telah selesai, karena tidak dapat diserap oleh tubuh. Mikrosfer dapat dibuat dengan berbagai metode, seperti emulsifikasi, pemisahan fase, dan pengering semprot (spray drying). Pembuatan mikrosfer dengan metode emulsifikasi mempunyai keuntungan lebih, yaitu akan mendapatkan mikrosfer dengan diameter sesuai dengan yang diinginkan sehingga dapat digunakan sebagai pengungkung obat, diilustrasikan pada Gambar 4.
Gambar 4 Ilustrasi struktur mikrosfer sebagai pengungkung obat (Puri 2007) Pencirian mikrosfer yang dihasilkan dari berbagai metode pembuatan di atas, di antaranya dapat dilakukan dengan menggunakan scanning electron microscope (SEM) untuk mengetahui diameter mikrosfer yang dihasilkan, difraktometer Sinar-Ray (XRD) untuk mengetahui kristalinitas mikrosfer, differential scanning calorimetry (DSC) untuk analisis termal, kromatografi permeasi gel (GPC) yang merupakan teknik standar untuk mengukur massa molar rerata dan distribusi massa molar dari polimer, dan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) untuk menentukan konsentrasi asam laktat yang terbentuk dari degradasi polilaktat. Bergantung pada jenis dan sifat zat pengungkung dan zat yang dikungkung, mikrosfer memiliki aplikasi yang luas dalam bidang kedokteran, pertanian, dan industri. Mikrosfer juga dapat dimanfaatkan sebagai DDS dalam tubuh (Ogawa 1995). Khusus untuk aplikasi pembawa obat, mikrosfer mempunyai kemampuan unik, antar lain karena ukurannya yang relatif kecil (lebih kecil dari ukuran sel darah) sehingga dapat diberikan langsung secara oral atau melalui jaringan darah langsung menuju pusat sakit. Keunggulan lain adalah sifat lepasan obatnya dalam tubuh dengan jumlah yang tetap sehingga cocok untuk membawa obat-obat yang dibutuhkan bagi tubuh yang sakit dalam jumlah yang tetap dan terus menerus seperti hormon. Saat ini penggunaan mikrosfer sebagai DDS telah banyak diaplikasikan. Contohnya untuk enkapsulasi vaksin tetanus taksoid (Xing et al. 1999), penggunaan dalam sistem lepasan protein dalam tubuh (Park 1995).
Penggunaan polimer biodegradabel seperti poli(asam laktat) (polylactic acid, PLA), poli(asam glikolat) (poyiglycolic acid, PGA), dan derivatnya sedang dikembangkan, karena memiliki banyak keuntungan, seperti dapat didegradasi oleh proses hidrolisis dalam tubuh dan dalam waktu sekitar satu bulan akan diserap sehingga tidak meracuni tubuh (biocompatible). Pengembangan mikrosfer masih terus dalam proses penelitian agar dapat diaplikasikan dan diproduksi oleh industri. Penelitian tentang mikrosfer akan terus berkembang sampai ditemukan mikrosfer yang benar-benar efektif mengungkung formula obat sampai ke target sasaran tanpa efek samping, proses sintesis yang mudah dan cepat, serta dengan peralatan dan biaya yang murah. Polimer Biodegradabel Biodegradasi merupakan peristiwa terurainya senyawa menjadi senyawasenyawa lain yang lebih sederhana yang terjadi karena sebab-sebab alami, seperti proses fotodegradasi (degradasi yang melibatkan cahaya dan kalor), degradasi kimiawi (hidrolisis), degradasi oleh bakteri dan jamur, degradasi enzimatik, dan degradasi mekanik (angin, abrasi), atau gabungan dari beberapa sebab. Polimer yang berasal dari alam maupun sintetik dapat terdegradasi dalam tubuh melalui reaksi hidrolisis secara enzimatik, non-enzimatik atau gabungan keduanya tanpa menghasilkan dampak yang merugikan dan pada akhirnya akan musnah melalui jalur eksresi biasa. Berbagai jenis polimer biodegradabel baik yang berasal dari alam maupun sintetik telah dikaji untuk sistem penyampaian obat dalam waktu yang lama. Hanya sedikit di antaranya yang benar-beanr biokompatibel. Polimer biodegradabel alami seperti serum albumin sapi (BSA), serum albumin manusia (HSA), kolagen, gelatin, dan hemoglobin telah dipelajari untuk digunakan dalam sistem penyampaian obat. Akan tetapi, penggunaan bahan-bahan tersebut masih sangat terbatas dan harganya relatif mahal, serta masih diragukan kemurniannya (Jalil & Nixon 1990). Para peneliti mulai mengalihkan perhatiannya untuk meneliti polimer sintetik yang dapat digunakan untuk menggantikan penggunaan polimer alam, seperti
poliamida,
poliortoester,
poli(asam
poliuretan,
dan
amino),
polialkil-α-sianoakrilat,
poliakrilamida.
Polimer
sintetik
poliester, memiliki
keuntungan lebih besar di antaranya, sifatnya dapat dimodifikasi, lebih dapat
diprediksi, lebih seragam, dan bebas dari masalah immunogenisitas. Di antara polimer tersebut, polilaktat (PLA), poliglikolat (PGA), khususnya polilaktatglikolat (PLGA) paling disukai dan telah diproduksi secara besar karena keistimewaan sifat biodegradabel dan biokompatibelnya. Arthritis Reumatoid Rhematoid arthritis (RA) adalah penyakit autoimun yang menyerang persendian, karena sel-sel pada sistem kekebalan tidak berfungsi dengan baik. RA (rematik) dapat menyerang persendian tubuh, tetapi terutama pada bagian pergelangan tangan, jari tangan, dan kaki. RA adalah penyakit inflamasi pada persendian yang bersifat progresif, sistemik dan cenderung menjadi kronik, ditandai dengan pembengkakan, sakit, dan kemerahan pada daerah sendi (Gambar 5). Pembengkakan dapat terjadi juga di jaringan sekitar sendi yaitu tendon, ligament, dan otot.
Gambar 5 Sendi normal dan RA Penderita RA memiliki autoantibodi yaitu suatu immunoglobulin M (IgM) yang timbul setelah rangsangan antigen primer, dan terakhir menghilang pada masa menjadi tua. RA memiliki faktor reumatik, merupakan salah satu antibodi dari kelas IgM. Rasa sakit atau nyeri sendi sering menjadi penyebab gangguan aktivitas sehari-hari penderita. Hal ini mengundang penderita untuk segera mengatasinya apakah dengan upaya farmakoterapi, fitoterapi, dan atau pembedahan. Farmakoterapi untuk RA adalah penggunaan obat anti-inflamasi non-steroid (AINS) (Lelo et al. 2003). Obat AINS umumnya diberikan sejak masa dini
penyakit ini, dimasudkan untuk mengatasi rasa nyeri sendi akibat inflamasi. Keterbatasan dalam penggunaan AINS adalah toksisitasnya. Toksisitas AINS yang paling sering dijumpai adalah efek samping gastrointestinal, terutama jika digunakan bersama obat lain, alkohol, kebiasaan merokok, atau dalam keadaan stres. Bagi pasien yang sensitif dapat digunakan preparat AINS dalam bentuk supositoria atau bentuk salut enterik. Preparat dalam bentuk ini, kurang berpengaruh pada mukosa lambung dibandingkan dengan preparat biasa. Obat AINS dalam bentuk ini seringkali dianggap kurang menyebabkan timbulnya iritasi saluran cerna (gastrointestinal) akibat kontak langsung dengan mukosa gastroduodenal. Umumnya obat dalam bentuk ini tetap memiliki efek sistemik terutama pasien yang telah memiliki gangguan gastroduodenal (http://www.cigp.org/index). Selekoksib Celebrex merupakan suatu obat anti-inflamasi non steroid, yang memiliki aktivitas antiinflamasi, analgesik, dan antipiretik. Mekanisme kerjanya adalah menghambat sintesa prostaglandin, terutama melalui penghambatan cyclooxygenase-2(COX-2). Di Indonesia produk ini mendapat persetujuan izin edar tahun 1999 setelah melalui proses evaluasi efikasi, keamanan dan mutu oleh Komite Nasional Penilai Obat Jadi (Komnas POJ) Badan POM. Indikasi yang disetujui adalah meringankan gejala osteoartritis (dosis 200 mg/hari dalam dosis tunggal atau dosis terbagi dua) dan rematoid artritis pada dewasa (dosis 100 sampai 200 mg, 2 kali per hari) sedangkan untuk indikasi mengurangi adenomatous colorectal polyps in familial adenomatous polyposis, nyeri akut, dan dismenore primer tidak disetujui (Badan Pengawas Obat dan Makanan 2005). Celebrex adalah nama dagang yang dipakai untuk obat atrtritis, mengandung selekoksib, pertama kali diperkenalkan oleh Pfizer (Wikipedia 2007). Selekoksib memiliki rumus kimia (IUPAC) 4-[5-(4-metilfenil)-3(trifluorometil)pyrazol-1-il]benzensulfonamida dengan rumus struktur kimia terlihat pada Gambar 6. Selekoksib digunakan secara luas sebagai obat reumatoid artritis dan osteoartritis. Selekoksib kurang larut dalam air (3-7 µL-1 pada suhu 40 o
C dan pH 7) tetapi dapat larut dalam kloroform dan metanol. Kelarutannya
rendah dalam cairan gastrointestinal yang membatasi tingkat penyerapan. Ciri fisik dan farmakokinetik dari selekoksib dapat dilihat pada Tabel 2. O
H2N S
O N N
CF3
H3C
Gambar 6 Struktur selekoksib (Wikipedia 2007) Tabel 2 Ciri fisik dan farmakokinetik selekoksib* Bobot molekul (g/mol) Bentuk fisik Titik leleh (oC) Waktu paruh (t ½) Pengikatan protein (%) Metabolisme Ekskresi
381.373 serbuk kristal berwarna kuning 157–168 11 jam 97 (terutama pada albumin) hati ginjal (27%) dan feses (57%)
* Wikipedia, 10-2-2007 Spektrum inframerah selekoksib terlihat jelas di daerah bilangan gelombang 3160 dan 3260 cm-1, masing-masing untuk regangan –NH simetrik dan asimetrik. Ciri lain dari selekoksib ialah pita serapan dengan bilangan gelombang 1150 dan 1340 cm-1, regangan S=O simetrik dan asimetrik, gugus –NH pada bilangan gelombang 1560 cm-1, dan gugus –CH aromatik pada bilangan gelombang 780 cm-1. Puncak khas selekoksib berdasarkan hasil pengukuran XRD terdapat pada 14.8, 16.0, 21.6, 22.3, 23.5 dan 25.4o. Dari hasil pemeriksaan dengan SEM, selekoksib memperlihatkan struktur kristalin (Sinha et al. 2007).
BAHAN DAN METODE Bahan Bahan yang dipergunakan dalam penelitian ini antara lain poli(asam laktat) dalam wujud serbuk dengan bobot molekul (BM) 22000 dan dalam bentuk pelet (Wako-Jepang) dengan BM 39000, kalium hidroksifosfat (KH2PO4) 0.2 M, natrium hidroksida (NaOH) 0.2 M, polivinil alkohol (PVA) dengan BM 72000 diperoleh dari Merck, bufer fosfat (pH 7.4), Tween-80, dan obat antiartritis Celebrex 200 mg. Alat Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini dibagi 3 kelompok, yaitu yang terkait dengan proses pembuatan mikrosfer, di antaranya adalah peralatan kaca, pengaduk, pengering, penyaring. Peralatan untuk ciri meliputi SEM Philip Type 505, XRD Shimadzu. Peralatan untuk uji lepasan berupa shaker inkubator Buchi, sentrifus Eppendorf, dan spektrofotometer Shimadzu-UV 1700. Lingkup Penelitian Lingkup penelitian yang dilakukan mengikuti alur seperti pada Gambar 7: PLA BM 22000 (hasil sintesis)
PLA BM 39000 (komersial)
Pembuatan mikrosfer
Uji Lepasan Obat Selekoksib dari Mikrosfer
Uji bentuk dan morfologi mikrosfer dengan SEM
Selekoksib diukur absorbans pada λ 250 nm
Gambar 7 Diagram alir lingkup penelitian
Prosedur Pembuatan Larutan PLA 10% Sebanyak 10 gram PLA ditimbang dalam wadah tabung kaca, kemudian ditambahkan kloroform hingga bobotnya 100 g. Larutan ini dikocok perlahan hingga PLA larut sempurna. Pembuatan Larutan PVA 5% Sebanyak 5 gram PVA dilarutkan sedikit demi sedikit ke dalam 90 ml akuades yang dipanaskan pada suhu 60oC hingga larut sempurna. Larutan ini kemudian ditambah akuades hingga volumenya tepat 100 ml. Ekstrak Selekoksib dari obat Celebrex Sebanyak lima kapsul Celebrex dilarutkan dengan metanol untuk memisahkan bahan aktif selekoksib dengan bahan pengisi obat. Kemudian diendapkan selama 24 jam, setelah itu dipisahkan antara larutan dan endapannya. Larutan yang telah dipisahkan dikeringudarakan selama 24 jam untuk menguapkan metanol sehingga diperoleh serbuk putih, kemudian diukur kristalinitasnya menggunakan XRD dan difoto SEM. Pembuatan Mikrosfer Mikrosfer dibuat dengan metode penguapan pelarut dalam air (solvent evaporation method) (Benita 1984, diacu dalam Sudaryanto 2003). Sebanyak 0.1 gram serbuk obat selekoksib ditambahkan ke dalam larutan PLA 10 %, lalu campuran ini diemulsikan dalam 10 mL PVA 5 % menggunakan motor pengaduk dengan kecepatan 1000 rpm selama 5 menit; mikrosfer obat yang dihasilkan merupakan MS 0.10. Dibuat MS 0.25 dan MS 0.50 untuk konsentrasi obat masing-masing 0.10 g, 0.25 gram dan 0.50 gram. Sebagai pembanding dibuat mikrosfer tanpa obat (mikrosfer kosong (MSo)). Emulsi tadi didispersikan ke dalam gelas piala 1 L yang berisi 500 mL akuades sambil diaduk menggunakan motor pengaduk dengan kecepatan putaran 1000 rpm. Pengadukan dilakukan selama 60 menit untuk menguapkan kloroform. Setelah itu campuran didekantasi hingga mikrosfer PLA yang terbentuk mengendap. Endapan kemudian dicuci dengan 300 mL akuades untuk menghilangkan PVA yang menempel pada
permukaan mikrosfer. Setelah itu endapan mikrosfer disentrifus dan disaring untuk memisahkannya dari air, lalu dibilas sebanyak tiga kali dengan akuades. Mikrosfer PLA yang didapat dikering-udarakan selama 24 jam, selanjutnya dikeringkan dalam oven pada suhu 40 oC selama 60 menit untuk menghilangkan residu pelarut yang tidak diinginkan yang mungkin masih melekat pada mikrosfer (Gambar 8). Mikrosfer PLA yang sudah dikeringkan selanjutnya digunakan untuk uji in vitro. Pembuatan Bufer Fosfat pH 7.4 Untuk pengujian mikrosfer selekoksib secara in vitro, dibuat larutan bufer fosfat pH 7.4, yang dapat disiapkan dengan melarutkan 50 ml KH 2PO4 0.2 M, 12.60 ml NaOH 0.2 M, dan 2 gram Tween-80 dalam 200 ml akuades. Larutan diukur pH-nya, bila pH > 7.4 maka ditambahkan asam fosfat (H 3PO4), namun bila pH < 7.4 maka ditambah NaOH hingga pH mencapai 7.4. Pengamatan Morfologi Mikrosfer Beberapa miligram mikrosfer dikeringkan hingga bebas air dan molekul lain yang dapat menguap ketika ditembakkan elektron, selanjutnya mikrosfer diletakkan pada plat alumunium yang memiliki dua sisi kemudian dilapisi dengan lapisan emas setebal 48 nm. Sampel yang telah diamati menggunakan SEM dengan tegangan 22 kV dan perbesaran 1250 dan 2500 × (Gambar 8 dan 9). Analisis Kristalinitas Mikrosfer Kristalinitas dianalisis untuk mengetahui ciri mikrosfer yang dihasilkan dengan menggunakan XRD (Gambar 8).
Konsentrasi selekoksib tertentu
Dicampurkan ke dalam 10 mL PLA 10 %
Diemulsikan ke dalam 10 ml PVA 5% Didispersikan ke dalam 500 ml akuades Kloroform diuapkan
Didekantasi
Dibilas dengan 300 ml akuades PVA tercuci Disaring Air dipisahkan Dikeringudarakan selama 1 hari dan dikeringkan dalam oven pada suhu 40 oC selama 1 jam
Mikrosfer berisi selekoksib siap diuji
Dilakukan uji SEM dan XRD
Gambar 8 Diagram alir proses pembuatan mikrosfer berisi selekoksib.
2.5 mg mikrosfer berisi selekoksib
Diinkubasi dalam 50 mL larutan bufer fosfat pH 7.4 + 2 % Tween-80 pada 37oC selama 0, 1, 2, 4, dan 24 jam.
Pada jam- jam tersebut sampel dikeluarkan dari inkubator
Disentrifus
Supernatan diuji laju lepasan obat dengan UV-visibel
Endapan dibilas 2x dengan akuades
Dikeringkan
Uji bentuk dan morfologi dengan SEM
Gambar 9 Diagram alir proses pengujian mikrosfer berisi selekoksib.
Efisiensi Pengungkungan Ditimbang sejumlah mikrosfer disuspensikan ke dalam 0.1 N HCl dan didiamkan selama 24 jam. Larutan ini didispersikan ke dalam kloroform dengan cara dikocok untuk mengekstraksi selekoksib. Ekstrak organik dievaporasi sampai kering dan residunya dilarutkan dalam metanol. Absorbans larutan hasil diukur pada panjang gelombang 250 nm menggunakan spektrofotometer Shimadzu-UV 1700 untuk menentukan jumlah selekoksib yang terdapat dalam mikrosfer (Thakkar et al. 2005). Efisiensi pengungkungan (%) = konsentrasi obat yang terkungkung × 100 % konsentrasi obat awal Lepasan Obat secara in Vitro Lepasan obat dari mikrosfer ditentukan menggunakan bufer fosfat (pH 7.4) yang mengandung 2% b/b Tween-80 sebagai medium lepasan obat. Ditimbang sejumlah mikrosfer, ekuivalen 2.5 mg selekoksib, dilarutkan dalam 50 mL medium larutan dalam gelas piala 100 mL dan diaduk dengan kecepatan 50 rpm dalam penangas termostat pada suhu 37 oC. Dua milliliter sampel diambil dengan interval waktu 0, 1, 2, 4, dan 24 jam dan disentrifus dengan kecepatan 5000 rpm. Dipipet 0.5 mL supernatan diencerkan 10x, dan absorbans dari larutan hasil diukur pada panjang gelombang 250 nm, dengan larutan medium (bufer fosfat + Tween-80) sebagai blanko (Thakkar et al. 2005) (Gambar 9). Laju lepasan obat diketahui melalui persamaan laju reaksi orde nol dan orde pertama. Koefisien determinasi (R2) dihitung dari orde nol dengan memplot jumlah lepasan obat terhadap waktu, orde pertama memplot log sisa obat dalam PLA terhadap waktu. R2 mendekati nilai 1 menunjukkan bahwa setelah lepasan awal, lepasnya obat dari mikrosfer diikuti oleh mekanisme difusi yang terkontrol. Orde nol
:
Mt = kt
Orde pertama :
ln(100 – Mt) = ln 100 – kt
Mt adalah jumlah obat yang dilepaskan, k adalah konstanta dan t adalah waktu.
HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstrak Selekoksib dari Obat Celebrex Obat Celebrex memiliki kandungan bahan aktif selekoksib dan bahan pengisi obat. Obat diekstraksi dengan metanol untuk menghasilkan bahan aktif selekoksib dan diukur kristalinitasnya menggunakan XRD (Gambar 10). Puncak khas selekoksib berdasarkan hasil pengukuran XRD menunjukkan 14.8, 16.0, 21.6, 22.3, 23.5, dan 25.4o sesuai dengan laporan Sinha et al. (2007). 300
250
intensitas
200
150
100
50
0 0
10
20
30
40
50
60
2 tetha
Gambar 10 Pola difraksi sinar-X selekoksib Foto menggunakan scanning electron microskop (SEM) seperti terlihat pada Gambar 11. Ukuran selekoksib ± 10 µm dan bahan pengisi obat > 10 µm.
(a) (b) (c) Gambar 11 (a) obat Celebrex, (b) selekoksib, (c) bahan pengisi obat Perbesaran SEM 2500X
Pola difraksi PLA (BM 22000) Gambar 12 menunjukkan pola difaksi PLA hasil sintesis yang bobot molekulnya 22000. PLA ini memiliki puncak khas 16.6, 18.9 dan 22.26o. Pola difraksi ternyata mempermudah membedakan antara PLA dengan selekoksib yang telah dibuat mikrosfer. 1800
1600
1400
intensitas
1200
1000
800
600
400
200
0 0
10
20
30
40
50
60
70
80
2 tetha
Gambar 12 Pola difaksi sinar-X PLA BM 22000 Mikrosfer PLA (BM 22000) Mikrosfer yang dihasilkan dari proses emulsifikasi memiliki bentuk, permukaan, dan ukuran yang berbeda-beda. Konsentrasi PLA 5% menghasilkan mikrosfer (MS) dengan bentuk bulat, berlubang-lubang, pecah, dan memiliki permukaan yang berkerut serta ukuran yang tidak seragam, yaitu antara 10 dan 30 µm. Mikrosfer yang terbuat dari PLA 10% berbentuk bulat, sedikit berlubang, dan permukaan berkerut serta memiliki ukuran antara 10 dan 30 µm (Gambar 13 a dan b). Morfologi permukaan mikrosfer dilihat menggunakan SEM.
(a) (b) Gambar 13 Morfologi mikrosfer PLA (22000) (a) PLA 5%, (b) PLA 10% hasil emulsifikasi. Perbesaran SEM 1250X.
Mou (2003) melaporkan bahwa mikrosfer umumnya berbentuk bulat dan mempunyai permukaan yang halus. Ukuran mikrosfer dipengaruhi oleh konsentrasi PLA, PVA, nisbah volume air dan pelarut, serta kecepatan pengadukan. Konsentrasi PLA yang tinggi dipengaruhi oleh naiknya viskositas pada fase terdispersi sehingga penggabungan butiran-butiran yang terdispersi sangat mudah terbentuk (Divarnand et al. 2003). Konsentrasi PVA yang tinggi lebih memungkinkan untuk membentuk misel yang rapat di sekeliling mikrosfer PLA oleh karenanya ukuran mikrosfer lebih kecil (Mou 2003). Bertambahnya nisbah volume pelarut dan air memperlihatkan efek yang sama yaitu menaikkan ukuran mikrosfer dan sebaliknya. Sudaryanto et al. (2003) mengemukakan bahwa kecepatan pengadukan yang tinggi menghasilkan ukuran mikrosfer semakin kecil. Gejala ini diperkirakan karena semakin tinggi kecepatan pengadukan, semakin kecil ukuran gelembung yang terbentuk atau semakin kecil ukuran partikel yang terdispersi dalam sistem emulsi sehingga semakin kecil ukuran mikrosfer yang terbentuk. Bentuk mikrosfer yang pecah dan berlubang disebabkan antara lain karena PLA bersifat getas pada suhu kamar sehingga mikrosfer tidak sempurna, nilai trasnsisi kaca di atas suhu fisiologis (37 oC), yaitu 40 oC dan karenanya secara alami bersifat seperti kaca (Jain 2000). Permukaan mikrosfer berlubang karena proses pengadukan dihentikan, di dalam gelembung kloroform masih terdapat air yang kemudian keluar bersama kloroform pada proses evaporasi. Berkerutnya permukaan mikrosfer karena PVA dalam air belum dapat membungkus gelembung kloroform pada proses emulsifikasi (Sudaryanto et al. 2003). Mikrosfer PLA (BM 22000) belum dapat digunakan sebagai pengungkung karena banyaknya lubang sehingga obat, gas, hormon, atau vaksin yang ditambahkan pada proses pembuatan mikrosfer tidak dapat dikungkung karena banyak yang lolos sebelum sempat dikungkung. PLA BM 22000 ini perlu dioptimasi sebagai mikrosfer pengungkung. Perbandingan bentuk dan ukuran serta tampilan mikrosfer PLA BM 22000 sangat berbeda dengan PLA BM 39000 (Gambar 14). Morfologi dan distribusi ukuran mikrosfer dengan pengadukan selama 5 menit dan kecepatan putaran 1000 rpm menghasilkan bentuk mikrosfer yang bulat dan rata, tidak berkerut dan tidak
berlubang serta memiliki ukuran 10-50 µm. Sudaryanto et al. (2003) melaporkan ukuran mikrosfer BM 39000 yang dihasilkan memiliki ukuran 10-100 µm. Lebarnya rentang ukuran mikrosfer ini menyulitkan pengamatan perubahan bentuk mikrosfer sehingga diperlukan pemisahan ukuran mikrosfer dengan cara menyaring menggunakan penyaring berukuran 100 mesh. Penyaringan bertujuan mendapatkan mikrosfer dengan ukuran dan bentuk yang seragam. Penggunaan penyaring berukuran 100 mesh berhubungan dengan aplikasi mikrosfer sebagai pengungkung dalam sistem penyampaian obat yang disuntikkan langsung melalui pembuluh darah atau ke target sakit.
Gambar 14 Mikrosfer PLA (BM 39000). Perbesaran SEM 1250 X Kungkungan Selekoksib oleh Mikrosfer L-PLA (BM 39000) Pengungkungan obat dalam mikropartikel dapat diperoleh melalui dua metode yaitu pertama, bercampurnya obat pada saat pembuatan mikropartikel atau kedua, yaitu adsorbing. Sebagian besar obat dapat dikungkung dengan metode gabungan tadi selain oleh adsorpsi. Couvreur et al. dalam Puri (2007) melaporkan bahwa kemampuan adsorpsi berhubungan dengan sifat hidrofob dari polimer dan area spesifik dari mikropartikel. Formulasi mikrosfer dengan selekoksib 0.10 g (MS 0.10), 0.25 g (MS 0.25) dan 0.50 g (MS 0.50) menghasilkan bentuk-bentuk mikrosfer yang bulat, permukaan halus dan terdapat sedikit berlubang, tetapi tidak mempengaruhi distribusi ukuran partikel mikrosfer (Gambar 15). Hasil ini didukung oleh pernyataan Porjazoska et al. (2004), yaitu mikrosfer kopolimer poli(DL-laktidaco-glikosida)(PLLGA) dan poli(L-laktida-co-glikosida)(PDLLGA) tanpa obat memiliki bentuk bulat dan tidak berpori, dan mikrosfer dengan obat berbentuk
bulat dan sedikit berpori, tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan pada distribusi ukuran partikelnya dengan bobot molekul yang berbeda (nisbah DLLA/GA adalah 80/20). Dinarvand et al. (2003) menyatakan bahwa penambahan konsentrasi obat sampai 50 % menghasilkan permukaan mikrosfer tidak halus bahkan bisa saja tertutup oleh kristal obat atau partikel-partikel obat yang pecah.
(b)
(b)
(c) (d) Gambar 15 (a) Mikrosfer tanpa obat (b) Mikrosfer berisi selekoksib 0.10 g, (c) 0.25 g, (d) 0.50 g. Perbesaran SEM 1250 X. Menurut Puri (2007) ukuran partikel dipengaruhi oleh susunan molekul polimer dan interaksi antara obat dan polimer. Ukuran partikel kosong yang diperoleh lebih besar dibanding partikel yang berisi obat, terutama pada obat-obat yang kurang larut dalam air. Hal ini disebabkan hidrofobisitas polimer atau obat berpengaruh pada jumlah agregat partikel. Dijelaskan lebih lanjut, perubahan ukuran partikel berisi obat terjadi karena perubahan jumlah agregat polimer atau perubahan bobot jenis polimer sehingga terjadi kenaikan interaksi antara obat dan polimer yang menyebabkan bentuk partikelnya lebih padat dan kental. Kemudian ukuran partikel obat yang kecil menghasilkan pengungkungan obat sangat tinggi dan keberadaan obat berlebih tidak menyebabkan perluasan matriks polimer.
Pengungkungan obat yang sangat tinggi disebabkan oleh adanya interaksi antara obat dan polimer sehingga tidak ada obat yang larut dalam air, tercuci pada saat pembuatan partikel. Hal tersebut dapat dilihat pada lepasan obat yang selalu beragam tergantung pada kekuatan interaksi dan kemampuan polimer untuk menahan obat. Hasil penelitian ini menunjukkan ukuran mikrosfer berisi selekoksib beragam bergantung pada jumlah obat yang dikungkung. Diameter MS 0.10 dan MS 0.25 memiliki ukuran 10-30 µm karena kecepatan dan waktu putaran pada proses emulsifikasi dan evaporasi tetap sama. Sebaliknya MS 0.50 memiliki ukuran mikrosfer yang lebih kecil karena jumlah obat yang ditambahkan semakin banyak. Selain itu terdapat interaksi antara obat dan polimer, berupa ikatan hidrogen antara gugus –C=O dari PLA dengan gugus –NH2 dari selekoksib sehingga ukuran mikrosfer lebih kecil. Hasil ini didukung oleh hasil penelitian Puri (2007) bahwa ukuran pertikel poli(gliserol adipat) tanpa obat deksametason fosfat dan etoposid fosfat memiliki ukuran yang lebih kecil karena naiknya proses asilasi polimer. Keberadaan obat yang dikungkung dapat dilihat dari hasil pengukuran XRD. Terdapat puncak khas dari PLA, yaitu 16.7 dan 18.96o, sedangkan puncak khas selekoksib ialah 14.8, 21.5, 22.36, 23.45, 25.25, 25.39 o (Gambar 16). Hasil pengukuran XRD ini merupakan landasan utama untuk uji selanjutnya, yaitu uji lepas obat secara in vitro, sebagai pendukung analisis efisiensi pengungkungan. 600
PLA 500
Intensitas
400
300
200
Selekoksib 100
0 0
10,000
20,000
30,000
40,000
50,000
60,000
2 theta
Gambar 16 Pola difraksi sinar-X dari mikrosfer berisi selekoksib
Efisiensi Pengungkungan Efisiensi pengungkungan bertujuan mengetahui jumlah obat yang terdapat di dalam mikrosfer. Hasil penentuan kandungan obat dalam mikrosfer dari penelitian ini menyatakan bahwa hampir 60% obat dapat dikungkung oleh mikrosfer PLA 39000 (Tabel 3). Sebagaimana dinyatakan oleh Jones (2004), efisiensi pengungkungan dipengaruhi antara lain oleh kelarutan obat di dalam pelarut dan fase lanjut, konsentrasi polimer sebagai pengungkung, dan model penggabungan antara obat dan polimernya. Tabel 3 Hasil pengungkungan dari mikrosfer berisi selekoksib Sampel MS 0.10 MS 0.25 MS 0.50
Teoretis 9.09 20.00 33.33
Pengungkungan (%) Hasil Efisiensi 5.51 60.6 11.72 58.6 23.54 70.6
Nilai efisiensi tersebut memperlihatkan bahwa semakin banyak jumlah obat yang ditambahkan semakin banyak obat yang terkungkung di dalam mikrosfer. Hal ini disebabkan obat yang terkungkung di dalam mikrosfer tidak banyak hilang ketika proses pembuatan mikrosfer karena dipengaruhi oleh sifat kelarutan selekoksib yang rendah dalam air, tetapi larut dalam pelarut organiknya, yaitu kloroform dan metanol. Rendahnya efisisensi dapat disebabkan pada saat proses emulisifikasi, obat dapat berdifusi keluar ke dalam fase kontinu sehingga menghasilkan jeratan-jeratan dari obat yang hidrofilik cepat lepas diawal (efek meletus) (Jain 2000). Menurut Jain (2000) proses pembuatan mikrosfer secara emulsifikasi minyak/air (W/O) lebih banyak digunakan untuk enkapsulasi obat yang larut-lemak (lipid-soluble). Emulsi antara PLA dan obat lebih kental sehingga dapat mencegah larutnya selekoksib dalam fase internal (Thakkar et al. 2005). Selain itu obat yang dikungkung terjadi karena proses adsorpsi. Sebagian besar obat dapat dikungkung dengan cara metode penggabungan selain oleh adsorpsi. Kemampuan adsorpsi berhubungan dengan sifat hidrofob dari polimer dan area spesifik dari partikel. Meningkatnya efisiensi pengungkungan karena konsentrasi polimer meningkat (Puri 2007).
Lepasan Selekoksib secara in Vitro Hasil uji lepas obat in vitro menunjukkan meningkatnya lepasan selekoksib dari mikrosfer PLA dalam medium bufer fosfat pH 7.4 pada waktu inkubasi 1, 2, 4, dan 24 jam. Satu jam pertama terjadi lepasan obat secara eksponensial dan cenderung stabil sampai masa inkubasi 24 jam (Gambar 17). 3 konsentrasi (ppm)
2.5 2 1.5 1 0.5 0 0
5
10
15
20
25
waktu (jam) MS0.1
MS 0.2
MS 0.5
Gambar 17 Lepasan obat dari mikrosfer MS 0.10, MS 0.25, dan MS 0.5 dalam medium bufer fosfat + 2% Tween-80 pH 7.4 Hasil uji lepas selekoksib dari MS 0.10 mulai 1 jam sampai 24 jam meningkat secara eksponensial, yaitu 1.966 sampai 2.636 ppm, menunjukkan lepas obat yang pecah (burst) di awal kemudian diikuti melambat. Hal ini memperlihatkan fase lepas obat yang terkendali yang dihasilkan dari difusi terkendali dari obat yang terkungkung. Selain itu, perbandingan konsentrasi antara obat dan polimer dan kelarutan obat mempengaruhi lepasnya obat yang terkendali (Jain 2000). Lemahnya ikatan antara obat dan PLA dan tingkat porositas mikrosfer (Jones et al. 2004) memungkinkan obat untuk lepas cepat. Robani (2004) melaporkan bahwa mekanisme degradasi permukaan mikrosfer terjadi melalui dua proses, yaitu perusakan langsung pada permukaan mikrosfer dan pecahnya mikrosfer awal membentuk mikrosfer baru. Dari hasil penelitiannya PLA BM 39000, pecahnya mikrosfer awal lebih dominan dibandingkan dengan proses perusakan langsung pada permukaan mikrosfer. Hal ini disebabkan permukaan mikrosfer berpori, PLA mampu menyerap air,
menyebabkan tingkat porositasnya naik karena terjadi difusi pasif air ke dalam mikrosfer sehingga secara fisik ukuran mikrosfer menjadi besar karena terjadi penggembungan, ikatan antarmolekul PLA menjadi lemah akhirnya pecah sehingga muncul pori-pori yang memudahkan obat lepas. Jumlah PLA pada MS 0.10 lebih banyak daripada obat selekoksib yang dikungkung sehingga sifat porositas tadi menyebabkan difusi obat dari mikrosfer lebih terkontrol karena obat yang dilepas secara berangsur-angsur. Tingkat porositas tidak mempengaruhi degradasi PLA. Degradasi PLA BM 39000 terjadi lebih dari 12 minggu (Robani 2004). MS 0.25 menunjukkan semakin lama waktu inkubasi semakin meningkat konsentrasi obat dalam media secara eksponensial, yaitu mulai 1.381 sampai 1.967 ppm. Akan tetapi pada waktu inkubasi 24 jam terdapat penurunan konsentrasi obat sebesar 0.377 ppm (1.967 menjadi 1.590 ppm). Permukaan mikrosfer MS 0.25 (Gambar 16) memperlihatkan bahwa ada sebagian obat yang menempel di permukaan dan mungkin lepas pada saat pencucian dan pengeringan, yakni dilihat dari adanya lubang-lubang kecil di permukaan mikrosfer. Dinarvand et al. 2003 menyatakan bahwa bertambahnya konsentrasi obat sampai 50 % mengakibatkan permukaan mikrosfer tidak halus bahkan bisa saja tertutup oleh kristal obat atau partikel-partikel obat yang pecah. Nilai efisiensi sebesar 58.6 % jumlah obat yang dikungkung hanya sebagian dari obat yang ditambahkan, sebagian lagi dapat hilang pada saat pencucian. Tingkat porositas MS 0.25 kecil berdasarkan jumlah pori-pori yang sedikit akibatnya penyerapan air sedikit, penggembungan mikrosfer juga sedikit, sehingga obat yang lepas sedikit. Selain itu, sifat farmakokinetik dari obat selekoksib memiliki waktu paruh (t1/2) selama 11 jam sehingga pada inkubasi 24 jam obat telah terkonversi menjadi senyawa, nilai serapannya turun sehingga konsentrasi turun pula. MS 0.50 memperlihatkan gambaran yang sama dengan MS 0.25; pada inkubasi 24 jam konsentrasinya turun sebesar 0.173 ppm. Nilai efisiensinya 70.6 %, jumlah obat yang terkungkung lebih banyak dibanding MS 0.10 dan MS 0.25. Penurunan konsentrasi dapat disebabkan oleh obat yang terkonversi setelah inkubasi 24 jam karena melewati waktu paruh obat, yaitu 11 jam. Selain itu,
mikrosfernya memiliki pori-pori yang lebih sedikit karena menggembungnya mikrosfer sedikit akibat penyerapan air oleh PLA sedikit, sehingga obat yang dilepas lebih sedikit dibanding MS 0.10. Menurut Puri (2007), bahwa nilai % efisiensi pengungkungan yang tinggi menunjukkan turunnya lepasan obat dibandingkan dengan nilai % efisiensi yang rendah. Besarnya nilai % pengungkungan dapat diamati dengan naiknya nisbah asam laktat sehingga sifat hidrofobnya meningkat, tetapi dalam penelitian ini tidak dilakukan perhitungan nisbah asam laktat. Selain itu, bobot molekul polimer yang rendah mempercepat degradasi dan naiknya konsentrasi lepsan obat, sedangkan polimer dengan bobot molekul tinggi memiliki jumlah gugus –COOH bebas sedikit oleh karena itu kelarutannya menjadi lebih sedikit. Besarnya kelarutan polimer atau kecilnya ukuran polimer dalam air memberikan tegangan permukaan lebih rendah, hal ini mempengaruhi peningkatan kecepatan lepasan obat. Setelah proses imbibisi air ke dalam mikropartikel PLGA/PLA, obat larut dan pecah melalui hidrolisis, membentuk ikatan ester yang tidak stabil/seimbang. Kemudian secara simultan, obat berdifusi ke luar matriks menurut gradient konsentrasi. Difusi obat dapat terjadi terutama melalui matriks polimer, pori-pori yang terisi air, dan melalui keduanya. Selain itu porositas partikel juga mempengaruhi difusi obat dan degradasi polimer. Molekul obat tetap dapat dilepaskan secara difusi melalui lubang atau pori yang tertutup sekalipun (Lemaire dalam Puri 2007). Keberadaan pori-pori dan tingginya penyerapan dari partikel poli (oksida etilena)-poli(laktida-co-glikosida) PEOPLGA menunjukkan permeabilitas obat dalam matriks polimer. Lepasan cepat dan selesai dalam kurun waktu 5 jam (Puri 2007). Besarnya nilai lepasan awal obat dari mikrosfer menunjukkan mudah lepasnya kristal obat yang menempel di permukaan mikrosfer. Hasil analisis kinetika lepasan selekoksib dari mikrosfer dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Koefisien determinasi (R2) lepasan selekoksib dari mikrosfer Sampel
Koefisien determinasi (R2)
MS 0.10
Orde Nol 0.292
Orde Pertama 0.575
MS 0.25
0.070
0.078
MS 0.50
0.305
0.210
Lepasan selekoksib dari MS 0.10, MS 0.25, dan MS 0.50 memiliki nilai R2 antara 0.070 dan 0.575. Nilai tersebut lebih kecil dari 1, artinya tidak mengikuti kinetika lepasan orde nol dan orde pertama, tetapi cenderung terjadi secara eksponensial. Hal ini menunjukkan bahwa setelah lepasan awal, lepasnya obat dari mikrosfer tidak diikuti oleh mekanisme difusi yang terkendali, tetapi mekanisme yang terjadi mungkin disebabkan adanya penggembungan dan erosi dari matriks polimer (Wicaksono et al. 2005) kemudian diikuti oleh lepasan obat secara bersamaan. Hasil ini bertolak belakang dengan hasil penelitian Puri (2007), bahwa lepasan obat dapat dicirikan oleh kinetika lepasan orde pertama dengan memplot data melalui persamaan model Higuchi memiliki nilai R2 sebesar 0.9555.
SIMPULAN Mikrosfer yang terbentuk dalam penelitian ini berukuran antara 10 µm dan 30 µm dengan bentuk bulat dan permukaan halus. Pembuatan mikrosfer selekoksib dipengaruhi oleh jenis polimer dan bobot molekulnya, dengan BM 39000 menghasilkan PLA mikrosfer yang lebih baik sebagai pengungkung obat selekoksib daripada BM 22000. Efisiensi pengungkungan sebesar 50-70%. Mikrosfer PLA dapat melepas selekoksib yang dikungkung secara berangsur tetapi tidak mengikuti mekanisme difusi yang terkendali melainkan mekanisme penggembungan dan erosi mikrosfernya.
SARAN PLA dengan BM 22000 untuk dibentuk sebagai mikrosfer perlu dioptimasi proses dan penciriannya, agar diperoleh mikrosfer yang berbentuk bulat, seragam dengan permukaan yang halus dan tidak berkerut sehingga dapat digunakan sebagai pengungkung.
DAFTAR PUSTAKA Ancel HC. 2005. Pengantar bentuk sediaan farmasi. Ed. Ke-4. Farida Ibrahim, penerjemah; Penerbit UI. UI-Press. Terjemahan dari Introduction to Pharmaceutical Dosage Forms. [BPOM RI] Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. 2005. Informasi terkait Aspek Keamanan Celebrex (Celecoxib) Balkcom M., Welt B, Berger K. 2002. Notes from the packaging laboratory : Polylactic Acid-An Exciting New Packaging Material. Agricultural and Biological Engineering Departement. Florida Ext.Serv. Institute of Food & Agricultural Sciences. University of Florida. Dagani R. 1994. Mikrosphere play role in medical, sensor, energy, space technologies. Washington: C&EN. Dinarvand R, HM Shadi, Mohammadyari-Fard L, Atyabi F. 2003. Preparation of biodegradable microspheres and matrix devices containing naltrexone. AAPS PharmSciTech 2003 ; (http://www.pharmscitech.org). [10 Oktober 2006] Dutkiewicsz S, Grochowska-Lapienis D, Tomaszewski W. 2003. Synthesis of polyL(+)lactic acid by polycondensation method in solution. Fibres and Textiles in Eastern Europe. 11:66-70 Enomoto K, Ajioka M, Yamaguchi A. Polyhidroxycarboxylic acid and preparation thereof. US Patent 5,310,865 [10 Mei 1994]. Hasibuan AI. 2006. Polikondensasi azeotropik asam laktat menjadi asam polilaktat sebagai bahan baku kemasan pangan [tesis]. Bogor: Prodi. Ilmu Pangan. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. http//www.cigp.org/index. Gangguan Sistem Muskulo Skeletal pada Lanjut Usia. [8 Februari 2007]. http//web.ncifcrf.gov/rtp/LASP/intra/forms/msds/msds_ celebrex(celecoxib).pdf. [8 April 2007]. Jain RA. 2000. The manufacturing techniques of various drug loaded biodegradable poly(lactide-co-glycolide) (PLGA) devices. Biomaterials 21:2475-2490. Jalil R, Nixon JR. 1990. Biodegradable poly(lactic acid) and poly(lactide-coglycolide) microencapsules-problems associated with preparative techniques and release properties. J. Microencapsulation 7:297-325. Jones R, Mulamula L, Swaminathan S, Tesema Y, dan Raghayan D. 2004. Controlled release of β-estradiol from biodegradable polymeric microsphere. Mat. Res. Soc. Symp. Proc. Vol. EXS-1 © 2004. Polymer Group, Department of Chemistry, Howard University Washington DC. Lelo A, Hidayat D.S, Juli S. 2004. Penggunaan Anti-Inflamasi Non-Steroid yang Rasional pada Penanggulangan Nyeri Rematik. Fak. Kedokteran. Bag. Farmakologi dan Terapeutik. USU. e-USU Repository. 1-13.
Mou
LC. 2003. Synthesis and characterization of poly(lactic acid) micro/nanospheres for potential drug delivery. staff.science nus.edu.eg/~scilooe/srp-2003.
Ogawa Y. 1995. [A Novel Drug Delivery System for Treatment Hormone Dependent Desease Leuplin]. Chemistry and Chemical Industry [dalam bahasa Jepang]. II.48: 1361-1363. Ohta M, Obuchi S, Yoshida Y. Lactic acid containing hydroxycarboxylic acid for the preparation of polyhidroxycarboxylic acid. US Paten 5512653. [30 April 1996]. Park, TG.1995. Degradation of poly(lactic-glycolic acid) mikrosfer: effect of copolymer composition. Biomaterials. 16:1123-1130 Porjazoska A et al. 2004. Poly(lactide-co-glycolide) microparticles as systems for controlled release of proteins - Preparation and characterization. Institute of Organic Technology. Faculty of Technology and Metallurgy. University SS Cyrill and Methodius. Skopje, R. Macedonia. Puri S. 2007. Novel functionalized polymers for nanoparticle formulations with anti cancer drugs [thesis]. England: University of Nottingham. Robani MN. 2004. Biodegradasi struktur dan morfologi mikrosfer polilaktat [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Sinha VR et al. 2007. Physicochemical characterization and in vitro dissolution behaviour of Celecoxib-β-Cyclodextrin inclusion complexes. Acta Pharm 57:47-60 Södergård A, Stolt M. 2002. Properties of lactic acid based polymers and their correlation with composition. Prog Polym Sci 27:1123-1163 Sudaryanto, et al. 2003. Pembuatan microsphere berbasis polimer biodegradable polilaktat. Di dalam: Optimalisasi potensi industri polimer Indonesia melalui aliansi sinergis antara Litbang, Industri dan Pemerintah. Prosiding Simposium Nasional Polimer IV; Jakarta, 8 Juli 2003. Himpunan Polimer Indonesia. 2003. hlm 181-187. Thakkar H, Sharma R. K, Mishra A. K, Chuttani K. Murthy R. R, 2005. Albumin microspheres as carriers for the antiarthitic drug Celecoxib. AAPS PharmSciTech.2005; 06(01): E65-E73. Tuominen, Y. 2003. Chain linked lactic acid polymers: Polymerization and biodegradation study. Polymer Technology Publication Series. Espoo 2003. No. 25. Helsinki University of Technology, Polymer Technology. Finland. Wicaksono Y, Esti Hendradi, Achmad Radjaram. 2005. Analisis proses lepas lambat Na Diklofenak dari tablet matrik berbasis etilselulosapolivinilpirodilon K 30. Seminar Nasional MIPA. Depok: FMIPA-UI.
Wikipedia 2007. Celecoxib. http://www.wikipidia.org/wiki/celecoxib (5 Februari 2007) Xing DKL et al 1999. Physicochemical and immunological studies on stability of free and mikrosfer-encapsulated tetanus toxoid in vitro. Vaccine 14:12051213.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Kurva standar selekoksib dalam media bufer fosfat + 2% Tween-80 pH 7.4 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Konsentrasi 0.000 4.000 8.000 10.000 12.000 16.000 20.000 25.000 30.000
Absorbans 0.000 0.086 0.178 0.235 0.288 0.381 0.483 0.598 0.715
0,25
absorbansi
0,2 0,15 0,1 0,05 0 -0,05
0
2
4
6
8
10
k ons e ntras i selekoksib
Persamaan kurva standar: Abs = 0.0238 × C
C = konsentrasi
Lampiran 2 Hasil pengukuran absorbans selekoksib pada media bufer fosfat + 2% Tween-80 pH 7.4 Contoh
Waktu inkubasi
MS 0.10
0 0.491
1 0.509
2 0.518
4 0.521
24 0.528
MS 0.25
0.504
0.518
0.529
0.535
0.529
MS 0.50
0.505
0.514
0.525
0.538
0.526
Lampiran 3. Konsentrasi selekoksib (ppm) dalam media bufer fosfat +2% Tween80 pH 7.4 Waktu inkubasi
Contoh MS 0.10
1 1.966
2 2.343
4 2.469
24 2.636
MS 0.25
1.381
1.746
1.967
1.590
MS 0.50
1.004
1.464
2.008
1.835
Lampiran 4. Contoh perhitungan efisiensi pengungkungan Mikrosfer (MS 0.1) 1 g PLA
+
0.1 g selekoksib → ditimbang 2.5 mg
0.1 1.1
=
X 2.5
1.1 X X
= =
0.1 × 2.5 0.227 mg
Dilarutkan dalam 50 mL bufer fosfat + 2% Tween-80 ppm = 0.227 mg × 103 50 mL = 4.54 ppm diencerkan 10 kali menjadi 0.454 ppm (konsentrasi awal) Lampiran 5. Kurva standar selekoksib dalam metanol No 1 2 3 4 5 6
Konsentrasi 0.000 2.000 4.000 6.000 8.000 10.000
Absorbans 0.000 0.018 0.037 0.056 0.073 0.095
0.1
absorbans
0.08 0.06 0.04 0.02 0 0
2
4
6
8
10
konsentrasi Series1
Persamaan kurva standar obat dalam metanol: y = 0.058 × C ; C = konsentrasi Contoh hasil pengukuran absorbans MS 0.1 = 0.016 0.016 = 0.058 × C → C = 0.275 ppm % efisiensi pengungkungan = 0.275 ppm × 100 % = 0.454 ppm
60.57 %
Target obat terkungkung: 0.1 × 100 % = 9.09 % 1.1 Obat yang terkungkung: 9.09 = X
100 → X = 5.506 % 60.57
12
Lampiran 6 Hasil pengukuran XRD dari PLA 2Theta
d (A)
Height
Area
8,208 10,76291 38,6 769,0 12,323 7,17657 20,0 264,2 14,701 6,02069 55,9 856,2 16,617 5,33064 1139,6 13706,5 18,943 4,68097 174,2 3135,7 22,263 3,98989 69,8 1164,9 22,818 3,89418 22,5 1 79,6 23,393 3,79971 25,4 203,7 23,861 3,72626 25,9 338,5 29,004 3,07610 34,7 640,9 30,927 2,88910 22,8 112,9 31,144 2,86946 31,3 455,8 32,128 2,78375 17,4 104,4 35,526 2,52493 18,1 119,9
FWHM 0,5410 0,3790 0,4340 0,3520 0,4880 0,4880 0,2170 0,2170 0,4340 0,5140 0,1620 0,4060 0,1630 0,1890
Lampiran 7 Hasil pengukuran XRD dari selekoksib 2Theta
d (A)
5,489 16,08838 8,148 10,84269 8,971 9,84915 10,388 8,50926 10,899 8,11127 11,176 7,91066 13,934 6,35042 16,167 5,47816 17,844 4,96669 18,543 4,78111 19,631 4,51848 20,064 4,42201 20,734 4,28051 21,576 4,11538 22,277 3,98746 23,102 3,84680 23,656 3,75798 24,642 3,60985 25,861 3,44243 27,241 3,27105 27,564 3,23340 27,715 3,21615 28,127 3,17004 28,520 3,12715
Height
Area
FWHM
10,4 6,9 11,0 25,2 16,4 9,5 57,6 63,9 45,1 119,5 18,7 9,3 79,8 113,6 18,8 74,2 41,4 23,2 106,3 23,6 25,5 21,1 13,9 11,4
177,4 62,1 139,5 303,5 205,6 71,3 901,4 878,0 633,2 2448,8 242,9 45,7 1225,4 1461,9 111,0 966,3 608,8 311,5 1464,3 257,4 233,8 107,6 76,9 53,9
0,4600 0,2440 0,3520 0,3260 0,3250 0,2160 0,4330 0,3790 0,3800 0,5690 0,3520 0,1360 0,4340 0,3520 0,1900 0,3530 0,4060 0,3790 0,3790 0,3520 0,2710 0,1630 0,1620 0,1350
28,758 29,314 29,762 31,359 31,651 33,929 35,781 36,045 37,322 37,822 38,056 38,343 39,485 40,468 40,749 42,641 43,183 43,381 45,414 45,696 47,969
3,10191 3,04432 2,99947 2,85028 2,82466 2,64003 2,50746 2,48973 2,40745 2,37673 2,36268 2,34565 2,28040 2,22724 2,21252 2,11862 2,09327 2,08418 1,99550 1,98383 1,89499
14,4 27,4 13,1 12,9 14,2 12,8 13,5 18,3 15,7 11,4 14,6 9,1 8,5 10,2 9,2 9,2 8,3 8,5 8,5 9,5 7,6
123,9 356,4 90,5 112,7 125,0 111,6 90,8 151,9 174,8 65,7 117,3 63,0 136,4 60,7 88,8 83,0 66,3 42,2 57,4 117,3 50,6
0,2430 0,3530 0,1900 0,2980 0,2440 0,2440 0,1900 0,2710 0,3250 0,1620 0,2170 0,1890 0,5150 0,2170 0,2980 0,2440 0,2430 0,1620 0,2170 0,3520 0,1890
Lampiran 8 Hasil pengukuran XRD dari PLA dan selekoksib 2Theta
d (A)
8,600 10,27325 8,978 9,84201 14,162 6,24863 14,915 5,93501 16,848 5,25813 17,867 4,96041 18,216 4,86621 18,708 4,73938 18,997 4,66785 19,247 4,60791 19,715 4,49935 20,757 4,27585 21,682 4,09559 22,483 3,95142 23,018 3,86073 23,336 3,80889 23,598 3,76709 24,853 3,57962 25,572 3,48058 26,033 3,42008 29,514 3,02408 31,395 2,84707
Height
Area
FWHM
17,8 15,9 15,9 35,0 432,2 21,2 24,8 64,8 95,8 91,4 37,4 21,4 44,0 58,5 26,4 31,4 34,2 16,8 25,9 19,2 25,6 16,5
197,7 142,3 222,5 794,3 7631,4 149,2 122,7 513,6 1909,4 1794,0 392,0 411,7 626,7 902,1 131,2 217,0 516,6 161,5 485,7 171,5 318,5 272,8
0,3250 0,2430 0,3800 0,6230 0,4880 0,2170 0,1630 0,2440 0,5420 0,5420 0,3520 0,6230 0,4070 0,4340 0,1360 0,1900 0,4610 0,2710 0,5150 0,2710 0,3520 0,4610