POCONG ABU-ABU Ajang Dodi
Welcome to my zone! Zona alam gaib yang dipenuhi sama berbagai setan. Mulai dari yang kacangan. Yang suka dipakai sutradara-sutradara film Indonesia kayak pocong, kuntilanak, sundel bolong, hingga suster keramas sama nenek gayung. Sampai setansetan Hollywood macem vampir dan drakula. Gue sendiri adalah sejenis pocong. Eits, tapi tunggu dulu! Gue bukan pocong biasa yang kacangan. Pas gue hidup gue pernah ditawarin jadi Bukan Bintang Biasa sama Mhelly Goeslaw. Tapi gue nolak, dan gue lebih milih jadi seorang aktivis. Hingga akhirnya gue mati karena diracun orang-orang yang nggak suka gue kritik.
Gue mati pas umur 24 tahun. Saat itu gue baru dua tahun lulus jadi mahasiswa. Saat itu gue ngediriin sebuah LSM. Lembaga Swadaya Masyarakat yang ditujukan untuk mengkritik pemerintahan yang korup. Juga partai-partai yang kebanyakan cuma ngeludruk di Senayan. Dan satu hal yang harus elo catet LSM gue nggak punya afiliasi apa-apa sama partai politik manapun. Afiliasi? Keren banget kan bahasa gue? Secara gitu gue aktivis idealis yang independen. Gue pengen ngeberangus korupsi di bumi pertiwi. Jadi LSM yang gue diriin haram hukumnya kalau punya afiliasi atau hubungan khusus sama partai politik apapun. Nggak si merah. Bukan si hijau. Apalagi si biru! Gue bukan pocong anti parpol. Tapi elo tahu semua kan gimana kelakuannya parpol-parpol yang ada di negara kita? Parpol-parpol di negeri kita itu. . . Bla bla bla. Stop, don't description about it now! Kalau gue terusterusan ngebahas kebusukan parpol, buku ini bakal jadi semakin syerem. Buku ini bakal jadi buku politik. Terus buku ini bakal dijadiin dapus buat paper sama skripsi orang-orang FISIP! Bisa-bisa nama gue ada di ucapan terima kasih. Kan syerem kalau pocong nongol pas wisuda! Tapi bukan itu aja yang gue takutin kok. Sebenernya gue cuma takut kalau gue terus-terusan ngomongin masalah
2
perpolitikan bangsa ini, bisa-bisa buku gue di boikot. Udah gitu gue dilenyapin dari dunia persetanan secara halus-halus. Makanya, daripada ngepusingin Capresetan (Calon Presiden Setan) yang bakal mimpin dunia persetanan, mending kita ulik dulu aja dunia persetanan yang penuh dengan manusia-manusia korup! Hihihi. . . Yes man, this is my zone! Dunia setan yang bakal elo temuin pas elo mati nanti. Yang bakal ngebuat elo ketemu dua malaikat alam kubur, yang bakal nanya soal kelakuan elo di dunia. Kata Qur'an yang pernah gue baca sih kalau kelakuan elo pas di dunia baik elo bakal dapet ketenangan dan kelapangan disini. Tapi kalau elo jahat, siap-siap deh elo bakal disiksa malaikat Mungkar dan Nangkir. Berhubung pas hidup gue ngebelain kepentingan rakyat, jadi aja gue gak disiksa. Serta gue bisa jalan-jalan kesana kemari dengan tenang dan lapang di zona ini. Pemandangan yang ada di zona ini, selain elo bakal nemuin alumni wakil rakyat yang disiksa karena banyak maen ludruk di senayan, elo juga bakal nemuin pemandangan yang sebetulnya. . . Nggak lebih indah dengan pesona tempat wisata yang ada di alam manusia. Tapi, enaknya gue bisa ngeliat manusia. Ngintip sesukanya orang yang lagi pacaran di tengah keterangan. Atau ngintip orang yang sembunyi-
3
sembunyi nguntit uang APBN buat pembangunan karena takut terendus matanya Abraham Samad. Gue bisa lihat mereka. Enak banget berada disini. Bebas dari genangan air setinggi lutut. Juga nggak telat karena jalannya bias loncat-loncat. Alias jump-jumpan terhindar dari padat merayap berjam-jam lamanya kayak di ibu kota. *ups. . . Stop dilarang promosi! Karena gue nggak dibayar buat promosi keindahan sang etalase negeri. Jadi pocong yang jalannya jump-jumpan tuh enak banget. Selain bebas dari dua pesona diatas, gue juga bisa jump up comedy. *garing banget plesetan stand up nya! Gue juga nggak usah pusing-pusing mikirin baju lebaran kaya manusia. Secara baju kebangsaan pocong dari jaman fir'aun nyampe jaman pak Beye nernak kerbau, baju kebangsaan pocong adalah putih-putih. Dan itu berlaku untuk semua pocong. . . Kecuali, GUE! "Karena ini adalah buku gue. . . Hahaha. . . Eh, hihihi". *mirip kan sama juara jump up comedy season 2? Ini zona gue. Gue juga orang idealis dan independen. Gue gak mau ngikutin siapa-siapa. Makanya gue pake pakaian putih abu kayak anak SMA! Karena gue adalah Grey Pamungkas.
4
*mirip kan? "Grey, elo dipanggil bos besar tuh!" kata Johar ngagetin gue banget. Saat itu gue lagi duduk selonjoran di bawah
pohon
beringin,
tempat
jin
buang
anak.
Johar sendiri adalah pocong asal Medan. Bekas ketua umum PSPI. Persatuan Sepakbola Pocong Indonesia! Kini, PSPI dipegang sama Asep Piter, Presiden PSP Internasional. Asep Piter yang pocong peranakan Sunda-Eropa turun tangan karena jenuh liat PSPI ricuh terus, nggak ada prestasinya. *mirip sepakbola negara mana ya sob? "Ngapain si bos besar manggil gue?" tanya gue sama Johar. Johar nggak langsung jawab. Doski lagi asyik ngemut handphone buat update status di pocongbukan. Pocongbukan bukan pocong. Tapi pocongbukan adalah situs jejaring sosial yang dibuat vampir Mark Zaber pas doski mati karena kebanyakan duit dari situs facebook yang dibuatnya pas masih ada di alam manusia. Kini pocongbukan jadi trend di tengah-tengah
dunia
setan
selain alay, galau, juga kesetanan harta sama jabatan. *jlebb. .
5
"Katanya sih bos besar punya tugas khusus buat elo" kata Johar, setelah dirinya susah nyimpen handphone di pundaknya. Juga belingsatan ngehimpit handphone di pundaknya sambil memiringkan kepalanya ke pundaknya. "Tugas khusus?" tanya gue memicingkan mata karena kaget. Johar refleks nganggukin kepalanya yang lagi dipake ngeganjel handphonenya. Otomatis handphonenya jatuh. Handphoneya langsung berantakan acak-acakan. Jelas aja gue langsung cekikikan cemumudh cekikik eaaa. . . Lama-lama gue nggak tega juga. Gue diem terus ngeliat penuh rasa kasihan sama Johar. Tapi dipikir pikir kejadiannya lucu juga. Jadi aja gue cekakan lagi sambil loncat-loncat tapi nggak alay. Setelah puas barulah gue berbelas kasihan sama Johar. Gue diem. Gue ngeliatin doski menjongkokan badannya buat mungutin bagian handphonenya satu persatu. Dipikir-pikir ironi banget. Udah mah digulingin jadi Ketum PSPI. Sekarang handphone yang biasa dipakai pocongbukan pun hancur berantakan. "Gara-gara elo nih," gerutu Johar setelah ngemasukin spare part-spare part handphone ke dalam saku pocongnya.
6
Gue ketawa lagi. Setengah lucu setengah gak tega. "Ya udah, ntar gue beliin handphone mouthscreen yang baru deh" kata gue akhirnya. "Terserah
elo
deh!
Yang
penting
gue
bias
pocongbukan lagi" ekspresi wajah Johar masih keliat kesel. "Udah sana! Elo cepet temuin bos besar sekarang! Ntar gue lagi yang kena semprot big boss". Gue makin ketawa ngebayangin penderitaan yang bakal Johar alamin, kalau gue nggak buru-buru nemuin bos besar. Akhirnya gue mutusin jump-jump buat nemuin bos besar. Tapi sebelum kesana, gue mau ke Malang dulu buat beli apel Washington! *jlebbb. . .
Di ruang pertemuan para setan udah ngumpul tiga setan dari berbagai golongan. Ada gue dari kaum pocong. Dewi dari bangsa kunti yang pakai kerudung. Juga Nico si drakula yang takut banget sama bawang white, tapi doyan banget kopi white. Kita bertiga dikumpulkan disini buat menghadap bos besar.
7
Ruangan ini ada di pusat kota setan. Hanya setansetan yang dulunya orang baik yang bisa masuk kesini. Tempat ini suka dijadiin tempat rapat wakil setan buat ngerumusin
program
kerja
setan-setan
buat
ngeksisin eksistensi pocong di luar negeri. Alias di dunia manusia. Nama ruangan ini adalah Setan Haus. Bos besar sendiri
adalah
istilah
yang
dipakai
buat
presiden
persetanan. Persetan kalau istilah ini dipakai sama tersangka kasus korupsi wisma setan. Yang pasti bos besar gue ini nggak ada hubungannya sama proyek wisma setan pas ada Pesta Olahraga Setan se ASEAN. Cuma kemiripannya mereka berdua sama-sama suka sama apel Malang sama apel Washington! *jlebb_bangett_eaa. . . Kalian tahu kenapa saya panggil kemari?" tanya bos besar sambil ngegigit apel Washington yang gue bawa. "Nggak bos," sahut gue. Dewi dan Nico menjawab serempak barengan. "Tahu bos," kata mereka nggak sama dengan gue. Bos besar mendelik ke arah gue. "Grey kenapa kamu nggak tahu? Kamu gak liat postingan saya di grup pocongbukan?".
8
Gue menggeleng. Gue emang punya pocongbukan, tapi gue nggak maniak pocongbukan. "Terus kamu tahu darimana kumpul disini?" bos besar nanya lagi sama gue. "Saya dikasih tahu Johar bos". Bos besar menggeleng-gelengkan kepalanya. Doski juga tampak mengadu-ngadukan giginya. Tampak kekesalan ada di wajah bos besar. "Dewi coba kamu jelaskan apa maksud saya manggil kalian bertiga kesini!". "Bentar bos, saya mau ngetag foto-foto unyu di pocongbukan" kata Dewi tanpa mengalihkan pandangannya dari layar handphonenya. Tentu cara Dewi ngemainin handphonenya sama kayak manusia. Pake tangan dan leluasa pencet tombol ini tombol itu. Nggak kayak Johar yang belingsatan karena tangannya diikat. Bos besar tampak makin geram. Ngadepin gue yang nggak suka pocongbukanan aja udah bikin kesel. Apalagi ngadepin Dewi yang maniak maen pocongbukan, butuh kesabaran ekstra tentunya. "Eh bos ada yang minta gabung nih di grup kita" kata Dewi cuek "Dia baru mati tadi siang. Approve jangan bos?" Dewi nyerocos terus gak kenal sikon. . . toleransi.
9
Bos besar gak ngejawab. Doski berjalan mendekati Dewi. Pas Dewi mau ngeapprove permintaan itu bos besar langsung ngerampas handphonenya. Dewi kaget. Dia mengangkat pandangannya. Lalu Dewi hanya bisa melongo pas bos besar dengan kekuatannya yang besar meremasremas handphonenya nyampe hancur. "Saya nggak ngelarang kalian maen pocongbukan. Cuma kalian harus inget waktunya. Jangan sampai pas pertemuan penting kayak gini kalian pocongbukan! Apa kalian mau disamain sama wakil-wakil rakyatnya manusia?" bos besar nyerocos panjang kali lebar sama dengan luas. Dewi menggeleng. "Tapi kan saya nggak liat video begituan bos. Saya juga nggak maen di video yang diliat mereka bos" lanjut Dewi ngebuat gue inget sama mantan wakil rakyat dari partai yang katanya islam itu. "Saya gak peduli!" nada suara bos besar meninggi "Saya ingin kalian bisa fokus dalam setiap pertemuan. Saya ingin kita serius memikirkan kemajuan setan-setan di dunia setan maupun dengan rencana invasi total di dunia manusia". "Saya ingin kalian masuk dunia manusia. Saya ingin kalian nyusup ke grup facebook yang punya nama Gerakan Anti Setan. Kalian mata-matai mereka. Telusuri orang-orang yang ada di belakang grup tersebut. Lalu kalian hacking grup tersebut. Obrak abrik dan hancurkan! Kalian jangan tanya
10
kenapa! Yang pasti grup itu sudah meresahkan kaum kita. Status yang mereka pasang mendeskreditkan sekali setan. Mereka ngajak manusia buat nggak takut lagi sama setan. Kalau manusia udah nggak takut sama kita lagi, apa kata akhirat? Bisa-bisa kita diusir dari bumi Allah ini. Mau tinggal dimana kita?" cerocos bos besar bener juga. Kalau diusir sama sang pencipta setan-setan mau tinggal dimana lagi? Kenapa manusia gak pernah sadar kalau semuanya adalah milik sang khaliq. "Mending kalau diusir. Kalau kita dimatiin gimana? Setan mati dua kali? APA KATA DUNIA?".
Hihihi... Kami bertiga keluar dari ruang pertemuan setan dengan ekspresi wajah yang beda-beda. Nico cekakak cekikik terus
ngeliat
Dewi
yang
ngedumel
terus
lantaran
handphonenya dihancurin bos besar. Gue sendiri bingung harus gimana? Mau ketawa, kasihan juga ngeliat kuntilanak manis berkerudung ketiban sial. Mau nangis juga aneh. Ntar disangka ngambil jatah temen-temennya Dewi.
11
Gue cuma heran dengan tugas yang dikasih bos besar kali
ini.
Biasanya
bos
besar
ngasih
perintah
yang
berhubungan sama kesejahteraan juga pertahanan dan keamanan para setan. Gue inget tugas terakhir Dewi yang dapet perintah ngasih santunan buat tuyul-tuyul agar nggak boleh nyolong lagi. Juga ke kaum babi yang suka ngepet biar gak digebukin warga lagi. Tugas gue yang terakhir adalah ngejaga kuburan perawan yang mati pas malem minggu kliwon. Bos besar takut ada manusia jomblo yang ngapelin mayat perawannya, buat diambil tali pocongnya. Yang katanya sih bias dipake jimat buat dapet cewek. Dan karena gue berhasil ngebikin kabur cowok gendut culun yang mau ngambil tali pocong perawannya, gue dapet ciuman yang hot dari. . . Pemeran film tali pocong perawan. *ngarepp B-) Last, silahkan sebelum elo ngelanjutin bacanya, bayangin dulu deh adegan gue ciuman. Kalau guem jelasin deskripsinya secara utuh, gue bakalan ditangkep sama Lembaga Sensor Pocong!
12
Nico masih ngetawain Dewi, pas gue tersadar dari ingatan adegan ciuman yang bakal bikin buah jakun elo naik turun. "Diam!!"
bentakan
keras
Dewi
lah
yang
membuyarkan ingatan gue. "Nggak lucu tahu. . ." kata Dewi lagi "udah handphone aku hancur, kita dapet tugas masuk dunia manusia lagi". Wajah Dewi masih cemberut. "Iya terus masalahnya apa?" tanya Nico tembem, mencoba menahan tawa, tapi gigi drakulanya tetep nongol. "Masalahnya apa masalahnya apa!" nada suara Dewi meninggi "Nyadar gak sih tugas kita sekarang aneh banget?". Nico menggeleng. "Biasa aja ah! Malah seru kita bisa balik lagi jadi manusia. Bisa nyoba wahana permainan ini itu. Apalagi tornado sama kicir-kicir!". Nico semangat bener ceritanya. Doski kayak lupa kalau dia mati pas nyoba roller coaster. Dewi cuma geleng-geleng ngeliat kelakuan Nico. Dia berbalik menatap gue. Dewi ngeliat gue dari ujung kepala nyampe kaki. Digituin sama cewek manis kayak Dewi ngebuat gue
sedikit
salah
tingkah.
Cara
jalan
gue
bukan loncat-loncatan lagi. Gue jalan dengan kepala dibawah! "Grey menurut kamu. . .".
13
Wits, ucapan Dewi yang bilang kamu ke gue bikin gue berdesir. Rasanya tuh kayak melayang-layang di tanah. *Bukannya setan emang pada ngelayang yah? Gak ada yang naplok di tanah. "Grey menurut kamu gerakan itu aneh nggak? Kok ada yah orang yang mau bikin grup kayak gitu?". "Iya aku juga. . . ". Wits, jangan kaget kalau gue bakal ngomong aku kamu pas ngadepin cewek yang gue suka. "Aku juga heran Wi, kok ada sih manusia yang mau bikin grup kayak gitu? Mending bikin gerakan anti pemerintah korupsi aja". "Nah itu dia!" Dewi mengepalkan tangannya. Terlihat Dewi keasinan karena geram banget dengan orang yang bikin grup Gerakan Anti Setan di facebook. "Setansetan aja peduli sama keadaan manusia. Kenapa manusia gak mau peduli sama nasib manusia lagi?"[].
14
Part 1: Novel “Pelangi in Royal Blue” Irwanti Fia Hadnus* Hidup di antara rumus-rumus turunan tujuh seperti berada di kutub selatan bersama para beruang-beruang kutub. Sama seperti integral-integral lipat delapan, rasanya seperti ingin selalu membawa es di atas kepala, agar tidak meledak tibatiba dan mengeluarkan magma saking kepanasannya. Tapi seberapa pun beratnya para calon-calon statistisi di sini selalu punya cara ngehe penuh warna untuk mengatasinya ataupun sekedar selingan diantara kejenuhan. ***
15
“Minggu depan kalian kumpulkan proposal topik penelitian yang sudah saya tugaskan ya!” suara dosen metode penelitian mengalun, tidak keras tapi mengundang tanggapan yang riuh. “Yaah, Pak!” keluh semua mahasiswa di kelas itu. “Harus dikumpulkan dong, nanti saya mau koreksi dulu, layak atau tidaknya. Seperti yang sudah saya katakan sebelumnya „jadikan tugas kalian ini sebagai embrio untuk skripsi kalian nantinya’, jadi harus dikumpul minggu depan. Yang mau konsultasi silahkan hubungi saya ketika jadwal saya kosong” jelas sang dosen sambil membereskan beberapa kertas di mejanya. “Iya, Pak” jawab mahasiswa dengan nada suara lesu. “Baiklah sampai ketemu minggu depan” kata dosen itu sambil melangkah menuju pintu. Tanpa dikomando, seketika dosen metode penelian keluar, gemuruh suara keluhan terdengar memenuhi ruang kelas berfasilitas memadai itu. Aku juga termasuk dari mereka. Aku sudah membuat tugasku, tapi tidak yakin apakah masalah yang kuangkat dalam topik tersebut fesiable1) atau tidak. ______________________ 1)fesiable: dalam penelitian ilmiah berarti memungkinkan untuk diteliti, dilihat dari berbagai aspek misal ketersediaan data, kemampuan peneliti, ketersediaan bahan dan waktu penelitian itu sendiri.
16
Jika memungkinkan, pertanyaan selanjutnya adalah apakah data yang dibutuhkan bisa dikumpulkan dalam periode waktu penelitian dan bla..bla..bla. Hem, memikirkan pertanyaan-pertanyaan yang tak berujung tentang penelitian ilmiah berhasil membuat rambut di kepalaku merontok seketika. Bagi yang suka style kepala botak sebaiknya banyak-banyak mikirin penelitian ilmiah aja, itu jurus jitu setidaknya menurutku. “Fi, mau konsul nggak?” kata Dessy. Suara Dessy itu sedikit menghancurkan imajinasiku tentang kepala botak, sebelum berhasil meliar kemana-mana. “Mau, ajak yang lain yuk!” jawabku semangat. “Iya, yang lain juga pada mau kok” Dessy menambahkan. Dessy cewek asli Riau. Femmy dari Bekasi. Ica, Ciamis. Martina, Cimahi. Amy asal Palembang. Hevi dari pulau Dewata Bali. Serta aku “Fia” Sulawesi 100%. Kami bertujuh tidak menunda waktu lagi setelah mengemasi semua kerepotan dan barang masing-masing. Kami langsung meluncur ke ruang dosen. Kami bertujuh teman sekelas, suka jalan-jalan bersama, dan melakukan kegilaan-kegilaan ala mahasiswa bersama. Kegilaan ala mahasiswa? Eit, Jangan berpikir kegilaan ala mahasiswa seperti demonstrasi anarkis. Panjat-panjat tembok (seperti prajurit
17
yang lagi latihan perang). Lempar-lempar batu (sepertinya ini ajang latihan melontar jumroh ketika melakukan haji nanti). Bakar-bakaran di jalan (maklum mau bakar-bakar di dalam rumah takut di marahi mama), layaknya yang sering ditampilkan di televisi. Kutegaskan “Tidak!”. Kami tidak seperti itu, kami bahkan melakukan hal yang lebih. O‟oooo…, maaf. Berhentilah berpikir negatif. Kami tidak pernah melakukan hal-hal tidak berguna seperti itu, kami tidak suka merusak. Kami hanya sering melakukan hal tidak berguna dalam bentuk lain misal ketika dosen tengah asyik dengan kuliahnya sementara kami mengantuk, maka sms-an lewat kertas akan mengalir deras, melukis di tangan atau mengedarkan selebaran yang bertuliskan “Pantun” atau “puisi” di baris paling atas kertas itu, saat kuliah berakhir akan lahir pantun-pantun dan puisi-puisi karya sekelas yang mengalahkan karya pujangga Khalil Gibran sekalipun. Ketika membacanya aku selalu bisa menemukan luapanluapan emosi dan semangat pemuda di sana. Nih, kita intip hasil sms-an ngehe yang kami lakukan saat kuliah mulai membosankan: ####
18
*Lalat tse-tse dan cacing dangdutan (Seperti biasa, aku orang yang selalu paling duluan melayang dan hampir mati kebosanan dengan semua teori-teori yang dipaparkan oleh dosen. Jadilah aku selalu menjadi pionir memulai masalah. Ambil kertas tulis SMS, maka yang lain akan menanggapi dengan kegilaan yang lebih parah. Namun, sayangnya kami bertujuh jarang duduk bersebelahan, jadi paling hanya beberapa yang terlibat dalam percakapan lewat sms.) Fia
: belum apa-apa udah ngantuk nih...
Dessy
: Always, tiba-tiba dihinggapi lalat tse-tse.
Ica
: Aku sakit perut nih...
Martina
: @D: lalat tse-tse itu yang bikin awet tidur bukan Dess??, lalat tse-tsenya nempel di mata.. (plus gambar mata dihinggapi lalat) Aku enak nih liat pemandangan keluar. (kampus kami
gedung
bertingkat enam
dengan dinding kaca, jadi yang duduk pojok, lebih senang melihat pemandangan Jakarta dengan segala carut-marutnya yang rill daripada memperhatikan teori-teori yang
19
belum tentu dapat direalisasikan secara rill ketika kami berada di dunia sebenarnya, ketika
kami
masyarakat
sudah terjun langsung dan
siap
menjadi
ke
pionir
penggerak pembangunan. Oh, sepertinya semangat
nasionalisme
pembangunanku
sedang mengubun-ubun). @C: kenapa Ca? Ntar sorat Id-nya nggak ikutan dong. Ica
: @D: lalat tse-tse itu kayak apa??? @M: Sorat Id-nya?? Masudnya??
Fia
: @C: lalat yang membuat penyakit tidur, banyak terdapat di Australia kalau nggak salah. Tapi biasanya hanya pada binatang. @D: Dessy, dipertanyakan dirimu??? *manusia atau apa? @M: itu sholat Id (Idhul Adha) bukan?
Dessy
: lalat tse-tse itu penyebar penyakit tidur di Afrika. Jadi kalo dihinggapi, bawaannya ngantuk mulu, lemes, dll.
20
@F: hahaha, no coment dah. @C: Ca, ba*aknya rembingungkan ya... Ica
:@D,F: yupz**... @D:
apa
lagi
nih
tulisan
“ba*aknya
rembingungkan?” Perasaan tulisannya pada error deh... He.... Martina
: Oh, lalat tse-tse tuh gitu, di binatang emang ya biasanya? Hahaha, dess???? Kalian dah pada error? Panas uyyyyy..
Dessy
: hahaha,,, aku udah reinkarnasi, Mar, Fi. Dulunya ular putih! Wkwkwkwk... Eh, dari tadi jempol kakiku joget-joget nih, biar nggak ngantuk,, aseek...
Fia
: @D: oh, iya di Afrika yak,,, aku dah lupa cz itu aku dapat dikelas 4 SD dulu, 10 tahun yang lalu,, Hadoh, dah error gara-gara ngantuk nih,, imajinasi kembali liar melayang-layang ke dunia lain...
21
Dessy
: pikiranku udah kebayang idul Adha.. Kangen gulai daging+rendang di rumah. Huhu… Yang pulang pas Id, bawain ya... (Mar+Ica)
Ica
: @D: Bawain?? Ya ntar InsyaAllah dibawain air gulai+kuah rendangnya aza ya, mau??? Mau?? Duh.. mulai ngantuk nih..
Martina
: @F: Fi, berarti dirimu perlu dijinakkan biar nggak ke dunia lain. Gimana, kalau udah nggak kuat melambai ke kameu ya tangannya @D, C: jadi laper uy, udah krucuk-krucuk, usus melambai dangdut..hoho
Ica
: @F: untung aza imajinasinya yang liar... kalau Fianya yang liar gimana ya??? @M:
usus
melambai
dangdut?
Berarti
cacingnya berdisko-disko ria dan lambungnya kembang-kempis berjoget ria dong... Dessy
: @C: hahaa, sadiss...
22
@M: Tarik maaang... Fia
: wah, jadi dangdutan gini... tapi aku setuju dengan “LAPERNYA”... @M,C: hehehe tenang, emosi masih terkontrol, paling entar kalau udah liar angkat gedung kampus siap-siap dilemparkan (dalam rangka cari masalah..hehehe)
Ica
: Guys,,kertasnya dah mau abis nih.. buka lembar baru atau tutup saja???
Dessy
: Ayo ambil kertas di meja bapak! Whehe...
Fia
: @D: Dessy aja.. Tutup aja dulu, lain kali lagi, udah mau keluar juga... #####
23
Gambar hasil kerjaan saat bosan kuliah (picture by Fia):
Gambar ini dibuat saat kebosanan tingkat dewa yang kualami. Kebiasaanku membawa peralatan tulis lengkap (baca: pulpen warna-warni, pensil seri ukuran dan kertas putih ukuran A4), tapi berhubung kertasku sedang habis jadilah jemariku korban pelampiasan. Kegilaan ini justru diikuti dengan uluran jemari sahabat-sahabatku, maka jadilah seperti pada gambar di atas. (Sumbangan jari Dessy, Martina dan Ica) ##### 24
Tapi, setelah kupikir lagi aku meralat kata „tidak berguna‟ untuk tingkah laku kami itu. Karena dari kegilaan itu justru muncul bakat-bakat baru: membangun networking yang baik antar sesama teman. Mengembangkan bakat menulis dan jadi pujangga. Serta bakat melukis tentunya. Kami bertujuh memang akrab. Tapi kami tetap menyadari masih sangat banyak jarak diantara kami. Masing-masing dari kami memiliki sahabat-sahabat lain yang jauh
lebih
dekat
dan
saling
terbuka.
Kami
tak
mempermasalahkan ini, karena kami bertemu atau tepatnya dipertemukan oleh takdir saat semua telah membangun kehidupan
yang
lengkap
dimasa
sebelumnya.
Selain
kehidupan yang lengkap, juga karena ini Jakarta. Jakarta: kota sibuk dengan tingkat individualisme yang sangat tinggi. Setiap orang disini berjalan di jalannya masingmasing. Kalaupun tak sengaja bersinggungan itu hanya persoalan takdir. Tidak semua jalan yang ditempuh satu orang akan sama persis dengan yang lainnya.
25
Seperti dalam sebuah garis regresi 2), nilai sampel3)sampelnya akan menyebar disekitar garisnya dan hanya beberapa yang tepat pada garisnya, karena selalu ada error 4). Tapi, seberapapun besar perbedaan diantara kami yang berasal dari 7 daerah dari 4 pulau yang berbeda di Indonesia, masih memiliki titik origin5) yang menyatukan kami. *** Tiga orang temanku sudah selesai mengonsultasikan topik yang akan mereka ajukan, sekarang giliranku. “Jadi apa tema dan masalah yang kamu angkat?” tanya dosenku langsung pada latar belakang penelitian. ________________________ 2)
Istilah regresi (ramalan/taksiran) pertama kali diperkenalkan oleh Sir Francis Galton pada tahun 1877 sehubungan dengan penelitiannya terhadap tinggi manusia, yaitu antara tinggi anak dan tinggi orang tuanya. Pada penelitiannya Galton mendapatkan bahwa tinggi anak dari orang tua yang tinggi cenderung meningkat atau menurun dari berat rata-rata populasi. Garis yang menunjukkan hubungan tersebut disebut garis regresi.
3)
Sampel: bagian dari populasi penelitian yang dipilih sebagai wakil representatif dari keseluruhan untuk diteliti
4)
Error (Galat): sumber variasi data yang tidak dapat dimasukkan ke dalam model.
5)
Titik origin: merupakan titik dasar atau titik (0,0) pada sistem koordinat
26
“Saya mengangkat tentang „kerugian (cost) yang harus ditanggung akibat kemacetan lalu lintas di Jakarta’ Pak. Kemacetan lalu lintas di Jakarta bias mengakibatkan berbagai masalah misal: keterlambatan distribusi barang yang dapat berakibat pada penambahan cost, selain itu masih banyak cost atau biaya tambahan lain yang diakibatkan keterlambatan” jelasku tentang latar belakang masalah penelitianku. “Baiklah masalah yang kamu angkat menarik, tapi coba perhatikan pada konsep kerugian. Kerugian itu sangat banyak dan luas definisinya. Bisa saja kerugian waktu juga termasuk di dalamnya. Bagaimana kamu bisa mengukur itu dalam penelitianmu?
Kamu harus pikirkan yang menjadi
target populasinya seperti apa? Karakteristik sampelnya seperti apa jika meggunakan data primer, tetapi jika menggunakan data sekunder apakah data yang kamu butuhkan tersedia? Selain itu, harus diperhatikan juga bahwa kemacetan tidak selalu menbawa kerugian pada setiap orang, misal para pedagang asongan. Pedagang asongan justru mendapat penghasilan lebih saat macet karena dagangannya jadi lebih banyak yang membeli, orang yang kehausan tidak punya pilihan lain ketika terjebak dalam kemacetan selain membeli air dari mereka.”
27
“Oh, iya ya, Pak” jawabku singkat, tersadar bahwa begitu banyak yang
harus dipikirkan dalam sebuah
penelitian. “Sebaiknya pikirkan lebih detil lagi dan sesuaikan dengan kemampuan” “Baik, Pak. Terima kasih atas pencerahannya” ucapku sambil nyengir lebar plus acung jempol seperti kebiasaanku. Selanjutnya 3 orang temanku mendapat gilirannya masing-masing. Sementara itu kami juga saling memberi masukan satu sama lain. *** Aku sudah memutuskan untuk mencari topik penelitian baru yag lebih fisiabel untukku. Karena topik yang sebelumnya sangat berat dilakukan untuk ukuran S1 yang baru belajar mengaplikasikan ilmu. Hanya saja, ide itu tidak muncul semudah memutuskan untuk mencari ide baru. Ketika dalam tekanan seperti ini, semua ide akan menguap, meleleh seperti es yang terjilat panas. “Ah, ngapain dipikirkan. Inikan masih tugas” pikiran picik ala mahasiswa malasku muncul dan merajai logika serta obsesiku untuk cepat-cepat mencari topik persiapan skripsiku tahun depan.
28
“Aaaarrgghh. Tapi, kalau tidak serius sekarang, nanti saat sudah dituntut menyerahkan topik untuk skripsi yang sebenarnya bakal kesulitan” terang sisi jiwaku yang masih dikuasai oleh kesadaran dan keinsyafan mahasiswa baik. Baiklah daripada kedua jiwaku berperang dan bisa menimbulkan kegilaan serta ketidakwarasan yang lebih mengerikan lebih baik menghirup udara segar, mencari sejumput kedamaian diantara udara sesak nan berpolusinya Jakarta. Mencari motivasi dan inspirasi di antara wajahwajah lelah yang mencoba bertahan hidup dengan mengaisngais harapan dari rincingan koin yang jatuh. Oh, betapa kerasnya ibu kota yang membiarkan bayibayi mungilnya tidur hanya beralaskan karton lusuh yang ujungnya sudah dipenuhi sobekan dan mengelupas hendak berpisah antara satu lapisan dengan lapisan lainnya. Betapa kejamnya sang ibu membiarkan anak-anak kecilnya berlarian dijalan beraspal tanpa alas kaki disiang terik, sambil memainkan botol air mineral di tangannya yang diisi pasir sampai seperempat bagiannya menciptakan irama pengiring lagu dari bibir-bibir mungil mereka. Adik-adik yang malang. Seperti itulah mereka selalu berhasil menamparku dengan telak ketika sedang bermalas-malasan dan terbuai seperti saat ini.
29
Baru setahun belakangan ini aku suka memperhatikan sekitarku untuk mencari inspirasi dan motivasi. Tahun pertamaku disini lebih banyak kuhabiskan dengan buaianbuaian masa indah saat masih dipelukan keluarga dan sahabat-sahabatku. Juga tenggelam dalam motivasi maya yang selalu kuciptakan karena memikirkannya. Membuat hidupku seperti zombi, raga yang berjalan disini hanya memiliki sedikit jiwa dengan logika sehat yang masih ingin menambang harta karung berinisial ilmu. Sedangkan jiwa yang lebih banyak masih terpasung di rumah. Rumah tempat paling nyaman dan hangat untuk menghabiskan seluruh waktu. Di tahun kedua barulah aku bisa berjalan dengan jiwa dan ragaku berada di tempat yang sama, namun tidak lagi dengan kepercayaan yang sama.[]
30
JAM Tomy M . Saragih
05.00 Terdengar di telingaku suara ayam tetangga sebelah. Perlu diketahui bahwa ayam milik tetanggaku itu memiliki warna putih pada sayap kirinya dan hitam di sayap kanannya. Konon ayam tersebut pernah bertarung dengan kucing dan dia pun menjadi pemenang. Hari ini tidak seperti biasanya karena aku libur kuliah, setidaknya aku bisa bermain dengan burhanku (burung hantu ku). Sebelum keluar dari kamar, aku wajib merapikan kamar ini. Karena sebelum menginjak bangku kuliah, aku sempat merasakan beratnya tinggal di asrama. Di asrama
31
semuanya serba terjadwal dan menjaga kebersihan ibarat kewajiban kedua setelah berdoa. Kewajiban yang ketiga adalah belajar. Seperti biasa juga, ibuku yang bernama Monica memasak untuk sarapan. Adikku yang bernama Paul, sudah satu minggu ini tidak di rumah karena ada acara berkemah dari sekolahnya. Hari sabtu yang kujalani terasa nikmat karena jarangjarang aku bisa di rumah. Biasanya aku kuliah berangkat jam tujuh pagi. Dosen kesenianku yang bergelar profesor sering mengganti jadwal kuliah yang seharusnya jatuh hari Selasa diganti menjadi Sabtu. Karena hari Sabtu, tidak ada jadwal mengajar, maka waktu kuliah menjadi molor seperti karet. Mulai jam delapan pagi hingga jam dua belas siang. Memang sih, kegiatan dalam kuliah hanya menggambar sketsa. Tetapi jika menggambarnya di atas triplek berukuran empat meter kali enam meter. Siapa juga yang betah. Melukis di atas triplek yang tergeletak di lantai. Jadi kurang lebih selama tiga jam, kita jongkok untuk menghasilkan sketsa yang sempurna. Bukan karena tidak tersedianya meja atau papan untuk menggambar, semata-mata hal ini dilakukan untuk melatih imajinasi. Entah apa hubungan melukis jongkok dengan imajinasi yang sempurna. Setelah melukis biasa betisku terasa berat. “Ti...”, teriak ibu dari dapur. Aku dipanggil Ti karena nama lengkapku Ivan Pavarotti. Tentu saja namaku ini berasal dari penyanyi opera kelas dunia Luciano Pavarotti. Wah...jangan dibayangkan, aku tidak sebengkak atau segemuk Luciano, tubuhku dapat dikategorikan sedang. Dalam arti tidak terlalu kurus atau tidak terlalu gemuk. 32
“Ibu masak apa...”, tanyaku sambil membawa tiga piring kosong untuk makan bersama. “Soto ayam dan ayam kecap”, jawab ibu sambil mengaduk-ngaduk kaldu ayamnya. Dalam hati aku berkata “Kok soto dipadukan dengan ayam kecap”. Ibarat makan es kacang hijau dicampur dengan daun kemangi. Tapi gak apalah, toh nanti siang aku makan ayamnya dan pagi ini aku sarapan soto. Mumpung sotonya belum matang, aku bergegas ke atas untuk mengambil handuk. Rumahku yang terdiri dari dua lantai dan menghadap langsung ke kaki gunung, menjadikan tempat favorit teman-teman untuk menghabiskan waktu sambil mempraktikkan kemampuan melukisnya. Pernah kami mulai jam sepuluh pagi sampai jam sepuluh malam di lantai jemuran ini. Semakin malam semakin dingin udaranya, dan temanku tetap saja menggambar. Wah...kuat betul dia. Kamar mandi yang lantainya dihiasi gambar Donald Bebek memakai baju Popeye ini menjadikan mandi terasa berseri-seri. Memang kamar mandi harus menarik, karena berawal dari ruangan inilah ide atau gagasan-gagasan terbesar muncul. Contohnya seorang Archimedes, ketika dia disulitkan dengan masalah mahkota raja. Dia pun berendam di bak mandi, lantas beberapa saat kemudian, dia berteriak “Eureka...eureka...”. Dan dari situlah tercipta hukum Archimedes. Ini gambarnya :
33
06.10 Aku masih mandi, ibu sudah menyiapkan makanan di atas meja, ayah masih sibuk membersihkan sarang burhan ku. Jadi, harap sabar... 06.30 Aku selesai mandi, lalu memakai kaos yang bertuliskan “Saya tidak norak tapi tidak juga katrok”. Kaos pemberian dari temanku yang mana kaos ini aku beli dari dia seharga tiga puluh lima ribu rupiah. Dia menjual kaos kepada temanteman dengan sedikit memaksa demi memperoleh nilai A pada mata kuliah desain. Aku, ayah dan ibu berkumpul di meja makan. Setelah berdoa kami menikmati makanan soto ayam ini. Ayah hanya memakan nasi dengan kuah soto plus krupuk udang. Dia tidak tega memakan ayam atau tepatnya bisa disebut vegetarian. Tetapi anehnya, jika ketemu apa yang disebut dengan daging kambing. Sudah pasti dimakannya, entah itu sate kambing, soto kambing tetangga sebelah bahkan sop kaki kambing semuanya dilahap. Ayahku tidak takut terkena asam urat, karena dengan mencuci sangkar, memberi makan dan memandikan 34
burhanku yang mencapai 10 ekor, beliau setara berlari sepanjang 10 kilometer. Jadi malam hari tiba di rumahku, burhan-burhanku pada mennayi merdu. Sempat juga ayah protes mendengar suaranya pada malam hari, namun akhirnya terbiasa juga. Burhan-burhan itu kubeli dari pasar burung di Malang. Harganya murah Cuma lima puluh ribu seekor. Saat ini usia mereka rata-rata memasuki dua tahun. Makan pun berlanjut, hingga sampailah aku pada suapan terakhir. Perlu diketahui, soto buatan ibu dagingnya besar-besar. Jadi tersedia piring khusus yang di dalamnya ada dua potong paha, satu dada, dua sayap. Jadi sebelum makan kita harus mengiris-ngiris daging itu kemudian dicampu dengan kuah soto. “Ti...habis ini kamu mau kemana...”, tanya ayahku. “Di rumah aja Yah...aku banyak tugas”, jawabku sambil mengelap mulut. “Ya sudah, kaena ayah sama ibu mau pergi acara pesta di gedung Taerit. “Lho gedung yang jelek itu ya Yah...kan ak ada ACnya...acara apa Yah...”, ujarku heran. Gedung Taeri ini bekas peninggalan Belanda. Gedung ini jelek dari luarnya karena sebagian catnya sudah mulai tereklupas namun di dalamnya tidak ada AC, jadi udara pengap. “Ya itu, tetangga kita bu Ida kambing, ada acara persiapan kawin anaknya”, kata ayah sambil mengocokngocok segelas kopi hangat. “Biasa Ti...ayahmu kan suka kambing, apalagi kambingnya bu Ida kan terkenal enak... siapa tau aja ada menu kambing baru...”, kata ibu sambil mengelap kompor.
35
Mendengar ucapan Ibu, Ayah hanya tersenyumsenyum sambil mengambil daging-daging sisa yang tertinggal di celah-celah giginya. “Pepito...pepito...”, hp ku bunyi. “Silahkan ketik FCHAB dan kirim ke 0017281 untuk mendapatkan hadiah sebuah laptop”, isi SMS yang kuterima. SMS kok itu terus, gak kreatif pikirku. Dapur yang berantakan membuat keringatku menetes dari dahi. Sementara ibu mencuci piring-piring, gelas, panci sama wajan kotor. Aku mengepel lantai bawah meja. Dengan berat badan hampi 80 kilogram. Mengepel di bawa meja tanpa merupakan tugas berat. Ada alasan unik kenapa kami tidak menerima pembantu. Yang pertama, menyewa pembantu berarti membuat satu kamar lagi. Di rumahku kamar ada tiga, satu buat orang tua, satu buat adikku dan satunya buat aku sendiri. Alasan kedua, menyewa pembantu khawatir ada kejahatan, karena tiga kali tetangga pojok gang mengganti pembantunya, tiga kali juga keluarga itu kehilangan sepeda motornya. Lagipula menyewa pembantu banyak ruginya. Karena di rumah tidak ada anak kecil lagipula ibu sangat giat mencuci dan memasak. Urusan menyapu rumah dan teras adalah tugasku, sedangkan adikku hanya membersihkan kamar. Tugas ayah yang paling ringan yaitu hanya merawat keluarga burhan. Tapi biarpun tugas merawat burhan keliatan mudah, namun sebenarnya burung hantu itu rentan stres. Terkena panas matahari saja, malamnya mereka tidak mau bernyanyi.
36
08.00 “Ti...”, teriak ayah dari teras. “Cepat sini...”, lanjutnya lagi. Ayahku ini tipe orang yang tidak sabaran. Sifat jeleknya menurun pada diriku. Jika aku melihat seseorang menyeberangi jalan tanpa melihat kiri kanan apalagi sambil ber SMSan ria, rasanya ingin kutabrak orang itu. Tepatnya kusenggol sedikit saja. “Cuci mobilnya dulu ya...biar dipakai pergi”, kata ayah sambil menyerahkan kuncinya padaku. Waduh...mending sekarang ada kuliah. Dicuci sekarang nanti juga pulangnya pasti disuruh cuci lagi karena ini musim hujan apalagi jalan masuk di ujung perumahan selalu banyak lumpurnya jika hujan melanda. Ini mobil atau kandang kuda ya. Mobil ini lebih jorok daripada sangkar burhanku. Kusiram semua sisi mobil lalu kusiram dengan sabun cair khusus mobil. Badan mobil sudah mulai mengkilap, tetapi harus masih digosok lagi karena masih ada sisa kotoran burung. Kotoran burung itu berasal dari burung-burung merpati yang kerapkali berteduh di atap rumah. Biasanya berjumlah lima atau enam ekor. Berjuang selama empat puluh lima menit dengan busa, akhirnya mobil pun menjadi bersih. Tetapi, ban yang warnanya hitam berubah warna menjadi cokelat karena lumpur. Inilah bagian terberat. “Ya ampun...”, teriakku. Aku belum melepas kaos yang baru aku beli dua hari lalu dan baru ini kupakai. Kaos putihku tadi sudah menjadi bintik-bintik kecoklatan karena percikan lumpur dari ban yang kusiram.
37
Biarlah, masuk ganti ke kamar juga repot, karena aku juga nanti yang membersihkannya. Setidaknya masih tersisa dua ban lagi yang belum dibersihkan. 09.20 Akhirnya selesai juga tugas cuci mobil. Mudah-mudahan saja satu hari ini tidak turun hujan. Tadi sudah mandi, sekarang harus mandi. Tubuhku bau keringat. Ayah dan ibu sudah mulai bersiap-siap pergi. Waduh...dandanan ibu kok menyeramkan. Masak memakai kebaya dengan sarung warna merah muda. Terasa seperti permen. Palagi baju kebayanya menyilaukan, warna biru muda. Aku maklum saja, memang ibu suka sekali menggunakan baju yang aneh-aneh. Mungkin saja terobsesi Victoria Beckham. Aku masih ingat ketika kelas 5 SD. Saat itu hari pengumuman naik kelas atau tidak. Ibu datang ke sekolah dengan rok polos berwarna kuning kemudian bajunya berwarna ungu yang ditutupi dengan rompi kulit. Dandanan ini dibilang mirip koboi juga tidak cocok, dibilang meniru artis terkenal juga tidak ada artis yang berdandan seperti itu kecuali pelawak, dibilang mengikuti mode juga gak ada model baju warna aneh seperti itu. Aku sempat menjadi bahwa tertawaan. Tetapi bagaimanapun juga, ia tetap ibuku. Barulah aku sadar bahwa waktu muda dulu, ibu pernah menjadi model majalah remaja. Jadi terbiasa tampil di panggung dengan dandanan trendi. Ayah juga keluar dari kamar sambil menyisir rambutnya. Dengan wangi parfum bunga melati yang 38
semprotkan di baju batiknya. Rumahku ibarat tempat pengambilan gambar film-film horor. Bau melati sungguh membuat aku ketakutan. “Ti...panasin mobilnya...terus SMS adikmu bilang janga lupa minum obat alerginya...”, teriak ayah berjalan maju mundur di depan kaca. Entah apa yang dilihatnya. Mungkin saja ayah melihat apakah hasil sisirnya sudah sempurna atau belum. Adikku benar-benar menjadi alergi ketika udara malam. Di punggungnya langsung muncul bintik-bintik merah namun tidak gatal. “Iya...sudah kok...”, balasan SMS adikku. “Yah...sudah aku SMS si Bram nya”, kataku berlalu sambil masuk ke dalam mobil. Sambil menunggu mobil panas, aku menyalakan radio tetapi semuanya hanya menceritakan berbagai kasus KKN di pelosok Indonesia. Aku turun dari mobil mau membuka pintu pagar dan kembali masuk mobil untuk mengeluarkan mobil dari garasi. “Pepito...pepito...”, hp ku bunyi. Ku turun dari mobil. “Yah...kuncinya di dalam ya...”, kataku sambil membuka SMS. Ti...tugas lukis gelas gmn? sdh y krn tugas itu pengganti dosen hari ini g masuk. dikumpulkan hari Senin q lukis laptop ja. Pokoknya tema teknologi. Ente jgn lupa. Cap cuz “OMG...”, kataku sambil masuk ke kamar. Aku baru ingat kalau hari ini rupanya ada tugas melukis gelas. Bagaimana ya? Aku langsung menuju dapur sementara itu, ibu dan ayah terdengar menutup pagar. Rodanya yang tidak diberi
39
oli, terdengar bergesekan keras. Aku masih bingung, gambar apa yang tepat untuk tema teknologi. Untungnya saja aku sudah menyiapkan bahan-bahan. Sudah ada sejak minggu lalu. Lantaran masih bingung, aku memilih tidur-tiduran sebentar siapa tau aja nanti ada ide. 10.00 Aku masih tidur, aku memimpikan lagi digendong sama Angelina Jolie. Dia artis favoritku. 11.00 “O...o...”, sudah jam sebelas siang. tugasku belum aku kerjakan. Aku masih bingung gambar apa yang kulukis pada gelas nantinya. Aku bergegas ke kamar mandi membasuh wajah, padahal aku masih ngantuk dan ingin kembali tidur lagi. Pada saat mengambil gelas ke dapur, aku memilih gelas yang ukurannya cukup besar. Di rumah hanya ada empat gelas yang ukurannya sebesar itu. Biasanya gelas-gelas itu dipakai untuk minuman SOGEM (Soda Gembira). Tidak perlu pamit ibu, dilarang atau tidak dilarang tetap saja aku pakai gelas ini. Aku pun mempersiapkan alatalat melukis. Sepertinya lebih nyaman mengerjakannya di teras. Karena pasti lantai jadi kotor. Aku segera mengambil koran bekas untuk alas melukis. Aku masih bingung. Aku masih bingung. Aku masih bingung. Mau tanya teman malahan aku semakin bingung karena bisa saja semakin sulit menemukan ide tentang apa yang akan dilukis. 40
“Pos...Mas...pos...”, teriak pak pos sambil menarik gas motor bututnya. Berisik. Tetapi aku langsung meletakkan saja surat tagihan kartu kredit ayahku. Dan aku dapat ide. Aku akan menggambar kartu pos dengan sampul berwarna putih. Kemudian aku tujukan kepada Tuan Kuno kepada Tuan Teknologi dengan alamat www.jangan_musnahkandiriku. Terima kasih banyak pak pos. Sekali lagi terima kasih banyak. Dengan alasan apa aku mengambil gambar kartu pos dengan sampul putih dan alamat yang aneh. Aku beranggapan bahwa kantor pos ibarat kehilangan pelanggan. Sudah jarang orang yang mau menggunakan jasanya. Padahal sangat bagus menulis surat itu karena kita dituntut untuk berimajinasi dalam berkata-kata. Aku mulai mengencerkan cairan cat putih itu, aku aduk-aduk hingga mencapai tingkat kekentalan yang kumau. 11.30 Di gelasku sudah terpampang lukisan sebuah kartu pos. Dengan latar belakang kuning. Jujur saja aku penggemar warna kuning. Karena warna kuning dipadukan dengan warna apapun pasti cocok dan terlihat mata dengan jelas. Aku tiup sekeliling gelas agar catnya cepat kering sehingga mudah menggambarkan alamat yang dituju. Aku masih bingung dengan apakah aku melukis sebuah huruf. Karena menggambar huruf pada bidang melengkung membutuhkan kesabaran. Salah sedikit saja, huruf tidak akan dapat dibaca. Dengan sangat pelan-pelan aku berusaha membuat hurufnya. Jujur saja melukis di atas kaca merupakan sesuatu yang sulit. 41
Pernah ketika ujian akhir semester. Kami disuruh melukis jam di atas potongan kaca berbentuk lingkaran. Dan lukisan siapa yang paling bagus akan dijadikan pajangan jam kampus. Bangga juga kalau hasil karya kita dipamerkan. Temanku ada yang menggambar seekor buaya lagi berdiri ditemanin sebuah lilin. entah apa maksudnya, aku tidak paham. Ada juga yang menggambar sebuah gedung pencakar langit, yang diatasnya keluar sepasang kaki manusia. Rupanya ini menunjukkan keserakahan manusia dalam mencapai kekayaan. Sedangkan aku hanya menggambar angka terbalik. Maksudnya pada posisi normal kita mengetahui letak angkaangkanya kan? Nah angka sebelah aku ganti menjadi angka satu, angka satu aku ganti menjadi sebelas, angka tujuh aku ganti menjadi angka lima. Tujuannya jarum jam nantinya akan berjalan berlawanan arah dengan jam pada umumnya. Tentu saja, kita harus membiasakan membaca dengan jam mundur ini. Betul saja, karyakulah yang dipajang. Tetapi semua orang yang pertama kali melihat jamku pasti mengernyitkan dahinya. Mereka kerap kesulitan. Untungnya saja setelah satu minggu terpasang di dinding kampus, semua mahasiswa sudah dapat membaca jam dinding buatanku. Gelasku sudah mulai kering. Aku mulai melukis huruf T lengkapnya Tuan. Setiap huruf aku beri warna yang berbeda. Pembedaan warna agar orang melihatnya dapat membaca dari jauh dengan jelas.
42
Ada yang berwarna kuning, hijau, merah muda, biru muda. Pokoknya semua warna aku kombinasikan menjadi rangkain tulisan yang sedap dipandang. Repotnya aku harus ingat campuran-campuran dasarnya agar menghasilkan kombinasi warna yang berbeda. Seharusnya aku ditemanin pacar tetapi berhubung pacar belum ada, aku tetap semangat melukis ditemani keluarga burhan. 12.19 Suhu udara di teras semakin panas, ini karena atap terasku dari seng. Tetapi semakin cepat juga kering gelasku ini. Perutku sudah mulai lapar. Tetapi sebentar lagi sepertinya selesai. Aku masih melanjutkan mengecat gelas SOGEM ini. Badanku mulai berkeringat. Aku melihat keluarga burhan pada diam semua. Mereka hanya melihat aku heran. Kenapa gelas bagus-bagus kok dijadikan jelek. Aku yakin pasti adikku lagi bermain ketangkasan. Wah enak betul anak itu. Sebentar lagi tugas ku ini selesai. Aku sudah tidak sabar melompat di tempat tidur. Tetapi aku melihat lantai yang ditutupi kertas koran tadi. Tetesan-tetesan cat tadi rupanya mengenai lantai teras yang berwarna putih. Rupanya kertas koran tadi tidak aku lipat jadi dua biar tebal. Selesai kerjaan satu, ada lagi kerjaan satu lagi. Membersihkan lantai agak susah, karena catnya sudah pada kering smua. Di rumah tidak ada minyak gas. Aku bersandar sebentar di atas kursi. Capek sekali punggungku dari tadi melukis. Rasanya susah untuk ditegakkan lagi. “Pepito...pepito...”, ada SMS. Lagi-lagi undian bohong tapi berhadiah atau undian berhadiah tapi bohong. “Selamat
43
Anda mendapatkan sebuah sepeda listrik segera hubungi customer service kami”. Aku tidak menghiraukan SMS membosankan itu. Sudah sepuluh menit aku bersandar di kursi empuk ini. Nyamannya bukan main. Aku mulai melanjutkan lagi kerjaan melukis ini. Hanya tinggal menulis www.jangan_musnahkandiriku. Sepuluh menit berlalu, lima menit berlalu, sembilan menit berlalu, tujuh menit berlalu. Sudah hampir tiga puluh menit aku berpusing-pusing ria dengan huruf-huruf tadi. Akhirnya tugasku selesai. Tetapi tugas membersihkan lantai masih menunggu. Aku menaruh gelasku di atas meja teras kemudian bergegas ke dapur mengambil sebuah pisau untuk mengupas cat-cat kering yang bertebaran di atas lantai. Aku hitung jumlah tetesan itu jumlahnya mencapai dua puluh tujuh tetasan, mungki saja diameter tiap tetesan adalah satu sentimeter. Kadang aku membayangkan, bagaimana kalau tugu Monas di Jakarta aku beri cat warna merah kekuningkuningan mirip dengan jilatan api. Wah pasti tugu Monas akan terlihat lebih gagah. Tugu Monas seolah-olah seperti terbakar. Tetapi rasanya sangat tidak mungkin dan tidak akan pernah terjadi tugu Monas berubah warna. Aku berjongkok lagi untuk membersihkan lantai ini. Bisa dibayangkan sebuah pisau digesekkan dengan lantai. Bunyinya itu mengganggu pendengaranku. Seperti yang aku baca di koran, orang yang banyak berjongkok dapat terserang penyakit konstipasi (sembelit). Tetapi kan tidak mungkin aku membersihkan lantai dengan pisau yang kujepitkan di antara jari-jari kaki. Bisa-bisa esok harinya kerjaanku baru selesai. 44
13.20 Melukis gelas sudah, membersihkan lantai teras juga sudah, kasih makan burhan tadi pagi juga sudah. Mau tidur tapi lagi malas karena lampu baru aja pada. Aku heran kok bisa lampu padam seenaknya tanpa pemberitahuan dahulu. Cuaca panas, lampu padam, lengkaplah penderitaan ku. Aku duduk-duduk di teras sambil melihat orang-orang berjalan kaki. Kebetulan juga rumhaku tidak jauh dari pasar jadi banyak para pedagang sayur yang lewat depan rumah. Warna dinding terasku berbeda dengan rumah lainnya. Warnanya biru muda, ibu yang mengusulkan warna ini. Karena hampir setiap rumah berwarna putih. Tetapi enak juga memandang dinding yang berwawna biru muda. Kucoba menyalakan kipas tapi lampu masih padam juga. Siang-siang gini biasanya ada penjual bakso WanSO yang lewat. WanSO singkatan dari bakWAN bakSO. Toh beda bakwan dan bakso hampir tidak kelihatan bedanya karena dua-duanya sama-sama bulat. ku senang dengan penjual bakwan ini, selain orangnya bersih, bakso ini cocok dimakan dengan nasi. “Wan...so...wan...”, terdengar teriakan pak Tejo si penjual bakso dengan gerobak yang benar terawat. Mungkin inilah satu-satunya penjual bakso yang sekaligus menjual es dawet. Sudah hukumnya kalau penjual bakso selaly membawa kelapa untuk dijadikan es degan atau membawa buah jeruk. Aku menuju dapur mengambil mangkok dan mengambil uang di atas kulkas. “Pak...bakso...”, teriakku sebelum orangnya kelewatan.
45
“Beli baksonya lima ribu, sambal campu, gak pakai bawang goreng...”, ujarku kepada pak Tejo. “Tumben Mas sendiri, mana adiknya...”, timpal pak Tejo sambil memasukkan sambal ke dalam mangkokku. “Lagi ada acara pak”, balasku singkat. Lanjutku lagi “Lampu dari tadi mati pak”. Aku sebetulnya bukan orang senang berbasa-basi, akibatnya pun kurang begitu banyak punya teman. Entah kenapa aku merasa nyaman dengan kehidupan yang tidak begitu ramai. Untung saja ayah ku berkaraoke hanya pada hari minggu. “Ya mas, itu di gang sebelah ada perbaikan gardu listrik, sepertinya lama karena semuanya dibongkar”, kata pak Tejo lagi. “Oalah...bisa sampai malam ya...Makasih ya pak...”, kataku sambil menutup pagar. “Ya mas sama-sama...” ,balas pak Tejo. Kalau tahu begini lampu mati lama, lebih baik tadi pergi ke plasa, lihat buku. Ku taruh mangkok tadi di atas meja ruang makan. Ooop...aku lupa, tadi pagi ibu masak ayam kecap. Kenapa aku tadi kok beli bakso. Jika lampu padam, waktu berjalan sangat pelan sekali karena tidak ada yang kita kerjakan. “Gak apalah...”, pikirku. Makan bakso dicampur ayam kecap rasanya aneh. Tadi juga soto ayam dengan ayam kecap. Aku menikmati bakso pak Tejo, bakso miliknya ini bukanlah bakso biasa tetapi ada rasa ikannya. Kadangkadang baksonya dicampur dengan daun kemangi di dalamnya. Jadi rasanya harum dan nikmat.
46
Tapi es dawet yang dijualnya kurang begitu enak karena tidak memakai es batu. Kata pak Tejo, es malah membuat dawetnya mengembang, tetapi aku pernah beli es dawet tanpa es itu. Rasanya ingin muntah. Terpaksa saja kalau ingin membeli es dawet pak Tejo, malamnya aku masukkan air ke dala cetakan es agar besoknya bisa minum es dawet dingin. Es dawet pak Tejo ini diberi madu sehingga rasanya manisnya agak aneh tapi benar-benar nikmat. Pak Tejo menjual bakso rasa ikan setiap hari senin sampai kamis, rasa kepiting pada hari jumat dan rasa kemangi di hari sabtu minggu. Waktu ku tanya sama pak Tejo kenapa kok berbeda rasa bakso yang dijualnya, bukannya nanti pelanggan akan berkurang. Tetapi pak Tejo menjawab kalau rasa baksonya dibuat berbeda biar pembeli tidak bosan pak Tejo sengaja tidak menjual tiga rasa tersebut dalam satu hari karena pembeli pasti cepat bosan. Jadi kalau ada pembeli yang ingin membeli bakso rasa kepiting maka dia harus sabar menunggu hari jumat. Memang betul terasa nikmat sekali jika kita menyantap makanan yang benar jarang ditemui. Contohnya saja tidak tiap hari ada penjual durian. Hanya musim-musim tertentu saja. Dan ketika jatuh musim durian, wah rasanya sungguh nikmat. Lampu juga masih padam. Entah berapa lagi aku harus menunggu. Aku kembali ke teras melihat gelas lukisanku tadi. Rupanya hampir seluruh sisinya kering. Gelas ku menjadi mirip warna pelangi karena paduan dari beberapa warna.[]
47
48
Chapter 1 – Dua Hari Berturut-Turut Ade Wikytama
Matahari sudah merayap meninggi dari ufuk timur. Rombongan embun mulai buyar dan menghilang perlahan. Greeekk... Suara pintu gerbang SMA Harapan, Jakarta juga hampir ditutup. Melihat itu, aku segera mempercepat lariku dan berteriak sekerasnya. “Pak Umar! Tunggu bentar!” teriakku dengan nafas tersengal-sengal seperti usai lari marathon. Aku langsung saja memiringkan badanku agar lebih ramping dan menerobos masuk lewat celah gerbang yang hampir tertutup tadi. “Okey, terimakasih Pak! Selamat pagi!” sapaku dengan ramah, setelah aku berhasil menerobos gerbang yang dijaga oleh Pak Umar, Si Satpam Sangar tapi kadang juga bikin kelakar.
49
“Pagi!” sahut Pak Umar yang terlihat agak menahan kesal. Bukannya membuat aku takut, tapi aku malah merasa geli melihat wajahnya yang unyu-unyu dihiasi kumis tebal kayak Pak Raden itu. Seperti ingin aku mencubit kedua pipinya yang chubby. Hahaha... Akupun melanjutkan perjalananku menuju kelas. Sesampainya di depan pintu kelasku tercinta yang terlihat terbuka, aku mengintip ruang kelas dengan hati-hati. Srett... Mataku langsung tertuju pada meja guru yang masih kosong. Fiiyuhh... dengan hati lega dan santai, akupun memasuki kelas yang sedang hening itu. Aku menuju bangkuku dengan terheran-heran. Kutengok kanan-kiri, ada yang lain. Kenapa pada diam dan terlihat serius semua ya, batinku. Namun tak perlu waktu lama untuk menemukan jawabannya. Sekejap saja kesantaianku berubah menjadi ketakutan. Wajahku yang tadinya berseri, secepat kilat menjadi pucat ketika mataku terhenti di suatu tempat. Yah, berhenti di bangkuku sendiri. Di sana, Pak Soni, Guru Kimia yang katanya paling killer itu ternyata sedang duduk di tempat dudukku. Waduuhhh... mampus deh aku, pasti dapat omelan-omelan nggak penting lagi dari tuh orang lebay, batinku. “Nah, Joda, sekarang kamu mau pakai alasan apa lagi? Ban bocor? Jalan macet? Bantu nenek-nenek menyebrang? Atau nolongin anak kucing yang abis ketabrak?” tegur Pak Soni seraya menghampiriku. “Kagak Pak, yang ini tadi bukan anak kucing tapi kambing,” jawabku lirih dengan menundukkan kepalaku, berpura-pura untuk menghormatinya. Padahal sebenarnya selain pada Ayahku, aku tak pernah hormat pada siapapun di dunia ini.
50
“Masih bisa ngeles?” tandasnya dengan sedikit emosi. “Kamu itu sudah langganan terlambat pada pelajaran Bapak. Nggak bisa ya, sekali saja berusaha tertib waktu? Jadi anak baik gitu!” “Hei, Pak! Aku tuch juga udah UNREG berkali-kali! Tapi tetap nggak bisa!” balasku tanpa basa-basi karena aku sudah muak. Pak Soni hanya menggeleng-gelengkan kepala melihat sikapku yang mungkin keterlaluan itu. Seolah dia sudah lelah untuk menegur aku yang tak pernah mau mendengarkan ucapannya, namun justru menentangnya. Aku justru tersenyum simpul karena sebenarnya itulah yang aku tunggu-tunggu dari dulu. “Sekarang kamu sebaiknya keluar! Jangan ikuti pelajaran Bapak sampai nanti bel pergantian pelajaran berbunyi!” “Wahh, sadiiisnyeee...” ledekku. “Suruh keluar, ya keluar.”. Akupun mulai berjalan keluar. Aku sengaja memperlambat jalanku agar orang sok berwibawa itu sebal dan emosi. “Hey bocah, jalannya yang cepat! Jangan bikin saya tambah emosi!” teriak Pak Soni sambil melemparkan sepatu sebelah kirinya ke arah ku. Brengsek, ujarku dalam hati. Untung sepatu murahan itu tidak mengenaiku. Kalau sampai menyentuh atau menggores sedikit saja dari kulitku, kupastikan tangan pelempar itu akan patah. “Hei, Pak! Dijaga tangannya, sudah nggak sayang sama tangan sendiri ya?” teriakku kesal. “Kalau kamu berani macam-macam, akan aku adukan ke ayahmu!” 51
Haasshhh... selalu saja ayahku yang jadi tebeng. Yah, mungkin karena ayahku adalah ketua komite di sekolah ini. Dan mungkin karena ia juga, aku bisa bertahan di sekolah ini sampai kelas 3. Aku tak bisa berbuat apa-apa lagi jika ayahku sudah tampil. Aku sangat menghormati dan patuh terhadap dia. “Oke, oke, aku keluar!” Aku segera keluar kelas sambil diam-diam mengambil sepatu yang dilempar Pak Soni tadi. Hanya beberapa detik aku keluar dari ruang kelas, aku nongol lagi dan membawa sepatu Pak Soni. “Pak, sepatunya minta makan nich! Hahaha...” teriakku sambil menunjukkan sepatu Pak Soni yang bagian depannya sudah megap-megap. “Iya, ini satunya juga mau makan kepalamu!” dilemparnya lagi oleh pak Soni pasangan sepatu yang sebelah kanan ke arahku. “Waaa..” Akupun langsung bergegas menghindar dan menutup pintu kelas dari luar. *** Semilir angin berhembus menelusuri lorong gedung sekolah. Suara kegiatan belajar mengajar antara guru dan murid yang berisik, membuatku merasa terganggu saat mendengarkan musik dengan headset besarku. Beberapa menit aku berusaha bertahan dan duduk sendirian di depan ruang kelas. Aku mulai jenuh dengan keadaan yang sangat tidak nyaman itu. “Huft.. membosankan sekali lama-lama duduk di sini. Sepi gak ada apa-apa, cuma ngelihatin angin mondar-mandir 52
doang. Suaranya berisik lagi. Mending ke kantin aja, bisa nyuci mata sambil lihat cewek-cewek bening. Hehehe...” ujarku dalam hati sambil senyum-senyum sendiri. Aku beranjak dari tempat dudukku dan melangkah dengan pasti menuju kantin. Sesampainya di kantin, aku memesan semangkok bakso dan segelas teh pada Bu Jenni, Si Penjaga Kantin yang masih seksi walau sudah janda 2 kali. Kemudian akupun duduk di salah satu bangku kantin. Aku kembali memasang headset di kupingku dan memutar musikmusik kesukaanku. Ketika aku masih sedang duduk manis menunggu pesananku, datang Sofie, Si Primadona Sekolah. Mataku seakan langsung terjerat ketika Sofie lewat di depanku. Layaknya seekor kucing yang siap menerkam pepes ikan yang begitu lezat. Mata tajamku tak bergerak sedikitpun, mengikuti setiap inchi gerakan dari Si Primadona. Akhirnya Sofie berhenti dan duduk di salah satu bangku yang tidak begitu jauh dari tempat aku duduk. Tanpa berpikir panjang, aku segera mendatangi Sofie dan duduk di sampingya dengan penuh percaya diri. Aku tersenyum dengan kagum saat menatap lekat-lekat wajah jelita dari Sofie. Parasnya bak bidadari tercantik di seluruh dunia. Putih mulus kulitnya selalu membuat para kaum adam ingin menyentuhnya walau sejenak. Segala yang melekat di jasadnya seolah mampu menghipnotis setiap mereka yang memandangnya. “Hai Sofie!” sapaku tiba-tiba. Dengan sedikit terkejut, Sofie segera menengok ke arah suaraku. Sreett... Duhh... ini cewek manis banget ya, batinku. “Hai juga!” sahutnya singkat dengan sedikit cuek. 53
“Jam segini kok Sofie udah ke kantin? Lagi jam kosong ya?” “Iya, Pak Ronald lagi nggak masuk.” “Ouhh.. Jamnya kosong? Kalo hatinya Sofie kosong juga gak? Boleh ya Akang Joda yang ngisi? Hehehe..” ujarku dengan lembut, berusaha untuk merayu. Tanpa aku sadari saat sedang asyik merayu Sofie, tiba-tiba Dodo datang dari belakangku seperti petir. Dia langsung saja menyambar percakapanku dengan wanita idamanku itu, dan malah duduk di antara aku dan Sofie. “Dasar buaya darat nggak taubat-taubat! Udah Sof, nggak usah dianggep! Dia tuch abis dihukum nggak boleh ikut pelajarannya Pak Soni gara-gara telat mulu”. Tanpa melihat aku ataupun Sofie, Dodo dengan santainya mengambil dan memakan jajanan yang sudah tersedia di atas meja kantin, seolah ia tak bersalah. “Hahaha.. makanya Jo, jangan bandel-bandel!” ujar Sofie. “Yaudah ya Dodo, Joda, aku mau masuk kelas duluan, ini ada SMS dari temanku, kalau nanti ada ulangan harian”. Sofiepun pergi kembali ke kelasnya. Namun mataku rasanya masih enggan untuk kehilangan sosoknya. Mata ini tetap saja tertuju pada sosok Sofie yang mulai berjalan menjauh. Hanya terlihat punggung dan pinggulnya yang proporsional. Yah, mungkin aku sudah tergila-gila padanya. “Woooiii!!” Tangan Dodo tiba-tiba mengusap wajahku dengan air kobokan yang ada di mangkok di atas meja kantin, sehingga membuyarkan lamunanku. “Aaahh.. apaan sich kamu, Do! Gagal deh usahaku,” gerutuku karena kesal. “Pakai ngomongin kalau aku dihukum, lagi! Kan aku jadi malu? Bisa ancur nih image-ku di mata dia!” 54
“Hahaha...” Dodo justru tertawa terbahak. “Eh, kamu nggak sadar ya? Tanpa aku kasih tahu, semua warga di sekolah ini juga udah tahu kelakuan-kelakuan nakalmu! Image-mu tuch udah ancur semenjak kamu masuk sekolah ini, dan semenjak kamu memiliki hobi suka berbuat onar! Mungkin kamu perlu ke Panti Rehabilitas, biar bisa jadi nak yang baik.” “Hasshh... persetan dengan itu semua! Aku kan cuma mau merayu Sofie, ngapain kamu sampai ngomongin Panti Rehab segala? Jangan ikut-ikutan bawel kayak orang-orang tua itu dong!” “Joda, Joda, kamu harusnya berterimakasih, karena aku udah mau nyadarin kamu”. “Emang aku pingsan? Pakai disadarin segala!” “Yach terserah deh!” “Terserahnya telat! Sofienya udah pergi!” kataku dengan nada ketus. “Eh, tapi by the way, kamu ngapain Do keluar juga? Ohhhh.. aku tau pasti kamu nggak tega ya, biarin aku sendirian di luar? Duuhhh.. sobatku, nggak usah berlebihan kali! Hehehe..” “Jangan mikir aneh-aneh! Aku bukan nggak tega sama kamu, tapi nggak tega sama perutku nich. Udah dangdutan dari tadi”. “Kroncongan kali, Do!” “Iya, itu juga bisa!” Disela obrolanku dengan satu-satunya sahabat dekatku itu, tibalah pesanan yang aku tunggu-tunggu dari tadi dengan diantar Bu Jenni paling seksi. “Siiipp... kamu tau banget, Jo, kalau aku lagi laper!” seru Dodo tiba-tiba. “Makasih, Bu Jenni!” Dodo langsung menyergap tanpa ampun bakso dan teh yang baru saja dihidangkan di atas meja. Sedangkan aku 55
hanya bisa diam melotot dan tersenyum memperhatikan Dodo memakan bakso seperti orang kesurupan. Dodo begitu lahap tanpa menoleh kanan kiri. “Dasar Chocobear! Badan udah kayak kulkas 2 pintu hamil gitu, masih aja kurang isinya!” ledekku yang tak berpengaruh sedikitpun pada nafsu makan Dodo yang sedang membara itu. Ia cuek dan terus menyantap makanan yang harusnya untuk aku. *** Tetth.. teeeeeethh... bel tanda pulang SMA Harapan berbunyi. Seluruh siswa maupun siswi segera membereskan barang-barangnya dan melangkah ke pintu gerbang sekolah. Yah, mungkin mereka semua sudah merasa rindu pada suasana rumah. Tak terkecuali aku. Hari ini aku pulang sekolah dengan naik angkot. Setelah turun dari angkot, aku harus berjalan sekitar satu kilometer untuk sampai ke rumah. Dan saat itu, saat aku melewati sebuah gang kecil, tak sengaja aku melihat seorang anak berpakaian seragam merah putih atau seragam SD berhadapan dengan beberapa preman berbadan kekar. Aku rasa anak kecil itu sedang dimintai uang secara paksa oleh preman-preman. Terlihat sekali mimik ketakutan dari anak itu. Tanpa pikir panjang, aku segera mengalihkan perhatian mereka untuk menolong anak malang tersebut. “Hey mas-mas bro, ngapain ganggu anak kecil? Kalau berani sini dong!” teriakku sambil melambaikan tangan. Sebenarnya aku sedikit ragu karena jumlah mereka yang banyak. Ada 4 orang. Badannyapun besar dan kekar, lagi. Tapi masak iya aku biarin mereka memeras anak kecil di 56
depan mataku? Pecundang banget aku kalau sampai purapura tidak tahu. “Kamu nggak usah ikut campur! Jangan sok jadi pahlawan!” sahut salah seorang preman. “Dasar banci! Bilang aja kalian-kalian itu takut!” ledekku sambil berkacak pinggang, seolah menantang. “Kurang ajar! Ternyata bocah ingusan ini mau cari mati! Pertempuran antara aku dan merekapun tak dapat terhindar. Dengan PD-nya aku bertarung dengan 4 orang preman. Dashh... Pooww... Duugg... Jrrettt.... Aku terpental dari medan tempur, dan mereka tertawa puas. Ternyata aku kurang tangguh untuk melawan mereka. Wajahku rasanya sakit terkena bogeman mereka yang sebesar kelapa. Bahkan mulutku mulai berdarah. “Sekarang kapok kan? Hahahaha... “ ujarnya dengan tawa kemenangan. “Brengsek! Jangan kalian kira aku nyerah ya! Kalian cuma seperti pecundang yang beraninya sama anak kecil dan main keroyokan! Sebenarnya nyali kalian itu sebesar biji sawi! Cuuiihhh...” aku meludah di depan mereka. “Ayo, maju lagi!” tantangku sok jagoan. “Anjing! Hajar dia sampai mati!” Keempat preman itu mulai geram stadium 4. Saat mereka hendak menghampiri aku, akupun segera berlari. Mungkin aku salah, karena cuma berani di mulut saja. Tapi aku rasa, aku akan lebih salah lagi, kalau sampai aku berdiam diri di tempat, dan ngorbanin nyawaku sendiri di tangan keempat preman jelek itu, dengan melawan mereka sendirian. Bisa-bisa mati konyol aku nanti.
57
“Kejar dia!” teriak salah seorang preman untuk mengerahkan semua temannya untuk memburuku sampai dapat. Preman itu terlihat sangat emosi. Adegan kejarkejaran antara aku dan beberapa premanpun berlangsung seru seperti di film-film action barat, lebih amazing dari Leito dalam film District 13. Pasar-pasar dilewati, lorong-lorong dimasuki, hingga tak sengaja ketika melewati lampu ramburambu lalu lintas, aku bertemu sejumlah polisi lalu lintas yang tengah bertugas. Bruntung, pikirku. Tanpa basa basi dan dengan nafas yang masih ngos-ngosan, aku segera melaporkan secara singkat, padat, dan jelas kejahatan yang dilakukan preman-preman yang sedang mengejarku tersebut. Hingga akhirnya preman-preman tadi malah dikejar balik oleh polisi-polisi. Beberapa saat kemudian, preman-preman tersebut dapat dilumpuhkan dan ditangkap. Aku yakin untuk selanjutnya mereka akan mendapatkan hukuman oleh pihak yang berwajib. Mungkin mereka akan mendekam penjara sampai merasa jera. Setelah urusan benar-benar selesai, aku kembali melanjutkan perjalanan pulang. Aku cukup senang bisa bertarung hari ini. Yah, walaupun wajahku rasanya memar semua. *** Hari ini, aku berangkat sekolah bersama Dodo. Ia baru saja membeli sebuah motor dengan uangnya sendiri. Ia ingin mengajakku. Ketika kami dalam perjalanan, ceeessstt.. tiba-tiba terasa ada yang aneh dengan jalan motor Dodo. Setelah
58
berhenti, aku turun untuk memeriksa dan kudapati ban belakang motor Dodo telah kempes total. “Waah.. Do, ban kamu kempes!” “Aahh.. baru ngajak kamu bareng sehari aja aku udah kena apes”. “Yee.. bukan salahku kali, kamu tuch nyetirnya kurang ahli! Atau gara-gara motormu nggak kuat memuat Chocobear kayak kamu!” “Kagak lah, ini motor tahan banting!” “Yaudah, sekarang coba kamu banting! Aku pengen lihat!” “Enak aja kalau ngomong!” Sambil tetap saling berargumen sendiri-sendiri dan tak ada yang mau mengalah, kami membawa motor ke tempat tambal ban terdekat. Waktu terus berjalan, tapi motornya belum bisa jalan. Dodo mulai gelisah karena sudah hampir pukul 07.00. Wajahnya terlihat sangat ketakutan. Apalagi jam pertama adalah milik Pak Soni, orang yang sok berwibawa itu. Akhirnya setelah beberapa saat kemudian, tukang tambal ban itu telah menyelesaikan tugasnya. Dan kami kembali melanjutkan perjalanan menuju sekolah. *** “Aduch Do, kali ini aku terlambatnya kelewatan, sampai pintu gerbang aja udah ditutup rapat,” ujarku setelah sampai di depan pintu gerbang sekolah. “Lebih parahnya lagi, kamu juga ajak-ajak aku! Terus gimana nich sekarang?” “Ya ini aku juga lagi mikir, bego!” balasku.
59
“Okey dech, mending sekarang jangan berdebat dulu. Kamu coba rayu aja Pak Umar! Kali aja kita diijinin masuk”. “Susah, Do, kalau udah terlanjur ditutup gini”. “Coba dulu dong! Berusaha! Semangka! Semangat Kakak!” “Ya udah”. Akupun turun dari motor dan mendekat ke gerbang sekolah. Aku memanggil-manggil Pak Umar dan mengetukngetuk gerbang dengan gembok yang menggantung di pinggir gerbang itu. Pak Umarpun datang. “Ada apa? Jangan bikin keributan di sini!” tegur Pak Umar dengan tegas. “Bukain gerbangnya dong, Pak? Bentar saja kok,” bujukku. “Tidak bisa! Kamu sudah terlalu lama dan sering telat!” “Ayo dong, Pak! Kali ini saja deh! Nanti aku belikan rokok buat bapak”. Pak Umar berpikir sejenak. “Mau kamu belikan berapa kotak?” “Tenang aja, pokonya sebanyak-banyaknya deh buat Bapak!” “Apa? Sebanyak-banyaknya? Kamu pasti ingin aku cepet mati ya?” Waduhh... salah ngomong nih aku. Pak Umarpun hendak meninggalkan kami. Tapi aku coba kembali memanggil dan merayunya. “Eh, Pak Umar! Nggak jadi! Aku tadi bercanda kok. Nanti aku sampaikan salam Bapak ke Bu Jenni deh!” teriakku.
60
Mendengar kalimatku barusan, Pak Umar segera balik badan dan menghampiriku lagi dengan antusias. Kumisnya terlihat sedikit naik ke hidung. Sepertinya, aku berhasil. “Yang benar?” tanya Pak Umar memastikan. “Pastilah, Pak! Tenang aja, asal Bapak bukain dulu nich gerbang!” “Okey lah kalau begitu!” Akhirnya rayuanku itu benar-benar bisa membuat Pak Umar luluh dan mengijinkan aku dan Dodo masuk. “Joda...” teriak Pak Umar dengan lantang. “Jangan lupa ya salam buat Bu Jenni tercinta!” Akupun hanya mengacungkan jempol dan tersenyum renyah pada Pak Umar. *** Kami merasa lega karena telah berhasil melewati si penjaga gerbang. Aku segera memarkir motor, dan berjalan cepat menuju kelas bersama Dodo. “Eh, Jo, emang tadi Pak Umar kamu bujuk pakai apa? Uang?” tanya Dodo penasaran. “Hahaha... nggak perlu keluar biaya. Cuma aku bujuk nanti akan aku comblangin sama Bu Jenni”. “Apa?” “Iya. Dia nggak sadar kali kalau kumisnya itu saja sudah bikin geli Bu Jenni, apalagi salam cintanya. Nggak mungkin lah Bu Jenni mau!” “Betul tuch, mending Bu Jenni sama aku saja!” “Kalau sama kamu, ntar malah kayak gitar sama drum! Bu Jenni seksi, kamunya bulet! Hahaha... Jadi ngeband dah ntar!” 61
“Huft... mesti deh, cari masalah lagi”. Tak terasa, kami telah sampai di depan pintu kelas. Saat hendak masuk, aku menahan lengan Dodo agar berhenti. “Stop, Do! Coba kamu lihat dulu, ada Pak Soni apa nggak?” pintaku. “Ah kamu itu, merepotkan saja! Kenapa nggak langsung masuk?” “Kamu gila ya? Bisa-bisa ntar kita dijadiin rujak cingur ama tuch orang! Kamu mau gitu?” “Kagak ah kagak!” “Nah, maka dari itu, kamu yang intip. Aku tadi kan sudah ngebujuk Pak Umar, sekarang ganti kamu yang kerja!” “Okey dech, biar aku intip dulu!” jawab Dodo dengan percaya diri. Dodopun perlahan mengintip dari pintu kelas yang terbuka. Dia menjongkokkan badannya dan mengedarkan pandangannya ke dalam kelas. “Jo, siapa tuch cewek? Kok aku baru lihat?” bisik Dodo pelan dengan mata yang tetap tertuju pada cewek tersebut. “Woy, Chocobear! Aku nyuruh kamu ngintip Pak Soni bukan cewek!”, seruku sembari mendorong dari belakang punggung Dodo yang masih dalam keadaan berjongkok. Tak sengaja, dorongankupun itu ternyata membuat Dodo terjatuh ke depan karena tidak bisa menahan keseimbangan. Gubrak!!! “Hahaha..ada paus nyungsep tuch!!” serentak terdengar anak-anak sekelas tertawa melihat Dodo tersungkur. “Sudah, diam semua! Dodo, kamu cepat duduk sana!” kata Pak Soni yang kudengar dari luar. 62
“Iya Pak, terimakasih”. Mendengar perintah Pak Soni pada Dodo, aku tersenyum lega dan ikut masuk kelas sambil bergumam, “Tumben Pak Soni baik...” “Permisi Pak, maaf terlambat lagi,” sapaku dengan ramah. “Joda! Berhenti dulu! Coba kemari!” tegur Pak Soni. “Iya, Pak”. Akupun berhenti dan melangkah ke depan kelas menghampiri Pak Soni. Aku berdiri di samping cewek yang mungkin dilihat Dodo tadi. Aku menatap lekat-lekat cewek itu. Siapa dia, batinku. Aku rasa aku baru melihatnya hari ini. “Pak, nich cewek siapa? Anak Bapak? Beda amat sama Bapak?” tanyaku sambil tetap memperhatikan cewek yang ada di depan kelas itu. “Sudah, jangan ngurusin orang! Ngurus diri sendiri saja nggak pecah!” “Nggak pecus Pak, bukan nggak pecah!” “Hush, malah ngajarin orang tua!” sahutnya tak mau kalah. “Kamu tadi mau ke mana nyelonong gitu aja?” “Ya mau duduk lah, Bapak Soni!” jawabku dengan pelan tapi jelas. “Apa? Seenaknya aja langsung masuk dan mau duduk! Emang siapa yang nyuruh kamu duduk?” “Kan belajar improvisasi, Pak? Tadi Dodo dibolehin, jadi pasti aku juga boleh!” “Nggak! Dodo nggak apa-apa telat, dia baru kali ini telat. Sedangkan kamu? Bapak sampai capek sendiri menghitungnya”. “Ya kagak usah dihitung, Pak. Cuekin saja!”
63
”Ya jadi makin liar kamu ntar! Dari mana aja kamu? Jam segini baru datang!” “Dari rumah pergi ke sekolah lah, Pak”. Terdengar Pak Soni menghembuskan nafas berat. Mungkin dia sebal dengan ulah-ulahku. “Terus terang, Bapak lelah, Jo!” keluh Pak Soni. “Kamu itu sudah berkali-kali terlambat untuk pelajaran fisika? Sebentar lagi sudah Ujian Nasional. Kamu tahu nggak, nilai-nilaimu di fisika itu juga sangat lemah!” “Iya Pak, saya tahu kok. Nanti saya akan coba kasih obat kuat pada buku-buku fisika saya”. “Joda!!” teriak Pak Soni dengan nada kesal. “Iya, ya Pak, nanti saya akan les privat deh,” jawabku enteng. “Les? Ide bagus itu!” Pak Soni langsung tersenyum. Namun sekejap saja wajahnya jadi redup lagi. “Tapi Bapak nggak percaya kalau kamu mau les di luar sana! Mending kamu belajar saja dengan Aya, siswi baru dari SMA Bandung ini! Bapak mendapat rekomendasi dari sekolahnya dulu bahwa dia pintar dalam pelajaran fisika. Aya juga pernah menang dalam beberapa olimpiade,” ujar Pak Soni sambil menepuk-nepuk lembut pundak cewek yang ada di depan kelas itu. “Hah?? Saya kan belum kenal dia Pak”. “Ya kenalan sekarang aja! Namanya Nur Hidayawati, kamu boleh panggil dia „Aya‟,” tukasnya. “Aya juga nggak keberatan kan, untuk membantu Joda?” “Ohh..iya Pak, nggak apa-apa kok,” sahut cewek asing itu sambil tersenyum. Senyumnya menyebalkan sekali bagiku. Aku yakin itu hanya senyum munafik.
64
“Nah, sekarang kamu nggak ada alasan lagi untuk menolak belajar bersama Aya! Mulai nanti siang, kamu belajar ke rumah Aya!” “Nanti?? Aduuhh paakk...” Belum selesai bicara, Pak Soni sudah memotong kalimatku. “Sudah, titik!” serunya. “Aya, Joda, sekarang kalian boleh duduk! Aya, kamu duduk di sebelah Rani!” ***
65
66
DJADHAM {Awal Antologiku} Selly Meigandini*
What's up,...? Kenal sama komunitas yang namanya Djadham nggak? Gak kenal? Yah kasian banget deh kamu kalau nggak kenal sama mereka. Padahal Djadham itu adalah komunitas paling besar, paling keren, paling gaul, paling jail, paling berani dan paling lucu di SMA 050510. Mereka itu juga, anak-anak paling gila, paling nekat, paling gokil, paling cuek, dan paling nggak tau malu yang pernah diciptain sama Tuhan ke dunia. Jumlah komunitas Djadham sebetulnya nggak keitung. Jumlah teman mereka di Facebook, ataupun pengikut mereka di blog pribadinya
67
mencapai ribuan orang. Tapi, kalau anak Djadham sendiri sih cuma enam orang. Eits,... Tapi, kamu jangan salah dulu. Meskipun anak Djadham cuma ada enam orang, kegiatan dan acara-acara mereka tuh banyak banget. Seru-seru dan berwarna. Nggak hitam putih, kayak televisi jaman dulu. Ada rasa manis, rasa asem, dan rasa asin, mirip permen nona-nona. Ada yang ketawa-ketawa. Ada juga yang nangis-nangisan. Beragam. Mulai dari maen voli di lumpur, maen futsal di lapang basket, nyampe hiking dan camping ke gunung. Kalau mereka punya duit, mereka juga suka beli ikan. Mereka suka bakar-bakaran ikan di rumahnya Dwi. Kalau nggak punya duit, atau kalau nggak ada ikan, mereka bakal maen
bakar-bakaran
rumahnya Dwi. Saking banyaknya cerita yang unik-unik dan luculucu, memori di kepalanya anak-anak Djadham abis buat ngesave ceritanya mereka. Dan karena nggak mampu beli flash disk yang bisa dicolokkin ke telinga, anak-anak Djadham pun akhirnya mindahin cerita mereka ke facebook dan ke blog. Selain lebih hemat, anak-anak Djadham juga pengen ngebagi ceritanya sama orang-orang yang ada di luar sana. Kali-kali aja mereka, dicantol sama cewek yang ngajak ketemuan. Kan lumayan tuh, sambil nyelem mati tenggelem.
68
Ah, udah ah ketawanya, jayus ini humornya juga! Mending sekarang kita kenalan dulu sama anak-anak Djadham. Yang istirahat kedua ini mereka lagi asyik maen kartu di pojok kelas. Daripada nanti kamu malah digebukin sama mereka. Selain kamu ngintipin mereka terus, kamu juga bakal digebukin karena kamu belum kenalan sama mereka. Soalnya, di Djadham tuh ada pepatah yang berbunyi, “Tak kenal maka ta' gebukin rame-rame”. Gak mau kan babak belur digebukin sama mereka? Ya udah, mending sekarang kamu cepet kenalan sama mereka! Ada Ara. Ara tuh ustadnya anak-anak Djadham. Dia tuh sekarang lagi duduk bersila di atas potongan kursi yang rusak. Ara yang suaranya bagus banget tuh lagi deg-degan berat, soalnya kartu yang dia pegang tuh nggak ada yang nyambung sama sekali. Semua kartunya jelek-jelek, mirip muka
semua anak-anak Djadham. Nggak ada
yang
nyambung. Satu di Sabang, yang satu lagi di Merauke. Ada tiga kartu yang berurutan J, Q, K, tapi gambarnya beda! Sialnya, Ara yang kulitnya hitam, dan rambutnya agak botak itu nggak bisa sulap. Dia udah nyoba ribuan kali, tapi kartu yang dipegangnya tetep gak berubah sama sekali! Masih tetep jelek dan acak-acakan. Yakin deh, giliran
69
berikutnya, Ara yang bakal kebagian ngocok sama ngebagiin kartu. Tapi tidak saudara-saudara, analisa tadi tidak tepat sama sekali. Ada yang masih jauh lebih hancur dibandingin kartu yang punyanya Ara. Ari Toge yang duduk di samping Ara, malah kartunya di simpen di bawah sepatunya. Bagian kali ini kartunya Ari Toge jauh lebih jelek dan lebih acakacakan dibandingin mukanya sendiri yang jelek dan acakacakan. Ari Toge sendiri punya badan yang tinggi dan kurus seperti pohon toge. Rambutnya tipis dan agak keriting. Cuek dan juga pelit. Satu hal lagi, cowok yang lumayan jago ngerayu cewek ini sering ngeluh sakit pinggang. Dan garagara sering sakit itulah, anak-anak Djadham curiga kalau umurnya Ari Toge tuh bukannya 17 tahun, tapi 71 tahun! Mereka tahu kalau yang suka sakit pinggang kayak Ari itu kakek-kakek bukannya anak SMA kayak Ari Toge! Di depannya Ari, duduk seorang anak Djadham yang nggak kalah gosong dari Ara. Dia soulmatenya Ara. Namanya Imam. Wajahnya tampak sumringah. Pantas saja kartu yang Imam pegang bagus semua. Imam tinggal butuh satu kartu lagi buat menang. Setelah ngebuang salah satu kartunya yang warnanya sama kayak kulitnya, Imam pun ngeraih gitar yang ada di belakangnya. Imam langsung
70
ngenyanyiin lagunya Jagostu, Mau Tak Mau, yang mirip sama perasaan hatinya saat ini yang lagi patah hati! Di samping Imam ada Otang. Kartunya nggak jelek juga nggak bagus. Otang sendiri adalah satu-satunya orang batak di Djadham. Tapi, meskipun begitu, anak-anak Djadham nggak pernah ngeributin hal kesukuan kayak gitu. Mereka malah lebih seneng ngetawain orang-orang yang pulpen nya ilang, karena kelakuannya Otang. Karena Otang suka cuma bawa buku satu doang, yang dia selepin di pinggangnya tiap ke sekolah, Otang suka minjem pulpen orang lain. Tapi dasar cuek, Otang suka nggak inget buat ngebalikin pulpen yang dia pinjem. Makanya, jangan salah, banyak anak-anak di kelasnya Djadham benci banget sama anak yang namanya mirip sama kepala sekolah SMA 050510 ini! Terus, disebelahnya Otang ada,... Kok nggak ada siapa-siapa sih? Kok cuma ada tembok doang? Bukannya anak Djadham ada enam orang? Kemana dua lagi? Olala,... Ternyata Dwi dan Opick lagi ayam kate, ups,... Lagi pedekate sama incerannya Opick, yaitu Early. Opick tuh anak Djadham yang punya semanget tinggi. Mukanya juga tebel, setebel buku teks Fisika SMA. Opick ini udah ditolak berkali-kali sama Early, tapi dia masih tetep nekat ngedeketin Early.
71
Dwi sendiri adalah anak Djadham yang paling sering diledekin. Badannya paling tinggi di antara anak Djadham yang lain. Kelakuannya juga paling konyol. Satu hal lagi, Dwi juga phobia ketemuan sama mantannya yang ada di kelas sebelah. Putusnya udah seminggu, tapi Dwi masih suka takut sendiri. Makanya, sekarang biar Dwi nggak dikenalin sama mantannya yang suka lewat di depan kelasnya, Dwi nutupin kepalanya pake kupluk jaket punya kakaknya. Bagian belakang jaket tertulis Akademi Kebidanan 09-10! Dwi memang konyol, dan jaket itulah salah satu buktinya!
SEKARANG, anak-anak Djadham lagi duduk manis. Mereka lagi ngedengerin ocehannya bu Eneng soal reaksi fotosintesis, saat empat buah kertas mendarat tepat di mejanya Ara, Imam dan Otang, Opick, serta mejanya Dwi! Kelima anak Djadham itu pun serempak memungut kertas warna pink itu. Mereka membukanya. Dan tak lama, matanya mereka serasa lepas saat membaca isi kertasnya. Istirahat kedua nanti, gue bakal nraktir kalian semua,. -Ari Toge-
72
What's? Ari Toge mau nraktir semua anak-anak Djadham? Ah,... Gak mungkin banget kali! Wong, di luar juga langit masih baik-baik aja. Gak ada ujan gak ada petir. Atau, tadi anak-anak Djadham salah ngebaca tulisannya drumernya itu yang
mirip
ceker
ayam
itu.
Nggak, anak-anak Djadham nggak salah dengdr. Ari Toge bener-bener mau nraktir mereka semua. Emang sih, di Djadham sendiri Ari Toge terkenal paling pelit buat ngeluarin uang. Anak-anak sendiri malah bakal numpeng kalau Ari Toge jadi nraktir mereka. Emang sih, di Djadham sendiri ada aturan yang nyebutin kalau salah seorang dari mereka ada yang lagi banyak duit, orang itu wajib nraktir yang lainnya. Kalau nggak? "Jangan ngarep deh lo bakal aman di kelas!" ujar Otang yang juga sesepuhnya Djadham. Tet... Tet... Tet... Akhirnya bel kemenangan anak-anak Djadham berbunyi juga. Mereka akhirnya terbebas dari kutukan rumus-rumus yang ada di reaksi terang dan reaksi gelap. Yang sama pusingnya dengan rumus-rumus kimia, fisika, dan matematika. Selain itu, saat ini pula Ari Toge bakal ngewujudin janjinya buat nraktir anak-anak Djadham yang lain. Sekarang, anak Djadham udah ada di kantin. Mereka
73
sebenarnya agak takut juga kalau-kalau akhirnya mereka sendiri yang disuruh bayar. Mana tanggal tua, dompet udah tipis! “Cepetan keburu masuk lagi, ntar si Buldog ngamuk lagi” perintah Ari Toge agar anak-anak Djadham segera memesan makanannya. “Beneran, gue boleh ngambil apa aja?” tanya Opick masih kurang yakin dengan apa yang diucapin sama Ari. “Sok, up to you... Gue yang bayar ini,” Ari Toge kembali ngeyakinin mereka. Setelah berapa lama menatap wajahnya Ari Toge, anak-anak Djadham akhirnya
memesan
makaan
dan
minuman. Banyk sekali yang mereka pesan. Imam yang terkenal paling rakus juga, memesan 2 porsi nasi goreng dan sepiring baso tahu. Giliran bayar, Ari Toge ternyata emang nggak kabur. Dia ngeluarin 2 lembar uang 50.000 an, dari dompetnya. Ngeliat hal tersebut, anak-anak Djadham pada heran. Kok, akhir bulan begini, Ari Toge masih banyak duit. ”No what-what, cuma segini ini” kata Ari Toge dengan englishnya yang amburadul.
74
SEPULANG sekolah, anak-anak Djadham udah ngumpul di tempat majalah langganan mereka ngutang. Mereka terlihat tegang, tetapi sesaat kemudian mereka bersorak. Demo lagu mereka yang mereka kirimin ke radio masuk chart, dan mereka bakal ngedapet komisi. ”Ge, sore ini kita mesti ke radio dulu...” ujar Ara. ”Mau ngapain?” tanya Ari Toge cuek. ”Ngambil honor kita lah...” jawab Imam enteng. ”Gak perlu, wong honornya udah ada di kalian...”. Anak-anak Djadham terdiam ngedenger kata kalian. “Maksud lo? Ada di kita?”. Ari Toge mengangguk. “Udah ada di perut kalian, malahan mungkin bentar lagi bakal jadi penghuni wc umum...”;. Jangan-jangan... Bener banget, ternyata duit yang dipake Ari Toge nraktir adalah uang honor atas lagu mereka sendiri. Saat itu, rasanya semua anak Djadham pengen teriak dan mencekik Ari Toge.[]
75
76
JIKA AKU MATI (Tommy Alexander Tambunan)
“Anton! Bangun! Kamu nggak kuliah apa? Jangan cuma bisa molor aja di sini!” bentak seorang wanita tua dari balik pintu sambil menggedor-gedorkan pintu dengan kerasnya. “Maaf tante, Anton ketiduran. Soal nya semalaman Anton lagi buat makalah.” ujarku sambil membukakan pintu dan mengusap-usap mataku yang masih memerah dan berair. “Eh, Anton! Tante juga pernah kuliah, buat makalah itu gak sampe semalaman tau nggak! Emang dasar kamu nya aja yang malas bangun! Ayo cepat cuci semua piring kotor, lalu mandi dan kuliah sana!” cercah tante kepadaku.
77
Aku pun hanya menunduk seolah-olah aku yang bersalah. Aku tahu semakin aku menjawab, maka semakin dia akan menyemburku dengan kata-kata panasnya. Antonius Firmansyah, itulah nama lengkap ku. Aku biasa di panggil Anton. Ibuku meninggal pada saat melahirkan ku. Karena aku dianggap anak pembawa sial, ayah ku telah beberapa kali mencoba membunuh ku ketika aku bayi. Dan karna frustasi kehilangan istrinya, ayah ku pun mendekati jurang narkoba, hingga akhirnya meninggal tepat pada saat umurku mengainjak 10 bulan akibat Over Dosis. Umur ku sekarang telah menginjak 20 tahun. Aku kuliah di fakultas hukum sebuah perguruan tinggi negeri di Jakarta. Aku tinggal bersama tante ku yang telah lama menjanda
karena
suaminya
yang
meninggal
akibat
kecelakaan pesawat terbang, dan sampai saat ini tante belum di karuniai seorang anak. Perlakuan tante ku sangat lah kasar. Ia menjadikan ku seperti pembantu dirumahnya. Itu dilakukannya karena ia juga menganggap ku sebgai anak pembawa sial. Karena kematian adik semata wayang nya, yaitu ibuku. Dulu, aku bahkan tidak di izinkan untuk kuliah, tetapi aku mencari cara agar aku bisa kuliah. Hingga
78
akhirnya aku memenangkan sebuah lomba essai tingkat nasional dan mendapatkan beasiswa SI dari pemerintah. ☺☺☺ Semua piring telah tersusun rapi dan bersih di rak piring. Akupun sudah rapi dan bersiap-siap untuk kuliah. Seperti biasa, aku menunggu bus di halte dekat rumah. Oh iya, bisa dikatakan aku hanya menumpang tidur, makan dan mandi di rumah tente. Sebab semua biaya hidupku, aku yang menanggung nya. Aku bekerja sebagai penjaga counter handphone di dekat rumah. Tak terasa bus yang akan ku tumpangi pun dating. Aku segera masuk dan mengambil tempat untuk duduk. ☺☺☺
Jam menunjukan pukul 13.50 WIB. Dan bel kampus berbunyi pertanda bahwa kuliah telah berakhir. Aku pun bergegas pulang. Sesampai nya dirumah, aku berganti pakaian, lalu kedapur untuk mencari makanan.
79
Aku begitu terkejut ketika ku lihat tidak ada satu pun makanan di tudung saji. Lalu karna rasa lapar yang menggerogoti, aku pun menanyakan kepada tante ku. “Maaf tante, Anton lapar. Apa tante gak masak ya? Anton makan apa tante? ” kata ku sambil menundukan kepala dan memegangi perut ku. “Apa??? Kamu itu sudah besar Anton! Cari makan sendiri dong! Jangan gratisan mulu! Emang kamu siapa?” bentak tante. “Tapi Anton kan keponakan tante” kataku menahan tangis. “Hey Anton, jujur ya. Sampai sekarang tante belum ikhlas, dan sampai kapan pun tidak kan ikhlas kehilangan ibu kamu. Emang apa istimewa nya kamu sehingga ibumu yang harus pergi??? Kenapa tidak kamu yang mati??? Kamu tuh pembawa sial!”/ Aku
tersentak mendengar penuturan tante yang
begitu menusuk hati. Aku langsung berlari ke kamar. Tak terasa air mata menetes dengan deras dan bebas dari sepasang bola mata yang memerah. Aku pun mengambil foto ayah dan ibu. Lalu memeluk nya dalam-dalam. “Ibu, walau aku tak begitu lama mengenal mu, tapi hangat rahim mu masih ku rasakan sampai detik ini.
80
Mengapa orang-orang mengira aku yang membunuh mu??? Apa kah engkau juga berfikir begitu ibu? Ayah, meski berkali-kali kau ingin membunuh ku, tapi aku masih mengingat senyum bahagia mu kala ibu mengandung ku.” Aku menangis, merintih, meronta hingga aku tertidur. Pulas. Nyenyak dan aku melihat sosok bayangan. Itu ayah dan ibu ku. Aku berteriak. “Ayah, ibu lihat aku anak mu ini!” “Jika aku mati, akan kah orang-orang menangisi ku”. “Jika aku mati ,aku yakin tangis akan sirna melahirkan bahagia”. “Jika aku mati, pasti masih ada keluarga ini.” “Cabut nyawa ku ibu, ayah! Tuhan, gantikan aku dengan meraka!!!” Ayah dan ibu mendekat, ku dengar ibu berbisik “Pergi lah ke kampung
nenek
mu
di
Kalimantan.
Mereka
semua
menunggumu Nak.” Semakin lama ibu menjauh dan tersenyum dan hilang.
Aku
terbangun,sejenak
aku
berfikir
tentang
perkataan ibu. Lalu aku pun memutuskan pergi ke Samarinda. Sesampai di Samarinda, aku langsung menuju rumah nenek. Benar lah, mereka menyambut ku dengan hangat.
81
Sebuah rasa kekeluargaan yang tak pernah ku dapat kan. Aku lalu menceritakan semua tentang tante. Tampak nenek sangat geram, tapi aku menekankan agar itu menjadi masa lalu yang tak perlu di ingat-ingat lagi. Tak terasa dua tahun ku menginjak Samarinda. Aku pun telah bekerja dan berkeluarga. Aku menikahi seorang gadis Samarinda. Nenek dan kakek pun telah tenang disana. Aku mengajak istri ku ke Jakarta untuk berlibur sekalian mengunjungi tante. Sesampai di rumah tante, aku terkejut, rumah tante hilang. Semua nya rata dengan tanah. Hanya ada puing-puing bara api di sana-sini. Aku bertanya ke penduduk sekitar, ternyata rumah tante baru saja mengalami kebakaran tunggal. Dan tante menjadi korban di sana. Aku menarik nafas, dan aku berduka. Barulah aku sadar, bahwa “Hidup mati di tangan tuhan. Dan tak boleh ada yang menghakimi dan di hakim.
82
Menyusun Sesal Muhammad Ardiansyah
Kehidupan seiring berjalan saling silang menyiku waktu Orang-orang seolah sibuk membisikkan luka-luka yang sengaja dibuat Sesal itu dijalan ini; jalan pertama melangkah rumah menuju alur sesak Sesal itu dijalan ini; ketika uang tak lagi menyimpan nilainya Dan kau bilang aku hilang bentuk, hilang prinsip yang jelasjelas terkutip dikening-kening pagi didepan kaca reyot Kemana aku larikan nurani ini, sedang kau asyik menikmati tawa deritamu tertuju padaku Gladys Yamarisa
83
Jakarta,25 Januari 2001 Aku buka diary-diary lamaku yang berdebu beralas beberapa kain diatasnya dan dilapisi kardus-kardus mie, tanpa terasa tumpukkan diary itu sebanyak 4 kardus, dan terang saja aku langsung menangis mengingat diary pada tahun 2001 yang kutulis mengenai kisah hidup kelamku dimasa gemilang namun tak seterang bulan purnama. Jakarta, pertengahan Juni 2002 Aku masih bekerja sebagai sekretaris di PT. Galileo International Ltd. Tidak mudah bagiku mencapai titik nyaman seperti sekarang, dimulai dari operator yang setiap harinya mengangkat telp dari klien-klien yang sibuk mencari atasan. Sampai ke administrasi yang setiap harinya mengurusi uang-uang perusahaan yang jumlahnya membuat mata keluar, wajar saja aku belum pernah melihat tumpukkan uang yang tersusun di brankas-brankas besi dengan pin tersembunyi yang hanya Direktur mengetahuinya. Sebagai seorang sekretaris diperusahaan ini, seringkali aku terpikir untuk menikmati hasil gajiku untuk membeli apapun yang aku butuhkan, ya gajiku memang tidak sebesar direktur atau manager, tapi setidaknya cukup dengan nilai Rp. 4.500.000 per bulan, aku bisa menyisihkan sisanya untuk orang tuaku belanja. Bulan pertama dan gaji pertama. Mendekati akhir bulan, orang-orang sibuk mengurusi administrasi kantor mengenai keuangan internal dan eksternal termasuk gaji karyawan. Tinggal 2 hari lagi aku akan menikmati hasil kerja kerasku. Kira-kira apa ya yang akan kubeli, sepatu, tas, baju blouse atau setelan jas baru. Ah… liat besok aja setelah kuterima gaji itu. Yang penting 84
menikmati gaji itu adalah hal wajar setelah kerja keras selama sebulan. Para karyawan antri disepanjang ATM BNI didepan perusahaan tempatku bekerja, maklum saja jumlah karyawannya lebih dari 500 orang, sehingga jatuh tempo gajian pada hari ini mereka sibuk mengambil gaji di mesin uang terdekat. Aku dideretan tengah, mudah-mudahan saja uang dimesin tidak habis, kalau habis terpaksa aku harus menarik uang dimall anggrek. Tiba-tiba aku melihat Andi, sahabat SMA ku berdiri 2 baris didepanku. Lekas aku sapa dirinya. Aku : hei, dy… Andy kan? Andy : hei, Dis. Kemana aja kamu? Lama ya kita gak ketemu. Mau ambil uang juga ya? Aku : iya di, antri nih. Aku kerja diperusahaan depan tuh. Kamu antri disini juga, memang kerja dimana di? Andy : loh, kamu kerja di Galileo juga dis? Aku juga disana. Dibagian teknisi lantai bawah. Kamu bagian apa dis? Aku : walah-walah, kok bisa ya kita gak pernah ketemu padahal 1 perusahaan. Aku sekretaris direktur pemasaran di. Dilantai 7. Andy : wow, hebat kamu dis, bisa jadi sekretaris. Uangnya banyak tu. Hehee… jadi kamu sekarang tinggal dimana dis? Aku : aku masih dengan orang tuaku dis. Eh, ngomong-ngomong udah tu antriannya, ambil dulu uangnya di. Andy : o, iya, aku ambil dulu ya dis. Aku : oke deh, jangan lupa sisain uangnya dimesin itu, nanti habis lagi. Hehee… 85
Andy : oke deh dis. Tak disangka-sangka bertemu teman lama dimesin ATM. Dan lebih tak disangka lagi kami satu perusahaan. Aku : udah belum di? Lama bener, nanti habis uangnya. Haha… Andy : iya udah ni dis, silahkan giliran sekretaris. Aku : tunggu ya pak technisi. Andy : oke deh, aku tunggu disamping dis. Langsung saja aku masukkan ATM dan pin, total gajiku Rp.5.000.000 bulan ini, wah ada kenaikkan Rp.500.000, kok bisa ya. Memang baik bosku. Langsung kutarik semuanya, kusisakan Rp. 50.000, karena memang tidak bisa ditarik semuanya di mesin ini. Aku : oke, di. Aku sudah selesai juga nih. Kalau gitu besok aja kita ngobrol lagi ya di. Andi : oke deh dis, kalau boleh nih dis, boleh kutau nomormu dis? Aku : nomor apa di? Nomor baju, nomor celana atau nomor sepatu? Mau beliin ya. Hehee… Andi : bukanlah, nomor hp… haha… Aku : Hp..kukira no apaan. Untungnya td mau kuberi nomor rekening di. Hahaaa… Andi : ah kau bisa aja dis. Aku : catat, 08127898766, itu nomorku di. Oke kalau begitu aku duluan ya di. Udah hampir gelap ni. Andi : oke dis, hati-hati dijalan. Aku : oke di. Akupun melangkah menuju trotoar, tampak hilir mudik orang-orang sepulang kerja melepaskan lelah dengan wajah muram. Diseberang trotoar tampak seorang ibu tua yang kakinya hanya sebelah, astafirugllah.. baru kali ini 86
kulihat pengemis diseberang jalan ini, biasanya tidak pernah kutemui. Siapa dia, kecamuk hatiku ingin mengetahui asal usul ibu itu. Kudekati perlahan, bu… maaf. Ibu kok duduk disini? Ibu tua : ibu baru sampai dari kampong nak. Mau bersitirahat sebentar disini. Aku : ibu dari mana? Ibu tua : dari Nganjuk nak. Mau berkunjung kerumah anak ibu disini. Aku : dimana alamatnya bu kalau saya boleh tau? Ibu tua : alamatnya di Depok nak, tapi ibu lupa nama jalannya. Aku : waduh, Depok luas bu. Lalu tanpa pikir panjang, aku langsung memberikan beberapa uangku untuk ibu ini, sebesar Rp. 100.000. ini ibu, ada rezeki tolong diterima ya bu. Ibu tua : terima kasih nak. Alhamdulillah, terima kasih nak. Aku : sama-sama bu. Lalu aku lanjutkan perjalananku menuju Swalayan Griya yang berjarak 50 km dari sini. Alangkah malangnya ibu tua itu, semoga Allah melindunginya dan bertemu dengan anaknya kelak. Aku ambil beberapa barang keperluan rumah, mulai dari makanan instan dan kebutuhanku yang telah hamper habis. Aha, baju ya baju. Jangan sampai aku lupakan untuk membeli beberapa baju. Setelah asyik berbelanja makanan, aku ke Matahari Department Store, disini surge baju bagiku. Kali ini aku akan membeli baju sebanyak 5 buah, termasuk baju lebaran nanti. Aku : mbak, lagi diskon ya? 87
Penjaga Toko : ya mbak, semuanya diskon 50 %. Asyik, kebetulan, kalau begitu aku ambil baju long dress merah, putih dan biru. Kesempatan diskon jangan sampai aku sia-siakan. Setelah selesai memilah baju-baju, aku segera membayar semua barang belanjaanku. Kasir toko seakan sibuk menghitung barang-barangku. Kasir : Totalnya Rp.1.360.000 mbak. mau pakai kartu kredit atau tunai mbak? Aku : Tunai saja mbak. untung uangku masih cukup. Aku berikan 1.400.000 ribu ke kasir itu. Kasir : kembaliannya Rp.40.000, terima kasih. Aku : sama-sama mbak. Astaga, uangku tinggal Rp.240.000, mana cukup untuk sebulan kedepan. Belum lagi memberikannya ke mama. Siap-siap aku diocehin lagi oleh mama. Perjalanan menuju rumah kutempuh selama 20 menit. Aku masih teringat pertemuanku dengan Andy, apa dia akan menelponku ya nanti. Ah, mudah-mudahan saja. Tampaknya dia kaya sekarang. Semoga saja dia menelponku nanti. Sampai dirumah pukul 20.05, Assalamualaikum… Mama dan adikku : walaikumsalam… Aku : ini ma, belanjaan hari ini. Adis baru gajian tadi langsung ke supermarket belanja. Mama : itu apa dis? Aku : biasa ma, baju baru. Hehehe… Mama : kamu ini, kebiasaan menghamburkan uang ke baju. Tiap kali gajian pasti beli baju. Liat lemarimu itu, sudah tidak muat lagi dengan baju-bajumu.
88
Aku : tenang aja ma, nanti Adis beli lemari yang lebih besar untuk menyimpan baju-baju ini. Kemudian aku menuju kamar untuk meletakkan barang belanjaanku, tak berapa lama aku mendengar suara handphone bordering, hah, nomor siapa ini? Aku : Assalamualaikum… Orang tak dikenal : waalaikumsalam… dis, ini aku Andy. Aku : oh, Andy. Aku baru saja sampai dirumah dy. Andy : o iya? Wah kemana aja neng. Kok baru sampai sih? Aku : kan shopping tadi. Hehehe… kamu lagi apa dy? Sudah lama ya kita gak ketemu dan tadi ketemuketemu di depan ATM. Hahaha… Andy : iya dis, makanya dari sanalah aku berpikir untuk mengajakmu besok keluar. Kebetulan besok hari minggu. Ada kegiatan gak dis? Aku : Besok aku santai kok dy. Mau ketemu dimana? Andy : Di JCO taman anggrek jam 10.00 wib aja dis. Bagaimana? Aku : Oke deh, tapi kamu jemput ya? Andy : Oke dis, rumahmu masih yang dulu kan? Aku : Masih dong, belum pindah kok. Andy : Oke deh, kalau begitu sampai ketemu besok ya dis. Aku : Oke bos. Tut..tut.. selesai andy menelpon aku lanjutkan mandi, sambil bernyanyi lagu Sherinna Munaf, Cinta Pertama dan Terakhir didalam kamar mandi. Senangnya hatiku mendapat
89
undangan kencan besok bersama Andy. Sudah sebulan aku putus dengan Harry. Rindu juga rasanya jalan-jalan. Ah, selesai mandi, aku mengambil buku diaryku. Dimana kuletakkan kemarin, ah, disini kamu rupanya. Kok dibawah bantal sih… kupeluk erat sambil tersenyum manja dengan ajakan kencan oleh Andy.
Dear Diary… Hari ini aku bahagia sekali, gajiku naik dan berbelanja beberapa baju kesukaanku. Besok hari pertama kencanku dengan Andy. Ah, senangnya hati ini. Kira-kira apa ya obrolan besok, ehm sepertinya Andy mulai menyukaiku, eh, Gladys jangan sok PD dulu. Mungkin aja dia mau cerita-cerita aja. Ah, aku tak sabar menunggu hari esok. Gladys Jakarta, 26 Januari 2001 Hari minggu pagi… Pagi ini aku mulai bangun lebih awal, entah kenapa aku bangun lebih cepat. Mama sedang sibuk memasak ikan lele dan kerupuk ubi didapur. Aku : pagi ma. Aku mencium pipi kanan mama. Mama : tumben kamu cepat bangun dis, biasanya jam 8 baru bangun. Ada apa nih? wajahmu juga riang sekali. Aku : biasa ma, hehe… mau kencan nanti. Mama : dasar anak genit, pacar gonta-ganti terus, seperti memakai baju aja. Tiap bulan ada aja pacar 90
barumu. Ingat ya dis, jaga diri baik-baik. Jangan sampai kamu menyesal nanti. Aku : siap bos. Sambil kusisikan hormat kearah mama. Pukul 10.00 wib Tin..tinnnn…. Suara klakson siapa itu diluar. Krrringggg… handphoneku berbunyi kembali. Oh, andy yang menelpon. Aku : Haloo Dy. Andy : Halo Dis, aku diluar ni. Sudah siap kan? Aku : Sudah dong, tunggu bentar ya. Lalu aku langsung memakai highheel untuk segera menemui Andy. Baju biru long dress dan tas Giorgado kesukaanku. Wah ternyata Andy membawa mobil Suzuki Swift, hebat juga dia sekarang. tidak kusangka, Andy sudah sukses sekarang. Aku : Hi, Dy. Andy : Hi, Dis. Sudah siap Dis? Ada yang tertinggal? Aku : Siap dong, yang tertinggal apa ya. Kayaknya gak ada deh. Andy : oke, kalau begitu kita meluncur sekarang. Aku : Jangan kebut-kebut Dy. Santai aja nyetirnya. Andy : Siap tuan putri. Kamu tambah lama tambah cantik aja Dis. Sekarang siapa pacar kamu Dis? Aku : Ah, masa sih? Aku jomblo sekarang Dy. Baru putus bulan kemarin. Kamu gimana? Siapa pacarmu Dy?
91
Andy : Aku sudah ditinggal sama pacarku tahun kemarin Dis. Sekarang aku sendiri. Aku : Ditinggal gimana Dy? Emang dia kemana? Ke Jepang ya. Hehehe… Andy : Bukan, dia dijodohkan sama orang tuanya Dis. Aku : Upss.. maaf Dy. Andy : Ah, gak apa-apa kok. Lalu kamu kenapa bisa putus Dis? Aku : Ah, biasalah mereka tidak bisa menerima keadaanku yang sibuk. Katanya aku terlalu sibuk bekerja sehingga perhatian yang kuberikan selalu kurang. Sehingga ending dari segalanya adalah putus. Sesampainya di Mall Taman Angrek, kami langsung menuju JCO, disini kami kembali berbicara mengenai masamasa SMA sampai perihal pekerjaan. Kami sama-sama heran kenapa bisa sama-sama bekerja di PT. Galileo International Ltd. Padahal kami tidak pernah ketemu sebelumnya dikantor. Mungkin ini yang dinamakan jodoh, pikirku.
Andy : Dis, kamu mau pesan apa? Aku : Apa aja Di, disini kan toko kue. Ya pastinya kue dong. Masa bakso. Hahaha… Andy : Hahaha… iya kan banyak jenis kuenya. Mau kue apa Dis? Aku : Kue brownies aja Dy. Andy : Oke deh. Mbak pesan kue brownies 2, cappucinno 1 dan Milk Shake 1. Pelayan : Baik pak, Kue Brownies 2, Cappucinno 1 dan Milkshake 1. Ada lagi pak? 92
Andy : Itu saja mbak. terima kasih. Aku : Dy, aku ke toilet dulu ya. Andy : oke deh, eh tunggu Dis. Itu merk bajumu kok belum dicopot? Aku : aduh, aku lupa. Lalu aku segera berlari menuju toilet, malunya diriku dengan merk sialan ini. Kenapa bisa-bisanya aku lupa melepas merknya. Sekembalinya dari toilet. Aku melanjutkan obrolanku dengannya. Andy menatapku seakan penuh nafsu, apa yang dilihatnya. Apa kemolekkan tubuhku. Beberapa obrolan yang umum sampai khusus, rasanya Andy memang seorang laki-laki idaman bagiku. Ia tampan, berkulit putih dan mapan pula. Satu jam kami mengobrol di JCO, Andy mengajakku pulang. Didalam mobil Andy menyatakan perasaannya kepadaku. Ia ingin menjadi pacarku, aku tidak kuasa menolaknya. Kebetulan aku lagi sendiri, sehingga aku menerimanya dengan hati yang terbuka dan tulus. Sampai dirumah aku berbaring, dengan senyuman-senyuman yang tidak masuk akal. Aku senang hari ini, hari pertama kencanku dan aku jadian kembali dengan lelaki yang dulunya teman satu sekolahku. Sebulan setelahnya… Hampir sebulan hubunganku dengan Andy, tetapi kenapa Andy jarang menelponku sekarang. ada apa ini. Kenapa perasaanku tiba-tiba lenyap kepadanya. Sebulan membina kasih dengan Andy, rasanya hambar sekali setelah sebulan ini. Apa karena kesibukanku sehingga Andy merasa bosan denganku. Atau kesanku yang terlalu cuek dengannya. Begitu juga dengan mantan-mantanku dahulu yang meninggalkanku begitu saja dengan alasan, “wanita sibuk”. 93
Krringgg… nada sms handphoneku berbunyi, sms dari Andy toh. Assalamualaikum… Dis kamu terlalu sibuk dengan dirimu sendiri. kamu tidak bisa membedakan mana hal pribadi dan pekerjaan Dis. Maaf jika aku harus jujur, aku ingin kita usai Dis. Lebih baik kamu tetap konsentrasi dibidangmu, sebagai sekretaris pribadi big bosmu. Mungkin itu lebih baik, terima kasih buat waktu-waktumu yang kamu berikan Dis. Lalu aku membalas sms tersebut dengan kata-kata seadanya, aku memang sibuk, jika kamu tidak bisa menerima keadaanku. Aku terima Di. Inilah aku, inilah gaya hidupku. Terima kasih telah menemani hari-hariku. Walaupun singkat tapi aku senang bisa mengenalmu sampai detik ini. Lagi-lagi cintaku terputus karena kesalahanku sendiri. aku terlalu bodoh mencintai seseorang, aku terlalu gegabah dalam membina hubungan yang seharusnya seimbang. Kini aku hanya bisa meratapinya dan menyesalkan apa yang telah kugariskan sampai detik ini[]
94
MALAIKAT KECIL DARI ADIK Tiana Putri
Dahulu tempat ini adalah tempat yang paling indah. Banyak dikunjungi wisatawan dalam maupun luar negeri. Tumbuhannya yang hijau dan tempat yang begitu sejuk membuat pesona kawasan ini dilirik sebagai tempat wisata keluarga. Namun sekarang tiada lagi yang dapat diharapkan dari tempat ini. “Sudah Nak,kita ikhlaskan saja musibah ini !” “Iya Bu, suatu saat tempat ini pasti indah kembali.” Puing-puing reruntuhan dan batu besar itu begitu terlihat mengitari daerah yang dulunya indah oleh pemandangan yang menyejukan hati para pengunjungnya.
95
Berkali-kali aku memandang jalan yang telah halus oleh lumpur, berdebu dan begitu menyengat pernafasan. Atap rumah yang sudah tak terlihat lagi membuatku semakin miris. Semuanya musnah seketika saat Merapi mengeluarkan bola api yang dengan ganasnya menghancurkan rumah dan isinya. Ini musibah yang tak pernah aku inginkan, musibah yang membuatku sangat terpukul karena aku telah kehilangan adik yang begitu aku cintai. Penyesalan yang selalu menghantui fikiranku dan tak pernah lekang oleh waktu. Aku tak bisa menyelamatkanya saat api sudah menerpa dinding rumahku dan akhirnya Tuhan mengambil Adikku dalam musibah itu. Semua orang berhamburan mencari bantuan, sedangkan aku dan keluargaku sibuk menyelamatkan diri kami masing-masing. Aku terpisah oleh Ayah dan Ibuku saat semuanya panik ingin menyelamatkan diri, Sedangkan Adikku sudah kaku di dalam rumahku yang telah hangus. Namun tuhan masih berbaik hati untuk mempertemukan aku dengan orang tuaku di barak pengungsian stadion Maguwoharjo, semua menangis mengalami duka yang begitu dalam karena kehilangan keluarga dan rumah yang selama ini mereka tempati. Begitulah duka yang kualami 2 bulan paska meletusnya gunung berapi November lalu. Kembali kuingat kata-kata Adikku sehari sebelum dia pergi, dia berceloteh ingin sekali melihatku lomba lari tingkat provinsi di Jakarta. Dan aku menyanggupinya karna memang Ayah dan Ibuku akan mengantarkanku bertolak ke Negara Ibu Kota itu. Aku bahagia karena memang akhirnya Aku terpilih menjadi duta daerah untuk menjadi peserta lomba lari tingkat provinsi. Keluargaku sangat mensupport kegiatan yang selalu aku ikuti, sehingga aku termotivasi 96
menang dalam lomba itu. Walaupun memang duka yang kualami belum begitu sembuh terlebih aku telah kehilangan Adik yang begitu aku cintai. Dia yang selalu mengingatkan aku untuk tidak bermalas-malasan latihan lari, karena memang pertandingan sudah tidak lama lagi akan merlangsung. “Nana walaupun kita sudah tidak punya tempat tinggal tapi kamu harus tetap berlatih, ingat pertandingan kurang sebulan lagi, Ibu dan Ayah akan mengantarkanmu sampai jakarta.” Ibu juga selalu mengingatkan aku untuk selalu berlatih. “Iya Bu, ditempat ini kan Nana dapat berlatih, disamping stadion ini dijadikan barak pngungsian, Nana dapat berlatih disini.” Sembari pemerintaah membuatkan salter yang belum juga dilaksanakan pembangunannya, aku bersama korban lainya masih tetap tinggal di barak pengungsian yang berada di stadion Maguwoharjo “Sampai kapan kita akan tinggal disini bu?” “Entahlah nak, yang pasti kita akan ke jakarta seminggu sebelum pertandingan digelar.” “Lalu kita akan tinggal dimana bu selama kita ada di Jakarta?” “Kita akan tinggal di rumah bulekmu nak?, Dia sendiri yang menawarkan untuk kita tinggal di Jakarta, bahkan dia menawarkan kita untuk menetap saja di Jakarta.” “Apa....? Kita disuruh menetap di Jakarta? Lalu bagaimana dengan makan adik? Aku tak mau meninggalkan makan adik sendirian disini. Kalau kita tinggal di Jakarta bagaimana kita bisa ke makan Adik Bu?”. Bulekku yang memang tinggal di Jakarta telah menyuruh kami sekeluarga untuk tinggal bersamanya, 97
disamping seorang janda bulekku belum mempunyai anak, suaminya meninggal setahun yang lalu. Dan dia berniat untuk mengajak kami sekeluarga tinggal bersamanya. “Dengar dulu nak, Ayahmu juga belum begitu setuju tentang rencana ini,dia juga masih memikirkan makan Adikmu yang akan tinggal disini sendirian, kalau kita pindah pasti kita tidak akan mengunjungi makan adikmu setiap saat. “ **** Jakarta memang indah. Menyimpan berbagai sejarah tentang perjalanan Indonesia. Tak heran apabila Jakarta dijadikan ibu kota negara. Disamping tempat yang begitu luas Jakarta memang kota kejam, memang benar apa yang dikatakan Bulekku sebelum kami berangkat ke jakarta. “Kalau kalian sudah sampai terminal pasar minggu jangan lupa telepon Bulek, nanti Bulek jemput.” Namun kita lupa untuk menghubungi Bulek. Karena memang kita sudah terpesona oleh keunikan Jakarta. Sebagai seorang yang tidak paham tentang seluk beluk Jakarta kita akhirnya salah jalan. Hanya dengan bermodalkan secarik alamat rumah Bulek kita belum sampai juga di rumah Bulek, yang ternyata sangat dekat dengan terminal pasar minggu. Saat itu setelah kita turun dari bus kita langsung mencari taxi. Ayah menunjukan alamat yang ingin kita tuju. Namun ternyata kita hanya memutari jalan saja, agar argo taksi mahal. Dan sesampainya dirumah Bulek ternyata bulek sangat khawatir denganku. “Owalah kalian dari tadi ternyata hanya memutari daerah ini saja,kalau kalian tadi menelepon kan bisa bulek
98
jemput.” Setelah Ibu menjelaskan kalau kita ternyata hanya di kerjain sama tukang taksi. Bulek sekarang sudah sukses. Disamping dia seorang yang hanya tinggal sendiri, dia juga membuka usaha laundry. Tadinya sehari setelah aku ada di Jakarta aku ingin membantu Bulek ikut menjaga laundry, namun Bulek melarangku. Justru ia menyuruhku untuk latihan di lapangan dekat rumah bulek. “Kamu tak usah membantu bulek, kamu justru harus sering berlatih, ingat nduk pertandinganmu itu kurang dari seminggu lagi!” “Bulek tidak usah khawatir aku pasti bisa menang.” Dengan bangganya aku menyombongkan diriku kalau aku pasti bisa menang dalam pertandingan itu. “Ehh kamu jangan sombong Nana, kemarin memang kamu bisa mengalahkan tingkat daerah,tapi sekarang kamu akan mengalahkan dari tingkat provinsi, jadi jangan sombong dulu.” Bulek menasehatiku agar aku tidak sombong dahulu sebelum aku melawan musuhku di pertandingan.” Mendengar kata-kata bulek, aku latihan lomba lari di lapangan dekat rumah bulek seperti yang dikatakan bulek saat aku ingin membantu Bulek menjaga laundrynya. Sore itu terik matahari begitu menyengat ubun-ubun kepala. Lapangan yang ditunjukan bulek sangat kecil untuk latihan lari tak bisa menjangkau latihanku. Kuputar otakku untuk berlatih di jalan dekat daerah desa, sudah lari 5 kali putaran tiba-tiba dari arah yang berlainan ada mobil yang langsung menabrakku, dan brraaakkk......... Sekejap aku pingsan dan tak sadarkan diri. Aku dibawa ke rumah sakit terdekat untuk langsung di periksa oleh dokter, parahnya aku dibawa di rumah sakit
99
yang bisa dibilang biayanya mahal, karena memang rumah sakit yang terdekat hanya rumah sakit itu. “Hiks, kenapa bisa jadi begini Nak?” saat itu yang berada di sampingku adalah Ibuku, dan saat itu pula aku siuman dari kecelakaan yang telah menimpaku. “Ibu,aku dimana? Aku ingin pulang.” Saat aku mengangkat tubuhku tiba-tiba ada yang lain. Kakiku tak bisa bergerak. Aku melihat dari selimutku dan ternyata kaki kananku hilang, Aku syok melihat kaki sebelahku tak ada. “Tidak, tidak… Tidak mungkin bu, ini tidak mungkin terjadi bu. Lalu bagaimana dengan pertandinganku, aku sudah gagal sebelum bertanding Bu.” “Sudah Nak, iklaskan saja semua ini.” Sambil berpeluh tetes air mata ibuku memberikan ketabahan agar aku kuat menghadapi cobaan ini. “Tidak bu, aku tidak bisa menerima ini semua Bu, lalu pertandinganku Bu, di atas sana pasti adek kecewa karena aku tak bisa mewujudkan keinginanya untuk memenangkan perlombaan ini.” “Tidak Nak, Adek bersedih kalau kamu justru tidak bisa menerima keadaanmu, adek pasti bisa memahami itu semua di atas sana, percaya atau tidak adikmu pasti bahagia melihat kakaknya dapat menerima cobaan demi cobaan yang dihadapinya.” Dari balik pintu aku mendengar percakapan antara ayah dan ibuku yang sedang bingung mengenai biaya rumah sakit yang begitu mahal, uang dari mana sebanyak itu, untuk berangkat ke jakarta saja dari uang pesangon dari kabupaten, dan uang itupun telah habis untuk perjalanan dari Jogja sampai Jakarta. Ayah dan ibu juga tidak bisa meminjam uang kepada bulek karna bulek bulan ini akan menggaji karyawanya yang bekerja di laundry. Walaupun bulek juga 100
sudah menawarkan uang pinjaman namun orang tuaku tetap saja tidak bisa untuk menerima begitu saja, karena memang kita sudah diijinkan untuk tinggal serumah dengan bulekpun sudah alhamdullilah. Bulek sudah berjasa menolong kami, kami tak ingin merepotkan bulek lebih lagi. Dan dengan inisiatif ayah, ayah akhirnya mencari kerja supaya dapat membayar uang rumah sakitku, agar biaya yang ditanggung tidak banyak, ayah memutuskan untuk membawaku pulang kerumah bulek, walaupun kondisiku yang belum begitu pulih. Namun ini semua karena orang tuaku sudah tidak punya uang untuk membayar biaya rumah sakit. Ayah berjanji untuk melunasi uang rumah sakit dengan jaminan KTP ayah. *** Semenjak kejadian itu aku mengubur dalam-dalam impianku sebagai seorang atlet, aku mengundurkan diri dalam pertandingan yang digelar kemarin. Bagaimana mungkin aku bisa ikut dalam pertandingan itu dengan satu kaki, itu tak mungkin terjadi. Aku hanya mengurung diri dikamar tanpa semangat lagi, aku juga sudah tak mempunyai harapan untuk sekolah lagi. Aku malu untuk sekolah dengan satu kaki, andai aku bersekolah pasti banyak yang akan menertawakan aku. Suatu hari ibu mengajakku untuk pergi ke taman, ibu ingin aku menghirup uang udara segar diluar. Di taman itu aku bertemu dengan seorang anak kecil mirip seperti adikku, seorang anak kecil mungil dan cantik, dia memakai bandana pink dengan ramput panjang yang terurai. Dia mendekatiku yang seolah ingin berkenalan denganku, dan memang benar adik kecil itu mendekatiku dan 101
menjuntaikan tanganya disampingku, aku membalasnya dengan senyuman dan kita berkenalan. “Kakak siapa?” “Nana, kamu siapa adik cantik?” “Aku Cika, kakak disini sama siapa? “Sama Ibu kakak, tapi sudah kakak suruh pulang, jadi kakak sendirian deh disini.” tanpa canggung aku ngobrol bersama Cika. Anak kecil yang baru saja aku kenal. Dia seperti adikku yang telah tiada, cantik, mungil dan cerewet. Semua yang ia tak tau selalu ditanyakan. Aku seolah-olah sedang bersama adik kecilku, adik yang selalu mensupportku agar aku memenangkan pertandingan yang telah pupus itu. Karena Cika aku menjadi semangat untuk menjalani harihariku, kita selalu bertemu di taman setiap sore, kita bercanda dan bermain bersama. Dia memberikan kupu-kupu yang ada dalam botol untukku. “Kakak kalau kupu-kupu ini terbang artinya aku juga ikut terbang keatas awan.” “Loh..??? Kok Cika bilang kayak gitu, kenapa ?” Aku penasaran mengapa Cika mengatakan kata-kata seolah dia akan pergi jauh, aku tak mengerti mengapa dia mengatakan itu. “Ihhh kakak serius banget sih. Hehehe bercanda kak, Hehehe…” “Ihh adek ngerjain kakak, kupu-kupu ini akan kakak jaga supaya gak mati, kakak merawat kupu-kupu ini sama saja kakak bisa meliahat kamu setiap hari.”. “Dijaga ya kak, kalau sampai kupu-kupu ini terbang artinya kakak melepaskan aku pergi. Dan kakak gak akan ketemu Cika lagi.” Begitulah pertemuanku saat bertemu dengan Cika sore itu. 102
Semangat hidupku tumbuh kembali setelah aku bertemu Cika, aku mulai menatap hari-hariku dengan senyuman, hingga suatu hari ibuku mendengar bahwa akan diadakan lomba lari khusus penyandang cacat kaki. Ibu memberitahukan berita itu padaku, namun justru aku yang merasa mener untuk mengikuti pertandingan itu. Apa mungkin aku bisa menang sedangkan keadaanku seperti ini, walaupun yang akan mengikuti lomba ini juga bernasib sama seperti aku.” Dalam hati aku membatin keraguan yang terbesit di benakku. Ternyata tak kusangka ibu telah mendaftarkan aku untuk mengikuti pertandingan itu. Ibu memberiku motivasi agar aku bisa menang dalam kejuaraan itu, dan Cika pun juga menginginkan hal yang sama seperti ibuku, kata-katanya seperti mengingatkan aku akan almarhum adikku. “Kakak harus menang ya? Kalau kakak menang Cika pasti seneng banget.” Senyum manisnya itu yang membuat lebur hatiku. “Iya dek, tapi kakak ragu, apa kakak bisa menang!” “Kakak jangan pernah ragu, kalau kita berusaha pasti Allah akan menolong kita.” Lagi-lagi senyuman itu membuat lumer hatiku, senyuman yang sudah lama ingin aku lihat, keceriaan itu kini ada di depan mataku,dan itu adalah Cika. Malaikat kecil yang menolong hidupku. “Sudah lima bulan memakai kursi roda, kursi dimana aku duduk setap akan pergi, walaupun dirumahpun aku memakainya. Tak bisa melakukan sesuatu yang bemanfaat hanya menyusahkan orang yang ada di sekitarku. Ibu, ayah dan bulekku mereka adalah keluarga yang selalu membuatku tersenyum walaupun kadang aku justru marah karna menyesali kejadian yang sudah-sudah.
103
*** Hari itu aku mulai latihan keras untuk belajar berlatih, walaupun harus menggunakan kursi roda, namun aku optimis aku dapat menjuarai itu, aku tak ingin sombong lagi seperti waktu itu, aku masih ingat sekali saat aku menyombongkan diriku di depan bulekku, dan hasilnya aku kalah sebelum bersaing karena kecelakaan itu. Mulai hari itu aku belajar untuk tidak menjadi orang yang sombong dan berusaha untuk berlatih agar hasil yang aku dapat maksimal. Pertandingan yang kurang dua bulan itu aku gunakan semaksimal mungkin, hingga jarang sekali aku ke taman untuk bertemu Cika. Aku tak tahu sebenarnya Cika itu tinggal dimana. Yang aku dia tinggal di dekat taman, karena setiap aku menanyakan rumahnya dia selalu membahas hal yang lain. Pertemuanku dengan Cika memang sangat jarang. Tapi aku dapat membayangkanya lewat kupu-kupu yang diberikanya, dari situ aku dapat menepis kerinduanku dengan Cika. Hingga aku mendengar bahwa ternyata Cika adalah penghuni rumah sakit khusus penderita kanker darah. Aku syok mengetahui kalau ternyata Cika adalah seorang penderita kanker darah. Dia sudah tidak mempunyai siapa-siapa dan selama ini yang merawatnya adalah seorang dermawan yang mau membantu biaya rumah sakit Cika. Aku menemuinya di rumah sakit disela-sela latihanku mempersiapkan lomba itu. “Kak,… Kakak kenapa kesini, kakak kan harus latihan?” “Kamu bohong dek, kenapa kamu tidak pernah memberi tahu tentang kondisimu?” sambil perpeluh air mata,
104
aku mencoba untuk kuat supaya Cika juga tidak kecewa melihatku menangis. “Maaf kak, kakak marah ya sama Cika?” “Kakak tidak marah sama kamu, tapi hanya kecewa kenapa kamu tidak pernah memberi tahu kalau kamu tinggal disini.” Aku sangat kecewa mengapa Cika dari awal tidak pernah memberi tahu kalau dia adalah pasien rumah sakit samping taman, aku tahu informasi tentang Cika dari seorang suster yang sedang berada ditaman saat aku menunggu Cika. Suster itu menyebut nama Cika berkali-kali dengan teman sesama suster, suster itu mengatakan kalau Cika sudah parah, hingga dia sudah tidak bisa bangun dari ranjangnya. Aku mendekati suster itu dan bertanya apa yang di sebut suster itu adalah Cikaku. Cika yang cantik, rambutnya terurai panjang dan baik itu. Suster itu membenarkan bahwa memang yang di maksud adalah Cika yang selala ini kutemui di taman. “Kakak masih simpan kupu-kupu dari Cika?” Cika menanyakan kupu-kupu yamg pernah diberikan kepadaku yang selama ini masih aku rawat. “Masih dek, sekarang dia sudah tumbuh besar, warnanya semakin indah dan selalu mengepakan sayapnya walaupun hanya di dalam akuarium kecil.” “Kakak jaga kupu-kupu kecil itu ya? Kalau kupukupu itu terbang berarti saat itu pula Cika juga ikut terbang.” “Kamu tidak akan pernah terbang kemana-mana dek, kalau kamu sembuh kakak janji akan mengajak kamu bermain di taman seperti dulu lagi.” Aku memberikan harapan agar Cika bisa sembuh dari sakitnya, walaupu harapan penderita kanker darah itu sangat kecil. Umumnya si penderita tidak bisa hidup kurang dari lima tahun. 105
“Kakak doakan Cika ya, supaya Cika sembuh. Biar bisa main di taman sepeti dulu lagi, Kakak juga harus giat berlatih supaya kakak bisa jadi juara dalam pertandiangan itu.” Selalu yang membuat aku salut yaitu semangat Cika yang selalu membuat aku berjuang agar dapat memenangkan pertandingan itu. Walaupun ditengah keadaan yang membuatkan menderita sekalipun Cika masih tetap memberikan motivasi agar aku selalu bersemangat menyongsong hari yang lebih indah. Pertandingan yang kurang dua minggu lagi itu membuat aku untuk semakin berusaha bekerja keras, agar hasil yang aku raih. Aku sudah tidak pernah merasa pesimis justru semua ini karna semangat dari Cika yang mirip seperti almarhum adikku. Keluargaku semakin senang melihat perkembanganku yang drastis untuk lebih semangat, semua itu juga karena keluargaku yang membuatku agar aku dapat menjadi seseorang yang ceria ditengah keadaan yang tidak sempurna. Hari yang aku nantikan datang, kelak kalau aku menjadi juara aku akan memberikan boneka Teddy bear untuk Cika, dan pada waktu aku akan bertanding tiba-tiba telepon dari rumah sakit memberitahukan kalau Cika dalam keadaan kritis. Aku begitu panik mendengar keadaan Cika menurun. Namun aku juga tidak bisa meninggalkan pertandingan ini begitu saja. Terfikirkan aku untuk pergi ke rumah sakit dan meninggalkan pertandingan yang sudah aku tunggu sejak lama namun pertandingan itu juga mengingatkan aku dengan Cika untuk memenangkan lomba ini, akhirnya aku tetap melangsungkan perandingan itu, toh kalau aku kerumah sakit justru Cika akan kecewa karena aku meninggalkan pertandingan itu. Mungkin setelah pertandingan ini aku akan segera ke rumah sakit. 106
Pertandingan itu begitu riuh, di ikuti oleh penyandang cacat kaki dari berbagai daerah, walaupun aku harus mengalahakan banyak pesaing namun aku mencoba optimis bahwa aku bisa mengalahkan pesaing-pesaing itu. Saat panitia memulai start aku kembali teringat oleh Cika. Walau bagaimanapun pertandingan ini aku persembahkan untuk Cika. “1 2 3 oke” panitia memulai start dan aku mulai berlari menggunakan kursi rodaku, awalnya aku tertinggal 3 angka dari pesaingku namun kembali lagi aku teringat Cika, saat dia memberikan aku motivasi agar aku dapat memenangkan juara itu, aku berusaha lebih keras dan saat sebelum finish aku sudah bisa mengejar tiga pesaingku, dan akhirnya aku samapi start dengan sempurna.” Aku bisa, aku juara!!!” Begitulah kebahagianku saat aku dapat mengalahkan pesaingku, dan dari jauh terlihat keluargaku bertepuk tangan dan para penonton sepertinya ikut senang melihat kemenanganku. Mereka bertepuk tangan seolah-olah aku adalah seorang artis yang sedang berada di atas panggung. Panitia mempersilahkan aku naik ke atas podium. Dengan dibantu oleh panitia lain aku naik ke podium itu disusul oleh dua teman lainya. Aku mendapatkan hadiah sejumlah uang tunai sebesar lima juta rupiah dan medali yang di kalungkan di leherku. Betapa bahagianya aku saat itu. Harapan yang selama ini telah aku kubur dalam-dalam akhirnya menjadi nyata. Walaupun dengan keadaan yang berbeda. Setelah hadiah itu diberikan kepadaku, aku langsung pulang untuk mengambil kupu-kupu yang dulu pernah diberikan Cika untukku. Aku ingin menunjukan pada Cika bahwa kupu-kupu itu masih aku simpandengan baik. 107
Sesampainya dirumah aku sangat shock. Aku tak tahu dimana kupu-kupu itu. Dia sudah tidak ada di dalam aquarium. “Mungkinkah kupu-kupu itu terbang?” aku langsung teringat akan kata-kata Cika, jika kupu-kupu ini terbang maka Cika juga ikut terbang, itu artinya Cika..... aku langsung menuju rumah sakit dimana Cika dirawat dan sampai di ruangan Cika telah terkujur kaku tak bernyawa. Kupu-kupu itu isyarat bahwa Cika telah pergi untuk selama-lamanya. Aku hanya bisa menangis. Mengapa aku tak bisa menjaga kupu-kupu itu? Mengapa harus terlepas dari terbangnya. Aku tak rela untuk melepaskan Cika begitu saja. Namun harus bagaimana lagi itu semua sudah suratan takdir dari Allah, bahwa semua pasti akan berpulang ke rahmatullah. Cika dikuburkan di makam belakang rumah sakit, yang memang makam itu di khususkan untuk pasien yang tidak mempunyai sanak saudara dan pasien yang tidak jelas asal usulnya. Di samping nisan Cika aku menangis sejadi-jadinya karena aku belum sempat memberikan boneka teddy bear sesuai janjiku saat aku akan bersaing. “Cika, medali ini aku persembahkan untuk kamu, terimakasih ya selama ini kamu yang selau membuat kakak bangkit dari keterpurukan, dan maaf karena kakak tidak bisa menepati janji untuk memberikan kamu boneka kesukaanmu. Kakak janji akan tetap mmberikan boneka itu walupun boneka itu akan kakak simpan sebagai kenang-kenangan kalau kakak pernah mempunyai adik secantik dan sebaik Cika.” Begitulah saat aku berbicara sendiri dismping makam Cika. Perlahan aku meninggalkan makam Cika dan mencoba 108
untuk bangkit kembali. Walaupun rasa kesedihan itu masih selalu ada di hatiku. Setelah semua urusan selesai, kita sekelurga berniat untuk pulang ke Jogja. Tak terasa sudah berbulan-bulan aku tinggal di Jakarta membuatku rindu akan kampung halaman yang entah sekarang seperti apa setelah paska erupsi Merapi, November lalu. Kami berpamitan kepada Bulek dan meninggalkanya sendiri di Jakarta. Jakarta memang tempat yang cocok untuk Bulek, walaupun kami berkali-kali sudah mengajaknya untuk ikut pulang bersama kami. Kini kawasan yang pernah dilanda erupsi sudah mulai membaik. Pemerintah juga sudah membuatkan salter tempat tinggal untuk para korban. Walaupun jarang penghuni yang menempati salter itu, karena mereka kebanyakan kini bertransmigrasi ke Kalimantan untuk mencari kehidupan yang lebih baik. Tak lupa kami mengunjungi makam adikku yang telah lama kami tinggalkan. Kami membersihkan rumputrumput yang sudah mengitari makam adik, karena memang tak ada yang merawat makam itu. Cika memang mirip seperti adikku dan adikku mirip seperti Cika. Cika memang malaikat yang di utus untuk memberikan kebahagiaan untukku[]
109
Secercah [Filsafat] Untuk Negara Dan Agama Tomy M Saragih*
Melihat semut hitam bertegur sapa dengan semut-semut hitam lainnya merupakan suatu kesenangan tersendiri. Seharusnya sebagai manusia yang mampu membedakan antara subjek yang satu dengan lainnya, maka kita pun wajib menjadikan perbedaan itu sebagai suatu anugerah terhadap diri sendiri. Di dalam hal ini, adakalanya bahkan seringkali negara
kalah
bukan
karena
pemberontak
ataupun
sekelompok teroris. Negara kalah terhadap agama dimana 110
negara itu sendiri menjadi patung membisu tatkala melihat dirinya dijajah kebrutalan suatu agama. Kebrutalan yang dimaksud bukanlah suatu ancaman seperti kerusuhan dan tindakan menyakiti manusia lainnya atas nama agama melainkan kebrutalan agama terhadap non agama. Tidak terdapat suatu definisi baku tentang apakah non agama itu. Kita tidak dapat mengatakan non agama adalah subjek yang menjadi agnostik, ateis atau penganut kepercayaan tertentu. Identitas Tuhan bagi masing-masing manusia terbagi menjadi banyak ruang. Ada orang yang menganggap tuhan sebagai kumpulan suatu benda, ada juga yang berpikiran bahwa tuhan adalah cerminan tingkah laku kita sendiri dan tuhan adalah seorang penguasa yang bertindak melindungi bagi pengikutnya. Tidak menjadi masalah ketika tuhan berbeda dengan Tuhan yang diakui oleh orang beragama dan tidak perlu diperdebatkan juga eksistensi Tuhan yang diakui oleh kaum non agama. Apabila kita melihat penjelasan Pasal 2 huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial bahwa asas kesetiakawanan diartikan kepedulian sosial untuk membantu orang yang membutuhkan pertolongan dengan empati dan kasih sayang (Tat Twam Asi). Di dalam buku “Pemikiran Kritis Guru Besar Universitas Udayana Bidang Sastra & Budaya” 111
terbitan Udayana University Press dijelaskan bahwa Tat Twam Asi adalah filsafat Hindu yang mengajarkan suatu keharusan bagi manusia untuk membangun persaudaraan universal karena setiap ia adalah kamu. Saya adalah sama dengan kamu dan segala makhluk adalah sama sehingga menolong orang lain berarti sama dengan menolong diri sendiri. Sungguh menarik ajaran ini yang mana seharusnya negara
sebagai
pemegang
kekuasaan
tertinggi
bagi
penduduknya wajib mengerti isi pemikiran subjek-subjek di dalamnya.
Negara
kerapkali
mendaga
Tuhan
untuk
memenuhi eksistensinya sehingga kaum non agama menjadi tidak berdaya dan kembali menjadi manusia-manusia penakut untuk mengekspresikan wujud hormatnya kepada Sang Pencipta yang dianggap benar baginya. Saya tidak menggunakan penulisan sang pencipta (dengan awalan huruf kecil) karena sama halnya dengan orang yang beragama bahwa mereka pun memiliki Sang Pencipta. Perlu disadari bahwa negara dalam merespons kaum non agama selalu menimbulkan posisi yang tidak seimbang. Salah satu contohnya yaitu keterbukaan negara dalam merespons agama dan kepercayaan diluar enam agama yang diakui
resmi
olehnya.
Argumen
negara
untuk
memperbolehkan suatu subjek bertindak memeluk agama 112
atau menjadi penganut kepercayaan lainnya yaitu sebagai warisan budaya nasional sehingga perlu mendapat perhatian khusus. Lantas dimanakah keberpihakan negara terhadap subjek-subjek yang baru memperoleh penglihatan khusus bahwa enam agama yang diakui resmi itu ternyata melenceng menurut jalan pikirannya. Contoh ilustrasinya ketika seorang Indonesia yang beragama resmi melanjutkan perkuliahan arsitekturnya ke negeri Spanyol dan menemukan inspirasi untuk menjadi bagian dari kaum non agama sehingga pada saat kembali ke Indonesia, orang ini menjadi non agama secara resmi oleh hatinya namun secara hukum tidak diakui oleh negara. Jika hal-hal demikian selalu terjadi maka akan timbul gejolak dalam batin negara, apakah sebetulnya fungsinya jika di sisi satu hanya berupaya menyenangkan orang beragama namun lain sisi mematikan kaum non agama?. Sebagai jalan keluarnya, negara wajib dilingkupi oleh orang-orang yang selalu haus akan ilmu. Bukan ilmu akan bagaimana menciptakan aspal berwarna merah muda atau memindahkan dolly ke luar angkasa. Ilmu disini adalah kesadaran dari diri sendiri untuk selalu belajar dan belajar. Belajar yang dimaksud adalah belajar ala Tuan Rene Descartes dimana manusia sebagai subjek merupakan manusia yang rasional, bebas dari diskriminasi dan bebas dari 113
mitos-mitos. Pada akibatnya manusia perlu meragukan dan mempertanyakan segala sesuatu. Muncul pemikiran filosofis bahwa kaum non agama sejatinya adalah saudara kita dimana mereka merupakan teman seperjalanan dalam menjalani hidup keseharian. Kaum non agama seharusnya mendidik kita untuk membuka topeng ego sehingga diri ini menjadi lebih peka terhadap apa yang menjadi gejolak batin seseorang. Seperti dalam buku “Aku & Liyan-Kata Filsafat dan Sayap” karya Prof. Dr. Armada Riyanto, CM, dijelaskan juga bahwa Levinas memberi pemahaman bahwa melalui wajah, kita dapat mendengar suara Tuhan itu sendiri. Hal ini juga wajib menjadi perhatian karena di dalam konstitusi sendiri khususnya Pasal 28 huruf E, khususnya Ayat (2) bahwa setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap sesuai hati nuraninya. Pada intinya melegalkan kaum non agama di Indonesia merupakan jalan
sangat
berliku.
Jadi
sebelum
memasuki
sikap
melegalkan, negara beserta orang beragama resmi wajib menghargai sehingga timbul keserasian antara “keinginan melakukan” (karsa) dan “apa yang dilakukan” (karya). Jadi apabila sebetulnya kaum non agama adalah Tuhan itu sendiri maka sudah sepantasnya negara memperlakukan mereka sama dengan orang yang beragama resmi.
114
Tentu saja wacana yang dirasa sangat tidak irasional ini pasti memunculkan argumen-argumen yang rasional sekaligus irasional, argumen-argumen yang menunjukkan kedangkalan
dalam
berpikir
ataupun
berpikir
akibat
kontemplasi dan argumen-argumen yang terpengaruh unsur politik atau murni argumen bebas nilai. Sebetulnya disinilah kekuatan negara menjadi batu loncatan bagia setiap manusia di dalamnya. Dari hal ini juga akan terlihat eksistensi negara dalam melindungi kaum non agama. Masyarakat saja yang mampu mengambil konstatir terhadap dirinya sendiri. Saya sendiri lebih senang dengan penyebutan penyediaan ruang publik bagi kaum non agama. Sejatinya ruang publik memiliki aneka pengertian antara lain: (1) Suatu wilayah hidup sosial kita dimana suatu pendapat dapat dibentuk di antara warga negara, berhadapan dengan berbagai hal mengenai kepentingan umum tanpa tunduk kepada paksaan dalam menyatakan dan mempublikasikan pandangan mereka. (2) Istilah yang berkenaan dengan metafora digunakan untuk menguraikan ruang virtual dimana orang dapat saling berhubungan. (3) Ruang dimana percakapan, gagasan dan pikiran masyarakat bertemu. (4) Ruang virtual dimana warga negara dari suatu negeri menukar gagasan dan mendiskusikan isu, dalam rangka menjangkau
persetujuan
tentang
berbagai
hal
yang
115
menyangkut kepentingan umum. (5) Tempat dimana informasi, gagasan dan perdebatan dapat berlangsung dalam masyarakat serta pendapat politis dapat dibentuk. Seperti ruang publik yang dikonsepkan oleh Jurgen Habermas bahwa ruang publik merujuk pada ruang nasional yang menyediakan sedikit banyak kebebasan dan karena keterbukaan atau juga forum untuk debat publik. Mudahmudahan saja sedikit banyak dari kita segera membuka tali kekang dari tubuh agar mampu merefleksikan segala sesuatunya dengan baik. Saya tidak menyalahkan orang yang banyak pengetahuan pastilah pintar, saya juga tidak menyalahkan orang yang berilmu pastilah cerdas namun saya menyalahkan seseorang yang enggan untuk mendekati filsafat dalam hidupnya. Bukankah terdapat susunan baku diantara ilmuwan bahwa pengetahuan berubah menjadi ilmu, ilmu berubah menjadi filsafat, filsafat berubah menjadi agama dan agama tidak pantas untuk diubah kecuali Sang Pencipta sendiri yang membisikkannya di telinga ini[]
---Tulisan sederhana ini merupakan intisari dari buku saya yang akan terbit berjudul “PEMBINGUNGAN LIYAN (Kajian Filsafat Hukum)”. Terima kasih ---
116
Bonus Chapter : Kumpulan Puisi copyright by Melliany Krisnawanti
Doa untuk Indonesia Bumi ini bumi Allah Mengapa kau berdusta demi nikmat duniamu Mengapa khianat kau tampak demi predikat sebagai pemenang Mulutmu kau ucap janjimu tak kau jalan Apa kau tak malu pada jelatamu Apa kau tak malu pada pemilik bumi ini Apa kau tak malu hidup di dunia dengan beribu kantong rupiahmu 117
Hidup yang penuh hiruk pikuk permasalahan Makin hari bertambah detik menit jam Makin hari pula negeriku bertambah berbagai problematika Satu belum teratasi timbullah lagi jamur-jamur racun di berbagai pelosok Apa kau tak melihat itu Apa kau tak mendengar itu Apa kau hanya mampu merogok telinga dengan jarimu Kami ingin bahagia Tak ingin kami menjadi barang bermanfaat tanpa manfaat Tak ingin kami terpungut tanpa kami dapat Sadarlah itu Dengarkan jeritan kami Bangkitlah pertiwi Bangkitlah Indonesiaku Jadikanlah hidup menjadi lebih bermakna tanpa kau kotori dengan nafsu duniamu
118
Mahkota ini Punya Siapa Lima tahun sekali Pergantian tahta kekuasaan Demi ketenaran ke negeri orang Menunjukkan wibawa tanpa wibawa Menunjukkan bijasana tanpa bijaksana Menunjukkan agun tanpa keagungan Menggerayangi pemikiran kaum jelata Menggerayangi aparat tanpa kehormatan Sikaya yang mungkar sikaya yang ingkar Janji adalah kewajiban Janji adalah ucap bernurani Mahkota itu… Bertahta pada bapak yang terhormat Selalu menyuapi rakyat dengan gubahan lagu Tanpa memikirkan penderitan rakyat yang merajalela.. Membabi buta Sikaya itu makin kaya Memakan riba tanpa batas
119
Ingin sekali ku berontak Apa daya… Yang benar disalahkan Dan yang salah selalu dibenarkan Lantas mahkota itu sebenarnya punya siapa? Mahkota kekuasaan hanya milik orang arif Memiliki moral bukan memakan moral Memiliki akhlak bukan meruntuhkan akhlak Memiliki pikir bukan mensyair lagu
120
Potret Indonesiaku Bumiku… Disinilah tempatku berserikat dengan air, tanah, udara Kala ku mendengar cerita nenek Enam puluh tujuh tahun negeriku bebas akan sekutu Pekikan „Merdeka‟ mencengkram bumi pertiwi kala itu Negeriku menggebu… Kibaran merah putih di langit bimasakti Roda kehidupan terus berputar bagai mesin paling canggih Semakin miris ku mendengar Masalah dimana-mana… Musibah menghujat negeriku Tahun seribu sembilan ratus empat puluh enam Seribu sembilan ratus lima puluh delapan Seribu embilan ratus enam puluh lima Hah..tak terhitung sepuluh jariku Tahun seribu sembilan ratus sembilan puluh delapan Yaa.. Tahun itu penghujatan dahsyat di negeri ini Kami tak akan berontak bila tak kalian pancing untuk berontak
121
Kami kehilangan empat pendekar saat tragedi itu Kini ku telah mengerti Dua ribu dua belas… Semakin miris ku menangis… Semakin gerah aku marah Semua biang keladi saling menunjukkan jari ke arah lawan Mereka berlomba meraih sebuah mahkota Mereka berlomba menyusupkan keping demi keping rupiah bahkan valuta asing kedalam koper pribadi mereka Rakyat diperas… Rakyat ditindas Pungutan pajak yang menjadi bambu runcing pada jelata Pajak semakin disikat. Sikat raksasa melebihi sikat gigi, lebih kotor dari sikat MCK Karena barang tak seberapa kalian mengadili mereka… Kalian dorong mereka dalam jeruji pengap… Kalian hukum mereka seberat-beratnya… Lebih ringan dari kalian yang Allah murkai Berbagai penyakit mewabah keseluruh pelosok Tak mampu berkunjung ke rumah sakit luar negeri… Penderitaan mereka, penderitaanku jua tuan.. Lantas apa yang kalian hargai dari kami tuanku?
122
Kami menderita disini Namun kami hanya jelata yang tak pantas menamppakkan didepan kalian Kami yang hanya pantas dalam kurungan gubuk anyam yang tak pantas untuk menumpang mandi di kamar mandi mewahmu Dengan fasilitas elegan dan berbintang Negeriku sakit…meraung dan menangis Akhlak terus menerus roboh…layak tak bermoral…tak berhati… Bahkan jauh tak berakal dari hewan ternak Semakin menyeruak si putih abu ataupun jas almamater yang saling melempar batu, mengayunkan tongkat, bahkan menaburkan api di negeri ini Apa yang kalian lakukan tuanku? Ini bukan ajang perlombaan… Bukan Thomas cup ataupun uber cup yang beradu meraih penghargaan Kalian saling berlomba meraih mahkota..
123
Mahkota itu tak pantas bertahta pada kalian yang menutupnutupi kenistaan Tak mau menerima apa adanya tetapi karena ada apanya Si kaya semakin kaya..si miskin semakin miskin Menggali lubang ditutupi dengan lubang kembali Tubuh kekar perut buncit kenyang menyantap janji-janji manis Sering kami kau tipu dengan mulut dowermu Saling menjual fisik dengan menyerukan „coblos‟ dengan visi dan misi saling membanggakan diri yang belum tentu dibanggakan oleh Sang Khaliq Dan kami hanya sebagai kambing hitam, budak titahan asas manfaat Dengarlah jeritan kami tuanku… Dengarlah kami menangis sendiri Beraneka macam musibah melanda negeri kami apakah kalian tak menyadarinya? Mungkin itu adalah teguran Tuhan Semakin mendidih otakku ini melihat kelakuan itu Kami mohon tuan, jangan kau curangi timbanganmu Jangan kau kurangi kilo dalam timbangan itu
124
Kami gerah tuan, tolong kipasi kami dengan ketentraman yang layak Kaitkan tangan kita melangkah kedepan Kami ingin hidup yang sebenarnya tuan Kembalikan kebahagiaan Indonesiaku dulu yang pernah diraih Jangan biarkan damai itu di kuras Ya Allah..ampunilah kami semua…ampunilah para pemimpin kami dalam memimpin negeri ini dalam bumi-Mu Sadarkanlah para pemimpin kami Bukakanlah hati nurani mereka Jangan biarkan kami terus tersiksa dalam lubang kenistaan Dan jangan sampai negeri ini menjadi negeri azab kekal-Mu Ya Allah..
125
Tidak Mungkin Tanpa Perjuangan Berapa lama Indonesiaku kini merdeka? Apakah benar sudah merdeka? Dulu....betul kita memekik kata “Merdeka” Namun sekarang hanyalah semboyan belaka tanpa bukti Apa kalian ingat perjuangan pejuang bumi pertiwi Beribu liter keringat terkuras lewat peluh perjuangan membela tanah air Langkah tegap mengguncang tanah khatulistiwa Mengayun tombak bak militer handal Terbidik peluru ke pangkal jantungnya Tersungkur dalam tanah tandus Mengingat semboyan mengingat pepatah Mati satu tumbuh seribu Terganti pejuang lain dengan semangat membara Mengalahkan api yang melahap hutan kami Empat puluh lima Tahun dimana kita merdeka Atas perjuangannya mengibarkan sangsaka merah putih
126
Perjuangan besar demi kemerdekaan Tidak mungkin kita merdeka bila tanpa perjuangan
127
Tikus Negeri Seribu...sepuluh
ribu...seratus
ribu...satu
juta...sepuluh
juta...seratus juta...satu milyar Sedikit demi sedikit lama-lama menjadi bukit Pantaslah itu terjadi pada mereka Mulai coba-coba beralih pada suatu adat istiadat negeriku Berawal masuk saku jas Semakin besar masuk pada koper dinas bahkan pada istana mereka Pajak dipungut...rakyat disiksa Tak dapat kulakukan apapun Aku... Aku bukanlah bangsawan negeri ini Bukan pula seorang pejabat Dan bukanlah artis yang menduduki kursi jabatan Aku... Aku hanyalah rakyat jelata Namun tak sejelata sikapmu
128
Dan tak sejelata otakmu Aku... Aku hanya ingin berbicara Hanya ingin didengar Hanya ingin dituruti Aku hanyalah manusia Tak ingin ku terbius perangkap tikus Apalagi tikus negeri Berapa rupiah yang telah tersalur pada negeri Tak dapat ku rasa timbal balik Ribuan
pamflet...
baliho
besar-besaran
berlomba
memancing... Aku tak ingin terbius Terbius tipu muslihat Kulihat kekanan.... MCK umum berpenyakit Kulihat kekiri... tembok bilik hampir runtuh Kulihat kebelakang... ribuan orang pengangguran Kulihat kebawah... berjuta pengemis mengais nasi Kulihat televisi... MCK mewah bak pemandian malaikat Bangunan mewah bak kue balok tersusun rapi
129
Berkendara mercedes benz Berjas rapi bersisir kelimis Sementara aku hanya dapat mengayuh sepeda bututku ini… Kembalikan kebahagiaanku Jangan kau beri masa suram Berikan aku masa depan gemilang
130
Fact’s of Author In This Book’s
131
1. Ajang Dodi Cowok yang (ngakunya) idealis ini lagi nulis genre tulisan yang baru buat dia : Bukan Genre Apa-apa! Hehehe… doski juga bingung nentuin genrenya apa. Yang pasti ada comedy, bumbubumbu agama, moral, cinta, juga bumbu masak. Ada kritik social sama kritik pedas level 3 nya juga lho! Doski lahir di Majalengka, 19 Agustus setelah 45 tahun Negara kiat merdeka. Bookologi cowok penyuka all about Tahu ini adalah : 1. Cappucino – Novel, o Cetakan 1 Februari 2012, nulisbuku.com o
Cetakan 2, September 2012, kaifa publishing
2. Un To Loe Gie 1st Chapter – Buku, Juli 2012 @nulisbuku.com 3. Arigatou – Novel, Agustus 2012, Kaifa Publishing 4. Dan beberapa tulisan berupa cerpen, artikel, dan lainlain yang pernah dimuat di surat kabar, blog, dan media lainnya Doski bisa ditemui di account fb : Ajang Dodi, twitter @tikusmerah, e-mail :
[email protected] /
[email protected]/ kunjungi juga blognya di berbaktiuntukindonesia.blogspot.com
132
2. Irwanti Hadnus Biasa dipanggil Fia. Ngakunya sih uburubur yang unyu. Asli dari Sulawesi Selatan dari keluarga Hadnus. Tinggal dan Kuliah di Jakarta, di kampus STISI Jakarta. Punya banyak banget proyek. Tapi belum semuanya kesampaian, masalah skripsi masih jadi focus dari cewek satu ini. Kalau kamu pengen kenal sama cewek ini, kunjungi aja facebooknya di irwanti fia hadnus, atau account twitternya di : @fiahadnus
3. Tommy M Saragih Tomy M Saragih lulusan FH UNTAG 1945 Surabaya dan saat ini melanjutkan di strata tiga FH UNIBRAW Malang. Berkutat sebagai editor buku ilmiah pada penerbit Titah Surga dan mengelolah Jurnal Ilmiah Indonesia Cogito Ergo Sum (www.jiices.biz). Selain aktif menulis artikel di harian Duta Masyarakat, Surabaya Pagi serta Surya, juga aktif menulis buku ilmiah tentang hukum dan jurnal ilmiah. Puisi dan cerita pendeknya telah dimuat 133
dalam beberapa antologi buku antara lain Melukis Mimpi dan 101 Lirik Lagu Yang Menghebohkan Dunia. Dapat dihubungi di 0819671079, surat elektronik
[email protected] dan Jl. Ikan Mungsing 8 Nomor 82, Surabaya 60177.
Ps : Foto mas Tommy, ayo tebak lagi ngapain ? tar dapet hadiah filsafat berharga dari doski
4. Ade Wikytama Ade Wikytama, nama pena dari Dwiki Ade Mulyantama. Pertama
kali
menghirup
udara bumi di kota Jombang, pada tanggal 3 Oktober 1992.
134
Kini tinggal di sebuah rumah sederhana di Desa Nglawak, Kecamatan Kertosono 64351, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur. Lelaki pecinta damai ini, pernah menjadi juara ke-3 dalam Lomba Surat Cinta yang diadakan online oleh Last Moment. Sedangkan buku yang telah terbit, antara lain Teen‟s Life (LeutikaPrio), Sebening Hati Dewi (NulisBuku.com), Ketika Dewi Takut Hantu (NulisBuku.com), dan Kunti, I Love You & Komedi Putar – 2 in 1 book (AG Publishing). Lelaki yang memiliki nama facebook Ade Wikytama ini sedang menyelesaikan kuliah S1 jurusan Bahasa Inggris di Universitas Nusantara PGRI Kediri, Jawa Timur. Bila ada yang ingin mengenal
lebih
dekat,
[email protected],
hubungi atau
saja
email: kontak
083851123234. Atau juga bisa mengunjungi FromDenta.blogspot.com.
135
5. Selly Megandini Aktif sebagai admin 2 di grup
facebook
#just
Sharing. Juga bentar lagi lulus
dari
teknologi
jurusan pangan
Universitas
Al-Ghifari.
Suka banget sama lupus, jadi
sering
manggil
cowoknya
lupus. Padahal
cowoknya bukan maniak permen karet, dan nggak punya jambul duran-duran kayak duren punyanya om Hilman Hariwijaya. Doski lahir di Bandung pada 15 Mei 1990. Punnya
account
twitter
@chibi_alone
dan
@selly_chibi. Blog pribadinya lupnes90.blogspot.com. Mangga mampir, dan artikan sendri singkatan lupnes nya. Tapi kalau kamu juga suka Lupus, kamu bakal tahu kok!
136
6.
Melliany Krisnawanti Nama
lengkapnya
adalah
Melliany Krisnawanti. Lebih akrab dipanggil Melly atau Memel.
Doski
lahir
di
Bandung pada tanggal 18 Januari 1995. Penyuka kodok ini
merupakan
mahasiswi
jurusan kebidanan di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Dharma Husada Bandung.Prestasi yang pernah di raih dalam kepenulisan adalah juara 2 lomba karya cipta puisi.
7. Septiana Punya nama pena Tiana Putri. Anak
pertama
dari
dua
bersaudara, dilahirkan di kota yogyakarta 21 tahun yang lalu. Tepatnya
pada
tanggal
8
september 1991. Saat ini doski tercatat sebagai mahasiswa semester 3 di salah satu perguruan tinggi swasta di Yogyakarta. Impian terbesarnya adalah 137
membahagiakan keluarga dan menjadi orang sukses. Buat yang pengen tahu sama cewek yang hobi membaca dan menulis. bisa menghubunginya di facebook
:
[email protected]
dan
No
hp:089672198953. Ayo selalu semangat.
8. Tommy Alexander Tambunan Tommy
Alexander
Tambunan,
lahir
di
Medan 25 november 1996. Bersekolah di SMA PLUS NEGERI
07
BENGKULU.
KOTA Anggota
dari Writing revolution, dan
sudah
tergabung
dalam puluhan antologi. Tulisan dan prestasi nya sudah sering dimuat di surat kabar lokal Bengkulu.
9. Muhammad Ardiyansah Muhammad Ardiansyah atau Ian lahir di Jambi pada 22 Agustus 1986. Sudah mengeluti dunia sastra dan seni lukis sejak duduk dibangku SMP. Tulisantulisannya pernah dimuat di 138
website
nulisbuku.com,
jejakkubikel.com
dan
kompasiana.com dan antologi puisi berjudul Bersama Gerimis adalah antologi puisi penyair komunitas Majelis Sastra Bandung yang terbit (2009). Pernah mengikuti sayembara
pembacaaan
puisi
mahasiswa/mahasiswi
universitas pasundan bandung, pernah ikut serta dalam pembacaan sajak alm. W.S. Rendra, mengadakan teater musikalisasi serta aktif dalam berbagai komunitas sastra yaitu, komunitas Konstruksi Puing Bandung 2005-2006, Komunitas Sabda Sastra Bandung (SSB) 2006-2009, Komunitas
Majelis
Sastra
Bandung
(MSB)
2009-
sekarang. Pernah mengadakan pameran tunggal lukisan “Mata” 2010 dikampus Universitas Pasundan dengan total lukisan 105 buah. Sekarang bekerja sebagai Dosen sastra di Akademi Bahasa Asing Nurdin Hamzah Jambi dan aktif menulis di group taman sastra, blog serdadukataku.wordpress.com dan pimpinan sekaligus pelatih Teater Mata Langit Jambi. penulis dapat dihubungi di nomor telp : 07417056173
/
0896-24431591.
Email.
[email protected], fb : sahadewa prasastra, twitter : @serdadukata
139
Buku Lain Terbitan Kaifa Publishing
Arigato Novel by : Ajang Dodi Rp. 34.000,For Order : Via E-mail
[email protected] Or send a message to 089655771290 Format : Nama#Arg#Jumlah Pesanan#Alamat Pengiriman
140