POLA KOMUNIKASI KELUARGA DAN TINGKAT DEPRESI LANSIA DI KELURAHAN PADANG BULAN MEDAN Efitri Novalina Siboro*, Iwan Rusdi ** *Mahasiswa Fakultas Keperawatan USU ** Dosen Departemen Keperawatan Jiwa dan Komunitas Fakultas Keperawatan, Universitas Sumatera Utara Phone: 085760592230 E-mail:
[email protected] Abstrak Dukungan keluarga berupa komunikasi dapat menjadi sistem pendukung keluarga dalam menghadapi depresi. Penerapan pola komunikasi yang baik akan memberikan kontribusi yang baik antara keluarga dan lansia dalam menyelesaikan masalah serta lebih sulit mengalami depresi. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi hubungan pola komunikasi keluarga dengan tingkat depresi lansia di Kelurahan Padang Bulan Medan. Desain penelitian adalah deskriptif korelatif. Populasi dalam penelitian ini lansia usia 60 tahun atau lebih, baik pria maupun wanita, tinggal bersama keluarga dan mengalami depresi. Sampel penelitian berjumlah 35 responden ditentukan dengan metode Purposive sampling. Pengumpulan data dilakukan pada bulan Maret dan April 2012 melalui penyebaran instrumen berupa kuesioner berisi pernyataan dan pertanyaan tentang data demografi, pola komunikasi keluarga dan tingkat depresi lansia. Hasil penelitian dianalisa menggunakan uji korelasi Pearson untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara kedua variabel, kemudian disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Dari hasil analisa hubungan antara kedua variabel tersebut diperoleh nilai α=0,00 yang menunjukkan bahwa korelasi antara pola komunikasi keluarga dengan tingkat depresi lansia bermakna. Nilai koefisien korelasi Pearson atau r=─0,597. Hasil penelitian menunjukkan semakin tinggi komunikasi keluarga fungsional maka semakin rendah depresi yang dialami oleh lansia. Saran terhadap keluarga diharapkan dapat menerapkan pola komunikasi keluarga yang fungsional agar lansia tidak mengalami depresi.
Kata Kunci : Komunikasi Keluarga, Tingkat Depresi, Lansia itu sendiri merupakan suatu proses sosial yang mengakibatkan terjadinya hubungan antara manusia atau interaksi yang dapat menguatkan sikap dan tingkah laku orang lain serta mengubah sikap dan tingkah laku tersebut. Komunikasi sangat penting bagi kedekatan keluarga, mengenal masalah, memberi respon terhadap peranperan non-verbal dan mengenal masalah pada tiap individu. Proses komunikasi yang baik di harapkan dapat membentuk suatu pola komunikasi yang baik dalam keluarga (Suryani, 2006). Dari berbagai tekanan dan masalah yang harus dilalui oleh lansia, idealnya dapat diantisipasi oleh keluarga sesuai dengan fungsi keluarga sebagai tempat dimana anggotanya dapat saling berbagi perhatian dan kasih sayang. Salah satu indikator terlaksananya fungsi keluarga
PENDAHULUAN Pada usia lanjut banyak persoalan hidup yang dihadapi oleh lansia. Akibat dari proses menua sering terjadi masalah seperti krisis ekonomi karena lansia sudah tidak dapat bekerja secara optimal, tidak punya keluarga/sebatang kara, merasa kehilangan teman, tidak adanya teman sebaya yang bisa diajak bicara, merasa tidak berguna, sering marah dan tidak sabaran, kurang mampu berpikir dan berbicara, merasa kehilangan peran dalam keluarga, mudah tersinggung dan merasa tidak berdaya. Kondisi seperti ini dapat memicu terjadinya depresi pada lansia (Tamher & Noorkasiani, 2009). Dukungan keluarga berupa komunikasi sangat diperlukan sebagai salah satu sistem pendukung pada lansia dalam menghadapi depresi. Komunikasi 1
tersebut adalah adanya pola komunikasi yang baik dan efektif di antara anggota keluarga, yang dikenal dengan pola komunikasi fungsional. Di sisi lain, pola komunikasi yang tidak sehat dan tidak berjalan dengan baik dinamakan pola komunikasi disfungsional, dimana salah satu cirinya adalah tidak efektifnya fungsi komunikasi dan adanya pemusatan pada diri sendiri, mengesampingkan kebutuhan, perasaan dan perspektif orang lain (Friedman, 1998). Lansia yang berasal dari keluarga yang memiliki support system yang baik dalam hal mempertahankan dan meningkatkan status mental serta memberikan motivasi berupa komunikasi yang baik akan lebih sulit untuk terkena depresi dibandingkan dengan lansia dengan keluarga yang tidak memiliki support system yang baik dan tidak peduli terhadap urusan masingmasing anggota keluarganya (Maryam,dkk, 2008). Dari gambaran tersebut di atas, dapat dilihat bahwa pola komunikasi keluarga dapat mempengaruhi tingkat depresi lansia. Berdasarkan data dan hasil penelitian sebelumnya yang tercantum di atas, peneliti berminat untuk mengidentifikasi apakah ada hubungan antara pola komunikasi keluarga dengan tingkat depresi lansia di kelurahan Padang Bulan Medan.
2008). Ada tidaknya hubungan antara dua variabel dalam penelitian diuji dengan menggunakan uji korelasi Pearson. Nilai r berkisar antara -1 sampai 1 untuk menunjukkan derajat hubungan antara dua variabel. Nilai 0 menunjukkan tidak ada hubungan linear (Dahlan, 2008). HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Hasil penelitian hubungan pola komunikasi keluarga dengan tingkat depresi lansia di kelurahan Padang Bulan Medan, pada 35 responden. Karakteristik Responden Tabel. 1 Distribusi Frekuensi dan Persentase Karakteristik Responden di Kelurahan Padang Bulan Medan (N=35) Data Frekuensi PersenDemografi tase (%) Responden Usia 60-74 th 23 65,7 75-90 th 11 31,4 90 th > 1 2,9 Jenis Kelamin Laki-laki 7 20,0 Perempuan 28 80,0 Agama Islam 11 31,4 Kristen 24 68,6 Suku Batak 28 80,0 Jawa 7 20,0 Tingkat Pendidikan SD 16 45,7 SMP 4 11,4 SMA 8 22,9 Tidak 7 20,0 Sekolah Pekerjaan Bekeja 9 25,7 Tidak 26 74,3 Bekerja
METODE Penelitian deskriptif korelatif ialah penelitian yang bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan suatu variabel dengan variabel lain. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan pola komunikasi keluarga dengan tingkat depresi lansia di kelurahan Padang Bulan, Medan. Populasi dalam penelitian ini berjumlah 76 orang. Metode pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan cara Purposive sampling. Pengujian normalitas data diuji menggunakan uji Saphiro-Wilk dan diperoleh data yang berdistribusi normal dengan nilai p untuk pola komunikasi keluarga 0,073 dan nilai p untuk tingkat depresi lansia 0,080. Data dikatakan berdistribusi normal bila p>0,05 (Dahlan, 2
Dari hasil penelitian diperoleh hasil bahwa mayoritas responden berusia 60-74 tahun. Mayoritas responden adalah perempuan. Mayoritas responden beragama Kristen. Mayoritas responden adalah suku Batak. Mayoritas responden tingkat pendidikan SD. Mayoritas responden tidak bekerja.
Pola Komunikasi Keluarga Disfungsional Fungsional
Hubungan Pola Komunikasi Keluarga dengan Tingkat Depresi Lansia di Kelurahan Padang Bulan Medan
Skor
Frekuensi
Persentase (%)
14-35
10
28,6
36-56
25
71,4
Hasil penelitian diperoleh data bahwa mayoritas responden memiliki pola komunikasi fungsional yang terjalin dalam keluarga.
Tabel. 2 Hasil Analisa Hubungan antara Pola Komunikasi Keluarga dengan Tingkat Depresi Lansia di kelurahan Padang Bulan Medan (N=35) Varia- Varia R pKetebel 1 -bel value rangan 2 Pola Ting- -0,597 0,00 Korelasi komukat bermaknikasi depre na, kelu-si dengan arga lankorelasi sia negatif dan kekuatan korelasi sedang. P<0,05
Tingkat Depresi Lansia Tabel. 4 Gambaran Tingkat Depresi Lansia di kelurahan Padang Bulan Medan (N=35) Tingkat Skor Freku- Persentase Depresi ensi (%) Lansia Ringan- 6-15 21 60,0 Sedang Berat 16-30 14 40,0 Data yang di peroleh dari hasil penelitian adalah mayoritas responden mengalami depresi ringan-sedang . Pembahasan Berdasarkan hasil yang telah diperoleh, pembahasan dilakukan untuk menjawab pertanyaan penelitian tentang hubungan pola komunikasi keluarga dengan tingkat depresi lansia di kelurahan Padang Bulan Medan.
Hasil analisa pada hubungan antara kedua variabel tersebut diperoleh hasil yang menunjukkan bahwa korelasi antara pola komunikasi keluarga dengan tingkat depresi lansia bermakna. Nilai koefisien korelasi Pearson menunjukkan korelasi negatif dengan kekuatan korelasi sedang. Pada hubungan antara pola komunikasi keluarga dengan tingkat depresi lansia, nilai negatif berarti semakin fungsional komunikasi dalam keluarga lansia maka semakin rendah depresi yang dialami oleh lansia.
Hubungan Antara Pola Komunikasi Keluarga dengan Tingkat Depresi Lansia di Kelurahan Padang Bulan Medan. Hasil analisa statistik dalam penelitian ini adalah bahwa pola komunikasi keluarga yang terdiri atas komponen pola komunikasi keluarga fungsional dan pola komunikasi keluarga disfungsional berhubungan secara negatif dengan kekuatan korelasi sedang terhadap tingkat depresi lansia. Pada hubungan antara pola komunikasi keluarga dengan tingkat depresi lansia, nilai negatif berarti
Pola Komunikasi Keluarga Tabel. 3 Gambaran Pola Komunikasi Keluarga Responden di kelurahan Padang Bulan Medan (N=35)
3
semakin fungsional komunikasi dalam keluarga lansia maka semakin rendah depresi yang dialami oleh lansia. Bila ditinjau dari komponen dalam variabel pola komunikasi keluarga, dimana 25 responden (71,4%) memiliki pola komunikasi keluarga yang fungsional, hasil penelitian ini sejalan dengan Friedman (1998) bahwa dalam keluarga dengan interaksi yang fungsional, sehat dan ideal dapat memenuhi fungsi-fungsi yang umum. Kegiatan yang dapat terjalin dengan dilakukannya pola komunikasi fungsional, memiliki kecenderungan untuk mengalami depresi ringan-sedang. Banyaknya persoalan hidup yang dihadapi oleh lansia pada proses menua dapat meningkatnya sensitivitas emosional seseorang, sering merasa tidak berguna, sering marah dan tidak sabaran, merasa kehilangan peran dalam keluarga, mudah tersinggung, dan merasa tidak berdaya (Tamher & Noorkasiani, 2009). Keluarga merupakan support system utama bagi lansia dalam mempertahankan dan meningkatkan status mental lansia (Maryam, dkk, 2008). Pola komunikasi fungsional dapat menjadi indikator terlaksananya fungsi keluarga untuk mengantisipasi tekanan dan masalah yang harus dihadapi lansia pada proses menua tersebut (Friedman, 1998), agar lansia tidak mengalami depresi berat. Berbeda dengan hasil penelitian Barmawi (2009) terhadap Hubungan Pola Komunikasi Keluarga dengan Tingkat Depresi pada Lanjut Usia di Desa Pabelan Wilayah Kerja Puskesmas Kartasura II yang tujuannya menganalisis hubungan pola komunikasi keluarga dengan tingkat depresi pada lanjut usia. Mengambil sampel sebanyak 35 responden. Diperoleh hasil penelitian tidak ada hubungan yang bermakna atau tidak signifikan antara pola komunikasi keluarga dengan tingkat depresi pada lanjut usia . Hubungan antara pola komunikasi keluarga dengan tingkat depresi lansia tersebut sebenarnya dipengaruhi faktor-faktor seperti usia, jenis kelamin, jenis pekerjaan, tingkat pendidikan, motivasi, dukungan keluarga
dan dukungan sosial (Tamher & Noorkasiani, 2009). Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari sebanyak 23 responden (65,7%) berusia 60-74 tahun, 11 responden (31,4%) berusia 75-90 tahun dan 1 responden (2,9%) berusia 90 tahun ke atas. Dari data di atas diperoleh bahwa lansia mengalami depresi usia 60-74 tahun sebanyak 65,7%. Hal tersebut sesuai dengan pendapat bahwa semakin bertambah usia seseorang, semakin siap pula dalam menerima cobaan, hal ini didukung oleh teori aktivitas yang menyatakan bahwa hubungan antara sistem sosial dengan individu bertahan stabil pada saat individu bergerak dari usia pertengahan menuju usia tua (Cox, 1984 dalam Tamher dan Noorkasiani (2009). Teori ini menekankan bahwa kestabilan sistem kepribadian sebagai individu, bergerak ke arah usia tua. Sebanyak 28 responden (80%) adalah perempuan dan 7 responden (20%) adalah laki-laki. Dari data di atas diperoleh lansia perempuan yang mengalami depresi sebanyak 80%. Hal ini dikarenakan perbedaan gender juga dapat merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi psikologis lansia, sehingga akan berdampak pada bentuk adaptasi yang digunakan. Hal ini sesuai dengan penelitian Fitri (2011) pada subyek lanjut usia di panti werda, proporsi lanjut usia wanita yang mengalami depresi lebih besar daripada proporsi lanjut usia lakilaki yang mengalami depresi. Banyaknya lanjut usia wanita yang mengalami depresi disebabkan oleh perbedaan hormonal, efek-efek dari melahirkan dan perbedaan stressor psikososial. Sebanyak 16 responden (45,7%) tingkat pendidikan SD, 8 responden (22,9%) tingkat pendidikan SMA, 7 responden (20%) tidak sekolah dan 4 responden (11,4%) tingkat pendidikan SMP. Dari data di atas diperoleh hasil lansia yang mengalami depresi tingkat pendidikan SD sebanyak 45,7%. Hal ini sesuai dengan teori Tamher dan Noorkasiani (2009) bahwa tingkat pendidikan juga merupakan hal terpenting dalam menghadapi masalah. Semakin 4
tinggi pendidikan seseorang, semakin banyak pengalaman hidup yang dilaluinya, sehingga akan lebih siap dalam menghadapi masalah yang terjadi. Sebanyak 26 responden (74,3%) tidak bekerja dan 9 responden (25,7%) bekerja. Dari data di atas lansia yang tidak bekerja mengalami depresi sebanyak 74,3%. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Surya (2010) terhadap sindroma depresif pada lanjut usia di Puskesmas Padang Bulan Kota Medan bahwa sindroma depresif paling banyak terjadi pada lanjut usia yang tidak bekerja (69,2%) daripada yang bekerja. Berdasarkan analisa di atas dapat diasumsikan bahwa tingkat depresi lansia memiliki penyebab yang multifaktor selain pola komunikasi keluarga dan mungkin memberi kontribusi bagi tingkat depresi lansia. Namun, dari penelitian ini pola komunikasi keluarga merupakan faktor yang penting yang mempengaruhi tingkat depresi lansia, karena semua hal yang menjadi penyebab lansia mengalami depresi dapat didiskusikan bersama oleh keluarga dan lansia melalui komunikasi dalam keluarga. Hasil analisa statistik dalam penelitian ini bahwa pola komunikasi keluarga yang terdiri atas komponen pola komunikasi keluarga fungsional dan pola komunikasi keluarga disfungsional berhubungan secara negatif dengan kekuatan korelasi sedang terhadap tingkat depresi lansia (r= -0,597). Hasil analisa hubungan tersebut memiliki nilai signifikansi 0,00 (*). Nilai signifikansi dapat diterima, dimana p<0,05. Sehingga dapat disimpulakan bahwa hipotesa penelitian diterima, artinya bahwa pernyataan adanya hubungan pola komunikasi keluarga dengan tingkat depresi lansia di kelurahan Padang Bulan Medan dapat diterima.
berkembang dan terpelihara juga untuk mengenal dan memberi respon terhadap anggota keluarga. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa sebanyak 25 responden (71,4%) memiliki pola komunikasi keluarga yang fungsional. Berarti dapat diasumsikan bahwa dalam keluarga lansia terdapat interaksi yang fungsional, sehat dan idealnya dapat memenuhi fungsi-fungsi yang umum. Interaksi yang fungsional terdapat dalam sistem keluarga terbuka dan mendorong pertumbuhan serta berubah bila kebutuhan muncul. Pola komunikasi keluarga fungsional merupakan support system utama bagi lansia dalam mempertahankan dan meningkatkan status mental lansia (Maryam, dkk, 2008). Tingkat Depresi Lansia Tingkat depresi lansia dalam penelitian ini diukur berdasarkan skala depresi geriatrik Yesavage (1983) dimana instrumennya disusun secara khusus digunakan pada usia lanjut untuk memeriksa depresi dan dikategorikan menjadi depresi ringan-sedang dan depresi berat. Hasil penelitian adalah bahwa sebanyak 21 responden (60%) depresi ringan-sedang dan 14 responden (40%) depresi berat . Dari hasil penelitian adalah bahwa 21 responden (60%) termasuk kategori depresi ringan-sedang. Hasil ini di pengaruhi oleh mekanisme koping pada usia lanjut yaitu faktor-faktor usia, jenis kelamin, jenis pekerjaan, tingkat pendidikan dan dukungan keluarga sesuai dengan teori teori Tamher dan Noorkasiani (2009). Dukungan keluarga dapat berupa komunikasi keluarga. sesuai dengan teori Curran (1983, dalam Friedman, 1998) dimana komunikasi yang sehat adalah komunikasi yang jelas dan kemampuan mendengar satu sama lain.
Pola Komunikasi Keluarga Friedman (1998) mengatakan bahwa interaksi keluarga memiliki pengaruh bagi pola komunikasi keluarga. Menurut Curran (1983, dalam Friedman (1998) pola komunikasi keluarga sangat penting bagi kedekatan hubungan agar
5
Suryani. (2006). Komunikasi Terapeutik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran. EGC.
SIMPULAN DAN SARAN Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa adanya hubungan pola komunikasi keluarga dengan tingkat depresi lansia di kelurahan Padang Bulan Medan. Dalam penelitian ini terdapat adanya hubungan antara pola komunikasi keluarga dengan tingkat depresi lansia, oleh karena itu hasil penelitian ini dapat memberikan suatu informasi mengenai pentingnya komunikasi keluarga yang fungsional dengan lansia. Hasil penelitian ini juga dapat digunakan sebagai masukan bagi perawat untuk meningkatkan mutu pelayanan keperawatan komunitas terutama gerontik.
Tamher, S. & Noorkasiani. (2009). Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan Asuhan Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
DAFTAR PUSTAKA Barmawi, S. R. (2009). Hubungan Pola Komunikasi Keluarga dengan Tingkat Depresi pada Lanjut Usia di Desa Pabelan Wilayah Kerja Puskesmas Kartasura II. Dibuka pada website http://etd.eprints.ums.ac.id/3990. Pada tanggal 29 Oktober 2011. Dahlan, S. (2008). Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan. Edisi 3. Jakarta : Salemba Medika. Fitri, A. (2001). Kejadian dan Tingkat Depresi pasa Lanjut Usia . Dibuka pada website http://eprints.undip.ac.id/32877/1/A yu_Fitri.pdf. Pada tanggal 4 Mei 2012. Friedman, M. (1998). Keperawatan Keluarga . Edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran. EGC. Maryam, S, dkk. (2008). Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba Medika. Surya, M. H. (2010). Sindroma Depresif pada Lanjut Usia di Puskesmas Padang Bulan Kota Medan. Dibuka pada website http://repository.usu.ac.id/handle/12 3456789/17632. Pada tanggal 29 Oktober 2011.
6