[35] Liku-liku Mencari Kebenaran Islam Sunday, 18 July 2010 17:35
Dewi Purnamawati
Muallaf
Tak ada yang menduga, misionaris yang sangat militan itu akhirnya masuk Islam. Namanya Dewi Purnawati. Ia terlahir dari keluarga Kristen yang taat. Sejak kecil ia dididik oleh orang tuanya agar menjadi seorang misionaris.
Doktrin orang tuanya begitu kuat. Saat masih kecil ia pernah bertanya kepada kedua orang tuanya mengapa keluarganya beragama Kristen sendiri sementara tetangganya Muslim semua. Ibunya dengan tegas mengatakan, ”Orang yang Islam itu masuk neraka!” Ibunya selalu mencekoki anak-anaknya gambaran sosok umat Islam sebagai orang-orang bodoh, miskin dan malas. Contoh keberhasilan didikan ibunya, adik laki-lakinya sekitar tahun 1997 menjadi pendeta di daerah Cimahi setelah menamatkan S2-nya di Institut Agama Kristen Tiranus Cimahi Bandung.
Ia sendiri mengaku pernah memurtadkan umat Islam. Bahkan suami pertamanya, dulunya adalah seorang aktivis mahasiswa Islam dan ketua pengajian yang dimurtadkannya. Namun di tengah misinya, sebenarnya ia menyimpan keraguan terhadap agamanya.
Dewi mengaku, semakin membaca Bible, justru kegalauan yang datang. Berbagai pertanyaan tak terpuaskan. Misalnya, kenapa setiap 25 Desember, ditetapkan Hari Raya Natal untuk merayakan kelahiran Yesus Kristus, namun tidak ada satu pun kalimat dalam bible mengabarkan demikian. Setiap Minggu, pemeluk Kristen selalu mengucapkan sepuluh perintah Allah yang salah satu perintah menyebutkan tiada tuhan selain Allah. Tapi kenyataannya, umat Kristen mempercayai Allah Bapak, Roh Kudus dan Putra. Belum lagi, dalam Perjanjian Lama disebutkan perintah larangan Nabi Harun dan keturunan untuk minum anggur (khamer-red) dalam perkemahan. Tapi di Perjanjian Baru, Yesus malah mengubah air menjadi air anggur, dan dalam perayaan Paskah lambang darah Yesus dipakai air anggur. “Saya bertanya kepada guru, pendeta, dosen pendeta, tapi jawabannya ya dan amin. Itu tidak boleh ditanyakan,
1/5
[35] Liku-liku Mencari Kebenaran Islam Sunday, 18 July 2010 17:35
cukup diimani saja,” tutur perempuan kelahiran Solo ini tak puas.
Di tengah kebimbangan itu, ia terus mencari kebenaran yang didambanya. Ia merasa tidak ada yang mengenalkan dan mendakwahkan Islam kepadanya. “Teman-teman yang Muslim malah berhasil saya pengaruhi, mereka ikut Natal dan ada yang murtad,” ujar perempuan yang masuk Islam pada tahun 1999 ini.
Menemukan Islam
Setelah perceraiannya dengan suami pertama, tahun 1997 Dewi bertemu dengan seorang Muslim yang meminangnya. Kala itu Dewi menolak menikah jika syaratnya ia harus masuk Islam. Terjadilah diskusi. “Pemahaman Islam saya biasa saja, tidak seperti kamu yang lebih paham. Jadi mari selama setahun kita merenungkan apa yang hari ini kita diskusikan, ” ujar Dewi menirukan perkataan lelaki itu.
Pria itu kemudian menyampaikan sebuah analogi. “Kamu kan guru listrik pasti mengajarkan hukum Ohm pada muridmu kan? Bila suatu saat ada hukum terbaru, dan ternyata hukum Ohm itu salah, apa kamu akan tetap mengajarkannya juga?”
Dewi menjawab,” Tidak! Saya akan mengajarkan yang terbaru.”
Lelaki itu kemudian bertanya, “Lalu Kamu pakai untuk apa hukum yang lama?”
Ia menjawab, ”Untuk memperbandingkan itu hukum salah, ini hukum terbaru yang benar.”
Lelaki yang kemudian menikahinya tahun 1999 melanjutkan paparannya, jika Bible itu benar, kenapa masih ada Alquran. Kalau ada yang terbaru berarti Alquran paling benar dan sempurna. Berarti Bible tidak sempurna, sehingga perlu Alquran untuk menyempurnakan. Kalau ajaran Isa itu sempurna, tidak perlu ada lagi Nabi Muhammad.
2/5
[35] Liku-liku Mencari Kebenaran Islam Sunday, 18 July 2010 17:35
“Saya berpikir benar juga perkataannya. Diskusi ini membekas ke hati, menimbulkan kegalauan dan sampai setahun saya akhirnya tidak ke gereja. Sebab kalau ke gereja, melihat pendeta membacakan Bible, terngiang-ngiang Bible tidak sempurna,” kenang perempuan yang kini menjadi mubalighah kristolog di berbagai daerah ini.
Pengalaman Ruhiyah
Pada tahun 1998, dosen tidak tetap di sebuah perguruan tinggi negeri di Solo ini berusaha mencari jawaban dengan melakukan doa dan puasa. “Saya niatkan puasa dan doa tujuh hari, untuk mencari jawaban apakah harus tetap Kristen atau harus meninggalkan agama ini. Ketika itu saya berdoa, “Ya Tuhan seandainya Engkau tetap menghendaki aku tetap menjadi hamba-Mu tetap Kristen tunjukkanlah wajah-Mu. Jika tidak mohon berilah saya tanda.”
Hari pertama dan kedua tidak ada apa-apa. Baru hari ketiga, Dewi melihat satu sosok lelaki memakai sorban dan jubah putih duduk bersimpuh membelakanginya. Alumni Sarjana Teknik Listrik IKIP Yogyakarta ini berpikir Yesus tidak mungkin menampakkan seperti itu. Hal ini terjadi juga pada hari keempat dan kelima.
Perempuan yang dibesarkan di Pulau Lombok NTB ini merasa ketakutan. Ia tidak bisa melanjutkan puasanya. Esoknya, Dewi menemui temannya yang Muslim. “Kalau saya menemui teman Kristen pasti saya dikatakan kemasukan kuasa kegelapan atau setan.”
Temannya menyarankan ia harus masuk Islam. Namun ia tetap belum mau. Dewi tak mau masuk Islam karena tahu kulit luarnya saja, tapi tidak dalamnya.
Dewi kemudian dipinjami buku Akhlak Islam. “Subhanallah, Alhamdulillah buku itu mampu mengubah pandangan saya, dari Islam agamanya orang yang bodoh malas, miskin menjadi kebalikannya. Buku itu memuat ajaran Islam yang mengatur manusia mulai bangun tidur sampai bangun lagi. Dari lahir sampai mati ada tuntunannya.” Namun itu juga belum mampu mendorongnya mengucapkan dua kalimat syahadat.
3/5
[35] Liku-liku Mencari Kebenaran Islam Sunday, 18 July 2010 17:35
Sampai narasumber tetap Radio Dakwah Syariah Solo ini mengalami suatu peristiwa. Saat ia mengendarai mobil dengan kencang, tiba-tiba mobilnya oleng karena bannya terkena plat besi. Untung mobil itu berhasil dihentikannya di pinggir jalan yang sepi. Saat itulah terdengar adzan Maghrib.
“Saya terkejut, sebab daerah itu sangat sepi, sepanjang mata memandang berhektar-hektar hanya sawah, tidak ada perkampungan penduduk. Dari mana arah suara adzan itu. Itu tidak nalar. Saya takut jika mati mau ke mana jiwa saya. Saya Kristen tidak lagi ke gereja, saya menemukan indahnya Islam tapi belum mau masuk ke dalamnya. Akhirnya Februari 1999, saya bulatkan masuk Islam dan ini tak bisa ditunda-tunda lagi,” kenangnya.
Pasca masuk Islam, ujian pun datang. Selama setahun, Dewi dikucilkan teman-temannya. Yang Muslim pun belum bisa percaya karena track record-nya sebagai misionaris. Keluarganya besarnya membuangnya. Bahkan ibunya menuntut semua pemberian keluarganya sejak lahir hingga saat itu harus dikembalikan dan dihitung utang. “Untungnya ada seorang dermawan memberikan pinjaman, saya berhasil membayar utang tersebut,” kata Dewi.
Ayahnya pun mengancam jiwanya melalui tangan orang lain. Sementara anak kandung buah perkawinan pertamanya pun tak lagi mengakuinya sebagai ibu. Semua ujian ini dianggapnya sebagai konsekuensi pilihan hidupnya.
Tahun 2001, Dewi kembali diuji. Secara mendadak ia menderita sakit sangat parah yang menyebabkan empedunya harus diangkat dan pelekatan usus. “Dokter mengultimatum paling banter saya bisa bertahan hidup 3 tahun dan melarang puasa. Tapi saya tawakal tetap puasa. Saya yakin jika itu perintah Allah pasti jalan keluar. Nyatanya saya bisa makan seperti biasa dan tetap puasa,” tandas bendahara Arimatea ini.
Pada 23 Agustus 2003, suami keduanya meninggal. Baru tahun 2004, ia menikah lagi dengan Nadianto yang sekarang menjadi suaminya. Keduanya berhikmat mengabdikan diri demi perjuangan Islam dan menghadang kritenisasi. Tak sedikit, orang Kristen yang masuk Islam melalui tangannya.
Beberapa waktu lalu ia hadir sebagai orator dalam Muktamar Mubalighah Indonesia (MMI) di Jakarta. Ia sangat terkesan dengan acara itu. Menurutnya, umat Islam harus bersatu. “Khilafah
4/5
[35] Liku-liku Mencari Kebenaran Islam Sunday, 18 July 2010 17:35
bisa tegak kalau kita bersatu.” Ia yakin Hizbut Tahrir bisa menjadi perekat untuk itu.[] aris solikhah
5/5