POKOK-POKOK PIKIRAN TERKAIT PENGGUNAAN KONSEP EMPAT PILAR DALAM RANGKA PEMBERDAYAAN DPD RI Sudijono Sastroatmodjo 1. Berawal dari Tugas Pimpinan MPR 1.1 Berawal dari Pasal 15 ayat (1) huruf e Undang Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, bahwa salah satu tugas Pimpinan MPR adalah mengkoordinasikan Anggota MPR untuk memasyarakatkan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disingkat UUD NRI Tahun 1945). Yang dimaksud mengkoordinasikan adalah mempersiapkan anggota MPR untuk memasyarakatkan UUD NRI Tahun 1945 pada saat menjalankan tugas dan wewenangnya pada lembaga masing masing. Berdasar pada ketentuan ini tampak bahwa tugas tersebut hanya memasyarakatkan UUD NRI Tahun 1945 1.2 Keputusan MPR Nomor 1/MPR/2010 tentang Peraturan Tata Tertib MPR Psal 12 mengatur bahwa kewajiban anggota MPR antara lain harus memegang teguh dan melaksanakan Pancasila, melaksanakan UUD NRI Tahun
1945
memasyarakatkan
dan
menaati
Pancasila
dan
peraturan UUD
NRI
perundang-undangan, Tahun
1945,
serta
memperkukuh dan memelihara kerukunan nasional serta menjaga keutuhan NKRI dalam semangat Bhinneka Tunggal Ika. 1.3 Dalam pelaksanaannya, oleh Pimpinan MPR yang disosialisasikan tidak hanya UUD NRI Tahun 1945, tetapi juga Pancasila, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika, yang dilengkapi dengan pembentukan Tim Kerja Sosialisasi yang ditugasi untuk menyusun materi dan metodologi, memantau dan mengevaluasi kegiatan sosialisasi (lihat Kata Pengantar Sekretaris
1
Jenderal MPRRI pada Buku Panduan Pemasyarakatan UUD NRI Tahun 1945 dan Ketatapan MPRRI. 1.4 Dalam kaitannya dengan materi sosialisasi ini digunakan beberapa buku, antara lain: a. Buku Panduan Pemasyarakatan UUD NRI Tahun 1945 dan Ketetapan MPR RI (cetakan pertama tahun 2005 s.d ketiga belas tahun 2014) b. Bahan tayang materi Sosialisasi (Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI, Bhineka Tunggal Ika) cetakan pertama tahun 2005 s.d keempat belas tahun 2014) c. Buku Ketetapan MPR RI Nomor 1/MPPR/2003 (cetakan pertama tahun 2005 s.d keempat belas tahun 2014) d. Buku Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara (cetakan pertama tahun 2012 s.d keempat 2014) e. Buku Tanya Jawab Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara (cetakan tahun 2013) 1.5 Berdasarkan uraian diatas tampak bahwa awalnya yang menjadi tugas MPR adalah menyosialisasikan UUD NRI Tahun 1945 dan Ketetapan MPR, tetapi dalam perkembangannya juga Pancasila, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika. Penggunaan istilah empat pilar untuk menyebut 4 (empat) materi yang disosialisasikan memang tidak ada dasar peraturannya. Istilah ini dipakai untuk memberi nama upaya sosialisasi Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika (Lihat kata pengantar Sekretaris Jenderal MPR pada buku Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara). Tetapi justru dari sinilah pro kontra itu muncul. Keberatan paling kelihatan adalah dimasukkannya atau disebutnya Pancasila sebagai salah satu pilar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. 2. Pancasila: Dasar bukan Pilar 2.1 Penyebutan Pancasila sebagai pilar oleh MPR dianggap sebagai hal yang tidak salah, dengan merujuk pada penegrtian pilar menurut Kamus Besar 2
Bahasa Indonesia, yang menyebutkan penegrtian pilar adalah tiang penguat, dasar, yang pokok, atau induk (Lihat buku Tanya Jawab Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara, 2013: 2). Namun, MPR sebenarnya ragu-ragu juga menempatkan Pancasila sebagai pilar dengan menjelaskan bahwa Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara kedudukannya berada di atas tiga pilar yang lain (Lihat buku Tanya Jawab Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara, 2013: 2). Kalau memang semuanya disebut pilar, semestinya berdiri sejajar, kalau ada yang lebih tinggi, patut memang dipertanyakan hal dimaksud merupakan pilar atau bukan. 2.2 Menempatkan Pancasila sebagai pilar kehidupan berbangsa dan bernegara itu tidak memiliki landasan historis maupun yuridis. Pancasila sejak semula dimaksudkan sebagai dasar negara. Dasar negara adalah fundamen atau pondasi negara, sebagai dasar diatas mana negara berdiri. Pada
sidang
pertama Badan
Penyelidik
Usaha-usaha
Persiapan
Kemerdekaan Indonesia ( BPUPKI) tanggal 29 Mei sampai dengan 1 Juni 1945, hal pertama yang dibicarakan adalah dasar Indonesia merdeka yang akan ada. 2.3 Proses perumusan dasar negara, diawali dari permintaan Ketua BPUPKI kepada sidang Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai untuk mengemukakan dasar Indonesia merdeka1. Permintaan ini direspon oleh beberapa anggota BPUPKI.
Moh.
Yamin,
pada
pidato
tanggal
29
Mei
1945
menyatakan”...bahwa kewajiban yang terpikul di atas kepala dan kedua belah bahu kita, ialah suatu kewajiban yang sangat teristimewa. Kewajiban untuk ikut menyelidiki bahan-bahan yang akan dijadikan dasar dan susunan negara yang akan terbentuk...” 2. Mr. Soepomo, pada pidato tanggal 31 Mei 1945 menyatakan “Soal yang kita bicarakan ialah
1
Saafroedin Bahar. 1998. Risalah Sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI)-Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Jakarta: Sekretariat Negara RI, hal 84 2 Ibid, hal 12
3
bagaimanakah akan dasar-dasarnya negara Indonesia merdeka... 3. Ir. Soekarno dalam pidato tanggal 1 Juni 1945 menyatakan “ ...menurut anggapan saya yang diminta oleh paduka Tuan Ketua yang mulia ialah, dalam bahasa Belanda : “Philosofische grondslag” daripada Indonesia merdeka...
4
. Dari anggota-anggota BPUPKI yang menyampaikan
pemikirannya, Ir. Soekarno lah yang memberikan nama lima asas atau lima dasar Indonesia merdeka itu Pancasila. “ ...dasar-dasar Negara telah saya usulkan. Lima bilangannya....Namanya bukan Panca Dharma, tetapi saya namakan ini dengan petunjuk seorang teman kita ahli bahasa, namanya ialah Panca Sila. Sila artinya asas atau dasar, dan di atas kelima dasar itulah kita mendirikan Negara Indonesia, kekal dan abadi...” 5 2.4 Konseptualisasi Pancasila sebagai dasar negara terus bergulir dalam sidang Panitia Sembilan, sebuah panitia kecil yang dibentuk atas inisiatif Ir. Soekarno. Panitia Sembilan ini menghasilkan rancangan Pembukaan UUD NRI 1945 yang disebut Piagam Jakarta (istilah dari Mr. Muhammad Yamin), “Mukaddimah” (istilah dari Ir. Soekarno), atau Gentlemen’s Agreement (istilah dari Sukiman Wirjosandjojo)6. Piagam Jakarta ini disetujui tanggal 22 Juni 1945. Piagam Jakarta inilah yang setelah mengalami perubahan,
disetujui oleh Panitia Periapan Kemerdekaan
Indonesia (PPKI) sebagai Pembukaan UUD 1945 pada tanggal 18 Agustus 1945. Perubahan yang dimaksud adalah perubahan pada rumusan sila pertama. Semula sila pertama berbunyi Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya, diubah menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa. Dengan melihat proses perumusan Pancasila sejak Sidang Pertama BPUPKI sampai dengan disahkannya UUD 1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia tahun 1945, maka dapat disimpulkan bahwa lima asas atau lima dasar Indonesia merdeka 3
Ibid, hal 50 Ibid, hal 84 5 Ibid, hal 102 6 Pimpinan MPR dan Tim Kerja Sosialisasi MPR Periode 2009-2014. 2013. Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara. Jakarta: Sekretariat Jenderal MPR RI, hal 36 4
4
sebagaimana terdapat pada Alinea IV Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 itu adalah Pancasila. 2.5 Alinea IV Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945) “...dalam susunan Negara Republik Indonesia yang berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan /Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. 2.6 Pada Alinea IV Pembukaan UUD NRI 1945 secara tertulis tidak ada istilah Pancasila. Penegasan Pancasila sebagai dasar negara ada di dalam Ketetapan MPR No. XVIII/MPR/1998 tentang Pencabutan Ketetapan MPR RI No. II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Eka Prasetya Pancakarsa) dan Penetapan tentang Penegasan Pancasila sebagai Dasar Negara. Pasal 1 Ketetapan tersebut menyatakan bahwa Pancasila sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan UndangUndang Dasar 1945 adalah dasar negara dari Negara Kesatuan Republik Indonesia yang harus dilaksanakan secara konsisten dalam kehidupan bernegara. 2.7 Pancasila sebagai dasar negara dari Pidato Ir. Soekarno tanggal 1 Juni 1945 dikandung maksud sebagai philosophisce gronslag dari pada Indonesia Merdeka. Philosophisce gronslag itulah pundamen, filsafat, pikiran yang sedalam-dalamnya, jiwa, hasrat, yang sedalam-dalamnya untuk diatasnya didirikan gedung Indonesia Merdeka yang kekal dan abadi7. Menurut Notonagoro, dasar negara tersebut dalam pengertian dasar filsafat. Sifat kefilsafatan dari dasar negara ini terwujudkan dalam rumus abstrak dari kelima sila dari Pancasila yang kata-kata intinya yaitu Tuhan, manusia, satu, rakyat, adil dengan mendapat awalan dan akhiran ke - an dan per – an8. Dengan berdasar pada pendapat Ir. Soekarno dan Notonagoro dapat dikatakan bahwa nilai-nilai Pancasila seharusnya 7 8
Saafroedin Bahar, op cit. Hal 84 Bambang Daroeso dan Suyahmo. 1989. Filsafat Pancasila. Yogyakarta: Liberty, hal 21-22
5
menjadi pedoman bagi penyelenggaraan negara, termasuk di dalamnya pembentukan peraturan perundang-undangan negara. Penyelenggaraan negara tidak boleh menyimpang dari nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan, dan nilai keadilan. 2.8 Pancasila sebagai dasar negara, apabila dikaitkan dengan teorinya Hans Kelsen
dan
Hans
Nawiasky,
berkedudukan
sebagai
Staatsfundamentalnorm, yang merupakan dasar bagi pembentukan konstitusi atau Undang Undang Dasar 9 . Posisi hukum dari suatu Staatsfundamentalnorm adalah sebagai syarat bagi berlakunya suatu konstitusi. Staatsfundamentalnorm ada terlebih dahulu dari konstitusi negara.10 Dengan mengacu kepada pendapat A. Hamid. S. Attamimi, Jimly Asshiddiqie berpendapat dengan ditetapkannya Pancasila sebagai Staatsfundamentalnorm maka pembentukan hukum, penerapan hukum, dan pelaksanaannya tidak dapat dilepaskan dari Pancasila. 11 3. UUD NRI Tahun 1945: Hukum Dasar Tertulis 3.1 Pembentukan, penerapan, dan pelaksanaan hukum yang tidak dapat dilepaskan dari Pancasila menunjukkan pula bahwa Pancasila adalah sumber segala sumber hukum negara, sebagaimana ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Pasal 2 Undang-Undang 12 Tahun 2011
menyatakan bahwa Pancasila merupakan sumber segala sumber hukum negara. Dalam penjelasan Pasal 2 dinyatakan bahwa penempatan Pancasila sebagai sumber segala sumber hukum negara sesuai dengan Pembukaan Alinea IV UUD NRI 1945. Setiap materi muatan peraturan perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Peraturan perundang-undangan baik itu UUD NRI 1945, Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Undang9
Jimly Asshiddiqie dan M. Ali Safaat. 2012. Teori Hans Kelsen Tentang Hukum. Jakarta: Konpress, hal 154155. 10 Ibid, hal 155 11 Ibid, hal 156
6
Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Daerah Provinsi, atau Peraturan Daerah Kabupaten/Kota tidak boleh bertentangan dengan Pancasila. 3.2 Dengan uraian ini tampak bahwa Pancasila tidak berada pada deret yang sama dengan UUD NRI Tahun 1945. Ia lebih tinggi, ia menjadi sumber, dan ia menjadi bintang pemandu. 4. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) 4.1 Sebelum UUD 1945 diamandemen, Pasal yang berkait erat dengan NKRI adalah Pasal 1 ayat (1), Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik. Pada rumusan ini belum secara tegas disebut NKRI sebagai sebutan untuk bentuk negara Indonesia. 4.2 Istilah NKRI mendapatkan dasar pengaturan yang jelas dalam UUD NRI Tahun 1945. Pasal 25A berisi ketentuan Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang bercdiri Nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang undang (hasil perubahan kedua). Pasal 37 ayat (5), menyebutkan Khusus mengenai bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat dilakukan perubahan. Rumusan ini merupakan hasil perubahan keempat UUD 1945. 4.3 Pasal II Aturan Tambahan UUD NRI Tahun 1945 menyebutkan Dengan ditetapkannya perubahan Undang Undang dasar ini, Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 terdiri atas Pembukaan dan pasal-pasal. Dalam rumusan ini tidak digunakan kata Kesatuan 4.4 Dengan uraian di atas dapatlah ditaris satu simpul bahwa dalam istilah NKRI bentuk negara yang ditegaskan adalah negara kesatuan yang sekaligus republik. Sebagai negara kesatuan yang sekaligus republik terkandung di dalamnya semangat negara untuk mewujudkan tujuan negara sebagaimana terdapat dalam aline IV Pembukaan UUD NRI Tahun 1945. 7
4.5 Dalam kaitannya dengan NKRI tersebut, Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara cukup memberikan rambu-rambu yang cukup jelas bahwa wilayah negara menganut sistem: a. Pengaturan suatu Pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia b. Pemanfaatan bumi, air, dan udara serta kekayaan alam yang terkadung di dalamnya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat c. Desentralisasi pemerintahan kepada daerah-daerah besar dan kecil yang bersifat otonom dalam bingkai NKRI d. Kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia 4.6 Asas yang terdapat dalam UU 43/2008 antara lain adalah asas kebangsaan dan kenusantaraan. Asas kebangsaan dimaksud bahwa pengelolaan wilayah negara harrus mencerminkan sifat dan watak bangsa Indonesia yang pluralistik atau kebhinnekaan dengan tetap menjaga prinsip NKRI. Asas kenusantaraan adalah pengelolaan wilayah negara harus senantiasa memperhatikan kepentingan seluruh wilayah negara Indonesia. 5. Bhinneka Tunggal Ika 5.1 Bhinneka Tunggal Ika merupakan semboyan yang merupakan bagian dari lambang negara (lihat Undang Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan. 5.2 Semboyan Bhinneka Tunggal Ika adalah pepatah lama yang pernah dipakai oleh pujangga ternama Mpu Tantular. Kata bhinneka merupakan gabungan dua kata: bhinna dan ika, diartikan berbeda-beda tetapi tetap satu dan kata tunggal ika diartikan bahwa diantara pusparagam bangsa Indonesia
adalah
satu
kesatuan.
Semboyan
ini
digunakan
menggambarkan persatuan dan kesatuan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (Penjelasan Pasal 46 UU 24 Tahun 2009)
8
6. Catatan Penutup 6.1 Bahwa Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika merupakan hal-hal yang sungguh bernilai bagi bangsa Indonesia dan menjadi landasan dalam membangun Indonesia masa depan merupakan hal yang tidak dapat dibantah lagi. Secara sederhana relasi 4 hal bernilai di atas adalah Pancasila merupakan dasar negara, yang sekaligus sebagai sumber dari segala sumber hukum. Pengejawantahan lebih lanjut ada dalam UUD NRI 1945, yang didalamnya antara lain ditegaskan bentuk negara Indonesia sebagai negara kesatuan sekaligus republik, dan dalam mewujudkan dan menjaga keutuhan NKRI maka semboyan Bhinneka Tunggal Ika harus terus tertanam dan menjadi semangat seluruh bangsa 6.2 Bahwa upaya-upaya untuk mengingatkan kembali atau menyadarkan kembali pentingnya empat hal bernilai di atas, termasuk yang dilakukan oleh MPR, patut diapresiasi apalagi dalam konteks kekinian dimana Indonesia berada dalam pusaran global yang terus berjuang untuk mempertahankan eksistensinya sebagai negara kebangsaan. 6.3 Sosialisasi tentang 4 hal bernilai itu hanyalah merupakan salah satu metode, masih terbuka metode lainnya, dan menurut hemat penulis metode yang cukup strategis adalah melalui pendidikan. 6.4 Dengan maksud agar tidak menimbulkan kerancuan makna yang dapat berakibat sangat luas, maka pemakaian istilah pilar untuk Pancasila seyogyanya diakhiri, dan dikemablikan ke adasar historis dan yuridis yang ada, bahwa Pancasila adalah dasar negara.
9
DAFTAR PUSTAKA Asshiddiqie, Jimly. dan M. Ali Safaat. 2012. Teori Hans Kelsen Tentang Hukum. Jakarta: Konpress Bahar, Saafroedin. 1998. Risalah Sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI)-Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Jakarta: Sekretariat Negara RI. Bambang Daroeso dan Suyahmo. 1989. Filsafat Pancasila. Yogyakarta: Liberty Pimpinan MPR dan Tim Kerja Sosialisasi MPR Periode 2009-2014. 2013. Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara. Jakarta: Sekretariat Jenderal MPR RI
10