Universa Medicina
April-Juni 2006, Vol.25 No.2
Pola kerja sebagai faktor risiko terjadinya occupational overuse syndrome pada pekerja pria perusahaan bubuk deterjen Ridwan Harrianto* a, Johny Sulistio**, M.R. Rachmawaty*, Diana Samara* *Bagian Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti **Departemen Keselamatan dan Kesehatan PT.Unilever Indonesia ABSTRAK Penyakit-penyakit muskuloskeletal merupakan masalah kesehatan kerja yang penting. Perhatian banyak ditujukan pada occupational overuse syndrome (OOS), merupakan kumpulan penyakit-penyakit ekstremitas atas akibat kerja dengan keluhan rasa nyeri di daerah leher, bahu, lengan atau tangan akibat perilaku kerja yang kurang memadai. Telah dilaksanakan penelitian dengan metode potong lintang untuk meneliti pola kerja sebagai faktor risiko terjadinya OOS pada 223 pekerja bagian produksi perusahaan bubuk deterjen di Cikarang. Gejalagejala OOS dinilai dengan kuesioner dan diagnosis pasti ditetapkan dengan pemeriksaan klinis. Hasil penelitian ini menunjukkan prevalensi OOS sebesar 19,73%, diagnosis penyakit yang paling banyak ditemukan yaitu myofascial pain syndrome, lateral epicondilitis, carpal tunnel syndrome dan rotator cuff tendinitis. Pekerja packing mempunyai risiko 2,63 kali lebih besar untuk terjadinya OOS dibandingkan pekerja non packing (95% CI=1,8 – 5,84). Selanjutnya untuk masing-masing kelompok umur, ternyata kelompok usia dewasa (35–49 tahun) mempunyai risiko 2,1 kali lebih besar dibandingkan dengan kelompok usia dewasa muda (19–34 tahun) maupun kelompok usia lanjut (50–58 tahun). Usia pekerja dan pola kerja pekerja packing merupakan risiko untuk timbulnya OOS. Kebijakan pengaturan aktifitas pada pekerja yang lebih tua dan intervensi ergonomi sangat berperan untuk mengatasi masalah ini. Kata kunci: Occupational overuse syndrome, usia, packing, laki-laki
Working style as a risk factor of occupational overuse syndrome among men workers in detergent company ABSTRACT Disorders of the musculoskeletal system constitute a considerable health problem in industrialsed societies. Much interest had been paid to occupational overuse syndrome(OOS), a work related upper limb disorders which are a heterogeneus group of disorders for condition of pain in neck, shoulder and upper limb. A cross-sectional study was conducted to investigate working style as a risk factor of OOS. A total of 223 production unit detergent company workers at Cikarang. were interviewed and examined. Clinical criteria for eight main OOS diagnosis were difined. Symptoms of OOS cases were assesed by a simple questionnaire, the diagnosis of OOS was confirm by clinical examination. The study showed that prevalence rate of OOS was 19.73%. The most common diagnosis of OOS were myofascial pain syndrome, lateral epicondilitis, carpal tunnel syndrome and rotator cuff tendinitis. Packers have the risk to get OOS 2.63 times more than non packing workers (95% CI=1.8 – 5.84). More over, for each age groups, the adult generation (35-49 years) have the risk to get OOS 2,1 times more than the younger generation (19-34 years) as well as the older generation (50 – 58 years). The workers’s age and working style among packers were the risk factors for the occurence of OOS. A better understanding of work activity regulation of older workers and ergonomic intervention may have a greater impact to tackle the problem. Keywords: Occupational overuse syndrome, age, packing, men Korespondensi : aRidwan Harrianto Bagian Anatomi Fakultas Kedokteran, Universitas Trisakti Jl. Kyai Tapa No.260, Grogol Jakarta 11440 Tel. 021-5672731 eks. 2101, Fax. 021-5660706 E-Mail :
[email protected]
75
Harrianto, Sulistio, Rachmawati, dkk.
PENDAHULUAN Rasa nyeri di daerah leher, bagian atas punggung, bahu, lengan atau tangan, merupakan gejala yang seringkali timbul pada individu pekerja. Biasanya mulai dari suatu tempat tertentu yang dapat menyebar ke seluruh anggauta badan atas, kadang-kadang diikuti gangguan sensibilitas. Biasanya rasa nyeri bertambah berat dengan adanya stres mental, sebaliknya berkurang pada saat liburan, atau istirahat panjang. Gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh ancaman bahaya kerja ergonomi ini secara kolektif dikenal sebagai occupational overuse syndrome (OOS) atau repetitive strain injuries (RSI). Istilah ini hanyalah dua dari banyak istilah lain untuk menyatakan terjadinya masalah kesehatan akibat kerja yang disebabkan oleh penggunaan struktur-struktur otot-tendo dan tulang belulang yang berlebihlebihan pada bagian tubuh tersebut. Istilah ini biasa dipakai di Australia, Selandia Baru dan di Inggris. Sedang di Amerika dan Kanada dikenal sebagai cummulative trauma disorders (CTD), di Jepang dan negara-negara Scandinavia dikenal sebagai occupational cervicobrachial disorders (OCD), serta banyak istilah lain yang digunakan oleh berbagai negara lainnya. Untuk mengatasi keraguraguan dan memayungi penggunaan istilah yang berbeda-beda ini, World Health Organization (WHO) menyebutnya sebagai work related musculoskeletal disorders (WMSDs). (1-4) Beberapa diagnosis penyakit yang termasuk kategori OOS mempunyai gambaran patologis yang jelas, biasanya dalam bentuk proses inflamasi dan degenerasi otot-tendo dan tulang belulang seperti osteoartritis, tenosinovitis, tendinitis, epikondilitis serta terjepitnya pembuluh darah atau saraf-saraf tepi, dan mempunyai gambaran klinis yang relatif sesuai dengan gambaran patologisnya. 76
Faktor risiko occupational overuse syndrome
Termasuk dalam golongan ini adalah; rotator cuff (supraspinatus) tendinitis, tension neck/ stiff neck/myofacial pain syndrome, thoracic outlet syndrome, bicipital tendonitis, shoulder c a p s u l i t i s ( f ro z e n s h o u l d e r ) , l a t e r a l epicondilitis, medial epicondilitis, carpal tunnel syndrome, penyakit De Quervain. (3-8) OOS meliputi juga kasus-kasus myalgia lainnya dengan gambaran klinis yang kurang spesifik, tetapi memberikan gambaran histologis yang jelas dari tanda-tanda kerusakan otot yang digolongkan sebagai kasus-kasus non specific diffuse upper limb pain. (9,10) Belum adanya kesesuaian paham para peneliti tentang definisi dan sistim klasifikasi dari penyakit ini dan sangat bervariasinya perilaku aktifitas subjek penelitian, serta bervariasinya metoda dan kriteria diagnosis kelainan ini menyebabnya hasil penelitian epidemiologi menghasilkan angka-angka yang sangat bervariasi. Prevalensinya pada masyarakat pekerja berkisar antara 5–20%. (5,11) Umumnya penelitian-penelitian tentang prevalensi OOS dilaporkan pada kelompokkelompok industri spesifik. Prevalensi pada pekerja industri sepatu besarnya 37,7%, (6) pengolah ikan kemasan 28%, (7) karyawan bank 22%. (8) Operator mesin 1,7 kali lebih besar dibandingkan dengan pekerja kantor, 3 tukang kayu 1,4 kali lebih besar dibandingkan dengan pekerja kantor. (3) Gangguan kesehatan ini biasanya berkepanjangan sehingga dapat menimbulkan kecacatan, dan akan mengakibatkan berkurangnya keterampilan untuk melaksanakan pekerjaan, menurunnya produktifitas kerja, pemborosan dana dan tingginya angka absensi. Dilaporkan bahwa 1/3 dana tuntutan asuransi kesehatan di sektor industri Amerika berasal dari RSI, laporan lain menyatakan bahwa angka absensi akibat kelainan ini mencapai 8% dari seluruh populasi tenaga kerja di Belanda. (8)
Universa Medicina
Di banyak negara frekuensinya cenderung meningkat dari tahun ke tahun, sehingga menjadi masalah kesehatan kerja yang penting. Penelitian di Perancis yang berdasarkan statistik resmi tuntutan jaminan asuransi menyatakan; jumlah individu pekerja dengan kelainan OOS pada tahun 1994 ternyata 6x lebih tinggi dibandingkan tahun 1885, mencapai 50% dari seluruh penyakit akibat kerja yang dilaporkan saat itu, dan banyak di antaranya yang menimbulkan kecacatan serta kehilangan jam kerja. (12) Pada awal tahun 80-an di Australia terjadi epidemi dari OOS. Jumlah wanita pekerja yang berhasil mendapatkan tuntutan jaminan asuransi kesehatan untuk kelainan ini pada tahun 1984-1985 ternyata 5x lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 1980– 1981. (11) Penelitan lain menunjukkan insiden kumulatif di antara tahun 1981–1985 sangat tinggi yaitu 343 per 1000 individu pekerja. Tetapi dengan intervensi ergonomis dan perbaikan manajemen kesehatan kerja, insidennya menurun pada tahun-tahun berikutnya. (11) Pekerjaan yang mengharuskan melakukan gerakan lengan/tangan yang monoton dan berulang-ulang, penggunaan otot untuk jangka waktu yang lama, angkat beban, posisi kerja yang kurang nyaman, serta faktor-faktor psikologis dapat mencetuskan timbulnya penyakit ini. (1-3,11-14) Sampai saat ini belum banyak dilakukan penelitian tentang OOS di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui angka kejadian OOS dan faktor risiko yang berhubungan dengan terjadinya kelainan OOS pada para pekerja. METODE Rancangan penelitian Penelitian dilakukan menggunakan metode potong lintang (cross-sectional).
Vol.25 No.2
Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilakukan di perusahaan bubuk deterjen di Cikarang, dan berlangsung dari bulan Oktober sampai dengan Desember 2004. Subyek penelitian Seluruh pekerja bagian produksi yang bersedia mengikuti penelitian dan menandatangani surat persetujuan diikut sertakan pada penelitian. Jumlah pekerja terdaftar sebanyak 235 orang. Kriteria eksklusi adalah pekerja perempuan dan keluhan rasa nyeri pada ekstremitas atas akibat trauma atau radang sendi rematik. Kriteria diagnosis penyakit Kriteria diagnosis berdasarkan United Kingdom Health and Safety Excecutive (HSE) workshop, Southamtom & Hampshire local re s e a rc h e t h i c c o m m i t e e ( d i a d o p s i d a r i Harington et al). (10,15) yang telah dibuktikan akurasinya untuk digunakan pada penelitian, serta kriteria diagnosis yang pernah dilaksanakan pada penelitian-penelitian lain. (9,10,15) Kriteria diagnosis penyakit yang termasuk dalam lingkup penelitian OOS ini, sebagai berikut: i) rotator cuff tendinitis, riwayat timbulnya rasa nyeri yang intermitten pada bahu yang bertambah nyeri ada saat mengangkat lengan; dan/atau ditemukan rasa nyeri tekan pada tuberkulum mayus humeri; ditemukan paling sedikit salah satu tanda-tanda berikut ini; nyeri pada tahanan gerak-gerak aktif abduksi, rotasi eksternal, rotasi internal; ii) myofacial pain syndrome: riwayat timbulnya rasa nyeri pada bahu dan/atau leher dan/atau ditemukan rasa nyeri tekan pada minimum salah satu dari otot-otot leher bagian atas dan m. trapezius bagian atas dan minimum salah satu dari m. supraspinatus atau m. infraspinatus; iii) shoulder capsulitis: rasa nyeri pada bahu dan timbulnya hambatan pada gerak aktif dan pasif di sendi glenohumeral, 77
Harrianto, Sulistio, Rachmawati, dkk.
dengan pola kapsuler (rotasi eksterna > abduksi > rotasi interna); iv) lateral epicondilitis : riwayat timbulnya rasa nyeri di sisi lateral siku dan rasa rasa nyeri tekan di tempat tersebut, disertai timbulnya rasa nyeri di tempat tersebut pada tahanan ekstensi pergelangan tangan; v) medial epicondilitis: riwayat timbulnya rasa nyeri di sisi medial siku dan rasa nyeri tekan di tempat tersebut, disertai timbulnya rasa nyeri di tempat tersebut pada tahanan fleksi pergelangan tangan; vi) carpal tunnel syndrome: rasa nyeri atau parestesia atau rasa baal pada distibusi n.medianus dan ditemukan salah satu tanda-tanda objektif berikut ini; tes Tinel/tes Phalen +, eksaserbasi timbulnya gejala pada malam hari, kelumpuhan dan kelemahan m.abducktor polisis brevis; vi) De Quervain’s disease/tenosinovitis: rasa nyeri di sekitar prosesus stiloideus dan pembengkakkan yang disertai rasa nyeri di bagian ekstensor jari pertama yang disertai timbulnya rasa nyeri pada tahanan ekstensi ibu jari atau tes Finkelstein + dan vii) nyeri non-spesifik lengan bawah : rasa nyeri di lengan bawah yang tidak mempunyai diagnosis dan patologi yang spesifik (kadangkadang timbul dalam bentuk gejala-gejala rasa lemah, kram, tidak berfungsi, nyeri tekan, melambatnya gerakan-gerakan yang halus). Pengumpulan data Wawancara dilakukan menggunakan kuesioner yang mencakup karakteristik demografi responden, jenis pekerjaan, masa kerja dan gejala-gejala OOS. Pemeriksaan tinggi dan berat badan menggunakan alat ukur merk SMIC buatan China, diukur pada ketelitian sebesar 0,1 cm dan 0,1 kg. Pemeriksaan fisik klinis dilaksanakan oleh 3 orang peneliti yang terdiri dari seorang dokter spesialis rehabilitasi medik dan 2 orang dokter kesehatan kerja. Prosedur pemeriksaan terdiri dari testing mobilitas dan sensitivitas terhadap rasa nyeri tekan di leher, bahu, punggung 78
Faktor risiko occupational overuse syndrome
bagian atas, lengan dan tangan. Dilanjutkan dengan tes-tes provokasi dan tes-tes khusus untuk kasus-kasus yang relevan sesuai dengan prosedur standar buku teks klinis. Diagnosis dibuat berdasarkan kriteria yang telah ditentukan sebelumnya. Pola kerja Unit produksi terdiri dari 5 subunit tugas kerja, yaitu quality control (QC), engineering (E), row material store (RMS), powder making (PM) dan packing. Berdasarkan kesamaan pola kerja dan besarnya paparan faktor-faktor ergonomis yang berpengaruh untuk terjadinya OOS, beberapa subunit tugas kerja digabungkan menjadi 2 kelompok. QC, E, RMS dan PM dikelompokkan menjadi kelompok non packing (81 pekerja), karena cenderung bekerja dengan pola kerja mendorong, menarik, mengangkat beban, memanipulasi peralatan, mengendarai kendaraan, namun banyak aktifitas bergerak/berjalan, tidak terikat dengan kecepatan mesin. Kelompok packing (142 pekerja) dikelompokkan tersendiri, pola kerjanya banyak dalam posisi berdiri stasis sambil mengerjakan pengepakan, terus menerus mengikuti kecepatan mesin dengan aktifitas repetitif lengan dan tangan, stres kontak mekanis lokal (jari-jari, telapak tangan), angkat/dorong/tarik beban, sikap janggal batang badan (membungkuk, melengkung ke samping, memutar batang badan), sikap lengan dan tangan yang sulit (memutar lengan dan tangan, jangkauan yang jauh, deviasi pergelangan tangan, mencubit). Masing-masing mesin pengemas yang bekerja terus menerus tanpa henti dkerjakan oleh seorang pekerja. Dua mesin pengemas dikoordinasi oleh seorang pekerja packing yang lebih senior (umurnya dipilih yang sudah berumur), bertugas untuk melayani segala kebutuhan masing-masing mesin dan menggantikan sementara salah satu pekerja yang membutuhkan.
Universa Medicina
Pengolahan dan analisis data Kuesioner yang telah diisi, diperiksa ulang kelengkapannya (editing). Setelah coding, dilanjutkan data entri ke dalam komputer dengan memakai program Statistical Package for Social Sciences (SPSS) 10 for Windows. Analisis persen digunakan untuk menggambarkan prevalensi dan jenis penyakit OSS dan uji Chisquare untuk membandingkan lama kerja dan terjadinya OSS. Sedangkan prevalens rasio digunakan untuk mengukur kuatnya hubungan antara pola kerja dan terjadinya OSS. Analisis data menggunakan SPSS 10 dan STATA 6 pada tingkat kemaknaan sebesar 0,05.
Vol.25 No.2
Tabel 1. Distribusi jenis penyakit OSS
HASIL Subyek penelitian yang berhasil dikumpulkan banyaknya 223 orang. Seluruh subyek yang diperiksa adalah laki-laki. Dua belas orang yang tidak diperiksa terdiri dari dua orang wanita, satu orang sehabis operasi jantung, sembilan orang tidak ada di tempat selama satu bulan pemeriksaan yang dilakukan (5,1%). Karakteristik subyek Umur subyek paling muda 19 tahun dan yang tertua 58 tahun, dengan rata-rata berumur 38,73 tahun (SD 10, 29). Sebagian besar berpendidikan SMA yaitu 178 orang (79,82%). Rata-rata tinggi badan pekerja 163,72 cm (SD 5,47), dengan paling rendah tinggi 151,50 cm, paling tinggi 179,00 cm. Rata-rata berat badan pekerja 64,23 kg (SD 10,70), paling rendah berat badan 43,5 kg, paling berat 96 kg. Ratarata indeks masa tubuh 24, 50 (SD 6,93), paling rendah 16,84, paling tinggi 38,49. Rata-rata masa kerja pekerja 15,09 tahun (SD 10,06). Minimal pekerja baru bekerja selama setengah tahun paling lama 38 tahun.
Dari Tabel 1 terlihat bahwa prevalensi OOS besarnya 19,73%. Seorang individu pekerja dapat menderita lebih dari satu jenis penyakit, sehingga terjadi tumpang-tindih prevalensi dari masing-masing penyakit. Sebagian besar menderita satu jenus penyakit (14,80%), diikuti yang menderita dua jenis penyakit (4,04%). Yang menderita tiga jenispenyakit hanya 2 pekerja (0,90%).
Tabel 2. Prevalensi OOS berdasarkan distribusi masing-masing penyakit
79
Harrianto, Sulistio, Rachmawati, dkk.
Faktor risiko occupational overuse syndrome
Tabel 3. Prevalensi OOS berdasarkan kelompok umur
Pada Tabel 2 terjadinya tumpang tindih diagnosis penyakit pada seorang individu pekerja mengakibatkan distribusi masingmasing diagnosis penyakit dari OOS berubah, ternyata; prevalensi tertinggi myofascial pain s y n d ro m e ( 6 , 7 3 % ) d i i k u t i o l e h l a t e r a l epicondilitis (4,48%), carpal tunnel syndrome (3,59%), nyeri non-spesifik lengan bawah (3,59%), rotator cuff tendinitis (3,14 %) dan medial epicondilitis (2,24%). Pada Tabel 3 terlihat bahwa prevalensi OOS untuk kelompok umur (dewasa) 35–49 tahun ternyata paling tinggi (10,31%), untuk kelompok umur (dewasa muda) 19–34 tahun 6,28%, dan 3,14% untuk kelompok umur (tua) 50–58 tahun. Hasil uj Chi-square menunjukkan ada perbedaan bermakna antara masa kerja dan terjadinya OOS, prevalensi OOS terbesar didapatkan pada kelompok yang bekerja antara
15–38 tahun (p = 0,043) (Tabel 4). Prevalensi OOS tertinggi ditemukan pada pekerja yang bekerja antara 15–38 tahun. Prevalensi OOS pada pekerja packing (24,6%) lebih besar dibandingkan pekerja nonpacking (11,1%). Risiko terjadinya OOS pada pekerja packing 2,22 kali lebih besar secara bermakna dibandingkan pekerja non-packing (PR = 2,22; 95% Confidence Interval 1,124,38) (Tabel 5). Faktor-faktor risiko yang berkaitan dengan risiko OOS Dari variabel-variabel yang diteliti (umur, pendidikan, indeks masa tubuh, jenis pekerjaan dan masa kerja), maka ditemukan dua jenis variabel yang merupakan faktor risiko terjadinya OOS, yaitu faktor kelompok umur dan faktor jenis pekerjaan.
Tabel 4. Distribusi -OOS berdasarkan masa kerja
Tabel 5. Prevalensi OOS berdasarkan jenis pekerjaan
80
Universa Medicina
Vol.25 No.2
Tabel 6. Faktor-faktor kelompok umur dan faktor jenis pekerjaan sebagai risiko OOS
* Grup pembanding dasar
Dari Tabel 6 menunjukkan bahwa pekerja Packing sangat bermakna mempunyai risiko 2,63 kali lebih besar untuk terjadinya OOS dibandingkan pekerja non packing. Kelompok usia dewasa (35–49 tahun) mempunyai risiko 2,10 kali lebih besar dibandingkan dengan kelompok usia dewasa muda (19–34 tahun) maupun kelompok usia lanjut (50–58 tahun) untuk terjadinya OOS yang tidak bermakna. PEMBAHASAN Dari penelitian ini ditemukan prevalensi OOS pada pekerja sebesar 19,73%. Hasil ini sesuai dengan prevalensi OOS populasi pekerja pada umumnya yaitu 5–20% seperti yang dilaporkan oleh Coggon,(11) dan 10–20% oleh Helliwell et al. (5) Tetapi bila dibandingkan dengan penelitian pada kelompok-kelompok industri spesifik ternyata hasilnya lebih rendah, yaitu karyawan bank 22%, (8) pekerja industri sepatu 37,7%, (6) pengolah ikan kemasan 28%. (7) Hal ini dimungkinkan karena pola kerja dan lingkungan tempat kerja yang berbeda, serta ketatnya kriteria dalam penegakkan diagnosis pada penelitian ini. Berdasarkan jenis pekerjaan ternyata prevalensi OOS pekerja packing 24,6%, pekerja non packing 11,1%. Analisis rasio odd pekerja packing sangat bermakna mempunyai
risiko 2,63 kali lebih besar untuk terjadinya OOS dibandingkan pekerja non packing. Ternyata pola kerja pekerja packing yang lebih berat, posisi berdiri stasis, bekerja terus menerus mengikuti kecepatan mesin, aktifitas repetitif lengan dan tangan menyebabkan jenis pekerjan ini menjadi faktor risiko utama untuk timbulnya OOS. Prevalensi dari masing-masing diagnosis penyakit OOS yaitu; myofascial pain syndrome (6,73%) diikuti oleh lateral epicondilitis (4,48%), carpal tunnel syndrome (3,59%) dan rotator cuff tendinitis (3,14%), ternyata hampir sesuai dengan urutan prevalensi dari hasil penelitian pada pekerja di industri pengolah ikan kemasan. (7) Hal ini dimungkinkan karena pola kerjanya yang hampir sama yaitu p e k e r j a a n p e n g e m a s a n . Te t a p i b i l a dibandingkan dengan pekerja di industri yang pola kerjanya berbeda ternyata urutan prevalensi ini menjadi berbeda, seperti pada penelitian pekerja di industri sepatu(6) ternyata carpal tunnel syndrome prevalensinya jauh paling tinggi (22,0%), diikuti oleh rotator cuff tendinitis (9,5%), myofascial pain syndrome (4,2%) dan lateral epicondilitis (3,1%). Penelitian pada karyawan bank (8) ternyata beberapa diagnosis penyakit prevalensinya hampir sama tinggi, dengan rotator cuff tendinitis prevalensinya paling tinggi (16%), 81
Harrianto, Sulistio, Rachmawati, dkk.
diikuti oleh carpal tunnel syndrome(14%) dan medial epicondilitis (14%) lalu lateral epicondilitis (13%). Dengan demikian berarti pola kerja tertentu mempunyai kecenderungan untuk timbulnya diagnosis penyakit tertentu pula. Sumber bias informasi yang mungkin timbul adalah recall bias. Diminimalkan dengan kuesioner yang langsung diwawancara oleh peneliti dan digali secara lisan, sehingga responden dibimbing untuk menjawab lebih tepat. Kemungkinan examiners bias diminimalkan dengan jalan pemeriksaan fisik secara sistimatik serta dilaksanakan kalibrasi di antara pemeriksa. Dari hasil penelitian-penelitian terdahulu telah dibuktikan bahwa sikap kerja mempunyai korelasi dengan timbulnya diagnosis penyakit OOS tertentu pula. (1) Posisi berdiri stasis mempunyai kecenderungan untuk timbulnya myofascial pain syndrome akibat stres fisik yang berat pada otot-otot punggung dan leher. Rotator cuff tendinitis terjadi akibat pola kerja yang banyak mengangkat lengan di atas sendi bahu. Lateral epicondilitis timbul akibat pola kerja repetitif gerak lengan bawah yang mengakibatkan stres fisik pada otot-otot ekstensor lengan bawah. Carpal tunnel syndrome terjadi akibat gerak repetitif di sendi pergelangan tangan yang dikombinasi dengan gerakan-gerakan mengepal dan mencubit. Semua sikap kerja seperti ini dilakukan oleh pekerja di sektor asembling (termasuk pekerja packing), sehingga prevalensi diagnosisdiagnosis penyakit tersebut cenderung tinggi pada penelitian ini. Perubahan-perubahan degeneratif otot, tendo, ligamen atau sendi akibat proses ketuaan, masa kerja yang lebih lama pada pekerja yang lebih tua, serta tidak seimbangnya beban fisik dan kapasitas fisik bila dibandingkan dengan pekerja yang lebih muda, mungkin menjadi alasan mengapa pekerja yang 82
Faktor risiko occupational overuse syndrome
lebih tua mempunyai resiko timbulnya penyakit muskuloskeletal yang lebih tinggi. (12) Hal ini konsisten dengan hasil yang didapat dari penelitian ini, bahwa kelompok usia dewasa (35–49 tahun) mempunyai risiko untuk terjadinya OOS 2,1 kali lebih besar dibandingkan dengan kelompok usia dewasa muda (19–34 tahun) yang tidak bermakna. Tetapi pada kenyataan yang lain hasilnya tidak konsisten, ternyata kelompok ini juga mempunyai resiko untuk terjadinya OOS yang lebih besar dari kelompok umur yang lebih tua (50–58 tahun). Hal ini dimungkinkan karena adanya kebijakkan perusahaan pada para pekerja senior untuk rotasi bekerja di tempat yang lebih ringan, atau dipekerjakan sebagai koordinator yang lebih dibebankan dengan fungsi kontrol dan pelayanan mesin dibandingkan dengan fungsi aktifitas pengemasan, sehingga paparannya menjadi lebih sedikit. Dengan demikian kelompok usia lanjut menjadi kurang berisiko untuk terjadinya OOS. Dengan alasan yang sama pula maka faktor risiko total masa kerja pada penelitian ini kurang bermakna untuk terjadinya OOS. KESIMPULAN DAN SARAN Dari penelitian ini ditemukan bahwa OOS merupakan gangguan rasa nyeri pada bahu, leher, lengan dan tangan yang sering terjadi pada para pekerja bagian produksi perusahaan bubuk deterjen. Dapat diidentifikasi juga beberapa diagnosis penyakit spesifik OOS beserta prevalensinya. Dari beberapa faktor risiko yang diteliti, ternyata faktor jenis pekerjaan sebagai pekerja packing, serta pekerja yang berusia dewasa (35–49 tahun) lebih berisiko untuk terjadinya kelainan ini. Dari hasil penelitian ini dapat disusun dengan lebih tepat program perencanaan pencegahan untuk terjadinya gangguan kesehatan muskuloskeletal yang memadai di perusahaan
Universa Medicina
Vol.25 No.2
ini. Perlu dilaksanakan analisis tugas kerja guna meneliti hubungan gejala-gejala penyakit yang timbul dengan faktor pekerjaan, dengan mengevaluasi sikap kerja, gerakan yang monoton, angkat beban serta faktor-faktor psikologis dan sosial. Di samping itu perlu juga dilaksanakan desain ulang tugas kerja, yaitu dengan mengurangi frekuensi dan durasi sikapsikap kerja yang dapat menimbulkan ketegangan fisik, mengurangi tugas-tugas yang monoton, pengaturan jam-jam istirahat untuk memulihkan penggunaan otot, sendi dan ligamen. Serta dibutuhkan juga pelatihan untuk memperbaiki teknik kerja. Selanjutnya perlu diadakan evaluasi secara bertahap mengenai pelaksanaannya. Dibutuhkan penelitian lebih lanjut terhadap gangguan muskuloskeletal lainnya akibat sikap kerja sehingga dapat dilakukan perbaikan dengan lebih baik. Dengan demikian diharapkan adanya pengurangan risiko gangguan muskuloskeletal sehingga produktifitas pekerja dapat terjaga dengan baik.
6.
Daftar Pustaka
12.
1. 2.
3.
4.
5.
Hagberg M. ABC of work Related Disorders: Neck and arm disorders. Br Med J 1996; 313: 419-22. Palmer K, Cooper C. Repeated movements and repeated trauma affecting the musculoskeletal system. In: Bacter PJ, Adams PH, Ching Aw T, Cockcoft A, Harrington JM, editors. Hunter’s diseases of occupations. 9th ed. New York: Oxford University Press Inc.2000. p. 453-75. Hagberg M. Silverstein B, Wells R, Smith MJ, Hendrick HW, Carayon P, et al. Work related musculoskeletal disorders (WMSDs): a reference book for prevention. Padstow, Cornwall: TJ. International Ltd; 1997. Stone WE. Occupatonal overuse syndrome in other countries. Journal for Occupational Health and Safety - Australia and New Zealand 1986; 3: 397404. Helliwell, Taylor W J. Review : Repetitive Strain Injury. Postgrad Med J 2004; 80: 438-43.
7.
8.
9.
10.
11.
13.
14.
15.
Roquelaure Y, Mariel J, Fanello S, Boisssiere JC, Chiron H, Dano C, et al. Active epidemiological surveyllance of musculoskeletal disorders in a shoe factory. Occup Environ Med 2002; 59: 452-8. Nordander C, Ohlsson K, Balogh I, Rylader.L, Palsson B, Skerfving S. Fish prossesing work: the impact of two sex dependent exposure profiles on musculoskeletal health. Occup Environ Med 1999; 56: 256-64. Lacerda EM, Nacul LC, Augusto LG, Olinto MTA, Rocha DC, Warlendey DCW. Prevalence and associations of symptoms of upper extremities, repetitive strain injuries (RSI) and ‘RSI-like condition’. A cross sectional study of bank workers in Northeast Brazil. BMC Public Health. 2005; 5: 107. Palmer K, Walter –Bone K, Linaker C, Reading I, Kellingray S, Coggon D. The Southampton examination schedule for the diagnosis of musculoskeletal disoders of the upper limb. Ann Rheum Dis 2000; 59: 5-11. Mitchell S, Reading I, Walker-Bone K, Palmer K, Cooper C, Coggon D. Pain tolerance in upper limb disorders: finding from a community survey. Occup Environ Med 2003; 60: 217-21. Coggon D, Palmer KT, Walker-Bone K. Occupation and upper limb disorders. Rheumatology 2000; 39: 1057-1059. Cassau B, Derriennic F, Monfort C, Norton J, Touranchet A. Chronic neck and shoulder pain, age and working conditions: Longitudinal result from a large random sample in France. Occup Environ Med 2002; 59: 537-44. Devereux JJ, Vlachonikolis IG, Buckle PW. Epidemiological study to investigate potential interaction between physical and psicosocial factors at work that may incerease the risk of symptoms of musculoskeletal of the neck and upper limb. Occup Environ Med 2002; 59: 269-77. Erdil M Dickerson B, Glackin E. Cumulative trauma disorders of the upper extremity. In: Zenz C, Dickerson O B, Horvath EP, editors. Occupational Medicine. 3rd ed. St.Louis: MosbyYear Book; 1994. p. 48-64. Kaergaard A, Andersen JH. Musculoskeletal disorders of the neck and shoulders in female sewing machine operators: prevalence, incidence, and prognosis. Occup Environ Med 2000; 57: 52834.
83