POLA KOMUNIKASI ANTARA PEMBINA DAN MUALLAF PADA PROGRAM PEMBINAAN MUALLAF DI MASJID AGUNG SUNDA KELAPA JAKARTA
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Dakwah Dan Ilmu Komunikasi
Oleh : Heldawati (107051001393)
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432 H / 2011 M
POLA KOMUNIKASI ANTARA PEMBINA DAN MUALLAF PADA PROGRAM PEMBINAAN MUALLAF DI MASJID AGUNG SUNDA KELAPA JAKARTA
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Kesarjanaan Sosial Islam (S. Kom. I)
Oleh HELDAWATI NIM. 107051001393
Pembimbing,
RUBIYANAH, M.A NIP. 197308221998032001
JURUSAN KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2011 M / 1432 H
ABSTRAK Heldawati : Pola Komunikasi Antara Pembina Dan Muallaf Pada Program Pembinaan Muallaf Di Masjid Agung Sunda Kelapa Jakarta. Sebagai orang yang baru masuk Islam sangat penting untuk mengetahui dan mempelajari serta memahami agama yang baru dianutnya. Semakin banyak ilmu pengetahuan agama Islam yang diperolehnya maka akan banyak pula manfaat yang akan diraihnya. Oleh sebab itu, para muallaf dapat mengikuti kegiatan pembinaan yang membantu proses memperkenalkan agama Islam sebagai agama rahmatal lil`alamin yakni agama rahmat bagi seluruh alam. Masjid Agung Sunda Kelapa melayani pengislaman sejak tahun 1992 sampai sekarang dan terdapat 16.024 muallaf. Pembinaan muallaf di Masjid Agung Sunda Kelapa adalah salah satu yang bergerak di bidang dakwah dan pendidikan yang mempunyai strategis dalam meningkatkan pemahaman ajaran agama Islam bagi muallaf. Pembinaan berperan dalam membantu muallaf memberikan pengertian lebih dalam tentang Islam yang mereka yakini dan memantapkan keyakinan mereka dengan hati mereka serta sebagai sarana silaturrahmi kepada para muallaf dan yang mau akan mengenal Islam. Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini adalah pertama, untuk mengetahui pola komunikasi antara pembina dan muallaf. Kedua, untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat komunikasi pembinaan muallaf. Sedangkan pertanyaan peneliti adalah pertama, bagaimana pola komunikasi yang digunakan dalam pembinaan muallaf? Kedua, apa saja faktor pendukung dan penghambat komunikasi pada program pembinaan muallaf? Penelitian ini menggunakan metode deskriptif, yaitu memaparkan seluruh data yang diperoleh dari hasil penelitian. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Dengan metode pengumpulan data seperti observasi, wawancara, dan dokumentasi. Dalam hal ini penulis mengadakan observasi langsung ke lapangan dan mewawancarai para muallaf serta mengumpulkan file-file dan buku-buku yang berkaitan dengan penelitian ini guna memperoleh data yang lebih akurat. Dalam proses pembinaan pada muallaf di Masjid Agung Sunda Kelapa, pola roda ini berlaku pada sesi pertama yang merupakan suatu komunikasi tatap muka, di mana pembina memberikan materi kepada muallaf dalam jumlah yang besar, dengan materinya pengertian Islam. Sedangkan pada sesi kedua materinya rukun Islam dan pada sesi ketiga materinya rukun iman, menggunakan pola bintang dimana semua anggota berkomunikasi dengan semua anggota (pembinamuallaf, muallaf-pembina, muallaf-muallaf). Hubungan ini merupakan hubungan paling efektif. Muallaf dapat mengadakan hubungan yang tidak terbatas . pembina dapat mengetahui apakah pelajaran dan bimbingannya dapat dimengerti dan diterima oleh muallaf. Faktor pendukung komunikasi program pembinaan muallaf yakni, dana untuk pembinaan dan sarana disediakan oleh Masjid Agung Sunda Kelapa sehingga program pembinaan tidak dipungut biaya. Faktor penghambat komunikasi program pembinaan muallaf yakni, hambatan waktu, hambatan kerangka berfikir dan hambatan psikologi. i
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah khaliqul baits yang telah menciptakan langit berlapis-lapis, dari sanalah turun hujan dan gerimis. Shalawat berangkaikan salam dan berbuah syafa’at kita hadiahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga dan para sahabatnya serta generasi penerus hingga akhir zaman. Yang dengan_Nya penulis memiliki kesabaran untuk dapat menyelesaikan skripsi ini. Selama penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Doa, perhatian, semangat, dalam bentuk apapun adalah suatu hal yang sangat berharga bagi penulis dalam meraih cita-cita. Dalam kesempatan kali ini, penulis mengucapkan untuaian terima kasih kepada: 1.
Bapak Dr. H. Arief Subhan M.A., selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah memberikan nasihat untuk penulis.
2.
Ketua
dan
sekretaris
Jurusan
Komunikasi
dan
Penyiaran
Islam,
Bapak Drs. Jumroni, M.Si., dan Ibu H. Umi Musyarofah, M.A., atas segala perhatian dan nasihat bagi penulis. 3.
Ibu Rubiyanah, M.A., selaku dosen pembimbing, yang dengan tekun dan sabar dalam memberikan nasihat dan menyempatkan waktu untuk membimbing penulis.
4.
Seluruh staf Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullahdan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, yang telah memberikan pelayanan dan fasilitas buku-buku refrensi.
5.
Seluruh dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, atas kesabaran selama memberikan ilmu yang sangat berharga.
6.
Kedua orangtua tercinta, abatiy Erwadi (almarhum) dan ibunda Wirdawati. Kedua kakak tersayang, Andi Purnama dan Rahmawati. Mereka telah memberikan dukungan dan doa untuk mewujudkan cita-cita untuk penulis. ii
7.
Akhi fillah Budi Ismail yang selalu membimbing dan motivasi penulis.
8.
BAZIS atas pemberian beasiswa unggulan
9.
Ustadz H. Anwar, selaku pembina pada program pembinaan muallaf di Masjid Agung Sunda Kelapa, yang telah memberikan informasi dan pengarahan serta memberikan izin untuk langsung mengikuti program pembinaan muallaf.
10. DR. H. Zaky Mubarak, M.A., selaku prakarsa pembinaan muallaf di Masjid Agung Sunda Kelapa yang atas bimbingan dan pengarahan dalam memberikan informasi untuk penulis. 11. Keluarga besar Masjid Agung Sunda Kelapa, ustadz Heri selaku pengurus Masjid Agung Sunda Kelapa, teman-teman muallaf yang telah memberikan kesempatan dan kemudahan dalam penyelesaian skripsi ini. 12. Keluarga besar Lembaga Dakwah Kampus (LDK) dan Himpunan Qori dan Qori`ah Mahasiswa (HIQMA) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Serta kawankawan KPI A angkatan 2007 atas anugrah yang begitu indah dapat mengenal dan bersama kalian. Semoga Allah SWT meridhoi setiap waktu, langkah dan pengorbanan yang telah dilakukan selama penyelesaian skripsi ini. Amin. Jakarta,
Maret 2011
Heldawati
iii
DAFTAR ISI
ABSTRAK................................................................................................... i KATA PENGANTAR ................................................................................. ii DAFTAR ISI ............................................................................................... iv BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ............................................................. 1 B. Pembatasan dan Perumusan Masalah .......................................... 4 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian.................................................... 5 D. Metodologi Penelitian ................................................................. 6 E. Tinjauan Pustaka ........................................................................ 9 F. Sistematika Penulisan ................................................................. 9 BAB II KAJIAN TEORI A. Ruang Lingkup Komunikasi ....................................................... 12 1. Definisi Komunikasi dan Karakteristik Komunikasi ............... 12 2. Unsur-Unsur dan Bentuk Komunikasi .................................... 18 3. Definisi Pola Komunikasi dan Jenis-Jenis Komunikasi ........... 39
iv
4. Teknik-Teknik Komunikasi .................................................... 42 B. Definisi Pembinaan dan Program Pembinaan serta Metode Pembinaan ................................................................................... 43 C. Definisi Muallaf dan Kedudukan Muallaf Dalam Islam............... 49 BAB III GAMBARAN UMUM MASJID AGUNG SUNDA KELAPA DAN PROGRAM PEMBINAAN MUALLAF A. Sejarah dan Perkembangan Masjid Agung Sunda Kelapa ............ 55 B. Visi dan Misi Masjid Agung Sunda Kelapa ................................. 64 C. Struktur Organisasi Masjid Agung Sunda Kelapa........................ 64 D. Sejarah dan Perkembangan Program Pembinaan Muallaf ............ 65 E. Visi dan Misi Program Pembinaan Muallaf ................................. 66 F. Program Pembinaan Muallaf ....................................................... 67 BAB IV DATA DAN ANALISA DATA A. Pola Komunikasi Antara Pembina dan Muallaf ........................... 68 1. Pola Bintang .......................................................................... 69 2. Pola Roda............................................................................... 72 B. Faktor Pendukung dan Penghambat Komunikasi Pembinaan Muallaf ........................................................................................ 79
v
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ................................................................................ 83 B. Saran .......................................................................................... 85 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 87 DAFTAR LAMPIRAN
vi
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah Sebagai orang yang baru masuk Islam sangat penting untuk mengetahui
dan mempelajari serta memahami agama yang baru dianutnya. Semakin banyak ilmu pengetahuan agama Islam yang diperolehnya, maka akan banyak pula manfaat yang akan diraihnya. Oleh sebab itu, para muallaf dapat mengikuti kegiatan pembinaan yang membantu proses memperkenalkan agama Islam sebagai agama rahmatal lil`alamin yakni agama rahmat bagi seluruh alam. Banyak lembaga-lembaga seperti masjid maupun majelis taklim yang menangani permasalahan muallaf hanya sebatas mengadakan prosesi pengislaman saja tanpa pembinaan muallaf. Pada hal banyak muallaf yang merasa malu atau tidak percaya diri dalam mempelajari agama Islam. Sebagai orang baru pindah agama, dari agama non-Islam menjadi agama Islam, muallaf membutuhkan perhatian, kasih sayang, ajakan, bimbingan dari orang-orang atau lembaga yang perhatian terhadap kondisi tersebut. Oleh karena itu, dibutuhkan lembaga yang khusus menangani masalah tersebut. Masjid Agung Sunda Kelapa melayani pengislaman sejak tahun 1992 sampai sekarang dan terdapat 16.024 muallaf. Pembinaan muallaf di Masjid Agung Sunda Kelapa adalah salah satu yang bergerak di bidang dakwah dan
1
2
pendidikan yang mempunyai peran strategis dalam meningkatkan pemahaman ajaran agama Islam bagi muallaf. Pembinaan berperan dalam membantu muallaf memberikan pengertian lebih dalam tentang Islam yang mereka yakini dan memantapkan keyakinan mereka dengan hati mereka serta sebagai sarana silaturrahmi kepada para muallaf dan yang mau akan mengenal Islam. Pada pembinaan muallaf di Masjid Agung Sunda Kelapa tidak hanya diikuti oleh para muallaf yang dibina, melainkan seseorang yang hatinya bergerak dan ingin mengetahui serta mempelajari agama Islam. Peserta yang bukan muallaf, setelah dibina mereka menjadi muallaf. Pada saat pembinaan berlangsung, pola komunikasi yang terjadi yaitu pertama, pola roda merupakan seseorang berkomunikasi dengan banyak orang. Pola roda ini berlaku pada sesi pertama yang merupakan suatu komunikasi tatap muka, di mana Pembina memberikan materi kepda muallaf dalam jumlah yang besar. Kedua, pola bintang yakni semua anggota berkomunikasi dengan semua anggota,
maksudnya
pembina-muallaf,
muallaf-pembina,
muallaf-muallaf.
Hubungan ini merupakan hubungan yang paling efektif. Muallaf dapat mengadakan hubungan yang tidak terbatas. Pembina dapat mengetahui apakah pelajaran dan bimbingannya dapat dimengerti dan diterima oleh muallaf. Kalau ada hal yang tidak diterima oleh muallaf dapat didiskusikan, sehingg. Pola bintang ini menjelaskan bahwa komunikasi terjadi dua arah dan semua pihak terlibat di dalamnya. Komunikasi yang dilakukan oleh pembina bersifat persuasive dan informatif.
3
Komunikasi di kelompok ini sudah bisa dikatakan efektif karena semua orang terlibat dalam kelas pembinaan dapat menjadi komunikator maupun komunikan, meskipun tetap pembina yang menjadi komunikator utama dalam hal memberikan materi, serta terdapat komunikasi yang bersifat komunikasi verbal yakni pembina menyampaikan pesan dengan lisan dan tulisan. komunikasi nonverbal yakni pembina meyampaikan pesan dengan gerakan tubuh. Serta pembina menggunakan proses komunikasi bermedia yakni komunikasi yang menggunakan saluran atau sarana untuk meneruskan suatu pesan kepada komunikan yang banyak jumlahnya dengan menggunakan media. Komunikasi
yang
digunakan
pembina
terhadap
muallaf
sangat
berpengaruh pada perubahan pandangan dan adanya penambahan pengetahuan tentang keislaman. Interaksi yang berlangsung antara pembina dengan muallaf dalam pelaksanaan pembinaan tentang pengetahuan Islam sangat perlu, dengan berkomunikasi maka pesan yang disampaikan pembina kepada muallaf dapat terealisasikan dengan baik. Serta terjadi interaksi dan pertukaran informasi seperti saling tanya jawab antara pembina dengan muallaf atau sebaliknya. Untuk mengetahui kebutuhan muallaf dalam pembinaan agar lebih optimal, diperlukan strategi dan metode yang baik dengan strategi komunikasi yang efektif, sehingga dapat menjadi daya tertarik sendiri bagi muallaf dalam sistem pembinaan. Hal ini sesuai apa yang diungkapkan Deddy Mulyana, dalam bukunya Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, bahwa komunikasilah yang memungkinkan
individu
membangun
suatu
kerangka
rujukan
dan
menggunakannya sebagai panduan untuk menafsirkan situasi apa pun yang
4
dihadapi. Komunikasi pula yang memungkinkan mempelajari dan menerapkan strategi-strategi adaptif untuk mengatasi situasi-situasi problamatik yang ia masuki.1 Menurut Onong Uchyana Effendy dalam bukunya Dinamika Komunikasi, komunikasi yang efektif adalah komunikasi dalam makna yang distimulasikan serupa atau sama dengan yang dimaksudkan komunikator, pendeknya komunikasi efektif adalah makna bersama.2 Melihat pembinaan muallaf di Masjid Agung Sunda Kelapa memiliki konsep yang berbeda untuk membimbing dan mengajar para muallaf, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dalam penulisan skripsi: “POLA KOMUNIKASI ANTARA PEMBINA DAN MUALLAF PADA PROGRAM PEMBINAAN MUALLAF DI MASJID AGUNG SUNDA KELAPA JAKARTA” B.
Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah Penelitian ini dibatasi hanya pada muallaf yang berikrar pada tahun 2009-2010 berikrar pada agama Islam karena mereka lebih paham mengenai program pembinaan muallaf di Masjid Agung Sunda Kelapa Jakarta. 1
Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007), h. 6 2 Onong Uchyana Effendy, Dinamika Komunikasi, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004), h. 5
5
2. Perumusan Masalah a. Bagaimana pola komunikasi yang digunakan pada program pembinaan muallaf di Masjid Agung Sunda Kelapa Jakarta? b. Apa saja faktor pendukung dan penghambat komunikasi pada program pembinaan muallaf di Masjid Agung Sunda Kelapa Jakarta? C.
Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian a. Untuk mengetahui pola komunikasi yang digunakan pada program pembinaan muallaf di Masjid Agung Sunda Kelapa Jakarta. b. Untuk mengetahui apa saja faktor pendukung dan penghambat pada program
pembinaan muallaf di Masjid Agung Sunda Kelapa
Jakarta. 2. Manfaat Penelitian a. Manfaat Akademis Diharapkan
penelitian
ini
dapat
memperkaya
dan
mengembangkan ilmu pengetahuan yang diterapkan di bidang Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi. Khususnya Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam. Dalam hal pola komunikasi pembinaan muallaf.
6
b. Manfaat Praktis Diharapkan penelitian ini dapat menambah informasi dan wawasan bagi peneliti, pembaca, praktisi dakwah, tokoh masyarakat dan pemikir komunikasi dalam pola komunikasi pembinaan muallaf. D.
Metodologi Penelitian 1. Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu penelitian yang memberikan gambaran secara objektif suatu masalah. Sedangkan metodenya bersifat deskriptif analisis, yaitu memberikan gambaran terhadap subjek dan objek penelitian. Metode ini memungkinkan peneliti untuk menggambarkan secara sistematis dan akurat mengenai pola komunikasi yang ada dalam pembinaan muallaf di Masjid Agung Sunda Jakarta. 2. Objek dan Subjek Penelitian Subjek penelitian adalah pembinaan muallaf di Masjid Agung Sunda Kelapa Jakarta. Sedangkan objek penelitian ini adalah Pembina dan muallaf pada program pembinaan muallaf di Masjid Agung Sunda Kelapa Jakarta.
7
3. Teknik Pengumpulan Data Untuk memperoleh data dari penelitian ini, penulis menggunakan beberapa teknik sebagai berikut: a. Observasi adalah pengamatan dan pencatatan dengan sistematik terhadap fenomena-fenomena yang sedang diselidiki.3 Pengamatan yang dilakukan yakni penulis langsung mendatangi serta ikut dalam pembinaan muallaf, guna memperoleh data yang lebih akurat tentang hal-hal yang menjadi objek penelitian. Waktu penelitian bulan November 2010-bulan Februari 2011. b. Wawancara adalah suatu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara tanya jawab antara penanya dengan responden. 4 Peneliti mengadakan wawancara langsung kepada ustadz Anwar selaku pembina muallaf dan muallaf yang berikrar pada agama Islam tahun 2009-2010 pada program pembinaan muallaf di Masjid Agung Sunda Kelapa Jakarta, guna mendapatkan informasi tentang pola komunikasi yang ada. c. Dokumentasi yakni dalam hal ini dikumpulkan file-file dan dokumendokumen yang berkaitan dengan penelitian ini, guna untuk melengkapi teori yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini dan juga dilakukan melalui buku-buku yang berkaitan dengan penelitian ini. 3
Dedy Mulyana, Metode Penelitian Kualitatif, h. 81
4
Dewa Ketut Sukardi, Bimbingan dan Konseling, (Jakarta: Rineka Cipta, 1998)
8
4.
Teknik Analisa Data Data yang diperoleh melalui pengamatan, observasi dan wawancara
dijadikan sebagai bahan untuk menggambarkan objektifitas dari pembinaan muallaf di Masjid Agung Sunda Kelapa, kemudian diolah menjadi uraian pembahasan. Dokumentasi, sebagai bahan kerangka analisis dalam menimbang dan memperkuat hasil penelitian. Setelah data terkumpul dari hasil observasi, wawancara dan dokumntasi, maka data-data tersebut kemudian diolah menjadi bentuk verbal (kata-kata) sehingga kata-kata tersebut menjadi bermakna dan dapat dipertanggungjawabkan. Analisis
data
merupakan
proses
mengatur
urutan
data
mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori dan satuan dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerjanya. Teknik yang digunakan peneliti adalah analisis deskriptif, dengan jalan ini dari data yang terkumpul, peneliti jabarkan dengan memberikan analisa-analisa berupa paparan yang didapat dari hasil penelitian dan wawancara kebeberapa muallaf berkaitan dengan pola komunikasi yang terjadi selama mengikuti pembinaan muallaf di Masjid Agung Sunda Kelapa Jakarta.
9
5. Tempat Penelitian dan Waktu Penelitian Tempat penelitian di Masjid Agung Sunda Kelapa beralamat Jln. Taman Sunda Kelapa No. 16, Menteng, Jakarta Pusat. Sedangkan waktu penelitian dimulai sejak November 2010 – Februari 2011. E.
Tinjauan Pustaka Penulis meninjau beberapa tulisan, buku dan skripsi yang membahas
tentang pola komunikasi. Dan beberapa skripsi yang penulis temukan diantaranya: 1. Agus Ratina, berjudul pola komunikasi dalam pembinaan akhlak siswa MAN 4 Model Pondok Pinang Jakarta Selatan. 2. Rosalina, berjudul pola komunikasi pada lembaga bimbingan belajar bintang pelajar. 3. Washilatur Rahmi, berjudul bentuk komunikasi pembinaan muallaf di Daarut Tauhid Jakarta. Dari ketiga di atas perbedaannya dengan penulis mengambil judul pola komunikasi antara Pembina dan muallaf pada program pembinaan muallaf di Masji Agung Sunda Kelapa Jakarta. F.
Sistematika Penulisan Penulisan skripsi ini bersifat sistematis, maka penulis membaginya
menjadi lima bab yang pada tiap-tiap babnya terdiri dari sub-sub bab. Adapun sistematikanya adalah sebagai berikut:
10
BAB I PENDAHULUAN Berisi tentang latar belakang masalah, pembatasan masalah dan perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika penelitian. BAB II KAJIAN TEORI Berisi tentang pertama, kajian teori komunikasi, yang terdiri dari definisi komunikasi dan karakteristik komunikasi, unsur-unsur komunikasi dan bentukbentuk komunikasi, definisi pola komunikasi dan jenis-jenis komunikasi, teknikteknik komunikasi. Kedua,
definisi pembinaan dan program pembinaan serta
metode pembinaan. Ketiga, definisi muallaf dan kedudukan muallaf dalam Islam. BAB III GAMBARA UMUM PROGRAM PEMBINAAN MUALLAF DI MASJID AGUNG SUNDA KELAPA JAKARTA Berisi tentang pertama, sejarah dan perkembangan Masjid Agung Sunda Kelapa. Kedua, visi dan misi Masjid Agung Sunda Kelapa. Ketiga,
struktur
organisasi Masjid Agung Sunda Kelapa. Keempat, sejarah dan perkembangan program pembinan muallaf di Masjid Agung Sunda Kelapa Jakarta. Kelima, visi dan misi program pembinaan muallaf di Masjid Agung Sunda Kelapa Jakarta. Keenam, program pembinaan muallaf.
11
BAB IV ANALISA HASIL PENELITIAN Berisi tentang pola komunikasi antara Pembina dan muallaf, faktor pendukung dan penghambat komunikasi pembinaan muallaf. BAB V PENUTUP Berisi kesimpulan dan saran-saran berkaitan dengan program pembinaan muallaf di Masjid Agung Sunda Kelapa Jakarta.
BAB II KAJIAN TEORI
A. Ruang Lingkup Komunikasi 1. Definisi Komunikasi dan Karakteristik Komunikasi a. Definisi Komunikasi Kata istilah “komunikasi” merupakan terjemahan dari bahasa Inggris Communication yang dikembangkan di Amerika Serikat dan komunikasi pun berasal dari unsur persurat kabaran, yakni journalism. Adapun definisi komunikasi dapat dilihat dari dua sudut, yaitu sudut bahasa (etomologi) dan dari sudut istilah (terminologi). Secara etimologis atau bahasa kata komunikasi berasal dari bahasa Latin yaitu communicatio yang berarti sama atau sama makna mengenai suatu hal. Komunikasi akan berlangsung apabila antara komunikan dan komunikator terdapat kesamaan makna mengenai suatu hal yang dikomunikasikan. 1 Dedy Mulyana menjelaskan, kata komunikasi atau communication dalam bahasa Inggris dari kata Latin communis yang berarti sama, communico, communictio, atau communicare yang berarti membuat sama
1
Onong Uchjana Effendy, Dinamika Komunikasi, h. 3-4
12
13
(to make common). Istilah communis adalah istilah yang paling sering disebut sebagai asal-usul kata komunikasi yang merupakan akar kata dari bahasa Latin yang mirip. Komunikasi menyarankan bahwa suatu pikiran, suatu makna, atau suatu pesan dianut secara sama.2 Sedangkan
secara
terminologis
komunikasi
merupakan
proses
menyampaian suatu pernyataan oleh seseorang kepada orang lain.3 Adapun menurut Carl I Hovland, komunikasi adalah proses di mana seorang individu mengoper stimuli (biasanya lambang kata-kata) untuk merubah tingkah laku individu lainnya. 4 William Albiq, komunikasi adalah proses penyampain dan penerimaan lambang-lambang yang mengandung makna diantara individu-individu.5 Everett M. Rogers, komunikasi merupakan proses di mana suatu ide dialihkan dari sumber kepada satu penerima atau lebih dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka. 6 Bila kita fahami dari semua pendapat yang mewakili di atas, maka komunikasi adalah suatu proses di mana seseorang menyampaikan pesannya, baik dengan lambang bahasa maupun dengan isyarat, gambar, gaya, yang antara keduanya sudah terdapat kesamaan makna, sehingga 2
Dedy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, h. 46
3
Onong Uchjana Effendy, Dinamika Komunikasi, h. 4
4
Onong Uchjana Effendy, Dinamika Komunikasi, h. 3
5 Phil. Astris S. Susanto, Komunikasi Dalam Teori dan Praktek, (Bandung: Bina Cipta, 1998), h. 1 6
Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Jakarta: Raja Grafindo, 2007), h. 20
14
keduanya dapat mengerti apa yang sedang dikomunikasikan. Dengan kata lain, jika lambangnya tidak dimengerti oleh salah satu pihak, maka komunikasinya akan tidak lancar dan tidak komunikatif. 7 Komunikasi juga juga berarti upaya yang disengaja serta mempunyai tujuan dan juga menuntut adanya partisipasi dan kerja sama dari para pelaku yang terlibat. Demikian juga komunikasi pada dasarnya merupakan tindakan yang dilakukan dengan menggunakan lambang-lambang, baik berupa kata-kata, angka-angka, tanda-tanda yang lainnya, yang semuanya itu tentu harus ada kesamaan makna dan pengertian. Komunikasi akan berhasil jika orang yang diajak bicara dapat memberi makna sesuai dengan yang diharapkan komunikator. Dengan demikian dalam komunikasi akan timbul empat tindakan bagi setiap pelakunya, yaitu: 1). Membentuk pesan, artinya menciptakan sesuatu idea atau gagasan, yang terjadi dalam benak kepala seseorang melalui proses kerja sistem syaraf. 2).
Menyampaikan, artinya pesan yang telah dibentuk kemudian disampaikan kepada orang lain, baik secara langsung ataupun tidak langsung. Bentuk pesannya dapat berupa pesan-pesan verbal dan non verbal.
7
Roudhonah, Ilmu Komunikasi, (Jakarta: UIN Jakarta Perss, 2007), h. 21
15
3). Menerima, artinya disamping membentuk dan menyampaikan pesan, seseorang akan menerima pesan yang disampaikan oleh orang lain. 4). Mengolah, artinya pesan yang telah diterima, kemudian akan diolah melalui sistem syaraf dan diinterpretasikan. Setelah diinterpretasikan pesan dapat menimbulkan tanggapan atau reaksi dari si orang tersebut. 8 b. Karakteristik Komunikasi Dari beberapa definisi di atas, diperoleh gambaran bahwa pengertian komunikasi memiliki karakteristik, yaitu sebagai berikut: 1). Komunikasi adalah suatu proses. Yakni bahwa “komunikasi merupakan serangkaian tindakan atau peristiwa yang terjadi secara berurutan, serta berkaitan satu sama lainnya dalam kurun waktu tertentu. Sebagai suatu proses, komunikasi tidak statis, tetapi dinamis, dalam arti akan selalu mengalami perubahan dan berlangsung terus menerus. 2). Komunikasi melibatkan beberapa unsur, seperti yang diungkapkan Lasswell, secara eksplisit dan kronologis menjelaskan lima unsur yang terlibat dalam komunikasi, yakni Who, Says What, In Which Channel, To Whom, With What Effect ? Who, yaitu Siapa (pelaku komunikasi pertama yang mempunyai inisiatif sebagai sumber). Says What, yaitu mengatakan apa (isi pesan yang disampaikan baik secara verbal maupun non verbal). In Which Channel, yaitu melalui saluran apa
8
Roudhonah, Ilmu Komunikasi, h. 21-22
16
(media atau alat yang digunakan untuk berkomunikasi). To Whom, yaitu kepada siapa (penerima pesan, yang disebut sebagai receiver atau sasaran komunikasi). Dan With What Effect ? yaitu efek apa (hasil yang terjadi pada penerima akibat komunikasi). Namun, unsurunsur tersebut dapat ditambah dengan yang lainnya sesuai kebutuhan. 3). Komunikasi bersifat transaksional, karena pada dasarnya komunikasi menuntut tindakan memberi dan menerima. Dua tindakan tersebut tentunya perlu dilakukan secara seimbang oleh masing-masing pelaku yang terlibat dalam komunikasi. Pengertian “transaksional” juga menunjuk pada suatu kondisi bahwa keberhasilan komunikasi tidak hanya ditentukan oleh salah satu pihak, tetapi oleh kedua belah pihak yang terlibat dalam komunikasi. Ini berarti bahwa komunikasi akan berhasil apabila kedua belah pihak yang terlibat mempunyai kesepakatan tentang hal-hal yang dikomunikasikan”.9 4).
Komunikasi adalah upaya yang disengaja dan mempunyai tujuan, yakni bahwa komunikasi yang dilakukan seseorang sepenuh berada dalam kondisi mental psikologis yang terkendali dan terkontrol bukan dalam keadaan ‘mimpi’. Disengaja juga maksudnya komunikasi yang dilakukan memang sesuai dengan kemauan dari pelakunya. Dan mempunyai tujuan berarti komunikasi menunjuk pada hasil atau akibat dari komunikasi yang diinginkan.
9
Sasa Djuarja Sendjaja, dkk, Pengantar Komunikasi, (Jakarta: UT, 1999), h. 111
17
5). Komunikasi menuntun adanya partisipasi dan kerja sama dari para pelakunya. Yakni komunikasi akan berlangsung, apabila pihak-pihak yang terlibat komunikasi sama-sama mempunyai perhatian yang sama terhadap topik atau pesan yang dikomunikasikan. Jadi kedua belah pihak harus partisipasi dan kerja sama. 6). Komunikasi bersifat simbolis. Komunikasi yang dilakukan pada dasarnya
menggunakan
lambang-lambang
atau
simbol-simbol.
Lambang yang paling umum digunakan dalam komunikasi antar manusia adalah bahasa verbal dalam bentuk kata-kata, kalimatkalimat, angka-angka dan lain-lain. Dan juga lambang-lambang yang bersifat non verbal, seperti; gerakan tubuh, tangan, kaki dan lain-lain, warna, gambar, pakaian simbolik, signal dan lain-lain. Bersifat simbolik, maksudnya adalah “salah satu kebutuhan pokok manusia yaitu simbolisasi, seperti yang dikatakan Susanne K. Langer, adalah kebutuhan simbolisasi atau penggunaan lambang”. 10 7). Komunikasi menembus faktor ruang dan waktu. Yakni bahwa para peserta yang terlibat dalam komunikasi tidak harus hadir pada waktu serta tempat yang sama, karena adanya berbagai produk teknologi komunikasi, seperti telepon, faksimili, dan lainya. Demikian juga adanya televise, dunia terasa sempit. Apa yang terjadi dibelahan dunia, secara cepat diketahui ditempat lainnya dan tanpa kita pergi ke 10 Hayakawa, “Symbols” dalam Wayne Austin Shrope, Experience In Communication, (New York, Harcourt Brace Jovanovivh, 1974), h. 144
18
suatu tempat, maka kita pun tahu tentang tempat itu. Semuanya karena adanya teknologi yang canggih. 2. Unsur-unsur dan Bentuk Komunikasi a. Unsur-unsur Komunikasi Proses komunikasi merupakan proses penyampaian suatu pesan yang dilakukan
seorang
komunikator
kepada
komunikan.
Pesan
yang
disampaikan komunikator adalah pernyataan sebagai panduan pikiran dan perasaan, dapat berupa ide, informasi, keluhan, keyakinan, imbauan, anjuran dan sebagainya. 11Pernyataan tersebut dibawakan oleh lambang, umumnya bahasa, lambang lain yang sering dipergunakan untuk menyatakan suatu pernyataan ialah gerakan anggota tubuh, gambar, warna dan sebagainya. Dari berbagai pengertian komunikasi di atas, tampak adanya komponen atau unsur-unsur yang mencakup di dalamnya yang merupakan syarat terjadinya komunikasi. Unsur-unsur komunikasi tersebut adalah: 1). Komunikator Komunikator adalah orang yang menyampaikan pesan. Komunikator memiliki fungsi sebagai encoding yakni orang yang memformulasikan pesan atau informasi yang kemudian akan disampaikan kepada orang lain. Komunikator
sebagai
bagian
yang
paling
menentukan
dalam
berkomunikasi dan unutk menjadi seorang komunikator itu harus 11
Onong Uchjana Effendy, Dinamika Komunikasi, h. 6
19
mempunyai persyaratan dalam memberikan komunikasi untuk mencapai tujuan. Sehingga dari persyaratan tersebut mempunyai daya tarik tersendiri komunikan terhadap komunikator. Komunikator sebagai unsur
yang sangat menentukan proses
komunikasi harus punya persyaratan dan menguasai bentuk, model dan strategi komunikasi untuk mencapai tujuannya. Faktor-faktor tersebut akan dapat menimbulkan kepercayaan dan daya tarik komunikan kepada komunikator. Komunikator berfungsi sebagai encoder yakni sebagai orang yang memformulasikan pesan yang kemudian menyampaikan kepada orang lain, orang yang menerima pesan ini adalah komunikasi yang berfungsi sebagai decoder yakni menerjemahkan lambang-lambang pesan ke dalam konteks pengertiannya sendiri.12 Syarat-syarat yang diperlukan oleh komunikator diantaranya: a). Memiliki kredibilitas yang tinggi bagi komunikan. b). Kemampuan berkomunikasi. c). Mempunyai pengertahuan yang luas. d). Sikap.
12 Onong Uchjana Effendy, Kepemimpinan dan Komunikasi, Perss, 1996), h. 59
(Yogyakarta: al-Amin
20
e). Memiliki daya tarik, dalam arti memiliki kemampuan untuk melakukan perubahan sikap atau perubahan pengetahuan pada diri komunikan.13 Dari beberapa syarat dan pengertian komunikator di atas, tentunya seorang komunikator harus dapat memposisikan dirinya sesuai dengan karakter yang dimilikinya. Dalam menghadapi komunikan, seorang komunikator
harus
bersikap
empatik,
artinya
ketika
ia
sedang
berkomunikasi dengan komunikan yang sedang sibuk, bingung, marah, sedih, sakit, dan lain sebagainya maka ia tetap harus menunjukkan sikap empatiknya tersebut. 2). Pesan Pesan adalah keseluruhan dari pada apa yang disampaikan oleh komunikator. Pesan harus mempunyai inti pesan sebagai pengarah di dalam usaha mencoba mengubah sikap dan tingkah laku komunikan. Pesan yaitu pernyataan yang disampaikan oleh komunikator yang didukung oleh lambang. Pada dasarnya pesan yang disampaikan oleh komunikator itu mengarah pada usaha mencoba mempengaruhi atau mengubah sikap dan tingkah laku komunikannya. Penyampaian pesan dapat dilakukan secara lisan atau melalui media. Pesan yang disampaikan komunikator adalah pernyataan sebagai paduan pikiran dan perasaan, dapat beruapa ide, informasi, keluhan, 13
Onong Uchjana Effendy, Kepemimpinan dan Komunikasi, h. 59
21
keyakinan, imbauan, anjuran, dan lain sebagainya. Pesan seharusnya mempunyai inti pesan (tema) sebagai pengarah di dalam usaha mengubah sikap dan tingkah laku komunikan. Pesan dapat disampaikan secara panjang lebar, tetapi perlu diperhatikan dan diarahkan kepada tujuan akhir dari komunikasi. 14 Adapun pesan yang dianggap berhasil disampaikan oleh komunikator harus memenuhi beberapa syarat berikut ini:15 a). Pesan harus direncanakan (dipersiapkan) secara baik serta sesuai dengan kebutuhan pembaca. b). Pesan dapat menggunakan bahasa yang dapat dimengerti kedua belah pihak. c).
Pesan harus menarik minat dan kebutuhan pribadi penerima serta menimbulkan kepuasan. Pendapat lain mengatakan syarat-syarat pesan harus memenuhi:16
a). Umum: berisikan hal-hal umum dan mudah dipahami oleh komunikan atau audiense, bukan soal-soal yang hanya dipahami oleh seorang atau sekelompok tertentu.
14
Onong Uchjana Effendy, Dinamika Komunikasi, h. 6
15
Onong Uchjana Effendy, Dinamika Komunikasi, h. 15
16
Onong Uchjana Effendy, Dinamika Komunikasi, h. 15-16
22
b). Jelas dan gamblang: pesan yang disampaikan tidak samar-samar. Jika mengambil perumpamaan diusahakan contoh yang senyata mungkin, agar tidak ditafsirkan menyimpang dari yang dikehendaki. c). Bahasa yang jelas: sejauh mungkin menggunakan istilah-istilah yang mudah dipahami oleh si penerima atau pendengar. Bahasa yang digunakan jelas dan sederhana yang cocok dengan komunikan, daerah dan kondisi di mana komunikator berkomunikasi. d). Positif: secara kodrati manusia tidak ingin mendengarkan dan melihat hal-hal yang tidak menyenangkan dirinya. Oleh karena itu, setiap pesan agar diusahakan dalam bentuk positif. e). Seimbang: pesan yang disampaikan oleh komunikator pada komunikan dirumuskan sesuai dengan kemampuan komunikan menafsirkan pesan tersebut. Artinya agar komunikan bisa menafsirkan pesan tersebut seperti yang dimaksudkan oleh pengirim pesan, sehingga pesan tidak berubah maknanya. f). Penyesuaian dengan keinginan komunikan: orang-orang yang menjadi sasaran dari komunikasi yang disampaikan oleh komunikator selalu mempunyai keinginan tertentu. Misalnya; pesan yang ditujukan kelompok petani yang buta huruf, haruslah dirumuskan sedemikian rupa, sehingga para petani tersebut mampu menafsirkannya, seperti yang diharapkan oleh pengirim pesan. Untuk itu, maka pengirim pesan harus mengenal situasi dan kondisi sasaran.
23
Ada beberapa bentuk pesan, diantaranya: a). Informatif, adalah memberikan keterangan-keterangan dan kemudian komunikan dapat mengambil kesimpulan sendiri. b). Persuasif, adalah dengan bujukan untuk membangkitkan pengertian dan kesadaran seseorang bahwa apa yang kita sampaikan akan memberikan berupa pendapat atau sikap sehingga ada perubahan, namun perubahan ini adalah kehendak sendiri. c).
Koersif, adalah dengan menggunakan sanksi-sanksi. Bentuknya terkenal dengan agitasi, yakni dengan penekanan-penekanan yang menimbulkan tekanan batin di antara sesamanya dan pada kalangan publik. 17
3). Media Media merupakan sarana atau saluran yang digunakan oleh komunikator untuk menyampaikan pesan atau
informasi kepada
komunikan. Atau sarana yang digunakan untuk memberikan feedback dari komunikan kepada komunikator. Media sendiri merupkan bentuk jamak dari kata medium, yang artinya perantara, penyampai atau penyalur.18 a). Komunikan
17
H.A.W. Widjaja, Komunikasi dan hubungan Masyarakat, (Jakarta: Bumi Aksara, 1997), h. 14 18 Ending Lestari dan Maliki, Komunikasi yang Efektif : Bahan Ajar Diklat Prajabatan Golongan III, (Jakarta: Lembaga Administrasi Negara, 2003), h. 8
24
Komunikan merupakan orang yang menerima pesan. Fungsinya sebagai decoding, yaitu orang yang menginterpretasikan, menerjemahkan dan menganalisis isi pesan yang diterimanya. Jika komunikan dapat memberikan reaksi atau umpan balik, maka akan terjadi komunikasi dua arah. b). Efek Efek komunikasi yang timbul pada diri komunikan bergantung pada tujuan komunikasi yang dilakukan oleh komunikator. Efek merupakan dampak atau hasil sebagai pengaruh dari pesan. Komunikasi dapat dikatakan berhasil apabila sikap dan tingkah laku komunikan sesuai dengan apa yang diharapkan. Hal yang penting dalam komunikasi ialah bagaimana caranya agar suatu pesan yang disampaikan komunikator itu menimbulkan efek atau dampak tertentu pada komunikan. Dampak yang ditimbulkan dapat diklasifikasikan menurut kadarnya, yaitu: a). Dampak kognitif adalah yang timbul pada komunikan yang menyebabkan dia menjadi tahu atau meningkat intelektualitasnya. b). Dampak afektif lebih tinggi kadarnya daripada dampak kognitif. Tujuan komunikator bukan hanya sekedar supaya komunikan tahu, tetapi bergerak hatinya menimbulkan perasaan tertentu, misalnya perasaan iba, terharu, sedih, gembira, marah dan sebagainya.
25
c). Dampak behavioral yang paling tinggi kadarnya, yakni dampak yang timbul pada komunikan dalam bentuk perilaku, tindakan atau kegiatan. 19 b. Bentuk-bentuk Komunikasi Komunikasi dapat digolongkan dalam empat bentuk, yaitu; komunikasi pribadi, komunikasi kelompok, komunikasi massa dan komunikasi medio.20 Maka dari segi sasaranya komunikasi ditujukan atau diarahkan ke dalam: 1). Komunikasi Pribadi (Personal Communication) Komunikasi pribadi, terbagi dua macam, diantaranya: a). Komunikasi Intrapersona Menurut Wilbur Schrarmm, yang dikutip oleh Phil. Astrid S. Susanto, bahwa manusia apabila dihadapi dengan suatu pesan untuk mengambil keputusan menerima ataupun menolaknya akan mengadakan terlebih dahulu suatu ‘komunikasi dengan dirinya’. Khusunya menimbang untung rugi usul yang diajukan oleh komunikator.21
19
Onong Uchjana Effendy, Dinamika Komunikasi, h. 7
20 Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2002), h. 7 21
Phil. Astrid S. Susanto, Komunikasi Dalam Teori dan Praktek, h. 7
26
Komunikasi akan berhasil apabila pikiran disampaikan dengan menggunakan perasaan yang disadari, sebaliknya komunikasi akan gagal jika sewaktu menyampikan pikiran, perasaan tidak terkontrol. b). Komunikasi antarpersona Menurut Onong Uchjana Effendy, komunikasi antarpersona adalah komunikasi antara komunikator dengan seorang komunikan. Komunikasi jenis ini dianggap paling efektif dalam hal mengubah sikap, pendapat, atau perilaku seseorang, karena sifatnya dialogis, berupa percakapan.22 Komunikasi antarpersona dampaknya dapat dirasakan pada waktu itu juga oleh pihak yang terlibat.23 Hubungan antarpersona adalah hubungan yang langsung, keuntungan dari padanya ialah bahwa reaksi atau arus balik dapat diperoleh
segera.
Dalam
hubungan
antarpersona,
proses
komunikasi semakin jelas dan dalam komunikas antarpersona, komunikan dapat memberi arus balik secara langsung kepada komunikator.
22
Onong Uchjana Effendy, Dinamika Komunikasi, h. 23
23 Maria Assumpte Rumanti, Dasar-dasar Publik Relations Teori dan Praktis, (Jakarta: Grasindo, 2002), h. 88
27
2). Komunikasi Kelompok Komunikasi
kelompok
adalah
komunikasi
antara
seseorang
(komunikator) dengan sejumlah orang (komunikan) yang berkumpul bersama-sama dalam bentuk kelompok.24 Komunikasi kelompok terbagi dua, yaitu: a). Komunikasi Kelompok Kecil Komunikasi kelompok kecil adalah kelompok komunikan yang dalam situasi komunikasi terdapat kesempatan untuk memberi tanggapan secara verbal dengan lain perkataan dalam komunikasi kelompok
kecil.
Komunikator
dapat
melakukan
komunikasi
intrapersonal dengan salah satu anggota kelompok.25 Banyak kalangan menilai komunikasi kelompok kecil ini sebagai tipe komunikasi antarpribadi karena; pertama, anggota-anggotanya terlibat dalam suatu proses komunikasi yang berlangsung secara tatap muka. Kedua, pembicaraan berlangsung secara terpotong-potong di mana semua peserta bisa berbicara dalam kedudukan yang sama, dengan kata lain tidak ada pembicara tunggal yang mendominasi situasi. Dan ketiga, sumber dan penerima sulit diidentifikasi, dalam artian semua anggota bisa menjadi sumber dan juga sebagai penerima.
24
Onong Uchjana Effendy, Dimensi-Dimensi Komunikasi, (Bandung: Alumni, 1986), h. 5
25
Onong Uchjana Effendy, Kepemimpinan dan Komunikasi, h. 88
28
Dalam situasi kelompok kecil, seorang komunikator haruslah memperhatikan umpan balik dari komunikan sehingga ia dapat segera mengubah gaya komunikasinya. Karena komunikasi kelompok kecil bersifat tatap muka, maka tanggapan komunikan dapat segera diketahui. b). Komunikasi Kelompok Besar Komunikasi kelompok besar adalah proses komunikasi di mana pesan-pesan disampaikan oleh pembicara dalam situasi tatap muka di depan khalayak yang lebih besar. Komunikasi kelompok besar mempunyai ciri-ciri yaitu; dalam komunikasi ini penyampaian pesan berlangsung secara kontinyu, dapat diidentifikasi siapa yang pembicara dan siapa pendengarnya. Interaksi antara sumber dan penerima sangat terbatas, dan jumlah khalayak
relative
besar.
Sumber
sering
kali
tidak
dapat
mengidentifikasi satu persatu pendengarnya.26 3). Komunikasi Massa Komunikasi massa adalah komunikasi yang ditujukan kepada massa atau komunikasi yang menggunakan media massa, misalnya: pers, radio, film dan televisi.27
26
Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi, h. 34-35
27
H.A.W. Widjaja, Ilmu Komunikasi Pengantar Studi, h. 35
29
Komunikasi massa sangat efisien, karena dapat menjangkau daerah yang luas dan audiensi yang praktis tidak terbatas, namun komunikasi massa kurang effektif dalam pembentukan sifat personal. Komunikasi massa mempunyai ciri-ciri, yaitu; komunikasi massa berlangsung satu arah, komunikator pada komunikasi massa lembaga, pesan pada komunikasi massa bersifat umum, media komunikasi massa menimbulkan keserempakan komunikan, komunikasi massa bersifat heterogen. 28 Komunikasi massa mempunyai beberapa karakteristik, antara lain: a). Pesan komunikasi massa sifatnya, yakni pesan komunikasi sifatnya terbuka untuk semua orang menyangkut kepentingan orang banyak. b). Audience komunikasi massa bersifat heterogen. c). Penyampaian pesan komunikasi massa menimbulkan keserempakan, yakni kontak dengan sejumlah besar penduduk tersebut dalam jarak yang sangat jauh, dan penduduk tersebut satu sama lainnya berada dalam keadaan tempat terpisah. d). Hubungan komunikan dengan komunikator bersifat non pribadi, maksudnya diantara mereka tidak ada saling kenal, karena teknologi dari penyebaran yang massal.
28
Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, h. 22
30
e). Biasanya komunikasi massa berlangsung satu arah. f). Kegiatan komunikasi melalui media massa dilakukan secara terencana, terjadwal dan terorganisir. g). Penyampaian pesan komunikasi massa dilakukan secara berkala. 29 4). Komunikasi Medio Komunikasi medio adalah komunikasi yang maknanya sama dengan media umum, yaitu media yang dapat digunakan oleh segala bentuk komunikasi. Contohnya; surat, telepon, pamphlet, poster, spanduk, brosur, telegraf, telex. 30 a). Komunikasi Verbal Komunikasi verbal adalah komunikasi yang menggunakan simbolsimbol atau kata-kata, baik yang dinyatakan secara lisan maupun secara tulisan.31 Simbol atau pesan verbal adalah semua jenis simbol yang menggunakan satu kata atau lebih. Kemampuan menggunakan komunikasi verbal secara efektif adalah penting bagi Pembina dan muallaf. Dengan adanya komunikasi verbal memungkinkan pengidentifikasian tujuan, pengembangan strategi dan tingkah laku untuk mencapai tujuan. Suatu sistem kode verbal disebut 29
Roudhonah, Ilmu Komunikasi, h. 113-114
30
Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, h.7
31
Arni Muhammad, Komunikasi Organisasi, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), h. 95
31
bahasa. Bahasa dapat didefinisikan sebagai seperangkat simbol, dengan aturan untuk mengkombinasikan simbol-simbol tersebut, yang digunakan dan dipahami suatu komunitas. Bahasa verbal adalah sarana utama untuk menyatakan pikiran, perasaan, dan maksud kita. Bahasa verbal menggunakan kata-kata mempresentasikan berbagai aspek realitas individual kita. Komunikasi verbal dapat dibedakan atas komunikasi lisan dan komunikasi tulisan. Komunikasi lisan dapat didefinisikan sebagai suatu proses seorang pembicara berinteraksi secara lisan dengan pendengar untuk mempengaruhi tingkah laku penerima. Adapun komunikasi tulisan yaitu komunikasi yang disampaikan berupa simbol-simbol. Komunikasi tertulis dapat berupa surat, memo, buku petunjuk, gambar. Sedangkan komunikasi lisan dapat berupa percakapan interpersonal secara tatap muka, dan bisa juga melalui telepon, radio, televisi dan lain-lain. b). Komunikasi Non verbal Komunikasi non verbal adalah penciptaan dan pertukaran pesan dengan
tidak
menggunakan
kata-kata
seperti
komunikasi
yang
menggunakan gerakan tubuh, sikap tubuh, vokal yang bukan kata-kata, kontak mata, ekspresi muka, kedekatan jarak dan sentuhan. Atau dapat juga dikatakan bahwa semua kejadian disekeliling situasi komunikasi yang tidak berhubungan dengan kata-kata yang diucapkan atau dituliskan.
32
Dengan komunikasi nonverbal orang dapat mengekspresikan perasaannya melalui ekspresi wajah dan nada atau kecepatan berbicara. 32 Ada beberapa bentuk komunikasi non verbal, diantaranya: (1). Kinesik, adalah yang berkaitan dengan bahasa tubuh, yang terdiri dari posisi tubuh, orientasi tubuh, penampilan wajah, gambaran tubuh, dan lain-lain. Tampaknya ada perbedaan antara arti dan makna dari gerakan-gerakan tubuh atau anggota tubuh yang ditampilkan tersebut. (2). Okulesik, adalah studi tentang gerakan mata dan posisi mata. (3). Haptik, adalah tentang perabaan atau memperkenankan sejauh mana seseorang memegang atau merangkul orang lain. (4). Proksemik, adalah tentang hubungan antar ruang, antar jarak dan waktu komunikasi. (5). Kronemik, adalah tentang konsep waktu (6). Tampilan, adalah cara bagaimana seseorang menampilkan diri telah cukup menunjukkan atau berkolerasi sangat tinggi dengan evaluasi tentang pribadi (7). Posture, adalah tampilan tubuh waktu sedang berdiri atau duduk
32
Arni Muhammad, Komunikasi Organisasi, h. 130
33
(8). Pesan-pesan para linguistic antar pribadi adalah pesan komunikasi yang merupakan gabungan antar perilaku verbal dan non verbal. 33 Ada tiga fungsi yang diperankan pesan non verbal, yaitu: (1). Sebagai pengganti pesan verbal, seperti aba-aba yang dipakai dalam melaksanakan upacara-upacara, pesta olah raga. (2). Sebagai fungsi memperkuat pesan verbal, contoh selain diucapkan mohon perhatian dan pengertian terhadap persoalan tersebut seraya bersalaman atau menundukkan kepala. (3). Mempunyai tujuan menidakkan kata-kata yang diucapkan, contoh seorang bapak yang memberi komentar terhadap nilai buruk anaknya “kamu ini memang anak yang rajin sekali belajar! Tetapi wajah bapak merah dan menakutkan.” Berlangsungnya komunikasi itu adalah jika antara komunikator dan komunikan mengadakan kesamaan makna atau arti dengan orang yang diajak berkomunikasi. Karena pada hakekatnya adalah membuat komunikator dan komunikan sama-sama sesuai dalam memberi arti lambang yang dikomunikasikan. Sama atau sesuai di sini dalam arti pesan yang sedang dibahas berdua, bukan pada keseluruhan pengalaman atau pengetahuan keduanya.
33 Alo liliweri, Dasar-Dasar Komunikasi Antar Budaya, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h. 34
34
Wilbur Schramm dalam karyanya, “ Communication Research In The United States” menyatakan, bahwa; komunikasi akan berhasil apabila pesan yang disampaikan komunikator cocok dengan frame of reference yakni pengalaman dan pengertian (collection of experience and meanings) yang pernah diperoleh komunikan. 34 Adapun proses pelaksanaan komunikasi, dapat berlangsung secara: (1). Primer, yakni proses penyampaian pikiran dan perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang (simbol) sebagai media, seperti bahasa, isyarat, gambar, warna dan lain-lain. Yang dilakukan secara langsung, tanpa ada media lain atau yang kedua sebagai alat penyampai. Pikiran dan perasaan seseorang baru akan diketahui oleh dan akan ada dampaknya kepada orang lain, apabila ditransmisikan dengan menggunakan media primer tersebut, yakni lambang-lambang.
Lambang
bahasa
yang
paling
banyak
dipergunakan dalam komunikasi, karena hanya bahasalah yang mampu ‘menerjemahkan’ pikiran seseorang yang abstrak sekalipun. Isyarat, gambar dan yang lainnya, memang dapat menerjemahkan pikiran
seseorang,
sehingga
terekspresikan
secara
fisik.
Namun
melambaikan tangan, memainkan jari jemari, atau mengedipkan mata, hanya dapat mengkomunikasikan hal-hal tertentu saja sesuai dengan orang yang mempunyai kesamaan makna. 34
Onong Uchjana Effendy, Dimensi-Dimensi Komunikasi, h. 32
35
Wilbur Schramm menyatakan bahwa komunikasi akan berhasil, apabila pesan yang disampaikan komunikator cocok dengan kerangka acuan (frame of reference), yakni paduan pengalaman dan pengertian yang pernah diperoleh komunikan. Bidang pengalaman merupakan faktor yang paling penting dalam komunikasi. Jika bidang pengalaman komunikator sama dengan bidang pengalaman komunikan, maka komunikasi akan berlangsung lancar. (2). Sekunder, yakni proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah menggunakan lambang sebagai media pertama. Penggunaan media kedua ini, bisa dikarenakan sasarannya berada di tempat yang relatif jauh atau jumlahnya banyak. Media tersebut bisa berupa: surat, telepon, teleks, surat kabar, majalah, radio, TV, dan lain sebagainya.
35
Tujuan dari proses sekunder menurut Edward Safir adalah untuk: (a). Mencapai masyarakat lebih luas, artinya mencapai komunkan yang lebih luas daripada yang dimungkinkan oleh komunikasi langsung. (b). Memungkinkan imitasi lebih banyak orang (secara tidak langsung), yaitu jumlah komunikan lebih luas daripada dalam proses primer. (c). Mengatasi batas-batas komunikasi yang dapat diadakan oleh adanya batas ruang (geografis) dan batas ruang serta waktu. Dengan demikian
35
Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, h. 21
36
maka menurut Safir komunikasi sekunder mengadakan proses primer yang baru, memperbaiki dan mengatasi kekurangan-kekurangan proses primer dan memperbanyak proses komunikasi yang akan terbatas kalau hanya mempergunakan komunikasi langsung. Secara teknis hal ini berarti bahwa: (a). Komunikasi dengan generasi-generasi yang belum dilahirkan sudah dimungkinkan (dokumentasi dalam film pita rekaman, piring hitam dan lain-lain yang dapat dipancarkan melalui media massa waktu siaran). (b).Mengadakan komunikasi dengan daerah-daerah yang geografis berjauhan. (c). Memungkinkan adanya akulturasi. (d). Mengadakan dan memungkinkan integrasi kaum terpelajar, khususnya dalam bidang ilmiyah yang sama dan karenanya membentuk suatu masyarakat ilmiyah.36 Karena media mempunyai kemampuan-kemampuan ini, maka akhirnya media dapat mempunyai akibat yang sangat luas bagi kehidupan manusia, melalui media (dokumentasi), maka kemampuan untuk mengubah melalui komunikasi makin besar. Dan dengan media manusia
36
Phil Astrid S. Susanto, Komunikasi Dalam Teori Dan Praktek, h. 4
37
semakin
merasa
mempunyai
kesempatan
untuk
memperluas
pengetahuannya. Sementara untuk mengukur keberhasilan komunikasi yang dilakukan, maka harus ada arus balik yang diberikan oleh komunikan, yang dalam bahasa Inggris arus balik itu disebut dengan istilah feedback yang diterjemahkan dengan arus balik atau umpan balik atau respon, istilah ini berasal dari teori sibernetika yaitu, suatu cabang dari ilmu teknik mesin yang berhubungan dengan sistem kontrol. Sistem ini mengontrol suatu operasi dengan menggunakan informasi mengenai efek. Dengan
demikian,
kedudukan
feed
back
dalam
komunikasi
mempunyai peranan yang sangat penting, sebab ia menerangkan kepada komunikator bahwa pesannya dapat diterima dan ditanggapi oleh komunikan. Jika tidak diketahui feed backnya maka sulit untuk mengukur, apakah pesan dapat diterima atau tidak dan yang pasti akan terus menimbulkan pertanyaan-pertanyaan yang sulit untuk dijawab. Feed back yang dapat diartikan sebagai respons, umpan balik dan peneguhan adalah pesan dikirim kembali dari penerima ke sumber, memberi tahu sumber tentang reaksi penerima dan memberikan landasan kepada sumber untuk menentukan pelilaku selanjutnya. 37 Adapun feed back ini mempunyai beberapa kategori, yakni:
37
180
Jalaluddin Rahmat, Psikologi Komunikasi, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1985), h.
38
(1). Feed back menurut bentuknya, terbagi dua, yakni: (a). Secara verbal, yaitu sesuatu yang diungkapkan atau dinyatakan dengan secara tertulis atau dengan lisan. (b). Secara non verbal, yaitu sesuatu yang diungkapkan dengan tidak tertulis dan lisan, melainkan dengan isyarat, kode-kode signal dan lain-lain. (2). Feed back menurut macamnya, terbagi dua, yakni: (a). Positif, yaitu sesuatu yang diinginkan oleh komunikator tercapai. (b). Negatif, yaitu sesuatu yang diinginkan oleh komunikator tidak tercapai. (3). Feed back menurut prosesnya, terbagi dua, yakni: (a). Segera (Immediate), yaitu umpan balik yang diberikan secara langsung, tidak hambatan. Dan komunikasinya disebut two way communication. (b). Tertunda (Delayed), yaitu umpan balik yang diberikan tertunda, karena biasanya menggunakan media massa. Dan komunikasinya disebut dengan one way communication. (4). Feed back menurut sumbernya, terbagi dua, yaitu:
39
(a).
Internal, yaitu feed back yang diberikan oleh komunikator sendiri, karena komunikasi belum berjalan atau disampaikan kepada komunikan.
(b). Eksternal, yaitu feed back yang datangnya dari komunikan (lawan bicara komunikator).38 3. Definisi Pola Komunikasi dan Jenis-jenis Komunikasi a. Definisi Pola Komunikasi Sebelum kita mengartikan bentuk dari keseluruhan pengertian dari pola komunikasi maka kita harus memisahkan kedua kata tersebut yaitu kata pola dan komunikasi, dimaksudkan untuk kita memudahkan dalam mengartikan kata pola komunikasi tersebut. Kata pola dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia artinya bentuk atau sistem.39 Pola pada dasarnya adalah sebuah gambaran tentang sebuah proses yang terjadi dalam sebuah kejadian sehingga memudahkan seseorang dalam menganalisa tersebut, dengan tujuan agar dapat meminimalisirkan segala bentuk kekurangan sehingga dapat diperbaiki.
38
Roudhonah, Ilmu Komunikasi, h. 50-51
39 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1996), h.778
40
Kata komunikasi dalam bahasa Inggris communication berasal dari bahasa Latin, communicatus yang berarti “berbagi” atau menjadikan milik bersama.40 Komunikasi secara etimoligi, bahwa istilah komunikasi berasal dari bahasa Inggris communication,
yang berasal dari bahasa Latin
communicatio, yang berarti pemberitahuan atau pertukaran pikiran. Makna hakiki dari communication ini adalah communis, yang berarti sama atau kesamaan arti. 41 Astrid Susanto mengemukakan, perkataan komunikasi berasal dari kata communicare, yang di dalam bahasa Latin mempunyai arti berpartisipasi, atau memberitahukan. Kata communis berarti milik bersama atau berlaku di mana-mana.42 Sedangkan secara terminologi, komunikasi berarti proses penyampaian suatu pertanyaan oleh seseorang kepada orang lain.43 Di mana, komunikasi yang melibatkan sejumlah orang dan seseorang menyatakan sesuatu kepada orang lain. Arni Muhammad memberikan definisi mengenai komunikasi manusia yang lebih komprehensif sebagai berikut: “komunikasi manusia adalah suatu proses melalui mana individu dalam hubungannya, dalam kelompok, dalam organisasi dan dalam masyarakat menciptakan, mengirimkan, dan 40
Sasa Djuarsa Sendjaja,Pengantar Komunikasi, h. 7
41
Onong Uchjana Effendy, Spectrum Komunikasi, (Bandung: Mandar Maju, 1992), h. 4
42
Phil Astrid Susanto, Komunikasi Dalam Teori Dan Praktek, h. 1
43
Onong Uchjana Effendy, Dinamika Komunikasi, h. 4
41
menggunakan informasi untuk mengkoordinasi lingkungannya dan orang lain.44 Dari semua definisi itu, penulis menyimpulkan arti dari pola komunikasi itu merupakan gabungan dua kata antara pola dan komunikasi, sehingga dapat dikatakan sebagai sebuah bentuk penyampaian suatu pesan atau bentuk-bentuk komunikasi yang disampaikan oleh komunikator (pembina) kepada komunikan (muallaf). Dengan demikian dapat dikatakan seseorang yang berkomunikasi berarti dia mengharapkan perubahan pada dirinya, atau mengharapkan orang lain ikut berpartisipasi, mengikuti, bertindak sesuai dengan harapan dan isi pesan yang disampaikan. Sesuai dengan arti komunikasi yaitu sama makna, maka orang yang melakukan kegiatan komunikasi harus mempunyai kesamaan arti, sama-sama mengetahui hal yang sedang dikomunikasikan. Jika tidak demikian, maka kegiatan komunikasi tersebut tidak bisa berjalan dengan baik. b.
Jenis-jenis Pola Komunikasi Menurut H.A.W. Widjaja di dalam bukunya ilmu komunikasi
pengantar studi, ada empat pola komunikasi, yaitu: 1). Pola roda yakni seseorang berkomunikasi pada banyak orang.
44
Arni Muhammad, Komunikasi Organisasi, h. 3
42
2). Pola rantai yakni seseorang berkomunikasi pada seseorang yang lain dan seterusnya. 3). Pola lingkaran yakni hampir sama dengan rantai namun orang terakhir berkomunikasi pula kepada orang pertama. 4). Pola bintang yakni semua anggota berkomunikasi dengan semua anggota.45 4. Teknik-teknik Komunikasi Istilah-istilah teknik berasal dari bahasa Yunani Technikos yang berarti keterampilan.46 Berdasarkan keterampilan berkomunikasi yang dilakukan komunikator, teknik komunikasi diklasifikasikan menjadi: 47 a). Komunikasi informatif adalah memberikan keterangan-keterangan (fakta-fakta), kemudian komunikan mengambil kesimpulan dan keputusan sendiri. Dalam situasi tertentu pesan informatif justru berhasil dari persuasif. b).
Komunikasi
persuasif
adalah
berisikan
bujukan,
yakni
membangkitkan pengertian dan kesadaran manusia bahwa apa yang kita sampaikan akan memberikan perubahan sikap, tetapi perubahan
45
H.A.W. Widjaja, Ilmu Komunikasi Pengantar Studi, h. 32.
46
Dedy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, h. 55
47
H.A.W. Widjaja, Ilmu Komunikasi Pengantar Studi, h. 32.
43
ini adalah atas kehendak sendiri (bukan dipaksakan). Perubahan tersebut diterima atas kesadaran sendiri. c).
Komunikasi koersif adalah dengan menggunakan sanksi-sanksi. Bentuknya terkenal dengan agitasi, yakni dengan penekananpenekanan yang menimbulkan tekanan batin di antara sesamanya dan pada kalangan publik.
d). Hubungan manusia, bila ditinjau dari ilmu komunikasi hubungan manusia itu masuk ke dalam komunikasi antarpersona sebab berlangsung pada umumnya antara dua orang secara dialogis. Dikatakan bahwa hubungan manusiawi itu komunikasi karena bersifat oction oriented, mengandung kegiatan untuk mengubah sikap, pendapat atau perilaku seseorang. B. Definisi Pembinaan dan Program Pembinaan serta Metode Pembinaan 1. Definisi pembinaan Pembinaan menurut bahasa adalah latihan, pendidikan. Secara istilah, pembinaan adalah suatu proses belajar dengan melepaskan hal-hal yang baru yang belum dimiliki, dengan tujuan membantu orang yang menjalaninya, untuk membetulkan dan mengembangkan pengetahuan dan kecakapan yang sudah ada serta mendapatkan pengetahuan dan kecakapan baru untuk mencapai tujuan hidup yang sedang dijalani secara lebih efektif. 48
48
Mangunhardjana, Pembinaan Arti dan Metodenya, (Yogyakarta: Kanisius, 1986), h. 11
44
Pembinaan merupakan program di mana para peserta berkumpul untuk memberi, menerima dan mengolah informasi, pengetahuan dan kecakapan, entah dengan memperkembangkan yang sudah ada dengan menambah yang baru. Pembinaan diikuti oleh sejumlah peserta. Ada tiga fungsi pokok pembinaan, diantaranya: a. Penyampaian informasi dan pengetahuan b. Perubahan dan pengembangan sikap c. Latihan dan pengembangan sikap.49 2. Program Pembinaan Program pembinaan merupakan prosedur yang dijadikan landasan untuk menentukan isi dan urutan acara-acara pembinaan yang akan dilaksanakan.
50
Program pembinaan diantaranya; sasaran, isi, pendekatan, metode pembinaan. a. Sasaran Program Sering terjadi bahwa sasaran, objektif, program pembinaan tidak dirumuskan dengan tegas dan jelas. Hal ini terjadi karena berbagai sebab, antara lain: 1). Pembinaan tidak tahu kepentingan perumusan sasaran program pembinaan, sehingga dia tidak membuat. 49
Mangunhardjana, Pembinaan Arti dan Metodenya, h. 11
50
Mangunhardjana, Pembinaan Arti dan Metodenya, h. 16
45
2). Pembina terlalu yakin diri, sehingga dia tidak merasa perlu untuk membuatnya. 3). Penyelenggara tidak mampu membedakan antara isi dan sasaran program pembinaan. 4). Program pembinaan sudah biasa dijalankan, tahun demi tahun sehingga sudah menjadi tujuan tersendiri dan tidak lagi dipersoalkan sasarannya. Dari berbagai alasan di atas, dalam pembinaan yang tidak mempunyai sasaran yang jelas, mengandung bahaya besar, tidak mempunyai arah dan tujuan yang jelas. Suatu pembinaan sulit dinilai berhasil tidaknya. Oleh karena itu sasaran harus dirumuskan dengan jelas dan tegas. Agar sungguh menjadi sasaran pembinaan, sasaran itu harus ada hubungan dengan minat dan kebutuhan para peserta.51 Dalam penelitian ini, penulis mengambil sasaran pada program pembinaan muallaf di Masjid Agung Sunda Kelapa Jakarta diantaranya; para muallaf dan yang belum muallaf tapi berniat mempelajari agama Islam. b. Isi Program Isi program pembinaan berhubungan dengan sasarannya. Maka bagaimanapun baiknya suatu acara itu sebagai isi program pembinaan 51
Mangunhardjana, Pembinaan Arti dan Metodenya, h. 16
46
yang dipimpinnya, kalau tidak mendukung tercapainya sasaran program, waktu merencanakan isi program, Pembina sebaiknya memperhatikan halhal berikut: 1). Isi dengan sesuai dengan tingkat perkembangan dan pengetahuan para peserta muallaf dan berhubungan dengan pengetahuan dan pengalaman mereka. 2). Isi tidak selalu teoritis, tetapi praktis dalam arti dapat dibahas dan dikembangkan dari berbagai pandangan dan pengalaman para muallaf, serta dapat dipraktekkan dalam hidup nyata. 3). Isi tidak terlalu banyak, tetapi disesuaikan dengan ‘daya tangkap’ para muallaf dan waktu yang tersedia. 52 c. Pendekatan Program Beberapa pendekatan utama dalam program pembinaan, antara lain: 1). Pendekatan Informatif Dengan pendekatan informatif, informative approach, pada dasarnya orang menjalankan program dengan meyampaikan informasi kepada para peserta. Dengan pendekatan informatif biasanya program pembinaan diisi dengan ceramah atau kuliah oleh berbagai pembicara tentang berbagai hal yang dianggap perlu bagi para peserta. Dengan
52
Mangunhardjana, Pembinaan Arti dan Metodenya, h. 16
47
pendekatan itu partisipasi para peserta dalam pembinaan kecil saja. Partisipasi para peserta terbatas pada permintaan penjelasan atau penyampaian pertanyaan mengenai hal yang belum dimengerti benarbenar. 2). Pendekatan Partisipatif Pendekatan partisipatif, participative approach, berlandaskan kepercayaan bahwa para peserta sendiri merupakan sumber pembinaan yang utama. Maka dalam pembinaan, pengetahuan, pengalaman, dan keahlian mereka dimanfaatkan lebih merupakan situasi belajar bersama, di mana pembina dan para peserta belajar satu sama lain. Pendekatan ini banyak melibatkan para peserta, pembina tidak sebagai guru, sebagai koordinator dalam proses belajar, meskipun dia juga wajib memberikan masukan, input, sejauh dibutuhkan oleh tujuan program. 3). Pendekatan Eksperiensial Pendekatan eksperiensial, experiencial approach, berkeyakinan bahwa belajar yang sejati terjadi karena pengalaman pribadi dan langsung. Dalam pendekatan eksperiensial para peserta langsung dilibatkan dalam situasi dan pengalaman dalam bidang yang dijadikan pembinaan. Untuk itu dituntut keahlian tinggi dari pembinaannya. 53
53
Mangunhardjana, Pembinaan Arti dan Metodenya, h. 17
48
d. Metode-metode Pembinaan 1). Metode perkenalan merupakan metode untuk membantu para peserta agar mengenal satu sama lain mengenai pribadi dan latar belakang kehidupan mereka. Dengan tujuan sebagai langkah awal untuk membentuk kekompakkan kelompok. 2). Metode pemasaran merupakan acara pembinaan berupa kegiatan atau permainan yang bertujuan menarik perhatian, membantu untuk sebagai permulaan aktif terlibat pada acara, membantu melepaskan beban mental pada keikutsertaannya dan membantu para peserta terlibat satu sama lain. 3). Metode
informatif
merupakan
metode
yang
menekankan
penyampaian informasi dari Pembina kepada peserta. 4). Metode partisipatif merupakan metode yang dapat melibatkan para peserta, yang termasuk dalam metode ini, antara lain; pernyataan, pengumpulan gagasan, audio visual, diskusi kelompok, kelompok berbincang-bincang, kuis, studi kasus, peragaan peran, dan lainlain. 5). Metode partisipatif-eksperisial merupakan metode-metode ini pada dasarnya menyangkut permainan peran yang menghubungkan langsung para peserta dengan pengalaman, mempergunakan metode yang mendukung. Maka unsur eksperiensalnya tergantung dari keterlibatan peserta pada proses permainan peran yang ada.
49
Metode ini antara lain; pertemuan, latihan stimulasi, demonstrasi dan lain-lain. 6). Metode
eksperisial
kemungkinan
merupakan
metode
yang
memberikan
kepada para peserta untuk ‘belajar’ melaui
pengalaman langsung dan nyata, antara lain; ungkapan, kreatif, berjalan buta, kerja proyek kunjungan kelapangan, lokakarya, tinggal di tempat, dan lain-lain.54 C. Definisi Muallaf dan Kedudukan Muallaf Dalam Islam 1. Definisi Muallaf Ada beberapa pendapat mengenai pengertian muallaf, antara lain: a. Dalam Ensiklopedi Dasar Islam, muallaf adalah seseorang yang semula kafir dan baru memeluk Islam.55 b. Dalam Ensklopedi Hukum Islam, muallaf (Ar.: mu`allaf qalbuh; jamak; mu`allaf qulubuhum = orang yang hatinya dibujuk dan dijinakkan). Orang yang dijinakkan hatinya agar cenderung kepada Islam. 56
54
Mangunhardjana, Pembinaan Arti dan Metodenya, h. 37
55
Ahmad Roestandi, Ensiklopedi Dasar Islam, (Jakarta: PT. Pradaya Paramita, 1993), h.
173 56 Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: PT. Ictiar Baru Van Hoeve, 1997), h. 1187
50
Kata muallaf sendiri berasal dari bahasa Arab yang merupakan maf`ul dari kata alifa yang artinya menjinakkan dan mengasihi. Sehingga kata muallaf dapat diartikan sebagai orang yang dijinakkan atau dikasihi. Seperti tertera dalam firman Allah SAW surat at-Taubah ayat 60:
Artinya: “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orangorang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.” Dalam ayat di atas terdapat kata muallafah qulubuhum yang artinya orangorang yang sedang dibujuk hatinya. Mereka dibujuk adakalanya karena merasa baru memeluk agama Islam dan imannya masih lemah. Maka meraka termasuk golongan yang berhak menerima zakat. Muallaf adalah seseorang yang ditengah dijinakkan hatinya untuk menerima kebenaran agama. Termasuk mereka yang baru menganut Islam. Nabi SAW pernah diprotes oleh beberapa sahabat, sebab Nabi SAW memberikan beberapa
51
bagian dari hasil rampasan perang kepada mereka. Ketika sahabat bertanya, Rasul bersabda; ‘kalau saya dikira tidak adil, maka siapa lagi yang adil itu?”. Entah beberapa lama kemudian, semua orang yang tadinya menerima pemberian Nabi SAW. dan yang masih ‘ragu’ dengan kenabian Muhammad, mereka datang dengan membawa sejumlah warga atau sukunya menyatakan Islam dihadapan Nabi SAW. Maka sahabat-sahabat yang semula bertanyatanya, menjadi lebih mengerti tentang sikap Rasul terhadap orang-orang yang disebut ‘muallaf’ itu.57 Dikalangan Islam, bukan hanya sekedar mereka yang baru pindah ke Islam, tetapi jika mereka sudah mulai ragu dengan kepercayaan yang telah dimiliki, sementara ada tanda-tanda keinginan mereka ke Islam, mereka pun sudah bisa dikategorikan pada ‘muallaf’. Mereka yang demikian itu adalah orang-orang yang tengah menanti ‘hidayah’ sampai kepada ‘taufiq’ dari Allah SAW. 2. Kedudukan Muallaf Dalam Islam Berdasarkan pengertian muallaf yang telah dijelaskan di atas bahwa muallaf adalah orang yang hatinya dijinakkan agar cenderung kepada Islam dan orang yang baru mengetahui dan belum memahami ajaran Islam. Oleh karena itu, mereka berada pada posisi yang membutuhkan pembinaan, bimbingan seputar agama Islam. Pada masa Nabi SAW para muallaf tersebut diposisikan sebagai penerima zakat untuk menjamin kelestarian mereka kepada Islam dengan terus 57
Abujamin Rohman, Ensiklopedi Lintas Agama, (Jakarta: PT. Intermasa), h. 429
52
memberikan pembinaan dan pengajaran tentang agama Islam. Alasan Nabi SAW. memberikan zakat kepada mereka adalah menyatukan hati mereka pada Islam. Oleh karena itu mereka dinamakan al-Muallafah Qulubuhum.58 Pada masa pemerintahan Abu Bakar para muallaf tersebut masih menerima zakat seperti yang dicontohkan Nabi SAW. Hampir semua sahabat Nabi saw adalah muallaf. Mungkin dari golongan assabiqunal awwalun, hanya sedikit saja yang tidak muallaf, sebab mereka masuk Islam dari sebelum dewasa, misal Imam Ali kw, Sayyidah Fathimah r.a., Zaid bin Haritsah r.a, Ummul Mukminin Aisyah r.a. Namun, catatan sejarah tidak menyebut mereka sebagai muallaf. Bahkan hanya sebagian kecil saja orang dari generasi sahabat yang disebut muallaf. Dalam konteks sejarah, maka dapat dilihat bahwa yang disebut muallaf itu biasanya para tawanan perang yang setelah bebas mereka tidak punya komunitas lagi, lalu masuk Islam. Atau tawanan yang memilih membebaskan dirinya dengan masuk Islam. Atau orang yang karena kabilahnya kalah perang, lalu "terpaksa" masuk Islam. Termasuk orang-orang Makkah yang masuk Islam karena pemerintah kotanya menyerah tanpa syarat kepada Rasul saw. Golongan terakhir ini secara khusus dalam sejarah disebut "thulaqa", orang-orang yang dibebaskan dari pembalasan "bala tentara Muhammad" (demikian orang-orang Mekkah menyebut pasukan kaum Muslim) asal mereka masuk Islam atau berlindung di rumah Abu Sufyan. 58
306-307
Syarif Hade Masyah, Hikmah di Balik Hukum Islam, (Jakarta: Mustaqim, 2002), h.
53
Untuk melunakkan hati pada "muallaf" itulah maka kepada mereka diberikan zakat atau bagian dari rampasan perang, untuk "membeli" hati mereka, agar lebih terikat kepada Islam. Pembagian inilah yang konon sempat menyulut kecemburuan sebagian sahabat Anshar, namun akhirnya mereka dapat menerimanya dengan penjelasan Rasulullah saw, "Apakah kalian masih iri bila mereka membawa harta ke rumahnya, sedangkan kalian membawa Rasulullah ke rumah kalian?" Bisa dibilang, tidak satupun dari sahabat-sahabat Muhajirin yang disebut muallaf. Demikian juga kaum Anshar, sepertinya juga tidak disebut muallaf. Disebutkan bahwa pengertian muallaf adalah: "orang kafir yang ada harapan masuk Islam dan orang yang baru masuk Islam yang imannya masih lemah." Kalau ditinjau dari asal katanya, alafun berarti jinak, muallaf dapat bermakna orang yang dijinakkan, makanya dalam terjemah Al Quran ayat diatas biasanya "muallafatu quluubuhum" diartikan "muallaf yang dibujuk hatinya". Namun tidak demikian, pada masa khalifah Umar bin Khatab, beliau memperlakukan ketetapan penghapusan bagian utama para muallaf karena umat Islam telah kokoh dan kuat. Para muallaf tersebut juga telah menyalahgunakan pemberian zakat dengan tidak melakukan syariat dan
54
mengganrungkan kebutuhan hidup dengan zakat sehingga mereka tidak berusaha.59 Pada masa pemerintahan Umar bin Khatab, ada dua orang muallaf dengan menemui Umar yaitu Uyainah bin Hisa dan Aqra` bin Habis meminta hak mereka dengan menunjukkan surat yang telah direkomendasi oleh khalifah Abu Bakar pada masa pemerintahannya. Tetapi Umar merobek surat itu dengan mengatakan: “Allah sudah memperkuat Islam dan tidak memerlukan kalian. Kalian tetap Islam atau hanya pedang yang ada”. Ini adalah suatu ijtihad Umar dalam menerapkan dalam suatu nash al-Qur`an yaitu surat atTaubah ayat 60 yang menunjukkan pembagian zakat kepada muallaf. Umar melihat pada berlakunya tergantung pada keadaan, kepada siapa harus diberlakukan. Jika keperluan itu sudah tidak ada lagi, ketentuan itu pun tidak berlaku, inilah jiwa nas tadi”. Dari penjelasan di atas penulis menarik kesimpulan bahwa muallaf itu orang yang baru pindah agama dari non Islam menjadi Islam. Karena mereka baru memeluk agama Islam, maka mereka berada pada posisi pihak yang sangat membutuhkan pembinaan dan bimbingan tentang agama Islam. Agar mereka dapat mengetahui dan memahami agama Islam untuk kemudian mengamalkan dalam sehari-hari.
59 Haidar Barong, Umar Bin Khatab Dalam Perbincangan, (Jakarta: Yayasan Cipta Persada Indonesia), h. 294
BAB III GAMBARAN UMUM MASJID AGUNG SUNDA KELAPA DAN PROGRAM PEMBINAAN MUALLAF
A.
Sejarah dan Perkembangan Masjid Agung Sunda Kelapa Masjid Agung Sunda Kelapa adalah lembaga yang secara yuridis
keberadaannya di bawah naungan (asset) pemerintahan daerah DKI Jakarta, walikotamadya Jakarta Pusat. Masa kepengurusan Masjid Agung Sunda Kelapa, berlaku selama 5 tahun, yang ditunjuk diangkat dan disyahkan oleh walikotamadya Jakarta Pusat. Masjid Agung Sunda Kelapa diresmikan pada tanggal 31 Maret 1971 oleh gubernur DKI Jakarta, Jend. KKO Ali Sadikin. Luas area Masjid Agung Sunda Kelapa mencapai 10000 m. Masjid Agung Sunda Kelapa mempunyai berbagai bidang di antaranya; bidang keagamaan, bidang sosial, bidang usaha, bidang pendukung operasi, dan kegiatan sosial. Adapun Manajemen Masjid Agung Sunda Kelapa sebagai berikut: 1. Dewan Kehormatan, seperti: a. Walikotamadya Jakarta Pusat, b. H. Try Sutrisno, c. DR. Ing. H. Fauzi Bowo, d. H. Soejana Saleh, 55
56
e. H. Wiyogo Atmodharminto, f. Drs. H. Husein Soeropranoto. 2. Dewan Pakar, seperti: a. Prof. DR. H. M. Quraish Shihab, M.A b. Prof. DR. H. Nasaruddin Umar, M.A c. DR. K.H. Zakky Mubarak, M.A d. DR. K.H. Masyroeri Naim, M.A e. Drs. H. Saifuddin Amsir f. Drs. K.H. Ahmad Nur Alam Bakhtiar 3. Dewan Pengurus, seperti: a. Ketua Umum, b. Wakil Ketua Umum, c. Sekretaris Umum, d. Wakil Sekretaris Umum, e. Bendahara Umum, f. Wakil Bendahara Umum.
57
4. Bidang Keagamaan: Bidang keagamaan adalah suatu bidang yang dipimpin oleh seorang kepala bidang keagamaan, yang bertugas untuk memberikan dukungan dalam: a. Pelaksanaan ibadah mahdhah b. Penyusunan jadwal pengajian atau dakwah c. Penyelenggaraan majelis-majelis taklim d. Penyelenggaraan bimbingan ibadah haji dan umrah e. Pengumpulan dana zakat, infaq, shadaqah dari jama`ah f. Pengislaman dan bimbingan muallaf g. Konsultasi agama h. Eksplorasi materi pengajian, yang diberikan kepada jama`ah secara gartis 5. Bidang Sosial: Bidang sosial adalah suatu bidang yang dipimpin oleh seorang kepala bidang sosial, bertugas untuk memberikan dukungan dalam: a. Pembinaan terhadap individu, dengan menyelenggarakan beasiswa dan bantuan biaya sekolah (pendidikan) terhadap anak-anak yatim dan piatu, miskin dan kaum dhu`afa.
58
b. Pembinaan terhadap institusi, kepada masjid, mushollah, pesantren, madrasah, bencana alam, dan lain-lain. c. Pembinaan kegiatan Remaja Islam Masjid Agung Sunda Kelapa (RISKA). d. Rumah sehat untuk kaum dhu`afa. e. Konsultas kesehatan cuma-cuma untuk jama`ah. f. Konsultasi pencegahan penyalahgunaan narkoba. 6. Kegiatan Sosial: a. Pelayanan Kesehatan: 1). Pelayanan kepada jama`ah dengan cuma-cuma, dibantu oleh beberapa orang dokter dan perawat. 2). Tim dokter berkiprah sosial, melayani pasien dengan cuma-cuma dalam rangka ibadah. 3). Waktu pelayanan: (a). Hari jum`at ba`da sholat jum`at (b). Ahad, ba`da kuliah dhuha b. Pemulasaraan Jenazah: 1). Memilki 2 unit ambulance
59
2). Mempunyai 2 tim (1 tim laki-laki dan 1 tim perempuan) untuk pelayanan 3). Melayani jama`ah beserta keluarga dan masyarakat umum c. Konsultasi Agama, Keluarga, dan Narkoba: 1). Masalah agama dan keluarga 2). Masalah narkoba, dikaitkan dengan keagamaan (Masjid Agung Sunda Kelapa adalah Pilot Project Community Based Unit atau CBU Badan Narkotika Nasional ) d. Rumah Sehat: 1). Kerjasama dengan dompet dhu`afa Republika 2). Pasien adalah orang dhu`afa 7. Kegiatan Keagamaan: a. Kuliah dhuha, ahad pukul 06.30-08.30 dimulai dengan tadarus b. Pengajian ba`da maghrib (senin sampai dengan kamis) pukul 17.3020.30 yang diawali tadarus bersama: 1). Tafsir Al-Misbah, oleh Prof. DR. H. M. Quraish Shihab, M.A 2). Tasawuf, oleh Prof. DR. H. Nasaruddin Umar, M.A 3). Khusnul Khatimah, oleh Prof. DR. H. Nasaruddin Umar, M.A
60
4). Perbandingan Madzhab, oleh Prof. DR. K.H. Umar Shihab, M.A 5). Tauhid, oleh Prof. DR. H. Hamdani Anwar, M.A 6). Hadits, oleh Prof. DR. K.H. Mustafa Ali Yaqub, M.A 7). Sejarah Peradaban Islam, oleh Prof. DR. K.H. Said Agil Siradji, M.A 8). Fiqih, oleh DR. K.H. Masyhoeri M. Naim, M.A 9). Issue Islam Kontemporer, oleh Prof. DR. H. Azyumardi Azra, M.A 10). Tafsir QS. Yasin, oleh Drs. K.H. Umay Dja`far S. Shiddieq, M.A 11). Tajwid Al-Qur`an, oleh Drs. H. Fathurin Zen, S.H, M. SI 12). Pendidikan Anak Usia Dini, oleh Hj. Neno Warisman 13). Konsultasi agama dan keluarga, setiap hari dan jam kerja 14). Pengislaman, rata-rata 10-15 orang setiap pekan 15). Menyalurkan da`i yang tegabung dalam bidang agama untuk mengisi kegiatan khatib jum`at, dakwah, dan lain-lain di berbagai masjid, instansi pemerintah maupun swasta. 16). Dialog rutin antara pengurus atau khatib dengan jama`ah (tiap hari jum`at minggu pertama setiap bulan). 17). Sholat tasbih, setiap jum`at pertama di awal bulan. 18). Sholat taubat
61
19). Penerbitan bulletin jum`at “titian dakwah”. Bulletin terdiri atas transkip khutbah jum`at di Masjid Agung Sunda Kelapa. 20). Penerimaan zakat 21). Pemberian buku eksplorasi pengajian kepada jama`ah secara gratis 22). Sholat `Idul Fitri dan `Idul Adha 23). Pemotongan hewan qurban 24). Wisata ruhani di luar masjid (tafakur alam) dalam waktu tertentu 25). Tadarus Ramadhan 26). I`tikaf: 1). Bulanan, setiap sabtu-ahad awal bulan 2). Tahun baru masehi 3). Tahun baru Islam 4). Peringatan Hari Besar Islam (PHBI) 27). Buka puasa sunnah setiap senin dan kamis, gratis untuk jama`ah 8. Pendidikan Islam Sunda Kelapa (PISKA): a. Pendidikan rutin PISKA, diantaranya adalah: b. TKA Play Group untuk usia 4-5 tahun (TK) c. TPA usia 6-12 tahun (kelas 1-6 SD)
62
d. TQA usia 13-15 tahun (kelas 1-3 SLTP) e. Kegiatan belajar mengajar (pendidikan) dilaksanakan mulai hari senin sampai dengan hari jum`at pukul 15.00 sampai dengan 16.45 9. Pembinaan Anak Asuh Sunda Kelapa (PASKA): a. Jumlah anak didik yang terdaftar di PASKA adalah 200 orang (80 lakilaki dan 120 perempuan) dengan kisaran usia antara 6 sampai dengan 18 tahun (SD, SLTP, SLTA mapun yang sudah lulus SLTA). b. Adapun anak asuh yang mendapatkan fasilitas beasiswa sekolah berjumlah 60 orang dengan ketentuan anak tersebut harus berprestasi dan berasal dari keluarga kurang mampu atau putus sekolah. c. Kegiatan-kegiatan: 1). Pengajian rutin mingguan, dilaksanakan setiap hari ahad 2). Pesantren kilat Ramadhan 3). Studi tour (tafakur alam) 4). Khitanan missal 5). Pengajian orang tua (dari anak asuh) diselenggarakan setiap bulan 6). Home visit (kunjungan ke rumah anak didik) dilakukan setia bulan.
63
10. Remaja Islam Masjid Agung Sunda Kelapa (RISKA): a. Studi Dasar Terpadu Nilai Islam (SDTNI), setiap sabtu pukul 16.00 sampai dengan sholat Isya. b. Studi Dasar Islam Siswa (SDIS), setiap ahad pukul 10.00 sampai dengan sholat Dzuhur. c. Studi Lanjutan Terpadu Nilai Islam (SLTNI), setiap ahad pukul 10.00 sampai dengan sholat Dzuhur. d. Bimbingan Membaca Al-Qur`an (BMAQ), setiap ahad pukul 10.00 sampai dengan sholat Dzuhur. e. Pendidikan Keputrian, setiap ahad pukul 13.00-16.00 f. Pelatihan Kesenian, setiap ahad, jenis kegiatan; musik, theater, puisi g. Pelatihan dasar fotografi, setiap ahad h. Pendidikan jurnalis i. Adik Asuh RISKA j. Pengajian Akhir Pekan RISKA, setiap jum`at malam ba`da maghrib pukul 18.30-20.30 diawali dengan tadarus jama`ah
64
B.
Visi dan Misi Masjid Agung Sunda Kelapa 1. Visi Masjid Agung Sunda Kelapa yaitu menjadikan masjid sebagai tempat ibadah mahdhah dan sarana penguatan ummat dalam berbagai lapangan kehidupan. 2. Misi Masjid Agung Sunda Kelapa yaitu menyelenggarakan kegiatan ibadah
mahdhah,
baik
yang
rutin
maupun
yang
insidentil,
menyelenggarakan kegiatan dakwah diberbagai lapangan (lisan, tulisan, audio, video dan internet), menyelenggarakan pengajian, pelatihan
dan
kursus-kursus
diberbagai
kalangan
dan
level,
menyelenggarakan kegiatan ekonomi untuk meningkatkan ta`mir dan pelayanan jama`ah seperti, kegiatan haji dan umrah, koperasi, ZIS, dan penyewaan gedung serta pelayanan pemulasaraan jenazah. C.
Struktur Organisasi Masjid Agung Sunda Kelapa Jakarta
65
D.
Sejarah dan Perkembangan Program Pembinaan Muallaf Masjid Agung Sunda Kelapa diresmikan pada tanggal 31 Maret 1971
berkembang dengan berbagai kegiatan taklim. Ada seseorang yang ingin mendapatkan bimbingan tentang Islam dan pengurus Masjid Agung Sunda Kelapa siap melayani orang tersebut. Dan perkembangan demi perkembangan, Masjid Agung Sunda Kelapa membuka untuk siapa saja yang ingin masuk Islam sekaligus membuka program pembinaan muallaf dan tidak dipungut biaya sekaligus mendapatkan sertifikat dari pihak Masjid Agung Sunda Kelapa. Masjid Agung Sunda Kelapa melayani pengislaman sekaligus membuka program pembinaan mualaf sejak tahun 1992 sampai sekarang dan terdapat 16.024 muallaf. Pembinaan muallaf Masjid Agung Sunda Kelapa adalah salah satu yang bergerak di bidang dakwah yang mempunyai peran strategis dalam meningkatkan pemahaman ajaran agama Islam bagi muallaf. Pembinaan berperan dalam membantu muallaf memberikan pengertian lebih dalam tentang Islam yang mereka yakini dan memantapkan keyakinan mereka dengan hati mereka serta sebagai sarana silaturrahmi kepada para muallaf dan yang mau akan mengenal Islam. Di Masjid Agung Sunda Kelapa khususnya, pembinaan dilakukan dengan memberikan empat materi, yaitu Pertama, Study Dasar Islam yang dilaksanakan setiap hari minggu pukul 09.00-18.00 dan diisi oleh H. Anwar Sujana S.Ag, Kedua, Fiqhih Ibadah yang dilaksanakan setiap hari senin pukul 09.30-11.00 dan diisi oleh Drs. H. Ahmad Fauzi, Ketiga, Aqidah dan Akhlak yang dilaksanakan
66
setiap hari selasa, kamis dan sabtu pukul 13.30-15.00 dan diisi oleh Drs. H. Saefullah. M, Keempat, Pengenalan al-Qur`an yang dilaksanakan setiap hari rabu dan jum`at pukul 13.30-15.00 dan diisi oleh Drs. H. Muh. Kamil, M.Si. Penulis meneliti pada materi Study Dasar Islam, karena dari segi waktu yang panjang dimulai dari pukul 09.00-18.00 penulis dapat mengetahui bagaimana pola komunikasi antara Pembina dan mullaf pada program pembinaan muallaf di Masjid Agung Sunda Kelapa Jakarta. Mereka dibina dalam pertemuan-pertemuan pada program pembinaan muallaf dan menyediakan konsultasi agama. Pembinaan diharapkan berlangsung. Karena mereka perlu pembinaan.1 E.
Visi dan Misi Program Pembinaan Muallaf 1. Visi program pembinaan muallaf di Masjid Agung Sunda Kelapa yaitu bimbingan keagamaan dasar-dasar untuk pembinaan muallaf. 2. Misi program pembinaan muallaf di mAsjid Agung Sunda Kelapa yaitu membentuk muallaf menjadi muslim yang unggul.2
1
Zaky Mubarak, Prakarsa Program Pembinaan Muallaf, (Wawancara Pribadi, Jakarta:
6-2-2011) 2
6-2-2011)
Zaky Mubarak, Prakarsa Program Pembinaan Muallaf, (Wawancara Pribadi, Jakarta:
67
F.
Program Pembinaan Muallaf Ustadz Anwar selaku pembina muallaf dan pengislaman di Masjid Agung
Sunda Kelapa. Dalam pembinaan, ustadz H. Anwar Sujana, S.Ag, mentransfer segala ilmu dan informasi seputar Islam kepada para muallaf. Proses pembinaan diperlukan adanya pola komunikasi untuk membantu para muallaf dalam mempelajari agama Islam. Jadwal pembinaan muallaf 2 minggu sekali dan dalam saat pembinaan ada tiga sesi: Pertama, sesi yang pertama pukul 09.30-12.00, pembukaan dengan pemutaran film dan gambar tentang Islam dan kehidupan alam serta materinya tentang pengertian Islam.Kedua, sesi yang kedua pukul 13.00-15.00, materi mengenai keyakinan dan rukun Islam. Ketiga, sesi terakhir pukul 15.30-18.00, materi mengenai rukun iman dan konsultasi private.
BAB IV DATA DAN ANALISA DATA
A.
Pola Komunikasi Antara Pembina dan Muallaf Pola komunikasi yang ada dalam pembinaan yaitu pola roda dan pola
bintang. Pola roda adalah seseorang berkomunikasi dengan banyak orang, 1 komunikasi ini lebih cenderung bersifat satu arah tanpa adanya feedback. Pola roda merupakan bentuk pertukaran informasi yang terpusat pada seseorang. Pola roda bersifat satu arah menyebabkan komunikasi antara komunikator (Pembina) dan komunikan (muallaf) lebih didominasi oleh komunikator, sehingga komunikan hanya bersifat sebagai pendengar tanpa adanya umpan balik. Pola bintang yakni semua anggota berkomunikasi dengan semua anggota maksudnya Pembina-muallaf, muallaf-pembina, muallaf-muallaf. Hubungan ini merupakan hubungan yang paling efektif. Muallaf dapat mengadakan hubungan yang tidak terbatas. Pembina dapat mengetahui apakah pelajaran dan bimbingannya dapat dimengerti dan diterima oleh muallaf. Kalau ada hal yang tidak diterima oleh muallaf dapat didiskusikan. Pola bintang ini menjelaskan bahwa komunikasi terjadi dua arah dan semua pihak terlibat di dalamnya. Komunikasi yang dilakukan oleh Pembina bersifat persuasif. Komunikasi di kelompok ini sudah bisa dikatakan efektif karena semua orang terlibat dalam 1
H.A.W. Widjaja, Ilmu Komunikasi Pengantar Studi, h. 32
68
69
kelas pembinaan dapat menjadi komunikator maupun komunikan, meskipun tetap pembina yang menjadi komunikator utama dalam hal memberikan materi. Serta Pembina menggunakan proses komunikasi bermedia yakni komunikasi yang menggunakan saluran atau sarana untuk meneruskan suatu pesan kepada komunikan yang banyak jumlahnya. Pentingnya komunikasi yang digunakan Pembina terhadap muallaf sangat berpengaruh pada perubahan pandangan dan adanya penambahan pengetahuan tentang keislaman. Interaksi yang berlangsung antara Pembina dengan muallaf dalam pelaksanaan pembinaan tentang pengetahuan Islam sangat perlu, dengan berkomunikasi maka pesan yang disampaikan Pembina kepada muallaf dapat terealisasikan dengan baik. Serta terjadi interaksi dan pertukaran informasi dalam hal ini saling tanya jawab antara Pembina dengan muallaf dan sebaliknya. Dari hasil wawancara dan pengamatan yang telah dilakukan, didapat bahwa pola komunikasi yang digunakan pada program pembinaan muallaf di Masjid Agng Sunda Kelapa Jakarta adalah sebagai berikut:2 1. Pola Bintang (Pembina-Muallaf, Mullaf-Pembina, Muallaf-Muallaf) Pola komunikasi yang terjadi pada saat program pembinaan muallaf adalah pola pembina-muallaf, muallaf-pembina, muallaf-muallaf. Pola seperti ini menjelaskan bahwa komunikasi yang terjadi dua arah dan semua pihak terlibat di dalamnya. Komunikasi dua arah adalah
2
A.W.Widjaja, Ilmu Komunikasi Pengantar Studi, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), h. 100
70
komunikasi yang bersifat informatif dan persuasif dan memerlukan hasil (feedback).3 Pada kelompok ini dapat diketahui bahwa muallaf memberikan feedback atau umpan balik kepada pembina dengan baik. Sesama muallaf juga dapat mengadakan hubungan yang tidak terbatas. Komunikasi yang dilakukan pembina bersifat informatif dan persuasif. Komunikasi ini sudah bisa dikatakan efektif karena semua orang yang terlibat dalam kelas dapat menjadi komunikator maupun komunikan, meskipun tetap pembina yang menjadi komunikator utama dalam hal memberikan materi. Menurut pembina, feedback yang diberikan muallaf sejauh ini, sangat respon dengan apa yang sudah diberikan materi oleh pembina. Pembina selalu dalam memberikan materi, memutarkan film atau gambar tentang Islam.4 Dalam berinteraksi pembina dan muallaf, muallaf tidak sungkan untuk bertanya dan menegur kepada pembina, jika ada sesuatu yang kurang nyaman, seperti, pembina yang berbicara terlalu cepat dan menurut mereka kurang jelas.
3
H.A.W. Widjaja, Imu Komunikasi Pengantar Studi, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000)
4
Wawancara pribadi dengan pembina tanggal 27 Desember 2010
71
Pendekatan secara partisipatif berlandaskan kepercayaan bahwa para muallaf sendiri merupakan sumber pembinaan yang utama. Maka dalam pembinaan, pengalaman muallaf dalam menganut agama dan adanya konversi agama diceritakan kisahnya untuk berbagi. Lebih merupakan situasi belajar bersama di mana Pembina dan para muallaf belajar dan saling berbagi cerita dan pengalaman satu sama lain. Hubungan ini merupakan hubungan yang paling efektif, muallaf dapat mengadakan hubungan yang tidak terbatas. Pembina dapat mengetahui apakah pelajarannya dan bimbingannya dapat dimengerti dan diterima oleh muallaf. Kalau ada hal yang tidak dapat diterima oleh muallaf dapat didiskusikan. Pola seperti ini menjelaskan bahwa komunikasi dua arah dan semua pihak terlibat di dalamnya. Komunikasi dua arah adalah komunikasi yang bersifat informatif dan persuasif dan memerlukan hasil (feedback).5 Pada kelompok ini, dapat diketahui bahwa muallaf memberikan feedback kepada Pembina dengan baik. Sesama muallaf juga dapat mengadakan hubungan yang tidak terbatas.
5
100
H.A.W. Widjaja, Imu Komunikasi Pengantar Studi, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), h.
72
2. Pola Roda Pola roda adalah seseorang berkomunikasi dengan banyak orang, 6 komunikasi ini lebih cenderung bersifat satu arah tanpa adanya feedback. Pola roda merupakan bentuk pertukaran informasi yang terpusat pada seseorang. Pola roda bersifat satu arah menyebabkan komunikasi antara komunikator (Pembina) dan komunikan (muallaf) lebih didominasi oleh komunikator, sehingga komunikan hanya bersifat sebagai pendengar tanpa adanya umpan balik. Dalam proses pembinaan pada muallaf di Masjid Agung Sunda Kelapa, pola roda ini berlaku terutama pada sesi pertama yang merupakan suatu komunikasi tatap muka, di mana Pembina memberikan materi kepada muallaf dalam jumlah yang besar. Pesan yang disampaikan oleh Pembina terlebih dahulu dipersiapkan sebelum program pembinaan dimulai. Proses komunikasi pada sesi pertama tidak efektif, karena muallaf tidak memberikan pertanyaan terhadap materi yang sudah diberikan oleh Pembina. Sehingga Pembina tidak dapat mengetahui apakah pelajaran dan bimbingannya dapat dimengerti dan diterima oleh muallaf. Pola roda ini menjelaskan bahwa komunikasi ini terjadi satu arah.
6
H.A.W. Widjaja, Ilmu Komunikai Pengantar Studi, h. 32
73
Pembina berinteraksi dengan muallaf menggunakan bahasa, kata-kata yang lemah lembut, secar lisan maupun tulisan. Penyusunan pesan yang bersifat informatif lebih banyak ditujukan pada wawasan muallaf tentang agama Islam dan segala macam perintah dan larangan_Nya. Banyak para muallaf yang menyukai komunikasi verbal ini, karena dengan komunikasi verbal, pesan yang disampaikan dapat langsung dipahami. Berikut hal yang diutarakan muallaf, “dengan mendengar isi materi tentang keislaman yang disampaikan oleh ustadz Anwar, komunikasi yang disampaikan sangat mudah dan berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.7 Dengan lisan maupun tulisan para muallaf lebih cepat menangkap dan mengerti apa yang disampaikan Pembina. Proses interaksi Pembina dengan muallaf menggunakan gerak kepala, postur tubuh, tatapan mata, canda tawa, ekspresi wajah. Sikap, perilaku dan tindakan seorang Pembina sering menjadi pusat perhatian muallaf, karena muallaf melihat langsung sikap yang dilakukan Pembina dan bisa menjadi cerminan bagi muallaf. Pencerminan itu bisa dilihat dari Pembina yang memberikan salam dan senyum sebelum program pembinaan dimulai. Pada saat Pembina memberikan materi tentang praktek sholat bagi muallaf. Sholat merupakan hal yang paling mendasar yang harus dikuasai oleh umat Islam, karena sholat merupakan ritual dari umat Islam.Praktek sholat yang diperkenalakan dan diajarkan oleh pak ustadz Anwar kepada para muallaf dilakukan dengan penuh kesabaran. Meskipun para
7
Regina, Muallaf, (wawancara pribadi, Jakarta: 21 November 2010)
74
muallaf tidak semua yang bisa menguasai praktek sholat, tetapi Pembina dengan telaten mengajarkannya. Pembina hanya memberikan pengenalan gerakan sholat sesekali diselingi dengan bacaan bagi yang sudah belajar dengan bacaan sholat. Kesabaran dan keteguhan Pembina dirasakan positif oleh para muallaf. “Pembina sangat sabar dan sangat baik dalam membantu muallaf untuk mengajarkan, membimbing serta menasihati kami yang belum terlalu bisa menguasai gerakan dan bacaan sholat”. Ujar Yuli.8 Komunikasi ini juga dapat mengiringi komunikasi verbal, misalnya dalam menyampaikan materi tentang bagaimana cara sholat yang baik dan benar tidak hanya diberikan teori kepada muallaf, tetapi pak ustadz Anwar juga mencontohkan gerakan-gerakan sholat, sehingga para muallaf lebih cepat memahami. Komunikasi Pembina dengan muallaf tidak lepas dari komunikasi verbal dan komunikasi non verbal, karena merupakan dari suatu kesatuan pola komunikasi dalam proses penyampaian pesan dengan berkomunikasi. Ada pula komunikasi antrapribadi dilakukan oleh Pembina terhadap muallaf secara pribadi dilakukan pada sesi ketiga, yaitu sesi konsultasi, muallaf bisa bertanya kepada Pembina. Pada sesi ketiga ini, muallaf dapat mengutarakan permasalahan, keluhan tentang permasalahan hidup yang dihadapi, seperti yang diutarakan oleh Pembina bahwa ada seorang muallaf yang menceritakan tentang kepindahan agamanya dengan respn keluarganya, “pak ustadz, bagaimana sikap 8
Yuli, Muallaf, (Wawancara langsung, Jakarta: ahad 19 Desember 2010)
75
saya teradap orang tua yang tidak mendukung akan kepindahan agama saya dari Kristen ke Islam? Apakah saya masih bersikap baik kepada kedua orang tua saya?9 Kemudian pak ustadz memberikan solusi jawaban bahwa, “Islam mengajarkan kebaikan dan saling tolong menolong antar sesama manusia, meskipun Regina sudah menjadi muallaf. Kita harus tetap berbuat baik kepada siapapun, apalagi kepada kedua orang tua Regina yang telah melahirkan dan membesarkan Regina. Hubungan orang tua dan anak itu tidak akan pernah putus sampai kapanpun. Justru kita sebagai seorang muslim, jika ada anggota keluarga kita yang berbeda agama atau berbeda keyakinan, kita harus berusaha dan berdo`a semoga anggota keluarga senantiasa mendapat hidayah dari Allah SWT”. 10 Komunikasi ini dengan orang lain yang dampaknya dapat dirasakan pada waktu itu juga, oleh pihak muallaf yang terlibat maupun yang mendengar. Hubungan langsung dengan kedua belah pihak ini menciptakan arus balik dimaksudkan reaksi sebagaimana diberikan oleh komunikan (muallaf) reaksi ini dapat berupa positif maupun negatif dan dapat diberikan atau dikirimkan kepada komunikator (Pembina) secara langsung maupun tidak langsung. Arus balik demikian akhirnya dapat pula mempengaruhi komunikator (Pembina) lagi, sehingga ia akan menyesuaikan diri dengan penyesuaian ini dengan harapan ada arus balik yang lebih posiif.
9
Regina, Muallaf (pengamatan langsung, Jakarta: ahad, 16 Januari 2011)
10
Pak Ustadz Anwar (pengamatan langsung, Jakarta, ahad 30 Januari 2011)
76
Dalam hubungan antarpribadi, proses komunikasi semakin jelas dan dalam komunikasi antarpribadi, komunikan (muallaf) dapat memberi arus balik secara langsung kepada komunikator (Pembina). Pendekatan secara partisipatif berlandaskan kepercayaan bahwa para muallaf sendiri merupakan sumber pembinaan yang utama. Maka dalam pembinaan, pengalaman muallaf dalam menganut agama dan adanya konversi agama diceritakan kisahnya untuk berbagi. Lebih merupakan situasi belajar bersama di mana Pembina dan para muallaf belajar dan saling berbagi cerita dan pengalaman satu sama lain. Penulis melihat satu kesamaan antara pola bintang dan pola roda, karena pada pola tersebut memiliki pengertian yang sama yaitu adanya interaksi langsung antara Pembina dan muallaf. Walaupun secara garis besar mempunyai pengertian yang sama tetapi terdapat perbedaan yang signifikan yaitu pada pola bintang mempunyai umpan balik (feddback) antara komunikator dengan komunikan, sedangkan pola roda tidak terjadi umpan balik dan cenderung satu arah. Hasil pengamatan penulis, komunikasi yang efektif dalam pelaksanaan kegiatan pembinaan muallaf pada sesi ke-2 dengan materi rukun Islam dan ke-3 rukun iman menggunakan pola bintang dikarenakan pada pola tersebut komunikator dan komunikan dapat berkomunikasi secara langsung dan melakukan suatu proses umpan balik (feedback). Dengan adanya proses umpan balik tersebut maka komunikator dapat mengetahui seberapa jauh komunikan
77
mampu memahami pesan yang disampaikan oleh komunikator, sehingga proses belajar-mengajar berjalan dengan baik. Proses belajar-mengajar yang terjadi dalam kegiatan program pembinaan muallaf di Masjid Agung Sunda Kelapa merupakan suatu komunikasi tatap muka (face to face), komunikasi di dalam program pembinaan muallaf mempunyai ciriciri komunikasi kelompok, jika dilihat dai segi sasaran dan situasi. Ciri-ciri tersebut adalah: 1. Proses komunikasi, pesan-pesan yang disampaikan oleh seorang Pembina (pembicara) kepada para muallaf dalam jumlah yang lebih besar pada tatap muka. Hal tersebut menunjukkan seorang Pembina (pembicara) dalam hal ini adalah seorang yang menjelaskan kepada muallaf dengan jumlah yang besar. 2. Pesan yang disampaikan terencana (dipersiapkan). Maksudnya adalah seorang komunikator harus mempunyai program yang terencana atau sudah disiapkan sebelumnya. Dalam proses belajar-mengajar pada kegiatan program pembinaan muallaf di Masjid Agung Sunda Kelapa sudah memenuhi unsur-unsur komunikasi. Unsurunsur komunikasi tersebut : 1. Komunikator (Pembina) sebagai pengirim pesan atau sumber informasi. Dalam hal ini Pembina memformulasikan informasinya kepada muallaf berupa pengetahuan.
78
2. Pesan merupakan alat komunikasi dalam bentuk verbal berupa suara, lambang, tulisan dan lisan. Pada pemberian materi atau saat memberikan isi pesannya, pada pelaksanaan kegiatan tersebut, komunikator menggunakan lisan, tulisan, sehingga muallaf lebih mudah mengerti dalam menerima pesan yang akan disampaikan. 3. Komunikan (muallaf) merupakan orang yang dituju oleh komunikator untuk menyampaikan pesannya agar komunikan (muallaf) bisa mengerti atau paham maksud dari isi pesan yang disampaikan oleh komunikator (Pembina). 4. Media merupakan saluran penyampai pesan kepada komunikan (muallaf). Komunikator (Pembina) menyampaikan pesannya melalui sebuah alat atau media berupa OHV, papan tulis, spidol, penghapus dan buku-buku. 5. Efek komunikasi merupakan pengaruh yang ditimbukan pesan komunikator (Pembina) kepada komunikan (muallaf). Efek yang diharapkan komunikator (Pembina) kepada komunikan (muallaf) yaitu efek kognotif, afektif dan behavioral, di mana komunikator harus mampu merubah komunikan (muallaf) agar komunikan (muallaf) lebih mengetahui dan memahami serta mengamalkan apa yang diberikan oleh komunikator (pembina). Pentingnya komunikasi yang digunakan Pembina terhadap muallaf sangat berpengaruh pada perubahan pandangan dan adanya penambahan pengetahuan
79
tentang keislaman. Interaksi yang berlangsung antara Pembina dengan muallaf dalam pelaksanaan pembinaan tentang pengetahuan Islam sangat perlu, dengan berkomunikasi maka pesan yang disampaikan Pembina kepada muallaf dapat terealisasikan dengan baik. Serta terjadi interaksi dan pertukaran informasi dalam hal ini saling tanya jawab antara Pembina dengan muallaf dan sebaliknya. B.
Faktor Pendukung dan Penghambat Komunikasi Pembinaan Muallaf Dalam setiap kegiatan yang dilakukan ada faktor-faktor yang menjadi
pendukung dan penghambat. Dalam program pembinaan muallaf di Masjid Agung Sunda Kelapa Jakarta. Ada faktor-faktor yang mendukung komunikasi dan ada pula yang menjadi penghambat komunikasi. 1. Faktor pendukung komunikasi program pembinaan muallaf, yakni: a. Pembina Dalam hal ini pemberian materi dari Pembina (Ustadz Anwar) sudah sistematis, dalam arti Pembina memberikan pengertianpengertian tentang Islam terlebih dahulu. Pesan yang disampaikan terencana (dipersiapkan) sebelum pembinaan dimulai. b. Dana Dana untuk pembinaan disediakan oleh Masjid Agung Sunda Kelapa, sehingga program pembinaan muallaf tidak dipungut biaya.
80
c. Fasilitas 1). Fasilitas media, diantaranya; OHP, Pemutaran film, dan lainlan. 2). Fasilitas ruangan khusus program pembinaan muallaf di mana ruangannya ada AC, kursi, meja, papan tulis, spidol, penghapus, buku-buku dan perlengkapan lainnya. 2.
Faktor penghambat komunikasi program pembinaan muallaf, yakni: a. Hambatan Waktu Program pembinaan muallaf dilakukan 2 pekan sekali, mengakibatkan muallaf lambat untuk mengetahui ajaran-ajaran Islam. Dan para muallaf yang jarak rumahnya jauh sulit untuk bertemu. Serta kesibukan para muallaf yang sulit untuk mengikuti program pembinaan ini. b. Hambatan Kerangka Berfikir Rintangan yang disebabkan adanya perbedaan persepsi antara komunikator dan komunikan terhadap pesan yang digunakan dalam berkomunikasi, misalnya latar belakang pengalaman dan pendidikan yang berbeda.11
11
Hafied Canggara, Pengantar Ilmu Komunikasi, h. 154
81
Setipa muallaf mempunyai daya tangkap yang berbedabeda, ada yang cepat memahami apa yang disampaikan ini dilihat dari perbedaan latar belakang dari muallaf. Banyak muallaf yang belum mengerti agama Islam dan akan belajar untuk mengerti dan memahami agama Islam. Ada yang mudah memahami apa yang disampaikan oleh Pembina dan ada juga yang lambat memahami apa yang telah diberikan oleh Pembina, sehingga kesulitan untuk menerima materi. Pola pikir dari muallaf yang baru belajar dan akan mengenal Islam memiliki daya tangkap serta pemahaman terhadap materi pelajaran yang diterima berbeda-beda sehingga ada saja terjadi penafsiran. Adanya perbedaan pola pikir para muallaf tentang cara memahami materi dan sikap aktualisasi seorang muslim yang akan dipahami, sehingga ada pertanyaan-pertanyaan dari muallaf yang dilontarkan kepada Pembina. 12 c. Hambatan Psikologi Pada muallaf hambatan secara psikologi ada yang mengalami kecemasan, rasa minder yang dihadapi pada saat menjadi muallaf. Pada saat perpindahan agama Islam berbeda dengan agama yang sebelumnya tidak dapat diterima oleh keluarga dan lingkungannya. Rasa kecemasan itu bisa dihadapi dengan selalu shering atau 12
Anwar, Pembina, (Wawancara pribadi, Jakarta: Kamis 3 Februari 2011)
82
berkonsultasi kepada Pembina. Untuk segala permasalahan yang dihadapi dan adanya dukungan, cerita, pengalaman serta motivasi yang positif dari sesama muallaf yang berpengalaman serta Pembina yang memberikan dapat menjadi suatu keyakinan bagi muallaf untuk tetap teguh pada keyakinan agama Islam dan menjalankan syariat Islam dan menjalankan
aktivitas seorang
muslim dalam keluarga dan lingkungan. 13
13
Anwar, Pembina, (Wawancara langsung , Jakarta: ahad 6 Februari 2011)
BAB V PENUTUP
A.
Kesimpulan Dari uraian tentang pola komunikasi antara pembina dan muallaf pada program
pembinaan muallaf di Masjid Agung Sunda Kelapa Jakarta, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1.
Pada sesi pertama dengan materi pengertian Islam, pembina menggunakan pola roda, dimana pembina berkomunikasi kepada para muallaf, dan di dalam komunikasi tersebut tidak ada komunikasi dua arah, atau tidak ada yang bertanya melainkan Pembina hanya memberikan materi-materi saja. Komunikasi tersebut dinamakan komunikasi satu arah. Pola komunikasi yang ada pada sesi kedua dengan materi rukun Islam dan sesi ketiga dengan materi rukun iman yaitu pola bintang yakni semua anggota berkomunikasi dengan semua anggota maksudnya pembina-muallaf, muallaf-pembina, muallaf-muallaf. Hubungan ini merupakan hubungan yang paling efektif. Muallaf dapat mengadakan hubungan yang tidak terbatas. Pembina dapat mengetahui apakah pelajaran dan bimbingannya dapat dimengerti dan diterima oleh muallaf. Kalau ada hal yang tidak diterima oleh muallaf dapat didiskusikan. Pola bintang ini menjelaskan bahwa komunikasi terjadi dua arah dan semua pihak terlibat di dalamnya. Komunikasi yang dilakukan oleh pembina bersifat persuasif. Komunikasi di kelompok ini sudah bisa dikatakan efektif karena semua orang terlibat dalam kelas pembinaan dapat menjadi komunikator maupun komunikan, meskipun tetap pembina yang menjadi
komunikator utama dalam hal memberikan materi. Dengan bentuk pertanyaan melalui diskusi dan tanya jawab kepada pak ustadz Anwar dan langsung diberikan jawaban. Terkadang pak ustadz memberikan kesempatan kepada para muallaf untuk saling berbagi cerita serta pengalaman berkaitan tentang bagaimana mereka menjadi seorang muallaf. Program pembinaan muallaf ini juga menggunakan komunikasi antarpribadi (Interpersonal Communication), yaitu komunikasi yang terjadi antara seorang muallaf dengan Pembina. Dalam pembinaan ini diberikan sesi konsultasi pada sesi ke tiga. Adapun permasalahan yang dibahas beragam dari masalah pribadi, keluarga, keyakinan dan hal-hal yang berkaitan tentang Islam. Komunikasi yang terbentuk dalam bentuk sharing ini selain menceritakan permasalahan juga saling menemukan solusi yang terbaik. 2.
Faktor pendukung komunikasi program pembinaan muallaf, dalam hal ini pertama, dari Pembina pemberian materi sudah sistematis dan pesan yang disampaikan terencana. Kedua, dana untuk program pembinaan disediakan oleh Masjid Agung Sunda Kelapa, sehinga program pembinaan muallaf tidak dipungut biaya. Ketiga, fasilita media sperti OHP dan pemutaran film serta failitas ruangan khusus program pembinaan muallaf. Faktor penghambat komunikasi program pembinaan muallaf, dalam hal ini pertama, hambatan waktu, di mana program pembinaan muallaf yang dilaksanakan dua minggu sekali mengakibatkan muallaf lambat untuk mengetahui ajaran-ajaran Islam. Kedua, hambatan kerangka berpikir, di mana pola pikir dari muallaf yang baru belajar dan akan mengenal Islam memiliki daya tangkap serta pemahaman terhadap materi pelajaran yang diterima berbeda-beda, ada yang mudah memahami apa yang disampaikan oleh Pembina dan ada juga yang lambat memahami apa yang telah diberikan oleh Pembina. Ketiga, hambatan psikologi, di mana muallaf yang yang mengalami kecemasan, rasa minder yang dihadapi pada
saat menjadi muallaf. Pada saat perpindahan agama Islam berbeda dengan agama yang sebelumnya tidak dapat diterima oleh keluarga dan lingkungannya. B.
Saran 1.
Kepada lembaga Masjid Agung Sunda Kelapa Jakarta hendaklah untuk selalu memberikan informasi yang lengkap melalui internet agar semua orang yang berada di mana saja bisa megetahui kegiatan yang ada di Masjid Agung Sunda Kelapa.
2.
Kepada kepala pembinaan muallaf di Masjid Agunga Sunda Kelapa Jakarta hendaklah pembina lebih memperhatikan muallaf yang baru. Sebagai orang awam yang ingin mempelajari dan memahami ilmu tentang keislaman. Untuk muallaf yang lama agar tidak jenuh dengan segala kegiatan, maka dalam mengaplikasikan pengetahuan keislamannya dengan observasi ke tempat-tempat bernuansa Islam untuk menambahkan kecintaan dan pengetahuan tentang agama Islam
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Barong, Haidar, Umar bin Khatab Dalam Perbincangan, Jakarta, Yayasan Cipta Perada Indonesia, Cangara, Hafied, Pengantar Ilmu Komunikasi, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2007 Dahlan, Abdul Azis, Ensiklopedia Hukum Islam, Jakarta, PT Ictiar Baru Van Hoeve, 1997 Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka, 1996 Effendy, Onong Uchjana, Dinamika Komunikasi, Bandung, PT Remaja Rosdakarya, 2004 -----------------------, Dimensi-Dimensi Komunikasi, Bandung, Alumni, 1986 -----------------------, Spectrum Komunikasi, Bandung, Mandar Maju, 1992 -----------------------------, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, Bandung, PT Remaja Rosdakarya, 2002 ---------------------------, Kepemimpinan dan Komunikasi, Yogyakarta, alAmin Perss, 1996
87
88
Lestari, Ending dan Malik, Komunikasi yang Efektf, Jakarta, Lembaga Administrasi Negara, 2003 Liliweri, Alo, Dasar-dasar Komunikasi Antar Budaya, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2007 Mangunhardjana, Pembinaan Arti dan Metodenya, Yogyakarta, Kanisius, 1986 Masyah, Syarief Hade, Hikmah di Balik Hukum Islam, Jakarta, Mustaqim, 2002 Muhammad, Arni, Komunikasi Organisasi, Jakarta, Bumi Aksara, 2009 Mulyana, Deddy, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, Bandung, PT Remaja Rosdakarya, 2007 -----------------, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung, PT Remaja Rosdakarya, 2002 Roestandi, Ahmad, Ensiklopedi Dasar Islam, Jakarta, Pradaya Paramita, 1993 Rumanti, Maria Assumpte, Dasar-dasar Publik Relations Teori dan Praktis, Jakarta, Grasindo, 2002 Sukardi, Dewa Ketut, Bimbingan dan Konseling, Jakarta, Rineka Cipta, 1998
89
Susanto, Phil Astrid S, Komunikasi Dalam Teori dan Praktek, Bandung, Bina Cipta, 1998 Widjaja, H.A.W, Ilmu Komunikasi Pengatar Studi, Jakarta, Rineka Cipta, 2002 ------------------, Komunikasi dan Hubungan Masyarakat, Jakarta, Bumi Aksara, 1997
Muallaf sangat serius melihat pemutaran gambar yang diberikan oleh pembina.
Pembina memutarkan gambar sekaligus menjelaskan apa yang ada di gambar tersebut dengan menggunakan OHP.
Terjadi komunikasi antara pembina-muallaf, muallaf-pembina, muallaf-muallaf.
Wawancara dengan muallaf.
Pembina memutarkan film mengenai kehidupan Islam pada sesi kedua dan ketiga dengan menggunakan pola bintang.
Pembina memberikan materi dengan menggunakan pola roda
Proses pengislaman di Masjid Agung Sunda Kelapa Jakarta
proses pengislaman di akhiri dengan doa