POLA KALIMAT AL-MAJHU>L DALAM BAHASA ARAB Ahmad Sehri Lector, IAIN Palu Abstract: The Arabic language has a certain pattern in the form of passive verbs. Based on the terms of the perpetrators, consisting of active and passive verb verb. In sentences with active verbs that if the perpetrators of acts mentioned in that sentence. While the sentence with a passive verb or namely if the perpetrator is not mentioned in the sentence. changes morphologically passive verb phrase, the position of the subject of the passive voice, and the reasons and impact with dimunculkannya no doer of the deed in sentence menggunakkan passive verbs. reason not dimunculkannya doer of the deed in the sentence passive verbs consist of: a) There needs to be raised because it is already known who was responsible b) There may be explained because they do not know who the culprit c) For the purpose of hiding d) To honor the culprit Formation of sentences constructed passive intentioned separate want to be delivered from the speaker or writer, which is to emphasize a message to the object or the parties themselves subjected to act Abstrak : Bahasa Arab memiliki pola tertentu pada bentuk verba pasif. Berdasarkan segi pelakunya, terbagi atas verba aktif dan verba pasif. Pada kalimat dengan verba aktif yaitu apabila pelaku perbuatan disebutkan dalam kalimat tersebut. Sedangkan pada kalimat dengan verba pasif atau yaitu apabila pelaku tindakan tidak disebutkan dalam kalimat tersebut. perubahan kalimat verba pasif secara morfologis, kedudukan subjek kalimat pasif, dan alasan serta dampak dengan tidak dimunculkannya pelaku perbuatan dalam kalimat yang menggunakkan verba pasif. alasan tidak dimunculkannya pelaku perbuatan dalam kalimat verba pasif terdiri atas: a) Tak perlu dimunculkan karena sudah diketahui siapa pelakunya b) Tak mungkin dijelaskan karena tidak tahu siapa pelakunya c) Untuk tujuan menyembunyikan d) Untuk menghormati pelakunya Pembentukkan kalimat berkonstruksi pasif mempunyai maksud tersendiri yang ingin disampaikan dari penutur atau penulis, yaitu untuk menekankan suatu berita pada diri objek atau pihak yang dikenai suatu tindakkan
Kata kunci : Pola, Kalimat, dan Al-Majhul
Pendahuluan Dua sumber hukum utama dalam Islam menggunakan bahasa Arab, keduanya adalah Al-Qur’an dan Hadis, tanpa mengetahui bahasa Arab dengan baik 53
Ahmad Sehri : Pola Kalimat ....
seorang muslim tidak mungkin mengetahui sumber hukumnya. Salah satu cara untuk mengetahui bahasara Arab, seorang muslim harus mengetahui tata bahasanya. Al-Qur’an diturunkan oleh Allah di dunia ini untuk menjadi pedoman bagi umat manusia melalui Rasul-Nya Muhammad saw dengan menggunakan bahasa Arab yang fasih dan mudah dipahami oleh umat manusia kala itu, walaupun dikenal dengan umat yang jahil. Al-Qur’an sebagai Way of Life bagi seluruh ummat manusia, ini berarti bahwa umat manusia harus mengkaji kandungan al-Qur’an; hadis sebagai sumber hukum kedua diucapkan oleh Nabi Muhammad saw dengan bahasa Arab, para sahabat berinteraksi dan berdialog dengan Nabi dengan menggunakan bahasa Arab. Dari itu, untuk mengetahui kedua bahasa alQur’an dan hadis, tentunya seorang muslim terlebih dahulu harus mempelajari dan mengerti bahasa Arab itu sendiri. Selain yang telah dikemukakan di atas sebagai alasan pentingnya mempelajari bahasa Arab, juga karena bahasa Arab sebagai bahasa komunikasi international dan merupakan alat transformasi ilmu pengetahuan dari dunia Arab ke dunia international baik berupa pengajaran dengan bahasa lisan maupun dalam bentuk buku-buku dan literatur lainnya. Sebagaimana dalam tatabahasa lainnya, dalam tatabahasa Arab dikenal adanya bentuk kalimat passif, yang ciri utamanya adalah pelakunya tidak disebutkan, kalimat ini dalam istilah tatabahasa Arab disebut al-Mabni> li al-Majhu>l )(المبنى للمجهول, yang pembahasannya terdapat dalam ilmu nahwu dan sharaf. Kalimat ini tentunya selalu disandingkan dengang kalimat aktif atau al-Mabni li al-Ma‘lu>m ) (المبنى للمعلومdalam istilah tatabahasa Arab1. Batasan Masalah Dari uraian latar belakang di atas, maka dalam makalah ini muncul beberapa masalah mendasar, yaitu “bagaimana pola kalimat ma‘lu>m dan majhu>l dalam bahasa Arab ?” Untuk mendapatkan kejelasan dari permasalahan pokok tersebut, maka diperlukan penjabaran pertanyaan dalam bentuk sub-sub masalah sebagai berikut: 1. Kapan suatu fi‘l disebut mabni> ma‘lu>m atau majhu>l ? 2. Bagaimana pembentukan pola kalimat majhu>l ? 3. Faktor apa yang mendasari pembentukan fi‘l majhu
1
Chatibul Umam. Pedoman Dasar Ilmu Nahwu, Cet. VI; Bandung: Darul Ulum Press, 1993 :17
54
Ahmad Sehri : Pola Kalimat ....
Pembahasan Pada dasarnya, fi‘l atau kata kerja yang dibentuk menjadi majhu>l bersumber dari fi‘l muta‘ddi> )ى ْ (ا َ ْل ِف ْع ُل اْل ُمتَعَ ِدdalam artian bahwa fi‘l muta‘ddi>-lah yang (ا َ ْل ِف ْع ُل اtidak boleh menjadi bahan baku fi‘l majhu>l.2 Adapun fi‘l la>zim )الَّل ِز ُم dibentuk menjadi majhu>l kecuali melalui beberapa persyaratan. Dari itu, sebelum membahas tentang fi‘l majhu>l terlebih dahulu harus dipaparkan fi‘l muta‘addi> dan kontrasnya yaitu fi‘l lazim walau dengan sekilas. al-La>zim dan al-Muta‘addi> Kata kerja atau fi‘l dalam bahasa Arab dapat dibagi kepada beberapa bagian, tergantung kepada sisi mana dilihatnya, apabila dari segi kalanya atau waktunya, maka kata kerja tersebut dapat dibagi kepada al-ma>d{i> (waktu lampau) dan al-mud}a>ri‘ (waktu sekarang dan mendatang); apabila dilihat dari segi kebutuhannya kepada objek penderitanya, fi‘l terbagi kepada almuta‘addi> dan al-la>zim. Pembagian fi‘l (kata kerja) dilihat dari kebutuhannya kepada objek penderitnya, dapat dibedakan atas dua bahagian yaitu : Al-La>zim () ا َ الَّل ِز ُم Al-Muta‘addi> () ا َ ْل ُمتَعَدِى Pembagian al-fi‘l al-muta‘adi> dilihat dari kebutuhannya kepada jumlah objek penderitanya, dapat dibedakan atas dua bagian yaitu : Butuh kepada satu objek penderita Butuh kepada dua atau lebih dari objek penderita ( ا َ ْل ِف ْع ُل اkata kerja intransitive) 1. الَّل ِز ُم Jenis kata kerja ini didefinisikan sebagai berikut: ى ََل يَحْ ـت َـا ُج إلَى ْالـ َمـ ْفـعُ ْـو ِل بِ ِه ْ ه َُو ْالـفِـ ْعـ ُل الا ِذ Artinya: Adalah fi‘l yang tidak butuh kepada objek penderita Contoh : َـب ُم َح امــد َ ( ذَهMuhammad pergi), kata َـب َ ( ذَهpergi) tidak butuh kepada objek penderita atau maf`ul bih, dia sebagai kata kerja hanya butuh kepada pelaku ( ) فَاعِـل, dengan kehadiran pelakunya kata َـب َ ذَهsudah puas dan sempurna dalam penuturan bahasa, tidak mengundang pertanyaan, mengantarkan pendengar kepada kesenyapan. 2. ( اَ ْل ِف ْع ُل ْال ُمتَعَدِىkata kerja transitive) Jenis kata kerja ini didefinisikan sJenis kata kerja ini didefinisikan sebagai berikut: َواحِ ـ ٍد ْأو أ ْكـث َ َر، ى َيحْـت َـا ُج إلَى َمـ ْفـعُ ْـول ِب ِه ْ ه َُو ْالـفِـ ْعـ ُل الا ِذ 2
Chatibul Umam. Pedoman Dasar…..h.49
55
Ahmad Sehri : Pola Kalimat ....
Artinya: Adalah fi‘l yang butuh kepada objek penderiata, satu atau lebih. Contoh : َ ( لَـبِـــَم ُمـ َح ِـمـــد ـَـرــااMuhammad memakai kacamata), kata م َ ِلَ ـب (memakai) butuh kepada objek penderita, dia tidak merasa cukup kalau hanya didampingi oleh pelaku tanpa objek penderita sekaligus, karena kalau dikatakan : م ُم َح امـد َ ( لَـ ِبMuhammad memakai) hal ini akan masih menimbulkan suatu pertanyaan, yaitu : memakai apa ? karena orang memakai harus ada yang dipakai3. sekedar contoh fi‘l la>zim dan fi‘l muta‘addi> yang butuh kepada satu maf`ulbih, pada tabel berikut : المعنى المعنى الرقم الفعل المتعدى الـفعل الالزم Makan يأكـل- أكلDuduk يجـلـم- جـلـم .1 Minum شـــــــــــــــــــــرTidur يـنـام- ــام 2. Menulis/mewajibkan يـشـرBerdiri يـقــو م- قـام 3. Membaca يكـتـب- كتبBeristirahat - اســـــــــــــــــــترا 4. Mengendarai يـقــرأ- قـرأGegabah يـسـتريح 5. Memukul يـــــــر- كـــــــبKetawa - ــهـــــــــــــــــــــــو 6. Menyisir كـبMenangis يـتـهـو 7. Menanam - ضـــــــــــــــــــــرBersedih - ضـحـــــــــــــــــــ 8. Memanen يضـرBergembira يضـحـ 9. Menjual ســــــــــــــــــــــرMasuk يـبـكى- بـكى 11. Membeli يـسـرKeluar يحـزن- حـزن .11 Memukul يز ع- ز ع يـفـر- فـر - حـصــــــــــــــــــــــد يدخـل- د خـل يـحـصـد - خــــــــــــــــــــــرج يـبـيــع- بـاع يـخـرج - اشــــــــــــــــــــــترى يذهب- ذهب يـشــترى ضر – يضر صبُ ْال َم ْفعُ ْولَي ِْن ِ ى يَ ْن ْ المتعدى اَلا ِذ MUTA‘ADDI> YANG MENASAB DUA MAF‘U>L Ada dua kelompok fi‘l muta‘addi> yang butuh kepada dua maf`‘u>lbih : Me-nasab dua maf`‘u>l yang berasal dari mubtada’ dan khabar. 3
Hifni Bek Dayyab. Kaidah Tata Bahasa Arab, Cet. III; Jakarata: Dar al-Ulum Press, 1991:91
56
Ahmad Sehri : Pola Kalimat ....
Me-nasab dua maf’u>l yang bukan berasal dari mubtada’ dan khabar.4 Kelompok fi`’l yang me-nasab dua maf`’u>l yang berasal dari mubtada’ dan kahbar ialah : ) هـب ( بمعنى ظن- جعـل- زعم- حسب- خال: أفعال الرن ) تـعـلـــم ( بمعـنى أعـلـم- ألـقى- وجـد- عـلم- أى: أفـعال اليقين تـخـذ- اتــخــذ- د- جــعــل- حـو ل- صـيـر: أفـعـال التحـويل وجـد السائر الطريق وعرا- أيت اللص ها با- ظننت الرجـل ـائـما: مثل صيـر الصـنــاع القـطـن ـسـيـجـا Kelompok fi‘l yang me-nasab dua maf‘u>l yang bukan berasal dari mubtada‘ dan khabar ialah : مـنـع- سـأل- مـنـح- أعـطـى- ألبـم- كسـا ألبم الربيع األ ض حـلة زاهـيـة: مثل Al-Ma‘lu>m (pengertian dan bentuk-bentuknya) Sengaja dalam pembahasan ini didahului oleh pemaparan tentang fi‘l la>zim dan muta‘addi>, kareana bahan awal dari fi‘l majhu>l adalah fi‘il muta‘addi>, artinya semua fi‘il majhu>l adalah berasal dari fi‘il muta‘addi>; adapun fi‘il la>zim tidak boleh dibentuk menjadi fi‘l majhu>l kecuali terlebih dahulu melalui persyaratan, diantaranya di-muta‘ddi>-kan. 5 َ س امي ْال ِف ْع ُل َم َع ْالفَا ِع ِل َم ْبنِيًّا ل ِْل َم ْعلُ ْو ِم ِأل ان فَا ِعلَهُ مِ ْذ ُك ْو فِي ْال ُج ْمل ِة َ ُي Artinya: Sebuah fi‘l bersama fa>‘il-nya, dinamai mabni> ma‘lu>m, karena fa>‘il-nya disebutkan dalam kalimat. Dari pengertian di atas dapat diketahui bahwa apabila dalam suatu kalimat, pelaku/fa>‘il pada kalimat tersebut dimunculkan atau disebutkan, maka hal itu dikenal dengan fi’l ma’lu>m; seperti pada contoh berikut ini َقطع محمدُ الغصن kata Muhammad pada kalimat tersebut adalah fa>’il, sehingga dengan demikian contoh di atas adalah fi’l ma’lu>m karena fa>’il-nya ditampakkan6. Jika berada dalam posisi fi’l ma>d}i> mujarrad s\ula>s\i> di mana sebelum akhir dari fi’l ma>d}i> itu alif lalu bertemu dengan d}ami>r raf’ ber-harakat, dan dalam bab (يَفعُل- ) فَعَلseperti; يقود- قاد, يروم- ام, يسوم- سام, maka huruf pertamanya didommah, menjadi : سمته األمر مت الخير 4
Mustafa Amin. Al-Nahwu al-Wa>d{ih, juz. III, t.t; t.tp, t.h
Fuad Nu’mah, Mulakhash Qawaid al-Luhat al-Arabiyah (Beirut: Dar al-Saqafah alIslamy, t.th), h. 48. 6 Syekh Mustafa al-Ghalayain. Jami’ Durus al-Arabiyah, juz. I, Cet. XXX; Beirut: alMaktabah al-Ashriyah, 1995:37 5
57
Ahmad Sehri : Pola Kalimat ....
قدت الجيش Dan jika dibentuk dari bab ( يفعِل- ) فعلseperti; ( يجيء- يبيع و جاء- )باعatau dari bab ( يَفعَل- ) فَعِلseperti; يخاف- ينال و خاف- ـال, lalu bertemu dengan d}ami>r raf’ ber-harakat maka huruf awalnya harus di-kasrah, seperti; ِبعته و ـِلت الخَير 7 َخِ فت للا Al-Majhu>l (pengertian dan bentuk-bentuknya) Pembahasan tentang fi‘l majhul adalah pembahasan inti dalam tulisan ini, karena itu diperlukan pemaparan yang lebih detail dari pemaparan fi‘l-fi‘l lainnya. 8 .اض ٍ َما لَ ْم يُ ْذك َْر فَا ِعلُهُ فِي ْالك َََّل ِم بَ ْل َكانَ َمحْ ذُ ْوفا ِلغ ََر:ُا َ ْل ِف ْع ُل ْال َمجْ ُه ْول ِ ض مِ نَ ْاأل ْغ َر Artinya: Fi‘il majhu>l : adalah yang fa>‘il-ya tidak disebutkan dalam kalimat, melainkan dihilangkan karena terdapat maksud-maksud tertentu.
Dari pengertian tersebut tergambar bahwa fi’l majhu>l adalah suatu kata kerja yang tidak menyebutkan fa>’il-nya (pelakunya), akan tetapi menyembunyikannya dengan maksud tertentu, atau sering dikenal dengan kata kerja bentuk pasif (passive)9. 1. Cara-Cara Pembentukan al-Fi’l al-Majhu>l dari al-Fi’l al-Ma>d}i> Adapun cara-cara membentuk fi’il majhu>l adalah : a. jika suatu kata kerja disandarkan kepada na>’ib fa>I‘il-nya sementara fi‘l tersebut adalah bentuk ma>d}i>, maka cara yang harus ditempuh adalah di-
Syekh Mustafa al-Ghalayain, Jami’ Durus al-Arabiyah, juz. I (Cet. XXX; Beirut: alMaktabah al-Ashriyah, 1995), h. 49-50. 8 Ibid., h. 50. 9 Fuad Nu’mah. Mulakhash Qawaid al-Luhat al-Arabiyah, Beirut: Dar al-Saqafah alIslamy, t.th. 7
58
Ahmad Sehri : Pola Kalimat ....
d}amma awalnya dan di-kasrah huruf sebelum yang terakhir10. Seperti contoh berikut ini; ُ فُتِح البا .ُأُكِل الجبن ُ قُطِ فت الزهر Ketiga contoh kalimat tersebut adalah menggambarkan bentuk pasif karena ketiganya tidak menampakkan fa>‘il-nya. Dimana susunan asalnya adalah; َ فتح الولدُ البا َ قطفت البنتُ الزهر َأكل الفأ ُ الجبن Dengan me-rafa‘-kan kata ُالولد, ُالبنت, dan ُ الفأ, karena sebagai fa>‘il dan menas}ab-kan kata , َ الزهر َ البا, َالجبن, sebagai maf‘u>l-bih. Kemudian fa>’il-nya dibuang yaitu kata الولد, البنت, الفأdengan maksud tertentu, maka tinggallah fi‘l itu memerlukan fa>‘il atau penggantinya (setelah fa>‘il tadi dibuang), maka ditempatkanlah maf‘u>l-bih tadi pada tempat fa>‘il untuk mengisi keperluan fi‘l pada fa>‘il (setelah dibuang). Chatibul Umam menyatakan: 11
َ فَأ ْع ْ َصا َ ْال َم ْفع ْو ُل َم ْرف ْوعا بَ ْعد .أن َكانَ َم ْنص ْوبا َ ََام ْالفَا ِع ِل ف َ طي َجمِ ْي َع أحْ ك
Artinya: Kemudian maf‘u>l ini dikenakan hukum-hukum yang berlaku bagi fa>‘il (yaitu marfu>‘), maka maf‘u>l-bih tadi pun menjadi marfu>‘ setelah tadinya mansu>b. b. Jika suatu kata kerja dimulai dengan huruf “”ت, maka dalam bentuk majhu>l-nya huruf kedua dari fi‘l tersebut harus di-d}ammah bersamaan dengan huruf “ ”تsebagai huruf awal. Contohnya; ُ سلمت الجاءز ُ ُ ت: َ سلمت سعادَ الجاءز َ َت c. Jika huruf sebelum akhir dari fi‘l ma>di> itu alif , maka alif tersebut diubah menjadi ya dan diberi harakat kasrah pada huruf sebelum ya. Contoh; قِيل قال ُ أختِير اختا 10
Mustafa Amin, Al-Nahwu al-Wadhi, juz. III (t.t; t.tp, t.h), 140
11
Chatibul Umam, Pedoman Dasar …..h. 102.
59
Ahmad Sehri : Pola Kalimat ....
d. Jika fi‘l tersebut terdiri dari enam huruf, maka cara yang ditempuh untuk menjadikannya majhu>l adalah huruf alif pada kata tersebut diganti dengan huruf ya dan di-d}ammah huruf hamzah pada awal kalimat demikian pula huruf ketiganya dan di-kasrah huruf sebelum huruf ya. Seperti; أُستتيب استتا أُستميح استما e. Jika suatu kata ber-harakat kasrah awalnya pada fi‘l ma‘lu>m maka did}ammah awalnya jika diubah menjadi majhu>l. Contoh; 12 الفرس بُعت الفرس بِعته َ َ ـُلت بمعروف ـِلته بمعروف 2. Cara Mebentuk Fi‘l Majhu>l dari Fi‘l Mud}a>ri‘ Cara membentuk fi‘l majhul dari fi‘l mud}ari‘ adalah sebagai berikut: a. Jika fi‘l yang mau dibentuk adalah mud}a>ri‘ maka cara yang harus ditempuh untuk membuatnya menjadi majhu>l adalah dengan men-d}amma awal hurufnya dan mem-fatha huruf sebelum yang terakhir13 , seperti contoh berikut; يُركَب الحصا ُن ُ تُحلَب البكر ُتُهذَ البنت Susunan asal ketiga contoh tersebut sebelum diubah menjadi majhu>l adalah sebagai berikut: َصان َ َُي ْر َكب َ ِي الح ٌّ ع ِل ُ َ تحلبُ ال َم ْرأ البقر . َته ِذ ُ ال ُمعَ ِل َمةُ البنت b. Jika sebelum akhir dari huruf kata tersebut adalah ya>’ atau wa>wu, maka kedua huruf tersebut diganti dengan huruf alif. Contoh; وـلني بمعروف غيري,أي باعني الفرس غيري12 13
Hifni Bek Dayyab, Kaidah Tata Bahasa Arab (Cet. III; Jakarata: Dar al-Ulum Press, 1991), h. 73.
60
Ahmad Sehri : Pola Kalimat ....
يُباع الط ُن صام مضحا ُن َ ُي
َيبيع الفَّل ُ القطن َضان ُ َي َ ص ْو ُم ال ُم ْس ِل ُم ْونَ َ َم
Dengan begitu dapat dikatakan bahwa fi‘l majhu>l dapat dibuat dengan cara: Bila fi‘l-nya ma>d{i> maka huruf sebelum terakhir harus di-kasrah, dan semua َ ُح ِف huruf yang bervokal sebelum yang terakhir harus di-d{ommah, contoh: ظ 16 ُن 14 ْ ْ ُ ْ ُ ا ْست15 ُ سا ـخ ِـر َج ْال َمـ ْعـ َد ال ِـم ـل ع ـ ت ، َا ت ك ال. Bila fi‘l-nya mud}a>ri‘ maka huruf ُ ِ َ ُِ َ ح pertama harus di-d}ommah, dan huruf sebelum terakhir harus di-fathah, ُ َ يُحْ ف. Bila huruf sebelum terakhir contoh: ُـر ُج ال َمـ ْعـدَن َ ِ يُـت َـعَـلاـ ُم ْالح، ُ ظ ْال ِكت َا َ يُسْـت َْخ، ُ سـا ْ , maka alif itu dirubah pada fi‘l ma>d{i> adalah alif , seperti : قَـا َلdan َ اخـت َـا menjadi ya>’, lalu huruf yang sebelum ya’ itu harus di-kasrah, menjadi: ، قِيْـ َل ْ . Bila huruf sebelum terakhir adalah panjang, seperti: َيـ ِبـيْـ ُع، َيقُ ْـو ُل, maka ْـر َ اخـتِـي yang panjang itu dirubah menjadi alif, menjadi: ع ُ يُـ َبـا، يُـقَـا ُل,17 juga seperti َُيقُ ْود menjadi ُ يُقَاد. 3. Fi‘l Majhu>l dari Bentuk Fi‘l La>zim Fi‘l la>zim tidak bisa dirubah menjadi mabni> majhu>l kecuali jika na>’ib fa>‘il-nya mas}d}ar, z}arf atau ja>r-majru>r18. Contoh: a. Na>’ib fa>‘il-nya berbentuk mas}d{ar: b. Na>’ib fa>‘il-nya berbentuk z}arf: c. Na>’ib fa>‘il-nya berbentuk ja>r-majru>r:
الفعل المبنى للمجهول
ا ُ ُحتفِل إحتفال عريم مير َ ذُه ِ َ ام األ َ ِب أ َم
الفعل المبنى للمعلوم
فُ ِر َ بِ ِه
الرقم
14
Artinya: Kitab dihafal. Artinya: Matematika dipelajari. 16 Artinya: Barang tambang dikeluarkan. 17 Hifni> Na>s{if dkk, Qawa>'d al-Lugah al-'Arabiyah (Surabaya: al-Hikmah, t.th.), h. 17. 18 Hifni> Bek Ayyu>b, op. cit, h. 75 15
61
Ahmad Sehri : Pola Kalimat ....
1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 2 3 4 5 6 7 8 9
الفعل الماضى أكَـ َل ُمـ َحـ امـد الساـ َمـ َ ( ) makan ikan َـر َ خَـالِـد اللاـبَـنَ ( Khalid minum ش ِ ) susu س ( Fatimah كَـت َـ َبـتْ فَـاطِ ـ َمـةُ الدا ْ َ )menulis pelajaran ـر َ ( Anak-anak ِـب ْ لَـع َ األوَلَدُ الـ ُك َ ) bermain bola 19 الوالِـدُ ال ِبـ ْنـتَ الحِ ـذَا َء ْألـبَ َ ـم َ ------------ ,, -------20 أعْـ َ طى ال ا الولَـدَ النُّـقُ ْـودَ شـيْـ ُخ َ ------------- ,, ------21 ام علَى ال ُم ْسلِمِ يْنَ ِ َـب للاُ َ كَـت َ الصيَ َ Muhammad
الفعل المضارع س َم َ َيأ ْ ُكـ ُل ُم َح امد ال ا َي ْش َر ُ خَالِد اللا َبنَ س ت َ ْكـتُـبُ فَاطِ َمة ُ الدا ْ َ األوَلَدُ ال ُك َر َ يَ ْـلـعَـبُ ْ الوا ِلدُ البِ ْنتَ الحِ ذَا َء ي ُْلبِ ُ م َ ------------ ،، ------الولَدَ النُّـقُ ْودَ يُعْـطِ ى الش ْي ُخ َ ---------- ،، ------ام علَى ال ُم ْسلِمِ يْنَ ِ يَـ ْكـتُـبُ للاُ َ الصيَ َ
الفعل الماضى أُكِـ َل الساـ َمـ ُ )(Ikan dimakan ُ ش ِـر َ اللاـ َبـنُ )(Susu diminum س )(Pelajaran ditulis ِب الدا ُ ُكـت َ ـر ُ لُعِـ َبـتْ الـ ُك َ ت ال ِبـ ْنـتُ الحِ ـذَا َء س ِ أ ُ ْلـ ِبـ َ َ ـم الحِ ـذا ُء أ ُ ْلـبِ َ ُ َ الولدُ النُّـق ْـودَ ـى َ أعْـطِ َ ُ ى النُّـقُ ْـود ُ أعْـطِ َ لصيَا ُم علَى ال ُم ْسلِمِ يْنَ ا ِ ِب َ ُكـت َ
الفعل المضارع يُؤْ كَـ ُل الساـ َم ُ تر ُ اللاـ َبنُ يُـ ْش َ يُـ ْكـتَـبُ الدا ْ س ـر ُ ت ُ ْـلـعَـبُ ْالـ ُك َ َ م البِ ْنتُ الحِ ذا َء ت ُ ْلـبَ ُ م الحِ ذَا ُء ي ُْـلبَ ُ يُـ ْعـ َ الولَدُ النُّـقُ ْـودَ طى َ يُـ ْعـ َ طى النُّـقُ ْـودُ َ الص َيا ُم ي ل س م ال ى ل ع ْنَ ْ ُ ِمِ ِ يُ ْكـتَـبُ َ
Mutiv Pembentukan Fi‘l Majhu>l Dalam makalah ini penulis perlu menguraikan beberapa motiv pembentukan fi‘l majhu>l, sebagai mana diungkapkan oleh Mus{t{afa> al-Galayain, 22 yaitu: ض ِعيْفا). .1 سانُ َ ال ْـ َ (و ُخلِقَ ِ للعلم به ،فَّل حاجة إلى ذكره ،ألـه معروف ؛ ـحو َ ْتُ للجهل به ،فَّل يمكن تعيينه ؛ ـحو سُ ِرقَ البَي ،إذا لم تعرف السا ق. .2 19
Artinya: Ayah memakaikan sepatu kepada anak perempuan. Artinya: Orang tua memberi uang kepada anak-anak. 21 Artinya: Allah mewajibkan puasa kepada orang Islam. 22 Mus{t{a>fa> al-Ghalayain, Jami’ Duru>s al-Ara biyah, juz. I, (Cet. XXX; Beirut: alMaktabah al-As{riyah, 1995), h. 248. 20
62
Ahmad Sehri : Pola Kalimat ....
إذا عرفت الراكب غير أـ لم ترد، ُصان َ للرغبة فى فى إخفائه لإلبهام ؛ ـحو ُ ك َ ِِب الح
.3 .إظها ه . فلم تذكره، إذا عرفنت الضا َ غير أـ خِ ْفتَ عليه، للخوف عليه ؛ ـحو ض ِر َ فَُّلَن .4 . ألـه شرير مثَّل، إذا عرفت السا ق فلم تذكره خوفا منه، ُس ِرقَ الحصان .5 ُ للخوف منه ؛ ـحو .ِع َر ْفتَ ال َعامِ َل فلم ـذكره حفرا لش ََرفِه .6 َ إذا، ع َمل ُم ْنكَر َ لشرفه ؛ ـحو عُمِ َل َ ُ َ َ َ فذكر الذى، )سنَ مِ ْن َها أ َ ْو ُ د ُّْوهَا أ ب ا و ي ح ف ة ي ت ب م ت ي ي ح ا ذ إ (و ـحو ؛ فائد بذكره يتعلق َل ألـه .7 ْ ُّ ٍ ا ْح ِح ُ َ ِ ْ َ ِ ْ ِ ِ َ . و إـما الغرض وجو د التحية لكل من يحيى، يُحْ ِي ْى َل فائد منه Artinya: 1. Pelaku sudah diketahui, sehingga tidak perlu disebutkan, karena sudah dikenal, seperti ض ِعيْفا َ سا ُن َ ال ْـ ِ َ( َو ُخلِقdan manusia dicipta dalam keadaan lemah). 2. Pelaku tidak diketahui, sehingga anda tidak bias menebak, seperti bila anda katakan ُس ِرقَ ال َبيْت ُ (rumah itu dicuri) bila anda memang tidak tahu pencurinya. 3. Sengaja tidak menyebut karena untuk menyembunyikan; seperti ِب َ ُك ُصان َ ِ( الحkuda itu dikendarai), apbila yang mengendarai telah diketahui, tetapi tidak diinginkan penyebutannya demi penyembunyian. 4. Dihawatirkan keselamatannya; seperti ( ض ِر َ فَُّلَنsi anu telah dipukul), bila anda telah mengetahui sipemukul, tetapi anda khawatir jangan-jangan dia dipukul juga oleh pihak keluarga yang dipukul. 5. Ditakuti; seperti ُصان ُ (kuda itu dicuri) bila anda telah mengetahui َ ِس ِرقَ الح sipencuri, tetapi anda takut kalau sipencuri itu menyakiti anda bila dia tahu bahwa anda yang mengekspos kejahatannya, karena dia orang kuat dan jahat misalnya. 6. Pelaku berkedudukan sosial yang terhormat, seperti ع َمل ُم ْنكَر َ ( عُمِ َلperbuatan mungkar telah dikerjakan), bila anda mengetahui pelaku tetapi anda tidak menyebutnya demi menjaga kedudukannya. 7. Penyebutannya dinilai tidak bermanfaat, seperti سنَ مِ ْن َها َ َْو إِذَا ُحيِ ْيت ُ ْم بِتَحِ يا ٍة فَ َحي ُّْوا بِأَح َ ( أ ْو ُ د ُّْوهَاapa bila kalian diberi ucapan selamat maka berilah ucapan selamat dengan yang lebih baik atau yang setara), karena menyebutkan orang yang memberi ucapan selamat tidak penting, mengingat tujuannya adalah kewajiban membalas ucapan selamat dari siapa-pun yang mengucapkannya. Menurut hemat penulis, di samping motiv-motiv yang disebutkan di atas masih ada motiv lain yang mendorong sipembicara untuk menggunakan pola majhu>l dalam berbicara, yaitu motiv untuk mempersingkat kalimat dalam ungkapan, seperti tidak cukupnya kesempatan untuk menyebut nama pelaku, karena ( قُـتِـ َل اsang pemimpin telah suasana mencekam atau lainnya, misalnya الزعِـ ِيـ ُم terbunuh), dalam suasana mencekam orang tidak perlu berbicara panjang lebar, tetapi pada saat seperti ini yang dipertlukan adalah inti informasi dari kejadian, bukan penjelasan. 63
Ahmad Sehri : Pola Kalimat ....
Simpulan Dari uraian yang telah dikemukakan di atas, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu, sebagai berikut: Ilmu nahwu sangat penting untuk dipelajari mengingat dua sumber pokok ajaran Islam (al-Quran dan al-Sunnah) menggunakan bahasa Arab. Untuk memahami keduanya diperlukan bahasa Arab yang baik. Fi’il apabila dilihat dari segi fa>‘ilnya, apakah fa>'il-ya disebutkan atau tidak disebutkan , maka terbagi kepada mabni> lil ma’lu>m dan mabni> lil majhu>l. Maka yang pertama (mabni ma’lu>m) adalah fi’l yang fa>‘il-nya disebutkan. Sedangkan mabni majhu>l adalah fi’l yang fa>’il-nya dibuang dan diganti oleh naibu al-fa>‘il atau yang lain. Pembentukan fi’l majhu>l didasari oleh beberapa faktor, diantaranya yang terpenting ada enam diantaranya : Sengaja tidak menyebut karena untuk menyembunyikan; seperti صا ُن (kuda itu dikendarai), bila yang َ ُك َ ِِب الح mengendarai telah diketahui, tetapi tidak diinginkan penyebutannya demi penyembunyian, Dihawatirkan keselamatannya; seperti ( ض ِر َ فَُّلَنsi anu telah dipukul), bila anda telah mengetahui sipemukul, tetapi anda khawatir jangan-jangan dia dipukul juga oleh keluarga yang dipukul, Ditakuti; seperti س ِرقَ الحصا ُن ُ (kuda itu dicuri) bila anda telah mengetahui sipencuri, tetapi anda takut kalau sipencuri itu menyakiti anda bila tindakannya anda yang mengekspos, karena dia orang kuat dan jahat misalnya, Keinginan pembicara untuk meringkas klausa/kalimat tersebut, Untuk merendahkan subyek pada kalausa/kalimat tersebut dengan menggunakan kalausa/kalimat yang halus, mAtau dengan maksud untuk memuliakannya dengan tidak menyebutkannya dalam kalausa/kalimat tersebut. Adapun Fi'il Majhul Merupakan Kalimat Pasif, biasanya diawali dengan Fi'il Majhul (Fi'il Pasif) Seperti Kataba (telah menulis), bentuk fiil Madhi Tsulasi Mujarrad, bentuk Fi'il dalam Kalimat Maklum Kutiba (telah ditulis), bentuk fiil Madhi yang mengalami perubahan dari bentuk diatas, disebut Fi'il MAJHUL, Isim yang mengikutinya (mengikuti fiil majhul), seringkali disebut Naibul Fail. Karena struktur nya dalam kalimat juga menuntut sebagai Fa'il yg berbentuk Marfu, tapi Fa'il disini berbeda, mirip seperti Maf'ul karena sama-sama dikenai pekerjaan. Oleh karenanya disebut Naibul Fail.
64
Ahmad Sehri : Pola Kalimat ....
Daftar Pustaka
Chatibul Umam. Pedoman Dasar Ilmu Nahwu, Cet. VI; Bandung: Darul Ulum Press, 1993. Fuad Nu’mah. Mulakhash Qawaid al-Luhat al-Arabiyah, Beirut: Dar alSaqafah al-Islamy, t.th. Hifni Bek Dayyab. Kaidah Tata Bahasa Arab, Cet. III; Jakarata: Dar al-Ulum Press, 1991. Mustafa Amin. Al-Nahwu al-Wa>d{ih, juz. III, t.t; t.tp, t.h. Mustafa Muhammad Nury. Al-Arabiayah al-Muyassarah, Jilid I, Ujungpandang: Berkah Utami, 1999. Syekh Mustafa al-Ghalayain. Jami’ Durus al-Arabiyah, juz. I, Cet. XXX; Beirut: al-Maktabah al-Ashriyah, 1995.
65