TINDAK PIDANA PENIPUAN DI BIDANG ASURANSI ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN )
Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk memperoleh gelar sarjana hukum OLEH :
RANI DANIEL ARITONANG 040200088 Departemen Hukum Pidana
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009 Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
TINDAK PIDANA PENIPUAN DI BIDANG ASURANSI ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN )
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk memperoleh gelar sarjana hukum DISUSUN OLEH : RANI DANIEL ARITONANG 040200088 Departemen Hukum Pidana
Disetujui Oleh : Ketua Departemen Bidang Pidana
Abul Khair, S.H., M.Hum NIP 131 842 854
Pembimbing I
Pembimbing II
Syafruddin, S.H., M.Hum., D.F.N
Dr. Marlina, S.H., M. Hum
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009 Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yesus Kristus, atas segala berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini untuk dapat menyelesaikan studi di fakultas hukum Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini disusun untuk melengkapi dan memenuhi tugas dan syarat untuk meraih gelar sarjana Hukum di Universitas Sumatera Utara yang merupakan kewajiban bagi setiap mahasiswa/I yang akan menyelesaikan perkuliahannya. Adapun judul skripsi yang penulis kemukakan adalah : “TINDAK PIDANA PENIPUAN DI BIDANG ASURANSI”. Penulis telah berusaha semaksimal mungkin dan bekerja keras dalam menyusun skripsi ini. Namun, penulis menyadari masih banyak kekurangan dari segi isi maupun penulisan dari skripsi ini. Melalui kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terimakasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, yaitu : 1. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH., M. Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 2. Bapak Prof. Dr. Suhaidi, SH., M. Hum., sebagai Pembantu Umum Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 3. Bapak Syafruddin Hasibuan, SH., M. Hum, DMF, sebagai Pembantu Umum Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Sekaligus selaku Dosen Pembimbing I dalam penulisan skripsi ini, yang telah memberikan
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
kritik dan nasehat yang membangun untuk membuat skripsi ini menjadi lebih baik. 4. Bapak Muhammad Husni, SH., M. Hum., sebagai Pembantu Umum Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 5. Bapak Abulkhair, SH., M. Hum., selakuk Ketua Departemen Hukum Pidana pada fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 6. Ibu Nurmalawaty, SH., M. Hum., selaku Sekretaris Departemen Hukum Pidana pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 7. Ibu Dr. Marlina, SH., M. Hum., selaku Dosen Pembimbing II dalam penulisan skripsi ini yang telah meluangkan waktu untuk membimbing, mengarahkan dan memeriksa skripsi ini agar menjadi lebih baik. 8. Ibu Idha Aprilyana, SH., M. Hum selaku dosen wali Penulis di Fakultas Hukum Universitas Suimatera Utara. 9. Buat seluruh pegawai di Fakultas Hukum Universitas Suamtera Utara, teruitama Pak Ponirin sebagai pegawai stmbuk yang selaulu membantu penulis dalam pengurusan berkas studi. 10. Bapak Rampa Aritonang, SE dan Ibu Nilawaty Tarigan SE, sebagai orang tua penulis yang sangat dicintai, terima kasih atas doa dan kasih saying yang telah diberikan selama ini dengan ketulusan hati. 11. Buat adikku Angga Benhardi Aritonang. Terima Kasih 12. Buat wanita terindah yang pernah aku miliki Siska Siagian (Sweat Angel). Terimakasih atas kesabaran, semangat, doa, pengertian, perhatian, kasih sayang, yang udah adx berikan buat penulis. Penantian selama ini gak sia-sia
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
dengan kehadiranmu di hidupku (tapi jangan sering-sering merajuk ya.he). Love u so much. 13. Buat adek-adek par kisaran, lisda, risma, n alfandri, makasi ya udah kasi semangat, terutama lisda makasi ya dukungannya selama ini. 14. Buat abang-abang stambuk 01 : bang Ganda, bang Paradi, bang Jimbarpen, bang Fredrick, bang Jones, bang Jhon. 15. Buat abang-abang stambuk 02 : bang Olo, bang Beny, bang Roy, bang Jaya, bang Fredrik, bang Sabar, bang Jacky, bang Christopel, bang Hiras, bang Juanda, bang Anto. 16. Buat kawan-kawan stambuk 03 : laeku Sahala, Doni, Doddy, Janroy, Obrika, Langlang Buana (ayo..bagkit le), Elisabet, Melda. 17. Buat kawan-kawan seperjuangan stambuk 04 : Alm. Arfan Marwazi (Selamat jalan kawan… kau selalu di hatiku), Douglas Hutagalung (Makasi ya le.. buat pelajaran, pengalaman, kenangan baik maroon maupun yang asoi dalam menghisap rokok GP..He), Posma Elissa H. Situmeang (makasi ya le buat lawak2 yang lae buat), Ade FD Sinaga (Kurang2i lah le..), Dedy manalu (Jangan terulang lg yg dlu ya le..he), Samuel Amstrong, Bang Fritzko (saudara…anda
mau
ngapai??),
Andres
Willy
Simanjuntak
(Akspelku..Hidup!!!), Sastra Yani Sinaga, Tota Pasaribu, Panataran, Budi, Andry Mahong, Hotmarasi Gultom, Partogi, Ian (B2nk), Andre Yakob, Briant als Ibam, Jobido, Hamonangan, Reza Fahlevi, dan teman-teman lainnya yang tidak disebutkan namanya. 18. Buat kawan-kawan stambuk 05, 06, 07, 08: Ober Sinambela (Broken Bag always on my heart), Joseph, Ipho Tarigan Yunus, Welson Aritonang,
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
Nelson, Deus, Segi (hari yang aneh ya seg..), Priska Tarigan, Dewi, Lamgok, Debora, Witra, Renta, Yanta, Fisca, Derma, Lincon, dan teman-teman lainnya yang tidak disebutkan namanya.
Medan,
Februari 2009
Penulis
R. Daniel Aritonang
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
i
DAFTAR ISI
v
ABSTRAKSI
vii
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………
1
A. Latar Belakang………………………………………………………………...
1
B. Perumusan Masalah…………………………………………………………..
6
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan……………………………………………....
6
D. Keaslian Penulisan…………………………………………………………….
7
E. Tinjauan Kepustakaan………………………………………………………..
8
1. Tindak Pidana……………………………………………………………..
8
2. Tindak Pidana Penipuan di Bidang Asuransi……………………………
12
3. Istilah dan Definisi Asuransi……………………………………………....
16
a. Subjek dan objek dalam Asuransi…………………………………....
18
b. Prinsip-prinsip dalam Asuransi……………………………………....
24
c. Jenis-jenis Asuransi……………………………………………………
31
F. Metode Penelitian……………………………………………………………
35
G. Sistematika Penulisan…………………………………………………………
36
BAB
II
PENGATURAN
TENTANG
TINDAK
PIDANA
PENIPUAN
DI
BIDANG
ASURANSI………………………………………………………………………..
38
A. Pengaturan Asuransi…………………………………………………………
38
1. KUHD (Kitab Undang-Undang Hukum Dagang)……………………... Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
38
2. Undang-Undang No. 2 Tahun 1992 Tentang Usaha perasuransian….
39
3. Undang-Undang Asuransi Sosial……………………………………….
41
B. Tindak Pidana Penipuan dalan KUHP…………………………………….
42
1. Tindak Pidana Penipuan Dalam Bentuk Pokok……………………….
42
2. Tindak Pidana Penipuan Dalam Bentuk Ringan………………………
59
3. Tindak Pidana Penipuan Dalam Hal Jual Beli…………………………
61
4. Tindak Pidana Penipuan Dengan Memalsu Nama Aatau Tanda…….
76
5. Tindak Pidana Penipuan Dalam Bidang Asuransi……………………..
81
6. Persaingan Curang……………………………………………………….
87
C. Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi……………………………….
90
1. Tindak Pidana Penipuan Persetujuan Asuransi…………………………
90
2. Tindak Pidana Penipuan Klaim Asuransi………………………………
109
BAB III PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PENIPUAN DI BIDANG ASURANSI (Stusi Putusan No. 3861/Pid. B/2007/PN. MDN)….
114
A. Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi 114 B. Kasus Posisi dan Analisa Kasus……………………………………………..
132
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN…………………………………………
150
A. Kesimpulan……………………………………………………………………
150
B. Saran…………………………………………………………………………..
152
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………..
viii
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
ABSTRAKSI Masalah penipuan banyak terjadi di berbagai peristiwa hukum. Penipuan yang dilakukan sering terjadi dengan bermoduskan asuransi sebagai objek penjaminan setiap peristiwa hukum terebut. Penggunaan asuransi sebagai penjaminan untuk mencegah timbulnya kerugian, justru digunakan sebagai alat untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain. Kurangnya pengetahuan masyarakat dan aparat penegak hukum mengenai asuransi digunakan pihak-pihak yang ingin menguntungkan dirinya sendiri, sehigga menimbulkan ketidakjelasan kepastian hukum dalan pengaturan dan pertanggungjawaban dalam asuransi. Skripsi yang berjudul “Tindak Pidana Penipuan di Bidang asuransi (Studi putusan No. 3861/Pid. B/2007/PN. MDN)” menguraikan penjelasan tentang pengaturan dan pertanggungjawaban pidana terhadap tindak pidana di bidang asuransi terkait dengan kasus yang ada (putusan No. 3861/Pid. B/2007/PN. MDN). Kompleksnya peraturan-peraturan yang ada tentang kejahatn penipuan di bidang asuransi ini tidak menjamin terciptanya dengan baik suatu pertanggungjawaban pidana yang sesuai dengan pengaturannya. Metode penelitia yang dilakukan dalam penulisan skripsi ini adalah metode yuridis normative. Pada tahap awal penelitian dilakukan dengan mempelajari berbagai literature dan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan permasalahan dalam skripsi ini. Penulis melakukan analisis terhadap permasalahan melalui pendekatan terhadap asas-asas hukum serta mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundangundangan, dimana pengumpulan data dilakukan dengan metode library research (penelitian kepustakaan) yakni melakukan penelitian dengan menggunakan data dari berbagai sumber bacaan seperti peraturan perundang-undangan, buku-buku, majalah, dan internet yang dinilai relevan dengan permasalahan yang akan dibahas penulis dalam skripsi ini. Di tahap selanjutnya penulis melakukan penelitian terhadap putusan hakim No. 3861/Pid. B/2007/PN. MDN terhadap pengaturan serta pertanggungjawaban pidana yang terjadi dalam hukum positif Indonesia. Berdasarkan penelitian tersebut diketahui bahwa pengaturan tindak pidana di bidang asuransi berpedoman kepada Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dimana secara pokok penipuan diatur dalam Pasal 378 KUHP, serta penipuan di bidang asuransi dalam Pasal 381 dan 382 KUHP. Selain itu tindak pidana penipuan di bidang asuransi juga diatur dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian, dalam undang-undang ini menjelaskan kepada pelaksanaan penipuan di bidang asuransi, terkait dengan tindak pidana penggelapan premi asuransi dan tindak pidana pemalsuan dokumen asuransi. Dimana kedua tindak pidana ini sering dilakukan sebagai modus kejahatan penipuan di bidang asuransi. Hukum pidana belum berfungsi maksimal terhadap kasus tindak pidana penipuan di bidang asuransi, dengan melakukan tindak pidana penggelapan premi asuransi dan pemalsuan dokumen asuransi (Putusan No. 3861/Pid. B/2007/PN. MDN), disebabkan masiha kurangnya pegetahuan masyarakat serta aparat penegak hukum tentang tindak pidana-tindak pidana di bidang asuransi. Meningkatkan pengetahuan dan kesadaran terhadap pentingnya adanya pegaturan tindak pidana penipuan di bidang asuransi dapat mewujudkan suatu pertanggungjawaban pidana yang baik. Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Asuransi yang berarti pertanggungan atau perlindungan atas suatu objek dari ancaman bahaya yang menimbulkan kerugian. Dari pengertian asuransi tersebut bila diberi imbuhan per-an, maka muncullah istilah hukum perasuransian, yang berarti segala usaha yang berkenan dengan asuransi. Dalam setiap perjanjian diperlukan adanya jaminan untuk tidak menimbulkan kerugian. Oleh karena itu diperlukan suatu asuransi. Akan tetapi dewasa ini, banyak terjadi tindak pidana penipuan dengan menggunakan asuransi sebagai landasan untuk meraih keuntungan sendiri. Dimana sudah hukum banyak terjadi menarik kepercayaan orang lain dengan menggunakan adanya asuransi dengan dokumen asuransi palsu, penggelapan premi asuransi, dan sebagainya. Semua kejahatan itu merupakan kejehatan penipuan (bedrog) dimuat dalam Bab XXV Buku II KUHP, Dari pasal 378 s/d pasal 395, title asli bab ini adalah bedrog yang oleh banyak ahli diterjemahkan sebagai penipuan, atau ada juga yang menerjemahkannya sebagai perbuatan curang. Subjek dalam asuransi dapat berupa individu dan korporasi (Corporate crime yaitu kejahatan yang dilakukan oleh korporasi). Tindak pidana penipuan di bidang asuransi juga tergolong kedalam white collarcrime
1
karena modus
operandinya yang halus (tidak kasat mata), ketidakjelasan korban dan pelakunya 1 Lihat pernyataan Hazel Croall sebagaimana yang dikutip oleh Hakastuti Harkrisnowo pada ceramah “Tindak Pidana oleh Korporasi: suatu Tinjauan Yuridis dan Krimonologis di program pasca sarjana Program studi Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara di Medan, 11 Juni 2000”. Menyatakan bahwa karakteristik yang umumnya melekat pada white collar crime adalah: Tindak Kasat mata (low visibility); sangat kompleks (complexcity); Ketidakjelasan pertanggungjawaban pidana (diffusion of responbility); Ketidakjelasan korban (diffusion of victims); Aturan hukum yang samar atau tidak jelas ( ambiguous criminal law); Sulit dideteksi dan dituntut (weak detection and prosecution).
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
merupakan orang berdasi yang kemungkinan mempunyai tingkat ekonomi menengah keatas. Hal ini sesuai dengan konsepsi “white collar crime”, sebagaimana yang dirumuskan oleh E. H. Sutherland yang dikutip oleh Setiyono, ia menyatakan bahwa white collar crime sebagai kejahatan yang dilakukan oleh orang-orang yang memiliki kedudukan sosial tinggi dan terhormat dalam pekerjaannya. 2 Tingkat kebutuhan masyarakat terhadap asuransi pada saat ini sangat tinggi. Pada era globalisasi seperti sekarang ini banyak terjadi perkembangan di berbagai aspek kehidupan, yaitu dari segala segi; ekonomi, teknologi, komunikasi, pendidikan, politik, sosial dan budaya. Perkembangan tersebut terjadi karena semakin banyaknya kebutuhan manusia di dunia seiring dengan bertambahnya populasi di dunia. Sudah pasti setiap negara akan menncukupi segala kebutuhan masyarakatnya, baik pangan maupun teknologi yang diperlukan masyarakatnya. Dengan jalan saling berhubungan dengan negara-negara lain dengan melakukan perjanjian international. Dalam ruang lingkup yang lebih sempit lagi yakni dalam ruang kehidupan nasional,dimana terjadi adanya peristwa hukum dalam manjalin hubungan manusia dengan manusia lainnya, atau manusia dengan Negara. Dengan begitu sudah jelas terjadinya suatu peristiwa hukum dalam hal perbuatan hukum di dalam suatu Negara tersebut. Peristiwa hukum yang dimaksud dapat diartikan sebagai suatu perjanjian. Setiap perjanjian harus mempunyai jaminan dalam perwjudan hak dan kewajiban para pihaknya. Oleh karena itu asuransi berperan sebagai bentuk penjaminan atau pertanggungan terhadap ancaman bahaya yang
2 Setiyono (2005), Kejahatan Korporasi, Analisis Viktimologi dan Pertanggungjawaban Korporasi Dalam Hukum Pidana Indonesia, , Bab 3, hlm. 46
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
menimbulkan kerugian. Dalam hal perjanjian merupakan syarat mutlak terjadinya peristiwa hukum. Banyaknya perjanjian asuransi yang terjadi di berbagai kalangan masyarakat tersebut bertujuan untuk mendapatkan perlindungan terhadap kepentingan yang merupakan objek dari asuransi. Atas dasar kepentingan inilah banyak timbul adanya kerugian dengan adanya penipuan. Contohnya seorang pemborong dengan tipu muslihat membujuk seseorang lainnya untuk membuat suatu perjanjian asuransi jaminan pembayaran dalam hal pembelian aspal. Namun dalam jatuh tempo pembayaran si pemborong tersebut belum juga melunasi hutangnya kepada perusahaan yang megadakan perjanjian bersamanya dalam hal pembelian aspal tersebut (disebut sebagai pihak ketiga), sehingga penanggung yang tidak merasa pernah membuat perjanjian asuransi tersebut merasa dirugikan, karena dituntut oleh pihak yang telah ditipu sebelumnya oleh si pemborong tersebut. Dengan kata lain perjanjian asuransi palsu yang dibuat oleh si pemborong tersebut hanyalah untuk menguntungkan dirinya sendiri. 3 Upaya untuk mencegah terjadinya peristiwa pidana dalam asuransi, maka diperlukan pengetahuan yang jelas mengenai asuransi, pengaturannya serta pertanggungjawaban dalam asuransi tersebut. Lebih mendalam lagi penulis mengajak para pembaca untuk mengetahui bagaimana perihal bentuk-bentuk asuransi. Bentuk-bentuk asuransi dapat terbagi dalam beberapa jenis yaitu asuransi kerugian, asuransi jiwa, dan asuransi sosial. Setiap bentuk asuransi ini mempunyai perannya masing-masing dalam menghindari timbulnya kerugian.
3
Kasus Putusan No. 3861/Pid. B/2007/PN.Mdn.
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
Kebutuhan terhadap asuransi yang sangat tinggi dalam masyarakat banyak dijumpai perbuatan curang (melawan hukum) dalam perjanjian asuransi. Perbuatan-perbuatan tersebut telah memenuhi delik perbuatan pidana. Adapun yang menjadi cakupan tindak pidana di bidang asuransi yaitu meliputi tindak pidana asuransi gelap, tindak pidana penggelapan kekayaan perusahaan asuransi, tindak pidana pemalsuan dokumen asuransi, tindak pidana penggelapan premi asuransi dan tindak pidana penipuan asuransi. Tindak-tindak pidana tersebut merupakan beberapa tindak tertentu yang terdapat dalam KUHP (Kitab UndangUndang Hukum Pidana), hanya saja objeknya bersifat khusus, yaitu hal-hal yang berhubungan dengan usaha perasuransian, karena itu lahirlah suatu Undangundang No. 2 Tahun 1992 tentang usaha perasuransian. Ditambahkannya hal-hal terkait dengan usaha perasuransian seperti premi asuransi, kekayaan perusahaan asuransi dan dokumen perusahaan asuransi merupakan hal-hal khusus yang ditambahkan pada tindak pidana umum seperti penggelapan, penipuan, ataupun pemalsuan yang terdapat dalam KUHP. Hal ini berarti undang-undang asuransi selain memuat Hukum Pidana Administratif juga merupakan sebagai Hukum Pidana Khusus. 4 Banyak kasus yang terjadi dalam perjanjian asuransi timbul suatu kerugian karena salah satu pihak melakukan tindak pidana penipuan. Penipuan ini identik dengan dengan usaha pemalsuan dokumen palsu sehingga dapat membuat orang percaya dan akhirnya dirugikan, dengan menyesatkan, tipu muslihat, kepada pihak yang bersangkutan. Hal ini seringkali dijumpai dalam perjanjian asuransi. Penipuan di bidang asuransi ini dimuat dalam 2 pasal, yaitu: 381 dan 382 KUHP.
4 Chairul Huda dan Lukman Hakim (2006), Tindak Pidana Dalam Bisnis Asuransi, jakarta, Lembaga Pemberdayaan Hukum Indonesia, , hal. 52.
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
Banyaknya terjadi pelanggaran yang menimbulkan kerugian maka diperlukan suatu pengaturan mengenai asuransi. Oleh karena itu pemerintah dalam mengahadapi berbagai tindak pidana di bidang asuransi telah melakukan berbagai usaha. Upaya penanggulangan terjadinya tindak pidana di bidang asuransi ini sudah banyak dilakukan, dapat dilihat dari adanya Undang-undang yang berlaku diluar KUHP mengenai hal tersebut. Hal ini dapat dilihat dalam pengaturannya
usaha perasuransian diatur juga dalam Kitab Undang-undang
Hukum Dagang (KUHD) dan Undang-Undang No. 2 Tahun 1992 Tentang usaha perasuransian. KUHD mengutamakan pengaturan asuransi dari segi keperdataan, dan Undang-undang No. 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian Lembaran Negara No. 2 Tahun 1992 tanggal 11 Pebruari 1992 mengutamakan pengaturan asuransi dari segi bisnis dan public administrative, yang jika dilanggar mengakibatkan pengenaan sanksi pidana dan administrasi. Pengaturan dari segi bisnis artinya menjalankan usaha perasuransian harus sesuai dengan aturan perasuransian dan perusahaan yang berlaku. Sedangkan dari segi public administrative artinya kepentingan masyarakat dan Negara tidak boleh dirugikan. Jika hal ini dilanggar, maka pelanggaran tersebut diancam dengan sanksi pidana dan sanksi administratif menurut Undang-Undang Perasuransian. Pelaksanaan UU No. 2 Tahun 1992 diatur dengan Peraturan Pemerintah No. 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian Lembaran Negara No. 120 Tahun 1992. 5 Kebutuhan yang besar terhadap asuransi memerlukan pengetahuan yang luas tentang asuransi, bukan saja pengertian, bentuk-bentuk, para pihak asuransi
5
Prof. Abulkadir Muhammad (2006), Hukum Asuransi Indonesia, Cetakan keempat, hlm. 19
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
semata,
akan
tetapi
diperlukan
pengetahuan
tentang
pengaturan
dan
pertanggungjawaban dalam asuransi oleh semua pihak yang terlibat dalam perjanjian asuransi. Hal ini penting untuk menghindari terjadinya tindak-tindak pidana yang merugikan para pihak yang terkait dalam bidang asuransi.
B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut maka yang menjadi judul dalam skripsi ini adalah “Tindak Pidana Penipuan di bidang Asuransi Studi kasus No. 3861/Pid. B/2007/PN.Mdn). Adapun yang menjadi rumusan masalah yaitu: 1. Bagaimanakah pengaturan tindak pidana penipuan di bidang asuransi ? 2. Bagaimanakah pertanggungjawaban pidana terhadap tindak pidana penipuan di bidang asuransi (Studi kasus No. 3861/Pid. B/2007/PN.Mdn)?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan Adapun tujuan yang akan dicapai dalam penulisan ini adalah sebagai berikut : 1. Mengetahui peraturan-peraturan di bidang asuransi terkait tindak pidana penipuan di bidang asuransi, 2. Mengetahui pertanggungjawaban pelaku dalam tindak pidana penipuan di bidang asuransi, analisa terhadap putusan PN Medan No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. Mdn.
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
Selain tujuan-tujuan tersebut di atas, penulisan skripsi ini juga diharapkan bermanfaat untuk berbagai hal diantaranya : 1. Manfaat teoritis Skripsi ini diharapkan bermanfaat untuk memberikan sumbangan pemikiran mengenai pengaturan di bidang asuransi, 2. Manfaat praktis Skripsi ini diharapkan bermanfaat untuk memberikan pengetahuan kepada aparat penegak hukum mengenai aturan tentang tindak pidana di bidang asuransi dan para pihak yang berangkutan terhadap tindak pidana penipuan di bidang asuransi.
D. Keaslian penulisan Sepanjang pengetahuan penulis, di fakultas hukum Universitas Sumatera Utara sudah ada skripsi yang berkenaan dengan asuransi, yaitu skripsi tahun 2007 dengan judul “Fungionaliasi Hukum Pidana Terhadap Tindak Pidana di Bidang Asuransi (Studi kasus No. 4259/Pid. B/2007/PN. Mdn) yang ditulis oleh Rise Karmilia, dengan permasalahan : 1. Bagaimanakah pengaturan tindak pidana di bidang asuransi dalam hukum positif Indonesia ? 2. Bagaimanakah fungionalisai hukum pidana terhadap kasus tindak pidana pemalsuan dokumen asuransi di kota Medan (Putusan No. 4259/Pid. B/2007/PN. Mdn) ? 3. Faktor-faktor apa saja yang menjadi penghambat dalam penanganan tindak pidana di bidang asuransi dan upaya-upaya apa saja yang dapat dilakukan
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
sebagai solusi dalam mengfungsikan hukum pidana dalam penanganan tindak pidana di bidang asuransi di kota Medan (Putusan No. 4259 / 2007 / Pid. B / PN. Mdn) ? Sedangkan yang ditulis saat ini dengan judul “Tindak Pidana Penipuan di Bidang Asuransi”, dengan permasalahan ebagai berikut : 1. Bagaimanakah pengaturan tindak pidana penipuan di bidang asuransi dalam hukum positif Indonesia ? 2. Bagaimanakah pertanggungjawaban pidana terhadap tindak pidana penipuan di bidang asuransi (Studi kasus No. 3861/Pid. B/2007/PN.Mdn)? Berdasar uraian terebut maka skripsi dengan judul “Tindak Pidana Penipuan di Bidang Asuransi (Studi kasus No. 3861/Pid. B/2007/PN.Mdn)” ini tidak ada persamaan dengan skripsi berjudul “Fungsionaliasi Hukum Pidana Terhadap Tindak Pidana di Bidang Asuransi”, dengan demikian bahwa skripsi ini adalah asli dan penulis bertanggungjawab penuh.
E. Tinjauan kepustakaan 1. Tindak Pidana Istilah tindak pidana berasal dari istilah yang dikenal dalam hukum pidana Belanda yaitu strafbaar feit, tetapi tidak ada penjelasan resmi tentang apa yang dimaksud dengan straafbaar feit. Karena itu para ahli hukum berusaha untuk memberikan arti dan isi dari istilah itu.
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
Istilah
tindak
pidana/peristiwa
pidana/perbuatan
pidana/perbuatan-
perbuatan yang dapat dihukum/strafbaar feit mempunyai arti yang sama, seperti dikemukakan oleh beberapa sarjana berikut ini : 6 a. Muljatno, menganggap lebih tepat menggunakan istilah perbuatan pidana, beliau berpendapat bahwa perbuatan adalah keadaan yang dibuat oleh seseorang atau barang sesuatu yang dilakukan, dan perbuatan ini menunjuk kepada akibatnya maupun yang menimbulkan akibat, b. Mezger menyatakan tindak pidana adalah keseluruhan syarat untuk adanya pidana, c. J. Bauman menyatakan tindak pidana adalah perbuatan yang memenuhi rumusan delik, bersifat melawan hukum dan dilakukan dengan kesalahan, d. Karm menyatakan perbuatan pidana melalui delik yang mengandung perbuatan perlawanan hak, yang dilakukan dengan salah dosa, oleh orang yang sempurna akal budinya dan kepada siapa perbuatan patut dipertanggungkan, e. Wirjono Prodjodikoro menyatakan tindak pidana berarti suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan sanksi, f. W. P. J. Pompe menyatakan bahwa menurut hukum positif strafbaar feit adalah tidak lain dari pada feit yang diancam pidana dalam ketentuan undang-undang, di dalam teori beliau menyatakan bahwa strafbaar feit itu adalah perbuatan yang bersifat melawan hukum, dilakukan dengan kesalahan dan diancam pidana. Pengertian istilah strafbaar feit, diberikan para ahli karena tidak ada penjelasan resmi tentang apa yang dimaksud dengan strafbaar feit itu sendiri. Dalam hal penjatuhan hukuman pidana, syarat utamanya adalah perbuatan (manusia) yang memenuhi rumusan delik dalam undang-undang. Hal ini adalah konsekwensi dari asas legalitas. Rumusan delik ini penting, artinya sebagai prinsip kepastian undang-undang pidana sifatnya harus pasti, di dalamnya harus dapat diketahui dengan pasti apa yang dilarang atau apa yang diperintahkan. Tindak pidana strafbaar feit mempunyai unsur-unsur dalam penjatuhan tindak pidana. Pandangan tentang unsur-unsur tindak pidana dapat dibagi menjadi dua aliran, yaitu aliran monistis dan aliran dualistis.
6
Sudarto (1990), Hukum Pidana I. Semarang : Yayasan Sudarto, hal. 41-43.
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
a. Aliran monistis dianut oleh beberapa sarjana yang mengemukakan unsurunsur tindak pidana yaitu sebagai berikut: 1) Simons Unsur-unsur tindak pidana menurut Simon adalah sebagai berikut : 7 a) Perbuatan manusia (poitif dan negatif; berbuat atau tidak berbuat atau membiarkan); b) Diancam dengan pidana (strafbaar gesteld); c) Melwan hukum (onrechtmatig); d) Dilakukan dengan kesalahan (nut chuld in irerband staaud); e) Oleh orang yang mampu bertanggungjawab (torekeningstrafbaar peroon). 2) Van Hamel Unsur-unsur tindak pidana menurut Van Hamel adalah sebagai berikut: a) Perbuatan manusia yang dirimuskan dalam undang-undang; b) Melawan hukum; c) Dilakukan dengan kesalahan; d) Patut dipidana. 3) L. Mezger Unsur-unsur tindak pidana menurut L. Mezger adalah sebagai berikut : a) Perbuatan dalam arti luas (aktif atau membiarkan); b) Sifat melawan hukum (baik yang bersifat objektif ataupun subjektif); c) Dapat dipertanggungjawabkan kepada seseorang. b. Selain aliran monistis diatas, dikenal juga bebrapa sarjana yang menganut aliran dualistis diantaranya dianut oleh: 1) Moeljatno
7
Ibid
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
Unsur-unsur tindak pidana menurut Moeljatno adalah sebagai berikut : a) Perbuatan manusia; b) Yang memenuhi rumusan dalam undang-undang (merupakan syarat formil); c) Bersifat melawan hukum. 2) H. B. Vos Unsur-unsur tindak pidana menurut H. B. Vos adalah : a) Kelakuan manusia; b) Diancam pidana dalam undang-undang. R. Tresna menyatakan sangat sulit untuk merumuskan atau memberi definisi yang tepat perihal pidana, namun juga menarik suatu definisi yang menyatakan bahwa peristiwa pidana adalah sesuatu perbuatan atau rangkaian perbuatan manusia, yang bertentangan dengan undang-undang atau peraturan Perundang-undangan lainnya, terhadap perbuatan mana diadakan tindakan penghukuman. Tampak dalam rumusan itu tidak memasukkan unsur/anasir yang berkaitan dengan pelakunya. Selanjutnya beliau menyatakan bahwa dalam peristiwa pidana itu mempunyai syarat-syarat, yaitu : a) Harus ada perbuatan manusia, b) Perbuatan itu harus sesuai dengan apa yang dilukiskan dalam ketentuan undang-undang, c) Harus terbukti adanya “dosa” pada orang yang berbuat, yaitu orangnya harus dapat dipertanggungjawabkan, d) Perbuatan tersebut harus berlawanan dengan hukum, e) Terhadap perbuatan itu teredia ancaman dengan hukum.
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
Dengan melihat syarat-syarat peristiwa pidana tersebut di atas yang dirumuskan oleh R. Tresna, dalam syarat-syarat mana ternyata syarat yang telah mengenai diri si pelaku, seperti pada syarat ke-3, yang tampak dengan jelas bahwa syarat itu telah dihubungkan dengan adanya orang yang berbuat melanggar larangan (peristiwa pidana) tersebut, yang sesungguhnya berupa syarat untuk dipidananya bagi orang yang melakukan perbuatan itu bukan syarat peristiwa pidana, kemampuan bertanggungjawab melekat pada orangnya dan tidak pada perbuatannya, yang sebenarnya dari sudut pengertian abstrak yang artinya memandang
tindak
pidana
tanpa
menghubungkannya
dengan
(adanya)
pembuatnya, atau dapat dipidana pembuatnya.
2. Tindak Pidana Penipuan di Bidang Asuransi Kejahatan penipuan (bedrog) dimuat dalam Bab XXV Buku II KUHP; dari pasal 378 s/d pasal 395. title asli bab ini adalah bedrog yang oleh banyak ahli diterjemahkan sebagai penipuan. Perkataan Penipuan mempunyai dua pengertian, yaitu : 8 a.
Penipuan dalam arti luas, yaitu semua kejahatan yang dirumuskan dalam Bab XXV KUHP.
b.
Penipuan dalam arti sempit, ialah bentuk penipuan yang dirumuskan dalam pasal 378 (bentuk pokoknya) dan 379 (bentuk khusunya), atau yang biasa disebut dengan oplichting.
Dalam pasal 378 KUHP menyebutkan bahwa :
8
Adami Chazawi (2003), Kejahatan Terhadap Harta Benda, Malang: Bayumedia, hal.115.
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
“Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu; dengan tipu muslihat ataupun dengan rangkaian kebohongan menggerakkan orang lain untuk menyerahkan sesuatu benda kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama 4 tahun.” Kejahatan ini dinamakan penipuan karena mengandung unsur-unsur : a. Membujuk orang supaya memberikan barang, membuat hutang atau menghapuskan piutang; hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak. b.
Menggunakan nama palsu atau keadaan palsu atau akal cerdik (tipu muslihat) dengan menggunakan kata-kata bohong Sedangkan kejahatan penipuan dalam bidang asuransi dimuat dalam 2
pasal, yaitu: 381 dan 382 KUHP, yaitu : 9 a. Penipuan dalam bidang asuransi yang pertama pasal 381 merumuskan sebagai berikut: Pasal 381 KUHP menyebutkan : “Barang siapa dengan jalan tipu muslihat menyesatkan penanggung asuransi mengenai keadaan yang berhubungan dengan pertanggungan, sehingga disetujui perjanjian, hal mana tentu tidak akan disetujuinya atau setidak-tidaknya
tidak
dengan
syarat-syarat
yang
demikian,
jika
diketahuinya keadaan-keadaan sebenarnya, diancam dengan pidana penjara paling lama 1 tahun 4 bulan.”
9
Ibid, hal 150-154.
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
Rumusan kejahatan tersebut diatas, terdiri dari unsur-unsur sebagai berikut: 1. perbuatan; menyesatkan, 2. caranya; dengan tipu muslihat, 3. pada penanggung asuransi, 4. mengenai keadaan-keadaan yang berhubungan dengan pertanggungan itu, 5. sehingga menyetujui perjanjian, 6. perjanjian mana; (a) tidak akan dibuat, dan atau (b) setidak-tidaknya tidak dengan syarat yang demikian, apabila keadaan-keadaan yang sebenarnya diketahui. Ketentuan pasal 381 KUHP ini semata-mata ditujukan bagi perlindungan kepentingan hukum penanggung dari perbuatan-perbuatan tertanggung yang tidak jujur. b. Penipuan dalam bidang asuransi yang kedua Kejahatan penipuan yang juga menyangkut asuransi adalah sebagaimana yang diatur dalam pasal 382 KUHP, yang rumusannya adalah: “Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atas kerugian penanggung asuransi atau pemegang surat bodemerij yang sah, menimbulkan kebakaran atau ledakan pada suatu
benda
yang
dipertanggungkan
terhadap
bahaya
kebakaran;
atau
mengaramkan, mendamparkan, menghancurkan, merusakkan, atau membikin tidak dapat dipakai, kapal yang dipertanggungkan, atau yang muatannya maupun upah yang diterima unsur pengangkutan muatannya yang dipertanggungkan,
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
ataupun yang atasnya telah diterima uang bodemerij, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun”. Jadi unsur-unsur dari pasal 382 KUHP tersebut adalah : 1. Unsur-unsur objektif, berupa : a) Perbuatan : 1) menimbulkan kebakaran, 2) menimbulkan ledakan, 3) mengaramkan, 4) mendamparkan, 5) mengahncurkan, 6) merusakkan, dan 7) membikin tidak dapat dipakai. b)
Menimbulkan kerugian bagi penanggung, atau pemegang surat
bodemerij. c) Objeknya : 1) benda yang dipertanggungkan terhadap bahaya kebakaran, 2) (a) kapal yang dipertanggungkan (b) kapal yang muatannya dipertanggungkan (c) kapal yang upah untuk pengangkutan muatannya yang
dipertanggungkan, dan
(d) kapal sub a, b, c tersebut yang atasnya telah diterima uang bodemerij. 2. Unsur subjektif: a) maksud untuk menguntungkan: 1) diri sendiri, atau
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
2) orang lain; b) dengan melawan hukum.
3. Istilah dan Definisi Asuransi Perasuransian adalah istilah hukum (legal tern) yang dipakai dalam perundang-undangan dan Perusahaan Perasuransian. Istilah perasuransian berasal dari kata “asuransi” yang berarti pertanggungan atau perlindungan atas suatu objek dari ancaman bahaya yang menimbulkan kerugian. Apabila kata “asuransi” diberi imbuhan per-an, maka muncullah istilah hukum “perasuransian”, yang berarti segala usaha yang berkenan dengan asuransi. Usaha yang berkenan dengan asuransi ada 2 (dua) jenis, yaitu : 10 1. Usaha di bidang kegiatan asuransi disebut usaha asuransi (Insurance business). Perusahaan yang menjalankan usaha asuransi disebut Perusahaan Perasuransian (Insurance company). 2. Usaha di bidang kegiatan penunjang usaha asuransi disebut usaha penunjang usaha asuransi (complementary insurance business). Perusahaan yang menjalankan usaha penunjang usaha asuransi disebut Perusahaan Penunjang Asuransi (complementary insurance company) Dalam pengertian “perasuransian” selalu meliputi 2 (dua) jenis kegiatan usaha, yaitu usaha asuransi dan usaha penunjang usaha asuransi. Perusahaan Perasuransian selalu meliputi Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Penunjang Asuransi. Perusahaan Asuransi adalah jenis perusahaan yang menjalankan usaha asuransi. Usaha Asuransi adalah usaha jasa keuangan yang dengan menghimpun dana masyarakat melalaui pengumpulan premi asuransi memberikan perlindungan kepada anggota masyarakat pemakai jasa asuransi terhadap kemungkinan timbulnya kerugian karena suatu peristiwa yang tidak pasti atau terhadap hidup
10
Prof. Abdulkadir Muhammad, S.H., Op-Cit, hal. 5-7
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
atau meninggalnya seseorang (pasal 2 huruf (a) Undang-Undang Nomor 2 tahun 1992). Perusahaan
Penunjang
Asuransi
adalah
jenis
perusahaan
yang
menjalankan usaha penunjang usaha asuransi. Dalam Pasal 2 huruf (b) Undangundang No. 2 Tahun 1992 dinyatakan bahwa usaha penunjang usaha asuransi adalah usaha yang menyelenggarakan jasa keperantaraan, jasa penilaian kerugian asuransi, dan jasa aktuaria. Sedangkan Istilah aslinya “pertanggungan (penjaminan)” dalam bahasa Belanda adalah verzekering atau assurantie. Prof. R. Sukardono Guru Besar Hukum
Dagang
menerjemahkannya
dengan
“pertanggungan”.
Istilah
pertanggungan ini umum dipakai dalam literatur hukum dan kurikulum perguruan tinggi hukum di Indonesia. Istilah asuransi adalah serapan dari istilah assurantie (Belanda), assurance (Inggris) banyak dipakai dalam praktik dunia usaha (business). Akan tetapi kenyataan sekarang kedua istilah pertanggungan dan asuransi dipakai, baik dalam kegiatan bisnis maupun pendidikan hukum di perguruan tinggi hukum sebagai sinonim. 11 Berbeda dengan Prof. R. Sukardono, Prof. Wirjono Prodjodikoro Guru besar Hukum Perdata, mantan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia menggunakan istilah asuransi sebagai serapan dari assurantie (Belanda), penjamin untuk penanggung, dan terjamin untuk tertanggung. Walupun istilah ini mempunyai kesamaan pengertian, istilah penjamin dan terjamin lebih tepat dipakai pada hukum perdata mengenai perjanjian penjaminan (garantie, borgtocht, hoofdelijkhei). Oleh karena itu, perlu dibedakan antara istilah hukum
11
Ibid
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
yang dipakai pada perjanjian khusus dalam lingkup hukum dagang dan istilah hukum yang dipakai pada perjanjian khusus dalam lingkup hukum perdata. Namun dalam lingkup pidana asuransi merupakan perikatan antara penanggung dengan tertanggung dengan adanya perjanjian asuransi yang telah dbuat oleh kedua pihak tersebut. Setelah memenuhi unsur-unsur pidana dalam asuransi seperti menyesatkan, tipu muslihat dan keadaan yang tidak sebenarnya, maka lingkup asuransi dalam pidana dapat terpenuhi. Pemakaian istilah “pertanggungan” dalam perasuransian merupakan suatu dasar dalam pengertian asuransi tersebut, agar dapat diketahui beberapa hal yang harus diketahui dalam asuransi, yaitu : a. Subjek dan objek dalam asuransi Subjek asuransi adalah pihak-pihak dalam asuransi, yaitu penanggung dan tertanggung yang mengadakan perjanjian asuransi. Penanggung dan tertanggung adalah pendukung hak dan kewajiban. Penangung wajib memikul risiko yang dialihkan kepadanya, dan berhak memperoleh pembayaran premi, sedangkan tertanggung wajib membayar premi dan berhak memperoleh penggantian jika timbul kerugian atas harta miliknya yang diauransikan. Setiap
perjanjian
selalu
harus
ada
yang
menjadi
pihak
yang
berkepentingan yang menjadi pendukung hak dan kewajiban dari perjanjian tersebut, yang biasanya disebut subjek hukum. Di dalam setiap persetujuan/perjanjian, selalu ada dua macam subjek hukumnya, yaitu: disatu pihak adalah yang mendapat beban kewajiban untuk sesuatu, dan dilain pihak adalah yang mendapat hak dari/atas pelaksanaan kewajiban itu.
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
Dalam suatu perjanjian seperti asuransi yang merupakan persetujuan timbal balik, satu pihak tidaklah selalu menjadi pihak yang berhak, melainkan dalam sudut lain mempunyai beban kewajiban juga terhadap pihak lain. Dalam perjanjian asuransi secara juridis (pasal 246 KUHD) 12 disebut dengan nyata, si penanggung dan si tertanggung sebagai pihak-pihak yang bersangkutan, sebagai subjek hukumnya. a. Tertanggung Dapat juga disebut sebagai terjamin (verzekerde) adalah manusia dan badan hukum, sebagai pihak yang berhak dan berkewajiban dalam perjanjian asuransi, dengan membayar premi. Tertanggung ini dapat berupa: 1. Dirinya sendiri, seseorang yang mempertanggungkan untuk dirinya sendiri. 2. Seorang ketiga harus disebut dalam polis. Tentang hal ini, pasal 267 KUHD 13 menyatakan, apabila dalam polis tidak disebutkan bahwa asuransi itu diadakan untuk kepentingan orang ketiga, maka asuransi harus dianggap diadakan oleh si tertanggung untuk dirinya sendiri. 3. Dengan perantaraan seorang makelar, tetapi makelar tersebut, sebagai kuasa tidak terikat oleh perjanjian asuransi, asal saja tidak melampaui batas kuasanya. Dalam praktek, hampir semua asuransi diadakan 12
Pasal 246 KUHD menyebutkan Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tertentu. 13 Apabila didalam polis tidak disebutkan bahwa pertanggungan tiu telah dilakukan atas tanggungan seorang ketiga, maka dianggaplah bahwa si tertanggung telah membuat pertanggungan tersebut untuk dirinya sendiri. Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
dengan bantuan seorang perantara, biasanya seorang agen dari suatu perusahaan asuransi, yaitu seorang yang ada hubungan tetap dengan perusahaan asuransi tersebut. Jadi ia selaku pihak tertanggung mengadakan perjanjian asuransi dengan dirinya sendiri selaku penanggung. Tertanggung berhak : 1. menerima polis, 2. menerima ganti kerugian apabila terjadi evenement/onzeker voorvaal, 3. hak-hak lain sebagai imbalan dari kewajiban pihak penanggung. Dan berkewajiban untuk : 1. membayar premi asuransinya, 2. memberitahu keadaan yang sebenarnya mengenai objek asuransi, 3. mencegah agar kerugian dapat dibatasi, 4. kewajiban khusus yang mungkin disebut dalam polis. Dalam pengaturan terhadap kejahatan pidana penipuan yang dapat dilakukan tertanggung (diatur dalam pasal 381 KUHP), yaitu mengenai perbuatan menyesatkan yang ditujukan kepada orang (dalam hal ini penanggung) dari perbuatan yang dapat menimbulkan kesan yang lain dari keadaan yang sebenarnya.
Dalam
artian
disini
tertanggung
melakukan
perbuatan
membujuk/menyesatkan penanggung dengan tipu muslihat (pasal 378 KUHP) untuk membuat suatu perjanjian asuransi yang lain dari keadaan sebenarnya. Pengertian perjanjian asuransi diatur dalam pasal 246 KUHD, di mana perjanjian ini dibuat tidak semata-mata untuk menderita kerugian bagi penanggung, karena membuat perjanjian itu adalah untuk mendapat keuntungan
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
dan menghindari kerugian sekecil mungkin adanya resiko itu. Oleh karenanya, dalam hal ini tertanggung yang tidak jujur dapat melakukan tipu muslihat menyesatkan dan memperdaya penanggung dalam hal membuat perjanjian itu, yang apabila tanpa menggunakan upaya-upaya yang tidak jujur penanggung tidak akan mengadakan perjanjian itu. 14 Dengan kata lain tertanggung sejak awal sudah berniat menipu penanggung dengan membuat perjanjian yang tidak disepakatinya dalam perjanjian asuransi tersebut. b. Penanggung Dapat juga disebut penjamin (verzekeraar) adalah mereka yang dengan mendapat premi, berjanji akan mengganti kerugian, atau membayar sejumlah uang yang telah disetujui, jika terjadi peristiwa yang tidak dapat diduga sebelumnya, yang mengakibatkan kerugian bagi pihak tertanggung. Dan biasanya menjadi penanggung adalah suatu badan usaha yang memperhitungkan untung rugi didalam tindakan-tindakannya. Yang kini terdapat dalam praktek, badan usaha/perusahaan asuransi yang bertindak sebagai penanggung adalah berbentuk : 1. Perseroan Terbatas 2. Perkumpulan Asuransi Tanggung Menanggung (gotong-royong) 3. Perusahaan Negara Jadi disini ternyata, bahwa di Indonesia tidak mungkin orang perseorangan yang menjadi penanggung di dalam perjanjian asuransi. Penanggung berhak : 1. menerima premi asuransi,
14
Adami Chazawi (2003), Lot-Cit, hal. 151
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
2. menerima pemberitahuan dari tertanggung, 3. hak-hak lain sebagai imbalan dari kewajiban pihak tertanggung. Dan berkewajiban untuk : 1. memberikan polis kepada tertanggung, 2. mengganti kerugian atau memberi sejumlah uang yang telah disepakati bersama, 3. melaksanakan premi – restorno pada tertanggung yang beritkad baik, berhubung penanggung untuk seluruhnya atau sebagian tidak menangguing risiko lagi, dan asuransinya gugur atau batal seluruhnya atau sebagian. Penanggung asuransi merupakan pihak yang mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya suatu kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tentu. Dalam hal ini penanggung yang dapat berupa perseroan asuransi memberikan polis kepada tertanggung dengan menrima premi dari tertanggung tersebut. Dalam kasus kejahatan penipuan yang kerap kali terjadi dalam perjanjian asuransi diderita oleh penanggung. Dengan dipenuhi unsur menyesatkan dalam pasal 381 KUHP yang dilakukan oleh tertanggung, sebagai pihak korban penipuan di sini adalah penanggung. Perjanjian yang dibuat penanggung dengan tertanggung telah mengikatkan dirinya kepada tertanggung. Dengan begitu keadaan sebenarnya perjanjian yang telah disepakati sebelumnya dapat dilanggar sehingga menimbulkan kerugian kepada pihak penanggung.
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
Ketentuan pasal 381 KUHP ini semata-mata ditujukan bagi perlindungan kepentingan hukum penanggung dari perbuatan-perbuatan tertanggung yang tidak jujur. Setelah diuraikan tentang subjek asuransi, sekarang beralih kepada objeknya. Objek asuransi adalah objek yang dipertanggungkan; pokok pertanggungan. Oleh pasal 268 KUHD dikatakan : “Suatu pertanggungan dapat mengenai segala kepentingan yang dapat dinilai dengan uang, dapat diancam oleh sesuatu bahaya, dan tidak dikecualikan oleh undang-undang”. Jelaslah bahwa objek dari asuransi itu adalah kepentingan seseorang, yang melekat pada benda yang diasuransikan. Prof. Dr. Wirjono, S.H., berpendapat behwa objek asuransi oleh pasal 268 KUHD adalah cocok dengan perumusannya tentang objek suatu perjanjian pada umumnya, yaitu suatu kekayaan harta benda atau sebagian dari kekayaan harta benda seseorang. Sedangkan
menurut
undnag-undang
No.
2/1992
tentang
usaha
perasuransian, disebutkan pengertian objek asuransi pada pasal 1 angka 2 yaitu : Objek asuransi adalah benda dan jasa, jiwa dan raga kesehatan manusia, tanggung jawab hukum, serta semua kepentingan lainnya yang dapat hilang, rusak, dan/atau berkurang nilainya. Kiranya sudah jelas bahwa objek asuransi adalah kepentingan, seperti yang disebutkan di dalam pasal 268 KUHD. Lalu apa yang dimaksud kepentingan ? Nolts Trenite mengemukakan perumusan, antara lain :
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
a. Kepentingan adalah semua yang penting bagi seseorang. b. Kepentingan adalah kerugian yang dapat diderita oleh tertanggung karena suatu atau malapetaka. c. Kepentingan yang dapat dipertanggungkan adalah kepentingan yang dimiliki oleh tertanggung terhadap terjadinya bahaya-bahaya tertentu. Kemudian sejak Molengraaf mengeluarkan artikelnya dalam rechts geleerd Magazin tahun 1802, maka sejak itulah telah dimiliki patokan yang pasti bahwa: Kepentingan adalah selalu bagian kekayaan dari si tertanggung, yang akan mengalami kerugian apabila peristiwa terjadi. Kerugian itu adalah selalu kerugian kekayaan; berkurangnya atau tidak bertambahnya kekayaan, sebagai akibat terjadinya suatu kejadian yang belum pasti, yang harus diganti. 15 Dalam setiap asuransi, kepentingan itu harus ada. Jika benda yang diasuransikan hilang atau rusak, tertanggung yang berkepentingan akan mendapat ganti kerugian dari penanggung, walaupun hanya sampai pada jumlah nialinya, yaitu nilai dari kepentingan tertanggung. Sebaliknya, jika tidak ada kepentingan atas benda yang diasuransikan, pada saat diadakannya perjanjian asuransi, penaggung tidak diwajibkan untuk membayar ganti kerugian (pasal 250 KUHD). Akhirnya dapat disimpulkan, bahwa objek asuransi yang berupa kepentingan itu, melekat pada benda asuransi (benda yang diasuransikan). Kepentingan yang melekat pada benda asuransi inilah yang dapat menjadi objek kejahatan penipuan.
b. Prinsip-prinsip dalam asuransi
15
Mashudi (1995), Hukum Asuransi, CV Mandar Maju, Bandung, hal. 124
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
Asuransi sebagai suatu perjanjian dilengkapi juga dengan beberapa prinsip. Hal ini supaya system perjanjian asuransi itu dapat dipelihara dan dipertahankan, sebab suatu norma dilengkapi dengan prinsip, cenderung untuk tidak mempunyai kekuatan mengikat. 1. Prinsip ganti rugi (indemnity) Asuransi merupakan perjanjian penggantian kerugian. Ganti rugi disini mengandung arti bahwa penggantian kerugian dari penanggung harus seimbang dengan kerugian yang sungguh-sungguh oleh tertanggung. Perjanjian asuransi bertujuan memberikan ganti rugi terhadap kerugian yang diderita oleh tertanggung yang disebabkan oleh bahaya sebagaimana ditentukan di dalam polis. Besarnya nilai ganti rugi adalah sama dengan besarnya kerugian yang diderita oleh tertanggung, tidak lebih, kecuali ditentukan lain dalam undangundang, maka suatu objek yang dipertanggungkan lagi. Bila itu dilakukan, maka perjanjian yang kedua itu terancam batal (pasal 252 KUHD). Hal ini secara implisit juga diatur oleh pasal 251 dan 253 KUHD. 16 Penanggung menyediakan penggantian kerugian untuk kerugian yang nyata diderita tertanggung, dan tidak lebih besar daripada kerugian itu. Btas tertinggi kewajiban penanggung berdasarkan prinsip ini adalah memulihkan tertanggung pada posisi ekonomi yang sama dengan posisinya sebelum terjadi kerugian. Hal ini bias berarti jumlah yang tercantum dalam polis bukanlah merupakan jumlah yang harus dibayarkan, tetapi menyatakan batas maksimum. 17 Misalnya jika sebuah mobil berharga Rp. 10 juta, diasuransikan dengan nilai Rp. 16 Agus purwanto (1994). Hukum Asuransi dan Kesehatan Perusahaan Asuransi. Yogyakarta : BPFE, hal. 72.
17
Herman Darmawi (2004), Manajemen Asuransi, Jakarta: Bumi Aksara, hal. 67..
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
20 juta maka pewrusahaan asuransi hanya membayar Rp. 10 juta terjadi kerugian total. Jika ternyata pihak tertanggung telah menerima pula ganti rugi dari pihak lain maka pihak asuransi hanya membayarsisanya, sehingga jumlahnya menjadi Rp. 10 juta. Sedangkan pada kontrak asuransi jiwa tidak didasarkan pada prinsipprinsip indemnity itu. Prinsip ini hanya berlaku dalam asuransi kerugian, tidak dalam asuransi sejumlah uang, ganti rugi tidak diseimbangkan dengan kerugian yang sungguhsungguh diderita, akan tetapi uang asuransi telah ditetapkan sebelumnya pada waktu ditutupnya perjanjian asuransi tersebut. Dalam hal modus kejahatan penipuan dapat dilihat dalam perjanjian asuransi yang tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya. Ganti kerugian yang diterima oleh tertanggung maupun yang diberikan oleh penanggung sering tidak seimbang. Kecuali dalam asuransi sejumlah uang, kerugian materil disesuaikan dengan jumlah uang yang sudah disepakati sebelumnya. Sementara itu, fungi asuransi adalah mengalihkan atau memberi risiko yang kemungkinan diderita atau dihadapi oleh tertanggung karena terjadi suatu peristiwa yang tidak pasti. Oleh karena itu besarnya ganti rugi yang diterima oleh tertanggung harus seimbang dengan kerugian yang dideritanya. 18 2. Prinsip kepentingan (insurable interest) Prinsip ini sangat erat hubungannya dengan konsep indemnity. Prinsip kepentingan atas asuransi adalah prinsip adanya kepentingan tertanggung kepada objek asuransi/benda asuransi. Jika terjadi suatu kerugian, si tertanggung benar-
18 Man Suparman Sastrawidjaja (1997), Aspek-apek Hukum Asuransi dan Surat Berharga, Bandung : Alumni, hal. 9-10.
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
benar menderita kerugian dan mempunyai kepentingan atas benda yang diasuransikan tersebut. Prinsip ini sangat erat hubungannya dengan konsep indemnity
Pada saat ditutupnya perjanjian asuransi, harus ada kepentingan, dengan akibat batalnya perjanjian seandainya tidak dipenuhi (pasal 250 KUHD). Hal ini untuk membedakan antara asuransi dengan pertaruhan dan perjudian Prinsip kepentingan adalah hak atau adanya hubungan dengan persoalan public dari perjanjian seperti menderita kerugian financial sebagai akibat terjadinya kerusakan, kerugian atau kehancuran suatu harta. Prinsip kepentingan yang dapat dipertanggungjawabkan, dimana tertangung mempunyai kepentingan atas benda yang dipertanggungjawabkan, dan benda tersebut harus legal, patut, dan adil. 19 Liability (tanggung jawab) menciptakan banyak insurable interest. Pemilik mobil atau pengendaranyua mungkin bertanggungjawab akan kerugian yang disebabkan oleh mobil tersebut. Oleh karena itu masing-masing mempunyai insurable interest.Contoh lain, pemilik bangunan mungkin memikul tanggung jawab atas tindakan kontraktor, dan kontraktor memikul tanggung jawab atas tindakan subkontraktor. Semua kerugian seperti itu bias menjadi dasar insurable interest. 20 Tanpa insurable interest maka suatu perjanjian akan merupakan perjanjian taruhan atau perjanjian perjudian dan dapat menimbulkan niat jahat untuk menyebabkan terjadinya dengan tujuan memperoleh santunan, jika insurable 19
Radiks Purba (1998), Asuransi Angkutan Laut, Jakarta : Rineka Cipta, hal. 9-10.
20
Herman Darmawi (2004), Op-Cit., hal. 69.
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
interest itu ada maka tidak mungkin mendapat keuntungan dari peristiwa tersebut. Pihak yang berkepentingan adalah pemilik suatu harta dan orang lain yang berkepentingan dengan harta itu, seperti kreditur dan pemegang surat gadai. Ketentuan yang terdapat dalam pasal 250 KUHD membedakan antara asuransi dengan permainan dan perjudian, jadi saat ditutupnya perjanjian asuransi itu harus ada kepentingan. Menurut Emmy Pangaribuan Simanjuntak bahwa hal kepentingan harus ada pada waktu ditutupnya perjanjian asuransi tidak sepantasnya dan dapat menimbulkan ketidakadilan. 21 3. Prinsip subrogasi Apabila terjadi kerugian yang menimpa tertanggung oleh pihak ketiga tersebut. Jadi prinsip ini dapat diberlakukan jika ada 2 (dua) factor : a. Apabila
tertanggung
disamping
mempunyai
hak-hak
terhadap
penanggung juga mempunyai hak-hak terhadap pihak ketiga. b. Hak-hak itu adalah karena timbulnya kerugian. 22 Subrogasi adalah penggantian kedudukan tertanggung oleh penanggung yang telah membayar ganti kerugian, dalam melaksanakan hak-hak tertanggung kepada pihak ketiga yang menyebabkankan terjadinya kerugian. Menurut Emmy Pangaribuan Simanjuntak, untuk menerapkan subrogasi itu terbatas. 23 Subrogasi mempunyai tujuan mencegah tertanggung mendapat ganti kerugian yang melebihi kerugian yang dideritanya. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa prinsip subrogasi diadakan dalam usaha mempertahankan prinip ganti rugi atau prinsip idemnitas. Di sisi lain dengan adanya prinsip
21
Chairul Huda dan Lukman Hakim, Lot-Cit, hal. 52.
22
Suparman dan Endang (1993), Hukum Asuransi, Penerbit Alumni, Bandung, hal. 61
23
Man Suparman dan Endang (2003), Hukum Asuransi (Perlindungan Tertanggung, Asuransi Deposito, Usaha Perasuransian), Bandung : Alumni, hal. 58-59. Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
subrogasi, pihak ketiga (penanggungjawab) yang menimbulkan kerugian, tidak akan bebas dari tanggungjawabnya, sebab akan dituntut oleh penanggung. Prinsip subrogasi beertujuan pula agar seseorang tidak memperoleh keuntungan dari terjadinya kerugian. Dalam hal ini pihak penanggung baru memperoleh hak subrogasinya apabila penanggung telah membayar hak subrogasinya apabila penanggung telah membayar ganti rugi, sesuai dengan kerugian yang benar-benar diderita tertanggung. 4. Prinsip saling menanggung (kontribusi) Apabila dalam suatu polis ditandatangani oleh beberapa penanggung, maka masing-masing penanggung itu menurut imbangan dari jumlah untuk mana mereka menandatangani polis, memikul hanya harga yang sebenarnya dari kerugian yang diderita oleh tertanggung. Apabila terjadi kerugian, dan salah satu penanggung telah membayar penuh kerugian yang diderita oleh si tertanggung tersebut, maka hak menuntut ganti rugi kepada penanggung lainnya jatuh kepada penanggung yang telah membayar penuh penggantian kerugian tersebut Prinsip kontribusi dipakai sebagai dasar menentukan pembagian risiko dan atau cesie kepada para pihak yang bersangkutan, termasuk pembagian beban klaim yang haru ditanggung bersama sesuai dengan saham atu pengelolaan dalam hal asuransi dan reasuransi. Prinsip kontribusi ini terjadi apabila ada asuransi berganda sebagaimana dimaksud dalam pasal 278 KUHD. 24 5. Prinsip sebab akibat (causaliteit principle)
24
Chairul Huda dan Lukman Hakim, Op-Cit, hal. 18.
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
Timbulnya kewajiban penanggung untuk mengganti kerugian tertanggung, apabila peristiwa yang menjadi sebab timbulnya kerugian itu disebutkan di dalam polis asuransi yang bersangkutan. Prinsip sebab akibat menghendaki bahwa akibat kerugian yang terjadi, semuanya oleh suatu sebab yang merupakan tanggungan penanggung. Apabila tidak, maka penanggung dibebaskan dari kewajibannya. Menentukan sebab timbulnya kerugian dalam perjanjian asuransi dapat didasarkan pada 3 pendapat, yakni : 25 a. Pendapat menurut peradilan di Inggris terutama dianut sebab dari kerugian itu adalah peristiwa yang mendahului kerugian itu secara urutan kronologis terletak terdekat kepada kerugian itu, hal ini disebut causa proxima; b. Pendapat yang kedua adalah di dalam pengertian hukum pertanggungan, sebab itu tiap-tiap peristiwa yang tidak dapat ditiadakan tanpa juga akan melenyapkan kerugian itu, dengan kata lain adalah tiap-tiap peristiwa yang dianggap sebagai condition sinequa non terhadap kerugian itu; c. Causa remote : bahwa peristiwa yang menjadi sebab dari timbulnya kerugian itu ialah peristiwa yang terjatuh. Ajaran ini merupakan lanjutan dari pemecahan suatu ajaran yang disebut sebab adeguate yang mengemukakan bahwa dipandang sebagai sebab yang menimbulkan kerugian itu ialah peristiwa yang pantas berdasarkan ukuran pengalaman harus menimbulkan kerugian itu.
25
Man Suparman dan Endang, Op-Cit, hal. 62-63
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
Berdasarkan sebab itulah timbul kerugian yang menjadi tanggungan penanggung. Tidak semua sebab dapat menjadi tanggungan kecuali kalau polis dengan klausula All Ricks yaitu polis yang menanggung semua risiko. Terdapat pengecualian yaitu apabila sebab itu terjadi kesalahan sendiri dari tertanggung. 6. Prinsip itikad baik atau prinsip kejujuran yang sempurna (utmost good faith) Unsur saling percaya antara penanggung dan tertanggung itu sangat penting dalam perjanjian asuransi. Penanggung percaya bahwa tertanggung akan memberikan segala keterangannya yang benar. Dilain pihak tertanggung juga percaya kalau terjadi peristiwa, penanggung akan membayar ganti rugi. Saling percaya ini dasarnya adalah itikad baik dan harus dilaksanakan dalam setiap perjanjian (pasal 1338 ayat (3) BW) termasuk dalam perjanjian asuransi. 26 Prinsip-prinsip di atas berlaku bagi asuransi sejumlah uang adalah hanya prinsip kepentingan yang dapat diasuransikan, prinsip itikad baik, prinsip hubungan sebab akibat, dan prinsip follow the fortunes. Hal ini karena prinsipprinsip lainnya itu menghendaki adanya keseimbangan, sedangkan dalam asuransi kerugian tidak ada unsur keseimbangan, karena uang asuransi merupakan sesuatu yang sudah disepakati dalam perjanjian yang dibuat jauh sebelumnya.
c. Jenis-jenis asuransi Sampai saat ini belum ada suatu keseragaman yang dapat menggambarkan pembagian atas jenis asuransi itu secara pasti.
26
Chairul Huda dan Lukman Hakim,Op-Cit, hal. 15.
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
Pada umumnya asuransi dibagi 2 (dua) bagian, yaitu : 1. Asuransi ganti kerugian (Schade-verzekering) 2. Asuransi sejumlah uang (Sommen-verzekering) Perbedaan pokok antara kedua asuransi ganti kerugian, si penanggung berjanji akan mengganti kerugian tertentu yang diderita oleh si tertanggung, sedangkan dalam asuransi sejumlah uang, si penanggung berjanji akan membayar uang yang jumlahnya sudah ditentukan sebelumnya tanpa disandarkan kepada suatu kerugian tertentu. Penentuan ruang lingkup dari asuransi yang erat hubungannya dengan jenis-jenis asuransi, dapat kita bagi ke dalam 3 (tiga) bahagian, yaitu : a. Menurut KUHD, pasal 247 b. Menurut ilmu oengetahuan c. Menurut praktek ad.a. Dari ketentuan pasal 247 KUHD, 27 kita mengenal beberapa jenis asuransi/pertanggungan, yaitu : 1. Pertanggungan terhadap bahaya kebakaran, 2. Pertanggungan terhadap bahaya yang mengancam hasil pertanian yang belum dipanen, 3. Pertanggungan jiwa, 4. Pertanggungan terhadap bahaya laut dan bahaya pembudakan, 27
Pasal 247 KUHD, Pertanggungan itu antara lain dapat mengenai: bahaya kebakaran; bahaya yang mengancam hasil-hasil pertanian yang belum dipaneni; jiwa; satu atau beberapa orang; bahaya laut dan pembudakan; bahaya yang mengancam pengangkutan didaratan, disungai-sungai, dan perairan darat. Mengenai dua macam pertanggungan yang tersebut terakhir, akan diatur didalam Buku yang berikut.
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
5. Pertanggungan terhadap bahaya yang mengancam pengangkutan di darat, sungai-sungai, dan perairan darat. Akan tetapi jenis-jenis pertanggungan yang disebutkan dalam pasal 247 KUHD itu tidak menutup atau membatasi karena adanya kata “antara lain”. Berarti pembentuk undang-undang masih membuka kesempatan bagi jenis-jenis pertanggungan/asuransi yang timbul berdasarkan perkembangan ekonomi dan dunia perusahaan. Di dalam kenyataannya, sejak pasal tersebut dibentuk sampai sekarang sudah banyak sekali jenis-jenis asuransi yang dikenal dalam prakteknya, di luar dari pasal 247 KUHD tersebut. Menurut Poerwosutjipto, S.H., bahwa selama jalannya perkembangan dunia perusahaan, senantiasa dibutuhkan bentuk pertanggungan yang baru dengan syarat-syarat tersendiri, baik terhadap bahaya khusus, maupun terhadap kepentingan khusus, ataupun terhadap kombinasi keduanya. 28 ad.b.
Ruang lingkup asuransi menurut ilmu pengetahuan berdasarkan karakter
perjanjian asuransi adalah dibagi 2 (dua) bagian besar, yaitu asuransi kerugian (Schade-verzekering) dan asuransi sejumlah uang (Sommen-verzekering). Perbedaan yang prinsipil dari kedua jenis asuransi ini adalah, pada asuransi sejumlah uang, pembayaran sejumlah uang sudah ditentukan terlebih dahulu, sedangkan pada asuransi kerugian bahwa pembayaran kerugian dilakukan atas pertimbangan sejumlah yang diderita, dan dalam hal tidak ada kerugian, maka sejumlah premi asuransi yang telah dibayar oleh tertanggung tidaklah
28
Poerwosutjipto (1986), Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia – Hukum Pertanggungan, Penerbit Djambatan, Jakarta, hal. 10 Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
dikembalikan, dalam arti bahwa uang premi tersebut menjadi milik presuhaan asuransi/penanggung. ad.c.
Di dalam praktek ternyata bahwa berdasarkan kebutuhan atau kepentingan
yang tumbuh dan yang semakin dirasakan oleh masyarakat atas akibat dari peristiwa-perisatiwa yang dapat menimbulkan kerugian atas diri dan harta bendanya, miuncullah jenis-jenis asuransi baru di luar dari jenis-jenis yang disebutkan dalam KUHD, yang sebenarnya merupakan cabang-cabang kebutuhan dari kepentingan atau pokok-pokok pertanggungan yang telah diatur di dalam KUHD. Jadi tumbuhnya jenis-jenis baru di dalam asuransi tidak dilarang oleh undang-undang, dan digolongkan ke dalam nama Asuransi Varia. Meskipun di dalam praktek perasuransian terdapat pembidangan yang berlainan dari apa yang telah ditentukan dalam KUHD, namun masih tetap mengenal pembidangan asuransi kerugian dan asuransi sejumlah uang. Di dalam praktek sehari-hari, asuransi kerugian lazim disebut sebagai asuransi umum, dengan pengertian suatu asuransi, yang tidak termasuk asuransi jiwa, meliputi berbagai resiko, antara lain: 1. Asuransi Kebakaran 2. Asuransi Mesin 3. Asuransi Pengangkutan Barang (laut, darat, dan udara) 4. Asuransi Kecelakaan Diri 5. Asuransi Kendaraan Bermotor 6. Dan lain-lain bentuk asuransi yang berkembang menurut kebutuhan masyarakat untuk perlindungan terhadap segala resiko yang dihadapi dan dapat dijadikan objek asuransi.
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
Sedangkan pada jenis asuransi sejumlah uang, ditentukan macamnya, yaitu: 1. Asuransi Jiwa 2. Asuransi Dwi Guna 3. Asuransi Bea Siswa 4. Asuransi Pensiun 5. Dan bentuk asuransi jiwa lainnya. Di samping itu juga terdapat beberapa jenis asuransi dalam bidang sosial, yaitu: 1. Asuransi Sosial Keselakaan Penumpang (ASKEP), 2. Asuransi Sosial Kecelakaan Lalulintas Jalan (ASKEL), 3. Asuransi Sosial Tenaga Kerja (ASTEK), 4. Asuransi Sosial Pegawai Negeri Sipil (ASPEN), 5. Asuransi Sosial ABRI (ASABRI), 6. Asuransi Sosial Keehatan.
F. Metode Penelitian 1. Pendekatan masalah Adapun yang menjadi metode penelitian dalam skripsi ini adalah penelitian hukum normatif. Penelitian dilakukan dengan mempelajari berbagai literature dan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan permasalahan dalam skripsi ini. Penelitian yuridis normatif dinamakan juga dengan penelitian hukum normatif atau penelitian hukum doktrinal. Pendekatan yuridis empiris merupakan
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
penelitian yang dilakukan dengan melakukan studi langsung di lapangan atau pada instansi-instansi terkait guna memperoleh data-data yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini, maka pendekatan tersebut digunakan dalam memperoleh permasalahan yaitu untuk mengetahui tindak pidana penipuan di bidang asuransi, baik dari segi pengaturannya maupun pertanggungjawabannya.
2. Sumber dan pengumpulan data Data yang dipergunakan dalam skripsi ini adalah data sekunder. Pengumpulan data dilakukan dengan penelitian kepustakaan. Data yang diperoleh kemudian dianalisis secara kualitatif untuk menjawab permasalahan dalam skripsi ini.
G. Sistematika Penulisan Sistematika dalam penulisan skripsi ini dibagi dalam beberapa bab di mana masing-masing bab diuaraikan permasalahannya secara tersendiri, namun dalam konteks yang saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Secara sistematis penulis menempatkan materi pembahasan keseluruhannya kedalam 4 (empat) bab yang terperinci sebagai berikut : BAB I menjelaskan tentang pendahuluan, menguraikan tentang hal-hal yang bersifat umum, yaitu latar belakang; perumusan masalah; tujuan dan manfaat penulisan; keaslian penulisan; tinjauan kepustakaan yang meliputi pengertian tindak pidana secara umum, pengertian tindak pidana penipuan di bidang asuransi, istilah dan definisi asuransi yang di dalamnya terdapat mengenai subjek dan objek
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
dalam asuransi, prinsip-prinsip dalam asuransi, serta jenis-jenis asuransi; metode penelitian; dan sistematika penulisan, BAB II menjelaskan tentang pengaturan tindak pidana penipuan di bidang asuransi, BAB III merupakan bab yang membahas tentang pertanggungjawaban menurut ketentuan pidana dan di luar pidana (Undang-undang No. 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian dan KUHD) sesuai dengan kasus yang ada (putusan nomor. 3861 / 2007 / Pid. B / PN. MDN), BAB IV merupakan bab terakhir yang berisi kesimpulan dan saran dari permasalahan padapenulian skripsi ini.
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
BAB II PENGATURAN TENTANG TINDAK PIDANA PENIPUAN DI BIDANG ASURANSI
A. Pengaturan Asuransi 1. KUHD (Kitab Undang-Undang Hukum Dagang) KUHD ada 2 (dua) cara pengaturan asuransi, yaitu pengaturan yang bersifat umum dan yang bersifat khusus. Pengaturan yang bersifat umum terdapat dalam Buku I Bab 9 Pasal 246 – Pasal 286 KUHD yang berlaku bagi semua jenis asuransi, baik yang sudah diatur dalam KUHD maupun yang diatur diluar KUHD, kecuali jika secara khusus ditentukan lain. Pengaturan yang bersifat khusus teerdapat dalam buku I Bab 10 pasal 287 – pasal 308 KUHD dan Buku II Bab 9 dan Bab 10 pasal 592 – pasal 695 KUHD dengan rincian sebagai berikut: 29 a. b. c. d. e.
Asuransi kebakaran (pasal 287 – 298 KUHD), Asuransi hasil pertanian (pasal 299 – 301 KUHD), Asuransi jiwa (pasal 302 – 308 KUHD), Asuransi pengangkutan laut dan perbudakan (pasal 592 – 685 KUHD), Asuransi penghangkutan darat, sungai dan perairan pedalaman (pasal 686695 KUHD). Pengangkutan asuransi dalam KUHD mengutamakan segi keperdataan
yang didasarkan pada perjanjian antara tertanggung dan penanggung. Perjanjian tersebut menimbulkan kewajiban dan hak tertanggung dan penanggug secara bertimbal balik. Sebagai perjanjian khusus, asuransi dibuat secara teretulis dalam
29
Abdulkadir Muhammad (1999), Hukum Asuransi Indonesia, Bandung: PT. Citra Aditya bakti, hal. 18.
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
bentuk akta yang dibuat polis asuransi. Pengaturan asuransi dalam KUHD substansi berikut ini : a. asas-asas asuransi; b. perjanjian asuransi; c. unsur-unsur asuransi; d. syarat-syarat (klausula) asuransi; e. jenis-jenis asuransi. Masih juga terdapat jenis-jenis asuransi di dalam praktek yang diatur di dalam KUHD, misalnya : 30 a. b. c. d.
e.
f. g. h. i.
Asuransi terhadap pencurian dan pembongkaran. Asuransi kecelakaan. Asuransi terhadap kerugian perusahaan. Asuransi atas pertanggungjawaban seseorang pada kerugian yang diderita oleh pihak ketiga karena perbuatan melawan hukum sendiri atas orang bawahannya. Asuransi kredit. Asuransi ini sekarang banyak dikenal di dalam praktek, yang maksudnya menanggung kerugian yang timbul/diderita berhubung debitor tidak dapat mengembalikan kredit yang diambilnya dari bank. Asuransi atas kerugian yang diderita oleh suatu perusahaan (Bedrijfsverzekering). Asuransi wajib kecelakaan penumpang yang diatur di dalam UndangUndang No. 33 Tahun 1964. Asuransi atas kecelakaan lalu lintas, ang diatur di dalam pasal Undangundang No. 34 Tahun 1964. Dan lain-lain.
2. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian Jika KUHD mengutamakan pengaturan asuransi dari segi keperdataan, maka UU No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian Lembaran Negara Nomor 13 Tahun 1992 tanggal 11 Pebruari 1992 mengutamakan pengaturan pengaturan asuransi dari segi bisnis dan public administratif, yang jika dilanggar
30
Djoko Prakoso (2004), Hukum Asuransi Indonesia, Jakarta: PT Rineka Cipta, hal. 6-7.
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
mengakibatkan pengenaan sanksi pidana dan administratif. Pengaturan dari segi bisnis artinya menjalankan usaha perasuransian harus sesuai dengan aturan hukum perasuransian dan perusahaan yang berlaku. Dari segi public administratif artinya kepentingan masyarakat dan Negara tidak boleh dirugikan. Jika hal ini dilanggar, maka pelanggaran tersebut diancam dengan sanksi pidana dan sanksi administratif menurut Undang-Undang Perasuransian. Pelaksanaan UU No. 2 Tahun 1992 diatur
dengan
Peraturan
Pemerintah
Nomor
73
Tahun
1992
tentang
Penyelenggaraan Usaha Perasuransian Lembaran Negara Nomor 120 Tahun 1992. Pengaturan usaha perasuransian dalam UU No. 2 Tahun 1992 terdiri dari 13 (tiga belas) bab dan (dua puluh delapan) pasal dengan rincian substansi sebagai berikut: 31 a. Bidang usaha peerasuransian meliputi kegiatan: (1) usaha asuransi, dan (2) usaha penunjang asuransi. b. Jenis usaha perasuransian meliputi: (1) uasaha asuransi terdiri dari: asuransi kerugian, asuransi jiwa, dan reasuransi. (2) Usaha penunjang asuransi terdiri dari: pialang asuransi, pialang reasuransi, penilai kerugian asuransi, konsultan aktuaria, dan agen asuransi. c. Perusahaan perasuransian meliputi: (1) Perusahaan Asuransi Kerugian. (2) Perusahaan Asuransi Jiwa. (3) Perusahaan Reasuransi. (4) Perusahaan Pialang Asuransi. (5) Perusahaan Pialang Reasuransi. (6) Perusahaan Penilai Kerugian Asuransi. (7) Perusahaan Konsultan Aktuaria. (8) Perusahaan Agen Asuransi. d. Bentuk hukum usaha perasuransian terdiri dari: (1) Perusahaan Perseroan (Peresero). (2) Koperasi. (3) Perseroan Terbatas. (4) Usaha Bersama (mutual). e. Kepemilikan Perusahaan Perasuransian oleh: 31
Abdulkadir Muhammad, Op-Cit., hal 20-21
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
f. g.
h. i.
(1) Warga Negara Indonesia dan atau badan hukum Indonesia. (2) Warga Negara Indonesia dan atau badan hukum Indonesia bersama dengan perusahaan peerasuransian yang tunduk pada hukum asing. Perizinan usaha perasuransian oleh Menteri Keuangan. Pembinaan dan pengawasan terhadap usaha perasuransian oleh Menteri Keuangan mengenai: (1) Kesehatan keuangan Perusahaan Asuransi Kerugian, Perusahaan asuransi jiwa, dan Perusahaan Reasuransi. (2) Penyelenggaraan usaha perasuransian dan modal usaha. Kepailitan dan likuidasi Perusahaan Asuransi melalui keputusan Pengadilan Niaga. Ketentuan sanksi pidana dan sanksi administratrif meliputi: (1) Sanksi Pidana karena kejahatan: menjalankan usaha perasuransian tanpa izin, menggelapkan premi asuransi, menggelapkan kekayaan Perusahaan Asuransi dan Reasuransi, menerima/menadah/membeli kekayaan Perusahaan Asuransi hasil penggelapan, pemalsuan dokumen Perusahaan Asuransi, Reasuransi. (2) Sanski administratif berupa: ganti kerugian, denda administratif, peringatan, pembatasan kegiatan usaha, pencabutan izin usaha perusahaan.
3. Undang-Undang Asuransi Sosial Asuransi sosial di Indonesia pada umumnya meliputi bidang jaminan keselamatan angkutan umum, keselamatan kerja, dan pemeliharaan kesehatan. Program asuransi sosial diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sesuai dengan ketentuan Pasal 9 ayat (1) UU No.2 Tahun 1992. Perundang-undangan yang mengatur asuransi sosial adalah sebagai berikut: 32 a. Asuransi Sosial Kecelakaan Penumpang (Jasa Raharja): (1) Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1964 tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang . Peraturan pelaksanaannya adalah Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1965. (2) Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1964 tentang Dana Kecelakaan lalu Lintas jalan. Peraturan pelaksanaannya adalah Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1965. b. Asuransi Sosial Tenaga Kerja (Astek): (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek). (2) Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1990 tentang Penyelenggaraan Asuransi Sosial Tenaga Kerja (perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1977). 32
Ibid., hal.22
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
(3) Peraturan Pemerintah Nomor 67 Tahun 1991 tentang Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI). (4) Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1981 tentang Asuransi Sosial Pegawai Negeri Sipil (ASPNS). c. Asuransi Sosial Pemeliharaan Kesehatan (Askes) (1) Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1991 tentang Pemeliharaan Kesehatan Pegawai negeri Sipil (PNS), Penerima pensiun, Veteran, Perintis kemerdekaan Beserta keluarganya. Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian dan Perundang-undangan Asuransi Sosial di samping ketentuan Asuransi dalam KUHD, maka dianggap cukup memadai aturan hukum yang mengatur tentang usaha perasuransian, baik dari segi keperdataan maupun dari segi public administratif.
B. Tindak Pidana Penipuan Dalam KUHP 1. Tindak Pidana Penipuan Dalam Bentuk Pokok Dalam pasal 378 KUHP menyebutkan bahwa : “Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu; dengan tipu muslihat ataupun dengan rangkaian kebohongan menggerakkan orang lain untuk menyerahkan sesuatu benda kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama 4 tahun.”
Ketentuan dalam pasal 378 KUHP ini adalah merumuskan tentang pengertian penipuan (oplichting) itu sendiri. Rumusan ini adalah bentuk pokoknya, dan ada penipuan dalam arti sempit dalam bentuk khusus yang meringankan. Karena adanya unsur khusus yang bersifat meringankan sehingga diancam pidana sebagai penipuan ringan (pasal 379). Sedangkan penipuan dalam arti sempit tidak ada dalam bentuk diperberat.
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
Rumusan penipuan tersebut terdiri dari unsur-unsur: 33 a. Unsur-unsur objektif 1. Perbuatan: menggerakkan; 2. Yang digerakkan: orang. 3. Perbuatan itu ditujukan pada: a) orang lain menyerahkan benda, b) orang lain memberi hutang, dan c) orang lain menghapuskan piutang. 4. Cara melakukan perbuatan menggerakkan dengan: a) memakai nama palsu, b) memakai tipu muslihat, c) memakai martabat palsu, dan d) memakai rangkaian kebohongan. b. Unsur-unsur suibjektif: 1. a) Maksud untuk menguntungkan diri sendiri, atau b) Maksud untuk menguntungkan orang lain. 2. Dengan melawan hukum. Berikut merupakan penjelasan unsur-unsur tindak pidana penipuan : a. Unsur-unsur Objektif 1) Perbuatan Mengerakkan (Bewegen) Kata bewegen selain diterjemahkan dengan menggerakkan, ada juga sebagian ahli dengan menggunakan istilah membujuk atau menggerakkan hati. “Menggerakkan” dalam pasal 378 KUHP ini berbeda dengan pengertian “menggerakkan” atrau uitlokking dalam konteks pasal 55 ayat (1) KUHP, dimana dalam konteks pasal 55 ayat (1) KUHP “menggerakkan” dengan menggunakan upaya-upaya memberi atau menjanjikan sesuatu atau, menyalahgunakan kekuasaan atau marrtabat, ancaman atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana atau keterangan. 34 KUHP sendiri tidak memberikan keterangan
apapun
terntang
istilah
bewegen
itu.
Menggerakkan
dapat
didefinisikan sebagai perbuatan mempengaruhi atau menanamkan pengaruh pada orang lain. Objek yang dipengaruhi adalah kehendak sesorang. Perbuatan 33 34
Adami Chazawi (2003), Op-Cit., hal 116 Tongat (2003), Hukum Pidana Materil, Penerbit: UMM Press, hal. 72.
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
menggerakkan adalah berupa perbuatan yang abstrak, dan akan terlihat bentuknya secara konkret apabila dihubungkan dengan cara melakukannya. Cara melakukannya inilah sesungguhnya yang lebih berbentuk, yang bisa dilakukan dengan perbuatan-perbuatan yang benar dan dengan perbuatan yang tidak benar. Dengan perbuatan yang benar, misalnya dalam pasal 55 (1) KUHP membujuk atau menganjurkan untuk melakukan tindak pidana dengan cara: memberikan atau menjanjikan sesuatu, menyalahgunakan kekuasaan dan lain sebagainya. Sedangkan di dalam penipuan, menggerakkan adalah dengan cara-cara yang di dalamnya mengandung ketidakbenaran, palsu dan bersifat membohongi atau menipu. Mengapa menggerakkan pada penipuan ini harus dengan cara-cara yang palsu dan bersifat membohongi atau tidak benar? Karena kalau menggerakkan dilakukan dengan cara yang sesungguhnya, cara yang benar dan tidak palsu, maka tidak mungkin kehendak orang lain (korban) akan menjadi terpengaruh, yang pada akhirnya ia menyerahkan benda, memberi hutang maupun \menghapuskan piutang. Tujuan yang ingin dicapai petindak dalam penipuan hanya mungkin bisa dicapai dengan melalui perbuatan menggerakkan yang menggunakan cara-cara yang tidak benar demikian. 35 Ketentuan mengenai penyertaan (deelneming, pasal 55) dalam bentuk pelaku penganjur (uitlokken) yang pernah disinggung di muka, perbuatannya adalah
menganjurkan.
Walaupun
antara
perbuatan
menggerakkan
dan
menganjurkan di satu pihak mempunyai sifat yang sama yaitu mempengaruhi
35
Lamintang dan Simorangir (1979). Delik-Delik Khusus Kejahatan yang Ditujukan Terhadap Hak Milik dan Lain-Lian Hak yang Timbul Dari Hak Milik, hal. 211. Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
kehendak orang lain, tapi di lain pihak mempunyai beberapa perbedaan. Perbedaan ini adalah : 36 a. Bagi perbuatan menggerakkan dalam penipuan dilakukan melalui 4 cara, cara-cara mana di dalamnya mengandung suatu ketidakbenaran atau palsu. Sedangkan perbuatan menganjurkan bagi pelaku penganjur dilakukan deengan menggunakan cara-cara sebagaimana yang disebutkan secara limitatief dalam pasal 55 (1), berupa cara-cara yang di dalamnya mengandung suatu kebenaran. b. Perbuatan menggerakkan dalam penipuan ditujukan pada 3 hal: orang menyerahkan benda, memberi hutang dan menghapuskan piutang. Sedangkan perbuatan menganjurkan dalam hal pelaku penganjur ditujukan pada: orang lain melakukan tindak pidana. Seseorang yang telah melakukan perbuatan menggerakkan orang lain, tidak pasti orang itu menjadi terpengaruh kehendaknya, dan lalu menyerahkan benda, memberi hutang, dan menghapuskan piutang. Apabila perbuatan menggerakkan telah terjadi, dan tidak membuat terpengaruhnya kehendak korban yang diikuti perbuatab mwenyerahkan benda oleh orang lain itu, maka di sini tidak terjadi penipuan, yang terjadi adalah pencobaan penipuan. Penipuan adalah berupa suatu tindak pidana yang terwujudnya/selesainya bergantung pada perbuatan orang lain, dan bukan pada petindak. 37 Sehubungan dengan hal ini ada arrest HR (10-12-1928) yang menyatakan bahwa: “untuk selesainya kejahatan penipuan diperlukan adanya perbuatan orang lain selain penipu. Terdapat suatu permulaan jika perbuatan itu tidak memerlukan perbuatan lain lagi dari petindak”. Suatu permulaan pelaksanaan yang dimaksudkan HR itu adalah tentunya telah terjadinya suatu percobaan penipuan. Perihal sebagaimana dalam putusan HR tersebut ditegaskan kembali dalam putusan lainnya (27-3-1939) yang menyatakan bahwa: “ada percobaan penipuan
36 37
Adami Chazawi (2003), Op-Cit., hal 118. Ibid., hal. 118.
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
apabila pelaku dengan maksud menguntungkan diri secara melawan hukum, telah memakai nama palsu, maratabat palsu ataupun rangkaian kebohongan”. Adanya perbuatan orang lain sebagaimana yang dimaksudkan HR tersebut diatas adalah berupa akibat dari perbuatan menggerakkan akibat mana adalah merupakan syarat untuk selesainya/terwujudnya penipuan. Dilihat dari sudut ini, maka sesungguhnya penipuan ini adalah berupa tindak pidana materil. Akan tetapi apabila dilihat bahwa dalam rumusan penipuan disebutkan unsur perbuatan yang dilarang, penipuan dapat dikategorikan juga ke dalam tindak pidana formil. Sesungguhnya penipuan lebih condong ke arah pidana materil daripada tindak pidana formil, dengan alasan bahwa terwujudnya perbuatan yang dilarang (menggerakkan) bukan menjadi syarat untuk selesai/terwujudnya penipuan secara sempurna, melainkan pada terwujudnya akibat perbuatan yakni berupa orang lain menyerahkan benda, memberi hutang, dan menghapuskan piutang. 2) Yang Digerakkan adalah Orang Pada umumnya orang yang menyerahkan benda, orang yang memberi hutang dan orang yang menghapuskan piutang sebagai korban penipuan adalah orang yang digerakkan itu sendiri. Tetapi hal itu bukan merupakan keharusan, karena dalam rumusan pasal 378 tidak sedikitpun menunjukkan bahwa orang yang menyerahkan benda, memberi hutang maupun menghapuskan piutang adalh harus orang yang digerakkan. Orang yang menyerahkan benda, memberi hutang ataupun menghapuskan piutang bias juga oleh selain yang digerakkan, asalkan orang lain (pihak ketiga) menyerahkan nenda itu atas perintah/kehendak orang yang digerakkan. Artinya
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
penyerahan benda itu dapat dilakukan dengan perantaraan orang lain selain yang digerakkan. Kepada siapa barang diserahkan, atau untuk kepentingan siapa dibereinya hutang atau dihapusnya piutang, tidak perlu harus kepada atau bagi kepentingan orang yang menggerakkan/petindak. Penyerahan benda dapat dilakukan orang lain selain yang menggerakkan, asalkan perantaraan ini adalah orang yang dikehendaki petindak. Untuk ini ada arrest HR (24-7-1928) yang menyatakan bahwa “penyerahan bukan merupakan unsur yang konstitutif dari kejahatan ini dan tidak perlu bahwa penyerahan dilakukan pelaku sendiri”. Dari unsur maksud menguntungkan yang ditujukan dalam 2 hal, yaitu diri sendiri atau orang lain, maka dapat dipastikan bahwa dalam penipuan bukan saja untuk kepentingan petindak semata-mata melainkan dapat juga untuk kepentingan orang lain. 3) a. Menyerahkan Benda Pengertian benda dalam penipuan mempunyai arti yang sama dengan benda dalam pencurian dan penggelapan, yakni sebagai benda yang berwujud dan bergerak. Tindak pidana penipuan ini “menyerahkan suatu benda” tidaklah harus dilakukan sendiri secara langsung oleh orang yang tertipu kepada orang yang menipu. Dalam hal ini penyerahan juga dapat dilakukan oleh orang yang tertipu itu kepada orang suruhan dari orang yang menipu. Hanya dalam hal ini oleh karena unsur “kesengajaan”, maka ini berarti unsur “penyerahan” haruslah merupakan akibat langsung dari adanya daya upaya yang dilakukan oleh si penipu. Dengan demikian antar perbuatan “menyerahkan” yang dilakukan oleh
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
orang yang terkena tipu dengan daya upaya yang dilakukan oleh orang yang terkena tipu dengan daya upaya yang dilakukan oleh si penipu harus ada hubungan kausal. 38 Pada pencurian, pemerasan, pengancaman, dan kejahatan terhadap harta benda lainnya, dimana secara tegas disebutnya unsur milik orang lain bagi benda objek kejahatan, berbeda dengan penipuan di mana tidak menyebutkan secara tegas adanya unsur yang demikian. Oleh karena itu, dapat diartikan bahwa pada penipuan benda yang diserahkan dapat terjadi terhadap benda miliknya sendiri asalkan di dalam hal ini terkandung maksud pelaku untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain. Pendapat ini didasarkan pada, bahwa dalam penipuan menguntungkan diri tidak perlu menjadi kenyataan, Karena dalam hal ini hanya unsur maksudnya saja yang ditujukan untuk menambah kekayaan. Apakah mungkin maksud itu ada dalam peristiwa orang lain menyerahkan benda milik si penipu sendiri? Dalam praktek mungkin saja peristiwa demikian terjadi, sebagai contoh sebagai berikut: 39 1. Bila si penipu tidak mengetahui bahwa benda itu miliknya sendiri, ia mengira milik orang lain; 2. Si penipu mengetahui benda itu miliknya sendiri, tapi di dalam kekuasaan oranh lain karena misalnya digunakan sebagai jaminan hutang dan digadaikan. Didasarkan pendapat tersebut di atas, penipuan bisa terjadi pada kedua contoh tersebut di atas.
38 39
Tongat (2003), Hukum Pidana Materil, Pnerbit: UMM Press, Malang, hal 73. Adami Chazawi, Op.Cit., hal. 121.
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
Akan tetapi pandangan akan berbeda, apabila dilihat dari sudut lain, yaitu bahwa unsur maksud sebagai salah satu bentuk kesengajaan dalam rumusan penipuan ditempatkan di muka baik unsur menguntungkan maupun unsur benda. Dengan begitu berarti sebelum petindak berbuat menggerakkan orang ia harus sadar bahwa agar menguntungkan itu dapat dicapai, harus dengan orang menyerahkan benda bukan miliknya. Jadi di sini kesengajaan petindak yang ditujukan untuk maksud menguntungkan diri itu, sekaligus pula ditujukan bahwa dengan demikian benda itu milik orang lain, adalah tidak logis menambah kekayaan dengn orang lain menyerahkan benda milik sendiri. Di atas tadi dikatakan bahwa penipuan terjadi bukan oleh sebab telah terjadinya perbuatan menggerakkan, melainkan pada telah terjadi perbuatan menyerahkan benda oleh orang lain. Menyerahkan benda baru dianggap terjadi/selesai apabila daeri perbuatan itu, telah sepenuhnya berpindahnya kekuasaan atas benda itu ke dalam kekuasaan orang yang menerima. Dalam hal ini berarti telah putusnya hubungan kekuasaan (menguasai) antara orang yang menyerahkan dengan benda yang diserahkan. Telah berpindahnya kekuasaan atas benda ke dalam kekuasaan petindak atau orang lain atas kehendak petindak, bilaman ia penerima telah dapat melakukan segala sesuagtu perbuatan terhadap benda itu secara langsung tanpa ia harus melakukan perbuatan lain terlebih dahulu. 40 Dalam tindak pidana penipuan ini “menyerahkan suatu benda” tidaklah harus dilakukan sendiri secara langsung oleh orang yang tertipu kepada orag yang
40
Ibid., hal. 121.
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
menipu. Dalam hal ini peyerahan juga dapat dilakukan oleh orang yang tertipu itu kepada orang suruhan dari orang yang menipu. 41 Apabila perbuatan (orang lain) menyerahkan benda belum selesai, belum berakibat berpindahnya kekuasaan atasnya, atau perbuatan menyerahkan itu tidak terwujud sama sekali, sedangkan perbuatan menggerakkan telah terjadi, maka telah terjadi percobaan penipuan. Pengertian perbuatan menyerahkan adalah suartu pengertian menurut arti kata yang sebenarnya. Berdasarkan pengertian yang demikian ini, maka tidak mungkin penipuan tadi terjadi atas benda-benda yang tidak bergerak dan tidak berwujud. b. Memberi hutang dan Menghapuskan Piutang Perkataan hutang di sini tidak sama artinya dengan hutang piutang, melainkan diartikan sebagai suatu perjanjian atau perikatan. Hoge Raad dalam suatu arrestnya menyatakan bahwa “yang dimaksud dengan hutang adalah suatu perikatan, misalnya menyetor sejumlah uang jaminan”. Oleh karena itulah memberi hutang tidak dapat diartikan sebagai memberi pinjaman uang belaka, melainkan diberi pengertian yang lebih luas sebagai membuat suatu perikatan hukum yang membawa akibat timbulnya kewajiban bagi orang lain untuk menyerahkan/membayar sejumlah uang tertentu. Misalnya dalam suatu jual beli, timbul suatu kewajiban pembeli untuk membayar?menyerahkan sejumlah uang tertentu yakni harga benda itu kepada penjual. Demikian juga dengan istilah utang dalam kalimat mengahapuskan piutang mempunyai arti suatu perikatan. Menghapuskan piutang mempunyai
41
Tongat, Op.Cit., hal. 73
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
pengertian yang lebih luas dari sekedar membebaskan kewajiban dalam hal membayar hutang atau pinjaman uang belaka. Menghapuskan piutang adalah menghapuskan segala macam perikatan hukum yang sudah ada, di mana karenanya menghilangkan kewajiban hukum penipu untuk menyerahkan sejumlah uang tertentu pada korban atau orang lain. Suatu contoh, dalam suatu perjanjian jual beli di mana benda telah diserahkan oleh penjual kepada pembeli sedangkan uang pembayarannya belum. Pada sat dan kejadian demikian, di mana pembeli masih mempunyai kewajiban untuk menyerahkan uang harga pembayaran, dapat terjadi perjanjian itu dibatalkan. Dengan pembatalan itu berarti hapusnya kewajiban pembeli untuk menyerahkan uang harga tadi. Andai kata pembeli dengan upaya seperti tipu muslihat atau rangkaian kebohongan menggerakkan penjual (untuk membatalkan perjanjian itu), sepertimengatakan bahwa bendanya akan dikembalikan karena ada kecacatan dan akan diberikan gangti rugi, padahjal ketika/saat ia mengatakan itu bendanya sudah dijual pada orang lain dan kecacatan yang dimaksudkan adalah tidak benar dan ia sudah berniat untuk tidak akan memberikan ganti rugi, apabila penjual percaya dan tertarik karenanya dan pada akhirnya menyetujui pembatalan ini, maka di sini terjadi penipuan. Penipuan
dilihat
dari
sudut
unsur
subjektifnya,
yaitu
maksud
menguntungkan diri sendiri atau orang lain, maka dapat disimpulkan bahwa hutang itu diberikan/dibuat atau piutang itu dihapuskan adalah kepentingan penipu sendiri maupun juga orang lain. Orang lain ini bias juga orang yang terlibat dalam penipuan ini, misalnya pelaku pembantunya.
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
Membuat hutang atau menghapuskan piutang, tidak dipersoalkan, apakah perjanjian seperti itu sah ataukah tidak menurut hukum, walaupun darti sudut hukum perjanjian dengan causa yang seperti itu adalah batal demi hukum. Hoge Raad dalam suatu arrestnya menyatakan bahwa “tidak menjadi persoalan apakah hutang yang dibuat itu mempunyai sebab/causa yang sah”. Maksudnya arrestnya itu ialah bahwa untuk menerapkan penipuan tidak perlu dipersoalkan, artinya tidak perlu dibuktikan dalam persidangan tentang syah atau tidaknya perjanjian yang telah dibuat itu.
4) Cara melakukan perbuatan menggerakkan dengan: a. Dengan menggunakan nama palsu (valsche naam) Pemakaian nama palsu ini akan terjadi apabila seseorang menyebutkan sebagai nama suatu nama yang bukan namanya, degan demikian menerima barang yang harus diserahkan kepada orang yang namanya disebutkan tadi. 42 Ada dua pengertian nama palsu. Pertama, diartikan sebagai suatu nama bukan namanya sendiri melainkan nama orang lain. Misalnya Abdurachim menggunakan nama temannya yang bernama Abdullah. Kedua, suatu nama yang tidak diketahui secara pasti pemiliknya atau tidak ada pemiliknya. Misalnya, orang yang bernama Angga menggunakan nama Benhardi. Nama Benhardi tidak ada pemiliknya atau tidak diketahui secara pasti ada tidaknya orang yang menggunakannya. Banyak orang menggunakan suatu nama dari gabungan beberapa nama, misalnya Abdul Mukti Ahmad. Apakah menggunakan nama palsu, jika ia
42
Ibid., hal. 73.
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
mengenalkan diri pada seseorang dengan nama Mukti Ahmad? Dalam hal ini kita harus berpegang pada nama yang dikenal masyarakat luas. Andaikata ia dikenal di masyarakat dengan nama Abdul Mukti, maka ia mengenalkan diri dengan nama Mukti Ahmad itu adalah menggunakan nama palsu. Bagaimana pula jika seseorang menggunakan nama orang lain yanmg sama dengan namanhya sendiri, tetapi orang yang dimaksudkan itu berbeda. Misalnya seorang penjaga malam bernama Markaban mengenalkan diri sebagai seorang dosen bernama Markaban, Markaban yang terkhir benar-benar ada dan diketahui sebagai seorang dosen. Di sini tidak menggunakan nama palsu, akan tetapi menggunakan martabat/kedudukan palsu. b. Menggunakan martabat/kedudukan palsu (valsche hoedanigheid) Ada beberapa istilah yang sering digunakan sebagai terjemahan dari perkataan valsche hoedanigheid itu, ialah; keadaan palsu, martabat palsu, sifat palsu, dan kedudukan palsu. Adapun yang dimaksud dengan kedudukan palsu itu adalah suatu kedudukan yang disebut/digunakan seseorang, kedudukan mana menciptakan/mempunyai hak-hak tertentu, padahal sesungguhnya ia tidak mempunyai hak tertentu itu. Dengan “martabat palsu “ dimaksudkan adalah menyebutkan dirinya dalam suatu keadaan yang tidak benar dan yang mengakibatkan si korban percaya kepadanya, dan berdasarkan kepercayaan itu ia menyerahkan sesuatu barang atau memberi hutang atau menghapus piutang. Termasuk dalam pengertian memakai “artabat palsu” misalnya adalah menyebutkan dirinya seseorang pejabat tertentu,
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
atau seorang kuasa dari orang lain, atau seorang ahli waris dari seorang wafat, yang meninggalkan harta warisan. 43 Jadi kedudukan palsu ini jauh lebih luas pengertiannya daripada sekedar mengaku mempunyai suatu jabatan tertentu, seperti dosen, jaksa, kepala, notaris, dan lain sebagainya. Sudah cukup ada kedudukan palsu misalnya seseorang mengaku seorang pewaris, yang dengan demikian menerima bagian tertentu dari boedel waris, atau sebagai seorang wali, ayah atau ibu, kuasa, dan lain sebagainya. Hoge Raad dalam suatu arrestnya menyatakan bahwa “perbuatan menggunakan kedudukan palsu adalah bersikap secara menipu terhadap orang ketiga, misalnya sebagai seorang kuasa, seorang agen, seorang wali, seorang curator ataupun yang dimaksud untuk memperoleh kepercayaan sebagai seorang pedagang atau seorang pejabat”. c. Menggunakan tipu muslihat (listige kunstgrepen) Tipu muslihat merupakan perbuatan membohongi tanpa kata-kata. 44 Ketidakbenaran yang terdapat pada tipu muslihat maupun rangkaian kebohongan harus telah ada pada saat melakukan tipu muslihat dan lain-lain. Karena itu tidak mungkin terjadi penipuan dalam hal si peminjam tidak membayar hutangnya, walaupun niatnya untuk tidak membayar lunas dan hutangnya itu pada banyak orang dan hamper semua tidak dibayarnya.Sebab ketidakbenarannya itu, misalnya dengan janji-janji: memberi bunga dan akan membayar tepat waktu (yang ternyata kemudiannya tidak), janji-janji mana belum terbukti ketidakbenarannya pada saat mengemukakannya/mengucapkannya.
43
Ibid., hal. 73. Wiryono Prodjodikoro (1967). Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia. Jakarta: Refika Aditama, hal. 42. 44
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
Bagaimana dengan mengeluarkan cek atau bilyet giro yang ternyata waktu diluangkan tidak ada dananya? Bila pada saat menerbitkan cek atau bilyet giro itu dananya tidak ada atau tidak cukup, dan keadaan ini tidak diberitahukan, yang berarti ketidakbenaran itu telah ada pada saat itu, dan oleh karena orang yang menerbitkan cek harus ada/cukup dananya, maka perbuatan ini dapat dikualifikasikan sebagai penipuan. Pendapat ini sesuai dengan keputusan MA (No. 133 K/KR/1973), yang menyatakan bahwa “seseorang menyerahkan cek, padahal ia mengetahui bahwa cek itu tidak ada dananya, perbuatannya merupakan tipu muslihat sebagai termaksud dalam pasal 378 KUHP. Dapat ditemui dalam masyarakat sering terjadi orang menyerahkan cek atau bilyet giro mundur, artinya cek tersebut diberikan tanggal untuk beberapa hari ke belakang dari saat mengeluarkan/menerbitkannya. Misalnya pada tanggal 1-1-2009 A menerbitkan cek untuk B, tapi ditulis tanggal 15-1-2009. Pada tanggal 15-1-2009 di bank ternyata dananya tidak ada atau tidak cukup. Apabila didasarkan pada pendapat MA tadi, maka perbuatan itu adalah sebagai tipu muslihat, dan ini berarti penipuan. Menghadapi kasus cek atau bilyet giro kosong, tidak dapat disama-ratakan. Pendapat MA itu tidak berlaku untuk semua peristiwa, tapi harus melihat kejadian demi kejadian. Dalam contoj di atas, apabila ketidakadaan dananya telah diberitahukan kepada penerima cek, dan ia telah mengerti, maka dalam peristiwa ini tidaj ada sesuatu yang tidak benar atau palsu, ini bukan tipu muslihat, karena itu bukan penipuan. Bila pada tanggal 15-1-2009ketika menerbitkan cek itu, dananya memang dikethui tidak ada dan hal ini sengaja tidak diberitahukan
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
kepada penerima cek, maka disini tel;ah terjadi tipu muslihat, dan karenanya merupakan penipuan. Terhadap tipu muslihat, kesengajaan adalah sangat penting. Dalam contoh yang terakhir itu ia harus ada kesengajaan untuk tidak memberitahukan tentang ketidakadaan dananya. Wujud tipu muslihatdalamm contoh ini adalah berupa “tidak memberitahukan”. Harus ada kesengajaan yang ditujukan pada perbuatan tidak memberitahukan, berhubung karena dalam rumusan penipuan kesengajaan (sebagai maksud) ditempatkan mendahului unsur tipu muslihat. Hal ini sesuai dengan putusan MA tersebut di atas, dengan disebutnya kalimat “padahal ia mengetahui” menunjukkan bahwa kesengajaan itu ada baik terhadap ketidakadaan dananya maupun terhadap perbuatan tidak memberitahukannya. 45 d. Rangkaian kebohongan (zamenweefsel van verdichtsels) Menurut Prof. Dr. Wirjono Prodjodikoro S.H, cara penipuan dengan rangkaian kebohongan ini berhubungan erat dengan tipu muslihat diatas, dikatakan bahwa tipu muslihat berupa membohongi tanpa kata-kata, sedangkan rangkaian kebohongan berupa beberapa kata-kata yang tideak benar. Tapi dalam praktek dua cara ini dipergunakan bersama-sama dan secara gabungan. Rangkaian kebohongan memperlukan sedikitnya dua pernyataan yang bohong. Sekedar pembatasan pada penipuan ialah, bahwa baru ada penipuan, apabila seseorang, yang kecerdasannya bernilai sedang, pantas mengira, bahwa adalah benar apa yang diketemukan oleh si penipu itu. Jadi tidak ada penipuan apabila kebohongan dari si penipu dapat nampak bagi setiap orang dengan akal sehat. 46
45 46
Adami Chazawi. Op.Cit., hal. 128. Wiryono Prodjodikoro. Lot.Cit., hal. 42..
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
Cara menggerakkan orang lain ini sama dengan cara dengan menggunakan tipu muslihat di atas yaitu bersifat menipu atau isinya tidak benar atau palsu, namun dapat menimbulkan kepercayaan/kesan bagi orang lain bahwa semua itu seolah-olah benar adanya. Namun ada perbedaan, yaitu: pada tipu muslihat berupa perbuatan, sedangkan pada rangkaian kebohongan berupa ucapan/perkataan. Tipu muslihat diartikan sebagai suatu perbuatan yang sedemikian rupa dan yang menimbulkan kesan atau kepercayaan tentang kebenaran perbuatan itu, yang sesungguhnya tidak benar. Karenanya orang bias menjadi percaya dan tertarik atau tergerak hatinya. Tergerak hati orang lain itulah yang sebenarnya dituju oleh si penipu, karena dengan tergerak hatinya/terpengaruh kehendaknya itu adalah berupa sarana agar orang lain (korban) berbuat menyerahkan benda yang dimaksud. Hoge Raad memberikan pengertiannya tentang tipu muslihat tidak jauh berbeda apa yang diuraikan di atas. Dalam arrestnya HR menyatakan bahwa “tipu muslihat adalah perbuatan-perbuatan yang menyesatkan, yang dapat menimbulkan dalih-dalih yang palsu dan gambaran-gambaran yang keliru dan memaksa orang untuk menerimanya. Dari perkataan listige kunstgrepen tipu muslihat, maka perbuatan yang bersifat menipu itu harus lebih dari satu, di mana biasanya yang satu berhubungan dengan yang lain. Akan tetapi dalam praktik bias terjadi dengan satu perbuatan saja, yang biasanya diikuti dengan rangkaian kebohongan. Hal ini dapat diketahui dari suatu arrestnya HR bahwa “tipu muslihat tunggal adalah cukup. Undangundang sering menggunakan kata-kata jamak untuk pengertian tunggal”.
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
Dari perkataan rangkaian kebohongan menunjukkan bahwa kebohongan atau ketidakbenaran ucapan itu (seolah-olah benar adanya bagi korban lebih dari satu. Karena merupakan rangkaian, maka kata bohong yang satu dengan yang lain mempunyai satu hubungan atau kaitannya, di mana yang satu menimbulkan kesan membenarkan atau menguatkan yang lain. Jadi rangkaian kebohongan mempunyai unsur: (1) berupa perkataan yang isinya tidak benar, (2) lebih dari satu bohong, dan (3) bohong yang satu menguatkan bohong yang lain.
b. Unsur Subjektif Penipuan 1) Maksud untuk menguntungkan Diri Sendiri atau Orang Lain Maksud si pelaku dalam melakukan perbuatran menggerakkan harus ditujukan pada menguntungkan diri sendiri atau orang lain, adalah berupa unsur kesalahan dalam penipuan. Kesengajaan sebagai maksud ini selain harus ditujukan pada menguntungkan diri, juga ditujukan pada unsur lain di belakangnya, seperti unsur melawan hukum, menggerakkan, menggunakan nama palsu dan lain sebagainya. Kesengajaan dalam maksud ini harus sudah ada dalam diri si petindak, sebelum atau setidak-tidaknya pada saat memulai perbuatan menggerakkan. Menguntungkan artinya menambah kekayaan dari yang sudah ada. Menambah kekayaan ini baik bagi diri sendiri maupun bagi orang lain. 2) Dengan Melawan Hukum Unsur maksud sebagaimana yang diterangkan di atas, juga ditujukan pada unsur melawan hukum. Maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
dengan melakukan perbuatan menggerakkan haruslah berupa maksud yang melawan hukum. Unsur maksud dalam rumusan penipuan ditempatkan sebelum unsur melawan hukum, yang artinya unsur maksud itu juga harus ditujukan pada unsur melawan hukum. Oleh karena itu, melawan hukum di sini adalah berupa unsur subjektif. Dalam hal ini sebelum melakukan atau setidak-tidaknya ketika memulai perbuatan menggerakkan, petindak telah memiliki kesadaran dalam dirinya bahwa menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melakukan perbuatan itu adalah melawan hukum. Melwan hukum di sini tidak semata-mata diberikan sekedar dilarang oleh undang-undang atau melawan hukum formil, melainkan harus diartikan yang lebih luas yakni sebagai bertentangan dengan apa yang dikehendaki masyarakat, suatu celaan masyarakat. Karena unsur melawan hukum ini dicantumkan dalam rumusan tindak pidana, maka menjadi wajib dibuktikan dalam persidangan. Perlu dibuktikan ialah si petindak mengerti maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan menggerakkan orang lain dengan cara tertentu dan seterusnya dalam rumusan penipuan sebagai dicela masyarakat.
2. Tindak Pidana Penipuan Dalam Bentuk Ringan Penipuan ringan (lichte oplichting) dirumuskan dalam pasal 379 KUHP yang berbunyi: “Perbuatan yang dirumuskan dalam pasal 378 jika benda yang diserahkan itu bukan ternak dan harga dari benda, hutang atau piutang itu tidak lebih dari Rp 250,00 dikenai sebagai penipuan ringan, dengan pidana penjara paling lama 3 bulan atau pidana denda paling banyak Rp 900,00”
Faktor yang menyebabkan penipuan sebagaimana dirumuskan di atas menjadi ringan adalah: Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
a. Benda objek bukan ternak, dan b. Nilai benda objek tidak lebih dari Rp 250,00 Terhadap ternak walupun nilainya kurang dari Rp 250,00 tidak dapat menjadi penipuan ringan, sama seperti pada pencurian ringan, penggelapan ringan dan tindak pidana mengenai harta benda ringan lainnya, disebabkan nilainya yang khusus. Unsur-unsur penipuan ringan adalah: 47 1. Unsur-unsur dari tindak pidana penipuan dalam bentuknya yang pokok. 2. Barang yang diserahkan (sebagai obyek tindak pidana penipuan) haruslah bukan ternak dan nilainya tidak lebih dari Rp. 250,00. 3. Hutang yang diberikan ataupun piutang yang dihapuskan tersebut tidak lebih dari Rp. 250,00. Selain ada penipuan (oplichting) ringan, ada lagi penipuan (bedrog) ringan dalam hal jual beli yang dilakukan oleh penjual sebagaimana diatur dalam pasal 384 yang rumusannya: “Perbuatan yang dirumuskan dalam pasal 383 dikenal pidana penjara paling lama 3 bulan atau denda paling banyak Rp. 900,00 jika jumlah keuntungan tidak lebih dari Rp. 250,00” Faktor yang menyebabkan diperingannya kejahatan pasal 384 tersebut adalah juga terletak pada nilai objeknya kurang dari Rp. 250,00 adalah berupa nilai batas tertinggi bagi kejahatan-kejahatan ringan. Dengan demikian, terdapat tiga syarat agar suatu tindak pidana penipuan dikategorikan sebagai tindak pidana ringan.
47
Tongat. Op.Cit., hal. 76.
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
3. Tindak Pidana Penipuan Dalam Hal Jual Beli Dalam hal ini ada 2 bentuk penipuan, yakni yang dilakukan oleh pembeli diatur dalam pasal 379a dan yang dilakukan oleh penjual diatur dalam pasal 383 dan 386. a. Penipuan yang dilakukan Pembeli Pasal 379a KUHP merumuskan sebagai berikut: “Barangsiapa menjadikan sebagai mata pencaharian atau kebiasaan untuk membeli benda-benda, dengan maksud supaya tanpa dengan pembayaran seluruhnya, memastikan kekuasaannya terhadap benda-benda itu, untuk diri sendiri maupun orang lain diancam dengan pidsana penjara paling lama 4 tahun”
Tindak pidana yang dirumuskan dalam pasal 379a tersebut oleh UU tidak diberi kualifikasi tertentu. Di luar UU, orang-orang memberikan kualifikasi dengan flesentrekkerij. 48 Adapun kejahatan itu baru dimuat dalam KUHP pada tahun 1930, karena sejak tahun itu tampak ada gejala buruk dalam masyarakat mengenai hal pembelian barang-barang oleh pembeli. Gejala buruk yang dimaksud adalah berupa pembeli yang sudah berniat untuk tidak membayar lunas harga barang tetapi ia sudah memastikan untuk menguasainya, yang oleh p[embentuk undangundang dinilai suatu perbuatan yang membahayakan suatu kepentingan hukum dan dapat diatasi dengan menetapkan suatu sanksi pidana apabila dijadikan sebagai mata penacaharian dan kebiasaan. Jadi yang diberantas kini ialah perbuatan seorang pembeli barang yang sudah mulai semula berniat untuk tidak membayar sebagian dari harga-pembelian (ngemplang). Dengan demikian perbuatan seperti ini terang bersifat menipu. 49
48 49
Adami Chazawi, Op.Cit., hal. 132. Wiryono Prodjodikoro. Op.Cit., hal. 44.
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
Rumusan tindak pidana dalam pasal 379a tersebut terdapat unsur-unsur sebagai berikut: 50 1. Unsur-unsur objektif: a. perbuatan membeli, b. benda-benda, dan c. dijadikan sebagai mata pencaharian atau kebiasaan. 2. Unsur-unsur subjektif, berupa maksud yang ditujukan: a. pada menguasai benda itu bagi: 1) diri sendiri, atau 2) orang lain, dengan b. tidak membayar lunas harganya. Berikut merupakan penjelasan unsur-unsur tindak pidana penipiuan pada Pasal 379a: 1) Unsur Objektif Yang merupakan unsur objektif yaitu: pertama, perbuatan membeli. Perbuatan ini terjadi dalam hal perikatan hukum jual beli. Dalam KUHPerdata (pasal 1457), yang disebut dengan jual beli adalah suatu persetujuan di mana pihak yang satu (disebut penjual) mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu benda dan pihak lain (disebut pembeli) untukm membayar harga yang telah dijanjikan. Dalam hukum perdata, asas perikatan adalah kesepakatan. Perikatan hukum jual beli terjadi pada saat kesepakatan seperti yang dimaksudkan di atas itu tercapai. Dalam hukum terdapat asas perjanjian adalah terang dan kontan. Perjanjian jual beli terjadi bila pembayaran dan harga telah nyata-nyata telah diserahkan dan telah diterima oleh masing-masing pihak. Pelaku tindak pidana adalah pembelinya. Dalam perikatan hukum jual beli, pembeli mempunyai kewajiban untuk membayar harga, pem,bayaran mana dapat dilakukan secara
50
Ibid., hal. 132.
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
kontan atau tidak. Dalam hukum Perdata yang mendasarkan perjanjian pada asas kesepakatan, bila telah timbul kesepakatan, perjanjian jual beli itu telah terjadi, walaupun harga belum dibayar lunas dan barang sudah diserahkan. Karena perjanjian sudah ditimbul, berakibat hak atas barang sudah beralih kepada pembeli. Namun menurut redaksi pasal 379a, tidak tampak secara jelas hak tersebut apakah telah beralih aataukah belum ke tangan pembeli, dalam arti bahwa apakah perikatan jual beli seperti itu sebagai syah ataukah tidak. Unsur yang kedua adalah objeknya yaitu benda-benda atau barang-barang Perikatan hukum jual beli bisa terjadi terhadap benda bergerak dan benda tetap. Dalam hal kejahatan ini, benda objek adalah benda bergerak, karena untuk benda tidak bergerak seperti tanah pekarangan, tidak dapat berpindah kekuasaan sebagaimana arti yang sebenarnya. Dari perkataan “memastikan kekuasaannya” dalam rumusan kejahatan ini, membuktikan bahwa benda yang bisa dipastikan kekuasaannya beralih dalam arti yang sebenarnya itu adalah terhadap benda-benda bergerak. Objek benda di sini tidak cukup dengan satu benda. Oleh karena disamping dimuskan dalam bentuk jamak (goederen), juga ternyata dari unsur kebiasaan, yang menunjukkan pembelian itu harus dilakukan lebih dari satu kali. Bila pembelian harus dilakukan berulang kali, berarti jenis benda atau wujud benda adalah terhadap benda yang berlainan atau tidak sama. Benda yang berlainan berarti ada lebih dari satu benda. Unsur yang ketiga adalah sebagai mata pencaharian (Beroep) atau kebiasaan (Gewoonte). Pada umumnya yang dimaksud dengan “menjadikan sebagai mata pencaharian” adalah terdiri dari sekali perbuatan. Namun demikian,
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
dalam konteks Pasal 379a KUHP di atas, tidaklah dipersyaratkan bahwa perbuatan tersebut telah dilakukan beberapa kali. Cukup apabila seseorang m,empunyai niat untuk tidak membayar secara lunas pembelian yang dilakukannya dengan maksud agar mendapatkan keuntungan. 51 Kejadian seperti ini pada dasarnya merupakan perbuatan yang sering terjadi dal;am masyarakat kita, di mana seringkali orang membeli sesuatu barang itu dengan hanya membayar sebagian dari hjarga barang. Untuk sebagian harga mana misalnya dijanjikan pada waktu yang lain.52 Antara mata pencaharian dengan kebiasaan ada perbedaan pokok, yakni pada kebiasaan terjadinya pembelian harus lebih dari satu kali. Sedangkan mata pencaharian terjadinya pembelian itu cukup hanya satu kali saja, namun dari pembelian yang satu kali itu dapaty disimpulkan bahwa akan dilakukannya kembali. Misalnya telah terjadi pembelian tanpa pembayaran tunai, dan ternyata bendanya
sudah
dijual
lagi
secara
kontan
pada
tengkulak
dan
ada
kesanggupan/perjanjian dengan tengkulak itu bahwa akan dikirim benda yang sejenis
berikutnya,
Kesanggupan/perjanjian
dengan
tengkulak
akan
mengirimkan/menjual lagi benda yang sama adalah menunjukkan bahwa akan dilakukan lagi pembelian berikutnya. 53 Walaupun pembelian sebagai mata pencaharian ini cukup terjadi satu kali dengan syarat yang demikian, namun dalam praktik, sama dengan kebiasaan bahwa pembelian itu terjadinya lebih dari satu kali.
51
Tongat. Op.Cit., hal. 77. Ibid., hal. 77. 53 Adami Chazawi. Op.Cit., hal. 134. 52
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
2) Unsur Subjektif Setelah membahas mengenai unsur objektif dari Pasal 379a di atas, maka yang merupakan unsur subjektifnya adalah maksud untuk memastikan kekuasaan atas benda bagi dirinya sendiri maupun orang lain tanpa membayar lunas Maksud petindak di sini harus ditujukan kepada: 54 a. memastikan menguasai benda, baik bagi dirinya maupun orang lain, dan b. tanpa membayar lunas. Dalam hal yang pertama, maksud itu ditujukan untuk memastikan menguasai benda, bukan memiliki benda. Perihal menguasai benda bagi orang lain, tidak diperlukan syarat agar benda tersebut nyata-nyata telah berada dalam kekuasaan orang lain itu. Orang lain di sini adalah setiap orang selain petindak. Dalam hal ini pelaku pembantu adalah termasuk dalam pengertian orang lain, dengan dasar pemikiran bahwa pelaku pembantu tidak melakukan keseluruhan perbuatan membeli. Perbuatan pelaku pembantu adalah berupa perbuatan mempermudah dalam terjadinya jual beli. Hal ini terjadi misalnya ia ikut membanti dalam hal membawa atau mengangkat benda dan lain sebagainya. Maksud ini jiga ditujukan pada unsur tidask membayar lunas, yang maksud mana sebelum atau setidaknya pada saat mulanya perbuatan membeli sudah ada di dalam diri petindak. Dilihat praktiknya adalah sulit untuk membuktikan adanya dan kapan timbulnya maksud seperti itu. Satu dan lain hal karena maksud adalah berupa unsur batiniah (subjektif) yang tidak tampak atau tersembunyi. Suatu alat bukti
54
Ibid., hal. 135.
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
yang paling tepat untuk pembuktian adalah berupa keterangan terdakwa, namun keterangan yang isinya npengakuan bersalah hamper dapat dipastikan sulit untuk didapatkan. Mengingat sifat untuk menghindari kesusahan atau kesulitan yang ada pada setiap orang. Untuk membantiu, barangkali dapat digunakan sebagai pedoman suatu putusan Hof Amsterdam (29-91938) yang menyataklan bahwa: “Maksud ini ada, jika seorang pembeli menyadari bahwa ia tidak akan dapat membayar pembelian dengan kredit atas barang kanan kiri tanpa memberitahukan pada leveransir mengenai keadaannya yang tidak baik, akan tetapi dengan cara hidupnya menimbulkan kesan seolah-olah kehidupannya baik, dan dengan demikian memperoleh kepercayaan yang tidak sebenarnya. 55 Untuk memperjelas jurisprudensi tersebut dalam usaha pembuktian adanya maksud yang demikian, maka perlu dibuktikan tentang: 56 a. Bagaimana dengan pekerjaannya dan penghasilan yang diperolehnya? b. Apakah dengan penghasilannya itu, dapat atau tidak ia membeli benda tersebut dengan membayar secara kredit? c. Bagaimana pula tampak cara kehidupannya sehari-hari? Apabila pertanyaan-pertanyaan tersebut, jawabannya terbukti negatif, maka dapat dapat ditarik kesimpulan bahwa si pembeli ini pada dasarnya sebelum membeli, sudah terkandung maksud untuk tidak membayar lunas. Berhubung dengan jual beli yang tidak saja dapat dilakukan secar langsung atau tatap muka, tetapi dapt juga dilakukan melalui pesanan, baik melalui surat maupun telepon dan lain sebagainya. Maka timbul persoalan yang
55 56
Ibid., hal. 136. Ibid., hal. 136.
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
berhubungan dengan relative kompetensi peradilan, yakni tentang di mana tempat kejahatan itu terjadi. Bagi
pembelian
langsung
tidak
menjadi
persoalan,
karena
pesanan/pembelian dan penyerahan benda dilakukan di tempat yang sama. Tetapi ada suatu kesulitan pada pembelian yang antara tempat melakukan pesanan dengan tempat penyerahan barang tidak sama. Tindak pidana ini adalah berupa tindak pidana formil. Untuk menetukan kapan kejahatan terjadi adalah bergantung pada unsur perbuatan yang dilarang. Dalam kejahatan ini perbuatan yanhg dilarang adalah berupa membeli. Dengan demikian kejahatan yang terjadi adalah di tempat di mana terjadinya pembelian itu, atau dengan kata lain di tempat mana terjadinya perjanjian jual beli itu. Sebagaimana sudah diterangkan di atas, bahw amenurut hukum perdata bahwa perjanjian itu berasaskan kesepakatan, maka pembelian atau perjanjian jual beli itu terjadi di tempat mana kesepakatan itu dilakukan. Dengan demikian, kejahatan terjadi adalah di mana tempat kesepakatan itu dilakukan, tanpa perlu memperhatikan di mana benda diserahkan. Agak berbeda apabila dilihat dari hukum adat, yang mendasarkan asas kontan dan terang. Menurut asas ini, Pembelian atau perjanjian jual beli itu timbul pada saat secara nyata benda diserahkan. Oleh karena itui, kejahatan ini terjadi pada saat menyerahkan benda dan di tempat mana benda diserahkan. Dengan tanpa mempersoalkan pembelian menurut hukum mana yang diberlakukan, kiranya dapat dipahami suatu arrest HR yang menyatakan bahwa “kejahatan ini dilakukan di tempat di mana pesanan-pesanan tertulis itu dikirim dan di mana benda diserahkan”.
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
Pendapat Hoge Raad ini tidak menimbulkan masalah sepanjang tempat pesanan adalah sama dengan tempat di mana benda diserahkan. Akan menimbulkan masalah apabila kedua tempat itu berbeda. Untuk mengatasi kesulitan ini, akan lebih baik jika didasarkan pada hukum yang berlaku dalam hal pembelian itu, seperti yang sudah diterangkan di atas.
b. Penipuan yang Dilakukan oleh Penjual Jenis tindak pidana ini biasanya terjadi di pasar-pasar atau warung-warung dimana seorang penjual biasanya melakukan penipuan misalnya mengurangi timbangan. Modusnya biasanya sudah sangat umum, yaitu dengan menaruh suatu benda tertentu yang dapat mengurangi berat barang yang ditimbang tidak sesuai dengan beban anak timbangannya (biasanya lebih ringan dari anak timbangannya dengan maksud untuk memperoleh keunyungan. 57 Penipuan yang dilakukan oleh penjual adalah diatur dalam pasal 383, 384, dan 386 KUHP. 1) Pertama, pasal 383 KUHP yang merumuskan: “Diancam dengan pidana penjara paling lama 1 tahun 4 bulan, seorang penjual yang berbuat curang terhadap pembeli: 1. Karena sengaja menyerahkan benda lain daripada yang ditunjuk untuk dibeli, dan 2. Mengenai jenis, keadaan atau jumlah benda yang diserahkan, dengan menggunakan tipu muslihat”.
Perbuatan ke 1 dapat dilakukan dalam suatu took, perbuatan ke 2 oleh seorang penjual bahan-bahan makanan seperti beras, gula, kacang, dan lain-lain dan lagi barang-barang keperluan rumah-tangga sehari-hari seperti minyak, arang
57
Tongat. Op.Cit., hal. 84.
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
dan lain-lain.Tipu muslihat yang dilakukan dalam perbuatan ke 2 ini biasanya terletak pada lihainya si penjual dan kurang waspadanya si pembeli. 58 Kejahatan sebagaimana yang dirumuskan tersebut, apabila dirinci, terdiri dari unsur-unsur sebagai berikut: 59 a) Unsur-unsur Objektif 1) petindaknya: seorang penjual, 2) perbuatannya: berbuat curang, 3) terhadap pembeli, dan 4) upaya-upayanya: (a) menyerahkan benda lain daripada yang ditunjuk untuk dibeli, dan (b) dalam mempergunakan tipu muslihat mengenai: jenis, keadaan, dan jumlah benda yang diserahkan. b) Unsur Subjektif: Dengan Sengaja Penjual adalah merupakan unsur kualitas tertentu yang melekat pada pribadi seseorang, menunjukkan bahwa kejahatan ini terbatas bagi orang-orang yang memiliki kualitas itu yang hanyalah ada dalam hubungan jual beli saja. Akan tetapi menurtu Hoge Raad dalam satu arrestnya menyatakan bahwa “kejahatn ini dapat juga terjadi dalam hal tukar menukar barang”. Alasannya bahwa sifat penipuannya dalam kejahatan ini adalah terletak pada benda-benda yang dijual, pendapat ini juga tampak dalam arrest jauh sebelumnya yang menyatakan bahwa “berbuat curang itu harus mengenai benda yang diserahkan dan bukan mengenai benda yang dijual”. Tampaknya HR memberikan tafsiran secara luas perihal jual beli, dengan alasan kejahatn ini adalah mengenai larangan penipuan dalam perdagangan, maka pengertian membeli harus diartikan secara luas. Dalam perdagangan tidak saja terdapat perbuatan jual beli, melainkan juga perbuatan lain-lain yang ada hubungannya dengan perdagangan, termasuk di dalamnya perjanjian tukar menukar benda. 58 59
Wiryono Prodjodikoro. Lot.Cit., hal. 44. Adami Chazawi., Op.Cit., hal. 138.
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
Sifat penipuannya atau perbuatan curangnya yang dilakukan oleh penjual dari kejahatan ini terletak pada: a. ia sengaja menyerahkan benda yang lain dari yang ditentukan oleh pembeli, dan b. ia dalam menyerahkan benda itu melakukan tipu muslihat mengenai: jenis benda, keadaan benda dan jumlah benda. Walaupun dalam rumusan kejahatan ini, tidak ternyata dan tampak tidka penting bagaimana nilai benda lain yang diserahkan pada pembeli. Namun kalau kita berpikir bahwa dibentuknya kejahatan ini oleh pembentuk UU berlatar belakang pada perlindungan hukum bagi pembeli, maka dipastikan bahwa bendabenda lain yang diserahkan itu adalah benda-benda yang dinilai oleh pembeli sebagai merugikan, dan dinilai oleh penjual sebagai yang menguntungkan, dan tidak terhadap benda-benda yang dinili sebaliknya. Latar belakang nilai yang dipandang oleh penjual sebagai menguintungkan dan oleh si pembeli yang merugikan ini lebih nampak pada rumusan pasal 384. Sebagai faktor yang menyebabkan kejahatan dalam pasal ini menjadi kejahatan ringan karena terletak pada nilai keuntungan yang diperoleh penjuual tersebut. Kejahatan ini sering terjadi jika pembeli kurang waspada. Dalam mendapat keuntungan yang sebesar-besarnya penjual dalam menjual benda-benda dagangannya, kadang-kadang dengan mengurangi timbangannya lebih sedikit. Di pasar buah-buahan, kadang terjadi penjual mencampur buah yang dibeli dengan buah yang bentuknya sama tetapi rasanya lain dari yang ditumjukkan/diberikan pada pembeli untuk dicoba/contoh promosi.
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
Unsur perbuatan yang dilarang yakni berbuat curang (bedreigen), yang ada ahli menyuebutnya dengan menipu, dengan kecurangan, adalah berupa perbuatan yang tidak abstrak, yang bentuk sebenarnya tergambar dalam cara melakukannya, yaitu menyerahkan benda lain dari yang ditunjuk, dengan tipu muslihat mengenai jenis, keadaan dan jumlah barang yang diserahkan. Mengenai pengertian tipu muslihat dalam kejahatan ini mempunyai arti yang tidak berbeda dengan tipu muslihat dalam pasal 378, yang pada dasarnya membohongi orang lain dengan perbuatan, dalam hal ini perbuatan menyerahkan, yang sifatnya bohong atau menipunya seudah disebutkan di muka. Penipuan (bedrog) jenis ini nada dalam bentuk ringan sebagaimana yang dirumuskan dalam pasal 384, yang menyatakan:
“bila jumlah keuntungan
diperoleh tidak lebih dari Rp. 250,00 diancam dengan pidana penjara setinggitingginya 3 bulan atau denda Rp. 900,00 sebagai kejahatn ringan.
2) Pasal 386 KUHP, penipuan yang dilakukan penjual kedua Penipuan (bedrog) yang dilakukan oleh penjual jterhadap pembeli lainnya diatur dalam pasal 386 KUHP yang merumuskan sebagai berikut: (a) Barang siapa menjual, menawarkan atau menyerahkan benda makanan, minuman, atau obat-obatan yang diketahui bahwa itu palsu dan menyembunyikan hal itu, diancam dengan pidana penjara paling lama 4 tahun. (b) Bahan makanan, minuman, atau obat-obatan itu dipalsu, jika nilainya atau faedahnya menjadi berkurang karena sudah dicampur sesuatu yang lain.
Kini yang ditipu bukan seorang pembeli tertentu, melainkan khalayak ramai, dan lagi yang dengan perbuatan ini diserang ialah kesehatan para pembeli,
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
maka adalah layak adanya hukuman lebih berat dari dalam hal penipuan biasa oleh penjual dari Pasal 383 KUHP. 60 Apabila diuraikan, maka unsur-unsur tindak pidana dalam ketentuan Pasal 386 ayat 1 KUHP terdiri dari unsur objektif yang meliputi (1) menjual, menawarkan, atau meyerahkan, (2) bahan makanan, bahan minuman atau obatobatan; dan unsur subjektif yang meliputi yang diketahuinya telah dipalsukan atau menyembunyikan tentang pemalsuan itu. Sementara dalam ketentuan Pasal 386 ayat (2) KUHP secara eksplisit telah diberikan batasan apa yang dimaksud dengan pemalsuan terhadap bahan makanan, minuman dan obat-obatan tersebut sebagaimana diatur dalam ayat (1). 61 Ayat kedua dari pasal 386 bukan merupakan rumusan tindak pidana, melainkan menerangkan tentang syarat kapankah makanan, minuman, atau obatobatan sebagai dipalsu, yang dalam hal ini sisebutkan ialah jika: nilainya atau faedahnya menjadi berkurang setelah dicampur dengan bahan lain. Berkurangnya nuilai adalah akibat langsung dari dicampurnya dengan bahan lain. Bagaimana jika karena dicampur itu nilainya hilang sama sekali? Jika kita dasarkan pada ratio dibentuknya kejahatan ini adalaha untuk melindungi kepentingan hukum bagi masyarakat atas benda makanan dan minuman dan obatobatan yang dipalsu, maka terhadap kasusu itupun dipidana. Jadi walaupun dicampur, jika nilai atau faedahnya tidak berkurang, maka di sini tidak terjadi pemalsuan bahan makanan, minuman, dan obat-obatan, karenanya bukan pelanggaran terhadap pasal ini. Karena ayat pertama disebutkan
60 61
Wiryono Prodjodikoro. Op.Cit., hal. 45. Tongat. OpCit.,hal. 87.
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
dipalsu merupakan unsur, maka hal berkurangnya nilai atau faedah ini haruslah dibuktikan. Rumusan kejahatan di atas jika dirinci, maka terdiri dari unsur-unsur yaitu Unsur objektif dan unsur siubjektif. Unsur objektif terdiri dari (1) perbuatan (menjual, menawarkan, menyerahkan); (2) Objeknya (benada makanan, benda minuman, dan benda obat-obatan); (3) benda-benda itu dipalsu; dan (4) menyembunyikan tentang palsunya benda-benda itu. Sedangkan unsur subjektif berupa diketahuinya bahwa benda-benda itu dipalsu. Bebeda dengan kejahatan yang dirumuskan dalam pasal 383, kejahatan yang dirumuskan dalam pasal 386 ini tidak disebutkan petindaknya seorang penjual. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa kejahatn ini tidak saja terjadi dalam hal jual beli, tetapi dapat juga terjadi dalam hal perbuatan hukum lainnya. Hal ini ternyata dari unsur perbuatannya tidak saja menjual, tetapi juga menyerahkan dan menawarkan, yang tidak selalu terjadi dalam hal jual beli belaka. Perbuatan menawarkan bias terjadi sebelum perbuatan menjual maupun menyerahkan, dapat diartikan sebagai perbuatan permulaan atau mendahului pernbuatan menjual atau menyerahkan. Perbedaan lain yakni, korban menurut pasal 383 disebutkan sebagai pembeli, jadi orang tertentu. Sedangkan korban dalam pasal 386 tidak disebutkan, artinya setiap orang. Tetapi dari unsur perbuatan yang dilarang, maka sesungguhnya sudah dapat diketahui bahwa korbannya adalah pembeli, orang yang menerima penawaran dan orang yang menerima penyerahan benda. Pengertian perbuatan menyerahkan di sini mempunyai arti yang sama dengan menyerahkan dalam pasal 378. Perbedaannya adalah hanya pada siapa yang
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
melakukan perbuatan menyerahkan. Dalam pasal 386 yang menyerahkan adalah petindak, dan pasal 378 adalah korban atau orang lain selain petindak. Apa yang dimaksud dengan benda makanan dan miniman adalah diperuntukksn bsgi mansuia, dan menurut fungsi atau tujuannya pada umumhnya dan bukan tergantung dari isi pembeli (arrest HR:9-5-1892). Dalam arrest HR lainnya (19-12-1921) yang menyatakan bahwa bahan makanan adalah yang diperuntukkan oleh orang, termasuk juga bahan yangh dapat dipakai secara langsung akan tetapi yang harus dipersiapkan terlebih dulu. Kedua objek kejahatan ini harus terbukti sevara nyata sebagai palsu. Sedangkan pengertian palsu diterangkan dalam ayat ke-2, perihal siapa yang memalsukan benda-benda itu dalam pasal ini bukan merupakan hal yang penting. Melainkan yang menjadi unsur di sini adalah petindak mengetahui bahwa bendabenda itu palsu. Perihal diketahuinya akan palsunya benda-benda itu adalah merupakan unsur subjektif. Sedangkan tentang menyembunyikan perihal palsunya adalah berupa unsur objektif. Menyembunyikan artinya tidak memberitahukan, berupa perbuatan pasif. Memberitahukan perihal palsunya kepada pembeli, orang yang ditawari dan orang yang menerima benda itu sesungguhnya adalah kewajiban hukumnya, yang bila kewajiban hukumnya itu tidak dilaksanakannya maka ia dipersalahkan telah melakukan perbuatan pasif. Bagaimana jika tentang keadaan palsu dari benda makanan, minuman, dan obat-obatan itu, telah diberitahukan kepada orang lain, tetapi orang lain itu tidak
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
mengerti/tidak tahu? Dapat atau tidaknya dipidana bergantung dari keadaankeadaan seperti: 62 a. Bagaimana sikap batin orang yang memberitahukan itu? Artinya apakah pemberitahuannya itu dimaksudkan agar orang lain tersebut mengetahui yang sebenarnya ataukah hanya sekedar untuk mencari dasar pembenar belaka? b. Apakah menurut kebiasaan yang wajar, cara pemberitahuannya itu sudah dipandang patut atau tidak? Dalam
kejahatan
ini
unsur
kesalahan
berupa
mengetahui,
atau
kesengajaan, yang tidak saja ditujukan pada palsunya benda itu. Harus ada kesengajaan untuk tidak memberitahukan. Apabila tidak memberitahukan itu terjadi karena kelalaian/culpa, maka kejahatan ini tidka terjadi. Petindak harus mengetahui bahwa benda makanan dan sebagainya itu palsu adalah sebelum ia atau setifak-tidaknya pada saat memulai perbuatan menjual, menawarkan, atau menyerahkan. Akibat dari perbuatan menyembunyikan, adalah membeli, orang yang menerima penwaran atau yang menerima benda menjadi tidka tahu tentang kepalsuan benda. Di sini harus ada hubungan sebab akibat. Bagaimana misalnya telah terjadi perbuatan sengaja tidak memberitahukan kepalsuan benda, tetapi tidak berakibat orang lain itu menjadi tidak tahu, melainkan ia sudah tahu tentang kepalsuan. Berpegang pada pendapat tersebut, maka di sini tidak terjadi kejahatan. Dalam
hal
harus
ada
vausal
verband
antara
perbuatan
tidak
memberitahukan dengan tidak diketahuinya tentang palsunya benda oleh korban, adalah didasarkan suatu pikiran bahwa dibentuknya kejahatan ini adalah untuk
62
Adami Chazawi. Op.Cit., hal. 143.
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
melindungi kepentingan hukum pembeli, orang yang menerima penawaran atau orang yang menerima penyerahan atas benda-benda yang dapat merugikannya dari perbuatan-perbuatan yang bersifat menipu, tidak jujur, membohongi, dan sebagainya. Merugikannya tentunya disebabkan membeli benda yang sebelumnya tidak diketahui tentnag palsunya itu. Apabila sebelumnya ia sudah mengetahui bahwa suatu benda itu palsu, tetapi tetap saja membelinya, maka di sini sesungguhnya tidak ada sifat terpedaya. Atau dengan kata lain tidak ada sifat memperdaya yang dilakukan penjual, yang justru sifat ini adalah hal yang penting dalam seluruh bentuk kejahatan penipuan (bedrog).
4. Tindak Pidana Penipuan Dengan Memalsu Nama Atau Tanda Bentuk penipuan (bedrog) ini dirumuskan dalam pasal 380 KUHP yang merumuskan sebagai berikut: (1) Diancam dengan pidana penjara paling lama 2 tahun 8 bulan atau denda paling banyak Rp. 5.000,00: 1. Barang siapa menaruh suatu nama atau tanda secara palsu di atas atau di dalam suatau hasil buah kesusasteraan, keilmuan, kesenian atau kerajinan, atau memalsu nama atau tanda yang asli, dengan maksud supaya karenanya orang mengira itu benar-benar buah hasil orang yang nama atau tandanya olehnya ditaruh diatas atau didalamnya tadi. 2. Barang siapa dengan sengaja menjual, menawarkan, menyerahkan, mempunyai persediaan untuk dijual atau memasukkan ke Indonesia buah hasil kesusasteraan, keilmuan, kesenian, atau kerajinan, yang di dalamnya atau di atasnya telah ditaruh nama atau tanda yang palsu, yang nama atau tandanya yang asli telah dipalsu, seakan-akan itu benar-benar hasil orang yang nama atau tandanya telah ditaruh secara palsu tadi. (2) Jika buah hasil itu kepunyaan terpidana, maka boleh dirampas.
Menurut Noyon Langemeyer (halaman 213/214) pasal ini tidak dimaksudkan untuk memperlindungi “autteursrecht” atau hak pencipta hasil-hasil pekerjaan tersebut, melainkan lebih memperlindungi kepercayaan khalayak
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
ramai. 63 Kejahatan dalam pasal 380 di atas ada 2 rumusan. Rumusan pertama yang diatur dalam ayat 1 terdiri dari unsur-unsur sebagai berikut: 64 1. Unsur-unsur objektif: a. Perbuatan:
1. menaruh secara palsu dan 2. memalsu. b. Objeknya, suatu: 1. nama dan 2. tanda c. Di atas atau di dalam: 1. suatu hasil kesusasteraan; 2. suatu hasil keilmuan; 3. suatu hasil kesenian; dan 4. suatu hasil kerajinan. 2. Unsur-unsur subjektif ialah maksudnya ditujukan agar orang lain mengira hal itu (hasil kesusasteraan dan sebagainya) seolah-olah hasil dari orang yang namanya di atas atau di dalamnya tadi.
Hal terpenting yang harus dipahami berkaitan dengan penerapan Pasal 380 KUHP ini adalah, bahwa Pasal 380 KUHP ini bukanlah ketentuan yang dipakai untuk melindungi hak cipta. Ketentuan Pasal 380 KUHP dibuat untuk melindungi konsumen dari perilaku yang bersifat menipu yang sering merugikan konsumen. Hal ini sesuai dengan yurisprudensi yang berkaitan dengn masalah ini, yaitu arrest HR tanggal 19 Januari 1914, yang pada intinya menyatakan, bahwa ketentuan Pasal 380 KUHP ini tidak bermaksud melindungi hak cipta, melainkan untuk mengancam pidana perbuatan-perbuatan yang bersifat meinpu. 65 Sedangkan tindak pidana yang ditujukan bagi perlindungan kepentingan hukum terhadap hak cipta seseorang, ada dimuat dalam UU Hak Cipta (auteurswet) 1912 yang kini tidak berlaku lagi, adalah berupa tindak pidana aduan.
63
Wiryono Prodjodikoro. Op.Cit., hal.46. Ibid., hal. 145. 65 Tongat. Op.Cit., hal. 79. 64
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
Pengganti autteurswet 1912 tersebut ialah UU No. 6 Tahun 1982 yang diubah dengan UU No. 7 Tahun 1987, yang kini diganti dengan UU No. 19 Tahun 2002, di mana dalam pasal 72 memuat rumusan tentang tindak pidana hak cipta. Unsur perbuatan dalam kejahatan dalam pasal 380 adalah berupa perbuatan menaruh secara palsu dan perbuatan memalsu. Menaruh secara palsu maksudnya ialah meletakkan suatu nama atau tanda yang tidak benar di atas suatu buah hasil ciptaan seseorang. hal ini terjadi misalnya seseorang meniru dan menerbitkan suatu karangan/buku buah hasil karya orang lain, yang ditulisnya nama pengarangnya adalah namanya sendiri atau nama orang lain yang bukan nama si pengarang sebenarnya. Sedangkan memalsu 66 adalah suatu perbuatan mengubah tanpa wewenang suaut nama atau tanda yang telah ada dalam atau di atas suatu buah karya orang lain dengan nama atau tanda yang lain. Misalnya, seseorang menghapus nama atau tanda yang ada di sebuah lukisan itu ditaruhnya/ditulisnya nama Aqua, seolah-olah lukisan itu hasil karya Aqua. Dari kedua perbuatan itu dapat memperdaya orang lain, dan adanya sifat inilah yang menyebabkan kejahatan ini dimasukkan sebagai kejahatan penipuan (bedrog). Ciptaan di bidang-bidang: kesusasteraan, keilmuan, kesenian, kerajinan, dan lain sebagainya dilindungi oleh UU. Bagi penciptanya mempunyai hak atas hasil ciptaannya itu yang disebut dengan hak cipta, yang oleh UU dianggap sebagai benda bergerak, yang karenanya dapat dilaihkan atau beralih seluruh maupun sebagian.
66
Adami Chazawi. Op.Cit., hal. 146
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
Menurut UU hak cipta yang kini berlaku (UU No. 19/ 2002) pada pasal 12 ayat 1, hasil ciptaan yang dilindungi itu ialah ciptaan di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang mencakup: 67 a) Buku, program, komputer, pamphlet, perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan, dan semua karya tulis lain: b) Ceramah, kuliah pidato, dan ciptaan lain yang sejenis dengan itu; c) Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan; d) Lagu atau musik dengan atau tanpa teks; e) Drama atau drama musical, tari, koreografi, pewayangan, dan pantonim; f) Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan; g) Arsitektur; h) Peta; i) Seni Batik; j) Potografi; k) Sinematografi; l) Terjemahan, tafsir , saduran, bunga rampai, database, dan karya lain dari hasil pengalihwujudan. Apa yang dimaksud dalam UU tentang Hak Cipta tersebut diatas adalah tidak termasuk hasil kerajinan sebagaimana yang menjadi salah satu objek kejahatan pasal 380. Hasil bidang kesustraan , kesenian, dan keilmuan yang dimaksud dalam pasal 380 pada dasarnya dapat berupa bidang-bidang yang disebutkan secararinci dalam UU tentnag Hak Cipta tersebut. Dengan tidak menyebutkan secara tegas hasil kerajinan dalam UU tentang Hak Cipta, maka dapat diartikan UU ini tidak melindungi kepentingan hukum bagi pencipta hasil kerajinan. Sedangkan dalam hukum pidana melalui pasal 380 ternyata melindungi kepentingan hukum masyarakat dari benda-benda kerajinan yang dipalsu.
67
Ibid., hal. 147.
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
Sedangkan rumusan kedua ,yakni yakni yang diatur dalam ayat 1 sub 2 pasal 380 tersebut, yang unsur-unsurnya terdiri dari : 68 1. Unsur-unsur objektif : a. Perbuatan: 1) menjual, 2) menawarkan, 3) menyerahkan, 4) mempunyai persediaan untuk dijual, dan 5) memasukkan ke Indonesia. b. Objeknya: 1) hasil kesusasteraan, 2) hasil keilmuan, 3) hasil kesenian, dan 4) hasil kerajinan. c. Yang di dalamnya atau di atasnya ditaruh: 1) nama atau tanda yang palsu; atau 2) tanda yang asli telah dipalsu, seakan-akan benar buah hasil orang yang nama atau tandanya telah ditaruh secara palsu tadi. 2. Unsur subjektif: dengan sengaja. Pada kejahatan yang dirumuskan dalam ayat 1 sub 1, kepentingan hukum yang dilindungi tertuju pada kepentingan hukum masyarakat umum. Sedangkan dari rumusan unsur kedua ini adalah lebih ditujukan pada kepentingan hukum orang tertentu. Dari perbuatan menjual, yang terpedaya ialah pembeli, dari perbuatan menawarkan yang terpedaya adalah orang yang ditawari, dan dari perbuatan menyerahkan yang terpedaya adalah orang yang menerima penyerahan benda itu. Jika dibandingkan antara kejahatan pada sub 1 dengan sub 2 dari ayat 1, maka dapat kita ketahui bahwa: 69 a. Rumusan pertama adalah berupa kejahatan yang perbuatannya berhubungan langsung dengan menjadikan/membuat keadaan palsu/ketidakbenaran dari nama atau tanda dari hasil kesusasteraan, keilmuan, kesenian, dan kerajinan. Sedangkan rumusan kedua adalah berupa kejahatan yang terjadinya setelah terciptanya keadaan palsu/ketidakbenaran dari nama atau tanda dari hasil-hasil kesusasteraan dan lain sebagainya itu. 68 69
Ibid., hal. 148. Ibid., hal. 149
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
b. Mengenai unsur kesalahan. Pada kejahatan pertama, kesalahannya adalah berupa kesengajaan sebagai maksud (opset als oogmerk) yang ditujukan pada unsur (agar) orang lain mengira bahwa hasil kesusasteraan dan sebagainya tadi seolah-olah hasil dari orang yang namanya atau tandanya olehnya ditaruh di atas atau di dalam benda-benda objek kejahatan, dan tidak ditujukan pada unsur perbuatan. Sedangkan pada kejahatan kedua, kesengajaanya (opzettelijk) ditujukan pada seluruh unsur-unsur dari kejahatan itu, termasuk unsur perbuatan seperti menjual, mennawarkan, dan sebagainya. Jelaslah unsur pada kesalahan kejahatan pertama lebih sempit dari kesalahan pada kejahatan kedua. 5.
Tindak Pidana Penipuan Dalam Bidang Asuransi Penipuan dalam bidang asuransi ini dimuat dalam 2 pasal, yakni: 381 dan
382 KUHP. 1. Penipuan dalam bidang asuransi yang pertama pasal 381 merumuskan sebagai berikut: “Barang siapa dengan jalan tipu muslihat menyesatkan penanggung asuransi mengenai keadaan yang berhubungan dengan pertanggungan, sehingga disetujui perjanjian, hal mana tentu tidak akan disetujuinya atau setidak-tidaknya tidak dengan syarat-syarat yang demikian, jika diketahuinya keadaan-keadaan sebenarnya, diancam dengan pidana penjara paling lama 1 tahun 4 bulan”.
Rumusan kejahatan tersebut di atas, terdiri dari unsur-unsur sebagai berikut: a. perbuatan: menyesatkan, b. caranya: dengan tipu muslihat, c. pada penanggung asuransi, d. mengenai keadaan-keadaan yang berhubungan dengan pertanggungan itu, e. sehingga menyetujui perjanjian, dan f. perjanjian mana: (a) tidak akan dibuat, dan atau (b) setidak-tidaknya tidak dengan syarat yang demikian, apabila keadaan-keadaan yang sebenarnya diketahui.
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
Perbuatan menyesatkan adalah perbuatan yang ditujukan pada orang (dalam hal ini penanggung) dari perbuatan menimbulkan kesan atau gambaran yang lain dari keadaan yang sebenarnya. 70 “Menyesatkan” berarti juga melakukan sesuatu perbuatan, sehingga orang melihat akan memberikan atau gambaran yang dari keadaan yang sebenarnya. 71 Apabila keadaan yang sebenarnya diketahui oleh orang itu, maka di sini tidak ada penyesatan, dan dalam hal yang demikian, maka perikatan pertanggungan atau asuransi tidak akan dibuat, atau kalaupun dibuat dengan syarat-syarat lain dari yang telah disparati karena penyesatan itu. Tentang pertanggungan atau asuransi ini dapat digambarkan, bahwa biasanya banyak orang yang untuk menjaga harta bendanya dari berbagai kemungkinan bahaya lalu mengasuransikan harta bendanya itu. 72 Penyesatan itu haruslah dilakukan dengan tipu muslihat. Pengertian tipu muslihat di sini mempunyai pengertian yang sama dengan tipu muslihat dalam pasal 378 KUHP. Perjanjian yang dibuat adalah perjanjian asuransi, yang pengertiannya dirumuskan dalam pasal 246 KUH Dagang, yaitu : “suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang penanggung, dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tentu”. Pasal 246 KUHD yang memebrikan batasan perjanjian asuransi, merupakan satu pasal kunci di dalam system pengaturan perjanjian asuransi. Pasal ini mengatur suatu hubungan hukum dengan syarat tertentu yang harus dipenuhi 70
Ibid., hal. 150. Tongat. Op.Cit., hal. 80. 72 Ibid., hal. 80. 71
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
bagi suatu perjanjian sehingga perjanjian yang bersangkutan dapat disebut sebagai perjanjian asuransi. Sifat khusus yang ditentukan di dalam pasal 246 KUHD inilah yang merupakan dasar dari perjanjian asuransi, yang akan didukung oleh asas-asas penting lain yang diatur lebih lanjut dalam KUHD. 73 Perjanjian ini berupa perjanjian yang saling membebani kewajiban, di samping masing-masing pihak penanggung dan tertanggung mempunyai hak. Bagi penanggung, haknya adalah premi yang dijanjikan, sedangkan resiko yakni penggantian kerugian, kerusakan, dan lain sebagainya yang mungkin timbul bagi tertanggung. Perjanjian ini dibuat tentunya tidak semata-mata untuk menderita kerugian bagi penanggung, karena membuat perjanjian itu adalh untuk mendapatkan keuntungan. Untuk mendapatkan keuntungan dan menghindari sekecil mungkin adanya resiko itu, maka perjanjian dibuat dengan syarat-syarat tertentu. Dalam hal ini, tertanggung yang tidak jujur dapat melakukan tipu muslihat menyesatkan dan memperdaya penanggung dalam hal menbuat perjanjian itu, yang apabila tanpa mengunakan upaya-upaya yang tidak jujur, penanggung tidak akan mengadakan perjanjian itu, atau setidak-tidaknya tidak dengan syarat sebagaimana yang telah dibuat. Ketentuan pasal 381 KUHP ini semata-mata ditujukan bagi perlindungan kepentingan hukum penanggung dari perbuatan-perbuatan tertanggung yang tidak jujur.
73
Sri Rezeki Hartono (2008), Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi, Jakarta: Sinar Grafika, hal. 85. Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
2. Penipuan dalam bidang asuransi yang kedua dalam pasal 382 merumuskan bahwa:
:
“Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atas kerugian penanggung asuransi atau pemegang surat bodemerij yang sah, menimbulkan kebakaran atau ledakan pada suatu benda yang dipeetanggungkan terhadap bahaya kebakaran; atau mengaramkan, mendamparkan, menghancurkan, merusakkan, atau membikin tidak dapat dipakai, kapal yang dipertanggungkan, atau yang muatannya maupun upah yang diterima unsur pengangkutan muatannya yang dipertanggungkan, ataupun yang atasnya telah diterima uang bodemerij, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun”.
Jadi unsur-unsur dari pasal 382 tersebut terdiri dari 2 (dua) unsur yaitu: (1) Unsur objektif yang berupa perbuatan (menimbulkan kebakaran, menimbulkan ledakan, mengaramkan, mendamparkan, mengahancurkan, merusakkan, dan membikin tidak dapat dipakai); menimbulkan kerugian bagi penanggung, atau pemegang surat bodemerij; objeknya (benda yang dipertanggungkan terhadap bahaya kebakaran, kapal yang dipertanggungkan, kapal yang muatannya dipertanggungkan, kapal yang upah untuk pengangkutan
muatannya yang
dipertanggungkan, dan ketiga jenis kapal terseburt yang telah diterima uang bodemerij), (2) Unsur subjektif yang berupa maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain; dan dengan melawan hukum. 74 Unsur-unsur perbuatan dalam kejahatan tersebut, haruslah benar-benar sudah timbul dan membawa akibat kerugian bagi penanggung. Dengan kata lain adanya perbuatan-perbuatan itu jika telah benar-benar adanya kebakaran, adanya ledakan, adnya kapal yang karam atau terdampar serta adanya kerusakan dan kehancuran. Perbuatan-perbuatan di sini dirumuskan sebagai perbuatan yang untuk terwujudnya disyaratkan menimbulkan suatu akibat tertentu. Unsur-unsur pasal tersebut yang masih memerlukan penjelasan adalah unsur “menimbulkan
74
Adami Chazawi, Op.Cit., hal. 152.
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
kebakaran atau ledakan”, dan juga unsur “menenggelamkan, menyebabkan terdampar, menghancurkan atau membuat tidak dapat dipakai”, sebuah alat pelayaran dan perahu. 75 Memperhatikan rumusan pasal 382, maka dapat diketahui bahwa perbuatan menimbulkan kebakaran dan menimbulkan kebakaran dan ledakan adalah ditujukan terhadap benda-benda yang dipertanggungkan dalam asuransi kebakaran. Sedangkan perbuatan lainnya adalah objek kapal sebagaimana terdapat pada rumusan pasal itu. Jenis tindak pidana yang diatur dalam ketentuan Pasal 382 KUHP ini biasanya dilakukan oleh seorang tertanggung terhadap seorang penanggung dengan maksud untuk memperoleh keuntungan baik bagi dirinya sendiri maupun bagi orang lain. 76 Perbuatan merusak dan menghancurkan berbeda dari segi akibatnya saja. Kedua perbuatan itu menimbulkan suatu kerusakan, hanya akibat dari perbuatan menghancurkan adalah lebih besar daripada akibat dari perbuatan merusak. Pada umumnya suatu akibat hancurnya suatu benda oleh perbuatan menghancurkan, benda itu tidak dapat lagi diperbaiki lagi. Benda rusak akibat dari perbuatan merusak, masih dapat diperbaiki lagi. Sedangkan perbuatan membikin tidak dapat dipakai sebagai pengertian yang dilihat dari fungsi diadakannya atau dibuatnya suatu bend, adalah berupa perbuatan terhadap suatu benda yang berakibat benda tiu tidak dapat lagi dipergunakan untuk tujuan mana benda itu dibuat.
75 76
Tongat. Op.Cit., hal. 81. Ibid., hal. 82.
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
Mengenai surat bodemerij (bodemerij brief) adalah surat hutang sebagai bukti dari suatu pinjaman, di mana yang dipakai sebagai jaminannya adalah muatan kapal atau dapat kapalnya. Berkenan perjanjin seperti ini tidak ada di Indonesia karena telah dihapusnya dari KUHD, maka tindak pidana yang menyangkut surat bodemerij ini tidak ada lagi. 77 Sedangkan mengenai unsur subjektif dari kejahatan ini, muncul pertanyaan, apakah dalam perbuatan yang terdapat pada Pasal 382 KUHp masih ada hal menguntungkan diri sendiri, apabila sejumlah uang yang diharapkan dari asurador adalah sama dengan harga barang yang dibakar ?. Menurut Prof Dr. Wirjono Prodjodikoro S.H. masih saja dapat si pelaku menguntungkan diri, apabila ia pada waktu itu sangat membutuhkan uang tunai dan tidak begitu mudah menjual barang yang diasuransikan terhadap bahaya kebakaran itu.78 Tentang asuransi kebakaran polisnya dimuatkan dalam pasal 256 KUHD serta ditambha dengan pasal 287 KUHD. Pasal 287 KUHD hanya khusus diwajibkan mencamtumkan polis asurasi kebakaran oleh pembuat undang-undang diberi makna khusus terhadap posisinya bangunan yang ditanggung atau posisinya areal penyimpanan barang-barang bergerak yang ditanggung. Di dalam pasa 287menyatakan, bahwa selain itu syarat-syarat yang disebutkan dalam pasal 256 maka suatu polis kebakaran harus menyebutkan: 79 a. Letaknya barang-barang tetap yang diasuransikan beserta batas-batasnya; b. Pemakaiannya; c. Sifat dan pemakaian gedung-gedung yang berbatasan, sekadar itu ada pengaruhnya terhadap asuransi yang bersangkutan; d. Harga dari barang-barang yang diasuransikan; dan
77
Adami Chazawi. Op.Cit., hal. 154. Wiryono Prodjodikoro. Op.Cit., hal. 46. 79 Djoko Prakoso, Op.Cit., hal. 205. 78
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
e. Letak dam pembatasan gedung-gedung dan tempat-tempat di mana barang-barang bergerak yang diasuransikan itu berada, disimpan atau ditumpuk.
6. Persaingan Curang Istilah persaingan curang berasal dari istilah oneerlijke mededinging, ada yang menyebutnya sebagai persaingan tidak jujur, adalah tindak pidana sebagaimana dirumuskan dalam pasal 382 bis KUHP, yang perumusannya adalah sebagai berikut: “Barang siapa untuk mendapatkan, melangsungkan atau memperluas hasil perdagangan atau perusahaan milik sendiri atau orang lain, melakukan perbuatan curang untuk menyesatkan khalayak umum atau seseorang tertentu, diancam jika perbuatan itu dapat menimbulkan kerugian bagi saingan-saingan orang lain, karena persaingan curang, dengan pidana penjara paling lama 1 tahun 4 bulan atau pidana denda paling banyak Rp. 13.500,00”.
Rumusan kejahatan tersebut di atas dimasukkan ke dalam KUHP dengan Stb. 1920 nomor 556. Unsur-unsur dari kejahatan itu adalah: 80 a. Unsur-unsur objektif: 1. Perbuatan, berupa perbuatan curang (bedriegelijke handeling); 2. Yang ditujukan untuk menyesatkan: a) khalayak umum, atau b) orang tertentu; 3. Perbuatan itu dapat menimbulkan kerugian bagi: a) saingan-sainganny, atau b) saingfan orang lain; b. Unsur subjektif: Maksud yang ditujukan untuk: 1. mendapatkan, atau 2. melangsungkan, atau 3. memperluas hasil perdagangan atau perusahaan milik sendiri atau milik orang lain. Dibentuknya kejahatan ini ke dalam KUHP dimaksudkan untuk melindungi kepentingan hukum para pedagang/pengusaha dari adanya persaingan
80
Adami Chazawi. Op.Cit., hal 154-155.
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
yang tidak sehat dalam dunia perdagangan oleh perbuatan curang, yang memperdaya umum atau orang tertentu dengan merugikan saingan-saingannya. Biasanya jenis tindak ini dilakukan oleh seorang pengusaha (baik besar maupun kecil) yang ingin meningkatkan atau tetap mempertahnkan langgannnya dengan berbuat curang. Contoh yang diberikan Lamintang misalnya dapat dikemukakan: 81 “Sudah sejak lama sarung CAP PADI mendapat tempat di hati para pembelinya di Jawa Tengah karena jenis sarung ini kualitasnya dianggap paling bagus. Timbul kemudian beberapa perusahaan sarung di Jawa Tengah ingin memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya dengan memasukkan ke pasaran sarung-sarung yang juga memakai CAP PADI tetapi dengan sedikit tambahan misalnya, Cap Padi Kembar, Cap Padi Panah dan sebagainya. Perbuatan seperti ini dengan motif untuk menyesatkan orang banyak merupakan perbuatan curang sebagai mana diatur dalam Pasal 382 KUHP”. Di dalam pasal 378 ada unsur tipu muslihat yang diartikan sebagai membohongi orang dengan perbuatan, suatu pengertian yang cukup jelas. Tetapi mengenai perbuatan curang (bedriegelijke handeling) dalam kejahatan ini agak kabur. Ada sementara orang menganggap bahwa tidak ada perbedaan yang prinsip antara tipu muslihat dengan perbuatan curang. Di pihak lain ada pula yang menyatakan ada perbedaan (Wirjono Prodjodikoro, 1980:47) Perbedaan yang nyata adalah bahwa tipu muslihat dalam pasal 378 adalah berupa cara melakukan perbuatan menggerakkan. Tetapi perbuatan curang dalam pasal 382 bis adalah berupa unsur perbuatan yang dilarang. Menggerakkan dengan tipu muslihat 82 (pasal 378) ditujukan pada orang menyerahkan benda, memberi hutang dan menghapuskan piutang. Sedangkan
81
Tongat. Op.Cit., hal. 83. Pasal 378 KUHP “Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu; dengan tipu muslihat ataupun dengan rangkaian kebohongan menggerakkan orang lain untuk menyerahkan 82
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
perbuatan curang di sini ditujukan untuk menyesatkan orang, artinya untuk memberikan kesan bagi orang atau khalayak umum tentang sesuatu yang lain dari hal yang sebenarnya. Ada 2 tujuan dari perbuatan curang, yakni untuk menyesatkan orang tertentu dan menyesatkan orang lain. 83 Dari perbuatan menggerakkan dengan menggunakan cara tipu muslihat, tidak disyaratkan oleh pasal 378 untuk dapatnya menimbulkan akibat kerugian pada orang lain. Akibat dari perbuatan menggerakkan adalah sebagaimana yang menjadi tujuan petindak, yaitu orang yang menyerahkan benda, memberi hutang dan menghapuskan piutang. Tetapi pada pasal 382 bis, akibat kerugian bagi saingannya itu tidak harus benar-benar sudah timbul, melainkan sudah cukup dapat menimbulkan kerugian saja. Perbuatan curang dapat diartikan sebagai suatu perbuatan memperdaya atau menyesatkan orang tentang sesuatu hal yang sesungguhnya lain dari yang sebenarnya. Bagi orang atau khalayak umum yang normal perbuatan ini dapat menimbulkan kesan seolah-olah hal tertentu itu benar adanya, pada hal sesungguhnya lain dari yang sebenarnya, adalah suatu akibat dari perbuatan curang. Misalnya menyebarkan desas-desus bahwa di Malang telah 3 orang meninggal dunia akibat keracunan setelah memakan mie goring produksi perusahaan Lezat Enak. Orang yang mendengar berita ini tidak akan membeli mie goring yang dimaksud, ini dapat merugikan perusahaan mie goring Lezat Enak tersebut. Tentang saingan orang lain dicantumkan sebagai unsur dalam pasal 382 bis, dimaksudkan agar seseorang dapat dipidana, walaupun perbuatannya bukan sesuatu benda kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama 4 tahun.” 83 Adami Chazawi. Op.Cit., hal. 155. Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
untuk kepentingan perdagangan/usahanya sendiri tetapi untuk kepentingan usaha/perdagangan majikannya. Unsur kesalahan dalam kejahatn ini, ialah adanya maksud yang ditujukan pada 3 hal, yaitu (1) mendapatkan, (2)melangsungkan dan (3) memperluas hasil perdagangannya, baik perdagangannya sendiri maupun orang lain. Kesalahan di sini adalah dalam bentuk kesengajaan sebagai maksud saja. Istilah mendapatkan, maksudnya ialah pada saat perbuatan dilakukan, hasil perdagangan
atau
hasil
perusahaan
itu
belum
diperolehnya,
artinya
perusahaan/usahanya itu baru dijalankan. Unsur melangsungkan berarti hasil dari perdagangan itu pada saat perbuatan dilakukan sudah mulai akan diperolehnya, artinya usahanya itu telah ada dan dijalankan. Sedangkan memperluas, artinya pada saat perbuatan dilakukan, usahany itu sudah berlangsung dengan telah mendapatkan suatu hasil.
C. Tindak Pidana Penipuan dalam Bidang Asuransi 1. Tindak pidana penipuan persetujuan asuransi Pengaturan tindak pidana penipuan persetujuan asuransi tidak diatur di dalam pasal 21 UU No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian, hal ini berbeda dengan tindak pidana-tindak pidana di bidang asuransi lainnya (tindak pidana penggelapan premi asuransi, tindak pidana penggelapan kekayaan asuransi, dan tindak pidana pemalsuan dokumen perusahaan asuransi).
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
Tindak pidana ini diatur di dalam pasal 381 KUHP 84 dan merupakan salah satu tindak pidana penipuan yang mempunyai sifat kekhususan sehubungan dengan objeknya, jika objek penipuan secara umum (pasal 378 KUHP) adalah barang sesuatu, menghapuskan hutang atau memberi piutang, maka dalam hal ini objeknya adalah menyetujui perjanjian asuransi yang tentu tidak akan disetujuinya atau setidak-tidaknya apabila disetujui tidak dengan syarat-syarat demikian, jika diketahui keadaan sebenarnya. Dilihat dari objek tersebut, kriminalisasi atas perbuatan ini merupakan bentuk perlindungan atas usaha perasuransian dari penyesatan mengenai keadaan yang seharusnya disampaikan secara jujur oleh calon tertanggung, dengan kata lain, sesuatu penutupan asuransi yang dilakukan karena penipuan tertanggung, misalnya yang berakibat dibuatnya perjanjian pertanggungan antara tertanggung dengan penanggung, maka perbuatan tertanggung tersebut merupakan perbuatan pelanggaran terhadap ketentuan pasal 381 KUHP. 85 Unsur-unsur pasal 381 KUHP adalah: 1. Dengan jalan tipu muslihat; 2. Menyesatkan penanggung asuransi mengenai keadaan-keadaan yang berhubungan dengan pertanggungan; 3. Sehingga menyetujui perjanjian yangb tentu tidak akan disetujuinya atau setidak-tidaknya apabila disetujui tidak dengan syarat-syarat yang demikian;
84
Pasal 381 KUHP barang siapa dengan tipu muslihat menyesatkan orang menanggung asuransi tentang hal ikhwal yang berhubungan dengan tanggungan itu, sehingga ia menanggung asuransi itu membuat perjanjian yang tentu tidak akan dibuatnya atau tidak dibuatnya dengan syarat serupa itu, jika sekiranya diketahuinya kaidah hal ikhwal yang sebenarnya dihukum penjara selama-lamanya 1 tahun 4 bulan. 85 Tongat, Hukum Pidana Materil, Malang: UMM Pers, hal. 80. Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
4. Jika diketahui keadaan sebenarnya.
a. Unsur dengan jalan tipu muslihat Di atas juga sudah dijelaskan mengenai tipu muslihat. Tipu muslihat adalah unsur yang sangat menentukan dalam setiap tindak pidana penipuan, mengingat unsur ini menentukan cara terjadinya suatu tindak pidana penipuan, perkataan dengan jalan tipu muslihat disandingkan dengan perkataan kebohongan. Menurut Adami Chazawi diantara kedua istilah ini ada perbedaan, yaitu pada tipu muslihat berupa perbuatan sedangkan pada rangkaian kebohongan berupa ucapan/perkataan. 86 Penipuan dalam persutuhjuan asuransi dilakukan melalui perkataan dengan jalan tipu muslihat karena logika hal ini berkaitan dengan kenyataan umumnya persutujuan atas suatu perjanjian pertanggungan asuransi hanya dapat terjadi berdasarkan penilaian dan penilitian atas dokumen yang disimpan oleh calon tertanggung, dan tidak dapat dicapai semata-mata hanya dari penjelasan. Dibuthkan dokumen-dokumen pendukung dalam setiap penutupan asuransi. Hal ini juga sejalan dengan apa yang disebutkan oleh Wryono Prodjodikoro, tipu muslihat adalah membohongi tanpa kata-kata, melainkan misalnya dengan memperlihatkan sesuatu. 87 Contoh berkenaan dengan hal ini adalah penggunaan surat palsu atau yang dipalsukan
dalam permohonan
pengajuan asuransi. Misalnya seseorang
menggunakan surat keterangan dokter yang isinya tidak benar tentang tidak adanya suatu penyakit, untuk mendapatkan persetujuan asuransi jiwa. Padahal hal 86 87
Adami Chazawi, Op.Cit., hal. 106 Wiryono Prodjodikoro. Op.Cit., hal. 40.
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
itu bertentangan degan kebenaran, yang dengan itu diadakan persetujuan asuransi jiwa terhadap yang bersangkutan. Tipu muslihat juga dapat dilakukan dengan menyampaikan data yang tidak benar diatas formulir yang disediakan asurador. Semua kebohongan tersebut disampaikan, tanpa keharusan yang bersangkutan mengemukakannya dalam perkataan yang dilihat dari isinya merupakan rangkaian kebohongan. Tipu muslihat ditujukan terhadapa hal-hal yang bverhubungan dengan pertanggungan dalam suatu asuransi.
b. Unsur menyesatkan penanggung asuransi mengenai keadaan-keadaan yang berhubung dengan pertanggungan Menyesatkan dalam hal ini seperti yang dikutip dair Wiryono Prodjodikoro yang menyatakan bahwa menyesatkan berarti melakukan sesuatu perbuatan sehingga orang yang melihat akan memberikan gambaran lain dari keadaannya. 88 Menyesatkan berkaitan dengan berbagai data yang diperlukan suatu perusahaan asuransi untuk menyutujui menanggung resiko yang mungkin timbul pada kemudian hari terhadap objek yang diasuransikan. Tipu muslihat yang dilakukan tersebut menimbulkan kesesatan bagi penanggung yang dalam hal ini dipresentasekan oleh pegawai perusahaan asuransi yang berwenang memutuskan penutupan suatu asuransi.
c. Unsur sehingga menyetujui perjanjian yang tentu tidak akan disetujuinya atau setidak-tidaknya apabila disetujui tidak dengan syaratsyarat yang demikian
88
Tongat, Lot.Cit, hal. 80.
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
Unsur ini berkaitan erat dengan unsur menyesatkan penanggung asuransi karena jika tertanggung berhasil menyesatkan penanggung asuransi maka penanggung tidak akan mengetahui kesesatan tersebut namun jika tertanggung tidka berhasil menyesatkan penanggung maka penanggung tidak akan memnyetujui perjanjian yang tentu tidak akan disetujuinya (atau swetidaktidaknya apabila disetujui tidak dengan syarat-syarat demikian). Setelah memenuhi adanya unsur-unsur perbuatan di atas maka tindak pidana penipuan persetujuan asuransi dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara, yaitu: a. Penipuan dengan menggelapkan premi asuransi, dan b. Penipuan dengan menggunakan dokumen asuransi palsu.
ad. a. Penipuan dengan menggelapkan premi asuransi Dalam melakukan kejahatan penipuan dengan menggelapkan premi asuransi terdapat suatu tindak pidana penggelapan premi asuransi. Dimana tertangggung dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain degan tidak membayar suatu premi yang telah ditanggungkan kepadanya pada persetujuan yang telah disepakati sebelumnya bersama-sama dengan penanggung. Adanya unsur menyesatkan dan tipu muslihat sehigga penanggung melakukan persetujuan yang tidak akan dilakukannya bila diketahui keadaan sebenarnya, yaitu bahwa tertanggung melakukan tindak pidana penipuan persetujuan asuransi. Tindak pidana penggelapan premi asuransi sebagaimana dirumuskan dalam pasal 21 ayat (2) Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian tidak dapat dilepaskan dari rumusan tindak pidana penggelapan
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
yang secara umum diatur dalam pasal 372 KUHP atau dalam beberapa kasus dapat juga diatur dalam pasal 378 KUHP. 89 Pasal 21 ayat (2) Undang-undang No. 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian menetukan: “Barangsiapa menggelapkan 90 premi asuransi diancam dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp. 2.500.000.000,- (dua milyar lima ratus juta rupiah)” Sedangkan inti dari perbuatan yang dilarang dari pasal 372 KUHP ialah “sikap mengakui milik sendiri: (zich toeeigenen). “Barangsiapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan, diancam karena penggelapan, denga pidana pejara paling lama empat tahun atau denda paling banyaak sembilan ratus rupiah”. Berdasarkan
dua
ketentuan
tersebut,
unsur-unsur
tindak
pidana
penggelapan premi asuransi adalah: 1. Dengan sengaja melawan hukum; 2. Memiliki premi asuransi yang seluruh atau sebagian adalah kepunyaan orang lain; 3. Yang ada padanya bukan karena kejahatan.
89
Pasal 378 KUHP “Barangsiapa dengan maksud hendak menguntunbgkan diri sendiori atau orang lain dengan melawan hak, baik dengan memakai nama palsu atu keadaan palsu, baik dengan akal dan tipu muslihat, maupun dengan kerangka perkataan-perkataan bohong, membujuk orang supaya memberikan suatu barang, membuat hutang atau menghapuskan piutang, dihukum karena penipuan, dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun”. 90 Suharto (1991). Hukum Pidana Materil dan Unsur-unsur Objektif sebagai dasar Dakwaan. Jakarta: Sinar Grafika, hal 41. Menggelapkan adalah sikap mengakui sebagai miliknya sendiri dengan memiliki sesuatu barang yang seluruh atau sebagian adalah kepunyaan orang lain. Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
Seseorang didakwa melakukan tindak pidana pemggelapan premi asuransi, pada hakekatnya saat itu Penuntut Umum harus dapat membuktikan keseluiruhan unsur-unsur tersebut. Secara teknis penuntutan, dalam surat dakwaan selain harus disebutkan terdakwa melanggar Pasal 21 ayat (2) Undang-undang No. 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian, juga ditambahkan bahwa perbuatan tersebut melanggar Pasal 372 KUHP (Pasal 21 ayat (2) UU No. 2 Tahun 1992 jo Pasal 372 KUHP)
a. Subjek tindak pidana penggelapan premi asuransi “Barangsiapa” merujuk kepada subjek suartu tindak pidana, yaitu siapakah sebenarnya dituju oleh suatu norma hukum tentang suatu tindak pidana. Barangsiapa di sini hanyalah merupakan penegasan tentang subjek dari suatu tindak pidana, dengan demikian untuk menentukan apakah seseorang adalah “barangsiapa” sebagaimana dimaksud dalam rumusan tindak pidana, tergantung dari jawaban apakah seseorang tersebut adalah subjek hukum yang dituju oleh norma hukum yang terdapat dalam perundang-undangan yang memuat suatu tindak pidana. 91 Rumusan tindak pidana penggelapan [premi pada dasarnya ditujukan terhadap “barangsiapa” yang mempunyai kaitan dengan usaha perasuransian. Istilah “barangsiapa” dalam undang-undang asuransi bukan hanya ditujukan terhadap orang perseorangan (natuurlijk person), tetapi juga korporasi, baik badan hukum (recht person) ataupun bukan badan hukum.
91
Cahirul Huda & Lukman Hakim, Op. Cit., hal. 95
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Hot Bonar Sinaga selaku Ketua Umum Dewan Asuransi Indonesia, ia menyatakan bahwa kejahatan asuransi bias dilakukan oleh orang dalam perusahaan maupun orang luar (tertanggung baik perorangan atau korporasi), terkadang kejahatan asuransi juga dilakukan oleh pihak perantara yakni agen maupun broker asuransi.92
b. Unsur dengan sengaja dan melawan hukum 1) Tentang dengan sengaja (opzettelijk) Pengertian tentang kesengajaan tidak terdapat di dalam KUHP, penjelasan tentang kesengajaan dikemukakan oleh Menteri Kehakiman Nederland Mr. Modderman yang tercatat di dalam Memorie van Toelichting (MvT) bahwa kata opzettelijk (dengan sengaja) yang tersebar di dalam beberapa pasal KUHP adalah sama dengan willens en wetens, yaitu menghendaki dan mengetahui. 93 Menurut Crimineel Wetboek Nederland tahun 1809 (Pasal 11) opzet (sengaja) itu adalah maksud untuk membuat sesuatu atau tidak membuat sesuatu yang dilarang atau diperintahkan oleh undang-undang. “Dengan sengaja” beserta berbagai variasinya seperti kesengajaan sebagai maksud (dolus directus atau opzet als oogmerk), kesengajaan dengan sadar kepastian
(opzet
met
zekerheidsbewustzijn),
kesengajaan
dengan
sadar
kemungkinan (dolus eventualis atau voorwaar delijk opzet), 94 dimasukkan dalam
92
Aulia Fahmi (2005). Jurnal Uang dan Bank No. 5 dalam Waspadai Merebaknya Insurance Fraundulent. Jakarta: PT. Metropolitan Imago Pers, hal. 49. 93 Zainal Abidin Farid (1995). Hukum PIdana I. Jakarta: Sinar Grafika, hal. 273. 94 Sudarto (1990). Hukum Pidana I. Semarang: Yayasan Sudarto Fakultas Hukum Undip, hal. 103. Kesengajaan sebagai maksud adalah suatu perbuatan yang merupakan tindak pidana yang dilakukan untuk mencapai suatu tujuan. Kesengajaan dengan sadar kepastian adalah seseorang yang melakukan suatu perbuatan yang merupakan suaut tindak pidana, menyadari apabila perbuatan itu dilakukan, maka perbuatan lain yang juga merupakan pelanggaran pasarti terjadi. Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
rumusan tindak pidana karena harus dipahami bahwa hal itu dimaksudkan bahwa untuk mempermudah penafsiran unsur-unsur berikutnya. Tindak pidana penggelapan premi asuransi, termasuk pada perbuatan dengan sengaja sebagai maksud “dengan sengaja” berarti adanya “kesadaran” dan “pengetahuan” atau”purposely” and “knowingly” (willen en wetten) pada diri pelaku ketika melakukan perbuatan yang secara materil melawan hukum, yaitu memiliki premi asuransi yang ada padanya bukan karena kejahatan, dengan demikian, dalam membuktikan adanya tindak pidana penggelapan premi asuransi, pertama-tama harus nyata bahwa pelaku dengan kesadaran dan pengetahuannya melakukan perbuatan premi yang ada padanya bukan karena kejahatan. 2) Tentang melawan hukum Unsur “melawan hukum” dalam tindak pidana penggelapan asuransi bersumber dari rumusan tindak pidana penggelapan dalam KUHP (yang diambil oleh Undang-undang Asuransi). Melawan hukum dalam tindak pidana penggelapan premi asuransi harus diartikan sebagai melawan hukum materil. Melawan hukum materil yaitu melanggar atau membahayakan kepentingan hukum yang hendak dilindungi oleh pembentuk undang-undang dalam rumusan delik tertentu. 95 Istilah melawan hukum jika tercantum dalam pasal-pasal undang-undang mengandung arti yang berbeda-beda, yaitu : 1. Simons,menyatakan bahwa “Melawan Hukum” artinya “bertentangan dengan hukum” bukan saja dengan hak orang lain (hukum subjektif),
Kesengajaan dengan sadar kemungkinan adalah kesengajaan melakukan suatu perbuatan dengan keinsyafan bahwa ada timbulnya suaut perbuatan lain yang merupakan tindak pidana. 95 Schaffmeister,N.Keijzer. E.PH. Sitorus diterjemahkan oleh J.E Sahetapy (1995). Hukum pidana. Surabaya : Liberty Yogyakarta,hal. 39 Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
melainkan juga dengan hukum objektif, seperti dengan hukum perdata dan hukum tata usaha Negara. 2. Pompe, memberikan tafsiran yang lebih luas, bahwa “bertentangan dengan hukum” itu ialah tidak saja dengan hukum tertulis, melainkan juga dengan hukum tidak tertulis. 3. Hoge Raad (hakim tertinggi) di Negara Belanda, melawan hukum itu ialah “tanpa wewenang atau tanpa pihak” (arrest 18-12 1911 w. 9623). c. Unsur memiliki premi asuransi yang seluruh atau sebagian adalah kepunyaan orang lain. Memiliki adalah perbuatan aktif (commission), yaitu memperlakukan sesuatu seolah-olah sebagai miliknya sendiri, padahal yang bersangkutan menyadari dan mengetahui seluruh atau sebagian dari sesuatu tersebut adalah milik orang lain. Sebelum melakukan perbuatan “memiliki” sesuatu tersebut, bukan ditimbulkan oleh suatu kejahatan, jadi hanya terjadi Karena sifat melawan hukum, seperti sebagai titipan,penerimaan pembayaran ataupun kutipan premi yang sah menurut hukum. Memiliki ( premi asuransi) haruslah benda atau barang miliki orang lain baik seluruhnya maupun sebagian, jadi harus ada pemiliknya (pemilik sebenarnya). “Penguasaan” premi dapat terjadi karena hal-hal yang umum dan dapat juga terjadi karena hal-hal yang berhubungan dengan jabatan si pelaku. Mengingat tindak pidana penggelapan premi tidak membedakan apakahh hal itu dilakukan dalam kaitannya dengan jabatan pelaku atau tidak. Subjek tindak pidana asuransi adalah “barang siapa” yang terkati dengan usaha perasuransian, karena
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
sebenarnya dapat dikatakan “ penguasaan” atas premi tersebut selalu terkait dengan jabatannya di perusahaan asuransi. Privilege untuk berbuat apapun terhadap miliknya dapat dilakukan oleh seseorang ketika ia memiliki sesuatu, dalam tindak pidana penggelapan premi, premi disini harus di pahami sebagai sejumlah uang. Premi adalah sebutan uang jasa asuransi yang menjadi kewajiban tertanggung kepada penanggung. Uang premi
yang
sebenarnya
adalah
kepunyaan
orang
lain,
pelaku
telah
menggunakannya, mengalihkannya, memberikannya, menghilangkannya atau perbuatan apapun yang dengan itu dapat dinilai seolah-olah sebagai miliknya sendiri secara melawan hukum. Termasuk pada pengertian ini adalah apabila terjadi kelebihan pembayaran premi oleh tertanggung, tetapi ketika diminta untuk direstusu (ditagih kembali), penanggung mengelak dengan berbagai alasan. Pembayaran dan penguasaan premi diatur secara tegas dalam undang-undang No. 73 tahun 1992 Tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian Pasal 21 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3).
ad. b. Penipuan dengan menggunakan dokumen asuransi palsu Modus
penipuan
dengan
menggunakan
dokumen
asuransi
palsu
dimaksudkan untuk menimbulkan kepercayaan bagi pihak ketiga agar mahu melakukan persetujuan asuransi. Dalam hal ini penanggung dapat melakukan penipuan tersebut, yakni dalam mengeluarkan dokumen asuransi yang ternyata palsu keberadaannya. Dapat juga dilakukan oleh tertanggung dengan jalan menggunakan nama atau tanda palsu dalam asuransi (sebagaimana yang
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
dimaksudkan dalam pasal 380 KUHP), mengatasnamakan
suatu perusahaan
asuransi yang ternyata tidak diketahui oleh perusahaan asuransi tersebut. Dalam kejahatan penipuan ini terdapat suatu tidak pidana pemalsuan dokumen asuransi. Tindak pidana pemalsuan dokumen 96 asuransi dirumuskan dalam pasal 21 ayat (5) Undang-undang Asuransi. Dalam hal ini ditentukan: “Barangsiapa secara sendiri-diri atau bersama-sama melakukan pemalsuan atas dokumen perusahaan asuransi kerugian dan perusahaan asuransi jiwa atau perusahaan reasuransi, diancam dengan penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 250.000.000,- (dua ratus lima puluh juta rupiah)” Rumusan tindak pidana ini membuat kombinasi antara unsur yang harus dihubungkan dengan rumusan tindak pidana yang terdapat didalam KUHP dan ditambah dengan unsur baru. Sekalipun sama-sama terkait dengan Lex Generalis yang terdapat dalam KUHP rumusan ini berbeda dengan rumusan tindak pidana penggelapan premi asuransi sebagaimana ditentukan dalam pasal 21 ayat (2) Undang-Undang Asuransi. Unsur tindak pidana pemalsuan dokumen asuransi yang baru adal;ah unsur secara bersama atau sendiri-diri, sedangkan perkataan melakukan pemalsuan hanya dapat dipahami dalam konteks KUHP, karena UU No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian tidak menjelaskan lebih jauh, dilihat dari objeknya maka unsur ini harus dipahami dalam rangka pasal 263 ayat (1) KUHP yang mengatur tentang pemalsuan surat. 97 Berdasarkan hal tersebut maka unsur
96
HR 15 juni 1931, hal. 1342, karena pemalsuan dokumen asurasni berpatok pada pemalsuan dalam KUHP (pemalsuan surat) maka pemalsuan surat berdasarkan Hoge Raad adalah: jika dapat menimbulkan seolah-olah surat tersebut telah dibuat oleh orang yang tandatangannya tertera di bawah surat yang bersangkutan terutama jika surat tersebut telah ditandatangani dengan suatu tandatangan orang yang sebenarnya tidak ada. 97 Lamintang (1991), Delik-delik Khusus Kejahatan-kejahatan Membahayakan Kepercayaan umum terhadap Surat-surat, alat-alat pembayaran, alat-alat bukti dan peradilan. Bandung: Mandar Maju, hal. 6. Sebagaimana yang dikutip dari Van Bemmelen, menyatakan bahwa pemalsuan dapat dipandang dalam dua aspek, yaitu: (1) pemalsuan secara materil itu hamper selalu telah dilakukan orang dengan maksud yang jelas yakni untuk mempergunakan Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
dokumen perusahaan
asuransi kerugian, perusahaan asuransi jiwa ataupun
perusahaan reasuransi adalah bentuk objektifitas dari unsur surat yang dapat menimbulkan suatu hak yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal. Selain itu, dari perkataan melakukan pemalsuan juga mengharuskan ditambahkannya unsur dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai seoalah-olah isinya benar dan tidak dipalsu dan jika pemakaian tersbut dapat menimbulkan kerugian sebagai unsur dari delik ini. Kedua unsur ini juga berasal dari perumusan surat sebagaimana dirumuskan dalam pasal 263 ayat (1) KUHP. 98 Berdasarkan hal di atas, apabila dirinci maka unsur-unsur tindak pidana pemalsuan dokumen asuransi adalah: a. baik sendiri-diri atau bersama-sama; b. dengan cara yang tidak benar atau memalsukan; c. dokumen perusahaan asuransi kerugian, perusahaan asuransi jiwa, atau perusahaan reasuransi; d. dengan maksud memakainya atau menyuruh orang lain memakai seolah-olah isinya benar atau tidak dipalsu; e. jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian .
ad.a. Unsur secara sendiri-diri atau bersama-sama
ataupun untuk membuat orang lain meggunakan benda yang dipalsukan itu sebagai benda yang tidak dipalsukan; (2) pemalsuan secara intelektual adalah adanya suatu kebohongan yang diterangkan atau dinyatakan orang di dalam tulisan. 98 Pasal 263 ayat (1) KUHP tentang pemalsuan dokumen asuransi: barangsiapa membuat surat palsu atau memalsukan surat, yang dapat menerbitkan sesuatu hak, sesuatu perjanjian (kewajiban) atau sesuatu pembebasan hutang, atau yang boleh dipergunakan sebagai keterangan bagi sesiuatu perbuatan, dengan maksud akan mempergunakan atau menyuruh orang lain menggunakan surat-surat itu seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, maka kalau mempergunakannya dapat mendatangkan suatu kerugian dihukum karena pemalsuan surat, dengan hukuman penjara selama-lamanya enam tahun. Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
Umumnya suatu tindak pidana dirumuskan untuk pelaku tunggal. Sedikit tindak pidana yang dari semula dirumuskan untuk pelaku jamak (lebih dari satu orang), untuk mengantisipasi apabila suatu tindak pidana melibatkan lebih dari satu orang, ditentukan aturan tentang penyertaan (deelneming), sebagaimana ditentukan dalam Buku ke satu tentang aturan umum, bab V pasal 55 dan pasal 56 KUHP. 99 Penyertaan (deelneming) adalah pengertian yang meliputi semua bentuk turut serta/terlibatnya orang atau orang-orang baik secara psikis maupun pisik dengan melakukan masing-masing perbuatan sehungga melahirkan suatu tindak pidana. Berdasarkan KUHP penyertaan dibedakan menjadi dua kelompok yaitu: 100 1. Kelompok orang-orang yang perbuatan yang disebutkan dalam pasal 55 ayat (1), disebut dengan para pembuat (mededader) mereka adalah : a. Yang melakukan (plegen), orangnya disebut dengan pembuat pelaksana (pleger); b. Yang menyuruh melakukan (doen plegen), orangnya disebut dengan pembuat penyuruh (doen pleger); c. Yang turut serta melakukan (medeplegen), orangnya disebut dengan pembuat peserta (medepleger); d. Yang sengaja menganjurkan (uitloken), yang orangnya disebut dengan pembuat penganjur (uitloker). 2. Orang
yang
disebut
dengan
pembuat
pembantu
(medeplichtige)
kejahatan,yang dibedakan menjadi: 99
Pasal 55 ayat (1) KUHP Adami Chazawi (2002), Pelajaran Hukum Pidana bagian 3, Malang: PT. Raja Grafindo Persada, hal. 79. 100
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
a. Pemberian bantuan pada saat pelaksanaan kejahatan, b. Pemberian bantuan sebelum pelaksanaan kejahatan. Aturan tentang penyertaan adalah aturan hukum yang memperluas pengertian tindak pidana, yang semula dirumuskan untuk pelaku tunggal kemudian diperluias untuk orang-orang lain yang mempunyai dengan kaitan dengan tindak pidana itu, dengahn kata lain aturan mengenai penyyertaan menentukan hubungan dan kedudukan tiap-tiap orang yang melakukan tindak pidana secara bersama-sama. Berkenaan dengan tindak pidana yang dilakukan oleh dua orang atau lebih secara bersama-sama, umumnya dapat dikualifikasi sebagai bentuk penyertaan turut serta melakukan (medeplegen) sesuai dengan ketentuan pasal 103 KUHP, ketentuan mengenai penyertaan juga berlaku untuk tindak pidana di luar KUHP. 101
ad.b. Unsur membuat secara tidak benar atau memalsu Unsur membuat secara palsu merupakan bagian dari pengertian perkataan melakukan pemalsuan dalam pasal 21 ayat (5) Unadang-Undang Asuransi dihubungkan dengan pasal 263 ayat (1) KUHP. Hal ini dikarenakan UndangUndang No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian tidak menjelaskan lebih jauh dengan apa yang dimaksud dengan perkataan melakukan pemalsuan sehingga mau tidak mau penafsiran dilakukan dengan kerangka pemalsuan surat dalam KUHP. KUHP membedakan pemalsuan yang dilakukan melalui “membuat secara palsu” dan pemalsuan yang dilakukan dengan cara memalsukan. Pembedaan ini 101
Schaafmeister, Keizer, dan Sitorius diterjemahkan oleh Sahetapy (1995). Hukum Pidana. Surabaya: Liberty Yogyakarta, hal. 247. Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
penting karena mendiskripsikan modus operandi suatu tindak pidana, sehingga dapat dengan jelas tergambar kelakuan yang dilarang dan diancam dengan pidana itu. Perkataan membuat secara palsu maksudnya pada awalnya tidak terdapat sepucuk surat yang isinya bertentangan dengan kebenaran. Berbeda halnya dengan memalsukan yang sejak semula memang sudah terdapat sepucuk surat yang isinya kemudian telah dirubah dengan cara yang sedemikian rupa, sehingga menjadi bertentangan dengan kebenaran. 102 Contoh membuat secara palsu yaitu seseorang yang memalsu sebuah polis asuransi, yang dilakukan dengan jalan menggunakan lembar polis asli tetapi memalsu tandatangan pemimpin perusahaan asuransi tersebut dapat diaktakan sebagai pemalsu dengan “membuat secara palsu” polis tersebut, demikian pula ketika lembar polis asli tersebut ditandatangani oleh pihak yang sebenarnya tidak berwenang menandatangani polis. Sekalipun lembar polis dan tandatangannya asli, tetapi tetap tidak dapt dipandang sebagai polis asli, karena ditandatangani oleh orang yang tidak berwenang untuk itu. 103 Contoh memalsukan adalah jika seseorang membuat tiruan suatu polis asuransi sehingga mirip dengan asliya, dikatakan telah memalsukan polis tersebut, dalam hal ini sebenarnya dapat saja pemalsuan polis ini dilakukan oleh seorang tertanggung yang polis asurtansinya hilang, tetapi karena satu dan lain hal bukannya meminta penggantian polis justru malah memalsukannya. Sekalipun
102
Lamintang (1985), Hukum Pidana Indonesia, Bandung: sinar Baru, hal. 161. Lamintang (1991). Delik-Delik Khusus Kejahatan-kejahatan Membahayakan Kepercayaan Umum Terhadap Surat-surat, Alat-Alat Pembayaran, Alat-alat Bukti dan Peradilan. Bandung: Mandar Maju, hal. 12. 103
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
polis yang dipolis tersebut memuat substansi yang sesuai dengan kenyataan, tetapi tetap dipandang sebagai polis palsu. 104
ad.c. Unsur dokumen perusahaan asuransi kerugian, perusahaan asurasni jiwa atau perusahaan reasuransi Undang-undang usaha perasuransian tidak memberikan pengertian lebih jauh mengenai apa yang dimaksud dengan dokumen perusahaan asuransi kerugian, perusahaan asuransi jiwa atau perusahaan reasuransi. Hal ini menyebabkan makna mengenai hal tersebut harus dicari dari pengertian umum mengenai hal tersebut. Secara umum dokumen perusahaan asuransi meliputi antara lain semua dokumen yang berhubungan dengan pendirian, pemilikan, perizinan, operasional, dan pengawasan suatu perusahaan asuransi, namun demikian memperhatikan ketentuan Pasal 15 ayat (2) Undang-undnag No. Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian, tidak termasuk kedalam pengertian. Dokumen perusahan asuransi adalah buku, catatan, dan laporan-laporan dalam suatu perusahaan asuransi, pasal tersebut menentukan : Setiap perusahaan perasuransian wajib memperlihatkan buku catatan, dokumen, dan laporan-laporan serta memnberikan keterangan yang diperlukan dalam rangka pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). Berdasarkan ketentuan ini, buku, catatan, dan lapporan dari perusahaan asuransi dibedakan dari dokumen, sehingga pemalsuan ini tidak dipandang sebagai pemalsuan dokumen perusahaan asuransi, tetapi pemalsuan surat biasa. Selain itu apabila diperhatikan ketentuan Pasal 8 ayat (4) Keputusan Menteri Keuangan RI No. 423/ KMK.06/ 2003 tentang pemeriksaan perusahaan 104
Ibid., hal. 12.
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
perasuransian, tidak termasuk dokumen keluaran (output) dari pengolahan data atau media computer dan perangkat elektronik pengolah data lainnya. Penafsiran demikian menjadi sah karena ketentuan tersebut membedakan antara dokumen keluaran data computer atau alat digital lainnya. Hal ini menyebabkan setiap data perusahaan asuransi yang disimpan dalam perangkat elektronik seperti computer tidak dapat dipandang sebagai dokumen
perusahaan
asuransi,
sehingga
jika
dipalsukan
tidak
dapat
dikualifikasikan sebagai pemalsuan dokumen perusahaan asuransi. Hal ini merupakan konsekwensi akibat dair perkembangannya, penyimpanan data berbagai perusahaan, termasuk perusahaan asuransi cenderung memanfaatkan media elektronik. Dokumen
kertas
berangsur-angsur
digantikan
dengan
“dokumen
elektronik” sehingga tindakan pemalsuan sebenarnya akan mencakup bidang ini. Namun demikian, perumusan peraturan Undnag-undang No. 2 tahun 1992 mengharuskan pembatasan sepanjang pemalsuan dilakukan terhadap “dokumen kertas”. Dengan demikian pengertian dokumen perusahaan asuransi kerugian, perusahaan asuransi jiwa atau perusahaan reasuransi dapat dilihat dari dua sisi. Sisi pertama hal ini dapat dipandang menbgandung makna yang sangat k=luas karena mencakup keseluruhan dokumen dalam semua aspek dsari suatu perusahaan asuransi. Sisi yang kedua dilihat dari berbagai perkembangan yang ada hal ini menjadi sangat sempit karena tidak termasuk dokumen elektronik. 105
105
Cahirutl Huda & Lukman Hakim, Op-Cit, hal. 89.
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
ad.d. Unsur maksud memakainya atau menyuruh orang lain memakai seolah-olah isinya benar atau tidak palsu Memuat secara tidak benar atau memalsu dokumen perusahaan asuransi, harus didasarkan pada motifasi untuk memakai atau menyuruh orang lain memakainya. Sekalipun dengan adanya perkataan “dengan maksud” dokumen yang dipalsu tersebut tidak benar-benar harus dipakai atau dipakai oleh orang lain yang disuruh membuatnya, tetapi pemalsuan tersebut harus mendekati aslinya sehingga dapat dipakai atau digunakan seolah-olah seperti sesuatu yang asli dan tidak dipalsukan.
ad.e. Unsur jika pemakaian tersebut dapat mendatangkan kerugian Setiap
tindak
pidana
pemalsuan,
termasuk
pemalsuan
dokumen
perusahaan asuransi, akan menyebabkan kerugian bagi pihak-pihak tertentu, namun demikian akibat dari pemalsuan dokumen asuransi tidak harus benar-benar secara nyata mendatangkan kerugian bagi pihak-pihak tersebut, seperti perusahaan asuransi itu sendiri, pemegang polis atau tertanggung, tetapi cukup ketika telah ada potensi kerugian (potential loss) terhadap hal itu. Contohnya, seorang tertanggung yang hanya diberikan polis palsu atas penjaminan kemungkinan timbulnya kerugian akibat kebakaran terhadap objek yang diasuransikan misalnya, akan mengalami kerugian tersebut berupa hilangnya hak untuk klaim (insurance claim) dari tertanggung. 106
106
Lamintang, Op-Cit., hal. 95.
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
2. Tindak pidana penipuan klaim asuransi Tindak pidana penipuan klaim asuransi diatur dalam Pasal 382 KUHP sebab tindak pidana ini tidak ada diatur di dalam Pasal 21 UU No. 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian. Tindak penipuan klaim (menuntut hak/ganti rugi) asuransi dilakukan dengan indikasi penipuan, delik ini berangkat dari asumsi bahwa seluruh proses yang berhubungan dengan penutupan perjanjian asuransi telah berlangsung sesuai dengan ketentuan yang berlaku, tetapi sifat melawan hukum perbuatan ini timbul sehubungan dengan pengajuan klaim. Berdasarkan ketentuan pasal 382 KUHP, berkenaan dengan tindak pidana penipuan klaim asuransi dapat diuraikan kedalam unsur-unsur sebagai berikut: a) Dengan maksud unrtuk menguntungkan dirti sendiri atau orang lain; b) Secara melawan hukum; c) Menimbulkan kerugian penanggung asuransi; d) Menimbulkan kebakaran atau ledakan pada suatu barang yang dipertanggungkan terhadap bahaya kebakaran; atau mengaramkan, mendamprkan, menghancurkan, merusakkan, atau membikin tidak dapat dipakai, perahu yang dipertanggungkan; atau muatannya maupun upah yang
akan
diterima
untuk
pengangkutan
muatannya
yang
dipertanggungkan.
a. Unsur dengan maksud untuk menuntungkan diri sendiri atau orang lain Perkataan dengan maksud dalam delik ini, mengharuskan adanya harapan untuk mendapatkan keuntungan bagi dirinya sendiri maupun orang lain, namun demikian yang bersangkutan atau orang lain tidak harus benar-benar memperoleh
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
keuntungan. Cukup dengan dipenuhinya unsur-unsur dengan maksud, yaitu pelaku atau orang lain kemungkinan besar akan memperoleh keuntungan daripadanya maka unsur ini dikatakan telah terpenuhi dengan sempurna, apalagi bila keuntungan tersebut benar-benar telah diperolehnya. 107
b. Unsur secara melawan hukum Unsur melawan hukum perupakan penegasan bahwa menguntungkan diri sendiri atau orang lain tersebut dilakukan bukan sebagai pelaksanaan hak dari yang bersangkutan. Pelaku ataupun orang lain yang memperoleh keuntungan daripadanya sama-sama tidak mempunyai hak atas hal itu, ketika delik ini langsung dilakukan oleh mereka yang benar-benar akan mendapatkan pembayaran klaim asuransi (tertanggung), maka unsur yang terpenuhi adalah unsur dnegan maksud menguntungkan diri sendiri sevcara melawan hukum sedangkan ketika yang melakukan adalah bukan tertanggung sendiri, maka unsur terpenuhi adalah dengan maksud menguntungkan orang lain secara melawan hukum. Sifat melawan hukum pada dasarnya terdiri dari dua bentuk yaitu melawan hukum formil dan melawan hukum materil. Sifat melawan hukum formil yaitu suatu perbuatan itu bersifat melawan hukum, apabila perbuatan itu diancam pidana dan dirumuskan sebagai suatu delik dalam undnag-undang, sedangkan sifat melawan hukumnya perbuatan itu dapat hapus hanya berdasarkan suatu ketentuan undnag-undang (hukum tertulis), sedangkan ajaran melawan hukum materil adalah suatu perbuatan itu melawan hukum atau tidak, tidak hanya yang terdapat dalam undang-undang (yang tertulis saja), akan tetapi harus dilihat berlakunya 107
Lamintang (1991). Delik-delik Khusus Kejahatan-kejahatan membahayakan kepercayaan umum terhadap surat-surat, alat-alat pembayaran, alat-alat bukti dan peradilan. Bandung: Mandar Maju, hal. 208. Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
asas-asas hukum yang tidak tertulis, sifat melawan hukumnya perbuatanperbuatan
yang
nyata-nyata
masuk
dalam
rumusan
delik
itu
dapat
hapusberdasarkan ketentuan undang-undang dan juga berdasarkan aturan-aturan yang tidak tertulis. 108 Subjek delik pada perjanjian asuransi sehubungan dengan tindak pidana ini bukan para pekerja di lapangan yang pada kenyataannya sebagai pelaku penggelapan, tetapi mereka yang berhak menerima pembayaran klaim asuransi tersebut. Tertanggung menjadi tidak berhak karena hal itu akibat dari suatu perbuatan yang bersifat melawan hukum. Sementara pembuat materil yang kenyataannya sebagai pelaku, tidak dapat dikatakan telah melakukan tindak pidana penipuan klaim asuransi, kecuali jika semula mengetahui dan menyadari bahwa perbuatannya dalam rangka mewujudkan suatu delik.
c. Unsur menimbulkam kerugian penanggung asuransi Rumusan tindak pidana penipuan klaim asuransi juga berisi larangan timbulnya kerugian penanggung, dengan demikian kerugian penanggung harus benar-benar
terwujud.
Pengertian
kerugian
penanggung
tidak
terdapat
penjelasannya dalam KUHP. Contoh kerugian yang dialami penanggung misalnyha
berhubungan
dengan
biaya-biaya
yang
dilkeluarkan
sebagai
konsekuensi dari pengajuan klaim, dan sebagai prosedur yang harus ditempuh sebelum asurador menetapkan untuk membayar suatu klaim, misalnya ongkosongkos yang timbul akibat penelitian dan penyidikan akibat tuntutan klaim, honorarium appraiser (juru taksir) ataupun lawyer dan lain sebagainya, dalam hal
108
Sudarto, Op.Cit, hal. 77.
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
ini, pengeluaran-pengeluaran tersebut timbul akibat pengajuan klaim, yang di dalamnya terdapat indikasi penipuan. 109
d. Unsur litimidasi atau objektifikasi dari perbuatan-perbuatan yang apabila dilakukan terhadap objek pertanggungan menimbulkan hak bagi tertanggung untuk mendapatkan Pasal 382 KUHP menyebutkan perbuatan-perbuatan yang menjadi sebab dari timbulnya resiko yang diperjanjikan. Secara garis besar, perbuatan-perbuatan tersebut dapat dikelompokkan dalam dua bagian, Bagian pertama, perbuatanperbuatan yang berhubungan dengan objek yang dilindungi asuransi dari resiko terbakar atau meledak. Kedua, perbuatan-perbuatan yang dilihat dari objek pertanggungannya berhubungan dengan pengangkutan barang melalui kapal. Perkataan menimbulkan kebakaran atau meledak merujuk pada perbuatanperbuatan yang dapat mengakibatkan terbakar atau meledaknya sesuatu. Perbuatan menimbulkan kebakaran atau ledakan pada suatu barang yang dipertanggungkan terhadap bahaya keabakaran berhubungan dengan tindak pidana pembakaran, sebagaimana ditentukan dalam pasal 187 KUHP. 110 Delik dengan perahu ataupun pengangkutan barang melalui perahu tersebut, dalam hal ini, adanya perbuatan-perbuatan tertanggung memperoleh keuntungan karena terjadinya resiko yang dipertanggungkan terhadap perahu tersebut ataupun tidak terlaksananya pegangkutan dengan menggunakan perahu. Perbuatan mengaramkan berarti membuat terbenam ke dasar laut, sehingga 109
Irvan Rahrjo (2001). Bisnis asuransi Menyongsong Era Global. Jakarta: yasdaya, hal.
94. 110
Barangsiapa dengan sengaja membakar, menjadikan ledakan, atau banjir, dihukum dengan (1e) penjara selama-lamanya dua belas tahun, jika perbuatan itu dapat mendatangkan bahaya umum bagi barang; (2e) penjara selama-lamanya lima belas tahun, jika perbuatannya itu dapat mendatangkan bahaya maut bagi orang lain; (3e) penjara seumur hidup atau penjara sementara selama-lamanya dua puluh tahun, jika perbuatannya itu dapat mendatangkan bahaya maut bagi orang lain dan ada orang mati akibat perbuatan itu. Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
terkandas di laut dan tidak dapat dijalankan lagi. Menghancurkan berarti membuat hancur secara keseluruhan suatu perahu. Merusak adalah perbuatan yang menyebabkan bagian-bagian vital dari suatu perahu tidak berfungsi, sedangkan membikin tidak dapat dipakai lagi adalah perbuatan-perbuatan sabotase suatu perahu sehingga tidak dapat dipergunakan untuk berlayar atau menbgangkut barang
atau
penumpang,
yang
sepanjang
bukan
menenggelamkan,
mendamparkan, menghancurkan ataupuan merusak perahu tersebut. 111
111
Chairul huda & Lukman Hakim, Op-Cit., hal. 126
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
BAB III PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PENIPUAN DI BIDANG ASURANSI (Studi putusan No. 3861/Pid. B/2007/PN. MDN)
A. Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi Pengertian perbuatan pidana hanya menunjuk kepada dilarang dan diancam perbuatan dengan suatu pidana. Apakah orang melakukan perbuatan kemudian juga dijatuhi pidana, sebagaimana telah diancamkan, ini tergantung dari soal apakah dalam melakukan perbuatan ini dia mempunyai kesalahan, Sebab azas dalam pertanggungjawaban dalam hukum pidana ialah “tidak dipidana jika tidak ada kesalahan (Geen straf zonder schuld; Actus non facit reum nisi mens sir rea)”. Azas ini tidak disebut dalam hukum tertulis tapi dalam hukum yang tak tertulis yang juga di Indonesia berlaku. 112 Pertanggungjawaban tanpa adanya kesalahan dari pihak yang melanggar, dinamakan leer van het materiele feit. Dahulu dijalankan atas pelanggaran tapi sejak adanya arrest susu dari H. R. 1916 Nederland, hal itu ditiadakan. Pasal 303 a Pol. Verord. Amsterdam anatar lain menetukan: “Dilarang menjual, melever atau mempunyai persediaanuntuk dilever, susu dengan nama susu murni (volle melk),
112
Moeljatno (1993), Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta: Rineka Cipta, hal. 153.
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
jika di situ ada sesuatu yang ditambahkan atau dihilangkan”. Dan pasal 344 Pol. Verord. Ancaman pidana 6 hari kurungan atau denda F 20,-. Seorang majikan susu dengan perantaraan pesuruhnya melever susu kepada suaut rumah dengan nama susu murni, padahal susu tidak murni lagi. Majikan dituntut karena menyuruh lever (dien afl) susu dengan nama susu murn, sedangkan keadaannya tidak murni lagi (menurut pasal 55; sebagai pembuat, pelaku, menyuruh lakukan, turut serta melakukan dan penganjur). Pompe menyingkat kesalahan ini dengan dapat dicela (verwitjbaarheid) dan dapat dihindari (vermijdbaarheid) perbuatan yang dilakukan. Dikatakannya: “menurut akibatnya, hal ini adalah dapat dicela, menurut hakekatnya dia adalah dapat dihindarinya kelakuan yang melawan hukum itu. Karena kehendak si pembuat itu terlihat pada kelakuan yang bersifat melawan hukum, maka ini dapat dicelakan padanya. Menurut Pompe, kelakuan adalah suatu kejadian yang ditimbulkan oleh seorang yang nampak keluar dan yang diarahkan kepada tujuan yang menjadi obyek hukum. 113 Simons mengatakan, bahwa kesalahan adalah keadaan psychis orang yang melakukan perbuatan dan hubungannya dengan perbuatan yang dilakukan, yang sedemikian rupa sehingga orang itu dapat dicela karena perbuatan tadi. Jadi yang harus diperhatikan adalah (1) keadaan batin dari orang yang melakukan perbuatan itu; (2) hubungan antara keadaan batin itu dengan perbuatan yang dilakukan, menurut rumusan Simons “sedemikian rupa, sehingga orang itu dapat dicela karena perbuatan tadi”. Dua hal yang harus diperhatikan itulah, terjalin erat satu dengan lainnya merupakan hal yang dinamakan kesalahan. Hal 113
Roeslan Saleh (1981), Perbuatan dan Pertanggungan Jawab Pidana, Penerbit: Aksara Baru, Jakarta, Hal. 82. Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
yang merupakan kesatuan yang tak dapat dipisah-pisahkan itu, agar dapat ditinjau lebih dalam, kita pisah-pisahkan dalam meninjaunya. 114 Sebagai ikhtisar dapat dikatakan bahwa: hal yang pertama, yaitu mengenai keadaan batin dari orang yang melakukan perbuatan, dalam ilmu hukum pidana merupakan soal yang lazim disebut masalah kemampuan bertanggungjawab; hal yang kedua, yaitu mengenai hubungan antara batin itu dengan perbuatan yang dilakukan, merupakan masalah kesengajaan, kealpaan serta alsan pemaaf; sehingga mampu bertanggungjawab, mempunyai kesengajaan atau kealpaan serta tidak adanya alasan pemaaf merupakan unsur-unsur dari kesalahan. Unsur-unsur ini merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Selanjutnya karena tidaklah ada gunanya untuk mempertanggung jawabkan terdakwa atas perbuatannya apabila perbuatannya itu sendiri tidaklah bersifat nmelawan hukum, maka lebih lanjut sekarang pulas dikatakan bahwa terlebih dahulu harus ada kepastian tentang adanya perbuatan pidana, dam kemudian semua unsur-unsur kesalahan tadi harus dihubungkan pula dengan perbuatan pidana yang dilakukan, sehingga untuk adanya kesalahan yang maka terdakwa dapat melakuka beberapa perbuatan, yaitu : a. Melakukan perbuatan pidana, b. Mampu bertanggung jawab, c. Dengan kesalahan atau kealpaan, dan d. Tidak adanya alasan pemaaf.
114
Ibid., hal. 83.
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
Menurut Moeljatno, orang tidak mungkin dipertanggungjawabkan (dijatuhi pidana) kalau dia tidak melakukan perbuatan pidana. Tapi meskipun melakukan perbuatan pidana, tidak selalu dia dapat dipidana. Kebenaran dari hal di atas kiranya sudah wajar. Orang yang tidak dapat dipersalahkan melanggar sesuatu perbuatan pidana tidak mungkin dikenakan pidana, sekalipun banyak orang mengerti misalnya bahwa perangai atau niatnya orang itu buruk, sangat kikir, tidak suka menolong orang lain; aatau amat ceroboh, tidak menghiraukan kepentingan orang lain; dalam usaha memperoleh kebendaan tidak peduli nasib orang lain asal diri sendiri beruntung. Pendek bahwa dia seorang jahat, mungkin orang demikian tidak disukai, atau dicemohkan dalam masyarakat, tetapi untuk dijatuhi pidana, untuk dapat dipertanggungjawabkan menurut hukum pidana tidaklah mungkin selama dia tidak melanggar larangan pidana. 115 Contoh lain, orang gila yang tanpa disangka-sangka lalu menyerang seorag lain, dan memukuli hingga babak belur. Di sinipun orang gila tadi diajukan ke muka hakim pidana tetapi dikirim ke rumah sakit jiwa. Contoh lain lagi: Seorang dokter yang Karena ditodong degan pistol, dan disuruh berbuat demikian, membuat surat keterangan palsu tentang adanya penyakit pada yang menodong tadi, dengan maksud supaya tidak masuk wajib militer. Perbuatan tersebut ketahuan dan dokter ditutut di muka hakim karena melanggar pasal 267 KUHP, tetapi tidak mungkin dia dijatuhi pidana karena dia dipaksa untuk itu. Perbuatan dokter itu dapat dimengerti dan kesalahannya dapat
115
Moeljatno. Op.Cit., hal. 155.
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
dimaafkan. Tentunya yang menodong tadi harus dituntut karena menyuruh lakukan perbuatan tersebut pasal 267 KUHP. Sekarang pertanyaannya ialah apakah sesungguhnya arti kesalahan itu? Dari contoh-contoh di atas, kiranya sudah dapat diduga kea rah mana letak jawabannya. Orang gila tadi, meskipun sudah dewasa, tapi jiwanya sakit, tidak normal, sehingga apa yang dipikirkan, apa yang diinsyafi ketika menyerang dan memukuli tadi, tidak mungkin disamakan dengan penginsyafan kita. Orang yang demikianpun fungsi bathinnya tidak normal. Dalam hal ini, orang gila tidak dapat dipersalahkan karena berbuat demikian, sebab mrereka kita anggap, tidak dapat berbuat lain daripada apa yang telah dilakukan. Dan kalau orang dalam keadaankeadaan tertentu tidak dapat diharapkan, jadi juga tidak dapat diharuskan berbuat lain daripada apa yang telah dilakukan, maka sudah sewajarnyalah bahwa orang itu tidak mungkin kita bela; dan karenanya pula tak mungkin kita pertanggungjawabkan atas perbuatannya. Dapat dikatakan bahwa ada kesalahan jika pembuat dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatannya. 116 Dengan demikian ternyata, bahwa orang dapat dikatakan mempunyai kesalahan, jika dia pada waktu melakukan perbuatan pidana, dilihat dari segi masyarakat dapat dicela karenanya, yaitu kenapa melakukan perbuatan yang merugikan masyarakat padahal mampu untuk mengetahui makna (jelek) perbuatan tersebut, dan karenanya dapat bahkan harus menghindari untuk berbuat demikian? Jika begitu, tentunya perbuatan tersebut memang sengaja dilakuka, dan selaannya lalu berupa: kenapa melakukan perbuatan yang dia mengerti bahwa perbuatan itu merugikan masyarakat?
116
Amdi Hamzah (1994), Asas-Asas Hukum Pidana., Jakarta: Rineka cipta, hal. 130.
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
Kecuali itu, orang juga dapat dicela karena melakukan perbuatan pidana, jika dia meskipun tidak sengaja dilakukan, tapi terjadinya perbuatan tersebut dimungkinkan karena dia alpa atau lalai terhadap kewajiban-kewajiban, yang dalam hal tersebut oleh masyarakat dipandang seharusnya (sepatutunya) dijalankan olehnya. Di sini celaan tidakl berupa kenapa melakukan perbujatan padahal mengerti (mengetahui) sifat jeleknya perbuatan seperti dalam hal kesengajaan, tapi berupa Karena tiodak menjalankan kewajiban-kewajiban yang seharusnya (sepatutnya) dilakukan olehnya dalam hal itu, sehingga karenanya masyarakat dirugikan. Di sini perbuatan dimungkinkan terjadi karena kealpaan. Prof. Moeljatno menyatakan bahwa pemisahan antara keadaan batin dengan hubungan antara keadaan tersebut dengan perbuatan, sesungguhnya tak mungkin. Kiranya sekarang menjadi lebih jelas kebenaran ucapan tersebut, sebab kesengajaan tak dapat difikirkan kalau tak ada kemampuan bertanggung-jawab, begitu pula kealpaan. Juga adanya alas an pemaaf tak mungkin, kalau orang tidak mampu bertanggungjawab atau tidak mempunyai salah satu bentuk kesalahan. Selanjutnyha disamping itu jangan dilupakan pula, bahwa semua unsur-unsur kesalahan tadi harus dihubungkan dengan perbuatan pidana yang telah dilakukan. Dengan demikian ternyata bahwa untuk adanya kesalahan (pertanggungan jawab) terdakwa harus: 117 a. Melakukan perbuatan pidana (sifat melawan hukum), b. Di atas umur tertentu mampu bertanggungjawab, c. Mempunyai suatu bentuk kesalahan yang berupa kesengajaan atau kealpaan,
117
Roeslan Saleh, Op.Cit., hal. 84.
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
d. Tidak adanya alasan pemaaf. Seperti telah disebutkan di atas untuk adanya pemidanaan harus ada kesalahan pada si pembuat. Asas “tiada pidana tanpa kesalahan” yang telah disebutkan di atas mempunyai sejarahnya sendiri. Dalam ilmu hukum pidana dapat dilihat pertumbuhan dari hukum pidana yang menitikberatkan kepada perbuatan orang beserta akibatnya (tatstrafrecht atau Erfolgstrafrecht) kea arah hukum pidana yang berpijak pada orang yang melakukan tindak pidana (Taterstrafrecht), tanpa meninggalkan sama sekali sifat dari Tatstrafrecht. Dengan demikia hukum pidana yang ada dewasa ini dapat disebut sebagai “TatTaterstrafrecht”, hukum pidana yang berpijak pada perbuatan maupun orangnya. Hukum pidana dewasa ini dapat pula disebut sebagai Schuldstrafrecht artinya bahwa untuk penjatuhan pidana disyaratkan adanya kesalahan pada si pembuat. Ternyata bahwa asas kesalahan itu pada masa dahulu tidak diakui secara umum. Pidana dijatuhkan hanya melihat kepada perbuatan yang merugikan atau yang tidak dikehendaki, tanpa memperhatikan sikap batin si pembuat. Keadaan ini setapak demi setapak berubah, sehingga pertanggungan jawab seseorang atas perbuatannya didasarkan pula atas sikap batin orang itu yang berupa kesalahan. Peranan unsur kesalahan sebagai syarat untuk penjatuhan pidana di Negara Anglo Saxon tampak dengan adanya maxim (asas) “Actus non facit reum nisi mens sit res” atau disingkat asas “mens rea”. Arti aslinya ialah “evil mind” atau “evil will” atau “guilty mind”. Mens rea merupakan subjective guilty melekat pada si pembuat. Subjective guilty ini berupa intent (kesengajaan) atau setidak-tidaknya negligence (kealpaan). Hanya perlu diketahui bahwa di Inggris ada apa yang disebut “stricht liability”, yang berarti bahwa pada beberapa tindak pidana tertentu
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
atau mengenai unsur tertentu pada sesuatu tindak pidana tidak diperlukan adanya mens rea. Membicarakan unsur kesalahan dalam hukum pidana ini berarti mengenai jantungnya, demikia di katakana oleh Idema. Soal kesalahan merupakan suatu problem pokok dalam hukum pidana, di samping sifat melawan hukumnya perbuatan dan pidana. Tiga hal tersebut oleh Sauer disebut “Trias dalam hukum pidana”. Untuk adanya pemidanaan harus ada kesalahan lebih dulu pada si pembuiat. Soal kesalahan ada hubungannya dengan kebebasan kehendak. Disamping dari sudut filosofis terdapat perbedaan faham tentang hubungan kehendak manusia dalam melakukan perbuatan pidana dengan kesalahan. Persoalnnya terletak pada pertanyaan: Apakah seoarang manusia itu dapat mempunyai kehendak yang bebas terhadap perbuatannya. Mengenai hubungan antara kebebasan kehendak dengan ada atau tidak adanya kesalahan ini ada 3 (tiga) pendapat yaitu: 1. Kaum indeterminis (penganut indeterminisme), yang pada dasarnya berpendapat bahwa manusia mempunyai kehendak bebas dan ini merupakan sebab dari segala keputusan kehendak. Tanpa ada kebebasan kehendak maka tidak ada kesalahan; apabila tidak ada kesalahan maka tidak ada pencelaan, sehingga tidak ada pemidanaan. Indeterminisme berpendapat bahwa pada diri seorang manusia itu dapat dikatakan mempunyai kehendak yang bebas, sekalipun sedikit atau banyak dipengaruhi factor-faktor dari dalam atau luar dirinya, karena diharapkan ia dapat menentukan kehendaknya. Seseorang yang mendapat penghinaan
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
dari orang lain, merasa tersinggung dan dihinggapi perasaan dendam untuk membalas. Akan tetapi orang yang terkena penghinaan itu dapat mencapai tujuannya
degan
melakukan
penghinaan
kembali,
atau
bahkan
memukulnya, atau membiarkannya, atau mengadukan kepada yang berwajib. Dalam hal ini seseorang yang terkena penghinaan harus dapat menentukan
apa
yang
seharusnya
diperbuat
untuk
menentukan
kehendaknya walaupun sedikit banyak dipengaruhi oleh factor-faktor dalam atau luar dirinya. 2. Kaum determinis (penganut determinisme) mengatakan bahwa “manusia tidak mempunyai kehendak bebas”. Kepiutusan kehendak ditentukan sepenuhnya oleh watak (dalam arti nafsu-nafsu manusia dalam hubungan kekuatan satu sama lain) dan motif-motif, yaitu perangsang-perangsang yang dating dalam atau dari luar yang menbgakibatkan watak tersebut. Ini berarti bahwa seseorang tidak dapat dicela atas perbuatannya atau dinyatakan mempunyai kesalahan, sebab ia tidak punya kehendak bebas. Namun meskipun diakui bahwa tidak punya kehendak bebas, itu tidak berarti bahwa orang yang melakukan tidak pidana ini tidak dapat dipertanggungjawabkannya. Justru karena tidak adanya kebebasan kehendak itu maka ada pertanggungan jawab dari seseorang atas perbuatannya. Tetapi reaksi terhadap perbuatan yang dilakukan itu berupa tindakan (maatregel) untuk ketertiban masyarakat, bukan pidana dalam arti “penderitaan sebagai hasil dari kesalahan oleh si pembuat”. Determinisme berpendapat bahwa dari seorang manusia tak dapat diharapkan mempunyai kehendak yang bebas. Menurut cara berpikir
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
dalam determinisme akan sukar menentukan adanya pertanggungan jawab dalam hukum pidana. Seseorang berbuat itu selalu didorong oleh factorfaktor yang terdapat di dalam dirinya yaitu misalnya bakat, jiwa yang abnormal, dan sebagainya, dan factor-faktor yang terdapat di luar dirinya yaitu misalnya masyarakat, perekonomian dan sebagainya. Orang yang miskin telah bersusah payah untuk mencari makan dengan cara yang halal, sudah barang tentu pada umunya akan lebih sulit lagi jika ia mencari makan dalam suasana di kot-kota besar, sehingga seoalh-olah ada keadaan yang mendorong untuk mencuri barang karena lapar. 3. Golongan ketiga menbgatakan ada tidaknya kebebasan kehendak itu untuk hukum pidana tidak menjadi soal (irrelevant). Kesalahan seseorang tidak dihun=bungkan dengan ada dan tidak adanya kehendak bebas.
Pada akhirnya ajaran determiniasme dan indeterminisme sampai kepada titik pertemuan yang masing-masing dapat mengenal kesalahan dalam hukum pidana. Determinisme yang diajarkan oleh Leo Pulak mengatakan bahwa karena justru kebebasan kehendak itu tidak ada maka orang dapat meletakkan kesalahan kepadanya manakala kehendaknya itu tidak ditentukan secara kasual atau kehendaknya itu tidak bersebab. Indeterminisme yang diajarkan oleh Karel Bonding mengatakan bahwa bagi orang yang menentang kehendak yang bebas maka di situ pengertian kesalahan yuridis menjadi pengahalang, bahkan tanpa kebebasan kehendak tiodak dapatlah tentang kesalahan itu dipertahnkan. Ajaran
determinisme
dan
indeterminisme
telah
mencapai
suatu
kompromiu menjadi teori modern dan teori neodeterminisme.
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
Teori modern mengikuti jalan tengah yang pada dasarnya berpegang pada determinisme dan dalam beberapa hal kehendak manusia itu ditentukan oleh beberapa factor dari luar dan dalam dirinya, akan tetapi tetap menerima kesalahan sebagai dasar untuk menjatuhkan celaan dalam hukum pidana. Teori neodeterminisme mempunyai dasar alam pikiran dari determinisme akan tetapi bukan berpegangan pada faham bahwa “orang tidak bebas kehendaknya”, melainkan bahwa manusia itu adalah anggota masyarakat yang harus menginsyafi perbuatannya dapat menimbulkan bahayan bagi orang lain dan dasar inilah orang tersebut dapat dipertanggungjawabkan dalam hukum pidana. Peroalan determinisme dan indeterminisme masih mempunyai arti penting guna menentukan sampai di manakah adanya pertanggungan jawab harus dapat ditentukan sebagai kesalahan. Karena itu apabila kehendak manusia tidak bebas yang ditentukan sewcara kausal, maka disitu dapat ditentukan bagi orang yang melakjukan perbuatan pidana ada atau tidaknya pertanggungan jawab dalam hukum pidana. Menurut Prof. Sudarto, KUHP berpijak kepada faham indeterminisme, ialah sesuai dengan pandangan aliran klasik_neo-klasik. Aliran modern (positif) berpandangan determinisme. Setelah adanya penjelasan mengenai kesalaha yang terdapat dalam perbuatan pidana di atas, maka dapat disimpulkan bahwa sudah pasti ada suatu pertanggungan jawab apabila terdapat suatu kesalah sehingga menimbulkan perbuatan pidana. Dapat kita uraikan penjelasan tersebut ke dalam pokok bahasan tindak pidana penipuan di bidang asuransi. Pertanggungjawaban pidana terhadap tindak pidana di bidang asuransi, yaitu:
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
1. Tindak Pidana persetujuan asuransi Tindak pidana penipuan di bidang asuransi pertama yaitu penipuan persetujuan asuransi, terdapat dalam ketentuan Pasal 381 KUHP memiliki unsurunsur yaiut: (1) dengan jalan tipu muslihat; (2) menyesatkan penanggung asuransi mengenai keadaan-keadaan yang berhubungan dengan pertanggungan, (3) sehingga menyetujui perjanjian yang tentu tidak akan disetujuinya atau setidaktidaknya apabila disetujui tidak dengan syarat-syarat yang demikian, dan (4) jika diketahui keadaan sebenarnya. 118 Unsur-unsur penipuan asuransi yang pertama tersebut telah penulis bahas sebelumnya. Unsur-unsur tersebut merupakan unsurunsur dari perbuatan menipu yang dilakukan oleh tertanggung untuk memperoleh keuntungan sendiri atau orang lain. Penipuan dalam persetujuan asuransi dengan tipu muslihat berkaitan dengan penilaian dan penelitian atas dokumen yang disimpan oleh calon tertanggung, dimana dokumen tersebut merupakan pendukung dalam setiap penutupan asuransi. Rangkaian kebohongan atau tipu muslihat yang dimaksud dilakukan dengan menyerahkan dokumen palsu atau menyampaikan data-data yang tidak benar. Penipuan ini berarti menyesatkan data yang diperlukan suatu perusahaan asuransi untuk menyetujui menanggung resiko yang mungkin timbul pada kemudian hari terhadap objek yang diasuransikan. Perbuatan menipu yang dimaksud mengandung adanya unsur “kesalahan”. Oleh karenanya dapat diterapkan pertanggungan jawab oleh pihak yang melakukan perbuatan pidana yang terdapat dalam ketentuan Pasal 381 KUHP. Menurut ketentuan Pasal 381 KUHP perbuatan yang melanggar ketentuan ini
118
Adami chazawi, Op.Cit., hal. 106.
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
dapat dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 1 tahun 4 bulan. Sehingga setiap pelanggaran ketentuan ini dapat dipertanggungjawabkan dengan hukuman tersebut. Unsur-unsur dalam Pasal 381 KUHP di atas dapat dilakukan dengan cara yaitu: (a) penggelapan premi asuransi dan (b) pemalsuan dokumen asuransi. Kedua hal ini diatur dalam ketentuan Pasal 21 Undang-Undang No. 21 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian. Berikut penjelasan mengenai pertanggungjawaban dalam kedua hal tersebut, yaitu: (a) Peggelapan premi asuransi Kejahatan penipuan dengan penggelapan premi ini sebenarnya berbeda pengaturannya, akan tetapi hubungan anatar kedua kejahatan ini terdapat dalam unsur menguntungkan diri sendiri atau orang lain yang terdapat dalam Pasal 378 KUHP serta 372 KUHP. Konteksnya penipuan asuransi dapat dilihat dari cara atau modus dalam melakukan penipuan tersebut. Dimana dengan maksud untuk mengeuntngkan diri sendiri atau orang lain dengan tidak membayar suatu premi yang telah ditanggungkan kepadanya pada persetujuan yang telah disepakati sebelumnya. Tindak pidana penggelapan premi asuransi diatur dalam Pasal 21 Undang-Undang No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian tidak dapat dilepaskan dari rumusan tindak pidana penggelapan yang secara umum diatur dalam pasal 372 KUHP atau dalam beberapa kasus dapat juga diatur dalam Pasal 378 KUHP. Unsur-unsur tindak penggelapan premi asuransi berupa dengan sengaja melawan hukum, memiliki premi asuransi yang seluruh atau sebagian adalah
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
kepunyaan orang lain, dan yang ada padanya bukan karena kejahatan. Subjek tindak pidana ini nerujuk kepada orang perseorangan, dan korporasi baik badan hukum ataupun bukan badan hukum. Subjek tersebut dapat memiliki premi asuransi yang seluruh atau sebagian dalah kepunyaan orang lain, dalam artian merupakan “penguasaan premi yang dapat terjadi karena hal-hal yang berhubungan dengan jabatan si pelaku, biasanya jabatannya dalam perusahaan asuransi. Pasal 21 ayat (2) Undang-Undang No. 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian menentukan: “Barangsiapa menggelapkan premi asuransi diancam dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp. 2.500.000.000,- (dua milyar lima ratus juta rupiah)”. Inti dari perbuatan yang dilarang dari Pasal 372 KUHP ialah “mengakui milik sendiri: “Barangsiapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan, diancam karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau denda paling banyak sembilan ratus rupiah”. Penguasaan premi ini dimaksudkan adalah penguasaan terhadap sejumlah uang. Penggelapan yang dilakukan yaitu dengan menggelapkan sejumlah uang tersebut yang bukan merupakan miliknya. Maka dapat ditemukan suatu perbuatan pidana yaitu tindak pidana penggelapan premi asuransi. Seseorang yang melakukan kesalahan berupa penggelapan premi ini dapat didakwa oleh penuntut
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
umum. Dalam surat dakwaan selain harus disebutkan terdakwa melanggar Pasal 21 ayat (2) Undang-Undang No. 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian, juga ditambahkan bahwa perbuatan tersebut melanggar Pasal 372 KUHP (Pasal 21 ayat (2) UU No. 2 Tahun 1992 jo. Pasal 372 KUHP). Pertanggungjawaban pidana dalam Tindak pidana penggelapan premi asuransi diatur dalam (1) Pasal 21 ayat (2) UU No. 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian dengan penjara paling lama 15 tahun dan denda Rp. 2.500.000.000,-; (2) Pasal 372 KUHP dengan penjara paling lama empat tahun dan denda paling banyak sembilan ratus rupiah.
(b) pemalsuan dokumen asuransi Unsur tipu muslihat dan menyesatkan yang terdapat dalam Pasal 381 KUHP diatas dapata dilakukan salah satu caranya yaitu dengan memalsukan dokumen. Kenyataan bahwa umumnya persetujuan atas suatu perjanjian pertanggungan asuransi hanya dapat terjadi berdasarkan penilaian dan penelitian atas dokumen yang disimpan oleh calon tertanggung, dan tidak dapat semata-mata hanya dari penjelasan. Dokumen-dokumen disini menjadi alat pendukung dalam terjadinya suatu perjanjian asuransi. Hal inilah yang seringkali diseatkan atau dengan kebohongan (tipu muslihat) dengan memalsukan suatu dokumen asuransi sehingga terjadinya suatu perjanjian persetujuan asuransi. Kejahatan penipuan yang dilakukan dengan memalsukan dokumen asuransi, dilihat hubungannya dari unsur menyesatkan dan tipu muslihat tersebut diatas. Perbuatan menyesatkan dan tipu muslihat yang dilakukan dengan maksud untuk menimbulkan kepercayaan untuk melakukan suatu persetujuan asuransi.
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
Kepercayaan tersebut dibuat dengan memberikan data-data ataupun dokumendokumen yang palsu. Dapat juga dilakukan dengan jalan menggunakan nama atau tanda palsu dalam asuransi (Pasal
380 KUHP), 119 mengatasnamakan suatu
perusahaan asuransi yang ternyata tidak diketahui oleh perusahaan yang bersangkutan. Tindak pidana pemalsuan dokumen asuransi dirumuskan dalam pasal 21 ayat (5) Undang-Undang No. 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian, yaitu: “Barangsiapa secara sendiri-diri atau bersama-sama melakukan pemalsuan atas dokumen perusahaan asuransi kerugian dan perusahaan asuransi jiwa atau perusahaan reasuransi, diancam dengan penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 250.000.000,- (dua ratus lima puluh juta rupiah)” Ketentuan diatas membentuk suatu unsur tindak pidana pemalsuan dokumen asuransi yang baru, yaitu unsur secara bersama atau sendiri-diri. Adanya perihal tentang penyertaan disini dimaksudkan untuk mengantisipasi adany tindak pidana yang melibatkan lebih dari satu orang, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP. Sebagaimana yang sudah dijelaskan sebelumnya berkenaan dengan tindak pidana yang dilakukan oleh dua orang atau lebih secara 119
Pasal 380 KUHP: “(1) dengan hukuman penjara selama-lamanya dua tahun delapan bulan atau denda sebanyakbanyaknya Rp. 750.000,1e barangsiapa menaruh sesuatu nama atau tanda palsu, atau memalsukan nama atau tanda yang asli pada atau didalam suatu buatan tentang kesusteraan, ilmu pengetahuan, kesenian atau kerajinan dengan maksud supaya orang percaya dan menerima, bahwa buatan itu sebenarnya dibuat oleh orang yang namanya atau tandanya ditaruh atau didalam buatan itu; 2e barangsiapa dengan sengaja menjual, menawarkan, menyerahkan, menyediakan untuk dijual atau membuat masuk ke Negara Indonesia sesuatu buatan tentang kesusteraan ilmu pengetahuan, kesenian atau kerajinan yang diatasnya atau didalamnya ditaruh sesuatu nama atau tanda yang dipalsukan seolah-olah buatan itu sebenarnya asal buah tangan orang yang namanya atau tandanya palsu ditaruh pada atau didalam buatan itu. (2) Buatan itu, jika kepunyaan terhukum, dapat dirampas.”
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
bersama-sama ini dapat dikualifikasikan sebagai bentuk penyertaan turut serta melakukan sesuai dengan ketentuan Pasal 103 KUHP. Undang-undang No. 2 Tahun 1992 ini tidak banyak dalam menjelaskan tentang perkataan pemalsuan. Namun dalam Pasal 263 ayat (1) KUHP mengatur tentang pemalsuan surat menyebutkan: “Barangsiapa membuat surat palsu atau memalsukan surat, yang dapat menerbitkan sesuatu hak, sesuatu perjanjian (kewajiban) atau sesuatu pembebasan hutang, atau yang boleh diperguanakan sebagai keterangan bagi sesuatu perbuatan, dengan maksud menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan orang lain menggunakan surat-surat itu seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, maka kalau mempergunakannya dapat mendatangkan sesuatu kerugian dihukum karena pemasuan surat, dengan hukuman penjara selamalamanya enam tahun” Dari ketentuan Pasal di atas terdapat perbedaan antara “membuat surat palsu” dan “memalsu surat”. 120 Kedua hal tersebut merupakan perbuatan pidana dalam hal pemalsuan dokumen asuransi. Dari beberapa unsur tindak pemalsuan dokumen diatas dapat dilihat adanya perbuatan yang merujuk kepada unsur kesalahan. Kesalahan tersebut menimbulkan pertanggungjawaban, yaitu menurut ketentuan Pasal 21 ayat (5) Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian dapat dipertanggungjawabkan dengan 120
“Memalsu surat palsu” = membuat yang isinya bukan semestinya (tidak benar), atau membuat surat sedemikian rupa, sehingga menunjukkan asal surat itu yang tidak benar. Pegawai polisi membuat proses-perbal yang berisi sesuatu ceritera yang tidak benar dari orang yang menerangkan kepadanya, tidak masuk pengertian membuat proses perbal palsu. Ia membuat proses-perbal palsu, apabila pegawai itu menuliskan dalam proses-perbalnya lain dari pada hal yang diceriterakan kepadanya oleh orang tersebut. Sedangkan “Memalsu surat” = mengubah surat demikian rupa, sehingga isinya menjadi lain dari isi yang asli atau sehingga surat itu menjadi lain dari pada yang asli. Adapun caranya bermacam-macam. Tidak senantiasa, bahwa surat itu diganti dengan yang lain. Dapat pula dilakukan dengan jalan mengurangkan, menambah atau merubah sesuatu dari surat itu. Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 250.000.000,-. Menurut ketentuan Pasal 263 ayat (1) KUHP dapat dikenakan hukuman penjara paling lama enam tahun. Menurut ketentuan Pasal 380 KUHP dikenakan hukuman penjara selama-lamanya dua tahun delapan bulan atau denda sebanyakbanyaknya Rp. 75.000,-.
2. Tindak pidana penipuan klaim asuransi Tindak pidana penipuan di bidang asuransi yang kedua adalah tindak pidana penipuan klaim asuransi. Tindak pidana ini memiliki unsur-unsur, yaitu: (1) dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain, (2) secara melawan hukum, (3) menimbulkan kerugian penanggung asuransi, (4) menimbulkan kebakaran atau ledakan pada suatu barang yang dipertanggungkan terhadap bahaya kebakaran atau mengaramkan, mendamparkan, menghancurkan, merusakkan, atau mungkin tidak dapat dipakai, perahu yang dipertanggungkan, atau muatannya maupun upah yang akan diterima unttk pengangkutanmuatannya yang dipertanggungkan. Penjelasan unsur-unsur ini sudah dibahas sebelumnya oleh penulis. Pengaturan mengenai tindak pidana penipuan klaim asuransi ini diatur dalam Pasal 382 KUHP. Hal ini tidak diatur dalam pasal 21 UU No. 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian. Sifat melawan hukum dalam perbutan ini timbul dengan adanya pengajuan klaim terlebih dahulu. Unsur kesalahan dalam perbuatan pidana penipuan klaim asuransi hamper sama pada penipuan persetujuan
asuransi,
yaitu
terdapat
adanya
“dengan
maksud
untuk
menguntungkan diri sendirr atau orang lain” serta dilakukan “secara melawan
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
hukum”. Namun perbedaannya terletak pada adanya perbuatan yang dapat “menimbulkan kerugian kepada penanggung asuransi” serta segala sesuatu hal yang berkaitan dengan kebakaran atau ledakan pada sesuatu barang yang dipertanggungkan sebgaimana yang dimaksud dalam Pasal 382 KUHP diatas. Adanya “kesalahan”, maka dapat menimbulkan suatu pertanggungjawaban pidana, yaitu dapat dilihat dari ketentuan Pasal 382 KUHP, dapat dikenakan hukuman penjara selama-lamanya satu tahun empat bulan atau denda sebanyakbanyaknya Rp. 13.500.
B. Kasus Posisi dan Analisa Kasus 1. Kasus posisi Adapun kasus yang dapat dicermati dalam hal asuransi yang terkait masalah tindak pidana penipuan adalah kasus yang berkenaan dengan tindak pidana penipuan yang pada pokok pengaturannya adalah pada Pasal 378 KUHP. Penipuan yang terjadi pada kasus ini terkait pada bidang asuransi, terdakwa menggunakan tipu muslihat dengan menggunakan asuransi sebagai jalan tipu muslihat dan unsur-unsur lain sebagaimana yang terdapat dalam pasal 378 KUHP tersebut. Kasus ini mengakibatkan kerugian pada berbagai pihak, bukan saja terjadi kerugian pada penanggung (perusahaan asuransi) akan tetapi pihak ketiga. Adapun pihak ketiga tersebut adalah perusahaan (korporasi). Dalam kasus ini juga terdapat mengenai tindak pidana penggelapanj sebagaiman diatur dalam Pasal 372 KUHP. Disini penulis ingin menguraikan putusan Pengadilan Negeri Medan dalam perkara terdakwa yaitu :
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
Tindak Pidana penipuan dan atau penggelapan sebagaimana dimaksud dalam pasal 378 KUHP dan atau Pasal 372 KUHP terjadi pada bulan April 2006 di Jl. Sei Batang Serangan No. 129 Medan dipersagkakan terhadap tersangka IRWANSYAH Als IWAN dengan cara membeli aspal curah senilai Rp. 794.956.500, tersangka melakukan pembayaran dengan cek tunai namun setelah klering ditolak dengan alas an saldo yang tidak cukup mengakibatkan korban merasa dirugikan. Terdakwa yang bernama lengkap Irwansyah als Iwan, lahir di Medan, berumur 45 tahun, jenis kelamin laki-laki, serta kebangsaan Indonesia. Pengadilan negeri tersebut membaca dan sebagainya, mengingat pasal 378 KUHP. Dalam kasus ini terdapat 2 (dua) jenis dakwaan yaitu pertama sebagaimana diatur dalam pasal 378 KUHP dan kedua sebagaimana diatur dalam Pasal 372 KUHP. Pertama, bahwa ia terdakwa IRWANSYAH Als IWAN, pada tanggal 11 Mei 2006 atau seridak-tidaknya pada hari dan waktu lain dalam tahun 2006, bertempat di Jl. Raya Road III Gabion Belawan, atau setidak-tidaknya pada suatu tempat lain yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Medan, Dengan Maksud untuk menguntungkan diri atau orang lain secarab melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang. Kedua, dengan sengaja dn melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian milik orang lainj tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan Karena kejahatan, yang dilakukan terdakwa. Kedua dakwaan ini dilakukan terdakwa dengan cara :
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
Pada bulan April 2006 terdakwa akan mengerjakan proyek pengaspalan jalan yang berada di gunung tua dan di Sibolga milik PT Karya Mas Abadi (KMA). Untuk pengaspalan jalan tersebut diperlukan 200 ton aspal curah untuk itu terdakwa menelpon saksi SELAMET sebagai General Manager PT TGU untuk memesan 200 ton aspal curah. Saksi SELAMET tidak yakin, akan tetapi terdakwa meyakinkan saksi SELAMET dengan menyatakan bahwa pelaksanaan proyek pengaspalan jalan tersebut dilakukannya bersama-sama dengan PT KMA dan saksi PANUSUNAN (kepala proyek pengaspalan jalan Dr. Setia Budi dan jalan Dr. Mansyur). Setelah mendengar penjelasan terdakwa maka saksi SELAMET yakin dan menyetujui pesanan 200 ton aspal curah tersebut, dengan syarat harus ada surat asuransi jaminan pembayaran. Terdakwa setuju dan menyerahkan datadata PT KMA kepada saksi EFENDI selaku marketing PT TGU untuk dibuat dalam bentuk surat perjanjian jual-beli dan selanjutnya menjumpai teman terdakwa yakni saksi EKO yang bekerja di asuransi Jasindo untuk mengurus surat asuransi jaminan pembayaran, akan tetapi karena asuransi Jasindo tidak dapat mengeluarkan asuransi jaminan pembayaran maka saksi EKO meminta tolong saksi EDI agen asuransi Puri Asih untuk mengurus surat tersebut di Asuransi Raya Medan. Surat tersebut dapat dikeluarkan oleh Asuransi Raya senilai Rp. 794. 956.500, dan diserahkan saksi EDI kepada EKO dan kemudian saksi EKO memberikan kepada terdakwa, dan sebagai uang jasa terdakwa memberikan Rp. 8.000.000 kepada saksi EKO. Setelah itu terdakwa meminta surat perjanjian jual beli yang dibuat oleh saksi EFENDI yang telah ditandatangani oleh saksi SELAMET agar diserahkan kepada terdakwa untuk ditandatangani oleh direktur utama PT KMA yang
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
bernama Johan Pohan. Setelah mendapat telepon dari terdakwa, saksi EFENDI menyerahkan surat perjanjian jual beli aspal antara Johan Pohan sebagai dirut PT KMA (pihak I/pembeli) dengan SSELAMET tersebut kepada terdakwa untuk ditandatangani oleh Johan Pohan. Dan keesokan harinya surat perjanjian beli itu sudah ditandatangani oleh Johan Pohan. Dan selanjutnya surat perjanjian jual beli dan surat jaminan pembayaran asuransi diserahkan kepada EFENDI. Kemudian terdakwa memesan aspal melalui HP kepada saksi EFENDI dan saksi SELAMET dan oleh PT TGU aspal tersebut diserahkan secara bertahap sebanyak 188.020 ton. Setelah tempo pembayaran, PT TGU menagih kepada terdakwa, namun terdakwa memohon perpanjangan waktu dengan persyaratan yang diberikan PT TGU yaitu dengan menyerahkan surat perpanjangan asuransi jaminan pembayaran. Akan tetapi setelah proyek selesai namun pembayaran belum juga dilakukan. Untuk itu PT TGU mengajukan surat pencairan jaminan pembayaran asuransi kepada PT Asuransi Raya, namun PT Asuransi Raya tidak mau melakukan pencairan dengan alas an bahwa PT Asuransi Raya tidak pernah mengeluarkan surat asuransi jaminan pembayaran dan surat perpanjangan asuransi jaminan pembayaran dan surat-surat itu adalah palsu. Dengan demikian PT TGU mendesak untuk menagih pembayaran kepada terdakwa dengan melakukan kliring ke rekening terdakwa namun rekening tersebut telah tutup. Terdakwa tidak dapat dihubungi, PT TGU merasa keberatan dengan perbuatan terdakwa kemudian melaporkan terdakwa ke Poltabes Medan untuk diproses sesuai degan hukum yang berlaku.
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
Setelah jelas mengenai dakwaan di atas, penulis ingin menguraikan kronoloigs dalam kasus ini, yaitu : 1. Alat bukti yang sah a. Keterangan saksi-saksi : 1. DUNGO RINTAR SIAGIAN Menerangkan bahwa saksi menerangkan bahwa Nilai kerugian perusahaan kami sebesar Rp. 794.956.500 (tujuh ratus sembilan puluh empat juta sembilan ratus lima puluh enam ribu lima ratus rupiah) dan bentuk kerugian tersebut berupa nilai penjualan aspla curah (aspal cair) yang tidak dibayarkan oleh tersangka kepada perusahaan kami walupun kami telah berulang kali meminta pembayaran namun tersangka tidak mau membayar. Saksi menerangkan bahwa pada bulan April 2006 terjadi kesepakatan harga aspal via telepon antara saudara IRWANSYAH mengaku PT. KRYA MAS ABADI (PT. KMA) dengan bapak SLAMET S. SIDHI mewakili PT. TOBA GENA UTAMA (PT. TGU) Medan. Selanjutnya pada bulan April 2006 PANUSUNAN SIREGAR bertelepon kepada saksi menanyakan sampai dimana kelanjutan kontrak pembelian aspal antara PT. KMA dengan PT. TGU. Aksi menerangkan bahwa penyerahan Aspal curah oleh PT> TGU tersebut diserahkan secara bertahap sebanyak 188.020 (seratus delapan puluh delapan ribu dua puluh) ton. Dan bukti lainnya adalah satu lembar sertifikat asuransi (jaminan pembayaran) nomor : 80.050.0506.0101 nilai Rp. 794.956.500 (tujuh ratus sembilan puluh empat juta sembilan ratus lima puluh enam ribu lima ratus rupiah) tanggal 11 mei 2006 ditandatangani ROBERT B.MANURUNG, SE, As, K.
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
2. SLAMET S.SIDHI, MBA Menerangkan bahwa saksi menerangkan sehubungan dengan pengaduan tentang terjadinya perkara tidak membayarkan pembelian barang aspal dan keberadaan saksi sebagai saksi adalah selaku General Manager PT. Toba Gena Utama berkantor di Jl. Raya Road III Gabion Belawan. Saksi menerangkan bahwa Nilai kerugian perusahaan sebesar Rp. 794.956.500 (Tujuh ratus sembilan puluh empat juta sembilan ratus lima puluh enam ribu lima ratus rupiah ) dan bentuk kerugian tersebut bernilai penjualan aspal curah (aspal cair) yang tidak dibayarkan oleh tersangka kepada perusahaann walaupun kami telah berulang kali meminta pembayaran namun tersangka tidak mau membayarnya. Saksi menerangkan bahwa sebelum penyerahan aspal curah ke gudang milik tersangka terlebih dahulu dilakukan surat perjanjian jual beli aspal curah No. 1105/SPJB/AC/TGU/DUK/V/06 tanggal 11 mei 2006 di Medan antar JOHAN POHAN sebagai dirut PT. Karya Mas Abadi berkedudukan di Jl. Ir. Juanda No. 40 Kisaran Kab. Asahan.
3. S. EFENDI Menerangkan bahwa saksi menerangkan Nilai kerugian perusahaan sebesar Rp. 794.9560.500 (Tujuh ratus sembilan puluh empat juta sembilan ratus lima puluh enam ribu lima ratus rupiah ) dan bentuk kerugian tersebut berupa nilai
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
penjualan aspal curah (aspal cair) yang tidak dibayarkan oleh tersangka kepada perusahaan walaupun kemi telah berulang kali meminta pembayarn namun tersangka tidak meu membayarnya. Saksi menerangkan bahwa pada hari dan tanggal yang saksi tidak ingat bulan April 2006 SLAMET S. SIDHI menyuruh saksi untuk mengambil data PT. KARYA MAS ABADI dari saudara IRWANSYAH dan saat itu saksi bertelepon dengan IRWANSYAH untuk mengambil data/dokumen itu dan berjanji bertemu di depan YUKI SIMPANG RAYA Jl. SM Raja Medan. Setelah bertemu saksi diberikan fotocopy akta pendirian PT. KARYA MAS ABADI dan selanjutnya dokumen tersebut saksi serahkan kepada DUNGO RINTAR SIAGIAN untuk dibuatkan draf perjanjian kontrak. Saksi menerangkan bahwa saksi tidak pernah mempertanyakan kepada saudara IRWANSYAH tentang kebenaran tandatangan saudara JOHAN POHAN dan penggunaan stempel PT. KARYA MAS ABADI pada surat perjanjian jual beli aspal curah NO. 1105/SPJB/AC/TGU/DUK/V/06 tanggal 11 mei 2006.
4. ROBERT B MANURUNG, SE As. K. Menerangkan bahwa benar saksi selaku Kepala Cabang Medan, kantor Pusat di Jakarta saksi selaku Kep. Cabang Sejak April 2005 fungsi asuransi ini adalah asuransi harta benda dan termasuk asuransi jaminan. Saksi menerangkan bahwa saksi mengetahui bahwa sertifikst Asuransi ini palsu karena tidak ada terdafter di registrasi PT. Asuransi Raya Medan, tidak sesuai dengan blangko sertifikat yang sebenarnya.
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
Saksi menerangkan sebenarnya PT. ASURANSI RAYA MEDAN tidak pernah ada hubungan perjanjian dengan kedua perusahaan tersebut. Berkisar bulan Mei 2006 ada seseorang laki-laki yang mengakuy bernama EDY dari PT. KARYA MAS ABADI menemui saksi untuk memohon penerbitan jaminan pembayaran.
5. EKO PURWANTI Menerangkan bahwa saksi sejak April 2004 s/d Maret 2007 saksi bekerja di Kantor Asuransi Jasa Indonesia Jl. Pulau Pinang No. 4 Medan selanjutnya pada Maret 2007 saksi pindah ke kantor Pusat di Jakarta. Saksi menerangkan bahwa kepada EDI WINARNO saksi kenal sekitar awal tahun 2006 karena ianya sering dating ke kantor PT. JASINDO MEDAN (kantor saksi) dalam rangka pengurusan pembuatan asuransi setahu saksi bahwa EDI WINARNO beralamat di Tembung mempunyai hubungan selaku agen PT. ASURANSI RAYA MEDAN dan dikantor PT. ASURANSI RAYA MEDAN. Saksi menerangkan bahwa hari dan pada tanggal yang saksi tidak ingfat berkisar awal April 2006 saudara IRWANSYAH dating kembali menemui saksi ke kamtor meminta untuk dibuatkan Asuransi Paymen Bond (jaminan pembayaran) antara PT. Karya Mas Abadi dengan PT. Toba Gena Utama sebagai pemilik barang aspal curah selanjutnya saksi ajukan permintaan itu kepada atasan saksi lalu atasan saksi menjelaskan bahwa PT. ASURANSI JASINDO sudah tidak boleh lagi menerbitkan Jaminan Pembayaran.
6. EDI WINARNO
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
Menerangkan bahwa saksi menerangkan bahwa benar saksi yang membantu EKO PURWANTO dalam proses penerbitannya, saksi mengurusnya bersama-sama dengan EKO PURWANTO mendatangi kantor PT. ASURANSI RAYA MEDAN yang ketika itu bertemu dengan ROBERT MANURUNG meminta salah satu persyaratan KOLETRAL (jaminan agunan) senilai 20% dari nilai
kontrak
Surat
Perjanjian
Jual
Beli
Aspal
Curah
No.
1105/SPJB/AC/TGU/DUK/V/06 tanggal 11 Mei 2006 di Medan antara JOHAN POHAN sebagai Dirut PT. KARYA MAS ABADI berkedudukan di Jl. Ir. H. Juanda No. 40 Kisaran Kab. Asahan dengan SLAMET S. SIDHI General Manager PT. Toba Gena Utama. Saksi menerangkan bahwa untuk mengurus asuransi tersebut diatas saksi serahkan kepada saudara ANTO, bahwa pada hari dan tanggal tidak ingat bulan Mei 2006 sekitar Pukul 11.00 Wib dan hari itu sekira jam 16.00 Wib sertifikat asuransi itu sudah siap dan diserahkan ANTO kepada saksi. Saksi menerangkan bahwa untuk mengurus jaminan pembayaran itu yang sakis serahkan kepada ANTO tidak ada orang lain yang melihat/mengetahuiya dan juga tidak ada bukti-bukti lain atau bukti kwitansi tentang penyerahan uang dari saksi kepada ANTO tidsk ada.
7. DR. Ir. H. PANUSUNAN SIREGAR. Msc. Menerangkan bahwa terhadap IRWANSYAH Als IWAN saksi kenal kurang lebih dua tahun lalu dalam hubungan sebagai teman dan hubungan bisnis, pernah minta proyek kepada saksi dan pernah memasukkan materai bangunan ke proyek saksi.
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
Saksi menerangkan bahwa saudara JOHAN POHAN saksi kenal 10 tahun yang lalu dalam hubungan antara sesame rekanan dan setahu saksi JOHAN POHAN sebagai PT. KARYA MAS ABADI dan kepada saudara SLAMET S SIDHI saksi kenal 1 tahun yang lalu diperkenalkan oleh saudara IRWANSYAH dalam rangka pembelian rumah SLAMET S SIDHI di Jl. SM. RAJA MEDAN, namun waktu itu gagal karena terlalu mahal.
8. Ir. BOSAR PASARIBU Menerangkan bahwa DUNGO RINTAR SIAGIAN dan yang bernama IRWANSYAH tidak saksi kenal kepada PANUSUNAN SIREGAR saksi kenal setelah penandatanganan perjanjia kontrak yaitu Paket Pemeliharaan Berkala Jl. Setia Budi Medan dan Paket Pemeliharaan Jl. Dr. Mansyur Medan. Saksi menernagkan bahwa saksi mengetahui diret PANUSUNAN SIREGAR dalam proyek tersebut melalui stafnya ke dua perusahaan tersebut yang mengatakan bahwa PANUSUNAN SIREGAR adalah pengendali keuda perusahaan tersebut yaitu saudara P. SITOMPUL pemilik HP. 085261558646 dan SURYA DHARMA [emilik HP. 08126307913. Saksi menerangka bahwa pembayaran kedua proyek tersebut sudah dibayar lunas oleh Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Medan ke rekening kedua perusahaan bahwa bukti transfer tidak dapat saksi serahkan karena dokumen itu sebagai sirip kantor, sesuai dengan data yang ada di kantor kami.
b. Keterangan terdakwa Nama : IRWANSYAH Als IWAN
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
Menerangkan bahwa tersangka menerangkan bahwa dalam pembelian aspal curah dari PT. TOBA GENA UTAMA Belawan dengan pembelian PT. Karya Mas Abadi Medan, tersangka sendiri berperan sebagai perantara antara penjual dengan pembeli. Bahwa tersangka menerangkan tersangka tidak pernah kenal yang namanya JOHAN POHAN, tersangka mengenal nama itu melalui adanya surat kontrak jual beli aspal curah antara PT. Toba Gena Utama dengan PT. Karya Mas Abadi, kepada saudara SLAMET S SIDHI tersangka kenal sejak 3 tahunan sebagai teman yang selanjutnya berhubungan bisnis sesuai dengan kontrak. Bahwa tersangka menerangkan bahwa benar sejak 2 (dua) tahun yang lalu tersangka bekerja sama dengan saudara PANUSUNAN SIREGAR yang banyak memiliki perusahaan. Dan pada bulan April 2006 ada proyek pengaspalan jalan proyek PANUSUNAN SIREGAR di Gunung Tua dan Sibolga yang belum siap, oleh PANUSUNAN SIREGAR menyuruh tersangka mencari dealer aspal curah yang bias utang sebanyak 200 ton, dan kalau ada yang bias utang tersangka dijanjikannya diberikan jasa sebesar Rp. 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah).
2. Barang Bukti Barang bukti dalam perkara ini berupa : a. Surat Penyerahan Barang Bukti tgl 15 Agustus 2006 SPB No.A.006687, 15.020 ton b. Surat Penyerahan Barang Bukti tgl 23 Agustus 2006 SPB No.A. 006693, 14.840 ton
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
c. Surat Penyerahan Barang Bukti tgl 18 September 2006 SPB No.A.006278, 19.400 ton d. Surat
Penyerahan
Barang
Bukti
tgl
19
September
2006
SPB
No.A.0062738, 16.860 ton e. Surat Penyerahan Barang Bukti tgl 20 September 2006 SPB No.A.006734, 20.780 ton f. Surat Penyerahan Barang Bukti tgl 22 September 2006 SPB No.A.006749, 17.070 ton g. Surat Penyerahan Barang Bukti tgl 22 September 2006 SPB No.A.006752, 17.240 ton h. Surat Penyerahan Barang Bukti tgl 27 September 2006 SPB No.A.006765, 17.170 ton i. Surat Penyerahan Barang Bukti tgl 28 September 2006 SPB No.A.006756, 20.970 ton j. Surat
perjanjian
jual
beli
Aspal
Curah
No.
1105/SPJB/AC/TGU/DUK/V/2006 tanggal 11 Mei 2006, di Medan antara JOHAN POHAN sebagai Dirut PT. Krya Mas Abadi berkedudukan di Jl. Ir. H. Juanda No. 40 Kisaran Kab Asahan dengan SLAMET S SIDHI selaku General Manager PT. TOBA GENA UTAMA berkantor di Jl. Raya Road III Gabion Belawan. k. 1
(satu)
lembar
80.050.0506.0101
Sertifikat
Asuransi
nilai
794.956.500
Rp.
(jaminan
pembayaran)
tanggal
11
Mei
No. 2006
ditandatangani ROBERT B. MANURUNG, SE, As. K, kepala cabang PT. Asuransi Raya Kantor Jl. Taruna No.98 Medan dan Perpanjangan
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
Asuransi berupa satu lembar sertifikat Asuransi No. 80.050.0506.0101 senilai Rp. 794.956.500. tanggal 08 Agustus 2006 ditandatangani ROBERT B. MANURUNG, SE. As. K. l. 1 (satu) lembar Cek Bank Summut No. 043949, tanggal 16 Juli 2007 dan keterangan Penolakan.
3. Tuntutan Adapun tuntuan yang diberikan Jaksa Penuntut Umum dalam perkara ini adalah : a. Menyatakan terdakwa IRWANSYAH Als IWAN bersalah melakukan tindak pidana PENIPUAN sebagaimana diuaraikan dalam Pasal 378 KUHP. b. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa IRWANSYAH Als IWAN dengan pidana penjara selama 1 tahun penjara kurungan dengan perintah terdakwa tetap dalam tahanan. c. Menetapkan barang bukti (telah disebutkan diatas) dilampirkan dalam berkas perkara. d. Menetapkan agar terdakwa dibebani membayar biaya perkara sebesar Rp. 1000,- (seribu rupiah).
4. Putusan Putusan hakim dalam perkara ini adalah : a. Menyatakan terdakwa Irwansyah als Iwan telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “penipuan”,
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
b. Menjatuhkan Pidana atas diri terdakwa dengan pidana penjara selama 8 (delapan) bulan, c. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani oleh terdakwa, dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan, d. Menetapkan terdakwa tetap berada dalam tahanan. e. Memerintahkan barang bukti (di atas telah disebutkan) dilampirkan dalam berkas perkara, f. Membebankan biaya perkara kepada terdakwa sebesar Rp. 1.000,-
2. Analisa Kasus Pasal 378 KUHP berbunyi “Barangsiapa, dengan maksud, untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu, dengan tipu muslihat ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang. a. Unsur barangsiapa Bahwa tersangka adalah IRWANSYAH Als IWAN, lahir di Medan tanggal 25 Juli 1960, Agama Islam, Kewarganegaraan Indonesia suku Melayu, Alamat Jl. Medan Area Selatan No. Medan (rumah sewa), Vill Gading Blok AA No. 14 Marindal Medan Amplas (isteri 1), Villa Mutiara Blok K No. 16 Medan Amplas. b. Dengan Maksud Bahwa terpenuhi tersangka menyadari dan dengan sengaja membuat utang kepada saksi korban dengan cara membeli aspal curah dan selanjutnya
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
tersangka membayarnya dengan mempergunakan cek tunai PT. Bank Sumut No. 043949 tanggal 16 Juli 2007 nominal Rp. 100.000.000. atas nama trsangka IRWANSYAH Als IWAN dan beberapa lembar cek tunai lainnya, setelah jatuh tempo tidak dapat diluangkan dengan alas an rekening tidak cukup. c. Untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum Bahwa tersangka menggunakan aspal curah tersebut untuk pekerjaan beberapa proyek dan atas pekerjaan proyek tersebut telah dibayar lunas kepada pekerja proyek sehingga tersangka ini yang mengerjakan sub proyek telah menerima uang dari proyek yang dikerjakannya. d. Dengan memakai nama palsu dengan tipu muslihat ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang. Bahwa tersangka patut mengetahui bahwa nama JOHAN POHAN selaku Diret PT. Karya Mas Abadi berkedudukan di Kisaran Asahan seolah-olah masih hidup dan membuat Surat Perjanjian dengan PT. Toba Gena Utama dan menjadi principal dalam hal penerbitan Asuransi dari PT Asuransi Raya Medan atas jaminan pembayaran pembelian (perjanjian) kontrak jual beli Aspal Curah. Bahwa ternyata saudara JOHAN POHAN sudah meninggalm dunia tanggal 24 November 2003. Bahwa dengan surat asuransi jaminan pembayaran tersebutlah sehingga saksi korban bersedia memberikan hutang
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
atas pembelian aspal curah dimaksud. Berupa beberapa cek PT. Bank Sumut atas nama IRWANSYAH. Dalam kasus ini terpenuhinya semua unsur-unsur dalam Pasal 378 KUHP, sebagaimana dijelskan di atas. Akan tetpai tidak setuju dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum dan putusan Hakim Pewngadilan Negeri Medan dalam menjatuhkan hukuman kepada terdakwa. Perbuatan terdakwa Irwansyah seharusnya dikenakan pasal berlapis, karena perbuatan tersebut telah memenuhi unsur-unsur beberapa ketentuan pasal lainnya selain Pasal 378 KUHP. Adapun ynag menjadi penerapan hukum terrhadap perbuatan terdakwa, menurut penulis dapat dikenakan beberapa pasal, yaitu : 1. Pasal 381 KUHP Perbuatan tersangka telah memenuhi rumusan kejahatan yang terdapat dalam Pasal 381 KUHP, yaitu : a. Unsur perbuatan menyesatkan dengan cara tipu muslihat Bahwa tersangka memesan 200 ton aspal curah kepada saksi SELAMET dengan
meyakinkan
saksi
SELAMET
memberitahukan
bahwa
pelaksanaan proyek pengaspalan tersebut dilakukannya bersama-sama dengan PT KMA dan saksi PANUSUNAN. b. Unsur pada penanggung asuransi sehingga menyetujui perjanjian Bahwa tersangka mengetahui syarat pemesanan 200 ton aspal curah tersebut disetujui oleh saksi SELAMET adalah adanya surat asuransi jaminan pembayaran. Tersangka meminta saksi EKO yang pada akhirnya saksi EKO menghubungi saksi EDI untuk membuat surat asuransi jaminan pembayaran tersebut. Dengan surat asuransi jaminan pembayaran tersebut
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
saksi SELAMET yakin dam memberikan 200 ton aspal curah dengan pembayaran yag akan dilakukan secarab bertahap oleh tersangka Tersangka Irwansyah dengan akal dan tipu muslihatnya menyesatkan sehingga dapat dikenakan hukuman penjara selama-lamanya satu tahubn empat bulan. 2. Pasal 372 KUHP “Barangsiapa dengan sengaja dan melawan hukum
mengaku sebagai
milik sendiri sesuatu barang yang seluruh atau sebagian adalah milik orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan, diancam, karena penggelapan, dengan pidana paling lama empat tahun atau denda paling banyak enam puluh rupiah” Rumusan kejahatan yang memenuhi unsure-unsur dalam Pasal 372 KUHP, yaitu : a. Unsur mengaku sebagai milik sendiri (menguasai) dan sesuatu barang Bahwa tersangka telah menerima dan menguasai sejumlah 200 ton aspal curah, namun dalam perjanjian dengan saksi SELAMET selaku General Manager PT TGU. Namun setelah tempo pembayaran tersangka tidak membayar penuh dan rekening tersangka sudah tutup, sehingga tidak dapat dilakukan kliring ke rekening tersangka. b. Unsur yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan dan secara melawan hukum Bahwa tersangka telah mengetahui aspal yang dikuasainya bukan karena kejahatan tetapi uang yang seharusnya dibayar kepada PT TGU tidak dipenuhi. Terdakwa Irwansyah terbukti bersalah melakukan tindak pidana penggelapan uang yang seharusnya dibayar sejumlah Rp.794.956.500,-karena Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
sudah jatuh tempo pembayaran, namun terdakwa tidak membayaranya. Sehingga dapat dikenakan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 900,3. Pasal 21 ayat (5) Undang-Undang No. 2 tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian a. Unsur dengan cara tidak benar atau memalsukan Bahwa terdakwa terbukti melakukan tindak pidana pemalsuan dokumen asuransi, yaitu dengan menemui saksi Eko Purwanto untuk dibuatkan Asuransi Paymen Bond (jaminan pembayaran), namun karena PT. Asuransi Jasindo sudah tidak boleh lagi menerbitkan Jaminan Pembayaran, maka saksi Eko menemui saksi Edy untuk menerbitkan melalui PT. Asuransi Raya Medan, dan pada akhirnya dapat dikeluarkan surat jaminan pembayaran tersebut oleh saudara Anto. Namun kwitansi atau bukti-bukti tentang penyerahan uang dari saksi Edy kedapa Anto tidak ada. b. Unsur baik sendiri-diri atau bersama-sama Unsur secara bersama-sama dalam melakukan pemalsuan dokumen sebagaimana terdapat dalam Pasal 21 ayat (5) UU No. 2 Tahun 1992 telah terbukti bahwa terdakwa Irwansyah secara bersama-sama dengan orang dalam PT Asuransi Raya Medan dalam mengeluarkan surat tersebut. Yang akhirnya diketahui bahwa surat jaminan pembayaran tersebut adalah palsu. Perbuatan terdakwa ini sudah jelas dapat dikenakan hukuman penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 250.000.000,- (dua ratus lima puluh juta rupiah).
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
Terpenuhinya unsur-unsur pidana di atas maka seharusnya tuntuan dan putusan oleh Jaksa Penuntut Umum dan Hakim dalam menjatuhkan hukuman kepada tersangka lebih berat Sedangkan tuntutan yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum kepada terdakwa hanya hukuman penjara paling 1 (satu) tahun dan biaya perkara sebesar Rp. 1.000,-, serta putusan yang diberikan oleh hakim Pengadilan Negeri Medan terhadap perkara ini adalah hukuman penjara 8 bulan dan membebankan biaya perkara sebesar Rp. 1.000,-. Hukuman yang diberikan oleh hakim tidak sesuai dengan yang diatur menurut undang-undang yang berlaku, yaitu Undang-Udang no. 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian Pasal 21 ayat (5), mengenai pemalsuan dokumen asuransi yang mengenakan hukuman penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda sebanyak-banyaknya Rp. 250.000.000,Oleh karena itu putusan yang telah dijatuhkan dalam perkara ini mencerminkan
semakin
jauhnya
rasa
keadillan
dalam
memberikan
pertanggungjawaban pidana terhadap tindak penipuan di bidang asuransi.
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan uraian-uraian penulisan skripsi ini, dapat diambil beberapa kesimpulan, yaitu : 1. Pengaturan asuransi terdiri dari 3 (tiga) yaitu (1) KUHDagang. Dalam KUHD ada 2 cara pengaturan asuransi, yaitu pengaturan yang bersifat umum dan yang bersifat khusus. Pengaturan yang bersifat umum terdapat dalam Buku I Bab 9 Pasal 246-Pasal 286 KUHD yang berlaku bagi semua jenis asuransi, baik yang sudah diatur dalam KUHD maupun yang diatur di luar KUHD. Pengaturan yang bersifat khusus terdapat dalam buku I Bab 10 Pasal 287Pasal 308 KUHD dan Buku II Bab 9 dan Bab 10 Pasal 592 – Pasal 695 KUHD. (2) UU No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Peraasuransian lebih mengutamakan pengaturannya dari segi bisnis dan public administrative, yang jika dilanggar mengakibatkan pengenaan sanksi pidana dan administratif. Perturan pelaksana UU ini adalah Peraturan Pemerintah No. 73 tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian Lembaran Negara No. 120 Tahun 1992.; (3) UU Asuransi Sosial diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sesuai dengan ketentuan Pasal 9 ayat (1) U No. 2 Tahun 1992. Dengan berlakukanya UU No. 2 Tahun 1992 dan perundangundangan Asuransi Sosial di samping ketentuan Asuransi dalam KUHD, maka
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
dianggap cukup memadai aturan hukum yang mengatur tentang usaha perasuransian, baik dari segi keperdataan maupun dari segi public administrative. Tindak pidana penipuan secara umum diatur dalam KUHP, pengaturannya terdapat dalam pasal 378 – Pasal 382bis KUHP. Tindak pidana penipuan dalam bidang asuransi dibagi dalam 2 jenis, yaitu (1) Pasal 381 KUHP, yaitu menyetujui perjanjian asuransi yang tentu tidak akan disetujuinya atau setidak-tidaknya tidak dengan syarat-syarat demikian. Tindak pidana penipuan persetujuan asuransi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu Penggelapan premi asuransi (Pasal 21 ayat (2) UU No. 2 Tahun 1992) yang secara umum juga diatur dalam Pasal 372 KUHP atau dalam beberapa kasus dapat juga diatur dalam Pasal 378 KUHP; dan Pemalsuan dokumen asuransi (Pasal 21 ayat (5) UU No. 2 tahun1992) dengan kaitannya terhadap Pasal 263 ayat (1) KUHP tentang pemalsuan surat. (2) Pasal 382 KUHP, mengenai pengaturan tindak pidana penipuan klaim asuransi yang berarti menuntut hak atau ganti rugi. Sifat melawan hukum perbuatan ini timbul sehubungan dengan pengajuan klaim. 2. Faktor pendukung adanya kesalahan (pertanggungjawaban) dalam tindak pidana penipuan adalah memenuhi unsur-unsur : melakukan perbuatan pidana (perbuatan menipu), di atas umur tertentu mampu bertanggungjawab (cakap dalam hukum), mempunyai suatu bentuk kesalahan yang berupa kesengajaan atau kealpaan. Terkait kasus (putusan no. 3861/Pid. B/2007/PN. MDN)di Pengadilan Negeri Medan, dapat dilihat bahwa belum terpenuhinya rasa keadilan dalam memberikan putusan terhadap kejahatan di bidang asuransi. Hal ini dilihat dari terpenuhinya unsur-unsur pidana dalam beberapa pasal,
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
seperti Pasal 381 KUHP tentang tindak pidana penipuan di bidang asuransi, Pasal 372 KUHP tentang penggelapan, dan Pasal 21 ayat (5) UU No. 2 Tahun 1992. Namun tuntutan dan putusan yang dikenakan kepada tersangka hanya hukuman yang terdapat dalam Pasal 378 KUHP saja.
B. Saran 1. Pengaturan mengenai asuransi dari berbagai segi sudah semakin kompleks, namun pengetahuan tentang pengaturannya sangat minim dirasakan masyarakat. Oleh karenanya untukm mencegah berbagaio pelanggaran yangb terjadi di bidang asuransi maka diperlukan sosialisasi tentan peratturanperaturan tersebut kepada masyarakat. Mulai dari pelajaran di sekolah sampai pemberitahuannya di media-media massa. 2. Diperlukan suatu wacana untuk mengulas mengenai pengaturan tindak pidana penipuan dalam bentuk yang lebih luas. Banyak terjjadi kasus-kasus penipuan di kehidupan masyarakat. Namun sering hal ini dianggap sudah biasa, maka diharapkan adanya lembaga dalam perlindungan hak terhadap tindak pidana penipuan. 3. Untuk mencegah terjadinya tindak pidana penipuan di bidang asuransi, diperlukan suatu pengaturan yang lebih kompleks. Dan diiringi oleh kesadaran masyarakat bahayanya kerugian yang dapat ditimbulkan dari tindak pidana penipuan di bidang asuransi. Tanpa adanya kesadaran tersebut, sebaik apapun peraturan dibuat maka tidak akan berguna. Maka diperlukan peningkatan kinerja dalam mengawasi dan memberikan putusan terhadap perbuatan pidana tersebut oleh lembaga-lembaga yang bersangkutan, yaitu pihak kepolisian
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
dalam hal upaya penanggulangan, dan pihak pengadilan, Majelis Hakim dan Penuntut Umum dalam memberikan putusan yang sesuai dengan keadilan. 4. Pertanggungjawaban yang diberikan harus sesuai dengan peratua hukum yang berlaku, tidak saja dalam KUHP maupun Undang-undang yang berlaku. Hal ini perlu dilakukan untuk menjerat pelaku tindak pidana penipuan termssuk penipuan di bidang asuransi dengan hukuman yang seberat-beratnya. Sehigga dapat diupayakan penanggulangan terhadap kejahatan penipuan.
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
DAFTAR PUSTAKA
1. Buku Chazawi, Adami,2002, Pelajaran Hukum Pidana Bagian 3, PT. Raja Grafindo Persada, Malang. , 2003, Kejahatan Terhadap Harta Benda, Bayumedia, Malang. Darmawai, Herman, 2004, Manajemen Asuransi, Bumi Aksara, Jakarta. Endang dan Man Suparman Saatrawidjaja, 2003, Hukum Asuransi (Perlindungan Tertanggung, Asuransi Deposito, Usaha Perasuransian), Alumni, Bandung. Fahmi Aulia, 2005, Jurnal Uang dan Bank No. 5 Dalam Waspadai Merebaknya Insurance Fraundulent, PT. Metropolitan Imago Pers, Jakarta. FandAbidin Zainal, 1995, Hukum Pidana I, Sinar Grafika, Jakarta. Hamzah, Andi, 1994, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta. Hartono Reezeki Sri, 2008, Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi, Sinar Garfika, Jakarta. Huda, Chairul, 2006, Dari ‘Tiada Pidana Tanpa Kesalahan’ Menuju Kepada ‘Tiada Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan’, Kencana, Jakarta. Huda, Chairul dan Lukman Hakim, 2006, Tindak Pidana Dalam Bisnis Asuransi, Lembaga Pemberdayaan Hukum Indonesia, Jakarta. Lamintang, 1985, Hukum Pidana Indonesia, Sinar Baru, Bandung.
, 1991, Delik-Delik Khusus Kejahatan membahayakan Kepercayaan Umum Terhadap Surat-Surat, Alat-Alat Pembayaran, Alat-alat Bukti da Peradilan, Mandar Maju, bandung. Mashudi, 1995, Hukum Asuransi, CV Mandar Maju, Bandung. Moeljatno, 1993, Asas-asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta.
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
Muhammad, Abdulkadir, 2006, Hukum Asuransi Indonesia, cetakan keempat, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung. Poerwosutjipto, 1986, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia – Hukum Pertanggungan, Djambatan. Purba, Radiks, 1998, Asuransi Angkutan Laut, Rineka Cipta, Jakarta. Purwanto, Agus, 1994, Hukum Asuransi dan Kesehatan Perusahaan Asuransi, BPFE, Yogyakarta. Pradjodikoro, Wiryono, 1967, Tindak-Tindak Pidana Tertentu Di Indonesia, Rafika Aditama, Jakarta. Prakoso, Djoko, 2004, Hukum Asuransi Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta. Raharjo, Irvan, 2001, Bisnis Asuransi Menyongsong Era Global, Yasdaya, Yakarta. Sahetapy, 1995, Hukum Pidana, Surabaya:Liberty, Yogyakarta. Saleh, Roslan, 1981, Perbuatan dan Pertanggungjawaban Pidana, Aksara Baru, Jakarta. Sastrawidjaja, Suparman Man, 1997, Aspek-Aspek Hukum Asuransi dan Surat Berharga, Alumni, bandung. Setiyono, 2002, Kejahatan Korporasi, Analisis Viktimologi dan Pertanggungjawaban Korporasi dalam Hukum Pidana Indonesia, Averroes Press, Malang. Simorangkir dan Lamintang, 1979, Delik-Delik Khusus Kejahatan Yang ditujukan Terhadap Hak Milik dan Lain-Lain hak Yang timbul Dari Hak milik, Mandar Maju, Bandung. Suharto, 1990, Hukum Pidana I, Yayasan Sudarto, Semarang. , 1991, Hukum Pidana Materil dan Unsur-Unsur Objektif Sebagai Dasar Dakwaan, Sinar Grafika, Jakarta. Tongat, 2003, Hukum Pidana Materil, UMM Press, Malang.
2. Kitab PerUndang-Undangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia (KUHP) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Indonesia (KUHAP) Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) Undang-Undang No. 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian Undang-Undang No. 73 Tahun 1992 Tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian
3. Sumber-Sumber Lain Putusan No. 3861/ Pid. B/ 2007/ PN. MDN
Rani Daniel Aritonang : Tindak Pidana Penipuan Di Bidang Asuransi ( Studi kasus No. 3861 / Pid. B / 2007 / PN. MDN ), 2009 USU Repository © 2008