APLIKASI YOGHURT SEBAGAI SUMBER BAKTERI ASAM LAKTAT DALAM FERMENTASI IKAN MAS (Cyprinus carpio)
LIA ASTRIANI C34062612
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
RINGKASAN
LIA ASTRIANI. Aplikasi Yoghurt sebagai Sumber Bakteri Asam Laktat dalam Fermentasi Ikan Mas (Cyprinus carpio). Dibimbing oleh DJOKO POERNOMO dan DESNIAR. Produk ikan fermentasi telah banyak dikenal masyarakat di Indonesia. Ikan fermentasi dihasilkan melalui fermentasi yang mengandalkan bakteri asam laktat. Mutu produk ikan fermentasi dapat ditingkatkan dengan menambahkan bakteri asam laktat pada awal proses fermentasi. Penelitian ini bertujuan memanfaatkan plain yoghurt (yoghurt murni) sebagai sumber bakteri asam laktat untuk: (a) meningkatkan jumlah bakteri pada awal fermentasi, dan (b) menghasilkan ikan fermentasi dengan karakteristik sensori, kimia dan mikrobiologi yang baik. Perlakuan dalam pembuatan ikan fermentasi meliputi penggaraman (7,5% dan 15%), penambahan yoghurt (15%, 30% dan 45%) dan nasi (0% dan 15%) dari berat ikan segar, serta lama pemeraman (0, 3 dan 6 hari). Ikan mas (Cyprinus carpio) hidup dimatikan, dibersihkan sisiknya, dibelah bagian perutnya, disiangi, dicuci, ditiriskan 30 menit, digarami sesuai perlakuan dan diperam selama 2 jam. Ikan hasil penggaraman dicuci dan ditiriskan 30 menit, dimasukkan ke dalam kantong plastik dan ditambahkan yoghurt atau nasi ke dalamnya sesuai dengan perlakuan, selanjutnya diperam selama 0, 3 atau 6 hari. Ikan hasil fermentasi dikeluarkan dari kantong plastik dan dilakukan penggorengan. Karakteristik sensori (penampakan, warna, aroma, rasa dan tekstur) ikan fermentasi diuji secara organoleptik melibatkan 30 panelis. Hasil uji organoleptik diuji secara statistika menggunakan uji Kruskal Wallis, uji Dunn, dan Bayes. Ikan fermentasi dari kombinasi perlakuan terbaik diuji karakteristik kimia dan mikrobiologinya. Kualitas ikan mas fermentasi dipengaruhi oleh penggaraman, tingkat penambahan yoghurt dan nasi serta lama pemeraman. Ikan fermentasi terbaik dihasilkan dari kombinasi perlakuan penggaraman 7,5%, penambahan yoghurt 30% dan tanpa nasi serta lama pemeraman 3 hari. Nilai rataan karakteristik sensori yang meliputi penampakan, warna, aroma, rasa, dan tekstur secara beturutturut adalah 5,95±0,87, 5,79±0,62, 6,03±0,54, 5,85±0,72, dan 5,69±0,93. Nilai pH ikan fermentasi terendah (4,61) dicapai bersamaan dengan total bakteri asam laktat tertinggi (9,2 x 107) pada pemeraman 3 hari. Terjadi peningkatan protein dan lemak hingga pemeraman 3 hari. Kadar garam ikan fermentasi menurun seiring dengan meningkatnya lama pemeraman. Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa yoghurt yang berisi bakteri asam laktat dapat digunakan sebagai sumber bakteri untuk menghasilkan ikan fermentasi dengan karakteristik sensori, kimia dan mikrobiologi yang baik. Ikan fermentasi terbaik diperoleh dengan penggaraman 7,5% dan penambahan yoghurt 30% dengan lama pemeraman 3 hari.
APLIKASI YOGHURT SEBAGAI SUMBER BAKTERI ASAM LAKTAT DALAM FERMENTASI IKAN MAS (Cyprinus carpio)
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor
Oleh : LIA ASTRIANI C34062612
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Aplikasi Yoghurt sebagai Sumber Bakteri Asam Laktat dalam Fermentasi Ikan Mas (Cyprinus carpio)” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Mei 2011
Lia Astriani C34062612
©Hak cipta IPB, Tahun 2011 Hak cipta dilindungi Undang-Undang 1) Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebut sumber : a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2) Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa seizing IPB.
Judul
: Aplikasi Yoghurt sebagai Sumber Bakteri Asam Laktat dalam Fermentasi Ikan Mas (Cyprinus carpio)
Nama
: Lia Astriani
NRP
: C34062612
Menyetujui,
Pembimbing 1
Ir. Djoko Poernomo NIP. 19580419 198303 1 001
Pembimbing II
Desniar SPi. MSi. NIP. 19701224 199702 2 001
Mengetahui, Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan
Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS, MPhil NIP. 19580511 198503 1 002
Tanggal Lulus: 21 Mei 2011
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat, hidayah serta karunia-Nya penulis mampu menyelesaikan tugas akhir skripsi dengan judul “Aplikasi Yoghurt sebagai Sumber Bakteri Asam Laktat dalam Fermentasi Ikan Mas (Cyprinus carpio)”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan tugas akhir skripsi ini, terutama kepada: 1.
Bapak Ir Djoko Poernomo selaku dosen pembimbing pertama, atas segala bimbingan dan pengarahan yang diberikan kepada penulis.
2.
Ibu Desniar SPi. MSi selaku dosen pembimbing kedua, atas segala bimbingan dan pengarahan yang diberikan kepada penulis.
3.
Ibu Dr. Ir Iriani Setyaningsih, MS selaku dosen penguji, atas pengarahan dan masukannya yang diberikan kepada penulis.
4.
Bapak Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS, M.Phil. selaku Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
5.
Bapak Dr. Ir. Agoes M. Jakoeb Dipl.Biol. selaku ketua komisi pendidikan Departemen Teknologi Hasil Perairan.
6.
Kedua Orangtua yang telah memberi semangat, doa dan bimbingan kepada penulis.
7.
Kakak dan adik-adikku; Nira Yuniati S.Si, Galuh Mutdaman Toharmat, Apsari Anggita Toharmat. Terimakasih untuk pemberian semangat dan doanya.
8.
Ratna Sari Dewi, sahabat dan teman sekamarku di Wisma Ayu, atas pemberian semangatnya kepada penulis.
9.
Wahyu Ramadhan, Hilda Dasa Indah, Kartika Hastarina Putri yang tak lelah menyemangati, meluangkan waktu, dan tenaganya dalam membantu penulis dari awal hingga akhir penelitian.
10. Sahabat-sahabat yang tak pernah lelah menyemangati dan membantu selama penelitian berlangsung (Patma, Arin, Merlinda, Anggi, Norita, Rida, Yayan, Ica, Tyas, Holand, Joha, Ely, Budi, Aul, Lely, Uty, Efga, Minal, Era). 11. Teman-teman THP 43 lainnya, THP 44 dan THP 45 yang telah mendukung dan memberikan semangat kepada penulis. Penulis menyadari bahwa penulisan tugas akhir skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan. Semoga tugas akhir skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang memerlukannya.
Bogor, Mei 2011
Lia Astriani
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor, pada tanggal 22 Agustus 1988 dari pasangan Toto Toharmat dan Tuti Haryati. Merupakan anak ke dua dari empat bersaudara. Pendidikan formal dimulai di TK Tirtasari dan lulus pada tahun 1994. Pada tahun 2000, penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SDN Sindang Sari, Bogor. Pada tahun 2003, penulis menyelesaikan pendidikan menengah pertama di SMPN 1 Bogor. Pada tahun 2006, penulis menyelesaikan pendidikan menengah umum di SMUN 6 Bogor. Pada tahun yang sama, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui Jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Setelah menyelesaikan Tingkat Persiapan Bersama (TPB), penulis mendapatkan pilihan pertama pada Program Studi Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Selama studi di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif pada kepengurusan Himpunan Profesi HIMASILKAN periode 2008-2009 dan pada Aquatic Product Scientist Club (APSC) sebagai anggota, dan periode 2009-2010 aktif sebagai Bendahara Umum HIMASILKAN 2009-2010. Penulis juga aktif dalam kepanitiaan lainnya dan mengikuti beberapa seminar, salah satunya seminar pelatihan ISO 22000 dan GLP. Selain itu penulis juga menjadi asisten praktikum mata kuliah TPTHP (Teknologi Pengolahan Tradisional Hasil Perikanan). Penulis mendapat bantuan dana dalam pengembangan usaha dari Program Mahasiswa Wirausaha (PMW) tahun 2010. Penulis mendapat pelatihan Perwira Mandiri 2011 dari program CSR Bank Mandiri bekerjasama dengan PT. Formula Bisnis Indonesia (FBI). Sebagai salah satu syarat meraih gelar sarjana, penulis melakukan penelitian yang berjudul “ Aplikasi Yoghurt sebagai Sumber Bakteri Asam Laktat dalam Fermentasi Ikan Mas (Cyprinus carpio).” yang dibimbing oleh Ir. Djoko Poernomo dan Desniar.
ix
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR .................................................................................
xi
DAFTAR TABEL .....................................................................................
xiii
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................
xiv
1 PENDAHULUAN ..................................................................................
1
1.1 Latar Belakang .................................................................................
1
1.2 Tujuan ...............................................................................................
3
2 TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................
4
2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Mas (Cyprinius carpio) ..................
4
2.2 Fermentasi Ikan ................................................................................
5
2.3 Bekasam ...........................................................................................
6
2.4 Bahan Tambahan Pembuatan Bekasam ...........................................
12
3 METODOLOGI ...................................................................................
16
3.1 Tempat dan Waktu ...........................................................................
16
3.2 Bahan dan Alat .................................................................................
16
3.3 Metode Penelitian .............................................................................
16
3.3.1 3.3.2 3.3.3 3.3.4
Pembuatan yoghurt ................................................................ Pembuatan ikan mas fermentasi ............................................ Uji organoleptik..................................................................... Pemilihan kombinasi perlakuan terbaik dengan metode bayes ..................................................................................... Analisis data .......................................................................... Analisis kimia dan mikrobiologis ikan mas fermentasi ........ Prosedur analisis . .................................................................. Total bakteri asam laktat .......................................................
17 18 21
4 HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................
30
4.1 Yoghurt ............................................................................................
30
4.2 Hasil Organoleptik Karakterisasi Sensori Bekasam ........................
30
3.3.5 3.3.6 3.3.7 3.3.8
4.2.1 4.2.2 4.2.3 4.2.4 4.2.5
Penampakan ikan mas fermentasi ......................................... Warna ikan mas fermentasi ................................................... Aroma ikan mas fermentasi................................................... Rasa ikan mas fermentasi ...................................................... Tekstur ikan mas fermentasi .................................................
21 23 26 27 29
31 34 38 41 43
x
4.3 Kombinasi Perlakuan Terbaik Berdasakan Metode Bayes .............
46
4.4 Karakteristik Kimia dan Mikrobiologis Ikan Fermentasi Terbaik ..
49
4.5 Karakteristik Kimia Ikan Mas Fermentasi ......................................
50
4.5.1 4.5.2 4.5.3 4.5.4 4.5.5 4.5.6
Kadar air ikan mas fermentasi ............................................... Kadar abu ikan mas fermentasi ............................................. Kadar lemak ikan mas fermentasi ......................................... Kadar protein ikan mas fermentasi ........................................ Nilai pH ikan mas fermentasi ................................................ Kadar garam ikan mas fermentasi .........................................
50 51 53 54 55 57
4.6 Karakteristik Mikrobiologi Ikan Mas Fermentasi ...........................
58
5 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................
61
5.1 Kesimpulan ......................................................................................
61
5.2 Saran ...............................................................................................
61
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................
62
LAMPIRAN ...............................................................................................
68
xi
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1
Ikan mas (Cyprinus carpio)……………………………………….
4
2
Bekasam ikan bandeng (Chanos chanos) di kota Indramayu …….
7
3
Reaksi dalam fermentasi oleh bakteri asam laktat homofermentatif dan heterofermentatif ......................................................................
10
Alur proses pembuatan yoghurt yang digunakan sebagai sumber bakteri asam laktat dalam penelitian pembuatan ikan fermentasi ..
18
Pembuatan ikan fermentasi dengan perlakuan penggaraman, penambahan yoghurt, nasi dan lama pemeraman yang berbeda…..
20
Tingkat kesukaan terhadap penampakan ikan mas fermentasi dengan perlakuan penggaraman, penambahan yoghurt, nasi dan pemeraman ...............................................................................
32
Tingkat kesukaan terhadap warna ikan mas fermentasi dengan perlakuan penggaraman, penambahan yoghurt, nasi dan pemeraman ......................................................................................
36
Tingkat kesukaan terhadap aroma ikan mas fermentasi dengan perlakuan penggaraman, penambahan yoghurt, nasi dan pemeraman ......................................................................................
40
Tingkat kesukaan terhadap rasa ikan mas fermentasi dengan perlakuan penggaraman, penambahan yoghurt, nasi dan pemeraman ......................................................................................
42
Tingkat kesukaan terhadap tekstur ikan mas fermentasi dengan perlakuan penggaraman, penambahan yoghurt, nasi dan lama pemeraman ......................................................................................
45
Grafik kadar air (%) dalam fermentasi ikan mas (Cyprinus carpio) selama 6 hari pemeraman………………………………………….
51
4 5 6
7
8
9
10
11 12
Grafik kadar abu (%) dalam fermentasi ikan mas (Cyprinus carpio) selama 6 hari pemeraman…………………………………………. 52
13
Grafik kadar lemak (%) dalam fermentasi ikan mas (Cyprinus carpio) selama 6 hari pemeraman ................................................................ 53
14
Grafik kadar protein (%) dalam fermentasi ikan mas (Cyprinus carpio) selama 6 hari pemeraman ................................................................ 54
15
Grafik nilai pH dalam fermentasi ikan mas (Cyprinus carpio) selama 6 hari pemeraman…………………………………………... …….. 56
16
Grafik kadar garam (%) dalam fermentasi ikan mas (Cyprinus carpio) selama 6 hari pemeraman ................................................................ 57
xii
17
Grafik perkembangan total bakteri asam laktat fermentasi ikan mas (Cyprinus carpio) selama 6 hari pemeraman..................
60
xiii
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1
Karakteristik kadar nutrien dan kimia bekasam ikan mas………...
11
2
Kriteria dan persyaratan standar mutu yoghurt SNI 01-2981-1992 ...........................................................................
14
Karakteristik sensori bekasam sebagai parameter analisis dan nilai kepentingan ...........................................................................
22
Karakteristik yoghurt yang digunakan sebagai sumber bakteri sam laktat dalam pembuatan bekasam ............................................
30
Rangking kualitas ikan fermentasi disusun berdasarkan nilai alternatif hasil pembobotan dengan metode bayes.........................
48
Hasil analisis kimia dan mikrobiologi ikan mas fermentasi dengan kombinasi perlakuan terbaik ...........................................................
50
3 4 5 6
xiv
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1
Lembar isian uji organoleptik……………………………………..
68
2
Bekasam ikan dalam pengujian organoleptik……………………..
69
3
Hasil uji statistik kruskal-wallis………………………………………..
72
4
Hasil uji lanjut Dunn………………………………………………
77
5
Uji bayes…………………………………………………………..
78
6
Contoh perhitungan analisis proksimat…………………………...
81
7
Gambar bahan dan alat yang digunakan dalam pembuatan Fermentasi ikan ...............................................................................
83
1
1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki sumberdaya perikanan yang melimpah, dikarenakan dua pertiga wilayah Indonesia merupakan perairan. Saat ini industri perikanan di Indonesia khususnya produk ekspor ikan laut segar berkembang cukup cepat. Produksi perikanan tangkap dari penangkapan ikan di laut dan di perairan umum pada tahun 2008 masing-masing sekitar 5,12 juta ton dan 0,50 juta ton, sedangkan produksi perikanan budidaya laut, tambak, kolam, keramba, jaring apung dan budidaya sawah berkisar 3,78 juta ton (KKP 2010). Usaha pengolahan ikan pun mulai berkembang, sehingga banyak variasi produk ikan olahan yang ada di pasaran. Hanya saja produk olahan dalam bentuk ikan fermentasi masih sangat kecil yaitu 1,08% (Irianto 2008). Proporsi yang kecil pada produk ikan fermentasi, menjadi sorotan penting dalam pengembangan produk tradisional di Indonesia. Pengembangan produk ikan fermentasi memiliki peranan penting dalam upaya pengawetan pangan, pemasaran dan pemenuhan menu sehari-hari masyarakat Indonesia. Beberapa produk ikan fermentasi yang diolah secara tradisional sering digunakan sebagai ciri khas produk dari suatu daerah di Indonesia. Oleh sebab itu kuantitas dan kualitas ikan fermentasi sangat perlu untuk ditingkatkan. Produk ikan fermentasi mempunyai karakteristik yang unik, khususnya pada aroma, rasa dan tekstur. Ikan yang di fermentasi merupakan produk khas di beberapa daerah Indonesia yang menghasilkan citarasa unik dan khas, dengan nama
yang beragam.
Tipe produk
tradisional
ikan fermentasi,
dapat
diklasifikasikan berdasarkan produk menurut proses fermentasi berdasarkan substrat yang digunakan yaitu (Adams et al. 1985): 1) fermentasi ikan dan garam, dan 2) fermentasi ikan, karbohidrat, dan garam. Klasifikasi menurut Saisithi (1994), dapat dilakukan berdasarkan karakteristik fermentasi, yaitu: 1) fermentasi dengan enzim ikan dan bakteri asam laktat (BAL), 2) fermentasi dengan enzim BAL pada campuran ikan, garam, karbohidrat, 3) fermentasi dengan BAL dan karbohidrat hasil fermentasi ragi dan kapang. Ikan fermentasi di Indonesia merupakan produk fermentasi ikan, garam; dan fermentasi ikan, karbohidrat, dan garam (Irianto 2008). Salah satu ikan fermentasi
2
yang khas yaitu produk fermentasi ikan, karbohidrat, garam. Bentuk produk akhir ikan fermentasi yang diolah dalam kondisi anaerobik dengan menggunakan karbohidrat berupa ikan semi basah. Ikan fermentasi yang khas dan dikenal di daerah Jawa Tengah dan Sumatra Selatan, yaitu bekasam dan di Kalimantan Selatan dikenal dengan samu. (Adawyah 2007). Proses fermentasi yang terjadi pada tubuh ikan, yaitu tranformasi dari bahan-bahan organik menjadi bahan-bahan yang lebih sederhana oleh aktivitas mikroorganisme
atau
enzim
yang
terdapat
di
jaringan
daging
ikan
(Beddows 1985). Karbohidrat yang ditambahkan didekomposisi melalui proses fermentasi oleh BAL menjadi gula-gula sederhana dan kemudian dikonversi menjadi alkohol dan asam yang berperan sebagai pengawet dan memberikan rasa serta aroma yang spesifik pada bekasam (Murtini 1992). Pembuatan ikan fermentasi dalam beberapa penelitian, dilakukan dengan penambahan nasi, kanji singkong, tape singkong atau beras sangrai. Nasi merupakan salah satu sumber karbohidrat yang umum digunakan dalam fermentasi ikan sebagai pengganti gula untuk memberikan energi dan mempercepat pertumbuhan BAL (Saisithi 1994). Penggunaan sumber karbohidrat tersebut bertujuan untuk merangsang petumbuhan BAL. Bakteri asam laktat menguraikan karbohidrat menjadi senyawa asam laktat, asetat, dan propionat serta etil alkohol. Senyawa-senyawa tersebut berguna sebagai pengawet dan pemberi rasa asam pada bekasam (Rahayu et al. 1992). Mutu ikan fermentasi dapat diperbaiki dengan menambahkan sumber bakteri asam laktat. Salah satunya yaitu cairan asinan sawi dan kubis. Penggunaan cairan tersebut dapat meningkatkan jumlah bakteri asam laktat dan total koloni bakteri anaerob. Penambahan cairan asinan sawi dan kubis menghasilkan produk yang
secara
organoleptik
lebih
baik,
khususnya
dalam
hal
warna
(Murtini et al 1997). Penambahan sumber BAL yang lain diperkirakan dapat meningkatkan jumlah BAL dan dapat meningkatkan mutu dari produk ikan fermentasi yang dihasilkan. Yoghurt merupakan salah satu produk fermentasi yang di dalamnya terdapat bakteri penghasil asam laktat, yaitu Lactobasillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus (Yazici 2003). Sehubungan dengan hal tersebut,
3
penelitian ini dirancang untuk mengkaji pengaruh menggunakan sumber bakteri asam laktat yang ada pada plain yoghurt (yoghurt murni) terhadap mutu ikan mas (Cyprinus carpio) fermentasi.
1.2 Tujuan Tujuan dari penelitian ini yaitu: a) Memanfaatkan yoghurt sebagai penambah populasi bakteri asam laktat dalam proses pembuatan fermentasi ikan mas. b) Menentukan pengaruh penambahan yoghurt terhadap karakteristik sensori, kimia dan mikrobiologi produk fermentasi ikan mas yang dihasilkan.
4
2 2.1
TINJAUAN PUSTAKA
Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Mas (Cyprinius carpio) Ikan mas merupakan jenis ikan yang telah banyak dibudidayakan secara luas
di Indonesia. Bentuk badan ikan mas agak memanjang dan pipih ke samping. Mulut ikan berada di ujung tengah, lunak dan dapat disembulkan. Jari-jari sirip punggung yang kedua mengeras, seperti gergaji, sedangkan letak kedua sirip punggung, dan perut berseberangan, tergolong ikan dengan sisik besar yang bersifat cycloid. Ikan mas merupakan pemakan segala jenis pakan. Ikan mas berkembang biak dengan bertelur, masa kawin di daerah tropis terjadi pada awal musim hujan (Subroto 2007). Klasifikasi Ikan Mas menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut: Filum
: Chodata
Kelas
: Pisces
Sub Kelas
: Teleostei
Ordo
: Ostariophysi
Sub Ordo
: Cyprinoidea
Famili
: Cyprinidea
Genus
: Cyprinus
Spesies
: Cyprinus caprio L
Gambar 1 Ikan Mas (Cyprinus carpio)
Ikan mas merupakan ikan yang mudah dipijahkan, relatif tahan terhadap penyakit, pertumbuhannya cepat dan memiliki toleransi yang besar terhadap kisaran suhu dan oksigen terlarut. Ikan mas banyak dibudidayakan di kolam air
5
deras.
Perkembangan teknik budidaya, didukung dengan berkembangnya
pengetahuan tentang kualitas pakan dan kecepatan tumbuhnya (Lovel et al. 1974). Ikan mas merupakan ikan air tawar yang banyak dibudidaya dan telah dikenal luas oleh masyarakat di Indonesia sebagai ikan untuk dikonsumsi. Komponen utama yang terdapat pada daging ikan adalah air, protein, dan lemak. Komponen ini bervariasi tergantung jenis ikan, umur ikan, ukuran ikan dan musim penangkapan. Kandungan air di dalam ikan segar berkisar 60-84%, lemak 0,1-22%, protein 15-24% dan mineral 1-2% (Clucas 1981). Ikan mas dipasarkan dalam keadaan hidup atau dalam bentuk olahan. Pengolahan ikan biasanya dilakukan mulai dari ikan hidup hingga siap dikonsumsi. Ikan mas diolah menjadi bahan makanan, seperti dibakar, digoreng maupun direbus atau dihidangkan dalam bentuk sop ikan. Ikan mas dapat diolah dan diawetkan dengan cara fermentasi seperti bekasam.
2.2
Fermentasi Ikan Fermentasi secara teknik dapat didefinisikan sebagai suatu proses oksidasi
anaerobik atau parsial anaerobik dari karbohidrat dan menghasilkan alkohol dan beberapa asam. Substrat pada proses fermentasi dapat berupa protein dan lemak. Di dalam pengawetan pangan terdapat tiga jenis fermentasi yang nyata yaitu fermentasi alkohol, asam laktat dan asam asetat dengan gula sebagai substrat. Pengaktifan fermentasi asam laktat dapat dilakukan dengan penambahan garam yang memungkinkan hanya bakteri asam laktat yang berkembang lebih baik (Muchtadi 2008). Fermentasi ikan secara traditional merupakan kearifan lokal masyarakat negara Asia Tenggara termasuk Indonesia (Saisithi 1994). Proses fermentasi ikan dapat mengawetkan ikan sehingga mampu menjaga dan meningkatkan kesinambungan ketersediaan ikan sebagai sumber protein murah bagi masyarakat lokal. Keuntungan dari pengolahan ikan secara traditional adalah mudah diterima konsumen, murah, mudah pengolahannya, aman dan terjadi peningkatan kualitas nutrisi. Fermentasi pengawetan ikan pada dasarnya dapat dibedakan menjadi dua yaitu, (1) proses fermentasi yang memungkinkan terjadinya penguraian atau
6
tranformasi yang menghasilkan suatu produk dengan bentuk dan sifat yang sama sekali berbeda dari keadaan awalnya, seperti halnya dalam memproduksi terasi dan kecap ikan; (2) Proses fermentasi yang menghasilkan senyawa-senyawa, yang memiliki kemampuan atau daya awet dalam produk yang tersebut, misalnya dalam pembuatan ikan peda (Adawyah 2007). Produk ikan fermentasi diproduksi melalui hidrolisis material yang ada pada ikan dengan autolisis dan aksi mikroorganisme. Karakteristik bau dari produk ikan fermentasi merupakan hasil dari aktivitas enzimatis dan mikrobiologi pada daging ikan dengan adanya garam. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap proses produk ikan fermentasi adalah (a) mikroorganisma yang terdapat pada ikan dan garam, (b) aktivitas proteolitik enzim pada ikan, (c) kondisi produk yang digunakan pada proses fermentasi, (d) ada atau tidaknya oksigen, (e) status nutrisi ikan, (f) suhu, (g) pH campuran fermentasi, (h) adanya isi perut atau enzim dari tanaman, (i) ketersediaan dan konsentrasi karbohidrat, dan (j) lama proses fermentasi. Teknik untuk meningkatkan kecepatan fermentasi, di antaranya adalah (a) menggunakan suhu lebih tinggi, (b) menambahkan enzim, (c) menambahkan bakteri, dan (d) menambahkan asam (Wheaton dan Lawson 1985 diacu dalam Irianto 2008) Produk ikan fermentasi umumnya dapat dihasilkan dengan melibatkan bakteri asam laktat dari berbagai spesies (Saisithi 1994). Produk ikan fermentasi yang dikenal di Indonesia sangat bervariasi namun dapat dikelompokan kedalam dua kelompok yaitu produk fermentasi ikan dan garam dan produk fermentasi ikan, karbohidrat dan garam. Produk fermentasi ikan dan garam diantaranya adalah ikan peda, jambal roti, terasi, kecap ikan, ikan tukai dan bekasang. Sedangkan ikan hasil fermentasi ikan, karbohidrat dan garam adalah bekasam, picungan, cincalok, naniura dan pudu (Irianto 2008). 2.3
Bekasam Bekasam adalah salah satu produk olahan fermentasi ikan yang dilakukan
secara tradisional. karbohidrat.
Bekasam dibuat dengan penambahan garam dan sumber
Bakteri utama yang berkembang dalam fermentasi pembuatan
bekasam adalah bakteri asam laktat. Hingga saat ini bekasam yang dibuat masyarakat lebih mengandalkan fermentasi oleh bakteri asam laktat yang
7
berkembang secara spontan sehingga kualitas bekasam yang dihasilkan bervariasi (Candra et al. 2007). Produk bekasam telah dikenal masyarakat di beberapa daerah di Indonesia. Pada awalnya bekasam dikenal di wilayah muara Bengawan Solo dan Surabaya (Irianto 2008). Bekasam dikenal pula di daerah Jawa Tengah dan Sumatra Selatan (Adawyah 2007). Namun sekarang pembuatan bekasam telah dikenal oleh masyarakat Jawa Tengah, Jawa Barat khususnya di Indramayu, Sumatera Selatan dan Kalimantan Tengah. Di Kalimantan Tengah produk serupa dikenal sebagai wadi dan di Pelembang Sumatera Selatan dikenal dengan ikan pede (Saisithi 1994). Ikan air tawar merupakan bahan baku yang banyak digunakan dalam menghasilkan bekasam. Namun ikan laut pun seperti bandeng dapat digunakan sebagai bahan pembuatan bekasam. Bekasam mempunyai cita rasa asin asam yang khas. Rasa asin dihasilkan pada saat proses penggaraman yang dilakukan pada awal pengolahan, sedangkan rasa asam dihasilkan dari proses fermentasi sumber karbohidrat yang ditambahkan selama fermentasi. Contoh bekasam ikan bandeng (Chanos chanos) yang dipasarkan di Pasar Tradisional Higienis di kota Indramayu ditunjukkan dalam Gambar 2.
Gambar 2 Bekasam ikan bandeng (Chanos chanos) yang dipasarkan di Pasar Tradisonal Higienis di kota Indramayu, Jawa Barat. a) Teknik pembuatan bekasam Bahan baku utama pembuatan bekasam adalah ikan segar baik ikan air tawar maupun ikan laut. Semua ikan tawar dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan bekasam, namun pemilihan bahan baku sangat tergantung pada kondisi wilayah. Ikan air tawar yang telah umum digunakan sebagai bahan baku
8
bekasam adalah ikan mas, lele, bader, nila mujahir (Irianto 2008). Di daerah Indramayu Jawa Barat ditemukan bekasam ikan bandeng. Pada proses pembuatan bekasam diperlukan garam dan sumber karbohidrat. Garam digunakan pada proses penggaraman yang dilakukan pada awal proses pembuatan bekasam sebelum proses fermentasi. Sumber karbohidrat ditambahkan pada awal atau akhir proses fermentasi. Saisithi
(1994) menyatakan bahwa
penambahan karbohidrat bertujuan untuk mendapatkan aroma tertentu, menyerap kelebihan kadar air, dan menghindari terjadinya kelengketan antara ikan hasil olahan. Karbohidrat digunakan sebagai sumber energi oleh bakteri asam laktat yang berkembang selama fermentasi, sehingga dapat mempercepat pertumbuhan bakteri tersebut. Sumber karbohidrat yang banyak digunakan adalah nasi, tape ketan, tepung beras sangrai, gula dan ada juga yang menggunakan dedak sebagai pengganti nasi. Bekasam memiliki cara pembuatan yang bervariasi, namun secara prinsip pembuatan bekasam diawali dengan pemotongan dan pembersihan ikan dari isi perut,
penggaraman, diikuti dengan fermentasi ikan dengan menambahkan
sumber karbohidrat dan sumber bakteri asam laktat.
Pada awal pembuatan
bekasam, ikan segar dipotong kemudian dibuang isi perut, insang dan sisiknya. Ikan selanjutnya dibelah dan dicuci dengan air bersih. Ikan yang telah bersih direndam dalam air garam 16% atau dilumuri dengan garam maksimum 20% dari berat segar selama 24-48 jam. Larutan garam perendam atau garam harus dapat merendam atau menutupi seluruh bagian ikan sehingga tidak ada bagian ikan yang kontak dengan udara luar sehingga tidak membusuk (Irianto 2008). Ikan yang telah direndam dalam air garam atau digarami dicuci bersih dan ditiriskan. Ikan ditambah atau dilumuri nasi lembek dan tape ketan yang berjumlah masing-masing 50% dan 25% dari berat bahan ikan segar. Sumber karbohidrat lain yang ditambahkan dapat berupa beras sangrai yang berjumlah 50% dari berat ikan segar. Campuran lain yang berupa beras sangrai, gula, nanas dan jahe dapat ditambahkan dalam jumlah 50%, 10%, 15% dan 0.5% dari bobot ikan segar. Selanjutnya Ikan yang telah dicampur dengan sumber karbohidrat dibungkus dengan rapi dan rapat sehingga memungkinkan terjadi fermentasi anaerobik. Proses fermentasi biasanya dilakukan lebih dua hari hingga satu
9
minggu bahkan bisa lebih lama lagi, tergantung pada cita rasa bekasam yang dihasilkan. Proses fermentasi yang dilakukan masyarakat hanya 2-3 hari (Irianto 2008). Pada proses pembuatan bekasam oleh masyarakat pada umumnya tidak menggunakan sumber asam laktat secara khusus. Namun kualitas bekasam yang konsisten dapat diperoleh dengan penambahan bakteri asam laktat. Bakteri asam laktat misalnya Lactobacilus plantarum atau sumber bakteri asam laktat lainnya dapat ditambahkan pada awal proses fermentasi. diperoleh dari asinan sawi dan kubis.
Bakteri asam laktat dapat
Penambahan asam laktat dari sumber
tersebut meningkatkan jumlah bakteri asam laktat dan bakteri anaerob pada awal fermentasi dan menyebabkan peningkatan jumlah koloni jenis mikroba tersebut (Murtini et al. 1997). Selama proses fermentasi berjalan secara anaerobik, bakteri asam laktat berkembang dengan menggunakan karbohidrat yang ditambahkan dan nutrien lainnya yang terlarut di dalam media tersebut. Bakteri asam laktat menguraikan karbohidrat khususnya pati menjadi molekul gula sederhana dan selanjutnya diubah menjadi asam laktat. Asam laktat yang dihasilkan dalam proses fermentasi dapat meresap ke dalam jaringan tubuh ikan dan mengasamkan seluruh bahan yang difermentasi dan mengawetkannya. Produk fermentasi menimbulkan rasa asam sehingga produk fermentasi menghasilkan cita rasa asin asam dan aroma yang khas. Fermentasi asam laktat diakibatkan aktivitas bakteri asam laktat. Bakteri asam laktat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu bakteri asam laktat homofermentatif dan bakteri asam laktat heterofermentatif. Bakteri asam laktat homofermentatif dapat mengubah 95% glukosa atau heksosa lainnya menjadi asam laktat. Bakteri asam laktat heterofermentatif mengubah glukosa dan heksosa lainnya menjadi asam laktat, etanol, asam asetat, asam format, dan CO2 dalam jumlah yang hampir sama (Adawiyah 2007). Reaksi dalam fermentasi oleh bakteri asam laktat homofermentatif dan heterofermentatif (Adawyah 2007) adalah sebagai berikut:
10
C6H12O6
C6H12O6 (glukosa)
homofermentatif
heterofermentatif
2CH3.CHOH.COOH (asam laktat)
CH3.CO.COOH + CH3COOH + CO2 (asam piruvat)
(asam asetat)
3H2 CH3.CHOH.COOH (Asam laktat)
CH3CHO (asetal dehid)
CH3CH2OH (etanol)
Gambar 3 Reaksi dalam fermentasi oleh bakteri asam laktat homofermentatif dan heterofermentatif. b) Karakteristik bekasam Yahya et al. (1997) melaporkan bahwa selama fermentasi dari hari ke 1 sampai ke 11 terjadi kecenderungan penurunan nilai pH, total volatile base (TVB), kadar protein, kadar lemak dan kadar abu, tetapi sebaliknya terjadi kecenderungan peningkatan total asam, dan kadar air. Pada akhir fermentasi selama 7 hari protein menurun dari 10,2% menjadi 7,8%, kadar lemak menurun dari 4,2% menjadi 0,7%, pati menurun dari 6,12% menjadi 3,23%, total keasaman meningkat dari 0,2% menjadi 0,55%, pH menurun dari 5,22 menjadi 3,68 dan TVB meningkat dari 0,12% menjadi 0,15%. Peningkatan kadar air dan penurunan kadar abu selama fermentasi 7 hari tidak berpengaruh nyata sehingga masih dianggap konstan. Bekasam ikan bandeng yang telah difermentasi 2 minggu mempunyai total asam laktat 1,30 %, pH 4,46 dan kadar garam 3,26 % (Candra et al. 2007).
11
Tabel 1 Karakteristik kadar nutrien dan kimia bekasam ikan Mas Peubah
Nilai
Kadar air, %
58,40-66,95
Kadar abu,%
6,11-8,67
Kadar protein, %
4,80-6,91
Kadar lemak, %
5,00-5,72
Kadar garam, %
14,95-17,20
Kadar asam laktat, %
0,60-5,33
pH
4,57-4,89
Sumber: Murtini et al. (1991).
c)
Mikrobiologi bekasam Bakteri asam laktat yang berkembang dalam fermentasi pembuatan bekasam
umumnya adalah Lactobacillus coryneformis, Lactobacillus spp., Pediococcus sp., dan Pediococcus damnosus (Irianto 2008). Bakteri jenis Staphylococcus sp., Erysipelothrix atau Lactobacillus, dan Streptococcus sp. atau
Gemella juga
diduga ada pada bekasam ikan bandeng, yang difermentasi selama 2 minggu (Candra et al. 2007). Yahya et al. (1997) melaporkan bahwa selama fermentasi total kapang (mold) meningkat dari 3,9 x 104 cfu/g menjadi 3,2 x 105 cfu/g, total ragi (yeast) meningkat dari 2,3 x 105 cfu/g menjadi 5,2 x 107 cfu/g dan total bakteri meningkat dari 5,6 x 106 cfu/g menjadi 6,7 x 108 cfu/g. Selama 7 hari fermentasi, total bakteri asam laktat dalam bekasam meningkat dari 8,9 x 106 cfu/g menjadi 8,7 x 108 cfu/g.
Kajian lebih jauh menunjukkan bahwa Leuconostoc
mesenteroides tumbuh pada hari 1-7, Lactobacillus acidophilus pada hari 5-7, L. plantarum, L. fermentum tumbuh dari hari 1, L. buchneri, L. reuteri dari hari ke 3, Pediococcus pentosaceus, L.iactis, L.coryniformis dari hari ke 5, sedangkan Streptococcus raffinolactis, L. clelbrueckii, L. halotolerans, L. bifermentans, L. tolerans, Pediococcus acidilactici, L. bulgaricus, L. dextranicum ditemukan pada hari ke 7. Lactobacillus plantarum, L. frrmentum, L. acidophilus dan Pediococcus acidilactici menunjukan aktifitas antimikroba terhadap S. Aureus.
12
2.4
Bahan Tambahan Pembuatan Bekasam
a) Garam dapur (NaCl) Aplikasi penggunaan garam pada produk fermentasi yaitu untuk menghambat mikroorganisme pembusuk. Garam juga berpengaruh terhadap perkembangan mikroorganisme spesies penghasil toksin yang bersifat pantogen. Pertumbuhan Salmonella spp. dapat dicegah dengan pemberian konsentrasi 6% natrium chlorida. Staphylococcus aureus mampu bertahan dengan pemberian 15% garam dan kadang pula hingga 20%, tetapi tercatat bahwa toksin dapat terbentuk hingga konsentrasi garam 5%. (Djien 1982). Garam merupakan bahan pengawet, dimana kemurnian garam sangat mempengaruhi mutu produk yang dihasilkan. Kandungan Ca dan Mg pada garam dapat menyebabkan ikan olahan menjadi berwarna putih, keras, rapuh dan rasa pahit. Selain itu keberadaan unsur tersebut menghambat penyerapan garam ke dalam daging ikan, sehingga penetrasi garam ke dalam tubuh ikan terhambat, dan menyebabkan terjadi pembusukan. Garam lebih murni mempercepat penetrasi ke dalam daging ikan sehingga tidak terjadi kebusukan. Pada penggaraman kering, untuk ikan berukuran besar, jumlah garam yang ditambahkan antara 20-30% dari berat ikan, untuk ikan berukuran sedang 15-20%, sedangkan untuk ukuran kecil 5% (Moeljanto 1992). b) Karbohidrat Karbohidrat pada ikan berbentuk glikogen. Kandungan karbohidrat pada ikan berjumlah sedikit, dimana hanya sebagian kecil yang dapat difermentasi. Penambahan karbohidrat yang cocok akan dapat memperbaiki mutu produk fermentasi (Rahayu et al. 1992). Karbohidrat banyak terdapat dalam bahan nabati, baik berupa gula sederhana, heksosa, pentosa, maupun karbohidrat dengan berat molekul yang tinggi seperti pati, pektin, selulosa dan lignin. Salah satu sumber karbohidrat utama adalah beras, yang mengandung pati sebanyak 78,3 %. Pati adalah suatu polisakarida yang terdiri dari monomer-monomer monosakarida yang saling berikatan dan akan membentuk ikatan polimer, baik berupa rantai lurus atau bercabang serta dapat dihidrolisis dengan jenis enzim yang spesifik kerjanya (Winarno et al. 1980).
13
Karbohidrat dapat berfungsi sebagai sumber energi bagi bakteri asam laktat. Penambahan karbohidrat akan membuat lingkungan yang baik bagi pertumbuhan bakteri tersebut. Selama fermentasi, karbohidrat akan diuraikan menjadi senyawa-senyawa yang sederhana seperti, asam laktat, asam asetat, asam propionat dan etil alkohol. Senyawa-senyawa ini yang menyebabkan rasa asam pada produk dan dapat berfungsi sebagai pengawet (Rahayu et al. 1992). c)
Bakteri asam laktat Bakteria asam laktat (BAL) merupakan bakteri fermentatif yang dapat
menfermentasi karbohidrat menjadi asam laktat. Bakteri asam laktat ini merupakan kelompok bakteri Gram positif yang tidak membentuk spora, sel berbentuk batang atau bulat, baik tunggal berpasangan, atau berantai, kadangkadang berbentuk tetrad. Bakteri yang termaksud bakteri asam laktat yaitu. Streptococcus, Pediococcus, Leucnostoc dan Lactobacillus (Banwart 1983). Bakteri asam laktat secara alamiah banyak ditemukan dalam bahan pangan. Bakteri asam laktat secara luas terdistribusi pada susu, daging segar, sayuran serta produk-produknya. Penggunaan bakteri asam laktat sebagai kultur starter dalam produksi daging fermentasi, produk-produk susu serta sayuran dan buah-buahan adalah salah satu metode pemprosesan pangan tertua yang digunakan untuk menstabilkan produk-produk pangan tersebut hingga diperoleh cita rasa yang spesifik. Bakteri asam lakat juga disebut sebagai biopreservatif karena berkontribusi dalam menghambat pertumbuhan bakteri lain khususnya patogen dan
mampu
membawa
dampak
positif
bagi
kesehatan
manusia
(Smid dan Gorris 2007). c)
Yoghurt Pengawetan bahan pangan fermentatif oleh bakteri asam laktat disebabkan
terbentuknya kondisi asam selama proses fermentasi dan selama penyimpanan. Kondisi asam diakibatkan adanya konversi karbohidrat menjadi asam organik (asam laktat dan asam asetat) dan menurunkan pH produk selama fermentasi. Hal tersebut merupakan karakteristik penting dalam mempertahankan masa simpan dan keamanan produk (Vuyst dan Vandamme 1994).
14
Yoghurt dibuat dengan memasukkan bakteri spesifik ke dalam susu di bawah temperatur dan kondisi lingkungan yang dikontrol. Yoghurt atau susu terkoagulasi (mengental), diperoleh dari fermentasi asam laktat melalui aktifitas bakteri Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus. Kerja bakteri asam laktat memfermentasikan susu dapat meningkatkan kandungan gizi yoghurt, di antaranya vitamin B1 (tiamin), vitamin B2 (riboflavin), vitamin B3 (niasin), vitamin B6 (piridoksin), asam folat, asam pantotenat, dan biotin. Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk yoghurt yang dikeluarkan oleh Badan Standarisasi Nasional tahun 1992 dengan nomor SNI 012981-1992 yoghurt dengan kualitas yang baik memiliki total asam laktat sekitar 0,5 - 2,0% dan kadar air maksimum 88% (BSN 1992). Sedangkan derajat keasaman (pH) yang sebaiknya dicapai oleh yoghurt yaitu 4,4-4,5, diikuti dengan terbentuknya flavor yang khas disebabkan terbentuknya asam laktat, asam asetat, asetaldehid, diasetil dan senyawa volatile lain (Widodo 2003). Tabel 2 Kriteria dan Persyaratan Standar Mutu Yoghurt, SNI 01-2981-1992 Kriteria Uji Keadaan: Penampakan Bau Rasa Konsestensi Lemak Bahan kering tanpa lemak Protein (N x 6,37) Abu Jumlah asam Cemaran mikroba: Bakteri coliform E. coli Salmonella
Persyaratan Cairan kental sampai semi padat Normal/khas Asam/khas Homogen Maksimum 3,8%, berat/berat (b/b) Minimum 2%, b/b Minimum 3,5%, b/b Maksimum 1,0 0,5-2,0%, b/b Maksimum 10 APM/g <3 APM/g Negatif/100g
Flavor khas yoghurt disebabkan adanya asam laktat dan sisa-sisa asetaldehida, diasetil, asam asetat, dan bahan-bahan mudah menguap lainnya yang dihasilkan oleh fermentasi bakteri (Buckle et al. 1987). Fermentasi susu menjadi yoghurt dilakukan dengan bantuan bakteri asam laktat yaitu Lactobacilus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus. L. bulgaricus adalah bakteri gram positif berbentuk batang dan tidak membentuk endospora. Dalam susu, L.
15
bulgaricus akan mengubah laktosa menjadi asam laktat. Bakteri ini bersifat termodurik dan homofermentatif, dengan suhu optimum untuk pertumbuhannya sekitar 45oC (Wahyudi 2006). Lactobacillus bulgaricus yang berada dalam yoghurt merupakan bakteri Gram positif, dengan karakteristik membentuk koloni dengan diameter 1-3 μm, tumbuh pada 45oC, tidak berspora, katalase negatif dan bersifat termodurik. Lactobacillus bulgaricus termasuk Termobacterium grup serologi E. Memiliki kemampuan memfermentasi laktosa dan selabiosa, tetapi tidak maltosa dan manitol, selain itu memerlukan beberapa vitamin dalam pertumbuhannya (Robinson 2002). Streptococcus thermophilus yang biasa digunakan dalam menghasilkan yoghurt dibedakan dari genus Streptococcus lainnya berdasarkan pertumbuhan pada
suhu
45oC
dan
tidak
dapat
tumbuh
pada
10oC
(Tamime 2005). Streptococcus thermophilus adalah bakteri berbentuk kokus dengan diameter 0,7-0,9 μm yang kadang-kadang berbentuk rantai, termasuk kelompok Gram positif, tidak berspora, bersifat termodurik dengan pH optimal untuk pertumbuhan adalah 6,5 (Vedamuthu 2006). Karakteristik Streptococcus thermophilus lainnya adalah menghasilkan konfigurasi L (+) asam laktat, tidak memfermentasi maltosa (Salminen dan Wright 1998).
16
3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2010 hingga bulan Oktober 2010. Pembuatan ikan mas fermentasi dilakukan di Laboratorium Formulasi dan Diversifikasi Hasil Perairan, Teknologi Hasil Perairan (THP), Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Uji organoleptik ikan mas fermentasi dilakukan di Laboratorium Organoleptik Hasil Perairan. Analisis sampel penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi THP. 3.2 Bahan dan Alat Ikan fermentasi pada penelitian ini dibuat menggunakan bahan baku ikan mas (Cyprinus carpio), yang dibeli dalam keadaan segar dari Pasar Ciluar, Bogor. Bahan tambahan yang digunakan yaitu garam, plain yoghurt (yoghurt murni). Bahan tambahan untuk penggorengan yaitu minyak goreng. Bahan analisis mikrobiologi yang digunakan yaitu de Man Rogosa Shape Agar (MRSA), aquades. Bahan analisis kimia yang digunakan yaitu aquades, buffer 4, buffer 7, n-hexana, KH2PO4, HCL 0,1 N, H2SO4 pekat teknis, NaOH 40%, AgNO3 0,1N, K2CrO4 5%, dan H3BO3 4%. Peralatan yang digunakan dalam pembuatan ikan mas fermentasi yaitu baskom plastik, pisau, talenan, plastik polietilen, sealer, toples plastik, timbangan, kompor, wajan, spatula. Peralatan untuk analisis mikrobiologi adalah timbangan digital, gelas erlenmeyer, penangas air, kapas, cawan petri, alumunium foil, tabung reaksi, bunsen, pipet, autoclave, incubator bersuhu 370C. Peralatan untuk analisis kimia yaitu cawan porselin, blender, alat destilasi, pipet, gelas erlenmeyer, buret, gelas ukur, timbangan, soxhlet, tabung Kjeldahl, Kjeldahl system, desikator, penjepit, tanur, dan oven. 3.3 Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap. Tahap pertama ialah pembuatan yoghurt sebagai sumber bakteri asam laktat dalam pembuatan ikan fermentasi. Tahap kedua pembuatan ikan fermentasi dengan kombinasi perlakuan penggaraman (7,5% dan 15% dari bobot ikan segar), penambahan yoghurt (15%,
17
30% dan 45% dari bobot ikan segar), penambahan nasi (0% dan 15% dari bobot ikan segar), dan lama pemeraman (0, 3 dan 6 hari). Ikan fermentasi hasil perlakuan diuji secara organoleptik dengan meliputi karakteristik sensori (penampakan, warna, aroma, rasa dan tekstur). Hasil uji organoleptik diuji secara statistika menggunakan analisis nonparametrik uji Kruskal Wallis dengan pola perlakuan 2 x 3 x 2 x 3. Jika hasil uji Kruskal Wallis berbeda nyata maka dilakukan
uji
lanjut
dengan
menggunakan
uji
Dunn
(Daniel
1990;
Steel and Torry 1993) dan uji Bayes (Marimin 2004) untuk menentukan satu perlakuan terbaik. Tahap ketiga adalah pengujian karakteristik kimia dan mikrobiologi dari ikan fermentasi yang dipilih (ikan fermentasi dengan nilai sensori terbaik). 3.3.1 Pembuatan yoghurt Pembuatan yoghurt bertujuan untuk menyediakan sumber bakteri asam laktat dalam pembuatan ikan fermentasi. penelitian difermentasi selama 24 jam.
Yoghurt yang digunakan dalam
Total koloni bakteri asam laktat pada
yoghurt yang digunakan dievaluasi untuk memastikan keberadaan bakteri asam laktat yang dikandungnya. Pengujian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Bahan yoghurt adalah susu sapi murni.
Susu tersebut diperoleh dari
peternakan sapi perah Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor (IPB). Pembuatan yoghurt diawali dengan proses pasteurisasi susu hingga 800C selama 5-10 menit. Pasteurisasi dilakukan dalam wadah stainless steel.
Susu dalam
wadah tersebut kemudian didinginkan dengan direndam pada bak air selama kurang lebih 1 jam sampai suhu sekitar 40oC. Dua jenis starter yang berupa bakteri Lactobasillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus ditambahkan secara bersamaan ke dalam susu masing-masing sebanyak 2% dari jumlah susu. Starter bakteri tersebut diperoleh dari Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pasca Panen Pertanian (BB-Pascapanen) Cimanggu-Bogor, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementrian Pertanian. Setelah penambahan starter, dilakukan fermentasi selama 24 jam, pada suhu kamar. Alur proses pembuatan
18
yoghurt ditunjukkan pada Gambar 4. Segera setelah fermentasi berakhir yoghurt segera disimpan dalam refrigerator sampai digunakan. Yoghurt hasil pemeraman yang tersimpan dalam refrigerator, siap digunakan sebagai bahan penambah bakteri asam laktat dalam pembuatan ikan mas fermentasi. Saat penggunaan yoghurt untuk pembuatan ikan fermentasi, sampel yoghurt diambil untuk pengukuran pH dan total bakteri asam laktat. Nilai pH dan perhitungan total bakteri asam laktat (BAL) yoghurt, dapat memberikan gambaran perubahan nilai pH dan total BAL sejak sebelum dan setelah dilakukan penambahan pada ikan yang di fermentasi.
Susu Sapi Murni
Pemanasan hingga 800C selama 5-10 menit
Pendinginan hingga suhu menurun mencapai ± 400C
Penambahan starter yoghurt (2% dari bobot susu) (Lactobasillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus)
LB dan ST) 24 jam Pemeraman hingga
Yoghurt
Pengukuran pH dan total bakteri asam laktat
Gambar 4 Alur proses pembuatan yoghurt yang digunakan sebagai sumber bakteri asam laktat dalam penelitian pembuatan ikan fermentasi.
3.3.2 Pembuatan ikan mas fermentasi Ikan yang digunakan merupakan ikan hidup yang dibeli di pasar tradisional Ciluar, Bogor. Ikan yang digunakan dalam pembuatan ikan fermentasi memiliki ukuran per ekor 130 ± 18 gram. Pada awal preparasi, ikan dimatikan, disisik.
19
dibelah menjadi dua bagian tanpa terputus, insang serta isi perutnya dibuang dan selanjutnya dilakukan pencucian serta penirisan selama 30 menit. Ikan yang telah dicuci dan ditiriskan selanjutnya diberikan perlakuan penggaraman, penambahan yoghurt dan nasi, serta pemeraman yang berbeda. Faktor-faktor perlakuan tersebut adalah penggaraman 7,5% dan 15% dari berat ikan, penambahan yoghurt 15%, 30% dan 45% dari berat ikan, penambahan nasi 0% dan 15% dari bobot ikan, dan lama fermentasi 0, 3 dan 6 hari. Ikan yang telah dibelah, dicuci dan ditiriskan, dibagi menjadi dua kelompok perlakuan secara acak. Satu kelompok ikan dicampur dengan garam 7,5% dan satu kelompok lainnya dicampur dengan garam 15 % dari bobot ikan. Ikan yang telah digarami dalam baskom plastik, dibiarkan selama 2 jam dalam kondisi suhu ruang. Ikan yang telah digarami dibilas dengan air. Pembilasan dilakukan dengan mengalirkan air pada tubuh ikan, kemudian ditiriskan kembali selama 30 menit. Setiap ekor ikan yang telah ditiriskan dari kelompok penggaraman yang berbeda, kemudian ditimbang dan dimasukkan ke dalam kantong plastik ukuran 15 x 30 cm. Ikan dalam plastik, kemudian ditambah yoghurt sebanyak 15%, 30%, atau 45% dari bobot ikan. Selanjutnya ikan yang telah mendapat yoghurt ditambah nasi sebagai sumber karbohidrat sebanyak 0% atau 15% dari bobot ikan. Ikan yang mendapat tambahan yoghurt dan nasi diaduk dengan cara diremas-remas sehingga yoghurt dan nasi tercampur merata. Setiap ikan baik yang tidak maupun yang telah tercampur yoghurt dan nasi diberi label sesuai perlakuan. Kemudian ikan diperam dalam suhu ruang selama 0, 3 atau 6 hari. Prosedur pembuatan ikan fermentasi dan perlakuannya dapat dilihat pada Gambar 5. Prosedur penelitian pembuatan ikan fermentasi dimulai dengan kelompok perlakuan yang diperam selama 6 hari. Tiga hari kemudian dilakukan perlakuan pembuatan ikan fermentasi pada ikan yang diperam selama 3 hari. Pada hari ke 6 dilakukan perlakuan pembuatan ikan fermentasi pada ikan yang diperam selama 0 hari. Pada akhir pemeraman, ikan yang telah mendapat perlakuan dikeluarkan dari kantong plastik, kemudian digoreng. Penggorengan dilakukan menggunakan minyak goreng komersial dengan merek Filma. Setiap ikan dari perlakuan yang berbeda digoreng dengan minyak yang baru. Penggorengan dilakukan hingga ikan
20
berwarna kuning kecoklatan. Ikan yang telah digoreng ditempatkan pada piring yang telah diberi kode sesuai perlakuan untuk dilakukan uji organoleptik.
Ikan mas segar Penyisikan (membuang sisik)
Pembelahan ikan menjadi dua bagian, tanpa diputus dan pembuangan isi perut serta insang Pencucian dan penirisan (30 menit)
Penggaraman (7.5% atau 15% garam) Pemeraman selama 2 jam
Pencucian, dengan mengalirkan air
Penirisan (30 menit) dan penimbangan Penambahan ; Yoghurt (15%, 30%, dan 45%), Nasi (0%,15%)
Pemeraman 0, 3, 6 hari
Ikan Fermentasi
Uji Organoleptik Uji kimia dan mikrobiologi
Gambar 5 Pembuatan fermentasi ikan mas dengan perlakuan penggaraman, penambahan yoghurt dan nasi serta lama pemeraman yang berbeda (Modifikasi dari Sumardi 2008).
21
3.3.3 Uji organoleptik Uji organoleptik bertujuan untuk mengetahui tingkat kesukaan terhadap ikan fermentasi hasil penelitian. Pengujian secara organoleptik melibatkan 30 orang panelis semi terlatih dengan menggunakan sekala hedonik. Tingkat kesukaan atau karakteristik sensori yang dievaluasi meliputi penampakan, warna, aroma, rasa, dan tekstur dengan rentang dari amat sangat tidak suka sampai amat sangat suka dengan menggunakan sekala nilai tingkat kesukaan. Skala nilai tingkat kesukaan dalam uji kesukaan tersebut adalah sebagai berikut: 1 = amat sangat tidak suka; 2 = sangat tidak suka; 3 = tidak suka; 4 = agak tidak suka; 5 = netral; 6 = agak suka; 7 = suka; 8 = sangat suka; dan 9 = amat sangat suka. Hasil uji organoleptik yang diperoleh ditabulasi kemudian dianalisis secara statistik dengan analisis nonparametrik menggunakan uji Kruskal-Wallis dengan pola perlakuan 2 x 3 x 2 x 3. Jika hasil uji Kruskal Wallis berbeda nyata maka dilakukan
uji
lanjut
dengan
menggunakan
uji
Dunn
(Daniel
1990;
Steel and Torry 1993). Pengujian statistik dilakukan dengan menghitung nilai H, Fk, dan H’ menggunakan persamaan.
Hasil analisis organoleptik kemudian
dilanjutkan dengan pengujian menggunakan metode bayes. Metode bayes digunakan untuk menetapkan satu perlakuan terbaik, untuk digunakan dalam kajian kimiawi dan mikrobiologi dari ikan fermentasi.
3.3.4 Pemilihan kombinasi perlakuan terbaik dengan metode bayes Penetapan perlakuan terbaik dilakukan dengan merangking kombinasi perlakuan berdasarkan nilai karakteristik sensorinya.
Karakteristik sensori
penampakan, warna, aroma, rasa, dan tekstur dijadikan parameter yang dibobot berbeda.
Rangking diberikan berdasarkan nilai kepentingan masing-masing
parameter yang digunakan terdiri dari lima nilai numerik, yaitu 5 mewakili nilai amat sangat penting, 4 mewakili nilai sangat penting, 3 mewakili penting, 2 mewakili cukup penting dan 1 mewakili biasa.
Penetapan rangking terbaik
dilakukan dengan menggunakan metode bayes (Marimin 2004). Karakteristik sensori ikan fermentasi sebagai parameter analisis dan nilai kepentingan dapat dilihat pada Tabel 3.
22
Nilai kepentingan karakteristik sensori ikan fermentasi untuk rasa diberi nilai 5, rasa dianggap parameter yang paling penting dan diuji secara objektif. Rasa diberi nilai kepentingan tertinggi dikarenakan penambahan garam, yoghurt, nasi, dan waktu pemeraman dapat sangat berpengaruh terhadap rasa dari ikan fermentasi yang dihasilkan. Sehingga penilaian tingkat kesukaan ikan fermentasi berpengaruh terhadap penilaian rasa. Tabel 3 Karakteristik sensori ikan fermentasi sebagai parameter analisis dan nilai kepentingan Parameter Analisis
Dasar Pertimbangan Kepentingan
lidah
Nilai Kepentingan
Rasa
Rasa merupakan respon rangsangan yang diberikan
terhadap
5
Tekstur
Tekstur berhubungan dengan lama pemeraman yang dilakukan
4
Penampakan
Penampakan berhubungan dengan penampilan ikan fermentasi secara keseluruhan
4
Warna
Warna ikan fermentasi berhubungan dengan kesan pertama dari penampilan produk
3
Aroma
Aroma ikan fermentasi berhubungan dengan bau produk dari proses fermentasi
2
Nilai kepentingan karakteristik sensori untuk tekstur dan penampakan diberi nilai 4, karena dianggap parameter sangat penting dan diuji secara objektif. Tekstur dan penampakan diberi nilai 4, dikarenakan pada proses pembuatan ikan fermentasi
penambahan
garam,
yoghurt,
nasi,
dan
lama
pemeraman
mempengaruhi perubahan tekstur dan penampakan ketika proses fermentasi berlangsung. Nilai kepentingan karakteristik sensori untuk warna diberi nilai 3, karena dianggap parameter penting dan diuji secara objektif. Warna diberi nilai 3, dikarenakan penambahan garam, yoghurt, nasi, dan lama pemeraman masih mempengaruhi perubahan warna ketika proses fermentasi berlangsung maupun ketika proses penggorengan.
23
Nilai kepentingan karakteristik sensori untuk aroma diberi nilai 2, karena dianggap parameter cukup penting dan diuji secara objektif. Aroma diberi nilai 2, dikarenakan pada proses pembuatan ikan fermentasi diasumsikan bahwa penambahan garam, yoghurt, nasi, dan lama pemeraman masih berpengaruh terhadap aroma ikan fermentasi yang dihasilkan ketika proses fermentasi berlangsung maupun ketika penggorengan. Bobot setiap parameter diperoleh berdasarkan manipulasi matriks (Marimin 2004). Matriks diperoleh dari perbandingan nilai kepentingan antar parameter kemudian dikuadratkan. Hasil penjumlahan setiap baris matriks dibagi dengan total penjumlahan baris matriks tersebut sehingga diperoleh nilai Eigan. Proses ini berulang sampai terdapat perbedaan nilai Eigan yang paling kecil. Nilai Eigan dari proses manipulasi matriks terakhir merupakan nilai bobot yang digunakan dalam metode bayes. Setelah perengkingan dan perhitungan, maka diperoleh nilai tertinggi yang menunjukkan produk ikan fermentasi terbaik. Berdasarkan analisis bayes tersebut, ditetapkan produk ikan fermentasi terbaik dan perlakuan yang terkait dengan produk tersebut.
Perlakuan terbaik ikan
fermentasi hasil analisis bayes kemudian dianalisis kimia dan mikrobiologi.
3.3.5 Analisis data a)
Rumus uji kruskal wallis dan uji dunn (Daniel 1990; Steel and Torry, 1993).
12 H
=
Fk
=
∑i
n(n+1)
Ri2 ni
∑T 1
(n-1) n (n+1)
-
3(n+1)
24
H’
H =
Fk
Keterangan : N : Banyaknya data t : ∑ data yang sama Ni : ∑ pengamatan tiap perlakuan Ri : Rangking tiap perlakuan k : Perlakuan
|Ri-Rj| ≤ Z(1-[α/k(k-1)])
N(N+1) 12
1+1 ni ni
Keterangan : Ri : Rata-rata nilai rangking perlakuan ke-i Rj : Rata-rata nilai rangking perlakuan ke-j k : Banyaknya ulangan N : Jumlah total data
b) Cara perhitungan metode bayes (Marimin 2004) 1) Penilaian Parameter Berdasarkan Kepentingan Parameter Analis Rasa tekstur penampakan Warna aroma
Nilai Kepentingan a b c d e
25
2) Penggambaran dengan Menggunakan Pay of Matrix, berdasarkan Nilai Kepentingan yang ada. x/y Rasa tekstur penampakan Warna aroma
Rasa a/a b/a c/a d/a e/a
tekstur a/b b/b c/b d/b e/b
penampakan a/c b/c c/c d/c e/c
warna a/d b/d c/d d/d e/d
aroma a/e b/e c/e d/e e/e
3) Penentuan Nilai Bobot, Melalui Perhitungan Matrik AxA = B, BxB = C, penjumlahah Matrik C+C Matrik A x A=B a/a b/a c/a d/a e/a
=
a/b b/b c/b d/b e/b
Aa Ab Ba Bb Ca Cb Da Db Ea Eb
a/c b/c c/c d/c e/c Ac Bc Cc Dc Ec
a/d b/d c/d d/d e/d Ad Bd Cd Dd Ed
a/e b/e c/e d/e e/e
a/a b/a c/a d/a e/a
X
a/b b/b c/b d/b e/b
Ae Be Ce De Ee
Ket : Perhitungan matrik baris x kolom Contoh: a/a Aa=
b/a c/a d/a e/a
X
a/a
a/b
a/c
a/d
a/e
Aa = (a/a x a/a)+( b/a x a/b) + (c/a x a/c) + (d/a x a/d) + (e/a x a/e)
a/c b/c c/c d/c e/c
a/d b/d c/d d/d e/d
a/e b/e c/e d/e e/e
26
Hasil matrik C N o 1 2 3 4 5
Matrik C 1 2 3 4 5 Total
1 2 3 4 5
1 2 3 4 5
1 2 3 4 5
1 2 3 4 5
Jumlah baris
Nilai Bobot
Jb1 Jb2 Jb3 Jb4 Jb5 Total (Jb 1-5)
Nb Nb Nb Nb Nb
Parameter Rasa tekstur penampakan Warna aroma
Nilai bobot didapatkan dari : Nilai Bobot = Jumlah Baris ke-n Total Jumlah Baris 4) Nilai bobot dimasukkan dalam perlakuan penelitian sehingga didapatkan nilai terbaik -Hasil total nilai tertinggi merupakan perlakuan yang terbaik
m
Total Nilai i
=
∑
Nilai ij (Krit j)
J=1
Keterangan : Total Nilai I
= Total nilai akhir dari alternative ke-i
Nilai ij
= Nilai dari alternative ke-I pada kriteria ke-j
Krit j
= Tingkat kepentingan (bobot) kriteria ke-j
i
= 1,2,3,…n; n = jumlah alternatif
j
= 1,2,3,…m; m = jumlah kriteria
3.3.6 Analisis kimia dan mikrobiologi ikan fermentasi Analisis kimia dan mikrobiologi dilakukan pada ikan Mas fermentasi yang dihasilkan dari kombinasi perlakuan terbaik atau rangking tertinggi pada hasil analisis Bayes. Analisis kimia meliputi pengukuran pH, kadar garam, air, abu,
27
protein dan lemak. Analisis kimia dilakukan pada ikan fermentasi pada hari ke 0, 3 dan 6. Pada ikan Mas segar hanya dilakukan pengukuran pH. Analisis mikrobiologi dilakukan dengan menghitung jumlah total bakteri asam laktat pada yoghurt sebelum ditambahkan pada ikan dan pada ikan segar naupun ikan fermentasi. Sampel ikan yang digunakan utuk analisis kimia dan uji mikrobiologi adalah campuran daging dari beberapa bagian tubuh mengunakan homogenizer. 3.3.7 a)
Prosedur analisis
Pengukuran nilai pH Pengukuran pH ikan fermentasi dilakukan dengan pengambilan sempel
sebanyak 20 g, sampel ikan dilarutkan dalam 50 ml aquades, dihomogenkan, kemudian pH diukur. Pengukuran pH dilakukan dengan pH meter yang sebelumnya telah dikaliberasi dengan buffer pH 4,0 dan pH 7,0. b) Pengukuran kadar garam (AOAC 1995) Penetapan kadar garam (NaCl) sampel dilakukan berdasarkan metode Mohr. Langkah-langkah metode tersebut adalah sebagai berikut: (1) Sebanyak 5g sampel ikan dimasukkan ke dalam cawan porselin untuk diabukan pada suhu 600 oC selama 12 jam; (2) Abu yang diperoleh dilarutkan dengan akuades sampai volumenya mencapai 100 ml dan kemudian disaring. (3) Larutan hasil penyaringan dipipet sebanyak 10 ml ke dalam beaker glass 50 ml, kemudian ditambahkan 3 ml K2CrO4 (kalium khromat) 5%. (4) Larutan dalam beaker glass dititrasi dengan larutan perak nitrat (AgNO3) 0,2 N. (5) Titik akhir titrasi tercapai setelah terbentuk endapan perak khromat (Ag2CrO2) yang berwarna oranye atau jingga. Rumus yang digunakan untuk menghitung kadar NaCl yaitu:
Kadar NaCl
=
Titer x Normalitas AgNO3 x 58,5 x 10 mg bobot sampel
x 100%
Keterangan: Volume AgNO3 adalah jumlah perak nitrat yang dibutuhkan dalam titrasi (ml), normalitas AgNO3 adalah 0,1 dari faktor pengencer sebesar 10.
28
c)
Pengukuran kadar air (AOAC, 1995) Pengukuran kadar air dilakukan dengan pengambilan sempel ikan sebanyak
5 g. Sempel dimasukkan ke dalam cawan porselin dan dikeringkan dalam oven pada suhu 105 0C selama 16 jam hingga beratnya konstan. Setelah pengeringan cawan dimasukkan ke dalam desikator dan beratnya ditimbang.
Kadar air
Kehilangan berat (g)
=
Berat sampel awal (g)
x 100%
d) Pengukuran kadar abu (AOAC, 1995) Pengukuran kadar abu dilakukan dengan pengambilan sampel ikan sebanyak 2-3 g.
Sampel selanjutnya dimasukkan ke dalam cawan porselin, kemudian
dioven selama 30 menit pada suhu 105 oC. Setelah itu sampel dalam cawan dimasukkan ke dalam tanur 500-550 oC selama 4-5 jam. Setelah pengabuan, sampel dimasukkan ke dalam desikator selama 30 menit, kemudian ditimbang. Rumus perhitungan kadar abu ikan adalah: Kadar abu
e)
=
Berat abu (g) Berat sampel (g)
x 100%
Pengukuran kadar protein (AOAC, 1995) Pengukuran kadar protein dilakukan dengan pengambilan sampel ikan
sebanyak 0,1 - 0,2 g dan dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl 100 ml, lalu ditambahkan 2 g K2SO4 dan HgO (1:1) serta 2.0 ml H2SO4 pekat. Setelah itu sampel didestruksi selama 30 menit sampai cairan berwarna hijau jernih. Sampel hasil destruksi dibiarkan sampai dingin, lalu ditambahkan 35 ml air suling dan 10 ml NaOH pekat sampai warna coklat kehitaman, lalu didestilasi. Hasil destilasi ditampung dalam Erlenmeyer 125 ml yang berisi 5 ml asam borat H3BO3 (B) dan indikator, lalu dititrasi dengan HCL 0,02 N (A). Larutan blanko dianalisis sesuai prosedur analisis yang dilakukan. Kadar nitrogen dapat dihitung berdasarkan rumus: % Nitrogen
=
(A-B) x N HCl x 14,007 Berat sampel (mg)
x 100%
29
Protein (%) = 6,25 x % Nitrogen
f)
Pengukuran kadar lemak (AOAC, 1995) Pengukuran kadar lemak ikan dilakukan dengan pengambilan sampel
sebanyak 2,5-5,0 g dimasukkan ke dalam selongsongan lemak, lalu diletakkan di dalam soxhlet. Sementara itu dimasukkan petroleum eter ke dalam labu lemak yang telah ditimbang. Kemudian dilakukan ekstraksi selam 16 jam. Pelarut yang ada dalam labu lemak didestilasi, lalu labu dikeringkan di dalam oven 1050C. Kadar lemak ditentukan dengan rumus:
Kadar lemak
=
Berat labu akhir (g) – Berat labu awal (g) Berat sampel (g)
x 100%
3.3.8 Total bakteri asam laktat Total bakteri asam laktat dihitung berdasarkan metode yang dijelaskan Fardias (1989).
Tahap awal perhitungan total bakteri asam laktat dilakukan
dengan pengenceran 10 g sampel pada 90 ml garam fisiologis sebagai pengencer. Kemudian sampel yang telah diencerkan dipipet sebanyak 1 ml ke dalam tabung reaksi dan cawan petri yang telah disterilkan. Kemudian dihomogenkan, setelah homogen dipipet sebanyak 1 ml, ditambah 9 ml akuades untuk pengenceran 10-1, pengenceran 10-2 dipipet sebanyak 1 ml dari pengenceran 10-1 ditambah 9 ml akuades. Tingkat pengenceran dilakukan sesuai yang dikehendaki. Penghitungan total bakteri asam laktat dilakukan dengan dua kali ulangan. Media yang digunakan media MRSA sebanyak 10 ml dan 1 ml contoh pada cawan petri. Inkubasi pada suhu 37oC selama 2 hari. Kemudian dilakukan perhitungan jumlah total bakteri asam laktat. Rumus perhitungan total bakteri atau total plate count (TPC) adalah sebagai berikut: Total Bakteri (cfu/g)
=
jumlah koloni per cawan
x
1 faktor pengenceran
30
4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Yoghurt Nilai pH yoghurt yang digunakan pada penelitian pembuatan ikan fermentasi adalah 3,46. Sedangkan total bakteri asam laktat yoghurt tersebut adalah 4,8 x 106 cfu/g. Karakteristik yoghurt yang digunakan sebagai sumber bakteri asam laktat dalam pembuatan ikan fermentasi dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Karakteristik yoghurt yang digunakan sebagai sumber bakteri asam laktat dalam pembuatan ikan fermentasi Karakteristik Warna Penampakan Bau Rasa Konsistensi pH Total BAL (cfu/g) / log
Putih susu Kental Normal/khas Asam/khas Homogen 3,46 4,8 x 106/ 6,69
Nilai pH di bawah 4,5 pada produk fermentasi dapat mencegah pertumbuhan mikroorganisme penghasil toksin (Irianto 2008). Kombinasi pH rendah dan asam organik terutama asam laktat adalah faktor pengawetan dalam produk fermentasi ikan. Umumnya, pH 5-4,5 mampu menghambat perkembangan bakteri patogen dan bakteri pembusuk (Muller 2001). Beberapa teknik yang dapat digunakan untuk meningkatkan kecepatan fermentasi, diantaranya adalah menggunakan suhu lebih tinggi, menambahkan enzim, menambahkan bakteri, dan menambahkan asam (Wheaton dan Lawson 1985). Sehingga yoghurt dapat digunakan sebagai penambah bakteri asam laktat dan asam pada pembuatan fermentasi ikan mas, dalam meningkatkan kecepatan fermentasi.
4.2 Hasil Organoleptik Karakterisasi Sensori Ikan Fermentasi Hasil uji organoleptik yang dilakukan secara sensori dengan menggunakan indra manusia sebagai alat utama pengujian produk dapat memberikan gambaran tentang hasil organoleptik terhadap tingkat kesukaan konsumen produk ikan fermentasi. Karakteristik sensori dari fermentasi ikan mas yang diamati dalam
31
penelitian ini adalah penampakan, warna, aroma, rasa dan tekstur. Perlakuan garam, yoghurt, nasi, dan lama pemeraman berpengaruh nyata terhadap hasil organoleptik. Hasil uji lanjut Dunn terhadap karakteristik sensori, menunjukkan perbedaan yang nyata untuk setiap perlakuan (lampiran 4). 4.2.1 Penampakan ikan mas fermentasi Karakteristik sensori penampakan ikan mas fermentasi terkait dengan perlakuan garam, yoghurt, nasi dan lama pemeraman, dinilai melalui penglihatan mata. Penilaian penampakan berkorelasi dengan persepsi tekstur dan aroma (Apriyantono 1989). Penilaian penampakan diberikan melalui seluruh sensori, dan biasanya penilai atau konsumen produk perikanan lebih menyukai penampakan yang menarik. Nilai tingkat kesukaan hasil uji organoleptik penampakan ikan fermentasi dapat dilihat pada Gambar 6. Penampakan ikan fermentasi mempunyai tingkat kesukaan yang berkisar antara 3,40 (tidak disukai) dan 7,00 (disukai) dari skala tingkat kesukaan maksimum 9 (amat sangat disukai). Rataan dan standar deviasi tingkat kesukaan terhadap penampakan adalah 5,95±0,87 atau dengan nilai koefisien variasi 6,86 %.
Nilai koefisien variasi 6,86 % menggambarkan tingkat kesukaan
terhadap penampakan
fermentasi ikan mas bervariasi sesuai dengan tingkat
penambahan garam, yoghurt, nasi dan lama pemeraman. Variasi yang terjadi pada penampakan ikan fermentasi dipengaruhi oleh perlakuan tersebut. Hasil uji kruskal wallis dan Dunn menunjukkan bahwa perlakuan garam, yoghurt, nasi yang ditambahkan dan lama pemeraman pada ikan fermentasi berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap penampakan dan terdapat perbedaan nyata penampakan antar perlakuan (Gambar 6). Berdasarkan pengelompokkan lama pemeraman yang sama, pada awal fermentasi hari ke-0 untuk semua perlakuan garam 7,5% dan 15% (A100, A110, A200, A210; B100, B110, B200, B210; C110, C200, C210) tidak berbeda nyata. Umumnya perlakuan dengan penggaraman yang sama 7,5%, pada perlakuan pemeraman hari ke 3, penambahan yoghurt dan nasi tidak menyebabkan perbedaan nyata antar perlakuan A103, A113; B103, B113; dan C103, C113 (Gambar 6).
Demikian juga tidak terdapat perbedaan pada semua perlakuan
32
dengan penggaraman 15% (A203, A213; B203, B213, C203, C213), kecuali pada perlakuan C213 (garam 15%, yoghurt 45%, nasi 15%, hari ke-3) berbeda nyata dengan perlakuan A203 (garam 15%, yoghurt 15%, nasi 0%) dan A213 (garam 15%, yoghurt 15%, nasi 15%).
Hal ini berarti bahwa pada perlakuan
penggaraman yang sama 15% dan lama pemeraman 3 hari, penambahan yoghurt 15% dan 45% memiliki pengaruh berbeda, dimana pada perlakuan C213 penampakan kurang disukai dibandingkan perlakuan A203 dan A213.
Keterangan: G = garam (%); Y= yoghurt (%); N = nasi (%) H= hari pemeraman Kode perlakuan: A100 = G7,5; Y15; N0; H0 A103 = G7,5; Y15; N0; H3 A106 = G7,5; Y15; N0; H6 A110 = G7,5; Y15; N15; H0 A113 = G7,5; Y15; N15; H3 A116 = G7,5; Y15; N15; H6 B100 = G7,5; Y30; N0; H0 B103 = G7,5; Y30; N0; H3 B106 = G7,5; Y30; N0; H6 B110 = G7,5; Y30; N15; H0 B113 = G7,5; Y30; N15; H3 B116 = G7,5; Y30; N15; H6
C100 = G7,5; Y45; N0; H0 C103 = G7,5; Y45; N0; H3 C106 = G7,5; Y45; N0; H6 C110 = G7,5; Y45; N15; H0 C113 = G7,5; Y45; N15; H3 C116 = G7,5; Y45; N15; H6 A200 = G15; Y15; N0; H0 A203 = G15; Y15; N0; H3 A206 = G15; Y15; N0; H6 A210 = G15; Y15; N15; H0 A213 = G15; Y15; N15; H3 A216 = G15; Y15; N15; H6
B200 = G15; Y30; N0; H0 B203 = G15; Y30; N0; H3 B206 = G15; Y30; N0; H6 B210 = G15; Y30; N15; H0 B213 = G15; Y30; N15; H3 B216 = G15; Y30; N15; H6 C200 = G15; Y45; N0; H0 C203 = G15; Y45; N0; H3 C206 = G15; Y45; N0; H6 C210 = G15; Y45; N15; H0 C213 = G15; Y45; N15; H3 C216 = G15; Y45; N15; H6
Gambar 6 Tingkat kesukaan terhadap penampakan bekasam ikan mas dengan perlakuan kadar garam, yoghurt, nasi dan pemeraman
33
Perlakuan kadar garam pada lama pemeraman 3 hari, menyebabkan perbedaan nyata pada perlakuan A113 (garam 7,5%, yoghurt 15%, nasi 15%) dengan A203 (garam 15%, yoghurt 15%, nasi 0%), A213 (garam 15%, yoghurt 15%, nasi 15%) dan B203 (garam 15%, yoghurt 30%, nasi 0%). Peningkatan kadar yoghurt pada perlakuan C103 (garam 7,5%, yoghurt 45%, nasi 0%) menyebabkan perbedaan nyata dengan perlakuan A203, A213, dan B203. Tetapi pada kadar garam yang sama dan peningkatan kadar yoghurt pada A113 dan C103 tidak menyebabkan perbedaan nyata. Rata-rata nilai kesukaan terhadap penampakan pada perlakuan A113 dan C103 lebih rendah dibandingkan pada perlakuan A203, A213, dan B203 (Gambar 6). Hal tersebut menunjukkan bahwa perlakuan garam 15% lebih dapat meningkatkan penampakan dari pada garam 7,5%. Umumnya pada perlakuan lama pemeraman 6 hari, pada perlakuan dengan penggaraman yang sama 7,5%, penambahan yoghurt dan nasi (A106, A116; B106, B116; C106, C116) tidak menyebabkan perbedaan (Gambar 6), kecuali perlakuan C116 (garam 7,5%, yoghurt 45%, nasi 15%) berbeda nyata dengan perlakuan A106 (garam 7,5%, yoghurt 15%, nasi 0%) dan B106 (garam 7,5%, yoghurt 30%, nasi 0%). Perlakuan C116 memiliki nilai rata-rata penampakan lebih rendah dibandingkan A106 dan B106. Penambahan nasi pada perlakuan C116 menurunkan tingkat kesukaan terhadap penampakan. Umumnya pada perlakuan lama pemeraman 6 hari, perlakuan penggaraman 15%, penambahan yoghurt dan nasi (A206, A216, B206, B216, C206, C216) tidak berbeda nyata, kecuali pada perlakuan B206 (garam 15%, yoghurt 30%, nasi 0%) berbeda nyata dengan perlakuan B216 (garam 15%, yoghurt 30%, nasi 15%) dan C206 (garam 15%, yoghurt 45%, nasi 0%). Perbedaan perlakuan B206 dengan B216 berbeda nyata pada penambahan nasinya, sedangkan antara perlakuan B206 dengan C206 perbedaan nyata terlihat pada peningkatan kadar yogurtnya. Perlakuan B206 lebih disukai karena memiliki rata-rata nilai kesukaan terhadap penampakan yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan B216 dan C206. Pengelompokan berdasarkan lamanya pemeraman,
kombinasi perlakuan
penambahan garam, yoghurt dan nasi tidak banyak berpengaruh terhadap penampakan ikan fermentasi. Hanya saja beda nyata terlihat pada beberapa
34
kombinasi perlakuan ikan fermentasi tanpa dan dengan penambahan nasi. Penggunaan nasi pada pembuatan ikan fermentasi, dapat menyediakan sumber karbohidrat atau sumber nutrisi bagi bakteri asam laktat. Menurut Muller (2001), peran utama bakteri asam laktat adalah memfermentasi karbohidrat yang tersedia dan menyebabkan penurunan pH. Sehingga lamanya pemeraman, penambahan yoghurt dan nasi menyebabkan perubahan penampakan pada ikan fermentasi. Yoghurt dapat memiliki total asam laktat 0,5 - 2,0% dengan pH 4,4-4,5 (BSN 1992). Jumlah asam dan populasi bakteri yang tinggi dapat menyebabkan jaringan banyak mengalami hidrolisis sehingga ikan fermentasi menjadi lebih lunak dan pada saat penggorengan mengalami kerusakan dan menyebabkan nilai penampakan yang menurun. Di dalam pengawetan pangan terdapat tiga jenis fermentasi yaitu fermentasi alkohol, asam asetat dan asam laktat. Pada semua proses fermentasi tersebut bakteri mempergunakan karbohidrat sebagai substrat. Bakteri asam laktat terseleksi untuk berkembang dengan adanya garam (Muchtadi 2008). Walaupun proses fermentasi menggunakan karbohidrat namun bakteri menggunakan komponen jaringan ikan lainnya sepeti nitrogen dan mineral. Pemanfaatan substrat dalam tubuh ikan selama fermentasi, dapat menyebabkan perubahan penampakan pada ikan. Kombinasi perlakuan dapat pula menyebabkan penguraian ikan lebih cepat sehingga menurunkan nilai penampakan
ikan
fermentasi ketika digoreng.
4.2.2
Warna ikan mas fermentasi Produk perikanan merupakan bahan yang sangat mudah rusak dan
mengalami perubahan warna jika tersimpan dalam suhu kamar. Warna mempunyai peran yang sangat penting dalam evaluasi kualitas produk perikanan, karena warna memberi petunjuk mengenai perubahan kimia dalam produk tersebut. Karakteristik sensori warna merupakan salah satu faktor yang menentukan tingkat kesukaan konsumen terhadap produk perikanan. Sebelum faktor-faktor lain dipertimbangkan, secara visual faktor warna tampil lebih dahulu dan kadang-kadang sangat menentukan. Penilaian Warna berkorelasi dengan persepsi tekstur dan aroma dan biasanya konsumen produk perikanan lebih menyukai warna yang menarik. Suatu bahan yang dinilai bergizi,
35
enak dan teksturnya sangat baik tidak akan dimakan apabila memiliki warna yang tidak sedap dipandang atau memberi kesan telah menyimpang dari warna yang seharusnya (Winarno 2008). Warna ikan fermentasi dinilai dengan penglihatan mata. Warna ikan fermentasi sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh interaksi perlakuan garam, yoghurt, nasi dan lama pemeraman. Nilai tingkat kesukaan hasil uji organoleptik warna ikan fermentasi dapat dilihat pada Gambar 7. Warna ikan mas fermentasi mempunyai nilai kesukaan yang berkisar 4,10 (agak tidak disukai) dan 6,70 (disukai) dari skala nilai tingkat kesukaan maksimum 9 (amat sangat disukai). Rataan nilai tingkat kesukaan terhadap warna adalah 5,79±0,62 atau dengan nilai koefisien variasi 9,37%. Perlakuan penambahan garam, yoghurt, nasi dan lama pemeraman pada ikan fermentasi menyebabkan perbedaan nyata (p<0,05) terhadap tingkat kesukaan pada warna. Beda nyata antar perlakuan dapat dilihat dari hasil uji lanjut Dunn (Gambar 7). Pembacaan beda nyata antar perlakuan dapat dilihat per kelompok berdasarkan lama pemeraman yang sama. Pada hari ke-0 sebelum fermentasi, penggaraman 7,5% (A100, A110, B100, B110, C100, C110) dan 15% (A200, A210, B100, B200, B210, C200, C210) tidak berbeda nyata. Akan tetapi pada kadar garam sama, perbedaan lama pemeraman pada perlakuan C100 (garam 7,5%, yoghurt 45%, nasi 0%, hari ke-0), berbeda nyata dengan C103 (garam 7,5%, yoghurt 45%, nasi 0%, pemeraman hari ke-3). Perbedaan nyata antara perlakuan C100 dengan C103 terlihat pada lama pemeraman yang terjadi. Umumnya pada pemeraman hari ke 3, perlakuan garam 7,5% dan kombinasinya dengan yoghurt dan nasi tidak menyebabkan perbedaan nyata antar perlakuan A103, A113, B103, B113, C103, C113. Perlakuan garam 15% (A203, A213, B203, B213, C203, C213) tidak berbeda nyata, kecuali pada perlakuan A203 (garam 15%, yoghurt 15%, nasi 0%) berbeda nyata dengan perlakuan C213 (garam 15%, yoghurt 45%, nasi 15%,).
Perlakuan A203 terlihat beda nyata
dengan C213 pada penambahan kadar yoghurt dan nasi.
Kadar garam yang
berbeda yaitu 7,5% dan 15%, menyebabkan perbedaan nyata pada kesukaan terhadap warna antara perlakuan C103 (garam 7,5%, yoghurt 45%, nasi 0%) dengan perlakuan A203 (garam 15%, yoghurt 15%, nasi 0%). Perbedaan nyata
36
antara perlakuan C103 dengan A203 terlihat pada penambahan kadar garam dan kadar yoghurt yang diberikan. Perlakuan A203 memiliki nilai rata-rata kesukaan terhadap warna lebih tinggi dibandingkan perlakuan C103.
Keterangan: G = garam(%); Y= yoghurt(%); N = nasi (%) H= hari pemeraman Kode perlakuan: A100 = G7,5; Y15; N0; H0 A103 = G7,5; Y15; N0; H3 A106 = G7,5; Y15; N0; H6 A110 = G7,5; Y15; N15; H0 A113 = G7,5; Y15; N15; H3 A116 = G7,5; Y15; N15; H6 B100 = G7,5; Y30; N0; H0 B103 = G7,5; Y30; N0; H3 B106 = G7,5; Y30; N0; H6 B110 = G7,5; Y30; N15; H0 B113 = G7,5; Y30; N15; H3 B116 = G7,5; Y30; N15; H6
C100 = G7,5; Y45; N0; H0 C103 = G7,5; Y45; N0; H3 C106 = G7,5; Y45; N0; H6 C110 = G7,5; Y45; N15; H0 C113 = G7,5; Y45; N15; H3 C116 = G7,5; Y45; N15; H6 A200 = G15; Y15; N0; H0 A203 = G15; Y15; N0; H3 A206 = G15; Y15; N0; H6 A210 = G15; Y15; N15; H0 A213 = G15; Y15; N15; H3 A216 = G15; Y15; N15; H6
B200 = G15; Y30; N0; H0 B203 = G15; Y30; N0; H3 B206 = G15; Y30; N0; H6 B210 = G15; Y30; N15; H0 B213 = G15; Y30; N15; H3 B216 = G15; Y30; N15; H6 C200 = G15; Y45; N0; H0 C203 = G15; Y45; N0; H3 C206 = G15; Y45; N0; H6 C210 = G15; Y45; N15; H0 C213 = G15; Y45; N15; H3 C216 = G15; Y45; N15; H6
Gambar 7 Tingkat kesukaan warna ikan mas fermentasi dengan perlakuan kadar garam, yoghurt, nasi dan pemeraman Umumnya pada pemeraman hari ke-6 pada perlakuan garam 7,5% (A103, A113, B103, B113, C103, C113) tidak terdapat perbedaan nyata antar perlakuan, kecuali pada perlakuan C116 (garam 7,5%, yoghurt 45%, nasi 15%) berbeda nyata dengan perlakuan A106 (garam 7,5%, yoghurt 15%, nasi 0%) dan B106
37
(garam 7,5%, yoghurt 30%, nasi 0%). Perbedaan nyata antara perlakuan C116 dengan perlakuan A106 dan B106 terlihat jika dilakukan penambahan kadar yoghurt dan nasi. Perlakuan C116 memiliki nilai rata-rata kesukaan terhadap warna yang lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan A106 dan B106. Umumnya pada pemeraman hari ke-6 perlakuan garam yang berbeda (7,5% dan 15%), tidak menyebabkan perbedaan nyata antar perlakuan, kecuali perlakuan C116 (garam 7,5%, yoghurt 45%, nasi 15%) berbeda nyata dengan A206 (garam 15%, yoghurt 15%, nasi 0%) dan B206 (garam 15%, yoghurt 30%, nasi 15%). Perlakuan C116 terlihat beda nyata dengan A206 pada penambahan kadar yoghurt dan nasi, sedangkan perlakuan C116 terlihat berbeda nyata dengan B206 jika dilakukan penambahan yoghurt. Pengelompokan berdasarkan lamanya pemeraman dari kombinasi perlakuan garam, yoghurt dan nasi dapat menunjukkan perbedaan kesukaan terhadap warna ikan fermentasi. Perbedaan yang terlihat pada setiap peningkatan kadar garam, yoghurt, nasi dan lama pemeraman tidak nyata. Hanya saja beda nyata terlihat pada beberapa kombinasi perlakuan ikan fermentasi pada peningkatan kadar yoghurt dan penambahan nasi. Aplikasi penggunaan garam pada produk fermentasi yaitu untuk menghambat mikroorganisme pembusuk. Garam juga berpengaruh terhadap perkembangan mikroorganisme spesies penghasil toksin yang bersifat pantogen. Pertumbuhan Salmonella spp. dapat dicegah dengan pemberian konsentrasi 6% garam. Staphylococcus aureus mampu bertahan pada pemberian 15% garam dan kadang pula hingga 20%, tetapi tercatat bahwa toksin dapat terbentuk hingga konsentrasi garam 5%. (Djien 1982). Aplikasi penambahan yoghurt pada ikan dalam pembuatan ikan fermentasi, berpengaruh terhadap penambahan jumlah bakteri asam laktat pada proses fermentasi. Pengawetan bahan pangan fermentatif oleh bakteri asam laktat disebabkan terbentuknya kondisi asam selama proses fermentasi dan selama penyimpanan. Kondisi asam diakibatkan adanya konversi karbohidrat menjadi asam organik (asam laktat dan asam asetat) dan menurunkan pH produk selama fermentasi (Vuyst dan Vandamme 1994).
38
Ikan mas fermentasi ketika digoreng menunjukkan warna gelap atau coklat (Lampiran 2). Warna gelap yang timbul dikarenakan adanya reaksi Mailard antara gugus amino protein dengan gugus karbonil gula pereduksi (Winarno 2008). Variasi kadar asam amino bebas dan kadar gula yang memungkinkan terjadi reaksi Maillard dari ikan fermentasi yang dihasilkan pada saat penggorengan dapat berbeda tergantung pada perlakuan. Tingginya kadar garam menyebabkan penetrasi molekul Na+ dan Cl- ke dalam jaringan ikan semakin cepat. Ion Na+ dibutuhkan oleh bakteri asam laktat sebagai salah satu pendukung faktor pertumbuhannya. Ion Cl- berikatan dengan air bebas pada bahan yang menyebabkan ketersediaan air dalam bahan berkurang sehingga air bebas yang dapat dimanfaatkan oleh mikroba untuk pertumbuhan menjadi berkurang dan menyebabkan suasana lingkungan menjadi semakin asam karena terbentuknya senyawa HCl (Valera 1986 diacu dalam Timoryana 2007). Reaksi maillard merupakan reaksi antara karbohidrat, khususnya gula pereduksi dengan gugus amina primer. Reaksi tersebut menghasilkan bahan berwarna coklat, yang sering dikendaki atau kadang menjadi tanda penurunan mutu (Winarno 2008). Hasil
Semakin tinggi tingkat penguraian laktosa dan
protein susu dan kemungkinan juga sebagian protein jaringan tubuh ikan, maka semakin cepat perubahan warna yang dihasilkan sehingga produk ikan fermentasi menjadi kurang menarik. 4.2.3
Aroma ikan mas fermentasi Aroma merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi konsumen
dalam menentukan pilihan makanan yang disukai. Tingkat kelezatan makanan dalam banyak hal ditentukan oleh aroma makanan tersebut.
Industri pangan
menganggap uji bau atau aroma sangat penting dilakukan karena hasil uji tersebut dapat dengan cepat memberikan hasil penilaian produknya disukai atau tidak disukai (Soekarto 1985). Karakteristik sensori aroma ikan fermentasi yang dinilai melalui indra penciuman, berubah sangat nyata dengan perlakuan penambahan garam, yoghurt, nasi dan lama pemeraman (lampiran 3).
Aroma ikan mas fermentasi dalam
percobaan ini mempunyai nilai tingkat kesukaan yang berkisar antara 4,37 (agak tidak disukai) dan 6,77 (disukai) dari skala nilai tingkat kesukaan 1
39
(amat sangat tidak disukai) sampai 9 (amat sangat disukai). Rata-rata nilai tingkat kesukaan terhadap tekstur adalah 6,03±0,54 atau dengan nilai koefisien variasi 11,07%. Hasil uji kruskal wallis dan uji Dunn
menunjukkan bahwa perlakuan
garam, yoghurt, nasi yang ditambahkan dan lama pemeraman pada ikan fermentasi berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap tingkat kesukaan aroma. Pembacaan beda nyata perlakuan dilakukan perkelompok berdasarkan lama pemeraman ikan fermentasi. Perlakuan pada hari ke-0 tidak berbeda nyata pada semua perlakuan (A100, A110, B100, B110, C100, C110, A200, A210, B200, B210, C200, C210). Tapi ketika dikombinasikan berdasarkan hari, perlakuan C100 (garam 7,5%, yoghurt 45%, nasi 0%, hari ke-0) berbeda nyata dengan perlakuan C103 (garam 7,5%, yoghurt 45%, nasi 0%, hari ke-3) dan perlakuan C106 (garam 7,5%, yoghurt 45%, nasi 0%, hari ke-6). Perlakuan C110 (garam 7,5%, yoghurt 45%, nasi 15%, hari ke-0) berbeda nyata dengan perlakuan C116 (garam 7,5%, yoghurt 45%, nasi 15%, hari ke-6). Pola perbedaan nyata antar perlakuan tersebut menunjukkan terjadinya penurunan tingkat kesukaan aroma ikan fermentasi setelah mengalami pemeraman (Gambar 8). Perlakuan penggunaan garam 15%, dikelompokkan berdasarkan lama pemeraman hari ke-0, ke-3, dan ke-6 umumnya tidak berpengaruh nyata. Tetapi perlakuan B210 (garam 15%, yoghurt 30%, nasi 15%, hari ke-0) dan C200 (garam 15%, yoghurt 45%, nasi 0%, hari ke-0) berbeda nyata dengan A216 (garam 15%, yoghurt 15%, nasi 15%, hari ke-6). Aroma ikan fermentasi dengan perlakuan B210 dan C200 terlihat berbeda nyata dengan A216 pada penggunaan kadar yoghurt, nasi dan lamanya pemeraman yang berbeda. Kombinasi perlakuan penambahan kadar garam yang berbeda (7,5% dan 15%, pada hari yang sama pada perlakuan C103 (garam 7,5%, yoghurt 45%, nasi 0%, hari ke-3) berbeda nyata dengan perlakuan A203 (garam 15%, yoghurt 15%, nasi 0%, hari ke-3) dan A213 (garam 15%, yoghurt 15%, nasi 15%, hari ke-3). Perlakuan tersebut menunjukkan bahwa kadar garam dan yoghurt yang berbeda memberikan perbedaan nyata terhadap aroma. Begitu pula untuk perlakuan C116 (garam 7,5%, yoghurt 45%, nasi 15%, hari ke-6) berbeda nyata dengan perlakuan
40
A206 (garam 15%, yoghurt 15%, nasi 0%, hari ke-6) dimana nasi yang di tambahkan memberikan perbedaan aroma yang nyata (Gambar 8).
Keterangan: G = garam(%); Y= yoghurt(%); N = nasi (%) H= hari pemeraman Kode perlakuan: A100 = G7,5; Y15; N0; H0 A103 = G7,5; Y15; N0; H3 A106 = G7,5; Y15; N0; H6 A110 = G7,5; Y15; N15; H0 A113 = G7,5; Y15; N15; H3 A116 = G7,5; Y15; N15; H6 B100 = G7,5; Y30; N0; H0 B103 = G7,5; Y30; N0; H3 B106 = G7,5; Y30; N0; H6 B110 = G7,5; Y30; N15; H0 B113 = G7,5; Y30; N15; H3 B116 = G7,5; Y30; N15; H6
C100 = G7,5; Y45; N0; H0 C103 = G7,5; Y45; N0; H3 C106 = G7,5; Y45; N0; H6 C110 = G7,5; Y45; N15; H0 C113 = G7,5; Y45; N15; H3 C116 = G7,5; Y45; N15; H6 A200 = G15; Y15; N0; H0 A203 = G15; Y15; N0; H3 A206 = G15; Y15; N0; H6 A210 = G15; Y15; N15; H0 A213 = G15; Y15; N15; H3 A216 = G15; Y15; N15; H6
B200 = G15; Y30; N0; H0 B203 = G15; Y30; N0; H3 B206 = G15; Y30; N0; H6 B210 = G15; Y30; N15; H0 B213 = G15; Y30; N15; H3 B216 = G15; Y30; N15; H6 C200 = G15; Y45; N0; H0 C203 = G15; Y45; N0; H3 C206 = G15; Y45; N0; H6 C210 = G15; Y45; N15; H0 C213 = G15; Y45; N15; H3 C216 = G15; Y45; N15; H6
Gambar 8 Tingkat kesukaan aroma ikan mas fermentasi dengan perlakuan kadar garam, yoghurt, nasi dan pemeraman Yoghurt mempunyai aroma yang khas (BSN 1992). Asetaldehid merupakan salah satu komponen penting aroma dalam yoghurt (Guizani & Mothershaw 2007). Perbedaan aroma dapat disebabkan karena perlakuan khususnya garam, karena garam merangsang terjadinya oksidasi lipid pada produk daging. Asamasam lemak volatile dihasilkan dari oksidasi lemak dan asam-asam amino atau protein ikan (Dougan dan Howard 1975 diacu dalam Irianto 2008). Sehingga
41
perbedaan penggunaan kadar garam (7,5% dan 15%) dan kadar yoghurt pada kombinasi diatas memberikan perbedaan yang nyata terhadap aroma. 4.2.4
Rasa ikan mas fermentasi Karakteristik sensori rasa ikan mas fermentasi dinilai melalui indra perasa
yaitu lidah. Rasa memiliki peranan penting dalam menentukan penerimaan suatu makanan. Rasa merupakan respon lidah terhadap rangsangan yang diberikan oleh suatu makanan. Penerimaan panelis terhadap rasa dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain senyawa kimia, suhu, konsentrasi, dan interaksi dengan komponen rasa yang lain (Winarno 2008). Walaupun bahan makanan mempunyai warna, aroma, dan tekstur yang baik, jika rasanya tidak enak, maka makanan tersebut tidak akan diterima konsumen. Oleh karena itu, rasa merupakan salah satu faktor penting dalam keputusan terakhir konsumen untuk menerima atau menolak suatu makanan. Rasa ikan mas fermentasi mempunyai nilai tingkat kesukaan yang berkisar 3,70 (agak tidak disukai) dan 6,87 (disukai) dari skala nilai tingkat kesukaan 1 (amat sangat tidak disukai) sampai 9 (amat sangat disukai). Rata-rata nilai tingkat kesukaan terhadap rasa adalah 5,85 ± 0,72 atau dengan nilai koefisien variasi 8,09%. Nilai tersebut menunjukkan bahwa secara umum rasa ikan mas fermentasi agak disukai dengan variasi tinggi (Gambar 9). Hasil uji kruskal wallis dan uji Dunn menunjukkan bahwa perlakuan garam, yoghurt, nasi yang ditambahkan pada ikan fermentasi dan lama pemeraman menyebabkan perberbedaa nyata (p<0,05) tingkat kesukaan terhadap rasa. Pembacaan pengaruh perlakuan dalam hal ini dilakukan berdasarkan kelompok penambahan kadar garam pada ikan fermentasi. Kombinasi untuk semua perlakuan dengan penambahan garam 7,5%, pada perlakuan (A100 – C116) (Gambar 9) tidak berbeda nyata. Begitu pula pada kombinasi untuk semua perlakuan (A200 – A216) dengan penambahan garam 15% tidak berbeda nyata. Akan tetapi perlakuan A200 (garam 15%, yoghurt 15%, nasi 0%, hari ke-0) berbeda nyata dengan perlakuan C216 (garam 15%, yoghurt 45%, nasi 15%, hari ke-6). Perbedaan nyata antara perlakuan A200 dengan C216 terlihat pada lamanya pemeraman, penambahan kadar yoghurt dan penambahan nasi. Perlakuan C216
42
memiliki nilai rata-rata rasa ikan fermentasi yang lebih rendah dibandingkan perlakuan A200.
Keterangan: G = garam(%); Y= yoghurt(%); N = nasi (%) H= hari pemeraman Kode perlakuan: A100 = G7,5; Y15; N0; H0 A103 = G7,5; Y15; N0; H3 A106 = G7,5; Y15; N0; H6 A110 = G7,5; Y15; N15; H0 A113 = G7,5; Y15; N15; H3 A116 = G7,5; Y15; N15; H6 B100 = G7,5; Y30; N0; H0 B103 = G7,5; Y30; N0; H3 B106 = G7,5; Y30; N0; H6 B110 = G7,5; Y30; N15; H0 B113 = G7,5; Y30; N15; H3 B116 = G7,5; Y30; N15; H6
C100 = G7,5; Y45; N0; H0 C103 = G7,5; Y45; N0; H3 C106 = G7,5; Y45; N0; H6 C110 = G7,5; Y45; N15; H0 C113 = G7,5; Y45; N15; H3 C116 = G7,5; Y45; N15; H6 A200 = G15; Y15; N0; H0 A203 = G15; Y15; N0; H3 A206 = G15; Y15; N0; H6 A210 = G15; Y15; N15; H0 A213 = G15; Y15; N15; H3 A216 = G15; Y15; N15; H6
B200 = G15; Y30; N0; H0 B203 = G15; Y30; N0; H3 B206 = G15; Y30; N0; H6 B210 = G15; Y30; N15; H0 B213 = G15; Y30; N15; H3 B216 = G15; Y30; N15; H6 C200 = G15; Y45; N0; H0 C203 = G15; Y45; N0; H3 C206 = G15; Y45; N0; H6 C210 = G15; Y45; N15; H0 C213 = G15; Y45; N15; H3 C216 = G15; Y45; N15; H6
Gambar 9 Tingkat kesukaan rasa ikan mas fermentasi dengan perlakuan kadar garam, yoghurt, nasi dan pemeraman Pengelompokan kombinasi perlakuan pemeraman hari ke-3 dengan kadar garam berbeda, menunjukkan bahwa perlakuan A103 (garam 7,5%, yoghurt 15%, nasi 0%) berbeda nyata dengan perlakuan B213 (garam 15%, yoghurt 30%, nasi 15%) dan C213 (garam 15%, yoghurt 45%, nasi 0%). Kombinasi perlakuan tersebut menunjukkan perbedaan kadar garam, penambahan yoghurt dan nasi menyebabkan perbedaan kesukaan terhadap rasa pada ikan fermentasi. Perlakuan
43
kadar garam 7,5% dan tanpa nasi (nasi 0%) pada perlakuan A103 menghasilkan ikan fermentasi dengan rasa yang lebih disukai dari perlakuan B213 (Gambar 9). Begitu pula perlakuan B103 dan C103 berbeda nyata dengan perlakuan A203, A213, B203, B213, dan C213. Perlakuan A113 dan C113 berbeda nyata dengan A203, B203, B213, dan C213. Perbedaan perlakuan kadar garam antara 7,5% dan 15% memberikan perbedaan nyata terhadap rasa. Hal ini disebabkan karena kadar garam yang tinggi meningkatkan rasa asin pada ikan fermentasi. Sehingga rasa yang terlalu asin membuat ikan fermentasi kurang disukai. Variasi rasa asin, asam dan manis yang ditimbulkan dapat disebabkan karena batas penerimaan konsentrasi
garam
atau
threshold
pada
setiap
orang panelis
berbeda
(Winarno 2008). Perbandingan pengaruh kombinasi perlakuan pada pemeraman hari ke-6 dengan kadar garam 7,5% dan 15%, menunjukkan bahwa perlakuan C216 (garam 15%, yoghurt 45%, nasi 15%) berbeda nyata dengan A106 (garam 7,5%, yoghurt 15%, nasi 0%), A116 (garam 7,5%, yoghurt 15%, nasi 15%), B106, B116, dan C106. Kombinasi perlakuan tersebut berbeda nyata hanya pada perbedaan kadar garam yang di tambahkan, sedangkan peningkatan kadar yoghurt dan penambahan nasi tidak menyebabkan perbedaan nyata terhadap rasa ikan fermentasi. 4.2.5
Tekstur ikan mas fermentasi Karakteristik sensori tekstur ikan mas fermentasi dinilai melalui indra
peraba dengan melakukan penekanan menggunakan jari dan menekan ketika mengunyah. Tekstur adalah sifat produk pangan yang meliputi kerenyahan, kekerasan, dan keelastisan (Soekarto 1985).
Karakteristik tekstur ini sangat
menentukan penerimaan panelis terhadap ikan mas fermentasi yang dihasilkan. Tekstur bentuk matang dipengaruhi oleh formula, pencampuran dan kondisi pemasakan, juga waktu dan metode penyimpanan. Tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur ikan mas fermentasi berkisar antara 3,60 (agak tidak disukai) dan 7,27 (disukai) dari skala nilai tingkat kesukaan 1 (amat sangat tidak disukai) sampai 9 (amat sangat disukai). Rataan nilai tingkat kesukaan tekstur ikan fermentasi adalah 5,69±0,93 atau dengan nilai koefisien variasi 6,14%. Nilai tersebut menunjukkan bahwa secara umum tekstur
44
ikan mas fermentasi agak disukai. Tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur ikan mas fermentasi tersebut sangat bervariasi sesuai dengan tingkat penambahan garam, yoghurt, nasi dan lama pemeraman (Gambar 10). Hasil uji kruskal wallis dan uji Dunn menunjukkan bahwa perlakuan garam, yoghurt, nasi dan lama pemeraman yang ditambahkan pada ikan fermentasi menyebabkan
perbedaan
nyata
(p<0,05)
pada
tekstur
ikan
fermentasi
(Gambar 10). Pembandingan pengaruh perlakuan terhadap tekstur dalan hal ini dilihat berdasarkan kelompok penambahan garam pada ikan fermentasi. Kombinasi semua
perlakuan
dengan
penambahan
garam
7,5%,
pada
perlakuan
(A100 – C116) (Gambar 10) tidak menyebabkan perbedaan nyata tekstur ikan fermentasi. Sedangkan kombinasi perlakuan penambahan garam 15%, pada perlakuan C216 (yoghurt 45%, nasi 15%, pemeraman hari ke-6) menyebabkan tekstur yang berbeda nyata dengan A216 (yoghurt 15%, nasi 15%, pemeraman hari ke-6), A206 (yoghurt 15%, nasi 0%, pemeraman hari ke-6), A213 (yoghurt 15%, nasi 15%, pemeraman hari ke-3), A200 (yoghurt 15%, nasi 0%, pemeraman hari ke-0). Perlakuan C216 dengan A216 menyebabkan tekstur ikan fermentasi yang berbeda nyata jika dilkukan penambahan yoghurt. Perlakuan C216 berbeda nyata dengan A206 pada kadar yoghurt dan nasi yang berbeda. Perlakuan C216 dengan A213 berbeda nyata pada kadar yoghurt dan lamanya pemeraman yang berbeda. Perlakuan C216 memiliki nilai rata-rata kesukaan terhadap tekstur yang lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan A216, A206, A213, A200. Kombinasi perlakuan dengan kadar garam berbeda (7,5% dan 15%), pada perlakuan C216 tidak berbeda nyata dengan C116. Tetapi C216 (garam 15%, yoghurt 45%, nasi 15%, pemeraman hari ke-6) berbeda nyata dengan hampir seluruh kombinasi perlakuan penambahan garam 7,5% (A100 – C106). Informsi yang diperoleh menunjukkan bahwa kadar garam, yoghurt yang tinggi dengan penambahan
nasi
dan
waktu
pemeraman
yang
semakin
lama
dapat
menghancurkan tekstur ikan fermentasi. Hal ini ditunjukkan dengan nilai rata-rata terendah tekstur pada perlakuan C216 (garam 15%, yoghurt 45%, nasi 15%,
45
pemeraman hari ke-6) (Gambar 10). Penambahan sejumlah sumber karbohidrat akan mempercepat proses fermentasi (Guizani dan Mothershaw 2007).
Keterangan: G = garam(%); Y= yoghurt(%); N = nasi (%) H= hari pemeraman Kode perlakuan: A100 = G7,5; Y15; N0; H0 A103 = G7,5; Y15; N0; H3 A106 = G7,5; Y15; N0; H6 A110 = G7,5; Y15; N15; H0 A113 = G7,5; Y15; N15; H3 A116 = G7,5; Y15; N15; H6 B100 = G7,5; Y30; N0; H0 B103 = G7,5; Y30; N0; H3 B106 = G7,5; Y30; N0; H6 B110 = G7,5; Y30; N15; H0 B113 = G7,5; Y30; N15; H3 B116 = G7,5; Y30; N15; H6
C100 = G7,5; Y45; N0; H0 C103 = G7,5; Y45; N0; H3 C106 = G7,5; Y45; N0; H6 C110 = G7,5; Y45; N15; H0 C113 = G7,5; Y45; N15; H3 C116 = G7,5; Y45; N15; H6 A200 = G15; Y15; N0; H0 A203 = G15; Y15; N0; H3 A206 = G15; Y15; N0; H6 A210 = G15; Y15; N15; H0 A213 = G15; Y15; N15; H3 A216 = G15; Y15; N15; H6
B200 = G15; Y30; N0; H0 B203 = G15; Y30; N0; H3 B206 = G15; Y30; N0; H6 B210 = G15; Y30; N15; H0 B213 = G15; Y30; N15; H3 B216 = G15; Y30; N15; H6 C200 = G15; Y45; N0; H0 C203 = G15; Y45; N0; H3 C206 = G15; Y45; N0; H6 C210 = G15; Y45; N15; H0 C213 = G15; Y45; N15; H3 C216 = G15; Y45; N15; H6
Gambar 10 Tingkat kesukaan terhadap tekstur ikan mas fermentasi perlakuan kadar garam, yoghurt, nasi dan pemeraman
dengan
Variasi tekstur pada produk fermentasi ikan disebabkan oleh proses biokimia pada tubuh ikan, sebagai akibat metabolisme bakteri pada suatu bahan pangan dalam keadaan anaerob. Bakteri yang melakukan fermentasi membutuhkan energi yang umumnya diperoleh dari glukosa, hasilnya adalah substrat yang setengah terurai. Hasil penguraian adalah energi, CO2, air, dan sejumlah asam organik termasuk asam laktat, asam asetat, etanol, alkohol dan ester. Bakteri asam laktat
46
menghasilkan asam laktat dari penguraian karbohidrat (Muchtadi 2008). Hal ini yang menyebabkan tekstur ikan setelah fermentasi lebih lunak karena penguraian dalam tubuh ikan akibat adanya aktivitas bakteri dan asam yang dihasilkannya. Hasil uji organoleptik karakteristik penampakan, warna, aroma, rasa dan tekstur menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan menyebabkan beda nyata yang beragam. Perbedaan nyata terjadi hanya pada beberapa interaksi kombinasi dari perlakuan. Seluruh hasil organoleptik menggambarkan bahwa perbedaan nyata terlihat akibat kombinasi berbeda pada peningkatan kadar garam, yoghurt, nasi dan lama pemeraman. Secara organoleptik tingkat kesukaan ikan fermentasi menurun seiring meningkatnya hari pemeraman. Begitu pula menurut Rebroy et al. (2007) tingkat kesukaan, penampakan, warna, tekstur dan aroma produk ikan fermentasi menurun dengan semakin lamanya penyimpanan walaupun dalam kondisi beku. Hasil analisis organoleptik ikan fermentasi dengan uji Kruskal Wallis dan Dunn belum dapat menunjukkan satu perlakuan terbaik dari perlakuan penambahan garam, yoghurt, nasi dan lama pemeraman.
Hasil uji ini hanya
menunjukkan beda nyata antar perlakuan. Kombinasi perlakuan terbaik ditentukan dengan pengujian lanjutan menggunakan metode Bayes. 4.3 Kombinasi Perlakuan Terbaik Berdasakan Metode Bayes Suatu produk dinyatakan baik jika baik berdasarkan penglihatan atau pengamatan fisik dari satu sisi, namun juga baik dari segi komposisi kimia dan baik aspek mikrobiologinya. Hal tersebut dapat diketahui dengan dilakukannya uji kimia dan mikrobiologi pada produk, sehingga kualitas yang baik secara fisik dapat dibandingkan dan dijelaskan perubahan-perubahan yang terjadi pada produk tersebut. Maka dalam hal ini ikan fermentasi terbaik adalah ikan fermentasi yang mempunyai karakteristik fisik, kimia dan biologi yang terbaik. Karakteristik sensori termasuk penampakan, warna, aroma, rasa, dan tekstur, hasil uji organoleptik pada ikan fermentasi telah digunakan sebagai dasar pemilihan kombinasi perlakuan terbaik menurut metoda Bayes. Metode Bayes merupakan salah satu teknik analisis dalam pengambilan keputusan terbaik dari beberapa alternatif, yang bertujuan untuk memperoleh hasil yang optimal dengan mempertimbangkan beberapa kriteria (Marimin 2004).
Metode Bayes pada
47
penelitian ini digunakan untuk menetapkan kombinasi perlakuan yang menghasilkan produk ikan fermentasi terbaik, yang didasarkan pada semua nilai tingkat kesukaan tertinggi dalam karakteristik sensori hasil organoleptik pada ikan mas fermentasi. Nilai tingkat kesukaan terhadap karakteristik sensori yang diperoleh dari hasil uji organoleptik dan nilai kepentingan dimasukan ke dalam tabel dalam software excel pengolahan statistik menggunakan metode Bayes. Perhitungan metode Bayes menghasilkan nilai bobot. Nilai bobot hasil perhitungan kemudian dikalikan dengan nilai tingkat kesukaan dalam karakteristik sensori, sehingga diperoleh nilai alternatif. Nilai alternatif tertinggi hasil perkalian nilai bobot dengan nilai tingkat kesukaan sensori menunjukkan ikan fermentasi yang terbaik. Nilai alternatif hasil perhitungan dan hasil perengkingan kualitas ikan fermentasi metode Bayes ditunjukkan dalam Tabel 5. Terdapat 36 tipe ikan fermentasi yang dihasilkan dari kombinasi perlakuan penggaraman (7,5% dan 15%), penambahan yoghurt (15%, 30% dan 45%), penambahan nasi (0% dn 15%) dan lama pemeraman (0, 3 dan 6 hari).
ikan
fermentasi yang menunjukkan nilai tertinggi atau kualitas terbaik berdasarkan uji organoleptik karakteristik sensori adalah ikan fermentasi hasil perlakuan penggaraman 7,5%, penambahan yoghurt 30%, penambahan nasi 0% dan lama pemeramann 3 hari. Pada penelitian ini yang dikaji yaitu pembuatan dan produk ikan fermentasi. Ikan fermentasi merupakan produk fermentasi dimana proses pematangannya dilakukan dengan pemeraman. Produk tanpa pemeraman diasumsikan sebagai ikan segar sehingga karakteristik sensorinya dianggap masih baik sehingga diabaikan.
Ikan segar walaupun telah mendapat perlakuan penggaraman,
penambahan yoghurt atau nasi, belum menjadi ikan fermentasi karena belum mengalami pemeraman.
48
Tabel 5 Rangking kualitas ikan fermentasi yang disusun berdasarkan nilai alternatif hasil pembobotan dengan metode bayes. Perlakuan
Karakteristik Sensori
Panel.
G
Y
N
H
7,5
30
0
0
7,5
15
0
0
7,5
45
0
7,5
45
15
7,5
15
7,5 7,5
Nilai
Rangking
R
T
P
W
A
30
6,867
6,600
6,933
6,467
6,533
6,718
1
30
6,733
6,600
6,800
6,467
6,467
6,644
2
0
30
6,900
6,367
6,633
6,467
6,700
6,628
3
0
30
6,767
6,733
6,500
6,167
6,233
6,540
4
15
0
30
6,200
6,500
6,667
6,500
6,400
6,442
5
30
0
3
30
7,167
6,833
5,600
6,267
5,600
6,423
6
30
15
0
30
6,867
6,433
6,133
5,867
6,400
6,389
7
15,0
15
0
0
30
5,800
6,233
6,633
6,467
5,767
6,188
8
15,0
45
0
0
30
5,533
5,600
7,000
6,700
6,600
6,186
9
7,5
15
0
3
30
6,267
6,300
6,133
6,100
5,900
6,176
10
2
7,5
45
15
3
30
6,500
6,533
5,767
5,900
5,367
6,119
11
3
7,5
30
0
6
30
6,000
6,600
5,967
6,033
5,733
6,101
12
4 5
1
7,5
30
15
3
30
6,500
6,267
5,667
5,867
5,267
6,022
13
15,0
45
15
0
30
5,500
5,700
6,600
6,333
6,033
5,986
14
15,0
15
0
3
30
4,867
5,767
6,867
6,767
6,300
5,985
15
6
15,0
15
15
3
30
5,100
5,867
6,600
6,467
6,367
5,970
16
7
7,5
15
15
3
30
6,633
6,800
4,733
5,567
5,267
5,920
17
8
7,5
15
0
6
30
5,667
6,267
5,967
6,033
5,500
5,909
18
9
7,5
15
15
6
30
6,167
5,900
5,667
5,800
5,667
5,881
19
10
7,5
45
0
3
30
7,267
6,867
4,433
4,867
4,633
5,858
20
11
7,5
30
15
6
30
6,167
6,067
5,433
5,800
5,433
5,840
21
12
15,0
30
0
6
30
5,067
5,467
6,800
6,633
5,400
5,839
22
13
15,0
45
0
3
30
5,500
5,433
6,167
6,267
5,800
5,795
23
14
15,0
15
15
0
30
5,033
5,133
6,600
6,400
6,500
5,794
24
15,0
15
0
6
30
4,700
5,733
6,433
6,400
6,033
5,744
25
15,0
30
15
0
30
4,500
4,967
6,667
6,567
6,667
5,669
26
15,0
30
0
0
30
4,667
4,833
6,900
6,567
6,033
5,668
27
15,0
30
0
3
30
4,833
5,233
6,333
6,100
6,100
5,606
28
16
15,0
30
15
6
30
5,367
5,500
5,067
5,867
5,200
5,397
29
17
15
7,5
45
0
6
30
6,100
5,967
4,333
4,933
4,733
5,333
30
18
15,0
15
15
6
30
4,900
5,767
5,367
5,600
4,967
5,320
31
19
15,0
30
15
3
30
4,300
4,800
5,600
5,867
5,933
5,142
32
20
15,0
45
0
6
30
4,567
4,933
5,033
5,600
5,400
5,017
33
21
15,0
45
15
3
30
4,700
5,000
4,767
5,233
5,467
4,956
34
22
15,0
45
15
6
30
3,600
3,700
5,833
5,933
5,767
4,748
35
23
7,5
45
15
6
30
5,633
5,467
3,400
4,367
4,100
4,721
36
24
Nilai
Bobot
0,280
0,220
0,220
0,170
0,110
Keterangan: G = % garam; Y = % yoghurt, N = % nasi; H = lama pemeraman; Panel. = jumlah panelis; R = rasa; T = tekstur; P = penampakan, W = warna dan A = aroma.
Pada kajian ini penggaraman dan penambahan yoghurt tanpa pemeraman pada ikan yang merupakan perlakuan kontrol menghasilkan produk ikan olahan
49
dengan rangking tinggi atau disukai panelis. Produk tersebut sama disukainya seperti ikan fermentasi terbaik yang diperoleh dalam penelitian ini. Hal tersebut menunjukkan bahwa yoghurt selain garam dapat dijadikan sebagai penambah rasa dan aroma pada proses pengolahan ikan. Kombinasi yoghurt dan nasi umumnya menghasilkan ikan fermentasi dengan rengking rendah atau berkualitas buruk. Hingga saat ini ikan fermentasi banyak dibuat dengan memanfaatkan bakteri asam laktat yang ada dalam jaringan tubuh ikan (Adawyah 2007 ) atau bakteri asam laktat asal asinan sawi dan kubis dengan karbohidrat sumber nutrisinya berasal dari nasi atau tepung beras sangrai (Murtini et al. 1997). Dihasilkannya ikan fermentasi berkualitas baik dengan penggunaan yoghurt, menggambarkan bahwa yoghurt dapat dijadikan sebagai sumber bakteri asam laktat. Penambahan yoghurt sebanyak 15% sebagai sumber bakteri asam laktat diperkirakan mampu menyediakan jumlah bakteri asam laktat yang optimum untuk pembuatan ikan fermentasi berkualitas baik. Penambahan nasi sebanyak 15% tidak memperbaiki kualitas ikan fermentasi, bahkan penambahan nasi yang dikombinasikan dengan yoghurt kadar tinggi cederung mempercepat laju fermentasi dan penguraian jaringan tubuh ikan sehingga dapat menghasilkan kualitas ikan fermentasi yang tidak baik. Ikan fermentasi terbaik berdasarkan hasil uji organoleptik, dihasilkan dari kombinasi perlakuan pengaraman 7,5%, yoghurt 30%, nasi 0% dari bobot ikan segar dengan pemeraman selama 3 hari. Ikan fermentasi hasil kombinasi perlakuan terbaik yang ditentukan berdasarkan metode Bayes, kemudian diuji karakteristik kimia dan mikrobiologinya.
4.4 Karakteristik Kimia dan Mikrobiologis Ikan Fermentasi Terbaik Karakteristik kimia yang diuji yaitu kadar garam (NaCl), nilai pH, kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, yang terjadi selama proses fermentasi. Sedangkan karakteristik mikrobiologi yang dikaji adalah total bakteri asam laktat. Hasil karakteristik kimia dan mikrobiologis ikan fermentasi terbaik termasuk ikan segar, dan yoghurt disajikan dalam Tabel 7.
50
Tabel 7 Hasil analisis kimia dan mikrobiologi ikan fermentasi dengan kombinasi perlakuan terbaik. Garam (%) Bahan: Ikan Mas Waktu Fermentasi : H0 4,02 H1 3,88 H2 3,25 H3 2,94 H4 2,72 H5 2,58 H6 2,47
Nilai pH
Total BAL (cfu/g)
Log BAL
Air (%)
Abu (%)
P (%)
L (%)
6,07
2,6 x 104
4,42
-
-
-
-
6,07 5,65 5,33 4,61 4,88 4,82 5,11
2,4 x 106 8,1 x 106 3,0 x 107 6,9 x 107 9,2 x 107 7,3 x 107 4,0 x 107
5,38 6,91 7,48 7,84 7,97 7,87 7,60
74,16 72,35 71,95
5,29 4,16 4,02
14,49 16,88 16,12
1,22 2,56 1,77
Keterangan: Garam = NaCl; BAL= bakteri asam laktat; Log.= logaritmik; P = protein; L= lemak ; H = hari ke.
4.5 Karakteristik Kimia Ikan Mas Fermentasi Produk makanan hasil olahan ikan memiliki karakteristik kimia yang berbeda tergantung bahan dan jenis produknya. Bahan baku, bahan tambahan dan jenis proses pembuatan merupakan faktor yang mempengaruhi karakteristik produk ikan fermentasi (Riebroy et al. 2004). Produk ikan fermentasi yang diteliti merupakan ikan awetan yang diolah dengan metode penggaraman dan proses fermentasi. fermentasi
Analisis kimia ikan
hanya dilakukan pada produk terbaik yang dihasilkan, termasuk
analisis perubahannya sejak awal pemeraman (H0) hingga hari ke 6 (H6) pemeraman.
Pengujian menunjukkan terjadinya perubahan komposisi kimia
selama proses pemeraman mulai dari hari ke 0 hingga hari ke 6. Ikan fermentasi komersial mengandung kadar air 69,66-77,08%, abu 2,45-3,60%, protein 11,416,2%, lemak1,13-1,56% dan garam 3,37-4,90% (Riebroy et al. 2004). 4.5.1 Kadar air ikan mas fermentasi Kadar air merupakan jumlah air yang terikat dan tidak terikat pada produk. Perubahan kadar air pada produk ikan fermentasi selama pemeraman dapat dilihat pada Tabel 7 dan Gambar 11. Selama fermentasi sejak awal hingga hari ke 6 pemeraman, terjadi pengurangan kadar air dalam produk. Penurunan kadar air yang cukup tajam terjadi hingga hari ke-3 yaitu sebesar 1,81%, kemudian hari berikutnya mengalami perlambatan dengan penurunan 0,4%. Penurunan kadar air
51
pada pembuatan ikan fermentasi disebabkan karena sebagian air dalam jaringan ikan ke luar. Kemampuan jaringan tubuh ikan mengikat air diperkirakan menurun dengan meningkatnya tingkat fermentasi jaringan tubuh ikan, sehingga kandungan air pada ikan fermentasi berkurang. Penurunan kadar air dapat disebabkan oleh sifat garam yang mengikat air (Voskrensky, 1965). Garam memiliki ion-ion Cl- yang akan berikatan dengan air bebas pada bahan sehingga air keluar dari bahan. Pada awal penggaraman, proses keluarnya air dari tubuh ikan berlangsung lebih cepat dibandingkan penetrasi garam ke dalam tubuh ikan. Jika semakin banyak garam yang berpenetrasi ke dalam tubuh ikan, maka air yang keluar dari jaringan ikan akan semakin berkurang dan kemudian berhenti.
Gambar 11 Grafik kadar air (%) dalam fermentasi ikan mas (Cyprinus carpio) selama 6 hari pemeraman 4.5.2
Kadar abu ikan mas fermentasi Abu merupakan zat anorganik atau mineral suatu bahan yang kadarnya
dapat diketahui dengan pembakaran atau pengabuan.
Mineral yang terdapat
dalam bahan pangan terdapat dalam dua jenis garam, yaitu garam organik misalnya asetat, pektat, mallat, dan garam anorganik, misalnya karbonat, fosfat, sulfat, dan nitrat. Kandungan dan komposisi abu atau mineral pada bahan tergantung dari jenis bahan. Kadar abu pada produk ikan fermentasi selama proses fermentasi selama 3 hari mengalami penurunan sebesar 1,13%, grafik kadar abu ikan mas fermentasi
52
dapat dilihat pada Gambar 12. Sedangkan pada hari berikutnya penurunan berkisar 0,14%
Selama proses pemeraman
ikan fermentasi, mineral
ikan
fermentasi akan mengalami pelarutan dan penurunan. Hal ini dapat disebabkan akibat fermentasi jaringan tubuh ikan yang dapat mengakibatkan mineral melarut dan keluar bersama air dari jaringan tubuh ikan. Selama proses fermentasi bakteri asam laktat membutuhkan berbagai nutrien untuk pertumbuhannya.
Nutrien
tersebut termasuk mineral dapat diambil dari jaringan tubuh ikan sehingga mineral membentuk komponen sel bakteri asam laktat yang dapat terlepas dari jaringan tubuh ikan dan keluar bersama air bebas.
Gambar 12 Grafik kadar abu (%) dalam fermentasi ikan mas (Cyprinus carpio) selama 6 hari pemeraman Bakteri bervariasi dalam kebutuhannya akan nutrisi dalam medianya. Komposisi kimia sel mikroba secara umum menunjukkan kebutuhan mikroba akan zat nutrisi. Sel kering mikroba 96% tersusun dari unsur C, O, N, H, P dan S, sedangkan sisanya terdiri dari unsur-unsur mikro seperti K, Ca, Mg, Cl, Fe, Mn, Co, Cu, Zn dan Mo (Fardias 1988). Penurunan nilai kadar abu disebabkan pemanfaatan unsur-unsur nutrisi dalam tubuh ikan oleh bakteri dalam pertumbuhannya.
53
4.5.3
Kadar lemak ikan mas fermentasi Lemak merupakan bahan-bahan yang larut dalam eter, kloroform dan tidak
larut air. Pola perubahan kadar lemak (%) ikan mas fermentasi dengan lama pemeraman 6 hari dapat dilihat pada Gambar 13. Lemak yang ada pada ikan fermentasi yang difermentasi menggunakan yoghurt selama 6 hari, mengalami kenaikan hingga hari ke 3 sedangkan menurun pada hari selanjutnya. Kenaikan kadar lemak hingga hari ke-3 sebesar 1,34%, kemudian pada hari berikutnya lemak mengalami penurunan hingga hari ke-6 sebesar 0,79%.
Gambar 13 Grafik kadar lemak (%) pada fermentasi ikan mas (Cyprinus carpio) selama 6 hari pemeraman Diketahui bahwa asam laktat mampu menghambat pertumbuhan dan aktivitas bakteri lipolitik (Rahayu et a.. 1992). Peningkatan kadar lemak dalam ikan fermentasi pada hari ke tiga dapat disebabkan akibat terjadinya penguraian sebagian jaringan tubuh ikan sementara perombakan komponen lemak lebih lambat, sehingga secara proporsional kadar lemak meningkat. Penurunan kadar lemak pada produk fermentasi dapat disebabkan akibat terjadinya perombakan lemak khususnya pada pemeraman setelah lebih dari 3 hari. Pertumbuhan bakteri asam laktat menurun setelah pemeraman 3 hari, sehingga proses penghambatan perombakan lemak menurun. Disamping itu dapat terjadi perombakan lemak oleh bakteri lipolitik yang tumbuh setelah pemeraman 3 hari. Bakteri lipolitik mampu mendegradasi lemak menjadi gliserol dan asam lemak (Fardiaz 1993). Akibat perombakan lemak oleh bakteri maka terjadilah penurunan kadar lemak.
54
4.5.4
Kadar protein ikan mas fermentasi Protein merupakan salah satu nutrisi penting bagi tubuh mahluk hidup
tingkat tinggi maupun bakteri. Protein memiliki fungsi sebagai pembangun struktur, biokatalis, hormon, sumber energi, penyangga racun, pengatur pH, dan sebagai pembawa sifat turunan (Girindra 1993). Tabel 7 dan Gambar 14 menunjukkan terjadinya kenaikan kadar protein hingga hari ke-3 sebesar 2,40%. Pada hari berikutnya kadar protein mengalami penurunan hingga hari ke-6 sebesar 0,76%.
Gambar 14 Grafik kadar protein (%) dalam fermentasi ikan mas (Cyprinus carpio) selama 6 hari pemeraman Selama fermentasi dari awal hingga fermentasi hari ke 3, protein pada produk ikan fermentasi meningkat dan menurun pada hari berikutnya (Tabel 7). Kenaikan kadar protein ketika fermentasi terjadi pada fase log pertumbuhan bakteri, dapat disebabkan akibat pembentukan metabolit primer ketika fase log pertumbuhan bakteri asam laktat terjadi. Pada awal fermentasi hingga hari ke 3, kemungkinan terjadi penggunaan komponen non protein seperti laktosa dalam yoghurt, sehingga proporsi komponen protein meningkat.
Vedamuthu (1982)
melaporkan bahwa laktosa merupakan komponen susu utama yang difermentasi oleh bakteri asam laktat. Namun, pada proses fermentasi berikutnya terjadi perombakan protein susu dan jaringan ikan yang lebih intensif oleh bakteri asal yoghurt atau bakteri lainnya. Sebagian komponen molekul protein mengalami
55
degradasi menghasilkan amonia yang dilepaskan ke udara, sehingga kadar protein ikan fermentasi menurun. Sumber karbohidrat seperti ekstraks kentang, tidak mampu
membatasi
aktivitas
proteolitik
proses
fermentasi
ikan
(Fagbenro and Jauncey 1994). Amonia dapat dihasilkan juga oleh bakteri asam laktat yang mampu memfermentasi senyawa yang mengandung nitrogen (Han-Ching et al. 1992).
Selai itu bakteri kontaminan dapat memproduksi
putrescine, cadaverine, histamine, tyramine, spermidine dan spermine dengan kisaran 0–70 mg/kg, namun kadarnya berubah sesuai dengan waktu dan suhu penyimpanan (Mah et al. 2002).
4.5.5
Nilai pH ikan mas fermentasi Nilai pH menggambarkan konsentrasi ion hidrogen yang terdapat di dalam
larutan atau produk dan menunjukkan derajat keasaman suatu produk. Nilai pH pada proses pembuatan ikan fermentasi merupakan salah satu indikator berlangsunya proses fermentasi. Perubahan pH sangat lamban jika kadar garam 9 dan 11% Nilai pH ikan fermentasi menurun dari 6 menjadi 4,5 dalam kadar garam 6 dan 7% (Müller et al. 2002). Nilai pH dapat mempengaruhi keawetan makanan atau bahan makanan, karena mikroorgsnisme hanya dapat hidup pada kondisi pH tertentu. Pertumbuhan bakteri asam laktat dipengaruhi oleh berbagai faktor dan salah satunya yaitu pH. Tabel 7 menunjukkan bahwa total bakteri asam laktat pada bahan ikan fermentasi adalah 2,6 x 104 cfu/g bertambah menjadi 2,4 x 106 cfu/g setelah penambahan yoghurt. Hal ini menunjukkan bahwa yoghurt yang ditambahkan dalam pembuatan ikan fermentasi bermanfaat untuk menambahkan jumlah bakteri asam laktat sehingga proses fermentasi dapat berjalan lebih cepat. Fermentasi dengan campuran bakteri asam laktat pengguna karbohidrat dapat menghasilkan 2,5% asam dan menurunkan pH hingga 4,5 dalam dua hari. Namun laju fermentasi menurun jika hanya satu strain bakteri asam laktat yang digunakan (Müller et al. 1999). Namun terdapat juga bakteri yang tidak berperan dalam proses fermentasi tetapi mempengaruhi aroma produk (Müller et al. 2002). Penambahan yoghurt juga bermanfaat untuk menambahkan cita rasa pada produk ikan fermentasi sebab yoghurt mempunyai cita rasa yang khas (BSN 1992). Penambahan yoghurt 30% sudah efektif meningkatkan jumlah bakteri asam laktat.
56
Gambar 15 Grafik nilai pH dalam fermentasi ikan mas (Cyprinus carpio) selama 6 hari pemeraman Nilai pH bahan ikan fermentasi pada awal fermentasi berkisar antara 5,116,07. Penambahan bakteri asam laktat dari yoghurt 30%, ketika proses fermentasi, dapat menurunkan pH ikan fermentasi hingga hari ke-3 yaitu 4,61. Nilai pH pada produk ikan fermentasi yang difermentasi menggunakan yoghurt mengalami penurunan hingga hari ke 3, kemudian nilai pH cendrung naik secara perlahan pada hari pemeraman berikutnya (Gambar 15). Hal ini seiring dengan pertumbuhan bakteri asam laktat selama proses fermentasi. Peran utama bakteri asam laktat adalah untuk fermentasi yang menyediakan karbohidrat dan menyebabkan penurunan pH.
Asam laktat merupakan asam
organik paling dominan dalam ikan fermentasi (Riebroy et al. 2004). Kombinasi pH rendah dan asam organik (terutama asam laktat) merupakan faktor utama yang mempengaruhi kualitas produk-produk ikan yang difermentasi. Campuran kultur starter bakteri asam laktat menurunkan nilai pH lebih cepat dan membatasi pertumbuhan bakteri kontaminan yang ada dalam bahan baku dan mencegah tebentuknya senyawa amin (YongJin et al. 2007). Umumnya, pH harus dibawah 5-4,5 untuk menghambat bakteri patogen dan pembusuk (Owens & Mendoza 1985 diacu dalam Muller et al. 2001). Nilai pH ikan fermentasi cepat menurun dari 6 menjadi 4,5 dalam kadar garam 6% dan 7%, namun perubahan pH sangat lamban jika kadar garam 9% dan 11%. Laju fermentasi pada kadar garam lebih
57
dari 9% melambat karena terjadi penghambatan pertumbuhan bakteri asam laktat (Müller et al. 2002). 4.5.6
Kadar garam ikan mas fermentasi Pada pembuatan ikan fermentasi, garam berfungsi sebagai penyeleksi
pertumbuhan mikroorganisme yang tidak dikehendaki, karena pada umumnya bakteri pembusuk lebih sensitif terhadap penambahan garam (Daulay 1990). Garam pada pembuatan ikan fermentasi dapat mengikat air dari jaringan daging ikan maupun dari dalam sel mikroorganisme, sehingga dapat menseleksi bakteri pembusuk yang tidak tahan garam. Penambahan garam dalam pembuatan ikan fermentasi memungkinkan bakteri asam laktat dapat berkembang lebih baik selama fermentasi.
Gambar 16 Grafik kadar garam (%) dalam fermentasi ikan mas (Cyprinus carpio) selama 6 hari pemeraman Penggaraman dengan kadar 7,5% telah menghasilkan ikan fermentasi dengan karakteristik sensori terbaik.
Hal tersebut menunjukkan bahwa
penggaraman pada tingkat 7,5% mampu membatasi perkembangan bakteri pembusuk. Kadar garam pada ikan mas fermentasi pada penelitian ini berkisar antara 4,02% - 2,47% (Tabel 7). Perubahan kadar garam yang terjadi selama fermentasi ikan dapat dilihat pada Gambar 16. Tabel 7 dan Gambar 16 menunjukkan terjadinya penurunan kandungan kadar garam hingga hari ke-6 proses fermentasi. Penurunan kadar garam dapat terjadi karena garam mampu mengikat air dari jaringan ikan fermentasi. Hal
58
tersebut menyebabkan terjadinya denaturasi larutan kolodial protein yang berakibat terjadinya koagulasi dimana air dalam jaringan sel ikan keluar (dehidrasi) dan terjadi pengeluaran garam dari jaringan ikan fermentasi ke dalam larutan. Garam dalam larutan mengurai menjadi ion Na+ dan Cl-. Ion Na+ dan Clmasing-masing dapat berikatan dengan ion lain.
Ion Na+ dan ion K+ dapat
berfungsi mencegah terpecahnya struktur protein dalam membran. Sedangkan ion Cl- akan berikatan dengan air bebas pada bahan sehingga air keluar dari ikan fermentasi. Tingginya ion Cl- menyebabkan kondisi lingkungan menjadi asam karena terjadi pembentukan senyawa HCl (Valera 1986 diacu dalam Timoryana 2007).
4.6 Karakteritik Mikrobiologi Ikan Mas fermentasi Pembuatan
ikan fermentasi yang dilakukan masyarakat umumnya lebih
mengandalkan bakteri asam laktat yang terdapat dalam
ikan segar
(Adawiyah 2007). Sebagian besar bakteri yang tumbuh dalam ikan fermentasi adalah bakteri asam laktat (Hwanhlem et al. 2011). Kandungan bakteri asam laktat dalam ikan mas segar sebanyak 2,6 x 104 cfu/g (Tabel 7), cukup memadai sebagai jumlah awal yang mampu menimbulkan fermentasi asam laktat dalam pembuatan ikan fermentasi. Penambahan nutrien berupa sumber karbohidrat dapat memacu pertumbuhan bakteri asam laktat tersebut selama pemeraman dan menjadikan ikan produk olahannya sebagai ikan fermentasi. Yoghurt yang digunakan dalam penelitian mengandung bakteri asam laktat 185 kali dari bakteri asam laktat yang dikandung ikan segar (Tabel 7). Yoghurt merupakan bahan kaya bakteri asam laktat yang sangat diperlukan dalam pemeraman pembuatan ikan fermentasi.
Oleh karena itu yoghurt merupakan
starter sumber bakteri asam laktat yang sangat baik dalam pembuatan ikan fermentasi. Keberadaan bakteri asam laktat yang tinggi dalam yoghurt dapat mempercepat peningkatan populasi bakteri asam laktat selama proses pemeraman dalam pembuatan ikan mas fermentasi. Fermentasi ikan dengan menggunakan yoghurt pada hari ketiga memiliki total bakteri asam laktat 6,9 x 107. Bakteri asam laktat dan ragi merupakan
59
mikroba yang dominan selama fermantasi ikan (Müller et al. 2002). Jumlah bakteri asam laktat dapat meningkat menjadi 108–109 cfu g−1 (Müller et al. 2002). Sedangkan pada penelitian Sumardi (2008) fermentasi bekasam ikan mas pada hari ketiga memiliki total bakteri asam laktat 7,0 x 106. Hasil ini menunjukkan bahwa penggunaan bakteri asam laktat asal yoghurt mampu menghasilkan bakteri asam laktat yang jauh lebih tinggi, sekitar 10 kali lipat pada hari ke 3, dibandingkan proses pembuatan ikan fermentasi menggunakan nasi yang dilaporkan Sumardi (2008). Bakteri asam laktat adalah bakteri dominan dalam stater dan menghasilkan keasaman yang tinggi setelah fermentasi 24 jam (Saithong et al. 2010). Namun tidak semua BAL mampu menghambat pertumbuhan bakteri patogenik Escherichia coli, S. aureus dan Salmonella sp. (Hwanhlem et al. 2011). Bakteri asam laktat seperti L. reuteri yang mampu menekan pertumbuhan bakteri patogenik dan Escherichia coli dalam 24 jam (Saithong et al. 2010). Bakteri pathogen Salmonella enterica serovar Weltevreden, S. enterica serovar Enteritidis, Vibrio cholerae and V. parahaemolyticus pertumbuhannya dapat dibatasi dengan penggaraman 8-10%.
Kombinasi penambahan bawang putih
(0.5–1%), garam (0.5–4% (w/v)), dan asam laktat (0.5–2%) dan asam laktat 1.5% secara tunggal mampu menekan pertumbuhan bakteri patogenik tersebut. Kombinasi penambahan bakteri asam laktat asal bawang putih dan bawang putih 6% dapat menekan pertumbuhan Salmonella (Bernbom et al. 2009). Pediococcus acidilactici yang diinokulasikan sebagai starter mendominasi selama fermentasi ikan tanpa mengganggu indigenous bakteri asam laktat (P. pentosaceus and L. plantarum) yang tumbuh mencapai 107–108 cfu/g. Sedangkan pertumbuhan bakteri lain Escherichia coli, Salmonella typhimurium, Salmonella sofia,
dan
Staphylococcus
aureus
dihambat
dengan
proses
fermentasi
menggunakan starter tersebut (Aryanta et al. 1991). Penggunaan yoghurt dalam pembuatan ikan fermentasi dan kombinasinya dengan penambahan garam memungkinkan proses pembusukan dapat ditekan, karena bakteri asam laktat yang tinggi dalam yoghurt dapat membatasi pertumbuhan bakteri lain termasuk bakteri pembusuk. Pola perkembangan total bakteri asam laktat dalam fermentasi
60
ikan mas (Cyprinus carpio) selama 6 hari pemeraman ditunjukan pada Gambar 17.
Gambar 17 Grafik perkembangan total bakteri asam laktat dalam fermentasi ikan mas (Cyprinus carpio) selama 6 hari pemeraman Bakteri asam laktat dalam yoghurt yang digunakan dalam pembuatan ikan fermentasi adalah campuran dari Lactobacillus bulgaricus dan Streptococus termophilus. Kedua bakteri tersebut memanfaatkan laktosa dan mengkonversinya menjadi asam laktat. Penggunaan yoghurt sebanyak 30% dari berat basah ikan meningkatkan jumlah bakteri asam laktat.
Jumlah bakteri dalam bahan ikan
fermentasi yang ditambah yoghurt jauh lebih tinggi dari jumlah bakteri dalam ikan segar. Jumlah bakteri asam laktat dalam bahan ikan fermentasi terus meningkat hingga hari ke empat. Setelah hari keempat perkembangan bakteri mengalami perlambatan. Hal tersebut menunjukkan bahwa bakteri asam laktat asal yoghurt masih menggunakan komponen laktosa yang mungkin masih terdapat dalam yoghurt, ada pula bakteri asam laktat pada ikan dan mikroorganisme lainnya yang masih dapat tumbuh dengan memanfaatkan nutrien yang ada. Peningkatan jumlah bakteri disebabkan oleh adanya keterlibatan mikroorganisme dalam proses fermentasi, seperti bakteri pembentuk asam laktat, bakteri pembentuk asam propionat, bakteri pembentuk asam asetat, dan beberapa jenis khamir dan kapang (Buckle et al. 1978).
61
Kondisi asam merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri asam laktat untuk berkembang karena bakteri asam laktat dapat tumbuh dengan baik pada kisaran pH 3,6-6,0 (Buckle et al. 1978). Meningkatnya total bakteri asam laktat disebabkan banyaknya nutrien yang dapat dimanfaatkan oleh bakteri. Kecepatan pertumbuhan pada mikroorganisme dipengaruhi oleh medium tempat tumbuhnya seperti kandungan nutrien dan pH (Fardiaz 1993). Proses fermentasi terhenti pada hari berikutnya dan ditandai dengan terjadinya penurunan total bakteri asam laktat. Penurunan pertumbuhan bakteri asam laktat setelah hari keempat diduga disebabkan oleh pH yang telah asam dan membatasi pertumbuhan bakteri, demikian juga ketersediaan nutrien sebagai sumber energi bagi pertumbuhan bakteri asam laktat khususnya dari yoghurt telah menurun. Pada pH tertentu bakteri asam laktat akan mengalami penurunan toleransi terhadap suasana asam yang dibentuk dan pada akhirnya akan mati (Timoryana 2007). Perkembangan bakteri mengalami penurunan pada hari ke 6, hal ini dapat terjadi akibat ketersediaan laktosa dan nutrien lainnya yang sangat rendah, sehingga tidak lagi mendukung pertumbuhan bakteri tersebut. Penurunan jumlah bakteri asam laktat disebabkan oleh menurunnya jumlah nutrisi pada lingkungan dan meningkatnya jumlah metabolit sekunder dari organisme tertentu yang dapat membunuh organisme lain yang rentan terhadapnya (Cappucino & Sherman 1983 diacu dalam Sumardi 2008).
62
5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.2 Kesimpulan Yoghurt yang berisi bakteri asam laktat dapat meningkatkan konsentrasi bakteri asam laktat (BAL) pada awal fermentasi ikan. Uji Kruskal Wallis dan uji Dunn menunjukkan bahwa perlakuan garam, yoghurt, nasi dan lama pemeraman pada ikan fermentasi nyata menyebabkan perubahan karakteristik sensori organoleptik, pada beberapa kombinasi perlakuan. Uji bayes menunjukkan bahwa ikan fermentasi terbaik diperoleh dengan penggaraman 7,5% (b/b), penambahan yoghurt 30% (b/b), tanpa nasi dan dengan lama pemeraman 3 hari. Hasil uji kimia menunjukkan bahwa terjadi penurunan nilai pH dan kadar garam selama proses fermentasi ikan, sehingga kadar protein dan lemak mengalami peningkatan sampai hari ke 3 fermentasi. Ikan terbaik berdasarkan uji mikrobiologi, menunjukkan bahwa yoghurt memberikan pengaruh terhadap peningkatan total bakteri asam laktat pada ikan yang diberi yoghurt dalam proses pembuatan ikan fermentasi hingga hari ke-3. 5.3 Saran Pembuatan ikan fermentasi menggunakan sumber bakteri asam laktat pada yoghurt disarankan untuk dilanjutkan dengan uji spesifikasi aktifitas bakteri asam laktat sehingga pola pertumbuhan bakteri asam laktat asal ikan dan yoghurt dapat diketahui dan bakteri dominan dalam ikan fermentasi tersebut dapat diidentifikasi.
63
DAFTAR PUSTAKA Adams MR, Cooke RD, Pongpen R. 1985. Fermented fish products of South Eash Asia. Journal Tropical Science (25): 61-73. Adawyah R. 2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Jakarta: Bumi Aksara. AOAC (Association of Official Analytical Chemist). 1995. Official Methods of Analysis. Sixteen Edition. Virginia: Association of Official Analytical Chemist. Apriyantono A, Fardiaz D, Puspitasari NL, Budiyanto S. 1989. Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. Bogor: Pusat Antar Universitas. Institut Pertanian BogorAryanta, R. W., G.H. Fleet and K. A. Buckle. 1991. The occurrence and growth of microorganisms during the fermentation of fish sausage. International J. Food Microbiology. Vol.13 (2): 143-155. Beddows CG. 1998. Fermented Fish and Fish Products. In Wood BJB. Ed. Microbiology of fermented food volume 1. Second edition. London: Blackie Academic and Professional. Benwart GJ. 1983. Basic Food Microbiology. Westport Connecticut: AVI Publishing Company, Inc. Bernbom N, Yin Ng Y, Müller CP, and L. Gram L. 2009. Survival and growth of Salmonella and Vibrio in som-fak, a Thai low-salt garlic containing fermented fish product. International J. Food Microbiology. Vol. 134 (3): 223-229. [BSN] Badan Standarisasi Nasional. 1992. Yoghurt. SNI 01-2981-1992. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional. Buckle KA, Edward RA, Fleet GH, dan Wooton M. 1987. Ilmu Pangan. Diterjemahkan oleh H. Purnomo dan Adiono., Jakarta : Penerbit Univesitas Indonesia. Candra JI, Zahiruddin W, Desniar. 2007. Isolasi karakteristik bakteri asam laktat dari produk bekasam ikan bandeng (Chanos chanos). Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia. Vol. X (2): 14-24. Clucas IJ. 1981. Fish Handling, Preservation and Processing in the Tropics. Part1. London:. Tropical Products Institute, England. Daniel WW. 1990. Applied nonparametric statistics. 2nd edition. Boston: PWSKENT Publishing Company. Fagbenro O, and Jauncey K. 1994. Chemical and nutritional quality of fermented fish silage containing potato extracts, formalin or ginger extracts. Journal Food Chemistry. Vol. 50 (4): 383-388.
64
Daulay D. 1990. Studi mikrobiologi fermentasi laktat pada bakasam [laporan penelitian]. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor. Djien, KS. 1982. Indegenous Fermented Food. In Fermented Food. Ed. A.H. Rose. London: Academic Press. Fardiaz S. 1989. Mikrobiologi Pangan. Bogor: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jendral Perguruan Tinggi. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor.Girinda A. 1993. Biokimia I. Jakarta: Gramedia. Guizani N. and Mothershaw A. 2007. Fermentation as a method for Food Preservation. In. Handbook. Rahman. CRC. Press. Boca Raton. Han CL, In T, Mauguin S, and Mescle F. 1992. Application of lactic acid fermentation. In: Fish Processing Technology. London: Ed. G.M.Hall. Blackie. Hermansyah. 1999. Pengaruh Konsentrasi Garam Karbohidrat dan Lama fermentasi Terhadap Mutu Bekasam Kering Ikan Mas (Cyprinus carpio L.). [disertasi]. Bogor : Institut Pertanian Bogor. Hwanhlem N, Buradaleng, S, Wattanachant S, Benjakul S, Tani A, and Maneerat S. 2011. Isolation and screening of lactic acid bacteria from Thai traditional fermented fish (Plasom) and production of Plasom from selected strains. Food Control. Vol. 22 (3-4): 401-407. Irianto HE. 2008. Produk ikan fermentasi tradisional Indonesia. Jakarta : Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan, Badan Riset Kelautan dan Perikanan. Departemen Kelautan dan Perikanan. Lovell RT, Smitherman RV, and Shell EW. 1974. Progress and Prospect of Fish Farming. Alabama. Auburn University. Mah JH, Han HK, Oh YJ, Kim MG and Hwang HJ. 2002. Biogenic amines in Jeotkals, Korean salted and fermented fish products. Journal Food Chemistry. 79 (2): 239-243. Marimin. 2004. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. Jakarta: Grasindo. Moeljanto R. 1992. Penggaraman dan Pengeringan Ikan. Jakarta: PT. Penebar Swadaya. Muchtadi TR. 2008. Teknologi Proses Pengolahan Pangan. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Müller CP, Huss HH, and Gram L. 1999. Characterization of lactic acid bacteria isolated from a Thai low-salt fermented fish product and the role of garlic
65
as substrate for fermentation. International Journal Food Microbiology. 46 (3): 219-229. Müller CP, Madsen M, Sophanodora P, Gram L, dan Møller PL. 2001. Fermentation and microf lora of plaa-som, a Thai fermented f ish product prepared with different salt concentrations. International Journal of Food Microbiology. Vol.73 (2002): 61– 70. Murtini JT. 1992. Bekasam ikan mas: Dalam Kumpulan Hasil Hasil Peneltian Pasca Panen Perikanan. Ed. Suparno, Nasran, S. dan Setiabudi, E. Jakarta : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan. Hal. 135-139. Murtini JT. Yuliana E, Nurjanah, dan Nasran S. 1997. Pengaruh penambahan starter bakteri asam laktat pada pembuatan bekasam ikan sepat (Trichogaster trichopterus) terhadap mutu dan daya awetnya. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol. III (2):71-82. [KKP] Kementrian Kelautan dan Perikanan. 2010. Statistik Kelautan dan Perikanan. Jakarta: Kementrian Kelautan dan Perikanan Rahayu WP, Ma’oen S, Suliantari, Fardiaz S. 1992. Teknologi Fermentasi Produk Perikanan. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. Riebroy S, Benjakul S, Visessanguan W, Kijrongrojana K, and Tanaka M. 2004. Some characteristics of commercial Som-fug produced in Thailand. Journal Food Chemistry. Vol. 88 (4): 527-535. Riebroy S, Benjakul S, Visessanguan W, and Tanaka M. 2007. Effect of iced storage of bigeye snapper (Priacanthus tayenus) on the chemical composition, properties and acceptability of Som-fug, a fermented Thai fish mince. Journal Food Chemistry. 102 (1): 270-280. Saithong P, Panthavee W, Boonyaratanakornkit M, and Sikkhamondho C. 2010. Use of a starter culture of lactic acid bacteria in plaa-som, a Thai fermented fish. Journal Bioscience and Bioengineering. 110 (5): 553-557. Robinson RK. 2002. Dairy Microbiology Handbook. Third Edition. New York: John Wiley and Sons, Inc. Saanin H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan Jilid I dan II. Bandung: Penerbit Bina Cipta. Saisithi P. 1994. Traditional fermented fish: fish sauce production. In: Fisheries Processing: Biothecnological application. Ed. Martin AM. London: Chapman and Hall. Salminen S, and Wright V. 1998. Latic Acid Bacteria. New York: Marcell Dekker.
66
Smid EJ, and Gorris LGM. 2007. Natural antimicrobials for food preservation. In: Handbook of Food Preservation. Ed. Rahman, M. S. New York: CRC Press. Soekarto ST. 1985. Penilaian Organoleptik untuk Pangan dan Hasil Pertanian. Jakarta: Bharata Karya Aksara. Steel RGD dan Torrie JH. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistik: Suatu Pendekatan Biometrik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Subroto T. 2007. Budidaya Ikan di Kolam Air Deras. Jakarta: Karya Mandiri Pratama. Sumardi RS. 2008. Keragaman mikroorganisme selama proses fermentasi bekasam ikan mas (Cyprinus carpio). [skripsi]. Bogor : Departemen Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Tamime. 2005. Probiotik Dairy Products. United Kingdom: Blackwell Publishing. Timoryana VDF. 2007. Studi pembuatan kecap ikan selar (Caranx leptolepis) dengan fermentasi spontan [skripsi]. Bogor : Departemen Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Vedamuthu ER. 1982. Fermented milk. In: Fermented Food. Vol. 7 (6): 199-225. Ed. Rose AH. England: Academic Press. Vedamuthu ER. 2006. Starter cultures for yoghurt and fermented milks. In: Manufacturing Yoghurt and Fermented Milk. Ed. Chandan RC. Oxford. Blackwell Publishing. Hal. 89-115. Vuyst LD. and Vandamme EJ. 1994. Lactic acid bacteria and bacteriocins: their practical importance. In: Bacteriocins of Lactic Acid Bacteria Microbiology, Genetic and Application. Eds. Vuyust LD and Vandamme EJ. London: Blakie Academic and Profesional. Wahyudi M. 2006. Proses pembuatan dan analisis mutu yoghurt. Buletin Teknik Pertanian. Vol.11 (1): 12-16. Wheaton FW. and Lawson W. 1985 Processing Aquatic food Product. New York: John Wiley & Sons, Inc. Widodo S dan Wahyuni E. 2003. Bioenkapsulasi prebiotik (Lactobacillus casei) dengan pollard dan tepung terigu serta pengaruhnya terhadap viabilitas dan laju pengasaman. Jurnal Teknologi Industri Pangan. 14 (2): 98-106. Winarno FG. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Bogor: M-BRIO press.
67
Yahya D, Wibowo P, Darmadji. 1997. Karakteristik bakteri asam laktat dan perubahan kimia pada fermentasi "bekasam" ikan mujair (Tilapia mossambica). Berkala Penelitian Pasca Sarjana. X(1): 105-118. Yazici F, and Akgun A. 2003. Effect of Some Protein Based fat Replacers on Physical, Chemical, Textural, and Sensory Properties of Strained Yoghurt. Journal Food Enginering. Vol. 62 (2004): 245–254. YongJin H, WenShui X, and Yong LX. 2007. Changes in biogenic amines in fermented silver carp sausages inoculated with mixed starter cultures. Food Chemistry. 2007. 104 (1): 188-195.
68
LAMPIRAN
68
Lampiran 1 Lembar Isian Uji Organoleptik
UJI ORGANOLEPTIK Nama Tanggal : Nama Produk
: :
PENGAMATAN
A1
A2
A3
A4
A5
A6
A7
A8
KODE A10 A11
A9
A12
B1
B2
B3
B4
B5
B6
C11
C12
Penampakan Warna Aroma Rasa Tekstur
PENGAMATAN
B7
B8
B9
B10
B11
B12
C1
C2
C3
Penampakan Warna Aroma Rasa Tekstur
Keterangan : Organoleptik Uji kesukaan Petunjuk penilaian uji organoleptik 9 = amat sangat suka 8 = sangat suka 7 = suka 6 = agak suka 5 = netral
4 = agak tidak suka 3 = tidak suka 2 = sangat tidak suka 1 = amat sangat tidak suka
KODE C4 C5
C6
C7
C8
C9
C10
69
1. Gambar fermentasi ikan mas H-0
Gambar 18 Fermentasi ikan mas H-0 dengan penggaraman 7,5%, yoghurt (15%,30%,45%), dan nasi ( 0%, 15%).
Gambar 19 Fermentasi ikan mas H-0 dengan penggaraman 15%, yoghurt (15%,30%,45%), dan nasi ( 0%, 15%).
70
2.
Gambar fermentasi ikan mas H-3
Gambar 20 Fermentasi ikan mas H-3 dengan penggaraman 7.5%, yoghurt (15%,30%,45%), dan nasi ( 0%, 15%).
Gambar 21 Fermentasi ikan mas H-3 dengan penggaraman 15%, yoghurt (15%,30%,45%), dan nasi ( 0%, 15%).
71
3.
Gambar fermentasi ikan mas H-6
Gambar 22 Fermentasi ikan mas H-6 dengan penggaraman 7.5%, yoghurt (15%,30%,45%), dan nasi ( 0%, 15%).
Gambar 23 Fermentasi ikan mas H-6 dengan penggaraman 15%, yoghurt (15%,30%,45%), dan nasi ( 0%, 15%).
72
Lampiran 3 Hasil Uji Statistik Kruskal-Wallis ————— 26/05/2011 20:49:04 ———————————————————— Kruskal-Wallis Test: PENAMP versus TREATM TREATM
N
Median
Ave Rank
Z
A100
30
7
713,7
3,09
A103
30
6
470,9
-1,24
A106
30
4
264,1
-4,92
A110
30
6
490,8
-0,89
A113
30
7
715,2
3,11
A116
30
7
668,5
2,28
B100
30
7
669,4
2,3
B103
30
7
581
0,72
B106
30
7
638,3
1,74
B110
30
6
542,9
0,04
B113
30
5
308,4
-4,13
B116
30
6
472,4
-1,21
C100
30
7
670,2
2,31
C103
30
6
426,6
-2,03
C106
30
5
392,8
-2,63
C110
30
6
517,1
-0,42
C113
30
7
723,8
3,27
C116
30
7
742,8
3,6
A200
30
7
658,2
2,1
A203
30
7
674,6
2,39
A206
30
7
660,7
2,14
A210
30
7
630,9
1,61
A213
30
7
709,6
3,01
A216
30
6
366,1
-3,11
B200
30
6,5
554,7
0,25
B203
30
6
459,2
-1,45
B206
30
6
599,1
1,04
B210
30
5
321,4
-3,9
B213
30
6
530,3
-0,18
B216
30
4,5
261,1
-4,98
C200
30
6
464,9
-1,35
C203
30
6
446,6
-1,67
C206
30
3
158,9
-6,8
C210
30
7
653,4
2,01
C213
30
7
725,1
3,29
C216
30
6
574,4
0,6
Overall H = 256,45 H = 268,13
1080 DF = 35 DF = 35
540,5 P = 0,000 P = 0,000 (adjusted for ties)
73
Kruskal-Wallis Test: WARNA versus TREATM TREATM A100 A103 A106 A110 A113 A116 B100 B103 B106 B110 B113 B116 C100 C103 C106 C110 C113 C116 A200 A203 A206 A210 A213 A216 B200 B203 B206 B210 B213 B216 C200 C203 C206 C210 C213 C216 Overall H = 132,24 H = 141,06
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 1080 DF = 35 DF = 35
Median Ave Rank Z 7 643,9 6 487 5 292,9 6 503,6 6,5 622,4 7 630,7 7 643,6 6 520,8 6,5 565,5 6 551,5 6 418,1 6 590,8 6,5 619 6 459,3 6 502,4 6 511,9 7 692,3 7 671,3 6 599,5 7 638 7 601 6,5 613,8 7 664,9 6 431,1 6,5 553,5 6 488 6 552,5 6 365,5 7 547,7 6 348,9 6 480,6 6 509,2 5 232,1 7 625,6 7 697,9 7 581,5 540,5 P = 0,000 P = 0,000 (adjusted for ties)
1,84 -0,95 -4,41 -0,66 1,46 1,61 1,84 -0,35 0,44 0,2 -2,18 0,9 1,4 -1,45 -0,68 -0,51 2,7 2,33 1,05 1,74 1,08 1,3 2,21 -1,95 0,23 -0,93 0,21 -3,12 0,13 -3,41 -1,07 -0,56 -5,49 1,52 2,8 0,73
74
Kruskal-Wallis Test: AROMA versus TREATM TREATM A100 A103 A106 A110 A113 A116 B100 B103 B106 B110 B113 B116 C100 C103 C106 C110 C113 C116 A200 A203 A206 A210 A213 A216 B200 B203 B206 B210 B213 B216 C200 C203 C206 C210 C213 C216 Overall H = 167,73 H = 176,48
N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 1080 DF = 35 DF = 35
Median Ave Rank Z 7 683,7 5 429 4,5 311,7 6 458,2 6,5 694,1 7 727,3 6 650,5 6 663,5 6 630 6 563,8 5 415,7 6 501 6 540,5 5 383 5 417,3 5,5 522,9 6 597,6 7 707,8 7 685,3 7 721,5 6 586,9 6 602,8 6 472,8 6 457,3 6 496,3 6 567,3 6 609,4 6 454,4 6 524,3 5 336,5 6 504,4 5,5 458,8 4 218 7 666,4 7 655 6 543,3 540,5 P = 0,000 P = 0,000 (adjusted for ties)
2,55 -1,99 -4,08 -1,47 2,73 3,33 1,96 2,19 1,59 0,41 -2,22 -0,7 0 -2,8 -2,19 -0,31 1,02 2,98 2,58 3,22 0,83 1,11 -1,21 -1,48 -0,79 0,48 1,23 -1,53 -0,29 -3,63 -0,64 -1,45 -5,74 2,24 2,04 0,05
75
Kruskal-Wallis Test: RASA versus TREATM TREATM
N
Median
A100 A103 A106 A110 A113 A116 B100 B103 B106 B110 B113 B116 C100 C103 C106 C110 C113 C116 A200 A203 A206 A210 A213 A216 B200 B203 B206 B210 B213 B216 C200 C203 C206 C210 C213 C216 Overall H = 294,69 H = 305,51
Z
7
743,9
3,62
30
6,5
676,1
2,41
30
7
830,5
5,16
30
7
688,6
2,64
30
7
750,1
3,73
30
7
766,5
4,02
30
6
620,5
1,42
30
7
758,3
3,88
30
7
740,6
3,56
30
6
635,8
1,7
30
7
711,5
3,04
30
7
806,2
4,73
30
6
549
0,15
30
4
392,5
-2,64
30
5,5
481
-1,06
30
4
204,7
-5,98
30
4,5
348
-3,43
30
6
514,5
-0,46
30
5
410,2
-2,32
30
4
330,9
-3,73
30
6
497,8
-0,76
30
4,5
381,1
-2,84
30
5
422,6
-2,1
30
4,5
327,2
-3,8
30
6
522,4
-0,32
30
4
311,3
-4,08
30
6
385,5
-2,76
30
4,5
352,3
-3,35
30
6
588,6
0,86
30
6,5
615,5
1,34
30
6,5
626,5
1,53
30
6
613,8
1,3
30
6
516
-0,44
30
5
434,2
-1,89
30
4
389,1
-2,7
30
6
515,1
-0,45
1080 DF = 35 DF = 35
Ave Rank
30
540,5 P = 0,000 P = 0,000 (adjusted for ties)
76
Kruskal-Wallis Test: TEKSTUR versus TREATM TREATM
N
Median
Ave Rank
Z
A100
30
7
692,4
2,71
A103
30
6,5
610
1,24
A106
30
7
760,6
3,92
A110
30
7
687,3
2,61
A113
30
7
683,2
2,54
A116
30
7
659,9
2,13
B100
30
7
657,7
2,09
B103
30
7
654,3
2,03
B106
30
7
711,7
3,05
B110
30
7
635,8
1,7
B113
30
7
728,7
3,35
B116
30
7
736,8
3,5
C100
30
6
600,5
1,07
C103
30
6
509,6
-0,55
C106
30
6
481,9
-1,04
C110
30
3
195,2
-6,15
C113
30
5
335,4
-3,65
C116
30
6
492,6
-0,85
A200
30
5
402,8
-2,45
A203
30
5
348,4
-3,42
A206
30
6
486
-0,97
A210
30
6
524,3
-0,29
A213
30
5,5
474
-1,18
A216
30
5
369,5
-3,05
B200
30
6
613,7
1,3
B203
30
4,5
366,6
-3,1
B206
30
5,5
415,6
-2,22
B210
30
5
361,9
-3,18
B213
30
7
688,7
2,64
B216
30
6
535,5
-0,09
C200
30
6
544
0,06
C203
30
6
559,5
0,34
C206
30
6
452,9
-1,56
C210
30
6
551,3
0,19
C213
30
6
486,2
-0,97
C216
30
6
443,8
-1,72
Overall 10
80
H = 203,96 H = 215,98
DF = 35 DF = 35
540,5 P = 0,000 P = 0,000 (adjusted for ties)
77
Perlakuan
Kode
Lampiran 4 Hasil Uji Lanjut Dunn
Hasil Pengamatan (Rata-rata (x) dan beda nyata)
78
G
Y
N
H
n
pelakuan
7,5
15
0
0
30
A100
x 6,80
A103
6,13
A106
5,97
A110
6,67
A113
4,73
A116
5,67
B100
6,93
B103
5,60
B106
5,97
B110
6,13
B113
5,67
B116
5,43
C100
6,63
C103
4,43
C106
4,33
C110
6,50
C113
5,77
C116
3,40
A200
6,63
A203
6,87
A206
6,43
A210
6,60
A213
6,60
A216
5,37
B200
6,90
B203
6,33
B206
6,80
B210
6,67
B213
5,60
B216
5,07
C200
7,00
C203
6,17
C206
5,03
C210
6,60
C213
4,77
7,5 7,5 7,5 7,5 7,5 7,5 7,5 7,5 7,5 7,5 7,5 7,5 7,5 7,5 7,5 7,5 7,5 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15
15 15 15 15 15 30 30 30 30 30 30 45 45 45 45 45 45 15 15 15 15 15 15 30 30 30 30 30 30 45 45 45 45 45 45
0 0 15 15 15 0 0 0 15 15 15 0 0 0 15 15 15 0 0 0 15 15 15 0 0 0 15 15 15 0 0 0 15 15 15
3 6 0 3 6 0 3 6 0 3 6 0 3 6 0 3 6 0 3 6 0 3 6 0 3 6 0 3 6 0 3 6 0 3 6
30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
C216
5,83
Penampkn h
x 6,47
bcdefgh
6,10
bcdefgh
6,03
fgh
6,50
abcd
5,57
abcdefgh
5,80
h
6,47
bcdefgh
6,27
bcdefgh
6,03
defgh
5,87
abcdefgh
5,87
abcdefgh
5,80
fgh
6,47
abc
4,87
ab
4,93
fgh
6,17
bcdefgh
5,90
a
4,37
fgh
6,47
h
6,77
efgh
6,40
fgh
6,40
fgh
6,47
abcdefgh
5,60
h
6,57
efgh
6,10
h
6,63
gh
6,57
abcdefgh
5,87
abcdefg
5,87
h
6,70
cdefgh
6,27
abcdef
5,60
fgh
6,33
abcde
5,23
bcdefgh
Keterangan : G = Garam (%) Y = Yoghurt (%) Lampiran 5 Uji Bayes
5,93
Warna cde
x 6,47
bcde
5,90
bcde
5,50
cde
6,40
abcde
5,27
abcde
5,67
cde
6,53
bcde
5,60
bcde
5,73
abcde
6,40
abcde
5,27
abcde
5,43
cde
6,70
ab
4,63
abcd
4,73
bcde
6,23
abcde
5,37
a
4,10
cde
5,77
e
6,30
cde
6,03
bcde
6,50
cde
6,37
abcde
4,97
e
6,03
bcde
6,10
cde
5,40
cde
6,67
abcde
5,93
abcde
5,20
de
6,60
bcde
5,80
abcde
5,40
cde
6,03
abcd
5,47
abcde
5,77
Aroma de
x 6,73
bcde
6,27
abcde
5,67
de
6,20
abcde
6,63
abcde
6,17
e
6,87
abcde
7,17
bcde
6,00
de
6,87
abcde
6,50
abcde
6,17
e
6,90
ab
7,27
abc
6,10
cde
6,77
abcde
6,50
a
5,63
bcde
5,80
de
4,87
bcde
4,70
de
5,03
de
5,10
abcd
4,90
bcde
4,67
cde
4,83
abcde
5,07
e
4,50
bcde
4,30
abcde
5,37
e
5,53
bcde
5,50
abcde
4,57
bcde
5,50
abcde
4,70
abcde
3,60
N = Nasi (% ) H = Hari pemeraman n = Jumlah data x = Rata-rata
Rasa fghi
x 6,60
fg
defghi
6,30
cdefg
bcdefghi
6,27
bcdefg
bcdefghi
6,50
cdefg
fghi
6,80
g
cdefghi
5,90
bcdefg
ghi
6,60
efg
i
6,83
g
bcdefghi
6,60
fg
ghi
6,43
cdefg
defghi
6,27
bcdefg
bcdefghi
6,07
bcdefg
hi
6,37
defg
i
6,87
g
bcdefghi
5,97
bcdefg
fghi
6,73
g
efghi
6,53
fg
abcdefghi
5,47
abcdefg
bcdefghi
6,23
bcdefg
abcd
5,77
abcdefg
abcd
5,73
bcdefg
abcde
5,13
abcdefg
abcdefg
5,87
bcdefg
abcd
5,77
bcdefg
abc
4,83
ab
abcd
5,23
abcdefg
abcde
5,47
abcdefg
abc
4,97
abc
ab
4,80
abcde
abcdefgh
5,50
abcdefg
abcdefghi
5,60
abcdefg
abcdefghi
5,43
abcdefg
abc
4,93
abcdef
abcdefghi
5,70
abcdefg
abc
5,00
abcd
a
3,70
Tekstur
a
79
METODE PERANGKINGAN BAYES
1) Penilaian Parameter Berdasarkan Kepentingan Parameter Analis
Nilai Kepentingan
Rasa
5
tekstur
4
penampakan
4
Warna
3
aroma
2
2) Penggambaran dengan Menggunakan Pay of Matrix, berdasarkan Nilai Kepentingan yang ada. x/y
Rasa
tekstur
penampakan
warna
aroma
Rasa
1,00
1,25
1,25
1,67
2,50
tekstur
0,80
1,00
1,00
1,33
2,00
penampakan
0,80
1,00
1,00
1,33
2,00
Warna
0,60
0,75
0,75
1,00
1,50
aroma
0,40
0,50
0,50
0,67
1,00
3) Penentuan Nilai Bobot, Melalui Perhitungan Matrik AxA = B, BxB = C, penjumlahah Matrik C+C Matrik A x A 1,00
=
1,25
1,25
1,67
2,50 X
1,00
1,25
1,25
1,67
2,50
0,80
1,00
1,00
1,33
2,00
0,80
1,00
1,00
1,33
2,00
0,80
1,00
1,00
1,33
2,00
0,80
1,00
1,00
1,33
2,00
0,60
0,75
0,75
1,00
1,50
0,60
0,75
0,75
1,00
1,50
0,40
0,50
0,50
0,67
1,00
0,40
0,50
0,50
0,67
1,00
5,00
6,25
6,25
8,34
12,505
4,00
5,00
5,00
6,67
9,995
3,998
4,9975
5,00
6,67
9,995
3
3,75
5,00
7,5
2,00
2,50
2,50
5,00 3,34
Matrik B x B
X
5,005
80
5,00
6,25
6,25
8,34
12,505
5,00
6,25
6,25
8,34
12,505
4,00
5,00
5,00
6,67
9,995
4,00
5,00
5,00
6,67
9,995
3,998
4,9975
5,00
6,67
9,995
3,998
4,9975
5,00
6,67
9,995
3
3,75
5,00
7,5
3
3,75
5,00
2,50
2,50
5,005
2,00
2,50
2,50
5,00 3,34
7,5
2,00
5,00 3,34
=
125,0175 99,99
156,2719
166,7125
208,5417
312,6
124,9875
133,3375
166,7933
250,02
99,97
124,9625
133,3125
166,7599
249,97
75
78,8550
118,8875
125,1125
187,5675
40,0150
62,53125
66,7125
83,4467
125,0850
5,005
Jumlah C N o 1
Jumlah baris
125,0175
156,2719
166,7125
208,5417
312,6
969,1436
0,28
2
99,99
124,9875
133,3375
166,7933
250,02
775,1283
0,22
3
99,97
124,9625
133,3125
166,7599
249,97
774,9749
0,22
4
75
78,8550
118,8875
125,1125
187,5675
585,4225
0,17
5
40,0150
62,53125
66,7125
83,4467
125,0850
377,7905
0,11
Matrik C
Total
Nilai bobot didapatkan dari : Nilai Bobot = Jumlah Baris ke-1 Total Jumlah Baris
3482,46
Nilai Bobot
81
4) Nilai bobot dimasukkan dalam perlakuan penelitian sehingga didapatkan nilai terbaik
Perlakuan
Karakteristik Sensori
G
Y
N
H
Panel.
R
T
P
W
A
Nilai
7,5
30
0
0
30
6,867
6,600
6,933
6,467
6,533
6,718
Rangking 1
7,5
15
0
0
30
6,733
6,600
6,800
6,467
6,467
6,644
2
7,5
45
0
0
30
6,900
6,367
6,633
6,467
6,700
6,628
3
7,5
45
15
0
30
6,767
6,733
6,500
6,167
6,233
6,540
4
7,5
15
15
0
30
6,200
6,500
6,667
6,500
6,400
6,442
5
7,5
30
0
3
30
7,167
6,833
5,600
6,267
5,600
6,423
6
7,5
30
15
0
30
6,867
6,433
6,133
5,867
6,400
6,389
7
15,0
15
0
0
30
5,800
6,233
6,633
6,467
5,767
6,188
8
15,0
45
0
0
30
5,533
5,600
7,000
6,700
6,600
6,186
9
7,5
15
0
3
30
6,267
6,300
6,133
6,100
5,900
6,176
10
2
7,5
45
15
3
30
6,500
6,533
5,767
5,900
5,367
6,119
11
3
7,5
30
0
6
30
6,000
6,600
5,967
6,033
5,733
6,101
12
4 5
1
7,5
30
15
3
30
6,500
6,267
5,667
5,867
5,267
6,022
13
15,0
45
15
0
30
5,500
5,700
6,600
6,333
6,033
5,986
14
15,0
15
0
3
30
4,867
5,767
6,867
6,767
6,300
5,985
15
6
15,0
15
15
3
30
5,100
5,867
6,600
6,467
6,367
5,970
16
7
7,5
15
15
3
30
6,633
6,800
4,733
5,567
5,267
5,920
17
8
7,5
15
0
6
30
5,667
6,267
5,967
6,033
5,500
5,909
18
9
7,5
15
15
6
30
6,167
5,900
5,667
5,800
5,667
5,881
19
10
7,5
45
0
3
30
7,267
6,867
4,433
4,867
4,633
5,858
20
11
7,5
30
15
6
30
6,167
6,067
5,433
5,800
5,433
5,840
21
12
15,0
30
0
6
30
5,067
5,467
6,800
6,633
5,400
5,839
22
13
15,0
45
0
3
30
5,500
5,433
6,167
6,267
5,800
5,795
23
14
15,0
15
15
0
30
5,033
5,133
6,600
6,400
6,500
5,794
24
15,0
15
0
6
30
4,700
5,733
6,433
6,400
6,033
5,744
25
15,0
30
15
0
30
4,500
4,967
6,667
6,567
6,667
5,669
26
15,0
30
0
0
30
4,667
4,833
6,900
6,567
6,033
5,668
27
15,0
30
0
3
30
4,833
5,233
6,333
6,100
6,100
5,606
28
16
15,0
30
15
6
30
5,367
5,500
5,067
5,867
5,200
5,397
29
17
15
7,5
45
0
6
30
6,100
5,967
4,333
4,933
4,733
5,333
30
18
15,0
15
15
6
30
4,900
5,767
5,367
5,600
4,967
5,320
31
19
15,0
30
15
3
30
4,300
4,800
5,600
5,867
5,933
5,142
32
20
15,0
45
0
6
30
4,567
4,933
5,033
5,600
5,400
5,017
33
21
15,0
45
15
3
30
4,700
5,000
4,767
5,233
5,467
4,956
34
22
15,0
45
15
6
30
3,600
3,700
5,833
5,933
5,767
4,748
35
23
7,5
45
15
6
30
5,633
5,467
3,400
4,367
4,100
4,721
36
24
Nilai
Bobot
0,280
0,220
0,220
0,170
0,110
82
Lampiran 6 Contoh perhitungan analisis proksimat Contoh perhitungan analisis proksimat a.
b.
Kadar Air Dik : Bobot cawan kosong Bobot Sampel Bobot cawan + Sampel setelah di oven Dit : Kadar Air? Jawab :
Kadar air
=
Kadar air
=
Kehilangan berat (g) Berat sampel awal (g)
4.42 g - 1,13 g 4.42 g
Kadar Air
= 0,7443 x 100 %
Kadar Air
= 74,43 %
Kadar Protein Dik : Bobot Sampel Volume HCl 0,0947 BM HCl Dit : Kadar Protein? Jawab :
= 26,97 g = 4,42 g = 28,1 g
x 100%
x 100%
= 1,73 gram = 1730 mg = 2,95 = 14
Vol HCl x N HCl x 14.007 x 10 Berat sampel (mg)
% Nitrogen
=
% Nitrogen
=
Protein
= 6.25 x % N = 6.25 x 2,26 = 14,13 %
2,95 x 0,0947 x 14.007 x10 1730 = 0.0226 x 100% = 2,26
x 100%
x 100%
83
c.
d.
Kadar Lemak Dik : Bobot Sampel Bobot labu lemak kosong Bobot labu lemak akhir Dit : Kadar lemak? Jawab :
= 5,74 g = 70,53 g = 70,60 g
Berat labu akhir (g) – Berat labu awal (g) Berat sampel (g)
Kadar lemak
=
Kadar lemak
=
Kadar lemak
= 1,22 %
70,60 (g) – 70,53 (g) 5,74 (g) = 0,0122 x 100%
Kadar Abu Dik : Bobot cawan kosong Bobot Sampel Bobot cawan + sampel setelah di oven Dit : Kadar Abu? Jawab :
= 28,07 g = 4,92 g = 28,33 g
Kadar abu
=
Berat abu (g) Berat sampel (g)
x 100%
Kadar abu
=
28,33 - 28,07 (g) 4,92 (g)
x 100%
Kadar abu
=
0,26 (g) 4,92 (g)
x 100%
=
5,285 %
x 100%
x 100%
84
Lampiran 7 Gambar Bahan dan Alat yang Digunakan dalam Pembuatan fermentasi ikan
Gambar 24 Pembuatan fermentasi ikan dengan bahan yoghurt dan bahan lainnya
85
Gambar 25 Peralatan yang digunakan ketika pengujian ikan fermentasi