URUTAN PENGUASAAN POLA KALIMAT BAHASA INDONESIA TULIS Luluk Sri Agus Prasetyoningsih Abstrak: Penelitian ini bertujuan memperoleh deskripsi objektif tentang urutan penguasaan pola kalimat bahasa Indonesia tulis (BIT). Sampel penelitian adalah pembelajar Sekolah Dasar (SD). Data penguasaan BIT dijaring dengan tes mengarang terbimbing. Data dianalisis dengan korelasi tata jenjang Spearman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) bahasa ibu pembelajar adalah bahasa Jawa, (2) pembelajar memperoleh pola-pola kalimat sederhana dan pola-pola kalimat kompleks, (3) terdapat strategi umum dalam pemerolehan bahasa kedua, urutan pola kalimat sederhana diperoleh lebih dahulu, dan (4) pembelajar cukup menguasai pola-pola kalimat BIT yang baik dan benar. Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi guru SD dalam pengajaran bahasa Indonesia, khususnya pengajaran BIT yang baik dan benar. Kata kunci: urutan penguasaan bahasa, pemerolehan bahasa, pembelajaran bahasa, pola kalimat Sebagian besar masyarakat kita adalah dwibahasawan, artinya masyarakat yang menguasai dua bahasa. Penguasaan dua sistem bahasa atau kedwibahasaan dapat dilakukan melalui strategi pemerolehan dan strategi pembelajaran. Mereka pada umumnya menguasai selain bahasa pertama juga menguasai bahasa kedua. Bahasa pertama yang dikenal dan dikuasai oleh seseorang disebut dengan bahasa ibu. Bahasa ibu (bahasa pertama) adalah bahasa yang mula-mula dikuasai oleh anak sejak lahir dan digunakan sebagai alat komunikasi. Bahasa kedua adalah bahasa yang dikuasai oleh anak setelah menguasai bahasa pertama. Misalnya, anak suku Jawa pada saat dilahirkan mendapatkan bahasa ibu bahasa Jawa. Bahasa Jawa inilah yang diperoleh dan dikuasai oleh anak tersebut dalam kehidupannya dan digunakan sehari-hari. Begitu masuk pendidikan sekolah dasar, anak mempelajari bahasa Indonesia. Bahasa terakhir yang dipelajari anak disebut bahasa kedua. Kedua bahasa yang dipergunakan oleh anak sering menimbulkan kontak bahasa. Kontak bahasa yang terjadi pada diri anak menimbulkan saling mempengaruhi antara bahasa pertama dan bahasa kedua. Saling pengaruh atau pengaruh timbal balik tersebut menjadi semakin intensif apabila penggunaan kedua bahasa tersebut semakin besar. Pada umumnya bahasa yang paling dikuasai oleh anak berpengaruh besar terhadap pemerolehan bahasa berikutnya. Apabila penguasaan bahasa kedua melebihi penguasaan bahasa pertama maka mulailah pengaruh bahasa kedua terasa terhadap bahasa pertama. Pengaruh ini akan semakin besar apabila bahasa pertama juga jarang digunakan. Pengaruh
bahasa pertama terhadap bahasa kedua atau sebaliknya, pengaruh bahasa kedua terhadap bahasa pertama dapat terjadi pada setiap sistem atau unsur bahasa. Selama sistem bahasa yang digunakan itu mempunyai kesamaan dalam kedua bahasa tersebut maka dalam diri anak belum mengalami kesulitan. Proses demikian ini secara berangsur-angsur terjadi pada penguasaan bahasa, baik dilakukan oleh anak-anak maupun orang dewasa. Ada tiga pendapat tentang teori penguasaan bahasa. Teori tersebut adalah teori pemerolehan bahasa (language acquisition), teori pembelajaran bahasa (language learning), dan teori kreativitas bahasa (creativity linguistics).Pada hakikatnya penguasaan bahasa kedua dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu cara pertama disebut dengan pemerolehan bahasa dan cara kedua disebut pembelajaran bahasa. Terdapat empat hal yang membedakan antara pemerolehan dengan pembelajaran. (1) Pemerolehan merupakan proses penguasaan bahasa yang dilakukan tanpa direncanakan; pengetahuan mengenai kaidah bahasa diperoleh secara tersirat. Pembelajaran merupakan proses menguasai bahasa dengan perencanaan; pengetahuan mengenai kaidah bahasa diperoleh secara tersurat. (2) Pemerolehan bahasa dilakukan secara alamiah. Penutur tidak memperhatikan kaidah ujaran tetapi memperhatikan pesan yang diungkapkan sehingga yang dipentingkan adalah komunikatif. Pembelajaran bahasa dilakukan untuk menguasai kaidah-kaidah bahasa. (3) Pemerolehan bahasa dilakukan dalam lingkungan informal, misalnya dalam konteks bermain atau natural setting. Pembelajaran dilakukan dalam situasi formal atau artificial setting. (4) Dalam pemerolehan bahasa, masukan kebahasaan digunakan untuk mengaktifkan alat pemerolehan bahasa. Sedangkan, dalam pembelajaran masukan kebahasaan dipergunakan untuk melatih kemampuan berbahasa. Ada tiga pandangan dalam pembelajaran bahasa. Pandangan yang pertama dipelopori oleh Skinner yang dikenal dengan teori behaviorisme. Kedua, teori pembelajaran bahasa mentalisme atau nativisme dengan tokoh terkenal adalah Chomsky. Pandangan yang ketiga adalah dipelopori oleh Clark & Clark, yang dikenal dengan teori interaksionisme. Teori behaviorisme, yang dipelopori oleh Skinner menyatakan bahwa pembelajar sebagai mesin yang memproduksi bahasa; lingkungan linguistik dipandang sebagai faktor penentu yang sangat penting. Teori behaviorisme mendeskripsikan tingkah laku pembelajar dengan menggunakan prinsip stimulusrespon. Menurut teori behaviorisme anak lahir tidak dibekali dengan struktur linguistik. Struktur linguistik dikuasai melalui kegiatan pembelajaran pada lingkungan. Penguasaan bahasa diperoleh melalui kegiatan belajar dan latihan. Pembelajar membiasakan diri untuk merespon stimulus dari luar yang berupa ujaran. Frekuensi stimulus mempengaruhi perkembangan bahasa pembelajar. Untuk mencapai penguasaan bahasa kedua pembelajar memerlukan penguatan (reinforcement). Banyaknya stimulus dari luar merupakan penguatan bagi pembelajar untuk menguasai bahasa kedua. Kedua, teori mentalisme dipelopori oleh Chomsky. Teori ini secara berterus terang menentang teori behaviorisme Skinner. Teori mentalisme disebut juga dengan teori pembelajaran kognitif (cognitive-code learning). Chomsky
berpandangan bahwa sesungguhnya seseorang dilahirkan dengan membawa potensi kemampuan berbahasa. Tokoh rasionalis ini memandang bahwa potensi berbahasa sebagai sesuatu yang terbawa sejak lahir, kecuali yang mengalami cacat bawaan. Anak belajar berbahasa karena memiliki struktur psikologis atau kapasitas khusus untuk itu. Lenneberg dalam Nurhadi dan Roekhan(1990:16) yang juga menganut teori mentalisme berpendapat bahwa bahasa adalah mekanisme yang bersifat innate yang disebut alat pemerolehan bahasa (language acquisition device). Alat inilah yang dipergunakan untuk mengolah data linguistik yang memang potensinya dibawa sejak lahir. Hasil-hasil penelitian yang mendukung teori Chomsky menunjukkan bahwa (a) anak mempunyai struktur dan proses mental yang mendasari tingkah laku bahasanya, (b) struktur dan proses mental mengakibatkan bahasa anak tumbuh melalui konstruksi kreatif, dan (c) konstruksi kreatif itu muncul sebagai akibat dari upaya menguasai kaidah bahasa. Ketiga, teori interaksionisme yang dipelopori oleh Clark & Clark. Ahli bahasa ini berusaha memadukan antara pandangan behaviorisme dengan pandangan mentalisme. Kaum interaksionisme menyatakan bahwa faktor mekanisme internal pembelajar dan faktor linguistik sama-sama penting dalam proses pembelajaran bahasa. Tidak dapat dibantah bahwa bahwa setiap anak lahir membawa potensi untuk menguasai bahasa melalui alat pemerolehan bahasa. Namun, potensi saja tidak cukup, tetapi harus ditunjang oleh latihan-latihan (stimulus-respon). Latihan-latihan sangat dibutuhkan dalam pembelajaran bahasa. Seseorang tidak akan mampu menguasai bahasa kedua tanpa disertai latihan intensif dengan kelengkapan alat pemerolehan bahasa. Selain tiga teori pembelajaran tersebut, terdapat teori pemerolehan bahasa yang dikemukan oleh Dulay dan Burt (l986:6). Pada hakikatnya, proses pemerolehan bahasa yang dilakukan oleh pembelajar adalah sama, yaitu melalui pembentukan dan pengujian hipotesis tentang kaidah bahasa. Pembentukan kaidah itu dimungkinkan oleh adanya kemampuan bawaan atau struktur bawaan yang secara mental dimiliki oleh setiap anak. Inilah yang disebut dengan alat pemerolehan bahasa. Dengan alat ini setiap anak dapat memperoleh bahasa. Sedangkan, pemerolehan bahasa dipengaruhi oleh beberapa faktor. Dulay dan Burt menyebutkan faktor-faktor penting dalam proses internal pemerolehan bahasa. Faktor-faktor yang mempengaruhi, misalnya lingkungan bahasa (environment), kepribadian (personality), bahasa ibu (first language), dan usia (age). Dalam pemerolehan bahasa kedua terdapat dua hal penting, yaitu kreativitas dan monitor. Kreativitas bahasa dikenal dalam teori pembentukan kreatif. Kreativitas merupakan ciri yang bersifat universal. Keuniversalan bahasa merupakan salah satu prinsip umum yang cocok dalam kenyataan berbahasa dan bertindak sebagai prasyarat bagi pemerolehan bahasa. Menurut pandangan teori pembentukan kreatif (Prasetyoningsih, 2002:13) bahwa pemerolehan bahasa kedua merupakan proses pembentukan kaidah bahasa secara berangsur-angsur dari ujaran yang diterima melalui mekanisme bawaan untuk membentuk berbagai macam hipotesis tentang sistem bahasa yang diperoleh. Adanya aspek pembetukan kreatif dibuktikan oleh kemampuan seseorang dalam memahami dan menghasilkan pola-pola kalimat yang belum pernah didengar dan dibaca sebelumnya.
Berdasarkan teori pembentukan kreatif bahwa seseorang tidak semata-mata hanya menirukan semua masukan data kebahasaan yang didengarnya, melainkan seseorang menyaring dan menyusun kaidah-kaidah bahasa sesuai dengan penguasaannya. Di dalam proses menguasai kaidah-kaidah bahasa itu muncul konstruksi kreatif. Kontruksi kreatif muncul karena adanya suatu fungsi kognitif. Berkenaan dengan teori pembentukan kreatif, Cairns dan Cairns (1978) mengemukakan bahwa ada empat aspek kreativitas bahasa. (1) Ketidakterbatasan ekspresi linguistik (2) Relatif bebas dari pengawasan stimulus (3) Keserasian ujaran dengan keadaan (4) Kesanggupan menggunakan dan menciptakan kosakata dan kalimat-kalimat baru. Sedangkan, untuk teori monitor dalam pemerolehan bahasa menyatakan bahwa monitor merupakan salah satu komponen alat pemerolehan bahasa yang bekerja secara sadar untuk memperbaiki ujaran-ujaran yang dihasilkan. Monitor berperan dalam hal pengeditan terhadap bahasa yang dihasilkan melalui sistem pemerolehan. Monitor digunakan apabila seseorang ingin memperbaiki ujaran. Monitor dapat digunakan dalam pemerolehan bahasa kedua dengan tiga syarat, yaitu (a) apabila terdapat cukup waktu, (b) ada perhatian terhadap struktur, dan (c) mempunyai pengetahuan terhadap kaidah bahasa. METODE Penelitian yang berjudul Urutan Penguasaan Pola Kalimat BI Tulis Pembelajar Sekolah Dasar ini dirancang dengan menggunakan pendekatan silang (cross-sectional design), seperti yang dilakukan oleh Dulay dkk (1982:246), serta menggunakan metode deskriptif kuantitatif. Metode deskriptif merupakan cara penelitian yang dirancang untuk memperoleh informasi tentang gejala pada saat penelitian dilakukan. Metode ini digunakan dengan maksud untuk mendeskripsikan: (1) bahasa pertama pembelajar (2) jenis pola-pola kalimat BI tulis pembelajar, (3) urutan penguasaan pola kalimat BI tulis pembelajar, dan (4) tingkat penguasaan BI tulis yang baik dan benar. Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian adalah dengan kuesioner dan teknik tes. Kuesioner atau angket digunakan untuk mengetahui latar berlakang bahasa ibu pembelajar. Bahasa ibu pembelajar yang dijaring adalah bahasa Jawa. Bahasa Jawa dalam penelitian ini ditetapkan sebagai bahasa pertama, sedangkan bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua. Teknik tes digunakan untuk menjaring pola-pola kalimat bahasa Indonesia. Tes tertulis diambil melalui tugas mengarang wacana tulis melalui gambar berseri. Berdasarkan petunjuk tes pembelajar ditugasi untuk menceritakan gambar secara berurutan. Populasi penelitian adalah seluruh pembelajar SD yang berada di wilayah Kecamatan Sukun Kota Malang. Jumlah sampel penelitian sebanyak 300 orang. Pemilihan sampel dilakukan dengan teknik rambang (random sampling) dan teknik sampel bertujuan (purposive sampling). Teknik random sampling menurut Kerlinger (1972:129) dan Labovitz (1976:51) dimaksudkan untuk mendapatkan jumlah sampel yang representatif dan sesuai dengan tujuan penelitian. Karena banyaknya Sekolah Dasar di Kecamatan Sukun maka peneliti melakukan cara
rambang. Purposive sampling digunakan dengan tujuan untuk menjaring pembelajar yang berbahasa ibu bahasa Jawa. Teknik analisis data penelitian dilakukan dengan cara (a) memeriksa angket untuk mengetahui latar belakang bahasa ibu pembelajar, (b) mengidentifikasi pola-pola kalimat, (c) mengklasifikasi pola kalimat meliputi kalimat tunggal/sederhana dan kalimat kompleks/majemuk, (d) menentukan skor kalimat sesuai dengan tingkat kegramatikalannya, (e) menentukan skor pola kalimat, dan (f) menentukan jenjang pola kalimat. Setelah setiap pola kalimat ditentukan urutannya diperoleh dua macam urutan perolehan pola kalimat yang menggambarkan urutan penguasaan BIT pembelajar. (g) Tahap terakhir adalah peneliti menetapkan jenis kesalahan berdasarkan taksonomi kategori linguistik (fonologis, morfologis, sintaktis, dan leksis). HASIL Secara operasional terdapat empat tujuan khusus penelitian. (1) Mendeskripsikan secara objektif bahasa pertama pembelajar. (2) Mendeskripsikan jenis pola-pola kalimat BIT. (3) Mendeskripsikan urutan penguasaan BIT pembelajar. (4) Mendeskripsikan tingkat penguasaan BIT yang baik dan benar pembelajar SD? Bahasa Pertama Pembelajar Berdasarkan analisis kuesioner yang digunakan untuk menjaring data bahasa pertama pembelajar ditemukan bahwa pada umumnya sampel penelitian menggunakan bahasa ibu bahasa Jawa. Hanya sebagian kecil saja yang berbahasa ibu bahasa Indonesia. Berdasarkan tujuan penelitian maka peneliti tidak melakukan analisis data terhadap pembelajar yang berbahasa ibu bahasa Indonesia. Dari hasil kuesioner diketahui bahwa pada umumnya bahasa Jawa digunakan oleh pembelajar untuk keperluan komunikasi sehari-hari. Bahasa Jawa digunakan dalam lingkungan keluarga dan pergaulan. Di dalam kuesioner pembelajar juga menjelaskan bahwa bahasa Indonesia dipergunakan hanya pada saat situasi formal, misalnya di sekolah atau pada saat mengikuti pelajaran. Jenis Pola-Pola Kalimat BIT Peneliti melakukan analisis terhadap wacana BIT pembelajar. Hasil analisis data penelitian ditemukan bahwa terdapat kreativitas bahasa pembelajar. Kreativitas bahasa tersebut ditunjukkan dengan adanya berbagai macam pola kalimat BIT. Berdasarkan identifikasi pola-pola kalimat selanjutnya peneliti melakukan klasifikasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat dua jenis pola kalimat BIT, yaitu pola kalimat sederhana atau disebut kalimat tunggal dan kalimat kompleks atau disebut dengan kalimat majemuk.
Pola Kalimat Sederhana (KalimatTunggal) Setelah diketahui jenis pola-pola kalimat BIT, peneliti melakukan klasifikasi pola kalimat tersebut berdasarkan struktur unsur fungsionalnya. Struktur fungsional yang dimaksud dalam penelitian ini mengacu pada tugas masingmasing unsur kalimat (Moeliono, 1988:260). Berdasarkan hasil penelitian ditemukan berbagai macam pola kalimat tunggal bahasa Indonesia. 1) Pola kalimat tunggal subjek, predikat (SP) 2) Pola kalimat tunggal predikat, subjek (PS) 3) Pola kalimat tunggal subjek, predikat, objek (SPO) 4) Pola kalimat tunggal subjek, predikat pelengkap (SPPel) 5) Pola kalimat tunggal subjek, predikat, keterangan (SPK) 6) Pola kalimat tunggal subjek,predikat, objek, keterangan (SPOK) 7) Pola kalimat tunggal subjek, predikat pelengkap, keterangan (SPPelK) 8) Pola kalimat tunggal subjek, keterangan, predikat (SKP) 9) Pola kalimat tunggal keterangan, subjek, predikat (KSP) 10) Pola kalimat tunggal keterangan, subjek, predikat, objek (KSPO) Pola Kalimat Kompleks (Kalimat Majemuk) Dari hasil identifikasi dan klasifikasi kalimat ditemukan adanya berbagai jenis pola kalimat kompleks atau kalimat majemuk. Dalam pola kalimat kompleks ditemukan pula jenis kalimat yang berstruktur setara dan kalimat yang berstruktur bertingkat. Secara umum struktur kalimat kompleks diklasifikasikan ke dalam lima jenis pola kalimat, dengan unsur fungsionalnya sebagai berikut. 1) Pola kalimat kompleks subjek predikat, subjek predikat (SP+SP) 2) Pola kalimat kompleks subjek predikat, subjek predikat Keterangan (SP+SPK) 3) Pola kalimat kompleks subjek predikat objek, subjek predikat objek (SPO+SPO) 4) Pola kalimat kompleks subjek predikat Keterangan, subjek predikat Keterangan (SPK,SPK) 5) Pola kalimat kompleks subjek predikat Keterangan, subjek predikat (SPK,SP)
Urutan Penguasaan Pola–Pola Kalimat BIT Ada lima belas pola kalimat BIT yang telah diperoleh pembelajar SD Kecamatan Sukun Kota Malang. Kelima belas macam pola kalimat tersebut diklasifikasi menjadi dua jenis, yakni sepuluh macam pola kalimat tunggal dan lima macam pola kalimat kompleks. Dengan menggunakan teknik analisis korelasi tata jenjang Spearman diperoleh urutan pola kalimat BIT sebagai berikut. Terdapat urutan umum penguasaan pola kalimat BI tulis pembelajar. Urutan umum tersebut dibuktikan dengan adanya kalimat tunggal sederhana yang berpola KSP diperoleh lebih dahulu. Urutan kedua adalah kalimat tunggal berpola SPK, kemudian diikuti pola kalimat SP dan PS. Urutan penguasaan berikutnya adalah kalimat tunggal dengan pola SKP dan SPPelK, kemudian baru kalimat
majemuk berpola SP+SP. Setelah kalimat majemuk dengan pola sederhana, urutan penguasaan berikutnya adalah pola kalimat SPOK, SPO, dan KSPO. Pola-pola kalimat berikutnya yang dikuasai adalah kalimat majemuk bertingkat dengan pola SP+SPK, SPO+SPO. Sedangkan kalimat yang berpola kompleks diperoleh pada posisi akhir, yaitu pola kalimat SPK+SP dan SPK+SPK. Tingkat Penguasaan BIT Yang Baik dan Benar Berdasarkan analisis data penelitian diketahui bahwa pola kalimat gramatikal BIT yang dikuasai oleh pembelajar SD Kecamatan Sukun Kota Malang menunjukkan tingkat penguasaan cukup. Pada umumnya pembelajaran belum dapat menerapkan kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar. Untuk kriteria bahasa Indonesia tulis yang baik jika penggunaannya lebih terkait dengan pemilihan ragam bahasa yang sesuai dengan konteks dan situasi komunikasi. Dalam wacana tulis pembelajar cukup banyak ditemukan adanya kesalahan memilih ragam kosakata. Cukup banyak kosakata yang tidak baku digunakan dalam karangan pembelajar. Adapun, untuk pemakaian bahasa yang benar pembelajar juga menunjukkan tingkat penguasaan yang cukup. Kriteria bahasa yang benar adalah apabila pembelajar dapat menggunakan bahasa Indonesia sesuai dengan kaidah kebahasaan, khususnya kaidah bahasa Indonesia. Kaidah kebahasaan yang benar meliputi: (1) kaidah penulisan, (2) kaidah pembentukan kata, dan (3) kaidah penyusunan kalimat. Berdasarkan hasil analisis wacana tulis pembelajar cukup banyak kesalahan yang ditemukan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa urutan penguasaan bahasa Indonesia yang benar adalah (1) penguasaan terhadap pembentukan kata dan (2) penguasaan penyusunan kalimat. Untuk penyusunan kalimat secara umum pembelajar kurang dapat menyusun kalimat efektif. Urutan tingkat penguasaan yang terakhir adalah penulisan, yang meliputi pemakaian huruf, pemakaian tanda baca, pemenggalan suku kata, dan penulisan kata
PEMBAHASAN Bahasa Pertama dan Bahasa Kedua Pembelajar Berdasarkan hasil analisis kuesioner diperoleh data bahwa pembelajar yang dijadikan sampel penelitian ini adalah pembelajar yang berbahasa ibu bahasa Jawa. Bahasa Indonesia ditetapkan oleh peneliti sebagai bahasa kedua. Hasil penelitian ini mendukung pendapat bahwa pada umumnya masyarakat Indonesia adalah dwibahasan, terbukti bahwa semua sampel penelitian menguasai dua bahasa sekaligus, yaitu bahasa Jawa dan bahasa Indonesia. Hanya proses pemerolehan bahasa tersebut (bahasa Jawa) yang pertamakali diperoleh pembelajar dalam kehidupannya. Sedangkan bahasa kedua diperoleh pembelajar sesudah pembelajar menguasai bahasa ibu atau bahasa pertama. Data penelitian menunjukkan bahwa bahasa pertama atau bahasa yang diperoleh sebelumnya berpengaruh terhadap penguasaan bahasa kedua. Pengaruh
bahasa pertama terhadap bahasa kedua ini dapat diketahui melalui bentuk-bentuk interferensi. Interferensi yang terjadi pada bahasa kedua meliputi aspek fonologis, morfologis, sintaktis, dan leksis. Bentuk-bentuk interferensi ini mengakibatkan munculnya kesalahan berbahasa pada bahasa kedua, khususnya pada wacana tulis yang telah disusun oleh pembelajar. Hasil penelitian ini hampir sama dengan pendapat Ellis (1986:19) yang menyatakan bahwa bahasa pertama atau bahasa yang diperoleh sebelumnya, berpengaruh terhadap proses penguasaan bahasa kedua pembelajar. Bahkan, bahasa pertama telah lama dianggap sebagai penghambat pembelajar di dalam menguasai bahasa kedua. Hal ini disebabkan, secara disadari atau tidak, kadangkadang pembelajar melakukan transfer, baik transfer struktur maupun transfer unsur-unsur bahasa lain pada saat pembelajar memproduksi bahasa kedua. Akibatnya, terjadilah alih unsur, baik alih struktur maupun alih kode dari bahasa pertama terhadap bahasa kedua pembelajar.
Penguasaan Ujaran atau Pola-Pola Kalimat BIT Secara umum tujuan penelitian ini adalah memperoleh deskripsi objektif tentang penguasaan pola kalimat BIT. Ruang lingkup penguasaan bahasa dalam penelitian ini meliputi dua aspek, yaitu aspek pemerolehan dan aspek pembelajaran. Hal ini menguatkan pendapat ahli pengajaran bahasa kedua yang menyatakan bahwa pada hakikatnya penguasaan bahasa dapat diperoleh melalui dua cara, yaitu pemerolehan (acquisition) dan pembelajaran (learning). Berdasarkan identifikasi sampel penelitian, seluruh sampel penelitian menguasai bahasa kedua (BI Tulis), baik melalui situasi formal (pengajaran di kelas) maupun situasi informal (lingkungan keluarga dan bermain). Adanya kedua situasi yang ditempuh oleh pembelajar ini sejalan dengan pendapat Dulay dkk (1982:6) mengenai proses internal dalam pemerolehan bahasa kedua. Khusus untuk penguasaan bahasa (pola-pola kalimat BIT), dari hasil penelitian ditemukan bahwa pembelajar telah menyusun berbagai pola ujaran, yang ditunjukkan dengan berbagai jenis pola kalimat. Hal ini menunjukkan bahwa teori pembentukan kreatif berlaku pada sampel yang berbahasa ibu bahasa Jawa. Dengan demikian hasil penelitian ini memperkuat teori pembentukan kreatif sebagaimana dikemukakan oleh Dulay (1986) dan Cairns dan Cairns (1978). Teori pembentukan kreatif ini menyatakan bahwa pemerolehan bahasa kedua merupakan proses pembentukan kaidah bahasa yang secara berangsur-angsur dari ujaran yang diterima melalui mekanisme bawaan untuk membentuk berbagai macam hipotesis tentang sistem bahasa yang diperoleh. Adanya aspek pembentukan kreatif ini dibuktikan dengan adanya kemampuan pembelajar telah memproduksi berbagai macam pola kalimat BIT, baik yang berpola sederhana maupun yang berpola kompleks. Urutan Penguasaan Pola-Pola Kalimat BIT Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada urutan penguasaan pola-pola kalimat BIT pembelajar sekolah dasar yang berbahasa ibu bahasa Jawa. Urutan
pertama diduduki oleh struktur kalimat sederhana, yaitu kalimat tunggal. Urutan penguasaan berikutnya adalah pola-pola kalimat kompleks. Seadangkan urutan terakhir yang diperoleh adalah pola-pola kalimat yang sangat kompleks. Hasil penelitian ini apabila diverifikasikan pada penelitian sebelumnya sangat mendukung teori strategi umum dalam pemerolehan bahasa, baik bahasa pertama maupun bahasa kedua. Salah satu hipotesis Krashen menyatakan bahwa unsurunsur bahasa diperoleh dengan urutan-urutan yang dapat diprediksi. Unsur tertentu diperoleh lebih dahulu, sementara unsur yang lain diperoleh kemudian (Blair dalam Roekhan dan Nurhadi, 1990:17). Secara umum terdapat dua tipe strategi yang dilakukan oleh pembelajar, yaitu tipe produk linguistik dan pola ujar kreatif. Dari tipe produk linguistik terdapat pola-pola ujar yang telah baku, dan dipakai pada kesempatan-kesempatan tertentu. Pola ujar kreatif adalah pola-pola ujar yang merupakan produk kreativitas dari kaidah-kaidah bahasa kedua yang telah dimiliki, yang realisasinya berupa kalimat-kalimat baru seperti dalam wacana BIT pembelajar. Tingkat Penguasaan Pola-Pola Kalimat BIT Peneliti melakukan koreksi terhadap wacana BIT pembelajar. Koreksi dilakukan terhadap kalimat-kalimat yang disusun oleh pembelajar dengan menggunakan kriteria bahasa Indonesia yang baik dan benar. Berdasarkan kurikulum atau GBPP Bahasa Indonesia Sekolah Dasar, salah satu tujuan pengajaran bahasa Indonesia adalah agar murid-murid mampu menggunakan bahasa Indonesia sesuai dengan kaidah yang benar. Berdasarkan hasil koreksi yang dilakukan oleh peneliti ditemukan bahwa tingkat penguasaan bahasa Indonesia tulis pembelajar adalah cukup. Hal ini didasarkan atas hasil penelitian yang menyatakan bahwa secara umum pembelajar masih cukup banyak melakukan kesalahan. Kesalahan yang banyak dilakukan oleh pembelajar adalah kesalahan penyusunan kalimat efektif, kesalahan penulisan (penerapan Ejaan Yang Disempurnakan), dan kesalahan pembentukan kata. Munculnya banyak kesalahan yang dilakukan oleh pembelajar menunjukkan bahwa perlu ditingkatkannya pengajaran bahasa Indonesia yang baik dan benar. Dalam bahasa tulis yang benar hendaknya guru menggunakan kriteria kaidah bahasa baku. Latihan-latihan berbahasa tulis yang baik dan benar perlu diintensifkan, karena pembelajar SD termasuk kategori pembelajar tingkat pemula. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Secara umum hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa seluruh sampel penelitian berbahasa ibu bahasa Jawa dan bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa kedua. Hal ini didasarkan atas temuan penelitian yang menunjukkan bahwa bahasa yang pertama kali dikuasai oleh anak adalah bahasa Jawa dan bahasa yang pertama inilah yang digunakan mereka untuk keperluan komunikasi sehari-hari dan digunakan di lingkungan keluarga. Pembelajar sebagai sampel penelitian telah memperoleh berbagai macam pola kalimat. Hal ini menunjukkan adanya pola kreativitas bahasa pembelajar.
Kreativitas berbahasa pembelajar berbentuk pola-pola ujaran BIT. Secara umum jenis pola-pola kalimat tersebut diklasifikasi menjadi dua, yaitu pola kalimat tunggal dan pola kalimat kompleks. Berdasarkan urutannya, penguasaan pola-pola kalimat sederhana diperoleh lebih dahulu sedangkan pola kalimat kompleks diperoleh kemudian. Berarti ada strategi umum dalam penguasaan bahasa kedua. Tingkat penguasaan BIT yang baik dan benar adalah cukup. Hal ini dibuktikan dengan adanya hasil penelitian yang menunjukkan cukup banyaknya kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh pembelajar, yaitu kesalahan dalam penulisan, kesalahan pembentukan kata, dan kesalahan penyusunan kalimat efektif.
Saran Berdasarkan hasil penelitian ada beberapa saran perlu disampaikan oleh peneliti. Guru bahasa Indonesia di sekolah dasar perlu memperhatikan BIT pembelajar. Latihan-latihan ber-BIT perlu diintensifkan agar pembelajar terbiasa menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Hasil penelitian urutan pemerolehan pola kalimat ini dapat dijadikan pertimbangan untuk pengajaran bahasa kedua, khususnya untuk pengajaran ketatabahasaan (sintaksis). Mengenai penataan bahan pengajaran bahasa, dimulai dari pola-pola yang sederhana, kemudian ditingkatkan pada pola-pola yang lebih luas. Didalam pengajaran bahasa kedua adanya balikan (feed back) sangat diperlukan. Balikan dapat dilakukan, baik oleh guru maupun pembelajar. Hal ini dimaksudkan untuk mempercepat proses penguasaan bahasa kedua, khususnya bahasa Indonesia.
DAFTAR RUJUKAN Chairns, Helen S. dan Chairns, Charles E. 1976. Psycholinguistics: A Cognitive View of Language. New York: Holt Rinehart and Winston. Dulay, H. & M.Burt. 1974. Errors and Strategies in Child Second Language Acquisition, TESOL Quarterly, Vol. 8, No. 2, June 1974, hlm. 129-136. Dulay, H.& Krashen, 1986. Language Two. New York: Oxford University Press. Ellis, Rod. 1986. Understanding Second Language Acquisition. New York: Oxford University Press. Kerlinger, F.N., 1973. Foundation of Behavioral Research. edisi ke-2. Holt. New York: Rine hart and Winnston Inc. Labovitz, Sandford & Robert Hagerdorn. 1976. Introduction to Social Research. New York: McGraw Hill.
Moeliono, Anton. 1988. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: PN Balai Pustaka. Prasetyoningsih, Luluk Sri Agus. 2002. Teori Belajar Bahasa. Malang: FKIP Universitas Islam Malang. Roekhan dan Nurhadi. 1990. Dimensi-dimensi dalam Pembelajaran Bahasa Kedua. Bandung: Penerbit Sinar Baru dan Malang: YA3.