i
PENGUATAN SIFAT MEKANIS KOMPOSIT POLIASAM LAKTAT DAN SELULOSA MIKROFIBRIL TERASETILASI-TERLAKTILASI
REZA ADITYA NUGRAHA
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
iii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penguatan Sifat Mekanis Komposit Poliasam Laktat dan Selulosa Mikrofibril TerasetilasiTerlaktilasi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Oktober 2013 Reza Aditya Nugraha NIM G44090101
ABSTRAK REZA ADITYA NUGRAHA. Penguatan Sifat Mekanis Komposit Poliasam Laktat dan Selulosa Mikrofibril Terasetilasi-Terlaktilasi. Dibimbing oleh SUMINAR S ACHMADI dan LISMAN SURYANEGARA. Komposit polimer asam laktat (PLA) yang diperkuat dengan 10% selulosa mikrofibril (MFC) termodifikasi telah berhasil dibuat. Modifikasi MFC diperlukan guna meningkatkan kompatibilitas dengan PLA dalam membentuk komposit. Pada penelitian ini, MFC diasetilasi parsial dengan derajat substitusi 1 dan selanjutnya dicangkok dengan laktida melalui polimerisasi pembukaan cincin. Hasil asetilasi dan pencangkokan dibuktikan dengan spektrum inframerah. Berdasarkan pencirian sifat termal menggunakan kalorimetri pemayaran diferensial, diketahui bahwa MFC termodifikasi mampu meningkatkan suhu transisi kaca dan mempercepat kristalisasi PLA. Selain itu, dari pengukuran sifat mekanis diketahui bahwa MFC termodifikasi membentuk jaringan perkolasi dan bertindak sebagai pengisi dalam matriks PLA. Hal tersebut dibuktikan dengan meningkatnya sifat-sifat mekanik PLA ketika diperkuat dengan MFC termodifikasi, yaitu panjang putus (1.1% menjadi 1.8%), kuat tarik (14.9 MPa menjadi 25.7 MPa), dan modulus elastisitas (1.7 GPa menjadi 2.1 GPa). Kata kunci:
asetilasi parsial, pencangkokan laktida, poliasam laktat, selulosa mikrofibril.
ABSTRACT REZA ADITYA NUGRAHA. Mechanical Properties Improvement of Composite of Polylactic Acid and Acetylated-Lactylated Microfibrillated Cellulose. Supervised by SUMINAR S ACHMADI and LISMAN SURYANEGARA. The composites based on polylactic acid (PLA) reinforced with 10% modified microfibrillated cellulose (MFC) has been succesfully prepared. Modification of MFC was needed to increase its compatibility with PLA in the composite formation. In this experiment, MFC was modified with partial acetylation (degree of substitution: 1) and further grafted with lactide monomers through ring-opening polymerization. The result of acetylation and grafting were verified by infrared spectra. Thermal characterization carried out using differential scanning calorimetry measurements showed that the presence of modified MFC increased the temperature of glass transition and accelerated the crystallization of PLA. In addition, mechanical properties measurements showed that the modified MFC formed percolation network and acted as a fillers within the PLA matrix. It was showed by enhancement in elongation at break (1.1% to 1.8%), tensile strength (14.9 MPa to 25.7 MPa), and modulus of elasticity (1.7 GPa to 2.1 GPa). Keywords: lactide grafting, microfibrillated cellulose, partial acetylation, polylactic acid.
PENGUATAN SIFAT MEKANIS KOMPOSIT POLIASAM LAKTAT DAN SELULOSA MIKROFIBRIL TERASETILASI-TERLAKTILASI
REZA ADITYA NUGRAHA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Kimia
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi : Penguatan Sifat Mekanis Komposit Poliasam Laktat dan SeIuIosa Mikrofibril Terasetilasi -TerIaktiIasi : Reza Aditya Nugraha Nama : G44090101 NIM
Disetujui oleh
Prof Ir Suminar S Achmadi, PhD Pembimbing I
Dr Lisman Suryanegara, MAgr
Pernbim bing II
Dr Eti Rohaed, MS PIh. Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
23
OCT 2013
Judul Skripsi : Penguatan Sifat Mekanis Komposit Poliasam Laktat dan Selulosa Mikrofibril Terasetilasi-Terlaktilasi Nama : Reza Aditya Nugraha NIM : G44090101
Disetujui oleh
Prof Ir Suminar S Achmadi, PhD Pembimbing I
Dr Lisman Suryanegara, MAgr Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Eti Rohaeti, MS Plh. Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahNya kepada penulis sehingga penulis akhirnya dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul “Penguatan Sifat Mekanis Komposit Poliasam Laktat dan Selulosa Mikrofibril Terasetilasi-Terlaktilasi”. Karya ilmiah ini disusun berdasarkan penelitian yang dilaksanakan pada bulan Maret hingga September 2013 di Laboratorium Kimia Organik, Departemen Kimia, Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium Biomaterial LIPI, Cibinong. Tak lupa shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Sang Motivator sepanjang masa, suri tauladan, dan idola penulis, yaitu Nabi Muhammad SAW yang telah banyak memberikan motivasi di dalam hati penulis. Penulis mengucapkan terima kasih atas semua bimbingan, dukungan, dan kerja sama yang telah diberikan oleh Ibu Prof Ir Suminar S Achmadi, PhD selaku pembimbing I dan Bapak Dr Lisman Suryanegara, MAgr selaku pembimbing II. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bambang Utoro (Bapak), Nur Laily (Mama), Amalia Ramadhani (Adik), Dessy Afni Avianti, SPt, dan seluruh keluarga atas segala doa, dukungan, kasih sayang, kesabaran, diskusi dan saran berkaitan dengan penelitian. Terima kasih juga kepada rekan-rekan tim riset selulosa, Kimia angkatan 46, TPB B18, staf Laboratorium Organik, staf Departemen Kimia IPB, Keluarga Besar Imasika IPB, dan staf LIPI Biomaterial atas bantuan yang telah diberikan selama penulis melakukan penelitian, serta Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang telah memberikan beasiswa BBM kepada penulis. Penelitian ini disponsori oleh Kementerian Riset dan Teknologi melalui Program Kompetitif Material Maju, LIPI, yang diraih oleh Dr Lisman Suryanegara, MAgr. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Terima kasih.
Bogor, Oktober 2013 Reza Aditya Nugraha
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN METODE Alat dan Bahan Prosedur HASIL DAN PEMBAHASAN Poliasam Laktat Selulosa Mikrofibril Selulosa Mikrofibril Termodifikasi Sifat Termal Sifat Mekanik SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
vii vii vii 1 2 2 2 5 5 5 7 8 10 11 11 12 12 14 18
DAFTAR TABEL 1 Serapan inframerah pada MFC murni dan MFC termodifikasi 2 Hasil analisis pengukuran dengan DSC 3 Hasil uji kekuatan mekanis menggunakan UTM
8 10 10
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6
Struktur kimia cincin laktida (A) dan poliasam laktat (B) Struktur kimia L-(−)-asam laktat (A) dan D-(+)-asam laktat (B) Morfologi MFC dengan perbesaran 1000× (A) dan 5000× (B) Struktur ikatan hidrogen antarserat MFC Spektrum perbandingan MFC murni dengan MFC termodfikasi Termogram DSC
5 5 6 6 8 9
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4
Diagram alir penelitian Sampel dan produk yang digunakan dalam penelitian Data penentuan kadar asetil (KA) dan derajat substitusi (DS) Hasil pengujian sifat mekanis menggunakan UTM
14 15 16 17
PENDAHULUAN Dalam beberapa tahun terakhir, konsep green chemistry, green material, dan ekologi industri di bidang polimer telah dikembangkan. Konsep ini bertujuan menjawab permasalahan lingkungan dan menipisnya persediaan minyak bumi. Poliasam laktat (PLA) merupakan salah satu polimer yang ramah lingkungan yang berpotensi sebagai bahan alternatif pengganti plastik berbasis minyak bumi. Bahan bakunya yang dapat diperbarui, energi produksinya yang rendah, dan biaya produksinya yang dapat bersaing dengan polimer sintetik lain menjadikan PLA sebagai sumber poliester yang paling banyak digunakan di dunia industri (Goffin et al. 2011). Berdasarkan sifatnya, PLA memiliki sifat mekanis yang baik sehingga memudahkan penggunaannya dalam teknik pembuatan serat dan film, ekstrusi dan thermoforming, dan injection molding. Namun, sifatnya yang rapuh, kestabilan dan ketahanan panas yang rendah, serta laju kristalisasi yang lambat membuat penerapannya terbatas di dunia industri (Braun et al. 2012). Beberapa penelitian melaporkan penambahan selulosa mikrofibril (MFC) dapat meningkatkan sifatsifat PLA (Oksman et al. 2003; Nakagaito et al. 2009). Pada aplikasinya, MFC banyak dijadikan sebagai pengisi dalam matriks biopolimer seperti PLA dan dijadikan komposit yang sepenuhnya alami. Ukurannya yang kecil (10-9−10-6 m) menjadikan serat ini lebih efektif sebagai penguat dibandingkan dengan serat lain (Angles dan Dufresne 2001) dan berpotensi sebagai bahan penguat pada industri otomotif, bangunan, komputer, dan produk-produk lainnya. Pembentukan komposit yang diperkuat MFC dapat memberikan keuntungan di antaranya dari segi sifat fisik, termal, dan mekanis (Oksman et al. 2006). Namun, sifat hidrofilik MFC menyebabkan bahan ini kurang terdispersi dalam matriks PLA yang bersifat hidrofobik sehingga terbentuk agregasi MFC. Adanya aglomerasi yang bersifat ireversibel akibat ikatan hidrogen yang kuat menyebabkan MFC ini tetap terdispersi dalam air. Hal ini membuat komposit yang terbentuk memiliki stabilitas panas yang rendah (Goffin et al. 2011). Oleh sebab itu, beberapa modifikasi kimia dilakukan dengan tujuan meningkatkan kompatibilitasnya. Asetilasi parsial pada selulosa bakterial dengan rentang derajat substitusi (DS) 0.04−2.77 telah dilaporkan oleh Kim et al. (2002). Hasilnya memperlihatkan bahwa asetilasi terjadi pada permukaan selulosa bakterial dan tidak merusak morfologi serat tersebut. Ifuku et al. (2007) telah memodifikasi permukaan serat nanoselulosa bakterial yang diasetilasi dengan beragam tingkatan DS. Asetilasi dinyatakan mampu meningkatkan berbagai sifat serat nanoselulosa bakterial dan efektif menurunkan sifat higroskopis. Hal ini mengakibatkan serat nanoselulosa kompatibel dengan bahan hidrofobik lainnya seperti matriks PLA. Pendekatan yang berbeda dalam menurunkan hidrofilisitas dilaporkan oleh Goffin et al. (2011), yaitu mencangkok permukaan nanoselulosa dengan matriks poliester menggunakan metode polimerisasi pembukaan cincin L-laktida yang dilanjutkan pencampuran dengan PLA untuk membentuk komposit. Toluena digunakan sebagai pelarut dan Sn(Oct) 2 sebagai katalis dalam polimerisasi pembukaan cincin. Hasil pencirian sifat termal menunjukkan modifikasi tersebut
2 mampu meningkatkan kompatibilitas nanoselulosa dengan matriks polimer yang secara tidak langsung meningkatkan kekuatan komposit yang terbentuk. Dari segi pembuatan komposit PLA-MFC, Iwatake et al. (2008) melakukannya dengan 2 metode, yaitu pencampuran secara langsung dan pencampuran dengan bantuan pelarut organik. Berdasarkan pencirian sifat mekanis, metode pencampuran dengan bantuan pelarut organik menghasilkan komposit PLA-MFC yang lebih baik daripada komposit yang dibuat dengan metode pencampuran secara langsung. Penelitian ini bertujuan menghasilkan perbaikan sifat mekanis komposit PLA dengan MFC termodifikasi agar dapat terdispersi secara merata. Asetilasi parsial memungkinkan gugus hidroksil yang hidrofilik pada struktur MFC tersubstitusi sebagian dengan gugus asetil yang hidrofobik sehingga MFC dapat kompatibel dengan bahan hidrofobik lainnya seperti matriks PLA. Produk asetilasi ini disebut MFC-asetat. Proses selanjutnya adalah pencangkokan MFCasetat dengan monomer laktida. Monomer laktida diharapkan dapat tumbuh sebagai PLA pada struktur tulang punggung MFC ketika dibuat menjadi komposit dan diharapkan mampu meningkatkan sifat termal dan mekanik dari produk komposit.
METODE Penelitian ini terbagi dalam 3 tahap, yaitu tahap pembuatan selulosa asetat, kopolimerisasi pencangkokan, dan pembuatan komposit. Sifat fisik dan mekanik dari produk komposit dievaluasi dengan universal testing machine (UTM), kalorimetri pemayaran diferensial (DSC), mikroskopi elektron pemayaran (SEM), dan spektrofotometer inframerah transformasi Fourier (FTIR). Alat dan Bahan Alat-alat analitis yang digunakan pada penelitian ini ialah DSC-60A, hot pressed dan UTM AG-IS 50kN (Shimadzu), SEM Evo50 (Zeiss), dan spektrofotometer FTIR (Spectrum one, Perkin Elmer). Bahan-bahan yang digunakan antara lain sampel MFC (Daicel Chemistry, Jepang), monomer laktida (Sigma-Aldrich), katalis Sn(Oct) 2 (Sigma-Aldrich), dan PLA H-400 (Toyota). Prosedur Penentuan Kadar Air (AOAC 2007) Cawan porselen dikeringkan pada suhu 105 °C selama 30 menit lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak 1 g contoh MFC dimasukkan ke dalam cawan dan dipanaskan pada suhu 105 °C selama 5 jam, kemudian didinginkan dalam eksikator dan ditimbang sampai diperoleh bobot konstan. Kadar air ditetapkan berdasarkan penentuan bobot kering contoh, dilakukan sebanyak 3 kali ulangan.
3 Kadar air (%) =
𝐴−𝐵 × 100% 𝐴
Keterangan: A = Bobot contoh sebelum dikeringkan (g) B = Bobot contoh setelah dikeringkan (g)
Asetilasi MFC (Modifikasi Arifin 2004) Sebanyak 10 g MFC basah diperas menggunakan serat kanebo hingga air dalam MFC merembes keluar. Sampel MFC kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan ditambahkan 50 mL etanol sambil diaduk selama 30 menit. Campuran yang diperoleh selanjutnya disaring menggunakan penyaring vakum. Prosedur yang sama dilakukan kembali dengan mengganti etanol dengan aseton dan asam asetat glasial. Setelah dianggap terbebas dari air, sampel tersebut ditetesi katalis asam (CH 3 COOH:H 2 SO 4 95−97% (v/v) = 100:1) sebanyak 12 mL dan didiamkan selama 1 menit. Selanjutnya, sampel ditetesi anhidrida asetat secara perlahan sebanyak 15 mL dengan buret. Suspensi diaduk dengan batang pengaduk kaca hingga mengental, lalu didiamkan selama 90 menit (dimulai ketika anhidrida asetat ditambahkan). Proses asetilasi tersebut dihentikan dengan menambahkan 3 mL larutan asam asetat glasial:air suling (2:1) dan didiamkan selama 30 menit (diaduk dengan kecepatan sedang agar campuran merata). Sampel MFC yang telah terasetilasi kemudian didispersikan ke dalam air suling sebanyak 500 mL dengan pengadukan yang sangat kuat. Produk yang diperoleh kemudian disaringvakum dengan corong Büchner dan dicuci dengan NaHCO 3 1 N hingga tidak terbentuk lagi gelembung gas CO 2 . Kemudian serat tersebut dicuci dengan air suling hingga netral (pH 6.5−7) dan disaring-vakum hingga air tidak lagi menetes. Sampel MFC-asetat tersebut disimpan dalam tabung kaca bertutup rapat. Penentuan Kadar Asetil dan DS (ASTM 1991) Sampel MFC-asetat yang telah dikeringkan (1 g) dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 mL kemudian ditambahkan 40 mL etanol. Setelah sampel basah, selanjutnya ditambah 40 mL NaOH 0.5 N dan dikocok. Campuran ini selanjutnya dipanaskan dalam penangas goyang (shaker bath) selama 2 jam pada suhu 60 oC. Setelah itu, sampel didinginkan pada suhu kamar dan didiamkan selama 3 hari. Kemudian ke dalam erlenmeyer ditambahkan 2−3 tetes indikator fenolftalein dan diaduk hingga warna merah muda merata. Sampel selanjutnya dititrasi dengan larutan HCl 0.5 N hingga warna merah muda menghilang dan titran dilebihkan sebanyak 1 mL HCl 0.5 N dari titik ekuivalennya. Sampel didiamkan selama 1 hari. Kemudian, larutan dititrasi dengan NaOH 0.5 N hingga warna merah muda muncul dan tidak hilang selama pengocokan sekitar 15 menit. Perlakuan yang sama dilakukan pada blangko, yaitu larutan dengan MFC murni. Persentase kadar asetil dihitung menggunakan rumus Kadar asetil (%) = [(D-C) N a + (A-B) N b ] × 4.305/W Keterangan: A = Volume NaOH yang terpakai untuk titrasi sampel (mL) B = Volume NaOH yang terpakai untuk titrasi blangko (mL) C = Volume HCl yang terpakai untuk titrasi sampel (mL)
4 D = Na = Nb= W=
Volume HCl yang terpakai untuk titrasi blangko (mL) Normalitas HCl (N) Normalitas NaOH (N) Bobot kering sampel (g)
Derajat substitusi sampel ditentukan dengan menggunakan rumus: DS =
3.86 × Kadar Asetil (%)
102.40−Kadar Asetil (%)
Pencangkokan MFC-asetat dengan Monomer Laktida Menggunakan Metode Polimerisasi Pembukaan Cincin (Modifikasi Goffin et al. 2011) Sampel MFC-asetat yang telah didapat sebelumnya dengan DS ±1 direndam dengan aseton lalu dikeringkan bersama toluena dengan teknik sentrifugasi. Sampel yang telah tersuspensi dalam toluena dimasukkan ke dalam labu reaksi berleher tiga dan diaduk menggunakan pengaduk bermagnet di bawah aliran gas nitrogen. Kemudian labu reaksi tersebut direndam dalam penangas air dan dipanaskan hingga 80 oC. Setelah itu, 1 g monomer Llaktida murni (yang sebelumnya telah dilarutkan ke dalam toluene panas) ditambahkan ke dalam labu reaksi yang didalamnya terdapat suspensi (2% dari MFC-asetat. Sejumlah katalis Sn(Oct) 2 bobot monomer) ditambahkan ke labu reaksi dengan menggunakan jarum yang telah disterilkan. Polimerisasi dilakukan selama selama 24 jam, kemudian dihentikan dengan menambahkan beberapa tetes larutan HCl encer (0.1 M). Produk kopolimerisasi cangkok diperoleh dengan pengendapan menggunakan metanol dingin dan disaring. Pembuatan Komposit (Modifikasi Suryanegara et al. 2009) Sejumlah MFC (10% bobot komposit) yang telah dimodifikasi diinklusi dalam etanol selama 15 menit, kemudian disaring. Selanjutnya, etanol diganti menggunakan aseton dan diklorometana dengan proses inklusi yang sama. Masing-masing proses diulangi sebanyak 3 kali. Setelah itu, sejumlah PLA (90% bobot komposit) dilarutkan dalam diklorometana menggunakan alat homogenizer untuk memperoleh suspensi yang terdispersi dengan baik. Suspensi yang terbentuk kemudian diaduk dalam gelas piala dan secara bertahap MFC termodifikasi ditambahkan ke dalam suspensi pada suhu ruang. Setelah selesai, campuran diaduk terus menerus selama 1 jam. Campuran MFC-diklorometanaPLA dibentangkan pada suatu wadah dan diuapkan dalam lemari asam pada suhu ruang selama 12 jam yang diikuti dengan pengeringan vakum pada suhu 50 oC selama 8 jam. Selanjutnya, komposit yang telah kering ditimbang bobotnya dan dipotong hingga berbobot rerata ± 1 cm2. Pada proses selanjutnya, komposit diremas (kneaded) dengan alat laboplastomil pada suhu 160 °C, kecepatan 40 rpm selama 8 menit. Proses selanjutnya, komposit dicetak menjadi lembaran kecil menggunakan hot pressed pada suhu 180 °C selama 14 menit (prapemanasan 6 menit, penekanan 3 menit (tekanan 400 Pa), dan pendinginan 5 menit.
5
HASIL DAN PEMBAHASAN Poliasam Laktat Poliasam laktat (PLA) merupakan polimer termoplastis yang berpotensi sebagai bahan alternatif pengganti polimer berbasis minyak bumi karena memiliki kekakuan dan kekuatan yang baik (Suryanegara et al. 2009) serta bahan bakunya dapat dihasilkan dari sumber-sumber pertanian. Polimer ini secara umum dapat disintesis dengan 2 teknik polimerisasi, yaitu polimerisasi pembukaan cincin dari laktida (Gambar 1) dan polimerisasi kondensasi langsung. Pada penelitian ini dipilih teknik polimerisasi pembukaan cincin laktida dengan bantuan katalis Sn(Oct) 2 . Teknik ini dipilih karena mampu menghasilkan polimer berbobot molekul lebih tinggi daripada polimer yang dihasilkan dengan teknik kondensasi secara langsung. Selain itu, teknik ini paling umum digunakan di industri. Polimer ini dapat berbentuk semikristalin atau amorf, bergantung pada bentuk unit penyusunnya, yaitu asam laktat, tipe L-(−)-asam laktat dan D-(+)-asam laktat (Gambar 2). PLA yang mengandung lebih dari 93% tipe L-(−)-asam laktat adalah semikristalin, sedangkan PLA dengan kandungan L-(−)-asam laktat hanya 50– 93% adalah amorf (Auras et al. 2004).
Gambar 1 Struktur kimia cincin laktida (A) dan poliasam laktat (B)
Gambar 2 Struktur kimia L-(−)-asam laktat (A) dan D-(+)-asam laktat (B) Selulosa Mikrofibril MFC merupakan selulosa yang telah mengalami hidrolisis asam (Goffin et al. 2011) dan pemrosesan secara mekanis pada penghomogen bertekanan tinggi dan menjadi agregat kecil (Carlmark et al. 2012). Menurut Chakraborty et al. (2006), MFC memiliki diameter serat mencapai 0.1−1 µm dan panjang minimum 5−50 µm. Berdasarkan analisis morfologi menggunakan SEM (Gambar 3) dengan
6 perbesaran 1000× dan 5000× terlihat ukuran diameter serat beragam, yaitu 111.7−157.9 nm, sedangkan panjangnya sulit diukur karena setiap serat saling membelit menyerupai jaring sehingga sulit untuk menentukan ujung dari setiap serat.
A
B
Gambar 3 Morfologi MFC dengan perbesaran 1000× (A) dan 5000× (B) Molekul selulosa membentuk mikrofibril yang berupa daerah kristalin diselingi daerah amorf dengan proporsi bergantung pada sumber didapatkannya selulosa tersebut. Selain itu, senyawa ini memiliki struktur yang teratur berupa polimer linear akibat unit ulangan β-D-glukopiranosa yang saling berikatan melalui ikatan β (1-4). Tiga gugus hidroksil pada posisi C2 dan C3 (gugus hidroksil sekunder) serta OH pada C6 (gugus hidroksil primer) menyebabkan adanya ikatan hidrogen secara intra- dan antarmolekul (Gambar 4) sehingga serat selulosa memiliki kuat tarik yang tinggi dan tidak larut dalam kebanyakan pelarut. Namun, ketiga gugus tersebut juga menyebabkan selulosa memiliki karakter hidrofilik yang kuat. Hal ini dibuktikan dengan MFC yang digunakan dalam penelitian ini dapat memiliki kadar air mencapai 90%. Ciri hidrofilik yang kuat ini yang menyebabkan MFC kurang terdispersi secara merata dalam matriks PLA. Ikatan hidrogen
Gambar 4 Struktur ikatan hidrogen antarserat MFC
7 Selulosa Mikrofibril Termodifikasi Pada penelitian ini MFC dimodifikasi dalam 2 tahapan, yaitu tahap asetilasi parsial dan kopolimerisasi cangkok; wujud fisik setiap produk ditampilkan pada Lampiran 2. Tahapan asetilasi merupakan modifikasi MFC secara kimia yang digunakan untuk mengubah sifat tertentu berdasarkan strukturnya. Pada tahapan ini terjadi proses asetilasi secara parsial, yaitu atom hidrogen pada gugus-gugus hidroksil MFC hanya sebagian yang disubstitusi dengan gugus asetil sehingga diharapkan dapat meningkatkan kompatibilitasnya terhadap polimer lain yang umumnya bersifat hidrofobik seperti PLA dan memiliki kekuatan yang baik. Terjadinya reaksi asetilasi secara parsial pada MFC-asetat dapat dibuktikan dengan nilai derajat substitusi (DS) yang dapat ditentukan dengan teknik titrasi. Berdasarkan hasil penentuan kadar asetil dan derajat substitusi (Lampiran 3) MFC-asetat yang didapatkan bernilai DS sebesar ±1. Ifuku et al. (2007) menyebutkan bahwa selulosa asetat memiliki nilai DS optimum 0.2−0.6, dengan daerah kristalin pada selulosa hanya mengalami sedikit perubahan dan jumlah ikatan hidrogen antarserat selulosa hanya sedikit menurun. Pada penelitian ini DS<1 sulit didapatkan. Hal ini diduga karena penggunaan katalis asam sulfat saat proses asetilasi menyebabkan deformasi struktur MFC. Hal ini dibuktikan dengan larutnya MFC ketika dicampurkan dengan anhidrida asetat dan katalis asam sulfat. Terdeformasinya struktur selulosa tersebut menyebabkan asetilasi tidak hanya terjadi pada permukaan selulosa saja tetapi seluruh lapisan serat selulosa sehingga DS yang didapatkan cukup besar. Analisis gugus fungsi dengan spektrofotometer FTIR terhadap MFC murni, MFC-asetat, dan MFC-asetat tercangkok laktida (MFC-asetat-g-La) ditunjukkan pada Gambar 5 dan Tabel 1. Terlihat puncak serapan khas milik selulosa, yaitu pada daerah bilangan gelombang 3236 cm-1 milik gugus OH dari ikatan glikosida dan daerah bilangan gelombang 1053 cm-1 milik gugus –C=O ulur dari cincin selulosa. Selanjutnya, terlihat intensitas puncak serapan gugus –OH (3630 cm-1) menurun dan muncul puncak serapan khas yang cukup tajam milik selulosa asetat, yaitu gugus –C=O (1759 cm-1) dan –CO asetil (1234 cm-1) (Silverstein et al. 2005). Data tersebut menunjukkan bahwa penurunan intensitas serapan gugus – OH bebas diakibatkan gugus tersebut telah tersubstitusi oleh gugus asetil sehingga jumlahnya menurun dan muncul serapan-serapan baru yang khas milik selulosa asetat. Dengan demikian telah terbukti bahwa asetilasi berhasil dilakukan. Tahapan selanjutnya adalah kopolimerisasi cangkok MFC-asetat dengan monomer laktida melalui teknik polimerisasi pembukaan cincin. Kopolimer cangkok sifatnya relatif sama dengan rantai utama dan monomer yang dicangkokkan, sehingga melalui teknik kopolimerisasi cangkok, suatu polimer dapat dimodifikasi sifat-sifatnya sesuai dengan tujuan dan pemanfaatannya. Ikatan kovalen antara rantai cangkok dan polimer utama menjamin sifat permanen (Husni 2008). Teknik polimerisasi pembukaan cincin merupakan teknik yang baik untuk polimerisasi menggunakan monomer siklik seperti lakton dan laktida. Hasil pencangkokan MFC-asetat dengan monomer laktida diidentifikasi dengan spektrofotometer FTIR dan disajikan pada Gambar 5 dan Tabel 1. Spektrum FTIR produk tersebut menunjukkan puncak serapan yang relatif sama dengan spektrum MFC-asetat, yaitu pada daerah bilangan gelombang 3527 cm1 milik gugus OH, 1752 cm-1 milik gugus –C=O, dan 1235 cm-1 milik gugus –CO
8 asetil (Silverstein et al. 2005). Berdasarkan data tersebut terlihat intensitas puncak serapan gugus –OH bebas makin menurun dan intensitas serapan gugus –CO asetil makin meningkat. Ini memperlihatkan laktida telah tercangkok pada struktur MFC-asetat dan menyubstitusi gugus –OH bebas yang tersedia sehingga intensitas gugus –CO asetil meningkat, sedangkan intensitas gugus –OH bebas menurun. Laboratory Test Result
MFC 1650.84
3236.79
1053.35 MFC Asetat 2947.80 603.54
3630.09
%T 1375.18 1234.55
1759.13 MFC Asetat tercangkok
1042.74 604.42
2960.46 3527.38 903.18
1375.08 1047.69 1752.89 1235.56
4 00 0.0
3 00 0
2 00 0
1 50 0
1 00 0
4 50
cm-1
Gambar 5 Spektrum perbandingan MFC murni dengan MFC termodfikasi Tabel 1 Serapan inframerah pada MFC murni dan MFC termodifikasi MFC
MFC-asetat
MFC-asetat-g-La
Bilangan gelombang (cm-1)
Gugus fungsi
Bilangan gelombang (cm-1)
Gugus fungsi
Bilangan gelombang (cm-1)
Gugus fungsi
3236
O-H ulur
3630
O-H ulur
3527
O-H ulur
2890
C-H ulur
2947
C-H ulur
2960
C-H ulur
1650
O-H tekuk
1759
C=O ulur
1752
C=O ulur
1390
C-H tekuk
1375
C-H tekuk
1375
C-H tekuk
1053
C-O ulur
1234
C-O asetat
1235
C-O asetat
1042
C-O ulur
1047
C-O ulur
608
C-H tekuk
604
C-H tekuk
Sifat Termal Sifat termal produk komposit dalam penelitian ini dicirikan menggunakan alat DSC bersistem payaran panas (pemayaran dari suhu rendah ke suhu tinggi) dan dihasilkan suatu kurva termogram. Kurva termogram tersebut menampilkan informasi suhu transisi kaca (T g ), suhu kristalisasi (keadaan dingin) (T c ), dan suhu leleh (T m ) dari suatu bahan yang diuji. Gambar 6 menampilkan kurva termogram
9 PLA murni, komposit PLA/MFC, dan komposit PLA/MFC-asetat-g-La secara berturut-turut.
Tg
Tc Tm PLA PLA/MFC PLA/MFCasetat-g-La
Gambar 6 Termogram DSC Berdasarkan hasil analisis terhadap ketiga kurva termogram tersebut (Tabel 2) terlihat bahwa T g PLA/MFC-asetat-g-La (54.38 oC) lebih tinggi daripada T g PLA murni (52.81 oC) dan PLA/MFC (49.33 oC). Meningkatnya nilai T g dari PLA yang diperkuat dengan MFC termodifikasi terbilang baik karena ketika komposit tersebut dikenai panas, fase karetnya berubah ke suhu yang lebih tinggi. Dengan demikian komposit tersebut lebih tahan panas dibandingkan dengan PLA murni. Peningkatan ini disebabkan ketika PLA menerima energi termal, molekul pada polimer tersebut akan aktif dan menimbulkan gerakan vibrasi dan rotasi. Adanya MFC yang telah terasetilasi dan terlaktilasi sebagai pengisi mengurangi fleksibilitas struktur molekul PLA dan menghambat molekul-molekul tersebut bervibrasi dan berotasi sehingga dibutuhkan energi yang lebih tinggi untuk mencapai suhu transisi kaca. Selain itu, Braun et al. (2012) melaporkan bahwa pada MFC yang tercangkok terbentuk jaringan perkolasi pada partikel pengisi sehingga memberikan peningkatan terhadap T g . Sebaliknya, PLA/MFC (tidak dimodifikasi) justru menunjukkan penurunan pada nilai T g -nya. Fenomena ini terjadi akibat MFC yang tidak dimodifikasi mengalami inkompatibilitas dengan PLA sehingga terbentuk interaksi yang lemah antara pengisi dan matriksnya, mengakibatkan turunnya T g bahan tersebut. Berdasarkan data kristalinitas, T c PLA/MFC-asetat-g-La (93.20 oC) dan dan PLA/MFC (94.01 oC) lebih rendah daripada T c PLA murni (97.60 oC) (Tabel 2). Penurunan Tc ini menunjukkan bahwa PLA yang diperkuat dengan MFC mampu mengkristal lebih cepat daripada PLA murni. Hal ini disebabkan MFC dapat bertindak sebagai nucleating agent (Suryanegara et al. 2009). Namun, T c PLA/MFC-asetat-g-La lebih tinggi dibandingkan T c PLA/MFC. Perbedaan ini membuktikan bahwa modifikasi pada MFC mampu meningkatkan kompatibilitas antara MFC dengan PLA. Dengan demikian, efektivitas MFC sebagai nucleating agent dapat lebih meningkat ketika terdispersi secara merata pada matriks PLA. Akan tetapi, pada data pelelehan, tidak terlihat pengaruh adanya MFC sebagai
10 penguat dalam matriks PLA. Berdasarkan data T m (Tabel 2), tidak tampak penurunan yang nyata antara T m PLA/MFC (168.29 oC) dan T m PLA/MFC-asetatg-La (168.31 oC) bila dibandingkan dengan T m PLA murni (168.35 oC). Pada aplikasinya, puncak T m ini memberikan pengaruh cepat atau lambatnya proses untuk mendapatkan bentuk lelehan. Semakin rendah suhunya, semakin baik karena lebih cepat untuk mendapatkan produk lelehannya mengingat PLA memiliki rentang suhu yang sempit hingga terdegradasi. Tabel 2 Hasil analisis pengukuran dengan DSC Sampel PLA murni PLA/MFC PLA/MFC-asetat-g-La
T g (oC) 52.81 49.33 54.38
T c (oC) 97.60 94.01 93.20
T m (oC) 168.35 168.29 168.31
Sifat Mekanik Efek penguatan MFC termodifikasi pada matriks PLA dibuktikan melalui pengujian sifat mekanik: panjang putus, kuat tarik, dan modulus elastisitas (Lampiran 4). Hasil analisis sifat mekanik pada PLA murni, PLA/MFC, dan PLA/MFC-asetat-g-La ditampilkan pada Tabel 3. Nilai panjang putus dari sampel yang diperkuat dengan MFC dengan yang tidak diperkuat tidak menunjukkan perubahan yang signifikan, yaitu PLA murni (1.18%), PLA/MFC (1.42%), dan PLA/MFC-asetat-g-La (1.77%). Akan tetapi, terlihat bahwa keberadaan MFC sebagai pengisi sedikit meningkatkan sifat mekanik. Fenomena ini terjadi akibat interaksi antara MFC dan PLA yang memperpanjang titik deformasi komposit tersebut. Efek penguatan MFC sangat terlihat pada kekakuan dan kuat tarik komposit yang dihasilkan. PLA memiliki nilai kekakuan 1.7 GPa dan meningkat ketika diperkuat dengan MFC, yaitu menjadi 2 GPa (PLA/MFC) dan 2.1 GPa (PLA/MFC-asetat-g-La). Peningkatan ini tentu saja berdampak pada peningkatan kuat tarik PLA, yaitu dari 14.9 MPa (PLA murni) menjadi 17.7 MPa (PLA/MFC) dan 25.7 MPa (PLA/MFC-asetat-g-La) (Tabel 3). Semua fakta tersebut membuktikan bahwa MFC mampu meningkatkan kekuatan PLA. Peningkatan ini disebabkan oleh jaringan perkolasi; serat selulosa bertindak sebagai pengisi yang memperkuat struktur dan mampu menjaga kekakuan matriks PLA (Nakagaito et al. 2009). Selain itu, bahan pengisi membatasi gerakan molekuler dari rantai PLA yang amorf (Siqueira et al. 2009). Tabel 3 Hasil uji kekuatan mekanis menggunakan UTM Panjang Putus (%)
Kuat Tarik (MPa)
Mod. Elastisitas (GPa)
PLA
1.1±0.2
14.9±0.3
1.7±0.2
PLA-MFC
1.3±0.3
17.7±0.3
2.0±0.2
PLA-MFC-Asetat-g-La
1.8±0.3
25.7±2.2
2.1±0.1
Sampel
11 PLA/MFC-asetat-g-La memiliki kekakuan dan kuat tarik yang lebih tinggi dibandingkan dengan PLA/MFC. Perbedaan ini membuktikan bahwa MFC yang telah dimodifikasi (terasetilasi dan terlaktilasi) memiliki kompatibilitas yang lebih baik pada matriks PLA daripada MFC yang tidak termodifikasi. Hal ini disebabkan ketika suatu komposit menerima beban/energi, energi tersebut pertama kali akan diterima oleh matriks kemudian akan ditransfer pada serat sebagai pengisi melalui bidang antarmuka. Oleh sebab itu, kemampuan bidang antarmuka dalam mentransfer energi dari matriks ke pengisi berperan penting pada kekuatan mekanis suatu komposit. Kompatibilitas yang baik akan membentuk luas permukaan bidang yang besar antara matriks dan pengisi sehingga komposit mampu mentransfer energi lebih baik lagi. Adanya cangkokan dalam penelitian ini mampu meningkatkan kekuatan suatu komposit akibat terbentuknya ikatan kovalen antara MFC dan rantai polimer yang dicangkok (Goffin et al. 2011) dan akan menaikkan kompatibilitas akibat meningkatnya adhesi di antara kedua ikatan. Selain itu, adanya asetilasi parsial mendukung reaksi pencangkokan dalam meningkatkan kekuatan komposit yang dihasilkan. Menurut Braun et al. (2012), pembatasan derajat pencangkokan pada MFC melalui proses asetilasi parsial sukses membentuk suatu jaringan sehingga meningkatkan kekakuan dan kekuatan komposit tersebut. Namun, larutnya MFC pada proses asetilasi diduga memengaruhi kekuatan MFC-asetat yang dihasilkan dan tentu saja berdampak pada kekuatan komposit PLA/MFC-asetat-g-La. Ketika MFC larut, diduga terjadi deformasi struktur MFC yang membuat ikatan hidrogen antarrantai selulosa terputus sehingga terbentuk ruang antarrantai kristalin. Sebagai akibatnya, ketika MFC yang larut tersebut didispersikan dalam air, MFC yang terbentuk tidak memiliki struktur kristalin yang rapat seperti semula meskipun untuk membuktikan hal ini, perlu dianalisis morfologi kristalinnya menggunakan difraksi sinar-X (XRD). Adanya fenomena tersebut diduga menjadi penyebab nilai kekakuan PLA/MFC-asetat-g-La tidak berbeda jauh dengan PLA/MFC.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Selulosa mikrofibril telah berhasil dimodifikasi dengan teknik asetilasi dan pencangkokan dengan laktida. Modifikasi ini dicirikan dengan munculnya puncak vibrasi pada ῡ C=O (1759 cm-1) dan ῡ CO asetil (1234 cm-1) (FTIR) yang khas milik MFC-asetat tercangkok monomer laktida. Pembuatan komposit PLA yang diperkuat dengan MFC hasil modifikasi (PLA-MFC-asetat-g-La) (10% bobot komposit) juga berhasil dilakukan. Berdasarkan pengukuran DSC diketahui bahwa komposit PLA-MFC-asetat-g-La memiliki ketahanan panas (T g 54.38 oC, T c 93.20 oC, T m 168.31 oC) yang lebih baik daripada PLA murni (T g 52.81 oC, T c 97.60 oC, T m 168.35 oC). Sifat mekanis PLA-MFC-asetat-g-La meningkat dibandingkan dengan PLA murni, yaitu panjang putus (1.8% vs. 1.1%), kuat tarik (25.7 MPa vs. 14.9 MPa), dan modulus elastisitas (2.1 GPa vs. 1.7 GPa). Dengan
12 demikian MFC termodifikasi (terasetilasi-terlaktilasi) mampu meningkatkan sifatsifat komposit PLA. Saran Perlu dilakukan metode lain dalam proses asetilasi agar didapatkan DS yang lebih rendah (kisaran 0.2−0.6) dan tidak membuat MFC larut dalam anhidrida asetat dan katalis ketika proses asetilasi berlangsung. Selain itu, perlu dilakukan analisis morfologi menggunakan difraksi sinar-X (XRD) untuk mengetahui struktur kristalin pada MFC-asetat yang terbentuk dan pengujian sifat termal menggunakan alat DSC bersistem endo-eksoterm dan DMA agar didapatkan informasi sifat termal yang terperinci dari komposit masing-masing.
DAFTAR PUSTAKA [AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 2007. Official Methods of AOAC International. Rev ke-2. Vol ke-1. Maryland (US): AOAC International. [ASTM] American Society for Testing and Materials. 1991. ASTM D871-96: Standard Methods of Testing Cellulose Acetate. Philadelphia (US): American Society for Testing and Materials. Angles MN, Dufresne A. 2001. Plasticized starch/tunicin whiskers nanocomposite materials 2. mechanical behavior. Macromolecules. 34(9):2921-2931. doi: 10.1021/ma001555h. Arifin B. 2004. Optimasi kondisi asetilasi selulosa bakteri dari nata de coco [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Auras R, Harte B, Selke S. 2004. An overview of polylactides as packaging materials. Macromol Biol Sci. 4(9):835-64. doi: 10.1002/mabi.200400043. Braun B, Dorgan JR, Hollingsworth LO. 2012. Supra-molecular ecobionanocomposites based on polylactide and cellulosic nanowhiskers: synthesis and properties. Biomacromolecules. 13(7):2013-2019. doi: 10.1021/bm300149w. Carlmark A, Larsson E, Malmström E. 2012. Grafting of cellulose by ringopening polymerisation–A review. Eur Polym J. 48(10):1646-1659. doi: 10.1016/j.eurpolymj.2012.06.013. Chakraborty A, Sain M, Kortschot M. 2006. Reinforcing potential of wood pulpderived microfibres in a PVA matrix. Holzforschung. 60(1):53-58. Goffin AL, Raquez JM, Duquesne E, Siqueira G, Habibi Y, Dufresne A, Dubois P. 2011. From interfacial ring-opening polymerization to melt processing of cellulose nanowhisker-filled polylactide-based nanocomposites. Biomacromolecules. 12(7):2456-2465. doi: 10.1021/bm200581h. Husni DA. 2008. Ikat silang selulosa dengan N,N’-metilendiakrilamida (NBA) sebagai matriks pencangkokan monomer akrilamida (Aam) dan glisidil metakrilat-asam iminodiasetat (GMA-IDA) dengan teknik ozonasi [skripsi]. Depok (ID): Universitas Indonesia.
13 Ifuku S, Nogi M, Abe K, Handa K, Nakatsubo F, Yano H. 2007. Surface modification of bacterial cellulose nanofibers for property enhancement of optically transparent composites: dependence on acetyl-group DS. Biomacromolecules. 8(6):1973-1978. doi:10.1021/bm070113b. Iwatake A, Nogi M, Yano H. 2008. Cellulose nanofiber-reinforced polylactic acid. Compos Sci Technol. 68(9):2103-2106. doi: 10.1016/j.compscitech. 2008.03.006. Kim DY, Nishiyama Y, Kuga S. 2002. Surface acetylation of bacterial cellulose. Cellulose. 9(3/4):361-367. doi: 10.1023/A:1021140726936. Nakagaito AN, Fujimura A, Sakai T, Hama Y, Yano H. 2009. Production of microfibrillated cellulose (MFC)-reinforced polylactic acid (PLA) nanocomposites from sheets obtained by a papermaking-like process. Compos Sci Technol. 69(7/8):1293-1297. doi: 10.1016/j.compscitech. 2009.03.004. Oksman K, Mathew AP, Bondeson D, Kvien I. 2006. Manufacturing process of cellulose whiskers/polylactic acid nanocomposites. Compos Sci Technol. 66(15):2776-2784. doi: 10.1016/j.compscitech.2006.03.002. Oksman K, Skrifvars M, Selin JF. 2003. Natural fibres as reinforcement in polylactic acid (PLA) composites. Compos Sci Technol. 9(63):1317-1324. doi: 10.1016/S0266-3538(03)00103-9. Silverstein M, Basler GC, Morril TC. 2005. Spectrometric Identification of Organic Compounds. Ed ke-7. Toronto (CA): J Wiley. Siqueira G, Bras J, Dufresne A. 2009. Cellulose whiskers versus microfibrils: influence of the nature of the nanoparticle and its surface functionalization on the thermal and mechanical properties of nanocomposite. Biomacromolecules. 10(2):425-432. doi: 10.1021/bm801193d. Suryanegara L, Nakagaito AN, Yano H. 2009. The effect of crystallization of PLA on the thermal and mechanical properties of microfibrillated cellulosereinforced PLA composites. Compos Sci Technol. 7/8(69):1187-1192. doi: 10.1016/j.compscitech.2009.02.022.
14 Lampiran 1 Diagram alir penelitian
• Karakterisasi dengan SEM
Sampel MFC Asetilasi parsial dengan anhidrida asetat (Modifikasi Arifin 2004)
• • • •
Penentuan Kadar Air Penentuan Kadar Asetil Penentuan Derajat Substitusi Identifikasi dengan FTIR
MFC Terasetilasi Parsial (DS = 1)
Kopolimerisasi cangkok menggunakan metode pembukaan cincin monomer laktida dengan bantuan katalis Sn(Oct)2 (Modifikasi Goffin et al. 2011)
• Identifikasi dengan FTIR
Kopolimer MFC-asetat-g-LA Pembuatan komposit kopolimer MFCasetat-g-La dengan PLA (modifikasi Suryanegara et al. 2009)
• Uji dengan DSC • Uji dengan UTM
Komposit PLA/MFCasetat-g-La
15 Lampiran 2 Sampel dan produk yang digunakan dalam penelitian Sampel
PLA murni
MFC murni
MFC-asetat
MFC-asetat-g-La
Komposit PLA/MFC-asetat-g-La
Gambar
16 Lampiran 3 Data penentuan kadar asetil (KA) dan derajat substitusi (DS) No 1 2
Bobot kering (g) Sampel 0.5022 0.5031
Blangko 0.5037 0.5020
Vol. NaOH 0.4645 N (mL) Sampel Blangko 0.9±0.1 0.1±0.1 0.8±0.1 0.1±0.1
Vol. HCl 0.4513 N (mL) Sampel Blangko 8.1±0.1 13.0±0.1 8.2±0.1 13.0±0.1
KA (%)
DS
22.13 21.36
1.0642 1.0174
17 Lampiran 4 Hasil pengujian sifat mekanis menggunakan UTM PLA
PLA/MFC
PLA/MFC-asetat-g-La
Sampel
PLA Murni
PLA-MFC
PLA-MFC-asetat-g-La
Ulangan
Panjang putus (%)
Kuat tarik (MPa)
Mod. elastisitas (GPa)
1
1.0704
14.3553
1.4684
2
0.9870
15.2982
1.6551
3
1.3004
15.1428
1.9510
Rerata
1.1193
14.9321
1.6915
SD
0.1623
0.5055
0.2434
1
1.5514
18.0985
1.9357
2
1.2679
17.3884
1.9229
3
1.0097
17.7414
2.2010
Rerata
1.2763
17.7428
2.0199
SD
0.2710
0.3551
0.1570
1
1.5648
25.0610
2.1245
2
2.1347
28.2501
1.9906
3
1.6221
23.9204
2.0763
Rerata
1.7739
25.7438
2.0638
SD
0.3138
2.2442
0.0678
18
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bekasi pada tanggal 6 April 1991 dari Ibu Nurlaily dan Bapak Bambang Utoro. Penulis merupakan anak pertama dari 2 bersaudara. Penulis menyelesaikan studi di SMA Negeri 1 Bekasi pada tahun 2009 dan pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur SNMPTN pada Program Studi Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam berbagai kegiatan. Dalam bidang akademik, penulis menjadi asisten praktikum mata kuliah Fisika Dasar tahun ajaran 2010/2011. Penulis pun menjadi salah satu penyusun dari karya tulis yang didanai oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) pada tahun 2012 yang berjudul “Green Technology “Mix Chitosalt”: Inovasi Baru Mix Chitosan dan Ammonium Nitrate sebagai Film Polimer Elektrolit Padat Organik untuk Aplikasi Sel Battery Hybrid”. Selain itu, penulis berkesempatan menjalani praktik lapangan (PL) di PT Coca-Cola Amatil Indonesia, Cibitung, dengan judul laporan Analisis Perbandingan 2 Sistem Pengolahan Air: Ultrafiltrasi dan Flokulasi. Penulis juga aktif di berbagai organisasi kemahasiswaan dan pada tahun 2010/2011 berkesempatan menjadi Ketua Umum Ikatan Mahasiswa Kimia (Imasika) IPB. Selama menempuh program sarjana, penulis menerima beasiswa Bantuan Belajar Mahasiswa (BBM) sejak tahun 2011 hingga 2013.