NASKAH AKADEMIK
IKAN MAS (Cyprinus carpio) MAJALAYA TAHAN PENYAKIT
BALAI BESAR PERIKANAN BUDIDAYA AIR TAWAR
DIREKTORAT JENDERAL PERIKANAN BUDIDAYA KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
2014
i
TIM PEMOHON PELEPASAN VARIETAS
Pengarah Ir. H. Sarifin, MS.
Tim Pelaksana Ketua
:
Adi Sucipto, SPi, MSi
Anggota
:
1. Nurly Faridah, SPi, MSi 2. Yuani Mundayana, MM 3. Dwi Hany Yanti, SPi 4. Ayi Santika, SPi, MSi 5. Mira Mawardi, SPi 6. Devi Ilma Handayani, SPi 7. Teguh Prayoga, S.StPi 8. Joko Purwanto, S.StPi 9. Tatang Juanda 10. Ade Dimyati
Tim Pakar Ketua
:
Dr. Alimuddin
Anggota
:
1. Dr. Atmadja Hardjamulia 2. Dr. Murwantoko 3. Dr. Irvan Faizal 4. Dr. Rudhy Gustiano
i
KATA PENGANTAR
Kajian dan pemuliaan untuk menghasilkan ikan mas tahan penyakit telah dilakukan sejak tahun 2009 dengan memverifikasi keberadaan marka molekuler terkait daya tahan penyakit (Cyca-DAB1*05 MHC II) pada induk ikan mas strain Majalaya, Sinyonya, Punten, Cangkringan, Rajadanu dan Wildan. Untuk memudahkan penelusuran filialnya, induk-induk tersebut disebut sebagai F0 atau founder. Dalam perkembangannya, pada tahun 2012 telah dihasilkan populasi induk F1 pada semua strain. Namun demikian, kegiatan pemuliaan ini (termasuk dalam naskah akademik) difokuskan pada strain ikan mas Majalaya. Dibandingkan dengan lima strain lainnya, Majalaya adalah strain yang paling banyak diminati oleh pembudidaya ikan mas. Hal ini terdata dari besarnya serapan pasar terhadap strain ini. Kegiatan pemuliaan tahun 2012, telah memberikan gambaran tentang keampuhan ikan mas Majalaya tahan penyakit F2 berdasarkan uji tantang dengan bakteri Aeromonas hydrophila dan koi herpesvirus (KHV). Seluruh rangkaian proses dalam kegiatan ini telah dibahas dan didokumentasikan dalam bentuk protokol, yakni protokol pemulian ikan mas nomor 1, 2, dan 3; masing-masing adalah Protokol 01. Karakterisasi Alel Cyca-DAB1*05 pada Ikan Mas (Cyprinus carpio), Protokol 02. Uji Tantang Ikan Mas dengan Aeromonas hydrophila, dan Protokol 03. Uji Tantang Ikan Mas dengan koi herpesvirus (KHV). Berdasarkan keunggulan performanya, maka diusulkan agar strain ini dapat dilepas secara resmi oleh Menteri Kelautan dan Perikanan sebagai ikan mas tahan penyakit. Empat kajian lain yang penting juga telah dilakukan pada tahun 2014, yakni: 1) Produksi induk Majalaya F2 yang telah diverifikasi membawa marka Cyca-DAB1*05 (MHC+), 2) Produksi calon induk Majalaya F3 dengan menggunakan induk jantan dan betina F2 MHC+, 3) Uji multilokasi untuk mengevaluasi performa benih Majalaya F3 di beberapa lokasi yang berbeda, dan 4) Uji tantang benih F3 dengan bakteri Aeromonas hydrophila dan KHV. Berbagai pihak telah berkontribusi dalam pemuliaan dan perbanyakan ikan mas Majalaya tahan penyakit ini. Oleh karena itu, melalui kesempatan ini kami menyampaikan terima kasih kepada: 1) Direktur Perbenihan DJPB KKP; 2)
ii
Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan, KKP; 3) Tim ahli pemuliaan ikan mas (Dr. Alimuddin, Dr. Atmadja Hardjamulia, Dr. Murwantoko, Dr. Irvan Faizal, Dr. Rudhy Gustiano); dan 4) Semua pihak yang telah membantu terlaksananya kegiatan pemuliaan ini.
Sukabumi, Desember 2014
iii
RINGKASAN
Ikan mas (Cyprinus carpio) merupakan spesies ikan air tawar yang sudah lama dibudidayakan dan terdomestikasi dengan baik di dunia. Di Indonesia, dikenal beberapa strain ikan mas yang dibudidayakan, yakni Majalaya, Punten, Sinyonya, Domas, Merah/Cangkringan, Kumpai dan sebagainya (Hardjamulia, 1995). Pembudidayaan ikan mas di Indonesia sempat mengalami penurunan akibat serangan penyakit, khususnya koi herpesvirus (KHV). Serangan penyakit tersebut makin menambah rendahnya ketersediaan induk ikan mas yang ada di masyarakat, baik kualitas maupun kuantitas. Upaya pemulihan kondisi ini terus dilakukan terutama oleh lembaga pemerintah. Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi pun turut terlibat aktif melalui upaya meningkatkan ketahanan tubuh induk dan benih ikan mas melalui pemberian antibiotik (tahun 2002), imunostimulan: vitamin C, ragi, serbuk bawang putih dan meniran (tahun 2003 – 2007), chromium-yeast (tahun 2006 – 2009), vaksinasi (2009 – 2014), dan seleksi dengan bantuan marka molekuler Cyca-DAB1*05 yang merupakan kelompok gen Major Histocompatibility Complex (MHC) II (selanjutnya dikode sebagai MHC+) untuk ketahanan terhadap penyakit bakterial dan virus. Kajian dan penerapan bioteknologi molekuler ini telah diinisiasi tahun 2009 dan secara berkesinambungan dilanjutkan hingga tahun 2014 ini, khususnya pada strain Majalaya. Kajian awal terhadap induk-induk ikan mas yang membawa marka CycaDAB1*05 dilakukan tahun 2009 terhadap 60 ekor induk betina dan 60 ekor induk jantan dari enam strain ikan mas yang ada di BBPBAT, yakni Majalaya, Sinyonya, Punten, Rajadanu, Cangkringan dan Wildan (masing-masing 10 betina dan 10 jantan). Berdasarkan kajian tersebut diperoleh induk ikan mas MHC+ dari semua strain sebanyak 23 ekor jantan dan 18 ekor betina. Populasi ikan mas Majalaya MHC+ diperoleh sebanyak 50% dari 20 ekor sampel. Untuk selanjutnya populasi ini disebut sebagai ikan mas Majalaya MHC+ F0, yakni 8 ekor jantan dan 2 ekor betina.
iv
Populasi ikan mas Majalaya MHC+ F1 dihasilkan tahun 2011 melalui verifikasi keberadaan marka Cyca-DAB1*05 terhadap benih hasil pemijahan 2 ekor induk ikan mas betina Majalaya MHC+ F0 dengan 8 ekor induk ikan mas jantan Majalaya MHC+ F0. Dengan jumlah sampel sebanyak 20 ekor, menunjukkan bahwa 70% benih tersebut positif membawa marka Cyca-DAB1*05. Populasi ikan mas Majalaya MHC⁺ F1 dipelihara lebih lanjut hingga menjadi induk. Jumlah total ikan mas Majalaya MHC⁺ F1 yang dihasilkan pada tahun 2011 sebanyak 100 ekor jantan ukuran 0,5 kg dan 100 ekor betina ukuran 1,5 – 2,0 kg. Ikan mas Majalaya MHC⁺ F2 diperoleh melalui verifikasi keberadaan marka Cyca-DAB1*05 terhadap sampel benih hasil pemijahan 30 ekor induk betina Majalaya MHC⁺ F1 dengan 97 ekor induk jantan Majalaya MHC⁺ F1. Kegiatan ini dilakukan tahun 2012 – 2013. Berdasarkan hasil verifikasi terhadap ikan sampel, diperoleh ikan mas Majalaya MHC⁺ F2 sebanyak 83,33% (25 /30 ekor). Kegiatan verifikasi dilakukan di sepanjang tahun 2012 dan benih yang telah diverifikasi tersebut dipelihara lebih lanjut hingga mencapai ukuran calon induk. Hingga akhir tahun 2012, diperoleh ikan mas mas Majalaya MHC⁺ F2 sebanyak 1.230 ekor dengan bobot rataan 384,32 gram/ekor. Kegiatan uji tantang menggunakan bakteri Aeromonas hydrophila dan KHV dilakukan untuk menguji daya tahan ikan mas F2 MHC⁺. Hasil uji tantang di laboratorium menggunakan bakteri Aeromonas hydrophila menunjukkan bahwa ikan Majalaya MHC⁺ F2 (74,44%) memiliki kelangsungan hidup sekitar 3,5 kali (252,6%) lebih tinggi daripada ikan kontrol (21,11%). Sementara itu uji tantang terhadap KHV menunjukkan bahwa ikan Majalaya MHC⁺ F2 hidup 100%, sedangkan ikan kontrol hanya 8,33%. Ikan kontrol berasal dari masyarakat di daerah Cisaat, Sukabumi. Selanjutnya, daya tahan ikan mas F3 MHC⁺ terhadap infeksi Aeromonas hydrophila tetap tinggi, yakni sekitar 161,5% dibandingkan dengan ikan mas dari pembudidaya di Bogor. Uji lapang di KJA Cirata Cianjur juga dilakukan untuk mengevaluasi performa kelangsungan hidup, konversi pakan (KP) dan pertumbuhan ikan mas Majalaya MHC F3 dan ikan kontrol. Ikan mas Majalaya MHC F3 yang digunakan sebagai ikan uji merupakan turunan ikan mas Majalaya MHC+ F2 yang belum v
diverifikasi keberadaan markanya. Ikan kontrol berasal dari pembudidaya di Subang, Jawab Barat. Dalam pemeliharaan di KJA selama 75 hari dengan bobot tebar 50 kg/jaring, kelangsungan hidup ikan mas Majalaya F3 (99,27%) tidak berbeda dibandingkan kontrol (98,00%). KP didasarkan pada total pakan yang digunakan (dalam kg) yang digunakan selama pemeliharaan. KP ikan mas Majalaya MHC F3 (1,23) sekitar 74% lebih rendah daripada ikan kontrol (2,12). Pertumbuhan ikan mas Majalaya MHC F3 lebih baik dibandingkan dengan kontrol, demikian juga dengan bobot biomassa yang dihasilkan pada akhir pemeliharaan. Laju pertumbuhan spesifik ikan mas Majalaya MHC F3 (2,40%) sekitar 45% lebih cepat dibandingkan dengan ikan kontrol (1,66%). Pertumbuhan bobot mutlak ikan mas Majalaya MHC F3 (2,19 gram/hari) lebih cepat sekitar 2,13 kali (112,6%) dibandingkan dengan ikan kontrol (1,03 gram/hari). Panjang dan bobot ikan mas Majalaya MHC F3 yang digunakan adalah 10,43 cm dan 33,21 gram per ekor; sedangkan untuk kontrol 10,27 cm dan 37,33 gram per ekor. Panjang dan bobot rerata ikan mas Majalaya MHC F3 pada akhir pemeliharaan adalah 21,13 cm dan 197,33 gram, sedangkan panjang dan bobot rerata ikan kontrol adalah 18,2 cm dan 128,00 gram. Biomassa ikan mas Majalaya MHC F3 pada akhir pemeliharaan adalah 293,82 kg, sedangkan kontrol adalah 168,06 kg. Manfaat yang dapat diperoleh dapat ditinjau berdasarkan aspek teknokogi, ekonomi, sosial, dan lingkungan. Berdasarkan aspek teknologi, ikan mas tahan penyakit ini memberikan peluang kepada para pembudidaya untuk mendapatkan pilihan jenis ikan untuk dibudidayakan yang dikembangkan melalui teknologi seleksi berbasis marka. Teknologi seleksi pada ikan mas ini dapat pula menjadi acuan untuk diaplikasikan pada spesies lainnya. Ditinjau dari aspek ekonomi; bahwa tingkat kelangsungan hidup yang lebih baik, produksi ikan mas akan makin baik pula. Di samping itu, kerugian yang diakibatkan oleh serangan penyakit akan lebih kecil jika menggunakan produk ikan mas tahan penyakit. Secara aspek sosial, pemuliaan dan produk pemuliaan yang dihasilkan berupa ikan mas tahan penyakit merupakan bentuk tanggung jawab kepada masyarakat pembudidaya dalam penyediaan ikan mas unggul. Tingkat kepastian
vi
produksi akan meningkat walaupun ada serangan penyakit, khususnya yang disebabkan oleh KHV dan Aeromonas hydrophila.
Berdasarkan aspek
lingkungan, penggunaan ikan mas Majalaya tahan penyakit ini akan mengurangi penggunaan obat-obatan. Berdasarkan hasil pengujian terhadap ikan mas turunan Majalaya MHC+ F2, khususnya terhadap KHV dan Aeromonas hydrophila, kami mengajukan permohonan pelepasan strain ini untuk dapat didistribusikan ke masyarakat guna mendorong peningkatan produksi ikan mas nasional. Strain ikan mas ini untuk selanjutnya diberi nama ikan mas MANTAP (Majalaya yang Tahan Penyakit).
vii
DAFTAR ISI
Halaman Tim pemohon pelepasan varietas
i
Kata Pengantar
ii
Ringkasan
iv
I. PENDAHULUAN
1
II. PELAKSANAAN, BAHAN DAN METODE
3
III. HASIL PENGUJIAN
17
IV. MANFAAT
30
V. DESKRIPSI SINGKAT
31
VI. PENUTUP
34
DAFTAR PUSTAKA
35
Lampiran
37
viii
DAFTAR TABEL
Halaman 1.
Karakter morfometrik dan meristik ikan mas Majalaya MHC+ F2
19
2.
Karakter morfometrik dan meristik ikan mas Majalaya
20
3.
Toleransi kualitas air ikan mas Majalaya MHC F3
25 +
4.. Kualitas daging ikan mas turunan Majalaya MHC F2 dan ikan mas Majalaya F6
25
5.
Karakter reproduksi ikan mas Majalaya
27
6.
Produktivitas ikan mas Majalaya MHC F3 fase pendederan
29
7.
Produktivitas ikan mas Majalaya MHC F3 fase pembesaran di KJA Cirata
29
ix
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1.
Pemijahan ikan mas Majalaya MHC+ F0 untuk memproduksi F1
4
2.
Tahapan karakterisasi ikan mas yang mempunyai marka CycaDAB1*05
6
3.
Diagram penyiapan dan prosedur uji tantang Aeromonas hydrophila
9
4.
Diagram penyiapan dan prosedur uji tantang Koi herpesvirus
12
5.
Ektroforegram hasil analisis marka Cyca-DAB1*05 pada populasi keturunan kedua (F2) ikan mas Majalaya MHC. M adalah kode untuk Marker, sedangkan angka Arab dari 1 hingga 30 adalah nomor sampel.
18
6.
Bobot ikan mas Majalaya MHC⁺ F2 selama periode pemeliharaan tahun 2012.
18
7.
Akumulasi jumlah ikan mas Majalaya MHC⁺ F2 hasil identifikasi ikan yang memiliki marka Cyca-DAB1*05 selama periode tahun 2012.
19
8
Foto ikan mas Majalaya MHC+ F2 sebelum ditentukan warnanya menggunakan aplikasi Color Finder.
20
9.
Warna ikan mas Majalaya MHC+ F2 berdasarkan piranti lunak Color Finder adalah abu-abu (olive grey) dengan kode RAL 7002.
21
10.
Panjang total tubuh ikan mas Majalaya MHC F3 dan kontrol yang dipelihara di KJA Cirata selama 75 hari (23 Mei – 5 Agustus 2014). Sampling dilakukan setiap 15 hari.
23
11.
Bobot tubuh ikan mas Majalaya MHC F3 dan kontrol yang dipelihara di KJA Cirata selama 75 hari (23 Mei – 5 Agustus 2014). Sampling dilakukan setiap 15 hari
23
12.
Kelangsungan hidup ikan mas Majalaya MHC⁺ F2 dan kontrol (non MHC) setelah diuji tantang dengan bakteri Aeromonas hydrophila
27
13.
Kelangsungan hidup ikan mas Majalaya MHC⁺ F2 dan kontrol setelah diuji tantang dengan koi herpesvirus
28
x
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Ikan mas (Cyprinus carpio, Linn.) merupakan spesies ikan air tawar yang sudah lama dibudidayakan dan terdomestikasi dengan baik di dunia. Pembudidayaan ikan mas di Indonesia sempat mengalami penurunan drastis akibat serangan penyakit khususnya koi herpesvirus (KHV) dan bakteri Aeromonas hydrophila. Serangan penyakit tersebut, makin menambah rendahnya ketersediaan induk dan benih ikan mas yang ada di masyarakat, baik kualitas maupun kuantitas. Upaya pemulihan kondisi ini terus dilakukan terutama oleh lembaga pemerintah. Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi pun turut terlibat aktif melalui upaya meningkatkan ketahanan tubuh induk dan benih ikan mas melalui pemberian imunostimulan dan vitamin C, seleksi menggunakan marka Cyca-DABI*05 untuk ketahanan terhadap penyakit bakterial, memperbaiki kualitas lingkungan pemeliharaan serta terus mencari teknik pemeliharaan yang diduga mampu mengeliminir serangan. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Dr. Krzystof L. Rakus seperti yang tertuang dalam buku “Major Histocompatibility (MH) Polymorpism of Common Carp: Link with Disease Resistance”, maka besar harapan untuk dapat segera menghasilkan ikan yang tahan penyakit. Berdasarkan informasi tersebut, maka kajian dan penerapan bioteknologi level alel ini telah diinisiasi tahun 2009 dan secara berkesinambungan dilanjutkan hingga tahun 2014 ini, khususnya pada strain Majalaya. Respons imun pada ikan terkait dengan adanya molekul major histocompatibility complex (MHC) kelas I dan MHC kelas II. Molekul MHC I secara spesifik terlibat dalam mengeliminir infeksi virus melalui mekanisme sitotoksik, sedangkan MHC II akan mengaktifkan sel-sel fagosit untuk memproduksi antibodi dan mengaktivasi karakter-karakter imun yang terlibat dalam mengeliminasi parasit, bakteri, dan menetralkan virus. Beberapa penelitian telah memberi penjelasan bahwa ada hubungan antara polimorfisme MHC dengan ketahanan terhadap penyakit pada beberapa spesies ikan. Namun demikian, riset umumnya dilakukan pada ikan salmonid. Pada ikan Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi
1
mas, gen MHC yang ada adalah MHC I B dan MHC II B. Polimorfisme MHC II B lebih besar dibandingkan dengan MH class I B. Gen-gen yang termasuk ke dalam MHC I B adalah Cyca-DAB*1-like, dan Cyca-DAB*2-like. Gen CycaDAB*1-like bersifat ubiquitous, artinya aktif di semua jaringan. Gen ini pun memiliki polimorfisme yang tinggi, sedangkan Cyca-DAB*2-like bersifat homozigot atau seringkali tidak berekspresi (Rakus, 2008). Gen MHC merupakan gen marka (penanda) kandidat yang berkaitan kuat dengan resistensi terhadap penyakit. Molekul MHC mempunyai kemampuan mengeluarkan suatu peptida pada sel limfosit T dengan efektivitas berbeda-beda yang dapat mempengaruhi respons imun organisme sehingga mempengaruhi resistensi organisme tersebut terhadap organisme patogen (Rakus, 2008). Dari hasil penelitian Rakus (2008), telah diketahui bahwa alel Cyca-DAB1*05 merupakan bagian dari gen Cyca-DAB1 yang memiliki hubungan yang sangat kuat dengan resistensi terhadap penyakit terutama pada CyHV-3 (nama lain dari KHV) sehingga sangat sesuai jika digunakan sebagai marka genetik pada kegiatan seleksi ikan mas. Berdasarkan informasi yang ada di Bank Gen, maka didesain primer spesifik Cyca-DAB1*05 (Alimuddin et al., 2011). 1.2. Tujuan Tujuan dari kegiatan pemuliaan ini adalah untuk menghasilkan ikan mas yang tahan penyakit, khususnya terhadap KHV dan bakteri Aeromonas hydrophila. 1.3. Sasaran Kegiatan Sasaran kegiatan adalah menghasilkan induk ikan mas Majalaya yang membawa marka Cyca-DAB1*05. Seteleh dirilis, induk ikan mas ini dapat disebarkan ke Balai Benih Ikan (BBI) dan Unit Pembenihan Rakyat (UPR) untuk menghasilkan benih ikan mas tahan infeksi KHV dan Aeromonas hydrophila.
Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi
2
II. PELAKSANAAN, BAHAN DAN METODE
2.1. Waktu dan Tempat Kegiatan pemuliaan dilaksanakan sejak Desember tahun 2009 hingga September 2014 di beberapa lokasi. Pemeliharaan induk founder (F0), pemijahan, pendederan dan pembesaran ikan mas Majalaya turunan I (F1) dan II (F2) dilakukan di kolam air tenang di BBPBAT, Jl. Selabintana no. 37, Kota Sukabumi. Pembesaran ikan mas Majalaya turunan III (F3) dilakukan di kolam air deras yang berlokasi di Cisaat, Kabupaten Sukabumi. Uji lapang dan kegiatan pembesaran ikan mas Majalaya F3, juga dilakukan karamba jaring apung (KJA) Cirata, Kabupaten Cianjur. Identifikasi keberadaan marka Cyca-DAB1*05 dilakukan di Laboratorium Genetika BBPBAT Sukabumi, sedangkan uji tantang dilakukan di ruang karantina Laboratorium Kesehatan Ikan BBPBAT Sukabumi.
2.2. Bahan 2.2.1. Induk Ikan Mas Founder (F0) Kajian awal terhadap induk-induk ikan mas yang membawa marka CycaDAB1*05 dilakukan pada tahun 2009 dan diperoleh generasi F0 ikan mas Majalaya MHC+. Ikan mas tersebut merupakan induk yang dikembangkan oleh BBPBAT Sukabumi. Berdasarkan kajian terhadap 10 ekor induk betina dan 10 ekor induk jantan strain ikan mas Majalaya yang ada di BBPBAT, sebanyak 50% populasi ikan tersebut membawa alel Cyca-DAB1*05 , yakni 8 ekor jantan dan 2 ekor betina. 2.2.2. Ikan Mas Majalaya Turunan I (F1) Benih ikan mas Majalaya F1 dihasilkan dengan memijahkan 2 ekor induk ikan mas betina Majalaya MHC+ F0 dengan 8 ekor induk ikan mas jantan Majalaya MHC+ F0. Pemijahan dilakukan dengan metode induced breeding, menggunakan Ovaprim untuk menginduksi ovulasi dengan dosis 0,5 ml/kg bobot dan sekali penyuntikan. Pemijahan dilakukan dalam hapa hijau (ukuran 3x2x1 m3) yang dipasang di kolam beton (ukuran 22x17x3 m3) (Gambar 1). Pembuahan telur dilakukan dengan mengalin semua induk betina dan jantan. Telur yang telah
Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi
3
dibuahi disebar merata pada kakaban yang dipasang di atas permukaan air kolam. Benih yang diperoleh dipelihara hingga mencapai ukuran calon induk dengan mengacu pada protokol Pusat Pengembangan Ikan Mas Nasional (PPIMN) tahun 2012 nomor 09 tentang perbanyakan calon induk ikan mas galur murni (Cyprinus carpio).
Gambar 1.
Pemijahan ikan mas Majalaya MHC+ F0 untuk memproduksi F1
2.2.3. Ikan Mas Majalaya Turunan II (F2) Produksi calon induk Majalaya F2 dilakukan dengan memijahkan secara massal 30 ekor induk betina F1 MHC⁺ dengan 97 ekor jantan F1 MHC⁺. Seperti Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi
4
halnya pada produksi ikan mas Majalaya F1, pemijahan untuk produksi F2 juga dilakukan dengan metode induced breeding, menggunakan Ovaprim dosis 0,5 ml/kg bobot dengan sekali penyuntikan. Pemijahan dilakukan di dalam hapa hijau (ukuran 3x2x1 m3) yang dipasang pada kolam beton (ukuran 22x17x3 m3). Pembuahan telur dilakukan dengan mengalin semua induk betina dan jantan. Telur yang telah dibuahi disebar merata pada kakaban yang dipasang di atas permukaan air kolam. Benih F2 dipelihara menggunakan metode yang sama dalam produksi F1. 2.2.4. Ikan Mas Majalaya Turunan III (F3) Produksi calon induk Majalaya F3 dilakukan dengan memijahkan secara massal 90 ekor induk betina F2 MHC⁺ dengan 190 ekor jantan F2 MHC⁺. Mengingat banyaknya jumlah induk yang digunakan, maka pemijahan dilakukan dengan metode semi-induced breeding. Ovaprim digunakan untuk merangsang ovulasi induk betina dengan dosis 0,5ml/kg bobot dan frekuensi sekali penyuntikan. Selanjutnya ikan dibiarkan memijah alami. Pengecekan induk yang memijah dilakukan setelah proses pemijahan selesai. Pemijahan dilakukan dalam hapa hijau (ukuran 6x6x1 m3, mesh size 2 mm) yang dipasang pada kolam beton (ukuran 22x17x3 m3). Sebanyak 95% dari total induk memijah. Larva umur 7 hari sebanyak 67.000 ekor kemudian dipindahkan ke tiga kolam tanah yang masing-masing berukuran sekitar 400 m2. Pendederan pertama ini dilakukan selama 4 minggu. Pendederan kedua dilakukan di kolam tanah (400 m2) selama 33 hari, sebanyak 17.100 ekor. Pendederan kedua juga dilakukan di kolam tembok (300 m2), selama 35 hari, sebanyak 15.000 ekor. 2.2.5. Taksonomi Taksonomi ikan mas dilakukan mengikuti Saanin (1988), yakni: Kingdom
:
Animalia
Filum
:
Chordata
Kelas
:
Actinopterygii
Ordo
:
Cypriniformes
Famili
:
Cyprinidae
Genus
:
Cyprinus
Spesies
:
Cyprinus carpio.
Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi
5
2.3. Metode 2.3.1
Karakterisasi marka Cyca-DAB1*05 (MHC+) Identifikasi ikan mas Majalaya yang mempunyai marka Cyca-DAB1*05
dilakukan mengikuti metode Alimuddin et al. (2011) dan protokol nomor 01 ikan mas tentang karakterisasi alel Cyca-DAB 1*05 pada ikan mas (Cyprinus carpio). Tahapan karakterisasi alel tersebut tertera pada Gambar 2. Pengambilan sampel sirip ventral (5-10 mg), dan/atau diawetkan dengan alkohol 70%
Ekstraksi sampel (Diperoleh hasil sekitar 100-200 ng/μl) DNA
Amplifikasi PCR Separasi produk PCR dengan elektroforesis
Pemeliharaan ikan mas yang membawa marka Cyca-DAB 1*05 (MHC+)
Gambar 2.
Tahapan karakterisasi ikan mas yang mempunyai marka CycaDAB1*05
A. Ekstraksi DNA Ekstraksi DNA dilakukan menggunakan kit Puregene Cell and Tissue (Qiagen, Ltd). Rangkaian kegiatannya adalah sebagai berikut: 1. Sampel sirip diambil sebanyak 5-10 mg. Kemudian menambahkan 200 μl cell lysis solution. Sampel dapat disimpan dengan diawetkan di dalam alkohol 70% jika tidak langsung diekstraksi. 2. Sebanyak 1,5 μl Proteinase K (20 mg/ml) ditambahkan dan kemudian jaringan diinkubasi pada suhu 55 oC (over night). 3. Sampel dikeluarkan dari alat inkubator dan didiamkan sampai mencapai suhu ruang. Sebanyak 1,5 μl RNase (4 mg/ml) ditambahkan dan diaduk
Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi
6
dengan hati-hati sebanyak 25 kali agar homogen. Inkubasi dilakukan pada suhu 37 oC selama 60 menit. 4. Sampel dikeluarkan dari alat inkubator, kemudian disimpan dalam keadaan on ice selama 5 menit. Selanjutnya protein diendapkan dengan menambahkan 100 μl protein precipitation solution. 5. Sentrifugasi pada 12000 rpm, suhu 4oC, selama 15 menit. 6. Supernatan dipindahkan ke mikrotub baru yang telah berisi 300 μl isopropanol, kemudian diaduk secara hati-hati sebanyak 50 kali agar menjadi homogen. 7. Sentrifugasi pada 10000 rpm, suhu 4oC, selama 10 menit. 8. Supernatan dibuang, kemudian sebanyak 300 μl etanol 70% dingin dimasukkan ke mikrotub untuk memfiksasi DNA. 9. Sentrifugasi pada 10000 rpm, suhu 4oC, selama 10 menit. 10. Etanol dibuang, mikrotub berisi pelet DNA dikeringudarakan. 11. DNA dilarutkan dengan menambahkan 50 μl SDW (Steril Destillated Water), DNA disimpan pada suhu 4oC untuk penyimpanan jangka lama. B. Polymerase Chain Reaction (PCR) Amplifikasi PCR dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: 1. Preparasi sampel dapat dilakukan dengan menggunakan DreamTaq DNA Polymerase (Fermentas) dengan rincian: a. Pembuatan larutan premix Bahan 10 x Bufer Taq DNA Polymerase dNTP mix Primer : Cyca-DAB1*05 a. R: ATCGCTGACTGTCTGTT b. F: CTAATGGATACTACTGG Taq DNA Polymerase SDW (Steril Destillated Water)
Jumlah 2,50 μl x jumlah sampel x 1,1 2,00 μl x jumlah sampel x 1,1 1,00 μl x jumlah sampel x 1,1 1,00 μl x jumlah sampel x 1,1 0,25 μl x jumlah sampel x 1,1 17,25 μl x jumlah sampel x 1,1
b. Sampel DNA dimasukkan sebanyak 1 μl sehingga volume akhir tiap mikrotub adalah 25 μl.
Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi
7
2. Mikrotub dimasukkan ke dalam mesin PCR yang telah diprogram sebagai berikut : Proses Pengkondisian awal Denaturation Annealing Extension Final Extension Hold
Suhu (˚C) 94 94 55 72 72 4
Lama Waktu 3 menit 30 detik 30 detik 1 menit 7 menit 30 menit
Siklus 35
-
3. Setelah proses PCR selesai dan mesin menunjukkan suhu 4˚C, mesin dimatikan dan hasil PCR disimpan dalam refrigerator atau selanjutnya dapat langsung dielektroforesis. C. Elektroforesis Separasi produk PCR dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: Menyiapkan 1 μl 6x loading dye, 5 μl produk PCR, 4 μl milliqwater dan 1
1.
μl loading DNA marker. 2.
Pembuatan gel agarosa 0,8 – 1,0%.
3.
Elektroforesis dilakukan pada tegangan 70 Volt selama 50 menit
2.3.2
Uji Tantang dengan Bakteri Aeromonas hydrophila Prosedur uji tantang bakteri Aeromonas hydrophila dilakukan sesuai
protokol nomor 02 ikan mas tentang uji tantang ikan mas (Cyprinus carpio) dengan Aeromonas hydrophila. Diagram prosedur uji tantang dengan bakteri Aeromonas hydrophila ditunjukkan pada Gambar 3. A. Peningkatan virulensi bakteri Peningkatan virulensi bakteri Aeromonas hydrophila dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: 1.
Bakteri A. hydrophila diisolasi dari ikan mas yang sakit (akibat infeksi bakteri A. hydrophila).
2.
Isolat bakteri diinokulasi pada media agar dan inkubasi pada suhu 25-28 o
C selama 1 hari.
3.
Bakteri dibiakkan dalam kultur murni.
Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi
8
Sediaan isolat A. hydrophila
Ikan uji (minimal 30-50 ekor ukuran 5-8 cm)
Peningkatan virulensi A. hydrophila
Pemeriksaan status kesehatan ikan terhadap parasit, bakteri dan virus
Isolat A. hydrophila virulen
Ikan terinfeksi parasit diobati sebelum digunakan
Ikan terinfeksi bakteri/virus tidak digunakan
Ikan bebas parasit/bakteri/virus Penentuan LD50 A. hydrophila
Uji tantang dengan LD50 Pencatatan gejala klinis, kematian harian selama 14 hari; pemeriksaan bakteri pada ikan sekarat (moribund) Ikan yang masih hidup, diobati dengan antibiotik yang direkomendasikan DJPB Pelihara lebih lanjut
Gambar 3.
Diagram penyiapan dan prosedur uji tantang Aeromonas hydrophila
4.
Reidentifikasi (sesuai dengan karakter awal).
5.
Bakteri yang sudah dikonfirmasi dibiakkan dalam kultur murni.
6.
Ikan disuntik dengan suspensi bakteri (dari poin e) hingga timbul gejala klinis.
7.
Bakteri diisolasi dan ditumbuhan kembali dan selanjutnya disuntikkan ke ikan mas (diulang sebanyak 3 kali).
8.
Suspensi bakteri A. hydrophila dibuat dengan berbagai konsentrasi dari poin g.
9. 10.
Uji penentuan dosis A. hydrophila dilakukan dengan LD50 Konsentrasi dosis A. hydrophila dihasilkan yang tepat dengan LD50. Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi
9
B. Prosedur uji tantang Uji tantang dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: 1.
Ikan mas yang akan diuji tantang, disediakan yang beukuran minimal 58 cm dengan jumlah 30-50 ekor per populasi.
2.
Status kesehatan ikan (butir a) diperiksa dari infeksi parasit, virus dan bakteri.
3.
Jika ikan terinfeksi parasit, maka ikan diobati dengan bahan kimia, sedangkan jika terinfeksi virus atau bakteri maka ikan tidak digunakan untuk uji tantang.
4.
Suspensi bakteri A. hydrophila disiapkan yang telah melalui proses isolasi, peningkatan virulensi dan penentuan LD50.
5.
Ikan mas disuntik dengan suspensi bakteri A. hydrophila dengan dosis 0,1 ml/ekor secara intramuskuler.
6.
Gejala klinis dan kematian harian ikan mas didata selama 14 hari (sampai berhenti kematian ikan).
7.
Untuk memastikan kematian ikan disebabkan oleh infeksi bakteri A. hydrophila, ikan yang sekarat diambil dan dilakukan pemeriksaan bakteri.
8.
Parameter kualitas air selama uji tantang dikondisikan optimal untuk pemeliharaan ikan.
9.
Selama uji tantang ikan diberi pakan komersial (kandungan protein 28%) secara satiasi.
C. Prosedur penentuan LD50 Prosedur penentuan LD50 untuk uji tantang dengan bakteri A. hydrophila adalah sebagai berikut: 1. Ikan uji yang akan digunakan diaklimatisasi selama 7 hari. 2. Ikan uji yang akan digunakan dimasukkan ke dalam wadah (minimal 10 ekor). 3. Ikan disuntik dengan suspensi bakteri secara intramuskuler dengan dosis 0,1 ml/ekor menggunakan berbagai konsentrasi bakteri (102-109). 4. Jumlah kematian ikan selama 14 hari di catat (sampai berhenti kematian ikan). Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi
10
5. Analisis probit. Tahapan analisis probit dengan rincian sebagai berikut: -
Hubungan antara nilai logaritma konsentrasi bahan toksik dan nilai persentase mortalitas ikan uji adalah liniar, dengan fungsi Y= a + bx.
-
Nilai LD50 diperoleh dari anti log m; m merupakan logaritma konsentrasi bahan bakteri A. hydrophila pada Y=5, yaitu nilai probit 50% ikan uji. Nilai a dan b diperoleh dengan persamaan berikut (Hubert, 1980): b
= Σ X*Y – 1/n (ΣX*ΣY) ΣX2 – 1/n (ΣX)2
LD50 = anti log m;
a
= 1/n (ΣY – b*ΣX)
m=5-a b
Keterangan: Y = nilai probit mortalitas n = jumlah perlakuan b = slope/kemiringan
2.3.3
X = logaritma konsentrasi bahan uji a = konstanta m = nilai X, pada Y=5
Uji Tantang dengan Koi Herpesvirus (KHV) Uji tantang KHV dilakukan mengikuti protokol nomor 03 ikan mas
tentang uji tantang ikan mas (Cyprinus carpio) dengan KHV. Diagram prosedur uji tantang KHV adalah sebagaimana pada Gambar 4. A. Pembuatan filtrate homogenate Pembuatan filtrate virus KHV dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: 1. Jaringan insang dari ikan mas yang positif terinfeksi KHV disiapkan (verifikasi dengan PCR). 2. Jaringan insang ikan digerus dengan mortal hingga halus pada kondisi dingin (on ice). 3. Larutan NaCl fisiologis ditambahkan sehingga menghasilkan konsentrat virus 10% (w/v). 4. Sentrifugasi suspensi konsentrat virus pada 3000 rpm selama 15 menit dengan suhu 4oC. 5. Supernatan diambil dengan menggunakan syringe.
Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi
11
6. Supernatan disaring dengan kertas saring Milipore 0,45 µm (hasil saringan ini merupakan inokulan baku virus herpes). 7. Sebelum dipakai untuk menginfeksi, bahan inokulan baku virus tersebut diencerkan dengan larutan NaCl fisiologis untuk mendapatkan konsentrasi 10-5.
Insang ikan terinfeksi KHV
Ikan uji ukuran 5-8 cm
Pembuatan filtrate homogenate KHV
Pemeriksaan status kesehatan ikan: parasit; bakteri; KHV
Insang ikan terinfeksi KHV
Filtrate homogenate KHV: Pengenceran 10-5
Injeksi intramuskular filtrate homogenate KHV pengenceran 10-5 (dosis 0,1 ml/ekor) pada kelompok ikan mas bebas parasit, bakteri, KHV
Ikan terinfeksi parasit: diobati dengan bahan kimia Ikan terinfeksi bakteri: diobati dengan antibiotik
Pembuatan filtrate homogenate KHV
Ikan terinfeksi KHV, tidak digunakan
Filtrate homogenate KHV: pengenceran 10-5
Koleksi & penandaan ikan mas dengan gejala klinis terinfeksi KHV
Secara kohabitasi: Mencampurkan ikan gejala klinis terinfeksi KHV dengan ikan yang akan diuji tantang (1:10)
Ikan uji bebas parasit, bakteri, KHV siap diuji tantang secara kohabitasi atau injeksi
Mencatat gejala klinis, kematian harian ikan selama terjadi kematian, pemeriksaan DNA KHV pada ikan yang sekarat (moribund)
Secara injeksi: Menyuntik ikan uji secara intramuskular filtrate homogenate KHV pengenceran 10-5 (dosis 0,1 ml/ekor)
Ikan yang masih hidup digunakan untuk konfirmasi MHC, jika diperlukan
Gambar 4
Diagram penyiapan dan prosedur uji tantang koi herpesvirus
Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi
12
B. Pelaksanaan uji tantang dengan metode injeksi Uji tantang KHV dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: 1. Ikan yang akan diuji tantang disiapkan. 2. Status kesehatan ikan (butir a) diperiksa dari infeksi parasit maupun bakteri. 3. Jika ikan terinfeksi parasit, diobati dengan bahan kimia, sedangkan bila terinfeksi bakteri, diobati dengan antibiotik. 4. Menyuntik ikan mas dengan filtrate homogenate KHV (pengenceran 10-5) dengan dosis 0,1 ml/ekor ikan secara intramuskuler. 5. Gejala klinis dan kematian ikan dicatat secara harian selama terjadi kematian. 6. Untuk memastikan kematian ikan disebabkan oleh KHV, insang diambil dari ikan yang moribund untuk diuji PCR. 7. Kisaran suhu air pemeliharaan selama uji tantang (20-25
o
C) dan
kandungan oksigen tidak kurang dari 4 ppm. 8. Selama uji tantang ikan diberi pakan komersial (kandungan protein 28%) secara satiasi. 2.3.4
Uji Lapang Uji lapang terhadap benih turunan ikan Majalaya MHC+ F3 dilakukan di
karamba jaring apung (KJA) Cirata untuk mengetahui performa ikan uji dalam sistem budidaya. Ikan uji berupa benih turunan ikan Majalaya MHC+ F3 dan sebagai kontrol berupa benih ikan mas dari Subang. Uji lapang dilakukan dengan metode sebagai berikut: 1. Unit karamba jaring apung dipersiapkan sebagai wadah pengujian. Jaring yang digunakan berukuran 7x7x2,5 m3. 2. Ikan uji diaklimatisasi selama satu hari, untuk kemudian diukur panjang rataan dan bobotnya. 3. Ikan uji ditebarkan ke dalam jaring dengan kepadatan 50 kg. 4. Ikan uji dipelihara selama 75 hari dan disampling setiap 15 hari. Selama pemeliharaan, dilakukan penghitungan jumlah ikan yang mati.
Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi
13
5. Ikan uji diberi pakan (kadar protein 28%, lemak 5,5%, serat kasar 5,0%, abu 12,0% dan kandungan air 12%) secara satiasi dengan frekuensi pemberian 3 kali.
6. Parameter yang diukur terdiri dari dari parameter-parameter yang bersifat kuantitatif yang meliputi : bobot awal dan akhir ikan, panjang awal dan akhir ikan, kelangsungan hidup, konversi pakan serta data kualitas air.
Derajat kelangsungan hidup (KH) merupakan prosentase jumlah ikan dalam keadaan hidup dalam kurun waktu tertentu dari seluruh ikan yang ditebar pada awal pemeliharaan. Pengukuran derajat kelangsungan hidup ikan dilakukan dengan membandingkan jumlah ikan yang hidup pada akhir dengan awal pemeliharaan, rumus perhitungan sebagai berikut
KH =
x 100
Laju pertumbuhan harian merupakan persentase pertambahan bobot badan ikan per hari selama masa pengujian, dan dihitung dengan rumus:
a= a Wt Wo t
x 100 (Zonneveld et al., 1991)
: Laju pertumbuhan harian (%) : Bobot rata-rata ikan pada saat akhir (g) : Bobot rata-rata ikan pada saat awal (g) : Lama pemeliharaan (hari)
Pertumbuhan panjang mutlak merupakan ukuran panjang ikan yang diukur dari bagian kepala hingga sirip ekor. Pengukuran dilakukan menggunakan mistar plastic dengan ketelitian 1 mm. Pm = Pt - Po (Effendie, 1997) Pm Pt Po
: Pertumbuhan panjang mutlak (cm) : Panjang rata-rata akhir (cm) : Panjang rata-rata awal (cm)
Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi
14
Konversi pakan (KP) menunjukkan perbandingan bobot pakan yang dikonsumsi dengan pertambahan bobot ikan.
KP =
KP F Wt Wo
(Tacon, 1983)
: Konversi pakan : Jumlah total pakan yang dikonsumsi (g) : Bobot biomassa ikan uji pada akhir pemeliharaan (g) : Bobot biomassa ikan uji pada awal pemeliharaan (g)
Analisis kualitas air seperti suhu diukur menggunakan termometer dan pH menggunakan pH-meter. Pengambilan sampel amonia dilakukan setiap 10 hari, sedangkan dissolved oxygen (DO) diukur setiap 2 jam selama sehari pada awal percobaan dengan menggunakan DO-meter dan kecerahan diukur menggunakan Secchi disc. 2.3.5
Penentuan Warna Penentuan warna ikan mas Majalaya MHC+ F2 didasarkan pada piranti
lunak Color Finder versi 1.0.0 (update pada April 2014) yang dapat diinstal pada handphone berbasis android. Aplikasi ini dapat mencari dan menemukan warna suatu objek dalam foto dan menampilkannya ke dalam 8 area warna berbeda. Warna suatu objek dapat dipengaruhi oleh bagaimana mata mendeskripsikan warna tersebut dan cahaya yang diterima oleh objek tersebut. Salah satu model penentuan warna adalah menggunakan RAL yang umum digunakan sebagai standar penentuan warna di Eropa. Warna yang ditentukan dengan model RAL dapat pula dikonversi ke dalam model RGB (red-green-blue) maupun model HEX atau HEXADECIMAL. Panduan dalam menggunakan aplikasi ini adalah: 1. Kamera diatur tanpa lampu (flash), tanpa efek (effects), exposure value pada 0, mode fokus pada macro atau autofocus, white balance pada auto, ISO pada 100 (terkecil), dan auto contrast diatur off. 2. Objek yang akan diambil gambarnya diatur menggunakan satu warna latar yang berbeda dengan warna objek, seperti putih, biru atau hijau. Hal ini Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi
15
karena aplikasi juga akan menampilkan warna latar ke dalam proses pengolahannya. 3. Pengolahan gambar yang langsung menggunakan kamera, dapat pula diatur langsung hanya pada objek yang akan ditentukan warnanya. 4. Aplikasi ini dapat pula digunakan untuk menentukan warna objek yang terdapat foto
2.3.6
Kualitas Daging Kualitas daging dilakukan dengan analisis proksimat. Penentuan kadar
abu, air, lemak dan protein secara berurutan didasarkan pada SNI 01-2354.1-2010, SNI 01-2354.2-2006, SNI 01-2354.3-2006 dan SNI 01-2354.4-2006.
Pada
analisis kadar abu, sampel dioksidasi pada suhu 550°C dalam tungku pengabuan selama 8 jam atau sampai mendapatkan abu berwarna putih. Penetapan berat abu dihitung secara gravimetri. Prinsip dasar pada analisis kadar air, molekul air dihilangkan melalui pemanasan dengan oven vakum pada suhu 95°C - 100°C dengan tekanan udara tidak lebih dari 100 mm Hg selama 5 jam atau oven tidak vakum pada suhu 105°C selama 16 jam - 24 jam. Penentuan kadar air dihitung secara gravimetri berdasarkan selisih bobot contoh sebelum dan sesudah sampel dikeringkan. Kadar lemak dianalisis dengan cara mengekstrak sampel dengan pelarut organik untuk mengeluarkan lemak dari sampel dengan bantuan pemanasan pada suhu titik didih pelarut selama 8 jam. Pelarut organik yang mengikat lemak selanjutnya dipisahkan dengan penguapan (evaporasi), sehingga hasil lemak tertinggal dalam labu. Penetapan kadar lemak dihitung secara gravimetri. Prinsip dasar untuk analisis kadar protein adalah bahwa senyawa nitrogen dilepaskan dari jaringan daging melalui destruksi menggunakan asam sulfat pekat dengan bantuan panas pada suhu 410°C selama sekitar 2 jam.
Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi
16
III. HASIL PENGUJIAN
3.1 Identifikasi Ikan Mas F0 Ikan mas Majalaya F0 yang membawa marka Cyca-DAB1*05 memiliki produk PCR berukuran sekitar 300 pb (pasang basa). Berdasarkan analisis PCR terhadap 10 ekor induk betina dan 10 ekor induk jantan strain ikan mas Majalaya yang ada di BBPBAT, sebanyak 50% populasi ikan tersebut membawa marka Cyca-DAB1*05 , yakni 8 ekor jantan dan 2 ekor betina. 3.2 Produksi F1 Berdasarkan hasil PCR pada 20 ekor benih F1, terdapat 70% benih tersebut membawa marka Cyca-DAB1*05. Hasil ini menunjukkan bahwa tidak semua F1 membawa marka Cyca-DAB1*05. Dengan demikian, maka sangat perlu untuk dilakukan seleksi untuk menghasilkan calon induk F1 yang membawa marka Cyca-DAB1*05. Pada pendederan pertama benih F1 diperoleh ukuran 2-3 cm dan 3-5 cm sebanyak 48.300 ekor atau dengan kelangsungan hidup sebesar 72,1%. Pada pendederan kedua di kolam tanah diperoleh benih ukuran 3-5 cm dan 5-7 cm sebanyak 13.600 ekor atau dengan kelangsungan hidup sebesar 79,53%. Sementara itu, jumlah benih yang diperoleh dari pemeliharaan di kolam beton yang berukuran 12-15 cm sebanyak 1.600 ekor, ukuran 8-12 cm sebanyak 2.400 ekor, dan ukuran 5-7 cm sebanyak 4.000. Kelangsungan hidup selama pendederan 2 di kolam tembok ini adalah 53,3%. Calon induk ikan mas ini dipelihara hingga mencapai ukuran induk dengan perolehan sebanyak 114 ekor dengan bobot rataan 500 ± 50,38 gram/ekor pada akhir tahun 2011. 3.3 Produksi F2 Hasil analisis PCR terhadap 30 ekor sampel benih F2, diperoleh sebanyak 25 ekor (83,33%) membawa marka Cyca-DAB1*05. Persentase tersebut menunjukkan bahwa terdapat peningkatan jumlah individu F2 membawa marka Cyca-DAB1*05 dibandingkan dengan F1 (50%). Ilustrasi hasil elektroforegram analisis keberadaan marka Cyca-DAB1*05 disajikan pada Gambar 5.
Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi
17
M 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
+ 300 bp M 18 19 20 21 22 23 24 25 26 2728 29 30 + 300 bp
Gambar 5.
Elektroforegram hasil analisis marka Cyca-DAB1*05 pada populasi keturunan kedua (F2) ikan mas Majalaya MHC. M adalah kode untuk marka ukuran fragmen DNA, sedangkan angka Arab dari 1 hingga 30 adalah nomor sampel.
Verifikasi ikan mas yang membawa marka Cyca-DAB1*05 terus dilakukan sepanjang tahun 2012, hingga diperoleh ikan mas Majalaya F2 MHC+ sebanyak 1.230 ekor. Bobot rerata ikan mas Majalaya MHC⁺ F2 pada akhir tahun mencapai 384,3 gram/ekor. Pendataan pertumbuhan ikan mas Majalaya MHC+ F2yang dipelihara di kolam air tenang dan akumulasi perolehan jumlah calon induk pada setiap bulannya sepanjang tahun 2012 teramati melalui kegiatan sampling bobot dan analisis yang dilakukan setiap bulan dan hasilnya disajikan pada Gambar 6 dan 7. 400 348.32
350
259.27
250
199.71
200
156.67
150 105.56 50.37 40.21
Des
Nop
Okt
Sept
Agust
5.69 15.75 Juli
1.37
Juni
0.05
Mei
Jan
0
April
50
Mar
100
Febr
Bobot rerata (g)
300
Bulan
Gambar 6. Bobot ikan mas Majalaya MHC⁺ F2 selama periode pemeliharaan tahun 2012. Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi
18
1400
1230
Jumlah (ekor)
1200 960
1000
1020
800 540
600
430 300
400 200
100
180
Des
Nop
Okt
Sept
Agust
Juli
Juni
Mei
0
Bulan
Gambar 7. Akumulasi jumlah ikan mas Majalaya MHC⁺ F2 hasil identifikasi ikan yang memiliki marka Cyca-DAB1*05 selama periode tahun 2012. 3.4
Karakter Morfomeristik Karakter morfometri dan meristik ikan mas Majalaya MHC⁺ F2 disajikan
pada Tabel 1 (data selengkapnya disajikan pada Lampiran 3), sedangkan karakter ikan mas strain Majalaya berdasarkan Standard Nasional Indonesia nomor 016130-1999 tentang Induk Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) Strain Majalaya Kelas Induk Pokok (Parent Stock) disajikan pada Tabel 2 (BSN, 1999). Tabel 1. Karakter morfometrik dan meristik ikan mas Majalaya MHC+ F2 No. Karakter Nilai 1.
Rasio panjang baku dan tinggi badan (PS/TB)
2,64 ± 0,25
2.
Rasio panjang baku dan panjang kepala (PS/PK)
3,27 ± 0,21
3.
Rasio tebal badan dan tinggi badan (TeB/TB)
0,61 ± 0,04
4.
Jumlah sisik pada gurat sisi (linea lateralis)
5.
Jumlah jari-jari sirip punggung (D)
6.
Jumlah jari-jari sirip dada (P)
P 1.7 – 1.14
7.
Jumlah jari-jari sirip perut (V)
V 1.6 – 1.12
8.
Jumlah jari-jari sirip anal (A)
A 3.3 – 3.5
9.
Jumlah jari-jari sirip ekor (C)
C 22
29 – 35 D 3.15 – 3.18
Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi
19
Tabel 2. Karakter morfometrik dan meristik ikan mas Majalaya (BSN, 1999) No. Karakter Nilai 1.
Rasio panjang baku dan tinggi badan (PS/TB)
2,30
2.
Rasio panjang baku dan panjang kepala (PS/PK)
3,57
3.
Rasio tebal badan dan tinggi badan (TeB/TB)
4.
Jumlah sisik pada gurat sisi (linea lateralis)
5.
Jumlah jari-jari sirip punggung (D)
D 3.15 – 3.17
6.
Jumlah jari-jari sirip dada (P)
P 1.12 – 1.17
7.
Jumlah jari-jari sirip perut (V)
V 1.6 – 1.8
8.
Jumlah jari-jari sirip anal (A)
A 3.4 – 3.6
9.
Jumlah jari-jari sirip ekor (C)
C 12 – 16
3.5
0,42 – 0,61 26 – 33
Warna Gambar 8 adalah foto ikan mas Majalaya MHC+ F2 yang telah diambil
menggunakan kamera dengan warna latar berwarna hijau. Hal ini karena aplikasi juga akan menampilkan warna latar ke dalam proses pengolahannya.
Gambar 8.
Foto ikan mas Majalaya MHC+ F2 sebelum ditentukan warnanya menggunakan aplikasi Color Finder.
Warna yang ditampilkan oleh Color Finder adalah warna dominan yang ditangkap dari suatu objek, termasuk warna latar dari objek tersebut. Untuk foto ikan mas Majalaya MHC+ F2 pada Gambar 8, warna dominan yang ditampilkan
Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi
20
adalah hijau, sedangkan warna ikan ditampilkan sebagai abu-abu dengan kode RAL 7002 (Gambar 9).
Gambar 9.
Warna ikan mas Majalaya MHC+ F2 berdasarkan piranti lunak Color Finder adalah abu-abu (olive grey) dengan kode RAL 7002.
RAL digunakan sebagai informasi untuk menentukan standar warna untuk cat dan umum digunakan sebagai standar penentuan warna di Eropa. Warna yang ditentukan dengan model RAL dapat pula dikonversi ke dalam model RGB (redgreen-blue) yang biasa digunakan dalam penentuan warna pada perangkat kamera, televisi, dan komputer. RAL 7002 setelah dikonversi ke dalam model Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi
21
RGB akan menjadi 126-123-082. Kode warna tersebut dapat pula dikonversi ke dalam model HEX atau HEXADECIMAL yang umum digunakan dalam penentuan warna suatu objek pada laman maya atau web, yakni berupa kode CSS. Cascading Style Sheet (CSS) merupakan aturan untuk mengendalikan beberapa komponen dalam sebuah web sehingga akan lebih terstruktur, seragam dan ditunjukkan ke dalam 6 karakter. Dalam kode CSS, kode RAL 7002 adalah sama dengan # 7E7B52.
3.6
Pertumbuhan, Kelangsungan Hidup dan Konversi Pakan Pengujian terhadap benih ikan Majalaya MHC+ F3 dilakukan di karamba
jaring apung (KJA) Cirata untuk mengetahui performa ikan uji dalam sistem budidaya. Sebagai pembanding, digunakan benih yang berasal dari Subang, Jawa Barat. Benih asal Subang, adalah yang paling banyak digunakan oleh para pembudidaya ikan mas di KJA Cirata. Pengujian ini dilakukan pada Mei hingga Agustus 2014 selama 75 hari dengan pola pemeliharaan seperti yang dilakukan oleh pembudidaya; yakni pemberian pakan secara satiasi, dan menggunakan jaring lapis atas. Biomassa awal ikan uji maupun ikan kontrol sebesar 50 kg per jaring; namun dengan kepadatan yang relatif berbeda karena faktor perbedaan ukuran benih yang digunakan. Jumlah ikan mas Majalaya MHC F3 dan ikan kontrol, masing-masing sebanyak 1.500 ekor dan 1.340 ekor. Panjang dan bobot benih ikan uji yang digunakan adalah 10,43 cm dan 33,21 gram per ekor; sedangkan untuk kontrol 10,27 cm dan 37,33 gram per ekor. Performa pertumbuhannya tertera dalam Gambar 10 dan 11. Data hasil sampling, simpangan baku dan koefisien variasi disajikan pada Lampiran 2 dan 3. Pertumbuhan ikan mas Majalaya MHC F3 lebih baik dibandingkan dengan kontrol, demikian juga dengan bobot biomassa yang dihasilkan pada akhir pemeliharaan. Laju pertumbuhan harian ikan mas Majalaya MHC F3 (2,40%) sekitar 1,45 kali lebih cepat dibandingkan dengan ikan kontrol (1,66%). Pertumbuhan bobot mutlak ikan mas Majalaya MHC F3 (2,19 gram/hari) lebih cepat sekitar 2,13 kali dibandingkan dengan ikan kontrol (1,03 gram/hari).
Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi
22
Panjang dan bobot rerata ikan mas Majalaya MHC F3 pada akhir pemeliharaan adalah 21,13 cm dan 197,33 gram, sedangkan panjang dan bobot rerata ikan kontrol adalah 18,2 cm dan 128,00 gram. Biomassa ikan mas Majalaya MHC F3 pada akhir pemeliharaan adalah 293,82 kg, sedangkan kontrol adalah 168,06 kg. 25.5
Kontrol
MHC
Panjang Total (cm)
23.5 21.5
21.13
19.5 18.2
16.93
17.5 15.27
15.5
16.27
13.6
13.5
12.2
13.53
12.5
11.5 10.43 9.5 10.27
10.83
7.5 0
15
30
45
60
75
Lama Pemeliharaan (hari)
Gambar 10. Panjang total tubuh ikan mas Majalaya MHC F3 dan kontrol yang dipelihara di KJA Cirata selama 75 hari (23 Mei – 5 Agustus 2014). Sampling dilakukan setiap 15 hari.
300.00 Kontrol
MHC
197.33
Bobot (gram)
250.00 200.00 110.67
150.00 59.33
100.00 50.00 0.00
33.21
38.17
128.00
47.33 77.20
37.33
40.07
44.53
0
15
30
56.00 45
60
75
Lama Pemeliharaan (hari)
Gambar 11. Bobot tubuh ikan mas Majalaya MHC F3 dan kontrol yang dipelihara di KJA Cirata selama 75 hari (23 Mei – 5 Agustus 2014). Sampling dilakukan setiap 15 hari Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi
23
Dalam pemeliharaan di KJA, kelangsungan hidup ikan mas Majalaya F3 (99,27%) relatif tidak berbeda dibandingkan kontrol (98%). Konversi pakan (KP) selama pemeliharaan untuk ikan mas Majalaya MHC F3 (1,23) atau sekitar 74% lebih rendah daripada ikan kontrol (2,12). Kelangsungan hidup ikan dihitung berdasarkan jumlah ikan yang mati selama pemeliharaan. Kematian ikan uji maupun ikan kontrol berlangsung di minggu awal pemeliharaan, masing-masing sebanyak 11 ekor dan 27 ekor. Berdasarkan data tersebut, kelangsungan hidup ikan mas Majalaya MHC F3 adalah 99,27%, dan kontrol sebesar sebesar 98%. Nilai kelangsungan hidup relatif sama. Konversi pakan (KP) didasarkan pada total pakan yang digunakan (dalam kg) yang digunakan selama pemeliharaan. Berdasarkan data jumlah ikan yang hidup hingga akhir pemeliharaan, bobot rerata ikan dan total pakan yang digunakan, maka akan diperoleh data KP. Biomassa ikan mas Majalaya MHC F3 dan ikan kontrol masing-masing sebesar 293,82 kg dan 168,06 kg. Bobot ikan tersebut dihasilkan dengan menggunakan pakan masing-masing sebanyak 300 kg dan 250 kg. Dengan mengurangkan biomassa akhir ikan dengan bobot biomas awal ikan sebesar 50 kg, diperoleh data bahwa penambahan bobot ikan mas MHC F3 dan ikan kontrol adalah 243,82 kg dan 118,06 kg. Dengan demikian, KP ikan mas MHC F3 dan ikan kontrol selama pemeliharaan adalah sebesar 1,23 dan 2,12. Data ini memberikan gambaran bahwa KP ikan mas Majalaya MHC F3 lebih baik dibandingkan ikan kontrol. Selama masa pemeliharaan juga dilakukan pengukuran kualitas air. Secara umum, kualitas air di lokasi pengujian masih layak untuk kegiatan budidaya. Data kualitas air tertera dalam Lampiran 4. 3.7
Toleransi Lingkungan Ikan mas Majalaya MHC diseleksi dari koleksi ikan mas Majalaya
BBPBAT Sukabumi menggunakan analisis DNA terkait daya tahan terhadap penyakit, sehingga sangat kecil kemungkinannya tolerasi terhadap lingkungan berbeda dengan ikan mas Majalaya pada umumnya. Namun demikian, berdasarkan data kualitas air selama pemeliharaan yang tertera pada Lampiran 4,
Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi
24
dapat dibuat kisaran toleransi ikan mas Majalaya MHC seperti tertera pada Tabel 3. Tabel 3. Toleransi kualitas air ikan mas Majalaya MHC F3 Parameter Suhu air (C) pH DO (mg/l) TDS (g/l) BOD (mg/l) COD (mg/l) TP (mg/l) PO4 (mg/l) NH3 (mg/l) NO3 (mg/l) NO2 (mg/l) TN (mg/l) Cd (mg/l) Pb (mg/l) 3.8
Nilai Kisaran 25,9 – 31,1 6,7 – 10,3 0,9 – 10,5 0,10 – 0,97 0,21 – 6,14 0,53 – 23,47 0,006 – 0,491 0,003 – 0,183 0,000 – 1,870 0,020 – 0,525 0,000 – 0,687 0,056 – 0,720 0,006 – 0,015 0,005 – 0,014
Baku Mutu 6-9 4,0 0,1 3,0 25,0 0,200 0,016 0,06 0,01 0,03
Kualitas Daging Kualitas daging diperoleh berdasarkan analisis proksimat terhadap daging
ikan mas. Sampel yang digunakan sebanyak 10 ekor betina dan 10 ekor jantan. Kualitas daging ikan mas turunan Majalaya MHC+ F2 disajikan pada Tabel 4. Sebagai ikan pembanding dalam analisis ini menggunakan ikan mas Majalaya F6 sebagai salah satu strain ikan mas yang dikembangkan di BBPBAT Sukabumi dan didistribusikan ke seluruh Indonesia. Berdasarkan data tersebut, kualitas daging ikan mas turunan Majalaya MHC+ F2 relatif tidak berbeda dengan kualitas daging ikan mas Majalaya F6. Tabel 4. Kualitas daging ikan mas turunan Majalaya MHC+ F2 dan ikan mas Majalaya F6 No. 1. 2. 3. 4.
Komposisi (%) Air Protein Lemak Abu
Turunan Majalaya MHC+ F2 81,14 17,33 0,44 1,04
Majalaya F6 81,08 16,12 0,56 1,01
Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi
25
3.9
Jenis Pakan dan Kebiasaan Makan Larva ikan mas yang beru menetas tidak memerlukan tambahan pakan dari
luar tubuhnya. Mereka memanfaatkan kuning telur yang tersimpan di dalam suatu kantong. Kuning telur tersebut akan habis dalam waktu sekitar 2 hari setelah menetas. Larva ikan mas bersifat menempel dan bergerak vertikal. Ukuran larva ikan mas yang beru menetas berukuran antara 0,5-0,6 mm dan bobotnya antara 18–20 mg. Pada saat kuning telur habis, larva tersebut memerlukan pasokan makanan dari luar untuk menunjang kehidupannya; berupa pakan alami. Pakan alami yang umumnya dimakan berupa alga berfilamen dan krustasea antara lain rotifera, Moina, dan Daphnia. Ikan mas tergolong omnivora, yakni mampu memanfaatkan sumber pakan nabati maupun hewani untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Sejak seminggu setelah menetas, ikan mas sudah dapat memanfaatkan pakan buatan yang diberikan. Ukuran pakan disesuaikan dengan ukuran bukaan mulut ikan yang dipelihara. Kadar protein yang terkandung dalam pakan yang digunakan, merujuk pada data yang terdapat di label kemasan pakan. Protein pakan untuk fase pendederan I sebanyak 35-40%. Pada fase pendederan II dan III, kadar protein sebesar 30-35%; sedangkan pada fase pembesaran, kadar protein dalam pakan sebesar 26-30%. Pada sistem pemeliharan intensif, ikan mas memiliki kebiasaan menyambut pakan yang diberikan. Namun pada sistem budidaya di kolam air tenang dengan dasar kolam berupa tanah, ikan mas mempunyai kebiasaan mengaduk-aduk dasar kolam untuk mencari makanan.
3.10 Reproduksi Karakter reproduksi didasarkan pada umur, panjang dan bobot saat pertama matang kelamin, serta fekunditas telur dan ukuran telur. Selanjutnya, ikan mas Majalaya MHC hanya diseleksi berdasarkan marka molekuler terkait daya tahan terhadap penyakit, maka sangat kecil kemungkinannya karakter reproduksi berbeda dengan ikan mas Majalaya pada umumnya. Karakter reproduksi ikan mas Majalaya disajikan pada Tabel 5 (BSN, 1999a).
Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi
26
Tabel 5. Karakter reproduksi ikan mas Majalaya Kriteria 1. 2. 3. 4. 5.
Umur pertama matang kelamin (bulan) Panjang standar (cm) Bobot pertama matang gonad (g/ekor) Fekunditas (butir/kg) Diameter telur (mm)
Jantan 8 22 500 -
Jenis Kelamin Betina 18 35 2.000 85.000 – 125.000 Kering: 0,9 – 1,1
3.11 Daya Tahan terhadap Bakteri Aeromonas hydrophila Hasil uji tantang terhadap bakteri Aeromonas hydrophila menunjukkan bahwa ikan F2 Majalaya MHC⁺ secara signifikan lebih tahan (74,44%) terhadap serangan bakteri Aeromonas hydrophila dibandingkan ikan kontrolnya (Majalaya non-MHC sebesar 21,11%) sebagaimana Gambar 12. Uji tantang dengan bakteri Aeromonas hydrophila juga telah dilakukan pada ikan mas Majalaya F3 MHC⁺ dibandingkan dengan ikan mas dari pembudidaya di Bogor sebagai pembanding. Daya tahan ikan mas F3 MHC⁺ tetap lebih tinggi, yakni sekitar 161,5% daripada ikan mas pembudidaya (Arsal, 2014). Selanjutnya, persentase ikan mas F3 yang membawa marka Cyca-DAB1*05 adalah 85,3% (Arsal, 2014).
Kontrol
Kelangsungan hidup (%)
MHC⁺ 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
83.33 73.33
74.44 66.67
26.67 20
ulangan 1
21.11
16.67
ulangan 2
ulangan 3
rataan
Gambar 12. Kelangsungan hidup ikan mas Majalaya MHC⁺ F2 dan kontrol (nonMHC) setelah diuji tantang dengan bakteri Aeromonas hydrophila
Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi
27
3.12 Daya Tahan terhadap Koi Herpesvirus Uji tantang terhadap KHV juga dilakukan terhadap ikan Majalaya MHC⁺ F2 dan kontrol yang berasal dari masyarakat dengan ukuran ikan sekitar 100 gram per ekor. Hasil uji tantang menunjukkan bahwa ikan Majalaya MHC⁺ F2 (kelangsungan hidup 100%) lebih tahan terhadap serangan KHV dibandingkan ikan kontrol (kelangsungan hidup 8,33%) (Gambar 13). Uji tantang dilakukan tanggal 3 – 24 April 2014 melalui injeksi sebanyak 0,1 ml/ ekor pada konsentrasi 10-2 CFU. MHC
Kelangsungan hidup (%)
100 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
100
Kontrol 100
15
100
10
8.33
0 Ulangan 1
Ulangan 2
Ulangan 3
Rataan
Gambar 13. Kelangsungan hidup ikan mas Majalaya MHC⁺ F2 dan kontrol setelah diuji tantang dengan koi herpesvirus
3.13 Produktivitas Produktivitas pada fase pendederan terutama ditentukan berdasarkan kelangsungan hidup (KH). Data produktivitas pada fase pendederan tertera pada Tabel 6, sedangkan untuk fase pembesaran tertera pada Tabel 7. Produktivitas pada fase pendederan dibandingkan dengan SNI (BSN, 1999b) dan diperoleh hasil bahwa pendederan ikan mas Majalaya MHC F3 lebih tinggi daripada yang ada di SNI. Demikian juga dengan fase pembesaran, ikan mas Majalaya MHC F3 memiliki biomassa lebih tinggi, dan konversi pakan lebih rendah daripada ikan mas kontrol. Sementara itu kelangsungan hidup relatif sama.
Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi
28
Tabel 6. Produktivitas ikan mas Majalaya MHC F3 fase pendederan No.
Fase
1. 2. 3.
Pendederan 1 Pendederan 2 Pendederan 3
Tebar (ekor) 67.000 17.100 8.000
Kelangsungan Hidup (%) Panen (ekor) Majalaya MHC F3 SNI 48.300 72,1 60 13.600 79,5 70 7.000 87,5 80
Tabel 7. Produktivitas ikan mas Majalaya MHC F3 fase pembesaran di KJA Cirata Perbandingan No. Parameter Majalaya MHC F3 Kontrol 1. Biomassa (kg) 243,8 118,1 2. Konversi pakan (KP) 1,2 2,1 3. Kelangsungan hidup (%) 99,3 98,0
Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi
29
IV. MANFAAT
2.1. Aspek Teknologi
Ikan mas tahan penyakit memberikan peluang kepada para pembudidaya untuk mendapatkan pilihan jenis ikan yang akan dibudidayakan
Teknologi seleksi alel ini dapat pula diaplikasikan untuk spesies lainnya.
2.2. Aspek Ekonomi Dengan tingkat kelangsungan hidup yang lebih baik, produksi ikan mas akan makin baik pula.
Kerugian yang diakibatkan oleh serangan penyakit akan lebih kecil jika menggunakan produk ikan mas tahan penyakit.
2.3. Aspek Sosial Pemuliaan dan produk pemulian yang dihasilkan merupakan bentuk tanggung jawab kepada masyarakat pembudidaya dalam penyediaan ikan mas unggul.
Tingkat kepastian produksi akan meningkat walaupun ada serangan penyakit, khsususnya yang disebabkan oleh Aeromonas hydrophila dan KHV.
2.4. Aspek Lingkungan Penggunaan ikan mas Majalaya tahan penyakit ini akan mengurangi penggunaan obat-obatan
Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi
30
V. DESKRIPSI RINGKAS
No. 1.
2.
Deskripsi Informasi Sumber Ikan 1.1. Waktu Awal 1.2. Daerah Asal 1.3. Keunggulan Jenis dan/atau Varietas Metode Seleksi 2.1. Metode 2.2. 2.3. 2.4.
3.
4.
Protokol Lokasi Pelaksanaan Waktu Pelaksanaan
Klasifikasi 3.1. Famili 3.2. Nama Latin 3.3. Nama Dagang 3.4. Nama Indonesia Uji Fenotipe 4.1. Morfometrik No. Parameter 1. Rasio panjang baku dan tinggi badan (PS/TB) 2. Rasio panjang baku dan panjang kepala (PS/PK) 3. Rasio tebal badan dan tinggi badan (TeB/TB) 4.2. 1.
2. 4.3. 4.4.
Meristik Rumus jari-jari sirip a. Dorsal (D) b. Pectoral (P) c. Ventral (V) d. Anal (A) e. Ekor (C) Jumlah linea lateralis Warna Pertumbuhan
Keterangan/Nilai BBPBAT Sukabumi Majalaya, Bandung Tahan infeksi KHV dan Aeromonas hydrophila
Seleksi berbasis marka CycaDAB1*05 Protokol nomor 1, 2, dan 3 BBPBAT Sukabumi, dan Cirata Desember 2009 – September 2014
Cyprinidae Cyprinus carpio, Linn. Ikan mas, common carp Ikan mas
Nilai 2,64 ± 0,25 3,27 ± 0,21 0,61 ± 0,04
D. 3.15 – 3.18 P. 1.7 – 1.14 V. 1.6 – 1.12 A. 3.3 – 3.5 C. 22 29 - 35 Abu-abu Pertumbuhan mutlak di pembesaran 2,2 gram/hari. Pertumbuhan ikan kontrol 1,0 gram/hari
Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi
31
4.5. No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
Toleransi Lingkungan Parmater Suhu air (C) pH DO (mg/l) TDS (g/l) BOD (mg/l) COD (mg/l) TP (mg/l) PO4 (mg/l) NH3 (mg/l) NO3 (mg/l) NO2 (mg/l) TN (mg/l) Cd (mg/l) Pb (mg/l)
4.6. No. 1. 2. 3. 4.
Kualitas Daging Komposisi Air Protein Lemak Abu
4.7.
Jenis Pakan dan Kebiasaan Makan
Nilai 25,9 – 31,1 6,7 – 10,3 0,9 – 10,5 0,10 – 0,97 0,21 – 6,14 0,53 – 23,47 0,006 – 0,491 0,003 – 0,183 0,000 – 1,870 0,020 – 0,525 0,000 – 0,687 0,056 – 0,720 0,006 – 0,015 0,005 – 0,014
Nilai (%) 81,14 17,33 0,44 1,04 Pakan alami: terutama Moina, Daphnia Pakan buatan: protein 35-40% (pendederan 1); protein 30-35% (pendederan 2 dan 3); 26 -30% (pembesaran). Kebiasan makan: siang hari, pada semua ruang air wadah budidaya
4.8. No. 1. 2. 3. 4. 5.
Reproduksi Kriteria Umur pertama matang kelamin (bulan) Panjang standar (cm) Bobot pertama matang gonad (g/ekor) Fekunditas (butir/kg) Diameter telur (mm)
Jenis Kelamin Jantan Betina 8 18 22 500
35 2.000
-
85.000 – 125.000 Kering: 0,9 – 1,1
Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi
32
4.9.
Ketahanan Penyakit
KHV: 100% (sekitar 12 kali lebih tinggi daripada ikan mas Majalaya nonMHC) Aeromonas hyrophila: 74,44% (sekitar 3,5 kali lebih tinggi daripada ikan mas Majalaya non-MHC)
5.
6.
7.
Uji Genotipe 5.1. Stabilitas Pewarisan Marka
Ketersediaan Induk (ekor) 6.1. Induk F2 MHC+ 6.2. Calon induk turunan F2 MHC+ 6.3. Benih calon induk turunan F2 MHC+ Manfaat 7.1 Aspek Teknologi 7.2. Aspek Ekonomi 7.3. Aspek Sosial 7.4. Aspek Lingkungan
F0: 50,00% F1: 70,00% F2: 83,33% F3: 85,30% 600 16.000 @ 150 – 200 gram 7.000 @ 10 gram
Mudah diterapkan Memberikan keuntungan yang optimal Dapat diterima oleh masyarakat Memberikan kontribusi terhadap kelestarian alam
Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi
33
VI. PENUTUP
Dengan memperhatikan keunggulan performa ketahanan ikan mas strain Majalaya F2 MHC+ terhadap penyakit khususnya KHV dan Aeromonas hydrophila, performa pertumbuhan, konversi pakan, manfaat yang dapat diperoleh dari aspek teknologi, ekonomi, sosial dan lingkungan; kami mengajukan permohonan pelepasan strain ikan mas Majalaya F2 hasil seleksi marka Cyca DAB1*05 agar dapat didistribusikan ke masyarakat guna mendorong peningkatan produksi ikan mas nasional. Strain ikan mas ini untuk selanjutnya diberi nama ikan mas MANTAP (Majalaya yang Tahan Penyakit).
Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi
34
DAFTAR PUSTAKA
Alimuddin, Mubinun, A. Santika, O. Carman, I. Faizal dan K. Sumantadinata. 2011. Identification of Majalaya common carp strain resistant to KHV infection using Cyca-DAB1*05 allele as the marker. Indonesian Aquaculture Journal, 6(2): 157 – 163. Arsal L.O.M. 2015. Evaluasi ketahanan ikan mas turunan ketiga yang mempunyai marka molekuler Cyca-DAB1*05 terhadap infeksi bakteri Aeromonas hydrophila. Tesis. Departemen Budidaya Perairan, FPIK, Institut Pertanian Bogor. 39 hal. Badan Standardisasi Nasional (BSN). 1999a. SNI 01-6130. Induk ikan mas (Cyprinus carpio) strain Majalaya kelas induk pokok (parent stock) BSN. 1999b. SNI 01-6133. Produksi benih ikan mas (Cyprinus carpio) strain Majalaya kelas benih sebar BSN. 2006. SNI-01.2354.2. Cara uji kimia - Bagian 2: Penentuan kadar air pada produk perikanan BSN. 2006. SNI-01.2354.3. Cara uji kimia - Bagian 3: Penentuan kadar lemak total pada produk perikanan BSN. 2006. SNI-01.2354.4. Cara uji kimia - Bagian 4: Penentuan kadar protein dengan metode total nitrogen pada produk perikanan BSN. 2009. SNI 7547. Deteksi Koi Herpes Virus (KHV) dengan metode polymerase chain reaction (PCR) (Single Step). BSN. 2010. SNI-01.2354.1. Cara uji kimia- Bagian 1: Penentuan kadar abu dan abu tak larut dalam asam pada produk perikanan. Effendie MI. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara. Yogyakarta. Hardjamulia, A. 1995. Sistem Pengadaan Stok Induk Ikan Mas Unggul. Makalah disampaikan pada pelatihan Pengelolaan Induk Ikan Mas di Balai Budidaya Air Tawar, tanggal 10-24 Desember 1995. 13p. Hardjamulia, A. 1998. Characterization and evaluation of four strains of common carp in Indonesia. Consultation and Evaluation Meeting of Seed Production Program at Sukabumi. Directorate General of Fisheries. 15 p. Nuryati S. 2010. Pengembangan vaksin DNA penyandi glikoprotein virus KHV (Koi Herpes Virus) menggunakan isolat lokal. Disertasi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi
35
Ødegård, J., I. Olesen, P. Dixon, Z. Jeney, H-M. Nielsen, K. Way, C. Joiner, G. Jeney, L. Ardó, A. Rónyai, and B. Gjerde. 2010. Genetic analysis of common carp (Cyprinus carpio) strains. II: Resistance to koi herpesvirus and Aeromonas hydrophila and their relationship with pond survival. Aquaculture (2010), doi:10.1016/j.aquaculture.2010.03.017. Pusat Pengembangan Ikan Mas Nasional (PPIMN). 2012. Protokol pemuliaan ikan mas (Cyprinus carpio). Sukabumi Rakus KL. 2008. Major histocompatibility (MH) polymorphism of common carp link with disease resistance. PhD Thesis. Cell Biology and Immunology Group, Wageningen Institute of Animal Sciences, Wageningen University. Netherlands. Saanin, H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan, Bina Cipta. Jakarta. Tacon AG dan De Saliva SS. 1983. Aquaculture. 11-20 p. Yuasa K., Sano M., Kurita J., Ito T. and Iida T. 2005. Improvement of a PCR method with the Sph 1-5 primer set for the detection of koi herpesvirus (KHV). Fish Pathology 40: 37-39. Zonneveld N, Huisman EA dan Boon JH. 1991. Prinsip-Prinsip Budidaya Ikan. PT. Gramedia Pustaka Utam, Jakarta. 108 p.
Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi
36
Lampiran 1.
Gambar betina ikan mas Majalaya MHC
Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi
37
Lampiran 2.
Gambar jantan ikan mas Majalaya MHC
Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi
38
Lampiran 3. Pendataan karakter morfometrik dan meristik turunan ikan mas Majalaya MHC+ F2 No.
Bobot
PT
PS
TB
TeB
PK
PS/TB
PS/PK
TeB/TB
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Rataan Std
230 210 205 230 235 210 310 200 270 265 185 380 755 560 730 740 405 720 505 510 665 625 725 685 410 340 365 400 720 570 445 204.2
23.5 22.5 23.0 23.0 23.5 20.5 27.0 22.5 24.5 23.0 20.5 26.0 32.0 29.0 30.5 33.0 28.0 32.0 27.0 29.5 30.5 31.0 33.0 30.5 28.5 24.0 26.0 26.5 31.0 31.5 27.1 3.9
18.5 17.0 18.0 19.0 19.5 17.5 23.0 18.5 20.5 18.5 16.5 21.5 26.0 23.5 26.0 27.5 23.5 26.0 22.5 24.5 25.5 25.5 27.5 26.0 23.0 20.5 22.0 22.5 26.0 27.0 22 3.5
7.1 6.7 6.3 6.6 6.4 6.9 7.2 5.8 7.0 6.9 6.5 8.6 11.1 10.2 11.3 10.6 8.5 10.3 9.7 9.2 10.6 10.0 10.1 10.5 8.4 8.7 8.2 8.6 10.3 9.2 8.6 1.7
4.5 4.0 3.9 4.4 4.3 4.1 4.5 4.1 4.4 4.4 4.1 4.7 6.1 6.0 6.0 5.2 5.3 6.1 5.9 5.7 6.3 6.1 5.9 6.5 5.1 5.1 5.4 4.9 6.8 5.5 5.2 0.9
5.4 5.2 5.2 5.7 5.8 5.4 6.0 5.1 6.0 5.7 5.6 6.7 8.5 7.7 8.4 8.7 7.4 8.2 7.4 8.0 8.1 8.2 8.0 8.1 6.7 6.5 6.5 7.2 8.2 7.4 6.9 0.1
2.60 2.54 2.86 2.89 3.04 2.54 3.21 3.19 2.91 2.67 2.54 2.51 2.34 2.30 2.31 2.59 2.76 2.53 2.32 2.66 2.40 2.54 2.73 2.48 2.72 2.36 2.67 2.62 2.53 2.95 2.64 0.25
3.44 3.27 3.46 3.33 3.36 3.26 3.84 3.60 3.39 3.24 2.95 3.22 3.05 3.05 3.10 3.14 3.16 3.17 3.06 3.05 3.16 3.11 3.45 3.22 3.46 3.17 3.40 3.11 3.18 3.67 3.27 0.21
0.63 0.60 0.62 0.67 0.66 0.59 0.62 0.71 0.62 0.64 0.64 0.55 0.55 0.59 0.53 0.49 0.62 0.60 0.60 0.62 0.59 0.61 0.58 0.62 0.60 0.58 0.65 0.57 0.66 0.60 0.61 0.04
Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi
D 3.15 3.17 3.15 3.16 3.15 3.17 3.18 3.16 3.17 3.14 3.17 3.17 3.17 3.17 3.17 3.15 3.17 3.17 3.16 3.18 3.15 3.16 3.16 3.17 3.18 3.16 3.15 3.17 3.15 3.16
Jumlah Jari-jari Sirip P V 1.12 1.7 1.11 1.6 1.9 1.7 1.11 1.7 1.10 1.7 1.12 1.9 1.14 1.8 1.11 1.8 1.12 1.7 1.12 1.5 1.11 1.7 1.7 1.12 1.7 1.12 1.7 1.11 1.7 1.11 1.7 1.12 1.7 1.10 1.7 1.11 1.7 1.11 1.7 1.11 1.7 1.14 1.7 1.11 1.7 1.12 1.7 1.11 1.7 1.11 1.7 1.11 1.7 1.10 1.7 1.11 1.7 1.11 1.7 1.11
A 3.3 2.5 3.3 3.3 3.3 3.3 3.3 3.3 3.4 3.4 3.4 3.5 3.5 3.5 3.4 3.5 3.5 3.5 3.4 3.5 3.4 3.5 3.4 3.4 3.5 3.5 3.5 3.5 3.5 3.5
C 22 22 22 22 22 22 22 22 22 22 22 22 22 22 22 22 22 22 22 22 22 22 22 22 22 22 22 22 22 22
LL 33 33 35 34 31 34 35 33 35 32 34 32 31 32 33 32 34 29 34 33 32 30 34 33 35 31 33 35 29 32
39
Lampiran 4. Data parameter air Waduk Cirata selama kegiatan uji lapang
Bulan Juni 2014 PARAMETER
NILAI KISARAN
RATAAN
BAKU MUTU
Suhu air (C)
28.71 – 30.66
29.567 0.603
pH
7.14 – 10.25
8.478 1.119
6-9
DO (mg/l)
2.35 – 10.46
5.253 2.328
4
TDS (g/l)
0.109 – 0.147
0.117 0.010
0.1
BOD (mg/l)
0.450 – 3 .100
1.899 0.815
3
COD (mg/l)
0.908 – 18.781
8.012 5.952
25
TP (mg/l)
0.094 – 0.212
0.140 0.040
0.2
PO4 (mg/l)
0.010 – 0.014
0.011 0.002
NH3 (mg/l)
0.000 – 0.118
0.029 0.031
NO3 (mg/l)
0.057 – 0.377
0.232 0.108
NO2 (mg/l)
0.002 – 0.240
0.073 0.086
TN (mg/l)
0.080 – 0.368
0.176 0.086
Cd (mg/l)
0.009 – 0.014
0.012 0.001
0.01
Pb (mg/l)
0.006 – 0.013
0.007 0.002
0.03
NILAI KISARAN
RATAAN
BAKU MUTU
27.71 – 31.09
29.374 1.161
pH
7.61 – 9.55
9.120 0.581
6-9
DO (mg/l)
0.86 – 7.52
4.145 2.320
4
TDS (g/l)
0.107 – 0.226
0.129 0.033
0.1
BOD (mg/l)
0.210 – 4.890
1.083 1.312
3
COD (mg/l)
0.530 – 5.820
1.998 1.615
25
TP (mg/l)
0.006 – 0.150
0.042 0.038
0.2
PO4 (mg/l)
0.003 – 0.030
0.013 0.010
NH3 (mg/l)
0.013 – 1.870
0.252 0.514
NO3 (mg/l)
0.104 – 2.706
1.213 0.709
NO2 (mg/l)
0.000 – 0.687
0.060 0.198
TN (mg/l)
0.102 – 0.260
0.163 0.050
Cd (mg/l)
0.012 – 0.014
0.013 0.001
0.01
Pb (mg/l)
0.005 – 0.006
0.006 0.001
0.03
0.016 0.06
Bulan Juli 2014 PARAMETER Suhu air (C)
Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi
0.016 0.06
40
Lanjutan lampiran 4. Data parameter air Waduk Cirata selama kegiatan uji lapang
Bulan Agustus 2014 PARAMETER
NILAI KISARAN
RATAAN
25.98 – 30.26
28.842 1.456
pH
6.66 – 9.73
7.680 1.217
6-9
DO (mg/l)
3.17 – 7.01
5.133 1.359
4
TDS (g/l)
0.101 – 0.970
0.193 0.246
0.1
BOD (mg/l)
1.190 – 6.140
4.244 1.573
3
COD (mg/l)
2.110 – 23.470
10.825 6.924
25
TP (mg/l)
0.048 – 0.491
0.224 0.128
0.2
PO4 (mg/l)
0.033 – 0.183
0.095 0.048
NH3 (mg/l)
0.162 – 1.732
0.450 0.498
NO3 (mg/l)
0.020 – 0.525
0.150 0.157
NO2 (mg/l)
0.000 – 0.131
0.028 0.043
TN (mg/l)
0.056 – 0.720
0.212 0.194
Cd (mg/l)
0.006 – 0.015
0.010 0.003
0.01
Pb (mg/l)
0.006 – 0.014
0.008 0.003
0.03
Suhu air (C)
BAKU MUTU
0.016
0.06
Keterangan:
Data insitu meliputi: oksigen terlarut (DO), suhu, pH, dan total padatan terlarut (TDS) yang diukur menggunakan Water Quality Checker (WQC) merk YSI 556 dan kecerahan perairan diukur menggunakan Secchi disk Data eksitu meliputi: data hasil analisis sampel air yang dilakukan di lab Proling IPB, terdiri dari : BOD, COD, TP, PO4, TN, NO2, NO3, NH3, Pb, dan Cd. Sampel air diambil menggunakan Vam Dom Sampler di tiga strata kedalaman air, yaitu: permukaan, 3 meterdan 7 meter.
Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi
41
Lampiran 5.
Pemeliharaan (hari) 0 15 30 45 60 75
Data panjang, standar deviasi dan koefisien variasi antara ikan mas Majalaya MHC F3 dan ikan mas asal Subang selama pemeliharaan 75 hari di KJA Cirata. Panjang (cm) MHC Kontrol 10,43 10,27 10,83 12,20 12,50 13,60 13,53 15,27 16,93 16,27 21,13 18,20
Standar Deviasi MHC Kontrol 1,32 1,16 1,47 1,47 1,50 1,06 1,74 1,10 1,98 1,03 1,77 1,08
Koefisien Variasi (%) MHC Kontrol 13 11 14 12 12 8 13 7 12 6 8 6
Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi
42
Lampiran 6.
Pemeliharaan (hari) 0 15 30 45 60 75
Data bobot, standar deviasi dan koefisien variasi antara ikan mas Majalaya MHC F3 dan ikan mas asal Subang selama pemeliharaan 75 hari di KJA Cirata. Bobot (g) MHC Kontrol 33,21 37,33 38,17 40,07 47,33 44,53 59,33 56,00 110,67 77,20 197,33 128,00
Standar Deviasi MHC Kontrol 5,50 7,99 10,71 9,02 17,60 5,05 21,16 8,28 28,90 10.78 42,50 7,27
Koefisien Variasi MHC Kontrol 0,16 0,21 0,28 0,23 0,37 0,11 0,36 0,15 0,26 0,14 0,22 0,06
Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi
43