Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 08-09 Oktober 2015 ISBN: 979-587-580-9
Pola Pemasaran Bahan Olah Karet Rakyat Pada Daerah Produksi Harga Rendah di Pronvinsi Sumatera Selatan Marketing Pattern of Farmer’s Rubber Material at Lower Price Product Region in South Sumatra Privince 1
Mirza Antni1*) dan Doni Iskandar2 Staf Pengajar Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Unsri 1 Alumin S1 Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Unsri
ABSTRACT The research’s objetives identified marketing channels and markets structure of farmer’s rubber material at lower price region that was implemented and counted the farmer’s share and seller’s share. Research method that used was survay method and multi stages method was used to sampling villages. Method for farmer samples was used simple random sampling metgod with 90 farmers, whereas for buyers were used sensus method with 8 of whoseller and retailer respectively and one for the crumb rubber factory. The mothod for data analysis was used quantitative descriptive analysis. The research shows that marketing pattern of rubber material from farmers to crumb rubber had three types; retailers, whosellers and crumb rubber factory. Market structur that haven in marketing for rubber material at retailers and whosellers are oligopsony market, beside that for crumb rubber industry is monopsony market. The higher value for farmer’s share is in marketing channel where the farmer sold to whosellers througtly and after that sold its to crumb rubber factory. Key words: marketing type, rubber material, market structure, farmer’s share. ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi saluran pemasaran bahan olah karet di daerah harga rendah, mengidentifikasi struktur pasar yang terjadi pada pemasaran bahan olah karet tersebut dan menghitung farmer’s share yang diterima petani dari pola pemasaran yang terjadi. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survay dengan penentuan desa contoh menggunakan metode multi stage. Penentuan sampel petani dilakukan dengan metode acak sederhana dengan jumlah sampel 60 petani, sedangkan untuk pedagang dilakukan secara sensus yaitu masing-masing delapan pedagang pengumpul dan pedagang besar serta satu pabrik pengolahan. Metode pengolahan data menggunakan analisis deskriptif kuantitatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa pola pemasaran bahan olah karet dari petani ke pabrik pengolahn karet melalui tiga saluran pemasaran dengan lembaga yang terlibat adalah pedagang pengumpul, pedagang besar dan pabrik pengolahan. Struktur pasar yang terbentuk pada pemasaran bahan olah karet ini pada tingkat pedagang pengumpul dan pedagang besar adalah oligopsoni konsentrasi sedang, sedangkan pada pabrik pengolahan adalah monopsoni. Nilai farmer’s share yang paling tinggi yang diterima petani yaitu pada saluran pemasaran dimana petani menjual langsung kepada pedagang besar, kemudian pedagang besar menjual ke pabrik pengolahan. Kata kunci: tipe pemasaran, bahan karet, struktur pasar, pangsa petani.
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 08-09 Oktober 2015 ISBN: 979-587-580-9 PENDAHULUAN Indonesia adalah negara dengan perkebunan karet terluas di dunia dibandingkan produsen utama lainnya yaitu Thailand dan Malaysia. Namun demikian produksi karet Thailand lebih besar dibanding Indonesia. Hal ini disebabkan karena rendahnya produktivitas, terutama perkebunan karet rakyat yang menyumbang 71 persen dari total produksi karet nasional serta karet yang dihasilkan dari perkebunan karet rakyat saat ini masih dijual dalam bentuk slab tebal dengan mutu rendah. produktivitas karet Indonesia hanya 836 kg/hektar/tahun, sedangkan Thailand mencapai 1.600 kg/hektar/tahun (Zahri, 2013). Data gabungan perusahaan karet Indonesia (Gapkindo) tahun 2013 bahwa Indonesia memiliki luas lahan perkebunan karet yang paling luas di dunia, yaitu sekitar 3,492 juta hektar. Luas lahan perkebuan karet tersebut terdiri dari perkebunan rakyat (PR) sekitar 2,963 juta hektar, perkebunan besar karet milik negara (BUMN) sekitar 259 juta hektar, dan perkebunan besar milik swasta sekitar 269 juta hektar. Perkebunan karet rakyat mencapai 85 persen dari total luas perkebunan karet yang ada di Indonesia dan hanya 8 persen pekebunan besar milik negara serta 7 persen perkebunan besar milik swasta (Gapkindo, 2013) Sumatera Selatan merupakan provinsi yang paling pesat peningkatan produksi dibandingkan provinsi lain sebagai penghasil karet alam Indonesia. Berdasarkan sisi produktivitas, Sumatera Selatan juga menunjukkan peningkatan yang cukup tinggi, sekalipun produktivitas yang dihasilkan belum optimal yaitu baru sebesar 1.279 kg/ha/tahun atau 38 persen di atas rata-rata produktivitas nasional. Sumatera Selatan juga merupaka provinsi yang memiliki perkebunan karet terbesar di Indonesia. Perkebunan karet di Sumatera Selatan sebagian besar didominasi oleh perkebunan karet rakyat, yaitu sebesar 90 persen (Direktorat Jendral Perkebunan, 2009). Perkebunan karet di Sumatera Selatan mampu meyerap tenaga kerja 639.700 Kepala Keluarga (KK), yaitu dengan luas lahan 1,3 juta hektar dan jumlah petani karet sebanyak 639.700 Kepala Keluarga (KK). (Dinas Perkebunan Sumsel, 2014). Perkebunan karet di Sumatera Selatan tersebar hampir ke setiap kabupaten/kota. Lahan terluas berada di Kabupaten Musi Rawas yaitu 333.282 hektar dengan produksi 264.178 ton. Kabupaten Muara Enim merupakan daerah terluas kedua dengan luas 220.256 hektar dan produksi sebesar 242.446 ton, kemudian di susul di posisi ketiga Kabupaten Musi Banyuasin dengan luas 178.190 hektar dan produksi sebesar 110.696 ton. Berdasarkan sisi jumlah kepala keluarga yang terlibat dalam kegiatan usahatani karet, terbanyak terdapat di Kabupaten Muara Enim dengan jumlah KK 187.706 petani karet, Kabupaten Musi Rawas terbanyak kedua dengan jumlah KK 109.597 petani karet serta Kabupaten Musi Banyuasin terbanyak ketiga dengan jumlah KK 74.183. Luasnya areal perkebunan karet di Musi Rawas ternyata tidak diikuti dengan harga yang tinggi. Tercatat harga karet di Kabupaten Musi Rawas merupakan terendah keempat setelah Lubuk Linggau, Empat Lawang dan Banyuasin. Harga yang rendah ini kemungkinan besar disebabkan oleh pola pemasaran yang terjadi tidak efisien. Oleh karena itu menarik untuk mengetahui bagaimana pola pemasaran karet di Kabupaten Musi Rawas ini. Berdasarkan permasalah tersebut, maka tulisan ini bertujuan untuk mengidentifikasi saluran pemasaran dan struktur pasar bahan olah karet yang terjadi serta menghitung bagian harga yang diterima petani dan pedagang serta marjin pemasarannya.
BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rawas Ulu Kabupaten Musi Rawas Utara karena merupakan kecamatan yang memiliki luas lahan dan jumlah petani karet terbanyak.
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 08-09 Oktober 2015 ISBN: 979-587-580-9 Kemudian dipilih satu desa di kecamatan ini yang merupakan salah satu desa dengan luas lahan karet dan jumlah petani terbanyak yaitu Desa Surulangun. Sejak tahun 2013 Kecamatan Rawas Ulu termasuk dalam kabupaten hasil pemekaran dari Kabupaten Musi Rawas yaitu Kabupaten Musi Rawas Utara. Pengumpulan data penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2015 sampai Maret 2015. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survey yaitu dengan cara mengadakan pengamatan secara langsung ke lokasi serta melakukan wawancara dengan daftar pertanyaan (kuisioner) kepada petani dan setiap lembaga pemasaran yang terlibat. Metode penarikan contoh yang digunakan adalah metode acak sederhana (simple random sampling) karena berdasarkan dari variabel yang diteliti populasi petani bersifat homogen dari segi komoditi yang diusahakan, jenis tanaman, umur tanaman, luas lahan, pendapatan dan pemasaran. Berdasarkan data dari kantor Kepala Desa Surulangun, jumlah penduduk di desa sebanyak 730 kepala keluarga yang terdiri dari 535 orang yang merupakan petani karet. Jumlah petani yang dipilih sebagai sampel sebanyak 60 petani. Penentuan sampel lembaga pemasaran yang digunakan adalah metode bola salju (snowball sampling), yaitu dengan cara penelusuran berdasarkan sampel petani karet. LaluJumlah responden dan lembaga pemasaran dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini. Tabel 1. Jumlah responden dan lembaga pemasaran bahan olah karet di Kecamatan Rawas Ulu Kabupaten Musi Rawas Utara No Responden Populasi Sampel 1 Petani 535 60 2 Pedagang Pengumpul 8 3 Pedagang Besar 8 4 Pabrik pengolahan karet 1 Total 77 Data yang diperoleh dari lapangan diolah dalam bentuk tabulasi, kemudian dianalisis secara matematis, dan dijelaskan secara deskriptif. Untuk menjawab tujuan pertama yang mengenai saluran pemasaran bahan olah karet, dijelaskan secara deskripitif saluran pemasaran karet dari petani sampai ke pabrik pengolahan karet dengan melalui wawancara dengan terkait dengan menelusuri saluran pemasaran karet di daerah tersebut. Untuk menjawab tujuan kedua, struktur pasar dianalisis secara deskriptif, yaitu dengan pendekatan yang digunakan dengan melihat: 1) jumlah penjual dan pembeli dalam pasar, 2) ada atau tidaknya diferensiasi produk dan 3) besarnya hambatan untuk masuk pasar. Struktur pasar juga dianalisis secara kuantitatif, yaitu menganalisis jumlah dan ukuran lembaga pemasaran dengan menghitung konsentrasi rasio. Konsentrasi ratio adalah ratio antara jumlah komoditi yang dibeli dengan jumlah yang diperdagangkan, yang dinyatakan dalam persen. Secara matematis Hay dan Morris (1991) dalam Yuprin (2009), memformulasikan konsentrasi ratio sebagai berikut: Volume yang dibeli Kr x 100% Volume yang diperdagan gan Berdasarkan tingkat kekuasaan pedagang mempengaruhi pasar, struktur pasar oligopsoni terdiri dari tiga konsentrasi, yaitu oligopsoni konsentrasi rendah, sedang, dan tinggi. Konsentrasi ini dapat ditentukan dengan nilai konsentrasi rasio (Kr) sebagai berikut: 1. Jika satu pedagang memiliki nilai Kr ≥ 95%; pasar monopsoni 2. Jika empat pedagang memiliki nilai Kr < 80%, oligopsoni konsentrasi sedang. 3. Jika empat pedagang memiliki nilai Kr ≥ 80%, oligopsoni konsentrasi tinggi.
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 08-09 Oktober 2015 ISBN: 979-587-580-9 4. Jika delapan pedagang memiliki nilai Kr ≥ 80%, oligopsoni konsentrasi sedang. 5. Jika delapan pedagang memiliki nilai Kr < 80%, oligopsoni konsentrasi rendah Untuk menjawab tujuan ketiga yaitufarmer’s share dan trade’s share, menurut Limbong dan Sitorus (1987) menggunakan rumus : FS
x 100 persen,
TS =
x 100 persen - FS
FS = Farmer’s share (persen) HP = Harga karet di tingkat produsen (Rp/kg) HK = Harga karet di tingkat konsumen (Rp/kg) TS = Trade share (persen) HL = Harga karet di tingkat lembaga pemasaran (Rp/kg) Marjin Pemasaran, Soekartawi (1995) menggunakan rumus : MPi = Hji – Hbi Dimana : Mpi = Marjin pemasaran tingkat pasar ke-i(Rp/kg) Hji = Harga jual karet ke-i (Rp/kg) Hbi = Harga beli karet ke-I (Rp/kg) Biaya pemasaran dapat dirumuskan sebagai berikut: Bpk = T + Tk + S + Rf Dimana : Bpk = Biaya Pemasaran karet (Rp/kg) T = Biaya transportasi (Rp/kg) Tk = Biaya tenaga kerja (Rp/kg) S = Biaya penyimpanan (Rp/kg) Rf = Resiko fisik pemasaran (Rp/kg) Keuntungan Pemasaran: KPi = Mpi– Bpi MPi = Hji – HBi Dimana : KPi = Keuntungan pemasaran karet lembaga pemasaran i (Rp/kg) Dimana :
HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Identifikasi saluran pemasaran Saluran pemasaran bahan olah karet (slab) yang terjadi di Desa Surulangun Kecamatan Rawas Ulu Kabupaten Musi Rawas Utara dapat dilihat pada Gambar 1 berikut. I: 61,7 % II: 21,7 %
Petani Karet
Pedagang Pengumpul/ Tengkulak
Pedagang Besar
Pabrik Pengolahan Karet
III: 16,7 % Gambar 1. Rantai pemasaran bahan olah karet di Desa Surulangun
Berdasarkan Gambar 1, terdapat tiga saluran pemasaran slab di Desa Surulangun yaitu saluran pemasaran I yang dijalani 61,7 persen petani, saluran pemasaran II sebanyak 21,7 persen dan saluran pemasaran III sebanyak 16,7 persen. Pada saluran pemasaran I, petani karet menjual slab kepada pedagang besar yang berada di ibukota Kecamatan Rawas Ulu Kabupaten Musi Rawas Utara. Petani karet menjual bahan olah karet ke pedagang
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 08-09 Oktober 2015 ISBN: 979-587-580-9 besar dengan alasan karena harga jual slab cukup tinggi dibandingkan dengan harga jual ke pedagang pengumpul/tengkulak. Alasan lainnya karena memiliki kekerabatan/keluarga, langganan, tetangga, dan juga tempat meminjam uang. Kebebasan petani karet dalam menjual slab kepada pedagang masih bersifat terbatas dikarenakan hutang uang yang mengharuskan petani menjual ke pedagang besar tersebut. Selanjutnya, pedagang besar menjual slab ke pabrik pengolahan karet. Bahan olah karet yang dibeli dari petani karet dan dijual kepada pabrik pengolahan karet pada saluran ini tidak mengalami proses apapun. Pedagang besar hanya mengumpulkan slab dari seluruh petani karet dalam periode 1 minggu kemudian langsung menjual karet ke pabrik. Saluran pemasaran II yaitu petani karet menjual slab kepada pedagang besar. Saluran pemasaran ini lebih panjang bila dibandingkan dengan saluran I karena melibatkan pedagang pengumpul/tengkulak. Petani karet menjual slab kepada pedagang pengumpul/tengkulak yang berada di Desa Surulangun. Selanjutnya pedagang pengumpul memasarkan slab tersebut ke pedagang besar yang berada di ibukota Kecamatan Rawas Ulu Kabupaten Musi Rawas Utara. Petani karet menjual bahan olah karet ke pedagang pengumpul dengan alasan karena petani meminjam uang/barang dengan pedagang pengumpul, kekerabatan/keluarga, langganan dan tetangga. Pada saluran pemasaran III, petani menjual slab kepada pedagang pengumpul yang berada di Desa Surulangun juga. Selanjutnya pedagang pengumpul memasarkan slab tersebutt ke pabrik pengolahan karet. Petani karet menjual bahan olah karet ke pedagang pengumpul pada saluran pemasaran ini dengan alasan karena petani memiliki kekerabatan/keluarga dengan pedagang pengumpul. Alasan lainnya yaitu langganan, tetangga, meminjam uang/barang dengan pedagang pengumpul. Volume penjualan mengalami penyusutan antara 3-5 persen dari volume pembelian dari petani karet. Hal ini disebabkan bahan olah karet slab tidak langsung dijual pada hari pembelian dari petani karet tetapi disimpan rata-rata 2 hari di kolam penyimpanan serta jarak tempuh pedagang pengumpul ke pabrik pengolahan karet cukup jauh lebih kurang 5 km. Bahan olah karet slab yang dihasilkan umumnya berupa slab tebal (20-30cm) dengan Kadar Karet Kering (KKK) yang dihasilkan petani kurang dari 50 persen. Sistem pemasaran bahan olah karet slab masih didasarkan atas bobot basah, sehingga slab yang diperdagangkan hanya 40-50 persen karet kering, selebihnya air dan kotoran. Apalagi sebelumnya dijual ke pabrik, karet tersebut direndam di kolam dengan harapan penyusunan slab minimal. 2. Struktur pasar bahan olah karet yang terjadi Analisis struktur pasar yang terjadi dalam pemasaran bahan olah karet dianalisa secara kualitatif maupun kuantitatif. Analisa kualitatif dapat dilihat dari jumlah penjual pembeli, diferensiasi produk dan hambatan keluar masuk pasar, sedangkan analisa kuantitatif menggunakan analisa konsentrasi rasio. a. Jumlah Penjual dan Pembeli dalam Pasar Jumlah petani karet yang berperan sebagai penjual bahan olah karet sangat banyak dibandingkan hanya ada beberapa pedagang pengumpul dan pedagang besar yang melakukan aktivitas pemasaran slab dari petani sampai ke pabrik pengolahan karet. Kondisi ini secara tidak langsung akan mempengaruhi tingkat persaingan yang terjadi di pasar dan tingkat konsentrasi ratio. Terdapat 8 pedagang pengumpul/tengkulak dan 8 pedagang besar dan 1 pabrik pengolahan karet yang terkait dengan pemasaran karet di desa studi. Pedagang yang terbatas ini akan membeli slab petani yang banyak dan bersifat individual dan mempengaruhi struktur pasar yang terjadi. Pabrik pengolahan memiliki volume transaksi pembelian bahan olah karet yang tinggi, karena persaingan yang kurang
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 08-09 Oktober 2015 ISBN: 979-587-580-9 ketat dibandingkan persaingan yang terjadi antara pedagang pengumpul dan pedagang besar. Ini menyebabkan pabrik pengolahan karet mempunyai peluang besar untuk mempengaruhi pasar. b. Diferensiasi Produk Tidak ada perubahan bentuk yang dapat menciptakan nilai tambah dari slab yang dilakukan oleh pedagang pengumpul dan pedagang besar dalam pemasaran slab. Bahan olah karet yang dihasilkan petani karet seluruhnya dijual dalam bentuk slab tebal kepada pedagang pengumpul/tengkulak dan pedagang besar. Pedagang pengumpul dan pedagang besar juga menjual bahan olah karet dalam bentuk slab tebal ke pabrik pengolahan karet. Petani tidak melakukan diferensiasi produk karena hanya menghasilkan bahan olah karet dalam bentuk slab dengan alasan proses pengolahan lebih mudah, lebih cepat dan lebih murah dibandingkan memproduksi bahan olah karet bentuk lain. Hal ini juga menjadi salah satu penyebab penetapan harga yang kurang objektif (tidak berdasarkan kualitas). Slab yang dihasilkan petani masih termasuk kualitas rendah karena terkontaminasi dengan kotoran seperti tanah, tatal, kayu, pakaian, batu dan lainnya yang terkandung dalam slab. Pedagang pengumpul dan besar hanya memberikan jasa pengumpulan dan pengangkutan bahan olah karet slab yang dibeli dari petani karet. c. Hambatan Masuk Pasar Hambatan yang dihadapi lembaga pemasaran bahan olah karet di daerah studi untuk masuk pasar adalah hubungan antara petani dengan lembaga pemasaran sudah terjalin dalam waktu yang cukup lama. Hal ini dapat menghambat lembaga pemasaran yang baru untuk masuk pasar. Hubungan ini bukan saja dilandasi pada faktor ekonomi namun juga faktor sosial. Petani dan lembaga pemasaran memiliki hubungan kekeluargaan, langganan dan petani memiliki hutang dengan lembaga pemasaran, baik dalam bentuk barang maupun bentuk uang, sehingga lembaga pemasaran yang baru akan sulit bersaing untuk masuk pasar dengan lembaga pemasaran yang telah ada. Hambatan lain yang terjadi dalam lembaga pemasaran ini yaitu kurangnya pengetahuan mengenai pasar dan persaingan tidak sehat yang terjadi antara pedagang. Lembaga pemasaran yang akan masuk pasar harus mengetahui bahwa harga karet yang terus berubah setiap hari mengikuti harga dunia serta kualitas karet yang dihasilkan petani masih tergolong rendah sehingga lembaga pemasaran yang akan masuk pasar harus bisa mengetahui kondisi tersebut agar tidak mengalami kerugian. Persaingan yang tidak sehat terjadi ketika lembaga pemasaran yang memiliki modal yang besar membeli harga karet dari petani dengan harga yang tinggi sehingga petani karet menjual slab kepada lembaga pemasaran tersebut, menyebabkan lembaga pemasaran yang akan masuk pasar yang memiliki modal yang kecil tidak mampu bersaing.. d. Konsentrasi Ratio Berdasarkan analisa konsentrasi rasio bahwa struktur pasar pada tingkat pedagang pengumpul dan pedagang besar cenderung mengarah pada pasar oligopsoni konsentrasi sedang (Kr > 80%). Hal ini menunjukan pedagang pengumpul dan pedagang besar memiliki kekuasaan yang sedang dalam mempengaruhi pemasaran slab di Kecamatan Rawas Ulu Kabupaten Musi Rawas Utara. Pada tingkat pabrik, hanya satu pabrik pengolahan karet yaitu PT. Kirana Windu, yang berarti nilai Kr ≥ 95 persen yang menunjukan bahwa struktur pasar mengarah pada pasar monopsoni.
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 08-09 Oktober 2015 ISBN: 979-587-580-9 3. Bagian harga yang diterima petani dan pedagang serta marjin pemasaran a. Bagian harga yang diterima petani dan pedagang karet Farmer’s Share atau bagian yang diterima petani merupakan persentase perbandingan harga yang ada di tingkat petani karet dengan harga yang ada di pabrik pengolahan karet sebagai konsumen tingkat akhir. Bagian yang diterima petani karet akan semakin kecil jika terlalu banyak pihak yang terlibat dalam pemasaran slab. Semakin kecil bagian yang diterima petani, menunjukkan bahwa petani karet hanya berperan sebagai penerima harga. Trade share atau bagian yang diterima pedagang merupakan persentase perbandingan harga yang ada di tingkat pedagang karet dengan harga yang ada di pabrik pengolahan karet sebagai konsumen tingkat akhir. Besarnya bagian yang diterima petani dan pedagang karet pada masing- masing saluran pemasaran bahan olah karet di daerah penelitian dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Nilai farmer's share dan trade share pemasaran bahan olah karet di masing-masing saluran pemasaran, 2015 Nilai (%) No Uraian Saluran I Saluran II Saluran III 1 Farmer's share 78,23 73,80 76,12 2 Ts Pedagang Pengumpul 14,76 23,88 3 Ts Pedagang Besar 21,77 11,40 Berdasarkan Tabel 2 bahwa bagian yang diterima petani yang paling besar adalah pada saluran pemasaran I yaitu 78,23 persen, sedangkan bagian yang paling kecil pada saluran II yaitu sebesar 73,8 persen. Ini berarti, dengan melihat bagian yang diterima oleh petani, maka saluran pemasaran I merupakan saluran pemasaran yang paling efisien dalam pemasaran bahan olah karet di daerah studi. Demikian juda dari sisi Trade’s share yang terendah pada saluran pemasaran I yaitu sebesar 21,18 persen, sedangkan tertinggi pada saluran II yaitu sebesar 26,20 persen. Semakin kecil bagian yang diterima pedagang maka saluran pemasaran tersebut akan semakin efisien. Oleh karena itu, dengan melihat Trade share, maka saluran pemasaran I merupakan saluran pemasaran yang paling efisien. b. Marjin Pemasaran Marjin pemasaran adalah selisih harga dari dua tingkat saluran pemasaran yang merupakan selisih antara harga jual dan harga beli. Marjin pemasaran lembaga pemasaran bahan olah karet yang terlibat pada masing-masing saluran pemasaran di daerah studi disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Marjin lembaga pemasaran bahan olah karet pada masing-masing saluran pemasaran, 2015 Harga Marjin Saluran Lembaga Harga beli Jual Pemasaran pemasaran Pemasaran (Rp/Kg) (Rp/Kg) (Rp/Kg) I Pedagang Besar 5.300 6.775 1.475 Pedagang II Pengumpul 5.000 6.000 1.000 Pedagang Besar 6.000 6.775 775 Pedagang III Pengumpul 5.100 6.700 1.600
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 08-09 Oktober 2015 ISBN: 979-587-580-9 Berdasarkan Tabel 3, marjin pemasaran terendah terjadi pada saluran pemasaran I yaitu sebesar Rp.1.475 per kilogram. Hal ini dikarenakan petani langsung menjual slab ke pedagang besar sehingga mengurangi keterlibatan pedagang pengumpul/tengkulak dalam rantai pemasaran tersebut. Marjin pemasaran saluran pemasaran II yaitu sebesar Rp. 1.775 per kilogram, sedangkan saluran III sebesar Rp. 1.600 per kilogram. Saluran pemasaran II merupakan saluran yang marjin pemasarannya paling tinggi dikarenakan pada saluran pemasaran II petani menjual slab ke pedagang pengumpul/tengkulak, pedagang pengumpul menjual ke pedagang besar dan pedagang besar menjual ke pabrik pengolahan karet. Panjangnya rantai pemasaran menyebabkan tingginya marjin pemasarannya.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah: 1. Saluran pemasaran karet di daerah dengan harga bokar rendah memiliki tiga saluran pemasaran, dimana lembaga pemasaran yang terlibat adalah pedagang pengumpul, pedagang besar dan pabrik karet remah (crumb rubber) . 2. Bentuk pasar yang terjadi dalam pemasaran bokar petani di daerah harga karet rendah adalah oligopsoni konsentrasi sedang pada tingkat pedagang pengumpul dan pedagang besar, sedangkan pada pabrik karet remah adalah monopsoni. 3. Farmer’s share terbesar terjadi pada saluran pemasaran I, sedangkan terkecil pada saluran II. Trade’s share pedagang besar terbesar pada saluran pemasaran I dan terkecil pada saluran II. Trade’s share pedagang pengumpul terbesar pada III dan terkecil saluran II 4. Marjin pemasaran terbesar di tingkat pedagang pengumpul adalah saluran pemasaran III, di tingkat pedagang besar yaitu di saluran I. Saran yang dapat diusulkan sehubungan dengan temuan hasil penelitian ini adalah: 1. Sebaiknya petani karet di Kecamatan Rawas Ulu Kabupaten Musi Rawas Utara memasarkan bahan olah karet melalui saluran pemasaran I karena saluran pemasaran I merupakan saluran yang paling efisien. 2. Tingginya biaya penyusutan slab harus dikurangi dengan cara menjual slab dua minggu atau satu bulan satu kali. 3. Sebaiknya petani di daerah Musi Rawas Utara tidak melakukan perendaman slab di kolam karena dapat menurunkan kualitas slab yang akan dijual.
DAFTAR PUSTAKA Dinas Perkebunan. 2014. Statistik Tahun 2013. Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Selatan. Sumatera Selatan. Direktorat Jendral Perkebunan. 2009. Panduan Usahatani PIR Perkebunan Karet. Departemen Perkebunan Dirjenbun, Jakarta. Gapkindo. 2013. Karet Alam Indonesia. http:www.gapkindo.go.id. (Diakses 16 desember 2014). Limbong, W. H dan P. Sitorus.1987. Tataniaga pertanian. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian. IPB, Bagor. Yuprin. 2009. Analisis pemasaran Karet di Kabupaten Kapuas. Tesis S2 (Tidak dipublikasikan) Program Pasca Sarjana Universitas Brawijaya, Malang. Zahri. 2013. Indonesia Potensial Menjadi Produsen Karet. http://nuupysaie.blogspot.com (Diakses 11 desember 2014)